STRATEGI KEBERLANGSUNGAN USAHA WAYANG
KARDUS DI KECAMATAN BULUKERTO
KABUPATEN WONOGIRI
TAHUN 2019
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
Jurusan Geografi Fakultas Geografi
Oleh :
MUHAMMAD YAZID NUR FADLILLAH ROSADA
E100150157
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
ii
iii
1
STRATEGI KEBERLANGSUNGAN USAHA WAYANG KARDUS DI
KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI
TAHUN 2019
Abstrak
Kecamatan Bulukerto merupakan kecamatan penghasil wayang kardus.
Kecamatan Bulukerto dulunya hampir di setiap desa terdapat pengrajin wayang
kardus namun akibat lunturnya budaya mengakibatkan budaya wayang kurang
diminati sehingga menyebabkan produksi pengrajin menurun dan banyak
pengrajin beralih profesi. Jumlah pengrajin wayang kardus dari tahun ke tahun
mengalami penurunan dari segi pengrajin maupun produksi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik usaha wayang kardus di Kecamatan
Bulukerto, perkembangan usaha wayang kardus, menganalisis kendala-kendala
yang dihadapi pengrajin dan mendeskripsikan strategi bertahan yang dilakukan
pengrajin wayang kardus. Metode penelitian ini menggunakan survei, degan
menggunakan metode sampling jenuh. Pengambilan sampel dengan metode
sampling jenuh karena jumlah populasi kurang dari 30 orang, sedikitnya jumlah
populasi maka peneliti menggunakan metode total sampling yaitu seluruh
populasi menjadi pengerajin yang akan diamati sebagai sampel. Hasil penelitian
1) Karasteristik usaha wayang kardus di Kecamatan Bulukerto terdapat 2 yakni
yang pertama karakteristik pengrajin berupa jenis kelamin, usia pengrajin,
pendidikan trakhir, status kawin. Yang kedua Karakteristik usaha wayang kardus
berupa asal mula,lama menekuni usaha, modal usaha, tenaga kerja, lokasi
pesaing, tahapan pembuatan wayang kardus, daerah asal bahan baku, dan
pemasaran. 2) Perkembangan usaha wayang kardus di Kecamatan Bulukerto
meliputi cikal bakal usaha, masa jaya, masa surut pertama, masa kebangkitan,
masa surut ke dua. 3) kendala – kendala wayang kardus di Kecamatan Bulukerto
meliputi modal, bahan baku, sumber daya manusia, cuaca. 4) strategi bertahan
pengrajin wayang kardus di Kecamatan Bulukerto meliputi strategi bahan baku,
strategi inovasi penambahan tokoh wayang, strategi pemasaran, strategi harga.
Kata kunci: wayang kardus, usaha, karakteristik, perkembangan, kendala-
kendala, strategi.
Abstract
Bulukerto Subdistrict is a sub-district of producing cardboard puppets. Bulukerto
sub-district used to be in almost every village of cardboard puppet craftsmen but
due to the fading culture, the culture of wayang was less in demand, causing the
production of craftsmen to decline and many craftsmen changed professions. The
number of cardboard puppet craftsmen from year to year has decreased in terms
of craftsmen and production. This study aims to determine the characteristics of
the cardboard puppet business in Bulukerto Subdistrict, the development of the
cardboard puppet business, analyze the constraints faced by craftsmen and
describe the survival strategy of cardboard puppet craftsmen. This research
2
method uses survey, using saturated sampling method. Sampling with saturated
sampling method because the total population is less than 30 people, at least the
total population, the researchers used a total sampling method that is the entire
population to be craftsmen to be observed as a sample. The results of the study 1)
The characteristics of the cardboard puppet business in Bulukerto Subdistrict
were 2 namely the first characteristics of craftsmen in the form of gender,
craftsman age, latest education, marital status. The second characteristic of
cardboard puppet business in the form of its origin, time to pursue business,
venture capital, labor, competitor's location, stages of making cardboard puppets,
areas of origin of raw materials, and marketing. 2) The development of the
wayang cardboard business in Bulukerto District covers the embryo of the
business, the glorious period, the first ebb period, the period of awakening, the
second ebb period. 3) cardboard puppet constraints in Bulukerto District include
capital, raw materials, human resources, weather. 4) survival strategies of
cardboard puppet craftsmen in Bulukerto District include raw material strategy,
innovation strategy of adding puppet figures, marketing strategy, pricing strategy.
Keywords: puppet cardboard, business, characteristics, development,
constraints, strategy.
1. PENDAHULUAN
Globalisasi budaya dapat membuat tergantikannya budaya di negara kita sendiri.
