Na Pasar Tradisional

37
1 1 NASKAH AKADEMIK RAPERDA KABUPATEN CIANJUR RAPERDA TENTANG Pasar tradisional FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR TAHUN 2011 JL. Pasir Gede Raya Telp. (0263) 262773 Fax. (0263) 262773 – Cianjur 43216

description

naskah akademik fh unsur

Transcript of Na Pasar Tradisional

1

1

NASKAH AKADEMIK RAPERDA KABUPATEN CIANJUR

RAPERDA TENTANG

Pasar tradisional

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJURTAHUN 2011

JL. Pasir Gede Raya Telp. (0263) 262773 Fax. (0263) 262773 – Cianjur43216

2

2

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang.1. Landasan Filosifis.

Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum. Menurut

Soedjono Dirdjosisworo yang mengutip Theory of Legislation JeremyBentham menekankan bahwa hukum harus bermanfaat.1 Bagir Mananmenyatakan agar dalam pembentukan undang-undang dapat

menghasilkan suatu undang-undang yang tangguh dan berkualitas,

undang-undang tersebut harus berlandaskan pada pertama landasan

yuridis (juridische gelding); kedua landasan sosiologis (sociologische

gelding); ketiga landasan filosofis (philosophical gelding).2

Dalam menghadirkan hukum yang berkualitas tersebut perlu

dipahami politik hukum nasional yang mempengaruhi sistem hukum

nasional seperti yang diisyaratkan Philippe Nonet dan Philip Selznickdalam bukunya ‘Law and Society in Transition : Toward Responsive Law’,

politik hukum nasional bertujuan menciptakan sebuah sistem hukum

nasional yang rasional, transparan, demokratis, otonom, dan responsif

terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat, bukan

sebuah sistem hukum yang bersifat menindas, ortodoks, dan

reduksionistik.3

Pembentukan peraturan perundang-undangan, haruslah mengacu

pada landasan pembentukan peraturan perundang-undangan atau ilmu

perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang diantaranya landasan

yuridis. Setiap produk hukum, haruslah mempunyai dasar berlaku secara

yuridis (juridische gelding). Dasar yuridis ini sangat penting dalam

1 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajagrapindo Persada, Jakarta 2009, hlm.13

2 Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusional Peraturan Perundang-undangan Nasional, FakultasHukum Universitas Andalas, Padang, 1994, hlm. 13-21

3 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, 1984, hlm. 49

3

3

pembuatan peraturan perundang-undangan khususnya Peraturan

Daerah.4

Peraturan Daerah merupakan salah satu unsur produk hukum,

maka prinsip-prinsip pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya

harus mengandung nilai-nilai hukum pada umumnya. Berbeda dengan

niali-nilai sosial lainya, sifat kodratinya dari nilai hukum adalah mengikat

secara umum dan ada pertanggungjawaban konkrit yang berupa sanksi

duniawi ketika nilai hukum tersebut dilanggar.

Oleh karena itu Peraturan Daerah merupakan salah satu produk

hukum, harus dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam

hal pengenaan sanksi. Dalam pembentukan Peraturan Daerah sesuai

pendapat Bagir Manan harus memperhatikan beberapa persyaratan

yuridis. Persyaratan seperti inilah yang dapat dipergunakan sebagai

landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah :

a. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya suatu

peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan

yang mempunyai kewenangan untuk itu. Dengan konsekuensi apabila

tidak diindahkan persyaratan ini, maka konsekuensinya undang-undang

tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig).

b. Adanya kesesuaian bentuk/jenis peraturan perundang-undangan

dengan materi muatan yang akan di atur, artinya ketidaksesuaian

bentuk/jenis dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan

perundang-undangan yang dimaksud.

c. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan

adalah pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus

melalui prosedur dan tata cara yang telah ditentukan.5

4 Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun & MerancangPeraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis MenujuArtikulasi Empiris, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, Hlm. 23; Krems,mengatakan gesetzgebungslehre mempunyai tiga sub bagian disiplin, yakni prosesperundang-undangan gesetzgebungsverfahren (slehre); metode perundang-undangangesetzgebungsmethode (nlehre); dan teknik perundang-undangan gesetzgebungstechnik(lehre).

4

4

d. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan stufenbau

theory, peraturan perundang-undangan mengandung norma-norma

hukum yang sifatnya hirarkhis. Artinya suatu peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm (norma

dasar) bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

tingkatannya.6

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan di atas, dapat diketahui

bahwa landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang menjadi

sumber hukum/dasar hukum untuk pembentukan suatu peraturan

perundang-undangan, demikian juga Peraturan Daerah. Seperti landasan

yuridis dibuatnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah , dan Pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menjadi landasan yuridis

dibentuknya Peraturan Daerah yang menjabarkan undang-undang

tersebut.

Selanjutnya A.Mukhtie Fadjar menyatakan bahwa negara hukum

ialah negara yang susunannya di atur dengan sebaik-baiknya dalam

undang-undang, sehingga segala kekuasaan dari alat-alat

pemerintahannya didasarkan pada hukum.7 Rakyat tidak boleh bertindak

secara sendiri-sendiri menurut kemampuannya yang bertentangan dengan

hukum. Negara hukum itu ialah negara yang diperintah bukan oleh orang-

orang tetapi oleh undang-undang (the states not governed by men, but by

law).

Sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila, penyelenggaraan

pemerintahan negara didasarkan dan di atur menurut ketentuan-ketentuan

konstitusi, maupun ketentuan hukum lainnya, yaitu undang-undang,

peraturan pemerintah, peraturan daerah, maupun ketentuan-ketentuan

5 Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 dan lihat pula Pasal 136 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah.

6 Bagir Manan, Op Cit, Hlm. 14-157 A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hlm. 7

5

5

hukum lainnya yang ditentukan secara demokratis dan konstitusional.8 Hal

ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

dilakukan melalui berbagai kebijakan pemerintahan negara senantiasa

didasarkan dan dicernakan melalui ketetapan-ketetapan hukum yang

dikelola secara demokratis.

Menurut Sri Soemantri bahwa Demokrasi mempunyai dua macam

pengertian yaitu formal dan material. Realisasi pelaksanaan Demokrasi

dalam arti formal, yaitu terlihat dalam UUD 1945 yang menganut faham

indirect democracy, yaitu suatu demokrasi dimana pelaksanaan

kedaulatan rakyat tidak dilaksanakan oleh rakyat secara langsung

melainkan melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat, seperti Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan

Dewan Perwakilan Daerah (DPD); dan demokrasi dalam arti pandangan

hidup atau demokrasi sebagai falsafah bangsa (democracy in

philosophy).9 Dalam sistem demokrasi semua perubahan tatanan sosial

dalam kontek demokrasi, harus didasari oleh landasan normatif maka

melalui Law making process sebagai salah satu tugas parlemen.10

8 Surachmin, 225 Asas Dan Prinsip Hukum Serta Penyelenggaraan Negara, Yayasan GemaYustisia Indonesia, Jakarta, hlm. 14 – 15.

