STUDI KITAB HADIS
SUNAN ABU DAWUD
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah
“Studi Hadis”
Disusun Oleh:
Intan Wijayanti (212213021)
Dosen Pengampu:
Dr. Abu Bakar, M.Ag
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2013
STUDI KITAB HADIS SUNAN ABU DAWUD
(202-275 H/817-889 M)
A. PENDAHULUAN
Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Pada
masa Nabi hadis belum ditulis atau dibukukan secara resmi dan masal. Hadis
pada saat itu pada umumnya diajarkan dan diriwayatkan secara lisan dan
hafalan. Walau begitu, tidak berarti bahwa pada saat itu kegiatan penulisan
hadis tidak ada sama sekali. Cukup banyak kalangan sahabat yang menulis
secara pribadi, tetapi kegiatan penulisan tersebut selain dimaksudkan untuk
kepentingan pribadi, juga belum bersifat masal. Sejarah penulisan hadis
secara resmi dan masal, dalam arti sebagai kebijakan pemerintah, terjadi pda
masa pemerintahan khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz.
Dalam rentang waktu yang cukup panjang telah terjadi pemalsuan-
pemalsuan hadis yang dilakukan oleh orang-orang dan golongan tertentu.
Atas kenyataan inilah, maka ulama hadis dalam usahanya membukukan hadis
Nabi selain harus melakukan perjalanan untuk menghubungi para periwayat
yang tersebar di berbagai daerah yang jauh, juga harus mengadakan penelitian
dan penyeleksian terhadap semua hadis yang akan mereka bukukan. Karena
itu, proses pembukuan hadis secara menyeluruh mengalami waktu yang
cukup panjang.
Ulama-ulama tersebut antara lain yaitu Imam Bukhari, Imam Muslim,
Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn Majah, dan sebagainya. Keenam ahli
hadis memiliki karya-karya yang tergolong dalam Kutubus Sittah. Salah satu
ahli hadis yang telah berjasa dalam pembukuan hadis adalah Abu Dawud.
Karya beliau yang populer yaitu Sunan Abu Dawud. Untuk mengetahui dan
mengenal lebih jauh mengenai kitab Sunan ini kiranya diperlukan kajian yang
lebih rinci. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai riwayat hidup Abu
Dawud, metode dan sistematika penyuSunan kitab Sunan, kitab-kitab yang
mensyarahi kitab Sunan, serta penilaian para ulama terhadap kitab tersebut.
1
B. BIOGRAFI ABU DAWUD
1. Riwayat Hidup Abu Dawud
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-
Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Imran al-Azdi al-Sijistani.1
Beliau dilahirkan di Sijistan (suatu kota di Basrah) pada tahun 202 H.
Ayah beliau, al-Asy’as bin Ishaq, adalah seorang rawi hadis dari Hamad
bin Zaid. Demikian juga saudaranya, Muhammad bin al-Asy’as,
merupakan teman perjalanan Imam Abu Dawud dalam menuntut hadis
dari para ulama hadis.2
Abu Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Sejak kecil
beliau mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta materi
lainnya sebelum mempelajari hadis. Pada usia kurang lebih 20 tahun,
beliau telah berkelana ke Baghdad pada tahun 221 H. Setelah dewasa
beliau melakukan rihlah dengan lebih intensif untuk mempelajari hadis.
Beliau melakukan perjalanan ke Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah Arab,
Khurasan, Naisabur dan Basrah. Pengembaraannya ini menunjang beliau
untuk mendapatkan hadis sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi
dalam penyusunan kitab al-Sunan.
Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat
dari cara berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar dan satunya
lagi sempit. Menurut beliau, lengan yang lebar untuk membawa kitab,
sedang yang satunya tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan.
Maka banyak ulama semasanya atau sesudahnya memberinya gelar zahid
dan wara’.3 Abu Dawud berhasil meraih reputasi tinggi di kampung
halamannya, Bashrah. Semua penduduk Bashrah kenal akan
kemuliaannya. Merekapun berbondong-bondong belajar hadis kepada
beliau. Sebelum Abu Dawud kembali dari pengembaraannya mencari
ilmu, Bashrah mengalami kegersangan ilmu. Kegersangan ini disebabkan
1 Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, pentahqiq. Sidqi Muhammad Jamil (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), 9.
