1
SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU PADA GENERASI MUDA BATAKDI PERKOTAAN
(Kasus Pada Perkumpulan Masyarakat Batak Parsahutaon Dalihan Na Toludi Sarua Permai, Ciputat)
OlehCharolina Margaretha
A14204065
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008
2
RINGKASAN
CHAROLINA MARGARETHA. Sosialisasi Dalihan Na Tolu pada GenerasiMuda Batak di Perkotaan (Kasus Pada Perkumpulan Masyarakat BatakParsahutaon Dalihan Na Tolu di Sarua Permai, Ciputat). Di bawah bimbinganDJUARA P. LUBIS.
Dalihan na tolu merupakan pedoman bagi masyarakat Batak dalam
berinteraksi dengan sesamanya dan merupakan inti dari kebudayaan Batak.
Sebagai suatu bentuk kebudayaan, dalihan na tolu disosialisasikan kepada
generasi muda. Menarik untuk dipelajari bagaimana sosialisasi tersebut pada
masyarakat kota di tengah-tengah suku lain yang heterogen.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan penjelasan mengenai proses
sosialisasi yang dilakukan untuk pelembagaan dalihan na tolu kepada pemuda
Batak, menghasilkan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
proses sosialisasi dalihan na tolu kepada pemuda Batak, dan menghasilkan
penjelasan mengenai hubungan antara proses sosialisasi yang dilakukan dengan
pengetahuan dan sikap pemuda Batak terhadap dalihan na tolu.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2008 pada
perkumpulan Masyarakat Batak di Sarua Permai-Ciputat yang bernama
Parsahutaon Dalihan na tolu. Responden penelitian adalah pemuda Parsahutaon
Dalihan na tolu sebanyak 40 orang dengan menggunakan metode sampel jenuh.
Data kuantitatif dalam penelitian ini dikumpulkan dengan melakukan wawancara
terstruktur dengan menggunakan kuesioner sedangkan data kualitatif dengan
wawancara mendalam. Data hasil kuantitatif ditabulasi dan diuji dengan
menggunakan uji statistik non-parametrik melalui uji Chi-Square dan uji Korelasi
Spearman.
3
Penelitian ini menunjukkan bahwa proses sosialisasi dalihan na tolu pada
generasi muda dilakukan dengan mengajarkan pemuda mengenai upacara adat
Batak dan panggilan atau sebutan kepada saudara-saudaranya berdasarkan Adat
Batak serta mengajarkan mengenai peranan yang dimiliki setiap individu
berdasarkan Adat Batak. Proses lainnya adalah memperkenalkan pemuda kepada
saudara-saudaranya, memberikan sanksi dan imbalan apabila pemuda berbuat
sesuai atau tidak sesuai dengan peraturan adat, dan mengajak pemuda untuk
menghadiri upacara adat. Proses sosialisasi dilakukan oleh saudara terdekat, orang
tua, dan teman bermain pemuda terdekat.
Berdasarkan uji statistik diketahui semakin tinggi usia pemuda, maka
semakin rendah proses sosialisasi; tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dalam
proses sosialisasi; tingkat pendidikan individu tidak berhubungan dengan proses
sosialisasi; tidak ada perbedaan antara individu yang lahir di Sumatera Utara dan
di luar Sumatera Utara dalam proses sosialisasi. Hubungan faktor sosial pemuda
dan proses sosialisasi dalihan na tolu adalah sebagai berikut: semakin banyak
organisasi Batak yang dilibatkan oleh individu, maka semakin tinggi proses
sosialisasi; semakin banyak teman bermain yang bersuku Batak, maka proses
sosialisasi akan semakin tinggi. Hubungan faktor orang tua dengan proses
sosialisasi dalihan na tolu adalah sebagai berikut: apabila kedua orang tua beretnis
Batak, maka semakin tinggi proses sosialisasi; semakin banyak organisasi Batak
yang dilibatkan oleh orang tua responden, maka semakin tinggi proses sosialisasi;
tingkat pendidikan orang tua tidak berhubungan dengan proses sosialisasi.
Berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman proses sosialisasi yang dialami
oleh generasi muda Batak mempengaruhi pengetahuan tentang dalihan na tolu.
4
Semakin tinggi proses sosialisasi maka pengetahuan terhadap dalihan na tolu
akan semakin tinggi. Akan tetapi, proses sosialisasi yang dialami tidak
mempengaruhi sikap pemuda terhadap dalihan na tolu.
5
SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU PADA PEMUDA BATAKDI PERKOTAAN
(Kasus Pada Perkumpulan Masyarakat Batak Parsahutaon Dalihan Na Toludi Sarua Permai, Ciputat)
OlehCharolina Margaretha
A14204065
SKRIPSISebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
PadaProgram Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas PertanianInstitut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008
6
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:
Nama : Charolina Margaretha
NRP : A14204065
Judul Skripsi : Sosialisasi Dalihan Na Tolu pada Generasi Muda Batak
di Perkotaan (Kasus Pada Perkumpulan Masyarakat
Batak Parsahutaon Dalihan Na Tolu di Sarua Permai,
Ciputat)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MSNIP. 131 476 600
Mengetahui,Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
7
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
”SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU PADA GENERASI MUDA BATAK DI
PERKOTAAN (KASUS PADA PERKUMPULAN MASYARAKAT BATAK
PARSAHUTAON DALIHAN NA TOLU DI SARUA PERMAI, CIPUTAT)”
BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU
LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI
INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2008
CHAROLINA MARGARETHAA14204065
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 20 Juni 1986. Penulis terlahir sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Charles Sihombing dan
Ibu Emmi Rosalina Hutabarat.
Penulis memulai pendidikannya di TK Pelangi, Ciputat pada tahun 1990-
1992. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Dasar pada SDK
Pelangi, Ciputat dan menyelesaikannya pada tahun 1998. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di
SLTPK Santa Ursula II, Bumi Serpong Damai (BSD). Kemudian pada tahun 2001
penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum di SMUK
Charitas Jakarta Selatan dan selesai pada tahun 2004. Pada tahun yang sama pula
penulis diterima di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Dalam bidang kemahasiwaan, penulis sempat bergabung dalam
kepengurusan Miseta pada periode 2005-2006 dan mengikuti beragam kepanitiaan
Miseta dalam kegiatan periode yang sama.
9
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
dengan judul ” Sosialisasi Dalihan Na Tolu pada Generasi Muda Batak di
Perkotaan (Kasus: Pada Perkumpulan Masyarakat Batak Parsahutaon Dalihan Na
Tolu di Sarua Permai, Ciputat)” bertujuan untuk menghasilkan penjelasan
mengenai proses sosialisasi yang dilakukan untuk pelembagaan dalihan na tolu
kepada generasi muda Batak, menghasilkan sebuah identifikasi mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu kepada generasi
muda Batak, dan menghasilkan penjelasan mengenai hubungan antara proses
sosialisasi yang dilakukan dengan pengetahuan dan sikap generasi muda Batak
terhadap dalihan na tolu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari sempurna, namun dengan segala keterbatasan yang ada,
skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
10
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghormatan dan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan bantuan, masukan, bimbingan,
serta doa selama penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Dr. Ir. Djuara Lubis, MS atas kesabaran dan waktu yang telah diberikan
dalam membimbing, memberi masukan dan mengarahkan penulis selama
penulisan ini di tengah-tengah kesibukannya.
2. Dra. Winati Wigna, MDS dan Ratri Virianita, S.Sos, M.Si atas kesedian
dan masukannya untuk menjadi dosen penguji dalam sidang hasil
penelitian ini.
3. Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS sebagai pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
4. Papa dan mama tercinta, Yoseph dan Monik atas segala dukungan moril
dan materiil terlebih doa dan pengertiannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Karya kecil ini kupersembahkan untuk kalian.
5. Nurina Pangkaurian, Rianti T.M Marbun, dan Sushane Sarita atas bantuan
dan dukungannya selama ini. Teman-teman KPM 41 yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu yang telah berjasa membantu memberikan
masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Teman-teman DR (Yoyo, Yunda, Ami, Meita, Wulan, Mira, Anyu,
Marissa, Choy, Resti, Elin) dan “penghuni gelapnya” (Adi, Munir, Sani,
Bang Ilham, Yudi ‘Nceq’) yang telah membantu memberikan masukan,
11
keceriaan, pengalaman, dan kegilaan luar biasa kepada penulis selama
menjalani perkuliahan.
7. Teman-teman Naposo Bulung HKBP Ciputat atas dukungan doa dan moril
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Bagi pengurus Naposo,
mohon maaf atas sering absennya penulis selama penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman Naposo Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai atas
kerjasamanya dalam proses pengambilan data.
9. Ricky dan Ika yang telah direpotkan penulis dalam proses pengumpulan
data. Setiap kayuhan sepeda yang telah kita tempuh sangat berarti dalam
penyelesaian skripsi ini.
10. Randi Sudarmaji yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
11. Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
memberi dukungan dan doa kepada penulis
i
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL .................................................................................. ivDAFTAR GAMBAR .............................................................................. viDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... viiDAFTAR ISTILAH ................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 11.1 Latar Belakang ................................................................. 11.2 Perumusan Masalah ......................................................... 31.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 41.4 Kegunaan Penelitian ......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 62.1 Konsep Kebudayaan ......................................................... 62.2 Dalihan Na Tolu............................................................... 82.3 Perilaku ............................................................................ 132.4 Sosialisasi dalam Proses Pelembagaan.............................. 162.5 Berbagai Kasus Sosialisasi Tradisi di Indonesia ............... 222.6 Kerangka Pemikiran ......................................................... 252.7 Hipotesis Penelitian .......................................................... 272.8 Definisi Operasional ......................................................... 27
BAB III METODOLOGI ...................................................................... 323.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 323.2 Teknik Pemilihan Responden. .......................................... 323.3 Teknik Pengumpulan Data. .............................................. 333.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .............................. 34
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDENPENELITIAN .......................................................................... 374.1 Gambaran Umum Kompleks Sarua Permai-Benda Baru 374.2 Gambaran Umum Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua
Permai .......................................................................... 394.3 Gambaran Penggunaan Dalihan Na Tolu di
Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai Ciputat .... 434.4 Perkumpulan Pemuda Naposo Bulung Parsahutaon
Dalihan Na Tolu ........................................................... 454.5 Faktor Pribadi Responden ............................................. 47
ii
4.6 Faktor Sosial Responden ............................................... 484.7 Faktor Orang Tua Responden ........................................ 50
BAB V PROSES SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU DANFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ......... 52
5.1 Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu ................................ 52 5.1.1 Proses Ajar Didik ................................................. 52 5.1.2 Sanksi ................................................................... 55 5.1.3 Ritus Kolektif ........................................................ 57 5.1.4 Alokasi Posisi ....................................................... 585.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi
Dalihan Na Tolu ........................................................... 60 5.2.1 Faktor Individu ..................................................... 60 5.2.1.1 Jenis Kelamin ........................................... 60 5.2.1.2 Usia .......................................................... 61 5.2.1.3 Tingkat Pendidikan Responden ................. 63 5.2.1.4 Daerah Asal .............................................. 65 5.2.2 Faktor Sosial Responden ....................................... 66 5.2.2.1 Keterlibatan dalam Organisasi Batak ........ 66 5.2.2.2 Teman Bermain ........................................ 68 5.2.3 Faktor Orang Tua Responden ................................ 70 5.2.3.1 Etnis Orang Tua ........................................ 70 5.2.3.2 Keterlibatan Orang Tua dalam Organisasi
Batak ........................................................ 72 5.2.3.3 Tingkat Pendidikan Orang Tua ................. 745.3 Resume .......................................................................... 75
BAB VI PENGARUH PROSES SOSIALISASI TERHADAPPENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI DALIHAN NATOLU ..................................................................................... 78
6.1 Pengetahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu danFaktor yang Mempengaruhinya ........................................ 78
6.1.1 Pengatahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu ... 78 6.1.2 Hubungan Proses Sosialisasi dan Pengetahuan
Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu ........................ 806.2 Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu dan Faktor yang
Mempengaruhinya ........................................................... 82 6.2.1 Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu .............. 82 6.2.2 Hubungan Proses Sosialisasi dan Sikap Pemuda
terhadap Dalihan Na Tolu .................................... 846.3 Resume ............................................................................ 86
iii
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 87 7.1 Kesimpulan...................................................................... 87 7.2 Saran ............................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 89LAMPIRAN ......................................................................................... 91
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ciri Individu diParsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ......................... 47
2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Sosial diParsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ......................... 49
3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Orang Tuadi Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ..................... 50
4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Ajar Didikdi Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ..................... 55
5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sanksi diParsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ......................... 57
6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Jenis Kelamin di Parsahutaon Dalihan NaTolu Sarua Permai, 2008................................................................. 60
7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Usia di Parsahutaon Dalihan Na Tolu SaruaPermai, 2008 .................................................................................. 62
8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Tingkat Pendidikan di Parsahutaon DalihanNa Tolu Sarua Permai, 2008 ........................................................... 64
9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Daerah Asal di Parsahutaon Dalihan NaTolu Sarua Permai, 2008................................................................. 65
10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Keterlibatan Individu dalam OrganisasiBatak di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008. .......... 67
11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Teman Bermain di Parsahutaon Dalihan NaTolu Sarua Permai, 2008................................................................. 68
12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Etnis Orang Tua di Parsahutaon Dalihan NaTolu Sarua Permai, 2008................................................................. 70
13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Keterlibatan Orang Tua dalam OrgansasiBatak di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 .......... 72
14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Pendidikan Orang Tua Responden diParsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ........................ 74
15. Hasil Uji Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap ProsesSosialisasi Dalihan Na Tolu............................................................ 77
v
16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan PengetahuanTentang Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu SaruaPermai, 2008 ................................................................................. 79
17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasidan Pengetahuan Tentang Dalihan Na Tolu di ParsahutaonDalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ............................................. 81
18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sikapnya terhadapDalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai,2008 ........................................................................................ 83
19. Jumlah dan Persentase Proses Sosialisasi dan Sikap terhadapDalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai,2008 ........................................................................................ 84
20. Hasil Uji Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu terhadapPengetahuan dan Sikap, 2008 ........................................................ 86
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu, 2008 ...... 26
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuisioner ...................................................................................... 912. Panduan Pertanyaan ......................................................................... 973. Peta Kompleks Sarua Permai ............................................................. 994. Hasil Pengujian Korelasi Rank Spearman .......................................... 1005. Hasil Pengujian Korelasi Chi-Square................................................. 1026. Dokumentasi ..................................................................................... 104
viii
DAFTAR ISTILAH
1. Bona Taon = Suatu acara pembukaan tahun2. Boru = Pihak penerima isteri3. Dongan sabutuha = Teman semarga.4. Hula-hula = Pihak pemberi isteri5. Mangapuli = Kegiatan untuk memberikan penghiburan apabila terdapat
seseorang yang tertimpa kemalangan6. Mangulosi = Peristiwa memberikan ulos kepada orang lain melalui suatu
upacara adat7. Manortor = Tarian khas Sumatera Utara8. Martutur = penelusuran mata rantai istilah kekerabatan jika ia berjumpa
dengan orang Batak lainnya9. Namboru = Saudara perempuan dari ayah10. Naposo Bulung = Pemuda-pemudi Batak yang belum menikah11. Ompung = Kakek atau nenek12. Parsahutaon = Perkumpulan Masyarakat Batak yang memiliki kedekatan
tempat tinggal13. Partondongan = Saling affina atau tidak dipertalikan oleh hubungan darah14. Tulang = Saudara (kakak atau adik) laki-laki dari ibu15. Tumpak = Sumbangan16. Ulos = Kain tenun khas Batak berupa selendang yang melambangkan ikatan
kasih sayang antar masyarakat Batak
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia
dengan cara mempelajarinya (Koentjaraningrat, 1990). Kebudayaan memiliki tiga
wujud yaitu ideas (merupakan kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan, dan sebagainya), activities (kompleks aktivitas serta tindakan
berpola), artifacts (benda-benda hasil karya manusia). Dari ketiga wujud
kebudayaan tersebut, sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi
merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari kebudayaan. Tiap
masyarakat memiliki kebudayaan itu atau mengambil bagian dalam budaya itu
(Ihromi, 1999).
Kebudayaan memiliki sifat yang tidak statis dan adaptif (Ihromi, 1999).
Kebudayaan selalu mengalami perubahan dan tidak sedikit perubahan tersebut ke
arah yang negatif yang ditandai dengan memudarnya nilai-nilai kebudayaan yang
dimiliki oleh suatu masyarakat. Adanya perubahan tersebut disebabkan karena
derasnya arus globalisasi yang membawa berbagai budaya baru serta
ketidakmampuan dalam membendung serangan dan mempertahankan budaya
dasar (Novianto, 2008). Arus globalisasi tersebut ditandai dengan majunya ilmu
pengetahuan, teknik serta penggunaan dalam masyarakat, komunikasi dan
transport, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan tuntutan
manusia (Susanto, 1977). Perubahan terhadap kebudayaan juga dapat disebabkan
2
karena pembauran budaya sehingga dapat berujung pada memudarnya suatu
tradisi dan dapat memungkinkan ciri khas suatu etnis akan sulit untuk ditemukan
khususnya dalam lingkungan perkotaan yang multikultural dan sangat heterogen
(Sa’diyyah sebagaimana dikutip Siregar, 2003).
Memudarnya suatu tradisi terjadi pada masyarakat Pontianak khususnya
pada tradisi Pantang Larang. Dahulu Pantang Larang harus dilaksanakan dan
dilakukan oleh orang tua. Namun sekarang telah terjadi perubahan sehingga
banyak masyarakat Pontianak banyak mengabaikan tradisi tersebut (Aminah,
2006). Selain pada Masyarakat Pontianak, perubahan juga terjadi pada
Masyarakat Batak di perkotaan. Perubahan tersebut terjadi dalam upacara adat
pernikahan. Saat ini banyak pemuda Batak yang tidak melakukan upacara
pernikahan sesuai dengan tradisi Batak.
Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat yang telah terjadi
pemudaran kebudayaan. Hal ini berbeda dengan masyarakat pedesaan dimana
kebudayaan masih kental (Redfield, 1982). Pembauran kebudayaan pada
masyarakat perkotaan menjadikan proses sosialisasi terhadap budaya asal sebagai
suatu yang penting. Wirutomo sebagaimana dikutip Siregar (2003)
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan proses sosialisasi yang nyata antara
daerah perkotaan dan pedesaan. Hal ini disebabkan karena industrialisasi,
urbanisasi, dan modernisasi.
Dalihan na tolu merupakan suatu bentuk kebudayaan dari masyarakat
Batak yang dijadikan sebagai konsep dasar kebudayaan Batak (Harahap, 1987).
Dalihan na tolu terdiri dari dongan sabutuha, boru dan hula-hula. Dongan
Sabutuha merupakan teman semarga, saudara, orang yang seibu-sebapak, berasal
3
dari keturunan yang sama. Boru adalah pihak penerima isteri, sedangkan hula-
hula adalah pihak pemberi isteri. Fungsi dari dalihan na tolu secara umum adalah
menjaga integrasi masyarakat Batak (Sitorus, 1998). Dalihan na tolu adalah suatu
bentuk nilai budaya Batak (Harahap, 1987). Sebagai suatu bentuk dari nilai
budaya maka dalihan na tolu juga memiliki sifat yang tidak statis dan adaptif atau
dapat berubah. Hal ini yang menyebabkan diperlukannya pemahaman mengenai
dalihan na tolu oleh setiap individu dalam masyarakat Batak agar perubahan
tersebut tidak diarahkan pada perubahan yang negatif dan tetap dijadikan
pegangan dalam mengatur kehidupan masyarakat Batak (Damanik, 2006).
Oleh sebab itu, pada masyarakat yang heterogen perlu melakukan proses
sosialisasi terhadap dalihan na tolu agar tetap bertahan menjadi suatu konsep
dasar kebudayaan Batak dan tidak terhalang oleh adanya pembauran budaya.
Proses sosialisasi dalihan na tolu juga penting dalam mempersiapkan generasi
muda sebagai penerus agar kebudayaan tersebut tidak punah dan dapat dijadikan
filtrasi dalam menghadapi perubahan kebudayaan. Proses sosialisasi tersebut
dilakukan dengan pengendalian sosial yaitu melalui proses ajar didik, sanksi, ritus
kolektif, dan alokasi posisi (Van Doorm Lammers sebagaimana dikutip Sajogyo
dan Sajogyo, 1982).
1.2 Perumusan Masalah
Dalihan na tolu merupakan konsep dasar dari kebudayaan Batak yang
mengatur hubungan antar setiap individu (Harahap, 1987). Fungsi dari dalihan na
tolu adalah menjaga integrasi dalam masyarakat Batak. Apabila masyarakat Batak
4
tidak menjalankan dalihan na tolu maka keseimbangan masyarakat Batak akan
terancam (Sitorus, 1998).
