STRATEGI MEMBANGUN KERJA SAMA USAHA
Oleh: Sony Heru Priyanto
Pengantar
Persoalan yang sering dihadapi oleh hampir semua organisasi adalah bagaimana
membina hubungan dengan pihak lain seperti pemasok, pembeli, lembaga permodalan,
lembaga pusat teknologi dan lembaga pemasaran. Bahkan dengan sesama pengusaha
sendiri, seringkali kita kesulitan untuk bekerja sama. Padahal kebanyakan kondisi
organisasi kita belum memadai, kapasitas terbatas dan belum fleksibel.
Pihak lain yang bisa kita ajak kerjasama tersebut biasanya disebut dengan
lingkungan luar (eksternal). Walaupun disebut sebagai lingkungan luar, namun tidak
berarti boleh diabaikan dalam pengembangan usaha. Banyak penulis dan para ahli
sebelumnya yang mengatakan bahwa faktor lingkungan luar sangat mempengaruhi
keberhasilan usaha suatu organisasi. Banyak sekali peluang dan informasi bisnis –
seperti pasar, permodalan, teknologi, bahan baku yang murah – yang bisa kita peroleh
manakala kita berhubungan dengan rekanan bisnis kita. Disamping itu, kerjasama
bisnis juga bisa meningkatkan keuntungan dalam hal meningkatkan daya saing karena
biaya produksi per unit menjadi lebih murah. Bahan baku bisa diperoleh dengan
mudah dan lebih murah. Mengingat begitu banyaknya manfaat yang diperoleh dari
kerjasama usaha, pengurus koperasi dan organisasi lainnya perlu terus meningkatkan
intensitas dan efektifitas dalam bekerja sama dengan pihak lain.
Keuntungan Bekerjasama
Beberapa keuntungan bisa kita peroleh jika kita (organisasi) termasuk juga PKBM
bekerja sama dengan pihak lain yaitu:
1. Penggunaan kesepakatan kerjasama dengan pihak lain membantu mengatasi
ketidakpastian usaha
2. Kerjasama bisa menambah kapasitas usaha dan penambahan aset
3. Kerjasama memungkinan terjadinya pembagian resiko dan biaya
4. Dengan kerjasama dimungkinkan diperolehnya akses pada pengetahuan, yang bisa
berupa teknologi dan ketrampilan yang dibutuhkan organisasi
5. PKBM dapat juga menambah aksesnya pada sumber daya yang kritis dengan
memperluas wilayah jangkauan aliansinya dengan meningkatkan jumlah dan
ragam kesepakatan dalam portofolio dan membangun bermacam jalur ke
sumberdaya tersebut.
6. Hasil secara keseluruhan adalah bahwa pilihan strategi organisasi meningkat serta
kemampuan untuk menyerap ketidakpastian yang mengitarinya bertambah.
Penelitian terbaru oleh Tiessen (1997) menemukan bahwa banyak organisasi usaha
telah memandang aliansi strategis untuk mendukung pencapaiannya pada inovasi.
Kemudian pada pemanfaatan kesepakatan kerjasama, lembaga dapat memperoleh
akses ke sumberdaya kunci yang secara kritis digunakan untuk memelihara inovasi
pada tingkat tinggi yang diperlukan untuk sebuah orientasi kewirausahaan.
Sesungguhnya, perusahaan yang inovatif cenderung untuk memiliki lebih banyak
aliansi R&D dan keragaman usaha yang besar diantara jaringan perusahaan mereka
(Powell et All, 1996). Sebagai tambahan, dalam sebuah penyelidikan pada 77 wirausaha
skala kecil di India, Ramachandran dan Ramnarayan (1993) menemukan bahwa
wirausaha-wirausaha yang posisinya paling tinggi sebagai pionir dan inovatif sangat
menyukai untuk membangun jaringan yang meliputi sejumlah rekan kerja yang
menyediakan beragam sumber daya, tapi tidak terbatas juga, R&D, keuangan, dan
akses pasar. Demikianlah, jenjang PKBM dalam peningkatan inovasinya, yang sudah
tentu keluasan aliasi strategisnya sangat menjanjikan.
Siapakah Pihak-pihak Lain itu?