9 Sri Soemantri, Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1971, hlm. 2610 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jenderal

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 170-174 dan 240; Landasankeberlakuan dari undang-undang harus terpancar dari konsideran yang terdiri dari : Pertama,landasan filosofis undang-undang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan(ideal norms) oleh suatu masyarakat kearah norma cita-cita luhur kehidupan bermasyarakatbernegara hendak diarahkan; Kedua, landasan sosiologis bahwa setiap norma hukum yangdituangkan dalam undang-undang haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakatsendiri akan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat;Ketiga, landasan politis bahwa dalam konsideran harus pula tergambar adanya sistemrujukan konstitusional menurut cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD 1945sebagai sumber kebijakan pokok atau sumber politik hukum yang melandasi pembentukanundang-undang yang bersangkutan; Keempat, landasan yuridis dalam perumusan setiapundang-undang landasan yuridis ini haruslah ditempatkan pada bagian konsideran“Mengingat”; Kelima, landasan administratif dasar ini bersifat “faktual” (sesuai kebutuhan),dalam pengertian tidak semua undang-undang mencerminkan landasan ini, dalam teknispembentukan undang-undang, biasanya landasan ini dimasukan dalam konsideran“Memperhatikan”, landasan ini berisi pencantuman rujukan dalam hal adanya perintahuntuk mengatur secara administratif.

6

6

Penyelenggaraan negara yang demokratis dilaksanakan dengan

mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab,

dan kewajiban, dalam mengurus dan menjalankan pemerintahan. Secara

teoritis sistem pemerintahan ini dikenal dengan sistem desentralisasi,

yang mengandung dua unsur pokok yaitu terbentuknya daerah otonom

dan otonomi daerah.

Pembentukan daerah yang otonom melahirkan status otonomi yang

didasarkan pada aspirasi dan kondisi objektif dari masyarakat di

daerah/wilayah tertentu, yang kemudian menjelma menjadi pemerintahan

di daerah. Pemerintahan Daerah dapat mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahannya sesuai dengan asas otonomi dan tugas

pembantuan, yang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat,

melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peranserta

masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan

prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhususan daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.11

2. Aspek Yuridis.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar bagi bangsa

Indonesia, mengatur dalam Bab XIV Tentang Perekonomian Nasional Dan

Kesejahteraan Sosial, Pasal 33 menyatakan :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asaskekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yangmenguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnyadikuasai oleh negara dan dan dipergunakan untuk sebesar-besarkemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar demokrasiekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,berkelanjut, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasanlingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuandan kesatkemajuan dan kesatuan euan ekonomi nasional.

11 HAW. Widjaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU No.32Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm.131.

7

7

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini di aturdalam undang-undang.

Sejalan dengan makna Pasal 33 UUD 1945 di atas, maka

pembangunan di Indonesia yang sedang giat dilaksanakan, ditujukan

untuk kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat adalah

tujuan dari berfungsinya sebuah negara. Tanpa tujuan kesejahteraan bagi

seluruh masyarakat didalamnya, maka arah perkembangan suatu negara

dapat diprediksikan akan rentan disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu

yang bertujuan untuk memonopoli kesejahteraan untuk dirinya,

kelompoknya, ataupun kalangan tertentu dalam jaringannya.

Untuk itu, pemerintah harus memiliki peran sangat mendasar dalam

menentukan arah kepemerintahan. Hal ini khususnya menghindari adanya

celah bagi pihak lain untuk masuk dan menyalahgunakan peran yang

dimilikinya. Apabila hal ini terjadi maka, secara politik, negara akan lemah

karena intervensi kekuatan politik di luar dirinya yang melemahkan posisi

negara dengan kekuatan lain di luar dirinya dan secara ekonomi kekuatan

modal luar mengganggu sumber daya alam dan manusia yang dimiliki

oleh negara.

Apabila kekuatan ekonomi luar dan kekuatan pemerintah

berkolaborasi untuk digunakan guna mencapai kesejahteraan rakyat,

maka terbentuklah sebuah ‘negara bayangan’ (shadow state). Sumber

daya ekonomi negara adalah salah satu aset yang paling rentan, apalagi

dalam konteks era perdagangan bebas. Di era ini, berbagai tingkat dan

ukuran pengusaha mengambil manfaat dari ruang yang disediakan

pemerintah untuk mencari keuntungan. Didalamnya ada pelaku usaha

mikro dan kecil dengan aneka usaha kecil yang mengisi apa yang disebut

sektor informal dan pelaku usaha menengah dan besar yang mengisi

sektor formal. Dalam domain pasar bebas, lingkungan kompetisi yang

sempurna dari setiap pelaku usaha dan tingginya kedaulatan

pembeli/konsumen dapat menciptakan kestabilan harga dan kenyamanan

dalam berusaha.

8

8

Namun dalam kenyataannya, persaingan penuh (perfect competition)

yang diharapkan terjadi tidak selamanya sejalan dengan harapan di atas.

Bahkan kedaulatan pembelipun tidak seluruhnya tercipta begitu saja

karena lemahnya akses konsumen untuk memantau aneka produksi yang

dipasarkan. Akibatnya harga tidak stabil dan persaingan menjadi tidak

sehat. Korban utama dalam lingkungan yang tidak adil ini adalah pelaku

ekonomi kecil dan mikro atau sektor informal.

Untuk mengatasi hal ini, maka sebuah peraturan dibutuhkan untuk

menata agar kompetisi berlangsung secara adil, sehingga semua orang

mempunyai kedudukan dan peranan yang sama. Demikian juga dalam

melakukan usaha, pelaku usaha kecil dimungkinan dapat bersaing

dengan pelaku usaha raksasa yang memiliki modal nyaris tanpa batas

akibat kemudahan akses kepada pihak perbankan dan agunan yang

beraneka ragam yang mereka miliki. Disinilah peran pemerintah

diharapkan hadir membantu menyelesaikan dan menciptakan iklim usaha

yang adil bagi keduanya. Sektor formal cukup penting untuk diperhatikan,

namun sektor informal jauh lebih penting untuk diperhatikan karena daya

serapnya yang sangat tinggi akan tenaga kerja yang tak mampu diserap

oleh sektor formal.

Tempat paling subur bagi pelaku usaha sektor informal adalah pasar,

yaitu segala ruang untuk menjajakan hasil produksi. Pasar didirikan

secara alamiah oleh rakyat berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat.

Fungsinya melayani masyarakat disekitarnya dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Untuk mencapai hal itu, maka pemerintah bertindak sebagai

penentu kebijakan yang memudahkan perusahaan-perusahaan pilihan

untuk meraup keuntungan. Dari keuntungan yang berhasil diperoleh itu

akan dikumpulkan dan diserahkan ke seluruh pihak yang bernaung di

bawahnya dalam hal ini seluruh masyarakat, dimana mayoritas mereka

adalah pelaku ekonomi sektor informal. Efek ini, dalam teori ekonomi

pertumbuhan adalah ‘efek menetes’ atau trickle down effect.

9

9

Dewasa ini, pasar terbagi menjadi pasar tradisional dan toko

modern. Meningkatnya toko modern ini, diakibatkan oleh beberapa faktor.

Pertama, masyarakat kelas menengah ke bawah atau kecil membutuhkan

akses pasar yang murah dan dekat. Kedua, meningkatnya migrasi dari

desa-desa ke kota. Disisi lain adalah meningkatnya daya tarik kota (pull

factor) dimana kota terus mempercantik diri melalui pembangunan

infrastruktur dan fasilitas publik bagi masyarakat kota. Ketiga, krisis

ekonomi 1997 yang telah menyebabkan ambruknya sektor ekonomi formal

yang menyebabkan terjadinya rasionalisasi pemutusan hubungan kerja

(PHK) di sektor industri kota yang tinggi dan menuntut mereka memilih

sektor informal untuk bertahan hidup. Serta keempat, mudahnya

memperoleh modal usaha.

Pengaturan yang dapat dilakukan adalah melalui Peraturan Daerah

yang disiapkan untuk menyelamatkan keberadaan pasar tradisional,

terlebih pada pengaturan keberadaan pasar modern yang merupakan

implementasi dari Peraturan Presiden Nomor. 112 Tahun 2007, yaitu

pada gerai ada radius minimal 500 meter atau 1 Km bagi keberadaan

pasar tersebut.

