STUDI HABITAT HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929)
DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
NURUL SILVA LESTARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2006
RINGKASAN
Nurul Silva Lestari (E34101059). Studi Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional Way Kambas. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS dan Ir. Jarwadi B. Hernowo, Msc.F.
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) merupakan salah
satu dari tiga subspesies harimau yang ada di Indonesia. Harimau sumatera termasuk kedalam kategori yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 dan termasuk dalam kategori Apendix I dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna). Salah satu penyebab penurunan populasi harimau sumatera adalah berkurangnya kualitas dan kuantitas habitat. Taman Nasional Way Kambas merupakan salah satu kawasan penting bagi pelestarian harimau sumatera. Keberadaan populasi harimau sumatera tersebut sangat tergantung pada kondisi habitatnya. Untuk itu diperlukan data dan informasi yang memadai mengenai habitat dan fungsinya sebagai dasar bagi upaya pelestarian harimau sumatera.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi habitat harimau dan karakteristiknya di Taman Nasional Way Kambas meliputi : (1) Pakan (satwa mangsa) yaitu potensi jenis mangsa (jumlah dan kelimpahan); (2) Cover (struktur vegetasi, penutupan tajuk dan tingkat kerapatan cover); dan (3) Air (bentuk sumber air, kedalaman, lebar, debit dan pH air)
Penelitian dilakukan di Seksi Konservasi Wilayah I Way Kanan dan Seksi Konservasi Wilayah III Kuala Penet, Taman Nasional Way Kambas. Penelitian untuk mendapatkan data di lapangan dilakukan pada bulan September dan November 2005. Untuk mengetahui struktur vegetasi dan komposisi jenis dilakukan dengan cara analisis vegetasi. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak. Analisis cover dilakukan dengan membuat diagram profil dan proyeksinya untuk menentukan nilai kerapatan penutupan vegetasi. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap cover yang digunakan harimau sumatera pada lokasi penelitian. Untuk mengetahui ketersediaan satwa mangsa dilakukan dengan metode transek garis (line transect). Analisis feses harimau dilakukan secara makroskopis, sedangkan ketersediaan air diketahui dengan menginventarisasi sumber air yang digunakan oleh harimau sumatera sebagai tempat minum atau mandi serta karakteristiknya.
Harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas menempati berbagai macam tipe habitat. Tipe habitat yang digunakan yaitu hutan dataran rendah, hutan rawa dan hutan bekas terbakar. Pada lokasi D1, Kalibiru dan D2, tanda-tanda keberadaan harimau sumatera lebih banyak dibandingkan di Way Negara Batin, Pos Bulus dan Kepala Kerbau. Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera yang ditemukan berupa jejak kaki, cakaran pada tanah (scrape), cakaran pada pohon (scratch) dan feses. Jalur D1, Kalibiru, Way Negara Batin dan Pos Bulus memiliki strata A sampai E. Pada jalur D2 dan Kepala Kerbau hanya terdiri dari strata C sampai E. Berdasarkan tanda-tanda keberadaan harimau sumatera yang ditemukan,
harimau tidak hanya terdapat pada hutan yang memiliki strata vegetasi yang lengkap. Kepadatan jumlah harimau sumatera dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi. Hal ini berkaitan dengan kemudahan harimau sumatera untuk melihat dan menangkap mangsanya.
Harimau sumatera merupakan satwa yang tidak tahan terhadap cuaca panas sehingga membutuhkan naungan. Faktor penutupan tajuk memiliki peranan sebagai pelindung bagi harimau saat siang hari. Kerapatan penutupan tajuk pohon yang digunakan sebagai cover harimau sumatera termasuk dalam kelas 2 yaitu penutupan daun antara 1/8 – 1/3 dari luas petak contoh dan kelas 3, yaitu penutupan daun antara 1/3 – 2/3 dari luas petak contoh. Selain itu harimau juga menggunakan alang-alang sebagai tempat beristirahat, tempat bersembunyi untuk mengintai mangsanya serta tempat untuk makan.
Mangsa harimau sumatera yang dapat ditemukan di Taman Nasional Way Kambas adalah babi hutan, rusa sambar, kijang, monyet, siamang dan beruang madu. Kepadatan populasi dugaan dan keanekaragaman jenis satwa mangsa yang tertinggi terletak di Way Kanan (D1, Kalibiru dan D2). Kepadatan populasi dugaan satwa mangsa yang tertinggi pada lokasi ini adalah rusa sambar, monyet ekor panjang dan babi hutan.Tingginya nilai dugaan kepadatan populasi satwa mangsa di Way Kanan, disebabkan oleh ketersediaan pakan serta air yang cukup. Berdasarkan analisis feses harimau sumatera secara makroskopis dengan jumlah 5 sampel feses, jenis satwa mangsa yang dimakan adalah babi hutan, rusa sambar, monyet dan kijang.
Selama musim kemarau ketersediaan air di Taman Nasional Way Kambas sangat terbatas. Sumber air yang digunakan harimau sumatera yaitu Sungai Way Kanan, Rawa Badak, Camp Siang, Rawa Cengok dan Rawa Kalibiru II. Sumber air tersebut secara umum memiliki warna air keruh sampai jernih, pH tergolong asam yaitu 6, tepian sumber air yang landai dan teduh serta dekat dengan jalur satwa mangsa. Sumber air tersebut digunakan untuk minum dan berendam. Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera paling banyak ditemukan di Way Kanan. Hal ini disebabkan oleh kepadatan satwa mangsa yang tinggi, ketersediaan air serta lindungan.
STUDI HABITAT HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929)
DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
NURUL SILVA LESTARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2006
Judul Penelitian : Studi Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional Way Kambas
Nama Mahasiswa : Nurul Silva Lestari NRP : E34101059 Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas : Kehutanan
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS Ir. Jarwadi B. Hernowo, MSc. F NIP. 130 516 497 NIP. 131 685 543
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus : 15 Maret 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 29 Maret 1984. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Prijono dan Ibu
Sunarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1995 di
SD Negeri 1 Rajabasa Lama Kecamatan Way Jepara Lampung Timur, kemudian
melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Way Jepara Lampung Timur pada tahun
1995 sampai dengan 1998. Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU)
diselesaikan penulis pada tahun 2001 di SMU Negeri 2 Bandar Lampung. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama kuliah di IPB, penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Uni
Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor (UKM UKF-IPB) dan Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya hutan (HIMAKOVA). Pada tahun 2004 penulis
melakukan praktek lapang, yaitu Praktek Umum Kehutanan di BKPH Rawa Timur
KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet KPH Banyumas Timur, Praktek
Umum Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi, serta Praktek Kerja Lapang Profesi
(PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Propinsi Jawa Timur.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Kehutanan IPB, maka penulis menyusun skripsi yang berjudul “Studi Habitat
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional
Way Kambas” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS dan Ir.
Jarwadi B. Hernowo, MSc.F.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini
merupakan karya ilmiah hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September
sampai bulan November 2005 di Taman Nasional Way Kambas, dengan judul “Studi
Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman
Nasional Way Kambas”. Harimau sumatera merupakan salah satu komponen penting
dalam keanekaragaman hayati di Indonesia. Keberadaan harimau sumatera sendiri
saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Salah satu penyebab semakin
menurunnya populasi harimau sumatera di alam adalah degradasi habitat yang
menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas habitat. Skripsi ini membahas tentang
fungsi dan karakteristik habitat harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas,
sehingga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengelolaan yang
bertujuan untuk pelestarian harimau sumatera.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Namun demikian,
penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Maret 2006
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, karunia, serta kasih sayang-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil
diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
:
1. Bapak dan Ibu tersayang. Atas semua cinta, doa dan sabar yang tanpa batas.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan ridho-Nya untuk Bapak
dan Ibu. Amiin. Pipit, Denny dan Dedek, atas keceriaan yang telah dihadirkan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS selaku pembimbing I dan Bapak Ir.
Jarwadi B. Hernowo, M.Sc.F selaku pembimbing II atas bimbingan, bantuan
dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Iding M. Padlinurjaji sebagai wakil penguji dari Departemen
Hasil Hutan dan Bapak Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc sebagai wakil
penguji dari Departemen Silvikultur yang telah memberikan masukan dan
saran-saran untuk menyempurnakan tugas akhir ini.
4. Balai Taman Nasional Way Kambas atas izin dan bantuan yang diberikan
selama penelitian.
5. Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) atas fasilitas, informasi dan
bantuannya selama penelitian berlangsung
6. Om Apri, Om Sumianto, Mas Rohim, Pak Supriyono, Pak Tikno, Pak Tug,
Mas Ali dan Mas Alim, atas bantuan dan pendampingan selama di lapangan.
Terimakasih banyak.
7. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya dan
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) pada
khususnya, atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis, serta Bapak
dan Ibu di KPAP DKSHE yang telah banyak membantu penulis dalam
kegiatan administrasi
8. Keluarga besar KSH’38 Ceria. Semoga kebersamaan ini menjadi cerita
terindah dalam hidup
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
DAFTAR ISI
RINGKASAN ..................................................................................................i
RIWAYAT HIDUP.........................................................................................iii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iv
UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................ v
DAFTAR ISI...................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan...................................................................................................... 3
C. Manfaat.................................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi...............................................................................................4
B. Morfologi................................................................................................. 5
C. Populasi dan Penyebaran......................................................................... 8
D. Perilaku...................................................................................................10
D. 1. Perilaku Berburu ..........................................................................11
D. 2. Perilaku Reproduksi..................................................................... 12
D. 3. Wilayah Jelajah dan Teritori........................................................ 13
E. Habitat..................................................................................................... 13
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Luas .......................................................................................16
B. Aksesibilitas ............................................................................................ 17
C. Kondisi Fisik Kawasan ..........................................................................17
C. 1. Topografi ......................................................................................17
C. 2. Geologi......................................................................................... 17
C. 3. Tanah............................................................................................ 18
C. 4. Iklim ............................................................................................. 18
C. 5. Hidrologi ......................................................................................19
D. Kondisi Biologi Kawasan.......................................................................19
D. 1. Flora ............................................................................................. 19
D. 2. Fauna ............................................................................................ 20
IV. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................22
B. Alat dan Bahan .......................................................................................23
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 23
D. Analisis Data ..........................................................................................27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur dan Komposisi Vegetasi...........................................................31
B. Kerapatan Berbagai Tingkat Tumbuhan................................................. 39
C. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan......................................................... 40
D. Lindungan (Cover) ................................................................................. 42
E. Ketersediaan Air ..................................................................................... 46
F. Mangsa .................................................................................................... 48
G. Analisis Feses......................................................................................... 51
H. Gangguan................................................................................................ 53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan............................................................................................. 58
B. Saran .......................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 60
LAMPIRAN ...................................................................................................63
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perbandingan Ukuran Tubuh Subspesies Harimau......................... 5
Tabel 2. Perbedaan Morfologi Tiga Subspesies Harimau di Indonesia ........ 6
Tabel 3. Daerah Lindung di Sumatera yang dapat ditemukan Harimau.......9
Tabel 4. Perkiraan Populasi Harimau Sumatera di Kawasan Lindung Utama ...........................................................10
Tabel 5. Klasifikasi Kelas Kerapatan Penutupan Vegetasi..........................28
Tabel 6. Klasifikasi Kualitas dan Kuantitas Air...........................................30
Tabel 7. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur D1 ......................... 31
Tabel 8. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur D1 ..............31
Tabel 9. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Kalibiru ................ 33
Tabel 10. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur D2 ..............34
Tabel 11. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Way Negara Batin 36
Tabel 12. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Pos Bulus ..............37
Tabel 13. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur Kepala Kerbau...................................................................38
Tabel 14. Nilai Kerapatan Jenis Berbagai Tingkat Pertumbuhan ..................39
Tabel 15. Indeks Keanekaragaman Jenis Berbagai Tingkat Pertumbuhan.... 40
Tabel 16. Matrik t Hitung Pada Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah ........ 41
Tabel 17. Jenis Tumbuhan Pakan Satwa Mangsa Harimau Sumatera ...........42
Tabel 18. Klasifikasi Kelas Kerapatan Penutupan Tajuk Pohon ...................43
Tabel 19. Kepadatan Populasi Dugaan dan Indeks Keanekaragaman Satwa Mangsa ................................................................................. 49
Tabel 20. Hasil Analisis Feses Secara Makroskopis ......................................51
Tabel 21.Deskripsi Rambut Berbagai Mangsa Harimau berdasarkan Analisis Feses Harimau Secara Makroskopis ................................. 52
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Lima Subspesies Harimau di Dunia ............................................ 7
Gambar 2. Peta Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) 8
Gambar 3. Peta Taman Nasional Way Kambas ...........................................16
Gambar 4. Peta Jalur Pengamatan di Lokasi Penelitian...............................23
Gambar 5. Bentuk Jalur Analisis Vegetas i...................................................25
Gambar 6. Metode Transek Garis Untuk Pengamatan Satwaliar ................. 26
Gambar 7. Cakaran Harimau Sumatera pada Pohon.................................... 32
Gambar 8. Lintasan Harimau Sumatera Jalur D2 ........................................ 35
Gambar 9. Cakaran Harimau Sumatera pada Tanah di Jalur D2 ................. 35
Gambar 10. Jalur Kepala Kerbau ...................................................................38
Gambar 11. Jejak harimau sumatera di Kepala Kerbau................................. 38
Gambar 12. Profil Vegetasi pada Lokasi Penelitian ......................................44
Gambar 13. Cover Harimau Sumatera ...........................................................46
Gambar 14. Camp Siang ................................................................................ 47
Gambar 15. Jejak harimau di Camp Siang..................................................... 47
Gambar 16. Rawa Cengok ............................................................................. 48
Gambar 17. Feses Harimau Sumatera............................................................ 53
Gambar 18. Peta Gangguan Taman Nasional Way Kambas..........................54
Gambar 19. Hasil Perburuan Liar di Taman Nasional Way Kambas ............ 55
Gambar 20. Perambahan Hutan di Taman Nasional Way Kambas ...............56
Gambar 21. Frekuensi Gangguan di Taman Nasional Way Kambas............. 56
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Taman Nasional Way Kambas ..........................................64
Lampiran 2. Peta Sumber Air yang Digunakan Harimau Sumatera di Taman Nasional Way Kambas ...................................................65
Lampiran 3. Tanda Keberadaan Harimau Sumatera yang ditemukan pada Lokasi Pengamatan...................................................................66
Lampiran 4. Hasil Analisis Vegetasi..............................................................67
Lampiran 5. Uji Beda Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah dan Sema i81
Lampiran 6. Daftar Jenis Tumbuhan di Areal Penelitian...............................82
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu dari
tiga subspesies harimau yang ada di Indonesia. Dua subspesies lain yaitu harimau
bali (Panthera tigris balica) dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) telah
dinyatakan punah, meskipun ada beberapa pihak yang masih meyakini bahwa
harimau jawa masih ada. Harimau sumatera adalah subspesies terakhir yang masih
dapat bertahan dan mewakili subspesies harimau di Indonesia. Oleh karena itu,
harimau sumatera bukan hanya merupakan komponen penting dari
keanekaragaman hayati Indonesia tetapi juga merupakan salah satu predator
puncak (top predator) yang masih tersisa. Bila jenis ini punah maka tidak hanya
merupakan suatu kehilangan secara ekologis tetapi juga memalukan dari segi
politis bagi pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia pada umumnya
Keberadaan harimau sumatera pada saat ini cukup mengkhawatirkan.
Populasi harimau sumatera mengalami penurunan yang drastis. Jumlah harimau
sumatera di alam diperkirakan tinggal 400-500 ekor (Siswomartono et al., 1994).
Oleh karena itu, jenis ini merupakan jenis yang dilindungi baik pada tingkat
nasional maupun internasional. Harimau sumatera termasuk dalam kategori satwa
yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999. Selain itu,
harimau sumatera termasuk dalam kategori Apendix I dalam CITES (Convention
on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) yang
berarti jenis ini dilarang untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun (Soehartono
dan Mardiastuti, 2003).
Penyebab utama semakin menurunnya populasi harimau sumatera adalah
konversi hutan, degradasi habitat, konflik harimau dengan manusia serta
perburuan harimau dan mangsa (Sinaga, 2004). Hutan di Pulau Sumatera yang
merupakan habitat bagi harimau banyak dikonversi menjadi lahan perkebunan,
pertanian dan pemukiman. Hal tersebut menyebabkan kuantitas dan kualitas
habitat harimau sumatera berkurang. Tidak jarang harimau yang masuk ke daerah
perkebunan, pertanian dan pemukiman akibat sempitnya ruang gerak dan sulitnya
mencari mangsa sehingga menimbulkan konflik dengan manusia. Perburuan
langsung terhadap harimau maupun satwa mangsanya juga memberikan
kontribusi yang besar terhadap semakin menurunnya populasi harimau sumatera
di alam.
Hutan Sumatera ya ng merupakan habitat alami bagi harimau sumatera
mengalami penurunan yang cukup drastis dari waktu ke waktu. Tutupan hutan di
Pulau Sumatera pada tahun 1950 masih sebesar 80 % dari luas total daratan.
Tahun 1985 tutupan luas hutan berkurang menjadi 49 % atau mengalami
penurunan sebesar 31 %. Luas hutan makin berkurang pada survey tahun 1997
yaitu menjadi 35 % dari luas daratan. Perubahan tutupan hutan dari tahun 1985-
1997 sebesar 6.691.357 Ha (FWI/GFW, 2001).
Seiring dengan semakin berkurangnya hutan sebagai habitat harimau
sumatera, jumlah harimau sumatera juga semakin menurun. Pada tahun 1978
diperkirakan jumlah harimau sumatera adalah sekitar 1000 ekor. Menurut
perkiraan pada saat ini jumlah yang tersisa adalah sekitar 500 ekor. Diperkirakan
400 ekor hidup di kawasan konservasi utama yang tersebar di Sumatera,
sedangkan 100 ekor harimau hidup di kawasan yang tidak dilindungi, yang cepat
atau lambat kawasan tersebut berubah menjadi tanah pertanian atau perkebunan
(Siswomartono et al., 1994).
Taman Nasional Way Kambas merupakan salah satu kawasan penting bagi
pelestarian harimau sumatera. Berdasarkan hasil survey dan pemasangan camera
trap di Taman Nasional Way Kambas terdapat 43 ekor harimau sumatera (Sinaga,
2004). Keberadaan populasi harimau sumatera te rsebut sangat tergantung pada
kondisi habitatnya. Dalam pelestarian harimau sumatera di kawasan taman
nasional hendaknya tidak hanya memperhatikan populasinya saja tetapi juga
aspek habitat yang optimal untuk mendukung kehidupan harimau sumatera. Untuk
itu diperlukan data dan informasi yang memadai mengenai habitat dan fungsinya
sebagai dasar bagi upaya pelestarian harimau sumatera.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi habitat harimau
sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) dan karakteristiknya di Taman
Nasional Way Kambas meliputi :
1. Cover (struktur vegetasi, penutupan tajuk dan tingkat kerapatan cover)
2. Air (bentuk sumber air, kedalaman, lebar, debit dan pH air)
3. Pakan (satwa mangsa) yaitu potensi jenis mangsa (jumla h dan
kelimpahan)
C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
habitat dan fungsinya bagi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock,
1929) di Taman Nasional Way Kambas sehingga dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan pelestarian
harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi
Secara taksonomi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock,
1929) menurut Slate r dan Alexander (1986) termasuk dalam :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Karnivora
Sub Ordo : Fissipedia
Famili : Felidae
Sub Famili : Pantherina
Genus : Panthera
Spesies : Panthera tigris
Subspesies : Panthera tigris sumatrae
Spesies Panthera tigris dibagi menjadi 8 subspesies yaitu (Grzimek, 1975)
:
1. Panthera tigris altaica (Harimau Siberia), disebut juga harimau amur,
terdapat di Rusia, Cina dan Korea Utara
2. Panthera tigris amoyensis (Harimau Cina), terdapat di Cina
3. Panthera tigris corbetti (Harimau Indo Cina), terdapat di Thailand, Cina,
Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam dan Malaysia
4. Panthera tigris tigris (Harimau Benggala), terdapat di India, Nepal,
Bangladesh, Bhutan dan Myanmar
5. Panthera tigris sumatrae (Harimau Sumatera), terdapat di Pulau Sumatera
6. Panthera tigris sondaica (Harimau Jawa), terdapat di Pulau Jawa,
dinyatakan punah pada sekitar tahun 1980
7. Panthera tigris balica (Harimau Bali), terdapat di Pulau Bali, sudah
dinyatakan punah pada tahun 1937
8. Panthera tigris virgata (Harimau Kaspia), terdapat di Iran, Afghanistan,
Turki dan Rusia, sudah punah sekitar tahun 1950
B. Morfologi
Bentuk dan warna pada delapan subspesies harimau hampir sama. Warna
dasar harimau adalah coklat kekuningan dengan berbagai tipe loreng di bagian
punggung dan samping tubuhnya. Pada bagian dada, perut dan kaki sebelah dalam
berwarna agak keputihan. Telinga sebelah luar berwarna hitam dengan noda putih
di tengahnya. Noda putih ini berguna sebagai indikator untuk mendeteksi adanya
gerakan di sekitarnya. Loreng juga terdapat di bagian ekornya.
Ukuran harimau jantan lebih besar dibandingkan dengan harimau betina.
Kaki belakang lebih panjang daripada kaki depan sehingga memudahkan harimau
melompat tinggi dan jauh. Kaki depan dan bahu lebih besar dan berotot daripada
kaki belakang. Terdapat lima jari pada kaki depan sedangkan kaki belakang hanya
empat jari. Ibu jari kaki depan kecil dan biasanya tidak meninggalkan jejak di
tanah. Telapak kakinya sangat halus sehingga saat berjalan biasanya suara
langkahnya tidak terdengar. Lebar telapak kaki antara 9-20 cm dan kaki belakang
rata-rata lebih kecil 1-1,5 cm. Cakar pada kaki depan dilengkapi dengan kuku
yang panjang, runcing dan tajam yang panjangnya 80-100 mm dan digunakan
untuk menangkap dan menggenggam mangsanya. Kuku-kuku ini bisa
disembunyikan atau ditarik (retractable) bila tidak digunakan. (Goodwin, 1963 ;
MacDonald, 1986 dalam Hutabarat 2005).
Tabel 1. Perbandingan Ukuran Tubuh Subspesies Harimau(Mazak, 1981 dalam IUCN/SSC, 1996).
Berat (kg) Panjang Total (m) Panjang Tengkorak (mm) Subspesies
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Harimau Benggala
180 - 258 100 - 160 2,7 - 3,1 2,4 - 2,65 329 - 378 275 - 311
Harimau Kaspia
170 - 240 85 - 135 2,7 - 2,95 2,4 - 2,6 316 - 369 268 - 305
Harimau Siberia
180 - 306 100 - 167 2,7 - 3,3 2,4 - 2,75 341 - 383 279 - 318
Harimau Jawa 100 - 141 75 - 115 2,48 - 306 - 349 270 - 292 Harimau Cina 130 - 175 100 - 115 2,3 - 2,65 2,2 - 2,4 318 - 343 273 - 301 Harimau Bali 90 - 100 65 - 80 2,2 - 2,3 1,9 - 2,1 295 - 298 263 - 269 Harimau Sumatera
100 - 140 75 - 110 2,2 - 2,55 2,15 - 2,3 295 - 335 263 - 294
Harimau Cina Selatan
150 - 195 100 - 130 2,55 - 2,85 2,3 - 2,55 319 - 365 279 - 302
Gigi harimau keras dan kuat. Gigi seri tersusun berdekatan berderet
melintang dengan gigi bagian luar berukuran paling besar. Gigi taringnya panjang
dan kokoh (lebih pendek dan pipih di dasarnya pada harimau betina). Gigi
premolar bagian atas yang pertama sangat kecil bahkan kadang-kadang tidak ada,
sedangkan bagian bawah agak lebih besar dengan tiga gigi taring utama. Gigi
premolar atas yang ketiga berukuran paling besar dan mempunyai gigi taring
depan yang kuat, diikuti oleh taring tengah yang letaknya lebih tinggi, agak
rendah dan tanpa gigi taring bawah. Geraham bawah berderet pada gusi,
berukuran sangat kecil dan kadang-kadang tidak mencukupi. Pada rahang bawah,
gerahamnya merupakan gigi karnasial dengan pola yang sangat berbeda dengan
premolar, yang mempunyai satu gigi berukuran besar dengan gigi taring tengah
dan tambahan gigi pada setiap sisi (Lekagul dan McNeely, 1977). Jumlah total
gigi geligi harimau dewasa adalah 30 buah (MacDonald, 1986 dalam Hutabarat,
2005).