Yang menjadi pertanyaan kita kemudian adalah siapakah pihak-pihak yang bisa
kita ajak bekerjasama? Pada prinsipnya, kita bisa mengajak semua pihak untuk
bekerjasama dengan kita, sepanjang kerjasama tersebut menguntungkan kedua belah
pihak. Pihak-pihak tersebut adalah pembeli (konsumen), pesaing (produsen lainnya)
dan asosiasinya, pemasok, pemodal, pemasar atau pedagang (distributor), peneliti
(ahli), pengabdi (LSM, PT) dan pemerintah seperti terlihat pada gambar 1. Dalam kasus
kerjasama usaha hortikultura, tanaman obat dan komoditas unggulan, pihak-pihak
tersebut bisa kita ajak kerjasama untuk meningkatkan kinerja organisasi kita.
ORGANISASI
USAHA/KOPER
ASI
PEMASOK PEMERINTA
H PEMBELI
PESAING PEMASAR
PEMODAL
L PENGABDI PENELITI
Gambar 1. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Organisasi
Usaha Petani (Stoner, 1985 diolah)
Strategi Membangun Kerjasama
Pada umumnya, organisasi tidak mampu bekerja sama dengan pihak lain bukan
hanya karena tidak mau bekerjasama, namun karena ada hambatan-hambatan dalam
komunikasi. Hambatan tersebut diantaranya adalah:
Tidak ada kepercayaan. Dalam berkomunikasi, “trust” harus dikembangka terus
dalam diri komunikator atau dalam organisasi. Organisasi yang memiliki
kredibilitas tinggi akan lebih efektif menyampaikan pesannya daripada organisasi
yang tidak dipercaya oleh masyarakat. Koperasi, misalnya, yang berhasil adalah
koperasi dan pengurusnya dipercaya oleh anggotanya. Oleh karena itu, untuk bisa
berhubungan dengan orang atau organisasi lain, diri atau organisasi kita harus
dapat dipercaya.
Tertutup, minder. Hambatan yang kedua, adalah sifat personal yang tertutup dan
minder. Orang atau organisasi yang tertutup menyebabkan orang tidak memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang luas dan minder karena biasanya orang
tersebut merasa tidak lebih baik dari orang lain. Orang yang minder menyebabkan
orang tersebut tidak berani mengekspresikan dirinya sehingga kemampuan yang
ada dalam dirinya tidak berkembang. Akibatnya dia tidak mampu membina
komunikasi yang positif dengan pihak lain.
Komunikasi yang tidak etis. Komunikasi yang tidak etis biasanya membuat orang
lain malas/ernggan menjalin kerjasama karena orang yang bersangkutan dianggap
tak mampu mencipatakan suasana yang seimbang. Dalam membangun kerjasama
dengan pihak lain, komunikasi yang tidak sopan atau tidak etis harus dihindari.
Hambatan fisik. Hambatan fisik seringkali menjadi penghalang untuk
berkomunikasi secara efektif, misalnya tidak memiliki sarana komunikasi yang
memadai, tidak memiliki jaringan yang luas, dan daerahnya sulit dijangkau secara
mudah oleh orang atau pihak lain.
Kurang informasi. Kurang informasi dapat menyebabkan kita tidak mampu
mengikuti pembicaraan atau komunikasi yang sedang dilakukan. Kurang
informasi menyebabkan kita dianggap tidak reaktif dan membosankan sehingga
orang atau pihak lain enggan berkomunikasi dengan kita.
Status yang berbeda. Status yang berbeda ini pada umumnya dibangun dari
persepsi yang salah. Persepsi bahwa status mempengaruhi motivasi akan
menghambat komunikasi itu sendiri. Oleh karena itu, status ekonomi atau sosial
yang berbeda harus dipersepsikan secara berbeda agar kita mampu dan tidak
minder berhubungan dengan banyak orang.
Untuk mencapai komunikasi yang efektif dengan pihak lain, organisasi harus
mengatasi hambatan-hambatan tersebut agar mampu bekerjasama dan menjalin relasi
yang positif dengan pihak lain.
Dalam berusaha, ada beberapa strategi yang bisa kita lakukan diantaranya
adalah membangun komitmen bekerjasama dan memilih sistem kerjasama
Membangun komitmen bekerjasama
Percaya dan Dipercaya (kredibilitas). Untuk membangun komitmen bekerjasama,
kita harus percaya dan dapat dipercaya. Sikap semacam ini harus terus
dikembangkan dengan cara menjaga nama baik kita dan organisasi kita. Jika kita
dipercaya oleh pihak lain, pada akhirnya akan menciptakan kepercayaan diri kita
dan organisasi dimana kita berada.