Perubahan kebudayaan dapat disebabkan karena kuatnya arus globalisasi
dan pembauran budaya pada masyarakat heterogen. Hal ini menunjukkan bahwa
diperlukannya suatu proses sosialisasi tehadap kebudayaan. Oleh sebab itu
dalihan na tolu harus disosialisasikan pada generasi muda Batak sebagai penerus
kebudayaan Batak terutama yang tinggal di perkotaan.
Hal ini agar dalihan na tolu tetap menjadi konsep dasar kebudayaan Batak
di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Pertanyaan utama dalam penelitian
ini adalah: bagaimana proses pelembagaan dalihan na tolu pada masyarakat yang
tinggal pada lingkungan perkotaan ? Permasalahan tersebut dijabarkan dalam
pertanyaan yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses sosialisasi yang dilakukan dalam proses pelembagaan
dalihan na tolu kepada generasi muda Batak ?
2. Apa faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu kepada
generasi muda Batak ?
3. Bagaimana hubungan antara proses sosialisasi dengan pengetahuan dan
sikap generasi muda Batak terhadap dalihan na tolu ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
menghasilkan:
5
1. Penjelasan proses sosialisasi yang dilakukan untuk pelembagaan dalihan
na tolu kepada pemuda Batak.
2. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na
tolu kepada pemuda Batak.
3. Penjelasan hubungan antara proses sosialisasi yang dilakukan dengan
pengetahuan dan sikap pemuda Batak terhadap dalihan na tolu.
1.4 Kegunaan Penelitian
Bagi penulis hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai
sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan
informasi kepada institusi yang melakukan pembinaan kebudayaan daerah.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi mahasiswa dan
masyarakat luas untuk melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddahyah, yang merupakan
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar
(Koentjaraningrat, 1990). Menurut Ihromi (1999) kebudayaan adalah seluruh cara
kehidupan dari masyarakat yang tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup
itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau diinginkan.
Koentjaraningrat (1990) mengungkapkan kebudayaan memiliki tiga wujud
yang terdiri dari:
1. Ideas, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Wujud kebudayaan ini
sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya berada dalam alam
pikiran warga masyarakat. Gagasan-gagasan itu tidak berada lepas dari yang
lain, melainkan selalu berkaitan, menjadi suatu sistem. Dalam Bahasa
Indonesia terdapat istilah lain untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan
ini, yaitu adat atau adat istiadat.
2. Activities, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-
aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan
yang lain dari hari-ke hari menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat,
7
sisitem sosial ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa
difoto, dan didokumentasi.
3. Artifacts, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Seluruh total dari hasil fisik
adalah aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat sehingga
sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda yang dapat diraba, dilihat,
dan difoto.
Ketiga wujud kebudayaan di atas tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada
tindakan dan karya manusia. Baik pikiran dan ide, maupun karya manusia,
menghasilkan kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk
suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia
dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya,
bahkan juga cara berpikirnya (Koentjaraningrat, 1990).
Unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat dimasukkan ke dalam
kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada kebudayaan itu.
Namun harus diingat, kebudayaan tidak dapat bersifat statis dan selalu berubah.
Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya asing
sekalipun suatu kebudayaan dalam masyarakat tertentu, pasti akan berubah
dengan berlalunya waktu. Faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan
menurut Soekanto sebagaimana dikutip Ambayoen (2006) adalah sebagai berikut:
1. Kontak dengan kebudayaan lain.
2. Sistem pendidikan formal yang maju.
8
3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk
maju.
4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation),
yang merupakan delik.
5. Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification).
6. Penduduk yang heterogen.
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
8. Orientasi ke masa depan.
9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki
hidupnya.
Dalam setiap kebudayaan selalu ada suatu kebebasan tertentu dari setiap
individu terutama untuk memperkenalkan variasi dalam cara-cara berlaku yang
pada akhirnya dapat dijadikan milik bersama dan di kemudian hari dapat menjadi
suatu kebudayaan. Atau mungkin beberapa aspek lingkungan berubah dan
memerlukan adaptasi kebudayaan yang baru (Ihromi,1999).
2.2 Dalihan Na Tolu
Dalihan na tolu merupakan konsep dasar kebudayaan masyarakat Batak
yang sifatnya sangat unik. Secara harafiah arti dalihan na tolu adalah kaki tungku
nan tiga dan merupakan lambang sistem sosial masyarakat Batak yang terdiri dari
tiga tiang penopang, yaitu dongan sabutuha, boru, dan hula-hula. Hal tersebut
seperti yang diungkapkan dalam semboyan Batak yang berbunyi manat
mardongan tubu, elek marboru, somba marhula-hula, yang artinya: “Hendaklah
9
hati-hati dengan teman semarga, terhadap boru haruslah melayani, dan kepada
hula-hula harus dengan sikap menyembah.” (Siahaan, 1982).
Dalihan na tolu merupakan tiang utama penyangga kehidupan seluruh
tatanan kebudayaan Batak yang terdiri dari hula-hula - dongan sabutuha - boru.
Di atas ketiga kaki tungku inilah seluruh tatanan sosio kultural disandarkan
(Harahap, 1987). Dalihan na tolu merupakan suatu bentuk kebudayaan
masyarakat Batak yang mengatur kekerabatan antarindividu. Dalihan na tolu
dapat dianalogikan dengan tiga kaki tungku-masak di dapur tempat menjajakan
periuk yang terdiri dari unsur pihak semarga, pihak yang menerima isteri dan
pihak yang memberi isteri. Dalihan na tolu merupakan salah satu dan merupakan
nilai utama dari nilai inti budaya suku Batak (Daulay, 2006).
Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalihan na
tolu adalah suatu bentuk kebudayaan berupa sistem kekerabatan yang mengatur
hubungan antar manusia masyarakat Batak yang merupakan nilai utama dari inti
budaya Batak yang terdiri dari ketiga unsur yaitu dongan sabutuha, hulahula, dan
boru. Unsur-unsur dalam dalihan na tolu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dongan sabutuha, secara harafiah teman yang berasal dari kandungan
yang sama (sabutuha = sekandungan) atau dalam arti luas disebut sebagai
teman semarga. Marga merupakan satuan kelompok yang berasal dari jalur
keturunan yang sama yang berasal dari keturunan pihak ayah, hal tersebut
dikarenakan sistem kekerabatan orang Batak adalah patrilineal dimana
laki-laki membentuk kelompok kekerabatan dan perempuan menciptakan
hubungan besan dengan pihak yang lain (Vergouwen, 1986).
10
2. Hula-hula, secara harafiah adalah pihak pemberi isteri. Misalkan sebuah
keluarga memiliki anak perempuan maka pihak perempuan itu menjadi
hula-hula bagi pihak suaminya. Prinsip yang dipegang teguh masyarakat
Batak ialah klen pria yang menerima seorang wanita menjadi anggotanya
karena kawin dengan putera dari klen tersebut maka klen pria sangat
berhutang budi kepada klen yang memberikan wanita tersebut. Sang
wanita dan klen suaminya harus tetap hormat menyembah hula-hula
seolah-olah sebagai sumber berkat. Hula-hula dianggap sebagai pemberi
kebahagiaan, ketentraman batin dan juga sumber kemakmuran.
3. Boru, secara harafiah diartikan sebagai pihak yang menerima isteri.
Misalkan sebuah keluarga memiliki anak perempuan, marga suami dari
anak perempuannya itu menjadi boru bagi marga kepala keluarga tersebut.
Ketiga unsur dalam dalihan na tolu tersebut saling betalian satu dengan yang lain
dan tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut karena setiap orang dapat menjadi
dongan sabutuha, boru, maupun hula-hula bagi individu yang lainnya. Hubungan
ini dapat digambarkan sebagai berikut: misalnya X adalah seorang suami dari Y.
Apabila X sedang berada pada keluarga Y maka ia berperan sebagai boru. Apabila
X sedang berada pada keluarganya maka ia berperan sebagai dongan tubu.
Sedangkan apabila X memiliki anak perempuan dan menikah dengan keluarga Z
maka X adalah hula-hula bagi keluarga Z.
Dalihan na tolu dapat dikategorikan sebagai wujud kebudayaan ideas,
activities, dan artifacts. Dikatakan sebagai ideas karena dalihan na tolu
merupakan suatu gagasan yang merupakan nilai inti dari masyarakat Batak dan
bertalian satu dengan yang lain. Dalam wujud yang demikian sifatnya sangat
11
abstrak, tak dapat diraba maupun difoto. Apabila dalihan na tolu sudah
diimplementasikan dalam sebuah aktivitas seperti upacara adat dan kebiasaan
‘martutur’ maka wujud dari sistem kekerabatan ini adalah activities. Martutur
merupakan penelusuran mata rantai istilah kekerabatan jika ia berjumpa dengan
orang Batak lainnya. Hal tersebut untuk mengetahui apakah yang satu masih
kerabat dari yang lainnya dan bagaimana cara yang seharusnya untuk saling
bertutur sapa. Dalam wujud artifacts terlihat dalam ulos. Secara harafiah ulos
adalah selimut untuk menghangatkan badan. Ulos merupakan kain tradisional
Batak berupa selendang yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua
dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain. Pemberian ulos
didasarkan pada dalihan na tolu dimana seseorang hanya boleh mengulosi
(memberi ulos) orang lain yang menurut kekerabatan berada di bawahnya.
Misalnya orang tua boleh mangulosi anak, tetapi anak tidak boleh mangulosi
orang tua atau seorang boru tidak boleh mangulosi hula-hula.
Prinsip dalihan na tolu dijadikan konsep dasar kebudayaan Batak baik di
kampung halaman atau desa maupun tanah perantauan (Harahap, 1987). Desa
bagi masyarakat Batak merupakan suatu unit genealogis dan teritorial dimana
warga desa diikat oleh hubungan darah dari satu leluhur. Selain itu prinsip
tersebut digunakan dalam setiap upacara adat yang mencakup upacara adat
perkawinan, kematian, dll. Apabila tidak berdasarkan pada adat dalihan na tolu
maka tidak dapat dikatakan sebagai upacara adat Batak (Siahaan, 1982). Upacara
adat dikatakan berdasarkan adat dalihan na tolu apabila ia mengundang dongan
sabutuha, hula-hula, dan boru serta melakukan berbagai prosesi berdasarkan
ketentuan adat.
12
Pada tahap yang lebih tinggi dalihan na tolu dihayati sebagai sistem
kognitif yang memberikan pedoman bagi orientasi setiap orang Batak. Hal ini
ditunjukkan dengan Pada tingkat selanjutnya, dalihan na tolu adalah pengetahuan
kolektif yang menentukan persepsi dan definisi terhadap realitas (Harahap, 1987).
Mekanisme dalihan na tolu menurut Sitorus (1998) berfungsi memelihara
kesatuan (integrasi) masyarakat Batak Toba. Hal tersebut dapat berlangsung
karena keluarga inti menjalankan fungsi-fungsi hula-hula, dongan tubu, dan boru
pada tempat, waktu, dan konteks peristiwa dan dengan cara yang benar. Fungsi-
fungsi itu adalah:
1. Hula-hula memberi pengayoman
2. Dongan sabutuha menanggung bersama beban ringan maupun berat
(solidaritas).
3. Boru “berkorban” untuk hula-hula.
Sekali keluarga inti berhenti menjalankan fungsi-fungsi di atas, maka
integrasi masyarakat akan terancam. Nasib prasyarat integrasi tersebut ditentukan
oleh sejauh mana terjadi keseimbangan dalam pelaksanaan tri-fungsi dalihan na
tolu. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: apabila seseorang tidak
menjalankan peran berdasarkan statusnya maka peran tersebut tidak dapat
digantikan oleh orang lain yang mimiliki status yang berbeda. Keadaan ini
menjadikan adanya peran yang tidak dijalankan, contohnya: jika hula-hula tidak
menjalankan fungsinya, maka tidak ada yang memberikan pengayoman; jika
dongan sabutuha tidak menjalankan fungsinya, maka tidak ada yang menanggung
beban; jika boru tidak menjalankan fungsinya, maka tidak ada yang berkorban
atau melayani. Hal ini dapat mengancam integrasi masyarakat Batak.
13
Sejalan dengan Sitorus, Daulay (2006) mengungkapkan bahwa fungsi dari
dalihan na tolu adalah menciptakan integrasi terhadap ketiga unsur dalihan na
tolu melalui perkawinan. Selain itu, fungsi dalihan na tolu merupakan pengenalan
garis keturunan pada setiap individu masyarakat Batak. Kekuatan kekerabatan
terwujud dalam pemakaian tutur atau sapa. Secara singkat, dalihan na tolu
mengatur mekanisme integritas dan identitas antar marga (clan). Nilai tersebut
diaplikasikan dalam bentuk sosial adat dalihan na tolu.
Segi khusus dalam pelaksanaan fungsi dalihan na tolu adalah proses
pertukaran apabila dua keluarga inti dihubungkan: satu melakukan fungsi hula-
hula dan satu lainnya melakukan fungsi boru. Pertukaran harusnya terjadi dalam
batas-batas keseimbangan, tidak ada yang merasa dirugikan, sehingga tidak
mengganggu integrasi masyarakat. Hubungan tersebut menjadikan affina bagi
individu yang satu dan lainnya; mereka menciptakan hubungan partondongan =
saling affina; tidak dipertalikan oleh hubungan darah. Fungsi hula-hula, dongan
tubu dan boru dilakukan dengan oleh keluarga inti yang berbeda, tetapi dalam
suatu ikatan interaksi (Sitorus, 1998).
2.3 Perilaku
Perilaku merupakan reaksi dari hasil interaksi antar individu dengan
rangsangannya atau lingkungannya. Menurut Goldmith sebagaimana dikutip
Lutfiah (2007) perilaku individu adalah segala sesuatu yang meliputi
pengetahuannya (knowledge) yang menjadi sikapnya (attitude), dan yang bisa
dikerjakan (action). Adapun perilaku muncul sebagai hasil interaksi antar individu
dengan lingkungannya. Dengan demikian perilaku juga dapat dikatakan sebagai
14
reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan
lingkungannya dan benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan.
Menurut Smith sebagaimana dikutip Sarwono (2002), perilaku manusia
sebagai makhluk sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari luar maupun
dari dalam. Perilaku bukanlah faktor yang kuat tetapi dapat berubah, diubah, dan
berkembang sebagai hasil interaksi individu yang bersangkutan dengan
lingkungannya.
Mengacu pada pendekatan psikologi, Mugniesyah (2006) mengungkapkan
bahwa perilaku individu mencakup domain atau ranah, yaitu:
1. domain atau ranah kognitif atau pengetahuan
2. domain atau ranah afektif atau sikap
3. domain psikomotorik atau keterampilan
Perubahan perilaku diperoleh dari hasil proses belajar. Secara sederhana
perubahan perilaku yang ingin dicapai oleh individu yang belajar adalah
perubahan pada aspek pengetahuan (knowladge), sikap (attitude), keterampilan
(skill). Bloom sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006) mengembangkan
klasifikasi hasil atau tujuan belajar yang dilihat dari tiga ranah perilaku yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapun rincian dari setiap ranah perilaku
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Ranah kognitif
a. Pengetahuan, pada tahap ini individu dapat mengingat berbagai hal
yang pernah tersimpan dalam ingatannya.
15
b. Pemahaman, pada tahap ini individu mempunyai kemampuan untuk
menangkap makna dan arti dari berbagai hal yang pernah dilakukan
dan dipelajarinya. Pada tahap ini kemampuan individu dapat
ditunjukkan dengan menerangkan, menerjemahkan, dan/atau
menginterpretasikan sesuatu yang dilihat dan didengarnya dengan
menggunakan kata-kata sendiri.
c. Penerapan, kemampuan individu untuk mengaplikasikan (dalam
pikiran) apa yang telah dipelajari dengan menerapkannya pada suatu
kasus atau problem baru.
d. Analisa, kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-
bagian sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat
dipahami dengan baik.
e. Sintesa, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan pola
baru.
f. Evaluasi, individu dapat memberikan penilaian terhadap suatu atau
membanding keunggulan dan kelemahan sesuatu atau beberapa hal,
bersama dengan pendapat itu dengan kriteria tertentu.
2. Ranah afektif
a. Penerimaan, mencakup kemampuan seseorang yang belajar untuk
menerima hal-hal yang baru atau sikap menerima terhadap sesuatu
dengan menunjukkan sikap mendengar dengan penuh perhatian, sadar
akan pentingnya belajar
b. Menanggapi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif
dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan
16
dengan memberikan suatu reaksi dengan menunjukkan minat terhadap
sesuatu
c. Penilaian/penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian
itu. Mulai dibentuk sikap menerima, menolak atau mengabaikan
d. Organisasi, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem
nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan
e. Menghayati, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai
kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi
(internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur
kehidupannya sendiri.
3. Ranah psikomotorik, hasil belajar melibatkan unsur saraf, otak, dan otot
yang ada pada tubuh dengan tujuah kategori hasil belajar, yaitu persepsi,
set, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa atau mekanis, gerakan
kompleks, adaptasi, kreativitas.
2.4 Sosialisasi dalam Proses pelembagaan
Untuk menciptakan hubungan manusia dalam lembaga kemasyarakatan
maka dirumuskan norma-norma masyarakat (Soekanto, 2002). Awalnya norma
dibuat secara tidak sengaja. Namun semakin lama norma dibuat secara sadar.
Setiap norma memiliki kadar kekuatan mengikat yang berbeda. Untuk melihat
kadar mengikatnya maka terdapat empat tingkatan norma, yaitu:
17
1. Cara (usage), pada tingkatan ini norma memiliki kekuatan yang sangat
lemah. Cara (usage) lebih menonjol dalam hubungan individu dalam
masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya hanya mendapat celaan dari
individu yang dihubunginya.
2. Kebiasaan (folkways), pada tingkat ini norma memiliki kekuatan mengikat
yang lebih besar. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-
ulang dalam bentuk yang sama, merupakan bukti bahwa orang banyak
menyukai perbuatan itu. Kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan
diterima oleh masyarakat. Penyimpangan terhadapnya akan dianggap
sebagai penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat.
3. Tata kelakuan (mores), mencerminkan sifat-sifat hidup dari kelompok
manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun
tidak, oleh masyarakat dan anggota-anggotanya. Tata kelakuan, di satu
pihak memaksakan suatu perbuatan dan di pihak lain melarangnya,
sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota masyarakat
menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Tata
kelakuan penting karena tata kelakuan memberikan batas-batas pada
perilaku individu, mengidentifikasi individu dengan kelompoknya,
menjaga solidaritas antar anggota masyarakat.
4. Adat istiadat (custom), adat istiadat memiliki daya ikat yang tinggi dimana
pelanggaran terhadap adat istiadat mendapat sangsi yang keras yang secara
tidak langsung diperlakukan. Biasanya yang melakukan pelanggaran akan
dikeluarkan dari masyarakat.
18
Norma-norma di atas mengalami proses yang pada akhirnya akan menjadi
bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses
pelembagaan (institutionalization). Suatu norma tertentu dikatakan telah
melembaga apabila norma tersebut telah diketahui, dipahami dan dimengerti,
ditaati, dihargai. Proses pelembagaan tidak berhenti pada suatu tahap
institutionalized saja, tetapi menjadi internalized dimana para anggota masyarakat
dengan sendirinya berperilaku sejalan dengan perilaku yang sebenarnya
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Proses pelembagaan norma diatas adalah menggunakan pengendalian
sosial. Pengendalian sosial merupakan suatu proses pengawasan, yang bersifat
mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat untuk
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Pengendalian sosial dapat
dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya (contoh: ibu mendidik anak
untuk menyesuaikan diri pada kaidah yang berlaku) atau mungkin dari individu
terhadap suatu kelompok sosial, dan selanjutnya dilakukan oleh suatu kelompok
kepada kelompok yang lainnya. Tujuan utama dari pengendalian sosial adalah
mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan yang ada dalam
masyarakat. Proses pengendalian sosial dapat bersifar prefentif atau represif, atau
bahkan kedua-duanya. Prefensi merupakan suatu pencegahan terhadap terjadinya
gangguan pada keserasian. Usaha prefentif dijalankan melalui sosialisasi,
pendidikan formal, dan informal. Sedangkan represif berwujud penjatuhan sanksi
terhadap masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah yang berlaku
(Soekanto, 2002).
19
Bentuk pengendalian sosial adalah sosialisasi. Sosialisasi merupakan
proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Selain itu sosialisasi
merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan dan pewarisan kebudayaan
serta tingkah laku dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Proses
sosialisasi ini dialami individu sejak lahir hingga meninggal dunia dan dalam
proses tersebut si individu belajar mengenali nilai, sikap, keahlian dan berbagai
peranan yang secara keseluruhan membentuk kepribadiannya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dari keluarga maupun lingkungannya
(Adiwijaya dkk sebagaimana dikutip Siregar 2003).
Berkaitan dengan hal di atas maka George Ritzer sebagaimana dikutip
Soe’oed (1999) membagi siklus kehidupan manusia dalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap kanak-kanak, pada tahap ini orang tua sangat berperan dalam
sosialisasi karena orang tua dinilai memiliki kewajiban untuk mengajarkan
kepada anaknya tentang kehidupan. Apa yang dilakukan orang tua pada
masa hidupnya sangat menentukan kepribadian tentang anak tersebut.