Harimau sumatera berukuran lebih kecil dibandingkan dengan harimau
benggala dan memiliki loreng yang saling berdekatan. Panjang harimau jantan
dapat mencapai 2,2 – 2,8 m sedangkan betina 2,15 – 2,3 m. Tinggi diukur dari
kaki ke tengkuk rata -rata adalah 75 cm tetapi ada juga yang mencapai 80 - 90 cm
dan berat 130 – 225 kg. Hewan ini memiliki rambut sepanjang 8 – 11 mm. Surai
pada harimau sumatera jantan berukuran 11 – 13 cm. Rambut di dagu, pipi dan
belakang kepala lebih pendek. Panjang ekor sekitar 65 – 95 cm (Direktorat
Pelestarian Alam, 1986 ; Hafild dan Aniger, 1984 ; MacDonald, 1986 ; Mounfort,
1973 ; Saleh dan Kambey, 2003 ; Sutedja dan Taufik, 1993 ; Treep, 1973 dalam
Hutabarat, 2005).
Tabel 2. Perbedaan Morfologi Tiga Subspesies Harimau di Indonesia (Sody ,1973 dalam Direktorat PPA 1978)
Harimau Sumatera Harimau Jawa Harimau Bali Ukuran Normal Normal Lebih kecil Warna dasar Terang Lebih gelap Lebih gelap Warna bagian dalam kaki depan
Keputih-putihan Warna yang lebih muda dari warna dasar
Sama dengan harimau jawa
Hidung Pendek dan lebar Panjang dan sempit Panjang dan sempit Bidang occipital Lebar Sempit Sempit Garis frontal (dahi)
Sebagian besar datar Lebih melengkung Lebih melengkung
Bullae Normal Normal Sedikit lebih pipih
Perbedaan morfologi lima subspesies harimau di dunia dapat dilihat pada
gambar berikut.
Sumber : http://www.savethetigerfund.org/AllAboutTiger/Subspecies Gambar 1. Lima Subspesies Harimau di Dunia (a) Panthera tigris tigris, (b)
Panthera tigris corbetti, (c) Panthera tigris altaica, (d) Panthera tigris amoyensis, (e) Panthera tigris sumatrae
(a) (b) (c) (d) (e)
C. Populasi dan Penyebaran
Penyebaran harimau sumatera hanya terdapat di Pulau Sumatera. Harimau
sumatera tersebar terutama di Sumatera bagian utara dan di daerah pegunungan
Sumatera bagian barat daya. Sebelum ini harimau banyak terdapat di Aceh, di
daerah dataran rendah Indragiri, Lumbu Dalem, Sungai Litur, Batang Serangan
dan sekitarnya, Jambi dan Sungai Siak. Di daerah Silindung, harimau kebanyakan
terdapat di padang alang-alang dan bahkan di daerah hutan pantai yang
berlumpur. Mereka juga hidup di daratan Bengkalis (Suwelo dan Somantri, 1978).
Pada saat ini penyebaran harimau sumatera adalah di 26 daerah lindung dan
jumlah terbesar terdapat dalam tujuh kawasan konservasi utama di Pulau
Sumatera, yaitu Taman Nasional (TN) Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN
Bukit Barisan Selatan, TN Berbak, TN Way Kambas, Suaka Margasatwa (SM)
Kerumutan dan SM Rimbang (Siswomartono et al. , 1994).
Merupakan daerah yang pasti dihuni oleh harimau sumatera Merupakan daerah habitat yang cocok, tapi tidak terdapat tanda dihuni Sumber : Siswomartono et al. (1994)
Gambar 2. Peta Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
Tabel 3. Daerah Lindung di Sumatera yang dapat ditemukan Harimau (Siswomartono et al., 1994)
No Nama Kawasan Propinsi Status Luas
Kawasan (Ha)
1. Gunung Leuser Aceh Taman nasional 792.675 2. Lingga Isaq Aceh Taman Buru 80.000 3. Dolok Sembelin Sumut Hutan Lindung 33.910 4. Sibolga Sumut Cagar Alam 20.100 5. Kerinci seblat Sumbar Taman Nasional 1.484.650 6. Lembah Anai Sumbar Hutan lindung 96.002 7. Lembah Harau Sumbar Hutan lindung 23.476 8. Maninjau Sumbar Hutan Lindung 22.106 9. Bukit Sebelah Sumbar Suaka Margasatwa 22.803 10. Bajang Air Terusan Sumbar Suaka Margasatwa 81.856 11. Kerumutan Baru Riau Cagar Alam 120.000 12. D. Pulau Besar/Bawah Riau Cagar Alam 25.000 13. Seberida Riau Taman Buru 120.000 14. Bukit Rimbang/Baling 2 Riau Cagar Alam 146.000 15. Peranap Riau Taman Buru 120.000 16. Siak Kecil Riau Cagar Alam 100.000 17. Air Sawan Riau Suaka Margasatwa 140.000 18. Berbak Jambi Taman nasional 190.000 19. Merangin Barat Jambi Hutan lindung 64.600 20. Gumai Pasemah Sumsel Suaka Margasatwa 45.883 21. Isau-Isau Pasemah Sumsel Suaka Margasatwa 12.114 22. Gunung Raya Sumsel Suaka Margasatwa 39.500 23. Rawas Hulu Latikan Sumsel Suaka Margasatwa 213.437 24. Padang Sugihan Sumsel Suaka Margasatwa 75.000 25. Barisan selatan Bengkulu/Lam
pung Taman nasional 365.000
26. Way Kambas Lampung Taman nasional 130.000
Pada tahun 1800-1900, jumlah harimau sumatera masih sangat banyak,
mencapai ribuan ekor. Pada tahun 1978 diperkirakan jumlah harimau sumatera
adalah sekitar 1000 ekor. Menurut perkiraan pada saat ini jumlah yang tersisa
adalah sekitar 500 ekor. Diperkirakan 400 ekor hidup di kawasan konservasi
utama yang tersebar di Sumatera, sedangkan 100 ekor harimau hidup di kawasan
yang tidak dilindungi dimana cepat atau lambat kawasan tersebut berubah menjadi
tanah pertanian atau perkebunan (Siswomartono et al., 1994).
Tabel 4. Perkiraan Populasi Harimau Sumatera di Kawasan Lindung Utama
Siswomartono et al. (1994) Kawasan Lindung Luas Total
(Ha) Habitat tersedia untuk
Harimau (Ha) Perkiraan
Populasi (ekor) TN Gunung Leuser 900.000 360.000 110 TN Kerinci Seblat 1.500.000 600.000 76 TN Bukit Barisan Selatan
357.000 282.000 68
TN Berbak 163.000 114.000 50 TN Way Kambas 130.000 97.000 20 SM Kerumutan 120.000 78.000 30 SM Rimbang 136.000 122.000 42
D. Perilaku
Harimau merupakan satwa yang soliter, jarang dijumpai berpasangan,
kecuali pada harimau betina beserta anak-anaknya. Harimau dapat berkomunikasi
melalui bau-bauan dan suara. Harimau mempunyai indra penciuman yang kuat
dan seringkali meninggalkan tanda berupa urin dengan bau yang khas. Tanda
tersebut berfungsi sebagai penanda jalan, penanda wilayah kekuasaan atau sebagai
alat komunikasi informasi yang lebih spesifik seperti identitas individu, periode
waktu individu harimau lewat pada areal tertentu, dan penanda estrus pada
harimau betina (Lekagul dan McNeely, 1977)
Harimau merupakan satwa yang tidak tahan terhadap sinar matahari. Pada
cuaca dingin harimau sering bermalas-malasan di bawah alang-alang yang tinggi.
Pada pagi hari yang dingin, ia berjemur di tempat terbuka menghangatkan diri di
bawah sinar matahar i. Setelah terasa hangat, kembali ke tempat semula.
Sebaliknya pada cuaca panas ia lebih suka beristirahat dekat sumber air, bahkan
bila cuaca sangat panas ia berendam di air sampai batas leher. Harimau memang
sering dijumpai sedang duduk berendam atau berdiri sebagai cara untuk
menyejukkan badan. Ini mungkin disebabkan harimau merupakan satwa pemburu
yang aktif sehingga laju metabolismenya tinggi. Akibatnya harimau memiliki
suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang terlalu panas dapat membunuh harimau.
Setelah itu baru kembali beristirahat di tempat yang rimbun atau bersembunyi di
semak-semak (McDougal, 1979).
D. 1. Perilaku Berburu
Harimau sering mengintai mangsanya di sekitar sumber air atau di alang-
alang yang tinggi. Ia selalu memilih tempat di bawah angin, sehingga angin yang
bertiup tidak akan membawa baunya ke penciuman calon mangsa. Harimau
mendapatkan mangsanya pada saat berburu dengan cara mengintai dan menunggu
dengan sabar pada jarak tertentu untuk menunggu waktu yang tepat. Biasanya
jarak pengintaian antara 10-25 m, kemudian berjalan mendekati diam-diam tanpa
diketahui mangsanya dari arah belakang atau samping calon mangsa. Pada jarak
yang sangat dekat, yaitu kurang dari 50 m, dengan cepat mangsa diterkam pada
bagian leher atau tengkuk dengan cakar depan. Mangsa yang berukuran besar
akan dirubuhkan dahulu dengan pukulan kuat menggunakan kaki depannya.
Setelah kuku-kukunya menancap, leher mangsa digig it kuat-kuat sampai mangsa
tidak berdaya atau mati, sedangkan mangsa yang berukuran kecil langsung digigit
lehernya. Bila mangsa merupakan jenis satwa yang berukuran besar, bagian
kepala dan kaki tidak dimakan sedangkan bila mangsa berukuran kecil akan
dimakan sampai habis. Biasanya mangsa tidak dihabiskan seluruhnya, melainkan
hanya sekitar 70 % dimakan. Setelah makan, sisa makanan yang belum habis
disimpan dengan cara ditutupi oleh rumput atau daun-daunan, untuk dimakan
kemudian dan agar tidak ditemukan binatang lain (Mountfort, 1973 ; Soeseno,
1977 ; Treep, 1973 dalam Hutabarat, 2005).
Harimau sumatera merupakan satwa karnivora yang biasanya memangsa
babi hutan (Sus sp), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak ),
kancil (Tragulus sp), kerbau liar (Bubalus bubalis), tapir (Tapirus indicus), kera
(Macaca sp), landak ( Hystrix brachyura ) dan trenggiling (Manis javanica). Selain
itu juga memangsa jenis-jenis reptil seperti kura-kura, ular dan biawak serta
berbagai jenis burung, ikan dan kodok. Hewan peliharaan seperti kambing,
domba, sapi dan ayam juga menjadi incaran harimau (Heryatin dan Resubun,
1992 ; McDougal, 1979 ; Lekagul dan McNeely, 1977). Tidak seperti satwa
karnivora lainnya, kelompok kucing besar termasuk harimau tidak dapat
menggantikan pakannya dengan pakan tumbuhan karena sifat anatomi alat
pencernaannya khusus sebagai pemakan daging. Kelompok ini merupakan
kelompok karnivora spesialis yang cenderung menangkap bebarapa jenis satwa
mangsa, rata-rata kurang lebih 4 jenis (Kitchener, 1991 ; Jackson, 1990 dalam
Sriyanto, 2003). Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap rambut dalam
sampel feses diperoleh keterangan bahwa hewan mangsa harimau di Taman
Nasional Way Kambas adalah babi hutan (33,3 %), monyet (27,5 %), rusa (19,7
%), kijang (17 %), beruang madu (1,6 %) dan spesies lain (1 %) (Sriyanto, 2003).
Untuk memenuhi kebutuhan makannya, harimau berburu 3 – 6 hari sekali
tergantung ukuran mangsanya. Biasanya seekor harimau membutuhkan sekitar 6-7
kg daging per hari, bahkan kadang-kadang sampai 40 kg daging sekali makan.
Besarnya jumlah kebutuhan ini tergantung dari apakah harimau tersebut mencari
makan untuk dirinya sendiri atau harimau betina yang harus memberi makan
anaknya (MacDonald, 1986 ; Mountfort, 1973 dalam Hutabarat, 2005).
D. 2. Perilaku Reproduksi
Masa hidup harimau adalah sekitar 10-15 tahun. Harimau yang tinggal di
penangkaran umumnya lebih lama lagi dapat mencapai 16-15 tahun (Macdonald,
1986 dalam Hutabarat, 2005). Setiap tahun, harimau dapat melahirkan dua atau
tiga ekor anak dan kadang-kadang sampai empat ekor. Lamanya masa kehamilan
yaitu 100-108 hari. Dewasa kelamin dicapai pada umur tiga tahun.
Perkembangbiakan hanya terjadi setiap dua atau tiga tahun sekali (Suwelo dan
Somantri, 1978).
Harimau jantan dapat mengenali harimau betina dalam masa birahi dari
aroma khas urin harimau betina. Bila terdapat dua ekor harimau jantan mengikuti
seekor harimau betina yang sedang birahi maka akan terjadi perkelahian antara
kedua harimau jantan untuk memperebutkan harimau betina. Perkawinan harimau
dapat berlangsung setiap waktu sepanjang tahun. Pada harimau betina terdapat
periode estrous, yaitu waktu dimana harimau betina mau menerima harimau
jantan untuk melakukan perkawinan. Selama masa birahi harimau betina
memperlihatkan tingkah laku yang lebih agresif, banyak mengeluarkan suara dan
hanya sedikit beristirahat. Tingkah laku yang menunjukkan seekor harimau betina
dalam masa birahi adalah : sikap tubuh lordosis atau melengkung yaitu suatu
sikap yang menunjukkan kesiapan untuk kopulasi (telungkup dan bagian belakang
tubuhnya diangkat sehingga membentuk lengkungan), berguling-guling pada
punggung, menggosok-gosokkan tubuh dan pipi ke benda lain, mengeluarkan
suara yang disebut “prusten” yaitu jenis suara yang dihasilkan oleh udara dalam
rongga hidung serta mengaum dan menggeram pelan (McDougal, 1979).
D. 3. Wilayah Jelajah dan Teritori
Harimau merupakan jenis satwa yang soliter kecuali selama musim kawin
atau melahirkan anak. Wilayah jelajah untuk seekor harimau betina adalah sekitar
20 km2 sedangkan untuk harimau jantan sekitar 60-100 Km2 (Lekagul dan
McNeely, 1977). Angka tersebut bukan merupakan ketentuan yang pasti karena
dalam menentukan teritorinya juga . dipengaruhi oleh keadaan geografi tanah dan
banyaknya mangsa di daerah tersebut. Harimau harus mendapatkan semua
komponen habitat di dalam wilayah jelajahnya (Bailey, 1982). Di Taman Nasional
Way Kambas dalam 100 Km2 dihuni oleh 3-5 ekor harimau (Sinaga, 2004).
Harimau meninggalkan tanda-tanda berupa cakaran pada tanah (srape),
cakaran pada pohon (scratch), urin dan feses, untuk menandakan daerah
teritorinya. Biasanya daerah teritori harimau jantan 3-4 kali lebih luas
dibandingkan harimau betina. Ukuran teritori untuk seekor harimau sumatera
biasanya tergantung banyaknya persediaan makanan yang ada di daerah tersebut
(Mac Donald, 1986 ; Treep, 1973 dalam Hutabarat, 2005). Harimau jantan dan
betina tidak tinggal bersama, walaupun mereka hidup dalam areal hutan yang
sama. Untuk harimau jantan teritori merupakan hal yang sangat penting dan tidak
boleh dibagi dengan harimau lainnya, tetapi kadang-kadang tidak keberatan bila
ada satu atau lebih harimau betina di daerah tersebut, terutama pada musim kawin.
Harimau betina memiliki toleransi yang lebih tinggi sehubungan dengan
teritorinya, baik terhadap harimau jantan maupun sesama harimau betina
(McDougal, 1979).
E. Habitat
Harimau dapat ditemukan di berbagai tipe habitat asal tersedia makanan
berupa satwa mangsa yang cukup, terdapat sumber air yang selalu tersedia, dan
adanya vegetasi cover sebagai pelindung dari sinar matahari. Harimau tidak
menyukai cuaca panas dan umumnya mencari tempat yang teduh untuk
beristirahat. Harimau dapat hidup dengan ketinggian antara 0 – 2000 meter di atas
permukaan laut (Borner, 1978 dalam Santiapillai dan Ramono, 1985). Tempat
yang memungkinkan bagi harimau untuk bertemu dengan lawan jenisnya, kadang-
kadang juga berpengaruh terhadap pemilihan habitat oleh harimau (McDougal,
1979).
Menurut Santiapillai dan Ramono (1985), distribusi harimau sumatera
tidak hanya ditentukan oleh jumlah ketersediaan habitat atau vegetasi hutan yang
cocok. Adanya pemangsa dan kompetisi dengan karnivora yang lain juga
merupakan salah satu ancaman. Harimau sumatera mendiami habitat yang
bervariasi terutama daerah yang berhubungan dengan hutan bersungai, hutan rawa
dan padang rumput, namun sangat susah ditemukan pada daerah yang memiliki
vegetasi semak belukar yang terlalu rapat.
Tidak seperti keluarga kucing yang lain, harimau sangat menyukai air dan
dapat berenang (Lekagul dan McNeely, 1977). Harimau sumatera, seperti halnya
jenis-jenis harimau lain adalah jenis satwa yang mudah beradaptasi dengan
kondisi lingkungan tempat tinggalnya di alam bebas. Akan tetapi satwa ini
bersifat neofobi, yaitu kurang mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Tipe habitat yang biasanya menjadi pilihan habitat harimau sumatera di Indonesia
bervariasi (Suwelo dan Somantri, 1978 ; Heryatin dan Resubun, 1992) yaitu
sebagai berikut :
1. Hutan hujan tropik, hutan primer dan hutan sekunder pada dataran
rendah sampai dataran tinggi pegunungan, hutan savana, hutan terbuka
dan hutan pantai
2. Pantai berlumpur, mangrove, pantai berawa payau dan pantai air tawar
3. Padang rumput terutama padang alang-alang
4. Daerah datar sepanjang aliran sungai
5. Daerah perkebunan dan tanah pertanian
Menurut Siswomartono et al. (1994) habitat yang optimal untuk harimau
sumatera adalah daerah peralihan antara hutan dan padang rumput. Lokasi ini
sangat mendukung kelangsungan hidup harimau sumatera karena terdapat
kepadatan populasi mangsa yang cukup tinggi seperti babi hutan, rusa, kijang dan
kancil.
Harimau jarang menjelajah sampai ke hutan mangrove. Pada hutan rawa
yang luas di Riau dan Jambi, harimau lebih memilih daerah yang tidak selalu
tergenang dan terdapat areal yang kering. Bukti mengenai keberadaan harimau
ditemui di dataran rendah, bukit, submontana, dan hutan ya ng lembab. Ia mampu
bertahan di perkebunan karet (Jambi, Riau, Sumatera Utara) dan bahkan di daerah
dengan rumput alang-alang yang hanya memiliki sedikit area hutan (Borner,
1992).
Ketersediaan pakan merupakan faktor pembatas populasi harimau
sumatera. Jenis mangsa lebih banyak terdapat di hutan dataran rendah
dibandingkan sub montana. Kepadatan populasi satwa mangsa utama harimau
sumatera, yaitu babi hutan dan rusa sambar, sangat rendah. Hutan sekunder yang
disebabkan oleh adanya penebangan kayu secara selektif merupakan habitat yang
optimal untuk satwa mangsa harimau karena ketersediaan tumbuhan pakan dan
memiliki kerapatan cover yang tinggi (Borner, 1992).
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Luas
Secara astronomis Taman Nasional Way Kambas terletak diantara 4037” –
5016” LS dan antara 105033” – 105054” BT. Secara administratif Taman Nasional
Way Kambas berada di dalam wilayah Kecamatan Labuhan Maringgai,
Kecamatan Way Jepara, Kecamatan Labuhan Ratu, Kecamatan Sukadana,
Kecamatan Purbolinggo (Kabupaten Lampung Timur) serta Kecamatan Rumbia
dan Kecamatan Seputih Surabaya (Lampung Tengah). Berdasarkan hasil
pengukuran dan pengukuhan batas kawasan oleh Sub Balai Inventarisasi dan
Pemetaan Hutan (SBIPH), luas kawasan Taman Nasional Way Kambas
125.621,30 Ha yang terbagi menjadi tiga wilayah Seksi Konservasi Wilayah yaitu
:
1. Seksi Konservasi Wilayah I Way Kanan, terdiri dari Resort Kuala
Kambas, Resort Wako dan Resort Way Kanan.
2. Seksi Konservasi Wilayah II Bungur, terdiri dari Resort Cabang dan
Resort Bungur.
3. Seksi Konservasi Wilayah III Kuala Penet, terdiri dari Resort Plang Ijo,
Resort Kuala Penet dan Resort Susukan Baru.
Gambar 3. Peta Taman Nasional Way Kambas
B. Aksesibilitas
Taman Nasional Way Kambas dapat dic apai dengan jalan darat dari Kota
Bandar Lampung melewati Kota Metro dengan lama perjalanan sekitar dua jam.
Alternatif lain adalah dengan melewati Kota Bandar Lampung - Sribhawono -
Way Jepara – Taman Nasional Way Kambas dengan jarak tempuh hampir sama.
Di dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas terdapat jalan darat yang dapat
dilalui kendaraan roda empat, yaitu dari Pos Plang Ijo ke Pos Way Kanan
sepanjang 13 Km, dan ke Pusat Latihan Gajah (PLG) sepanjang 9 Km.
Beberapa sungai besar yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana
transportasi, diantaranya adalah Way Kanan, Way Kambas, Way Negara Batin,
Way Penet, Way Pegadungan dan Way Wako. Menggunakan speed boat,
pengunjung dapat menjangkau bagian hilir dari sungai Way Kanan yaitu Kuala
Kambas di pantai Laut Jawa dengan lama perjalanan sekitar 2 jam. Di sepanjang
sungai pengunjung dapat menikmati keindahan alam dan keanekaragaman hayati.
Untuk menjelajah hutan di Way Kanan, baik untuk wisata dan kegiatan penelitian
pengunjung dapat menelusuri jalan setapak denga n berjalan kaki atau
mengendarai gajah tunggang yang dipandu oleh petugas.
C. Kondisi Fisik Kawasan
C. 1. Topografi
Pada umumnya topografi kawasan Taman Nasional Way Kambas relatif
datar dan bergelombang dengan ketinggian antara 0-50 mdpl. Titik tertinggi
terletak di bagian barat daya, tepatnya di sebelah timur Kecamatan Purbolinggo
(50 mdpl). Bagian timur kawasan merupakan daerah lembah yang terpotong oleh
sungai-sungai yang menyebabkan terbentuknya topografi bergelombang. Pada
saat musim hujan, lembah- lembah ini biasanya terisi oleh air dan pada bagian
lembah yang agak dalam air menggenang sepanjang tahun. Daerah ini dapat
dijumpai pesisir garis pantai di sekitar Kuala Penet.
C. 2. Geologi
Seperti pada umumnya daerah rawa di sepanjang daratan timur Pulau
Sumatera, kawasan Taman Nasional Way Kambas memiliki komposisi geologi
relatif muda. Daerah rawa yang berada disekitar 5-20 Km dari pantai
kemungkinan terjadi pada beberapa ribu tahun yang lalu.
Kawasan Taman Nasional Way Kambas dengan jelas menunjukkan
pertumbuhan pantai yang sangat cepat. Seperti yang terjadi di daerah Kuala
Kambas, bukit pasir yang ada mengalami pertumbuhan setidaknya 10-20 m setiap
tahunnya. Perbandingan antara peta topografi tahun 1995 dengan foto udara tahun
1969 serta hasil pantauan satelit menunjukkan adanya perbedaan besar pada arah
muara sungai dan posisi garis pantai.