Konsisten. Konsisten dalam bertindak akan menyebabkan orang lain atau pihak
lain akan respek pada kita. Disamping itu, orang lain akan lebih mudah memahami
diri kita dengan sikap kita yang konsisten, tidak berubah-ubah.
Pemahaman persepsi. Memahami persepsi pihak lain penting dilakukan untuk
membina hubungan kerjasama dengan pihak lain. Dengan memahami persepsi
orang lain, kita bisa menjadi orang yang berempati tinggi sehingga pada akhirnya
kita disukai oleh orang atau pihak lain.
Menghargai dan membina hubungan baik. Jika kita telah berhubungan dengan
pihak lain, kita harus menjaga hubungan ini dengan tetap menjaga kepercayaan
yang telah diberikan kepada kita sesuai dengan pemahaman bersama yang telah
tercipta. Kita tidak boleh memanfaatkan celah hukum yang ad untuk mengembil
keuntungan dari hubungan yang kita jalin. Bahkan bila perlu, dengan tulus kita
memberikan cinderamata atau hadiah atau “buah tangan”, memberi khabar untuk
tetap mengingat dan menjalin kerjasama yang baik.
Toleran terhadap perbedaan. Seringkali kita tidak memiliki hubungan dengan
pihak lain karena kita sendiri telah mengkotak-kotak diri kita dengan orang lain
berdasarkan agama, suku, golongan, kepribadian dan ras. Jika demikian kita tidak
akan menerima dan diterima orang lain yang “berbeda” dengan kita. Untuk itu,
dalam membina hubungan dengan pihak lain, kita betul-betul harus memahami
bahwa mereka berbeda bukan berarti tidak bisa bekerjasama. Kita menghargai
pendapat, suku, agama mereka masing-masing sehingga yang kita lihat adalah
pemahaman bersama akan suatu hal. Jika kita memahami orang lain, kita pasti juga
akan dipahami oleh orang atau pihak lain.
Sistem kerjasama
Setelah kita mencoba membangun komitmen bekerjasama, kemudian tahapan
selanjutnya adalah memilih sistem kerjasama yang paling menguntungkan bagi kita
dan lembaga kita. Setiap sistem memiliki konsekuensi yang berbeda sehingga akan
memiliki dampak yang berbeda pula pada kita dan lembaga kita.
Kontrak. Sistem ini disebut juga future contract. Kita membangun komitmen
bekerjasama dengan pihak lain dengan menyepakati hal-hal dimuka untuk hal-hal
yang berlaku di kemudian hari. Kontrak kerja yang bisa dilakukan adalah
mengenai harga produk dan harga input, jumlah, kualitas (atau spesifikasi teknis),
kontinuitas, keseragaman dan sistem pembayaran. Kontrak ini ada keuntungannya
jika pada saat jatuh tempo kontrak, kondisi yang terjadi jauh lebih buruk dari isi
kontrak, misalnya harga. Hal sebaliknya akan terjadi jika harga yang terjadi lebih
tinggi dari harga kontrak. Ini juga merupakan pilihan dan kepandaian kita
memprediksi apa yang akan terjadi dimasa mendatang.
Sewa. Sistem ini berbeda dengan sistem yang pertama. Dalam sistem ini, kita
menyerahkan aset, misalnya tanah atau alat, kepada pihak lain dengan nilai
tertentu dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya kita sebagai pihak yang
menyewakan tidak memiliki andil baik dalam kerugian maupun keuntungan
akibat dari penggunaan aset tersebut.
Bagi Hasil. Dalam sistem ini, kita secara bersama-sama atau sebagian, berbagi aset
dan kewajiban sehingga dalam menerima hasilnya nanti disesuaikan dengan
kontribusi yang kita berikan. Dalam bagi hasil ini, bisa diterapkan sistem “maro”
atau setengah-setengah atau 50 : 50 baik pada biaya maupun penghasilan
Kerjasama sosial tanpa ikatan. Dalam sistem ini, kerjasama dibangun atas dasar
keinginan pihak lain untuk membantu kepada pihak yang membutuhkan. Dalam
konteks ini tidak ada ikatan apapun, kecuali memang kerjasama untuk membantu.
