SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PEER EDUCATION
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PMS
(PREMENSTRUAL SYNDROME)PADA SISWI KELAS 7
DI SMPN 1 JIWAN MADIUN
Oleh :
DINDA NIDA ANKHOFIYYA
NIM. 201302020
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
i
SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PEER EDUCATION
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PMS
(PREMENSTRUAL SYNDROME)PADA SISWI KELAS 7
DI SMPN 1 JIWAN MADIUN
Diajukan untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan dalam Mencapai Gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
DINDA NIDA ANKHOFIYYA
NIM : 201302020
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
Bismillahirohmannirohim….
Puji syukur Alhamdulillah senantiasa ku panjatkan kepada Allah SWT
atas karunia Nya yang begitu besar yang telah memberikan kemudahan,
kelancaran dan kekuatan yang luar biasa kepada saya. Semoga keberhasilan ini
menjadi satu langkah awal bagi saya untuk dapat meraih cita-cita saya.
Ku Persembahan karya kecil ku ini yang kubuat sepenuh hati, sekuat
tenaga dan pikiran ku ini untuk kedua orang tuaku yang selalu memberikan
semangat, motivasi, dan doa yang dipanjantkan setiap sujud nya untuk
menjadikan saya orang yang suskes. Saya yakin bahwa keberhasilan yang saya
raih ini tidak lepas dari doa kedua orang tua saya. Ya Allah Ya Rahman terima
kasih telah engkau beri aku tempat terindah di dunia ini yakni Kau anugerahi ku
sosok malaikat dalam dunia nyataku.
Untuk adikku yang pertama M.Farid Wajdi terima kasih telah memberikan
dukungan dan motivasinya.
Untuk adikku yang kedua Syahra Aulia Rahma terima kasih juga atas doa
dan dukungan nya.
Untuk Bapak Hariyadi S.Kp.M.Pd dan Dian Anisia W,S.Kep.,Ners terima kasih
telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan proposal dan
skripsi dengan penuh sabar dan ketelatenan. Semoga Allah memberikan balasan
atas kebaikan yang telah diberikan.
v
Untuk semua dosen STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun terima kasih
yang telah mendidik dan membimbing ku selama ini. Semoga Allah membalas
semua kebaikan dan ilmu yang telah di berikan.
Untuk Anindya Galih Utami, Sri Sistari Wahyu Ningsih, An’amNofi, Lina
Fitriana, Mega Intan, dan Ranti Rosita terima kasih kalian telah menjadi partner
yang baik di perjalanan masa kuliah saya dan terima kasih telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Untuk teman-teman satu almamater dan seperjuangan ku kita belum
selesai sampai disini. Mari kita lanjutkan dengan membuktikan bahwa kita
mampu menjadi perawat yang professional dan bisa diandalkan agar dapat
mengahrumkan nama STIKES Bahkti Husada Mulia Madiun.
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dinda Nida Ankhofiyya
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Semarang, 22 April 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kapten Saputra No. 43 Madiun
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : TK R.A Masyitoh (2000)
MI Islamiyah (2001-2007)
SMPN 2 Madiun (2007-2010)
SMAN 5 Madiun (2010-2013)
Riwayat Pekerjaan : Belum pernah bekerja
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas terselesainya
Skripsi “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap Tingkat
Kecemasan Menghadapi PMS (Pre Menstrual Syndrome) Pada Siswi Kelas 7
SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun” dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Keperawatan di Program
Studi Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Peneliti menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam rangka kegiatan
penyusunan skripsi ini tidak akan terlaksana seperti yang diharapkan tanpa
bantuan dari pihak-pihak yang terkait yang telah memberikan banyak bimbingan,
arahan, dan motivasi kepada peneliti. Untukitu, dalam kesempatan ini peneliti
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Zaenal Abidin, S.KM., M. Kes. (Epid) selaku ketua STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun
2. Mega Arianti P.,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang telah memberikan kesempatan
dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program
Studi Keperawatan
3. Hariyadi S.Kp.M.Pd selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu,
tenaga, pikiran, dan ilmunya untuk membimbing peneliti dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Dian Anisia W,S.Kep,Ns.M.Kep, selaku pembimbing II yang telah
memberikan peneliti arahan dan bimbingan kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
ix
5. Drs.Didik Utomo,M.Pd selaku kepala sekolah SMPN 1 Jiwan Madiun yang
telah memberikan kepercayaan dan kesediaanya untuk melakukan penelitian
di sekolah tanpa adanya hambatan yang berarti.
6. Adik-adik terkasih kelas 7 SMPN 1 Jiwan yang telah membantu dan bersedia
menjadi responden penelitian ini.
7. Keluarga yang telah memberikan dukungan, bantuan, motivasi, dan nasihat
yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman peneliti yang telah mendukung, membantu dan menjadi tim
sukses peneliti dalam penelitian ini.
9. Semua pihak terkait yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu atas
bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan imbalan dan berkat melimpah atas budi
baik dan ketulusan yang telah diberikan selama ini padapeneliti.
Peneliti menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga diharapkan ada nya kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan penelitian ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan kita semua.
Madiun, 4 Agustus 2017
Dinda Nida Ankhofiyya
NIM.201302020
x
ABSTRAK
Dinda Nida Ankhofiyya
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PEER EDUCATION
TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI PREMENSTRUAL
SYANDROME PADA SISWA KELAS 7 DI SMPN I JIWAN MADIUN
130 halaman + 8 tabel + 3 gambar + lampiran
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai adanya perubahan emosi,
fisik, dan psikis. Pada remaja perempuan, salah satu tanda menginjak masa remaja
adalah dengan adanya menstruasi. Gangguan yang menyertai menstruasi adalah
Premenstrual Syndrome. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pendidikan kesehatan peer education terhadap tingkat kecemasan
menghadapi Premenstrual Syndrome Pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan
Madiun.
Desain dari penelitian ini adalah pre ekperimental one group pre test-post
test. Populasi dari penelitian ini adalah sebesar 27 siswi yang mengalami
kecemasan Premenstrual Syndrome. Uji statistik menggunakan Uji Wilcoxon Sign
Rank Test. Pengambilan sample menggunakan purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kecemasan menghadapi
Premenstrual Syndrome sebelum diberikan pendidikan kesehatan Peer Education
(pre test) tergolong berat 63%. Tingkat kecemasan setelah diberikan pendidikan
Peer Education (post test) adalah ringan 51,9%. Hasil yang dapat diketahui bahwa
ada perubahan tingkat kecemasan sebelum diberikan dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan Peer Education.
Hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test dan dapat
diketahui bahwa nilai Asymp. Sig (0,000 = 0 %) < α = 5%, yang berarti h0
ditolakdan ha diterima yang artinya ada pengaruh pendidikan kesehatan Peer
Education terhadap tingkat kecemasan menghadapi Premenstrual Syndrome pada
siswi kelas 7 di SMPN 1 jiwan madiun
Pendidikan kesehatan Peer Education dapat menurunkan tingkat
kecemasan Premenstrual Syndrome pada remaja yang akan mengalami menstruasi
Kata kunci : Pendidikan Kesehatan, Peer Education, Kecemasan, PMS
Premenstrual Syndrome.
xi
ABSTRACT
INFLUENCE OF HEALTH EDUCATION OF PEER EDUCATION TO
DREAD FACE LEVEL OF PREMENSTRUAL SYNDROME AT CLASS 7
SCHOOLGIRL STUDENT IN JUNIOR HIGH SCHOOL 1 OF JIWAN
MADIUN
Dinda Nida Ankhofiyya
201302020
130 Pages, 8 tables, 3 Pictures and Enclosures
Teen-Age is a period of transition marked by the existence of emotion
change, physical, and is psychical. At is adolescent woman, one of sign step on
teen-age with existence of menstruation. Problem that accompanied menstruate is
Premenstrual Syndrome. Aim of this research is to know influence of health
education of peer education to anxiety level face of Premenstrual Syndrome
(PMS) at Class 7 schoolgirl student in Junior High School 1 of Jiwan Madiun.
Design of this research post test - pre test experimental one group .
Population of this research is count to 27 schoolgirl student who anxiety of
Premenstrual Syndrome (PMS). Statistical Test use test of Wilcoxon Sign Rank
Test. Intake of sampel use purposive sampling.
Result of research show anxiety level face of Premenstrual Syndrome
(PMS) before given health education of peer education test (pre test) pertained
heavy anxiety 63%. Anxiety level after given education of health of peer of
education ( post test) pertained light anxiety 51,9%. Result of able to know that
there is degradation of anxiety level before and after given health education of
peer education .
Result of statistical test use Wilcoxon Sign Rank Test and can know that
value of Asymp. Sig ( 0,000 = 0 = 5%, meaning h0 refused and ha accepted with
the meaning there was influence of education of health of peer of education to
anxiety level face Premenstrual Syndrome at class 7 schoolgirl student at Junior
High School Jiwan Madiun.
Education health of peer education can degrade anxiety level of
Premenstrual Syndrome at adolescent to experience of menstruate.
Keyword : Health Education, Peer Education, Anxiety, Premenstrual
Syndrome
xii
DAFTAR ISI
Sampul Dalam .................................................................................................... i
Lembar Persetujuan ............................................................................................ ii
Lembar Pengesahan ........................................................................................... iii
Lembar Persembahan .......................................................................................... iv
Lembar Pernyataan Keaslian Penelitian ............................................................. vi
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ vii
Kata Pengantar ................................................................................................... viii
Abstrak ............................................................................................................... x
Abstract .............................................................................................................. xi
Daftar Isi ............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ........................................................................................................ xiv
Daftar Gambar .................................................................................................... xv
Daftar Lampiran ................................................................................................. xvi
Daftar Singkatan ................................................................................................. xvii
Daftar Istilah .................................................................................................... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
1.5 Keaslian Penelitian ..................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Kesehatan ................................................................ 10
2.2 Peer Education ........................................................................... 23
2.3 PMS (Pre Menstrual Syndrome) ................................................ 30
2.4 Kecemasan .................................................................................. 37
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ................................................................. 50
3.2 Hipotesa ...................................................................................... 52
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ........................................................................ 44
4.2 Populasi dan Sampel ................................................................... 45
xiii
4.3 Tehnik Sampling ........................................................................ 47
4.4 Kerangka Kerja ............................................................................ 48
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................ 49
4.6 Instrumen Penelitian ................................................................... 51
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 52
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 53
4.9 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 53
4.10 Pengolahan Data ......................................................................... 54
4.11 Tehnik Analisa Data ................................................................... 56
4.12 Etika Penelitian ........................................................................... 58
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ........................................... 60
5.2 Karakteristik Responden ............................................................ 61
5.3 Hasil Penelitian ........................................................................... 63
5.4 Pembahasan ................................................................................ 66
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 74
6.2 Saran ........................................................................................... 74
Daftar Pustaka .................................................................................................... 84
Lampiran-Lampiran ............................................................................................ 88
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................... 8
Tabel 4.1 Definisi Operasional Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer
Education Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi PMS
(Pre Menstrual Syndrome) ...................................................... 59
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia .............. 71
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Saat Pertama
Kali Haid ................................................................................. 71
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Haid ................. 72
Tabel 5.4 Hasil Penelitian Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Menghadapi Premenstrual Syndrome Sebelum
Mendapatkan Pendidikan Kesehatan Peer Education Pada
Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan Madiun ............................... 72
Tabel 5.5 Hasil Penelitian Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Menghadapi Premenstrual Syndrome Sesudah
Mendapatkan Pendidikan Kesehatan Peer Education Pada
Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan Madiun ............................... 73
Tabel 5.6 Analisa Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education
Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual
Syndrome Pada Siswi Kelas 7 Di SPMN 1 Jiwan Madiun ..... 74
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer
Education Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi
PMS (Pre Menstrual Syndrome) ........................................... 50
Gambar 4.1 Skema Desain Penelitian ...................................................... 54
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian .................................................... 57
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pencarian Data Awal ...................................................... 88
Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai Penelitian ........................................ 89
Lampiran 3 Lembar Penjelasan Penelitian .................................................. 90
Lampiran 4 Surat Permohonan Menjadi Responden .................................. 91
Lampiran 5 Surat Persetujuan Menjadi Responden .................................... 92
Lampiran 6 Kisi-kisi Kuesioner .................................................................. 93
Lampiran 7 SAP Peer Education ................................................................ 94
Lampiran 8 SOP Peer Education ................................................................. 99
Lampiran 9 Kuesioner .................................................................................. 100
Lampiran 10 Tabulasi Data Responden ........................................................ 105
Lampiran 11 Data Distribusi Frekuensi Responden ..................................... 107
Lampiran 12 Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test .......................................... 108
Lampiran 13 Foto Dokumentasi ................................................................... 109
xvii
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome
AVA : Audio Visual Aid
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
HARS : Hamilton Anxiety Rating Scale
HIV : Human Immuno Deficiency Virus
KIE : Komunikasi, Informasi, Edukasi
KRR : Kesehatan Reproduksi Remaja
PIK : Perkampungan Industri Kecil
PMDD : Premenstrual Dysphoric Disorder
UNAIDS : United Nations Programme on HIV/AIDS
UNFPA : United Nations fund for Population Activities
PMS : Pre Menstrual Syndrome
xviii
DAFTAR ISTILAH
Anxietas : Cemas
Bill Board : Papanspanduk
Booklet : Media untuk menyampaikan pesan melalui
tulisan dan gambar
Brain Storming : Curah pendapat
Buzz Group : Kelompok kecil-kecil
Craving : Mengidamkan sesuatu
Community Based : Berbasis Komunitas
Culturally Appropripate : Cocok secara budaya
Disability Limitation : Pembatasan kecacatan
Depression : Depresi
Five levels of prevention : Lima tingkat pencegahan
Flip chart : Lembar balik
Flyer : Selembaran
General and Specific Protection : Perlindungan umum dan khusus
Guidance and Counseling : Bimbingan dan penyuluhan
Health Promotion : Peningkatan kesehatan
Heterozigot : Dua telur
Interview : Wawancara
Leaflet : Lembaran yang dilipat
Menarche : Menstruasi pertama pada anak perempuan
Monozigot : Satu sel
Mood : Keinginan
Peer Education : Pendidikan sebaya
Planning : Merencanakan sesuatu untuk mencapai
suatu tujuan
Pre Menstrual Dysporic Disorder : Bentuk lebih berat dari pre menstrual
syndrome
xix
Pre Menstrual Syndrome : Gangguan siklus yang terjadi pada wanita
sebelum menstruasi
Public Speaking : Ceramah umum
Rehabilitation : Sebuah kegiatan ataupun proses untuk
membantu para penderita yang mempunyai
penyakit serius yang memerlukan
pengobatan medis untuk mencapai
kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
yang maksimal.