C. 3. Tanah
Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penelitian Tanah tahun 1979, jenis
tanah yang berada pada Kawasan Taman Nasional Way Kambas didominasi oleh
kombinasi podsolik coklat kuning, podsolik merah kuning, asosiasi aluvial,
hidromorf dan glei humus lacustrin. Daerah sungai terisi oleh aluvial hidromorf
dan regosol pasir coklat keabuan. Jenis tanah podsolik merah kuning dapat
ditemukan di daerah yang berdrainase baik, sedangkan podsolik coklat kuning
menunjukkan daerah yang berdrainase kurang baik. Tanah di kawasan Taman
Nasional Way Kambas telah mengalami dua kali perubahan fisik yang penting.
Pertama pada tahun 1883, letusan Gunung Krakatau menyebarkan lebih dari 5 cm
abu vulkanik di atas seluruh areal bagian selatan kawasan. Kedua, akibat kegiatan
logging di seluruh kawasan Taman Nasional Way Kambas sekitar 20-30 tahun
terakhir menyebabkan terjadinya degradasi tanah. Penggunaan peralatan berat
telah mengubah kapasitas penyimpanan air, kandungan humus dan tingkat
penyerapan air oleh tanah.
C. 4. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Smidth dan Ferguson iklim di
kawasan Taman Nasional Way Kambas termasuk tipe iklim B dengan nilai Q
sebesar 28,57 % dan curah hujan berkisar antara 2500-3000 mm per tahun, sedikit
lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah pegunungan. Musim kering di
Taman Nasional Way Kambas biasanya jatuh sekitar bulan April hingga
September. Selama musim kering curah hujan di kawasan ini kurang dari 100 mm
per bulan. Rata-rata bulan kering jatuh pada bulan Agustus atau September.
Terdapat musim kering khas rata-rata 2-6 bulan sekali dalam 20 tahun. Suhu rata-
rata bulanan berkisar antara 23 OC, sedangkan suhu terendah terjadi pada bulan
Desember yaitu 16 oC. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari
yaitu sebesar 93,1% dan kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Juli yaitu
70,1%.
C. 5. Hidrologi
Sistem hidrologi yang terdapat di kawasan Taman Nasional Way Kambas
dipengaruhi oleh pola daerah aliran sungai yang ada. Tiga sungai yang
mempengaruhi pola sistem hidrologi ini adalah Way Pegadungan di sebelah
utara, Way Kambas mempengaruhi aliran air di tengah-tengah kawasan dan Kuala
Penet berada di sebelah selatan. Ketiga sungai tersebut beserta anak-anak
sungainya mempunyai tipe meander, dengan demikian sebagian besar sungai yang
terdapat dalam kawasan memiliki aliran air yang kurang.
D. Kondisi Biologi Kawasan
D. 1. Flora
Kawasan Taman Nasional Way Kambas memiliki lima tipe vegetasi yaitu
vegetasi hutan mangrove, hutan pantai, vegetasi hutan riparian, vegetasi hutan
rawa dan vegetasi hutan dataran rendah. Setiap tipe vegetasi memiliki keadaan
flora yang beragam. Vegetasi hutan mangrove pada umumnya memiliki
mekanisme fisiologis khusus yang memungkinkan mereka untuk bertahan
terhadap salinitas dan kondisi payau. Vegetasi hutan mangrove yang terdapat di
kawasan Taman Nasional Way Kambas didominasi oleh jenis api-api (Avicennia
sp), Rhizopora dan Bruguiera. Pada batas antara hutan mangrove dan batas
tertinggi pasang surut estuari sungai-sungai besar didominasi oleh jenis nipah
(Nypa fruticans). Sementara di sekitar sungai lainnya dapat dijumpai vegetasi
kelompok nibung (Oncosperma tigillaria).
Vegetasi pantai sebagian besar terdiri dari jenis rumput dan jenis semak
seperti Cyperus sp, Fimbrisstylis sp dan Ipomea pescaprae. Sedikit ke arah
daratan dapat ditemukan asosiasi Barringtonia sp dan vegetasi lainnya seperti
cemara laut (Casuarina equisetifolia), ketapang (Terminalia catappa), nyamplung
(Calophyllum inophyllum), kelapa (Cocos nucifera ), pandan (Pandanus tectorius)
dan Wedelia biflora.
Vegetasi hutan riparian di kawasan Taman Nasional Way Kambas hanya
tersisa di sepanjang sungai-sungai besar khususnya di sepanjang Way Kanan.
Jenis-jenis pohon yang biasa dijumpai di daerah ini adalah Ficus retusa, rengas
(Gluta renghas) dan waru (Hibiscus tilliaceus).
Taman Nasional Way Kambas dikenal memiliki hutan rawa terbesar di
Pulau Sumatera. Jenis-jenis pohon yang dapat ditemukan di formasi hutan rawa
dapat juga ditemukan di sebagian daerah yang lebih kering. Di daerah Wako yang
merupakan daerah rawa yang cukup luas dapat dijumpai jenis vegetasi meliputi
jenis Gelam (Melaleuca cajuputi). Jenis ini mungkin berasal dari pasca kebakaran
berulang dan kegiatan logging. Jenis lain yang terdapat di hutan rawa adalah
merbau darat (Intsia palembanica), rengas (Gluta renghas), pulai (Alstonia
scholaris), mahang (Macaranga sp), Randa patulata dan Scleria purescens.
Sedangkan jenis-jenis palem yang dapat dijumpai antara lain aren (Arenga
pinnata), Lucuala sp, serdang (Livistonia rotundifolia ) dan Metroxylon elatum .
Pada tipe vegetasi hutan dataran rendah jenis yang dapat dijumpai adalah
neriung (Trema orientalis), mahang (Macaranga sp), sempur (Dillenia aurea),
Mallotus paniculatus, Ficus fictula , Shotea bracteolata dan Adina polychepala.
Hutan sekunder didominasi oleh jenis meranti (Shorea sp), keruing
(Dipterocarpus sp), sempur (Dillenia excelsa) dan puspa (Schima wallichii).
Selain jenis -jenis flora dari kelima tipe vegetasi utama terdapat juga jenis
tumbuhan eksotik. Beberapa jenis tumbuhan eksotik yang terdapat di Taman
Nasional Way Kambas antara lain rayutan (Mikania micrantha), sejenis tumbuhan
menjalar dengan bentuk dasar tebal yang menutupi daerah luas rumput rawa dan
semak. Jenis rumput liar ini merupakan jenis rumput yang sangat agresif dan
mempunyai pengaruh merintangi regenerasi alam. Jenis lainnya adalah Salvinia
molesta dan Eichornia crassipes.
D. 2. Fauna
Berdasarkan zoogeografi, kawasan Taman Nasional Way Kambas
termasuk dalam kawasan oriental region dan sundaic region. Tidak seperti pulau-
pulau sebelah timur garis Wallacea, Sumatera termasuk Taman Nasional Way
Kambas tidak memiliki kekayaan spesies endemik. Hanya terdapat 15 spesies
endemik mamalia dan 20 spesies burung.
Adapun jenis-jenis fauna yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Way
Kambas adalah sebagai berikut :
Herbivora dan Karnivora
Terdiri dari 50 jenis dengan 36 diantaranya adalah jenis dilindungi
(mencakup 31 famili), yaitu gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus),
badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae), tapir (Tapirus indicus), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus
muntjak ), beruang madu (Helarctos malayanus ), kancil (Tragulus javanicus),
anjing hutan (Cuon alpinus), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucing emas
(Catapuma temminckii), dan jenis-jenis musang.
Primata
Terdiri dari enam jenis yang terdapat di wilayah RKPA Way Kanan
sampai Plang Ijo yaitu siamang (Symphalangus syndactylus), Beruk (Macaca
nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis
cristata), lutung merah (Presbytis rubicunda).
Reptilia dan Amfhibia
Jenis reptil yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas meliputi Ratufa
bicolor, biawak (Varanus salvator), ular phyton (Python reticulatus) dan buaya
muara (Crocodylus porosus). Sedangkan jenis amfibi yang terdapat di Taman
Nasional Way Kambas terdiri dari Bufo biporcatus, Polypedates leucomystax,
Fejervarya limnocharis dan lain- lain.
Aves
Jenis aves yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas meliputi pecuk
ular (Anhinga melanogaster), pecuk padi (Phalacrocorax sulcirostris ), kuntul
besar (Egretta alba), mentok rimba (Cairina scutulata), rangkong badak (Buceros
rhinoceros), bubut besar (Centropus sinensis) dan lain- lain.
IV. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Seksi Konservasi Wilayah I Way Kanan yaitu di
D1, Kalibiru dan D2 serta Seksi Konservasi Wilayah III Kuala Penet yaitu di
Kepala Kerbau, Way Negara Batin dan Pos Bulus, Taman Nasional Way Kambas.
Lokasi jalur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Penelitian untuk
mendapatkan data di lapangan dilakukan pada bulan September sampai November
2005.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Peta Jalur Pengamatan di Lokasi Penelitian (a) Jalur Pengamatan di Resort Way Kanan, (b) Jalur Pengamatan di Resort Plang Hijau, (c) Jalur Pengamatan di Kepala Kerbau (Resort Kuala Penet)
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian adalah Peta lokasi, tali tambang,
meteran, kompas, parang, termometer, binokuler, kamera, GPS, alat pengukur
waktu, alat tulis, kertas pH, tally sheet, tabung film, kaca pembesar/mikroskop,
buku panduan pengenalan jenis satwaliar. Bahan yang digunakan dalam penelitian
adalah vegetasi dan satwaliar yang ada di lokasi penelitian
C. Metode Pengumpulan Data
1. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan meliputi :
a. Orientasi lapang, yang bertujuan untuk mencari informasi dan konsultasi
pada pihak yang berwenang untuk mengenal secara keseluruhan lokasi
penelitian dan mencocokkan keadaan lapang dengan peta lokasi.
b. Menentukan areal yang ditempati harimau sumatera untuk dilakukan
pengumpulan data.
2. Data yang Dikumpulkan
Pengamatan habitat dilakukan di daerah dengan kepadatan populasi
harimau sumatera yang tinggi dan rendah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor habitat yang mempengaruhi kepadatan populasi harimau sumatera di
Taman Nasional Way Kambas. Daerah dengan kepadatan populasi harimau
sumatera yang tinggi di Taman Nasional Way Kambas terletak di SKW I Way
Kanan. Untuk daerah dengan kepadatan populasi harimau sumatera rendah
dilakukan pengamatan di SKW III Kuala Penet. Pada daerah dengan kepadatan
populasi tinggi dibuat 3 jalur yaitu di D1, Kalibiru dan D2 dengan panjang jalur
masing- masing 1000 m. Ketiga jalur tersebut termasuk dalam areal TIMA (Tiger
Intensive Monitoring Area). Pada daerah kepadatan populasi rendah dibuat 3 jalur
yaitu di Kepala Kerbau, Way Negara Batin dan Pos Bulus dengan panjang jalur
masing- masing 1000 m, 600 m dan 400 m. Pembuatan jalur tersebut sesuai
dengan ketersediaan fungsi habitat yaitu sebagai tempat mencari makan, tempat
berlindung dan pemenuhan kebutuhan air bagi harimau sumatera. Data diambil
berdasarkan parameter karakteristik habitat harimau sumatera yang terdiri dari :
a. Struktur dan komposisi vegetasi
b. Cover (penutupan tajuk dan tingkat kerapatan cover)
c. Ketersediaan mangsa yaitu potensi jenis mangsa (jumlah dan kelimpahan)
d. Ketersediaan air (bentuk sumber air, kedalaman, lebar, debit dan PH air)
3. Cara Pengumpulan Data
a. Struktur Vegetasi dan Komposisi Jenis
Untuk mengetahui struktur vegetasi dan komposisi jenis dilakukan dengan
cara analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan cara sampling pada
lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak yaitu
dengan membuat petak-petak contoh di sepanjang jalur pengamatan. Ukuran
petak adalah 20 m x 20 m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Dalam petak dibuat
sub plot berukuran 2 m x 2 m untuk tingkat pertumbuhan semai, 5 m x 5 m untuk
tingkat pertumbuhan pancang dan 10 m x 10 m untuk tingkat pertumbuhan tiang.
Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah jenis
pohon, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang dan tinggi total. Untuk tingkat
pertumbuhan pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu
setiap jenis (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
10 m 10 m 10 m Arah jalur 20 m
20 m
Gambar 5. Bentuk Jalur Analisis Vegetasi
b. Cover
Data cover diambil bersamaan dengan pembuatan jalur atau petak contoh
untuk analisis vegetasi. Cover dapat dibedakan atas tempat persembunyian (hiding
cover) dan tempat penyesuaian terhadap perubahan temperatur (thermal cover).
Data cover diperoleh melalui petak contoh yang telah dibuat. Data yang
dikumpulkan meliputi tinggi total pohon, tinggi bebas cabang pohon, lebar tajuk
dan jarak antar pohon. Dari data tersebut dibuat diagram profil dan proyeksinya
untuk menentukan nilai kerapatan penutupan vegetasi (De Vos dan Mosby, 1971
dalam Alikodra, 2002). Selain itu juga dicatat bentuk cover yang digunakan
harimau sumatera pada lokasi pengamatan.
c. Ketersediaan Mangsa
Ketersediaan mangsa meliputi jenis satwa mangsa harimau sumatera
beserta populasinya. Untuk mengetahui ketersediaan satwa mangsa dilakukan
dengan metode transek garis (line transect) yaitu metode pengamatan populasi
satwaliar dengan bentuk unit contoh berupa jalur pada lintasan pergerakan
harimau sumatera dan mangsanya. Jalur yang digunakan untuk line transect sama
dengan analisis vegetasi.
Data yang diambil meliputi kontak langsung dalam jarak tertentu dengan
satwaliar sehingga dapat diketahui jenis, jumlah individu serta komposisi
kelompoknya serta melalui kontak tidak langsung dengan satwaliar. Pencatatan
5 m 5 m 2 m
data melalui kontak tidak langsung merupakan pencatatan jenis satwa berdasarkan
perjumpaan jejak kaki, tanda-tanda yang ditinggalkan pada pohon, tempat untuk
bersarang maupun tanda suara. Data jenis satwa dan jumlah individu yang dicatat
adalah satwa yang terletak di depan pengamat. Selain itu, dilakukan pencatatan
terhadap jarak antara pengamat dengan satwa yang terdeteksi, sudut kontak antara
pengamat dengan satwa yang terdeteksi serta waktu ditemukannya jenis satwaliar
tersebut (Anderson et al, 1979 dalam Krebs 1978).
S1
R1
è1 Y1
To P1 P2 Ta è 2 Y2 Arah Lintasan R2
S2
Gambar 6. Metode Transek Garis Untuk Pengamatan Satwaliar Keterangan :
To = Titik awal
Y = R sin è
Ta = Titik akhir jalur pengamatan
R = Jarak pengamat dengan satwaliar
S = Posisi satwaliar
è = Sudut antara posisi satwaliar dengan garis transek
d. Analisis Feses Harimau
Pakan harimau liar di habitatnya dapat diketahui berdasarkan analisis
rambut dalam feses. Sampel feses harimau yang dikoleksi diambil di sepanjang
jalur pengamatan. Analisis deskrip tif terhadap rambut dalam feses dapat
dilakukan secara makroskopis menggunakan kaca pembesar atau mikroskop
dengan membandingkan bentuk-bentuk rambut seperti warna, panjang dan
ketebalan. Feses yang telah dikoleksi dibersihkan dengan menggunakan saringan
untuk mendapatkan rambut yang terbebas dari kotoran feses. Pemilihan dan
pengambilan sampel dilakukan dengan memperhitungkan kondisi feses pada saat
ditemukan (Sriyanto, 2003).
e. Ketersediaan Air
Ketersediaan air diketahui dengan mengin ventarisasi sumber air yang
digunakan oleh harimau sumatera sebagai tempat minum atau mandi. Data yang
diambil meliputi parameter fisik dan parameter kimia. Parameter fisik melalui
pengukuran panjang sungai, lebar sungai, kedalaman air, kondisi vegetasi di
sekitar sumber air, kecepatan aliran dan debit air. Pengukuran kedalaman air
dilakukan tiga kali ulangan dan untuk kecepatan arus air diukur dengan
menggunakan bola pingpong yang dihanyutkan pada arus yang mengalir dengan
jarak tertentu kemudian dicatat waktunya. Pengukuran arus air juga dilakukan
dengan tiga kali ulangan. Pengukuran parameter kimia dilakukan dengan
mengukur pH air pada sumber air menggunakan kertas pH (Goldman dan Horne,
1983).
D. Analisis Data
1. Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisi dan dominansi
suatu jenis vegetasi pada suatu komunitas. Dominansi dapat dilihat dari nilai
Indeks Nilai Penting (INP) yang diperoleh dari penjumlahan nilai kerapatan relatif
(KR) dan frekuensi relatif (FR) untuk tingkat semai dan pancang serta ditambah
nilai dominansi relatif (DR) untuk tingkat tiang dan pohon (Soerianegara dan
Indrawan, 1998). Persamaan yang digunakan adalah :
Kerapatan jenis ke-i (Ki) = contohpetaktotalLuas
ikejenisindividuJumlah −
Kerapatan relatif (KR) = ∑KiKi
x 100 %
Frekuensi jenis ke-i(Fi) =contohpetaktotalJumlah
ikejenisditemukancontohpetakJumlah −
Frekuensi relatif (FR) =∑ FiFi
x 100 %
Dominansi jenis ke-i (Di) = contohpetaktotalLuas
ikejenisdasarbidangLuas −
Dominansi relatif (DR) = ∑DiDi
x 100 %
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan dapat menggunakan
persamaan indeks Shannon-Wienner (Krebs, 1978), yaitu :
H’ = ∑Nni
lnNni
Keterangan :
H’ = Indeks Shannon-Wienner
ni = Jumlah individu atau nilai penting jenis ke- i
S = Jumlah total jenis yang ditemukan
N = Total individu atau total nilai penting seluruh jenis
2. Uji t Student
Uji t student digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan
keanekaragaman jenis tumbuhan pada lokasi penelitian pada tingkat kepercayaan
95 % dan 99 %. Keputusan hipotesa yang digunakan adalah :
Jika t hitung < t tabel, terima H 0
t hitung � t tabel, tolak H 0 dan terima H 1
H0 : Tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis tumbuhan pada lokasi penelitian
1 dengan lokasi penelitian 2
H1 : Ada perbedaan keanekaragaman jenis tumbuhan pada lokasi penelitian 1
dengan lokasi penelitian 2
Persamaan yang digunakan adalah (Poole, 1978) :
2
s
1i
s
1i
2
2N1s
N
pi)lnpi(pilnpi)(H'Var
−+
∑ ∑−= = =
[ ]1/221
21
)(H'Var)(H'Var
H'H'hitungt
+
−=
[ ]2
221
21
22)1
/N)Var(H'/N)Var(H'
Var(H')(H'Vardf
++
=
Keterangan :
Var H’ = Keanekaragaman df = Derajat bebas
S = Jumlah jenis
N = Jumlah total individu
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner
3. Analisis Kerapatan Cover
Untuk mengetahui kerapatan thermal cover disajikan melalui gambar
diagram profil dan diproyeksikan sehingga diketahui nilai kerapatan penutupan
vegetasi. Klasifikasi kerapatan penutupan vegetasi menurut De Vos dan Mosby
(1971) dalam Alikodra (2002) dapat dilihat pada Tabel 5. Bentuk cover dan
kondisi di sekitarnya dianalisis secara deskriptif.
Tabel 5. Klasifikasi Kelas Kerapatan Penutupan Vegetasi
Kelas Keadaan
1 Penutupan daun kurang dari 1/8 luas petak contoh
2 Penutupan daun antara 1/8 – 1/3 dari luas petak contoh
3 Penutupan daun antara 1/3 – 2/3 dari luas petak contoh
4 Penutupan daun lebih dari 2/3 luas petak contoh
4. Ketersediaan Mangsa
Pendugaan kepadatan populasi satwa mangsa berdasarkan metode transek
garis dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Poole sebagai berikut
(Kartono, 2000) :
∑∑ ∑ +
=jdLj2.
).1xixi.(2D
nj
n
1iiri.sin è
jd∑==
Keterangan : D = Kepadatan populasi dugaan (individu/satuan luas)
xi = Jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke-i (individu)
Lj = Panjang transek jalur pengamatan ke-j
dj = Rata-rata lebar kiri atau kanan jalur pengamatan ke-j (m)
nj = Jumlah kontak pada jalur ke-j
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis satwa mangsa juga digunakan
persamaan indeks Shannon -Wienner (Krebs, 1978), yaitu :
H’ = ∑Nni
lnNni
5. Ketersediaan air
Kuantitas air diketahui dari pengukuran debit air yang nilainya diperoleh
dengan menggunakan persamaan berikut :
Q = A x V
A = p x l
Keterangan :
Q = Debit air (m3/detik)
A = Luas penampang (m2)
V = Kecepatan arus (m/detik)
p = Panjang sungai (m)
l = Lebar sungai (m)
Tabel 6. Klasifikasi Kualitas dan Kuantitas Air
Kualitas No Lokasi
J K
PH V (m/det)
A (m2) Q (m3/det)
Keterangan :
J = Jernih V = Kecepatan rata-rata air
K = Keruh A = Luas penampang air
PH= Tingkat Keasaman Air Q = Debit air
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur dan Komposisi Vegetasi
Jalur D1 memiliki tipe habitat hutan dataran rendah. Pada tingkat semai
terdapat 44 jenis tumbuhan, 45 jenis tingkat pancang, serta 25 jenis tingkat tiang
dan pohon. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi pada jalur ini dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 7. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur D1
Tingkat No Jenis Nama Ilmiah KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)
Semai 1. Puspa Schima wallichii 22,18 7,1 - 29,28 2. Deluak Grewia acuminata 12,64 7,65 - 20,29 3. Tluntum Syzigium sp. 8,25 7,1 - 15,36
Pancang 1. Puspa Schima wallichii 13,5 6,96 - 20,46
2. Tluntum Syzigium sp. 9,32 8,54 - 17,86 3. Tiga urat Cinnamomum sp. 8,84 7,91 - 16,75
Tiang 1. Tluntum Syzigium sp. 19,89 14,53 18,04 52,45
2. Puspa Schima wallichii 17,68 16,24 16,78 50,69 3. Jambon Eugenia sp. 12,15 10,26 12,56 34,98
Pohon 1. Puspa Schima wallichii 42,63 19,33 38,01 99,97 2. Menggris Koompassia malaccensis 15,74 18 24,86 58,6 3. Tluntum Syzigium sp. 11,48 13,33 10,36 35,17
Pada jalur D1 jenis tumbuhan yang dominan pada tingkat pohon adalah
puspa, menggris dan tluntum. Jenis puspa cukup mendominasi dengan kerapatan
yang tinggi (42,63 %) dan penyebaran (19,33 %). Pada tingkat tiang jenis yang
mendominasi adalah tluntum, puspa dan jambon. Untuk tingkat semai dan
pancang, jenis puspa masih mendominasi. Hal ini menunjukkan adanya
kemungkinan jenis puspa akan terus mendominasi pada masa yang akan datang.
Tabel 8. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur D1
No Tanda Keberadaan Harimau Sumatera
Jumlah Letak Ukuran Keterangan
1. Jejak kaki 3 Tanah - p = 15 cm l = 13 cm - p = 16 cm l = 19 cm - p = 13 cm l = 12 cm
2. Cakaran (scrape) 10 Tanah p = 30 -57 cm l = 22-26 cm
Terdapat bekas urin pada beberapa scrape
3. Cakaran (scratch ) 2 Pohon p = 15 -54 cm Pada pohon puspa Keterangan : p = panjang, l = lebar
Dari Tabel 8, dapat diketahui tanda-tanda keberadaan harimau sumatera
yang terdapat di lokasi ini adalah jejak kaki, cakaran pada tanah dan cakaran pada
pohon. Cakaran harimau sumatera pada pohon (scratch) sering ditemukan pada
pohon jenis puspa seperti yang terlihat pada Gambar 7. Scratch harimau
mempunyai ciri-ciri tertentu, diantaranya bekas 4 buah kuku pada kulit kayu dan
kedalamannya 0.5 – 1.2 cm (Wahyudi, 2003). Banyaknya ditemukan scratch
sebagai penanda teritori harimau pada pohon jenis ini dapat disebabkan kulit kayu
puspa yang lebih lunak dibandingkan jenis kayu lain sehingga dapat
meninggalkan bekas yang jelas dan dalam.
