SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
E. Laut, Pesisir dan Pantai
2.8. Kondisi Laut, Pesisir dan Pantai di Provinsi DKI Jakarta
Kondisi sebagian wilayah DKI Jakarta khususnya di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu yang termasuk
kawasan lindung di wilayah perairan DKI Jakarta antara lain meliputi hutan lindung, cagar alam, suaka
margasatwa dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Penyebarannya meliputi pesisir Teluk
Jakarta, seperti di Muara Angke, Angke Kapuk dan Kamal Muara dan yang berada di Kepulauan Seribu,
seperti P. Rambut, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Dalam kaitan tersebut maka Menteri
Kehutanan melalui Keputusan Nomor 162/Kpts-II/1995 telah menetapkan wilayah Kepulauan Seribu
menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan luas 108.000 Ha yang dikelola oleh Balai
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, tentang Zonasi
Taman Nasional Kepulauan Seribu terdiri dari :
a Zona Inti, diperuntukan bagi upaya pelestarian sumber genetik dan perlindungan proses ekologis.
Zona ini merupakan daerah tertutup bagi segala bentuk eksploitasi, kegiatan pariwisata dan
kegiatan lain, kecuali penelitian. Zona ini terdiri dari :
Zona Inti I terletak pada koordinat 5O24’ – 5O45’ LS dan 106O25’ – 106O40’ BT, luas 1.356,8
Ha yang meliputi P. Gosong Rengat dan perairannya yang diperuntukan bagi perlindungan
penyu sisik (Eretmochelys imbricata).
Zona Inti II terletak pada koordinat 5O27’ – 5O29’ LS dan 106O26’ – 106O28’ BT, luas 2.440,94
Ha yang meliputi :
P. Penjaliran Barat
P. Penjaliran Timur
P. Peteloran Barat
P. Peteloran Timur
Perairan Gosong Penjaliran
Zona Inti III terletak pada koordinat 5O26’36” – 5O29’ LS dan 106O32’ – 106O33’ BT, dengan
luas 613,06 Ha yang meliputi perairan P. Kayu Angin Bira dan P. Belanda yang merupakan
perlindungan ekosistem terumbu karang.
b Zona Perlindungan, merupakan kesatuan dengan Zona Inti I dan II yang merupakan tempat
mencari makan dan berkembang biak bagi penyu sisik. Di zona ini tidak diperkenankan segala
bentuk eksploitasi dan kegiatan yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, kecuali
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
kegiatan observasi, penelitian dan pendidikan. Zona ini terletak pada koordinat 5O26’ – 5O30’24” LS
dan 106O25’30” – 106O37’ BT dan 5O30’54” – 5O33’54” LS dan 106O30’ – 106O33’ BT, dengan luas
13.798,11 Ha yang meliputi pulau dan perairan di sekitar :
P. Jagung
P. Karang Buton
P. Karang Mayang
P. Nyamplung
P. Renggit
P. Sebaru Besar
P. Sebaru Kecil
P. Lipan
P. Kapas P. Bundar
P. Hantu Barat
P. Hantu Timur
P. Yu Barat
P. Yu Timur
P. Satu
P. Kelor Barat
P. Kelor Timur
c Zona Pemanfaatan Intensif, merupakan wilayah yang diperkenankan untuk kegiatan rekreasi alam.