Bentuknya kerjasamanya biasanya dalam kerangka pengembangan CSR (corporate
social responsibility).
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sistem mana yang paling baik dan
sistem mana yang harus kita pilih? Untuk menjawab ini, semua tergantung dari kondisi
dan tahapan pembelajaran kita dan lembaga kita serta kejelian kita untuk melihat masa
depan. Jangan lupa bahwa pihak lain juga akan berusaha mengoptimalkan sumberdaya
yang mereka miliki sehingga akan memperoleh hasil yang maksimal.
Strategi Memulai Kerjasama dan Membangun Jejaring
1. Perlu mengidentifikasi kebutuhan kita PKBM kita
2. Perlu melakukan audit terhadap kondisi PKBM kita
3. Perlu melakukan pelacakan dan pencarian informasi mengenai penyedia jasa
terkait dengan PKBM
4. Perlu melakukan penjajagan awal dengan providernya
5. Perlu dilakukan pembicaraan lanjutan jika layak dilakukan
6. Perlu dilakukan penyusunan MOU
7. Perlu dilakukan penyusunan proposal kerjasama
8. Perlu dilakukan sistem dan prosedur audit bersama
9. Sistem ini bisa berlangsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang
10. Perlu menjaga hubungan baik dengan pihak yang telah bersedia bekerjasama
Lampiran: Contoh Membuat Kerjasama dalam Pengembangan Lab-Side
1. Suatu ketika, lembaga atau organisasi kita membutuhkan lab-site yang bisa
dimanfaatkan masyarakat untuk belajar, namun ketika itu kita tidak
memilikinya. Kalaupun memiliki, lab-site kita tidak memadai
2. Sementara itu, ada pihak lain yang memiliki atau mampu menyediakannya
3. Pada saat seperti ini, kita perlu melakukan pengembangan lab-site kolaboratif
4. Lab-site kolaboratif ini merupakan lab-site yang bisa dimanfaatkan secara
sendiri/ bersama dan atau bisa dibangun secara bersama dan atau bisa dikelola
secara bersama
5. Contoh model pengelolaan secara kolaboratif adalah analog minimarket
Indomart
6. Terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan non formal dan
informal sebagai sarana untuk membangun lab-site, ada beberapa strategi
pelaksanaan yang perlu dilakukan yaitu:
7. Kepemimpinan. Kepemimpinan ditempatkan sebagai strategi pelaksanaan yang
pertama mengingat faktor ini akan memberi arah dan inisiasi. Kepemimpinan
menjadi sangat penting terutama di pedesaan yang masih menganut patron-
klien.
8. Kepemimpinan yang perlu dikembangkan adalah kepemimpinan
transformasional bukan transaksional. Kepemimpinan yang memiliki visi
kedepan dan kepemimpinan yang mampu menjadi jembatan warganya dengan
pihak luar. Ini tampak sekali pada kasus desa Gemawang.
9. Penyiapan strategic plan (rencana pengembangan). Rencana pengembangan ini
penting dibuat untuk memberikan arah bagi berbagai pihak terutama pelaksana
yang akan melaksanakan tugasnya.
10. Rencana strategis akan menjadi acuan anggota organisasi untuk mengambil
keputusan.
11. Penyusunan rencana strategis harus bersifat sistematis yang mempertimbangkan
potensi warga dan wilayah untuk kemudian disusun tahapan-tahapan program
dan kegiatan yang bersifat jangka panjang dan penting.
12. Dalam rencana strategis ini berisi SDM (man), material, metode pencapaian dan
keuangan (money)
13. Pembangunan dan Pengadaan (Kalau belum ada). Jika belum ada sarana dan
prasarana untuk membangun lab-site, perlu dilakukan pembangunan dan
pengadaan.
14. Pada tahap ini tim pelaksana harus membuat spesifikasi alat dan bahan lab-site
yang akan dibangun.
15. Ini diperlukan agar sarana dan prasarana yang akan dibangun benar-benar
dibutuhkan dan bisa menjadi lab-site masyarakat.