Gambar 7. Cakaran Harimau Sumatera pada Pohon
Struktur vegetasi di Taman Nasional Way Kambas terdiri dari berbagai
strata. Strata A merupakan lapisan teratas dari pohon-pohon yang tinggi totalnya
lebih dari 30 m, strata B terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 15-30 m, strata
C dengan tinggi 5-15 m, strata D merupakan lapisan perdu dan semak dengan
tinggi 1-4 m dan strata E yang merupakan lapisan tumbuhan penutup tanah
dengan tinggi 0-1 m (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
Pada jalur ini, terdapat strata yang cukup lengkap. Strata A antara lain
terdiri dari jenis puspa, menggris dan meranti. Strata B antara lain terdiri dari
parutan, puspa dan berasan. Strata A dan B di jalur D1 yang memiliki tajuk lebar
dapat berfungsi sebagai lindungan bagi harimau dari sinar matahari yang masuk.
Jenis yang termasuk strata C dan D di jalur D1 antara lain puspa dan tluntum.
Strata ini dapat berfungsi sebagai pelindung bagi harimau dan juga sebagai
sumber pakan satwa mangsa harimau yang merupakan satwa herbivor atau
pemakan tumbuhan.
Jalur Kalibiru memiliki tipe habitat hutan rawa. Pada tingkat semai
terdapat 34 jenis tumbuhan, 28 jenis tingkat pancang, 30 jenis tingkat tiang dan 35
jenis tingkat pohon. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi pada jalur ini dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Kalibiru Tingkat No Jenis Nama Ilmiah KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)
Semai 1. Tluntum Syzigium sp. 20,61 14,89 - 35,5
2. Klandri 20,21 9,57 - 29,79
3. Karetan Ficus sp. 17,97 10,64 - 28,6
Pancang 1. Jambon Eugenia sp. 15,75 14,84 - 30,58
2. Tluntum Syzigium sp. 13,66 12,09 - 25,75
3. Putat air 12,71 7,69 - 20,41
Tiang 1. Ki Apit Pleiocarpidia enneandra 15,28 11,82 15,21 42,31
2. Puspa Schima wallichii 9,03 10 10,85 29,88
3. Tiga urat Cinnamomum sp. 10,42 9,09 10,04 29,55
Pohon 1. Jambon Eugenia sp. 15,28 14,41 10,71 40,39
2. Karetan Ficus sp. 13,19 9,32 11,36 33,88
3. Sawon Ternsormia elongata 4,86 4,24 7,08 16,17
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa jenis jambon, karetan dan sawon
mendominasi pada tingkat pohon. Tingkat tiang didominasi oleh ki apit, puspa
dan tiga urat. Jenis puspa hanya mendominasi pada tingkat tiang sedangkan pada
tingkat pancang didominasi oleh jenis jambon, tluntum dan putat air. Tingkat
semai didominasi oleh jenis tluntum, klandri dan karetan. Atas dasar komposisi
tersebut, maka dapat ditafsirkan bahwa jenis yang akan mendominasi pada tingkat
pohon di masa yang akan datang akan mengalami perubahan.
Pada jalur ini juga terdapat strata yang cukup lengkap. Strata A hanya
terdapat 1 jenis yaitu rengas. Strata B antara lain terdiri dari sempu air, sadeng dan
berasan. Jumlah pohon yang termasuk dalam strata A dan B di Kalibiru lebih
sedikit diband ingkan dengan jalur D1. Strata ini dapat berfungsi sebagai
pelindung bagi harimau dari sinar matahari yang masuk melalui penutupan
tajuknya karena harimau merupakan satwa yang tidak tahan terhadap panas. Strata
C dan D antara lain terdiri dari jenis tluntum, jambon dan karetan. Kerapatan
vegetasi pada strata ini juga dapat berfungsi mengurangi sinar matahari yang
jatuh ke lantai hutan dan juga sebagai sumber pakan satwa mangsa harimau yang
merupakan satwa herbivor atau pemakan tumbuhan.
Kalibiru termasuk dalam areal TIMA (Tiger Intensive Monitoring Area).
Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera berupa jejak dan cakaran pada tanah
(scrape) biasanya dapat dijumpai pada lokasi ini. Namun selama pengamatan
tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan harimau sumatera. Hal ini dapat
disebabkan oleh kondisi tanah rawa yang kering karena musim kemarau sehingga
sulit ditemukan tanda-tanda keberadaan harimau sumatera. Adanya harimau di
lokasi ini dapat disebabkan karena banyaknya satwa mangsa yaitu babi hutan, rusa
sambar, kijang dan beruang madu. Jenis tumbuhan yang mendominasi pada
tingkat semai dan pancang kemungkinan merupakan makanan bagi satwa mangsa
harimau. Selain itu juga dapat disebabkan kerapatan tumbuhan yang tidak terlalu
tinggi dan relatif merata pada setiap jenis.
Jalur D2 merupakan tipe habitat hutan bekas terbakar yang sangat terbuka.
Belum ada tumbuhan tingkat tiang dan pohon di lokasi ini. Kondisi disebabkan
adanya kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997. Vegetasi yang ada berupa
tumbuhan tingkat semai, pancang, tumbuhan bawah dan bercampur dengan alang-
alang. Pada lokasi ini terdapat 19 jenis tumbuhan dengan jenis yang dominan
yaitu puspa (Schimma walichii) sebesar 39,22 %, mitis (Symolocos fasciculata)
30,48 % dan soka (Ixora coccinea) 18,91 %. Jalur D2 tidak terdapat strata A dan
B, tetapi hanya strata C, D dan E, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8. Strata
C, D dan E dapat berfungsi sebagai tempat untuk berlindung seperti ditemukannya
alang-alang sebagai cover harimau sumatera. Strata ini juga menyediakan pakan
bagi satwa mangsa harimau sumatera.
Gambar 8. Lintasan Harimau Sumatera di Jalur D2
Pada jalur ini banyak ditemukan tanda-tanda keberadaan harimau
sumatera. Tanda tersebut berupa cakaran pada tanah (scrape) (Gambar 9) dan
feses harimau. Scrape dibuat untuk memberi tanda daerah jelajah harimau dan
biasa terdapat di jalan dengan panjang ± 40 cm dan lebar ± 30 cm. Jejak kaki
sering tercetak pada guratan, juga sering ditemukan feses atau air seni harimau
sumatera (Wahyudi, 2003). Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera di lokasi
ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur D2
No Tanda Keberadaan Harimau Sumatera
Jumlah Letak Ukuran Keterangan
1. Cakaran (scrape) 19 Tanah P = 37-57 cm l = 20-27 cm
Terdapat bekas urin pada beberapa scrape
2. Feses 5 Tanah Satwa mangsa yang dimakan : babi hutan, kijang, monyet dan rusa sambar
Keterangan : p = panjang, l = lebar
Harimau memiliki kecenderungan membuang feses pada tempat yang
terkonsentrasi. Hal itu dilakukan agar bau kotoran lebih menyengat sehingga
tanda teritori harimau lebih jelas. Vegetasi yang terbuka seperti di jalur D2 dapat
membuat bau kotoran harimau sumatera tercium lebih jelas sehingga diketahui
oleh individu harimau yang lain. Selain itu, banyaknya ditemukan tanda-tanda
harimau sumatera di lokasi ini dapat disebabkan karena vegetasinya yang terbuka
sehingga memudahkan harimau untuk menangkap mangsanya.
Gambar 9. Cakaran Harimau Sumatera pada Tanah di Jalur D2
Jalur Way Negara Batin memiliki tipe habitat hutan dataran rendah. Pada
tingkat semai terdapat 47 jenis tumbuhan, 42 jenis tingkat pancang, 26 jenis
tingkat tiang dan 35 jenis tingkat pohon. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi pada
jalur ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 11. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Way Negara Batin
Tingkat No Jenis Nama Ilmiah KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)
Semai 1. Plangas Aporosa aurita 17,85 7,27 - 25,13
2. Meranti Shorea sp. 7,21 6,55 - 13,76 3. Keruing Dipterocarpus sp. 4,89 7,27 - 12,16
Pancang 1. Joho Buchanania sessifolia 9,08 8,67 - 17,75
2. Sempu air Dillenia excelsa 7,71 8,68 - 16,39
3. Tluntum Syzigium sp. 5,59 7,31 - 12,9
Tiang 1. Sempu air Dillenia excelsa 13,59 11,9 13,81 39,31
2. Meranti Shorea sp. 12,62 10,71 13,21 36,55
3. Salaman Syzigium polyanthum 8,74 5,95 8,35 23,04
Pohon 1. Meranti Shorea sp. 17,39 13,47 17,56 48,42
2. Menggris Koompassia malaccensis 10,87 7,09 16,64 34,6
3. Keruing Dipterocarpus sp. 7,61 7,8 9,82 25,23
Pada jalur Way Negara Batin, jenis pohon yang dominan adalah meranti,
menggris dan keruing. Untuk tingkat tiang jenis yang dominan adalah sempu air,
meranti dan salaman. Di waktu mendatang, jenis yang akan mendominasi pada
tingkat tiang dan pohon akan berubah karena jenis yang dominan pada tingkat
semai dan pancang komposisinya berbeda. Untuk tingkat pancang yang dominan
adalah joho dan pada tingkat semai, jenis yang dominan adalah plangas.
Pada jalur ini juga terdapat strata yang cukup lengkap. Strata A antara lain
terdiri dari jenis medang, keruing dan meranti. Strata B antara lain terdiri dari
parutan, menggris dan nangi. Penutupan tajuk strata A dan B dapat berfungsi
sebagai lindungan bagi harimau dari sinar matahari yang masuk karena harimau
merupakan satwa yang tidak tahan terhadap panas. Strata C dan D yang rapat
dapat berfungsi mengurangi sinar matahari yang jatuh ke lantai hutan dan juga
sebagai sumber pakan satwa mangsa harimau yang merupakan satwa herbivor.
Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera sangat jarang ditemukan pada
lokasi ini dan pada saat pengamatan, tidak dijumpai tanda tersebut. Hal ini dapat
disebabkan karena kerapatan individu vegetasi pada strata C, D dan E yang terlalu
rapat sehingga menyulitkan harimau untuk mengenali dan berburu mangsa. Jalur
tersebut juga berbatasan langsung dengan jalan yang menghubungkan Resort
Plang Hijau dan Resort Way Kanan sehingga intensitas manusia yang lewat cukup
tinggi.
Jalur Pos Bulus memiliki tipe habitat hutan dataran rendah. Pada tingkat
semai terdapat 34 jenis tumbuhan, 33 jenis tingkat pancang, 26 jenis tingkat tiang
dan 31 jenis tingkat pohon. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi pada jalur ini
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Pos Bulus
Tingkat No Jenis Nama Ilmiah KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)
Semai 1. Parutan Cleistanthus sumatranus 11,17 8,62 - 19,79
2. Soka Ixora coccinea 11,42 5,75 - 17,17
3. Meranti Shorea sp 6,22 6,9 - 13,11
Pancang 1. Sempu air Dillenia excelsa 9,91 9,63 - 19,54
2. Soka Ixora coccinea 11,71 5,93 - 17,64
3. Berasan Memecylon edule 7,21 5,18 - 12,39
Tiang 1. Puspa Schima wallichii 17,27 10,67 16,91 44,85
2. Rambutan hutan
Nephelium mutabile 14,54 13,33 14,79 42,66
3. Meranti Shorea sp 13,64 12 15,68 41,31
Pohon 1. Puspa Schima wallichii 21,09 9,52 20,36 50,98
2. Meranti Shorea sp 16,4 10,71 10,56 37,68
3. Sempu air Dillenia excelsa 7,81 8,33 6,48 22,62
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa jenis puspa, meranti dan sempu
air mendominasi pada tingkat pohon. Tingkat tiang didominasi oleh puspa,
rambutan hutan dan meranti. Pada tingkat pancang didominasi oleh jenis sempu
air, soka dan berasan. Tingkat semai didominasi oleh jenis tluntum, klandri dan
karetan. Dengan melihat komposisi tersebut maka jenis yang akan mendominasi
pada tingkat pohon di masa yang akan datang akan mengalami perubahan.
Strata A antara lain terdiri dari jenis kenari, joho dan bayur. Strata B antara
lain terdiri dari puspa, berasan dan meranti. Strata A dan B yang memiliki tajuk
lebar dapat berfungsi sebagai lindungan bagi harimau dari sinar matahari yang
masuk. Strata C, D dan E yang rapat dapat berfungsi mengurangi sinar matahari
yang jatuh ke lantai hutan dan juga sebagai sumber pakan satwa mangsa harimau.
Kondisi di jalur Pos Bulus hampir sama dengan jalur Way Negara Batin.
Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera sangat jarang ditemukan pada lokasi
ini. Strata C, D dan E yang memiliki kerapatan tinggi menyebabkan harimau sulit
berburu mangsa. Selain itu, jalur tersebut berbatasan langsung dengan jalan yang
menghubungkan Resort Plang Hijau dan Resort Way Kanan. Dengan cukup
tingginya aktivitas manusia di sekitar jalur dan sifat dasar harimau yang
menghindari perjumpaan dengan manusia dapat menyebabkan sedikitnya harimau
sumatera pada lokasi ini.
Kondisi vegetasi di jalur Kepala Kerbau hampir sama dengan di jalur D2
yang merupakan hutan bekas terbakar yang sangat terbuka (Gambar 10). Pada
lokasi ini terdapat 33 jenis tumbuhan dengan jenis yang dominan yaitu lingi
(21,98 %) dan waru-waruan (Hibiscus sp) 21,06 %. Sama seperti jalur D2, jalur
Kepala Kerbau tidak memiliki strata tajuk yang lengkap. Pada lokasi ini juga
jarang ditemui tanda-tanda keberadaan harimau sumatera, seperti yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 13. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur Kepala Kerbau
No Tanda Keberadaan Harimau Sumatera
Jumlah Letak Ukuran Keterangan
1. Jejak 1 Tanah p = 15 cm l = 13 cm
Umur jejak sudah lama
Keterangan : p = panjang, l = lebar
Pada saat pengamatan hanya ditemukan satu jejak harimau sumatera
dengan umur jejak sekitar satu bulan (Gambar 11). Kepala Kerbau dan areal di
sekitarnya merupakan daerah bekas terbakar. Luas areal dengan vegetasi yang
terbuka di Kepala Kerbau lebih besar dibandingkan dengan pada jalur D2.
Kondisi tersebut menyebabkan kurangnya pelindung bagi harimau yang tidak
tahan cuaca panas sehingga tanda-tanda keberadaan harimau sumatera sedikit.
Gambar 10. Jalur Kepala Kerbau Gambar 11. Jejak Harimau Sumatera di Kepala Kerbau
Tidak semua jalur pengamatan memiliki strata yang lengkap. Jalur D1,
Kalibiru, Way Negara Batin dan Pos Bulus memiliki strata A sampai E. Pada jalur
D2 dan Kepala Kerbau hanya terdiri dari strata C sampai E. Jalur D2 cukup
banyak ditemukan tanda-tanda keberadaan harimau sumatera. Jalur Way Negara
Batin dan Pos Bulus memiliki strata tajuk yang lengkap tetapi populasi harimau
sumatera lebih rendah dibandingkan jalur D2. Untuk menentukan habitat yang
baik bagi harimau sumatera tidak hanya dapat dilihat dari struktur dan komposisi
vegetasinya saja. Harimau sumatera sangat tergantung pada adanya satwa mangsa
sebagai sumber pakan, fungsi cover serta air yang terpe nuhi, sehingga perlu
diketahui ketersediaan faktor-faktor tersebut.
B. Kerapatan Berbagai Tingkat Tumbuhan
Kerapatan merupakan banyaknya individu yang dinyatakan dalam satuan
luas. Hutan Taman Nasional Way Kambas merupakan areal bekas HPH sehingga
hingga saat ini masih mengalami suksesi. Hal tersebut mengakibatkan tingginya
kerapatan tingkat semai sedangkan pada tingkat pohon memiliki kerapatan
terkecil. Nilai kerapatan jenis pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai Kerapatan Jenis Berbagai Tingkat Pertumbuhan
Kerapatan Jenis (Individu/ha) No.
Lokasi Semai Pancang Tiang Pohon
Tanda Keberadaan Harimau Sumatera
D1 66.050 6.696 362 152,5
Kalibiru 42.055,6 4.684,44 320 80
1. Way Kanan
D2 48100
Jejak kaki, scrape, scratch dan kotoran
Way Negara Batin 97.083,3 8.813,33 343,33 153,33
2. Plang Hijau
Pos Bulus 98.500 5.920 2.200 160 -
3. Kepala Kerbau 59.560 Jejak kaki
Way Negara Batin dan Pos Bulus memiliki kerapatan tingkat semai yang
paling besar yaitu masing-masing 97.083,3 ind/ha dan 98.500 ind/ha sedangkan
kerapatan tingkat pancang masing-masing sebesar 8.813,33 ind/ha dan 5.920
ind/ha. Untuk D1 dan Kalibiru kerapatan tingkat semai masing-masing sebesar
66.050 ind/ha dan 42.055,6 ind/ha. Kerapatan tingkat tiang dan pohon paling
tinggi terdapat di Pos Bulus yaitu masing-masing sebesar 2.200 ind/ha dan 160
ind/ha, sedangkan yang paling rendah di Kalibiru, masing-masing sebesar 320
ind/ha dan 80 ind/ha. Kerapatan tumbuhan pada hutan bekas terbakar, di lokasi
D2 yaitu 48.100 ind/ha lebih rendah dibandingkan dengan di Kepala Kerbau
(59.560 ind/ha).
Kerapatan pada tingkat tiang dan pohon yang rendah, menyebabkan
cahaya matahari dapat masuk ke lantai hutan sehingga tumbuhan tingkat semai
dan pancang yang memerlukan cahaya matahari dapat tumbuh dengan baik.
Rapatnya tumbuhan tingkat semai dan pancang menguntungkan bagi satwa
herbivora dalam pemenuhan kebutuhan pakan. Kerapatan tumbuhan juga
berkaitan erat dengan kemudahan penglihatan harimau terhadap satwa mangsa
dan kemudahan menangkapnya. Agar pemangsaan dapat terus berlangsung
diperlukan keadaan kerapatan vegetasi yang optimal (Alikodra, 2002).
Pada lokasi D1, Kalibiru dan D2, tanda-tanda keberadaan harimau
sumatera lebih banyak karena kerapatan vegetasi yang lebih rendah dibandingkan
ketiga lokasi yang lain. Vegetasi yang tidak terlalu rapat memudahkan harimau
untuk mengenali dan menangkap mangsanya, sedangkan vegetasi yang lebih rapat
dapat digunakan oleh satwa mangsa untuk bersembunyi dari intaian harimau.
C. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Nilai keanekaragaman jenis tumbuhan berdasarkan indeks Shannon-
Wienner bervariasi pada berbagai tingkat pertumbuhan. Nilai keanekaragaman
pada berbagai tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 15. Indeks Kea nekaragaman Jenis Berbagai Tingkat Pertumbuhan
Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) No
Lokasi
Semai Pancang Tiang Pohon
Tanda Keberadaan Harimau Sumatera
D1 2,88 3,13 2,57 2,07
Kalibiru 2,47 2,67 2,85 3,10
1. Way Kanan
D2 2,18
Jejak kaki, scrape, scratch dan kotoran
Way Negara Batin 3,21 3,27 2,91 3,00
2. Plang Hijau
Pos Bulus 3,05 3,14 2,72 2,82
-
3. Kepala Kerbau 2,70 Jejak kaki
Keanekaragaman jenis untuk tingkat semai, pancang dan tiang yang paling
tinggi terdapat di Way Negara Batin sedangkan untuk tingkat pohon di Kalibiru.
Indeks keanekaragaman jenis pada hutan bekas terbakar di D2 dan Kepala Kerbau
relatif lebih rendah. Tingginya nilai keanekaragaman jenis akan mengakibatkan
banyaknya pilihan pakan bagi satwa mangsa harimau. Untuk mengetahui adanya
perbedaan keanekaragaman jenis tumbuhan pada berbagai lokasi penelitian,
dilakukan uji t student pada tumbuhan tingkat tumbuhan bawah dan semai yang
merupakan sumber pakan bagi beberapa satwa mangsa harimau sumatera.
Tabel 16. Matrik t Hitung Pada Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah
Lokasi Kalibiru D2 Way Negara Batin Batin
Pos Bulus
Kepala Kerbau
D1 3,246* 3,090* -2,564 -1,207 1,589 Kalibiru 0 -5,429 -3,976 -1,974 D2 -5,200 -3,828 -1,869 Way Negara Batin 1,102 4,163* Pos Bulus 2,603*
Keterangan : * = Nyata
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa keanekaragaman jenis
tumbuhan bawah dan semai di D1 memiliki perbedaan yang nyata dengan di
Kalibiru dan D2 yang termasuk dalam Resort Way Kanan. Hal tersebut dapat
menunjukkan bahwa satwa mangsa harimau di Way Kanan memiliki pilihan jenis
pakan yang beragam.
Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera di Way Negara Batin, Pos
Bulus dan Kepala Kerbau lebih sedikit, meskipun perbedaan keanekaragaman
jenis tumbuhan di lokasi tersebut. tidak signifikan dengan keanekaragaman jenis
tumbuhan bawah dan semai di Way Kanan (D1, Kalibiru dan D2), yang berarti
pilihan pakan bagi satwa mangsa juga banyak. Kerapatan vegetasi yang tinggi,
terbatasnya ketersediaan air saat musim kemarau serta aktivitas manusia yang
cukup tinggi di sekitar jalur tersebut dapat mengakibatkan satwa mangsa dan
harimau tidak terlalu banyak.
Jenis tumbuhan yang merupakan pakan bagi babi hutan yang merupakan
satwa mangsa harimau sumatera antara lain menggris, medang, kandis dan putat
(Aliry, 2004). Pakan rusa sambar antara lain jenis kandis, medang, putat dan
sempu air (Radiyus, 2004). Jenis tumbuhan pakan bagi monyet ekor panjang
antara lain menggris, salaman, putat, suren dan sempu air (Rismayani, 1999),
sedangkan jenis tumbuhan pakan bagi siamang antara lain sempu air, laban,
kandis, salaman, kenari dan kedawung (Gunawan, 1998). Jenis tumbuhan pakan
satwa mangsa tersebut cukup banyak tersedia di Taman Nasional Way Kambas.
Tabel 17. Jenis Tumbuhan Pakan Satwa Mangsa Harimau Sumatera
No Lokasi Jenis Satwa Mangsa Jenis Tumbuhan Pakan Babi hutan Medang, menggris Rusa sambar Kandis, medang, sempu air
D1
Monyet ekor panjang Menggris, suren, sempu air, salaman
Babi hutan Putat, kandis Rusa sambar Kandis, medang, sempu air,
putat
Kalibiru
Monyet ekor panjang Putat, sempu air, salaman, medang
Babi hutan Menggris Rusa sambar Sempu air
1.
Way Kanan
D2
Monyet ekor panjang Menggris Babi hutan Menggris, medang, kandis
Rusa sambar Medang, kandis, sempu air
Way Negara Batin
Siamang Sempu air, salaman, kenari, kedawung
Babi hutan Menggris Rusa sambar Sempu air
2. Plang Hijau
Pos Bulus
Siamang Sempu air, salaman, kenari Babi hutan Menggris, kandis 3. Kepala Kerbau Rusa sambar Kandis
Keanekaragaman vegetasi yang tinggi mengindikasikan struktur
komunitas yang mantap dan stabil. Suatu keanekaragaman yang besar mengenai
bentuk kehidupan mengisyaratkan terdapat suatu keanekaragaman yang besar juga
pada hubungan rantai makanan dengan tingkat trofik, yaitu penyediaan makanan
dan kebutuhan nutrisi (Kartawinata et al, 1991). Taman Nasional Way Kambas
sendiri memiliki jenis tumbuhan yang beranekaragam dan bervariasi pada setiap
tipe habitat sehingga diharapkan struktur komunitas dapat terus stabil dengan
meminimalkan faktor-faktor yang mengganggu kestabilan.
