STUDI QUERY FEVER PADA SAPI “IDUL ADHA” 2014
DI KOTA TANGERANG DENGAN METODE
IMUNOHISTOKIMIA
GALIH KURNIA PRIBADI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Query fever
pada Sapi “Idul Adha” 2014 di Kota Tangerang dengan Metode Imunohistokimia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2017
Galih Kurnia Pribadi
NIM B04110107
ABSTRAK
GALIH KURNIA PRIBADI. Studi Q Fever pada Sapi “ Idul Adha”
2014 di Kota Tangerang dengan Metode Imunohistokimia. Dibimbing oleh
AGUS SETIYONO.
Query fever merupakan penyakit zoonosis yang menyebar ke seluruh
dunia. Q fever disebabkan oleh infeksi bakteri Coxiella burnetii. Hewan
yang paling rentan terkena infeksi Q fever adalah ruminansia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kejadian infeksi C. burnetii dan melihat
gambaran histopatologi organ sapi “Idul Adha” 2014 di kota Tangerang.
Metode yang digunakan adalah Random sampling organ hewan dan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin serta Imunohistokimia pada sampel.
Penelitian dilakukan sejak bulan Oktober 2014 sampai september 2015 di
Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sampel diambil dari
organ limpa, hati, dan paru-paru di empat tempat pemotongan hewan
Kurban. Hasil penelitian menunjukan terdapat 3 dari 10 sampel yang diuji
imunoreaktif terhadap C. burnetii. Hasil pewarnaan menunjukan terjadi
perubahan histopatologi pada sampel negatif dan positif yang terinfeksi C.
burnetii. Perubahan yang terjadi pada organ limpa berupa deplesi pulpa
putih, peradangan, kongesti, edema dan hemoragi. Perubahan yang terjadi
pada organ hati berupa degenerasi hidropsis, degenerasi lemak, peradangan,
kongesti, hemoragi. Perubahan yang terjadi pada organ paru-paru berupa
emfisema, peradangan, kongesti dan hemoragi.
Kata kunci: Q fever, C burnetii, imunohistokimia, sapi.
ABSTRACT
GALIH KURNIA PRIBADI. Study of Q Fever on Cows "Idul Adha" 2014
in Tangerang city by Immunohistochemical Method. Supervised by AGUS
SETIYONO.
Query fever is a zoonotic disease that spread around the world. Q
fever is caused by the bacteria Coxiella burnetii infection. The most
vulnerable animals exposed to the infection of Q fever are ruminants. This
research aims were to know the incidence of C. burnetii infection and to see
the description of the histopathology of cows organs "Eid al-Adha" 2014 in
Tangerang city. The methods used were a random purposive sampling of
animal organs and Hematoxyilin-Eosin staining and Immunohistochemical
assay on sample. The research conducted since October 2014 until
september 2015 at Histopathology laboratory, Department of Clinic,
Reproduction and Pathology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor
Agricultural University. Sample taken from spleen, liver, and lung in four
places cutting sacrificial animals. The result showed there was 3 out of 10
samples tested immunoreactive against C. burnetii. Staining result indicated
changes histopathologically in whether negative or positive sample infected
with C. burnetii. In the spleen found depletion of white pulp, inflammation,
congestion, edema and hemorrhage. In the liver found hydropic
degeneration, fatty degeneration, inflammation, congestion, hemorrhage.
Whereas in the lung found emphysema, inflammation, congestion and
hemorrhage.
Keywords: Q fever, C. burnetii, immunohistochemistry, cows.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
STUDI QUERY FEVER PADA SAPI “IDUL ADHA” 2014
DI KOTA TANGERANG DENGAN METODE
IMUNOHISTOKIMIA
GALIH KURNIA PRIBADI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Skripsi: Studi Query fever pada Sapi "Idul Adha" 2014 di Kota
Nama
NIM
Tangerang dengan Metode Imunohistokimia
: Galih Kumia Pribadi
: B04110107
Disetujui oleh
Tanggal Lulus: I 1 g nf'T ?017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober
2014 sampai September 2015 ini adalah Studi Query fever pada Sapi “Idul
Adha” 2014 di Kota Tangerang dengan Metode Imunohistokimia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Drh Agus Setiyono MS
PhD selaku pembimbing, dan Drh Mawar Subangkit MSi yang telah banyak
memberi saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Drh
Restu, Bapak Kasnadi, Bapak Sholeh, Bapak Endang dan teman-teman yang
telah banyak membantu dalam proses penelitian. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, teman-teman sepenelitian,
teman-teman seorganisasi dan teman-teman sekosan yang selalu
memberikan semangat dan doa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2017
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur Penelitian 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Pewarnaan sediaan imunohistokimia 4
Pewarnaan HE 5
Pewarnaan HE Limpa 6
Pewarnaan HE Hati 7
Pewarnaan HE Paru-paru 8
SIMPULAN DAN SARAN 9
Simpulan 9
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 10
DAFTAR TABEL
1. Hasil pewarnaan IHK 5
2. Hasil pewarnaan HE limpa 6
3. Hasil pewarnaan HE hati 8
4. Hasil pewarnaan HE paru-paru 9
DAFTAR GAMBAR
5. Hasil pewarnaan IHK 5
6. Hasil pewarnaan HE limpa 7
7. Hasil pewarnaan HE hati 8
8. Hasil pewarnaan HE paru-paru 10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Query fever atau Q fever merupakan penyakit menular disebabkan oleh
Coxiella burnetii yang termasuk bakteri obligat intraseluler. Q fever bersifat
zoonosis, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan sebaliknya (Martans
and Semuel 2007). Penularan penyakit Q fever biasanya terjadi melalui aerosol
(terhirup C. burnetti yang terbawa angin) atau kontak langsung dengan jaringan
sisa partus hewan yang terinfeksi (Ergas et al. 2006).