Budaya di Indonesia telah banyak yang diambil atau diakui oleh negara lain,
seperti wayang kulit yang pernah diklaim oleh Malaysia sebagai bagian dari
budaya mereka. Tidak hanya wayang kulit, banyak juga budaya Indonesia yang
diakui oleh Malaysia diantaranya wayang kulit, lagu Rasa Sayange, batik, reog
Ponorogo, rendang, angklung, kuda lumping, tari pendet dan tari piring. Hal ini
terjadi karena kita sebagai masyarakat Indonesia mudah sekali terpengaruh oleh
budaya asing dan mengikuti tren yang terjadi di era globalisasi, media massa
membuat perluasan budaya barat atau budaya dari luar diketahui oleh masyarakat
Indonesia dan menirunya, seharusnya kita harus lebih pintar untuk memilih atau
menyaring budaya asing mana yang patut kita ikuti dan yang tidak patut kita
ikuti. Dampak jika budaya di Indonesia hilang yakni budaya tersebut akan
diklaim oleh negara lain, lunturnya bahasa jawa halus, generasi muda akan
mengikuti mode, riasan, bahasa, pergaulan, kebiasaan dan lain-lain yang
menyebabkan mereka menjadi seperti masyarakat bangsa lain dan membuat
generasi muda tersebut kehilangan jati diri bangsa.
3
Kabupaten Wonogiri mempunyai warisan budaya lokal yang berpotensi
bagus untuk terus dikembangkan. Adapun berbagai industri rumah tangga yang
terkenal sebagai desa penghasil wayang kardus yaitu Kecamatan
Bulukerto,kabupaten Wonogiri. Wayang merupakan boneka tiruan orang yang
terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan
tokoh pertunjukan drama tradisional (bali, jawa, sunda, dsb), biasanya dimainkan
oleh seseorang yg disebut dalang. Jenis-jenis wayang menurut bahan pembuatan :
Wayang Kulit, Wayang Kardus, Wayang Bambu, Wayang Kayu, Wayang
Orang, Wayang Motekar.
Seni kerajinan wayang kardus kecamatan Bulukerto mulai berkembang
pertama kali sekitar tahun 1985. Berawal dari pengrajin yang bernama Giyarto,
sejak tahun 1985 Giyarto sendiri telah megeluti kerajinan wayang kardus ini dan
alhasil pesanan wayang kardus meningkat, lalu Giyarto merekrut dua karyawan
untuk membantu aktifitas produksinya. Dalam waktu tempuh 10 hari, pengerajin
ini bisa menghasilkan sekitar 250 wayang kardus, dengan omset penjualan sekitar
Rp 3.000.000, atau Rp 9.000.000 dalam sebulan. Harga jual wayang kardus
berfariasi, antara Rp 10.000 hingga Rp 20.000, tergantung bentuk, karakter dan
ukuran wayang. Meski hanya berbahan karton, produksi wayang kardus Giyarto
telah tersebar di beberapa kota Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta, bahkan
pernah juga mendapat pesanan 300 wayang kardus dari negara Perancis.
Di Desa Nangglik Kecamatan Bulukerto ini terdapat 32 pengerajin
wayang kardus seperti Giyarto. Terlepas dari upaya mencari nafkah dan
menghidupi anak istri, aktifitas membuat karya seni layak didukung dan di
lestarikan. Para pengerajin sendiri membuat wayang kardus bukan sekedar
mencari penghidupan, tetapi juga punya obsesi ingin melestarikan seni, budaya
dan tradisi warisan nenek moyang bangsa Indonesia.
Kerajinan wayang kardus pun menurun dikarenakan budaya wayang yang
semakin lama tidak diminati oleh masyarakat karena masyarakat khususnya para
pemuda lebih codong senang meniru budaya-budaya luar dari pada budaya asli
kita sendiri. Selain itu, juga disebabkan karena kurang mengerti bahasa jawa
halus. Penggunaan bahasa jawa halus juga membuat sebagai masyarakat saat ini
4
tidak mengetahui apa yang dibicarakan oleh sang dalang karena hanya orang-
orang zaman dahulu yang mampu memahami isi cerita dari pertunjukan wayang
tersebut. Banyaknya pilihan media hiburan yang beragam dan praktis, bahkan
gratis juga menjadi salah satu pilihan yang membuat generasi muda lebih suka
dengan budaya populer dibandingkan budaya wayang. Penggunaan bahasa jawa
halus juga membuat generasi muda tidak mau menontonnya karena tidak
memahami apa yang dibicarakan oleh pak dalang.
Keberlangsungan wayang kardus harus tetap dijaga yakni dengan
merutinkan pagelaran wayang maka akan menambah minat genarasi muda umtuk
menyaksikan, serta pelajaran bahasa jawa dengan pengenalan tokoh wayang
harus diajarkan dari sejak dini. (website resmi pemerintah Desa Nangglik
Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri).
2. METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Survei dilakukan terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Populasi
yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah Pengrajin Wayang Kardus di
Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri yang berjumlah 18 pengerajin yang
tersebar di 3 desa yakni desa Ngaglik, desa Domas, dan desa Sugihan. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara yang menggunakan
kuisioner dan data sekunder dari dinas instansi. Metode pengambilan sampel
menggunakan metode sampling jenuh.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Usaha Wayang Kardus
Karakteristik pengrajin wayang kardus di Kecamatan Bulukerto Kabupaten
Wonogiri dapat di lihat dari jenis kelamin pengrajin, usia pengrajin, pendidikan
terakhir pengrajin, dan status perkawinan pengrajin.
Analisis karakteristik pengrajin wayang kardus yang pertama mengetahui
rata-rata jenis kelamin pengrajin wayang kardus di Kecamatan Bulukerto, yang
mana dari sampel pengrajin sebanyak 18 pengrajin dari hasil penelitian, rata-rata
5
pengrajin berjenis kelamin laki-laki yang mendominasi dengan jumlah 78%
dengan sisanya hanya 22% yakni dengan pengrajin yang berjenis kelamin
perempuan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan kenapa lebih banyak
pengrajin laki-laki daripada pengrajin yang berjenis kelamin perempuan yakni
dalam pemasaran wayang kebanyakan dilakukan oleh para pria karena mengingat
kondisi jangkuan pasar yang lumayan jauh dari lokasi wilayah pengrajin berasal
dan mengingat jumlah barang dagangan yang di bawa tidak sedikit.
Dari hasil penelitian dapat dilihat usia pengrajin termuda yakni 32 tahun,
usia pengerajin tertua yaitu 65 tahun dan rata – rata usia pengrajin wayang kardus
yaitu 53 tahun. untuk pengrajin diatas 60 tahun yang artinya bisa dikatakan tidak
pada usia produktif karena dengan faktor usia yang sudah lanjut dalam
keberlangsungan industri tidak mendukung.
Pendidikan terakhir pengrajin wayang kardus di Kecamatan Bulukerto
dari total sampel 18 pengrajin lebih dari setengahnya lulusan Sekolah Dasar
dengan presentase 61%. Dan 28% pengrajin lulus Sekolah Menengah Pertama
dan sisanya 11% merupakan pengrajin dengan lulusan sekolah menengah atas.
Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa tingkat SDM pengrajin wayang
kardus rendah.
Status perkawinan pengrajin wayang kardus di Kecamatan Bulukerto
hampir semua pengrajin sudah berstatus menikah dengan presentase sebanyak
94% dan hanya 6% yang belum berumah tangga. Dengan ini dapat disimpulkan
bahwa Pengrajin yang sudah berumah tangga biasanya dalam usaha wayang
kardus mereka dibantu oleh anggota keluarga masing-masing yang mulai
membantu dari proses produksi hingga pemasaran.
Asal mula menekuni usaha wayang kardus yakni mulai berkembang
pertama kali sekitar tahun 1985. Berawal dari pengrajin yang bernama Giyarto,
sejak tahun 1985 Giyarto sendiri telah megeluti kerajinan wayang kardus ini dan
alhasil pesanan wayang kardus meningkat, lalu Giyarto merekrut dua karyawan
untuk membantu aktifitas produksinya. Dalam waktu tempuh sepuluh hari,
pengerajin ini bisa menghasilkan sekitar 250 wayang kardus, dengan omset
penjualan sekitar Rp 3.000.000, atau Rp. 9.000.000 dalam sebulan. Harga jual
6
wayang kardus berfariasi, antara rp 10.000 hingga Rp 20.000, tergantung bentuk,
karakter dan ukuran wayang.
Lama menekuni usaha wayang kardus yang dilakukan di Kecamatan
Bulukerto rata-rata mereka sudah lebih dari 10 tahun. Hal tersebut karena wayang
kardus muncul di tahun 1990.an yang mana masyarakat di kecamatan bulukerto
pada saat itu pun sudah mulai menekuni usaha sampingan ini ditiap tahunnya.
Pengrajin wayang kardus di Kecamatan Bulukerto yang mulai menekuni usaha
paling sebentar yakni 5 tahun dan paling lama menekuni usaha wayang kardus
yakni 20 tahun.
Modal yang digunakan untuk usaha wayang kardus ditiap tahun tidak bisa
di tentukan secara pasti karena melihat harga bahan baku dan jumlah produksi.