Role play : Memainkan peranan
Simulation game : Permainan simulasi
Snow Bolling : Bola salju
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja atau masa adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang
dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi
dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik,
mental, emosional, dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa
kehidupan (Moersintowarti, 2002). Pada saat itu mereka tidak hanya tumbuh
menjadi lebih tinggi dan lebih besar, tetapi juga terjadi perubahan-perubahan di
dalam tubuh yang memungkinkan untuk bereproduksi. ada masa remaja terjadi
perubahan fisikyang cepat, termasuk pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ
seksual)untuk mencapai kematangan, sehingga mampu melangsungkan
fungsireproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda primer
pada remaja putri seperti mentruasi/menarche dan tanda sekunder yaitu: pinggul
melebar, pertumbuhan rahim, payudara membesar dan tumbuhnya rambut di
ketiak dan sekitar kemaluan (Hurlock, 2011).
Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada remaja putri adalah tentang
menstruasi yang pertama kali, biasanya umur 10-16 tahun. Saat menstruasi datang
pertama kali tersebut dinamakan dengan Menarche. Banyak wanita mengalami
ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari sebelum menstruasi datang. Kira-kira
setengah hari dari seluruh wanita menderita akibat dismenore atau menstruasi
yang menyakitkan. Hal ini khususnya sering terjadi awal-awal masa dewasa.
2
Dalam bentuk yang paling berat, sering melibatkan depresi dan kemarahan,
kondisi ini dikenal sebagai gejala datang bulan atau Premenstrual Syndrome
(Yudi, 2008). Sindroma Pramenstruasi merupakan kondisi medis umum yang
mempengaruhi hubungan wanita, aktivitas sosial, produktivitas kerja, dan kualitas
hidup. Berbagai gejala emosional yang paling umum dialami wanita saat pra-haid
timbul suatu kecemasan ketika menghadapi Premenstrual Syndrome. Gejala yang
sering dikeluhkan remaja adalah gejala emosional seperti mudah tersinggung,
depresi, mudah marah, cemas atau tegang, perubahan suasana hati, sedangkan
gejala fisik adalah payudara tegang, perut kembung, sakit kepala dan mudah lelah
(Qiao et al., 2012). Berbagai gejala emosional yang paling umum dialami wanita
saat PMS salah satunya timbul suatu kecemasan ketika menghadapi Premenstrual
Syndrome.
Kecemasan dalam menghadapi Premenstrual Syndrome adalah suatu
keadaan menjelang menstruasi yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang
disertai dengan tanda somatik yaitu terjadinya hiperaktifitas sistem saraf otonom.
Remaja yang mengalami pubertas akan lebih cepat murung, khawatir, cemas,
marah dan menangis hanya karena hasutan yang sangat kecil (Ganong, 2012). Hal
ini berpengaruh terhadap aktifitas sehari-hari menjadi terganggu, misalnya pada
saat menjelang menstruasi menjadi malas masuk sekolah (absen meningkat)
sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi menurun.
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 sekitar
seperlima dari penduduk dunia adalah remaja dengan rentang usia 10-19 tahun.
Sekitar Sembilan ratus juta remaja tersebut tinggal di negara berkembang.
3
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 jumlah remaja di Indonesia
mencapai 36 juta jiwa dan 55% diantaranya adalah remaja perempuan. Kelompok
usia 10-19 tahun adalah 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1%
remaja perempuan. Sedangkan jumlah remaja berusia 10 hingga 24 tahun sudah
mencapai sekitar 64 juta atau 27,6% dari total penduduk Indonesia. Angka
kejadian kecemasan akibat dari sindrom pramenstruasi cukup tinggi, yaitu sekitar
20% dari populasi dunia dan sebanyak 48% dialami oleh wanita usia subur
(Yunghui, 2011). Berdasarkan data dari Divisi Imunoendokrinologi Reproduksi
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSCM, sebanyak 48% timbul suatu kecemasan menghadapi Premenstrual
Syndrome (Hestiantoro, 2009). Sedangkan menurut penelitian Syiamti dan Pertiwi
(2011) dilaporkan bahwa yang mengalami kecemasan premenstrual syndrome
yaitu kecemasan ringan 19 responden (17,1%), kecemasan sedang 33 responden
(29,7%) dan kecemasan berat 59 (53,2%). Berdasarkan hal tersebut maka semakin
berat tingkat kecemasannya , maka premenstruasi syndrome nya semakin berat,
sebaliknya semakin ringan tingkat kecemasannya, maka premenstruasi syndrome
nya juga semakin ringan.
Dalam penatalaksanaan kecemasan pre menstruasi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu farmakologi seperti obat anticemas ,dan anti depresan. Sedangkan
penanganan non farmakologi merupakan penanganan meliputi melakukan diet,
senam aerobic dan terapi relaksasi Mengingat hal tersebut, diperlukan solusi lain
untuk mengurangi kecemasan yang dialami oleh remaja putri. Pemberian
4
pendidikan kesehatan merupakan solusi yang sangat dianjurkan untuk mengatasi
hal tersebut (Proverawati (2009); Trya Aryaputri Sudjana, dkk,(2015) ).
Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri
keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang
didalamnya perawat sebagai perawat pendidik (Suliha, dkk, 2012). Ada beberapa
cara untuk memberikan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan bisa
diberikan melalui ceramah, bentuk sosio drama dan metode peer education.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah yang selama ini
dilaksanakan kurang efektif, sehingga perlu dicari metode lain dalam
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman (Murti, Prabandari dan Riyanto,
2006). Metode pendidikan kesehatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah metode peer education.
Secara Umum Peer education adalah pendidikan sebaya. Sedangkan
secara khusus Peer education adalah merupakan sistem penyampaian sex
education melalui pendidikan teman sebaya. Sedangkan peer education atau
pendidikan sebaya adalah seseorang yang mewakili sekolah atau kelompoknya
yang mempunyai komitmen dan telah mendapat pelatihan untuk memberikan
informasi seputar kesehatan reproduksi secara tepat (Amelia, 2014). Menurut
Depdiknas (2004), untuk menjadi peer education harus menjalani pelatihan
terlebih dahulu. Pelatihan peer education pada dasarnya menggunakan azas
pendidikan orang dewasa (andragogi) dan mengikuti pendekatan partisipatori.
Proses pembelajaran yang berdasarkan partisipatori andragogi menempatkan
5
siswa sebagai orang yang memiliki bekal pengetahuan dan sudah mempunyai
sedikit pengalaman, keterampilan serta cenderung untuk menentukan prestasinya
sendiri. Pengalaman dan potensi yang ada pada siswa adalah sumber yang perlu
digali dalam proses pembelajaran pada pendidikan sebaya. Peer education
memiliki manfaat sangat efektif dalam mengatasi berbagai masalah remaja,
karena penjelasan yang diberikan oleh seorang kelompoknya sendiri akan lebih
mudah dipahami. Pendidikan lebih bermanfaat, karena alih pengetahuan
dilaksanakan oleh antar kelompok sebaya mereka sehingga komunikasi menjadi
lebih terbuka. Hal-hal yang tidak dapat dibicarakan bersama termasuk yang
sifatnya sensitif dapat didiskusikan secara terbuka diantara mereka (Arnawa,
2011).
Penelitian Peer Education pernah dilakukan oleh Dwi Yati (2014) tentang
Pengaruh Peer Education Terhadap Kecemasan Pada Remaja Post Menarche pada
siswi SMP Muhammadiyah Kabupaten Bantul. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa prosentase responden yang mengalami kecemasan saat pre test 100% (43
orang) dan post test 79,1% (34 orang) dengan p value 0,000 (p<0,05), hal ini
menunjukkan terdapat penurunan kecemasan yang signifikan sebelum dan setelah
diberikan peer education. Hasil analisis kualitatif terhdap perasaan responden
setelah mengikuti peer education adalah remaja merasa senang, peer education
mengurangi kecemasan, kebingungan dan ketakutan karena peer education
menambah ilmu pengetahuan, memberikan gambaran dan motivasi terhadap
masalah yang mereka hadapi dan sebagai sarana berdiskusi, berbagi cerita dan
sharing pengalaman.
6
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMPN I Jiwan
Kabupaten Madiun dari 10 siswi yang diwawancarai terdapat 8 siswi (80%) yang
mengatakan sangat cemas dan takut menghadapi menstruasi dan 2 siswi (20%)
tidak mengalami kecemasan. Sebagian besar alasan mereka mengatakan cemas
dan takut menghadapi menstruasi dikarenakan kurangnya informasi mengenai
menstruasi dan cara mengatasi rasa cemas saat Premenstrual Syndrome.
Dari fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul
penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap
Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome Pada Siswi kelas 7 Di SMPN 1
Jiwan Madiun.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah ada pengaruh
Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap Kecemasan Menghadapi
Premenstrual Syndrome Pada siswi kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan Madiun.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap
Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome Pada siswi kelas 7 Di SMPN 1
Jiwan Madiun.
7
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan menghadapi Premenstrual Syndrome
Pada Siswi kelas 7 SMPN I Jiwan Madiun sebelum dilakukan Pendidikan
kesehatan melalui Peer Education.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan menghadapi Premenstrual Syndrome
pada Siswi kelas 7 SMPN I Jiwan Madiun sesudah dilakukan Pendidikan
Kesehatan melalui Peer Education.
3. Menganalisa pengaruh pendidikan kesehatan melalui Peer Education
terhadap tingkat kecemasan menghadapi Premenstrual Syndrome siswi
kelas 7 SMPN I Jiwan Madiun.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat digunakan untuk menerapkan teori-teori yang diterima selama
kuliah dan memperluas cara berpikir penulis dalam memperjelas tentang
pendidikan kesehatan melalui peer education.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Untuk mendapatkan wawasan dan pengetahuan dalam menjalankan proses
penelitian terkait Kecemasan menjelang Premenstrual Syndrome.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian untuk digunakan sebagai bahan informasi dan masukan
dalam rangka meningkatkan pengetahuan mengenai pendidikan kesehatan
melalui Peer Education.Untuk mengembangkan ilmu keperawatan di
8
bidang kepustakaan dan untuk meningkatkan pengetahuan pembaca
tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap
Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome.
3. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Untuk mengembangkan ilmu keperawatan di bidang kepustakaan dan
untuk meningkatkan pengetahuan pembaca tentang Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Peer Education Terhadap Kecemasan Menghadapi
Premenstrual Syndrome.
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Peneliti Judul
Penelitian
Hasil
Penelitian
Persamaan
Penelitian
terdahulu
dengan
sekarang
Perbedaan
Penelitian
terdahulu
dengan
sekarang
1. Dwi
Yati
(2014)
Pengaruh Peer
Education
Terhadap
Kecemasan
Pada Remaja
Post Menarche
pada siswi
SMP
Muhammadi-
yah Kabupaten
Bantul
Prosentase
responden
yang
mengalami
kecemasan
saat pre test
100% (43
orang) dan
post test 79,1%
(34 orang)
dengan p value
0,000
(p<0,05), hal
ini
menunjukkan
terdapat
penurunan
kecemasan
yang
signifikan
1. Variabel
penelitian
tentang Peer
education
dan
kecemasan
2. Subyek
penelitian
pada siswi
SMP
1. Obyek
penelitian
pada Post
Menarche
2. Lokasi
penelitian
pada SMP
Muham-
madiyah
Kabupaten
Bantul.
9
sebelum dan
setelah
diberikan peer
education.
2. Sri
Siyamti
dan
Herdini
Widyan
ing
Pertiwi
(2011)
Hubungan
Antara Tingkat
Kecemasan
Dengan Sin-
drom Premen-
struasi Pada
Mahasiswi
Tingkat II
Akademi
Kebidanan
Estu Utomo
Boyolali
Mahasiswi
yang
mengalami
kecemasan
premenstrual
syndrome yaitu
kecemasan
ringan 19 res-
ponden
(17,1%),
kecemasan
sedang 33 res-
ponden
(29,7%) dan
kecemasan
berat 59
(53,2%)
1. Variabel
pene-litian
tentang
kecemasan
Sindrom
Premenstrua
si
2. Pengumpula
n data
dengan
kuesioner
1. Subyek
peneliti
Mahasiswi II
2. Lokasi
penelitian di
Akademi
Kebidanan
Estu Utomo
Boyolali
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Kesehatan
2.1.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat, sehingga
mereka melakukan apa yang di harapkan oleh pelaku pendidikan, yang tersirat
dalam pendidikan adalah: input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok,
dan masyarakat), pendidik adalah (pelaku pendidikan), proses adalah (upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), output adalah (melakukan apa
yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2013).
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis,
dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi atau teori dari
seseorang ke orang lain, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya
kesadaran dari dalam diri individu, atau kelompok masyarakat sendiri (Mubarak
dan Chayatin, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah penerapan aplikasi
bidang kesehatan kepada individu maupun masyarakat.
2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayatin, 2009) adalah
agar orang mampu:
1. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
11
2. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalah, dengan sumber
daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.
3. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup
sehat dan kesejahteraan masyarakat .
2.1.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi,
antara lain: (Mubarak, 2007)
1. Dimensi Sasaran
a. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi Tempat Pelaksanaan
Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat, dengan
sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya : a) Pendidikan kesehatan di
sekolah, dengan sasaran murid. b) Pendidikan kesehatan di rumah sakit atau
tempat pelayanan kesehatan lainnya, dengan sasaran pasien dan keluarga
pasien. c) Pendidikan kesehatan di tempat kerja dengan sasaran buruh atau
karyawan.