Sebagian besar pulau-pulau di kawasan ini telah dibangun sebagai kawasan permukiman dan
pariwisata bahari. Zona ini terletak pada koordinat 5O30’24” – 5O33’24” LS dan 106O3’ – 106O37’ BT
dan 5O33’54” – 5O37’36” LS dan 106O30’ – 106O37’ BT, dengan luas ± 12.913,84 Ha yang meliputi:
P. Gosong Laga
P. Semut Besar
P. Semut Kecil
P. Gosong Sepa
P. Sepa Barat
P. Sepa Timur
P. Cina
P. Jukung
P. Melinjo
P. Melintang Barat
P. Melintang Timur
P. K. Angin Melintang
P. Perak
P. Petondan Barat
P. Petondan Timur
P. Panjang Besar
P. Panjang Kecil
P. K. Angin Barat
P. Putri Barat
P. Putri Timur
P. Putri Gundul
P. Tongkeng
P. Macan Besar
P. Macan Kecil
P. Bira Besar
P. Bira kecil
P. Genteng Besar
P. Genteng Kecil
P. K. Angin Genteng
d Zona Penyangga, diperuntukan mendukung aktifitas sosial ekonomi dan budaya masyarakat
setempat serta perikanan tangkap tradisional. Zona ini berfungsi menyaring dampak negatif
kegiatan budidaya di dalam maupun luar kawasan. Sebagian besar penduduk Kepulauan Seribu
bermukim di zona ini. Aktifitas penangkapan ikan diperkenankan dengan alat tradisional, seperti
pancing bubu. Zona ini terletak pada koordinat 5O24’ – 5O42’ LS dan 106O25’ – 106O40’ BT dengan
luas ± 75.669,26 Ha meliputi:
P. Dua Barat
P. Dua Timur
P. Karang Baka
P. Bulat
P. Harapan
P. Kaliange Besar
P. Kaliange Kecil
P. Karang Bongkok
P. Karang Pandan
P. Semak Daun
P. Karya
P. Panggang
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
P. Pemagaran
P. Rakit Tiang
P. Kelapa
P. Kotok Besar
P. Kotok Kecil
P. Karang Congkak
P. Pramuka
2.8.1. Luas Tutupan Terumbu Karang
Terumbu Karang Pulau Air Kepulauan Seribu
Terumbu karang terdiri dari endapan kalsium karbonat (CaCO3) hewan karang, alga berkapur dan
beberapa Organisme lain. Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki produktivitas yang tinggi
dan merupakan habitat dengan biota yang beraneka ragam. Terumbu karang berfungsi sebagai tempat
tinggal, penyedia makanan, tempat berlindung dan sebagai tempat asuhan biota laut. Di samping itu
secara fisik berfungsi melindungi pantai dari abrasi, gelombang dan sebagai stabilisator perubahan
morfologi garis pantai.
Pada Tahun 2010 luas tutupan terumbu karang di wilayah DKI Jakarta mencapai 1.067,88 Ha dan
kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi baik
hingga sedang, pada Tahun 2012 luasan terumbu karang mencapai 19.418,19 Ha kondisi terumbu
karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi sedang, pada Tahun
2014 luasan terumbu karang di Provinsi DKI Jakarta sama dengan Tahun 2015 yaitu mencapai
19.624,75 Ha dengan kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan
dalam kondisi sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel SD-19 Data SLHD Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2015.
Persentase penutupan karang hidup hanya berkisar antara 0 – 28,14 persen. Hal ini menunjukkan
dominasi tutupan unsur-unsur abiotik seperti pasir, pecahan karang, serta karang mati telah melampaui
50 persen. Kerusakan terumbu karang sebagian diakibatkan oleh penambangan karang batu untuk
bahan bangunan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia.
Pengamatan yang dilakukan selama kurun waktu 22 tahun mencatat jenis terumbu karang yang
terdapat di Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta mencakup 68 genera dan subgenera dengan 134
spesies. Pengamatan yang dilakukan terakhir dapat memperjelas kondisi terumbu karang di kawasan
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Kepulauan Seribu. Terumbu karang yang teramati berada dalam kondisi baik sebesar 50 persen dan
sedang sebesar 50 persen. Kondisi kehidupan karang yang berada dalam kategori baik hanya terdapat
di beberapa lokasi seperti P. Kayu Angin Bira dan P. Melintang.
Hasil studi distribusi dan kelimpahan ikan karang di 22 pulau di Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta
yang dilakukan pada Tahun 1995 (Suharsono dkk, 1995) menyebutkan bahwa terdapat 166 spesies
ikan dalam 36 famili, dari 22 pulau wilayah studi penelitian ini. Famili ikan karang yang mendominasi dari
mayor spesies didominasi oleh Pomacentridae dan Labridae yang ditemukan di seluruh lokasi
penelitian. Spesies indikator (Chaetodontidae) yang mendominasi dan tersebar luas adalah Chaetodon
octafasciatus, diikuti oleh Chaetodon trifasciatus dan Heniochus accuminatus. Spesies target yang
ditemukan sebanyak 36 jenis dalam 8 famili, dimana 13 jenis tergolong sebagai komoditi penting, yaitu
satu spesies dari Kyposidae, 4 spesies dari Caesionidae, 2 spesies dari Lutjanidae, satu spesies dari
Siganidae dan 5 spesies dari Serranidae.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara kelimpahan ikan karang dengan
penutupan karang hidup. Kesimpulan lain adalah adanya hubungan positif antara kelimpahan ikan
karang dengan jarak dari daratan utama, dimana semakin jauh jarak dari daratan utama, semakin tinggi
kelimpahan jenis ikan karang.
2.8.2. Luas dan Kerusakan Padang Lamun
Padang Lamun di Pulau Panggang Kepulauan Seribu
Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal diperairan dangkal dengan dasar pasir dan
didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alis Matales yang beradaptasi di
air asin.