16. Kapasitas sarana dan prasarana juga perlu dipertimbangkan.
17. Pengembangan dan Peningkatan serta revitalisasi (jika sudah ada). Jika sudah
ada, perlu melakukan pengembangan dan peningkatan kualitas sarana dan
prasarana pembelajaran. Dalam tahap ini yang perlu diperhatikan adalah
kondisi sarana dan prasarana pembelajaran yang sudah ada dan dikaitkan
dengan kebutuhan yang akan datang. Sarana dan prasarana yang ada bisa
ditambah, diupgrade maupun dganti.
18. Penyiapan organisasi. Kelemahan utama dalam pembangunan, pengembangan
dan pengelolaan lab-site adalah keberlanjutan. Salah satu yang menyebabkan
berlanjut atau tidaknya lab-site adalah organisasi. Organisasi ini perlu
disesuaikan dengan fungsinya saja dan disesuaikan dengan kemampuan warga.
Organisasi yang flat dan pipih perlu dikembangkan, bukan organisasi yang
birokratis.
19. Administrasi dan keuangan. Salah satu aspek penting juga yang perlu
dipersiapkan dalam melaksanakan lab-site adalah administrasi dan keuangan.
Dua hal ini penting untuk menjalankan lab-site. Dokumen, prosedur dan tata
cara merupakan hal yang harus dilakukan. Sementara itu, keuangan juga perlu
diperhatikan baik untuk memenuhi kebutuhan Administrasi, SDM maupun
untuk program.
20. Penyiapan pengelola/penanggung jawab. Setelah semua tersedia, perlu juga
disiapkan pengelola dan penanggung jawab terhadap pelaksanaan lab-site.
Pengelola dan penanggung jawab ini bisa diambilkan dari desa atau wilayah
yang bersangkutan. Jika tidak memungkinkan, bisa menggunakan orang dari
desa dan wilayah yang lain.
21. Pengembangan jaringan kerjasama. Dalam mengembangkan lab-site, perlu
berkolaborasi dengan pihak lain.
22. Untuk itu, tim pengelola perlu membuat rencana dan melaksanakan rencana
tersebut dalam bekerjasama dengan pihak lain.
23. Untuk bisa bekerjasama dengan pihak lain, tim pengelola perlu membangun
jaringan kerja dengan berbagai pihak.
ANALISIS KEBUTUHAN
Pada tahap pertama yang harus dilakukan untuk mengembangkan lab-site adalah
melakukan analisis kebutuhan.Untuk melakukan analisis kebutuhan, ada beberapa
tahapan dan kegiatan yang harus dilakukan agar pengembangan lab-site bisa berhasil.
Tahapan itu adalah:
Analisis terhadap kondisi eksisting lab-site melalui analisis terhadap kondisi
sarana dan prasarana pembelajaran yang sudah ada
Analisis kebutuhan pembelajaran
Analisis kebutuhan sarana dan prasarana pembelajaran sebagai pembentuk lab-
site yang nantinya akan berfungsi sebagai tempat atau media pembelajaran
Menetapkan sarana dan prasarana baru yang perlu diadakan
Dalam tahap ini yang perlu dilakukan adalah analisis terhadap kondisi eksisting
mengenai lab-site yang ada, apa saja lab-site yang sudah ada, bagaimana kondisinya,
dari sisi jumlahnya apakah masih mencukupi dan dari sisi kualitasnya apakah masih
bisa digunakan dan masih relevan dengan kebutuhan pembelajaran, jika digunakan,
apa yang perlu diperbaiki dan berapa biayanya. Dalam analisis ini perlu dilakukan
analisis satu per satu terhadap jenis sarana dan prasarana yang mendukung
berfungsinya lab-site. Satu per satu sarana dan prasarana tersebut diidentifikasi
kondisinya dari sisi ketersediaan, fungsinya dan relevansinya dengan pembelajaran.
Setelah itu direkapitulasi untuk mendukung pelaksanaan fungsi lab-site sebagai sarana
dan media pembelajaran.
Langkah yang kedua adalah menganalisis kebutuhan pembelajarannya. Dalam
pembelajaran ini, kompetensi apa saja yang dibutuhkan untuk peserta didik? Deskripsi
mengenai kompetensi ini perlu dilakukan untuk menetapkan sarana dan prasarana apa
saja yang dibutuhkan untuk pembelajaran peserta didik serta untuk mendisain lab-site
seperti apa yang harus dikembangkan dan dikerjasamakan.
