SKENARIO 1
Riska Demam dan Sesak
Seorang anak, Riska, 6 bulan datang diantar ibunya ke Puskesmas Rajabasa dalam keadaan
sesak, dan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Sebagai seorang dokter yang bertugas di KIA,
anda melakukan anamnesis dan menurut ibunya riska sebelumnya ada riwayat batuk pilek sejak
2 minggu yang lalu Pada pemeriksaan fisik didapatkan RR: 60x/menit, T: 39oC, nadi:
110x/menit. Inspeksi terlihat bayi sianosis, dispneu, NCH (+), retraksi dinding dada. Perkusi
didapatkan pekak dan auskultasi terdengar ronki basah halus di basal paru dan tidak ditemukan
mengi. Anda memberikan penatalaksanaan awal dan kemudian merujuknya ke Rumah sakit
untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
1
STEP 1
1. NCH (Napas Cuping Hidung) : Merupakan pernafasan cepat melalui cuping hidung yang
ditandai dengan cuping hidung yang kembang kempis. Pernafasan cuping hidung juga
merupakan salah satu gejala klinis dari penyakit pneumoni serta gejala dari bronkiolitis
yang juga merupakan usaha memenuhi fungsi pernapasan dari obstruksi saluran
pernapasan bawah
2. Mengi : wheezing
2
STEP 2
1. Apakah yang menyebabkan pasien tersebut sesak nafas (dispneu) ?
2. Kenapa bisa terjadi gejala?
3. Penyakit apa sajakah yang mungkin diderita pasien jika dilihat dari skenario di
atas?
4. Bagaimanakah hubungan batuk pilek dengan sesak nafas?
5. Bagaimana dapat terjadi sianosis, NCH (+), ronki basah halus, dan leukositosis
pada pasien tersebut?
6. Bagaimanakah cara penegakan diagnosis pada skenario di atas?
7. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus dan pencegahannya?
9. Bagaimana prognosis dari kemungkinan penyakit pada kasus?
3
STEP 3
1. Penyebab sesak yang biasa terjadi pada anak antara lain:
- virus H. influenza
- Citomegalovirus
- Bakteri gram poritif ataupun negatif
- Mycoplasma pneumonia
- R. pneumonia
- allergen
- zat asing
- obat
2 . Gejala klinis yang timbul dapat disebabkan karena bakteri penyebab terisap ke paru
perifer melalui saluran nafas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu
terjadinya sebukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edama dan kuman di alveoli. Setelah itu akan
terjadi 3 stadium yaitu stadium hepatisasi merah, hepatisasi kelabu dan stadium resolusi.
3. Penyakit yang mungkin diderita pasien antara lain:
- asma
- pneumonia
- gangguan jantung
4
- gangguan pencernaan
4. Mengapa batuk pilek dapat menimbulkan sesak pada pasien tersebut?
5. Mengapa terjadi sianosis, NCH (+), ronki basah halus, dan leukositosis pada pasien
tersebut?
Sianosis dibagi menjadi 2, yaitu:
- Sianosis sentral : karena adanya gangguan pada sistem pernafasan (pulmonal)
- Sianosis perifer : karena terjadi vasokontriksi pembuluh darah dan adanya gangguan
pada sistem kardiovaskuler.
NCH (+) terjadi karena adanya keadaan dispneu berat sehingga meningkatkan usaha nafas
yang berlebihan.
5
H. influenza masuk melalui inhalasi
infiltrasi ke bronkiolus dll
masuk ke alveolus
gangguan pada paru-paru
Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan di parenkim paru yang menyebabkan
turbulensi udara yang masuk ke dalam paru-paru.
Leukositosis terjadi karena infeksi bakteri.
6. Bagaimanakah penegakan diagnosis terhadap skenario di atas?
- Anamnesis
Faktor predisposisi
Awitan
Lokasi (lingkungan)
- Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Pemeriksaan Penunjang
Bakteriologis
o Sputum
o Darah
o Aspirasi
Radiologi
Kriteria diagnosis:
- Pneumonia Berat : Retraksi disertai sesak nafas
- Pneumonia : Retraksi namun tidak disertai sesak
6
7. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda pneumonia, yaitu:
Manifestasi nonspesifik infeksi, yaitu demam, sakit kepala, iritabel, gelisah,
malaise, nafsu makan berkurang, keluhan gastrointestinal.
Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa batuk, takipnea, ekspektorasi
sputum, napas cuping hidung, sesak nafas, air hunger, merintih dan sianosis.
Tanda pneumonia berupa retraksi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara
napas melemah dan ronki.
8. Penatalaksanaan:
Suportif: pemberian oksigen, cairan dan nutrisi.
Farmakoterapi: antibiotic (beri parenteral pada rawat inap dan pemebrian oral jika
sudah stabil atau pada rawat jalan)
9. Prognosis jika pneumonia, pada bronkopneumonia lebih buruk dari pada pneumonia
loburis karena penyebabnya itu susah dihilangkan.
7
STEP 4
1. Penyebab sesak yang biasa terjadi pada anak antara lain:
- Infeksi
H. influenza
Citomegalovirus
Bakteri gram poritif maupun negatif. Bakteri gram negatif merupakan penyebab 70%
pasien pneumonia meninggal dunia.
Mycoplasma pneumonia
- Noninfeksi
Imunocompromized
Kelainan otot dada
Alergen
Benda asing
Terapi (obat)
Pneumonia dapat dibagi dalam 4 kategori berdasarkan lingkungan tempat terinfeksi
(epidemiologi):
- Pneumonia Komunitas : H. influenza, Klebsiella sp.
- Pneumonia Nasokomial : Strep. pneumonia, Enterobacter sp.
- Pneumonia Aspirasi : kesadaran menurun
- Pneumonia Imunocompromized
Prognosis pneumonia dipengaruhi oleh:
- Keadaan hospes (usia, factor imunitas,
- Jenis mikroorganisme yang menginfeksi
- Lingkungan
8
2 . Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di
tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di
tempat lain, misalnya di kulit. Bakteri pneumokokus secara normal berada di
tenggorokan dan rongga hidung (saluran napas bagian atas) pada anak dan dewasa sehat,
sehingga infeksi pneumokokus dapat menyerang siapa saja dan dimana saja, tanpa
memandang status sosial. Percikan ludah sewaktu bicara, bersin dan batuk dapat
memindahkan bakteri ke orang lain melalui udara. Terlebih dari orang yang berdekatan
misalnya tinggal serumah, tempat bermain, dan sekolah. Jadi, siapa pun dapat
menularkan kuman pneumokokus.Bakteri masuk ke dalam paru-paru melalui udara, akan
tetapi kadang kala juga masuk melalui sistem peredaran darah apabila pada bagian tubuh
kita ada yang terinfeksi. Sering kali bakteri itu hidup pada saluran pernafasan atas yang
kemudian masuk ke dalam arteri. Ketika masuk ke dalam alveoli, bakteri melakukan
perjalanan diantara ruang antar sel dan juga diantara alveoli. Dengan adanya hal tersebut,
sistem imun melakukan respon dengan cara mengirim sel darah putih untuk melindungi
paru-paru. Sel darah putih (neutrofil) kemudian menelan dan membunuh organisme
tersebut serta mengeluarkan sitokin yang merupakan hasil dari aktivitas sistem imun itu.