Coxiella burnetii memiliki daya virulensi rendah tetapi memiliki infektivitas
tinggi. Hal ini berarti satu organisme patogen dapat menyebabkan infeksi pada
inang. C. burnetii tahan terhadap panas, udara kering, dan beberapa senyawa
antiseptik standar. Hal ini memungkinkan C. burnetii dapat bertahan di
lingkungan dengan waktu yang lama (kurun minggu atau bulan) dalam kondisi
yang ekstrim (Byrne 2007).
Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap penyakit Q fever. Hal ini
didukung oleh banyaknya penduduk indonesia yang berprofesi sebagai peternak.
Salah satu kendala penting adalah gejala klinis Q fever yang tidak spesifik, yaitu
pneumonia, keguguran, dan gejala lainnya yang bersifat umum (Mahatmi et al.
2007). Penularan Q fever pada umumnya terjadi melalui konsumsi daging, susu,
dan produk ternak lainnya. Daging dan susu konsumsi yang tidak sempurna dalam
pengolahannya dapat menjadi sumber infeksi bagi manusia. Resiko infeksi pada
ruminansia bervariasi tergantung pada usia, jenis, kemampuan reproduksi, dan
tahap laktasi ( McCuaghey et al. 2010).
Coxiella burnetii dapat menyerang hewan liar dan ternak. Tetapi ruminansia
merupakan hewan yang paling berisiko terinfeksi Q fever. Sapi dan ruminansia
kecil yang terinfeksi akan mengeluarkan C. burnetii ke lingkungan lewat urin,
feses, susu, dan terutama pada material abortus dan partus. Konsentrasi tinggi C.
burnetii ditemukan pada plasenta hewan yang terinfeksi. Infeksi C. burnetii
umumnya bersifat subklinis yang ditandai dengan penurunan nafsu makan,
gangguan pernapasan ringan dan gangguan reproduksi berupa abortus pada domba
dan sapi. Infeksi C. burnetii bersifat akut dan kronis serta dapat menimbulkan
kegagalan fungsi hati, radang tulang (osteomyelitis), radang otak (enchepalitis),
gangguan pada pembuluh darah, peradangan pada jantung (endokarditis) yang
berakibat pada kematian (Raoult 2002).
Query fever bisa diobati dengan pemberian antibiotik seperti oksitetrasiklin
(Barri et al. 2007). Pencegahan dapat dilakukan dengan pengendalian populasi
caplak, praktek sanitasi yang baik dan menurunkan kontaminasi lingkungan oleh
C. burnetii. Cairan fetus yang mengalami abortus serta alas kandang yang
terkontaminasi harus dibakar dan dikubur. Pemisahan hewan sakit dari hewan
sehat juga perlu dilakukan untuk mencegah meluasnya penularan. Selain itu
pencegahan pada hewan dapat dilakukan dengan penggunaan vaksin (Angelakis
dan Raoult 2010).