2 M. Solahudin & Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 240.3 Tim Penulis Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kaijaga Yogyakarta, Studi
Kitab Hadis (Yogyakarta: Teras, 2009), 86-87.
2
minimnya agamawan dan intelektual yang hidup di sana, karena mereka
menyingkir dari Bashrah setelah penyerbuan kaum Zenji tahun 257 H.4
Gubernur Bashrah pada waktu itu mengunjungi Abu Dawud di
Baghdad untuk meminta Abu Dawud pindah ke Bashrah. Diriwayatkan
oleh al-Khattabi dari Abdillah bin Muhammad al-Miski dari Abu Bakar
bin Jabir (pembantu Abu Dawud), dia berkata: “Amir Abu Ahmad al-
Muwaffaq minta untuk bertemu Abu Dawud. Lalu Abu Dawud
mengizinkan masuk. Lalu Amir itu duduk dan Abu Dawud bertanya, “Apa
yang mendorong Amir ke sini?”
Amir menjawab, “Ada tiga kepentingan.”
“Kepentingan apa?” tanya Abu Dawud.
Amir mengatakan, “Sebaiknya anda tinggal di Bashrah, supaya para
pelajar di seluruh dunia belajar kepadamu. Dengan demikian kota Bashrah
akan makmur lagi. Karena Bashrah telah hancur dan ditinggalkan orang
akibat tragedi Zenji.”
“Itu yang pertama. Lalu apa yang kedua?”
“Hendaknya anda mengajarkan Sunan kepada anak-anakku.”
“Yang ketiga?”
“Hendaknya anda membuat majelis tersendiri untuk mengajarkan
hadis kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama
orang umum.”
“Permintaan ketiga tidak bisa kukabulkan, sebab derajat manusia itu
baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata, dalam menuntut ilmu
dipandang sama.”5
Atas permintaan Abu Ahmad tersebut, Abu Dawud pindah ke
Bashrah. Di sana beliau ditunjuk sebagai pengajar hadis. Setiap hari
masyarakat berduyun-duyun mendatangi majelisnya. Beliau mengabdikan
diri untuk mencerdaskan umat Islam. Abu Dawud menetap di Bashrah
4 Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadis (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), 104.5 Tim Penulis, Studi Kitab Hadis, 87.
3
hingga beliau wafat pada tanggal 16 Syawwal tahun 275 H.6 Beliau wafat
dalam usianya yang ke-73 tahun.7
2. Para Guru dan Murid Abu Dawud
Abu Dawud bertemu dengan ulama-ulama hadis yang terkenal dan
beliau berguru kepada mereka. Di antara guru-guru beliau adalah:8
a. Imam Ahmad bin Hanbal
b. Yahya bin Ma’in Abu Zakaria
c. Abu Ja’far an-Nafili
d. Shofwan bin Shalih
e. Hisyam bin ‘Umar
f. Ishaq bin Rahawaih
g. Qutaibah bin Sa’id
h. Utsman bin Muhammad bin Abi Sufyan
i. Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi
j. Ahmad bin Shalih
k. ‘Amr bin Marzuqi al-Bahili
l. Musaddad bin Musrahad al-Asadi
m. Sa’id bin Mansur bin Syu’bah
n. Abu Abdurrahman Utsman bin Muhammad
o. ‘Amr bin Aun an-Najili
Adapun yang pernah meriwayatkan hadis darinya (murid-muridnya),
antara lain:9
a. Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa al-Tirmidzi
b. Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib al-Nasa’i
c. Abdullah bin Sulaiman al-Asy’as (putra Abu Dawud)
d. Abu ‘Ali bin Ahmad bin ‘Amr al-Lu’lu’i
6 Muh. Zuhri, Hadis Nabi: Telaah Historis dan Metodologis (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003), 174. Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Abu Dawud wafat pada hari Jum’at tanggal 15 Syawwal 275 H. Lihat Muhammad Musthafa Azami, Memhaami Ilmu Hadis: Telaah Metodologi dan Literatur Hadis, terj. Meth Kieraha (Jakarta: Penerbit Lentera, 1995), 142.