3. Dimensi Tingkat Pelayanan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan
(five levels of prevention) yaitu sebagai berikut :
a. Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)
Peningkatan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui
12
beberapa kegiatan seperti pendidikan kesehatan (health education),
penyuluhan kesehatan, pengadaan rumah sakit, konsultasi perkawinan,
pendidikan seks, pengendalian lingkungan, dan lain-lain.
b. Perlindungan Umum dan Khusus (General and Specific Protection)
Perlindungan umum dan khusus merupakan usaha kesehatan untuk
memberikan perlindungan secara khusus atau umum kepada seseorang
atau masyarakat. Bentuk perlindungan tersebut seperti imunisasi dan
higiene perseorangan, perlindungan diri dari kecelakaan, kesehatan kerja,
pengendalian sumber-sumber pencemaran, dan lain-lain.
c. Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap kesehatan
mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan untuk mendeteksi
penyakit bahkan enggan untuk memeriksakan kesehatan dirinya dan
mengobati penyakitnya.
d. Pembatasan Kecacatan (Disability Limitation)
Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan
penyakit sering membuat masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya
sampai tuntas, yang akhirnya dapat mengakibatkan kecacatan atau
ketidakmampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan
pada tahap ini dalam bentuk penyempurnaan dan intensifikasi terapi
lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan,
penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain.
Rehabilitasi (Rehabilitation) Latihan diperlukan untuk pemulihan
13
seseorang yang telah sembuh dari suatu penyakit atau menjadi cacat.
Karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya
rehabilitasi, masyarakat tidak mau untuk melakukan latihanlatihan
tersebut (Mubarak dan Chayatin, 2009).
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan sangat
dibutuhkan dan diperlukan untuk semua kalangan.
2.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan
1. Metode Pendidikan Individual (Perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk : ( Notoatmodjo ,
2013).
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan
dibantu penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan
kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut
(mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima
perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau
yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
14
kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang
lebih mendalam lagi.
2. Metode Pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu
besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun
akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan
tinggi maupun rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pen-didikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian
(presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di
masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan
diskusi /penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan
lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan
pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan,
mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan
tak ada dominasi dari salah satu peserta.
15
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan
memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan
jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan
ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya
mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun,
baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2
orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah,
setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi
satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari
kesimpulan-nya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah
beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan
lainnya dan demikian seterus-nya akhirnya terjadi diskusi seluruh
kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil,
kemudi-an dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama
dengan kelom-pok lain, dan masing-masing kelompok
mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari
tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
16
5) Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan
tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai
dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan
anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka
mem-peragakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari
dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-
pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan
monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli
dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan
main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi
berperan sebagai nara sumber.
7) Pendidikan teman sebaya(peer education) adalah metode yang
paling tepat digunakan sebagai pendidikan dengan teman
cenderung dapat menyimpan rahasia , lebih terbuka , serta dapat
menghadapi masalah yang dihadapi dengan orang tua /
keluarganya (BKKBN dan UNFPA,2006).
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung.
Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
17
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,
misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik
TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk
pendidikan kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan
lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV
atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa.
Contoh: ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk
pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar
hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun
tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga
merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan
sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh :
Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya
(Pemberantasan Sarang Nyamuk).
2.1.5 Alat Bantu Pendidikan Kesehatan
1. Alat Bantu (Peraga)
Alat Peraga menurut Notoadmojo (2013) adalah:
18
a. Pengertian
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan
bahan pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat
peraga. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas)
macam, dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat
bantu tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah
benda asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan,
sandiwara, demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran,
televisi, film, rekaman/radio, tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan
dengan kata-kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya paling
rendah.
b. Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan
kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan
cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan
yang diterima kepada orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh
para pendidik/pelaku pendidikan.
19
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih
mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
c. Macam-macam alat bantu pendidikan
1) Alat bantu lihat (visual aids) ;
‐ alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya.
‐ alat yang tidak diproyeksikan; untuk dua dimensi misalnya
gambar, peta, bagan; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia,
boneka, dsb.
2) Alat bantu dengar (audio aids); piringan hitam, radio, pita
suara, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids); televisi dan VCD.
d. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran seperti; kelompok umur, pendidikan,
pekerjaan, dsb.
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan
diterima.
20
e. Merencanakan dan menggunakan alat peraga
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk :
a) Mengubah pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-
konsep.
b) Mengubah sikap dan persepsi.
c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.
2) Tujuan penggunaan alat peraga
a) Sebagai alat bantu dalam latihan / penataran/pendidikan.
b) Untuk menimbulkan perhatian terhadap sesuatu masalah.
c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan / informasi.
d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.
f. Persiapan penggunaan alat peraga
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar
dan tetap harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar
dengan sendirinya. Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam
memilih, mengadakan alat peraga secara tepat sehingga
mempunyai hasil yang maksimal.
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-
anak harus diperlihatkan satu persatu secara berurutan
sambil menerangkan tiap-tiap gambar beserta pesannya.
Kemudian diadakan pembahasan sesuai dengan
kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua
21
arah. Apabila kita tidak mempersiapkan diri dan hanya
mempertunjukkan lembaran-lembaran flip chart satu
demi satu tanpa menerangkan atau membahasnya maka
penggunaan flip chart tersebut mungkin gagal.
g. Cara mengunakan alat peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan
alatnya. Menggunakan gambar sudah barang tentu lain dengan
menggunakan film slide. Faktor sasaran pendidikan juga harus
diperhatikan, masya-rakat buta huruf akan berbeda dengan
masyarakat berpendidikan. Lebih penting lagi, alat yang digunakan
juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat para pesertanya.
Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :
1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati.
2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan
dibicarakan/diperagakan itu, adalah penting.
3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka
tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar pendengar
tidak bosan dan tidak mengantuk.
5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk
memegang dan atau mencoba alat-alat tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan
suasana dan sebagainya.
22
2.1.6 Media pendidikan kesehatan
Media Pendidikan berdasarkan fungsinya sebagai penyalur media
kesehatan (Notoatmodjo,2012):
1. Media cetak
a. Leaflet
Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui
lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini antara lain
:sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena
mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya disaat
santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan atau
dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bisa didiskusikan, dapat
memberikan informasi yang detail yang mana tidak diberikan secara
lisan, mudah dibuat, diperbanyak dan diperbaiki serta mudah disesuaikan
dengan kelompok sasaran.
b. Booklet
Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar. Booklet sebagai saluran, alat
bantu, sarana dan sumber daya pendukungnya untuk menyampaikan
pesan harus menyesuaikan dengan isi materi yang akan disampaikan.
c. Flyer (selembaran)
d. Flip chart (lembar balik)
23
Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk
buku di mana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya
berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar.
e. Rubrik (tulisan-tulisan surat kabar), poster, dan foto .
2. Media Elektronik
a. Video dan film strip
b. Slide
3. Media Papan
2.2 Peer Education
2.2.1 Pengertian Peer Education
Pendidik Sebaya (Peer Educator) adalah remaja/mahasiswa yang secara
fungsional mempunyai komitmen dan motivasi yang tinggi, sebagai narasumber
bagi kelompok remaja atau mahasiswa sebayanya yang telah mengikuti
pelatihan/orientasi pendidik sebaya atau yang belum dilatih dengan
mempergunakan Panduan Kurikulum dan Modul Pelatihan yang telah disusun
oleh BKKBN, serta bertanggung jawab kepada Ketua Pusat Informasi dan
Konseling Remaja/Mahasiswa atau PIK R/M (BKKBN, 2008).
Menurut Santrock dalam Ratnawati (2013) kawan sebaya adalah anak-
anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Salah satu
fungsi yang paling penting dari kelompok kawan sebaya adalah sebagai sumber
informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh
umpan-balik mengenai kemampuannya dari kelompk kawan sebaya. Remaja
mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau
24
kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Remaja sebagai pendidik
sebaya diharapkan mampu menyebarkan informasi secara kreatif sehingga dapat
menarik perhatian dan minat teman-teman sebayanya. Untuk mengoptimalkan
keterampilannya, pendidik sebaya seyogyanya mulai melatih diri dengan
menyebarkan informasi kesehatan reproduksi dalam kelompok kecil (tidak lebih
dari 12 orang). Setelah lebih terbiasa dan menguasai materi secara mendalam,
para pendidik sebaya dapat meningkatkan kemampuannya dalam kelompok besar
(50 orang) untuk kegiatan ceramah (BKKBN, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebaya (peer education) adalah
pendidikan yang di dapat dari teman sebaya nya yang lebih mempunyai
pengalaman dan wawasan yang lebih.
2.2.2 Panduan Pelaksanaan Tugas Pendidik Sebaya adalah sebagai berikut
(BKKBN, 2008)
1. Menggunakan bahasa yang sama sehingga informasi mudah dipahami oleh
sebayanya.
2. Teman sebaya mudah untuk mengemukakan pikiran dan perasaannya
dihadapan pendidik sebayanya.
3. Pesan-pesan sensitif dapat disampaikan secara lebih terbuka dan santai.
4. Syarat-syarat pendidik sebaya, sebagai berikut:
a. Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya.
b. Berminat secara pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan repro-
duksi.
c. Lancar membaca dan menulis.
25
d. Memiliki ciri-ciri kepribadian, antara lain: ramah, lancar dalam
mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan
kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau
belajar serta senang menolong.
5. Uraian tugas pendidik sebaya, sebagai berikut:
a. Menyampaikan informasi substansi program KRR
b. Melaksanakan advokasi dan KIE tentang PIK-KRR
c. Melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik minat remaja untuk datang
ke PIK-KRR
d. Melakukan pencatatan dan pelaporan
6. Pengetahuan yang perlu dimiliki pendidik sebaya, sebagai berikut:
a. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, mencakup: organ reproduksi dan
fungsinya, proses terjadinya kehamilan, Penyakit Menular Seksual
termasuk HIV/AIDS, metode kontrasepsi dan lain-lain.
b. Pengetahuan mengenai hukum, agama dan peraturan perundang-
undangan mengenai Kesehatan Reproduksi.
7. Ketrampilan komunikasi interpersonal perlu dimiliki pendidik sebaya yaitu
hubungan timbal balik yang bercirikan:
a. Komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah memungkinkan kedua
belah pihak samasama berkesempatan untuk mengajukan pertanyaan,
pendapat dan perasaan berbeda dengan komunikasi satu arah dimana
hanya satu pihak yang berbicara, dalam tempo singkat namun hasilnya
26
kurang memuaskan. Waktu yang digunakan memang lebih lama,
namun hasil yang dicapai memuaskan kedua belah pihak.
b. Perhatian pada aspek verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal adalah
bentuk komunikasi dengan menggunakan kata-kata. Pendidik sebaya
hendaknya: (1) Menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah
dipahami kelompok (2) Menghindari istilah yang sulit dimengerti (3)
Menghindari kata-kata yang bias menyinggung perasaan orang lain
Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tampil dalam bentuk
nada suara, ekspresi, wajah-wajah dan gerakan anggota tubuh tertentu.
Dalam menyampaikan informasi, pendidik sebaya perlu
mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara, menggunakan nada
suara yang ramah dan bersahabat.
8. Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan dan pikiran.
Cara bertanya ada dua macam, yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan
terbuka.
a. Pertanyaan Tertutup. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang
memerlukan jawaban yang singkat. Bisa dijawab dengan ”Ya“ dan
“Tidak”.
b. Pertanyaan Terbuka. Mampu mendorong orang untuk mengeks-
presikan perasaan dan pikiran. Bisa memancing jawaban yang panjang.
Memungkinkan lawan bicara untuk mengungkapkan diri apa adanya.
27
2.2.3 Keuntungan Pendidikan Sebaya (Peer Education)
Metode ini telah diterapkan sejak lama dalam bidang kesehatan
masyarakat dan kesehatan keluarga seperti pada pendidikan gizi, keluarga
berencana, pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, dan masalah kenakalan
remaja.(UNAIDS, 2007) menjelaskan bahwa umumnya metode peer group
dipilih karena :
1. Cocok Secara Budaya (Culturally Appropripate)
Peer Group merupakan sarana yang tepat untuk menyampaikan
pesan-pesan yang secara kultural bersifat peka atau sensitive, dimana
kemungkinan benturan norma dan nilai-nilai dapat dikurangi karena
dilakukan melalui orang dalam kelompok seseorang itu sendiri.
2. Berbasis Komunitas (Community Based)
Pendidikan sebaya merupakan intervensi pada level komunitas yang
mendukung dan melengkapi program-program lain. peer group ini memiliki
keterkaitan erat dengan strategi-strategi (pembangunan sosial) lainnya yang
berbasis komunitas.
3. Mudah Diterima oleh khalayak yang menjadi sasaran sebagian besar orang
merasa lebih nyaman mengadukan persoalan mereka kepada kelompok
sebaya, terutama masalah-masalah pribadi seperti seksualitas.
4. Ekonomis
Metode pendidikan sebaya memungkinkan tersedianya layanan
sosial yang luas dengan biaya lebih kecil, dan layanan tersebut dapat tersedia
secara efektif.
28
2.2.4 Prosedur Pelaksanaan Metode Peer Education
Ford dan Collier (2006) menyatakan mekanisme atau tahapan kegiatan
edukasi sebaya, antara lain:
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan edukasi sebaya meliputi beberapa tahan aktifitas, berupa:
tahap pertama yaitu, mengidentifikasi isu yang berkenaan dengan masalah,
menentukan kelompok target dan menentukan tujuan yang jelas; tahap kedua
yaitu menentukan edukator sebaya; tahap ketiga yaitu merancang kegiatan
edukator sebaya dalam kelompok sebaya; dan tahap keempat yaitu
merencanakan strategi untuk monitoring dan evaluasi.
2. Pelatihan (training)
Pelatihan edukator sebaya adalah tahap awal yang harus dilakukan
sebelum kegiatan edukasi sebaya berjalan. Pelatihan edukator sebaya untuk
memberikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh fasilitator terkait informasi
atau isu permasalahan yang akan dibahas, keterampilan dalam melaksanakan
dan memfasilitasi diskusi, menyajikan informasi dan mengatasi teman
kelompok yang sulit diatur.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pelatihan
edukator sebaya adalah tempat pelaksanaan training, lama waktu training,
pelatihan (trainer) edukator sebaya, persiapan pre-training, konten (isi
materi), dan pemberian atau pelaksanaan training. Tempat training edukator
sebaya akan lebih baik jika dilakukan di tempat pelaksanaan edukasi sebaya.
Waktu pelaksanaan training sangat ditentukan dari tujuan edukasi sebaya,
29
karakteristik edukator sebaya yang ingin dicapai dan sumber daya yang ada.