2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian infeksi C. burnetii dan
melihat gambaran histopatologi organ limpa, hati dan paru-paru hewan kurban
sapi. Sampel diambil di wilayah kota tangerang pada saat Idul Adha 2014.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian infeksi C. burnetii
dengan tehnik IHK dan melihat gambaran histopatologi organ limpa, hati dan
paru-paru pada hewan kurban sapi “Idul Adha” 2014 di Kota Tangerang.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyajikan data kejadian infeksi C.
burnetii di Kota Tangerang dan memberikan gambaran histopatologi organ limpa,
hati dan paru-paru hewan kurban sapi “Idul Adha” 2014 di Kota Tangerang.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2014 bertepatan dengan Hari
Raya Idul Adha 2014 sampai September 2015. Sampel diambil di 4 tempat
pemotongan hewan kurban di Kota Tangerang. Proses pembuatan preparat
histopatologi, pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) dan pewarnaan
Imunohistokimia (IHK) dilakukan di Laboratorium Histopatologi, Departemen
Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel organ hati, paru-
paru dan limpa yang diduga terinfeksi C. burnetii, larutan BNF 10%, parafin cair,
poly l lysin, xylene, etanol (70%, 80%, 90%, 96%, absolute I, II, dan III), aquades,
Phospat Buffer Salin (PBS),citrate buffer, policlonal antibody Rabbit anti
Coxiella burnetii FKH-IPB, susu skim, Daco Envision kit, pewarna HE
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain sarung tangan, pisau,
kertas label, plastik transparan untuk tempat penyimpanan organ, gelas ukur,
tissue cassette, tissue basket, tissue tang, parrafin embedding console, object
glass, cover glass, automatic tissue processor, microtome, staining system,
fotomicrograph, mikroskop cahaya, softwareimage, gelas piala, timbangan, pipet
tetes, termometer, dan pemanas air.
3
Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengamati keadaan organ limpa,
hati dan paru-paru yang mengalami perubahan secara makroskopis. Bagian yang
mengalami perubahan diinsisi dimasukkan ke dalam plastik transparan yang berisi
BNF 10% dan diberi label keterangan. Sapi yang diambil berjumlah 10 ekor.
Sampel selanjutnya dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm,
kemudian masukan kedalam tissue cassette untuk proses dehidrasi dengan
merendam secara berurutan dalam larutan etanol 80%, 90%, etanol absolut I,
etanol absolut II, xylene I, xylene II, parafin I, dan parafin II selama masing-
masing 2 jam. Proses dehidrasi dilakukan secara otomatis dalam automatic tissue
processor selama 20 jam.
Pembuatan Sediaan Histopatologi
Jaringan dicuci dengan PBS dan difiksasi menggunakan buffer neutral
formalin 10%. Proses selanjutnya adalah dehidrasi dengan mengunakan etanol
bertingkat (70%, 80%, 96%, dan absolut). Jaringan yang telah didehidrasi
kemudian di-clearing menggunakan xylene sebanyak 2 kali, masing-masing 60
menit, dilanjutkan infiltrasi menggunakan parafin lunak selama 60 menit. Setelah
itu pemblokan dalam parafin keras pada cetakan dan didiamkan selama sehari.
Blok kemudian dipotong mengunakan mikrotom putar dengan ketebalan 5
µm. Potongan dimasukan kedalam waterbath yang berisi air dengan suhu 45°C.
Hal ini bertujuan untuk menghilangkan lipatan akibat peroses pemotongan.
Potongan di angkat mengunakan object glass dan dikeringkan dalam inkubator
60°C selama 1 hari. Proses selanjutnya adalah deparafinisasi mengunakan xylene
serta rehidrasi alkohol bertingkat dan aquades. Pembuatan untuk pewarnaan IHK
object glass harus melalui prosedur coating mengunakan poly-l-lysine terlebih
dahulu agar jaringan tetap menempel.
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
Pewarnaan dimulai dengan merendam Slide ke dalam pewarna Hematoksilin
selama 8 menit, dicuci dengan air mengalir selama 30 detik. Slide dimasukan ke
dalam larutan Lithium Karbonat selama 30 detik dan dicuci dengan air mengalir
selama 2 menit. Setelah itu slide direndam ke dalam pewarna Eosin selama 2
menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 60 detik. Proses selanjutnya
dehidrasi dengan alkohol bertingkat (70%, 80%, 96%, dan alkohol absolut)
masing-masing sebanyak 10 kali perendaman. Selanjutnya dilakukan clearing
slide menggunakan xylene I, II, dan II masing-masing selama 2 menit. Tahap
terakhir slide di mounting dengan perekat permount lalu ditutup dengan cover
glass. Slide kemudian dilihat dibawah mikroskop cahaya.
Proses Imunohistokimia
Pemotongan pada blok organ dengan ketebalan 5 µm dan tempelkan pada
gelas objek. Deparafinasi slide dengan xylene dan rehidrasi menggunakan alkohol
bertingkat dan aquades. Proses perendaman slide di dalam buffer sitrat sampai
suhu 90°C untuk proses antigen retrieval dan cuci mengunakan PBS sebanyak 3
4
kali masing-masing 5 menit. Blocking endogenous peroxidase menggunakan
H2O2 3% selama 30 menit dan cuci PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit.