Hal ini yang mengakibatkan terjadinya demam, rasa dingin (menggigil), lemah yang
merupakan gejala umum dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ataupun jamur.
Neutrofil, bakteri, dan cairan mempengaruhi keadaan sekitarnya dan juga mempengaruhi
transportasi O2.Perjalanan bakteri dari paru-paru ke dalam peredaran darah
mengakibatkan penyakit yang serius seperti sepsis, yaitu suatu keadaan tekanan darah
rendah yang kemudian mempengaruhi sistem faal otak, ginjal, dan jantung. Adapun cara
mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:
- Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
- Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
- Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu : (1) stadium kongesti: kapiler
melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih ,Bakteri dalam
jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus
9
dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak menggabung udara, warna mernjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar. Di dalam alveolus didapatkam fibrin, leukosit
neutrofil eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat
pendek. (3) stadium hepatsasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi
pucat kelabu. Permukaan pleura suram karna diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongesif.(4)
stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
menglami nekrosis dan degenarasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara
patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi
sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan
antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.
3. Penyakit yang mungkin diderita pasien yaitu: pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit
peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus,
mikoplasma, jamur atau bahan kimia /benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya
ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch). Gejala umum
dari penyakit paru antara lain:
- batuk
- dahak
- batuk darah (hemoptysis)
- dispneu
- nyeri dada
Gejala klinis dan tanda yang biasa terlihat pada pneumonia yang disebabkan bakteri:
- demam menggigil
- dispneu
10
- nyeri kepala dan otot
- gangguan nasofaring ringan
- mual muntah
- leukositosis
- denyut nadi cepat
- sputum yang berwarna
Gejala klinis dan tanda yang biasa terlihat pada pneumonia yang disebabkan Mycoplasma:
- selama ± 12hari
- demam
- ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas
- nyeri tenggorokan
Pneumonia memiliki beberapa tahapan (stadium) dalam perjalanan penyakitnya.
- Stadium kongesti : Eksudat jernih masuk ke dalam sistem pernafasan.
- Hepatisasi merah : Eritrosit masuk ke dalam alveolus dan terjadi leukositosis.
- Hepatisasi kelabu : Terjadi fagositosis oleh leukosit PMN.
- Stadium resolusi : Terjadi reabsorbsi eksudat oleh makrofag.
4. Mengapa batuk pilek dapat menimbulkan sesak pada pasien tersebut?
11
5. Mengapa terjadi sianosis, NCH (+), ronki basah halus, dan leukositosis pada pasien
tersebut?
Sianosis terjadi karena adanya gangguan perfusi paru-paru. Berikut perjalanan penyakitnya.
12
H. influenza masuk melalui inhalasi
merusak epitel saluran
pernafasan
dihasilkanlah mukus
terjadi obstruksi bronkus
infiltrasi ke bronkiolus dll
masuk ke alveolus
gangguan pada paru-paru
gangguan perfusiterjadi gangguan pertukaran O2
dan CO2
CO2 darah > O2 darah
Hb ikat CO2 lebih banyak
sianosis
6. Bagaimanakah penegakan diagnosis terhadap skenario di atas?
a. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas
akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan
disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih
suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik
seperti hipotermi, penurunanan kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan
dengan meningitis, sepsis atau ileus.
Faktor predisposisi : depresi imun?, penyakit kronis?
Awitan : akut?, kronis?
Lokasi (lingkungan) : komunitas?, rumah sakit?
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda yang mungkin ada adalah suhu ≥ 390 C, dispnea : inspiratory effort ditandai dengan
takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis. Gerakan dinding toraks
dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup. Pada pemeriksaan
auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas
tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena
Inspeksi : sianosis, sesak nafas, nafas cuping hidung
Palpasi : retraksi dinding dada, takipneu
Usia Normal (x/menit) Takipneu (x/menit)
0-2 bulan 20-30 ≥ 60
2-15 bulan 30-40 ≥ 50
16 bulan-5 tahun 20-30 ≥ 40
>5 tahun 15-25 ≥ 30
Perkusi : tidak ada organomegali, pekak pada fase hepatisasi kelabu
Auskultasi : ronki basah halus
c. Pemeriksaan Penunjang
13
Pada pneumonia pneumococcus gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000
– 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan
tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat
albuminuria ringan karna suhu yang naik dan sedikit torak hilin. Pneumonia pneumokokus tidak
dapat dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan
mikrobiologi. Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis
bergeser ke kiri. Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan
keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal
atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik,
dan gagal nafas. Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat
membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal. Pada foto
dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan
pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada
infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya.
Gambaran lain yang dapat dijumpai :
Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
Penebalan pleura pada pleuritis
Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura,
pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel
Bakteriologis
o Sputum : dengan kultur, dapat ditemukan mikroorganisme spesifik penyebab
pneumonia
o Darah : leukositosis ( >15.000/mm3)
o Aspirasi
Radiologi : air bronchogram
7 . Pneumonia: anamnesis bisa ditemukan riwayat ISPA, batuk, demam, sesak napas dan napas
cepat.
Kriteria nafas cepat:
14
umur < 2 bulan: >/ 60 kali per menit
umur 2 bulan -< 12 bulan: >/ 50 kali per menit
umur 12 bulan –5 tahun: >/ 40 kali per menit
Pada pemeriksaan fisik: inspeksi ditemukan NCH, retraksi dinding dada, sianosis.
Pada palpasi retraksi dinding dada. Pada perkusi ditemukan suara paru pekak. Dan
auskultasi terdengar ronki basah bukan wheezing.
Bronchitis: anamnesis bisa ditemukan batuk yang tidak spesifik.
Bronkiolitis: anamnesis bisa ditemukan riwayat ISPA, batuk, demam, sesak napas
dan napas cepat. Pada pemeriksaan fisik: inspeksi ditemukan NCH, retraksi dinding
dada, sianosis, takikardia. Pada palpasi retraksi dinding dada. Auskultasi terdengar
ronki kering/wheezing akibat obstruksi jalan napas.
Asma: anamnesis bisa ditemukan riwayat asma dalam keluarga dan sebelum sesak
penderita terkena allergen. Pada pemeriksan fisik didapatkan sesak yang susah
mengeluarkan napas.
8 . Penatalaksanaan:
Suportif: pemberian oksigen, cairan dan nutrisi (untuk mengurangi factor resiko
karena malnutrisi dan agar tidak mudah terkena infeksi)
Farmakoterapi: antibiotik (beri parenteral pada rawat inap dan pemebrian oral jika
sudah stabil atau pada rawat jalan). Pemilihan antibiotic harus sesuai etiologi.
Pencegahan:
Pemberian nutrisi dan ASI eksklusif
Hati-hati kontaminasi alat dan lingkungan
Pemberian imunisasi seperti campak dan cacar karena komplikasi dari penyakit ini
adalah pneumonia
9 . Penyebab kematian biasanya disebabkan bakteriemi pada penderita pneumonia serta
tergantung komplikasinya.