Peraturan Presiden Nomor. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern,

yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 53

Tahun 2008, tetapi hanya mengatur penempatan pusat-pusat

perbelanjaan modern. Sementara pengaturan lebih rinci, menjadi

wewenang pemerintah Kabupaten dan Kota. Peraturan yang ada saat ini

hanya sebatas mengatur tata letak pendirian pusat perbelanjaan, misalnya

harus berada di jalan utama, tetapi belum ada pengaturan tegas tentang

pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional agar pedagang kecil

tidak mati.

Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 yang ditindaklanjuti

Peraturan Menteri Perdagangan No 53 Tahun 2008 hanya mengatur

penempatan pusat-pusat perbelanjaan modern. Tidak sampai masalah

10

10

operasional’’. Kewenangan Kabupaten/Kota Demikian pula kewenangan

yang dilakukan kabupaten/kota, lanjutnya, hanya mengatur soal

penempatan pusat-pusat perbelanjaan modern. ‘’Detailnya sudah ranah

kabupaten/kota. Misalnya berada di lokasi mana, di jalan utama atau

tidak. Hanya tata letaknya saja. Untuk ranah pemerintah provinsi sendiri,

tidak terlalu rinci seperti daerah, kewenangannya hanya dalam mengatur

pasar tradisional dan pusat perbelanjaan. Menyikapi adanya Rancangan

Peraturan Daerah mengenai pengaturan pasar tradisional dan modern,

untuk menunggu perkembangan terlebih dulu. Seperti yang

diutarakannya, aturan untuk operasional tidak ada. Penggunaan

instrumen penelitian merupakan hal sangat penting dalam perumusan

kebijakan.

Atas dasar itu, Kabupaten Cianjur sebagai salah satu pemerintahan

di daerah perlu mengatur Peraturan Daerah Tentang Penataan Pasar

Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern yang disesuaikan

dengan kondisi dan perkembangan masyarakat guna menunjang dan

memenuhi kesejahteraan masyarakat.

3. Aspek Sosiologis.Menuju Pengelolaan Pasar yang berkualitas dan berbasis kearifan

lokal dapat dilihat dari aspek pelayanan bagi pelaku pasar tradisional,

sulitnya akses modal usaha bagi pelaku usaha kecil dan mikro, mahalnya

harga kios setelah revitalisasi pasar tradisional, kumuhnya pasar-pasar

tradisional yang masih eksis, dan lain-lain.

Secara umum pemerintah begitu percaya bahwa mekanisme

penentuan harga akan berlaku sesuai dengan hukum permintaan dan

penawaran, padahal dalam kenyataannya, pengusaha besar dapat

semena-mena mempermainkan harga sembilan bahan pokok di toko

modern seperti Supermarket, Hypermarket, Mal atau Super Mall, Trade

Centre, dan Mini Market, sebagai penarik minat bagi konsumen dan

mengancam banyak pedagang kecil di pasar tradisional.

11

11

Disaat yang sama, kebijakan pemerintah terus berpihak kepada

‘pasar luar’ atau kerap disebut ‘pasar modern’ atau toko modern.

Akibatnya pusat perbelanjaan dan aneka toko modern mulai dari rumah

toko, sampai pusat pertokoan dan mal menjamur sampai mengurangi

keindahan kota dan mengurangi daya tarik pasar tradisional yang tidak

diperhatikan dengan baik.

Konsumen menengah yang dulu memenuhi pasar-pasar tradisional,

kini memilih beralih ke toko modern. Aneka toko modern yang ada di

Cianjur, seperti, Ramayana, Toko Serba Ada (Toserba), Tiara, Hypermart,

Yogya, Indomart, Alfamart, dan lain-lain berhasil menawarkan bukan

hanya kebutuhan sehari-hari, namun juga memadukan konsep rileksasi

melalui aneka fasilitas hiburan dan jasa lainnya dalam satu area.

Ditambah lagi berbagai fasilitas sekunder yang menjamin kebersihan

lokasi, kenyamanan konsumen, dan gaya hidup.

Keberadaan pasar traditional di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

(Jabar) semakin menurun jumlahnya. Dari 13 (tiga belas) pasar yang ada,

hanya tersisa 5 (lima) pasar tradisional. Atas dasar itu, dengan dibuatnya

Peraturan Daerah Tentang Penataan Pasar Tradisional Pusat

Perbelanjaan Dan Toko Modern, diharapkan dapat mengatur tata kelola

keberadaan pasar baik pasar tradisional maupun pasar modern.

Diharapkan dengan adanya aturan tersebut, keberadaan pasar tradisional,

tetap dapat mengimbangi keberadaan toko modern. Karena

bagaimanapun, kebaradaan pasar atau toko modern, merupakan dampak

dari perkembangan pasar global. "Jika pemerintah dan masyarakat tidak

siap, maka perekonomian di Kabupaten Cianjur, tidak akan berkembang,

sehingga tingkat ekonomi di Cianjur, tidak akan berkembang.

Dengan adanya pertumbuhan pasar modern dewasa ini, tinggal

membuat pengaturan dan penempatannya sesuai dengan tata ruang,

dimana harus ditempatkan. Keadaan ini akan menggairahkan sistem

ekonomi di Cianjur. Dewasa ini terdapat 52 (lima puluh dua) toko modern,

sehingga sudah selayaknya di Kabupaten Cianjur segera dilakukan

12

12

penataan dan pengelolaan mengenai pasar modern, melalui Peraturan

perundangan agar lebih berlaku pasti.

Menjamurnya toko moder di Cianjur, diharapkan tidak akan

mematikan pasar tradisional karena memiliki pangsa pasar yang berbeda.

Sementara itu, 5 (lima) pasar tradisional yang saat ini dalam revitalisasi,

yakni Pasar Cipanas, Pasar Induk Cianjur, Pasar Cibeber, Pasar Cikalong,

dan Pasar Ciranjang. Sedangkan untuk Pasar Warungkondang, saat ini

dalam penataan kembali pasca kebakaran. Kedepannya untuk

pengelolaan pasar tradisional ini harus memiliki badan yang mengelola

sendiri, sehingga dapat dikelola dengan baik.

Menuju Pengelolaan Pasar yang berkualitas dan berbasis kearifan

lokal klasifikasi ‘tradisional’ dan ‘liar’ atau ‘resmi’ dan ‘tidak resmi’ bagi

pasar tradisional yang dilekatkan oleh pemerintah dan masyarakat

menunjukkan adanya berbagai bentuk diskriminasi. Tentu saja, kelebihan

pasar modern di atas dalam memanjakan konsumen jauh di atas

kemampuan pasar tradisional. Bahkan strategi perpaduan antara

berbelanja dan berekreasi juga merupakan terobosan baru dalam dunia

pasar di Cianjur. Beriringan dengan itu, kemauan politik (political will) yang

rendah dan kemampuan pemerintah (services capability) yang tidak

maksimal dalam mewujudkan tata kelola pasar yang berdaya guna dan

berhasil guna bagi kedua belah pihak, khususnya bagi pedagang dan

pembeli di pasar tradisional, akan menurunkan kualitas.