Blocking ikatan non spesifik menggunakan susu skim 0.5% selama 30 menit dan
cuci menggunakan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Slide
diinkubasi dengan antibodi primer rabbit anti C. burnetii antibody selama satu
malam pada suhu 4°C (1:250).
Slide dicuci sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit menggunakan
PBS. Blocking endegenous enzyme pada slide selama 30 menit dan cuci sebanyak
3 kali selama 5 menit menggunakan PBS, tetesi slide dengan SA-HRP
(Streptavidin Horse Radis Peroxidase) selama 30 menit (1:500). Slide kembali
dicuci menggunakan PBS sebelum proses aplikasi kromogen HRP yaitu DAB
(diamonobenzidine) (Daco Inc) dan dibilas dengan aquades kemudian dicuci
sebanyak 3 kali selama 5 menit menggunakan PBS. Counter staining slide
selama 10 menit menggunakan pewarna Hematoksilin dan dicuci dengan aquades.
Setelah selesai, dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat dan clearing
menggunakan xylol. Terakhir slide di mounting dengan perekat permount dan
ditutup dengan cover glass, slide sudah bisa langsung diamati dibawah mikroskop
cahaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pewarnaan sediaan Imunohistokimia
Pewarnaan imunohistokimia adalah pewarnaan dengan konsep dasar
pembentukan ikatan antigen dan antibodi spesifik yang ditunjukan dengan
terbentuknya warna cokelat atau chormagen pada jaringan. Visualisasi warna
cokelat terjadi karena pemberian chromagen DAB (Ramos-Vara 2005). Organ
sebelumnya difiksasi dalam larutan BNF (Buffered Neutral Formalin). Fiksasi
sendiri bertujuan untuk: 1) mencegah perubahan post mortem, 2) mempertahankan
morfologi sel dan jaringan, 3) mengeraskan jaringan agar dapat diproses lanjut
dengan mengubah konsistensi sel dari semi cair menjadi semi-padat (Laite 1980).
Namun BNF akan menyebabkan tertutupnya antigen permukaan oleh senyawa
aldehid sehingga antibodi primer akan sulit berikatan dengan antigen. Jika ini
terjadi maka tidak akan terbentuk ikatan antigen-antibodi sehingga perlu
dilakukan demasking antigen atau antigen retrievall. Proses ini dilakukan dengan
dua cara yaitu pengggunaan buffer sitrat dan pemanasan pada suhu 900 C (D’
Amico 2008).
Pewarnaan imunohistokimia berpotensi menimbulkan warna cokelat tidak
spesifik yang muncul pada latar belakang (bakcgorund). Untuk mencegah hal ini
dilakukan penghambatan pada enzim peridkosidase endogen yang ada dalam
jaringan dengan pemberian H2O2 3%. Selain itu dalam pewarnaan berpotensi
terbentuk ikatan antigen-antibodi non-spesifik (Dagleish et al. 2010). Untuk
mencegahnya digunakan susu skim 5% dalam proses pewarnaan. Pewarnaan
imunohistokimia bertujuan untuk melihat imunoreaktifitas organ.
Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 3 dari 10 sapi yang diuji secara
imunohistokimia positif imunoreaktif terhadap C. burnetii. Sampel positif
5
ditunjukka dengan kode sampel R33/16/1, R33/16/4, dan R33/16/7. Sampel uji
yang dinyatakan positif berasal dari organ limpa dan hati. Hasil pengamatan limpa
dan hati yang positif terinfeksi C. burnetii disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1 di
bawah ini.
Tabel 1 Hasil pewarnaan IHK terhadap C. burnetii Kode Sapi Temuan
Limpa Hati Paru-paru
R33/16/1 - + -
R33/16/2 - - -
R33/16/3 - - -
R33/16/4 - + -
R33/16/5 - - -
R33/16/6 - - -
R33/16/7 + - -
R33/16/8 - - -
R33/16/9 - - -
R33/16/10 - - -
(+): imunoreaktif, (-): tidak imunoreaktif
Gambar 1 Sampel imunoreaktif/positif IHK (diberi tanda panah)
Keterangan: A. Sampel R33/16/1 organ hati; B. Sampel R33/16/4
organ hati; C. Sampel R33/16/7 organ limpa
Kelainan yang terdapat pada gambar adalah terdapatanya warna coklat pada
sitoplasma makrofag. Pada Gambar 1 terlihat baru beberapa makrofag yang
mengalami infeksi belum menyebar ke selulur bagian organ. Hasil positif terjadi
karena adanya imunoreaktif antara antibodi anti-Coxiella burnetii FKH IPB
dengan antigen Coxiella burnetii sedangkan hasil negatif menunjukan tidak
adanya imunoreaktif. Hasil positif bisa dilihat dari Gambar 1 dimana terdapat
warna coklat pada sitoplasma makrofag.