Kawasan Kepulauan Seribu umumnya ditumbuhi oleh Thallasia, Syrongodium, Thalosodendrum dan
Chimodecea, sedang P. Panggang, P. Karya dan P. Pramuka didominasi oleh Thallasia, selain berbagai
algae seperti Halimeda, Sargassum, Caulerpa, Padina, Turbinaria dan Euchema.Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada Masyarakat ITB, 2008 bahwa
kumpulan padang lamun terbanyak di Kepulauan Seribu terdapat di Utara Pulau Pari yang mempunyai
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
tekstur Pasir 94,63 persen, Debu 1,84 persen dan Liat sebesar 3,54 persen serta selatan pulau Pari
yang mempunyai tekstur Pasir 96,65 persen, Debu 3,04 persen dan Liat sebesar 0,31 persen, dari hasil
penelitian juga disebutkan bahwa luasan padang lamun di pulau tersebut pada Tahun 1999 adalah
sebesar 2.812,50 Ha, pada Tahun 2004 luasan menjadi 2.134,20 Ha, dan pada Tahun 2014 dan pada
Tahun 2015 luasan padang lamun masih tidak berubah yaitu seluas 16.036,78 Ha, apabila
dibandingakan dengan Tahun 2004 terjadi peningkatan sebesar 13.905,58 Ha dalam kurun waktu 11
tahun, lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel SD-20 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015.
2.8.3. Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove
Padang Mangrove Pesisir Teluk Jakarta
Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi
tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi dengan komponen abiotik mangrove seperti
tanah, Oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan salinitas. Secara
fisik, vegetasi mangrove menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai dari abrasi, menahan
angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut dan sebagai perangkap zat pencemar dan
limbah. Secara biologis, vegetasi mangrove berfungsi sebagai daerah asuhan post larva (yuwana),
tempat bertelur, tempat memijah dan tempat mencari makan bagi ikan dan udang. Selain itu, berfungsi
juga sebagai habitat burung air, kelelawar, primata, reptil dan jenis-jenis insekta; serta sebagai penghasil
bahan organik yang merupakan sumber makanan biota; oleh karenanya manjadi penting dalam rantai
makanan pada ekosistem perairan.
Ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta terdapa di daerah hutan wisata Kamal, suaka margasatwa
Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, kemayoran dan sekitar Cilincing – Marunda (Dinas
Kehutanan DKI Jakarta, 1996). Sedang di Kepulauan Seribu, ekosistem ini terbentuk di P. Rambut, P.
Bokor, P. Untung Jawa, P. Lancang, P. Lancang Besar, P. Peteloran Barat, P. Penjaliran Barat dan P.
Penjaliran Timur.
Pengamatan yang dilakukan pada Tahun 1999 menunjukan ekosistem mangrove di pesisir Jakarta
dijumpai penampilan tumbuhan mangrove yang cukup berarti di kawasan bagian Barat, kecuali sekitar
Cilincing dan Marunda intensitas kehadiran tumbuhan mangrove relatif rendah.
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Vegetasi yang tumbuh di kawasan hutan lindung Angke Kapuk, suaka margasatwa Muara Angke dan
hutan wisata Kamal relatif homogen, di dominasi oleh api-api (Avicennia sp), sedangkan bakau
(Rhizopora sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga tumbuhan tersebut tampak
sporadis. Jenis vegetasi yang ada adalah Avicennia marina, A. officinalis, A.alba, Delonix regia,
Sonneratia caseolaris dan Thespesia polpulne pada tingkat pohon; sedangkan Rhizopora mucronata
dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia
marina, A. officinals, A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auriculiformis dan Delonix regia.
Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta didominasi oleh burung pantai
yang jenisnya hampir sama dengan yang terdapat di cagar alam P. Rambut dimana kawasan tersebut
merupakan habitat berbagai jenis burung, khususnya sebagai tempat berlindung, berbiak dan mencari
makan.
Jenis burung yang terdapat pada ekosistem mangrove mangrove adalah Pecuk ular (Anhinga
melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorak), Kuntul putih (Egretta sp), Kuntul kerbau
(Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerca), Blekok (Ardeola speciosa), Belibis (Anas gibberrifrons),
Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp) dan Luwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain
burung adalah Biawak (Varanus salvator), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa
jenis ular.