15
STEP 5. LEARNING OBJECTIVE
1. MEKANISME PERTAHANAN SISTEM PERNAFASAN
2. PNEUMONIA PADA ORANG DEWASA
3. ASPIRASI PNEUMONIA
4. FAKTOR PREDISPOSISI PNEUMONIA
5. BRONKOPNEUMONIA
6. KOMPLIKASI BRONKOPNEUMONIA
7. DIAGNOSIS BANDING PNEUMONIA
8. INDIKASI RAWAT INAP BRONKOPNEUMONIA
9. PATOGENESIS RONKI BASAH DAN KERING
10. PADA BRONKOPNEUMONIA BOLEH ATAU TIDAK DIBERIKAN SALBUTAMOL
STEP 6 . BELAJAR MANDIRI
STEP 7
16
1. MEKANISME PERTAHANAN SISTEM PERNAPASAN
Mekanisme pertahanan tubuh yang melindungi patu berupa :
1). Mekanisme yang berkaitan dengan faktor fisik, anatomik dan fisiologik
2). Mekanisme mukus
3). Mekanisme fagostik dan inflamasi
4). Mekanisme respon imun
MEKANISME YANG BERKAITAN DENGAN FAKTOR FISIK, ANATOMIK DAN
FISIOLOGIK
a). Deposisi partikel
- Partikel yang masuk kedalam sistem pernafasan ukuran >10 tertangkap dirongga
hidung.
- Partikel yang berukuran 5-10 tertangkap dibronkus dan percabangannya.
- Partikel yang berukuran <3 dapat masuk kedalam alveoli. Tertangkap partikel tersebut
disebabkan karena partikel menabrak dinding saluran pernafasan dan adanya
kecenderungan patikel untuk mengendap
b). Reflek batuk
- Mekanisme refleks akibat iritasi percabangan trakeobronkial yang sangat penting untuk
menjaga agar jalan nafas tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil sekresi, dan
menghalangi benda asing yang masuk.
- Rangsangan yang dapat menimbulkan batuk : rangsangan mekanik, kimia, 2
paradangan.
17
MEKANISME ESKASI MUKUS
- Mukus dihasilkan oleh silia yang terdapat pada dinding saluran pernafasan mulai dari
larink sampai bronkiolus terminal.
- Silia bergerak 14 kali perdetik
- Normalnya orang dewasa menghasilkan mukus sekitar 100 ml dalam saluran nafas setiap
hari
- Jika terdapat mukus yang berlebihan
Proses normal pembersihan mungkin tidak efektif lagi
Mukus tertimbun
Membran mukosa terangsang
Mukus dibatukkan keluar sebagai sputum
MEKANISME FAGOSTIK DAN INFLAMASI
- Partikel dan mikroorganisme yang terdeposisi akn difagosit oleh sel-sel yang bertugas
mempertahankan tubuh yaitu:
Makrofag
Sel PMN (polimorfonuklear)
# Makrofag – dijar.pan terdapat sel makrofag alveolar
# Berukuran besar dengan diameter 15-50 ...
# Perkembangandari sel monosit yang dihasilkan oleh sumsum tulang
# Didalam sitoplasma, terdapat macam-macam granula yang berisi enzim.
18
Sel PMN (Normal ada disaluran nafas): jik mo yang masuk tidak dapat diatasi maka
makrofog mengeluarkan aktivatif dan faktor kemotaktik yang menarik PMN untuk
memfagosit dan membunuh.
Alveoll m.o
MEKANISME RESPON IMUN
Ada 2 macam komponen didalam sistem imun :
1. Mekanisme humoral
- Melibatkan aktivitas limposit dan antibodi
- Antibodi didalam sistem pernafasan
IgA: penting dinasofaring dan saluran udara pernafasan bagian atas dan merupakan
produk lokal.
IgG: berperan untuk menggunakan partikel, menetralkan toksin, mengaktifkan
kompleman 2melisiskan bakteri gram negatif
2. Mekanisme seluler
- Yang berperan adalah limposit
CD4 + (sel thelper)
CD3+ (sel tsupresor 2 sel tsitoroksik)
- Sangat penting untuk melindungi tubuh melawan bakteri yang tumbuh secara intraseluler.
2. PNEUMONIA PADA ORANG DEWASA
2.1. Definisi Pneumonia
2.1.1. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
2.1.2. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zul, 2001)
19
2.1.3. Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.
(Smeltzer,2001).
2.1.4. Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar
alveoli yang tidak berfungsi.(Asih,2003)
2.2. Etiologi
2.2.1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis.
Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.
Aeruginosa.
2.2.2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
2.2.3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung, tanah serta kompos.
2.2.4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
2.2.5. Aspirasi
Penyerapan suatu benda oleh paru yang biasanya diakibatkan oleh : makanan,
kerosin(minyak tanah,bensin), cairan amnion, dan benda asing lain.
20
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan anatominya, pneumonia dibagi atas :
1. Pneumonia lobaris
Adalah pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau lebih yang terkena (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Adalah pneumonia yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang
mempunyai pola penyebaran berbercak-bercak (ditandai dengan adanya bercak
infiltrate), teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan meluas
ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya.
3. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
Adalah radang pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkhial dan jaringan
interlobular.
Berdasarkan etiologi, dibagi atas :
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti :
Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta
kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti
pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
e. Aspirasi
f. Pneumonia hipostatik
21
Pneumonia yang disebabkan karena bedrest terlalu lama.
Berdasarkan tempat asal penyebabnya :
1. Hospital Acquired Pneumonia (HAP) / Pneumonia nosokomial
Pneumonia yang didapatkan dari rumah sakit, didefinisikan sebagai pneumonia yang
terjadi setetalh 48 jam perawatan di rumah sakit, tanpa inkubasi. HAP meurpakan
infeksi nosokomial (rumah sakit) kedua tersering infeksi di rumah sakit, dan biasanya
disebabkan oleh bakteri. Terjadinya infeksi ini disebabkan ketidak seimbangan antara
kemampuan pertahanan tubuh penderita dibandingkan kemampuan bakteri untuk
tumbuh dan berkembang
2. Environment Acquired Pneumonia / Pneumonia Komunitas
Pneumonia berasal dari lingkungan. Penyebab terjadinya pneumonia komunitas
ini dijumpai cenderung penderita dengan faktor resiko tertentu, misalnya H. Influenza
pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia, gram negatif pada pasien dari
rumah jompo.
Faktor resiko terjadinya pneumoni komunitas adalah (1) usia > 65 th, (2) infeksi pada
paru yang multilobuler / nekrotikans, (3) penyakit penyerta seperti (infeksi paru
kronis, DM, gagal ginjal kronik, gagal jantung, gangguan hati), (4) gangguan fungsi
organ lainnya.
Berdasarkan sindrome klinis :
1. Pneumonia Bakterial
Pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae adalah pneumonia
bakterialis yang paling umum dan paling prevalen setara musim dingin dan musim
semi ketika infeksi traktus respiratorius atas paling sering terjadi. Kondisi ini dapat
terjadi sebagai bentuk bronkopneumonia/lobaris pada pasien segala kelompok usia
dan dapat menyertai penyakit pernafasan yang baru saja dialami.