Pendekatan yang tidak partisipatif telah menyebabkan pengelolaan

pasar yang selama ini dikelola oleh perusahaan/pemerintah daerah

menimbulkan ketidak sinergian. Proses ‘pemoderenan’ pasar tradisional

seperti pasar Cipanas, pasar induk dan pasar muka, (Pasar Ramayana)

yang menampung seluruh pedagang kecil untuk berjualan di dalam

gedung baru, serta dapat menarik para pedagang untuk berjualan di

dalam area, disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kultur pasar

tradisional adalah keadaan mengubah kultur yang menyebabkan kesulitan

para pedagang kecil, bermodal kecil, dan pola permodalan harian, untuk

13

13

bertahan di dalam pasar. Para pedagang lebih memilih berjualan di luar

area dengan mengindahkan keteraturan. Kedua, pilihan ini, ditempuh oleh

para pedagang kecil berkaitan dengan budaya berbelanja warga kota

(konsumen) yang tidak mau terlalu direpotkan oleh kesulitan akses ke

pedagang (naik tangga, pengap, lorong sempit, copet, lain-lain). Ketiga,

adanya dualisme kepemimpinan dalam pasar yakni Kepala Unit Pasar

(Perusahaan Daerah) dan direktur pengelola atau developer (Perusahan

Swasta). Dua model manajemen ini adalah kepala pasar adalah

pelayanan terhadap pedagang (pedagang kios dan pedagang kecil),

sementara pihak developer adalah melakukan penjualan atas petak-petak

bangunan pasar (ruko, lods, basement).

Pihak developer tidak menginginkan adanya pedagang-pedagang

yang berjualan di luar area gedung (walau kenyataannya banyak

pedagang kecil lebih memilih berjualan di luar area). Dalam konteks ini,

pihak pengelola unit pasar tetap menarik retribusi jadi pembayaran

pelayanan menjadi rangkap, khususnya bagi pedagang rumah toko, dan

basement dan merugikan mereka. Para pedagang yang protes atas dua

model pungutan ini kemudian harus berhadapan dengan pihak keamanan

dan pihak unit pasar.

Pilihan untuk berdagang di area trotoar (area jalan raya dan area

pasar dan lorong), depan ruko (hall), dan halaman atau depan rumah

penduduk dari para pedagang kecil, sebagai akibat kebijakan pemerintah

dalam membangun pasar tradisional bernuansa modern. Modern disini

diartikan secara fisik (bangunan) dan non fisik (manajemen), dimana

bangunan pasar adalah bertingkat dengan pola distribusi tempat model

kios dan lods. Pola distribusi ini mengakibatkan perbedaan pola kelola

pasar, dimana kios dan lods kemudian memiliki harga yang tinggi dimana

banyak pedagang kecil tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam

membeli setiap kios dan lods itu. Bahkan, dengan mencicil sekalipun,

kemampuan (affordability) pedagang kecil masih sangat terbatas.

14

14

Sementara dalam aspek manajemen, pihak pengelola dan

developer beranggapan bahwa pedagang kecil harus tumbuh dan tumbuh

besar melalui manajemen profesional dan keberanian mengambil resiko

dalam berdagang, seperti meminjam uang di Bank melalui sistem jaminan

dan agunan lainnya. Padahal, dalam banyak kasus, pelaku ekonomi kecil

atau sektor informal, umumnya menganut prinsip ekonomi kebertahanan

ketimbang pertumbuhan. Bertahan adalah pilihan yang lebih aman

ketimbang tumbuh yang mengandung resiko. Untuk itu, yang terpenting

bagi mereka adalah bertahan untuk berdagang ketimbang memaksakan

diri untuk tumbuh dengan resiko berlebihan.

Konsumen menengah yang dulu memenuhi berbagai pasar

tradisional di Cianjur, kini memilih beralih ke pasar atau toko modern.

Aneka pasar modern atau took modern ini, semisal Yogya, Hypermart,

Indomaret, Alfamart, dan lain-lain berhasil menawarkan bukan hanya

kebutuhan sehari-hari, namun juga memadukan konsep rileksasi melalui

aneka fasilitas hiburan dan jasa lainnya dalam satu area. Ditambah lagi

berbagai fasilitas sekunder yang menjamin kebersihan lokasi,

kenyamanan konsumen, dan gaya hidup.

Dalam konteks ini, diharapkan pada masa yang akan datang

melalui kerjasama berbagai pihak perlu dibangun sebuah kesepakatan

bersama dari setiap pelaku pasar tradisional, khususnya dalam konteks

penataan pasar tradisional di tengah himpitan pasar-pasar besar dari

pemodal besar. Semangat saling asah, saling asih, saling asuh, atau

dalam bahasa yang lebih santun bahwa pemerintah menghargai

masyarakatnya dan demikian sebaliknya, masyarakat menghargai

pemerintahnya. Apabila diantara keduanya ada yang melakukan

kekeliruan atau kesalahan, maka sebuah proses itu dibutuhkan.

Dibutuhkan khususnya dalam upaya menemukan kembali ruh pasar

tradisional kota Cianjur yang pernah ada dalam lintasan sejarah pasar.

Keberadaan pasar tradisional yang ada di wilayah Kabupaten

Cianjur harus dilindungi keberadaannya. Jangan sampai kehilangan

15

15

pasarnya sebagai tempat melakukan aktivitas berdagangnya sehari-hari.

Hal itu menanggapi semakin menjamurnya mini market atau toko serba

ada di wilayah Cianjur. Persoalan ini memang sangat dilematis. Realita

yang terjadi sampai saat ini pemerintah daerah belum dapat membatasi

berdirinya mini market di Cianjur. Alasannya adalah pihak pemerintah

daerah belum mempunyai aturan atau Peraturan Daerah (Perda) yang

mengatur tentang masalah tersebut. Dengan demikian diharapkan para

pedagang tidak merasa khawatir karena dalam waktu dekat aturan yang

mengatur persoalan tersebut segera ada. Dengan demikian, diharapkan

dengan adanya Peraturan Daerah yang mengaturnya akan lebih

menguatkan dalam pengaturan, karena landasan atau payung hukumnya

jelas. Atas dasar itu, dimasa yang akan datang pengaturan soal

perdagangan dapat lebih tertata dengan baik dan semua pihak dapat

menerima, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Untuk itu, perlindungan dari pemerintah sangat dibutuhkan.

Pemerintah harus lebih melindungi pedagang kecil dan mikro serta

eksistensi pasar tradisional sebagai ciri khas kota Cianjur melalui

penerapan regulasi yang adil, perlakuan yang adil, dan pemberdayaan

yang maksimal bagi mereka. Bagi pelaku ekonomi di tingkat menengah,

besar, dan raksasa, regulasi tetap akan mengatur mereka sesuai dengan

kemampuan mereka dalam bersaing di dunia usaha yang adil dan fair.

B. Identifikasi Masalah.Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi

masalah tentang Penataan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan

Toko Modern adalah :

1. Apakah keberadaan toko modern sudah sesuai dengan kearifan lokal

masyarakat di Kabupaten Cianjur ?

2. Bagaimanakah penataan toko modern yang makin marak sebagai

pusat perbelanjaan dapat menunjang pembangunan di Kabupaten

Cianjur ?

16

16

3. Bagaimanakah menciptakan penataan dan pengelolaan yang

sinergitas antara pasar tradisional dengan pasar modern ?

C. Tujuan Dan Kegunaan.Pembuatan Naskah Akademik ini bertujuan untuk melakukan

analisis sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan Peraturan

Daerah, yang memberikan arah, dan menetapkan ruang lingkup bagi

penyusunan Peraturan Daerah Tentang Penataan Dan Pengelolaan Pasar

Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern. Selain itu, berupa

kajian terhadap landasan untuk perizinan pendirian, tata cara dan

persyaratan perizinan, pembinaan dan pengawasan, serta penentuan

sanksi, agar Peraturan Daerah dapat berjalan dan berlaku secara efektif

dan efisien. Selain itu juga dapat merupakan dokumen resmi yang

menyatu dengan konsep Rancangan Peraturan Daerah yang akan

dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Adapun tujuan pengkajian ini adalah :

1. Mengevaluasi Keberadaan Pasar Tradisional Dan Toko Modern

Sesuaikan Dengan Kondisi Kabupaten Cianjur.