Waktu yang ditentukan harus dapat memenuhi kebutuhan untuk penyampaian
isi materi melalui interaksi dan diskusi yaitu berkisar dua sampai dengan tiga
hari (sesi panjang) atau 10 sampai dengan 20 jam dalam seminggu (sesi
pendek).
3. Implementasi
Aktivitas edukasi sebaya digambarkan dalam bentuk kegiatan formal
atau informal. Aktivitas edukasi sebaya formal harus terencana dan
terstruktur, biasanya dilakukan berupa edukasi sebaya di ruang kelas berupa
pemberian informasi kepada kelompok sebaya yang dilakukan oleh fasilitator
(McDonald.et al., 2003). Edukasi informal meliputi aktivitas: diskusi grup
yang tidak terstruktur; diseminasi sumber-sumber dan saran (anjuran);
aktivitas melalui budaya popular, seperti musik, drama, kesenian serta
percakapan atau interaksi yang terjadi secara spontan dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Evaluasi
Mekanisme kegiatan dari edukasi sebaya yang terakhir adalah
evaluasi. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengukur tingkat
keberhasilan, juga memberikan dukungan yang berkelanjutan bagi edukator
sebaya dalam menjalankan perannya. Evaluasi merupakan aktifitas yang
dilakukan untuk memperoleh informasi dan 0menilai dampak dari sesuatu
(McDonald.et al., 2003) .
30
2.3 Premenstrual Syndrome
2.3.1 Pengertian Premenstrual Syndrome
Suparman (2012) Sindroma prahaid, yang dikenal juga dengan
terminologi “Premenstrual syndrome” merupakan suatu kumpulan keluhan
dan/atau gejala fisik, emosional, dan perilaku yang terjadi pada wanita usia
reproduksi; yang muncul secara siklik dalam rentang waktu 7-10 hari sebelum
menstruasi dan menghilang setelah darah haid keluar; yang terjadi pada suatu
tingkatan ang mampu mempengaruhi gaya hidup dan pekerjaan wanita tersebut.
Premenstrual Syndrome adalah sekumpulan keluhan dan gejala fisik,
emosional, dan perilaku yang terjadi pada wanita usia reproduksi yang muncul
secara siklik dalam rentang waktu tujuh sampai sepuluh hari sebelum menstruasi
dan menghilang setelah darah haid keluar yang terjadi pada suatu tingkatan yang
mampu memengaruhi gaya hidup dan aktivitas (Proverawati, 2009).
Jadi Premenstrual Syndrome adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan
emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita yang terjadi 7-10 hari
sebelum menstruasi dan hilang setelah darah haid keluar sehingga dapat
mengganggu aktivitas.
2.3.2 Patofisiologi PMS
Awalnya teori mengungkapkan bahwa penyebab PMS merupakan akibat
dari kelebihan estrogen, kekurangan progesterone, kekurangan pyridoxine dan
adanya perubahan pada metabolism glukosa dan ketidakseimbangan elektrolit.
Namun penelitian terbaru memaparkan bahwa PMS sangat dipengaruhi oleh
hormonn kelamin, termasuk dalam hal ini metabolit dan interaksinya terhadap
31
sistem neurotransmitter dan neurohormonal misalnya serotonin, GABA,
cholecystokinin, dan rennin-angitensin aldosteron (Hanshew,2007).
Beberapa mekanisme PMS yang diduga menjadi faktor yang memberandil
besar terhadap perubahan psikologis dan fisiologis wanita pada saat mengalami
PMS antara lain:
1. Axis Hypotalamic pituitary adrenal (HPA)
Ketidakseimbangan regulasi HPA axis berhubungan dengan timbulnya
sindrom depresi. Cairan basal dan urin yang diuji tidak terdapat kandungan
kortisol yang membedakan wanita dengan PMS. Kortisol ini akan memicu
terjadinya stress. Wanita dengan PMS akan menunjukkan adanya
ketidakseimbangan HPA axis yang menyebabkan timbulnya depresi.
2. Sistem GABA
Hal ini disebabkan oleh adanya alopregnanolone yang merupakan metabolit
aktif dari progesterone yang memiliki efek anastesi dan anxiolitik namun
pada saat setengah siklus menstruasi yang metabolit aktifnya terikat pada
reseptor GABA-A turun dan menyebabkan timbulnya depresi dan
perubahan pola makan. Pada wanita dengan PMS konsentrasi GABA
korteks mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat adanya pengarutan
hormone estradiol dan progesterone.
3. Sistem Serotogenik
Sistem serotonin merupakan salah satu sistem yang dianggap mempunyai
andil yang cukup besar dalam patofisiologi PMS. Inhibisi dari aktifitas
serotonin oleh penurunan kadar triptofan akan menyebabkan PMS semakin
32
parah. Selanjutnya metergoline yang merupakan antagonis selektif dari
serotonin akan memblok reseptor serotonin sehingga akan menimbulkan
PMS.
4. Opioid Endogen
Wanita dengan PMS memiliki toleransi yang rendah terhadap rasa sakit atau
dapat dikatakan bahwa ambang rasa sakit wanita tersebut rendah. Hal ini
akan lebih terasa pada saat wanita tersebut berada dalam silus menstruasi
dan khususnya menjelang hari-hari siklus tersebut akan dimulai lagi. Pada
penelitian yang dilakukan pada tahun 2002 menyatakan bahwa wanita
dengan PMS dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami PMS
memilki B-endorfin yang rendah sehingga wanita tersebut akan lebih mudah
terserang PMS (Henshaw,2007)
2.3.2 Gejala Premenstrual Syndrome
Gejala Premenstrual Syndrome utama termasuk sakit kepala, keletihan,
sakit pinggang, pembesaran dan nyeri pada payudara, dan perasaan begah pada
abdomen, perubahan suasana hati, ketakutan akan kehilangan kontrol, makan
sangat berlebihan dan menangis tiba-tiba dapat juga terjadi. Gejala-gejala sangat
beragam dari satu wanita ke wanita lainnya dan dari satu siklus ke siklus
berikutnya pada wanita yang sama (Brunner & Suddarth, 2010).
Menurut Kanisius (2010), menyatakan bahwa Premenstrual Syndrome
merupakan sekumpulan gejala yang meliputi gejala fisik, mental, dan perilaku.
Secara definisi maka gejala-gejala ini terjadi beberapa hari sebelum menstruasi
serta akan menghilang sendiri pada hari pertama atau kedua haid. Menurut
33
penelitian, 3-8% mungkin mengalami gangguan yang lebih berat yang disebut
Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). Premenstrual Syndrome dan PMDD
tidak sama. Wanita dengan PMDD dapat mengalami depresi sampai seminggu
atau lebih sebelum mendapat haid, sedangkan Premenstrual Syndrome lebih
pendek durasinya, lebih ringan, dan gejalanya lebih ke arah fisik. Seseorang dapat
mengalami Premenstrual Syndrome atau PMDD saja atau bahkan keduanya.
Walaupun cukup mengganggu, gejala-gejala Premenstrual Syndrome
biasanya tidak cukup berat dan sampai mengganggu kehidupan normal. Namun,
mungkin ada pula yang mengalami gejala cukup berat.
Gejala Premenstrual Syndrome diduga dipengaruhi oleh perubahan level
hormon dan zat kimia di otak. Gejala Premenstrual Syndrome juga dapat
diperburuk dengan asupan vitamin dan mineral yang rendah serta diakibatkan oleh
konsumsi alkohol dan kafein. Di samping itu, kelebihan sodium dapat
menyebabkan cairan tertahan dan kembung (Rice, 2013).
Jadi dari beberapa pendapat di atas maka gejala Premenstrual Syndrome
adalah:
1. Mood, seperti kecemasan, nervous, perasaan berubah-ubah (mood swings),
sensitif, depresi, pelupa, bingung, insomnia, dan lain-lain.
2. Perilaku, seperti ingin makan manis-manis, nafsu makan meningkat, mudah
menangis, kurang konsentrasi, dan sensitif terhadap kebisingan.
3. Fungsi fisik, seperti sakit kepala, lelah, pusing, berat badan meningkat,
kembung, payudara membengkak, dan sembelit atau diare.
34
Dengan demikian maka perlu untuk menerapkan pola hidup sehat dengan
menerapkan diet seimbang, melakukan aktivitas fisik secara teratur, dan
menerapkan waktu tidur yang cukup dapat membantu mengontrol PMS.
2.3.3 Tipe Premenstrual Syndrome
Abraham dalam Saryono (2009) membagi Premenstrual Syndrome
menjadi empat tipe yaitu :
1. Premenstrual Syndrome Tipe A
Premenstrual Syndrome tipe A (anxietas) ditandai dengan gejala seperti rasa
cemas, sensitive, saraf tegang, perasaan labil atau mudah marah. Bahwa
beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sebelum mendapatkan
menstruasi. Gejala ini timbul akibat hormone estrogen yang terlalu tinggi
dibanding dengan hormone progesterone.
2. Premenstrual Syndrome Tipe H
Premenstrual Syndrome tipe H (hyperhydroid) ditandai gejalanya dengan
edema pada kaki dan tangan, perut kembung, nyeri pada dada, peningkatan
berat badan sebelum menstruasi, gejalanya hampir sama dengan tipe lain,
pembengkakan terjadi akibat penumpuakan air pada jaringan di luar sel
(ektrasel) kerena asupan garam dan gula yang tinggi.
3. Premenstrual Syndrome Tipe C
Premenstrual Syndrome tipe C (craving) ditandai dengan rasa ingin makan
yang manis-manis yang disebabkan oleh stres. Pada umumnya setelah 20
menit akan timbul gejala hipoglikemia seperti lemas, jantung berdebar,
35
pusing kepala dan terkadang sampai pingsan. Hipoglikemi timbul karena
hormon insulin dalam tubuh meningkat.
4. Premenstrual Syndrome Tipe D
Premenstrual Syndrome tipe D (depression) ditandai dengan gejala depresi,
ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi), disebabkan ketidakseimbangan hormon
progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid
terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Biasanya tipe D
berlangsung bersamaan dengan tipe A, hanya 3% dari seluruh tipe yang
benarbenar murni tipe D. kombinasi tipe D dan A disebabkan oleh faktor
stres, kurangnya asam amino tyrosine.
2.3.4 Faktor Penyebab Premenstrual Syndrome
Penyebabnya belum diketahui, namun dapat dimungkinan dari beberapa
faktor hormonal, genetik, sosial, perilaku, biologi dan psikis (Saryono, 2009;
Joseph, 2010).
1. Faktor hormonal, terjadi karena ketidak seimbangan hormon proges-teron dan
estrogen. kadar hormon estrogen sangat berlebih dan melampaui batas
sedangkan hormon progesteron menurun. Selain dengan faktor hormon
berkaitan juga dengan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial yang
berkaitan dengan serotonin.
2. Faktor kimia, bahan-bahan kimia yang berada di otak seperti serotonin
berubah-ubah selama menstruasi. Serotonin adalah suatu neurotransmitter
merupakan suatu bahan kimia yang terlibat dalam pengiriman pesan
36
sepanjang saraf di dalam otak, tulang belakang, dan seluruh tubuh. Serotonin
sangat mempengaruhi suasana hati. Aktivitas serotonin berhubungan dengan
depresi, kecemasan, kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan untuk tidur,
implusif, dan agresif.
3. Faktor genetik, biasanya terjadi pada dua kali lebih tinggi pada kembar satu
sel (monozigot) dibanding dengan dua telur (heterozigot).
4. Faktor psikologis, yaitu stres sangat berpengaruh besar terhadap kejadian
Premenstrual Syndrome. Gejalanya akan semakin hebat jika mengalami
tekanan.
5. Faktor gaya hidup, yaitu pola makan juga memegang peranan yang tidak
kalah penting, makan yang terlalu banyak dan terlalu sedikit sangat berperan
terhadap gejala Premenstrual Syndrome. Makanan yang mengandung banyak
garam akan menyebabkan retensi cairan dan tubuh menjadi bengkak.
Mengkonsumsi minuman beralkohol dan berkafein dapat menggangu suasana
hati dan melemahkan tenaga.
6. Kekurangan zat gizi
Kekurangan zat gizi seperti vitamin (terutama B6), vitamin E, vitamin C,
magnesium, zat besi, seng, mangan, dan asam linoleat. Kebiasaan merokok
dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala Premenstrual Syndrome.
7. Kegiatan Fisik
Kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya
Premenstrual Syndrome.
37
2.3.5 Penatalaksanaan Premenstrual Syndrome
Menurut Silva (2010) ada tiga terapi Premenstrual Syndrome yaitu:
1. Terapi obat Menggunakan analgesic (obat penghilang rasa sakit) dan bersifat
somatik, hanya membantu mengatasi nyeri dan gejala sedang lainnya serta
bersifat sementara.
2. Menggunakan anti depresan Anti depresan seperti selective serotonin
reuptake inhibitor dapat digunakan setiap hari atau selama 14 hari sebelum
menstruasi. Membantu mengurangi dampak perubahan hormon 13 pada zat
kimiawi otak (neurotransmiter) misalnya serotonin. Penggunaan obat ini
harus dengan resep dokter.
3. Terapi relaksasi Terapi relaksasi bermanfaat meredakan secara cepat
Premenstrual Syndrome yang dialami perempuan, namun dapat dicapai
apabila telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan,
mengendurkan otot tubuh mengsugestikan pikiran-pikiran kearah konstruktif
atau yang ingin dicapai.
2.4 Kecemasan
2.4.1 Pengertian Kecemasan
Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau
mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti
mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi (Murwani, 2008).
Sedangkan menurut Struart (2007), ansietas adalah kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
38
berdaya. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus cemas.
Cemas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,
yang bergantung dengan tingkat cemas, lama cemas yang dialami, dan seberapa
baik individu melakukan koping terhadap cemas. Cemas dapat dilihat dalam
rentang ringan, sedang, dan berat. Setiap tingkat menyebabkan perubahan
emosional dan fisiologis pada individu (Videbeck, 2008).
Jadi kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang
spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif.
2.4.2 Faktor-faktor Kecemasan
Menurut Stuart dan Sudden (2011) , factor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan adalah :
1. Usia
Usia mempengaruhi psikologi seseorang, semakin tinggi usia semakin baik
tingkat kematangan emosi seseorang serta kemampuan dalam menghadapi
berbagai persoalan.