7 Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadis, 106.8 Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud,8- 9.9 Ibid., 10.
4
e. Abu ‘Isa Ishaq bin Musa bin Sa’id
f. Abu Sa’id Ahmad bin Muhammad al-A’rabi
g. Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khalal
h. Abu Basy’r ad-Daulani
i. Muhammad bin Mukhallid
j. Isma’il bin Muhammad al-Safar
k. Muhammad bin Ja’far al-Faryabi
l. Ya’qub bin Ishaq
m. Harb bin Isma’il
3. Karya-Karya Abu Dawud
Dalam jajaran muhadditsin, Imam Abu Dawud dikenal dengan gelar
“Faqih kedua” setelah Imam Bukhari, karena beliau sangat menonjol
dalam menguasai fiqhul hadis. Koleksi kitab hadis beliau yang populer
berformat Sunan, yaitu kitab yang menghimpun sejumlah hadis marfu’
dengan sistematika menyerupai kitab fiqih sesuai urutan bab-babnya.10
Selain kitab al-Sunan, sebagai karya terbesarnya, Abu Dawud telah
menulis sejumlah karya yang banyak dijadikan referensi oleh umat Islam.
Karya-karya beliau tersebut antara lain:11
a. al-Marasil
b. Masa’il al-Imam Ahmad
c. al-Nasikh wa al-Mansukh
d. Risalah fi Washf Kitab al-Sunan
e. al-Zuhd
f. Ijabat ‘an Sawalat al-Ajurri
g. As’illah ‘an Ahmad bin Hanbal
h. Tasmiyat al-Ikhwan
i. Kitab al-Qadr
j. al-Ba’ts wa al-Nusyur
k. Dala’il al-Nubuwwah
l. Fadhail al-Anshar
m. Musnad Malik
n. al-Du’a’
o. Ibtida’ al-Wahy
p. al-Tafarrud fi al-Sunan
q. Akhbar al-Khawarij
r. A’lam al-Nubuwwah
s. al-Masa’il al-lati Khalafa ‘alaiha
al-Imam Ahmad
4. Penilaian Ulama tentang Abu Dawud
10 Misbah A.B., Mutiara Ilmu Hadis (Kediri: Mitra Pesantren, 2010), 324.11 Azami, Memahami Ilmu Hadis, 142.
5
Banyak ulama yang memberikan penilaian terhadap sosok Abu
Dawud, antara lain:12
a. Musa bin Harun: “Abu Dawud diciptakan di dunia untuk hadis dan di
akhirat untuk surga. Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih utama
dari dia.”
b. Abu Hattim bin Hibban: “Abu Dawud adalah seorang Imam dunia
dalam bidang fiqih, ilmu, hafalan, dan ibadah. Beliau telah
mengumpulkan hadis-hadis hukum dan tegak mempertahankan
subbah.”
c. Al-Hakim: “Abu Dawud adalah imam ahli hadis pada zamannya, tidak
ada yang menyamainya.”
d. Ahmad bin Muhammad bin Yasin al-Harawi: “Abu Dawud adalah
seorang hafidz dalam bidang hadis, yang memahami hadis serta ‘illat
dan sanadnya, dia mempunyai derajat tinggi dalam beribadah, kesucian
diri, ke-shahih-an, dan ke-wara’-an.”
Dari beberapa penilaian ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa sosok
Abu Dawud merupakan ahli hadis, khususnya dalam bidang fiqih, yang kuat
hafalan serta ibadahnya. Beliau juga memiliki sifat yang zahid dan wara’,
sehingga beliau sangat dijunjung tinggi keberadaannya oleh ulama pada
zamannya maupun oleh generasi sesudahnya.