2. Menganalisis Rencana Penataan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan

Dan Toko Modern Kabupaten Cianjur Sesuai Dengan Tujuan,

Kebijakan, dan Strategi Sistem Pemerintahan Kabupaten Cianjur.

3. Merumuskan Penataan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan

Toko Modern Di Kabupaten Cianjur Dalam Mewujudkan Kesejahteraan

Masyarakat.

Sedangkan kegunaan dari naskah akademik ini diharapkan :

a. Bagi Pemerintah Kabupten Cianjur :

1) Dapat memberikan pemahaman kepada para pihak pengambil

kebijakan terhadap penataan pasar tradisional pusat

perbelanjaan dan toko modern.

2) Dapat memberikan kerangka hukum (legal Framework) bagi

perumusan ketentuan dan pasal-pasal dari Peraturan Daerah

17

17

tentang penataan pasar tradisional pusat perbelanjaan dan toko

modern.

b. Secara umum :

1) Merupakan instrumen hukum untuk melaksanakan penataan

pasar tradisional pusat perbelanjaan dan toko modern.

2) Menertibkan dan mewujudkan keadilan bagi keberadaan pasar

tradisional dan toko modern.

3) Keberadaan pasar tradisional dan toko modern diperuntukan bagi

pengembangan dan pembangunan Kabupaten Cianjur.

c. Bagi masyarakat :

1) Diharapkan dapat menjadikan aturan/pedoman bagi pasar dan

toko modern, antara lain dengan pemberdayaan pasar dan

mewujudkan rasa keadilan.

2) Mengatur penataan dan pengelolaan yang benar dan profesional

sehingga tercipta sinergitas antara pasar tradisional pusat

perbelanjaan dan toko modern.

C. Metode Penelitian.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai

berikut :

1. Kajian yuridis normatif.Kajian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif disebut juga

penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-

undangan (Law In books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah

atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang

dianggap pantas. Oleh karena itu sebagai sumber datanya hanya

data sekunder, yang terdiri dari :

a) Bahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu

peraturan perundang-undangan. Adapun peraturan perundang-

18

18

undangan yang berkaitan dengan penataan pasar tradisional

pusat perbelanjaan dan toko modern, adalah sebagai berikut :

1) Undang-Undang Dasar 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah

Daerah.

4) Undang-Undang Nomor. 33 Tahun 2004 Tentang

Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

5) Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

6) Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 2004 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

7) Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

8) Keputusan Presiden Nonor. 112 Tahun 2007 Tentang

Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional,

Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.

9) Keputusan Menteri Perdagangan No 53 Tahun 2008

Tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.

10) Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor. 02 Tahun 2004

Tentang Perijinan dan Pendaftaran Usaha Dibidang

Perdagangan.

11) Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor. 06 Tahun1999 Tentang Retribusi Pasar Jo Peraturan Daerah Nomor.14 Tahun 2005 Tentang Retribusi Pasar.

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan

undang-undangan, hasil penelitian, pendapat para pakar

hukum, makalah, jurnal ilmiah dan hasil penelitian.

c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

19

19

hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia, kamus,

artikel-artikel pada Koran dan surat kabar.

2. Kajian Yuridis Sosiologis.Pada kajian hukum atau penelitian hukum yang sosiologis, hukum

dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan

dengan variable-variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai

gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel

bebas/sebab (independent variable) yang menimbulkan pengaruh

dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial, kajian ini

merupakan kajian hukum yang sosiologis (Sosio-legal research).

Namun jika hukum dikaji sebagai variabel tergantung/akibat

(Dependent variable) yang timbul sebagai hasil dariberbagai

kekuatan dalam proses sosial, kajian ini merupakan kajian

sosiologis hukum (Sociology of law).

Perbedaan antara penelitian hukum normatif dengan penelitian

hukum sosiologis, dapat diuraikan karakteristik yang dimiliki oleh

penelitian hukum sosiologis, diantaranya :

a) Seperti halnya pada penelitian hukum normatif yang hanya

menggunakan bahan kepustakaan sebagai data sekundernya,

maka penelitian hukum yang sosiolgis, juga menggunakan data

sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan

dengan data primer atau data lapangan. Dengan demikian,

penelitian hukum yang sosiologis tetap bertumpu pada premis

normatif, berbeda dengan penelitian ilmu sosial yang hendak

mengkaji hukum, di mana hukum ditempatkan sebagai

dependent variable, oleh karena itu, premis sosial yang menjadi

tumpuannya.

b) Definisi operasionalnya dapat diambil dari peraturan perundang-

undangan, khususnya terhadap penelitian yang hendak meneliti

efektifitas suatu undang-undang.

20

20

c) Hipotesis kadang-kadang diperlukan, misalnya penelitian yang

ingin mencari hubungan (korelasi) antara berbagai gejala atau

variabel.

d) Akibat dari jenis datanya (data sekunder dan data primer) maka

alat pengumpul datanya terdiri dari studi dokumen, pengamatan

(observasi) dan wawancara (interview). Pada penelitian hukum

sosiologis selalu diawali dengan studi dokumen, sedangkan

pengamatan (observasi) digunakan pada penelitian yang

hendak mencatat atau mendeskripsikan perilaku (hukum)

masyarakat. Wawancana (interview) digunakan pada penelitian

yang mengetahui misalnya persepsi, kepercayaan, motivasi,

informasi yang sangat pribadi sifatnya.

e) Penetapan sampling harus dilaukan, terutama jika hendak

meneliti perilaku (hukum) warga masyarakat. Dalam penarikan

sampling, hendaknya diperhatikan sifat atau ciri-ciri populasi.

f) Pengolahan datanya dapat dilakukan baik secara kualitatif atau

kuantitatif.

Akhirnya keguanaan penelitian hukum sosiologis adalah untuk

mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses

penegakan hukum (law enforcement). Karena penelitian jenis ini

dapat mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang ada

dibalik pelaksanaan dan penegakan hukum. Disamping itu, hasil

penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan

suatu peraturan perundang-undangan. Dikaitkan dengan kajian

hukum penerapan terhadap penataan pasar tradisional pusat

perbelanjaan dan toko modern maka kajian hukum yang sosiologis

sangat berguna dalam rangka penyusunan suatu peraturan

perundang-undangan yang akan mengaturnya, bahwa setiap

norma hukum yang dituangkan dalam perundang-undangan

haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan dengan realisasi

kesadaran hukum masyarakat.

21

21

3. Kajian Yuridis Filosofis.Setiap masyarakat selalu mempunyai rechtsidee yaitu apa yang

masyarakat harapkan dari hukum, misalnya hukum diharapkan untuk

menjamin adanya keadilan, kemanfaatan dan ketertiban maupun

kesejahteraan. Cita hukum atau rechsidee tumbuh dalam sistem nilai

masyarakat tentang baik dan buruk, pandangan mereka mengenai

hubungan individual dan kemasyarakatan dan lain sebagainya

termasuk pandangan tentang dunia gaib. Semua ini bersifat filosofis,

artinya menyangkut pandangan mengenai inti atau hakikat sesuatu,

hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai baik sebagai sarana

yang melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya

dalam tingkah laku masyarakat.