2. Status kesehatan jiwa dan fisik
Kesehatan fisik dan penyakit dapat menurunkan mekanisme pertahanan alami
seseorang.
3. Nilai-nilai budaya dan spiritual
Budaya dan spiritual mempengaruhi cara pemikiran seseorang. Religiusitas
yang tinggi menjadikan seseorang berpandangan positif atas masalah yang
dihadapi.
39
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut
mudah mengalami kecemasan, semakin tingkat pendidikannnya tinggi akan
berpengaruh terhadap kemampuan berpikir.
5. Respon koping
Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan.
Ketidakmampuan seseorang menghadapi kecemasan secara konstruktif
sebagai pnyebab tersediannya perilaku patologis.
6. Dukungan sosial
Dukungan sosial dan lingkungan sebagi sumber koping, dimana kehadiran
orang lain dapat membantu seseorang mengurangi kecemasan dan lingkungan
mempengaruhi area berpikir seseorang.
7. Tahap perkembangan
Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stressor
yang berbeda sehingga resiko terjadinya stress pada tiap perkembangan
berbeda. Pada tingkat perkembangan individu membentuk kemampuan
adaptasi yang semakin baik terhadap stressor.
8. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
menghadapi stressor yang sama.
9. Pengetahuan
Ketidaktahuan dapat menyebabkan kecemasan dan pengetahuan dapat
digunakan untuk mengatasi masalah.
40
2.4.3 Tanda dan Gejala Kecemasan
Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh
seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh
individu tersebut (Hawari, 2014). Keluhan yang sering dikemukakan oleh
seseorang saat mengalami kecemasan secara umum antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Gejala psikologis: pernyataan cemas/khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah,
mudah terkejut.
2. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
3. Gangguan konsentrasi daya ingat.
4. Gejala somatik: rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa
dingin dan lembab, dan lain sebagainya.
2.4.4 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dalam Nixson (2016), ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari, individu masih
waspada serta lapang presepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan.
41
2. Kecemasan Sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang presepsi
individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif
namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
3. Kecemasan Berat
Lapangan presepsi individu sangat sempit. Individu cenderung berfokus pada
sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
4. Panik
Berhubungan dengan ketakutan, dan terror. Hal yang rinci terpecah dari
proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.
Panic mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan
aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus
dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
2.4.5 Dampak Kecemasan
Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi
yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emsi-emosi ini tumbuh
42
berlebihan dibandingkan dengan baahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi
tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang
merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit
fisik Cutler dalam Nixson (2016), Yustinus Semiun dalam Nixson (2016)
membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam beberapa simtom, antara
lain:
1. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya
hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang
tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan
dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah.
2. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu
yang mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi.
Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada,
sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan
akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.
3. Simtom motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup,
kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki
mengetuk-ngetuk dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-
tiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi
pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja
43
yang dirasanya mengancam. Kecemasan akan dirasakan oleh semua orang,
terutama jika ada tekanan perasaan ataupun tekanan jiwa.
Menurut Savitri Ramalah dalam Nixson (2016) kecemasan biasanya dapat
menyebabkan dua akibat, yaitu:
1. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara
normal atau menyesuaikan diri pada situasi .
2. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil tindakan
pencegahan yang mencukupi .
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah
rasa takut atau khawatir pada situasi yang sangat mengancam karena adanya
ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi. Kecemasan tersebut ditandai dengan adanya beberapa gejala
yang muncul seperti kegelisahan, ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi
dimasa depan, meraasa tidak tenteram, sulit untuk berkonsentrasi dan merasa
tidak mampu untuk mengatasi masalah.
2.4.6 Respon Kecemasan
Menurut Stuart dalam Nixson (2016) respon ansietas antara lain :
1. Respon fisiologis
a. Sistem Kardiovaskuler
Respon yang terjadi palpitas, jantung berdebar, tekanan darah meningkat,
rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
b. Respon Pernafasan
Respon yang terjaadi adalah nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada,
44
nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensai tercekik,
terengah-engah.
c. Respon Neuromuskular
Respon yang terjadi adalah refleks meningkat , reaksi terkejut , mata
berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah
tegang, kelemahan umum, tungkai lemah.
d. Sistem Gastrointestinal
Respon yang terjadi adalah kehilangan nafsu makan, menolak
makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu
hati, diare.
e. Sistem Saluran Perkemihan
Respon yang terjadi adalah tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
f. Sistem Integumen (kulit)
Respon yang terjadi adalah wajah kemerahan, berkeringat setempat
(telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat,
berkeringat seluruh tubuh.
2. Respon Perilaku, Kognitif, dan Afektif
1) Sistem Perilaku
Respon yang terjadi yaitu gelisah, ketegangan fisik, reaksi
terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera,
menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari
masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat was-was.
45
2) Sistem Kognitif
Respon yang terjadi yaitu perhatian terganggu, konsentrasi buruk,
perokupasi, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan
berpikir, lapangan persepsi menurun, produktivitas menurun, bingung,
sangat waspada, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali.
3) Sistem Afektif
Respon yang terjadi yaitu mudah terganggu , tidak sabar , gelisah,
tegang, gugup, ketakitan, waspada, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa,
rasa bersalah, malu.
2.4.7 Pengukuran Tingkat Kecemasan
Skala HARS Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) penilaian
kecemasan terdiri dari 14 item , meliputi :
1. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
2. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
3. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing bila tinggal sendiri dan
takut pada binatang besar.
4. Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
pulas dan mimpi buruk.
5. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa, dan kulit
konsentrasi.
6. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,
sedih, perasaa tidak menyenangkan sepanjang hari.
46
7. Gejala somatik : Nyeri path otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak
stabil dan kedutan otot.
8. Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan
pucat serta merasa lemah.
9. Gejala Kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap.
10. Gejala pernafasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik
nafas panjang dan merasa nafas pendek.
11. Gejala gastrointestinal : sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual
dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di
perut.
12. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,
ereksi lemah atau impotensi.
13. Gejala vegetative : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma
berdiri, pusing atau sakit kepala.
14. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi
atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan nafas pendek dan cepat.
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori :
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = satu dari gejala yang ada
2 = sedang / separuh dri gejala yang ada
3 = berat / lebih dari separuh gejala yang ada
47
4 = sangat berat semua gejala yang ada
Penentuan deeajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item
1-14 dengan hasil :
1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan
2. Skor 7 – 14 = Kecemasan ringan
3. Skor 15 -27 = kecemasan sedang
4. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat
2.4.8 Penatalaksanaan Kecemasan
Menurut (Hawari dalam Nixson (2016); (Notoatmodjo (2012)).
penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu
metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik (somatic),
psikologik atau psikiatrik, psikososil dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada
uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stres dengan cara :
a. Makan – makan yang bergizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Cukup olahraga
d. Tidak merokok
e. Tidak meminum minuman keras
2. Terapi psikofarmako
Terapi psikofarmako merupakan oengobatan untuk cemas dengan memakai
obat- obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan ssaraf pusat otak (limbic system). Terapi
48
psikofarmako yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCI,
meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatic) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatic(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
49
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam
bidang kesehatan. Secara opearasional pendidikan kesehatan adalah semua
kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, praktek
baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
50
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang dilakukan
(Notoatmodjo,2010).
Keterangan :
:diteliti
: tidak diteliti
: berpengaruh
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Siswi kelas 7 yang
mengalam
ikecemasan saat
PMS
(Pre Menstrual
Syndrome)
Pendidikan kesehatan
peer education:
1.Perencanaan
2.Pelatihan
3.Implementasi
4.Evaluasi
Kecemasan
Faktor yang mempengaruhi
kecemasan :
1. Usia
2. Status kesehatan jiwa dan fisik
3. Nilai-nilai budaya dan spiritual
4. Pendidikan
5. Respon koping
6. Dukungan social
7. Tahap perkembangan
8. Pengalaman masa lalu
9. Pengetahuan
Faktor yang
mempengaruhi PMS
(Pre Menstrual
Syndrome) :
1. Faktor hormonal
2. Faktor kimia
3. Faktor genetic
4. Faktor psikologis
5. Gaya hidup
6. Kekurangan zat
gizi
7. Kegiatan fisik
51
Siswi yang mengalami PMS biasanya akan mengalami kecemasan. PMS
memiliki banyak faktor yang mempengaruhi yaitu :faktor hormonal, faktor kimia,
faktor genetic, faktor psikologis, faktor gaya hidup, kekurangan zatgizi, kegiatan
fisik. Oleh karena itu untuk menghadapi kecemasan PMS dapat dilakukan
penatalaksanaan yaitu salah satunya adalah dengan pendidikan kesehatan peer
education. Peer Education adalah remaja/mahasiswa yang secara fungsional
mempunyai komitmen dan motivasi yang tinggi, sebagai narasumber bagi
kelompok remaja atau mahasiswa sebayanya yang telah mengikuti pelatihan/
orientasi pendidik sebaya atau yang belum dilatih. Prosedur dari peer education
sendiri yaitu :Perencanaan (Planning), Pelatihan (Training), Implementasi,
Evaluasi. Diharapkan dengan dilakukan peer education dapat menurunkan
kecemasan. Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman atau takut atau
mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti
mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Kecemasan tersebut dapat
muncul karena adanya factor-faktor yang mempengaruhi antara lain : Usia, status
kesehatan jiwa dan fisik, nilai-nilai budaya dan spiritual, pendidikan, respon
koping, dukungan sosial, tahap perkembangan, pengalaman masa lalu,
pengetahuan. Dalam menghadapi kecemasan akan timbul beberapa tingkat
kecemasan yaitu :kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan
panik.
52
3.2 Hipotesis
Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan melalui peer education
terhadap tingkat kecemasan menghadapi PMS (Pre Menstrual
Syndrom) pada siswi kelas 7 di SMPN 1 JiwanMadiun.
53
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan penelitiannya. Data penelitian meliputi, desain penelitian,
kerangka kerja, populasi, sampel, tehnik sampling, identifikasi variabel, definisi
operasional, tehnik pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, etika
penelitian , dan keterbatasan penelitian (Arikunto, 2010).
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan untuk mengarahkan penelitian
yang pengontrol faktor yang mungkin akan mempengaruhi validitas penemuan
(Notoatmodjo, 2010). Desain yang digunakan adalah pre experiment Design,
karena desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh, penelitian ini
menggunakan One group pretest-postest, yaitu mengungkapkan hubungan sebab
akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. kelompok subjek
diobservasi dan di ukur tingkat kecemasan sebelum dilakukan intervensi
(Nursalam, 2013 ). Dalam penelitian ini dipilih siswi kelas 7 yang di awali dengan
observasi kecemasan pre test. Kemudian dilakukan pendidikan kesehatan peer
education satu kali. Setelah diberikan perlakuan responden diobservasi tingkat
kecemasan , pengujian sebab akibat dilakukan dengan cara membandingkan hasil
pre test dan post test. Adapun desain dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada
skema sebagai berikut (Nursalam, 2013).
54
Gambar 4.1 Skema desain penelitian
Keterangan
X1 : tes yang diberikan sebelum diberikan perlakuan
Y : penerapan pendidikan kesehatan peer education
X2 : tes yang diberikan setelah diberikan perlakuan
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Menurut Nursalam (2013), populasi dalam penelitian merupakan subjek
(misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas 7 SMPN 1 Jiwan Madiun yang
berjumlah 32 siswi yang mengalami kecemasan saat Premenstrual Syndrome.
4.2.2 Sampel
Menurut Nursalam (2013), sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau
yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel
yang diambil dari penelitian ini adalah 27 siswi yang mengalami kecemasan saat
Premenstrual Syndrome dan memenuhi kriteria . Besar Sampel dihitung
menggunakan Rumus Lemeshow sebagai berikut :
n= 𝑧21−𝑎/2𝑝(1−𝑝)𝑁
𝑑2(𝑁−1)+𝑍21−𝑎/2𝑝(1−𝑝)
n= 1,962.95%/2.0,5(1−0,5)32
0,052(32−1)+1,962.95%/2.0,5(1−0,5)
Pre test pada awal
eksperimen (X1)
Pendidikan kesehatan
peer education (Y)
Post test pada akhir
eksperimen (X2)
55
n=3,841.0,475.0,25.32
0,0025(31)+3,841.0,475.0,25
n=1,824.8
0,0775+0,456
n=14,592
0,5335
n=27,351
n=27
Keterangan :
n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan
Z= Score Z,berdasarkan nilai α yang diinginkan
α = Derajat kepercayaan
N = Populasi
d = Toleransi kesalahan
4.2.3 Kriteria Sampel
Sampel didapat dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria
inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari satu populasi target yang
terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013):
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Responden yang mengalami PMS 7-10 hari sebelum menstruasi
b. Dapat berkomunikasi dengan baik
c. Bersedia menjadi responden penelitian
Kriteria eksklusi :
a. Siswi yang tidak hadir saat penelitian
b. Siswi yang mendapat anti depresan sebelumnya
56
4.3 Teknik Sampling
Teknik Sampling menggunakan purposive sampling. Menurut
Notoatmodjo (2010) teknik purposive sampling adalah pengambilan sampel yang
berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun
ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya. Adapun sifat atau ciri populasi adalah
siswi SMPN 1 Jiwan Madiun yang mengalami kecemasan saat Premenstrual
Syndrome dan memenuhi kriteria. Pengambilan sampel dengan teknik purposive
sampling. Menurut Notoatmodjo (2010) teknik purposive sampling adalah
pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti
sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya.
57
4.4 Kerangka Kerja
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Pendidikan Kesehatan peer
education Terhadap Timgkat Kecemasan Menghadapi Pre Menstrual
Syndrome
Populasi
Siswi kelas 7 SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun sebanyak 32 siswi
yang mengalami kecemasan saat Premenstrual Syndrome
Sampel
Siswi kelas 7 SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun sebanyak 27 siswi yang
sesuai dengan kriteria inklusi
Sampling
Teknik Purposive Sampling
Jenis Penelitian / Desain penelitian
One Group pre test – post test
Pendidikan kesehatan peer
education
Tingkat Kecemasan
sebelum diberikan
pendidikan
Tingkat kecemasan
sesudah diberikan
pendidikan
Pengolahan data
Editing, scoring, coding, tabulating, entry data, cleaning
Analisa data
Wilcoxon
Hasil dan kesimpulan
Pelaporan
Pengumpulan Data
58
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini terdapat dua
variabel yaitu :
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya
menetukan variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah Pendidikan Kesehatan Peer Education.