Untuk pengrajin di kecamatan bulukerto memiliki modal awal untuk usaha
wayang kardus dimulai dari modal paling kecil yakni Rp.500.000 dan modal
yang paling besar yakni Rp.5.000.000 . pengrajin yang menggunakan modal awal
dari Rp.1.000.000 hingga Rp.5.000.000 modal awal yang digunakan yakni untuk
kebutuhan membeli bahan baku dan juga biaya proses produksi. Semakin banyak
jumlah produksi pada pengrajin semakin banyak pula modal yang dikeluarkan.
Untuk pengrajin yang menggunakan modal awal kurang dari Rp.1.000.000
mereka biasanya hanya produksi dengan jumlah sedikit dan untuk dijual sendiri.
Modal yang digunakan pun menggunakan modal pribadi karena untuk usaha
wayang kardus hanya dilakukan produksi secara misal di waktu tertentu atau
musiman.
Jumlah tenaga kerja untuk usaha wayang kardus hanya anggota keluarga
dengan ada diantaranya pengrajin yang melakukan produksi sendiri.hal tersebut
karena usaha ini merupakan industri rumah tangga dan untuk usaha sampingan
yang dilakukan di sela-sela waktu setelah pekerjaan pokok. Pengrajin pun
melakukan produksi jauh jauh hari yakni 3 bulan sebelum perayaan tahun baru
sudah memulai untuk membuat wayang kardus.
Hambatan yang dilalui pengrajin wayang kardus pada saat proses
produksi dan pemasaran yakni mulai dari produksi, pengrajin mengeluhkan
masalah bahan baku yang selalu naik serta hambatan lainnya seperti cuaca.
7
Karena pada saat proses produksi cuaca digunakan untuk proses pengeringan cat
pada wayang setelah diwarnai. Untuk hambatan pemasaran merupakan generasi
muda tidak tertarik untuk membeli wayang kardus dan tidak mengenal tokoh –
tokoh wayang, budaya wayang yang smakin lama tidak diminati oleh masyarakat
karena masyarakat khususnya para pemuda lebih codong senang meniru budaya-
budaya luar dari pada budaya asli kita sendiri. Banyaknya pilihan media hiburan
yang beragam dan praktis, bahkan gratis juga menjadi salah satu pilihan yang
membuat generasi muda lebih suka dengan budaya populer dibandingkan budaya
wayang.
Lokasi pesaing wayang kardus memiliki saingan terutama dari pengrajin
wayang kardus dari Kecamatan Manyaran, Kecamatan Wuryantoro, Kecamatan
Slogohimo akan tetapi itu terjadi bagi pengrajin wayang kardus Kecamatan
Bulukerto yang berjualan di luar Jawa seperti Kalimantan dan Sumatra. Untuk
pesaing lain mereka berasal dari Ponorogo hal itu terjadi kepada pengrajin
wayang kardus yang berjualan di Jawa Timur. Selain pesaing dari Luar Wilayah
Kecamatan Bulukerto, mereka para pengrajin juga memiliki pesaing di satu
Wilayah Kecamatan akan tetapi bersaing dengan sehat dan sudah berkomunikasi
untuk menentukan kesepatakan harga yang sama untuk satu buah wayang kardus.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan wayang kardus yakni
meliputi kertas Karton / Kerdus, Tatah, Cat, Bensin, Pernis, Brom, Bambu, dan
Tiner. Untuk tahapan pembuatan wayang kardus yakni dimulai dari pengeleman
kertas karton putih, kertas karton tersebut ada 2 wajah yang satu sisi berwarna
putih sisilain berwarna agak kecoklatan proses pengeliman ini dengan cara
menggabungkan 2 kertas karton yang sisi kecoklatan digabungkan dengan sisi
kecoklatan setelah menjadi satu yaitu sisi putih dan sisi putih . Setelah proses
pengeleman pengambaran tokoh wayang, setelah penggambaran tokoh wayang
lalu ditatah sesuai wajah dan raut muka tokoh wayang, penatahan selesai
dilanjutkan pemotongan bentuk tokoh wayang dan tahap trakhir yakni pemberian
warna pada wayang dengan cat dan dikeringkan sampai benar – benar kering
supaya hasilnya bisa menarik pembeli untuk membeli wayang tersebut. Bahan
baku pun semakin bervariatif dengan munculnya berbagai macam tokoh wayang
8
seperti tokoh Punokawan, Kurawa, Gunungan, Buto – Buto. Dalam berbagai
tahapan tersebut proses produksi juga memerlukan waktu yang cukup lama agar
wayang dibuat dengan optimal. Mulai dari 5 sampai 10 hari untuk proses
pembuatan.