C. METODE PENYUSUNAN KITAB
Kitab Sunan menurut ahli hadis adalah kitab hadis yang disusun
berdasarkan bab-bab fiqih. Kitab ini hanya memuat hadis-hadis maarfu’,
tidak memuat hadis mauquf atau maqtu’, sebab dua macam hadis terakhir ini
tidak disebut sunnah. Metode yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan
metode yang dipakai oleh ulama-ulama sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin
Hanbal yang menyusun kitab musnad, dan Imam Bukhari dan Muslim yang
menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada hadis-hadis yang shahih
12 Tim Penulis, Studi Kitab Hadis, 89.
6
saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan mengumpulkan hadis-
hadis yang berkaitan dengan hukum, dan dalam menyusunnya berdasarkan
urutan bab-bab fiqih seperti thaharah, shalat, zakat, dan sebagainya dengan
beraneka kualitas dari yang shahih sampai yang dla’if. Tetapi, hadis-hadis
yang berkaitan dengan fadla’il al-‘amal (kekuatan amal) dan kisah-kisah
tidak dimasukkan dalam kitabnya.
Adapun dalam menyusun kitabnya, beliau mencukupkan diri dengan
memaparkan satu atau dua buah hadis dalam setiap babnya, walaupun masih
didapatkan sejumlah hadis shahih lainnya. Bahkan, secara tegas beliau
menyatakan empat buah hadis saja dari kitab Sunan ini sudah cukup menjadi
pegangan hidup bagi setiap orang.13
Dalam al-Maliki dan Syuhbah, Abu Dawud berkata:
“Aku telah menulis hadis-hadis dari Rasulullah SAW. Sebanyak 500.000 hadis, dan dari jumlah itu aku memilih apa yang aku sebutkan mana-mana yang shahih dan yang mendekati shahih. Dan dalam urusan agama bagi seseorang, kiranya cukup dengan berpegang empat hadis saja dari sekian banyak hadis yang aku sebutkan..............”14
Empat hadis yang dimaksud oleh Abu Dawud tersebut yaitu:15
1. األعمال إنما
بالنيات
“Sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya.”
2. ما تركه المرء م اسال حسن من
يعنيه ال
“Termasuk tanda kesempurnaan ke-Islaman seseorang ialah
meninggalkan hal-hal yang tiada berguna baginya.”
3. الخيه يرضى حتى مؤمنا المؤمن اليكون
لنفسه مايرضاه
13 Ibid., 91-93.14 Muhammad Alawi al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), 278-279. Lihat pula M. Muhammad Abu Syuhbah, Kutubus Sittah: Mengenal Enam Kitab Pokok Hadis Shahih dan Biografi Para Penulisnya (Surabaya: Pustaka Progressif, 2006), 108-109.
15 Ibid.
7
“Seorang mukmin tidak akan sempurna keimanannya sampai dia rela
terhadap saudaranya sebagaimana dia merelakan terhadap dirinya
sendiri.”
4. أمور وبينهما بين والحرام بين ل الحال إن
مشتبهات
“Sesungguhnya perkara yang halal itu sudah jelas, dan yang haram
juga sudah jelas, sedang di antara keduanya merupakan sesuatu yang
syubhat.”
D. SISTEMATIKA PENYUSUNAN KITAB
Dalam Sunan Abu Dawud, beliau membagi hadisnya dalam beberapa
kitab. Setiap kitab berisi sejumlah bab. Adapun perinciannya adalah 35 kitab,
1.871 bab, dan 4.800 hadis. Tetapi menurut perhitungan Muhammad
Muhyiddin Abdul Hamid, jumlahnya sebanyak 5.274 hadis. Perbedaan
penghitungan sangatlah wajar, karena Abu Dawud sering mencantumkan satu
hadis di tempat yang berbeda. Tindakan ini dilakukan untuk menjelaskan
kandungan hukum dari hadis tersebut. Di samping itu, beliau ingin
memperbanyak jalur sanad.16
Abu Dawud dalam menyusun kitabnya menurut sistematika atau urutan
bab-bab fiqih yang dapat memudahkan pembaca ketika akan mencari hadis-
hadis yang berkaitan dengan masalah tertentu. Adapun sistematika atau
urutan penulisan hadis dalam kitab Sunan Abu Dawud sebagai berikut:17
No.