Untuk menjalankan pembelajarannya, membutuhkan sarana dan prasarana yang harus
juga diidentifikasi. Untuk itu, setelah ditetapkan kebutuhan pembelajarannya, tahap
berikutnya adalah menetapkan sarana dan prasarana pembelajaran apa saja yang
dibutuhkan. Dengan membandingkan dengan kondisi sarana prasarana pembelajaran
yang sudah ada dengan kebutuhan sarana dan prasarana pembelajaran baru, akan
ditetapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang perlu diadakan untuk
membangun lab-site.
ANALISIS POTENSI MITRA
Untuk mengadakan sarana dan prasarana baru untuk mendukung pembangunan dan
pengembangan lab-site, bisa dipenuhi dari lembaga sendiri dan atau dari lembaga lain
yang mau dan bersedia bekerjasama. Saat ini, banyak sekali lembaga yang bisa diajak
bekerjasama dan berkolaborasi untuk membangun dan mengembangkan lab-site. Yang
selama ini terjadi, banyak lembaga non formal dan informal yang menyelenggarakan
pembelajaran hanya berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam kasus
penelitian ini yaitu desa Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, sangat
mampu membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk membangun dan
mengembangkan lab-sitenya. Banyak lembaga yang sudah diajak kerjasama dengan
desa Gemawang, mulai dari Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah dan Pusat seperti
Dinas Pendidikan dan P2PNFI, perusahaan swasta dan pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, asosiasi bahkan pihak luar negeri. Buktinya bisa kita lihat dari bab se
belumnya.
Gambar 2. Bangunan, Sarana Teknologi Informasi dan Mobil Pintar di desa Gemawang
hasil kerjasama dengan berbagai pihak
Belajar dari pengalaman desa Gemawang dalam membangun dan mengembangkan
lab-sitenya, berikut ini dikonstruksikan beberapa pihak atau mitra yang bisa diajak
kerjasama dan kolaborasi untuk membangun dan mengembangkan lab-site yaitu:
1. Lembaga Pendidikan Formal. Salah satu mitra yang bisa diajak kerjasama adalah
Lembaga Pendidikan Formal (SD, SMP, SMA dan SMK, dan PT). Lembaga formal
setingkat SD bisa diajak berkolaborasi dengan program kesetaraan paket A. Kolaborasi
ini bisa dilakukan dalam hal pendidik, sarana dan prasarana pembelajarannya, lokasi
dan tempat pembelajarannya dan juga pengelolaannya. Sampai saat ini belum banyak
SD yang diajak kolaborasi untuk mengembangkan lab-site. Dalam kasus desa
Gemawang, mereka sudah melakukan kolaborasi dengan lembaga formal. Guru SDnya
banyak yang membina di program kesetaraan. Bahkan sekarang ini, desa Gemawang
sudah tidak ada peserta didiknya karena telah banyak yang lulus. Lembaga formal SD
bisa juga menyediakan bahan ajar, modul dan materi pelajaran lain yang bisa
digunakan untuk mendukung lab-site pendidikan non formal dan informal.
Keberadaaan SD yang ada hampir di tiap desa sangat memungkinkan dan sangat
potensial untuk diajak bekerjasama dalam membangun, mengembangakan dan
mengelola lab-site.
Lembaga formal setingkat SMP bisa diajak berkolaborasi dengan program Paket
B. Lembaga ini memiliki sarana dan prasarana, narasumber yang bisa diajak
kerjasama dalam mengembangkan lab-site. Bahan ajar, materi palajaran, sarana
dan prasrana laboratorium bisa dikerjasamakan dengan pihak pendidikan non
formal dan informal. Pihak pengelola lab-site bisa mengembangkan kerjasama
dengan lembaga formal SMP.
Gambar 3. Laboratorium SMP yang bisa dikolaborasikan dengan Lab-site
desa/lembaga
Lembaga formal SMA dan atau SMK sangat bisa juga diajak bekerjasama
terutama SMK. Mereka bisa diajak kerjasama dalam pemanfaatan laboratorium,
pemanfaatan tenaga pengajarnya, pemanfaatan dalam pengelolaan lab-site, bisa
juga dalam aspek pendanaan dan pemeliharaan. Mereka memiliki beberapa aset
pembelajaran yang bisa dikolaborasikan dengan pendidikan non formal dan
informal. Hanya saja, selama ini kerjasama ini belum banyak terwujud. Kondisi
SMK yang saat ini dikembangkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah
sangat memadai untuk pengembangan pendidikam ketrampilan, yang sangat
mungkin diajak kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan informal.