Target C. burnetii adalah sel-sel monosit atau makrofag yang tersebar pada
barbagai organ tubuh (Shannon et al. 2009). Artinya C. burnetti bisa menyerang
seluruh organ namun yang sering dilaporkan adalah limpa, hati dan paru-paru.
Intensitas yang tinggi pada organ ini berhubungan dengan rute infeksi C. burnetti.
Infeksi pada limpa terjadi lewat rute hematogenous, pada hati lewat rute sistem
digesti dan paru-paru lewat rute inhalasi. Jika, C. burnetii telah sampai ke limpa
artinya hewan mengalami bakterimia.
C B A
6
Menurut Woldehiwet (2004) bakteriemia terjadi setelah multiplikasi primer
pada limfonodus regional. C. burnetii menyebar secara hematogen dalam tubuh
inangnya dan dapat ditemukan pada berbagai organ tubuh termasuk limpa, hati,
paru-paru, sumsum tulang, dan saluran reproduksi. Penyebaran hematogen ini
dapat memungkinkan agen C. burnetii terakumulasi di organ limpa karena fungsi
limpa sebagai organ perombak sel darah merah dan juga organ pertahanan tubuh.
Stein et al. (2005) menyebutkan walaupun terjadi infeksi melalui rute aerosol,
lesio akibat infeksi tersebut dapat ditemukan pada organ selain paru-paru seperti
hati dan limpa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi C. burnetii dapat menyebar di
limpa, hati, paru-paru dan jantung. Hal ini karena hewan yang terinfeksi C.
burnetii mengalami bakteriemia. Menurut Maurin dan Raoult (1999), apapun rute
infeksi C. burnetii akan menyebar secara hematogen dan ditemukan di berbagai
organ tubuh. Dari hasil pengamatan 3 dari 10 sapi menunjukkan hasil positif pada
organ limpa dan hati.
Pewarnaan Histopatologi Limpa
Limpa adalah salah satu organ pertahanan tubuh dan tempat di produksinya
limfosit melalui sistem retikuloendotel. Selain itu limpa melakukan fagositosis
antigen, fagositosis eritrosit yang tidak lagi fungsional bagi tubuh,
mengkonversikan hemoglobin menjadi bilirubin dan menyimpan zat besi. Limpa
juga berfungsi sebagai organ hemopatik yang menyaring darah lewat sistem
sinusial. Sebagai konsekuensinya, semua antigen bisa mencapai limpa melalui
darah (Rao 2010).
Limpa merupakan organ pertahanan sekunder tubuh yang bekerja
menyaring darah terutama dari antigen yang masuk. Antigen akan menyebabkan
lesio pada limpa yang dapat dilihat berbagai macam perubahan pada struktur
jaringan (Macgavin dan Zachary 2007). Peradangan pada limpa bisa terjadi karena
ada agen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang limpa. Peradangan dapat
bersifat akut dan kronis. Data hasil pewarnan limpa tercantum dalam Tabel 2.
Limpa mengalami deplesi pulpa putih, kongesti, edema, infiltrasi sel radang, dan
hemoragi.
Tabel 2 Hasil pewarnaan histopatologi organ limpa sapi Kode Sapi Lesio
Deplesi
Pulpa Putih
Peradangan Kongesti Edema Hemoragi
R33/16/1 + + + - +
R33/16/2 - + - + -
R33/16/3 + + - - +
R33/16/4 + + - - -
R33/16/5 - + - - -
R33/16/6 - + - + -
R33/16/7 + + + - +
R33/16/8 - + - + -
R33/16/9 + + + - -
R33/16/10 + + - - +
(+): ditemukan lesio, (-): tidak ditemukan lesio
7
Deplesi pulpa putih adalah berkurangnya jumlah sel-sel limfoid. Deplesi
terjadi karena kekurangan stimulasi antigen atau bentuk regresi setelah stimulasi
antigen dihentikan. Deplesi bisa terjadi karena toksin, virus, bakteri, radiasi,
malnutrisi, dan degenerasi. Secara mikroskopis sel limfoid menjadi berkurang dan
germinal centre menjadi tidak ada. Jumlah keseluruhan jaringan limfoid pada
limpa menjadi berkurang dan limpa menjadi kecil (Macgavin dan Zachary 2007).
Deplesi pulpa putih dapat dilihat pada Gambar 2.
Kongesti adalah pembendungan yang terjadi pada vena yang disebabkan
oleh adanya gangguan sistemik atau porta (Vally 2007). Terdapat dua tipe
kongesti yaitu kongesti akut dan kronis. Kongesti akut terjadi karena terlalu
banyak jumlah bakteri patogen yang masuk sirkulasi dan melebihi kapasitas limpa
sehingga menyebabkan penurunan kerja limpa sebagai organ pertahanan.