2. Tahap remaja, merupakan masa transmisi dari anak-anak menuju dewasa.
Sosialisasi pada tahap remaja dapat disebut sebagai suatu gejala “reverse
socialization” yang mengacu pada cara di mana orang yang lebih muda
dapat menggunakan pengaruh mereka kepada yang lebih tua.
3. Tahap dewasa, pada tahap ini sosialisasi merupakan proses dimana
individu dewasa mempelajari norma, nilai, dan peranan yang baru dalam
lingkungan sosial yang baru pula. Proses belajar di sini lebih intensif,
belum tentu sama dengan nilai, norma yang diperoleh pada kesempatan
20
sebelumnya atau di lingkungan sosial yang lainnya, mungkin berbeda
bahkan bertentangan.
4. Tahap tua, proses sosialisasi bagi orang lanjut usia dimulai secara
perlahan-lahan. Ketika seorang mencapai lanjut usia maka mereka harus
bergantung kepada orang lain
Menurut Sunarto (1993), sosialisasi merupakan keseluruhan kebiasaan
yang dimiliki manusia baik dalam bidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan,
agama dan sebagainya yang harus dipelajari oleh setiap anggota baru suatu
masyarakat melalui suatu proses. Proses sosialisasi merupakan pembinaan dan
pengembangan budaya yang berlangsung berupa kegiatan-kegiatan yang
melibatkan generasi muda dalam rangkaian proses belajar dan penghayatan nilai-
nilai budaya yang berlaku di masyarakat dengan ajaran, bimbingan, keteladanan
dari generasi orangtua (Sucipto, 1998).
Menurut Fuller dan Sunarto (1993) terdapat empat agen sosialisasi, yang
terdiri dari:
1. Keluarga. Agen sosialisasi terdiri atas orangtua dan saudara kandung. Pada
masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas, agen sosialisasi bisa
berjumlah banyak dan mencakup nenek, kakek, paman, bibi dan lainnya.
Pada tahap ini terjadi proses significant other dimana seorang anak mulai
belajar berkomunikasi secara verbal dan non-verbal. Kemampuan anak
akan mencapai tahap play-stage dalam pengambilan peranan orang lain. Ia
mulai mengidentifikasi diri sebagai diri seorang anak laki-laki dan anak
perempuan.
21
2. Teman Bermain. Biasanya seorang anak yang tengah bepergian atau
merantau, maka anak tersebut akan memperoleh agen sosialisasi di luar
keluarga yaitu teman bermain baik yang terdiri dari kerabat maupun
tetangga atau teman sekolah. Pada tahap ini memasuki game stage.
3. Sekolah. Dalam sekolah, seorang anak akan mempelajari hal-hal baru yang
belum dipelajari sebelumnya dalam keluarga ataupun dalam kelompok
bermain.
4. Media Massa. Media massa sebagai agen sosialisasi yang berpengaruh
terhadap perilaku khayalaknya. Perkembangan teknologi yang semakin
maju telah meningkatkan kualitas pemberi pesan serta peningkatan
frekuensi pengenaan masyarakat sehingga memberi peluang yang semakin
tinggi bagi media massa untuk berperan sebaagai agen sosialisasi.
Menurut Van Doorm Lammers yang dikutip oleh Sajogyo dan Sajogyo
(1982) proses sosialisasi dilakukan melalui pengendalian sosial yang meliputi
empat proses sebagai berikut:
1. Proses ajar, didik, atau pewarisan. Proses belajar menurut Witting yang
dalam Muhibbin yang dikutip oleh Aminah (2007) menyatakan belajar
adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam
atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil dari
pengalaman. Proses belajar sosial terjadi dalam urutan yang meliputi tahap
perhatian, tahap penyimpanan dalam ingatan, tahap reproduksi, dan tahap
motivasi.
2. Dengan sanksi, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah
tindakan-tindakan atau hukuman untuk memaksa orang menepati
22
perjanjian atau mentaati ketentuan undang-undang. Lubis sebagaimana
dikutip Aminah (2007) mengungkapkan bahwa sanksi dapat dibagi ke
dalam tiga bentuk yaitu: (a) sanksi fisik berupa kontrol negatif,
pengusiran, permusuhan, dan hukuman fisik; (b) sanksi ekonomi berupa
hukuman ekonomi, intimidasi ekonomi dan hadiah atau ganjaran ekonomi;
dan (c) sanksi psikologis berupa hukuman secara psikologis dan ganjaran
atau hadiah secara psikologis.
3. Ritus kolektif, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah
tata cara dalam upacara secara bersama-sama.
4. Alokasi posisi-posisi adalah adanya peranan-peranan tertentu yang
dilakukan berdasarkan status yang dimilikinya.
2.5 Berbagai Kasus Sosialisasi Tradisi di Indonesia
Proses sosialisasi terhadap tradisi atau kebudayaan juga dilakukan di
berbagai tempat di Indonesia. Berikut adalah contoh kasus proses sosialisasi
terhadap tradisi atau kebudayaan yang terjadi di Indonesia:
1. Proses ajar didik. Dalam masyarakat Tengger proses ajar melalui forum
formal dan informal. Pada forum formal dilakukan dengan melakukan
proses pengajaran di sekolah. Pengajaran mengenai adat dan tradisi
Tengger dilakukan bersama-sama dengan pelajaran agama Hindu maupun
PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Pengajaran mengenai
Adat tengger bahkan sudah mulai dirintis di tingkat Sekolah Menengah
Umum. Pada forum non formal dilakukan proses ajar-didik tata cara
upacara adat Entas-Entas yang dilakukan oleh tokoh adat. Tokoh adat
23
mengajarkan tradisi tersebut saat persiapan upacara adat dimana pada saat
itu masyarakat dapat bebas menanyakan mengenai tradisi Entas-Entos
(Ambayoen, 2006). Dalam masyarakat Melayu Pontianak, proses ajar
didik dilakukan secara informal dengan melakukan pengajaran oleh orang
tua kepada anaknya mengenai tradisi Pantang Larang (Aminah, 2007).
Proses tersebut dilaksanakan apabila seseorang akan memasuki prosesi
perkawinan, masa kehamilan dan melahirkan pada saat itu orang tua
mengajarkan mengenai Pantang Larang agar dapat mengingat pantang
larang yang sedang dijalani.
2. Dengan sanksi. Pada masyarakat Melayu Pontianak sanksi berkenaan
dengan tradisi Pantang Larang disampaikan ketika upacara perkawinan
kepada calon pengantin, pada pasangan suami isteri di masa kehamilan
dan kelahiran (Aminah, 2007). Apabila mereka melanggar pantang larang
yang diberikan kepada mereka maka mereka akan mendapat dampaknya
pada diri mereka sendiri. Pada masyarakat Tengger sanksi diberikan
berupa hukuman moral dengan dikucilkan dari pergaulan apabila ada yang
meninggalkan upacara Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat.
Selain itu sanksi berupa imbalan terlihat dengan adanya penghargaan dan
pengakuan masyarakat berupa tingkat pengetahuan yang dimiliki
(pemberian predikat sebagai orang yang paham budaya), pada tahap
selanjutnya mereka dapat dicalonkan/ mencalonkan diri menjadi tokoh
adat seperti Legen, Wong Sepuh atau bahkan dicalonkan sebagai dukun
(Ambayoen, 2006).
24
3. Ritus kolektif. Dalam masyarakat Tengger ritus kolektif ditunjukkan
dengan upacara-upacara adat seperti Entas-Entas, Praswala Gara, dan
Pujaan Kapat yang masih dilakukan doleh masyarakat Tengger dan
melibatkan banyak orang, sehingga generasi muda dan warga masyarakat
lainnya dapat mengikuti (Ambayoen, 2006). Secara khusus upacara adat
Pujaan Kapat semua masyarakat Desa dapat mengikuti upacara adat ini
dan mereka dapat merasa ikut memiliki hajat ini. Pada masyarakat Melayu
Pontianak ritus kolektif salah satunya ditunjukkan pada upacara adat
seperti prosesi perkawinan dan kehamilan. Pada saat itu orang tua atau
dukun kampung menyampaikan pantang larang kepada calon pengantin
dan calon orang tua bayi agar mereka dapat menjalakan pantang larang
dengan tepat (Aminah, 2007).
4. Alokasi posisi. Pada masyarakat Tengger alokasi posisi terlihat dari
kuatnya peranan kepala desa dalam melestarikan budaya Tengger dengan
mensosialisasikan berbagai ketentuan-ketentuan adat seperti penggunaan
pakaian adat di setiap upacara. Selain itu alokasi posisi juga terlihat dari
peran keluarga yang menjalin komunikasi dengan generasi muda untuk
mensosialisasikan kebudayaan Entas-Entas (Ambayoen, 2006). Pada
masyarakat Melayu Pontianak alokasi posisi terlihat dari kepatuhan yang
besar antara anak kepada orang tua berkenaan dengan tradisi Pantang
Larang, sehingga tradisi tersebut tetap dijalankan oleh generasi muda
(Aminah, 2007).
25
2.6 Kerangka Pemikiran
Dalihan na tolu adalah salah satu bentuk kebudayaan Batak yang
dijadikan sebagai tiang utama penyangga kehidupan seluruh tatanan kebudayaan
Batak. Sebagai suatu bentuk dari kebudayaan dalihan na tolu bersifat tidak statis
dan adaptif. Hal tersebut dapat menyebakan adanya perubahan terhadap dalihan
na tolu sebagai akibat dari majunya ilmu pengetahuan, teknik serta
penggunaannya, komunikasi dan transport, serta pembauran dengan kebudayaan
lain. Oleh sebab itu, perlu adanya sosialisasi terhadap dalihan na tolu di kalangan
generasi muda Batak yang pada lingkungan perkotaan.
Sosialisasi terhadap dalihan na tolu dipengaruhi oleh agen sosialisasi
utama yaitu keluarga terutama orang tua (Sunarto, 1993). Pada penelitian ini,
aspek orang tua diukur dengan melihat faktor orang tua yang meliputi status orang
tua, keterlibatan dalam organisasi Batak, dan tingkat pendidikan. Sosialisasi
dalihan na tolu juga dipengaruhi adalah faktor individu dan faktor sosial (Rogers
dan Shoemaker, 1971). Pada penelitian ini faktor individu meliputi jenis kelamin,
usia, tingkat pendidikan, dan daerah asal, sedangkan faktor sosial pemuda
meliputi oleh keterlibatan individu dalam organisasi Batak dan teman bermain.
Sosialisasi terhadap dalihan na tolu dilakukan dengan sistem pengendalian
sosial. Pengendalian sosial dilakukan dengan empat komponen, yaitu proses ajar
didik, sanksi, alokasi posisi, ritus kolektif. Pengendalian sosial yang dilakukan
mempengaruhi perilaku generasi muda terhadap dalihan na tolu.
Perilaku dapat dilihat dari dua domain atau ranah perilaku yaitu komponen
pengetahuan dan sikap. Ranah psikomotorik (keterampilan) dalam dalihan na tolu
26
tidak dibahas karena sulit untuk dikaji. Secara ringkas, hubungan variabel-variabel
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan:
Bergubungan dengan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu, 2008
Proses sosialisasidalihan na tolu
• Proses ajardidik
• Sanksi• Alokasi posisi• Ritus kolektif
Perilaku
• Pengetahuan• Sikap
FaktorOrang tua
• Etnis• Keterlibatan Orang
Tua dalam organi-sasi Batak
• Tingkat pendidikanOrang tua
FaktorIndividu
• Jenis kelamin• Usia• Tingkat pendidikan
individu• Daerah asal
Faktor sosial individu
• Keterlibatanindividu dalamorganisasi Batak
• Teman bermain
27
2.7 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan di atas maka
hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor orang tua (etnis, keterlibatan orang tua dalam organisasi Batak,
tingkat pendidikan) mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu.
2. Faktor individu (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, daerah asal)
mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu
3. Faktor sosial (keterlibatan dalam organisasi Batak, teman sepermainan)
mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu
4. Proses sosialisasi dalihan na tolu mempengaruhi pengetahuan dan sikap
pemuda Batak terhadap dalihan na tolu.
2.8 Definisi Operasional
1. Etnis adalah suku orang tua kandung (ayah dan ibu) dari responden.
Kategori etnis orang tua dari responden diukur dengan melihat dua
kategori yang terdiri dari:
a. Kedua orang tua responden bersuku Batak diberi skor 2
b. Salah satu orang tua responden yang bersuku Batak diberi skor 1
2. Keterlibatan orang tua dalam organisasi Batak adalah keikutsertaan orang
tua responden dalam kegiatan organisasi Batak. Berdasarkan hasil jawaban
responden melalui kuesioner, keterlibatan dalam organisasi Batak dalam
penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kategori yang terdiri dari:
a. Sedikit apabila orang tua responden terlibat 2 organisasi sosial Batak
28
b. Tinggi apabila orang tua responden terlibat > 2 organisasi sosial Batak
3. Tingkat pendidikan orang tua (ayah dan ibu) responden adalah jenjang
pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh orang tua responden
sampai pada wawancara berlangsung. Tingkat pendidikan diukur
berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner. Pemberian skor
dilakukan sebagai berikut: SD diberi skor 1, SMP diberi skor 2, SMU
diberi skor 3, Perguruan tinggi diberi skor 4. Selanjutnya, skor ayah dan
ibu dijumlahkan dan dikategorikan menjadi:
a. Rendah apabila skor < 5
b. Tinggi apabila skor 5
4. Jenis kelamin adalah identitas biologis responden yang terdiri dari:
a. Laki-laki diberi kode 1
b. Perempuan diberi kode 2
5. Usia adalah lama hidup responden dari sejak lahir sampai ketika
diwawancarai, diukur dalam tahun. Berdasarkan hasil jawaban responden
melalui kuesioner, usia responden dalam penelitian ini dikategorikan
menjadi 2 tingkatan, yaitu:
a. Rendah apabila Usia 17 - 20 tahun dan diberi skor 1
b. Tinggi apabila Usia 21 - 25 tahun dan diberi skor 2
6. Tingkat pendidikan individu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi
yang pernah ditempuh responden sampai pada wawancara berlangsung.
Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, tingkat
29
pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi empat
tingkatan, yaitu:
a. SD diberi skor 1
b. SMP diberi skor 2
c. SMU diberi skor 3
d. Perguruan tinggi diberi skor 4
7. Daerah asal adalah lokasi tempat responden ketika dilahirkan. Daerah asal
responden dilihat dari 2 kategori yang meliputi:
a. Di luar Sumatera Utara diberi kode 1
b. Di Sumatera Utara diberi kode 2
8. Keterlibatan individu dalam organisasi sosial adalah keikutsertaan
responden dalam kegiatan organisasi Batak. Berdasarkan hasil jawaban
responden melalui kuesioner, keterlibatan dalam organisasi Batak dalam
penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kategori yang terdiri dari:
a. Sedikit apabila responden terlibat 1 organisasi sosial Batak
b. Tinggi apabila responden terlibat > 1 organisasi sosial Batak
9. Teman bermain adalah teman reponden yang berinteraksi secara intensif
rata-rata 2 kali seminggu dalam 6 bulan terakhir dengan responden dilihat
dari etnisnya. Teman responden dalam penelitian ini dilihat dari jumlah
teman responden yang berdasarkan sukunya. teman bermain responden
dikategorikan menjadi:
a. Sedikit apabila jumlah teman responden yang bersuku non Batak lebih
banyak daripada yang bersuku Batak
30
b. Sedang apabila jumlah teman responden yang bersuku non Batak
berimbang dengan yang bersuku Batak
c. Tinggi apabila jumlah teman responden yang bersuku Batak lebih
banyak daripada yang bersuku non Batak
10. Proses sosialisasi adalah cara yang dilakukan oleh orang lain untuk
mengajarkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dalihan na tolu
terhadap responden. Proses sosialisasi terdiri dari empat aspek, yaitu:
a. Ajar didik adalah penjelasan berupa pengajaran yang pernah diberikan
oleh berbagai pihak kepada responden mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan dalihan na tolu. Proses ajar didik diukur dari
jawaban responden melalui kuesioner. Pertanyaan mengenai ajar didik
di kuesioner yaitu pertanyaan nomor 1 sampai 5 pada bagian 4.
b. Sanksi adalah hukuman dan ganjaran yang pernah diberikan oleh orang
lain kepada responden terhadap tindakan responden berkenaan dengan
ketentuan dalihan na tolu. Sanksi diukur dari jawaban responden
melalui kuesioner. Pertanyaan mengenai sanksi di kuesioner yaitu
pertanyaan nomor 6 sampai 4 dan nomor 10 sampai 11 pada bagian
empat.
c. Alokasi posisi adalah peran yang dilaksanakan oleh orang lain
berkenaan dengan statusnya dalam proses pelembagaan dalihan na
tolu. Diukur dari jawaban responden melalui kuesioner. Pertanyaan
mengenai alokasi posisi di kuesioner yaitu pertanyaan terbuka pada
nomor 1 sampai 11 pada bagian empat
31
d. Ritus kolektif adalah aktivitas adat berupa upacara-upacara adat Batak
yang pernah dihadiri responden. Ritus kolektif diukur diukur dari
jawaban responden melalui kuesioner. Pertanyaan mengenai alokasi
posisi di kuesioner yaitu pertanyaan nomor 11 pada bagian empat.
Secara keseluruhan proses sosialisasi diukur dari jawaban responden
melalui kuesioner yaitu sebanyak 11 pertanyaan. Apabila responden
menjawab “Ya” maka diberi skor 2 dan jika menjawab “Tidak” diberi skor
1. Selanjutnya pengukuran proses sosialisasi adalah sebagai berikut:
a. Rendah apabila skor pertanyaan 16
b. Tinggi apabila skor pertanyaan > 16
11. Aspek kognitif adalah pengetahuan responden tentang dalihan na tolu.
Aspek kognitif diukur dengan mengajukan 14 pertanyaan berkenaan
dengan dalihan na tolu. Kategori aspek kognitif adalah sebagai berikut:
a. Rendah apabila jumlah pertanyaan benar < 8
b. Tinggi apabila jumlah pertanyaan benar 8
12. Aspek afektif adalah perasaan senang atau tidak senang responden
berkenaan dengan dalihan na tolu. Diukur dengan memberikan 10
pertanyaan mengenai sikap terhadap dalihan na tolu, mulai dari “sangat
setuju” diberi skor 5, “setuju” diberi skor 4, “ragu-ragu” diberi skor 3 ,
“tidak setuju” diberi skor 2, dan “sangat tidak setuju” diberi skor 1.
selanjutnya pengukuran aspek afektif adalah sebagai berikut:
a. Rendah apabila skor pertanyaan < 30
b. Tinggi apabila skor pertanyaan 30
32
BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yaitu pada suatu perkumpulan
masyarakat Batak di Sarua Permai, Ciputat yang bernama Parsahutaon Dalihan
na tolu. Penelitian dilakukan pada pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu. Lokasi
penelitian dipilih berdasarkan kemudahan akses dan pertimbangan bahwa
Parsahutaon Dalihan na tolu merupakan suatu kelembagaan Batak yang berada
pada masyarakat perkotaan dan para pemudanya telah membentuk suatu
kelembagaan baru yang berada pada naungan kelembagaan Parsahutaon Dalihan
na tolu.
Proses penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Mei dan
Juni 2008. Waktu penelitian terdiri dari wawancara kuesioner (10 sampai dengan
25 Mei 2008) dan wawancara kelompok (1 Juni 2008 dan 7 Juni 2008).
Pengolahan data dan penulisan hasil laporan dilakukan selama satu bulan, yaitu
pada bulan Juni 2008.
3.2 Teknik Pemilihan Reponden
Dalam penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah anggota
pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu masyarakat Batak di Sarua Permai-Ciputat,
orang tua pemuda dan pendiri perkumpulan masyarakat Batak di Sarua Permai-
Ciputat untuk memperoleh gambaran mengenai lokasi penelitian.
33
Penentuan sampel bagi responden dilakukan dengan menggunakan metode
sampel jenuh yang menjadikan seluruh populasi menjadi sampel penelitian.
Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 60 orang. Namun karena beberapa
pemuda parsahutaon yang melaksanakan pendidikan dan bekerja di luar Ciputat
serta ada pemuda yang pindah sementara, maka yang menjadi sampel penelitian
hanya berjumlah 40 orang.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
dilakukan melalui metode survai. Metode survai adalah penelitian yang
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok
(Singarimbun, 1995). Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan mengenai sosialisasi
sistem kekerabatan dalihan na tolu pada generasi muda yang terdiri dari faktor
orang tua, faktor individu, aktivitas sosial, dan proses sosialisasi dalihan na tolu.
Kuesioner dapat dilihat pada lampiran 1.