D. Lindungan (Cover)
Harimau merupakan satwa yang tidak tahan terhadap sinar matahari
(McDougal, 1979). Struktur vegetasi hutan merupakan salah satu bentuk
pelindung yang peranannya dapat dibedakan atas tempat persembunyian (hiding
cover) dan tempat penyesuaian terhadap perubahan temperatur (thermal cover).
Kondisi kerapatan vegetasi akan berpengaruh terhadap intensitas sinar matahari
yang masuk (Alikodra, 2002). Penutupan tajuk pada lokasi pengamatan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 18. Klasifikasi Kelas Kerapatan Penutupan Tajuk Pohon
No. Lokasi Kelas Kerapatan
Kerapatan Penutupan Tajuk
Tanda Keberadaan Harimau Sumatera
D1 3
1/3 dari luas petak contoh 1. Way Kanan
Kalibiru 2 1/4 dari luas petak contoh
Jejak kaki, scrape, scratch dan kotoran
Way Negara Batin 3 1/2 dari luas petak contoh 2. Plang
Hijau Pos Bulus 3 1/2 dari luas petak contoh
-
Secara umum, keempat lokasi tersebut memiliki kelas kerapatan
penutupan vegetasi yang relatif sama. Profil vegetasi pohon dan penutupan tajuk
pada lokasi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12.
(a)
(b)
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (m)
20
10
0
30
40
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
30
20
10
0
(m)
(c)
(d)
Gambar 12. Profil Vegetasi pada Lokasi Penelitian (a) Jalur D1, (b) Jalur Kalibiru, (c) Jalur Way Negara Batin, (d) Jalur Pos Bulus
Penutupan tajuk berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang masuk
ke lantai hutan. Faktor penutupan tajuk memiliki peranan sebagai pelindung bagi
harimau saat siang hari. Lokasi D1 dan Kalibiru memiliki kepadatan harimau
yang lebih tinggi dibandingkan dengan Way Negara Batin dan Pos Bulus
meskipun luas penutupan tajuknya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena
kondisi kerapatan vegetasi juga berkaitan erat dengan kemudahan penglihatan
harimau terhadap satwa mangsa, dan kemudahan menangkapnya sehingga
40
30
20
10
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (m)
30
20
0
(m) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
diperlukan kerapatan yang optimal agar fungsi cover dan kebutuhan pakan dapat
terpenuhi.
Penutupan tajuk pohon di D1 dapat melindungi harimau dari cahaya
matahari sekaligus dapat memudahkan harimau berburu mangsa. Kerapatan
vegetasi pada tingkat semai (66.050 ind/ha) dan pancang (6.696 ind/ha) masih
memudahkan harimau untuk melihat dan menangkap mangsanya. Demikian pula
di Kalibiru, penutupan tajuk pohon dapat mengurangi intensitas cahaya yang
masuk. Kerapatan vegetasi pada tingkat semai (42.055,6 ind/ha) dan pancang
(4.684,44 ind/ha) juga masih memudahkan harimau untuk melihat dan menangkap
mangsanya.
Penutupan tajuk di Way Negara Batin dan Pos Bulus lebih luas
dibandingkan kedua lokasi di atas yaitu mencapai 1/2 dari luas petak contoh
sehingga intensitas cahaya yang masuk sedikit. Meskipun intensitas cahaya
matahari yang masuk lebih sedikit, vegetasi pada tingkat semai dan pancang yang
sangat rapat di kedua lokasi ini menyebabkan harimau kesulitan untuk melihat dan
menangkap mangsanya.
Cover dapat berfungsi sebagai tempat berkembang biak, tempat makan,
tempat bersembunyi, tempat bersarang dan tempat istirahat (Bailey, 1982).
Harimau juga biasa menggunakan alang-alang sebagai tempat untuk berlindung,
seperti yang ditemukan di Camp D2, dekat dengan sumber air, yaitu Sungai Way
Kanan (Gambar 12). Harimau merebahkan dirinya pada alang-alang tersebut
sehingga dapat terhindar dari sinar matahari pada cuaca yang panas. Alang-alang
yang dapat menjadi lindungan bagi harimau sumatera memiliki tinggi lebih dari
satu meter dan tumbuh cukup rapat. Tinggi harimau sumatera diukur dari kaki ke
tengkuk rata-rata adalah 75 cm tetapi ada juga yang mencapai 80 - 90 cm
sehingga alang-alang atau tumbuhan yang tingginya lebih dari itu dapat digunakan
harimau untuk berlindung dari sinar matahari. Borner (1992) menyebutkan bahwa
alang-alang juga dapat digunakan harimau sebagai tempat bersembunyi untuk
mengintai satwa mangsa dan tempat berlindung saat memakan satwa mangsa.
Setelah membunuh satwa mangsanya, harimau sumatera membawa satwa mangsa
tersebut ke alang-alang untuk kemudian memakannya.
Gambar 13. Cover Harimau Sumatera di D2
E. Ketersediaan Air
Berbeda dengan keluarga kucing yang lain, harimau menyukai air dan
dapat berenang (Lekagul dan McNeely, 1977). Air tersebut digunakan untuk
keperluan minum dan berendam. Bila cuaca sangat panas ia berendam di air
sampai batas leher. Harimau memang sering dijumpai sedang duduk berendam
atau berdiri sebagai cara untuk menyejukkan badan. Setelah itu baru kembali
beristirahat di tempat yang rimbun atau bersembunyi di semak-semak (McDougal,
1979).
Taman Nasional Way Kambas memiliki sumber air berupa sungai, rawa
dan genangan-genangan. Pada saat musim hujan, rawa merupakan sumber air
terbesar dalam kawasan ini. Rawa yang berada di sekitar Resort Way Kanan yang
merupakan habitat penting bagi harimau sumatera tergolong rawa musiman yang
sangat terpengaruh pada perubahan musim dan berair pada musim hujan. Selama
penelitian, sedang berlangsung musim kemarau, sehingga ketersediaan air sangat
terbatas. Hanya beberapa sumber air yang masih mengalir. Sumber air yang
digunakan oleh harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas antara lain
Sungai Way Kanan, Rawa Badak, Camp Siang, Rawa Cengok dan Rawa Kalibiru
II.
Sungai Way Kanan merupakan salah satu sumber air yang masih dapat
digunakan saat musim kemarau. Debit air sungai ini adalah 4,27 m3/detik dengan
warna air keruh dan pH air 6. Tepian sungai cukup landai dan teduh. Dari
karakteristiknya, sungai ini dapat digunakan harimau untuk minum dan berendam
karena kedalaman air lebih dari 1 meter. Sungai Way Kanan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Pada saat musim kemarau air laut naik cukup jauh sehingga
air sungai terasa payau bahkan asin. Kondisi tersebut juga berpengaruh bagi
harimau atau satwa lain dalam memenuhi kebutuhan air.
Rawa Badak juga merupakan salah satu sumber air yang masih mengalir
meskipun sangat kecil. Debit air Rawa Badak adalah 0,043 m3/detik dengan warna
air jernih dan pH air 6. Tepian rawa cukup landai dan teduh dengan vegetasi di
sekitarnya berupa puspa, jambon dan rengas (Gluta renghas). Pada saat musim
kemarau, sumber air ini hanya dapat digunakan untuk minum karena kedalaman
air hanya 8 cm. Kedalaman air tersebut tidak memungkinkan bagi harimau untuk
berendam.
Kondisi air di Camp Siang hanya berupa genangan sepanjang 11 m dan
lebar 1 m dengan warna air kecoklatan (Gambar 13). Pada tepi genangan ini
ditemukan jejak harimau sumatera berukuran panjang 11 cm dan lebar 15 cm
(Gambar 14). Tepian genangan ini datar dan juga teduh. Pada saat musim
kemarau, sumber air di Camp Siang diperkirakan digunakan harimau untuk
minum karena dangkalnya genangan air tersebut.
Gambar 14. Camp Siang Gambar 15. Jejak harimau di Camp Siang
Sumber air yang lain yaitu Rawa Cengok (Gambar 15) dan Rawa Kalibiru
II dalam keadaaan kering pada saat pengamatan. Berdasarkan informasi petugas,
saat rawa berair, Rawa Cengok digunakan oleh harimau sebagai tempat minum.
Pada saat air tersedia, Rawa Kalibiru II digunakan untuk berendam oleh harimau.
Hal ini dapat diketahui dari hasil foto kamera trap yang dipasang di dekat rawa
tersebut.
Gambar 16. Rawa Cengok
Karakteristik sumber air yang dipakai oleh harimau sumatera di Taman
Nasional Way Kambas secara umum memiliki warna air keruh sampai jernih, PH
tergolong asam yaitu enam, tepian sumber air yang landai dan juga teduh. Letak
sumber air juga dekat dengan jalur satwa mangsa. Hal ini mungkin disebabkan
karena harimau merupakan satwa pemburu yang aktif sehingga laju
metabolismenya tinggi. Akibatnya harimau memiliki suhu badan yang tinggi.
Suhu badan yang terlalu panas dapat membunuh har imau sehingga harimau
berendam untuk menurunkan suhu tubuhnya (McDougal, 1979).
Ketersediaan sumber air di suatu habitat itu sendiri dipengaruhi oleh iklim
lokal yang menentukan kuantitas total air yang tersedia dan juga keadaan hujan
apakah merata sepanjang tahun atau hanya dalam beberapa bulan saja (Alikodra,
2002). Pada musim kemarau, ketersediaan air di Taman Nasional Way Kambas
sangat terbatas. Kondisi ini berkebalikan dengan musim hujan yang ketersediaan
airnya melimpah. Air merupakan salah satu komponen habitat yang sangat
penting bagi satwaliar. Satwaliar memerlukan air untuk berbagai proses, yaitu
pencernaan makanan dan metabolisme, mengangkut bahan-bahan sisa dan untuk
pendinginan pada proses evaporasi (Alikodra, 2002). Upaya yang telah dilakukan
untuk mengatasi kekurangan air saat musim kemarau adalah dengan menyediakan
bak-bak yang diisi dengan air secara berkala. Bak-bak ini tersebar di beberapa
tempat terutama di rawa musiman.
F. Mangsa
Harimau sumatera merupakan satwa karnivora yaitu mamalia pemakan
daging. Tidak seperti satwa karnivora lainnya, kelompok kucing besar termasuk
harimau tidak dapat menggantikan pakannya dengan pakan tumbuhan karena sifat
anatomi alat pencernaannya khusus sebagai pemakan daging. Kelompok ini
merupakan kelompok karnivora spesialis yang cenderung menangkap bebarapa
jenis satwa mangsa, rata-rata kurang lebih 4 jenis (Kitchener, 1991 ; Jackson,
1990 dalam Sriyanto, 2003).
Jenis satwa mangsa yang ditemui pada lokasi pengamatan yaitu babi hutan
(Sus scrofa), rusa sambar (Cervus unicolor ), beruang madu (Helarctos
malayanus), kijang (Muntiacus muntjak), monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis), kancil (Tragulus napu) dan siamang (Symphalangus syndactylus).
Berikut ini merupakan kepadatan populasi dugaan dan nilai indeks
keanekaragaman satwa mangsa di lokasi penelitian.
Tabel 19. Kepadatan Populasi Dugaan dan Indeks Keanekaragaman Satwa Mangsa
Kepadatan Populasi Dugaan (ind/ha)
Lokasi Babi hutan
Rusa sambar Kijang
Beruang madu Kancil
Monyet eko r
panjang Siamang
Indeks Keanekaragaman
(H’) Way Kanan
23
34
1
8
1
26 1.45
Plang Hijau
16
4
1
1
3
1.13
Kepala Kerbau
23
9
4
4
1.27
Way Kanan (D1, Kalibiru dan D2) merupakan areal dengan kepadatan
populasi harimau sumatera yang paling tinggi dibandingkan dengan areal yang
lain. Berdasarkan Tabel 19, terlihat bahwa dugaan kepadatan populasi mangsa di
Way Kanan lebih tinggi dibandingkan yang lain. Kepadatan populasi dugaan
satwa mangsa yang tertinggi pada lokasi ini adalah rusa sambar, monyet ekor
panjang dan babi hutan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap rambut
dalam sampel feses yang dilakukan oleh Sriyanto (2003) di lokasi ini, diperoleh
keterangan bahwa persentase rusa sambar sebagai mangsa harimau di Taman
Nasional Way Kambas adalah 19,7 %, monyet 27,5 % dan babi hutan 33,3 %
(jumlah sampel feses 64). Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa babi
hutan, monyet ekor panjang dan rusa sambar adalah satwa mangsa yang disukai
oleh harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas Kepadatan populasi
dugaan satwa mangsa yang terendah yaitu kijang dan kancil. Tingginya nilai
dugaan kepadatan populasi satwa mangsa di Way Kanan, diantaranya didukung
oleh ketersediaan pakan yang cukup serta air yang masih tersedia pada saat musim
kemarau meskipun dalam jumlah yang terbatas.
Pada lokasi Plang Hijau (Way Negara Batin dan Pos Bulus) kepadatan
populasi dugaan satwa mangsa lebih rendah daripada Way Kanan. Kepadatan
populasi dugaan yang tertinggi di lokasi ini adalah babi hutan dan yang terendah
yaitu kijang dan beruang madu. Tanda-tanda keberadaan harimau sendiri sangat
jarang ditemukan pada lokasi ini. Rendahnya kepadatan populasi dugaan satwa
mangsa dapat disebabkan oleh adanya aktivitas manusia karena lokasi ini dilalui
oleh jalan yang menghubungkan Plang Hijau dengan Way Kanan. Selain itu,
ketersediaan air yang terbatas saat musim kemarau juga mengakibatkan kepadatan
populasi dugaan satwa mangsa lebih kecil dibandingkan dengan lokasi lain.
Jenis satwa mangsa yang memiliki kepadatan populasi dugaan yang
tertinggi di Kepala Kerbau adalah babi hutan dan terendah adalah kijang dan
kancil. Meskipun kepadatan populasi dugaan satwa mangsa cukup tinggi, tanda-
tanda keberadaan harimau tidak terlalu banyak. Hal ini dapat disebabkan oleh
kurangnya komponen pelindung atau cover bagi harimau yang tidak tahan
terhadap panas matahari, karena areal ini merupakan hutan bekas terbakar yang
masih sangat terbuka dan tidak terdapat tumbuhan tingkat pohon. Selain itu, juga
dapat diakibatkan oleh aktivitas manusia yang masuk karena lokasi ini berdekatan
dengan pemukiman penduduk.
Di Way Kanan ditemukan 6 jenis satwa mangsa yaitu babi hutan, rusa
sambar, beruang madu, kijang, monyet ekor panjang dan kancil dengan nilai
indeks keanekaragaman (H’) 1,45. Jenis satwa mangsa di Plang Hijau berjumlah 5
jenis yaitu babi hutan, rusa sambar, beruang madu, kijang dan siamang dengan
nilai indeks keanekaragaman (H’) 1,13. Untuk Kepala Kerbau terdapat 4 jenis
satwa mangsa yaitu babi hutan, rusa sambar, kijang dan kancil dengan nilai indeks
keanekaragaman (H’) 1,27. Lokasi yang memiliki keanekaragaman jenis satwa
paling tinggi yaitu Way Kanan dan yang terendah yaitu Plang Hijau. Hal ini dapat
mempengaruhi pilihan harimau terhadap habitat yang ditempatinya yaitu lebih
memilih daerah dengan keanekaragaman jenis satwa mangsa yang tinggi.
Satwa karnivora lebih mementingkan kuantitas dan ketersediaan makanan
daripada kualitasnya. Pada umumnya karnivora mempunyai makanan dengan
jenis yang banyak tetapi selalu memilih jenis makanan yang tersedia dan mudah
dikuasai. Kepadatan populasi satwaliar yang dimangsa ditentukan oleh kuantitas
dan kualitas habitatnya. Kondisi habitat dapat menentukan kemampuan satwa
mangsa untuk melepaskan diri dari sergapan pemangsa. Keadaan habitat dapat
dikenali dari kelimpahan satwaliar yang dimangsa, sedangkan pemangsa tidak
mencerminkan keadaan habitatnya (Alikodra, 2002). Kondisi habitat yang sesuai
bagi harimau sumatera adalah daerah yang memiliki kepadatan dan
keanekaragaman satwa mangsa yang tinggi.
G. Analisis Feses
Feses harimau sumatera umumnya berbentuk bulat panjang dengan bau
khas dan menyengat. Pada feses terdapat rambut atau tulang satwa mangsa yang
dimakan. Setelah ± 2 minggu, feses sering berbentuk setumpuk rambut atau tulang
satwa mangsa serta tidak berbau menyengat lagi (STP, 1997 dalam Wahyudi,
2003).
Pakan harimau liar di habitatnya dapat diketahui berdasarkan analisis feses
secara makroskopis dengan melihat sisa bagian satwa mangsa yang dimakan
harimau berupa rambut atau tulang. Dari lima feses harimau yang ditemukan
selama pengamatan terdiri dari sisa bagian tubuh babi hutan, rusa sambar, monyet
ekor panjang dan kijang. Hasil analisis feses untuk mengetahui jenis satwa
mangsa dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Analisis Feses Secara Makroskopis
No Feses Jenis Satwa Mangsa Keterangan 1 Kijang Rambut
2 Babi hutan, rusa sambar Rambut 3 Monyet Rambut
4 Monyet, babi hutan Rambut, tulang 5 Babi hutan Rambut
Analisis deskriptif terhadap rambut dalam feses secara makroskopis
dilakukan dengan membandingkan bentuk-bentuk rambut seperti warna, panjang
dan ketebalan. Deskripsi rambut secara makroskopis berbagai mangsa harimau
sumatera berdasarkan analisis feses dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Deskripsi Rambut Berbagai Mangsa Harimau berdasarkan Analisis Feses Harimau Secara Makroskopis
No Jenis Rambut Karakteristik Jenis Rambut yang Ditemukan
1. Babi hutan Warna bulu bervariasi dari hitam sampai keputihan dan warna yang paling dominan adalah warna hitam. Bentuk rambut agak besar/tebal, lurus, kasar dan kaku. Pada ujung rambut terdapat adanya percabangan (2-3 cabang). Pangkal rambut lebih besar daripada ujung rambut. Panjang rambut rata-rata dari hasil pengukuran adalah 3,72 cm.
2. Rusa sambar Pangkal rambut berwarna putih dan ujung rambut bervariasi dari warna hitam kecoklatan sampai abu-abu. Bentuk rambut kaku, agak kasar dan lurus. Panjang rambut rata-rata adalah 1,7 cm.
3. Monyet Warna rambut coklat keabu-abuan dan kemerahan. Bentuk rambut agak kecil, panjang, lurus sampai bergelombang, halus dan tidak kaku. Ukuran panjang rambut rata-rata adalah 4,54 cm.
4. Kijang Warna rambut coklat terang sampai coklat muda (coklat pudar). Bentuk rambut agak lurus, halus dan mudah patah. Ukuran panjang rambut rata-rata adalah 1,96 cm.
Sumber : Lekagul dan McNeely (1977), Sriyanto (2003) dan hasil pengolahan data primer
Semua feses ditemukan di jalur D2 (Way Kanan) yang merupakan hutan
bekas terbakar yang terbuka. Feses yang ditemukan pada jalur ini dapat dilihat
pada Gambar 16. Berdasarkan hasil pengamatan, feses harimau ditemukan pada
hutan dengan vegetasi terbuka dan memiliki kecenderungan di areal yang sama.
Hasil pengamatan harimau di kebun binatang menunjukkan sebanyak 70 % dari
harimau yang diamati mengeluarkan feses di tempat yang hampir sama
(berdekatan) yaitu di pinggir jalan. Sebagai pembanding, hasil penelitian di Afrika
terhadap kucing hutan, menunjukkan bahwa mereka biasa mengeluarkan feses
yang terkonsentrasi di satu tempat. Hal ini kemungkinan bertujuan agar tempat
tersebut mengeluarkan bau yang lebih menyengat sehingga mudah dikenali kucing
lain (Kitchener, 1991 dalam Sriyanto, 2003).
Gambar 17. Feses Harimau Sumatera
Jenis satwa mangsa yang ditemukan berdasarkan hasil analisis feses cukup
banyak tersedia di lokasi penelitian. Dari lima feses yang ditemukan, tiga feses
terdapat sisa rambut babi hutan, dua feses terdapat sisa rambut monyet dan sisa
rambut kijang serta rusa sambar masing-masing satu feses. Hasil analisis ini
belum dapat dijadikan ukuran tingkat kesukaan harimau sumatera di Taman
Nasional Way Kambas terhadap jenis satwa mangsa tertentu karena terbatasnya
jumlah feses yang dianalisis.
H. Gangguan
Taman Nasional Way Kambas memiliki potensi gangguan yang tinggi
karena letak kawasan yang dekat dan berbatasan langsung dengan pemukiman
penduduk serta aksesibilitas yang relatif mudah. Beberapa jenis
ancaman/gangguan yang terjadi di dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas
yang dapat mengancam keberadaan harimau sumatera secara langsung maupun
tidak langsung antara lain penebangan liar (illegal logging), perburuan liar,
perambahan hutan dan kebakaran hutan. Penyebaran lokasi gangguan di Taman
Nasional Way Kambas dapat dilihat pada Gambar 17.
Sumber : Balai TNWK Gambar 18. Peta Gangguan Tama n Nasional Way Kambas
a. Penebangan Liar (Illegal Logging)
Kegiatan penebangan liar di dalam kawasan Taman Nasional Way
Kambas cukup marak antara lain dilakukan oleh masyarakat setempat, pengusaha
illegal yang membayar masyarakat untuk mencuri kayu dan masyarakat
pendatang. Berbagai jenis kayu yang menjadi sasaran kegiatan illegal logging
diantaranya rengas (Gluta rengas), meranti (Shorea sp), gaharu (Aquilaria sp),
gelam (Melaleuca leucadendron ) dan beberapa jenis kayu yang lain. Pada tahun
2004 setidaknya terjadi 20 kasus penebangan liar di kawasan Taman Nasional
Way Kambas dan 16 diantaranya terjadi di wilayah Cabang dan Bungur.
Aktivitas penebangan liar terutama terjadi di wilayah Bungur dan Cabang
karena memiliki aksesibilitas yang mudah dijangkau melalui aliran sungai Way
Pegadungan yang juga merupakan batas kawasan. Kondisi tersebut sangat
berpengaruh pada harimau sumatera karena adanya penebangan liar dapat
merusak fungsi habitat yang diperlukan oleh harimau sumatera. Hal ini dapat
terlihat dari tanda-tanda keberadaan harimau sumatera di wilayah Bungur dan
Cabang yang sangat sulit ditemukan.
Illegal logging
Perambahan hutan
Perburuan liar
Kebakaran hutan
b. Perburuan liar
Seperti halnya penebangan liar, kegiatan perburuan liar di Taman Nasional
Way Kambas banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan. Pada tahun
2002 pernah terjadi kasus perburuan liar yang dilakukan oleh oknum perwira TNI
AL dan sipil dengan barang bukti satwa buruan berupa 5 ekor rusa sambar
(Cervus unicolor). Satwaliar lain yang biasanya menjadi sasaran perburuan
diantaranya babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak) dan berbagai
jenis burung.
Doc TNWK
Gambar 19. Hasil Perburuan Liar di Taman Nasional Way Kambas
Beberapa jenis satwaliar yang diburu di dalam kawasan Taman Nasional
Way Kambas merupakan satwa mangsa bagi harimau sumatera. Perburuan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya populasi satwa mangsa sangat berpengaruh
juga terhadap populasi harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas,
karena harimau sangat tergantung pada keberadaan satwa mangsa sebagai sumber
makanannya.
c. Perambahan Hutan
Perambahan hutan di Taman Nasional Way Kambas banyak dilakukan
oleh masyarakat sekitar yang berbatasan langsung dengan kawasan. Sebagian
besar areal perambahan tersebut digunakan untuk kegiatan perladangan (Gambar
19). Pada tahun 2004 luas areal perambahan mencapai 7000 ha terutama di sekitar
wilayah Susukan Baru dan Bungur. Adanya perambahan hutan menyebabkan luas
habitat bagi harimau dan satwa lain semakin menyempit.