Kongesti akut bisa terjadi di Marginal Zone. Marginal Zone adalah penghubung
pulpa merah dan pulpa putih. Selanjutnya limpa akan berisikan neutrofil dan
makrofag baik fokus maupun menyebar. Secara histopatologi, kongesti ini akan
membentuk cincin atau lingkaran tidak sempurna. Edema akan menyebabkan
terbentuknya celah atau jarak antar sel limfoid (Macgavin dan Zachary 2007).
Gambar 2 Gambaran deplesi pulpa Putih (panah kuning) pembesaran 100× (A),
peradangan (panah biru) dengan pembesaran 100× (B),
edema (panah hijau) dengan pembesaran 100× (C).
Kongesti kronis pada limpa terjadi karena adanya hipertensi vena limpa
atau vena porta dan adanya infeksi jamur dan patogen intraseluler fakultatif.
Monosit ikut membantu dalam pembentukan peradangan granuloma. Respon
peradangan ini bisa bersifat diffuse atau focal (Macgavin dan Zachary 2007).
Pewarnaan Histopatologi Hati
Hasil pewarnaan HE hati tercantum dalam Tabel 3. Hati mengalami
degenerasi hidropis, degenerasi lemak, hemoragi, kongesti dan infiltrasi sel
radang.
A B C
8
Tabel 3 Hasil pewarnaan histopatologi organ hati sapi Kode sapi Lesio
Degenerasi
Hidropis
Degenerasi
lemak
Hemoragi Kongesti Peradangan
R33/16/1 + + + - +
R33/16/2 - - + + -
R33/16/3 + + - - +
R33/16/4 - + + + +
R33/16/5 - + - + +
R33/16/6 - - - - -
R33/16/7 + + + + +
R33/16/8 - - - - +
R33/16/9 + + - + +
R33/16/10 + - + - +
(+): ditemukan lesio, (-): tidak ditemukan lesio
Hati yang diamati banyak mengalami perubahan (lesio) seperti degenerasi
lemak. Degenerasi lemak pada hati terjadi karena adanya penumpukan trigliserida
di dalam sel. Pada kasus yang parah degenerasi terjadi pada jaringan parenkim.
Hati yang mengalami degenerasi lemak dapat menyebabkan hilangnya nukleus
akibat terbentuknya globula yang besar gabungan dari globula-globula yang
bersatu. Degenerasi lemak sering terjadi karena tidak seimbangnya metabolisme
sel yang terjadi pada hewan yang kelaparan (Rao 2010). Degenerasi lemak dapat
dilihat pada Gambar 3.
Hemoragi adalah lesio yang diakibatkan keluarnya darah dari pembuluh
darah. Hal ini karena adanya kerusakan pada pembuluh darah seperti ruptur atau
darah keluar melalui dinding pembuluh darah (Vegad 2007). Hemoragi dapat
dilihat pada Gambar 3.
Hati yang diamati menunjukan gejala sirosis yang ditunjukan dengan
adanya fibrosis, degenerasi dan hiperplasia. Adanya sirosis ini akan menyebabkan
terjadinya kongesti dan ascites. Sebagai konsekuensinya dapat menyebabkan
terganggunya sirkulasi darah portal (Rao 2010).
Gambar 3 Gambaran degenerasi lemak (panah kuning) pembesaran 100× (A),
degenerasi hidropis (panah hijau) dengan pembesaran 200× (B),
hemoragi (panah biru) dengan pembesaran 100× (C).
Mekanisme penumpukan trigliserida lainnya adalah terjadinya penurunan
apoprotein. Penurunan apoprotein terjadi sebagai akibat meningkatnya asam
lemak. Apoprotein adalah protein yang dibutuhkan untuk mengubah trigliserida
A B C
9
menjadi lipoprotein supaya bisa diekresikan. Peningkatan asam lemak juga
menyebabkan meningkatnya produksi karbon tetraklorid, fosfor, dan protein
malnutrisi (Vegad 2007).
Pewarnaan Histopatologi Paru-paru
Hasil pewarnaan HE pada paru-paru tercantum dalam Tabel 4. Paru-paru
mengalami kongesti, hemoragi, emfisema dan peradangan.