NAMA KITABJUMLAH
BAB HADIS1 Kitab al-Taharah 143 3902 Kitab al-Salat 367 11653 Kitab al-Zakat 47 1454 Kitab al-Luqatah (barang temuan) - 205 Kitab al-Manasik (manasik haji) 98 3256 Kitab al-Nikah (pernikahan) 50 1297 Kitab al-Talaq (perceraian) 50 1388 Kitab al-Saum (puasa) 81 164
16 Tim Penulis, Studi Kitab Hadis, 93.17 Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, pentahqiq. M.
Muhyiddin Abdul Hamid (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), 13-16.
8
9 Kitab al-Jihad 182 31110 Kitab Dahaya (binatang kurban) 20 5611 Kitab al-Said (perburuan) 4 1812 Kitab al-Wasaya (wasiat) 17 2313 Kitab al-Fara’id (kewarisan) 17 4314 Kitab al-Kharaj wa al-Imarah (pajak dan
kepemimpinan)40 161
15 Kitab al-Janaiz (jenazah) 84 15316 Kitab al-Aiman wa al-Nuzur (sumpah dan
nazar)32 84
17 Kitab al-Buyu’ wa al-Ijarah (jual beli dan sewa-menyewa)
92 245
18 Kitab al-Aqdiyah (peradilan) 30 7019 Kitab al-‘Ilm (ilmu) 13 2820 Kitab al-Asyribah (minuman) 22 6721 Kitab al-At’imah (makanan) 55 11922 Kitab al-Tib (pengobatan) 24 7123 Kitab al-‘Atqu (pemerdekaan budak) 15 4324 Kitab al-Huruf wa al-Qira’ (huruf dan
bacaan)- 40
25 Kitab al-Hammam (kamar mandi) 3 1126 Kitab al-Libas (busana) 47 13927 Kitab al-Tarajjul (menghiasi rambut) 21 5528 Kitab al-Khatam (cincin) 8 2629 Kitab al-Fitan (fitnah-fitnah) 7 3930 Kitab al-Mahdi - 1231 Kitab al-Malahim (peperangan) 18 6032 Kitab al-Hudud 40 14333 Kitab al-Diyat 32 10234 Kitab al-Sunnah 32 17735 Kitab al-Adab 108 502
Dari pembagian di atas, dapat penulis garis bawahi bahwa kitab Sunan
Abu Dawud merupakan kumpulan hadis-hadis hukum, mulai dari masalah
thaharah, shalat, zakat, hingga masalah hudud dan diyat. Namun ada
beberapa hadis yang bukan hadis ahkam yaitu bab ‘ilmu dan adab. Beliau
juga tidak mencantumkan hadis-hadis yang berisi kisah-kisah ataupun
nasihat. Bab-bab hadis tersebut beliau susun berdasarkan urutan bab-bab
fiqih. Ini bertujuan agar susunan hadis lebih sistematis sehingga memudahkan
umat Islam dalam usahanya mengkaji hadis Nabi SAW.