Pada awalnya peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan
kuesioner kepada seluruh pemuda Batak yang berada di Sarua Permai. Jumlah
responden adalah 40 orang. Kuesioner yang terkumpul kemudian diolah. Dari
hasil pengolahan data kemudian dipilih 10 responden secara purposive untuk
dijadikan subyek dalam wawancara kelompok melalui pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati (Moleong, 2000). Instrumen pengumpulan data yang digunakan
34
berupa pedoman wawancara guna melengkapi hasil penelitian kuantitatif.
Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran 2. Selanjutnya pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada orang tua dari pemuda
untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya. Wawancara kemudian dilakukan
kepada Bapak Ch. Sihombing yang merupakan tokoh di Parsahutaon Dalihan na
tolu untuk memperoleh gambaran mendalam mengenai dalihan na tolu.
Data sekunder diperoleh dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
tangga Parsahutaon Dalihan na tolu melalui pengurus parsahutaon. Hal ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan informasi mengenai gambaran umum
lokasi penelitian dan data anggota Pemuda Parasahutaon Dalihan na tolu.
3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data primer kuantitatif kemudian ditabulasi dan diuji dengan
menggunakan uji statistik non-parametrik melalui uji Chi-Square untuk melihat
hubungan antar variabel dengan data berskala nominal. Sementara itu, untuk data
dengan skala ordinal diolah dengan menggunakan uji Korelasi Spearman.
Pengolahan data untuk Chi-Square dan uji Spearmen dilakukan dengan
menggunakan komputer dengan program SPSS for Windows versi 13.0. Hal ini
dilakukan guna ketepatan, kecepatan proses perhitungan, dan kepercayaan hasil
pengujian. Hasil dari pengolahan tersebut kemudian dilakukan analisis dan
diinterpretasikan untuk memperoleh kesimpulan.
Dalam penelitian ini uji Chi-Square untuk melihat hubungan antara jenis
kelamin dan proses sosialisasi serta hubungan tempat lahir dengan proses
35
sosialisasi. Rumus Chi-Square berdasarkan buku Metedologi Penelitian Survay
oleh Singarimbun (1995) adalah:
(f0 – ft)²
² =
ft
Keterangan: ² = Kai kuadrat
f0 = Frekuensi yang diperoleh melalui survay
ft = Frekuensi yang diharapkan
Selain itu uji Korelasi Rank Spearman untuk menguji hubungan faktor
orang tua reponden (meliputi: etnis orang tua reponden, keterlibatan dalam
organisasi sosial, tingkat pendidikan), faktor individu (tingkat pendidikan, usia,
daerah asal), faktor sosial responden (teman bermain, keterlibatan dalam
organisasi sosial) terhadap proses sosialisasi dan proses sosialisasi terhadap
tingkat kognitif dan afektif. Untuk melihat hubungan yang nyata atau tidak, maka
P-value dibandingkan dengan taraf nyata 5 % atau 0.05 dan selang kepercayaan
95 %. Nilai Rs akan berada pada selang -1 hingga +1, semakin mendekati -1 atau
+1 artinya korelasi antara kedua variabel semakin erat atau dengan kata lain
variabel x berpengaruh semakin nyata terhadap variabel y. Tanda positif dan
negatif menggambarkan ke arah pengaruhnya, dimana tanda positif menunjukkan
searah, sedangkan tanda negatif menunjukkan hubungan berlainan arah. Menurut
Walpole (1995), tingkat hubungan antar variabel penelitian berdasarkan kesalahan
tersebut sebagai berikut:
36
• 0,80 - 1,00 = variabel-variabel penelitian berhubungan sangat kuat
• 0,60 - 0,79 = variabel-variabel penelitian berhubungan kuat
• 0,40 - 0,59 = variabel-variabel penelitian berhubungan sedang
• 0,20 - 0,30 = variabel-variabel penelitian berhubungan lemah
• 0,01 - 0,19 = variabel-variabel penelitian berhubungan sangat lemah
37
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kompleks Sarua Permai-Benda Baru
Penelitian ini dilakukan di Kompleks Sarua Permai. Lokasi tersebut
terletak di Kelurahan Benda Baru, Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang
dan berbatasan dengan Provinsi Banten dan DKI Jakarta. Kompleks ini terdiri dari
delapan Rukun Warga (RW). Peta Kompleks Sarua Permai dapat dilihat pada
Lampiran 3.
` Penduduk di Kompleks Sarua Permai merupakan penduduk yang
heterogen. Hal tersebut ditandai dari keragaman etnis warganya. Penduduk di
Sarua Permai sebagian besar didominasi oleh etnis Jawa, Sunda, dan Batak. Selain
ketiga etnis tersebut juga terdapat etnis Manado, Minang, Bugis, dan Tionghoa.
Setiap etnis memiliki kedekatan interpersonal yang tinggi dengan sesama
etnisnya. Kedekatan tersebut menyebabkan beberapa etnis membentuk suatu
kelembagaan nonformal. Tujuannya adalah mempererat hubungan antar setiap
individu dan mempertahankan kebudayaan daerah asal. Salah satu etnis yang
membentuk kelembagaan adalah etnis Batak yang diberi nama Parsahutaon
Dalihan na tolu.
Interaksi antar setiap warga seetnis terlihat ketika ada anggota etnisnya
yang terimpa kemalangan seperti kematian. Warga seetnis akan terlebih dahulu
membantu dibanding warga lain. Warga seetnis bersama-sama masyarakat lain
akan saling memberikan bantuan baik material maupun imaterial. Bantuan
material yang diberikan berupa sejumlah uang, sedangkan bantuan imaterial yang
38
diberikan berupa dukungan moral dan tenaga untuk mempersiapkan hal-hal yang
dibutuhkan berkaitan dengan rangkaian acara sampai pada penguburan. Persiapan
tersebut di antaranya adalah menyediakan makanan dan minuman untuk para
tamu, mendirikan tenda, maupun membereskan rumah duka sebelum para tamu
datang untuk melayat. Selain kemalangan warga seetnis bekerja sama pada
peristiwa pernikahan dengan memberikan bantuan moral dan material. Etnis lain
juga ikut serta memberikan partisipasi dengan menghadiri peristiwa tersebut.
Interaksi antar warga yang berbeda etnis berlangsung rukun dan harmonis.
Hal ini terlihat ketika warga ikut serta dalam program perbaikan jalan yang
berlangsung dari tahun 2002 sampai tahun 2006. Pada saat itu delapan RW yang
terdapat di Kompleks Sarua Permai memutuskan untuk membentuk panitia
perbaikan jalan dan menerapkan iuran sebesar Rp 1000,- per hari untuk warga
yang keluar atau masuk kompleks dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Hubungan antar etnis terlihat juga dalam kegiatan perayaan hari
kemerdekaan. Kegiatan tersebut diantaranya perlombaan olahraga, perlombaan
hiburan, dan “Karnaval Agustusan” dimana anak-anak diwajibkan untuk memakai
pakaian daerah dan berkeliling kompleks. Pada acara puncak perayaan diadakan
acara hiburan berupa nyanyian, pembacaan puisi, dan persembahan tari-tarian
tradisional. Pada peristiwa Idul Fitri juga terjadi interaksi antar warga yang
berbeda etnis. Pada saat itu warga saling bermaafan dan saling mengunjungi
rumah warga lain terutama yang tidak mudik. Bagi warga yang mudik dan belum
sempat melakukan hal tersebut, maka digelar acara Halal Bihalal di beberapa RT
untuk silaturahmi dan saling bermaafan antar warga yang seetnis maupun berbeda
etnis.
39
4.2 Gambaran Umum Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai
Perkumpulan parsahutaon di Sarua Permai, Ciputat dibentuk pada hari
Sabtu tanggal 7 September 1985 oleh Masyarakat Batak di Perumahan Sarua
Permai-Benda Baru dan sekitarnya, dan diberi nama Parsahutaon Dalihan na
tolu. Nama tersebut diambil dari inti kebudayaan Batak yang mengatur hubungan
antarindividu dalam masyarakat Batak. Parsahutaon merupakan suatu
perkumpulan masyarakat Batak yang memiliki kedekatan tempat tinggal.
Kegiatan dalam parsahutaon seperti menghadiri upacara adat Batak berperan
dalam proses pelembagaan dalihan na tolu.
Parsahutaon Dalihan na tolu adalah perkumpulan yang berlandaskan pada
adat Batak dan persaudaraan yang bertumpu pada keturunan si Raja Batak yang
merupakan nenek moyang dari masyarakat Batak. Perkumpulan Parsahutaon
Dalihan na tolu merupakan perkumpulan yang menjalankan kasih, kekeluargaan,
dan sosial. Tujuan dari Perkumpulan Parsahutaon Dalihan na tolu adalah (1)
menuju kesatuan hati dan kesamaan pendapat antar setiap anggota Parsahutaon
Dalihan na tolu, (2) saling tolong menolong dalam setiap kegiatan adat antar
sesama anggota baik dalam peristiwa sukacita maupun kegiatan dukacita, (3)
memperbaiki dan menetapkan hal yang berhubungan dengan adat Batak yang
sesuai dengan kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang sehingga menuju
kesatuan adat yang lebih baik (Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Parsahutaon Dalihan na tolu, 2006).
Pada awal dibentuk, Parsahutaon Dalihan na tolu terdiri dari 20 kepala
Keluarga. Saat ini anggota Parsahutaon Dalihan na tolu terdiri dari 70 kepala
keluarga. Dalam melakukan pengkoordinasian kepada setiap kepala keluarga,
40
maka dibentuklah lima komisaris yang dikoordinir oleh seorang koordinator pada
setiap daerahnya. Wilayah suatu komisaris disesuaikan dengan tempat tinggal
anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Komisaris memimpin 15 kepala keluarga.
Anggota Parsahutaon Dalihan na tolu adalah seluruh masyarakat Batak
yang merupakan keturunan dari si Raja Batak dan bertempat tinggal di Sarua
Permai-Benda Baru dan sekitarnya yang telah mendaftarkan dirinya untuk
menjadi anggota. Seluruh Masyarakat Batak di Sarua Permai dan Benda Baru
telah mendaftar menjadi anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Akan tetapi,
hanya 50 anggota yang aktif mengikuti setiap kegiatan di Parsahutaon Dalihan
na tolu dan menjalankan kewajibannya sebagai anggota parsahutaon. Setiap
anggota Parsahutaon Dalihan na tolu memiliki kewajiban sebagai berikut:
1. Membayar iuran yang telah ditetapkan sebesar Rp 10.000,- setiap bulan
dan memberikan waktu serta sumbangan pikiran untuk keperluan
Parsahutaon Dalihan na tolu. Apabila terdapat anggota yang tidak
membayar iuran maka parsahutaon tidak menjalankan kegiatannya untuk
mengunjungi mereka ketika sakit, penghiburan apabila ada yang
meninggal maupun pernikahan.
2. Menjalankan peraturan yang tertuang dalam Anggaran dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD & ART) Parsahutaon Dalihan na tolu
serta keputusan lain diluar AD & ART
3. Mengikuti kegiatan yang dilaksanakan Parsahutaon Dalihan na tolu baik
dalam kegiatan yang bersifat kebahagiaan dan kemalangan.
41
Hak anggota Parsahutaon Dalihan na tolu adalah sebagai berikut:
1. Memberikan bantuan baik berupa moral dan material untuk membangun
Parsahutaon Dalihan na tolu
2. Memilih dan dipilih untuk menjadi pengurus Parsahutaon Dalihan na tolu
3. Memberikan ide, kemampuan, dan perilaku untuk menciptakan kerukunan
Parsahutaon Dalihan na tolu
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Parsahutaon Dalihan na tolu
adalah sebagai berikut:
1. Arisan setiap Bulan yang dilaksanakan pada minggu pertama awal bulan
yaitu pada hari Sabtu. Setiap anggota yang mengikuti arisan diwajibkan
membayar iuran sebesar Rp 50.000,-. Kegiatan tersebut dikoordinasikan
oleh seksi arisan. Anggota Parsahutaon yang mengikuti Arisan sebanyak
30 orang. Sedikitnya anggota yang mengikuti arisan karena beberapa
anggota memiliki kegiatan lain yang bersamaan dengan waktu
pelaksanaan arisan. Arisan bulanan dilakukan di rumah anggota yang
mengikuti kegiatan arisan secara bergiliran dan tuan rumah menyediakan
makanan dan minuman. Kegiatan arisan dilakukan untuk tetap menjalin
komunikasi dan tatap muka antar sesama anggota parsahutaon.
2. Kunjungan terhadap anggota yang sakit. Kegiatan ini dilaksanakan kepada
semua anggota parsahutaon yang sakit baik yang dirawat di rumah
maupun di rumah sakit. Pengurus mengeluarkan anggaran sebanyak Rp
50.000,- apabila terdapat anggota yang sakit.
3. Memberikan penghiburan (mangapuli) terhadap anggota keluarga yang
mengalami kemalangan (kematian). Pada saat anggota keluarga
42
parsahutaon ada yang meninggal, para pengurus dan anggota yang lain
langsung datang ke rumah duka dan mempersiapkan keperluan untuk
kelangsungan upacara adat. Pada saat upacara berlangsung para anggota
juga membantu hal-hal yang berkaitan dengan upacara adat. Kegiatan ini
berada dibawah koordinasi dari dongan sabutuha yang meninggal.
Dongan sabutuha juga berkoordinasi dengan tuan rumah. Setelah satu
sampai dua minggu kemudian pengurus dan anggota mengunjungi kembali
ke rumah duka untuk memberikan penghiburan kepada keluarga yang
berduka. Acara penghiburan tersebut terdiri dari ucapan belasungkawa dari
seorang mewakili kaum ibu, seorang mewakili kaum bapak, dan seorang
mewakili pemuda. Selanjutnya, pengurus mengeluarkan anggaran kepada
keluarga yang berduka sebesar Rp 100.000,-
4. Menghadiri pernikahan anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Pada saat
pernikahan pengurus mempersiapkan ulos atau tumpak (sumbangan) untuk
diserahkan kepada pengantin. Penyerahan ulos (mangulosi) atau tumpak
dilakukan oleh salah seorang dari pengurus kepada pengantin.
5. Merayakan bona taon (pembukaan tahun) di awal tahun bersama-sama
dengan seluruh anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Bona taon diadakan
di rumah salah satu anggota parsahutaon. Pada kegiatan ini anggota
parsahutaon saling membantu untuk kelangsungan acara ini. Bantuan
tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kontribusi baik secara
material maupun imaterial.
43
6. Merayakan hari raya Natal bersama dengan seluruh anggota Parsahutaon
Dalihan na tolu. Para anggota parsahutaon saling membantu untuk
kelangsungan acara ini baik secara material maupun imaterial.
Struktur organisasi Parsahutaon Dalihan na tolu terdiri dari ketua dan
wakil ketua, sekertaris dan wakil serksertaris, bendahara dan wakil bendahara,
komisaris-komisaris, seksi-seksi yang meliputi seksi kerohanian, seksi
kebudayaan, seksi pemuda, dan seksi arisan.
4.3 Gambaran Penggunaan Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na ToluSarua Permai Ciputat
Parsahutaon berperan dalam berbagai upacara adat, bahkan parsahutaon
dijadikan sebagai pelengkap dalihan na tolu dimana apabila suatu upacara adat
tidak dihadiri oleh parsahutaon, maka upacara adat tersebut tidak dapat berjalan.
Dalam upacara adat Batak hula-hula selalu dihormati, dongan sabutuha
mendampingi dan saling membantu dengan pihak tuan rumah, boru membantu
dongan sabutuha untuk melayani para tamu, sedangkan parsahutaon ikut
membantu dan memberikan sumbangan berupa tumpak atau ulos. Dokumentasi
upacara adat Batak dapat dilihat pada Lampiran 6.
Pada upacara pernikahan adat Batak dalihan na tolu digunakan pada setiap
prosesi adat. Upacara pernikahan didahului dengan penyambutan dongan
sabutuha dan hula-hula. Setelah seluruh dongan sabutuha dan hula-hula
memasuki ruangan maka dilanjutkan makan siang dan manumpaki atau
memberikan sumbangan kepada pengantin atau orang tua pengantin. Selanjutnya
adalah acara memberikan ulos. Pemberian ulos diawali oleh hula-hula yang
44
memberikan ulos kepada kedua orang tua pria, kemudian ulos dari orang tua
pengantin wanita kepada pengantin pria yang dinamakan ulos besan, dan
pemberian ulos kepada suhi ngampang na opat. Setelah prosesi tersebut selesai
maka dilanjutkan dengan pemberian tumpak atau ulos dari parsahutaon kepada
pengantin. Tupak diberikan apabila parsahutaon mendapat undangan dari pihak
pengantin pria, sedangkan ulos diberikan apabila mendapat undangan dari pihak
pengantin wanita. Setelah pemberian tumpak dilanjutkan dengan prosesi
mangulosi tulang, baik tulang dari pihak pengantin pria maupun wanita.
Pada upacara kematian dalihan na tolu diperlihatkan dalam prosesi adat
kematian dan dalam mempersiapkan berbagai hal berkaitan dengan upacara adat.
Ketika ada keluarga yang berduka parsahutaon bekerjasama dengan dongan
sabutuha keluarga untuk membantu menyiapkan berbagai hal yang berkaitan
dengan upacara adat. Parsahutaon adalah orang yang terlebih dulu datang
membantu karena dianggap sebagai saudara terdekat. Pada upacara ini
parsahutaon memberikan tumpak kepada keluarga yang berduka. Apabila terdapat
kekurangan dana dalam pelaksanaan upacara adat maka dongan sabutuha saling
membantu untuk mengatasi kekurangan tersebut.
Dalihan na tolu juga digunakan dalam upacara adat untuk memasuki
rumah baru. Upacara adat ini dihadiri oleh hula-hula, dongan sabutuha, boru, dan
parsahutaon. Pada acara ini dongan sabutuha mendampingi tuan rumah, hula-
hula membawa beras, sedangkan boru melayani tamu.
Selain pada upacara adat dalihan na tolu terdapat dalam keseharian
masyarakat Batak. Pada saat pertemuan keluarga, peranan setiap unsur dalam
dalihan na tolu tetap dijalankan. Ketika ada suatu pertemuan keluarga dongan
45
sabutuha menjadi tuan rumah sedangkan boru membantu dongan sabutuha untuk
mempersiapkan kebutuhan seperti mempersiapkan makanan dan minuman.
Apabila hula-hula juga hadir dalam pertemuan tersebut maka ia menjadi tamu dan
wajib untuk dilayani.
Dalihan na tolu tidak hanya dijalankan pada saat pertemuan keluarga.
Ketika ada permasalahan seperti kesulitan keuangan, ada anggota keluarga yang
putus sekolah, atau ada keluarga yang membutuhkan pekerjaan maka dongan
sabutuha wajib untuk membantunya. Hal ini terjadi juga di Parsahutaon Dalihan
na tolu dimana terdapat anggota parsahutaon yang ikut membantu saudara
terdekatnya dengan menyekolahkan atau hanya sekedar memberi tumpangan
tempat tinggal. Oleh sebab itu, ketika seseorang ingin bermigrasi dari kampung
halaman (Sumatera Utara) ke Jakarta, ia akan terlebih dahulu mencari dongan
sabutuha-nya. Ini memperlihatkan bahwa dalihan na tolu tidak hanya
mengandung unsur kebudayaan tetapi juga mengandung unsur ekonomi.
4.4 Perkumpulan Pemuda Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan Na Tolu
Pada tanggal 3 April 2005 Parsahutaon Dalihan na tolu membentuk
sebuah perkumpulan pemuda di bawah naungan organisasi yang sama dan diberi
nama Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu. Perkumpulan tersebut
dibentuk guna menampung kegiatan-kegiatan pemuda Parsahutaon Dalihan na
tolu. Anggota dari Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu berjumlah 60
orang yang terdiri dari pemuda-pemudi masyarakat Batak yang belum menikah.
Anggota perkumpulan ini tidak hanya bagi pemuda yang orang tuanya terdaftar
sebagai anggota Parsahutaon Dalihan na tolu saja tetapi juga pemuda Batak yang
46
bertempat tinggal di Sarua Permai dan Benda Baru. Hal tersebut karena ada
sebagian pemuda yang bermigrasi dari kampung halaman (Sumatera Utara) untuk
bersekolah dan tinggal di rumah saudara mereka di Sarua Permai-Benda Baru.
Tujuan dari Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu adalah memupuk
kesatuan dan kebersamaan keluarga besar Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan
na tolu dan meningkatkan pelayanan rohani bagi keluarga besar Naposo Bulung
Parsahutaon Dalihan na tolu. Berbeda dengan organisasi pokoknya (Parsahutaon
Dalihan na tolu) naposo bulung dalihan na tolu lebih bertumpu pada pedoman
kerohanian daripada kebudayaan atau adat.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Parsahutaon Dalihan na tolu
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan kebaktian bulanan yang biasa diadakan pada minggu ketiga
setiap bulannya
2. Mengunjungi anggota yang sakit
3. Memberikan penghiburan (mangapuli) terhadap anggota keluarga yang
mengalami kemalangan (meninggal, musibah dan bencana alam, dll)
4. Merayakan Bona Taon (pembukaan tahun) di awal tahun bersama-sama
dengan seluruh anggota Parsahutaon Dalihan na tolu
5. Merayakan hari raya Natal bersama dengan seluruh anggota Parsahutaon
Dalihan na tolu
Struktur organisasi Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu terdiri
dari ketua, sekertaris, bendahara, dan seksi-seksi yang meliputi seksi kerohanian,
seksi olahraga, seksi humas.