Menurut Rudolf Stammier, cita hukum adalah adalah konstruksi

pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum pada

cita-cita yang diinginkan masyarakat, selanjutnya Gustav Radbruchseorang ahli filsafat hukum seperti Stammler dari aliran Neokantian

menyatakan bahwa cita hukum berfungsi sebagai tolak ukur yang

bersifat regulative dan konstruktif, tanpa cita hukum, hukum akan

kehilangan maknanya.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan proses

terwujudnya nilai-nilai yang terkandung cita hukum ke dalam norma

hukum tergantung pada tingkat kesadaran dan penghayatan akan

nilai-nilai tersebut oleh para pemebntuk peraturan perundang-

undangan. Tiadanya kesadaran akan nilai-nilai tersebut dapat terjadi

kesenjangan antara cita hukum dan norma hukum yang dibuat.

4. Kajian Yuridis Komparatif (Penelitian Perbandingan Hukum).Dalam kajian komparasi atau penelitian perbandingan hukum,

seringkali yang diperbandingkan adalah sistem hukum masyarakat

yang satu dengan sistem hukum masyarakat yang lainnya.

22

22

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan

masing-masing sistem hukum yang diteliti. Sebagaimana

dikemukakan oleh D Kokkini-Latridou yang mengartikan bahwa”

Bagaimanapun sistematikanya hal itu dilakukan, suatu penelitian tidak

dapat dikatakan sebagai perbandingan jika penelitian tersebut tidak

memberikan penjelasan tentang persamaan dan perbedaan”.

Jika ditemukan persamaan dari masing-masing sistem hukum

tersebut, dapat dijadikan dasar unifikasi sistem hukum. Dalam

kaitannya dengan kajian hukum penataan pasar tradisional pusat

perbelanjaan dan toko modern diperlukan komparasi atau

perbandingan dalam kajian atau penelitian ini dari berbagai daerah

yang telah terlebih dahulu menerapkan Perda penataan pasar

tradisional pusat perbelanjaan dan toko modern untuk dijadikan bahan

perbandingan. Jika sesuai dengan kondisi khususnya di Kabupaten

Cianjur, maka tidak ada salahnya diterapkan disini.

23

23

BAB IIASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM

PENYUSUNAN NORMA

A. Pengertian dan Peranan Asas Hukum.Dalam ilmu hukum yang dimaksud dengan asas adalah pikiran

dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan

konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang

terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim, yang

merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat

atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konrit tersebut.

Lebih lanjut, beberapa pakar memberikan pengertian asas hukum,

seperti Paul Scholten, yang memberikan pengertian asas hukum sebagai

berikut :

“Asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalamdan di belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalamaturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim,yang berkenaan dengannya dimana ketentuan-ketentuan dankeputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagaipenjabarannya”.

Kemudian Satjipto Rahardjo, mengartikan asas hukum sebagai

suatu hal yang dianggap oleh masyarakat hukum yang bersangkutan

sebagai basic truth atau kebenaran asasi, sebab melalui asas-asas

hukum itulah pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam

hukum. Dengan demikian, asas hukum menjadi semacam sumber untuk

menghidupi tata hukumnya dengan nilai-nilai etis, moral dan sosial

masyrakatnya.

Asas-asas hukum berfungsi untuk menafsirkan aturan-aturan

hukum dan juga memberikan pedoman bagi suatu perilaku. Asas hukum

pun menjelaskan dan menjustifikasi norma-norma hukum, dimana di

dalamnya terkandung nilai-nilai ideologi tertib hukum.

24

24

Smits, memberikan pandanganya bahwa asas hukum memiliki tiga

fungsi yaitu : pertama, asas-asas hukum memberikan keterjalinan dari

aturan-aturan hukum yang tersebar, kedua, asas-asas hukum dapat

difungsikan untuk mencari pemecahan atas masalah-masalah baru yang

muncul dan membuka bidang-bidang liputan masalah baru. Dari kedua

fungsi tersebut, diturunkan fungsi ketiga, bahwa asas-asas dalam hal-hal

demikian dapat dipergunakan untuk menulis ulang, bahan-bahan ajaran

hukum yang ada sedemikian rupa, sehingga dapat dimunculkan solusi

terhadap persoalan-persoalan baru yang berkembang.

Merujuk pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa asas-asas

hukum bertujuan untuk memberikan arahan yang layak atau pantas

menurut hukum (rechtmatig) dalam hal menggunakan atau menerapkan

atauran-aturan hukum. Asas hukum berfungsi sebagai pedoman atau

arahan orientasi berdasarkan mana hukum dapat dijalankan. Asas-asas

hukum tersebut tidak saja akan berguna sebagai pedoman ketika

menghadapi kasu-kasus sulit, tetapi juga dalam hal menerapkan aturan.

B. Asas-Asas Dalam Peraturan Daerah Terhadap Penataan PasarTradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Di dalam hukum pembentukan peraturan daerah dimuat sejumlah

asas-asas hukum, dimana pilihan asas ini haruslah dilandasi oleh filosofis

dan tujuan pengembangan dan penataan pasar tradisional pusat

perbelanjaan dan toko modern, dan pada gilirannya asas-asas tersebut

terjabarkan dalam draf ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah terkait

dengan penataan pasar tradisional pusat perbelanjaan dan toko modern.

Secara khsuus penerapan Peraturan Daerah Tentang Penataan

Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern sebagai berikut :

1. Asas Keberlanjutan.

Yaitu dengan keberlanjutan diharapkan adanya kesinambungan

antara kebijakan yang akan diambil dengan kebijakan sebelumnya

baik itu dalam aspek perencanaan, penyelenggaraan ataupun

25

25

pemanfaatan sumber daya di sektor ekomomi (pasar tradisional dan

toko modern). Terkait dengan penerapan penataan pasar tradisional

pusat perbelanjaan dan toko modern, pendapatan yang diperoleh dari

retribusi pasar dan toko modern harus dimanfaatkan kembali untuk

peningkatan penataan pasar tradisional pusat perbelanjaan dan toko

modern secara berkelanjutan, bahkan peningkatan dari kebijakan

demand manajemen yang sebelumnya telah diambil dan bukan malah

sebaliknya.

2. Asas Keserasian dan keseimbangan.

Yaitu asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan

lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti

kepentingan ekonomi, sosial, budaya dan perlindungan serta

pelestarian ekosistem. Dalam hal ini penyelenggaraannya senantiasa

dijiwai atau dipandu oleh nilai-nilai keseimbangan, keadilan dan

kesetaraan berdasarkan kepentingan sosial.

3. Asas Manfaat.

Adapun yang dimaksud dengan asas manfaat adalah bahwa segala

usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan

disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup

untuk peningkatan kesejahteraan masyartakat dan harkat manusia

selaras dengan lingkungannya.

4. Asas Keterpaduan.

Dengan asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan

berbagai unsur atau mensinergikan berbagai komponen terkait. Dalam

hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk :

a. Memastikan bahwa penerapan dan pembangunan penataan pasar

tradisonal pusat perbelanjaan dan toko modern sudah relevan

untuk tercapainya pembangunan berkelanjutan.

b. Memuat saling keterkaitan antara aspek biofisik, sosial dan

ekonomi untuk setiap pemanfaatan ruang.

26

26

c. Terkait secara hirarki dengan kebijakan di sektor tertentu dan

wilayah (lintas batas) termasuk dengan sektor keuangan.

5. Asas Kehati-hatian (pencegahan).

Adapun yang dimaksud dengan asas kehati-hatian atau pencegahan

adalah bahwa setiap usaha atau kegiatan harus disusun berdasarkan

perencanaan yang matang sehingga dapat dilakukan antisipasi atau

upaya untuk mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan.