Asal bahan baku untuk wayang kardus yakni ada 2 opsi untuk pengrajin
mendatangkan bahan baku tersebut. Ada pengrajin yang memilih mengambil
bahan baku dari dalam Wilayah Kecamatan dan ada pula yang memilih untuk
mengambil bahan baku dari Luar Wilayah Kabupaten Wonogiri dengan berbagai
pertimbangan yang di sampaikan. Untuk pengrajin yang mengambil bahan baku
di dalam Wilayah Kecamatan mereka mengatakan bahwa pertimbangan jangkuan
yang lebih dekat di rasa lebih mudah. Hal tersebut juga di dorong sedikit
banyaknya jumlah bahan baku yang di ambil. Pengrajin yang menggambil bahan
baku di dalam satu Wilayah Kecamatan biasanya mereka mengambil bahan baku
tidak dalam jumlah yang begitu banyak. Berbeda dengan pengrajin yang
mengambil bahan baku keluar Wilayah Kabupaten Wonogiri seperti halnya ke
kota Surakarta mereka beranggapan mengambil bahan baku di Wilayah Surakarta
akan jauh lebih murah dengan garis bawah mereka mengambil dengan jumlah
bahan baku yang banyak sekaligus.
9
Gambar 1. Peta Asal Bahan Baku Usaha Wayang Kardus
10
3.2 Perkembangan Usaha
Perkembangan usaha wayang kardus di Kecamatan Bulukerto dari awal
munculnya sampai sekarang mengalami pasang surut. Cikal bakal usaha wayang
kardus di Kecamatan Bulukerto berawal di tahun 1980an. Seni kerajinan wayang
kardus kecamatan Bulukerto mulai berkembang pertama kali sekitar tahun 1985.
Berawal dari pengrajin yang bernama Giyarto, sejak tahun 1985 Giyarto sendiri
telah megeluti kerajinan wayang kardus ini dan alhasil pesanan wayang kardus
meningkat, lalu Giyarto merekrut dua karyawan untuk membantu aktifitas
produksinya. Dalam waktu tempuh sepuluh hari, pengerajin ini bisa menghasilkan
sekitar 250 wayang kardus, dengan omset penjualan sekitar Rp.3.000.000 , atau
Rp.9.000.000 dalam sebulan. Harga jual wayang kardus berfariasi, antara
Rp.10.000 hingga Rp.20.000, tergantung bentuk, karakter dan ukuran wayang.
Meski hanya berbahan karton, produksi wayang kardus Giyarto telah tersebar di
beberapa kota jawa tengah, jawa timur, dan jakarta, bahkan pernah juga mendapat
pesanan 300 wayang kardus dari warga negara perancis.
Mulai tahun 2000 terompet kertas memiliki variasi dalam hal bentuk
dengan munculnya berbagai variasi tersebut membuat wayang kardus yang
mulanya hanya membuat tokoh Pandawa, Kurawa, dan Punokawan setelah
peminatnya banyak para pegrajin membuat tokoh wayang lebih banyak jenisnya.
Akan tetapi tepat di tahun 2007 pada saat itu kabupaten Wonogiri melakukan
pergantian bupati dan terpilihlah bupati yang baru , perbedaan hobi antara bupati
yang sebelumnya dan yang terpilih sekarang mengakibatkan pagelaran wayang
semakin menurun dikarnakan bupati sekarang lebih suka mengadakan acara
seperti band – band dan dangdut daripada mengadakan pagelaran wayang, dengan
menurunnya pagelaran wayang juga mengakibatkan penjualan wayang kardus pun
menjadi menurun.
Wayang kardus di tahun 2010 mulai mengalami perkembangan dan bisa
dikatakan mulai kembali rame di pasaran yang bisa bertahan sampai di tahun
2015. Setelah itu mulai ditahun 2016 sampai dengan sekarang ini wayang
mengalami penurunan dari segi omzet maupun minat pasar. Hal tersebut karena
budaya yang semakin lama luntur akibat buadaya asing masuk ke Indonesia.
11
Kondisi ini membuat banyak pengrajin yang meninggalkan usaha ini.
Usaha wayang kardus notabene dulu menjadi pekerjaan sampingan yang cukup
menjanjikan. Kini mulai menurun. Tiap Pengrajin wayang kardus kini hanya
mampu menjual 500 buah sampai 1000 buah wayang kardus yang mana dulu
wayang kardus yang terjual bisa sampai 5000 buah. Dari 32 pengrajin di tahun
2014 kini hanya 18 pengrajin yang bertahan. Penurunan tersebut bisa dikatakan
karena berbagai hambatan serta tantangan yang dihadapi pengrajin karena
kemajuan zaman yang mendorong ketatnya persaingan dagang dan perubahan
minat pembeli terhadap wayang kardus.