Luas dan kerapatan tutupan mangrove di DKI Jakarta pada Tahun 2014 sebanyak 376.02 Ha dan
kerapatannya adalah Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo persentase tutupannya adalah
71,00 apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 adalah sebesar 60,00 persen, Hutan Lindung Angke
Kapuk persentase tutupannya pada Tahun 2015 adalah sebesar 75,00 apabila dibandingkan dengan
Tahun 2010 sebesar 70,00 persen, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke pada Tahun
2015 persentase tutupannya adalah sebesar 68,00 persen apabila dibandingkan dengan Tahun 2010
sebesar 65,00 persen, Kebun Bibit Angke Kapuk persentase tutupannya pada Tahun 2015 adalah
sebesar 51,00 persen apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 sebesar 40,00 persen, Cagar Alam
Pulau Bokor persentase tutupannya pada Tahun 2015 adalah sebesar 83,00 persen apabila
dibandingkan dengan Tahun 2010 adalah sebesar 80,00 persen, Suaka Margasatwa Pulau Rambut
persentase tutupannya pada Tahun 2015 adalah sebesar 78,00 persen apabila dibandingkan dengan
Tahun 2010 sebesar 75,00 persen, sedangkan luas tutupan sedangkan luas tutupan mangrove pada
Tahun 2014 adalah sebesar 376,02 Ha yang tersebar di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu
antara lain Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo dengan persentase tutupan 71,00 persen,
Hutan Lindung Angke Kapuk persentase tutupan sebesar 75,00 persen, Kawasan Taman Suaka
Margasatwa Muara Angke persentase tutupan sebesar 68,00 persen, Kebun Bibit Angke Kapuk, Cagar
Alam Pulau Bokor persentase tutupan sebesar 51,00 persen, Suaka Margasatwa Pulau Rambut
persentase tutupan sebesar 78,00 persen, Pulau Penjaliran Timur persentase tutupan sebesar 75,00
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
persen dan Pulau Penjaliran Barat persentase tutupan sebesar 70,00 persen untuk lebih jelasnya
tentang masing-masing luasan dan persentase tutupan serta kerapatannya hutan mangrove di DKI
Jakarta. Untuk lebih jelasnya tentang data luas serta kerapatan tutupan mangrove dapat dilihat pada
Tabel SD-21 Data SLHD Provionsi DKI Jakarta Tahun 2015.
Dari hasil data tersebut diatas terlihat bahwa telah terjadi perubahan yang siknifikan apabila
dibandingkan dengan Tahun 2010 tetapi upaya dalam melestarikan dan meningkatkan hutan Mangrove
di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu terus ditingkatkan diantaranya pemerintah Daerah
Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penanaman dan perawatan juga adanya peran serta masyarakat
baik individu, kelompok maupun perusahaan dalam melindungi dan terus melestarikan hutan Mangrove
terus meningkat, hal ini dapat dilihat pada Tabel UP-2A (T) Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun
2015 tentang Para Pihak/Instansi yang Ikut Serta dalam Penanaman Pohon Penghijauan/Reboisasi di
DKI Jakarta.
Dalam rangka mengatasi kerusakan hutan Mangrove di Provinsi DKI Jakarta, maka pada Tahun 2015
langkah yang dilakukan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta diantaranya :
1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan rehabilitasi Hutan Mangrove di Kawasan Hutan Angke
Kapuk Jakarta Utara, melakukan pembangunan dan penyempurnaan Ekowisata Mangrove dan
penyusunan Master Plant Arboretum Mangrove.
2. Menggiatkan komunitas peduli Mangrove diantaranya Kemangteer Mangrove Jakarta yang telah
rutin melakukan penanaman mangrove secara rutin di Pantai Indah Kapuk sampai Kepulauan
Seribu.
2.8.4. Kualitas Air Laut
Dengan kepadatan penduduk DKI Jakarta pada Tahun 2015 yang rata-rata mencapai 15.211,90
Jiwa/Km2 (Tabel DE-1 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015) dan jumlah penduduk di wilayah
pesisir dan laut sebesar : 534.555 (Tabel DE-3 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015).
Penyebab lain adanya urbanisasi dan bertambahnya penduduk akibat angka kelahiran, serta
banyaknya jumlah rumah tangga miskin yang mencapai 286.075 KK dari seluruh Rumah Tangga di DKI
Jakarta yang mencapai 2.659.205 KK (Tabel SE-1, Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015), serta
permukiman yang masuk kategori kumuh sebanyak 947.298 KK dan yang menempati bantaran sungai
sebanyak 102.395 KK {Tabel SE-1B (T), Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015}, serta beban
pencemaran dari industri skala menengah dan besar di wilayah DKI Jakarta yang menghasilkan limbah
BOD 17.818,18 Ton/Tahun, COD 1.673,14 Ton/Tahun, TSS 7.849 Ton/Tahun dan lainnya 212,35
Ton/Tahun (Tabel SP-1 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015) dan jumlah industri skala
menengah dan besar sebanyak 1.226 industri {Tabel SP-1B (T) Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun
2015} serta jumlah industri skala kecil yang mencapai 34.994 industri {Tabel SP-1D (T) Data SLHD
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015}, maka Teluk Jakarta yang merupakan muara dari 13 sungai besar di
Jakarta mulai dari muara Sungai Cisadane di bagian barat sampai muara Sungai Citarum di bagian
timur menjadikan tempat pembuangan akhir limbah cair yang berasal dari berbagai tempat usaha dan
permukiman.