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang diamati dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas
(Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kecemasan
Menghadapi Premenstrual Syndrome.
4.5.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena. Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi,
komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013).
59
Tabel 4.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Parameter Instrumen Skala Kriteria
Independen:
Pendidikan
Kesehatan
Peer
Education
Kegiatan
pemberian
pembelajaran
dengan metode
pendidikan
sebaya
1.Perencanaan
2.Pelatihan
3.Implementasi
4.Evaluasi
SOP
Dependen :
Kecemasan
Menghadapi
PMS
Keadaan
emosi yang
tidak memiliki
objek yang
spesifik dan
kondisi ini
dialami secara
subjektif saat
menjelang
menstruasi .
1. Respon
fisiologis
2. Respon
perilaku
3. Respon
kognitif
4. Respon
afektif
Kuesioner
Dengan
Skala
HARS
Ordinal 0 = tidak ada
gejala sama
sekali
1 = satu dari gejala
yang ada
2 = sedang/
separuh dari
gejala yang
ada
3 = berat/ lebih
dari separuh
gejala yang
ada
4 = sangat berat
semua gejala
yang ada
Dengan skor
<6 = tidak ada
kecemasan
7-14 = kecemasan
ringan
15-27 = kecemasan
sedang
>27 = kecemasan
berat
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik
(cermat, lengkap, dan sitematis) sehingga lebih mudah diolah (Saryono , 2011).
60
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah SOP dan kuisoner tentang
kecemasan dengan menggunakan skala HARS :
a. Standart Operasional Prosedur
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman atau acuan untuk
melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja
instansi pemerintahberdasarkan indicator teknis, administratife, dan
procedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit
kerja yang bersangkutan (Atmoko, 2013). Peneliti memberikan pendidikan
kesehatan kepada konselor remaja putri sejumlah 4 siswi. Intervensi
dilakukan selama 1 kali dan dilakukan secara sistematis sesuai panduan
dalam lembar SOP. Tujuan penggunaan instrumen ini adalah sebagai
pedoman dalam pemberian pendidikan kesehatan Peer Education. Adapun
prosedur menurut (Ford dan Collier, 2006), antara lain:
1. Tahap perencanaan yaitu menentukan kelompok target dan konselor yang
nantinya konselor akan menjadi konselor bagi teman sebayanya.
2. Tahap pelatihan yaitu memberikan pelatihan kepada konselor tentang
edukasi dengan cara :
a. Peneliti melakukan kontrak kerja dengan konselor
b. Peneliti memberi pendidikan kepada konselor dengan media leaflet
dan LCD.
c. Peneliti mempraktekkan bersama dengan konselor cara menangani
kecemasan Premenstrual Syndrome.
d. Peneliti melakukan diskusi dan tanya jawab bersama konselor
61
3. Tahap implementasi yaitu konselor melakukan aktivitas edukasi sebaya
dengan cara :
a. Konselor melakukan kontrak kerja dengan teman sebayanya.
b. Konselor memberi pendidikan dengan leaflet.
c. Konselor mempraktekkan bersama dengan teman sebaya nya cara
menangani kecemasan Premenstrual Syndrome.
d. Konselor melakukan diskusi dan tanya jawab dan peneliti
mengawasi.
4. Tahap evaluasi yaitu memberikan pertanyaan atau mengevaluasi kepada
teman sebayanya .
b. Kuesioner kecemasan dengan menggunakan skala HARS yang berisi 14 item
pertanyaan dengan skor sebagai berikut : 0 = tidak ada kecemasan, 1 = satu
dari gejala yang ada, 2 = sedang / separuh dari gejala yang ada, 3 = berat /
lebih dari separuh gejala yang ada, 4 = sangat berat semua gejala yang ada.
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen dalam penelitian ini untuk variabel independen (pendidikan
kesehatan peer education) adalah menggunakan Standar Operasional Prosedur
dan leaflet, dan variabel dependen (tingkat kecemasan) menggunakan Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS) yang sudah baku . Jadi kuesioner tidak dilakukan uji
validitas ulang.
62
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Jiwan Kabupaten
Madiun. Penelitian telah dilaksanakan bulan Januari-Agustus 2017.
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2013). Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian ini
melalui beberapa tahap yaitu :
1. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari Stikes Bhakti Husada
Mulia Madiun kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten
Madiun.
2. Mengurus ijin kepada SMP Negeri 1 Jiwan Madiun.
3. Meminta data responden dari Siswa Kelas 7 SMPN 1 Jiwa Madiun.
4. Melakukan uji total sampling pada subyek penelitian.
5. Pre Penelitian :
a) Memberikan penjelasan kepada calon responden dan bila bersedia menjadi
responden dipersilahkan untuk menandatangani inform consent.
b) Menentukan konselor teman sebaya, dengan syarat-syarat:
• Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya.
• Berminat secara pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan repro-
duksi.
• Lancar membaca dan menulis.
63
• Memiliki ciri-ciri kepribadian, antara lain: ramah, lancar dalam
mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan
kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau
belajar serta senang menolong.
c) Memberikan inform consent pada konselor yang telah terpilih.
d) Melatih konselor selama 3 hari yaitu tanggal 1-3 Juni 2017
e) Membagi seluruh responden menjadi 3 kelompok dan kemudian konselor
memberikan pendidikan kesehatan masing-masing 1 hari
Tahap 2 :
a) Memberikan penjelasan dan inform consent kepada responden untuk
dilakukan penelitian
b) Peneliti memberikan kuesioner sebelum diberikan pendidikan kesehatan
oleh konselor yang telah dilatih oleh peneliti.
c) Konselor memberikan pendidikan kesehatan kepada teman sebaya nya .
d) Peneliti memberikan post test setelah konselor memberikan pendidikan
kesehatan.
6. Peneliti melakukan pengolahan data yang diperoleh dari responden
7. Peneliti melakukan analisis data yang diperoleh
4.10 Pengolahan Data
Menurut Setiadi (2007), dalam proses pengolahan data penelitian
mengunakan langkah-langkah sebagai berikut :
64
1. Editing
Editing adalah upaya untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan
kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau
menjawab tujuan penelitian.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategorik. Pemberian kode ini sangat diperlukan
terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual, menggunakan
kalkulator, maupun dengan menggunakan komputer.
3. Scoring
Scoring adalah memberikan perilaku terhadap item-item yang perlu diberi
penilaian atau skor terhadap hasil pengisian kuesioner pada responden,
kemudian hasil pengisian kuesioner dikelompokkan dalam bentuk nominal.
4. Tabulating
Proses pengelompokan jawaban–jawaban yang serupa dan menjumlahkan
dengan teliti dan teratur. Setelah jawaban terkumpul kita kelompokkan
jawaban yang sama dengan menjumlahkannya. Pada tahapan ini data
diperoleh untuk setiap variabel disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi
dalam bentuk tabel.
5. Entry Data
Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam
master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana atau bisa dengan membuat tabel kontingensi.
65
6. Cleaning
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah
dientri, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat
meng-entri data ke komputer.
4.11 Teknik Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat adalah analisis yang digunakan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012). Untuk menganalisa
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap Tingkat
Kecemasan Menghadapi PMS Di SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun.
Penyajiaannya dalam bentuk distribusi dan prosentase dari tisp variabel.
a. Data Umum
1) Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi dalam penelitian ini untuk data kategorik
sebagai berikut : umur, usia menarche
P = 𝛴𝑓
𝑁 ×100%
Keterangan :
P = Prosentase
N = Jumlah populasi
F = Frekuensi jawaban
66
2) Data Khusus
a. Variabel Independen
Data dari variabel Independen Pendidikan Kesehatan peer
education meggunakan lembar SOP (Standart Operasional
Prosedur) yang mencakup perencanaan, pelatihan,
implementasi, dan evaluasi.
b. Variabel Dependen
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu
dilakukan pengolahan data. Hasil observasi dapat di
interpretasikan sebagai berikut :
5. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan
6. Skor 7 – 14 = Kecemasan ringan
7. Skor 15 -27 = kecemasan sedang
8. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga
berkorelasi atau berhubungan (Notoatmodjo, 2012). Uji statistik yang
digunakan dalam penelitian pengaruh pendidikan kesehatan peer
education terhadap kecemasan menghadapi PMS adalah Wilcoxon Sign
Rank test. Untuk uji Wilcoxon Sign Rank test pengambilan keputusan
menggunakan cara pertama yaitu jika Sig > 0,05 maka H0 diterima, artinya
tidak ada perbedaan antar variabel, jika Sig < 0,05 maka Ho ditolak,
67
artinya ada perbedaan antara variabel. Perhitungan uji statistik
menggunakan sistem komputerisasi SPSS 16,0.
4.12 Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2007), etika dalam melakukan penelitian meliputi :
1. Prinsip Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian khususnya menggunakan subjek penelitian
adalah manusia, maka prinsip yang harus dipahami adalah :
a. Prinsip manfaat
Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan manfaat untuk
kepentingan manusia. Prinsip ini bisa ditegakan dengan membebaskan,
tidak menimbulkan kekerasan, dan tidak menjadikan manusia untuk
dieksploitasi.
b. Prinsip menghormati manusia
Berdasarkan prinsip ini manusia berhak untuk menentukan pilihan antara
mau dan tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.
c. Prinsip keadilan
Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan
menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak menjaga
privasi manusia, dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia.
2. Masalah Etika Penelitian
a. Informed consent
Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informed
consent ini merupakan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
68
Pemberian informed consent ini bertujuan agar subjek mengerti maksud
dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya.
b. Prinsip Anonimity
Anonimity berarti dalam menggunakan subjek penelitian tidak
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data. Peneliti hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data tersebut.
c. Prinsip Confidentialy
Dalam hal kerahasiaan, informasi yang sudah didapatkan dari responden
harus menjamin kerahasiaannya. Masalah ini merupakan masalah etika
dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya.
69
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi deskripsi tentang hasil penelitian yang telah dilaksanakan di
SMPN I Jiwan Kabupaten Madiun. Penelitian ini membahas tentang Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap Kecemasan Menghadapi
Premenstrual Syndrome Pada Siswi kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan Madiun.
Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada siswi
SMPN I Jiwan. Selanjutnya hasil penelitian akan dibahas secara rinci sesuai
variabel yang diteliti.
5.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini bertempat di SMPN I Jiwan Kabupaten
Madiun.SMP Negeri 1 Jiwan Kabupaten Madiun sampai saat ini masih
menempati 2 lokasi: di Jalan Pangongangan (Belakang Kantor Kecamatan Jiwan)
ditempati untuk siswa-siswi kelas 7, dan di Jalan Raya Solo Desa Kincang
ditempati untuk pembelajaran siswa-siswi kelas 8 dan 9. (Sejak Tahun Pelajaran
2013/2014).
SMPN 1 Jiwan sebelumnya adalah Sekolah Teknik (ST 7) yang didirikan pada
tanggal 26 Maret 1972 dengan lokasi pada awalnya di depan Kampoeng Palm
Resto Jalan Raya Solo Jiwan (sekarang garasi mobil), kemudian pindah di Jalan
Pangongangan belakang Kantor Kecamatan Jiwan.ST 7 beralih menjadi SMPN
Jiwan sejak tahun 1979 dan menempati lokasi gedung belakang Kantor
Kecamatan Jiwan tersebut. Dan berangsur-angsur jumlah siswa semakin banyak
70
bertambah sehingga lokasi sekolah tidak menampung, sehingga untuk siswa-siswi
kelas 1 dipinjamkan gedung (bangunan yang sekarang ditempati SDN 1 Jiwan).
Sedangkan siswa-siswi kelas 2 dan 3 tetap menempati gedung belakang Kantor
Kecamatan Jiwan sebagai gedung pusat.Pada tahun 1982 tempat belajar siswa-
siswi kelas 1 dipindah ke lokasi yang sebelumnya ditempati SMP Swasta (Jaman
Jepang) yaitu di Jalan Raya Solo Desa Kincang Kecamatan Jiwan.
Pada tahun 1986, nama SMPN Jiwan berubah menjadi SMPN 1 Jiwan,
karena pada tahun tersebut pemerintah mendirikan SMP Negeri di Kecamatan
Jiwan yang bertempat di Desa Wayut selanjutnya diberi nama SMPN 2 Jiwan. Hal
tersebut juga sehubungan dengan adanya kebijakan pemekaran wilayah
Kecamatan Jiwan dipecah menjadi dua yaitu wilayah utara menjadi Kecamatan
Sawahan sedangkan wilayah selatan tetap Kecamatan Jiwan.
Pada tahun 1994/1995 s.d. 2003/2004 nama SMPN 1 Jiwan diubah
menjadi SLTP Negeri 1 Jiwan. Dan pada tahun 2004 sampai sekarang kembali
dengan nama SMPN 1 Jiwan.Saat ini Kepala Sekolah SMPN 1 Jiwan adalah Drs.
Didik Utomo, M.Pd.
5.2 Karakteristik Responden
Data ini menyajikan karakteristik responden berdasarkan Usia, Usia saat
pertama kali haid, lama haid.
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia
Tabel berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan
tingkat usia.
71
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia
Usia Frekuensi Prosentase
12 7 25,9
13 18 66,7
14 2 7,4
Jumlah 27 100
Sumber : Lembar Pengukuran tingkat kecemasan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale) (2017)
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden yang paling
banyak berumur 13 tahun ada 18 siswi (66,7%) yang paling sedikit sedikit
berumur 14 tahun ada 2 siswi (7,4%), dan. Berarti sebagian besar siswi kelas
7 SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun yang menjadi responden dalam
penelitian ini berusia di atas 13 tahun sejumlah 18 orang atau 66,7%.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia saat pertama kali haid
Tabel berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan
usia saat pertama kali haid.
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Saat Pertama Kali Haid
Usia Saat Pertama Kali Haid Frekuensi Prosentase
11 4 14,8
12 10 37,0
13 13 48,1
Jumlah 27 100,0
Sumber : Lembar Pengukuran tingkat kecemasan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale) (2017)
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa usia saat pertama kali haid
adalah paling banyak umur 13 sebanyak 13 siswi (48,1%) dan yang paling
sedikit 11 tahun sebanyak 4 siswi (14,8%). Berarti usia saat pertama kali haid
sebagian besar siswi kelas 7 SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun saat pertama
kali haid berusia 13 tahun sejumlah 13 orang atau 48,1%.