47
4.5 Faktor Pribadi Responden
Responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang
diambil secara keseluruhan pada pemuda Batak yang bertempat tinggal di Sarua
Permai. Secara lebih rinci jumlah dan persentase responden penelitian menurut
ciri individunya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ciri Individu diParsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008
Faktor Kategori Jumlah Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 16 40,0
Perempuan 24 60,0
Usia 17 – 20 11 27,5
21 – 25 29 72,5
Tingkat Pendidikan SD 1 2,5
SMP 4 10,0
SMA 27 67,5
Perguruan Tinggi 8 20,0
Tempat Lahir Luar Sumatera Utara 35 87,5
Sumatera Utara 5 12,5
Berdasarkan Tabel 1 maka dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan. Responden perempuan berjumlah 24 orang (60
persen). Sedangkan responden pria sebanyak 16 orang (40 persen).
Jika dilihat dari usianya, kisaran usia responden dalam penelitian ini
adalah 17 sampai 25 tahun. Selanjutnya kisaran tersebut dibagi ke dalam dua
tingkatan yaitu usia tinggi dan rendah. Responden sebagian besar berada pada usia
tinggi yaitu usia 21 sampai 25 tahun (72,5 persen), sedangkan responden yang
berada pada kisaran usia rendah yaitu sebesar 11 orang (27,5 persen).
48
Dalam penelitian ini, faktor pribadi responden juga dilihat dari tingkat
pendidikannya. Tingkat pendidikan responden adalah jenjang pendidikan formal
tertinggi yang telah dilalui oleh responden. Persentase pendidikan formal
responden paling banyak berada pada jenjang pendidikan SMA (67,5 persen). Hal
tersebut karena sebagian besar responden masih menjalani pendidikan di
Perguruan tinggi sedangkan pengukuran tingkat pendidikan formal pada
penelitian ini dilihat dari jenjang pendidikan formal terakhir yang telah
ditamatkan oleh responden. Selanjutnya, jenjang pendidikan formal responden
penelitian adalah Perguruan Tinggi (20 persen), SMP (10 persen), dan SD (2,5
persen).
Faktor selanjutnya adalah tempat lahir. Sebagian besar responden pada
penelitian ini dilahirkan di luar Sumatera Utara yaitu sebesar 35 orang (87,5
persen). Hal ini dikarenakan orang tua responden telah terlebih dahulu bermigrasi.
Responden yang lahir di Sumatra Utara yaitu sebesar 5 orang (12,5 persen).
Sebagian besar responden yang dilahirkan di Sumatera Utara melakukan migrasi
ketika responden telah lulus pada jenjang pendidikan tertentu untuk melanjutkan
sekolah atau mencari pekerjaan di Jakarta dan mereka tinggal bersama dengan
kerabatnya.
4.6 Faktor Sosial Responden
Faktor sosial responden dalam penelitian ini dilihat dari keterlibatan
responden dalam organisasi Batak dan teman bermain responden. Jumlah dan
persentase faktor sosial responden dapat dilihat pada Tabel 2.
49
Keterlibatan dalam organisasi penelitian ini dilihat dari jenis
organisasinya, yaitu organisasi Batak. Pengkategorian keterlibatan responden
dalam organisasi Batak adalah sebagai berikut: apabila responden terlibat kurang
dari sama dengan satu organisasi Batak maka keterlibatan responden dalam
organisasi Batak tergolong rendah, sedangkan apabila responden terlibat lebih dari
satu organisasi Batak, maka keterlibatan dalam organisasi tergolong banyak.
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Sosial diParsahutaon dalihan na tolu Sarua Permai, 2008
Faktor Kategori Jumlah Persentase
Keterlibatandalam organisasiBatak
Sedikit 27 67,5
Banyak 13 32,5
Teman bermain Sedikit 16 40,0
Sedang 5 12,5
Banyak 19 47,5
Berdasarkan Tabel 2 maka dapat dilihat bahwa reponden yang sedikit
terlibat dalam organisasi Batak lebih banyak dibandingkan responden dengan
keterlibatan dalam organisasi Batak yang banyak. Responden dengan keterlibatan
dalam organisasi Batak yang sedikit berjumlah 27 orang (67,5 persen), sedangkan
responden dengan keterlibatan yang banyak berjumlah 13 orang (32,5 persen).
Faktor sosial lain yang dilihat dari reponden adalah teman bermain. Teman
bermain dalam penelitian ini adalah teman yang berinteraksi secara intensif rata-
rata dua kali seminggu dalam enam bulan terakhir dengan responden dilihat dari
sukunya.
Berdasarkan pada Tabel 2 maka responden dengan teman bermain bersuku
Batak yang banyak adalah 19 orang (47,5 persen), sedangkan responden dengan
50
teman bermain bersuku Batak yang sedikit yaitu 16 orang (40,0 persen) dan teman
bermain bersuku Batak yang sedang yaitu 5 orang (12,5 persen).
4.7 Faktor Orang Tua Responden
Faktor orang tua responden dapat dilihat dari etnis orang tua, keterlibatan
dalam organisasi Batak, dan tingkat pendidikan. Jumlah dan persentase faktor
orang tua responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Orang Tua diParsahutaon dalihan na tolu Sarua Permai, 2008
Faktor Kategori Jumlah Persentase
Etnis orang tua Salah satu Batak 6 15,0
Keduanya Batak 34 85,0
Keterlibatandalam organisasiBatak
Sedikit 23 57,5
Banyak 17 42,5
Tingkatpendidikan
Rendah 2 5,0
Tinggi 38 95,0
Faktor orang tua yang pertama adalah etnis orang tua. Kategori dari etnis
orang tua meliputi salah satu orang tua (ayah atau ibu) beretnis Batak dan kedua
orang tua (ayah dan ibu) beretnis Batak.
Berdasarkan Tabel 3 maka jumlah terbanyak adalah responden yang kedua
orang tuanya beretnis Batak yaitu sebanyak 34 orang (85 persen), sedangka
responden yang salah satu orang tuanya beretnis Batak berjumlah 6 orang (15
persen). Hasil ini memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan bagi masyarakat
Batak yang tinggal di perkotaan untuk menikah dengan orang yang bersuku lain.
Akan tetapi, untuk tetap mempertahankan dalihan na tolu maka terdapat tiga
51
responden yang orang tuanya diangkat menjadi suku Batak dengan memberikan
marga melalui suatu upacara adat.
Faktor orang tua selanjutnya dilihat dari keterlibatan dalam organisasi
Batak. Kategori keterlibatan orang tua responden dalam organisasi Batak dilihat
dari dua kategori meliputi: apabila orang tua responden terlibat dalam kurang dari
sama dengan dua organisasi Batak, maka keterlibatan responden dalam organisasi
Batak tergolong rendah. Kategori yang kedua adalah banyak jika orang tua
responden terlibat lebih dari dua organisasi Batak.
Berdasarkan Tabel 3 diketahui sebagian besar orang tua reponden banyak
terlibat dalam organisasi Batak dengan responden berjumlah 23 orang (57,5
persen), sedangkan orang tua responden yang memiliki keterlibatan dalam
organisasi Batak sedikit berjumlah 17 orang (42,5 persen).
Faktor orang tua responden juga dilihat dari tingkat pendidikannya.
Berdasarkan Tabel 3, maka diketahui reponden yang pendidikan formal orang
tuanya tinggi yaitu sebanyak 38 orang (95 persen). Jumlah tersebut lebih banyak
dibandingkan orang tua responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah
yaitu sebanyak 2 orang (5 persen).
52
BAB V
PROSES SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU DAN FAKTOR-FAKTORYANG MEMPENGARUHINYA
5.1 Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu5.1.1 Proses Ajar Didik
Proses ajar didik merupakan proses pewarisan kebudayaan dengan
pengajaran. Pengukuran proses ajar didik responden dilakukan melalui
pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner dan pendekatan kualitatif
melalui wawancara kelompok. Wawancara kelompok dilakukan untuk
memperoleh gambaran lebih mendalam mengenai proses ajar didik.
Berdasarkan wawancara kelompok yang telah dilakukan peneliti terhadap
pemuda parsahutaon, proses ajar didik yang terjadi di Parsahutaon Dalihan na
tolu bersifat non formal dan sebagian besar terjadi pada lingkungan keluarga.
Sebagian proses ajar didik dilakukan oleh orang tua dan saudara terdekat (seperti:
namboru, oppung, tulang). Proses awal ajar didik pada awalnya dilakukan ketika
seseorang sudah mengenal saudara terdekatnya yaitu dengan mengajarkan
panggilan atau sebutan untuk memanggil saudara-saudara terdekatnya terutama
keluarga kandung dari pihak ayah dan ibu. Hal tersebut karena seseorang akan
sering menjalin komunikasi dengan keluarga kandung, baik dari pihak ayah
maupun ibu.
Proses ajar didik juga dilakukan dengan mengajarkan mengenai upacara-
upacara adat Batak dan sebagian besar dilakukan oleh orang tua kandung dari
pemuda parsahutaon. Orang tua responden menjelaskan mengenai upacara adat
dan kapan upacara adat tersebut dilaksanakan. Orang tua juga menjelaskan
mengenai peranan-peranan yang harus dijalankan oleh setiap individu dalam
53
setiap upacara adat. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut apabila seseorang
berperan sebagai boru dalam suatu upacara adat, maka dia harus bekerja atau
melayani tamu yang hadir, sedangkan teman semarga menjadi tuan rumah.
Sebagai tuan rumah, teman semarga berkewajiban untuk saling membantu
kelancaraan upacara adat baik dalam hal dana maupun hal-hal lain yang
mendukung kelancaran suatu upacara adat tersebut. Contohnya ketika seseorang
kekurangan dana saat mengadakan upacara adat maka teman semarga wajib
membantu kekurangan tersebut.
Proses ajar didik mengenai upacara adat biasanya dilakukan ketika
keluarga para pemuda sedang menghadiri suatu upacara adat. Hal tersebut pernah
dialami oleh Y (23 tahun). Ia menceritakan bahwa ketika ia mengikuti upacara
pernikahan adat Batak orang tuanya menjelaskan mengenai kekerabatan Batak
yang terdiri dari hula-hula, dongan sabutuha, dan boru serta peranan yang
dimiliki ketiga unsur tersebut. Pada upacara pernikahan adat Batak posisi tempat
duduk diatur sedemikian rupa sehingga orang-orang yang memiliki status tertentu
berkumpul menjadi satu. Misalnya Hula-hula memiliki tempat tertentu. Pada saat
itulah orang tua menjelaskan mengenai status dan peranan yang dimiliki
seseorang berdasarkan adat Batak. Pada saat upacara adat Batak juga merupakan
suatu peristiwa dimana keluarga besar dapat bertemu, maka pada saat itu juga
orang tua menjelaskan mengenai panggilan-panggilan dan mengenalkan
responden pada keluarga besarnya.
Tujuan dari proses ajar didik adalah memperkenalkan kepada para pemuda
mengenai adat istiadat masyarakat Batak agar kekerabatannya tidak punah.
Pemuda juga diharapkan untuk dapat ikut serta melestarikan kebudayaan tersebut.
54
Selain itu, tujuan proses ajar didik adalah untuk memperlihatkan bahwa
masyarakat Batak memiliki kelebihan dengan suku-suku lain dalam hal
kekerabatannya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh kakek (ompung) dari
salah satu responden pria berinisial Y (20 tahun):
“Orang Batak punya kelebihan dibanding suku-suku yanglainnya. Kalian Lihat aja Orang Batak punya panggilan-panggilanuntuk memanggil saudara-saudaranya. Bahkan yang gak hubungan darah pun ada panggilan-panggilannya. Kelebihan lainnya kalau kalian bertemu sama orang yang semarga sama kalian kalian bisa langsung martutur. Tanya aja dia keturunan nomor berapa. Itu yang harus membuat kita bangga sebagai orang Batak.”
Kelebihan dalam hal kekerabatan juga dijelaskan tidak hanya oleh keluarga dari
para pemuda Parsahutaon melainkan dapat melalui diskusi adat berupa seminar
mengani adat Batak yang dialami oleh C (25 tahun). Dalam seminar tersebut
diajarkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat Batak dan hal-hal yang
berkaitan dengan kekerabatan masyarakat Batak. Ia menyatakan bahwa ketika ia
mengikuti seminar tersebut ia dapat lebih mengetahui bahwa masyarakat Batak
memiliki kekerabatan yang sangat kuat antar individu.
Hasil kuesioner memperlihatkan bahwa proses ajar didik yang dialami
sebagian responden tergolong tinggi. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa terdapat
34 orang pemuda (85 persen) yang mengalami proses ajar didik yang tinggi.
Pemuda yang mengalami proses ajar didik yang rendah sebanyak 6 orang(15
persen). Jumlah dan persentase proses ajar didik dapat dilihat pada Tabel 4.
55
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Ajar Didik diParsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008Proses Ajar Didik Jumlah Persentase (%)
Rendah 6 15
Tinggi 34 85
Total 40 100
5.1.2 Sanksi
Proses Sosialisasi terhadap dalihan na tolu dilakukan juga melalui sanksi.
Sanksi tidak hanya berupa hukuman atau punishment tapi juga dapat berupa
reward atau pemberian ganjaran.
Orang tua dari salah satu pemuda parsahutaon menyatakan bahwa
pemberian sanksi dalam sosialisasi adat dirasa kurang efektif karena apabila
anaknya semakin dipaksa maka akan menimbulkan sikap ketidaksukaan terhadap
adat Batak. Hal ini pernah ia alami ketika ia sering memaksa anaknya untuk ikut
dalam acara pernikahan. Saat itu anaknya menjadi malas untuk datang ke berbagai
acara adat dan menganggap adat Batak bertele-tele serta membosankan. Begitu
juga dengan pemberian reward atau imbalan hanya sekali-sekali saja ia akan
tertarik.
Hasil wawancara kelompok mengungkapkan bahwa individu yang
memberikan sanksi terbanyak adalah orang tua. Proses sosialisasi melalui sanksi
dilakukan apabila para pemuda malas menghadiri upacara adat. Ketika para
pemuda malas, maka orang tua akan memaksa. Apabila para pemuda merubah
pikiran maka biasanya orang tua akan memberikan imbalan kepada mereka.
Imbalan dapat berupa material (uang) atau imaterial seperti ajakan “jalan-jalan”
sehabis upacara adat berlangsung. Namun, apabila mereka tidak merubah pikiran
56
dan tetap untuk tidak ikut ke upacara adat, maka orang tua akan memaksa dan
kemudian memarahi mereka.
Sanksi juga dilakukan apabila pemuda salah dalam menyebutkan sapaan
atau panggilan kepada kerabat mereka. Biasanya keluarga tidak memberikan
sanksi namun teguran dan meralat kesalahan mereka. Hal tersebut pernah dialami
oleh I (23 tahun) dan S (22 tahun) pada saat itu ia salah dalam menyebutkan
panggilan kepada saudara mereka, selanjutnya orang tua mereka menegur dan
meralat kesalahan tersebut.
Pemberian sanksi tidak hanya dilakukan oleh orang tua tetapi dapat juga
dilakukan oleh keluarga lainnya seperti tulang, bapak tua, ataupun saudara
kandung lainnya dari ayah dan ibu. Dalam suatu upacara adat yang dialami oleh R
(18 tahun) ia pernah diminta untuk membantu melayani para tamu saat ada
upacara adat dari pihak ayahnya. Pada saat itu ia malas untuk melakukannya maka
ia dimarahi oleh orang tuanya dan juga mendapatkan teguran dari namboru-nya.
Pemberian sanksi bagi individu yang sudah menikah berbeda dengan yang
belum menikah. Berdasarkan wawancara dengan salah satu orang tua responden
apabila seseorang yang sudah menikah malas datang ke upacara adat, maka
apabila ia mengadakan upacara adat orang lain tidak akan datang ke acaranya.
Sanksi lain adalah apabila seseorang tidak menjalankan peranan dalam dalihan na
tolu maka orang tersebut dapat dikucilkan oleh saudara-saudaranya.
Berdasarkan data hasil kuesioner pada Tabel 5 maka dapat dilihat bahwa
sanksi tidak begitu dominan dalam proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu.
Responden dengan sanksi yang rendah sebesar 22 orang (55 persen), sedangkan
57
sanksi yang tinggi sebesar 18 orang (45 persen). Hasil pengukuran sanksi dalam
proses sosialisasi dalihan na tolu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sanksi di ParsahutaonDalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008
Sanksi Jumlah Persentase (%)
Rendah 22 55
Tinggi 18 45
Total 40 100
5.1.3 Ritus Kolektif
Ritus kolektif merupakan proses sosialisasi adat melalui saluran upacara-
upacara adat. Untuk melihat sosialisasi melalui ritus kolektif, dapat diperoleh
melalui wawancara kelompok dan kuesioner. Hasil kuesioner digunakan untuk
mendapat gambaran singkat mengenai pernah atau tidaknya responden diajak ke
suatu upacara adat oleh keluarga atau orang lain di sekitar lingkungannya. Setelah
itu hasil tersebut diperdalam melalui wawancara kelompok yang dilakukan
bersama pemuda parsahutaon. Berdasarkan kuesioner, dapat diketahui bahwa
seluruh responden pernah diajak ke upacara-upacara adat.
Para pemuda parsahutaon sebagian besar diajak oleh orang tua, namboru,
tulang, bahkan sepupu-sepupu mereka. Orang tua mereka berpendapat dengan
mengajak mereka ke upacara adat maka orang tua dapat memperkenalkan upacara
adat Batak kepada mereka dan memperkenalkan mereka kepada keluarga
terdekatnya. Keluarga para pemuda juga ingin mengajarkan kepada mereka bahwa
apabila seseorang malas datang ke upacara adat, maka apabila di kemudian hari
58
orang tersebut mengadakan upacara adat, maka orang juga akan berbuat demikian
terhadapnya.
Namun upacara-upacara adat masih terbatas pada upacara perkawinan dan
kematian. Selain itu berdasarkan wawancara kelompok dengan para pemuda
parsahutaon diketahui bahwa para pemuda sebagian besar juga diajak untuk
berpartisipasi membantu kelangsungan upacara adat tersebut. Namun, partisipasi
tersebut tidak terlalu berkaitan dengan adat karena para pemuda belum menikah.
Dalam masyarakat Batak, seseorang yang sudah menikah dapat memperoleh hak-
hak tertentu seperti mangulosi. Partisipasi dalam suatu upacara adat pernah
dialami oleh I (23 tahun). Ketika itu ia berpartisipasi menjadi penerima tamu saat
upacara pernikahan dari sepupunya. Selain itu partisipasi dalam upacara adat juga
pernah dialami oleh Y (23 tahun). Ia mempersiapkan dan menyediakan makanan
ketika ada upacara adat di rumah saudaranya.
Selain keluarga yang berperan mengajak para pemuda untuk ikut serta
dalam upacara adat adalah teman bermain. Hal tersebut dialami oleh pemuda
parsahutaon ketika ada salah satu anggota mereka yang menikah. Para pemuda
parsahutaon diajak untuk menghadiri upacara pernikahan yang berdasarkan pada
adat Batak. Pada saat itu mereka juga ikut berpartisipasi bersama para orang tua
yang merupakan anggota perkumpulan Parsahutaon Dalihan na tolu untuk
manortor (tarian adat Batak) saat orang tua memberikan ulos kepada mempelai.
5.1.4 Alokasi Posisi
Proses sosialisasi melalui alokasi posisi yaitu dimana adanya peranan-
peranan tertentu yang dijalankan berdasarkan status yang dimilikinya baik dalam
59
keluarga atau masyarakat untuk keberlangsungan dalihan na tolu. Alokasi dapat
dilihat melalui jawaban kuesioner untuk memperoleh gambaran singkat mengenai
proses sosialisasi tersebut dan kemudian diperdalam melalui wawancara
kelompok dengan beberapa responden. Dari hasil kuesioner dapat diketahui
bahwa alokasi posisi banyak dilakukan oleh orang tua mereka. Di samping itu
keluarga kandung dari ayah dan ibu mereka seperti ompung, namboru, tulang juga
berperan memperkenalkan mengenai dalihan na tolu kepada mereka. Hal tersebut
dilakukan karena keluarga adalah agen sosialisasi utama.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemuda parsahutaon, diketahui
bahwa keluarga para pemuda berperan dalam mengajarkan mengenai sapaan-
sapaan, mengenalkan kepada saudara-saudara terdekat, dan mengajak pemuda
untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam upacara-upacara adat Batak. Selain
keluarga, alokasi posisi juga dilakukan oleh teman bermain mereka. Teman
bermain sering mengajak mereka untuk ikut serta dalam upacara adat dan
menjelaskan mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan kekerabatan
masyarakat Batak. Hal tersebut dialami oleh Y (23 tahun) yang memiliki teman
bermain beretnis Batak yang lebih banyak dibandingkan suku lain di luar Batak.