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan :
Dalam kaitan tersebut maka BPLHD Provinsi DKI Jakarta pada Tahun 2015 secara rutin telah
melakukan pemantauan kualitas perairan di Teluk Jakarta sebagai informasi untuk semua pihak tentang
pentingnya penanganan teluk sebagai upaya bersama dalam mengurangi pencemaran di wilayah DKI
Jakarta. Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pencemaran wilayah perairan di teluk Jakarta
agar dapat dilakukanya mitigasi pencemaran perairan berkepanjangan. Dengan adanya kegiatan ini
diharapkan kualitas perairan di Teluk Jakarta dapat terpantau dimana informasi yang diperoleh dapat
digunakan sebagai landasan langkah-langkah pencegahan pencemaran dan penanggulangan
pencemaran perairan di Teluk Jakarta.
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Pemantauan kualitas teluk di Provinsi DKI Jakarta pada Tahun 2015 dilakukan pada 45 titik di perairan
dan muara teluk Jakarta, dimana terdiri dari 23 titik muara dan 22 titik air laut. Sampel yang di uji berasal
dari muara dan laut lepas dengan dua jenis sampel masing-masing berupa sampel air laut dan sedimen
laut. Lokasi pemantauan teluk diatas, dapat dilihat peta lokasi dari google earth seperti pada Gambar
pada lampiran Buku Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015.
Pemantauan kualitas teluk dan muara untuk sampel air meliputi parameter pH, TSS (Total Suspended
Solid), BOD (Biochemical Oxygen Demand), Nitrat, dan Coliform total, sedangkan untuk sampel
sedimen parameter yang diukur adalah indeks keragaman, indeks dominasi, serta jumlah jenis biota
sedimen didalamnya (bentos, echinodermata, crustaceae, dan bivalvia). Tentang gambaran hasil
pemantauan Teluk Jakarta dapat dilihat pada narasi dibawah ini :
2.8.4.1. Parameter pH
GRAFIK : II.117.
PARAMETER PH AIR LAUT
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Kualitas air laut berdasarkan parameter pH memiliki hasil yang bervariasi. Nilai pH normal berkisar
diantara 6,5-8,5. Nilai pH pada hasil pengukuran tertinggi terdapat pada titik C3 dengan nilai sebesar
8,45 sedangkan titik dengan nilai pH terendah terdapat pada titik A4 dengan nilai sebesar 7,95.
0
2
4
6
8
10
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6
Nil
ai pH
Titik Sampel
Ph Baku Mutu Baku Mutu
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
2.8.4.2. Parameter TSS
GRAFIK : II.118.
PARAMETER TSS AIR LAUT
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Kualitas air laut berdasarkan parameter TSS memiliki hasil yang cukup baik. Seluruh sampel memenuhi
baku mutu dengan nilai 80 mg/L. Nilai tertinggi terdapat pada titik B5 dengan konsentrasi TSS sebesar
37 mg/L sedangkan konsentrasi terendah terdapat pada titik A4 dengan konsentrasi TSS sebesar 7
mg/L.
2.8.4.3. Parameter BOD
GRAFIK : II.119.
PARAMETER BOD AIR LAUT
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6
m/gL
Titik Sampel
TSS Baku Mutu
0
5
10
15
20
25
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6
m/gL
Titik Sampel
BOD 5 Baku Mutu
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Kualitas air laut berdasarkan parameter BOD memiliki hasil yang cukup baik. Seluruh sampel memenuhi
baku mutu dengan nilai dibawah 20mg/L. Nilai tertinggi terdapat pada titik pantau D5 yaitu sebesar 5
mg/L sedangkan konsentrasi terendah memiliki konsentrasi kurang dari 2 mg/L pada titik selain titik C6,
D5, dan D6.
2.8.4.4. Parameter Nitrat
GRAFIK : II.120.
PARAMETER NITRAT AIR LAUT
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Kualitas air laut berdasarkan parameter Nitrat memiliki hasil yang bervariasi. Beberapa sampel
melampaui baku mutu yaitu sebesar 0,008 mg/L. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada titik C2 dengan
nilai sebesar 0,385 mg/L sedangkan beberapa titik memiliki nilai Nitrat kurang dari 0,005 yaitu pada
lokasi B4, A4,.A2, A1, B3, dan C3.
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
0,09
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6
m/gL
Titik Sampel
Nitrate, NO3-N Baku Mutu
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
2.8.4.5. Parameter Coliform Total
GRAFIK : II.121.