72
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Haid
Tabel berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan
lama haid.
Tabel 5.3 Karakteristik Responden BerdasarkanLama Haid
Lama Haid Frekuensi Prosentase
< 4 hari 1 3,7
4 – 5 hari 10 37,0
6 – 7 hari 14 51,9
> 7 hari 2 7,4
Jumlah 27 100,0
Sumber: Lembar Pengukuran tingkat kecemasan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale)(2017)
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwalama haid yang terbanyak
antara 6-7 hari ada 14 siswi (51,9) dan yang paling sedikit yaitu <4 hari
sebanyak 1 siswi (3,7%). Berartisebagian besar siswi kelas 7 SMPN 1 Jiwan
Kabupaten Madiun yang menjadi responden dalam penelitian mengalami haid
6 sampai 7 hari sejumlah 14 orang atau 51,9%.
5.3 Hasil Penelitian
5.3.1 Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome (PMS)
Sebelum Mendapatkan Pendidikan Kesehatan Peer Education Pada
Siswi Kelas 7 SMPN 1 Jiwan Madiun pada bulan juni 2017
Tabel 5.4 Hasil Penelitian Berdasarkan Tingkat kecemasan menghadapi
Premenstrual Syndrome sebelum mendapatkan pendidikan
kesehatan Peer Educationpada siswi kelas 7 di SMPN 1 Jiwan
Madiun.
No Tingkat Kecemasan Frekuensi Prosentase(%)
1 Tidak ada kecemasan 0 0
2 Ringan 1 3,7
3 Sedang 9 33,3
4 Berat 17 63,0
Jumlah 27 100
Sumber : Lembar Pengukuran tingkat kecemasan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale)(2017)
73
Hasil penelitian pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa yang paling
banyak adalah tingkat kecemasan berat sebanyak 17 (63,0%) responden
dan yang sedikit adalah responden yang mengalami tingkat kecemasan
ringan yaitu 1 (3,7%) responden dan sebagian besar tingkat kecemasan
responden sebelum dilakukan pendidikan kesehatan peer education dalam
kategori cemas berat yaitu sebanyak 17 (63,0%) responden.
5.3.2 Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome (PMS)
Sesudah dilakukan Pendidikan Kesehatan Peer Education pada siswi
kelas 7 SMPN 1 Jiwan Madiun
Tabel 5.5 Hasil Penelitian Berdasarkan Tingkat kecemasan menghadapi
Premenstrual Syndrome sesudah mendapatkan pendidikan
kesehatan Peer Education pada siswi kelas 7 di SMPN 1 Jiwan
Madiun
Tingkat Kecemasan Jumlah Prosentase
Tidak ada kecemasan 0 0
Kecemasan ringan 14 51,9
Kecemasan sedang 13 48,1
Kecemasan berat 0 0,0
Jumlah 27 100,0
Sumber :Lembar Pengukuran tingkat kecemasan skala HARS (Hamilton
Anxiety Rating Scale)(2017)
Hasil penelitian pada tabel 5.5 dapat diketahui sebagian besar tingkat
kecemasan responden setelah dilakukan pendidikan kesehatan peer
education yang paling banyak adalah tingkat kecemasan ringan yaitu 14
(51,9%) responden dan yang sedikit adalah tingkat kecemasan sedang
yaitu 13 (48,1%) responde dan sebagian besar tingkat kecemasan
responden sesudah dilakukan pendidikan kesehatan peer education dalam
kategori cemas sedang yaitu sebanyak 13 (48,1%) responden.
74
5.3.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap
Perubahan Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome
(PMS) pada Siswi kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan Madiun
Tabel 5.6 Analisa Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education
Terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan Menghadapi
Premenstrual Syndrome (PMS) pada siswi kelas 7 Di SMPN 1
Jiwan Madiun pada Bulan Juni 2017
Kelompok
Tidak ada
kecemasan
Kecemasan
ringan
Kecemasan
sedang
Kecemasan
berat Jumlah
F % F % F % F %
Sebelum
intervensi 0 0% 1 3,7% 9 33,3% 17 63,0% 27
Sesudah
intervensi 0 0% 14 51,9% 13 48,1% 0 0% 27
Wilcoxon
Signed Rank
Test
P value=0,000
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat
kecemasan premenstrual syndrome sebelum diberikan pendidikan
kesehataan peer education paling tinggi adalah tingkat kecemasan berat
yaitu 17(63,0%) responden dan yang paling rendah adalah pada tingkat
kecemasan ringan yaitu 1(3,7%) responden. Sedangkan tingkat kecemasan
menghadapi premenstrual syndrome sesudah diberikan pendidikan
kesehaatan peer education paling tinggi adalah tingkat kecemasan ringan
yaitu 14 (51,9%) responden dan yang rendah yaitu 13 (48,1%) responden.
Uji statistik menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test dan dapat
diketahui bahwa nilai Asymp. Sig (0,000 = 0 %) < α = 5%, yang berarti h0
ditolak dan ha diterima yang artinya ada perbedaan antara kecemasan
menghadapi Premenstrual Syndromesebelum dan sesudah mendapatkan
pendidikan kesehatan Peer Educationpada siswi kelas 7 di SMPN 1 Jiwan
Madiun.
75
5.4 Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini meliputi tingkat kecemasan menghadapi
Premenstrual Syndrome (PMS) sebelum diberikan pendidikan kesehatan Peer
Educationdan sebelum diberikan pendidikan kesehatan Peer Education.
5.4.1 Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome (PMS)
Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan Peer Education
Berdasarkan dari hasil penelitian pada tabel 5.4 yang dilakukan pada 27
responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan
berat sebanyak 17 responden (63,0%). Kecemasan sedang 9 responden (33,3%)
dan yang paling sedikit kecemasan ringan sebanyak 1 responden (3,7%).
Sehingga, berdasarkan kuesioner yang digunakan peneliti dapat disimpulkan
bahwa tingkat kecemasan sebelum diberikan pendidikan kesehatan peer education
adalah kecemasan berat. Hal ini sesuai dengan teori (Qiao et al.,2012) bahwa
Sindroma Pramenstruasi merupakan kondisi medis umum yang mempengaruhi
hubungan wanita, aktivitas sosial, produktivitas kerja, dan kualitas hidup.
Berbagai gejala emosional yang paling umum dialami wanita saat pra-haid timbul
suatu kecemasan ketika menghadapi Premenstrual Syndrome.Gejala yang sering
dikeluhkan remaja adalah gejala emosional seperti mudah tersinggung, depresi,
mudah marah, cemas atau tegang, perubahan suasana hati, sedangkan gejala fisik
adalah payudara tegang, perut kembung, sakit kepala dan mudah lelah Berbagai
gejala emosional yang paling umum dialami wanita saat PMS salah satunya
timbul suatu kecemasan ketika menghadapi Premenstrual Syndrome.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ayut Merdikawati,dkk (2016)
dengan judul Aromaterapi Bunga Lavender Dengan Tingkat Kecemasan Remaja
76
Putri Saat Premenstrual Syndrome menunjukkan bahwa tingkat kecemasan yang
paling banyak kecemasan berat (50%), kecemasan sedang (37,5%), dan
kecemasan ringan (12,5%).
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan saat
menghadapi premenstrual syndrome yaitu usia, seperti pada hasil penelitian ini
yang banyak ditemukan adalah usia responden yang paling banyak adalah 13
tahun. Dimana umur 13 tahun adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa ini dikenal dengan masa adolesens.Dalam masa ini
mengalami perkembangan fisik maupun psikis (Potter dan Perry, 2005). Hal ini
didukung oleh Notoadtmojo (2005) bahwa semakin matang usia seseorang, maka
semakin baik cara menanggapi masalah. Umur yang lebih muda akan mengalami
tingkat stress dan kecemasan yang lebih tinggi dari pada yang berusia tua.
Selain usia, faktor yang menyebabkan kecemasan menghadapi
premenstrual syndrome. Dalam penelitian ini yang paling banyak yaitu 6-7 hari.
Lama durasi haid disebabkan oleh faktor psikologis dan biologis. Secara
psikologis biasanya berkaitan dengan tingkat emosional wanita yang labil ketika
akan haid dalam Faridah Alatas dan TA Larasati (2016).
Faktor pengetahuan juga mempengaruhi kecemasan remaja saat
menghadapi Premenstrual Syndrome. Pemahaman remaja akan kesehatan
reproduksi menjadi bekal remaja dalam berperilaku sehat dan bertanggung jawab,
namun tidak semua remaja memperoleh informasi yang cukup dan benar tentang
kesehatan reproduksi. Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman ini dapat
77
mempengaruhi kecemasan remaja dalam menghadapi Premenstrual Syndrome
(Nurma,2015).
Berdasarkan analisis kuesioner tingkat kecemasan menggunakan HARS
kepada responden, meliputi 4 aspek yaitu faktor fisiologis, aspek perilaku, aspek
kognitif, dan aspek afektif. Dari aspek fisiologis ada 18 responden yang
menjawab. Salah satu aspek fisiologis yaitu keadaan fisik. Individu yang
mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami kelelahan fisik. Kelelahan
fisik yang dialami akan mempermudah individu megalami kecemasan (Tallis,
2010).
Dari uraian diatas peneliti berasumsi bahwa tingkat kecemasan setiap
individu berbeda-beda karena individu memiliki emosional yang berbeda.
Semakin tinggi tingkat emosionalnya maka akan lebih tinggi tingkat
kecemasannya.
5.4.2 Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome(PMS)
Sesudah Mendapatkan Pendidikan Kesehatan Peer Education
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan tingkat
kecemasan sesudah diberikan pendidikan kesehatan peer education yaitu cemas
ringan sebanyak 14 responden (51,9%), dan cemas sedang sebanyak 13 responden
(48,1%) . Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan sesudah
diberikan pendidikan kesehatan peer education adalah kecemasan ringan. Hal ini
dikarenakan dari 27 responden, peneliti memberikan pendidikan kesehatan peer
education sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur), ditambah dengan
perhatian dan kepatuhan responden melakukan terapi yang diberikan. Pada hasil
penelitian ini terjadi penurunan tingkat kecemasan setelah diberikan pendidikan
78
kesehatan peer education didapatkan paling banyak siswi berada pada tingkat
kecemasan ringan .
Sesuai dengan teori, bahwa salah satu fungsi yang paling penting dari
kelompok kawan sebaya adalah sebagai sumber informasi dan perbandingan
tentang dunia di luar keluarga.Remaja memperoleh umpan-balik mengenai
kemampuannya dari kelompk kawan sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa
yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan
remaja-remaja lainnya menurut Santrock dalam Ratnawati (2013). Dari hasil
wawancara terhadap 5 responden, mereka mengerti tentang bagaimana cara
penanganan pada premenstrual syndrome yaitu salah satunya adalah dengan
melakukan tehnik relaksasi nafas dalam karena ini sangat mudah dilakukan dan
dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Kecemasan dalam menghadapi Premenstrual Syndrome adalah suatu
keadaan menjelang menstruasi yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang
disertai dengan tanda somatik yaitu terjadinya hiperaktifitas sistem saraf
otonom.Remaja yang mengalami pubertas akan lebih cepat murung, khawatir,
cemas, marah dan menangis hanya karena hasutan yang sangat kecil (Ganong,
2012). Hal ini berpengaruh terhadap aktifitas sehari-hari menjadi terganggu,
misalnya pada saat menjelang menstruasi menjadi malas masuk sekolah (absen
meningkat) sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi menurun.
Oleh karena itu dalam penatalaksanaan kecemasan pre menstruasi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologi seperti obat anticemas ,dan anti
depresan. Sedangkan penanganan non farmakologi merupakan penanganan
79
meliputi melakukan diet,senam aerobic dan terapi relaksasi Mengingat hal
tersebut, diperlukan solusi lain untuk mengurangi kecemasan yang dialami oleh
remaja putri. Pemberian pendidikan kesehatan merupakan solusi yang sangat
dianjurkan untuk mengatasi hal tersebut (Proverawati (2009); Trya Aryaputri
Sudjana, dkk, (2015) ).
Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri
keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang
didalamnya perawat sebagai perawat pendidik (Suliha, dkk, 2012). Ada beberapa
cara untuk memberikan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan bisa
diberikan melalui ceramah, bentuk sosio drama dan metode peer education.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah yang selama ini
dilaksanakan kurang efektif, sehingga perlu dicari metode lain dalam
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman (Murti, Prabandari dan Riyanto,
2006). Metode pendidikan kesehatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah metode peer education.
Dari hasil uraian diatas untuk mengurangi kecemasan menghadapi
premenstrual syndrome dengan dua cara yaitu secara farmakologis dan non
farmakologis. Namun pada kenyataan nya banyak wanita yang belum mengerti
bagaimana cara penenanganan kecemasan saat menghadapi premenstrual
syndrome. Seperti pada penelitian ini masih banyak siswi kelas 7 Di SMPN 1
Jiwan Madiun yang mengalami kecemasan saat menghadapi premenstrual
syndrome.Kebanyakan dari mereka biasanya bersikap acuh terhadap perasaan
80
yang dialami hingga perasaan tersebut hilang dengan sendirinya.Dan mereka malu
untuk bertanya kepada keluarga yang lebih tua karena merasa hal ini di anggap
tabu. Salah satu cara nonfamakologis yang dapat dilakukan yaitu cara penanganan
dalam menghadapi premenstrual syndrome yang diberikan dengan memberikan
pendidikan kesehatan peer education.
5.4.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap
Perubahan Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil tingkat
kecemasan sebelum diberikan pendidikan kesehatan peer education pada tingkat
kecemasan berat yaitu sebanyak 17 responden (63,0%) . Kecemasan sedang 9
responden (33,3%) dan yang paling sedikit kecemasan ringan sebanyak 1
responden (3,7%). Pada hasil penelitian didapatkan penurunan tingkat kcemasan
sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan peer education dan setelah
dilakukan uji analisis Wilcoxon Sign Rank Test dapat diketahui bahwa nilai
Asymp.Sig (0,000=0%) <α = 5%, yang berarti signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa pendidikan kesehatan peer education berdampak positif dalam penurunan
tingkat kecemasan menghadapi premenstrual syndrome.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Risqa Rahma Rasida (2016)
tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap Kesiapan
Menghadapi Premenstrual Syndrome Pada Siswi Kelas VII dan VIII Di MTS
Assalam Temanggung. Hasilnya menunjukkan perbedaan kesiapan menghadapi
premenstrual syndrome sebelum diberikan pendidikan kesehatan melalui peer
education dan setelah diberikan pendidikan kesehatan melalui peer education.