Frekunsi Gangguan Kawasan di TNWK
0
10
20
30
40
50
Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004
Waktu
Jum
lah
kas
us Penebangan Liar
Pengambilan Hasil hutan
Perburuan Liar
Pencurian ikan
pembakaran hutan
perambahan
Doc TNWK
Gambar 20. Perambahan Hutan di Taman Nasional Way Kambas
d. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan yang terjadi di kawasan Taman Nasional Way Kambas
sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia di dalam kawasan seperti
perambahan, penebangan dan perburuan liar. Bencana kebakaran ini terutama
terjadi pada musim kemarau yaitu sekitar bulan Mei sampai September.
Kebakaran hutan menyebabkan satwa-satwa yang berada di dalam kawasan
terganggu, termasuk harimau sumatera, karena panasnya api, asap serta abu yang
timbul akibat kebakaran.
Dari berbagai gangguan tersebut, yang memiliki frekuensi gangguan
tertinggi adalah kegiatan penebangan liar sedangkan terendah adalah perburuan
liar. Jumlah kasus gangguan dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas
cukup banyak terjadi pada tahun 2003 dan kembali menurun pada tahun 2004.
Frekuensi gangguan di Taman Nasional Way Kambas selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar 20.
Sumber : Balai TNWK
Gambar 21. Frekuensi Gangguan di Taman Nasional Way Kambas
Selain sebab-sebab di atas, faktor keamanan yang kurang juga
berpengaruh terhadap kegiatan monitoring harimau sumatera di Taman Nasional
Way Kambas. Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) yang merupakan
mitra Taman Nasional Way Kambas dalam upaya konservasi harimau sumatera
menggunakan camera trap untuk memonitoring keberadaan harimau sumatera.
Beberapa kamera yang dipasang di areal TIMA (Tiger Intensive Monitoring Area)
hilang dicuri sehingga kegiatan monitoring harimau sumatera menjadi terhambat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tipe habitat yang digunakan oleh harimau sumatera di Taman Nasional
Way Kambas adalah hutan dataran rendah, hutan rawa dan hutan bekas
terbakar. Kerapatan vegetasi mempengaruhi kepadatan jumlah harimau
sumatera, yaitu pada vegetasi yang tidak terlalu rapat lebih banyak
ditemukan tanda-tanda keberadaan harimau sumatera.
2. Kerapatan penutupan tajuk pohon yang digunakan sebagai cover harimau
sumatera di Taman Nasional Way Kambas termasuk dalam kelas 2 yaitu
penutupan daun antara 1/8 – 1/3 dari luas petak contoh dan kelas 3, yaitu
penutupan daun antara 1/3 – 2/3 dari luas petak contoh. Selain itu, juga
ditemukan alang-alang sebagai tempat berlindung bagi harimau sumatera.
3. Sumber air sebagai komponen penting dari habitat harimau sumatera yang
digunakan di Taman Nasional Way Kambas yaitu Sungai Way Kanan,
Rawa Badak, Camp Siang, Rawa Cengok dan Rawa Kalibiru II. Sumber
air tersebut secara umum memiliki warna air keruh sampai jernih, pH
tergolong asam yaitu 6, tepian sumber air yang landai dan teduh serta
dekat dengan jalur satwa mangsa.
4. Satwa mangsa sebagai komponen pakan pada habitat harimau sumatera di
Taman Nasional Way Kambas yang dapat ditemukan adalah babi hutan,
rusa sambar, kijang, monyet, siamang dan beruang madu. Kepadatan
populasi dugaan dan keanekaragaman jenis satwa mangsa yang tertinggi
terletak di Way Kanan (D1, Kalibiru dan D2). Tingginya nilai dugaan
kepadatan populasi satwa mangsa di Way Kanan, disebabkan oleh
ketersediaan pakan serta air yang cukup. Berdasarkan analisis feses
harimau sumatera secara makroskopis, jenis satwa mangsa yang dimakan
adalah babi hutan, rusa sambar, monyet dan kijang.
B. Saran
1. Perlu dilakukan monitoring dan penelitian lebih lanjut terhadap
keberadaan harimau sumatera di lokasi lain terutama daerah yang memiliki
tipe habitat yang berbeda seperti di hutan mangrove dan hutan pantai.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh perubahan habitat akibat
proses suksesi vegetasi terhadap harimau sumatera di Taman Nasional
Way Kambas.
3. Perlu dilakukan penyediaan sumber-sumber air buatan yang permanen
bagi satwa untuk mengatasi kekurangan air pada musim kemarau di
Taman Nasional Way Kambas. Penyediaan air dapat berupa bak permanen
di jalur-jalur lintasan satwaliar terutama di daerah antara Plang Hijau-Way
Kanan.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Aliry, W. K. A. 2004. Studi Jenis Pakan Babi Hutan (Sus scrofa Linn, 1758) di
Wilayah Granit dan Rantau Langsat Taman Nasional Bukit Tigapuluh Propinsi Riau dan Jambi. Program D3 Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor
Bailey, J. A. 1982. Principles of Wildlife Management. John Wiley & Sons Inc.
New York Borner, M. 1992. Status and Conservation of the Sumatran Tiger. Sumatran Tiger
Population and Viability Analysis Workshop. Indonesian Directorate of Forest Protection and Nature Conservation and IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group. Jakarta
Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. 1978. Mamalia di Indonesia.
Direktorat Jenderal Kehutanan. Bogor FWI/GFW. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Indonesia : Forest Watch
Indonesia dan Washington DC : Global Forest Watch. Bogor Goldman, C. R dan A. J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill International
Book Company. Tokyo Gunawan, H. 1998. Perilaku Makan Siamang (Hylobates syndactylus Raffles,
1821) di Areal HPH PT. Injapsin Camp. Jambi. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehuta nan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Grzimek, B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia. Volume 12. Van
Nostrand Reinhold Company. New York Heryatin, T. dan A. Aniger. 1984. “Harimau Sumatera di Propinsi Jambi”, dalam
Khazanah Flora dan Fauna Nusantara. Ed. : S.D Sastrapradja, S. Adisoemarto dan M.A. Rifai. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Hutabarat, A. S. 2005. Perencanaan Tapak Pusat Konservasi Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Senepis, Propinsi Riau. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
IUCN/SSC. 1996. Status Survey and Conservation Action Plan Wild Cats.
IUCN/SSC Cat Specialist Group. IUCN Publication Services Unit. Cambridge
Kartono, A. P. 2000. Teknik Inventarisasi Satwaliar dan Habitatnya. Laboratorium Ekologi Satwaliar. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Kartawinata, K. dan A. J. Whitten. 1991. Krisis Biologi : Hilangnya
Keanekaragaman Biologi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Krebs, C. J. 1978. Ecological Methodology. Harper and Row Publishers. New
York Lekagul, B. dan J. A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand. Sahakarnbhat Co.
Bangkok McDougal, C. 1979. The Face of the Tiger. Rivington Book and Andre Deutsch.
London Poole, R. W. 1974. An Introduction to Quantitative Ecology. McGraw Hill, Inc.
Tokyo Radiyus, R. 2004. Studi Jenis Pakan Rusa Sambar (Cervus unicolor) di Wilayah
Granit dan Rantau Langsat Taman Nasional Bukit Tigapuluh Propinsi Riau dan Jamb i. Program D3 Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor
Rismayani, R. 1999. Analisis Hubungan Antara Tipe Aktivitas dan Karakteristik
Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles, 1821) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Selatan. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor
Santiapillai C. dan W. S. Ramono. 1985. On the Status of the Tiger (Panthera
tigris sumatrae, Pocock 1829) in Sumatera. World Wide Fund (WWF) & International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Jakarta
Slater, P. dan R. M. Alexander. 1986/ The Encyclopedia of Animal Behaviour and
Biology. Volume VIII. Equinox (Oxford) Ltd. London Sinaga, W. H. 2004. Pengalaman Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS)
dalam Implementasi Konservasi Harimau Sumatera secara Insitu di Pulau Sumatera. Prosiding Seminar Harimau Sumatera. Uni Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor. Bogor
Siswomartono, D., Samedi, N. Andalusi, F. I. Hardjanti. 1994. Strategi
Konservasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Depertemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta
Soehartono, T. dan Mardiastuti, A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Japan International Cooperation Agency. Jakarta
Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sriyanto, 2003. Kajian Mangsa Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae,
Pocock 1929) di Taman Nasional Way Kambas. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Suwelo, I. dan A. Somantri. 1978. Pedoman Pengelolaan Satwa Langka –
Mamalia, Reptilia dan Amphibia. Jilid I. Direktorat Jenderal Kehutanan, Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. Bogor
Wahyudi, Ifan. 2003. Survey Keberadaan Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) di Taman Nasional Way Kambas. Laporan Kerja Praktek. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Unila. Lampung
Lampiran 1. Peta Taman Nasional Way Kambas
Lampiran 2. Peta Sumber Air yang Digunakan Harimau Sumatera di Taman Nasional Way Kambas Lampiran 3. Tanda Keberadaan Harimau Sumatera yang ditemukan pada Lokasi Pengamatan
Tanda Sekunder No Lokasi Jejak Scrape Scratch Feses
Jumlah Keterangan
� 8 Ukuran jejak : 2 jejak, p = 15 cm l = 13 cm 3 jejak, p = 16 cm l = 19 cm 3 jejak, p = 13 cm l = 12 cm
� 10
1. D 1
� 2 Pada pohon mentru � 19 2. D 2
� 5 Satwa mangsa : kijang, babi
hutan, monyet dan rusa sambar 3. Kepala Kerbau � 1 p = 15 cm l = 13 cm. Umur
jejak sudah lama
Lampiran 4. Hasil Analisis Vegetasi Camp D1 Semai
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
1 Deluak 8350 12.641938 0.56 7.650273224 20.292211 0.2614543 2 Sulangkar 900 1.3626041 0.2 2.732240437 4.0948445 0.0585344 3 Sempu air 2450 3.7093111 0.38 5.191256831 8.900568 0.1221967
4 Meranti 2650 4.012112 0.46 6.284153005 10.296265 0.1290236 5 Belimbingan 350 0.5299016 0.04 0.546448087 1.0763497 0.0277681
6 Soka 4450 6.7373202 0.42 5.737704918 12.475025 0.1817397
7 Balem 150 0.2271007 0.02 0.273224044 0.5003247 0.0138248 8 Mitis 1550 2.346707 0.18 2.459016393 4.8057234 0.0880521
9 Merawan 300 0.4542014 0.06 0.819672131 1.2738735 0.0245014
10 Tiga urat 2400 3.6336109 0.34 4.644808743 8.2784196 0.1204521 11 Gandaria 450 0.681302 0.12 1.639344262 2.3206463 0.0339896 12 Jambon 2200 3.33081 0.42 5.737704918 9.0685149 0.1133126
13 Tluntum 5450 8.2513248 0.52 7.103825137 15.35515 0.2058538 14 Laban 350 0.5299016 0.08 1.092896175 1.6227978 0.0277681
15 Badotan 200 0.3028009 0.02 0.273224044 0.576025 0.017562
16 Keruing 450 0.681302 0.08 1.092896175 1.7741982 0.0339896 17 Sumedang 300 0.4542014 0.04 0.546448087 1.0006495 0.0245014
18 Menggris 4450 6.7373202 0.54 7.37704918 14.114369 0.1817397
19 Mindi 2150 3.2551098 0.34 4.644808743 7.8999185 0.1114857 20 Suren 3300 4.996215 0.46 6.284153005 11.280368 0.1497111
21 Plangas 1250 1.8925057 0.1 1.366120219 3.2586259 0.0750808 22 Nangi 150 0.2271007 0.06 0.819672131 1.0467728 0.0138248 23 Kenaren 550 0.8327025 0.02 0.273224044 1.1059265 0.0398719
24 Ki Apit 1400 2.1196064 0.28 3.825136612 5.944743 0.0816884
25 Ki Teja 150 0.2271007 0.06 0.819672131 1.0467728 0.0138248 26 Pitis 200 0.3028009 0.04 0.546448087 0.849249 0.017562
27 Kedawung 500 0.7570023 0.1 1.366120219 2.1231225 0.0369687
28 Joho 200 0.3028009 0.06 0.819672131 1.122473 0.017562 29 Parutan 850 1.2869039 0.08 1.092896175 2.3798 0.056018
30 Kopen 450 0.681302 0.1 1.366120219 2.0474223 0.0339896 31 Waru waruan 100 0.1514005 0.04 0.546448087 0.6978485 0.0098304 32 Meranji 200 0.3028009 0.04 0.546448087 0.849249 0.017562
33 Salaman 300 0.4542014 0.06 0.819672131 1.2738735 0.0245014
34 Berasan 300 0.4542014 0.04 0.546448087 1.0006495 0.0245014 35 Kasapan 500 0.7570023 0.04 0.546448087 1.3034504 0.0369687
36 Karetan 50 0.0757002 0.02 0.273224044 0.3489243 0.0054399
37 Klandri 400 0.6056018 0.14 1.912568306 2.5181701 0.0309263 38 Rukem 300 0.4542014 0.06 0.819672131 1.2738735 0.0245014
39 Aseman 50 0.0757002 0.02 0.273224044 0.3489243 0.0054399
40 Saninten 150 0.2271007 0.04 0.546448087 0.7735488 0.0138248 41 Mangir 50 0.0757002 0.02 0.273224044 0.3489243 0.0054399
42 Jelutung 150 0.2271007 0.06 0.819672131 1.0467728 0.0138248
43 Sempu 300 0.4542014 0.04 0.546448087 1.0006495 0.0245014 44 Puspa 14650 22.180167 0.52 7.103825137 29.283992 0.334027
Jumlah 66050 100 7.32 100 200 2.885141
Pancang
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
1 Rukem 256 3.823178 0.26 4.113924051 7.9371021 0.1247919
2 Tluntum 624 9.3189964 0.54 8.544303797 17.8633 0.2211505
3 Gandaria 32 0.4778973 0.08 1.265822785 1.74372 0.0255366
4 Berasan 272 4.0621266 0.3 4.746835443 8.8089621 0.1301287
5 Mitis 224 3.3452808 0.2 3.164556962 6.5098377 0.1136599
6 Tiga urat 592 8.8410992 0.5 7.911392405 16.752492 0.2144638
7 Soka 584 8.7216249 0.32 5.063291139 13.784916 0.2127522
8 Deluak 320 4.7789725 0.18 2.848101266 7.6270738 0.1453259
9 Kopen 24 0.3584229 0.04 0.632911392 0.9913343 0.0201836
10 Plangas 64 0.9557945 0.08 1.265822785 2.2216173 0.0444481
11 Suren 200 2.9868578 0.22 3.481012658 6.4678705 0.104867
12 Nangi 136 2.0310633 0.18 2.848101266 4.8791646 0.0791426
13 Ki Apit 168 2.5089606 0.24 3.797468354 6.3064289 0.0924628
14 Sempu air 320 4.7789725 0.28 4.430379747 9.2093523 0.1453259
15 Meranti 208 3.1063321 0.24 3.797468354 6.9038005 0.1078434
16 Sulangkar 32 0.4778973 0.06 0.949367089 1.4272643 0.0255366
17 Mindi 72 1.0752688 0.14 2.215189873 3.2904587 0.0487376
18 Sempu 152 2.2700119 0.14 2.215189873 4.4852018 0.0859287
19 Bencoi 16 0.2389486 0.02 0.316455696 0.5554043 0.0144246
20 Ki Teja 8 0.1194743 0.02 0.316455696 0.43593 0.0080404
21 Jambon 304 4.5400239 0.32 5.063291139 9.603315 0.1403883
22 Katesan 176 2.6284349 0.22 3.481012658 6.1094475 0.095643
23 Keruing 24 0.3584229 0.02 0.316455696 0.6748786 0.0201836
24 Rambutan hutan 40 0.5973716 0.08 1.265822785 1.8631943 0.0305877
25 Laban 104 1.5531661 0.12 1.898734177 3.4519002 0.0646874
26 Merawan 16 0.2389486 0.02 0.316455696 0.5554043 0.0144246
27 Kenaren 64 0.9557945 0.08 1.265822785 2.2216173 0.0444481
28 Belimbingan 24 0.3584229 0.04 0.632911392 0.9913343 0.0201836
29 Menggris 328 4.8984468 0.32 5.063291139 9.961738 0.1477495
30 Puspa 904 13.500597 0.44 6.962025316 20.462623 0.2703409
31 Walangan 16 0.2389486 0.02 0.316455696 0.5554043 0.0144246
32 Pancang 8 0.1194743 0.02 0.316455696 0.43593 0.0080404
33 Salaman 32 0.4778973 0.08 1.265822785 1.74372 0.0255366
34 Jelutung 16 0.2389486 0.04 0.632911392 0.87186 0.0144246
35 Pitis 48 0.7168459 0.06 0.949367089 1.666213 0.0353983
36 Sumedang 16 0.2389486 0.02 0.316455696 0.5554043 0.0144246
37 Joho 48 0.7168459 0.04 0.632911392 1.3497573 0.0353983
38 Meranji 56 0.8363202 0.08 1.265822785 2.102143 0.0400088
39 Kasapan 32 0.4778973 0.06 0.949367089 1.4272643 0.0255366
40 Mangir 8 0.1194743 0.02 0.316455696 0.43593 0.0080404
41 Parutan 48 0.7168459 0.06 0.949367089 1.666213 0.0353983
42 Klandri 56 0.8363202 0.06 0.949367089 1.7856873 0.0400088
43 Terentang 8 0.1194743 0.02 0.316455696 0.43593 0.0080404
44 Tokah 8 0.1194743 0.02 0.316455696 0.43593 0.0080404
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
45 Karetan 8 0.1194743 0.02 0.316455696 0.43593 0.0080404
Jumlah 6696 100 6.32 100 200 3.134149
Tiang No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
1 Tluntum 72 19.8895 0.34 14.5299 1.0294 18.0351 52.4545 0.32121
2 Sempu air 28 7.73481 0.2 8.54701 0.3651 6.39744 22.6793 0.19797
3 Berasan 4 1.10497 0.02 0.8547 0.0895 1.56735 3.52702 0.04978
4 Klandri 2 0.55249 0.02 0.8547 0.0447 0.78367 2.19086 0.02872
5 Mitis 20 5.52486 0.14 5.98291 0.3568 6.25042 17.7582 0.16
6 Sawon 4 1.10497 0.02 0.8547 0.0847 1.48337 3.44305 0.04978
7 Tokah 6 1.65746 0.06 2.5641 0.1268 2.22101 6.44257 0.06795
8 Jambon 44 12.1547 0.24 10.2564 0.7171 12.5644 34.9756 0.25615
9 Mindi 2 0.55249 0.02 0.8547 0.0281 0.49213 1.89932 0.02872
10 Meranti 8 2.20994 0.08 3.4188 0.129 2.26007 7.88882 0.08425
11 Nangi 4 1.10497 0.02 0.8547 0.0937 1.641 3.60067 0.04978
12 Menggris 10 2.76243 0.08 3.4188 0.1699 2.97679 9.15802 0.09915
13 Sempu 10 2.76243 0.1 4.2735 0.15 2.62889 9.66483 0.09915
14 Puspa 64 17.6796 0.38 16.2393 0.9576 16.7777 50.6966 0.30634
15 Laban 8 2.20994 0.06 2.5641 0.0947 1.65941 6.43346 0.08425
16 Deluak 10 2.76243 0.1 4.2735 0.1289 2.25923 9.29517 0.09915
17 Belimbingan 2 0.55249 0.02 0.8547 0.0398 0.69747 2.10465 0.02872
18 Ki Apit 36 9.94475 0.2 8.54701 0.5982 10.4807 28.9725 0.22954
19 Tiga urat 4 1.10497 0.04 1.7094 0.0347 0.60763 3.42201 0.04978
20 Suren 4 1.10497 0.02 0.8547 0.0632 1.10758 3.06725 0.04978
21 Rukem 4 1.10497 0.04 1.7094 0.0627 1.09921 3.91358 0.04978
22 Jengkol 2 0.55249 0.02 0.8547 0.0517 0.90643 2.31361 0.02872
23 Kandis 2 0.55249 0.02 0.8547 0.0163 0.28568 1.69287 0.02872
24 Parutan 10 2.76243 0.08 3.4188 0.2176 3.81291 9.99415 0.09915
25 Jelutung 2 0.55249 0.02 0.8547 0.0573 1.00435 2.41154 0.02872
Jumlah 362 100 2.34 100 5.7076 100 300 2.57526
Pohon
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H 1 Berasan 0.5 0.327869 0.02 0.66667 0.0499 0.55201 1.5465 0.01876
2 Jelutung 7 4.590164 0.18 6 0.3727 4.11982 14.71 0.14143
3 Tluntum 17.5 11.47541 0.4 13.3333 0.9375 10.3635 35.172 0.24844 4 Rukem 0.5 0.327869 0.02 0.66667 0.0301 0.33308 1.3276 0.01876
5 Parutan 7.5 4.918033 0.18 6 0.337 3.72491 14.643 0.14814 6 Meranti 5 3.278689 0.2 6.66667 0.345 3.81371 13.759 0.11206
7 Mindi 2 1.311475 0.08 2.66667 0.0752 0.83163 4.8098 0.05684 8 Nangok 1 0.655738 0.04 1.33333 0.0726 0.80289 2.792 0.03297
9 Menggris 24 15.7377 0.54 18 2.2492 24.8635 58.601 0.29101
10 Sempu 3 1.967213 0.1 3.33333 0.1563 1.72742 7.028 0.07728
11 Tokah 0.5 0.327869 0.02 0.66667 0.0431 0.47597 1.4705 0.01876 12 Puspa 65 42.62295 0.58 19.3333 3.4385 38.0099 99.966 0.36348
13 Jambon 4.5 2.95082 0.16 5.33333 0.2723 3.01002 11.294 0.10396
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
14 Salaman 0.5 0.327869 0.02 0.66667 0.0294 0.32547 1.32 0.01876
15 Belimbingan 0.5 0.327869 0.02 0.66667 0.0173 0.19169 1.1862 0.01876
16 Putat 1 0.655738 0.04 1.33333 0.0513 0.56759 2.5567 0.03297 17 Kandis 3 1.967213 0.08 2.66667 0.1585 1.75241 6.3863 0.07728
18 Menteng 0.5 0.327869 0.02 0.66667 0.0163 0.18025 1.1748 0.01876
19 Ki Apit 2 1.311475 0.06 2 0.0745 0.82314 4.1346 0.05684