PARAMETER COLIFORM TOTAL AIR LAUT
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Kualitas air laut berdasarkan sampel total bakteri koli memiliki hasil yang cukup baik. Ada beberapa titik
yang tidak terukur jumlah bakterinya, diantaranya adalah titik C6, D6, C4, C5, B5, B5, A5, A6, A7, B7,
B6, B2, A1, A4, dan B4. Nilai tertinggi total coliform terdapat pada titik C2 yaitu sebesar 41 bakteri per
100mL sedangkan nilai terendah terdapat pada titik D5 yaitu sebesar 2 per 100 mL. Baku mutu untuk
total coliform adalah sebesar 1000 bakteri per 100 mL.
0
200
400
600
800
1000
1200
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6
MP
N/100m
l
Titik Sampel
Total Colifrom Baku Mutu
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
2.8.5. Pemantauan Kualitas Sedimen Laut
2.8.5.1. Jenis Biota
GRAFIK : II.122.
JENIS BIOTA SEDIMEN LAUT
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Jenis biota yang terdapat dalam sedimen laut bervariasi antara 1-10 jenis per titik. Titik tertinggi dengan
jenis biota terbanyak adalah titik C2. Titik D6, D5, dan C3 tidak terdapat data mengenai jumlah biota.
2.8.5.2. Indeks Keanekaragaman
GRAFIK : II.123.
INDEKS KEANEKARAGAMAN SEDIMEN LAUT
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
0
2
4
6
8
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5
Axis
Tit
le
Titik Sampel
Total Taxa (s)
Total Taxa (s)
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5
Axis
Tit
le
Titik Sampel
Diversity Index
Diversity Index
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Indeks keanekaragaman sedimen laut bervariasi antara 0-2,52 dengan indeks tertinggi terletak pada
titik B7. Indeks Keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati biota yang
diteliti. Pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan
tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada. Umumnya, jenis perhitungan Indeks
Keanekaragaman untuk plankton digunakan rumus Simpson, dan untuk benthos adalah rumus
Shannon & Wiener. Faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan
dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia
dan organik, serta perubahan iklim (Widodo, 1997).
2.8.5.3. Indeks Dominasi
GRAFIK : II.124.
INDEKS DOMINASI SEDIMEN LAUT
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Indeks dominasi memiliki nilai diantara 0-1 dengan nilai maksimal yaitu sebesar 1 terletak pada titik C5.
Indeks dominasi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis biota yang mendominasi pada
suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh Simpson yaitu (Ludwig dan
Reynold, 1988).
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5
Axis
Tit
le
Titik Sampel
Dominance Index
Dominance Index
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
2.8.6. Pemantauan Kualitas Air Muara
2.8.6.1. Parameter pH
GRAFIK : II.125.
PARAMETER PH AIR MUARA
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Kualitas air muara berdasarkan parameter pH memiliki hasil yang bervariasi. Hanya ada satu sampel
yang menyimpang dari baku mutu, yaitu sampel Cakung Pasang dengan nilai pH 8,51, menyimpang
sedikit dari range baku mutu pH yang berkisar dari 6,5 -8,50 sedangkan nilai pH terendah terdapat pada
Muara Angke Pasang yaitu sebesar 7,84.
2.8.6.2. Parameter TSS
GRAFIK : II.126.
PARAMETER TSS AIR MUARA
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Kualitas air muara berdasarkan parameter TSS memiliki hasil yang cukup baik. Seluruh sampel
memenuhi baku mutu dengan nilai 80 mg/L. Nilai tertinggi terdapat pada titik pantau Cakung saat
pasang dengan konsentrasi TSS sebesar 51 mg/L sedangkan konsentrasi terendah terdapat pada titik
Ancol saat pasang dan teluk Jakarta dengan konsentrasi TSS sebesar 4 mg/L.
2.8.6.3. Parameter BOD
GRAFIK : II.127.
PARAMETER BOD AIR MUARA
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Kualitas air muara berdasarkan parameter BOD memiliki hasil yang cukup baik. Seluruh sampel
memenuhi baku mutu dengan nilai dibawah 20 mg/L. Nilai tertinggi terdapat pada titik pantau Rumah
Pompa Pluit Surut yaitu sebesar 8 mg/L sedangkan konsentrasi terendah memiliki konsentrasi kurang
dari 2 mg/L yaitu pada titik Muuuara Kamal Surut, Rumah Pompa Puit Pasang, Teluk Jakarta, serta
Gembong Surut.
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
2.8.6.4. Parameter Nitrat
GRAFIK : II.128.