9
E. KUALITAS HADIS DALAM KITAB SUNAN ABU DAWUD
Abu Dawud dalam menyusun kitab Sunannya tidak hanya
memfokuskan pada hadis-hadis shahih, tetapi juga memasukkan hadis-hadis
dla’if. Keistimewaannya, beliau selalu menjelaskan di mana letak
kedla’ifannya, sehingga pembaca dengan mudah melihat kualitasnya.18
Penjelasan Abu Dawud dalam kitab Sunannya secara garis besar membagi
hadis ke dalam lima bagian, yaitu: , , , مايشبهه يقاربه شديد وهن
19.صالح danصحيح
1. صحيح
Hadis shahih ini disebut hadis shahih li zatihi, karena tingkat
keshahihannya tanpa dukungan hadis lain yang menguatkannya.20
2. (menyerupai shahih) مايشبه
Yang dimaksud Abu Dawud dengan istilah adalah hadis مايشبهه
shahih li ghairihi, karena hadis tersebut menyerupai shahih li zatihi, tetapi
martabatnya di bawah shahih li zatihi.21
3. (mendekati shahih) يقاربه
Istilah yang dipakai Abu Dawud tersebut menurut sebagian
muhadditsin adalah hadis hasan li zatihi, karena hadis hasan li zatihi bisa
naik menjadi hadis shahih li ghairihi apabila didukung oleh hadis yang
lain.22
4. شديد (sangat dla’if) وهن
Istilah tersebut menurut para muhadditsin berarti hadis yang sangat
dla’if. Terhadap hadis ini, Abu Dawud memberikan sejumlah penjelasan
mengenai letak kedla’ifannya. Pencantuman hadis dla’if tersebut bukan
dimksudkan untuk dijadikan sebagai hujjah, tetapi untuk menerangkan
bahwa hadis tersebut adalah dla’if.23
18 Muhammad Ma’shum Zein, Ulumul Hadist dan Mustholah Hadist (Jombang: Darul Hikmah, 2008), 229.
19 Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, 11.20 Tim Penulis, Studi Kitab Hadis, 96.21 Ibid.22 Ibid.23 Ibid., 97.
10
5. (tidak dijelaskan) صالح
Hadis shalih menurut istilah muhadditsin mencakup hadis shahih,
hasan dan dla’if. Dua hadis yang disebutkan pertama bisa dijadikan
sebagai hujjah, sedangkan yang terakhir hanya bisa dijadikan i’tibar saja.24
Imam Nawawi dan Ibn Shalah menjelaskan maksud dari perkataan
Abu Dawud adalah jika hadis tersebut diriwayatkan dalam salah satu kitab
Shahih (Bukhari dan Muslim) maka hadis tersebut adalah shahih, dan jika
diriwayatkan dalam salah satu kitab Shahih dan tidak ada ulama yang
menerangkan tentang derajat hadis tersebut, maka hadis tersebut adalah
hadis hasan menurut Abu Dawud.25
Penulis sangat mendukung langkah Abu Dawud yang membagi hadis-
hadis dalam Sunannya ke dalam lima macam kualitas, dari yang shahih,
hasan sampai yang dla’if. Pembagian tersebut bukan tanpa alasan, namun
beliau juga menjelaskan mengapa hadis yang disebutkan dikatakan dla’if.
Realitas yang terjadi, banyak hadis yang telah menyebar dalam masyarakat,
khususnya umat Islam, namun mereka tidak tahu kualitas hadis tersebut. Hal
ini bisa mengakibatkan kesalahpahaman penafsiran antar umat Islam. Oleh
karena itu, untuk meminimalkan kesalahpahaman tersebut, Abu Dawud
menyusun kitab Sunannya dengan mencantumkan hadis-hadis yang shahih
sampai dla’if, dengan memiliki tujuan agar masyarakat bisa mengetahui dan
membedakan antara hadis-hadis yang shahih, hasan maupun dla’if.
F. KITAB-KITAB SYARAH SUNAN ABU DAWUD
24 Ibid.25 Jumlah hadis Abu Dawud yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim sebanyak
14,73%, yang diriwayatkan oleh Bukhari saja sebanyak 5,10%, yang diriwayatkan oleh Muslim saja sebanyak 12,92%, dan hadis yang hanya diriwayatkan oleh Abu Dawud sendiri sebanyak 30,06%. Sedangkan sisanya adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal, Imam Malik, dan Imam al-Baihaqi. Jumlah ini didasarkan pada kitab Mukhtasar Sunan Abu Dawud karya al-Munziri.
11
Lantaran keistimewaan kitab Sunan Abu Dawud, banyak ulama’ yang
memberikan apresiasi terhadapnya. Salah satu bentuk penghargaan tersebut
adalah dengan menuliskan syarah dan ikhtisar atasnya. Karena itu, lahirlah
kitab syarah yang disusun oleh para ulama’ yang piawai di bidang hadis.
Kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut:26
1. Ma’alim as-Sunan
Kitab ini ditulis oleh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim bin
Khattab al-Bisti al-Khattabi (388 H). Kitab ini merupakan kitab syarah
yang sederhana, yang mengupas masalah bahasa, meneliti riwayah,
menggali hukum dan membahas adab.
2. ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud
Kitab ini ditulis oleh Syaikh Syafaratul Haq Muhammad Asyraf bin
Ali Haidar al-Shiddiqi al-Azim Abadi (14 H). Kitab ini menjelaskan kata-
kata sulit. Ia menguatkan hadis satu dengan yang lainnya secara ringkas,
dan menjelaskan dalil yang lazim digunakan oleh para ulama’ madzhab
terkait dengan hadis-hadis yang terdapat dalam Sunan Abu Dawud.