Selain keluarga dan teman bermain, alokasi posisi juga dilakukan oleh
para tokoh adat melalui seminar adat Batak yang diselenggarakan oleh para tokoh
adat. Tokoh adat memiliki peran untuk tetap menjaga kelangsungan adat Batak.
Oleh sebab itu, ia mengadakan suatu seminar mengenai adat Batak yang
menjelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat Batak diantaranya
mengenai kekerabatan Dalihan Na Tolu.
60
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu5.2.1 Faktor Individu5.2.1.1 Jenis Kelamin
Berdasarkan Tabel 6 maka dapat dilihat bahwa baik responden laki-laki
maupun perempuan tidak berbeda jauh dalam proses sosialisasi terhadap dalihan
na tolu. Selain itu, dapat dilihat bahwa laki-laki yang mengalami proses sosialisasi
rendah, yaitu sebesar 3 orang (18,75 persen) dan perempuan sebesar 5 orang
(20,83 persen). Pada responden laki-laki yang mengalami proses sosialisasi tinggi,
yaitu sebesar 13 orang (81,25 persen) dan perempuan sebesar 19 orang (79,17
persen ). Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin responden
dan proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Jenis Kelamin di Parsahutaon Dalihan Na ToluSarua Permai, 2008
Jenis
Kelamin
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Laki-laki 3 18,75 13 81,25 16
Perempuan 5 20,83 19 79,17 24
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 16, dapat dilihat antara
jenis kelamin dengan proses sosialisasi dalihan na tolu terbukti tidak ada
hubungan nyata. Hasil uji Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95 persen ( =
0,05) menunjukkan bahwa nilai probability yaitu 0,872 lebih tinggi daripada 0,05
sehingga Ho diterima atau tidak terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin
responden dengan proses sosialisasi. Hasil ini juga memperlihatkan bahwa tidak
61
ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam proses
sosialisasi. Kesimpulan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan yang diberikan
oleh salah satu pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu yang mengatakan bahwa
baik pria maupun perempuan sama-sama harus mempelajari kebudayaan. Berikut
petikan pernyataan responden:
“Kalau menurut gua mah orang belajar tentang budaya tuh gakharus dibedain cowo sama cewe. Semuanya sama-sama harusbelajar. Kan itu juga emang kebudayaan kita. Contohnya dikeluarga gua gak ada dibeda-bedain antara cara ngajar adat keadek gua (cewe) sama ke gua.” (R, 24 tahun)
Pernyataan tersebut juga sekaligus menekankan bahwa baik laki-laki maupun
perempuan memiliki kewajiban yang sama dalam hal mempelajari adat Batak
dan tidak ada pembedaan dalam cara mengajar adat. Begitu halnya dengan
proses sosialisasi dengan menggunakan sanksi dan ritus kolektif yang dialami
oleh I (23 tahun) yang berjenis kelamin perempuan dan S (22 tahun) yang
berjenis kelamin laki-laki sama-sama pernah dikenakan sanksi ketika ia salah
dalam memanggil sebutan kepada saudaranya. Selain itu, mereka diajak ke
upacara adat dan tidak membedakan antar jenis kelamin.
5.2.1.2 Usia
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat sebaran usia responden terhadap proses
sosialisasi dalihan na tolu dimana responden yang berada pada usia rendah (17
sampai 20 tahun) mengalami proses sosialisasi yang tinggi, yaitu sebesar 100
persen. Responden yang berada pada usia tinggi (23 sampai 25 tahun) mengalami
proses sosialisasi yang tinggi, yaitu hanya sebesar 72,41 persen. Hal tersebut
62
memperlihatkan bahwa responden pada usia rendah lebih sering mengalami
proses sosialisasi dibandingkan responden yang berada pada usia tinggi. Jumlah
dan persentase usia terhadap terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel
7.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Usia di Parsahutaon Dalihan Na Tolu SaruaPermai, 2008
Umur
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
17 – 20 0 0,00 11 100,00 11
21 – 25 8 27,59 21 72,41 29
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 15 maka dapat dilihat
bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen ( = 0,05) variabel usia memiliki
hubungan yang nyata atau signifikan dengan proses sosialisasi dalihan na tolu.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai probability yaitu sebesar 0,027 yang lebih
rendah daripada 0,05; yang berarti berarti tolak Ho atau terdapat hubungan nyata.
Namun, R hitung dari usia responden menunjukkan angka negatif yang berarti
semakin rendah usia responden, maka proses sosialisasi akan cenderung lebih
tinggi.
Kesimpulan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang diberikan oleh
beberapa pemuda parsahutaon melalui wawancara kelompok, yang menyatakan
bahwa proses sosialisasi merupakan proses yang dilakukan lebih sering ketika
mereka berada pada usia rendah. Namun, responden berinisial R (24 tahun)
mengakui bahwa para pemuda yang berada pada usia rendah, proses sosialisasinya
63
hanya terbatas pada kuantitasnya saja dan tidak pada makna yang terkandung dari
perstiwa adat tersebut. Contohnya pada usia rendah orang tua sering mengajak
pemuda untuk ikut dalam upacara adat. Pada saat itu orang tua hanya mengajak
saja dan tidak mengajarkan mengenai rangkaian acara dalam upacara adat
tersebut.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu orang tua, maka dapat
diketahui bahwa ia mengajarkan dan memperkenalkan adat sedini mungkin dan
dilakukan terus menerus karena mereka hidup di tengah-tengah masyarakat
majemuk dan rentan bagi mereka untuk melupakan budaya asal. Mereka
mengatakan bahwa ketika semakin rendah usia maka seseorang akan cenderung
sering mendapatkan pengajaran mengenai adat dari keluarga dan sering diajak ke
upacara adat. Semakin tinggi usia seseorang maka ia akan cenderung malas untuk
ke upacara adat apabila diajak oleh orang tua mereka.
5.2.1.3 Tingkat Pendidikan Responden
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa, baik responden yang tingkat
pendidikannya rendah maupun tinggi, tidak jauh bebeda dalam proses sosialisasi
dalihan na tolu. Sebaran pendidikan responden memperlihatkan bahwa setiap
tingkatan pendidikan rata-rata memiliki proses sosialisasi yang tinggi terhadap
dalihan na tolu. Pada tingkat SD dan SMP proses sosialisasi memiliki persentase
sebesar 100 persen. Begitu juga pada tingkat pendidikan SMA memiliki
persentase sebesar 74,07 persen dan Perguruan Tinggi sebesar 87,5 persen.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan proses sosialisasi.
64
Hasil uji Spearman pada Tabel 15 juga memperlihatkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang nyata antar tingkat pendidikan dengan proses sosialisasi
dengan nilai P value sebesar 0,413 yang lebih besar dari yaitu 0,05. Namun, r
hitung dari tingkat pendidikan responden menunjukkan angka negatif yang berarti
semakin rendah tingkat pendidikan responden maka proses sosialisasi cenderung
tinggi walaupun tidak terdapat hubungan nyata. Jumlah dan persentase tingkat
pendidikan terhadap terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Tingkat Pendidikan di Parsahutaon Dalihan NaTolu Sarua Permai, 2008
Pendidikan
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
SD 0 0,00 1 100,00 1
SMP 0 0,00 4 100,00 4
SMA 7 25,93 20 74,07 27
PT 1 12,50 7 87,50 8
Kesimpulan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang diberikan oleh
responden wanita berinisial R (20 tahun) dengan tingkat pendidikan SD dan
responden pria berinisial R (24 tahun) dengan tingkat pendidikan Perguruan
Tinggi. Kedua responden mengatakan bahwa keluarga mengajarkan adat Batak
(dalihan na tolu) tanpa mempertimbangkan tingkat pendidikan. Mereka mengakui
bahwa orang tua beranggapan bahwa tingkat pendidikan merupakan hal yang
terpisah dengan adat sehingga orang tua tetap mengajarkan dalihan na tolu kepada
mereka.
65
5.2.1.4 Daerah Asal
Tabel sebaran mahasiswa berdasarkan daerah asal responden terhadap
proses sosialisasi (Tabel 9) memperlihatkan bahwa responden yang lahir di luar
Sumatera Utara memiliki proses sosialisasi dalihan na tolu yang tidak jauh
berbeda. Responden yang lahir di Sumatera Utara memiliki proses sosialisasi
yang tinggi yaitu sebesar 27 responden (77,14 persen) dari 35 responden yang
lahir di luar Sumatera Utara. Begitu juga yang lahir di Luar Sumatera yaitu
sebesar 5 responden yang mengalami proses sosialisasi yang tinggi. Jumlah dan
persentase daerah asal terhadap terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Daerah Asal di Parsahutaon Dalihan Na ToluSarua Permai, 2008
Daerah Asal
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Luar Sumatera Utara 8 22,86 27 77,14 35
Sumatera Utara 0 0,00 5 100,00 5
Hasil uji Chi-Square pada Tabel 15 juga memperlihatkan tidak ada
hubungan antara daerah asal dengan proses sosialisasi. Pada tingkat kepercayaan
95 persen ( = 0,05) nilai probability yaitu sebesar 0,232 dan lebih tinggi dari
maka Ho diterima dan tidak ada hubungan nyata antara kedua variabel tersebut.
66
Dari hasil kuesioner juga ditemukan responden yang berinisial Y (23
tahun) memiliki proses sosialisasi yang tinggi namun ia tidak dilahirkan di
Sumatera Utara begitu juga R (20 tahun) yang dilahirkan di Sumatera Utara.
Namun, berdasarkan wawancara kelompok R yang lahir di Sumatera Utara dan
dibesarkan di Sibolga menyatakan bahwa pengajaran yang diberikan di kampung
(Sibolga) lebih mendalam dan langsung dapat dilihat dan dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal tersebut karena di Sibolga merupakan lingkungan yang
homogen yang sebagian besar penduduknya beretnis Batak. Ia mengatakan di
daerahnya sering diadakan upacara adat dan para pemuda ikut membantu
kelangsungan upacara adat tersebut.
5.2.2 Faktor Sosial Responden5.2.2.1 Keterlibatan dalam Organisasi Batak
Tabel sebaran keterlibatan responden dengan proses sosialisasi (Tabel 10)
memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang jauh dalam hal proses sosialisasi
pada organisasi Batak. Terdapat 19 responden (70,37 persen) yang keterlibatan
dalam organisasi Bataknya sedikit dan memiliki proses sosialisasi yang tinggi dan
sedangkan terdapat 13 responden atau sebesar 100 persen yang keterlibatan dalam
organisasi Bataknya banyak dan memiliki proses sosialisasi yang tinggi. Hal ini
memperlihatkan bahwa semakin banyak responden terlibat dalam organisasi
Batak, maka proses sosialisasi dalihan na tolu akan semakin tinggi. Jumlah dan
persentase keterlibatan individu terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada
Tabel 10.
Hasil uji korelasi-Spearman pada Tabel 15 juga menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara proses sosialisasi dengan keterlibatan dalam organisasi
67
Batak. Hal tersebut terlihat dari nilai P value sebesar 0,014 yang lebih besar dari
nilai (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Organisasi Batak yang dilibatkan oleh para pemuda diantaranya
perkumpulan pemuda parsahutaon, perkumpulan mahasiswa Batak di kampus,
dan perkumpulan pemuda Batak di tempat ibadah. Para pemuda yang terlibat
dalam organisasi Batak mengungkapkan bahwa organisasi Batak memberikan
masukan tentang hal-hal yang berhubungan dengan dalihan na tolu seperti
pengetahuan mengenai aturan bertingkah laku setiap unsur dalam dalihan na tolu
dan pengetahuan mengenai marturur. Namun, mereka mengakui bahwa
pengajaran yang diberikan kepada pemuda dilakukan secara tidak sengaja.
Pengajaran yang didapat pemuda dilakukan dalam pembicaraan antar setiap
anggota dalam organisasi tersebut.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Keterlibatan Individu dalam Organisasi Batak diParsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008
Organisasi Batak
Individu
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Sedikit 8 29,63 19 70,37 27
Banyak 0 0,00 13 100,00 13
Selain proses ajar didik proses sosialisasi yang dilakukan adalah ritus
kolektif. Organisasi Batak yang diikuti sering diundang dalam upacara pernikahan
apabila ada anggotanya yang menikah. Pada saat itu pemuda secara bersama-sama
menghadiri upacara tersebut. Selain pernikahan, organisasi Batak juga memiliki
kegiatan untuk menghadiri upacara adat kematian apabila ada anggota keluarga
68
yang meninggal. Hal ini memperlihatkan bahwa organisasi Batak memiliki
pengaruh yang tinggi dalam melakukan proses sosialisasi.
5.2.2.2 Teman Bermain
Tabel sebaran mahasiswa berdasarkan teman bermain (Tabel 11)
memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang besar antara responden yang
memiliki sedikit dan banyak teman bermain yang bersuku Batak. Terdapat 7
responden dengan teman bermain bersuku Batak yang sedikit dan mengalami
proses sosialisasi yang rendah. Terdapat 18 responden yang memiliki teman
bermain bersuku Batak yang banyak dan mengalami proses sosialisasi yang
tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin sedikit teman responden
yang bersuku Batak, maka semakin rendah proses sosialisasi. Begitu juga
sebaliknya, semakin banyak teman responden yang bersuku Batak maka akan
semakin tinggi proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Jumlah dan persentase
teman bermain terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil uji
Korelasi-Spearman pada Tabel 15 juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang nyata antar teman bermain dengan nilai P value sebesar 0,02 yang lebih
rendah dari nilai yaitu 0,05.
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Teman Bermain di Parsahutaon Dalihan NaTolu Sarua Permai, 2008
Teman
Bermain
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Sedikit 7 43,75 9 56,25 16
Sedang 0 0,00 5 100,00 5
69
Banyak 1 5,26 18 94,74 19
Berdasarkan wawancara kelompok dengan responden wanita berinisial S
(22 tahun) ia memiliki teman bermain yang bersuku Batak lebih sedikit jumlahnya
dengan teman bermain yang bersuku lain. Teman bermainnya yang bersuku Batak
hanya pada Parsahutaon Dalihan na tolu. Hal ini mengakibatkan proses
sosialisasi terhadap dalihan na tolu menjadi rendah. Ia menyatakan bahwa teman
bermain sangat besar pengaruhnya terhadap ketertarikannya. Berikut petikan
pernyataan S:
“Temen tuh berpengaruh banget ya.. kita sehari-hari kan selalu bareng mereka. Trus kalo temen gua gak ada yang Batak jadi gak pernah sekalipun ngomongin adat, gak pernah dateng ke pesta Batak..ya..gua jadi semakin gak tau..” (S, 22 tahun)
Begitu juga yang diungkapkan oleh Y (23 Tahun) yang memiliki teman bersuku
Batak yang banyak. Ia tidak jarang membicarakan kegiatan-kegiatan adat Batak
dan sering datang ke upacara adat ketika ada undangan bersama teman-teman lain
yang bersuku Batak. Y juga pernah diajak untuk berpartisipasi dalam pesta
pernikahan berdasarkan adat Batak karena saat itu teman bermainnya akan
melangsungkan pernikahan. Pada saat temannya menikah temannya meminta
bantuan untuk menjadi pendampingnya sehingga ia harus menyaksikan rangkaian
upacara pernikahan sampai selesai. Hal tersebut diakui oleh E (22 tahun) yang
juga memiliki teman bermain bersuku Batak yang banyak. Ia mengakui teman
bermain dapat menambah ketertarikan dirinya terhadap dalihan na tolu karena
mereka sering membicarakannya dengan teman bermain.
70
5.2.3 Faktor Orang Tua Responden5.2.3.1 Etnis Orang Tua
Tabel sebaran responden berdasarkan etnis orang tua (Tabel 11),
memperlihatkan bahwa antara salah satu orang tua responden yang bersuku Batak
dan kedua orang tua responden yang beretnis Batak memiliki perbedaan yang
mencolok dalam hal proses sosialisasi. Kedua orang tua responden yang bersuku
Batak memiliki proses sosialisasi yang lebih tinggi. Terdapat 32 responden (94,2
persen) yang kedua orang tuanya beretnis Batak dan mengalami proses sosialisasi
yang tinggi, sedangkan pada proses sosialisasi yang rendah terdapat 6 responden
yang salah satu orang tuanya beretnis Batak. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa semakin homogen (Batak) etnis kedua orang tua responden maka akan
semakin tinggi proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu.
Hasil uji Korelasi-Spearman pada Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai r
hitung sebesar 0,000 yang lebih rendah dari nilai yaitu 0,05. Hasil ini
menyatakan bahwa tolak Ho dan terdapat hubungan nyata antara etnis orang tua
dengan proses sosialisasi dalihan na tolu.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Etnis Orang Tua di Parsahutaon Dalihan NaTolu Sarua Permai, 2008
Etnis
Orang Tua
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase(%)
Jumlah Persentase(%)
Salah satu Batak 6 100,00 0 0,00 6
Kedua Batak 2 5,88 32 94,12 34
71
Kesimpulan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan S (22 tahun) yang
kedua orang tuanya beretnis Batak dan Manado. S mengungkapkan bahwa di
dalam keluarga, komunikasi menjadi lebih sering dengan keluarga dari ibunya
yang beretnis Manado. Hal tersebut karena keluarga dari ayahnya berada jauh di
Medan.
Para pemuda yang kedua orang tuanya bersuku Batak memiliki proses
sosialisasi yang tinggi. Hal tersebut karena kedua orang tuanya sering
mengajarkan mengenai dalihan na tolu dan sering berkomunikasi dengan saudara
dekatnya. Walaupun ia lebih sering berkomunikasi dengan keluarga dari salah
satu pihak misalnya hanya keluarga dari pihak ayah ataupun ibu namun kedua-
duanya masih beretnis sama. Pemuda yang kedua orang tuanya beretnis Batak
pada umumnya mengharapkan agar mereka pada akhirnya juga menikah dengan
orang yang bersuku Batak pula dengan tujuan mempertahankan budaya Batak dan
tetap mempererat kekerabatan masyarakat Batak.
Namun diantara pemuda ada yang hanya salah satu orang tuanya yang
beretnis Batak dan telah diberikan marga Batak. Pemberian marga ini dilakukan
dalam suatu upacara adat. Peristiwa ini dialami oleh pemuda parsahutaon
berinisial L (22 tahun) yang ayahnya beretnis Batak dan ibu beretnis Jawa. Marga
yang diberikan kepada ibunya adalah marga ibu dari ayahnya (nenek). Sebelum
ibunya diberikan marga, ibu dan ayahnya terlebih dahulu meminta izin kepada
saudara kandung laki-laki neneknya dari pihak ayah atau tulang ayahnya untuk
mengangkatnya menjadi anak dalam hal adat. Selanjutnya diadakan suatu upacara
adat untuk memberikan marga kepada ibunya. Pemberian marga ini sekaligus
72
mengangkat ibunya menjadi anak dari tulang ayahnya dan tulang ayahnya
bertanggung jawab untuk mengajarkan adat Batak kepada ibunya.
5.2.3.2 Keterlibatan Orang Tua dalam Organisasi Batak
Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa orang tua yang berpartisipasi
dalam organisasi Batak yang banyak memiliki proses sosialisasi yang tinggi.
Begitu juga sebaliknya, orang tua yang berpartisipasi sedikit memiliki proses
sosialisasi yang rendah. Terdapat 5 responden dengan keterlibatan organisasi
Batak yang sedikit dan proses sosialisasinya rendah, dan 32 responden dengan
keterlibatan yang banyak dan proses sosialisasinya rendah. Jumlah dan persentase
keterlibatan orang tua terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Keterlibatan Orang Tua dalam Organsasi Batakdi Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008
Keterlibatan Orangtua dalam
Organisasi Batak
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Sedikit 7 30,43 16 69,57 23
Banyak 1 5,88 16 94,12 17
Hasil uji Korelasi-Spearman pada Tabel 15 juga menunjukkan pada taraf
kepercayaan 95 persen ( = 0,05) maka terdapat hubungan antara keterlibatan
orang tua responden dengan proses sosialisasi. Hasil P value sebesar 0,002 lebih
rendah dari nilai maka tolak Ho dan terdapat hubungan yang signifikan antara
kedua variabel.
73
Berdasarkan wawancara dengan para pemuda parsahutaon apabila orang
tua mengikuti organisasi Batak maka ia akan sering mengajak anaknya dalam
setiap kegiatan dalam organisasi tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh
responden berinisial R (24 tahun) ia mengatakan bahwa orang tuanya sering
mengajaknya ke upacara adat ataupun kegiatan lain dalam organisasi Batak
tersebut. Ia pernah diajak ayahnya untuk menghadiri upacara adat pernikahan,
Bonataon, ataupun acara “Pulang Kampung Bersama” yang diadakan oleh
organisasi Batak tempat ayahnya terlibat. Ayah dari R terlibat di banyak
organisasi Batak diantaranya perkumpulan marga, perkumpulan orang-orang yang
dibesarkan di kampung yang sama, dan parsahutaon. Alasan ayahnya untuk ikut
serta organisasi Batak adalah agar saling mengenal dan membantu dengan apabila
ada kesusahan ataupun kegembiraan serta untuk tetap mempertahankan
kebudayaan Batak di tengah-tengah masyarakat yang heterogen seperti ditempat
ia tinggal (Ciputat).