PARAMETER NITRAT AIR MUARA
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Kualitas air muara berdasarkan parameter Nitrat memiliki hasil yang bervariasi. Beberapa sampel
melampaui baku mutu yaitu sebesar 0,008 mg/L. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada Cengkareng
drain saat surut dengan nilai sebesar 0,385 mg/L sedangkan beberapa titik memiliki nilai Nitrat kurang
dari 0,005 yaitu pada lokasi Marunda Surut, Teluk Jakarta, Rumah Pompa Pluit Pasang, Muara Karang
Pasang, Muara Angke Pasang, Cengkareng Drain Pasang, serta Muara Kamal Pasang.
2.8.6.5. Parameter Coliform Total
GRAFIK : II.129.
PARAMETER COLIFORM TOTAL
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Kualitas air muara berdasarkan sampel total bakteri koli memiliki hasil yang bervariasi. Ada beberapa
titik yang tidak terukur jumlah bakterinya, diantaranya adalah lokasi Ancol Surut, Muara Karang Surut,
Rumah Pompa Pluit Surut, Muala Kamal Pasang, Muara Karang Pasang, Rumah Pompa Pluit Pasang,
Teluk Jakarta, Gembong Surut, Marunda Pasang, Cakung Pasang, serta Ancol Pasang. Nilai tertinggi
total coliform terdapat pada sunter pasang yaitu sebesar >1600 bakteri per 100mL sedangkan nilai
terendah terdapat pada gembong pasang yaitu sebesar 2 per 100 mL. Baku mutu untuk total coliform
adalah sebesar 1000 bakteri per 100mL.
2.8.7. Pemantauan Kualitas Sedimen Muara
2.8.7.1. Jenis Biota
GRAFIK : II.130.
JENIS BIOTA SEDIMEN MUARA
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Jenis biota yang terdapat dalam sedimen muara bervariasi antara 1-6 jenis per titik. Titik tertinggi dengan
jenis biota terbanyak adalah titik Cengkareng Drain Pasang, sedangkan ada titik yang tidak terdapat
biota, diantaranya adalah Sunter Pasang, Marunda Pasang, serta Rumah Pompa Pluit Surut.
2.8.7.2. Indeks Keanekaragaman
GRAFIK : II.131.
INDEKS KEANEKARAGAMAN SEDIMEN MUARA
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Indeks keankaragaman sedimen muara bernilai dari 0-1,93. Titik dengan keanekaragaman tertinggi
adalah pada titik Muara Angke Pasang. Indeks Keanekaragaman digunakan untuk mengetahui
keanekaragaman hayati biota yang diteliti. Pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas
diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada. Umumnya,
jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman untuk plankton digunakan rumus Simpson, dan untuk
benthos adalah rumus Shannon & Wiener. Faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme,
keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian
lahan, pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim (Widodo, 1997).
2.8.7.3. Indeks Dominasi
GRAFIK : II.132.
INDEKS DOMINASI SEDIMEN MUARA
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Keterangan : Hasil Perhitungan, 2015
Indeks dominansi berkisar diantara 0,31-1 dengan nilai indeks dominansi tertinggi berada pada titik
muara Karang Surut. Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis biota
yang mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh
Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988). Dari identifikasi kualitas air muara dan air laut dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kualitas muara berdasarkan parameter biologi, yaitu total coliform berkisar diantara 2-1600 bakteri
per 100 mL.
2. Kualitas muara berdasarkan parameter fisik, yaitu pH dan TSS berkisar antara 7,84-8,51 untuk pH
dan berkisar antara 4-51 mg/L untuk TSS.
3. Kualitas muara berdasarkan parameter kimia, yaitu nitrat dan BOD memiliki nilai berkisar antara
0,005-0,385 mg/L untuk nitrat dan 2-8 mg/L untuk BOD.
4. Jumlah biota pada sedimen muara berkisar diantara 1-6.
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
5. Indeks diversitas atau keanekaragaman sedimen muara berkisar antara 0-1,93
6. Indeks dominansi sedimen muara berkisar antara 0,31-1
7. Kualitas air laut berdasarkan parameter biologi yaitu total coliform berkisar antara 2-8 bakteri per
100 mL.
8. Kualitas air laut berdasarkan parameter fisik, yaitu pH dan TSS berkisar antara 7,95-8,45 untuk pH
dan berkisar antara 7-37 mg/L untuk TSS.
9. Kualitas air laut berdasarkan parameter kimia, yaitu nitrat dan BOD memiliki nilai berkisar antara
0,005-0,077 mg/L untuk nitrat dan 2-20 mg/L untuk BOD.