2. Pneumonia Atipikal
Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q,
penyakit Legionnaires, Pneumocystis carinii dan virus termasuk kedalam sindrom
22
pneumonia atipikal. Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal
primer yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis 3 tanpa dinding sel.
Berdasarkan frekuensi nafas, tarikan dinding dada bagian bawah, bunyi nafas/stridor :
1. Pneumonia
Batuk, demam lebih dari 38°C disertai sesak nafas. Frekuensi nafas lebih dari
40x/menit, ada tarikan dinding dada bagian bawah. Pada auskultasi didapati bunyi
stridor pada paru.
2. Non Pneumonia
Bila bayi dan balita batuk, demam 38°C tidak disertai nafas cepat lebih dari
40x/menit, tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada bunyi stridor
pada paru.
Umur Nafas normal Nafas cepat (takipnea)
0-2 bulan
2-12 bulan
1-5 tahun
30—50 x/menit
25-40 x/menit
20-30 x/menit
60 x/menit
50 x/menit
40 x/menit
(sumber : Pedoman perhitungan frekuensi nafas, WHO).(lilik dan akhyar 2009)
2.4. FAKTOR RESIKO
Faktor Risiko
Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi
untuk terkena pneumonia, yaitu antara :
o Usia lebih dari 65 tahun
o Merokok
o Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
o penyakit kronis lain.
o Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan
o emfisema.
23
o Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit
jantung. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
o Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan
sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
o Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus(IKA FKUI,1995).
Faktor yang meningkatkan resiko berjangkitnya pneumonia
Umur dibawah 2 bulan
Jenis kelamin laki-laki
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tidak mendapat ASI memadai
Polusi udara
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Membedong bayi
Defisiensi vitamin A
Faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat pneumonia
a. Umur dibawah 2 bulan
b. Tningkat sosio ekonomi rendah
c. Gizi kurang
d. Berat badan lahir rendah
e. Tingkat pendidikan ibu rendah
f. Tingkat pelayanan kesehatan rendah
g. Kepadatan tempat tinggal
h. Imunisasi yang tidak memadai
i. Menderita penyakit kronis ((Underwood, 2000).
2.5. MANIFESTASI KLINIS
24
Menurut Said (2008), dalam ahmad ghozali,2010 menyatakan gambaran klinis
pneumonia secara umum adalah sebagai berikut :
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan GIT seperti mual, muntah atau diare: kadang-kadang ditemukan
gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
2.6. PATOFISIOLOGI
Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia pneumokokus
merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat
percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena efek
gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
a. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-
sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari
kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip
hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang
berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak
kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan
arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya
semula.(Underwood, 2000 : 392).
25
2.7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m dengan
pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan fungsi
paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat menentukan / mencari
etiologinya. Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya
dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar. Foto rontgen dilakukan untuk
melihat :
1. Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
2. Luas daerah paru yang terkena.
3. Evaluasi pengobatan
Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau
beberapa lobur.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan gas darah
2. Pemeriksaan Radiologi (foto thoraks)
3. Pemeriksaan penunjang (histologi dan serologi )
4. Pemeriksaan fungsi paru
2.8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Antibiotik
Antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin dan sefalosporin generasi pertama.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada keadaan sepsis berat.
c. Inotropik
Pemberian obat inotropik seperti dobutamin atau dopamine kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
d. Terapi oksigen
26
Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau
saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
e. Nebulizer
Nebulizer digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental. Dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronchodilator bila terdapat bronchospasme.
f. Ventilasi mekanis
Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia :
Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan oksigen 100 % dengan
menggunakan masker
Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau
didapat asidosis respiratorik.
Respiratory arrest
Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
3. ASPIRASI PNEUMONIA
Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang bersal dalam tubuh maupun di luar tubuh
penderita. Pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa
alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan
berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam lambung
yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan oropharingeal
menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil
dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda asing merupakan
kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi pneumonia
bakterial.
27
Patogenesis
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru, keadaan ini
disebabkan mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya mikroorganisme (bakteri) didalam
paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui berbagai cara yaitu:
Inhalasi langsung dari udara
Aspirasi bahan- bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat lain
Penyebaran secara hematogen.
Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang.Di sini terdapat peranan aksi
mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang teraspirasi. Terdapat 3
faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang
teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antara
berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim
disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi kerusakan
epitel, pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi
infiltrasi sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan
interstisial, duktus alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan
membran hialin dan perdarahan intra alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi
dan perfusi.
Gejala klinis
Biasanya didahului infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari,
kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang melebihi 40o celcius, sakit
28
tenggorokan, nyeri pada otot- otot dan sendi. Kadang disertai batuk, dengan sputum
mukoid atau purulen dan dapat disertai dahak.
Diagnosis
Untuk mendiagnosis pneumonia aspirasi, tenaga kesehatan harus melihat gejala pasien
dan temuan dari pemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah
dan kultur sputum mungkin juga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk
mendiagnosis pasien di rumah sakit dan beberapa klinik yang ada fasilitas foto polosnya.
Namun, pada masyarakat (praktek umum), pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan
gejala dan pemeriksaan fisik saja. Mendiagnosis pneumonia bisa menjadi sulit pada
beberapa orang, khususnya mereka dengan penyakit penyerta lainnya. Adakalanya CT
scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk membedakan pneumonia dari penyakit
lain.
Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik oleh
tenaga kesehatan mungkin menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju
pernapasan, penurunan tekanan darah , denyut jantung yang cepat dan rendahnya saturasi
oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan oleh oksimetri
atau analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, atau memiliki
sianosis memerlukan perhatian segera.
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan terlihat bagian
yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. Pada
perkusi ditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni, bronkofoni,
“whispered pectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura (pleural friction
rub). Distensi abdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu
dibedakan dengan kolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.
Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Radiologis
29
Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas adalah
foto polos dada. Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan interstitial dengan atau tanpa
disertai gambaran kaviti pada segmen paru yang terinfeksi. Gambaran lusen disertai
dengan infiltrat menunjukkan nekrotik pneumonia. Air fluid level mengindikasikan abses
paru atau fistula bronkopleura.Sudut costofrenicus yang blunting dan meniscus yang positif
menunjukkan para pneumonic pleural effusion.
b. Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan darah lengkap mungkin menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat
(lebih dari 10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang mengindikasikan
adanya infeksi atau inflamasi. Tapi pada 20% penderita tidak terdapat leukositosis. Hitung
jenis leukosit “shift to the left”. LED selalu naik. Billirubin direct atau indirect dapat
meningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam alveoli dan
disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia
dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Penatalaksanaan
Dalam hal penatalaksanaan penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Jika keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi untuk dirawat, maka dapat dilakukan rawat
jalan. Juga perlu diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya
Streptococcus pneumoniae yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasi
adalah:
1. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
a. umur lebih dari 65 tahun
b. memakai obat-obat golongan β-laktam selama tiga bulan terakhir
c. pecandu alkohol
d. penyakit gangguan kekebalan
30
e. penyakit penyerta yang multipel
2. Bakteri enterik Gram negatif
a. penghuni rumah jompo
b. mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
c. mempunyai kelainan penyakit yang multipel
d. riwayat pengobatan antibiotik
3. Pseudomonas aeruginosa
a. bronkiektasis
b. pengobatan kortikosteroid >10 mg/hari
c. pengobatan antbiotik spektrum luas >7 hari pada bulan terakhir
d. gizi kurang
Berdasarkan kesepakatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), kriteria yang
dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah:
1. Skor PORT >70
2. Bila Skor PORT kurang ≤70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah
satu dari kriteria di bawah ini.