Tabel 4. Hasil pewarnaan histopatologi organ paru-paru sapi Kode sapi Lesio
Kongesti Hemoragi Emfisema Infiltrasi sel
radang
R33/16/1 + - + +
R33/16/2 - + + -
R33/16/3 + - + -
R33/16/4 + - + -
R33/16/5 - + + -
R33/16/6 - - + -
R33/16/7 + - + +
R33/16/8 - - + -
R33/16/9 + - + -
R33/16/10 - + + -
(+): ditemukan lesio, (-): tidak ditemukan lesio
Paru- paru mengalami kongesti yang bersifat akut dan kronis. Kongesti akut
pada paru-paru terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah atau
mekanisme gagal jantung (Vegad 2007). Kongesti akut pada umumnya dapat
terjadi karena gagal jantung. Gagal jantung akan mengakibatkan darah yang
terdapat dalam paru-paru tidak bisa kembali lagi ke jantung dan tetap bertahan di
dalam pembuluh darah. Kongesti akut bisa ditandai dengan ditemukannya
neutrofil. Sedangkan kongesti kronis pada paru-paru terjadi karena infiltrasi
bakteri yang ditandai dengan ditemukannya limfosit dan makrofag (Lopez 2006).
Paru-paru juga mengalami hemoragi. Hemoragi adalah keluarnya darah dari
pembuluh darah. Terdapat dua tipe hemoragi yaitu hemoragi karena hancurnya
pembuluh darah atau reksis dan hemoragi karena darah melewati dinding vaskular
atau diapedesis. Hemoragi disebabkan oleh mekanisme fisiologi, trauma, bakteri,
virus, parasit, nekrosis dan toksin (Vegad 2007). Pada penelitian ditemukan
kongesti akut yang disebabkan karena gagal jantung pada saat penyembelihan.
Bisa dilihat pada Gambar 4.
Emfisema ditemukan pada sediaan paru-paru. Emfisema adalah membesar
atau meluasnya ruang alveol. Emfisema disebabkan oleh trauma, pneumonia dan
ketidakseimbangan aktivitas protease-antiprotease pada alveol. Perlakuan sapi
Kurban yang kurang baik menyebabkan thorax sapi membentur tanah atau lantai
terlalu keras. Pneumonia adalah peradangan yang terjadi pada paru-paru. Ketidak
seimbangan protease-antiprotease akan melemahkan dinding alveol secara
berangsur-angsur yang kemudian meyebabkan dinding alveol rusak atau hancur
(Reid et al. 2011).
10
Gambar 4 Gambaran Emfisema (panah kuning) dengan pembesaran 100× (A),
kongesti (panah hijau) dan peradangan (panah biru)dengan pembesaran
200× (B), hemoragi (panah merah) dengan pembesaran 200× (C).
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil pewarnaan IHK terdapat 3 sapi positif terinfeksi C. burnetii dari 10
sapi yang diuji. Sampel positif didapatkan dari organ limpa dan hati. Perubahan
histopatologi yang ditemukan pada limpa berupa deplesi pulpa putih, peradangan,
kongesti, edema dan hemoragi. Perubahan pada hati berupa degenerasi hidropis,
degenerasi lemak, peradangan, kongesti dan hemoragi. Lesio tersebut bukan
merupakan lesio spesifik Q fever karena dapat ditemukan pada sapi yang negatif
Q fever. Kelainan Q fever dapat dideteksi dengan lebih tepat mengunakan metode
IHK. Oleh karena itu, pewarnaan IHK baik untuk mendeteksi Q fever.
SARAN
Perlu studi yang lebih luas dan mendalam tentang Q fever di kota
Tangerang yang tidak hanya terbatas pada hewan kurban sapi dan ruminansia
kecil. Penelitian pada hewan ruminansia lain juga akan bermanfaat dilakukan
untuk menambah data yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Angelakis E, Raoult D. Q fever. Vet Microbiol. 2010; 140(3): 297-309.
Byrne WR. 2007. Q fever: Medical Aspects of Chemical and Biological
Warfare.pp: 523-527.
Berri M, Rousset E, Champion J L, Russo P , Rodolakis A , 2007. Goats May
Experience Reproductive Failures And Shed Coxiella burnetii at Two
Successive Parturitions After a Q Fever Infection. Res.Vet. Sci. 83, 47
52.
Dagleish MP, Benavides J, Chianini F. 2010. Immunohistochemical Diagnosis of
Infectious Diseases of Sheep. Small Rum Res. 92:19-32.
D'Amico F, Skarmoutsou E, Stivala F. 2008. State oof The Art in Antigen
Retrieval For Immunohistochemistry. J Immunol Meth. xxx xxx–xxx :1-18.
C B A
11
Ergas D, Keysari A, Edelstein V, Sthoeger ZM. 2006. Acute Q fever in Israel:
clinical and laboratory study of 100 hospitalized patients. IMAJ.8:337–341.
Laite M B. 1980. Processing Tissues in The Laboratory. In: Principles Os
Prosection, A Guide for Anatomic Pathologist. New York: Jhon Willey &
Sons Inc.