3. Mukhtasar Sunan Abu Dawud
Kitab ini ditulis oleh al-Hafidz Abdul ‘Azhim bin Abdul Qawi al-
Munziri (656 H). Dalam kitab ini al-Munziri menyebutkan ulama’ lain dari
lima hadis yang juga meriwayatkan hadis tersebut dan menunjukkan
kelemahan sebagian hadis.
4. Syarah Ibnul Qayyim al-Jauziyyah
Kitab ini ditulis oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (751 H). Ibnu
Qayyim memberikan tambahan penjelasan mengenai kelemahan hadis
yang telah dijelaskan oleh al-Munziri, menegaskan keshahihan hadis yang
belum dishahihkan, serta membahas matan hadis yang musykil. Kitab ini
dicetak sebagai bagian dari kitab ‘Aunul Ma’bud karya Syamsul Haq Azim
Abadi.
5. Dla’if Sunan Abu Dawud
26 Tim Penulis, Studi Kitab Hadis, 99-100.
12
Kitab ini ditulis oleh Nashiruddin Albani. Kitab ini berisi hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang dianggap sebagai hadis da’if
oleh Nashiruddin Albani.
6. Sunan Abu Dawud yang di-tahqiq oleh Syaikh Muhammad Muhyiddin
Abdul Hamid. Dia telah menghitung hadis yang terdapat dalam kitab
Sunan Abu Dawud.
7. Sunan Abu Dawud yang di-tahqiq oleh Sidqi Muhammad Jamil. Kitab ini
mencantumkan surat Abu Dawud kepada penduduk Mekah dalam
muqaddimah-nya. Dan juga mencantumkan takhrij atas hadis-hadis Abu
Dawud yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, al-Turmudzi, al-
Nasa’i, Ibnu Majah, Malik, Ahmad bin Hambal dan al-Baihaqi. Kitab ini
juga mencantumkan penjelasan yang diberikan oleh imam al-Khattabi.
G. PENILAIAN PARA ULAMA’ TERHADAP KITAB SUNAN ABU
DAWUD
Di antara pandangan positif ulama terhadap Sunan Abu Dawud antara
lain:27
1. Al-Khattabi berkata, “Ketahuilah kitab Sunan Abu Dawud adalah sebuah
kitab yang mulia mengenai hadis-hadis hukum yang belum pernah suatu
kitab disusun sepertinya. Para ulama menerima dengan baik kitab Sunan
tersebut. Karenanya, dia menjadi hakim antara ulama dan fuqaha yang
berlainan madzhab. Kitab ini menjadi pegangan ulama Irak, Mesir,
Maroko, dan negeri lain.”
2. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengemukakan, “Kitab Sunan Abu Dawud
memiliki kedudukan tinggi dalam dunia Islam dan sebagai pemberi
keputusan bagi perselisihan pendapat. Kepada kitab itulah orang-orang
jujur mengharapkan keputusan. Mereka merasa puas atas keputusan dari
kitab tersebut, karena Abu Dawud telah menghimpun segala macam hadis
hukum dan menyusunnya dengan sistematika yang baik dan indah, serta
membuang hadis yang lemah.”
27 Dzulmani, Mengenal Kitab Hadis, 111.
13
3. Ibnu al-‘Arabi mengatakan, “Apabila seseorang sudah memiliki Kitabullah
dan kitab Sunan Abu Dawud, maka ia tidak lagi memerlukan kitab
lainnya.”
4. Imam al-Ghazali berkata, “Kitab Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para
mujtahid untuk mengetahui hadis-hadis tentang hukum.”