a. frekuensi napas >30/menit
b. PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
c. Foto toraks paru menunjukan kelainan bilateral
d. Foto toraks paru melibatkan >2 lobus
e. Tekanan sistolik <90 mmHg
f. Tekanan diastolik <60 mmHg
3. Pneumonia pada penggunaan NAPZA
Penderita yang memerlukan perawatan di ruang rawat intensif adalah penderita yang
mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilator dan
vasopresor >4 jam ) atau 2 dari 3 gejala minor (Tekanan sistolik < 90 mmHg, Foto toraks
paru menunjukan kelainan paru bilateral, PaO2 < 250mmHg). Kriteria mayor dan minor
bukan merupakan indikasi untuk perawatan ruang intensif.
31
Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Penderita rawat jalan
a. pengobatan suportif / simptomatik
i. istirahat di tempat tidur
ii. minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
iii. bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
iv. bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
b. pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai dengan bagan) kurang dari 8 jam
2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
a. pengobatan suportif / simptomatik
i. pemberian terapi oksigen
ii. pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
iii. pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik dan mukolitik
b. pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai dengan bagan) kurang dari 8 jam
3. Penderita rawat inap di ruang rawat intensif
a. pengobatan suportif / simptomatik
i. pemberian terapi oksigen
ii. pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
iii. pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik dan mukolitik
b. pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai dengan bagan) kurang dari 8 jam
c. bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) diobservasi
tingkat kegawatannya. Bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap di ruang rawat
biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di ruang rawat intensif.
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia aspirasi.
Pemilihan antibiotik dan durasi pengobatan bergantung pada suspek organisme ataupun
yang telah terbukti. Bakteri patogen yang umumya menyebabkan pneumonia aspirasi
32
adalah stafilokokkus aureus, Escherichia coli, klebsiella, dan juga enterobacter maupun
pseudomonas. Klindamisin merupakan antibiotik pilihan pertama, alternatif lainnya
adalah amoxicilin dan asam klavulanat, dan juga metronidazole. Penggunaan
metronidazol dapat merupakan alternatif pengobatan secara tunggal tidak dianjurkan
karena tingkat kegagalan yang tinggi. Golongan makrolid, sefalosporin dan
fluorokuinolon merupakan alternatif lini kedua.
Komplikasi
Gagal napas dan sirkulasi
Efusi pleura
Empyema
Abses paru
Sepsis
Prognosis dan mortalitas
Dengan pengobatan, kebanyakan jenis pneumonia bakteri bisa disembuhkan
dalam satu atau dua minggu. Pneumonia bakteri mungkin lebih lama, dan pneumonia
mikoplasma mungkin memerlukan empat hingga enam minggu untuk sembuh sempurna.
Keluaran episode pneumonia tergantung seberapa sakit seseirang ketika ia pertama kali
didiagnosis.
Pencegahan
Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari aspirasi asam
lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi aspirasi dengan diet lunak dan
takaran yang lebih sedikit.
4. FAKTOR PREDISPOSISI PNEUMONIA
Beberapa kelompok-kelompok yang merupakan faktor predisposisi untuk terkena
pneumonia, yaitu antara :
o Usia lebih dari 65 tahun
o Merokok
33
o Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
o penyakit kronis lain.
o Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan
o emfisema.
o Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit
jantung. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
o Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan
sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
o Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus(IKA FKUI,1995).
Faktor yang meningkatkan resiko berjangkitnya pneumonia
o Umur dibawah 2 bulan
o Jenis kelamin laki-laki
o Gizi kurang
o Berat badan lahir rendah
o Tidak mendapat ASI memadai
o Polusi udara
o Kepadatan tempat tinggal
o Imunisasi yang tidak memadai
o Membedong bayi
o Defisiensi vitamin A
Faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat pneumonia
o Umur dibawah 2 bulan
o Tningkat sosio ekonomi rendah
o Gizi kurang
o Berat badan lahir rendah
o Tingkat pendidikan ibu rendah
o Tingkat pelayanan kesehatan rendah
34
o Kepadatan tempat tinggal
o Imunisasi yang tidak memadai
o Menderita penyakit kronis ((Underwood, 2000).
5. BRONKOPNEUMONIA
A. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir
yang biasanya mengenai bronkus dan juga mengenai alveolus disekitarnya.1
B. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi bakteri
Diplococcus Pneumoniae
Pneumococcus
Streptococcus Pneumoniae
Staphylococcus Aureus
Merupakan bakteri penyebab bronkopneumonia pada bayi dan anak-anak berumur
muda, yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi.
Eschericia Coli
b. Infeksi Virus
Respiratory Syncytial Virus, Virus Sitomegalo, Virus Influenza, Virus
Parainfluenza 1,2,3, Virus Adeno, Virus Rino, Virus Epstein-Barr
2. Faktor non infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esofagus meliputi1,10 :
a. Bronkopneumonia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
35
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
hewani yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
b. Bronkopneumonia hidrokarbon
Terjadi karena aspirasi zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin.
C. Patogenesis
Dalam keadaan sehat, paru-paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru-paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru-paru dapat melalui berbagai
cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke bronkus, bronkiolus dan alveoli yang menyebabkan radang pada jaringan
sekitarnya.
Mikroorganisme yang terinhalasi ke dalam saluran nafas akan menyebabkan infeksi
saluran pernafasan atas yang dapat menimbulkan gejala-gejala seperti batuk, pilek, dan
demam ringan.
Apabila hal ini tidak diobati dengan segera dan sistem imun tubuh sedang menurun
maka infeksi akan berlanjut ke saluran nafas bawah. Hal ini akan direspon dengan
mengaktivasi silia dan mengeluarkan sekresi mukus untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya batuk produktif pada penderita
bronkopneumonia.
36
Selain itu, mikroorganisme yang difagosit oleh makrofag akan mengeluarkan sitokin
berupa interleukin-1 (IL-1) yang mengakibatkan hipotalamus menginduksi pelepasan
prostaglandin E-2 (PGE-2) yang akan menaikkan set point. Hal inilah yang akan
menyebabkan terjadinya demam.1,10
Selanjutnya, timbul edema yang merupakan reaksi jaringan yang akan mempermudah
proliferasi kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel polimorfo nuklear (PMN), fibrin, eritrosit, cairan
edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Kemudian, deposisin fibrin akan semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag mengalami peningkatan di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut
stadium resolusi. Namun, sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan
tetap normal.9
D. Stadium
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa netrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin,
leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung
sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leuksoit, tempat terjadi
fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (7-12 hari)
37
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi
anatomi bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai
bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotik urutan
stadium khas ini tidak terlihat.
E. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.1
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Hal-hal yang dapat ditanyakan selama anamnesis meliputi9 :
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur orang tua,
pendidikan dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama : sebagian besar balita penderita bronkopneumonia dibawa karena
sesak nafas.
c. Riwayat perjalanan penyakit :
Demam
Batuk dan pilek
Sesak nafas
d. Riwayat penyakit sebelumnya
e. Riwayat imunisasi
f. Riwayat makanan : ASI, PASI
g. Riwayat kontak dengan orang lain yang menderita penyakit tertentu
38
h. Riwayat berobat
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi dapat dijumpai keadaan sebagai berikut9 :
a. Gelisah
b. Malaise
c. Merintih
d. Batuk
e. Sesak nafas
f. Nafas cuping hidung
g. Retraksi dada suprasternal, intercostal ataupun subcostal
h. Sianosis
Sedangkan pada perkusi dan auskultasi bronkopneumonia dijumpai ronki basah
halus nyaring tersebar, pekak tidak nyata. Namun, perkusi dan auskultasi dari
bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisiknya tergantung pada luasnya daerah yang
terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.1
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi
terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.17
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan
predominan PMN. Terjadi pergeseran ke kiri. Leukopenia (< 5000/mm3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat ( > 30.000/mm3) hampir
selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan
bakteremia, dan resiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.9
Nilai hemoglobin (Hb) biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
Peningkatan Laju Endap Darah (LED).
39
Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab)
namun pada balita hal ini sulit untuk dilakukan.16
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia pada kasus berat. Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.16
b. Pemeriksaan radiologi
Ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak
infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial.16
G. Pengobatan
Pengobatan bertujuan untuk mengeradikasi infeksi, menurunkan morbiditas dan
mencegah komplikasi.
Pada bronkopneumonia, karena termasuk dalam gejala pneumonia berat maka
merupakan indikasi untuk dirawat di rumah sakit.
Pengobatan bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
1. Pemberian antibiotika polifragmasi selama 10 - 15 hari, meliputi :
a. Ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah klorampenikol dengan
dosis :
Umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari
Umur > 6 bulan : 50-75 mg/KgBB/hari
Dosis dibagi dalam 3-4 dosis
b. Atau ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah gentamisin dengan
dosis 3-5 mg/KgBB/hari diberikan dalam 2 dosis
c. Pada penderita yang dicurigai resisten dengan obat tersebut berdasarkan riwayat
pemakaian obat sebelumnya, atau pneumonia berat dengan tanda bahaya, atau tidak
tampak perbaikan klinis dalam 3 hari, maka obat diganti dengan cephalosporin
generasi ke-3 (dosis tergantung jenis obat) atau penderita yang tadinya mendapat
40
kloramfenikol diganti dengan gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hr diberikan
dalam 2 dosis.
2. Terapi cairan
Cairan IV desktrose 5 % ditambah NaCl 15 %
3. Tindak lanjut
a. Pengamatan rutin :
Frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan vena, hepatomegali, tanda asidosis, dan
tanda komplikasi.
b. Indikasi pulang :
Bila tidak sesak dan intake adekuat.
H. Komplikasi
Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya adalah sebagai
berikut :
1. Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik
kedalam dan timbul efusi.
2. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru.
3. Efusi pleura.
4. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
7. Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial.
I. Prognosis
41
Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih
tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan
6. KOMPLIKASI BRONKOPNEUMONIA
Komplikasi bronkopneumonia :
Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian
gendang telinga akan tertarik kedalam dan timbul efusi.
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru.
Efusi pleura.
Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial.
7. DIAGNOSIS BANDING PNEUMONIA
1. Asthma Bronchiale
Umumnya asthma terdapat pada usia lebih dari 9-12 bulan, tapi terbanyak di atas usia 2
tahun. Perlu pula diketahui, bahwa 10-30 % dari anak yang menderita bronchiolitis setelah
agak besar menjadi penderita asthma.
Yang dapat membantu diagnosis asthma diantaranya, ialah :
- Anamnesa keluarga : penderita asthma positif atau penyakit atopik
- Serangan asthma lebih dering berulang atau episodic
- Mulai lebih akut seringkali tidak perlu didahului oleh adanya infeksi saluran
pernapasan bagian atas.
42
- Ekspirasi yang sangat memanjang
- Ronchi lebih terbatas
- Pulmonary inflation lebih ringan
- Laboratoris ditemukan eosinophilia
- Reaksi terhadap bronchodilator pada umumnya nyata, juga epinephrine.
2. Bronchiolitis akut
- inflamasi di bronkiolus
- menyerang anak-anak usia di bawah 2 tahun
- karakteristik: nafas yang cepat, dada tertarik, dan wheezing
- ditandai dengan respiratory distress dan overdistensi pada paru
- Gambaran radiologis didapatkan hiperinflasi paru, sela iga melebar, penekanan
diafragma dan sudut costoprenikus menyempit. Diameter AP meningkat pada fotolateral.
3. Bronchitis Acuta
- Terjadi di bronchus
- Gejala obstruksi dan gangguan pertukaran tidak nyata atau ringan. Ronchi : basah,
kasar.
- Dapat berkembang menjadi bronchiolitis.
Pneumonia dengan penyebab bakteri maupun non bakteri dapat dilihat dengan perbedaan
diagnosis:
Bacterial Viral Mycoplasma
Umur Semua Semua 5-15 tahun
Waktu Musim dingin Musim dingin Semua tahun
Permulaan Abrupt Variabel Tiba-tiba
Demam Tinggi Variabel Rendah
Nafas cepat
dan dangkal
Umum Umum Tidak umum
Batuk Produktif Nonproduktif Nonproduktif
Gejala yang
menyertai
Mild coryza,
sakit abdomen
Coryza (rhinitis
akut)
Bullous myringitis,
pharingitis
Keadaan Konsolidasi, Variabel Fine crackle, wheezing
43
fisik sedikit crackle
Leukositosi
s
Umum Variabel Tidak umum
Radiografi Konsolidasi Infiltrate difus
bilateral
Variabel
Ufusi pleura Umum Jarang Kecil dalam 10-20%
8. INDIKASI RAWAT INAP BRONKOPNEUMONIA
Ada kesukaran napas, toksis.
Sianosis
Umur kurang dari 6 bulan
Adanya penyulit seperti empyema
Diduga infeksi Stafilokokus
Perawatan di rumah kurang baik.
9. PATOGENESIS RONKI BASAH DAN KERING
Bunyi nafas tambahan merupakan suara getaran dari jaringan paru yang sakit.
Semestinya, suara ini tidak ada pada kondisi normal. Bunyi nafas tersebut, di antaranya
adalah:
Ronki kering, merupakan bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam lumen saluran
nafas akibat penyempitan. Kelainan ini terjadi pada mukosa atau adanya sekret yang kental
dan lengket. Terdengar lebih jelas pada ekspirasi walaupun pada inspirasi sering terdengar
juga. Suara ini dapat terdengar di semua bagian bronkus, makin kecil diameter lumen,
makin tinggi dan makin keras nadanya. Wheezing merupakan ronki kering yang tinggi
nadanya dan panjang yang biasa terdengar pada serangan asma.