Lopez A. 2006. Respiratory System. Di dalam: Pathologic Basis Of Veterinary
Disease. Ed ke-4. McGavin MD, Zachary JF, editor. St Louis (US):
Mosby Elsievier. hlm 462-557.
Macgavin MD. James SZ. Patologic Basis of Veterinary Diseases. 2007.
Missouri:Mosby Inc.7.
Mahatmi H, Setiyono A, Soejoedono RD, Pasaribu FH. 2007. Deteksi Coxiella
burnetii penyebab Q fever pada sapi, domba dan kambing di Bogor dan
Bali. J Vet.:180-182.
Maurin M, Raoult D. 1999. Q fever. Clin. Microbiol. Rev. 12, 518–553.
McCaughey C, Murray LJ, McKenna JP, Menzies FD, McCullough SJ, O’Neill
HJ, Wyatt DE, Cardwell CR, Coyle PV. 2010. C. burnetii (Q fever)
Seroprevalence in Cattle. Epidemiol Infect. 138:21–27.
Mertens K, Samuel JE. 2007. Bacteriology of Coxiella: Rickettsial Diseases. 257–
270.
[NSH] National Society for Histotechnology. 2001. The Guidelines of
Hematoxilyn and Eosin Guidlines. Maryland (US): NSH.
Ramos-Vara JA. 2005. Technical Aspects of Immunohistochemistry. Vet Pathol.
42:405–426.
Raoult D. 2002. Q fever : Still A Mysterious Disease. Q J Med. 95:491-492.
Rao DG. 2010. The Text Book on Systemic Patholghies of Domestic Animals.
Karnatakan (IN):IDBC Publisher.
Reid R ,Fiona R, Elaine M. 2011. Pathology Ilustrated. UK: Churchil Livingstone.
Shannon JG, Heinzen RA. 2009. Adaptive Immunity to the Obligate Intracellular
Pathogen Coxiella burnetii. Immunol Res. 43(1-3):138-148.
Stein A, Louveau C, Lepidi H, Ricci F, Baylac P, Davoust B, Raoult D. 2005. Q
Fever Pneumonia: Virulence of Coxiella burnetii Pathovars in a Murine
Model of Aerosol Infection. Infect Immun. 73(4):2469–2477.
Vally VEO. 2007. Hematopoietic System. Di dalam: Pathology of Domestic
Animals. Ed ke-5. Maxie MG, editor. Philadelphia (US): Saunders
Elsevier.hlm 107-324.
Vegad JL. 2007. A Textbook of Veterinary General Phatology. (IN). International
Distributing Book Co.
Woldehiwet Z. 2004. Q fever (coxiellosis): epidemiology and pathogenesis. Res
vet Sci. 77:93-100.
12
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di ciamis, pada tanggal 18 januari 1992. Penulis
merupakan anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tata dan Ibu
Enok Kurniasih. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 1 Kondangjajar
pada tahun 1999-2005. Pendidikan dilanjutkan di MTS YPK Cijulang pada tahun
2005-2008 kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Parigi pada tahun
2008-2011.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertania Bogor pada tahun
2011 melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) Jalur Undangan Program Studi Kedokteran Hewan. Selama kuliah,
pennulis anggota Himpunan Propesi (HIMPRO) Ruminansia selama 2 periode
2012-2014. Penulis aktif dalam acara kepanitiaan di Fakultas Kedokteran Hewan
seperti, OLIV (2012 dan 2013), Student Seminar HIMPRO, dll.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadiran Allah SWT atas segala
rahmat, nikmat, dan hidanyah-NYA penulis dapat menyeselesaikan penelitian dan
skripsi sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana dari program studi
Kedokteran Hewan, Institut Pertania Bogor. Shalawat dan salam senantiasa
penulis curahkan kepada jungjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof Drh Agus Setiyono MS PhD
selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kesabaran, dukungan,
sumbangan ide dan materi yang telah diberikan.
Atas selesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Dengan ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda (Tata) dan Ibunda (Enok
Kurniasih) yang telah membantu dalam berbagai hal baik berupa finansial
maupun kasih sayangnya yang tulus. Di samping itu ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada staf Laboratorium patologi, departemen Klinik, Reproduksi
dan patologi yang telah membantu selama penelitian ini dilaksanakan, kepada
keluarga Ganglinon (FKH 48), Kontrakan B25 ( Khoiri Miftah, S.KH, Fajar Sidik,
S.Pt, Yohannes Eko Aditya, S.TP, Alfian Umar Karim, S.Pt, Saepul Ansor, S.Pt)
atas bantuan dan dukungannya. Kepada M Zulfitra Rahmat dan Frisko Ramadhani
selaku teman seperjungan skripsi.
Top Related