Para pemuda lain yang orang tuanya memiliki keterlibatan yang tinggi
dalam organisasi Batak adalah Y (19 tahun). Ia mengatakan bahwa orang tuanya
sering mengajaknya untuk ikut dalam upacara adat pernikahan dan dalam kegiatan
lain dalam organisasi Batak seperti arisan, rekreasi bersama, bona taon. Apabila ia
malas menghadiri upacara adat tersebut orang tua sering memaksanya. Ia juga
mengatakan tujuan orang tua mengajaknya dalam kegiatan organsasi Batak adalah
untuk menambah pengetahuan mereka.
74
5.2.3.3 Tingkat Pendidikan Orang Tua
Berdasarkan Tabel 14 maka dapat dilihat bahwa antara orang tua yang
tingkat pendidikannya rendah dan tinggi tidak banyak memiliki perbedaan dalam
proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Begitu juga sebaliknya, orang tua yang
berpartisipasi sedikit memiliki proses sosialisasi yang rendah. Terdapat 5
responden dengan keterlibatan organisasi Batak yang sedikit dan proses
sosialisasinya rendah, dan 32 responden dengan keterlibatan yang banyak dan
proses sosialisasinya rendah. Jumlah dan persentase tingkat pendidikan orang tua
terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses SosialisasiDalihan Na Tolu dan Pendidikan Orang Tua Responden diParsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008
Pendidikan
Orang tua
Proses Sosialisasi
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Rendah 0 0,00 2 100,00 2
Tinggi 8 21,05 30 78,95 38
Berdasarkan hasil pengolahan pada Tabel 15, maka dapat dilihat antara
tingkat pendidikan orang tua responden dengan proses sosialisasi terhadap proses
sosialisasi dalihan na tolu terbukti tidak terdapat hubungan nyata. Hasil uji
Korelasi-Spearman menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen ( =
0,05) menunjukkan bahwa nilai probability yaitu 0,240 lebih tinggi daripada 0,05
sehingga Ho diterima atau tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat
pendidikan dan proses sosialisasi dalihan na tolu. Namun, r hitung dari tingkat
75
pendidikan orang tua menunjukkan angka negatif yang berarti semakin rendah
tingkat pendidikan orang tua maka proses sosialisasi akan cenderung tinggi
walaupun tidak terdapat hubungan nyata. Hal ini terlihat dari persentase orang tua
yang pendidikannya rendah dan proses sosialisasinya tinggi berjumlah 100 persen
sedangkan orang tua yang pendidikannya tinggi dan proses sosialisasinya tinggi
berjumlah 78,95 persen.
Kesimpulan tersebut diperkuat dapat diperkuat dari kuesioner beberapa
pemuda parsahutaon. Baik seseorang yang tingkat pendidikan orang tuanya
rendah maupun tinggi sama-sama memiliki proses sosialisasi yang tinggi.
Berdasarkan wawancara dengan orang tua pemuda parsahutaon yang
berpendidikan tinggi dan rendah, maka dapat diketahui bahwa orang tua memiliki
tanggung jawab yang sama tingginya untuk mempertahankan kebudayaan Batak
dan tidak dibatasi oleh tingkat pendidikan. Namun mereka berpendapat bahwa
terdapat kecenderungan bahwa seseorang yang pendidikannya tinggi akan
semakin melupakan dalihan na tolu. Hal ini terutama disebabkan karena
kesibukan mereka. Seseorang yang pendidikannya tinggi cenderung memiliki
kesibukan yang tinggi sehingga mereka jarang berpartisipasi dalam kegiatan adat.
5.3 Resume
Faktor-faktor yang diduga memiliki hubungan nyata dengan proses
sosialisasi terhadap dalihan na tolu meliputi faktor individu, faktor sosial
individu, dan faktor orang tua. Untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut
memiliki hubungan nyata dengan proses sosialisasi maka dilakukan uji Chi-
Square dan uji korelasi Spearman. Untuk melihat tingkat keeratan pada
76
koefisiensi Spearman maka dilakukan dengan menguji signifikansi (one-tailed)
dari hasil koefisien korelasi Spearman. Jika nilai signifikansi (one-tailed) lebih
besar dari 0,05 ( = 5 %); maka Ho diterima dan tidak terdapat korelasi. Begitu
juga sebaliknya jika nilai signifikansi (one-tailed) lebih rendah dari 0,05 ( = 5
%); maka Ho ditolak dan terdapat korelasi. Selanjutnya untuk menguji hubungan
antar variabel dimana salah satu variabelnya adalah nominal, maka dilakukan uji
statistik Chi-Square. Nilai asymptotic signifikasi (2-sided) lebih besar dari 0,05
maka tidak terdapat hubungan antar variabel yang diuji, begitu pula sebaliknya
apabila signifikasi (2-sided) lebih kecil dari 0,05 maka terdapat hubungan antar
variabel yang diuji. Hasil output SPSS dapat dilihat pada lampiran empat dan
lima.
Berdasarkan Tabel 15, maka dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan proses sosialisasi dalihan na tolu adalah etnis orang tua,
keterlibatan orang tua dalam organisasi Batak, usia, keterlibatan responden dalam
organisasi Batak dan teman bermain responden. Sedangkan, faktor-faktor lainnya
(jenis kelamin, tingkat pendidikan responden, daerah asal, tingkat pendidikan
orang tua) tidak berhubungan nyata dengan proses sosialisasi.
77
Tabel 15. Hasil Uji Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Proses SosialisasiDalihan Na Tolu
Faktor-faktor yangberhubungan
ProsesSosialisasiDalihan Na
Tolu
r
hitung
Probability Keterangan
I. Faktor Individu
Ajar didik
Sanksi
Rituskolektif
Sanksi
a. Jenis kelamin - 0,872 Tidak signifikan
b. Usia -0,308 0,027 Signifikan
c. Tingkat pendidikan -0,036 0,413 Tidak signifikan
d. Daerah asal - 0,232 Tidak signifikan
II. Faktor SosialIndividu
a. Keterlibatan individudalam organisasiBatak
0,347 0,014 Signifikan
b. Teman bermain 0,438 0,02 Signifikan
III. Faktor orang tua
a. Etnis orang tua 0,840 0,000 Signifikan
b. Keterlibatan orangtua dalam organisasiBatak
0,303 0,002 Signifikan
c. Tingkat pendidikan -0,115 0,240 Tidak signifikan
78
BAB VI
PENGARUH PROSES SOSIALISASI TERHADAP PENGETAHUAN DANSIKAP MENGENAI DALIHAN NA TOLU
6.1 Pengetahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu dan Faktor yangMempengaruhinya
6.1.1 Pengetahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu
Pengetahuan pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu diukur dengan
mengajukan 14 pertanyaan terbuka kepada pemuda parsahutaon berkaitan dengan
dalihan na tolu. Selanjutnya pengkategorian pengetahuan digolongkan menjadi
rendah dan tinggi. Secara umum pengetahuan pemuda parsahutaon terhadap
dalihan na tolu tergolong tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Pemuda
dengan pengetahuan tentang dalihan na tolu yang tinggi yaitu berjumlah 33
orang (82,5 persen) sedangkan yang pengetahuannya rendah berjumlah 7 orang
(17,5 persen).
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengetahuan TentangDalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008
Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase (%)
Rendah 7 17,5
Tinggi 33 82,5
Total 40 100,0
Berdasarkan Kuesioner, pemuda parsahutaon cenderung memiliki
pengetahuan yang tinggi dalam hal martutur atau menyapa saudara dengan
panggilan atau sebutan yang sesuai dengan Adat Batak. Hal tersebut terlihat dari
hasil kuesioner dimana pertanyaan antara nomor 1 sampai 7 responden dapat
79
menjawab dengan baik, sedangkan pertanyaan pada kuesioner nomor 8 hingga 14
mengenai unsur-unsur dari dalihan na tolu pemuda banyak membuat kesalahan.
Berdasarkan hasil wawancara kelompok para pemuda memperoleh
pengetahuan mengenai martutur dari teman bermain, orang tua, dan saudara dekat
seperti ompung dan saudara kandung dari ayah dan ibu. Namun, para pemuda
mengakui bahwa orang tua responden lebih sering mengajarkan para pemuda
mengenai sebutan untuk memanggil saudaranya (martutur). Para pemuda
mengakui bahwa tujuan orang tua mengajarkan martutur kepada anaknya adalah
agar mereka merasa lebih dekat dengan saudara-saudaranya. Selain itu orang tua
menginginkan agar mereka dapat mengetahui bahwa Masyarakat Batak memiliki
keragaman dalam hal memberikan sebutan kepada saudara-saudara dekatnya.
Alasan orang tua mengajarkan martutur kepada anakanya karena mereka
menginginkan agar para pemuda dapat mengikuti ketentuan adat dalam
memanggil sebutan kepada saudara terdekatnya.
Para pemuda parsahutaon mengakui bahwa pengetahuan mengenai
martutur lebih dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya para
pemuda langsung dapat memanggil saudara mereka dengan panggilan yang sesuai
dengan Adat Batak. Para pemuda mengatakan bahwa martutur tidak diajarkan
secara sengaja oleh orang tua. Martutur lebih sering diajarkan kepada para
pemuda ketika bertemu dengan saudara yang hendak disapa dengan panggilan
berdasarkan dalihan na tolu. Misalnya mereka sedang bertemu dengan adik atau
kakak perempuan dari ayah, maka pada saat itulah orang tua mengajarkan
panggilan ‘namboru’ kepada para pemuda.
80
Pengetahuan yang lebih mendalam mengenai unsur-unsur dari dalihan na
tolu dan fungsi dari setiap unsurnya kurang dimiliki oleh pemuda parsahutaon.
Hal tersebut diakui oleh pemuda parsahutaon. Menurut pemuda pengetahuan
mengenai unsur-unsur dalam dalihan na tolu merupakan pengetahuan tambahan
yang kurang begitu penting apabila dibandingkan dengan martutur. Para pemuda
yang memiliki pengetahuan lebih mendalam mengenai unsur dalihan na tolu
terjadi karena lingkungan pemuda yang dekat dengan unsur Batak dan ditandai
dengan teman bermain yang sebagian besar bersuku Batak ataupun orang tua
mereka yang aktif dalam kepengurusan organisasi Batak. Hal tersebut dialami
oleh Y (23 tahun) dan C (25 tahun). Berbeda dari mereka, pemuda parsahutaon
lainnya seperti S (22 tahun) dan L (22 tahun) yang jauh dari unsur Batak karena
teman bermain bersuku Batak yang sedikit, orang tua yang tidak aktif dalam
organisasi Batak, dan hanya salah satu orang tua beretnis Batak memiliki
pengetahuan yang kurang mendalam mengenai dalihan na tolu.
6.1.2 Hubungan Proses Sosialisasi dan Pengetahuan Pemuda TentangDalihan Na Tolu
Pengetahuan para pemuda mengenai dalihan na tolu dipengaruhi oleh
proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar pemuda. Proses
sosialisasi yang dialami oleh responden meliputi proses ajar didik, sanksi, ritus
kolektif dan sanksi. Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat bahwa terdapat 32 orang
atau semua pemuda Parsahutaon dengan proses sosialisasi yang tinggi dan
memiliki pengetahuan yang tinggi. Responden yang mengalami proses sosialisasi
yang rendah dan memiliki pengetahuan yang rendah sebanyak 7 orang (87,5
81
persen). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para pemuda yang mengalami
proses sosialisasi yang tinggi akan memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi danPengetahuan Tentang Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan NaTolu Sarua Permai, 2008
Proses Sosialisasi
Aspek Kognitif
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Rendah 7 87,50% 1 12,50% 8
Tinggi 0 0,00% 32 100,00% 32
Total 7 17,50% 33 82,50% 40
Hasil uji Korelasi Spearman pada Tabel 20 dengan taraf kepercayaan 95 %
= 0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara proses sosialisasi
dengan pengetahuan. Nilai P value sebesar 0,000 lebih rendah daripada nilai .
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi proses sosialisasi maka
semakin tinggi pengetahuan responden tentang dalihan na tolu.
Berdasarkan wawancara kelompok, para pemuda menyatakan bahwa
pengetahuan mereka mengenai dalihan na tolu banyak didapat dari orang tua,
saudara dekat, tokoh adat dan teman bermain. Mereka menyatakan bahwa
pengetahuan tersebut diperoleh melalui penjelasan yang diberikan oleh orang tua
dan saudara dekat mereka, dari upacara-upacara adat yang pernah diamati, dan
sanksi yang diperoleh untuk memperbaiki kesalahan sehingga mereka semakin
mengerti dengan dalihan na tolu. Kesimpulan tersebut diperkuat oleh pernyataan
beberapa responden. Berikut petikan wawancara dengan responden:
82
“Gua sering diajarin dan sering nanya-nanya ke orang tuatentang kekerabatan Batak sih. Trus orang tua juga seringngajakin ke acara-acara adat. makanya gua jadi ngerti dikit-dikit.” (Y, 23 tahun)
Para pemuda mengakui bahwa semakin sering mengalami proses
sosialisasi dari kecil maka pengetahuan mereka terhadap dalihan na tolu juga
akan semakin bertambah. Mereka mengakui bahwa pengetahuan yang mereka
peroleh merupakan suatu proses dan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan
suatu proses yang berkesinambungan.
6.2 Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu dan Faktor yangMempengaruhinya
6.2.1 Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu
Sikap pemuda terhadap dalihan na tolu diukur dengan mengajukan
sepuluh pertanyaan tertutup kepada responden dengan menggunakan skala likert.
Selanjutnya pengkategorian sikap pemuda digolongkan menjadi rendah dan
tinggi. Berdasarkan jawaban kuesioner, maka diketahui bahwa responden yang
memiliki sikap yang tinggi dan rendah memiliki perbandingan yang seimbang.
Responden yang sikapnya rendah, yaitu sebesar 20 orang (50 persen). Jumlah
tersebut sama dengan jumlah responden yang memiliki sikap yang tinggi. Jumlah
dan persentase sikap pemuda parsahutaon dapat dilihat pada Tabel 18.
Para pemuda parsahutaon yang memiliki aspek sikap yang tinggi
mengungkapkan bahwa mereka secara keseluruhan memiliki ketertarikan terhadap
dalihan na tolu. Alasan mereka tertarik terhadap dalihan na tolu karena
kebudayaan Batak tersebut sangat unik dan sangat mempererat persaudaraan antar
setiap individu dalam Masyarakat Batak. Hal tersebut terlihat dari peristiwa
martutur. Selain martutur, marga yang dimiliki masyarakat Batak juga dapat
83
mempererat persaudaraan yang terlihat ketika seorang Batak bertemu dengan
sesama Batak dan memiliki marga yang sama dengannya maka mereka langsung
merasa saudara dekat walaupun awalnya mereka belum saling mengenal. Selain
itu mereka menganggap bahwa aturan berperilaku yang dimiliki oleh masyarakat
Batak memiliki keunikan. Contohnya ayah mereka harus hormat kepada keluarga
dari pihak ibu begitu juga ayah mereka harus saling membantu saudara dari
pihaknya.
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sikapnya terhadapDalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008
Sikap Jumlah (orang) Persentase (%)
Rendah 20 50
Tinggi 20 50
Total 40 100
Berdasarkan wawancara kelompok dengan para pemuda yang memiliki
aspek sikap yang rendah, mereka mengakui bahwa sikap yang dimilikinya karena
kebudayaan Batak sifatnya sangat bertele-tele. Mereka memberi contoh ketika
upacara perkawinan. Upacara tersebut dalam adat Batak berlangsung dari pagi
hingga malam hari. Demikian juga dengan upacara kematian yang dapat
berlangsung selama beberapa hari. Selain bertele-tele mereka menganggap bahwa
aturan mengenai bertingkah laku terhadap individu lain seperti orang yang
semarga (dongan sabutuha) ataupun saudara dari pihak ibu sangat banyak dan
dapat mengurangi keakraban dengan individu yang lainnya.
84
6.2.2 Hubungan Proses Sosialisasi dan Sikap Pemuda terhadap Dalihan NaTolu
Berdasarkan Tabel 19 maka dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan
yang tinggi antara responden yang proses sosialisanya rendah dan tinggi dengan
sikapnya terhadap dalihan na tolu. Terdapat 14 responden (43,75 persen) yang
memiliki proses sosialisasi tinggi dan memiliki sikap terhadap dalihan na tolu
yang rendah dan terdapat 18 responden (56,25 persen) dengan proses sosialisasi
tinggi dan memiliki sikap terhadap dalihan na tolu yang tinggi. Jumlah dan
persentase responden berdasarkan proses sosialisasi dalihan na tolu terhadap
sikapnya dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Proses Sosialisasi dan Sikap terhadap DalihanNa Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008
Proses Sosialisasi
Sikap
Total
Rendah Tinggi
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Rendah 6 75,00 2 25,00 8
Tinggi 14 43,75 18 56,25 32
Total 20 50,00 20 50,00 40
Hasil uji korelasi-Spearman pada Tabel 20 memperlihatkan bahwa dengan
tingkat kepercayaan 95 persen ( = 0,05) tidak terdapat hubungan yang nyata
antar kedua variabel tersebut. Nilai P value sebesar 0,06 lebih tinggi daripada nilai
yaitu 0,05 maka terima Ho maka tidak terdapat hubungan nyata antar kedua
variabel.
Hasil wawancara dengan responden yang memiliki proses sosialisasi yang
tinggi dan sikap yang rendah menyatakan bahwa proses sosialisasi yang dilakukan
85
oleh orang tua responden adalah berupa paksaan dan tekanan kepada responden
sehingga responden menjadi tidak menyukai sistem kekerabatan maupun berbagai
hal tentang adat Batak. Hal tersebut dialami oleh pemuda parsahutaon yang
berinisial I (23 tahun) dan E (22 tahun). Mereka menyatakan bahwa orang tuanya
sering mengajarkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat Batak terutama
kekerabatan dalihan na tolu dan sering mengajak mereka untuk ikut serta dalam
upacara adat. Namun, orang tua mereka selalu memaksa mereka sehingga mereka
tidak menyukai kebudayaan Batak. Orang tua dari pemuda bahkan ada yang
berpesan kepada anak mereka apabila kelak mereka menikah mereka harus
menikah dengan orang yang bersuku Batak juga. Mereka merasa bahwa
masyarakat Batak sering merasa lebih baik dalam hal kebudayaan dan
kekerabatan dibandingkan etnis lainnya.
Pada responden yang mengalami proses sosialisasi tinggi dan sikap yang
tinggi seperti dialami oleh Y (23 tahun) dan R (24 tahun). Ia menyatakan bahwa
orang tua mereka sering mengajarkan mengenai budaya Batak termaksud
kekerabatan dengan individu lain sejak kecil dan juga mengajak ke upacara adat
serta mengajarkan mengenai makna-makna dari setiap kegiatan Batak. Hal
tersebut membuatnya semakin tertarik dengan adat Batak terutama dalihan na
tolu. Dengan demikian maka sikap terhadap dalihan na tolu yang dimiliki oleh
para pemuda parsahutaon bergantung pada cara orang di sekitar mereka
melakukan proses sosialisasi.
86
6.3 Resume
Faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap
responden adalah proses sosialisasi dalihan na tolu yang meliputi proses ajar
didik, sanksi, ritus kolektif, dan alokasi posisi. Untuk mengetahui hubungan
setiap faktor maka dilakukan uji korelasi Spearman. Keeratan hubungan antar tiap
variabel dilihat dengan menguji nilai signifikasi (one-tailed) dari hasil koefisien
korelasi Spearman. Jika nilai signifikansi (one-tailed) lebih besar dari 0,05 ( = 5
%); maka Ho diterima dan tidak terdapat korelasi. Begitu juga sebaliknya jika
nilai signifikansi (one-tailed) lebih rendah dari 0,05 ( = 5 %); maka Ho ditolak
dan terdapat korelasi antara kedua variabel. Hasil uji antara pengaruh proses
sosialisasi dengan pengetahuan dan sikap pemuda parsahutaon dapat dilihat pada
Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Uji Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu terhadap pengetahuan danSikap, 2008
Proses Sosialisasidalihan na tolu
Faktor faktoryangdipengaruhi
r
hitung
Probability Keterangan
Ajar didik, sanksi,ritus kolektif, alokasi
posisi
Aspek Kognitif 0,921 0,000 Signifikan
Aspek Afektif 0,250 0,06 Tidak signifikan
Berdasarkan Hasil pengujian pada Tabel 20 maka proses sosialisasi
dalihan na tolu berhubungan nyata dengan pengetahuan responden dilihat dari
nilai probability sebesar 0.000. Sikap tidak berhubungan dengan proses sosialisasi
dalihan na tolu yang diperlihatkan dengan nilai probability sebesar 0,06.