20 Mitis 0.5 0.327869 0.02 0.66667 0.0168 0.18593 1.1805 0.01876 21 Sempu air 2.5 1.639344 0.1 3.33333 0.1299 1.43544 6.4081 0.06739
22 Deluak 1 0.655738 0.04 1.33333 0.0413 0.4563 2.4454 0.03297
23 Areng-areng 1 0.655738 0.04 1.33333 0.0436 0.48231 2.4714 0.03297 24 Laban 1.5 0.983607 0.02 0.66667 0.0636 0.70331 2.3536 0.04546
25 Suren 0.5 0.327869 0.02 0.66667 0.0242 0.26773 1.2623 0.01876
Jumlah 152.5 100 3 100 9.0462 100 300 2.07152
Kalibiru Semai
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
1 Ki Apit 1166.6667 2.774108 0.11111 2.6596 5.43368 0.099447 2 Jambon 2888.8889 6.869221 0.42222 10.106 16.9756 0.183966
3 Mitis 3722.2222 8.850726 0.28889 6.9149 15.7656 0.214601
4 Tokah 166.66667 0.396301 0.04444 1.0638 1.46013 0.021918 5 Mindi 55.555556 0.1321 0.02222 0.5319 0.66402 0.008757
6 Tluntum 8666.6667 20.60766 0.62222 14.894 35.5013 0.3255 7 Ki Teja 444.44444 1.056803 0.13333 3.1915 4.24829 0.048084 8 Karetan 7555.5556 17.96565 0.44444 10.638 28.604 0.308418
9 Berasan 222.22222 0.528402 0.04444 1.0638 1.59223 0.027704
10 Tiga urat 1055.5556 2.509908 0.26667 6.383 8.89289 0.092488 11 Klandri 8500 20.21136 0.4 9.5745 29.7858 0.323165
12 Parutan 55.555556 0.1321 0.02222 0.5319 0.66402 0.008757
13 Plangas 166.66667 0.396301 0.02222 0.5319 0.92822 0.021918 14 Putat 166.66667 0.396301 0.06667 1.5957 1.99205 0.021918
15 Kopen 111.11111 0.264201 0.02222 0.5319 0.79612 0.015684 16 Katesan 111.11111 0.264201 0.02222 0.5319 0.79612 0.015684 17 Gelam 555.55556 1.321004 0.04444 1.0638 2.38483 0.057157
18 Gandaria 444.44444 1.056803 0.11111 2.6596 3.71638 0.048084
19 Puspa 722.22222 1.717305 0.13333 3.1915 4.90879 0.069798 20 Rukem 444.44444 1.056803 0.15556 3.7234 4.78021 0.048084
21 Jambu- jambuan 1333.3333 3.170409 0.02222 0.5319 3.70232 0.109421
22 Salaman 777.77778 1.849406 0.15556 3.7234 5.57281 0.073797 23 Soka 555.55556 1.321004 0.08889 2.1277 3.44866 0.057157
24 Aseman 111.11111 0.264201 0.04444 1.0638 1.32803 0.015684
25 Deluak 55.555556 0.1321 0.02222 0.5319 0.66402 0.008757 26 Sulangkar 333.33333 0.792602 0.06667 1.5957 2.38835 0.038343
27 Bencoi 55.555556 0.1321 0.02222 0.5319 0.66402 0.008757
28 Sempu air 333.33333 0.792602 0.08889 2.1277 2.92026 0.038343 29 Kenaren 222.22222 0.528402 0.04444 1.0638 1.59223 0.027704
30 Putat air 277.77778 0.660502 0.04444 1.0638 1.72433 0.033157
31 Gaharu 55.555556 0.1321 0.02222 0.5319 0.66402 0.008757
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
32 Meranji 388.88889 0.924703 0.08889 2.1277 3.05236 0.043308
33 Kepil 166.66667 0.396301 0.04444 1.0638 1.46013 0.021918 34 Balem 166.66667 0.396301 0.02222 0.5319 0.92822 0.021918
Jumlah 42055.556 100 4.17778 100 200 2.468155
Pancang
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
1 Jambon 737.777778 15.74953 0.6 14.83517 30.58469 0.291108
2 Pitis 35.5555556 0.759013 0.044444 1.098901 1.857915 0.037047
3 Parutan 8.88888889 0.189753 0.022222 0.549451 0.739204 0.011892
4 Klandri 248.888889 5.313093 0.244444 6.043957 11.35705 0.155939
5 Kandis 62.2222222 1.328273 0.044444 1.098901 2.427175 0.057399
6 Tiga urat 266.666667 5.6926 0.4 9.890111 15.58271 0.16315
7 Mitis 204.444444 4.364327 0.2 4.945055 9.309382 0.136678
8 Karetan 320 6.83112 0.288889 7.142858 13.97398 0.183325
9 Tluntum 640 13.66224 0.488889 12.08791 25.75015 0.271952
10 Ki Apit 53.3333333 1.13852 0.111111 2.747253 3.885773 0.050954
11 Areng-areng 71.1111111 1.518027 0.088889 2.197802 3.715829 0.063571
12 Putat 391.111111 8.349147 0.066667 1.648352 9.997499 0.20731 13 Plangas putih 8.88888889 0.189753 0.022222 0.549451 0.739204 0.011892
14 Gandaria 71.1111111 1.518027 0.155556 3.846154 5.364181 0.063571
15 Gelam 195.555556 4.174573 0.044444 1.098901 5.273475 0.132591
16 Puspa 106.666667 2.27704 0.133333 3.296704 5.573744 0.086124
17 Rukem 400 8.5389 0.288889 7.142858 15.68176 0.210103
18 Putat air 595.555556 12.71347 0.311111 7.692309 20.40578 0.262216
19 Jambu- jambuan 26.6666667 0.56926 0.022222 0.549451 1.118711 0.029423 20 Sulangkar 80 1.70778 0.155556 3.846154 5.553934 0.069506
21 Waru-waruan 8.88888889 0.189753 0.022222 0.549451 0.739204 0.011892
22 Bencoi 26.6666667 0.56926 0.066667 1.648352 2.217612 0.029423
23 Soka 26.6666667 0.56926 0.044444 1.098901 1.668161 0.029423
24 Sempu air 53.3333333 1.13852 0.066667 1.648352 2.786872 0.050954
25 Meranti 8.88888889 0.189753 0.022222 0.549451 0.739204 0.011892
26 Katesan 17.7777778 0.379507 0.044444 1.098901 1.478408 0.021154
27 Ki Teja 8.88888889 0.189753 0.022222 0.549451 0.739204 0.011892
28 Kepil 8.88888889 0.189753 0.022222 0.549451 0.739204 0.011892
Jumlah 4684.44444 100 4.044444 100 200 2.674274
Tiang
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H 1 Laban 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0442 0.9102 2.51374 0.03451 2 Sempu 6.66667 2.08333 0.0667 2.72727 0.0853 1.7549 6.56548 0.08065 3 Nibung 4.44444 1.38889 0.0444 1.81818 0.0512 1.0544 4.26145 0.0594
4 Pancang 4.44444 1.38889 0.0444 1.81818 0.0539 1.1101 4.31716 0.0594
5 Areng-areng 8.88889 2.77778 0.0889 3.63636 0.1015 2.088 8.50216 0.09954
6 Tluntum 35.5556 11.1111 0.2 8.18182 0.4726 9.7254 29.0183 0.24414 7 Laban batu 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0658 1.3548 2.95829 0.03451
8 Ki Apit 48.8889 15.2778 0.2889 11.8182 0.7391 15.21 42.3055 0.28703
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
9 Karetan 15.5556 4.86111 0.1556 6.36364 0.2448 5.0374 16.2622 0.147 10 Jambon 35.5556 11.1111 0.2 8.18182 0.4875 10.031 29.3238 0.24414
11 Plangas 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0269 0.5538 2.15731 0.03451
12 Joho 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0312 0.6422 2.24578 0.03451 13 Katesan 8.88889 2.77778 0.0889 3.63636 0.1232 2.5362 8.95034 0.09954
14 Menggris 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0283 0.5825 2.18607 0.03451 15 Putat air 4.44444 1.38889 0.0222 0.90909 0.0539 1.1101 3.40807 0.0594
16 Rukem 8.88889 2.77778 0.0889 3.63636 0.115 2.3658 8.77995 0.09954 17 Puspa 28.8889 9.02778 0.2444 10 0.5272 10.848 29.8756 0.21711
18 Klandri 17.7778 5.55556 0.1556 6.36364 0.292 6.0095 17.9287 0.16058 19 Tiga urat 33.3333 10.4167 0.2222 9.09091 0.4878 10.038 29.5457 0.2356
20 Kandis 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0391 0.8043 2.40779 0.03451 21 Salaman 6.66667 2.08333 0.0667 2.72727 0.1668 3.4318 8.24245 0.08065
22 Sempu air 15.5556 4.86111 0.1111 4.54546 0.2558 5.2639 14.6705 0.147 23 Medang 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0616 1.2674 2.87091 0.03451
24 Meranti 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0229 0.4719 2.07539 0.03451 25 Meranji 6.66667 2.08333 0.0667 2.72727 0.1064 2.1896 7.0002 0.08065
26 Winong 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0255 0.5257 2.12927 0.03451 27 Gandaria 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0205 0.4209 2.02441 0.03451 28 Kepil 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0242 0.4984 2.10196 0.03451
29 Agathis 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0555 1.1418 2.7453 0.03451 30 Mitis 2.22222 0.69444 0.0222 0.90909 0.0497 1.0227 2.62624 0.03451
Jumlah 320 100 2.4444 100 4.8596 100 300 2.85001
Pohon
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H 1 Rengas 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.1132 1.779 3.3209 0.03451 2 Tokah 1.1111 1.3889 0.04444 1.6949 0.1533 2.4086 5.4924 0.0594 3 Sempu 3.8889 4.8611 0.11111 4.2373 0.3628 5.6992 14.798 0.147
4 Sawon 3.8889 4.8611 0.11111 4.2373 0.4504 7.0757 16.174 0.147
5 Sadeng 3.8889 4.8611 0.13333 5.0847 0.3963 6.2265 16.172 0.147 6 Katesan 2.2222 2.7778 0.08889 3.3898 0.1128 1.7722 7.9398 0.09954
7 Kandis 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0269 0.4228 1.9647 0.03451 8 Ramin 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0565 0.8873 2.4292 0.03451
9 Jambon 12.222 15.278 0.37778 14.407 0.6819 10.713 40.398 0.28703
10 Berasan 1.6667 2.0833 0.06667 2.5424 0.1032 1.6207 6.2464 0.08065 11 Ki Apit 4.4444 5.5556 0.15556 5.9322 0.1779 2.7952 14.283 0.16058 12 Karetan 10.556 13.194 0.24444 9.322 0.7233 11.364 33.88 0.26724 13 Mitis 2.7778 3.4722 0.11111 4.2373 0.192 3.0166 10.726 0.11668
14 Meranti 1.6667 2.0833 0.06667 2.5424 0.0867 1.3624 5.9881 0.08065
15 Areng-areng 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0236 0.3703 1.9122 0.03451 16 Ficus 1.1111 1.3889 0.04444 1.6949 0.495 7.7772 10.861 0.0594
17 Tluntum 1.6667 2.0833 0.06667 2.5424 0.1168 1.8346 6.4603 0.08065 18 Puspa 5 6.25 0.13333 5.0847 0.2204 3.462 14.797 0.17329
19 Mundu 1.1111 1.3889 0.04444 1.6949 0.1315 2.0656 5.1494 0.0594
20 Tiga urat 2.7778 3.4722 0.11111 4.2373 0.1123 1.764 9.4735 0.11668 21 Rukem 1.1111 1.3889 0.04444 1.6949 0.0624 0.9808 4.0646 0.0594 22 Salaman 1.1111 1.3889 0.04444 1.6949 0.0828 1.3009 4.3847 0.0594 23 Klandri 1.6667 2.0833 0.06667 2.5424 0.0889 1.3966 6.0223 0.08065
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
24 Sempu air 2.7778 3.4722 0.06667 2.5424 0.1456 2.2869 8.3015 0.11668
25 Balem 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.2548 4.0027 5.5446 0.03451 26 Kenaren 1.1111 1.3889 0.04444 1.6949 0.2649 4.162 7.2458 0.0594
27 Meranji 3.3333 4.1667 0.11111 4.2373 0.2657 4.1743 12.578 0.13242 28 Nangkan 1.1111 1.3889 0.02222 0.8475 0.0993 1.5597 3.7961 0.0594
29 Medang 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0255 0.4014 1.9433 0.03451
30 Kepil 1.6667 2.0833 0.06667 2.5424 0.0779 1.2231 5.8488 0.08065 31 Gaharu 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0176 0.2758 1.8177 0.03451 32 Merawan 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0956 1.5016 3.0435 0.03451 33 Parutan 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0269 0.4228 1.9647 0.03451
34 Putat 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0995 1.5635 3.1055 0.03451
35 Rau 0.5556 0.6944 0.02222 0.8475 0.0211 0.3308 1.8727 0.03451
Jumlah 80 100 2.62222 100 6.3652 100 300 3.1098
Camp D2
No Jenis K KR F FR INP H
1 Puspa 13800 28.69022869 1 10.5263158 39.216544 0.35823
2 Rukem 2200 4.573804574 1 10.5263158 15.10012 0.141094
3 Ki Apit 800 1.663201663 0.25 2.63157895 4.2947806 0.068132
4 Mitis 9600 19.95841996 1 10.5263158 30.484736 0.321634
5 Ki Teja 200 0.415800416 0.25 2.63157895 3.0473794 0.022797
6 Pulai 100 0.207900208 0.25 2.63157895 2.8394792 0.01284
7 Harendong 6500 13.51351351 0.5 5.26315789 18.776671 0.27047
8 Tiga urat 1400 2.910602911 0.75 7.89473684 10.80534 0.102942
9 Klandri 1600 3.326403326 0.5 5.26315789 8.5895612 0.113207
10 Laban 1200 2.494802495 0.25 2.63157895 5.1263814 0.092082
11 Soka 5300 11.01871102 0.75 7.89473684 18.913448 0.243026
12 Menggris 2300 4.781704782 0.75 7.89473684 12.676442 0.145382
13 Deluak 500 1.03950104 0.5 5.26315789 6.3026589 0.047468
14 Sempu air 900 1.871101871 0.5 5.26315789 7.1342598 0.074444
15 Kasapan 800 1.663201663 0.25 2.63157895 4.2947806 0.068132
16 Dahlia 100 0.207900208 0.25 2.63157895 2.8394792 0.01284
17 Keruing 400 0.831600832 0.25 2.63157895 3.4631798 0.03983 18 Katesan 200 0.415800416 0.25 2.63157895 3.0473794 0.022797
19 Waru-waruan 200 0.415800416 0.25 2.63157895 3.0473794 0.022797
Jumlah 48100 100 9.5 100 200 2.180144
Kepala Kerbau
No Jenis K KR F FR INP H
1 Rukem 3000 5.036937542 0.8 6.0150376 11.051975 0.1505224 2 Tiga urat 520 0.873069174 0.4 3.0075188 3.880588 0.0413914
3 Puspa 5440 9.133646743 1 7.518797 16.652444 0.2185869
4 Harendong 6560 11.01410343 0.6 4.5112782 15.525382 0.2429704 5 Kirinyuh 160 0.268636669 0.2 1.5037594 1.7723961 0.0159021
6 Klandri 440 0.738750839 0.3 2.2556391 2.9943899 0.0362576
7 Mitis 1640 2.753525856 0.4 3.0075188 5.7610447 0.0989146 8 Sulangkar 800 1.343183345 0.5 3.7593985 5.1025818 0.0578929
9 Kerisan 680 1.141705843 0.1 0.7518797 1.8935855 0.0510645
No Jenis K KR F FR INP H
10 Mindi 360 0.604432505 0.3 2.2556391 2.8600716 0.0308783
11 Menggris 1760 2.955003358 0.8 6.0150376 8.970041 0.1040655 12 Ki Apit 560 0.940228341 0.4 3.0075188 3.9477471 0.0438786
13 Soka 2000 3.357958361 0.8 6.0150376 9.372996 0.1139636
14 Tluntum 1120 1.880456682 0.7 5.2631579 7.1436146 0.0747229 15 Lombokan 7240 12.15580927 0.6 4.5112782 16.667087 0.256167
16 Laban 480 0.805910007 0.2 1.5037594 2.3096694 0.0388525 17 Ki Teja 920 1.544660846 0.4 3.0075188 4.5521796 0.064418 18 Sempu air 80 0.134318334 0.2 1.5037594 1.6380777 0.0088821
19 Suren 400 0.671591672 0.5 3.7593985 4.4309902 0.0336016
20 Lingi 9960 16.72263264 0.7 5.2631579 21.985791 0.2990688 21 Keruing 320 0.537273338 0.4 3.0075188 3.5447921 0.0280802
22 Meranti 80 0.134318334 0.2 1.5037594 1.6380777 0.0088821
23 Waru-waruan 8960 15.04365346 0.8 6.0150376 21.058691 0.284959 24 Laosan 120 0.201477502 0.1 0.7518797 0.9533572 0.0125062
25 Rau 80 0.134318334 0.1 0.7518797 0.886198 0.0088821
26 Kopen 40 0.067159167 0.1 0.7518797 0.8190389 0.0049066 27 Deluak 1720 2.887844191 0.4 3.0075188 5.895363 0.1023643
28 Ki Julang 40 0.067159167 0.1 0.7518797 0.8190389 0.0049066
29 Berasan 1760 2.955003358 0.5 3.7593985 6.7144019 0.1040655 30 Belimbingan 1360 2.283411686 0.1 0.7518797 3.0352914 0.0863015
31 Jambon 600 1.007387508 0.4 3.0075188 4.0149063 0.0463178
32 Mundu 80 0.134318334 0.1 0.7518797 0.886198 0.0088821 33 Plangas putih 280 0.470114171 0.1 0.7518797 1.2219939 0.0251979
Jumlah 59560 100 13.3 100 200 2.7082534
Way Negara Batin Semai
No Jenis Ki KR Fi FR INP H 1 Puspa 583.33333 0.600858 0.03333 0.363636 0.964495 0.030731
2 Menggris 4416.6667 4.549356 0.36667 4 8.549356 0.140583
3 Tiga urat 2250 2.317597 0.2 2.181818 4.499415 0.087249
4 Plangas 17333.333 17.85408 0.66667 7.272727 25.1268 0.307615 5 Sulangkar 2000 2.060086 0.23333 2.545454 4.60554 0.079981 6 Soka 2333.3333 2.403434 0.23333 2.545454 4.948888 0.089607
7 Berasan 2916.6667 3.004292 0.13333 1.454545 4.458837 0.105304 8 Meranji 1916.6667 1.974249 0.13333 1.454545 3.428794 0.077489
9 Sempu air 3250 3.34764 0.36667 4 7.347639 0.113716
10 Keruing 4750 4.892704 0.66667 7.272727 12.16543 0.147634
11 Belimbingan 83.333333 0.085837 0.03333 0.363636 0.449473 0.00606 12 Tluntum 2416.6667 2.48927 0.33333 3.636364 6.125634 0.091933
13 Karetan 83.333333 0.085837 0.03333 0.363636 0.449473 0.00606
14 Nangi 5916.6667 6.094421 0.43333 4.727273 10.82169 0.170509 15 Jarakan 916.66667 0.944206 0.03333 0.363636 1.307842 0.044024 16 Meranti 7000 7.210301 0.6 6.545454 13.75575 0.189606
17 Rukem 416.66667 0.429185 0.06667 0.727273 1.156457 0.023395
18 Gaharu 5500 5.665236 0.46667 5.090909 10.75615 0.162639
19 Sapen 666.66667 0.686695 0.03333 0.363636 1.050332 0.034205 20 Jelutung 83.333333 0.085837 0.03333 0.363636 0.449473 0.00606
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
21 Suren 1333.3333 1.373391 0.13333 1.454545 2.827936 0.058889
22 Merawan 1750 1.802575 0.26667 2.909091 4.711666 0.072391
23 Kedawung 750 0.772532 0.1 1.090909 1.863441 0.03757 24 Laban 1083.3333 1.11588 0.13333 1.454545 2.570425 0.050165
25 Medang 5416.6667 5.579399 0.63333 6.909091 12.48849 0.161026
26 Mangir 583.33333 0.600858 0.13333 1.454545 2.055404 0.030731
27 Joho 2833.3333 2.918455 0.5 5.454545 8.373 0.103142 28 Jambon 1666.6667 1.716738 0.16667 1.818182 3.53492 0.069781
29 Deluak 3833.3333 3.948498 0.26667 2.909091 6.857589 0.127609
30 Parutan 4250 4.377683 0.33333 3.636364 8.014046 0.136962 31 Mindi 500 0.515021 0.1 1.090909 1.605931 0.027135
32 Salaman 750 0.772532 0.13333 1.454545 2.227078 0.03757
33 Keranjen 83.333333 0.085837 0.03333 0.363636 0.449473 0.00606
34 Gejolang 333.33333 0.343348 0.06667 0.727273 1.07062 0.019482 35 Gandaria 833.33333 0.858369 0.13333 1.454545 2.312915 0.04084
36 Pitis 583.33333 0.600858 0.06667 0.727273 1.328131 0.030731 37 Kandis 166.66667 0.171674 0.06667 0.727273 0.898947 0.010931
38 Sungkai 250 0.257511 0.06667 0.727273 0.984783 0.015352 39 Sawon 666.66667 0.686695 0.1 1.090909 1.777604 0.034205
40 Kopen 1500 1.545064 0.23333 2.545454 4.090519 0.064431
41 Rau 916.66667 0.944206 0.06667 0.727273 1.671479 0.044024
42 Bendo 250 0.257511 0.03333 0.363636 0.621147 0.015352 43 Ki Apit 750 0.772532 0.1 1.090909 1.863441 0.03757
44 Betonan 500 0.515021 0.06667 0.727273 1.242294 0.027135
45 Rambutan hutan 250 0.257511 0.06667 0.727273 0.984783 0.015352 46 Ki Teja 83.333333 0.085837 0.03333 0.363636 0.449473 0.00606 47 Mitis 333.33333 0.343348 0.03333 0.363636 0.706984 0.019482
Jumlah 97083.333 100 9.16667 100 200 3.214385
Pancang
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
1 Soka 386.66667 4.387292 0.266667 3.652968 8.0402602 0.13717
2 Tluntum 493.33333 5.59758 0.533333 7.3059361 12.903516 0.16137 3 Menggris 186.66667 2.118003 0.1 1.369863 3.4878661 0.08164 4 Berasan 320 3.630862 0.2 2.739726 6.3705885 0.12039
5 Pitis 40 0.453858 0.033333 0.456621 0.9104788 0.02449
6 Rau 40 0.453858 0.066667 0.913242 1.3670998 0.02449
7 Jambon 413.33333 4.689864 0.233333 3.196347 7.8862111 0.1435
8 Deluak 53.333333 0.605144 0.066667 0.913242 1.5183858 0.03091 9 Karetan 13.333333 0.151286 0.033333 0.456621 0.6079069 0.00982
10 Rukem 93.333333 1.059002 0.166667 2.283105 3.3421066 0.04816
11 Mindi 146.66667 1.664145 0.1 1.369863 3.0340083 0.06816 12 Sempu air 680 7.715583 0.633333 8.6757991 16.391382 0.19767
13 Plangas 773.33333 8.774584 0.3 4.109589 12.884173 0.21351 14 Nangi 386.66667 4.387292 0.366667 5.0228311 9.4101232 0.13717
15 Kopen 186.66667 2.118003 0.1 1.369863 3.4878661 0.08164
16 Meranti 506.66667 5.748866 0.466667 6.3926941 12.14156 0.1642
17 Tepil 13.333333 0.151286 0.033333 0.456621 0.6079069 0.00982
18 Keruing 453.33333 5.143722 0.4 5.4794521 10.623174 0.15263
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
19 Joho 800 9.077156 0.633333 8.6757991 17.752955 0.2178
20 Medang 506.66667 5.748866 0.466667 6.3926941 12.14156 0.1642
21 Merawan 346.66667 3.933434 0.333333 4.56621 8.4996444 0.12727
22 Laban 133.33333 1.512859 0.2 2.739726 4.2525854 0.06341 23 Tiga urat 120 1.361573 0.133333 1.826484 3.1880574 0.0585
24 Gaharu 240 2.723147 0.266667 3.652968 6.3761149 0.09813
25 Mangir 133.33333 1.512859 0.166667 2.283105 3.7959644 0.06341 26 Salaman 80 0.907716 0.066667 0.913242 1.8209576 0.04268
27 Rambutan hutan 186.66667 2.118003 0.133333 1.826484 3.9444871 0.08164 28 Bencoi 280 3.177005 0.133333 1.826484 5.0034887 0.10958