Di samping penilaian positif dari sebagian besar ulama atas kitab Sunan
Abu Dawud, ada pula ulama hadis yang mengkritik hadis-hadis yang terdapat
dalam kitab tersebut. Ia adalah Ibnu al-Jauzi28. Ibnu al-Jauzi menemukan
hadis-hadis yang maudlu’ (palsu). Jumlah hadis Abu Dawud yang dikritik ada
sembilan buah. Namun kritikan tersebut telah disanggah oleh Jalaluddin al-
Suyuti dalam kitabnya yang berjudul al-La’ali al-Masnu’ah fi Ahadis al-
Maudlu’ah, dan Ali bin Muhammad bin Iraq al-Kunani dalam kitabnya
Tanjih al-Syari’ah al-Maudlu’ah.29
Menurut penulis, pendapat Ibnu al-Jauzi tersebut tidak memiliki
landasan atau alasan yang kuat. Hal ini dikarenakan, dari sikapnya yang asal-
asalan dalam mengkaji hadis serta terkenal gampang mengatakan maudlu’
terhadap hadis-hadis yang dikajinya, sehingga tingkat kepercayaan terhadap
pendapatnya sangat rendah.
Terlepas dari kritikan yang dilontarkan oleh Ibnu al-Jauzi, jika melihat
ada begitu banyak ulama yang menilai positif terhadap kitab Sunan Abu
Dawud, dapat penulis simpulkan bahwa Sunan Abu Dawud memang patut
menjadi salah satu dari enam bahkan lima kitab pokok (Kutubus Sittah atau
Kutubul Khomsah) karena usaha serta metode yang luar biasa dari
penyusunnya yakni Abu Dawud. Kitab ini pantas dijadikan pegangan bagi
para mujtahid. Kitab ini juga dapat dijadikan jembatan bagi ulama-ulama atau
fuqaha yang berlainan madzhab dan berbeda pendapat.
H. KESIMPULAN28 Ibnu al-Jauzi adalah seorang tokoh ahli hadis yang bermadzhab Hanbali yang masyhur
dan telah melakukan penelitian terhadap hadis-hadis. Ia dikenal sebagai orang yang terlalu gampang mengatakan maudlu’. Lihat Syuhbah, Kutubus Sittah, 112.
29 Tim Penulis, Studi Kitab Hadis, 101.
14
Dari pembahasan tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan.
Pertama, Abu Dawud dengan nama panjang Abu Dawud Sulaiman bin al-
Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Imran al-Azdi al-Sijistani
merupakan ulama besar ahli hadis dengan karya beliau yang sangat masyhur
yaitu kitab Sunan Abu Dawud. Kedua, kitab Sunan Abu Dawud disusun
secara sistematis berdasarkan urutan bab-bab fiqih, yang dimulai dari bab al-
Thaharah dan diakhiri bab al-Adab. Ketiga, Abu Dawud dalam menyusun
kitab Sunannya, membagi kualitas hadis menjadi lima yaitu: , شديد وهن
, صحيح, مايشبهه .صالح dan يقاربه
I. DAFTAR PUSTAKA
A.B., Misbah. Mutiara Ilmu Hadis. Kediri: Mitra Pesantren. 2010.
Al-Maliki, Muhammad Alawi. Ilmu Ushul Hadis. Terj. Adnan Qohar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006.
al-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as. Sunan Abi Dawud. Pentahqiq. Sidqi Muhammad Jamil. Beirut: Dar al-Fikr. 1994.
_______, Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as. Sunan Abu Dawud. Pentahqiq. M. Muhyiddin Abdul Hamid. Beirut: Dar al-Fikr. t.th.
Azami, Muhammad Musthafa. Memhaami Ilmu Hadis: Telaah Metodologi dan Literatur Hadis. Terj. Meth Kieraha. Jakarta: Penerbit Lentera. 1995.
Dzulmani. Mengenal Kitab-Kitab Hadis. Yogyakarta: Insan Madani. 2008.
Solahudin, M. & Suyadi, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009.
Syuhbah, M. Muhammad Abu. Kutubus Sittah: Mengenal Enam Kitab Pokok Hadis Shahih dan Biografi Para Penulisnya. Surabaya: Pustaka Progressif. 2006.
Tim Penulis Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kaijaga Yogyakarta. Studi Kitab Hadis. Yogyakarta: Teras. 2009.
Zein, Muhammad Ma’shum. Ulumul Hadist dan Mustholah Hadist. Jombang: Darul Hikmah. 2008.
15
Zuhri, Muh. Hadis Nabi: Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 2003.
16
Top Related