Bahan ajar untuk SMK sangat sesuai dengan pendidikan life skill atau vokasi di
lembaga formal dan informal, yang bisa dikerjasamakan untuk membangun,
mengembangkan dan mengelola lab-site. Mereka memiliki bengkel kerja, lokasi
dan kebun praktek yang sangat mungkin dimanfaatkan juga oleh lembaga
pendidikan non formal dan informal.
Gambar 4. Laboratorium SMA yang bisa dikolaborasikan dengan Lab-site
desa/lembaga
Gambar 5. Laboratorium SMK yang bisa dikolaborasikan dengan Lab-site
desa/lembaga
Lembaga pendidikan tinggi seperti politeknik, institut maupun universitas bisa
diajak kerjasama dalam membangun, mengembangkan dan mengelola lab-site.
Lembaga-lembaga tersebut memiliki potensi dan komitmen organisasi untuk
bekerjasama dengan pihak lain termasuk lembaga pendidikan formal dan
informal. Potensi hasil riset, sarana dan prasarana riset, bengkel kerja, kegiatan
riset (demplot) dapat dikerjasamakan dalam mengembangkan lab-site. SDMnya
juga sangat mungkin diajak kerjasama dalam membangun, mengembangkan
dan mengelola lab-site. Mereka juga bisa melakukan pendampingan dalam
menjalankan lab-site. Mereka juga memiliki mahasiswa yang bisa diajak
kerjasama untuk membangun, mengembangkan dan mengelola lab-site.
Perguruan tinggi memiliki Tri Darma yang terdiri dari pendidikan-pengajaran,
penelitian, dan pengabdian masyarakat sehingga mereka akan sangat senang
jika diajak kolaborasi. Mereka juga memiliki jaringan kerja yang bisa juga
dikaitkan dengan lembaga pendidikan formal dan informal. Mereka juga bisa
memberi bantuan alat, pendanaan untuk itu. Pendek kata, perguruan tinggi
sangat prospektif untuk diajak bekerjasama, asal ada inisiasi dari lembaga-
lembaga non formal dan informal. Lembaga pendidikan formal dan informal
bisa menghubungi perguruan tinggi melalui LPPM (lembaga penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat) masing-masing perguruan tinggi atau langsung
menghubungi Rektor/Ketua/Dekan terkait.
Gambar 6. Laboratorium Politeknik/Institute/Universitasa yang bisa
dikolaborasikan dengan Lab-site desa/lembaga
2. Lembaga Pemerintah. Pengalaman desa Gemawang dalam membangun dan
mengembangkan serta mengelolan lab-site bisa menjadi pelajaran dan bisa ditiru
oleh desa atau lembaga lain dalam pembangunan lab-site. Lembaga Pemerintah
sepereti Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Dinas Pertanian selama ini telah membantu desa Gemawan untuk
membangun dan mengembangkan lab-site. Itu berarti, desa atau lemabaga lain
bisa juga mengajak lembaga pemerintah seperti tersebut diatas untuk
membangun, mengembangkan dan mengelola lab-site. Aspek yang bisa di
kolaborasikan dengan Lembaga Pemerintah adalah sarana prasarana, sistem dan
prosedur pembelajaran.
Gambar 7. Bangunan TBM di desa Gemawang hasil kerjasama dengan Pemerintah
3. Lembaga Sosial Non Pemerintah. Belajar dari kasus desa Gemawang, desa Gemawang
mampu menjalin hubungan dengan Yayasan Titian untuk menjadikan desa Gemawang
menjadi desa pembelajar. Yayasan Titian memberi bantuan dengan cara membangun
dan menyediakan bangunan fisik untuk ruang pembelajaran, ruang pamer dan
penataan lingkungan. Perabotannya juga mereka bantu. Saat ini bangunan tempat
belajar paket C, PAUD, dan keaksaraan telah berdiri. Bahkan juga telah terbangun
showroom untuk memamerkan hasil kerajinan masyarakat desa Gemawang.