Ronki basah. Ronki basah sering juga disebut dengan suara krekels (crackles) atau rales.
Ronki basah merupakan suara berisik dan terputus akibat aliran udara yang melewati
44
cairan. Ronki basah halus, sedang atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang
terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi.
Ronki basah halus biasanya terdapat pada bronkiale, sedangkan yang lebih halus lagi
berasal dari alveolus yang sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir
inspirasi. Sifat ronki basah ini dapat nyaring (infiltrat)atau tidak nyaring (pada edema
paru). Krekel dapat dihilangkan dengan batuk, tapi mungkin juga tidak. Krekels
mencerminkan inflamasi atau kongesti yang mendasarinya dan sering timbul pada kondisi
seperti pneumonia,bronkitis, gagal jantung kongesti, bronkiektasis, dan fibrosis pulmonal
serta khas pada pneumonia dan interstitial atau fibrosis.Timing (waktu) ronkhi ini sangat
penting. Ronki inspirasi awal menunjukan kemungkinan penyakit pada jalan napas kecil,
dan khas untuk hambatan jalan napas kronis. Ronki lainnya terdengar pada inspirasi awal
dan bersifat kasar sedang. Ronki berbeda dengan yang terdengar pada gagal ventrikel kiri
yang terjadi di akhir siklus pernapasan.
10. PADA BRONKOPNEUMONIA BOLEH TIDAK DIBERIKAN SALBUTAMOL
. Deskripsi Salbutamol
Nama & Struktur Kimia : 2Hydroxy 4-1-cl Hydroxy - 2tert-Butylamino-1-(4-hydroxy-3-
hydroxymethylphenyl)ethanol. (1) C13H21NO3 –
Sifat Fisikokimia : Serbuk berbentuk kristal, berwarna putih atau hampir putih. Larut
dalam alkohol, sedikit larut dalam air. Terlindung dari cahaya
Salbutamol merupakan agen beta adrenergik yang digunakan sebagai bronkodilator
yang efektif untuk meringankan gejala asma akut dan bronkokonstriksi. Salbutamol juga
merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling efektif. Tidak salah jika
obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain untuk membuka saluran
pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya exercise-
induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat olahraga). Secara umum
sifat fisikokimia dari salbutamol adalah serbuk berbentuk kristal, berwarna putih atau
hampir putih. Larut dalam alkohol, sedikit larut dalam air. Terlindung dari cahaya.
45
Salbutamol termasuk dalam golongan Antiasma dan obat untuk penyakit paru obstruktif
kronik
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian Salbutamol
1. Oral (Lebih dipilih dengan inhalasi) :
Dewasa : dosis 4mg (orang lanjut usia dan penderita yang peka awali dengan dosis awal 2
mg) 3-4 kali sehari; dosis maksimal 8mg dalam dosis tunggal ( tetapi jarang memberikan
keuntungan ekstra atau dapat ditoleransi dengan baik). Anak-anak dibawah 2 tahun : 100
mcg/kg 4 kali sehari (unlicensed); 2-6 tahun 1-2 mg 3-4 kali sehari; 6-12 tahun 2 mg 3-4
kali sehari. Injeksi s.c / i.m 500mcg ulangi tiap 4 jam bila perlu.
2. Injeksi
injeksi IV bolus pelan 250 mcg diulangi bila perlu. IV infus, dosis awal 5mcg/menit,
disesuaikan dengan respon dan nadi, biasanya dalam interval 3-20 mcg/menit, atau lebih
bila perlu. Anak-anak 1-12 bulan 0,1-1 mcg/kg/menit (unlicensed).
3. Inhalasi
Dewasa : 100-200 mcg (1-2 semprot); untuk gejala yang menetap boleh diberikan sampai 4
kali sehari. Anak-anak : 100mcg (1 semprot), dapat ditingkatkan sampai 200 mcg (2
semprot) bila perlu; untuk gejala menetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari. Profilaksis
pada exercise- induced bronchospasm, Dewasa 200mcg (2 semprot); anak-anak 100mcg (1
semprot), ditingkatkan sampai 200mcg (2 semprot) bila perlu. Serbuk inhalasi : Dewasa
200-400 mcg; untuk gejala yang menetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari; anak-anak
200mcg. Profilaksis untuk exercise-induced bronchospasm Dewasa 400mcg; anak-anak
200 mcg.
Mekanisma Kerja
Mekanisme kerjanya melalui stimulasi reseptor B2 di bronki yang menyebabkan
aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat perubahan adenosintrifosfat (ATP) yang
kaya energi menjadi cAMP dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-
proses dalam sel. Salbutamol digunakan untuk meringankan bronkospasm yang
berhubungan dengan asma
46
Mekanisme Aksi
Salbutamol merupakan sympathomimetic amine termasuk golongan beta-adrenergic
agonist yang memiliki efek secara khusus terhadap reseptor beta(2)-adrenergic yang
terdapat didalam adenyl cyclase. Adenyl cyclase merupakan katalis dalam proses
perubahan adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic-3', 5'-adenosine monophosphate
(cyclic AMP). Mekanisme ini meningkatkan jumlah cyclic AMP yang berdampak pada
relaksasi otot polos bronkial serta menghambat pelepasan mediator penyebab reaksi
hipersensitivitas dari mast cells
Penggunaan Salbutamol / Indikasi Obat
Indikasi :
Asma bronchial
Bronchitis cronis
Empisema
Pengobatan dan pencegahan asma serta pencegahan timbulnya asma akibat olah tubuh.
Asma merupakan penyakit kronik saluran pernafasan yang dapat menjangkiti semua
usia. Gejala-gejala yang menyertai asma menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari.
Pasien asma memiliki kepekaan saluran pernafasan yang berlebih (hipersensitif) sehingga
mudah bereaksi pada zat yang masuk ke saluran napas. Reaksi terhadap benda asing
berupa penyempitan atau pemblokan saluran napas, ditandai dengan nafas berbunyi, batuk,
tersengal, dan penyempitan rongga dada. Kondisi yang memicu asma adalah, inflamasi
(iritasi atau peradangan) atau bronchoconstriction (penciutan atau kontraksi otot di saluran
pernafasan) (farmacia, 2006)
Pada terapi pengobatan gangguan pernafasan obat salbutamol sudah tidak asing lagi
dipergunakan. Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan
paling efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain
untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah
timbulnya exercise-induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat
olahraga).
47
Kontraindikasi Salbutamol
Pada hipertiroid, insufisiensi miokardial, aritmia, rentan terhadap perpanjangan interval
QT, hipertensi, kehamilan (dosis tinggi sebaiknya diberikan melalui inhalasi karena
pemberian melalui pembuluh darah dapat mempengaruhi miometrium dan dapat
mengakibatkan gangguan jantung), menyusui; diabetes mellitus, terutama pemberian
melalui pembuluh darah (pantau kadar gula darah, dilaporkan ketoasidosis) .Untuk asma
jika dosis tinggi diperlukan selama kehamilan maka sebaiknya diberikan dengan inhalasi
kaerna pemberian intravena dapat mempengaruhi miometrium. Mungkin muncul di ASI;
pabrik menyarankan untuk dihindari kecuali manfaat jauh lebih besar dari risiko- jumlah
dari obat yang diinhalasi pada ASI mungkin terlalu kecil untuk membahayakan.