Upaya ini dilakukan mulai dari tahap perencanaan yaitu tentang

pemilihan lokasi pasar karena terkait dengan penataan ruang,

pemilihan kegiatan atau usaha, pemilihan teknologi, proses produksi

atau pelaksanaannya.

6. Asas Pencemar Membayar.

Adalah asas setiap penanggung jawab yang usaha dan atau

kegiatannya menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan

hidup, wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. Dalam konteks

transportasi adalah pengguna membayar.

7. Asas Partisipasif.

Adapun yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa setiap

anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses

pengambil keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. Asas

ini dapat diwujudkan sebagai berikut :

a. Memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak

yang berkepentingan, masyarakat yang potensial terkena dampak

dan instansi pemerintah disepanjang proses pengambilan

keputusan.

b. Terdokumentasi secara ekplisit segala masukan dan pertimbangan

yang mengemuka di dalam proses penetapan retribusi pasar.

c. Memiliki kejelasan informasi yang mudah dipahami, serta

menjamin akses yang memadai untuk semua informasi serta

27

27

fasilitas retribusi pasar tradisional dan toko modern yang

dibutuhkan.

8. Asas Tata kelola pemerintah yang baik.

Adalah asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai

oleh prinsip partisipasi, transportasi, akuntabilitas, efisiensi dan

keadilan.

9. Asas Otonomi.

Yang dimaksud dengan asas otonomi daerah adalah pemerintah dan

pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup dengan memeprhatikan kekhususan dan keragaman daerah

dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia.

10. Asas Persaingan usaha atau hukum anti monopoli.

Yang dimaksud asas persaingan usaha atau hukum anti monopoli

adalah mewujdukan iklim usaha yang sehat, efektif dan efisien

sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya

ekonomi pasar yang wajar. Ruang lingkup hukum anti monopoli

adalah sebagai berikut: Perjanjian yang dilarang; Kegiatan yang

dilarang; penyalahgunaan posisi dominan; Komisi pengawas

persaingan usaha; Tata cara penanganan perkara; Sanksi-sanksi;

Perkecualian-perkecualian. Beberapa kegiatan yang dilarang, adalah:

Monopoli; Monopsoni; Penguasaan Pasar; Persekongkolan.

Selain itu, asas-asas yang harus dimuat dalam penyusunan

peraturan daerah termasuk Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentang

Penataan pasar tradisional pusat perbelanjaan dan toko modern yaitu dari

sudut pandang :

1. Materi Muatan Peraturan Daerah.Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentang Penataan

pasar tradisional pusat perbelanjaan dan toko modern, dilihat dari

sudut pandang muatan peraturan daerahnya harus sesuai dengan

ketentuan-ketentuan sebagaimana digambarkan di bawah ini :

28

28

Sesuai dengan Pasal 12 Undang-undang No. 10 Tahun 2004

disebutkan bahwa :

“Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatandalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugaspembantuan dan menampung kondisi khusus daerah sertapenjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi”.

Peraturan Daerah tersebut harus pula sesuai dengan Pasal 5

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Jo Pasal 138 Undang-Undang

No. 34 Tahun 2004 yang menentukan bahwa “Materi Peraturan

Daerah harus memprihatinkan asas materi muatan peraturan

perundang-undangan, antara lain asas keseimbangan, keserasian

dan keselaran”. Hal yang terpenting ketentuan Pasal 7 ayat (4) dan

ayat (5) Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Jo Pasal 136 ayat (4)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 bahwa Materi Peraturan Daerah

dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam penjelasan

Pasal 136 ayat (4) Jo Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dijelaskan

bahwa bertentangan dengan kepentingan umum adalah kebijakan

yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat,

terganggunya pelayanan umum dan terganggunya ketentraman atau

ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.

29

29

BAB IIIMATERI MUATAN PERATURAN DAERAH DAN KETRKAITANNYA

DENGAN HUKUM POSITIF

A. Kajian Keterkaitan Dengan Hukum Positif yang Terkait.Beberapa ketentuan hukum positif yang memiliki keterkaitan

dengan pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentang

Penataan pasar tradisional pusat perbelanjaan dan toko modern, yaitu

sebagai berikut :No

Materi RaperdaPenataan PasarTradisi onalPusatPerbelanjaanDan TokoModern

Kemendag No53/M.DAG/PER/12/2008Tentang PedomanPenataan Danpembinaan PasarTradisional PusatPembelanjaan DanToko Modern

Kepres No 112Tahun 2007Tentang PenataanDan PembinaanPasar TradisionalPusat Pembelanjaan Dan TokoModern

1. Tujuan Memenuhi kebutuhan masyarakatKab. Cianjur akanpembangunanpasar tradisionalPusat Perbelanjaan dan TokoModern. Adanyapenyimbangandalam penataandan pengelolaanyang benar danprofesional, sehingga terciptasinergitas antarapasar tradisionaldengan pusatperbelanjaan dantoko modern.

Untuk melaksanakankenetuan Pasal 14Kepres No 112 Tahun2007 (Pembuatan Pedoman Tata CaraPerijinan) perlu di aturpedoman penataan danpembinaan pasar tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Berkembangnyausaha perdagangan eceran dalamskala kecil danmenengah, usahaperdaganganeceran moderndalam skala besar,maka pasar tradisional perlu diberdayakan agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan,saling memperkuatserta saling menguntungkan. Danmembina pengembangan industridan perdaganganbarang dalam negeri serta kelancarandistribusi barangperlu memberikanpe doman bagipenyelenggaraanpasar tradisional,pusat perbelanjaandan toko modernserta norma-normakeadilan, saling

30

30

menguntungkandan tanpa tekanandalam hubunganantara pemasok barang dengan tokomodern serta pengembangan kemitraan dengan usahakecil, sehingga tercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok,toko modern dankonsumen.

2. BatasPendirianPenataanpusat Perbelanjaandan TokoModern

a. Minimarketberjarak 0,5 Kmdari pasar tradisional dan 0,5Km dari usahakecil sejenisyang terletakdipinggir.

b. Supermarketdan Depstorjarak 1,5 Kmdari pasar tradisional yang terletak di pinggirkolektor/arteri.

c. Hypermarketdan perkulakanberjarak 2,5 Kmdari pasar tradisional yang terletak dipinggirkolektor/arteri.

d. Minimarketterletak dipinggir jalan lingkungan denganluas gerai sampai dengan 200M2 berjarakminimal 0,5 Kmdari pasartradisional danusaha kecilsejenis.

e. Penempatan pedagang tradisional berjarakdalam rangkakemitraan.

a. Minimarket kurang dari400 M2, luas lantaipenjualan kurang dari400 M2.

b. Hypermarter lebih dari5.000 M2.

c. Departement storelebih dari 400 M2, luaslantai penjualankurang dari 2.000 M2.

d. Perkulakan lebih dari5.000 M2.

a. Mimimarket kurang dari 400 M2.

b. Supermarket, 400M2 sampaidengan 5.000M2.

c. Hypermart, 5.000M2,

d. Departementstore di atas 400M2.

e. Perkulakan diatas 5.000 M2.

31

31

3. Perijinan Perijinan PasarTradisional :

a. Pemerintah,Pemda, BUMN,BUMD, swastadan atau perorangan yang melakukan ke giatanusaha dibidangpengelolaanpasar tradisional wajib memiliki ijin usaha pengelolaan pasartradisional(IUP2T) dariBupati.

b. Ijin usaha pengelolaan pasartradisional seperti ayat (1) Pasal 13 berlaku20 tahun sejaktanggal diterbitkan dan dapatdiperpanjangsesuai denganperundang-undangan yangberlaku.

c. Hak pemakaiankios/los/ toko/rumah dan tokosebagaimanaselama 5 thn sejak diterbitkandan dapat diperpanjang lagi 3bulan sebelummasa berlakunya berakhirdan harus diherregistrasi setiapsetahun sekali.