Pengalaman ini bisa ditiru juga oleh desa lain maupun lembaga lain yang ingin
membangun dan mengembangkan lab-site. Yayasan-yayasan sosial seperti
Yayasan Titian bisa diajak bekerjasama untuk mengembangkannya. Lembaga
lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga bias diajak bekerjasama
untuk membangun, mengembangkan dan mengelola lab-site. Aspek yang bisa
dikolaborasikan dengan LSM & Yayasan Sosial adalah lokasi, pendanaan dan
sekaligus bisa sebagai pengelolanya
Gambar 8. Bangunan dan Galeri di desa Gemawang sebagai hasil kolaborasi
dengan Yayasan Titian
4. Perusahaan. Perusahaan baik swasta maupun pemerintah bisa diajak kerjasama untuk
membangun, mengembangkan dan mengelola lab-site. Mereka juga memiliki komitmen
untuk membantu lingkungan disekitarnya. Mereka memiliki program CSR (corporate
social responsibility) yang bisa dialokasikan untuk kegiatan lab-site. Selama ini mereka
juga berusaha untuk mencari partner untuk menyalurkan dana CSR mereka. Mereka
akan sangat terbuka jika akan diajak kerjasama dalam membangun, mengembangkan
bahkan dalam mengelola lab-site. Selama perusahaan mereka masih ada, program CSR
pasti ada pula dan selama itu pula lembaga pendidikan non formal dan informal bisa
mengakses dana dan bantuan teknik serta SDM dalam membangun, mengembangkan
dan mengelola lab-site. Aspek yang bisa dikolaborasikan dengan Perusahaan adalah
pembelajaran, penelitian, dan kegiatan usaha.
5. Pihak Donatur. Selain perusahaan, masih ada individu-individu maupun lembaga yang
bisa diajak bekerjasama untuk membangun, mengembangkan dan mengelola lab-site.
Aspek yang bisa dikolaborasikan dengan donatur adalah masalah pembiayaan
operasional program, pengelolaan program maupun pengembangan lab-site di masa
yang akan datang. Donatur ini tidak semuanya terdaftar sehingga perlu dilakukan
identifikasi disekitar lab-site, siapa saja yang memungkinkan untuk diajak kerjasama.
Pengurus dan pengelola lab-site perlu proaktif untuk mencari dan menghubungi
mereka untuk diajak kerjasama.
MODEL PENGEMBANGAN
Pembangunan, pengembangan dan pengelolaan lab-site kolaboratif bisa dilakukan
dengan melakukan beberapa rangkaian kegiatan. Rangkaian kegiatan tersebut yang
dikaitkan dengan kinerja organisasi lembaga pendidikan non formal dan informal akan
membentuk model pembangunan dan pengembangan.
Model pengembangan ini diawali dari tahapan analisis kebutuhan lab-site. Dalam
tahapan ini akan dilakukan kegiatan analisis lab-site eksisting, analisis kebutuhan
pembelajaran dan analisis kebutuhan lab-site. Lab-site yang dibutuhkan ini akan
dipilah dan dipilih lab-site mana yang akan dikolaborasikan dengan pihak lain dan
dalam hal apa, dimana dan kapan.
Pada tahap berikutnya akan dilakukan indentifikasi mitra strategis. Dalam tahapan ini
akan dilakukan kegiatan seperti analisis kebutuhan lab-site kolaboratif, identifikasi dan
analisis mitra strategis yang akan diajak kolaborasi. Setelah diketemukan calon mitra
strategisnya, bisa dilakukan penjajagan awal dengan lembaga mitra tersebut.
Selanjutkan perlu dilakukan penetapan mitra strategis mana yang akan diajak
kolaborasi. Komitmen, konsistensi, kesungguhan dan kemampuan perlu diperhatikan
dalam tahap penetapan ini. Dalam tahap penetapan ini, perlu dilakukan kegiatan
seperti melakukan negosiasi, membuat memorandum of understanding (MOU) dengan
mitra strategisnya dan melakukan tindak lanjut dari MOU tersebut.
Tahap berikutnya adalah melakukan pelaksanaan kolaborasi. Dalam pelaksanaan
kolaborasi ini bisa dilakukan dalam hal pembangunan lab-site, pengembangan lab-site
yang sudah ada dengan cara menambah, mengupgrade maupun memperbaiki lab-site
untuk pembelajaran.
Gambar 9. Tahapan dalam Menjalankan Kerjasama Pengembangan Lab-Site
Top Related