Perkembangan industri wayang kardus di Kecamatan Bulukerto
Kabupaten Wonogiri tahun 2019 apabila di diskusikan dengan pembanding
penelitian lain seperti dengan penelitian Sdri. Siti Qoeriyah yang berjudul Analisis
Keberlangsungan Industri Genteng Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar
tahun 2017 yakni terdapat persamaan dalam hal perkembangan usaha dimana
usaha genteng mengalami penurunan dari segi jumlah pengrajin dari rentang 3
tahun terakhir. Akan tetapi tidak begitu signifikan hanya berkurang 13 pengrajin
dari tahun 2014 sampai 2017. Hal serupa terjadi pada industri terompet tradisional
di Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri yang juga mengalami penurunan
jumlah pengrajin dalam kurun waktu 4 tahun terakhir adapun penurunan tersebut
lebih signifikan yakni dengan 61 pengrajin dari tahun 2014 yang jumlah
pengrajinnya sebanyak 221 pengrajin di tahun 2018 menurun drastis menjadi 160
pengrajin.
Perkembangan usaha wayang kardus di Kecamatan Bulukerto Kabupaten
Wonogiri tahun 2019 apabila di diskusikan dengan pembanding penelitian lain
seperti dengan penelitian Sdri. Siti Qoeriyah yang berjudul Analisis
Keberlangsungan Industri Genteng Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar
tahun 2017 yakni terdapat persamaan dalam hal perkembangan usaha dimana
usaha genteng mengalami penurunan dari segi jumlah pengrajin dari rentang 3
tahun terakhir. Akan tetapi tidak begitu signifikan hanya berkurang 13 pengrajin
dari tahun 2014 sampai 2017. Hal serupa terjadi pada usaha wayang kardus di
Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri yang juga mengalami penurunan
12
jumlah pengrajin dalam kurun waktu 4 tahun terakhir adapun penurunan tersebut
lebih signifikan yakni dengan 14 pengrajin dari tahun 2014 yang jumlah
pengrajinnya sebanyak 32 pengrajin di tahun 2018 menurun drastis menjadi 18
pengrajin.
3.3 Kendala – kendala Yang Dihadapi Pengrajin Wayang Kardus
3.3.1 Modal
Modal yang dimiliki oleh para pengrajin wayang kardus di Kecamatan Bulukerto
antara yang satu dengan yang lain berbeda – beda, tergantung besar kecilnya
usaha yang dijalankan. Semakin besar modal yang dimiliki pengusaha kerajinan
wayang semakin besar kesempatan memproduksi wayang kardus dalam
memenuhi pesanan (sebagian besar produksi wayang kardus berdasarkan pesanan)
dan berarti kesempatan untuk mengembangkan usaha juga semakin besar.
3.3.2 Bahan Baku
Bahan baku kerajinan wayang kardus ini adalah kardus/kertas karton. Bahan baku
yang terbatas yaitu menggantungkan sisa-sisa kardus yang sudah tidak terpakai
lalu digabungkan. Dalam memperoleh bahan baku pengrajin biasanya memesan
lalu bahan baku dikirim. Karena terkadang pengirim bahan baku slalu telat dalam
pengiriman, pengrajin datang langsung ke tempat bahan baku dibuat.
3.3.3 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dan pendidikan yang berpengaruh terhadap usaha kerajinan
wayang kardus di Kecamatan Bulukerto. Sumber daya manusia yang terampil dan
profesional akan menghasilkan hasil produksi yang berkualitas sehingga banyal
diminati dan berpengaruh terhadap usaha kerajinan yang mereka jalankan.
3.3.4 Cuaca
Dalam memproduksi kerajinan wayang kardus cuaca sangat menentukan hasil
akhir kerajinan wayang. Dari hasil wawancara pada saat musim penghujan sulit
sekali dalam mengeringkan cat ataupun plitur, dan saat musim kemarau sering
terjadi angin-angin mengakibatkan wayang yang sudah di cat lalu dijemur terkena
angin-angin wayang tersebut terkena debu sehingga wayang terdapat bintik –
bintik debut pada bagian cat.
13
Gambar 2. Peta Konsep Kendala – Kendala pengrajin Wayang Kardus
Kendala – Kendala
Pengrajin Wayang
Kardus
Modal Bahan Baku Sumber Daya
Manusia
Cuaca
- Modal tetap
- Modal lancar
- Pengiriman Bahan
Baku Telat
- Menggunakan
bahan baku sisa –
sisa kardus
- Pendidikan
Rendah
- Kurang mengerti
teknologi
- Musim
penghujan
14
3.4 Strategi Bertahan Usaha Wayang Kardus
Strategi wayang kardus di Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri untuk tetap
bertahan yakni terdapat beberapa hal yang dilakukan oleh para pengrajin agar
usahanya tetap berjalan seperti strategi untuk produksi, strategi untuk pemasaran,
dan strategi harga. Strategi bertahan yang dilakukan pengrajin wayang kardus ini
karena melihat kondisi saat ini agar tetap bisa bersaing dan tetap berlangsung.