10. Jumlah biota pada sedimen laut berkisar diantara 1-10.
11. Indeks diversitas atau keanekaragaman sedimen laut berkisar antara 0-2,52
12. Indeks dominansi sedimen laut berkisar antara 0,-1
Bila dilihat dari data tersebut diatas apabila dibandingkan dengan Tahun 2014 maka persentase index
keragaman tercemar sangat ringan pada Tahun 2014 adalah 4 persen sedangkan pada Tahun 2015
sebesar 0 persen, sedangkan tercemar ringan untuk Tahun 2014 sebesar 10 persen dan Tahun 2015
sebesar 4 persen, sedang persentase tercemar sedang Tahun 2014 adalah sebesar 48 persen dan
pada Tahun 2015 sebesar 36 persen, untuk tercemar berat pada Tahun 2014 adalah sebesar 39 persen
dan Tahun 2015 adalah sebesar 60 persen. Dari gambaran tersebut datas apabila dibandingkan
dengan Tahun 2014 kualitas air laut berdasarkan index pencemaran mengalami penurunan kualitas
pada Tahun 2015, karena kondisi air laut mempunyai korelasi yang positif terhadap kondisi sungai.
Dalam kaitan tersebut untuk mengurangi beban pencemaran di perairan Teluk Jakarta, dimana sumber
pencemaran Teluk Jakarta selain berasal dari limbah buangan dari kapal yang berlabuh juga karena
aliran dari sungai yang sudah mulai tersemar di DKI Jakarta, ataupun limbah dari industri maka program
yang telah dilaksanakan diantaranya adalah :
1. Dalam rangka mengurangi jumlah sampah yang mengalir ke Teluk Jakarta, maka Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pemasangan perangkap sampah di semua sungai yang
mengalir ke Teluk Jakarta.
2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah DKI Jakarta telah mulai menata Sungai Ciliwung dan daerah
aliran sungainya Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan resettlement solution framework, yaitu
program relokasi warga bantaran dengan dasar studi sosiologi, lingkungan dan berbagai faktor lain,
saat ini yang akan menjadi titik perhatian adalah yang tinggal di Bantaran Sungai Ciliwung, Sekitar
Manggarai, Bukit Duri dan Kampung Melayu.
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
3. Dalam mendukung program pemerintah Republik Indonesia dalam menindaklanjuti
penandatanganan nota kesepahamaan antara Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
dengan Kementerian Lingkungan Hidup Korea Selatan pada tanggal 3 Desember 2012, dimana
Sungai Ciliwung adalah satu dari 13 Sungai yang akan dilakukan Restorasi sungai di seluruh
Indonesia, maka pemerintah DKI Jakarta akan melakukan pembangunan fasilitas pengolahan
limbah domestik, pembangunan pusat pendidikan dan penyediaan fasilitas ramah lingkungan.
Proyek tersebut merupakan kerjasama dengan Korea Envinronmental Industry and Technology
Institute (KEITI) dan The Korea International Cooperation Agency (Koici) dilakukan sebagai titik awal
penyelamatan Sungai Ciliwung.
4. Pemerintah DKI Jakarta memprioritaskan 3 sungai di Jakarta untuk dilakukan normalisai yaitu Kali
Pesanggrahan, Kali Angke dan Kali Sunter dimana permukiman pada sekitar sungai tersebut mulai
Tahun 2013 sudah dilaksanakan pembebasan tanah untuk pelaksanaan normalisasi sungai
tersebut. Dengan adanya normalisasi ketiga sungai tersebut diharapkan selain mengurangi beban
pencemaran akibat adanya pembuangan limbah domestik oleh warga sekitar, diharapkan juga
dapat mengurangi jumlah genangan banjir antara 8 – 12 titik banjir di wilayah DKI Jakarta.
5. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan perbaikan sanitasi dan pengelolaan limbah domestik
oleh masyarakat atau yang biasa disebut dengan SANIMAS (Sanitasi oleh Mayarakat) yang
menempati areal Asrama Karyawan Dinas Kebersihan Kota Jakarta Selatan dengan luas wilayah
3 Ha yang terdiri dari 14 barak, 194 rumah, 230 KK dan 913 jiwa, dimana wilayah tersebut terdiri
dari 7 RT. Hal ini dilakukan sebagai upaya percontohan agar warga yang akan melakukan
pembuangan limbah ke badan air melakukan pengolahan terlebih dahulu, hal ini sesuai dengan
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik
disebutkan bahwa bangunan instansional maupun non-instansional harus mengolah limbah
domestik sebelum dibuang ke badan air atau ke sungai.
6. Pemerintah DKI Jakarta telah mengalokasikan anggaran untuk pembelian sebanyak 10 kapal
pengangkut sampah, untuk pembersihan sampah di laut yang berasal dari buangan sampah kapal,
maupun sampah kiriman dari Provinsi lain yang terbawa arus laut.
Top Related