Efek Samping
Efek samping yang mungkin timbul karena pamakaian salbutamol, antara lain:
gangguan sistem saraf (gelisah, gemetar, pusing, sakit kepala, kejang,
insomnia);
nyeri dada
mual
muntah
diare
anorexia
mulut kering
iritasi tenggorokan
batuk
gatal
tachicardia
ruam pada kulit (skin rush).
Interaksi Obat
48
Beta blockers
Pasien dengan asma bisa menyebabkan bronkospasm hebat
Digoxin
Salbutamol menurunkan level serum digoxin
Diuretik
Salbutamol akan memperburuk kondisi penderita hipokalemia
Interaksi Dengan Obat Lain :Peningkatan efek / toksisitas :Peningkatan durasi efek
bronkodilasi mungkin terjadi jika salbutamol digunakan bersama Ipratropium inhalasi.
Peningkatan efek pada kardiovaskular dengan penggunaan MAO Inhibitor, Antidepresan
Trisiklik, serta obat-obat sympathomimetic (misalnya: Amfetamin, Dopamin,
Dobutamin) secara bersamaan. Peningkatkan risiko terjadinya malignant arrhythmia jika
salbutamol digunakan bersamaan dengan inhaled anesthetic (contohnya: enflurane,
halothane). Penurunan efek: Penggunaan bersama dengan Beta-Adrenergic Blocker
(contohnya: Propranolol) dapat menurunkan efek Salbutamol. Level/efek Salbutamol
dapat turun bersama dengan penggunaan: Aminoglutethimide, Carbamazepine, Nafcillin,
Nevirapine, Phenobarbital, Phenytoin, Rifamycins dan obat lain yang dapat menginduksi
CYP3A4.
Dengan Makanan :Batasi penggunaan Caffein (dapat menyebabkan stimulasi CNS).
Pengaruh Obat
Terhadap Kehamilan : Termasuk dalam kategori C. (2) Untuk penggunaan
bronkodilator pada terapi asma, inhalasi Salbutamol masih dapat direkomendasikan
sebagai inhalasi Beta-2 Agonist yang dipilih. (2) Salbutamol dapat masuk ke dalam
plasenta, sehingga dapat menyebabkan: tocolytic effects, fetal tachycardia, fetal
49
hypoglycemia secondary to maternal hyperglycemia dengan pemakaian oral maupun
intravena.
Terhadap Ibu Menyusui : Pengaruh terhadap bayi belum dapat dipastikan sehingga
perlu dipertimbangkan antara risk dan benefit. (2) Tidak diketahui apakah terdistribusi
dalam ASI. (2,3) Pada penggunaan inhaler hanya sedikit yang masuk dalam sirkulasi
sistemik ibu, sehingga secara teoritis jumlah yang terekskresi dalam ASI sangat sedikit.
Terhadap Anak-anak : Lihat leaflet dari pabrik mengenai keamanan penggunaan pada
anak-anak. Pabrik produsen Ventolin menyatakan penggunaan inhalasi aerosol pada
anak-anak perlu dilakukan dengan supervisi orang dewasa.
Terhadap Hasil Laboratorium : Meningkatkan renin, meningkatkan aldosterone.
Hal Yang Harus Diwaspadai
Memiliki riwayat alergi terhadap salbutamol atau bahan-bahan lain yang terkandung di
dalamnya. Untuk sediaan oral, sebaiknya diminum 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan.
Telan tablet salbutamol dan jangan memecah maupun mengunyahnya.
Sebaiknya berkumur setiap kali sehabis mengkonsumsi salbutamol supaya tenggorokan
dan mulut tidak kering.
Jika dibutuhkan lebih dari 1 hisapan dalam sekali pemakaian, maka beri jarak waktu
minimal 1 menit untuk setiap hisapan.
Simpan obat pada suhu kamar agar stabil (aerosol: 15-25o C; inhalasi cair: 2-25o C dan
sirup: 2-30o C)
Jika ada dosis yang terlewat, segera minum salbutamol yang terlewat. Namun jika waktu
yang ada hampir mendekati waktu pengonsumsian selanjutnya, lewati pengonsumsian
yang tertinggal kemudian lanjutkan mengkonsumsi salbutamol seperti biasa. Jangan
pernah mengkonsumsi 2 dosis dalam sekali pemakaian.
Obat-obat golongan beta blocker, seperti: propanolol, metoprolol, atenolol, dll bisa
menurunkan efek salbutamol.
Penggunaan salbutamol dosis tinggi bersamaan dengan kortikosteroid dosis tinggi akan
meningkatkan resiko hipokalemia.
50
Asetazolamid, diuretik kuat dan thiazida dosis tinggi akan meningkatkan resiko
hipokalemia jika diberikan bersamaan dengan salbutamol dosis tinggi pula.
Penggunaan salbutamol bersama dengan obat golongan MAO-inhibitor (misal:
isocarboxazid, phenelzine) bisa menimbulkan reaksi yang serius. Hindari pemakaian
obat-obat golongan ini 2 minggu sebelum, selama maupun sesudah konsumsi salbutamol.
PENGGUNAAN SALBUTAMOL PADA BRONKOPNEUMONIA :
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang
biasanya mengenai bronkus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, kerja salbutamol
sebagai bronkodilator yang merupakan antagonis reseptor beta pada otot bronkus sehingga
efektif untuk pasien bronkopneumonia.
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjanis Said I, Boediman, Nastiti N. Raharjoe, Nunung Rahajoe. : Acid – Base Balance
and Blood – Gas Analysis in Bronchopneumonia in Infancy and Childhood. Paediatricia
Indonesiana 20 : 68 – 76. March – April 1980.
2. M. Hardjono Abdoerachman. : Open Comparison Study between Augmentin and
Ampicillin – Chloramphenicol in the Treatment of Bronchopneumonia in Children. Original
Article Paediatricia Indonesiana 35 : 222 – 226. 1995.
3. Soejono, Moeljono S. Trastotenojo, Harsoyo N. : Treatment of Bronchopneumonia with
Spiramycine ( Rovamycine ). Paediatricia Indonesiana 16 : 396 – 402. Sept – Oct 1976.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : Pneumonia. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan
Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 – 31.
5. Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. : Pneumonia. Kapita
Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2000. P. 465 – 7.
6. John D Synder, Larry K Pickering. : Diare akut. Nelson Ilmu Kesehatan Anak 15 th eds. Vol
2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000. P. 1484 – 5.
7. Aswitha Boediarso. : Tatalaksana Diare Akut Pada Anak dan Permasalahannya.
Dipresentasikan pada acara PLASMID the First Indonesian Plenary Annual Scientific
Meeting on Infectious Diseases. Jakarta. 1 – 2 Maret 2003.
52