Untuk strategi produksi dimulai dari strategi pengrajin memperoleh bahan baku
dan
Strategi bahan baku yang dilakukan pengrajin wayang kardus Kecamatan
Bulukerto yakni mereka memperoleh bahan baku dengan datang langsung ke
penjual baik ke luar Wilayah Kabupaten ataupun hanya di satu Wilayah
Kecamatan. Untuk pengrajin yang mengambil bahan baku ke luar wilayah
Kabupaten Wonogiri seperti ke Kota Solo, mereka dengan pertimbangan
mengambil bahan baku sekaligus dalam jumlah yang banyak dan dengan harga
yang lebih murah. Sedangkan untuk pengrajin yang mengambil bahan baku dari
satu Wilayah Kecamatan mereka beralasan tidak mengambil bahan baku dengan
jumlah yang banyak dengan itu mereka mempertimbangkan biaya pengeluaran
apabila mengambil dari luar Wilayah Kabupaten.
Strategi produksi selain bahan baku yakni inovasi yang dilakukan
pengrajin agar wayang kardus mampu mengikuti minat pasar yang semakin luas.
Inovasi tersebut meliputi inovasi tokoh wayang yang sekarang sudah bervariasi
dimulai dari tahun 2000.an muncul wayang kardus dengan tokoh Kurawa,
Punokawan, Gunungan, dan Buto – buto.
Strategi yang dilakukan pengrajin wayang kardus selain dalam faktor
produksi ialah strategi pemasaran dimana strategi pemasaran terdapat 2 cara yakni
strategi menentukan lokasi pemasaran dan strategi pengrajin dalam
mendistrubusikan barang dagangannya. Untuk strategi lokasi pemasaran,
pengrajin terompet kertas di Kecamatan Bulukerto sebagian pulau – pulau di
Indonesia seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Bali.
Strategi pemasaran untuk pendistribusian yakni pengrajin yang menjual
barang dagangannya sendiri dan juga pengrajin yang hanya menjual wayang
15
kardus ke tengkulak tanpa dijual sendiri, dan ada pula pengrajin yang menjual ke
tengkulak dan sisanya dijual sendiri. Pengrajin wayang kardus di kecamatan
bulukerto dari hasil penelitian 56% pengrajin menjual wayang kardus ke
tengkulak dengan beberapa alasan kuat seperti sudah memiliki tengkulak
langganan dan juga mereka menggangap menjual ke tengkulak mengurangi resiko
untuk wayang tidak laku. Sedangkan pengrajin yang menjual wayang kardus
sendiri Sebanyak 22% dan pengrajin yang menjual ke tengkulak dan sisanya
dijual sendiri sebanyak 22 %. Banyaknya pengrajin yang menjual ke tengkulak
yakni dengan kondisi usaha wayang kardus yang saat ini mulai menurun hal
tersebut menjadi faktor para pengrajin tidak mau mengambil resiko menjual
sendiri dan biasanya membuat wayang kertas sesuai pesanan dari para tengkulak
yang dinilai lebih aman dari resiko barang dagangan tidak terjual semua.
Strategi yang terakhir yakni strategi penentuan harga. Dimana penentuan
harga dilakukan agar tidak terjadi permainan harga antar pedagang. Strategi harga
yang dilakukan yakni dengan pukul rata antar pedagang di lokasi yang sama
dengan komunikasi yang dilakukan sebelumnya. Harga untuk satu buah wayang
kardus yang ukurannya kecil dijual dengan harga Rp. 25.000 dan untuk wayang
yang ukurannya besar dijual dengan harga Rp. 35.000, penjualan wayang terhadap
pembeli biasanya dijual perkodi, perkodinya untuk wayang yang kecil dijual
dengan harga Rp. 180.000 dan perkodi untuk wayang yang ukurannya besar dijual
dengan harga Rp. 250.000.