29 Suren 133.33333 1.512859 0.1 1.369863 2.8827224 0.06341
30 Sungkai 133.33333 1.512859 0.033333 0.456621 1.9694804 0.06341
31 Gandaria 26.666667 0.302572 0.066667 0.913242 1.2158139 0.01755
32 Sawon 40 0.453858 0.033333 0.456621 0.9104788 0.02449 33 Sulangkar 66.666667 0.75643 0.066667 0.913242 1.6696717 0.03695
34 Menteng 13.333333 0.151286 0.033333 0.456621 0.6079069 0.00982 35 Parutan 80 0.907716 0.033333 0.456621 1.3643366 0.04268
36 Ki Apit 66.666667 0.75643 0.066667 0.913242 1.6696717 0.03695
37 Betonan 13.333333 0.151286 0.033333 0.456621 0.6079069 0.00982 38 Ki Teja 53.333333 0.605144 0.033333 0.456621 1.0617647 0.03091
39 Mundu 13.333333 0.151286 0.033333 0.456621 0.6079069 0.00982
40 Gejolang 53.333333 0.605144 0.033333 0.456621 1.0617647 0.03091
41 Mitis 93.333333 1.059002 0.066667 0.913242 1.9722436 0.04816
42 Puspa 13.333333 0.151286 0.033333 0.456621 0.6079069 0.00982 Jumlah 8813.3333 100 7.3 100 200 3.26805
Tiang
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
1 Sempu air 46.6667 13.592 0.3333 11.905 0.8841 13.8142 39.3112 0.27126
2 Parutan 20 5.8252 0.1667 5.9524 0.4181 6.53356 18.3112 0.16561
3 Berasan 23.3333 6.7961 0.2 7.1429 0.4548 7.10708 21.0461 0.18274
4 Deluak 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0774 1.20926 3.37061 0.045
5 Waru-waruan 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0344 0.53745 2.6988 0.045
6 Meranti 43.3333 12.621 0.3 10.714 0.8456 13.2135 36.5491 0.26123
7 Kemutul 13.3333 3.8835 0.1333 4.7619 0.2722 4.25355 12.899 0.12615
8 Rambutan hutan 16.6667 4.8544 0.1667 5.9524 0.3152 4.92546 15.7322 0.14686
9 Kopen 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0862 1.34735 3.5087 0.045
10 Salaman 30 8.7379 0.1667 5.9524 0.5344 8.35034 23.0406 0.21299
11 Keruing 20 5.8252 0.1667 5.9524 0.2186 3.41503 15.1927 0.16561
12 Joho 16.6667 4.8544 0.1333 4.7619 0.2865 4.47666 14.0929 0.14686
13 Betonan 16.6667 4.8544 0.1667 5.9524 0.3385 5.28946 16.0962 0.14686 14 Gaharu 6.66667 1.9417 0.0667 2.381 0.067 1.04711 5.36981 0.07654
15 Menggris 20 5.8252 0.1333 4.7619 0.3567 5.57312 16.1603 0.16561
16 Nangi 6.66667 1.9417 0.0667 2.381 0.0914 1.42863 5.75133 0.07654
17 Medang 10 2.9126 0.1 3.5714 0.1786 2.79133 9.27538 0.10299
18 Soka 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0404 0.63075 2.7921 0.045
19 Jaling 6.66667 1.9417 0.0667 2.381 0.1052 1.64427 5.96697 0.07654
20 Plangas 10 2.9126 0.1 3.5714 0.2688 4.20088 10.6849 0.10299
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
21 Rau 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0924 1.44356 3.60491 0.045
22 Katesan 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0562 0.8775 3.03885 0.045
23 Sawon 6.66667 1.9417 0.0333 1.1905 0.1583 2.47367 5.60589 0.07654
24 Jambon 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0637 0.99569 3.15704 0.045
25 Kemang 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0988 1.54309 3.70444 0.045 26 Gandaria 3.33333 0.9709 0.0333 1.1905 0.0562 0.8775 3.03885 0.045
Jumlah 343.333 100 2.8 100 6.3997 100 300 2.90888
Pohon
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
1 Meranti 26.6667 17.391 0.6333 13.4752 2.48846 17.558 48.424 0.30421
2 Rambutan hutan 9.16667 5.9783 0.3333 7.0922 0.52777 3.7238 16.794 0.16841
3 Kemutul 4.16667 2.7174 0.1667 3.5461 0.36772 2.5945 8.858 0.09798
4 Peklinting 5 3.2609 0.2 4.25532 0.4257 3.0037 10.52 0.11163
5 Nangi 10.8333 7.0652 0.3 6.38298 1.37217 9.6817 23.13 0.18723
6 Plangas 6.66667 4.3478 0.2667 5.67376 0.33479 2.3622 12.384 0.13633
7 Menggris 16.6667 10.87 0.3333 7.0922 2.35782 16.636 34.598 0.24122
8 Keruing 11.6667 7.6087 0.3667 7.80142 1.3924 9.8244 25.235 0.19599
9 Jambon 1.66667 1.087 0.0667 1.41844 0.13477 0.9509 3.4563 0.04915
1 Meniran 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.02803 0.1978 1.4505 0.02834
11 Merawan 1.66667 1.087 0.0667 1.41844 0.18325 1.293 3.7984 0.04915 12 Tluntum 2.5 1.6304 0.0667 1.41844 0.12766 0.9008 3.9496 0.06711
13 Medang 5 3.2609 0.1667 3.5461 0.56894 4.0143 10.821 0.11163
14 Rau 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.11913 0.8406 2.0933 0.02834
15 Mitis 2.5 1.6304 0.1 2.12766 0.18803 1.3267 5.0848 0.06711
16 Kenaren 1.66667 1.087 0.0667 1.41844 0.13536 0.9551 3.4605 0.04915
17 Sempu air 7.5 4.8913 0.2667 5.67376 0.44446 3.136 13.701 0.14761
18 Mangir 3.33333 2.1739 0.1333 2.83688 0.3083 2.1753 7.1861 0.08323 19 Berasan 5.83333 3.8043 0.1667 3.5461 0.32971 2.3264 9.6768 0.12437
20 Parutan 8.33333 5.4348 0.2667 5.67376 0.48248 3.4042 14.513 0.15828
21 Betonan 6.66667 4.3478 0.1333 2.83688 0.54611 3.8532 11.038 0.13633
22 Kenanga 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.06115 0.4314 1.6841 0.02834
23 Salaman 1.66667 1.087 0.0667 1.41844 0.1961 1.3836 3.889 0.04915
24 Joho 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.02718 0.1917 1.4444 0.02834
25 Bendo 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.13758 0.9707 2.2234 0.02834
26 Gandaria 1.66667 1.087 0.0333 0.70922 0.15784 1.1136 2.9098 0.04915
27 Cengkehan 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.04353 0.3071 1.5598 0.02834
28 Sawon 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.05022 0.3543 1.607 0.02834
29 Katesan 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.04794 0.3382 1.5909 0.02834
30 Puspa 1.66667 1.087 0.0667 1.41844 0.07315 0.5161 3.0215 0.04915
31 Kapukan 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.15735 1.1102 2.3629 0.02834
32 Mindi 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.03633 0.2564 1.509 0.02834
33 Pitis 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.15329 1.0816 2.3343 0.02834
34 Gejolang 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.05255 0.3708 1.6235 0.02834
35 Kedawung 0.83333 0.5435 0.0333 0.70922 0.11561 0.8157 2.0684 0.02834
Jumlah 153.333 100 4.7 100 14.1729 100 300 3.00199
Pos Bulus Semai
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
1 Puspa 7000 7.106599 0.3 3.448276 10.55487 0.1879089
2 Deluak 2000 2.030457 0.2 2.298851 4.329307 0.0791251
3 Jambon 2000 2.030457 0.35 4.022989 6.053445 0.0791251
4 Waru-waruan 5125 5.203046 0.25 2.873563 8.076609 0.1537982
5 Parutan 11000 11.16751 0.75 8.62069 19.7882 0.2448099
6 Klandri 500 0.507614 0.1 1.149425 1.65704 0.0268183
7 Tluntum 4375 4.441624 0.45 5.172414 9.614038 0.1383188
8 Menggris 3750 3.807107 0.45 5.172414 8.97952 0.1244277
9 Sempu air 6000 6.091371 0.55 6.321839 12.41321 0.1704546
10 Soka 11250 11.42132 0.5 5.747126 17.16845 0.2478071
11 Berasan 5375 5.456853 0.6 6.896552 12.3534 0.1587015
12 Ki Apit 1000 1.015228 0.2 2.298851 3.314079 0.0465996
13 Ki Teja 250 0.253807 0.05 0.574713 0.82852 0.0151684
14 Sulangkar 750 0.761421 0.2 2.298851 3.060272 0.0371401
15 Mindi 3625 3.680203 0.35 4.022989 7.703192 0.1215277
16 Salaman 3875 3.93401 0.25 2.873563 6.807573 0.1272853
17 Joho 1875 1.903553 0.3 3.448276 5.351829 0.0754083
18 Pitis 250 0.253807 0.05 0.574713 0.82852 0.0151684
19 Suren 875 0.888325 0.05 0.574713 1.463038 0.0419608
20 Tiga urat 750 0.761421 0.15 1.724138 2.485559 0.0371401
21 Rukem 375 0.380711 0.1 1.149425 1.530136 0.021209
22 Meranti 6125 6.218274 0.6 6.896552 13.11483 0.1727236
23 Kenaren 1750 1.77665 0.15 1.724138 3.500788 0.0716068
24 Plangas 7125 7.233503 0.4 4.597701 11.8312 0.1899841
25 Keruing 3750 3.807107 0.4 4.597701 8.404808 0.1244277
26 Nangi 2750 2.791878 0.3 3.448276 6.240154 0.0999061
27 Kopen 1875 1.903553 0.25 2.873563 4.777117 0.0754083
28 Rambutan hutan 500 0.507614 0.05 0.574713 1.082327 0.0268183
29 Gejolang 375 0.380711 0.05 0.574713 0.955423 0.021209
30 Dgandaria 125 0.126904 0.05 0.574713 0.701616 0.0084638
31 Winong 750 0.761421 0.1 1.149425 1.910847 0.0371401
32 Merawan 500 0.507614 0.05 0.574713 1.082327 0.0268183
33 Mangir 500 0.507614 0.05 0.574713 1.082327 0.0268183
34 Mitis 375 0.380711 0.05 0.574713 0.955423 0.021209
Jumlah 98500 100 8.7 100 200 3.0524363
Pancang
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
1 Puspa 200 3.3783784 0.3 4.4444444 7.822823 0.114452
2 Tiga urat 293.33333 4.954955 0.2 2.962963 7.917918 0.148886
3 Berasan 426.66667 7.2072072 0.35 5.1851852 12.39239 0.189556
4 Mitis 53.333333 0.9009009 0.15 2.2222222 3.123123 0.042428 5 Klandri 26.666667 0.4504505 0.05 0.7407407 1.191191 0.024336 6 Soka 693.33333 11.711712 0.4 5.9259259 17.63764 0.251167
7 Parutan 320 5.4054054 0.4 5.9259259 11.33133 0.157717
No Jenis Ki KR Fi FR INP H
8 Jambon 213.33333 3.6036036 0.2 2.962963 6.566567 0.119756
9 Menggris 133.33333 2.2522523 0.1 1.4814815 3.733734 0.085433
10 Tluntum 346.66667 5.8558559 0.5 7.4074074 13.26326 0.166173
11 Salaman 146.66667 2.4774775 0.2 2.962963 5.44044 0.091615 12 Sempu air 586.66667 9.9099099 0.65 9.6296296 19.53954 0.229081
13 Karetan 26.666667 0.4504505 0.05 0.7407407 1.191191 0.024336
14 Mindi 106.66667 1.8018018 0.1 1.4814815 3.283283 0.072367 15 Ki Apit 280 4.7297297 0.35 5.1851852 9.914915 0.144318
16 Rambutan hutan 146.66667 2.4774775 0.25 3.7037037 6.181181 0.091615 17 Joho 146.66667 2.4774775 0.25 3.7037037 6.181181 0.091615
18 Meranti 280 4.7297297 0.5 7.4074074 12.13714 0.144318
19 Rukem 26.666667 0.4504505 0.1 1.4814815 1.931932 0.024336
20 Keruing 173.33333 2.9279279 0.3 4.4444444 7.372372 0.103381
21 Nangi 280 4.7297297 0.35 5.1851852 9.914915 0.144318 22 Gejolang 120 2.027027 0.1 1.4814815 3.508509 0.079026
23 Bencoi 133.33333 2.2522523 0.15 2.2222222 4.474474 0.085433 24 Waru-waruan 40 0.6756757 0.05 0.7407407 1.416416 0.033765
25 Plangas 200 3.3783784 0.2 2.962963 6.341341 0.114452
26 Sapen 13.333333 0.2252252 0.05 0.7407407 0.965966 0.013729 27 Rau 13.333333 0.2252252 0.05 0.7407407 0.965966 0.013729
28 Kenaren 53.333333 0.9009009 0.05 0.7407407 1.641642 0.042428
29 Kopen 133.33333 2.2522523 0.1 1.4814815 3.733734 0.085433
30 Mangir 53.333333 0.9009009 0.1 1.4814815 2.382382 0.042428
31 Winong 160 2.7027027 0.05 0.7407407 3.443443 0.097592 32 Suren 53.333333 0.9009009 0.05 0.7407407 1.641642 0.042428 33 Merawan 40 0.6756757 0.05 0.7407407 1.416416 0.033765
Jumlah 5920 100 6.75 100 200 3.145419
Tiang
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
1 Tiga urat 20 0.9091 0.05 1.3333 0.26768 0.65188 2.8943 0.04273
2 Puspa 380 17.273 0.4 10.667 6.94395 16.9108 44.85 0.30332 3 Anggrung 20 0.9091 0.05 1.3333 0.25478 0.62047 2.8629 0.04273 4 Berasan 120 5.4545 0.25 6.6667 1.78933 4.35761 16.479 0.15866
5 Rau 40 1.8182 0.1 2.6667 0.60398 1.47089 5.9557 0.07286
6 Tluntum 140 6.3636 0.2 5.3333 3.21449 7.82833 19.525 0.17529
7 Mindi 60 2.7273 0.15 4 1.08201 2.63504 9.3623 0.09823
8 Rambutan hutan 320 14.545 0.5 13.333 6.07134 14.7857 42.664 0.28042
9 Sempu air 180 8.1818 0.35 9.3333 2.92898 7.13302 24.648 0.20481
10 Jambon 100 4.5455 0.2 5.3333 1.84889 4.50264 14.381 0.1405
11 Meranti 300 13.636 0.45 12 6.43694 15.6761 41.312 0.2717 12 Gejolang 40 1.8182 0.05 1.3333 0.54045 1.31616 4.4677 0.07286
13 Nangi 120 5.4545 0.2 5.3333 2.36003 5.74745 16.535 0.15866
14 Joho 80 3.6364 0.15 4 1.71704 4.18155 11.818 0.12052 15 Mangir 20 0.9091 0.05 1.3333 0.6121 1.49067 3.7331 0.04273
16 Deluak 40 1.8182 0.05 1.3333 0.57723 1.40574 4.5573 0.07286 17 Pancang 40 1.8182 0.1 2.6667 0.51083 1.24403 5.7289 0.07286
18 Plangas 20 0.9091 0.05 1.3333 0.35175 0.85663 3.0991 0.04273
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
19 Kopokan 20 0.9091 0.05 1.3333 0.19506 0.47504 2.7175 0.04273
20 Bayur 20 0.9091 0.05 1.3333 0.59252 1.44297 3.6854 0.04273
21 Winong 20 0.9091 0.05 1.3333 0.19506 0.47504 2.7175 0.04273
22 Salaman 20 0.9091 0.05 1.3333 0.39809 0.96948 3.2119 0.04273 23 Keruing 20 0.9091 0.05 1.3333 0.44729 1.0893 3.3317 0.04273
24 Kemutul 20 0.9091 0.05 1.3333 0.36688 0.89347 3.1359 0.04273
25 Parutan 20 0.9091 0.05 1.3333 0.30828 0.75076 2.9932 0.04273 26 Katesan 20 0.9091 0.05 1.3333 0.44729 1.0893 3.3317 0.04273
Jumlah 2200 100 3.75 100 41.0623 100 300 2.71632
Pohon
No Jenis Ki KR Fi FR Di DR INP H
1 Berasan 8.75 5.46875 0.25 5.9524 0.4249 3.359 14.7801 0.1589
2 Puspa 33.75 21.0938 0.4 9.5238 2.5762 20.365 50.9827 0.3283
3 Rukem 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.0395 0.3123 2.28398 0.0379
4 Jambon 8.75 5.46875 0.3 7.1429 0.5147 4.0685 16.6801 0.1589
5 Deluak 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.0434 0.3427 2.31443 0.0379
6 Nangi 11.25 7.03125 0.25 5.9524 0.5514 4.3592 17.3429 0.1867
7 Sempu air 12.5 7.8125 0.35 8.3333 0.8196 6.4789 22.6248 0.1992
8 Plangas 3.75 2.34375 0.15 3.5714 0.2197 1.7366 7.65174 0.088
9 Meranti 26.25 16.4063 0.45 10.714 1.3356 10.558 37.6783 0.2965
10 Mangir 2.5 1.5625 0.1 2.381 0.4207 3.3257 7.26914 0.065
11 Sapen 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.0434 0.3427 2.31443 0.0379
12 Kenaren 3.75 2.34375 0.15 3.5714 1.273 10.064 15.9788 0.088
13 Tluntum 3.75 2.34375 0.15 3.5714 0.3487 2.7568 8.67198 0.088
14 Ki Teja 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.0861 0.6804 2.65217 0.0379
15 Menggris 2.5 1.5625 0.05 1.1905 0.6594 5.2126 7.96557 0.065
16 Joho 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.3981 3.1469 5.11867 0.0379
17 Saninten 2.5 1.5625 0.1 2.381 0.1915 1.5137 5.45713 0.065
18 Rambutan hutan 6.25 3.90625 0.2 4.7619 0.3948 3.1211 11.7893 0.1267
19 Betonan 2.5 1.5625 0.1 2.381 0.1301 1.0285 4.97195 0.065
20 Salaman 3.75 2.34375 0.15 3.5714 0.1567 1.2384 7.15358 0.088
21 Kenanga 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.3083 2.437 4.40872 0.0379
22 Jengkol 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.046 0.3638 2.33551 0.0379 23 Katesan 3.75 2.34375 0.15 3.5714 0.2059 1.6277 7.54286 0.088
24 Keruing 2.5 1.5625 0.1 2.381 0.3766 2.9768 6.92022 0.065
25 Mindi 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.0956 0.7556 2.72731 0.0379
26 Balem 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.056 0.4425 2.41426 0.0379
27 Parutan 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.1035 0.8185 2.79025 0.0379
28 Bayur 5 3.125 0.15 3.5714 0.5175 4.0909 10.7873 0.1083
29 Cempaka 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.1139 0.9007 2.87246 0.0379
30 Meranji 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.0917 0.7251 2.69678 0.0379
31 Merawan 1.25 0.78125 0.05 1.1905 0.1076 0.8509 2.82266 0.0379
Jumlah 160 100 4.2 100 12.65 100 300 2.821
Lampiran 5. Uji Beda Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah dan Semai
Lokasi t hitung df t0.05 t0.01 Uji beda D1 dengan : Kalibiru 3.246117 1219.11 1.96 2.576 D2 3.090436 1640.54 1.96 2.576 Way Negara Batin -2.56418 2382.89 1.96 2.576 Pos Bulus -1.20783 1639.39 1.96 2.576 Kepala Kerbau 1.589224 2703.82 1.96 2.576 Uji beda Kalibiru dengan : D2 0 1212.9 1.96 2.576 Way Negara Batin -5.42954 1360.9 1.96 2.576 Pos Bulus -3.97671 1250.62 1.96 2.576 Kepala Kerbau -1.97418 1067.85 1.96 2.576 Uji beda D2 dengan : Way Negara Batin -5.20001 1760.74 1.96 2.576 Pos Bulus -3.82844 1544.25 1.96 2.576 Kepala Kerbau -1.86941 1482.37 1.96 2.576 Uji beda Way Negara Batin dengan : Pos Bulus 1.102613 1767.26 1.96 2.576 Kepala Kerbau 4.163621 2284.1 1.96 2.576 Uji beda Pos Bulus dengan : Kepala Kerbau 2.603657 1482.12 1.96 2.576
Lampiran 6. Daftar Jenis Tumbuhan di Areal Penelitian
No Nama Jenis Nama ilmiah Famili 1 Agathis Agathis dammara Araucariaceae 2 Anggrung Trema orientalis Ulmaceae 3 Areng-areng 4 Aseman Tamarindus sp Caesalpiniaceae 5 Badotan Polyalthia rumphii Annonaceae 6 Balem Palaquium hexandrum Sapotaceae 7 Bayur Pterospermum javanicum 8 Belimbingan Sarchoteca subtrinervis Oxalidaceae 9 Bencoi
10 Bendo Arthocarpus elastica Moraceae 11 Berasan Memecylon edule Melastomaceae 12 Betonan 13 Cempaka Michelia campaca Magnoliaceae 14 Cengkehan Eugenia sp Myrtaceae 15 Dahlia 16 Deluak Grewia acuminata Tiliaceae 17 Gaharu Aquilaria malaccensis Thymelaeaceae 18 Gandaria Helicia robusta Protaceae 19 Gejolang 20 Gelam Malaleuca leucadendron Myrtaceae 21 Harendong Melastoma polyantum Melastomataceae 22 Jaling 23 Jambon Eugenia sp Myrtaceae 24 Jarakan 25 Jelutung Dyera costulata Apocinaceae 26 Jengkol Pithecolobium lobatum Fabaceae 27 Joho Buchanania sessifolia Anacardiaceae 28 Kandis Garcinia dioica Sapindaceae 29 Karetan Ficus sp Euphorbiaceae 30 Kasapan Lasianthus scrabridus Rubiaceae 31 Katesan 32 Kedawung Parkia roxburgii Fabaceae 33 Kemang Mangifera caesia Anacardiaceae 34 Kemutul Cratoxylon formosum Guttiferae 35 Kenanga Cananga odorata Annonaceae 36 Kenaren Canarium communee Burseraceae 37 Kepil 38 Keranji Dialium guinense Caesalpiniaceae 39 Keruing Dipterocarpus sp. Dipterocarpaceae 40 Ki Apit Pleiocarpidia enneandra Myrtaceae 41 Ki Teja Cinnamomum iners Lauraceae 42 Kirinyuh Eupathorium sp. Compositae 43 Klandri 44 Kopen Aglaia sp Meliaceae
No Nama Jenis Nama ilmiah Famili 45 Kopo Syzigium pycnanthum Myrtaceae 46 Laban Vitex sp Verbenaceae 47 Lingi 48 Mangir Ganophyllum falcatum Sapindaceae 49 Medang Xanthophyllum sp Polygalaceae 50 Menggris Koompassia malaccensis Caesalpiniaceae 51 Meniran 52 Menteng Pternandra caerulescens Melastomaceae 53 Meranji 54 Meranti Shorea sp Dipterocarpaceae 55 Merawan Hopea latifolia Dipterocarpaceae 56 Mindi Melia sp. Meliaceae 57 Mitis Symolocos fasciculata 59 Nangi Adina polycephala Rubiaceae 60 Nangok Dysoxylum cauliflorum Meliaceae 61 Nibung Ochrosperma sp. Arecaceae 62 Pancang 63 Parutan Cleistanthus sumatranus Euphorbiaceae 64 Pitis Homalium caryophyllum Flacourtiaceae 65 Plangas Aporosa aurita Euphorbiaceae 66 Puspa Schima wallichii Burseraceae 67 Putat Ternsormia elongata Lecythidaceae 68 Rambutan hutan Nephelium mutabile Sapindaceae 69 Ramin Gonystilus sp. 70 Rau Dracontomelon dao Anacardiaceae 71 Rukem Flacourtia rukam Flacourtiaceae 72 Sadeng Livistonia rotundifolia Arecaceae 73 Salaman Syzigium polyanthum Myrtaceae 74 Saninten Castonea sumatrana Fagaceae 75 Sapen 76 Sawon Ternsormia elongata Sapotaceae 77 Sempu air Dillenia excelsa Dilleniaceae 78 Soka Ixora coccinea Rubiaceae 79 Sulangkar Leea angulata Leeaceae 80 Sungkai Veronema canescens Verbenaceae 81 Suren Toona sureni Meliaceae 82 Terentang Camnosperma auriculata Anacardiaceae 83 Tiga urat Cinnamomum sp. Lauraceae 84 Tluntum Syzigium sp. Myrtaceae 85 Tokah 86 Walangan Pterospermum accerifolium Ebenaceae 87 Waru Hibiscus sp. Malvacaea 88 Winong Clerodendrum paniculatum Verbenaceae
Top Related