Perijinan PusatPerbelanjaan DanToko Modernsebagai berikut :a. Setiap orang,

badan usahadan atau koperasi melakukan

Kewenangan pererti danijin yang dimaksuddalam pasar tradisional,pertokoan, maal, plasadan pusat perdagangan,mini market, supermarket, depstor,hypermarket danperkulakan, diterbitkanoleh Bupati/Walikota/Gubernur pemerintahprovinsi daerah. Dengandilengkapi studikelayakan termasukanalisis mengenaidampak lingkungan,aspek sosial budaya,dan dampak bagi pelakuperdagangan eceransetempat, dan adanyarencana kemitraanusaha kecil.

Dalam permintaanperijinan pasar tradisional, pusat perbelanjaan (mall,plasa) dan minimarket, supermarket, depstordiutamakan bagipelaku kecil danusaha menengahsetempat, sehinggaijin diterbitkan olehBupati/Walikotadan Gubernuruntuk pemerintahprovinsi DKIJakartaDengan dilengkapistudi kelayakantermasuk analisismengenai dampaklingkungan, aspeksosial budaya, dandampak bagipelaku perdagangan eceran setempat, dan adanyarencana kemitraanusaha kecil.

32

32

kegiatan usahadibidang pertokoan, maal,plaza/ pusatperdaganganwajib memilikiijin usaha pusatperbelanjaan(IUPP) dariBupati.

b. Ijin usaha pusatperbelanjaansebagai manadimaksud berlaku selama 5tahun sejakditerbitkan dandapat diperpanjang kembali 3bulan sebelummasa berlakuberakhir.

Tidak dilengkapinya studi kelayakan termasukanalisis mengenaidampak lingkungan, aspek sosialbudaya, dan dampak bagi pelakuperdagangan eceran setempat, dantidak adanya rencana kemitraanusaha kecil.

B. Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentangPenataan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan TokoModern.

Bagian ini membahas tentang ketentuan dan pengertian yang

bersifat umum dan subtansi peraturan daerah ini.

1. Ketentuan Umum.Bagian ini membahas tentang kenetuan dan pengertian yang bersifat

umum dan subtansi peraturan daerah ini.

33

33

2. Materi Pengaturan.

Materi pengaturan dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I. Ketentuan umum yang mebahas tentang ketentuan dan

pengertian yang bersifat umum dari substansi peraturan

daerah ini.

Bab II. Membahas tentang penataan pasar tradisional pusat

perbelanjaan dan toko modern.

Bab III. Membahas tentang perijinan, yang meliputi perijinan pasar

tradisional dan perijinan pusat perbelanjaan dan toko

modern.

Bab IV.Membahas tentang tata cara dan persyaratan penertiban

perijinan.

Bab V. Membahas tentang pembinaan dan pengawasan, yang

meliputi pembinaan dan pengawasan pasar tradisional dan

pembinaan dan pengawasan pusat perbelanjaan dan toko

modern.

Bab VI. Membahas tentang saksi.

Bab VII. Membahas tentang ketentuan peralihan.

Bab VIII. Membahas mengenai penutup, yang terdiri dari kesimpulan

dan saran.

34

34

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan.Didalam naskah akademik yang ada, maka ada beberapa

kesimpulan yang berhubungan dengan materi di atas yaitu :

1. Keberadaan toko modern dapat disesuaikan dengan kearifan lokal

masyarakat di Kabupaten Cianjur, yaitu dengan semakin banyaknya

toko modern yang ada di Kabupaten Cianjur dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat serta menambah pemasukan Pendapatan Asli

Daerah di Kabupaten Cianjur, tetapi disisi lain dapat merubah citra

keberadaan pasar tradisional yang ada karena dalam kenyataan

banyak masyarakat Cianjur yang lebih memilih berbelanja di toko

modern, karena berbagai sarana dan prasarana, kenyamanan, juga

hiburan di dalamnya, sedangkan keberdaan pasar tradisional

keberadaan penataannya kurang nyaman seperti kumuh, sumpek,

becek, bau tidak sedap.

2. Penataan toko modern yang makin marak sebagai pusat perbelanjaan

dapat menunjang pembangunan di Kabupaten Cianjur, maka dengan

membanjiri dan didirikannya toko modern dapat memberikan

pencitraan serta perubahan pembangunan di Kabupaten Cianjur.

Adanya penataan perkotaan yang semakin banyak memperlihatkan

jati diri Cianjur sebagai kota berkembang dan maju serta dapat

memberikan pendapatan kepada kas daerah di Kabupaten Cianjur.

3. Menciptakan penataan dan pengelolaan yang sinergitas antara pasar

tradisional dengan pasar modern, yang salah satunya dengan

dibuatnya Peraturan Daerah, sehingga mensinergisan keberadaan

pasar tradisional dengan toko modern. Selain itu juga dapat

mengakomodir kebutuhan yang diinginkan diantara kedua belah

35

35

pihak, sehingga masing-masing dapat mengandung rasa keadilan dan

keberlangsungan yang saling harmonis dan sama-sama saling

menunjang, seperti bantuan permodalan usaha kredit menengah

(UKM) oleh pemerintah kepada para pedagang kecil, penataan tata

ruang lokasi yang nyaman dan terjangkau oleh para pedagang kecil.

B. Saran.1. Dengan semakin banyaknya keberadaan toko modern yang ada di

Kabuptaen Cianjur, maka harus dibuat Peraturan Daerah yang dapat

mengatur tata kelola dan tata permodalan pasar yang sehat dan

sesuai dengan prinsip ekonomi pasar yang ada.

2. Adanya kebijakan dari para petugas dan pengelola pasar untuk lebih

memberikan kebijakan yang adil baik kepada toko modern ataupun

kepada pasar tradisional.

3. Adanya pungutan liar yang ada di pasar-pasar tradisonal atau toko

modern harus ditindak secara tegas karena dapat mengganggu

keberlangsungan pasar yang kurang baik.

36

36

DAFTAR PUSATKA

A. Buku.B. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing, Malang,

2005

Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusional Peraturan Perundang-undanganNasional, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 1994

HAW. Widjaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam RangkaSosialisasi UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005

Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara PraktisMenyusun & Merancang Peraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis& Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju ArtikulasiEmpiris, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, SekretariatJenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006

Surachmin, Asas Dan Prinsip Hukum Serta Penyelenggaraan Negara,Yayasan Gema Yustisia Indonesia, Jakarta

Sri Soemantri, Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Alumni,Bandung, 1971

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rajawali Pers,1984

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajagrapindo Persada,Jakarta 2009

B. Peraturan Perundang-undangan.

Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan KeuanganPemerintah Pusat dan Daerah.

37

37

Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah danRetribusi Daerah.

Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan PeraturanPerundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan PraktekMonopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Keputusan Presiden Nonor. 112 Tahun 2007 Tentang Penataan DanPembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan TokoModern.

Keputusan Menteri Perdagangan No 53 Tahun 2008 Tentang PedomanPenataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat PerbelanjaanDan Toko Modern.

Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor. 02 Tahun 2004Tentang Perijinan dan Pendaftaran Usaha Dibidang Perdagangan.

Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor. 06 Tahun 1999 TentangRetribusi Pasar Jo Peraturan Daerah Nomor. 14 Tahun 2005Tentang Retribusi Pasar.