Usaha wayang kardus Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri dalam
menentukan strategi bertahan apabila dikaitkan ataupun di diskusikan dengan
strategi pemasaran 4p (product, price, promotion, andplace) yakni pada strategi
produksi menunjukkan perkembangan yang mana perkembangan tersebut dalam
diketahui dari strategi dalam pengambilan bahan baku yang sudah merambah
keluar daerah penelitian yaitu pengambilan bahan baku dari Kota Surakarta,
Banyuwangi, dan DKI Jakarta. Dan inovasi dalam hal produksi telah menunjukan
perkembangan dari penambahan tokoh wayang yang sudah bertambah. Strategi
lain yaitu strategi penentuan harga yang tiap pengrajin dalam satu wilayah
pemasaran sudah menentukan harga standar yang dilakukan dengan komunikasi
16
dari awal saat akan mulai berdagang. Adapun strategi lain dalam penentuan harga
mereka para pengrajin menentukan harga yang relatif terjangkau. Strategi
promosi dalam usaha wayang kardus merupakan strategi untuk
mengkomunikasikan dan membujuk konsumen agar tertarik dan membeli produk
tersebut. Strategi promosi wayang kardus yang bisa dibilang sedikit lemah atau
kurang karena bisa usaha wayang kardus tidak merambah ke dalam media
elektronik seperti internet jadi untuk itu para pengrajin hanya menjual barang
dagangannya langsung ke konsumen tanpa ada promosi dari pihak lain. Strategi
yang terakhir yaitu strategi place atau strategi distribusi yang mencakup lokasi.
Strategi lokasi dalam usaha wayang kardus sudah meluas hal tersebut bisa di lihat
dari jangkuan pasar yang sudah keluar daerah dan bahkan keluar jawa. Strategi
distribusi wayang kardus mereka para pengrajin memilih lokasi pasar yang
strategis dan rame saat malam suro. Adapun mereka memilih jangkuan pasar Ke
luar jawa karena pertimbangan masih sedikitnya pesaing dari wilayah lain.
17
Gambar 3. Peta Jangkauan Pemasaran Usaha Wayang Kardus
18
4. PENUTUP
a. Karakteritik pengrajin usaha wayang kardus Kecamatan Bulukerto Kabupaten
Wonogiri menunjukkan bahwa pengrajin wayang kardus dominan berjenis
kelamin laki-laki dengan usia pengrajin rata – rata 53 tahun yang bias dikatakan
dalam usia masih produktif. Sedangkan untuk karakteristik usaha wayang kardus
Kecamatan Bulukerto mereka para pengrajin rata-rata sudah menekuni usaha
lebih dari 10 tahun. Modal usaha yang digunakan untuk usaha terompet
tradisional mereka para pengrajin lebih banyak yang menggunakan modal mulai
dari Rp.5000.000 sampai dengan Rp.5.000.000. dalam hasil penelitian tenaga
kerja dalam usaha wayang kardus hanya dilakukan sendiri dan anggota keluarga
saja.
b. Perkembangan wayang kardus di Kecamatan Bulukerto berawal dari tahun
1990-2000 yang pada saat itu merupakan masa kejayaan pertama. Setelah itu
pada tahun 2007 mengalami pasang surut akibat berkurangnya pagelaran
wayang. Masa kebangkitan dirasakan pengrajin pada tahun 2006 hingga 2015.
Dan masa surut kedua dialami pengrajin mulai dari tahun 2016 hingga sekarang
ini.
c. Kendala –kendalan yang dihadapi pengrajin wayang kardus di Kecamatan
Bulukerto Kabupaten Wonogiri yakni dari segi modal, bahan baku , sumber
daya manusia, dan cuaca.
d. Strategi bertahan usaha wayang kardus meliputi yang pertama yakni strategi
bahan baku dengan adanya bahan baku alternatif dari limbah kertas pabrik, yang
kedua strategi inovasi produksi dengan menambah tokoh wayang serta sebagian
bahan baku produksi ada yang mengganti dengan bahan baku yang baik, yang
ketiga strategi pemasaran dilakukan pengrajin dengan jangkuan pasar yang lebih
luas ke kota-kota besar di indonesia, dan yang terakhir strategi harga dengan
penentuan harga pukul rata antar pedagang dan harga wayang dijual dengan
harga yang masih terjangkau.
19
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, J.W. (1963). Ekonomic geography. Pretince, Hall off India, Private
Limited.New Delhi.
Maharsi. (1999). Simbolisme dan Keselarasan Sosio-Budaya Jawa Dalam Lakon
Wayang Babad Wanamarta. Yogyakarta: Tesis S2 Program Pasca Sarjana
UGM.
Marsono. (1991). Wayang Purwa Pada Upacara Sadranan Di Lingkungan Masyarakat
Jawa Tengah, Kontinuitas Dan Perubahannya. Yogyakarta: Tesis S2
Mahasiswa Pasca Sarjana UGM.
Mulyono, S. (1982). Wayang dan Filsafat. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Prakoso, R. L. (2012). Cerita Ruwatan di Candi Sukuh dan Pewayangan Purwa (Kajian
Perbandingan Struktur Cerita). Yogyakarta: Skripsi Sarjana Mahasiswa
Arkeologi UGM.
Top Related