87
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dalihan na tolu yang merupakan inti dari kebudayaan Batak, masih
disosialisasikan pada masyarakat perkotaan yang heterogen. Proses sosialisasi
dalihan na tolu kepada pemuda dilakukan dengan mengajaran pemuda mengenai
upacara adat Batak, sapaan untuk memanggil saudara-saudaranya berdasarkan
Adat Batak, dan mengajarkan mengenai peranan yang dimiliki setiap individu
berdasarkan Adat Batak. Proses lainnya adalah memperkenalkan pemuda kepada
saudara-saudaranya, memberikan sanksi dan imbalan apabila pemuda berbuat
sesuai atau tidak sesuai dengan peraturan adat, dan mengajak pemuda untuk
menghadiri upacara adat. Proses sosialisasi dilakukan oleh saudara terdekat, orang
tua, tokoh adat dan teman bermain pemuda.
Berdasarkan uji statistik diketahui semakin tinggi usia pemuda, maka
semakin rendah proses sosialisasi; tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dalam
proses sosialisasi; tingkat pendidikan individu tidak berhubungan dengan proses
sosialisasi; tidak ada perbedaan antara individu yang lahir di Sumatera Utara dan
di luar Sumatera Utara dalam proses sosialisasi. Hubungan faktor sosial pemuda
dan proses sosialisasi dalihan na tolu adalah sebagai berikut: semakin banyak
organisasi Batak yang dilibatkan oleh individu, maka semakin tinggi proses
sosialisasi; semakin banyak teman bermain yang bersuku Batak, maka proses
sosialisasi akan semakin tinggi. Hubungan faktor orang tua dengan proses
sosialisasi dalihan na tolu adalah sebagai berikut: apabila kedua orang tua beretnis
88
Batak, maka semakin tinggi proses sosialisasi; semakin banyak organisasi Batak
yang dilibatkan oleh orang tua responden, maka semakin tinggi proses sosialisasi;
tingkat pendidikan orang tua tidak berhubungan dengan proses sosialisasi.
Berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman proses sosialisasi yang dialami
oleh generasi muda Batak mempengaruhi pengetahuan tentang dalihan na tolu.
Semakin tinggi proses sosialisasi maka pengetahuan terhadap dalihan na tolu
akan semakin tinggi. Akan tetapi, proses sosialisasi yang dialami tidak
mempengaruhi sikap pemuda terhadap dalihan na tolu.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka proses sosialisasi adalah hal yang
penting untuk meningkatkan pengetahuan pemuda terhadap dalihan na tolu. Akan
tetapi tingginya pengetahuan tidak menjamin tingginya sikap pemuda. Oleh sebab
itu saran dalam penelitian ini adalah orang tua sebagai agen utama sosialisasi
dalihan na tolu perlu melakukan sosialisasi yang tidak memaksa dan memberikan
imbalan kepada pemuda sehingga pemuda lebih tertarik dengan dalihan na tolu.
89
DAFTAR PUSTAKA
Ambayoen, Mas Ayu. 2006. Pola Komunikasi Masyarakat Tengger dalam Sosialisasi Tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat. Tesis: Sekolah Pascasarjana IPB.
Aminah, SYF. 2007. Proses Komunikasi dan Perubahan Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Pontianak. Tesis: Sekolah Pascasarjana IPB.
Anonim. 2002. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ParsahutaonDalihan Na Tolu Sarua Permai-Benda Baru. Ciputat.
Damanik, Erond Litno. 2006. Budaya Lokal Vs Global, Sanggupkah ?.http://www.silaban.net/2006/11/26/budaya-lokal-vs-budaya-global-sanggupkah/
Daulay, Anwar Saleh. 2006. Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu: Analisis DariSudut Prinsip Serta Urgensinya dalam Merajut Integrasi dan IdentitasBangsa.http://marbun.blogspot.com/2006/11/dalihan-na-tolupenjelasan.html
Harahap. 1987. Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar WillemIskandar
Ihromi, T.O. 1999. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mugniesyah, Siti Sugiah. 2006. Diktat Penyuluhan Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmuSosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Novianto, Rahmad Dedi. 2008. Perkembangan kebudayaan dalam Wacana Sejarah. http://www.hupelita.com/baca.php?id=34139
Redfield, Robert. 1982. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Jakarta: Rajawali.
Rogers, Everett M. dan Shoemaker, F. Floyd. 1971. Communication ofinovations: A Cross Cultural Approach. London: Collier Macmillan Publishers.
Sajogyo, Pudjiwati & Sajogyo. 1982. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teoriPsikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
90
Siahaan, N. 1982. Adat Dalihan Natolu: Prinsip dan Pelaksanaannya. Jakarta:Grafina.
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta:LP3S.
Soe’oed, R. Diniarti F. 1999. Proses Sosialisasi dalam Bunga RampaiSosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sitorus, M.T. Dalihan Na Tolu: Fungsi Keluarga Batak Toba, suatu AnalisisMakro-Fungsional. Mimbar Sosek: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian FapertaIPB, vol 11 no 1, April 1998.
Siregar, Rahma Sari. 2003. Sosialisasi Anak Dalam Keluarga yang Tinggal Bukanpada Lingkungan Budaya Asalnya. Skripsi: Fakultas Pertanian IPB.
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi sebagai Suatu Pengantar. Jakarta:RajaGrafindo Persada.
Sucipto, Toto. 1998. Peranan Media Massa Lokal bagi Pembinaan danPengembangan Kebudayaan Daerah. Bandung: Departemen Pendidikan danKebudayaan.
Sunarto, Kamanto. 1993. “Pengantar Sosiologi”. Fakultas Ekonomi. UniversitasIndonesia. Jakarta.
Susanto, Astrid S. 1995. Globalisasi dan Komunikasi. Jakarta: Pustaka SinarHarapan.
_________. 1977. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung:Binacipta
Tim editor. 2003. Sosiologi Umum. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda.
Vergouwen, J.C. 1986. Masyarakat dan Hukum Batak Toba. Jakarta: Pustaka Azert.
Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika, Edisi Ketiga. Penerjemah Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia.
91
LAMPIRAN
91
Lampiran 1. KuisionerKUESIONER PENELITIAN
SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU PADA GENERASI MUDA BATAK DICIPUTAT
(Studi Kasus: Perkumpulan Masyarakat Batak “Parsahutaon Dalihan Na Tolu”,Sarua Permai)
Petunjuk Umum:• Berilah tanda ( ) pada setiap kolom ( ) di bawah ini• Isilah kuesioner pada setiap bagian yang bertitik-titik
I. Karateristik Individu1. Nama :.............................................................2. Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan3. Usia :.................Tahun4. Pendidikan :............................5. Di mana anda di lahirkan ?...............................................
II. Karateristik Orang tua1. Orang tua anda beretnis:
•Ayah :.....................................•Ibu :.....................................
2. Apakah orang tua (ayah dan ibu) anda sedang mengikuti organisasi sosial ? ( ) Ya ( ) Tidak Jika jawaban Ya,
Orang Tua Organisasi Sosial Peran
Ayah • .................................• .................................• .................................• .................................• .................................
( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus
Ibu • .................................• .................................• .................................• .................................• .................................
( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus
92
3. Pendidikan terakhir orang tua anda:• Ayah :......................................• Ibu :......................................
III. Karateristik Sosial1. Teman bermain anda:
Teman bermain (geng) Bersuku Batak (jumlahorang)
Bersuku non Batak(jumlah orang)
• Di sekolah/kampus .......................orang .......................orang• Di Kosan .......................orang .......................orang• Di rumah .......................orang .......................orang• .......................orang .......................orang• .......................orang .......................orang• .......................orang .......................orang• .......................orang .......................orang• .......................orang .......................orang
2. Apakah anda pernah mengikuti organisasi sosial ? ( ) Ya ( ) Tidak Jika jawaban anda Ya,
Organisasi Sosial Peran
• .................................• .................................• .................................• .................................• .................................
( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus( ) Anggota ( ) Pengurus
IV. Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu1. Apakah anda pernah diajarkan mengenai panggilan atau sapaan untuk
memanggil anggota keluarga dari pihak ayah atau ibu anda? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Apabila Pernah, Sebutkan oleh siapa............................................................ ........................................................................................................................2. Apakah anda pernah diajarkan mengenai upacara-upacara adat masyarakat
Batak ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Apabila Pernah, Sebutkan oleh siapa............................................................. .........................................................................................................................3. Apakah anda pernah diajarkan mengenai kelebihan-kelebihan yang dimiliki
Orang Batak dalam hal kekerabatannya (seperti: marga, sapaan/panggilankepada individu yang lain, dll) ?
( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa....................................................................
93
.........................................................................................................................4. Apakah anda pernah diajarkan mengenai aturan bagaimana anda atau orang
lain bertingkah laku (seperti: menghormati, melayani, dll) sesuai denganstatusnya (sebagai orang tua, sebagai anak, sebagai oppung, dll) ?
( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... .........................................................................................................................5. Apakah anda pernah diajarkan mengenai sanksi yang didapat apabila anda
atau orang lain bertingkah laku tidak sesuai dengan aturan adat (seperti tidakdatang ke upacara adat, tidak menghormati, dll) ?
Jika Pernah, sebutkan oleh siapa.................................................................... ........................................................................................................................6. Apakah anda pernah dikenakan sanksi apabila anda salah dalam menyebutkan
panggilan atau sapaan kepada anggota keluarga dari pihak ayah atau ibu saya?
( ) Pernah ( ) Tidak pernah Jika Pernah, Sebutkan oleh siapa.................................................................. ........................................................................................................................ ........................................................................................................................7. Apakah anda pernah dikenakan sanksi/hukuman apabila anda tidak
menghadiri upacara-upacara adat ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................8. Apakah anda pernah diberi imbalan (dapat berupa hadiah, pujian, dll) apabila
anda benar dalam memanggil sapaan atau panggilan kepada keluarga baik daripihak ayah maupun ibu saya ?
( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................9. Apakah anda pernah diajak untuk menghadiri upacara-upacara adat seperti
perkawinan, kematian, kelahiran, dll ? ( ) Pernah ( ) Tidak pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................
10. Apakah anda pernah diberi nasehat apabila anda malas untuk menghadiriupacara-upacara adat ?
( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................
11. Apakah anda pernah diberi imbalan (dapat berupa hadiah, pujian, dll) apabilaanda menghadiri upacara adat ?
( ) Pernah ( ) Tidak Pernah
94
Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................12. Upacara adat apa yang pernah anda hadiri ?................................................... .........................................................................................................................
IV. Perilaku terhadap Dalihan Na Tolu• Aspek Kognitif Isilah pada Bagian yang bertitik-titik di bawah ini1. Anak perempuan berdasarkan adat Batak harus memanggil adik/kakak laki-
laki kandungnya dengan sebutan: .........................................................2. Saya memanggil adik/kakak perempuan ayah saya dengan
sebutan:........................................................................................................3. Saya memanggil adik laki-laki ayah saya dengan
sebutan:.........................................................................................................4. Saya memanggil kakak laki-laki ayah saya dengan
sebutan:.........................................................................................................5. Saya memanggil adik/kakak laki-laki dari ibu saya dengan
sebutan:........................................................................................................6. Saya memanggil kakak perempuan dari ibu saya dengan
sebutan:.........................................................................................................7. Saya memanggil suami dari adik/kakak perempuan ayah saya dengan
sebutan:.........................................................................................................8. Anak dari adik/kakak perempuan merupakan.......................bagi saudara
(adik/kakak) laki-lakinya.9. Dalam upacara adat Batak maka pihak pengundang atau yang mengundang
biasa dinamakan:.....................................................................10. Ayah saya dalam setiap kegiatan adat Batak harus lebih hormat
kepada:..........................................................................................................11. Ketika ada upacara adat atau kegiatan adat Batak di pihak siapa ayah saya
harus bersikap melayani ?.....................................................................12. Ayah saya dalam setiap upacara atau kegiatan adat Batak harus saling
membantu terhadap:......................................................................................13. Ucapan terima kasih dari pihak pengundang setelah upacara adat Batak
berakhir disebut:............................................................................................14. Pada Masyarakat Batak ulos diberikan
kepada...........................................................................................................
• Aspek Afektif Berikut ini disajikan pernyataan mengenai sikap anda terhadap Dalihan NaTolu. Anda diharapkan menyatakan sikap anda terhadap pernyataan-pernyataantersebut dengan memilih:
SS = Sangat Setuju TS = Tidak SetujuS = Setuju STS = Sangat Tidak SetujuR = Ragu-ragu
95
NO PERNYATAAN PILIHAN
SS S R TS STS
1. Saya merasa senang menghadiriupacara-upacara adat Batak
2. Saya merasa upacara-upacara adatBatak tidak ribet/bertele-tele
3. Saya merasa senang dengankebiasaan masyarakat Batak dalamhal memberi sebutan ataupanggilan kepada individu lainnya(seperti: namboru, tulang, dll)
4. Saya merasa bahwa kebiasaanmasyarakat Batak memberisebutan atau panggilan kepadaindividu lainnya memilikikelebihan tersendiri dibandingkanetnis lainnya.
5. Saya merasa bahwa kebiasaanmasyarakat Batak dalam halmemberi sebutan atau panggilankepada individu lainnya dapatmenjalin keakraban dankekeluargaan.
6. Saya merasa senang apabila adaorang yang mengajarkan kepadasaya mengenai sebutan ataupanggilan-panggilan kepadaindividu lainnya (seperti:namboru, tulang, dll)
7. Saya merasa senang apabila adayang menegur saya apabila sayasalah memanggil saudara-saudarasaya karena tidak sesuai dengansebutan atau panggilanberdasarkan adat Batak.
8. Saya merasa senang apabila ayahsaya hormat kepada saudara daripihak ibu saya
9. Saya merasa senang apabila ayahsaya harus melayani danmembantu pihak ibu saya ketika
96
ada suatu upacara adat di pihak ibusaya.
10. Saya merasa senang apabila ayahsaya saling membantu keluargadari pihaknya.
97
Lampiran 2. Panduan Pertanyaan
PANDUAN PERTANYAAN
• Wawancara Kelompok
Responden Generasi Muda Perkumpulan Masyarakat Batak Sarua Permai,
Ciputat
1. Apakah orang tua kalian sering mengajarkan mengenai sebutan/panggilan dan
bertingkah laku kepada individu yang lain beradasarkan adat Batak ? Menurut
kalian hal apa yang menyebabkan mereka bersikap seperti itu ?
2. Bagaimana mereka mengajarkan kepada kalian mengenai sebutan/panggilan
dan bertingkah laku kepada individu yang lain berdasarkan adat Batak ?
3. Apakah orang tua kalian sering mengajarkan dan mengajak kalian dalam
mengikuti upacara-upacara adat Batak ? Menurut kalian hal apa yang
menyebabkan mereka bersikap demikian ?
4. Apa faktor yang utama menyebabkan kalian menjadi tertarik atau tidak
tertarik terhadap sebutan/panggilan kepada individu yang lain berdasarkan
adat Batak?
5. Apa faktor utama yang menyebabkan kalian menjadi tertarik atau tidak
tertarik terhadap upacara-upacara adat Batak ?
6. Siapa orang yang paling sering mengajarkan kalian mengenai
sapaan/panggilan kepada individu yang lain berdasarkan adat Batak, upacara-
upacara adat Batak, maupun cara kalian bertingkah laku terhadap individu
yang lain berdasarkan adat Batak ?
98
7. Siapa yang paling sering memberikan hukuman (baik fisik maupun teguran)
apabila kalian salah dalam menyapa/memanggil saudara kalian ?
8. Bagaimana mereka memberikan hukuman (baik fisik maupun teguran) apabila
kalian salah dalam menyapa/memanggil saudara kalian ?
9. Siapa orang yang paling sering memberikan imbalan apabila kalian benar
dalam menyapa individu yang lain dan bertingkah laku sesuai dengan adat
Batak ?
10. Bagaimana cara mereka memberikan imbalan apabila kalian benar dalam
menyapa individu yang lain dan bertingkah laku sesuai dengan adat Batak ?
11. Siapa orang yang paling sering memberikan hukuman apabila kalian malas
mendatangi upacara adat Batak ? Bagaimana mereka memberikan hukuman
kepada kalian ?
12. Siapa orang yang paling sering memberikan imbalan apabila kalian
mendatangi upacara adat Batak ? Bagaimana cara mereka memberikan
imbalan kepada kalian ?
99
Lampiran 3. Peta Kompleks Sarua Permai
Skala 1: 12.500
100
Lampiran 4. Hasil Pengujian Korelasi rank Spearman
Correlations
1,000 ,460** -,259 -,141 -,037 ,112 -,051 -,308*. ,001 ,053 ,192 ,411 ,246 ,378 ,027
40 40 40 40 40 40 40 40,460** 1,000 -,062 ,252 ,246 ,268* ,185 -,036,001 . ,351 ,058 ,063 ,047 ,127 ,413
40 40 40 40 40 40 40 40-,259 -,062 1,000 -,096 ,361* ,480** ,291* ,840**,053 ,351 . ,277 ,011 ,001 ,034 ,000
40 40 40 40 40 40 40 40-,141 ,252 -,096 1,000 ,197 -,229 ,159 -,115,192 ,058 ,277 . ,111 ,077 ,163 ,240
40 40 40 40 40 40 40 40-,037 ,246 ,361* ,197 1,000 ,470** ,267* ,303*,411 ,063 ,011 ,111 . ,001 ,048 ,028
40 40 40 40 40 40 40 40,112 ,268* ,480** -,229 ,470** 1,000 ,580** ,438**,246 ,047 ,001 ,077 ,001 . ,000 ,002
40 40 40 40 40 40 40 40-,051 ,185 ,291* ,159 ,267* ,580** 1,000 ,347*,378 ,127 ,034 ,163 ,048 ,000 . ,014
40 40 40 40 40 40 40 40-,308* -,036 ,840** -,115 ,303* ,438** ,347* 1,000,027 ,413 ,000 ,240 ,028 ,002 ,014 .
40 40 40 40 40 40 40 40
Correlation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)N
Umur
Pendidikan
Etnis Orang Tua
Pendidikan Orang tua
Organisasi SosialOrang tua
Teman Bermain
Organisasi SosialIndividu
Proses Sosialisasi
Spearman's rhoUmur Pendidikan
EtnisOrang Tua
PendidikanOrang tua
OrganisasiSosial Orang
tuaTemanBermain
OrganisasiSosial
IndividuProses
Sosialisasi
Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).*.
101
Correlations
1,000 ,921** ,250. ,000 ,060
40 40 40,921** 1,000 ,329*,000 . ,019
40 40 40,250 ,329* 1,000,060 ,019 .
40 40 40
Correlation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)N
Proses Sosialisasi
Aspek Kognitif
Aspek Afektif
Spearman's rho
ProsesSosialisasi Aspek Kognitif Aspek Afektif
Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).*.
102
Lampiran 5. Hasil Pengujian Korelasi Chi Square
Tempat Lahir * Proses Sosialisasi Crosstabulation
CountProses Sosialisasi
Totalrendah tinggiTempatLahir
Luar Sumatera Utara 8 27 35Sumatera Utara 0 5 5
Total 8 32 40
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Pearson Chi-Square 1,429(b) 1 ,232ContinuityCorrection(a) ,357 1 ,550
Likelihood Ratio 2,404 1 ,121Fisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociation 1,393 1 ,238
N of Valid Cases 40a Computed only for a 2x2 tableb 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.
Symmetric Measures
Value
Asymp.Std.
Error(a)Approx.
T(b) Approx. Sig.Interval by Interval Pearson's R ,189 ,053 1,186 ,243(c)Ordinal by Ordinal Spearman Correlation ,189 ,053 1,186 ,243(c)N of Valid Cases 40
a Not assuming the null hypothesis.b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.c Based on normal approximation.
Jenis kelamin * Proses Sosialisasi Crosstabulation
CountProses Sosialisasi
Totalrendah tinggiJenis kelamin Laki-laki 3 13 16
Perempuan 5 19 24Total 8 32 40
103
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Pearson Chi-Square ,026(b) 1 ,872ContinuityCorrection(a) ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,026 1 ,871Fisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociation ,025 1 ,873
N of Valid Cases 40a Computed only for a 2x2 tableb 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,20.
Symmetric Measures
Value
Asymp.Std.
Error(a)Approx.
T(b) Approx. Sig.Interval by Interval Pearson's R -,026 ,157 -,157 ,876(c)Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -,026 ,157 -,157 ,876(c)N of Valid Cases 40
a Not assuming the null hypothesis.b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.c Based on normal approximation
104
Lampiran 6. Dokumentasi
Gambar 1.Anggota Parsahutaon Dalihan Na Tolu Gambar 2. Pemuda Parsahutaon Dalihan Na Tolu
Gambar 3 & 4. Suasana Pernikahan Adat Batak saat Mangulosi
Gambar 5. Suasana Upacara Kematian Adat Batak
Top Related