Dari analisis data diketahui p value sebesar 0,000.
81
Hal ini berkaitan dengan teori Lawrencedan Green yang menggambarkan
kerangka Predisposing, reinforcingand enabling cause in education diagnosis and
evaluation dimana pendidikan kesehatan melalui peer education berkaitan dengan
perubahan-perubahan yang dapat mengubah sikap dan perilaku dan mencapai
tujuan yang diinginkan. Sehingga setelah peer educationtentang Premenstrual
Syndrome terjadi perbedaan bermakna pada pretestdan posttestkesiapan
menghadapi Premenstrual Syndrome yang menunjukan peningkatan setelah
mendapat perlakuan, yaitu menurunkan tingkat kecemasan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan para siswi dalam
menurunkan tingkat kecemasan. Bila dilihat dari umur, antara 12,13,dan 14 tahun
merupakan masa remaja yang akan mengalami pubertas. Perkembangan remaja
masa pubertas berpengaruh terhadap kematangan dalam berpikir. Dengan
memberikan pendidikan kesehatan peer education maka akan mudah memahami
tentang Premenstrual Syndrome.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah diberikan pendidikan
kesehatan dengan metode pendidikan sebaya tentang Premenstrual
Syndrometingkat pengetahuan responden mengalami peningkatan karena
dipengaruhi oleh penyampaian pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan
teman sebaya (peer education). Pendidikan kesehatan dengan metode teman
sebaya dibutuhkan oleh remaja sekarang ini. Remaja memerlukan pelayanan
pendidikan kesehatan yang benar. Hal ini semakin baik bila diberikan disekolah
oleh teman sebaya melalui pendidikan teman sebaya.
82
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer
Education Terhadap Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome Pada Siswi
kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan Madiun adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kecemasan menghadapi Premenstrual Syndrome sebelum (pre test)
mendapatkan pendidikan kesehatan Peer Education pada siswi kelas 7 di
SMPN 1 Jiwan Madiun sebagian besar sebanyak 63% adalah kecemasan
berat.
2. Tingkat kecemasan menghadapi Premenstrual Syndrome sesudah (post test)
mendapatkan pendidikan kesehatan Peer Education pada siswi kelas 7 di
SMPN 1 Jiwan Madiun sebagian besar sebanyak 51,9% adalah kecemasan
ringan.
3. Ada pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap Tingkat
Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome Pada Siswi Kelas 7 Di
SMPN 1 Jiwan dengan P value = 0,000.
83
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan temuan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Responden
Diharapkan dengan penelitian ini remaja mampu mengatasi kecemasan
menghadapi Premenstrual Syndrome dengan mengikuti penyuluhan ,
pendidikan kesehatan. Sehingga dapat mengetahui segala informasdi yang
terkait baik penanganan maupun pencegahan dalam menghadapi kecemasan
Premenstrual Syndrome.
2. Bagi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa stikes Bhakti Husada
Mulia Madiun untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer
Education Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual
Syndrome.
3. Bagi SMPN 1 Jiwan Madiun
Diharapkan untuk memberikan pendidikan reproduksi kepada siswi agar
siswi dapat mengetahui bagaimana cara penanganan saat menghadapi
Premenstrual Syndrome .
84
DAFTAR PUSTAKA
Amelia.2014. Konsumsi pangan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan status gizi
pada remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi.
(Jurnal).Bogor: Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.
Arikunto. 2010.Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arnawa. 2011. Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Dalam Meningkatkan
Pembelajaran. Jurnal Pendidikan UPI, Bandung.
Atmoko.2013.Analisis Penerapan Standart Operasional Procedure(SOP)Dalam
Pelayanan Kesehatan Berbasis IT Menggunakan Analisa
SWOT.(Jurnal).Jakarta:STMIK Nusamandiri.Jakarta.
Ayut Merdikawati.2016.Aromaterapi Bunga Lavender Dengan Tingkat
Kecemasan Remaja Putri Saat Pre Menstrual
Syndrome.(Jurnal).Malang.Universitas Brawijaya
BKKBN.2008. Modul Kesehatan Reproduksi Remaja. Yogjakarta : BKKBN.
BKKBN dan UNFPA.2006.Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Peer Group
Terhadap Sikap Remaja Tentang HIV/AIDS Di SMAN 2 Bantul
Yogyakarta.(Jurnal).Yogyakarta:Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Brunner & Suddarth, 2010. Hubungan Sindroma Pramenstruasi Dan Insomnia
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.(Skripsi).Surakarta:Universitas Sebelas Maret
Depdiknas. 2004. Kerangka Dasar Kurikulum 2004, Jakarta. Departemen
Pendidikan Nasional.
Dwi Yati.2014.Pengaruh Peer Education Terhadap Kecemasan Pada Remaja
Post Menarche Di Wilayah Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.
(Jurnal).Yogyakarta:Universitas Gajah Mada.
Faridah Alatas&TA Larasati.2016.Disminore Primer Dan Faktor Risiko
Disminore Primer Pada Remaja.(Jurnal).Universitas Lampung
Ford dan Collier.2006.Prosedur Pelaksanaan Metode Peer Education.
http://erepo.unud.ac.id/17357/3/1102106010-3-BAB%20II.pdf di akses
tanggal 20 Februari 2017
Ganong, W.F.201. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC.
85
Hawari.2014.Manajemen Stress, Cemas, Depresi, Jakarta:FKUI.
Hestiantoro.2009.Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Sindroma Pramenstruasi
pada Siswi SMP Negeri 4 Surakarta.(Jurnal).Surakarta:Stikes PKU
Muhammadiyah Surakarta
Henshaw, C.2007. PMS: Diagnosis, etiology, assesment and management
Advances in Psychiatric Treatment. Vol 13:139-146
Hidayat,A.A.2007.Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis Data.
Surabaya:Salemba.
.2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta:Salemba
Medika.
Hurlock. B.Elizabeth. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Aksara
Pratama.
Joseph. G.2010. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Bogor: IPB Bogor
Kanisius. 2010. Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Melani Silvia, Karjiyem. 2015. Hubungan Pengetahuan tentang Sindrom
Premenstruasi dan Motivasi Penanganan Sindrom Premenstruasi Remaja
Putri dengan Penanganan Sindrom Premenstruasi Di SMA Muhammadiyah
5 Yogyakarta Tahun 2014.(Jurnal).Yogyakarta:Unisa Yogyakarta
Moersintowarti, 2002, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung
Seto.
Mubarak.2007.Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Perawatan ICU-ICCU
Terhadap Kecemasan Keluarga Pasien di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro
Sragen.(Skripsi).Surakarta:Stikes Kusuma Husada
Mubarak dan Chayatin. 2009. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pra Bedah
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur Di RSUD
dr.Moewardi. (Jurnal). Surakarta:Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta
Murti, Prabandari dan Riyanto, 2006. Efektivitas promosi kesehatan dengan peer
education pada kelompok dasawisma tersangka TB Paru. Jurnal Kedokteran
Masyarakat.
Murwani.2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.Edisi : 1, Fitramaya :
Yogyakarta.
86
Nixson.2016.Terapi Reminiscence: Solusi Pendekatan sebagai Upaya Tindakan
Keperawatan dalamMenurunkan Kecemasan , Stress , dan Depresi.
Jakarta:Trans Info Media.
Notoatmodjo.2005.Tingkat Kecemasan Remaja Putri Dalam Menghadapi
PreMenstrual Syndrome Di SMP 2 Sooko Mojokerto.(Jurnal).Mojokerto
.2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta.
.2012.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta.
.2013.Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:PT Rineka
Cipta.
Nurma.2015.Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kecemasan Menghadapi
Menarche Pada Siswi SDN Pangengudang Kecamatan Purwerojo
Kabupaten Purworejo.(Jurnal).Universitas Gajah Mada
Nursalam.2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
Proverawati. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Potter&Perry.2005.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC
Qiao et al.2012, Gejala PMS. (http://2015-338404-chapter 1/latar belakang.pdf.
dikases hari Kamis, tanggal 24 Maret 2017 jam.10.00)
Rice, Philip L. 2013. Stress and Health. London: Brooks Cole Publishing
Company.
Risqa Rahma Rasida.2016.Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education
Terhadap Kesiapan Menghadapi Premenstrual Syndrome Pada Siswi Kelas
VII dan VIII Di MTS Assalam Temanggung.(Jurnal).Yogyakarta.Universitas
Aisyiyah Yogyakarta
Saryono.2009. Sindrom Premenstruasi. Jakarta:Nuha Medika.
.2011.Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif, R&D.Bandung:Alfabeta.
Setiadi.2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Silva.DP.2010.Menarche and Lifestyle. Wisconsin Medical . Journal Vol 104, No
7. Wisconsin. Gundersen Lutheran Medical Centre.
Stuart.2007, Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.
87
Stuart dan Sundeen.2011.Prinsip dan Praktik Keperawatan Psikiatrik.
Jakarta:Salemba Empat.
Sugiyono.2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Suliha,dkk, 2012. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Cetakan I. Jakarta :
EGC.
Suparman. 2012. Premenstrual Syndrome. Jakarta:EGC
Syianti, Sri dan Pertiwi. Herdining Widyaning. Syamti. 2011. Hubungan Antara
Tingkat Kecemasan Dengan Sindrom Premenstruasi Pada Mahasiswi
Tingkat II(Jurnal).Boyolali:Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali.
Tallis.2010.Mengatasi Rasa Cemas.Jakarta:Arcan
Trya Aryaputri Sudjana, Ni Komang Ari Sawitri, I.G.A Triyani, 2011. Efektivitas
Penyuluhan Peer Group Dengan Penyuluhan Oleh Petugas Kesehatan
Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Menarche. Jurnal Ilmu Kesehatan
Keperawatan, Vol.7.No.3. Oktober 2011.
UNAIDS.2007.Peer education and HIV/AIDS. http://repository.usu.ac.id/
bitstream/handle/123456789/57089/Chapter%20II.pdf?sequence=5 Diakses
tanggal 20 Maret 2017.
Videbeck. Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yudi.2008.Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Mahasiswi
Keperawatan Di Dalam Mengatasi Disminore Di Fakultas Ilmu Kesehatan
UMS.(Skripsi).Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yunghui.2011. Hubungan Sindrom Pramenstruasi dengaan Tingkat Kecemasan
Pada Siswi Kelas XI Jurusan Akuntansi SMK Negeri 1 Bantul Yogyakarta .
(Jurnal).Yogyakarta:Unisa Yogyakarta.
88
Lampiran 1
89
Lampiran 2
90
Lampiran 3
PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN
1. Kami adalah Dinda Nida Ankhofiyya , mahasiswa Jurusan Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun , dengan ini
meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang
berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Peer Education Terhadap
Tingkat Kecemasan Menghadapi PMS (Pre Menstrual Syndrome )
Pada Siswi Kelas 7 di SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun “
2. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang
penanganan dalam menghadapi kecemasan saat PMS . Penelitian ini
berlangsung selama ± 20 menit denagn sampel yaitu siswi kelas 7 yang
mengalami kecemasan menghadapi PMS di SMPN 1 Jiwan Kabupaten
Madiun.
3. Prosedur pengambilan data pada sampel yaitu langsung pada subyek
penelitian , berupa kuesioner kecemasan yang dilakukan 3 kali dalam 1
bulan.
4. Keuntungan yang anda peroleh dengan keikutsertaan dapat dirasakan secara
langsung berupa cara penanganan kecemasan menghadapi PMS .
5. Seandainya anda tidak menyetujui cara ini maka anda boleh tidak mengikuti
penelitian ini sama sekali . Untuk itu anda tidak dikenai sanksi apapun .
6. Nama dan jati diri anda akan tetap dirahasiakan .
Hormat Saya
Dinda Nida Ankhofiyya
91
Lampiran 4
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Dengan hormat,
Saya sebagai mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun
Nama : Dinda Nida Ankhofiyya
NIM : 201302020
Bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Peer Education Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi PMS (Pre
Menstrual Syndrome) Pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan Kabupaten
Madiun“.
Sehubungan dengan ini, saya mohon kesediaan saudari untuk bersedia
menjadi responden dalam penelitian yang akan saya lakukan . Kerahasiaan data
pribadi saudari akan sangat saya jaga dan informasi yang saya dapatkan akan
saya gunakan untuk penelitian ini.
Demikian permohonan saya, atas perhatian dan kesediaan saudari saya
mengucapkan terima kasih.
Madiun, 8 Mei 2017
Dinda Nida Ankhofiyya
NIM.201302020
92
Lampiran 5
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Inform Consent)
Dengan hormat,
Saya sebagai mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun
Nama : Dinda Nida Ankhofiyya
NIM : 201302020
Bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Peer Education Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi PMS (Pre
Menstrual Syndrome) Pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Jiwan Kabupaten
Madiun“.
Adapun informasi yang saudari berikan akan dijamin kerahasiaannya dan
saya bertanggung jawab apabila informasi yang diberikan akan merugikan
saudari.
Sehubungan dengan hal tersebut , apabila saudari setuju ikut serta dalam
penelitian ini dimohon untuk menandatangi kolom yang telah disediakan dan
menjawab semua pertanyaan yang diberikan dengan sejujur-jujurnya dan apa
adanya serta tanpa adanya keterpaksaan.
Madiun , 8 Mei 2017
Peneliti
Dinda Nida Ankhofiyya
NIM.201302020
Responden
93
Lampiran 6
KISI- KISI KUESIONER
TINGKAT KECEMASAN
NO. Uraian Nomor
Soal NO Uraian
Nomor
Soal
1 Perasaan cemas 1 8 Gejala sensorik 8
2 Ketegangan 2 9 Gejala kardiovaskuler 9
3 Ketakutan 3 10 Gejala pernafasan 10
4 Gangguan Tidur 4 11 Gejala gastrointestinal 11
5 Gangguan
kecerdasan
5 12
Gejala urogenital 12
6 Perasaan depresi 6 13 Gejala vegetative 13
7 Gejala somatic 7 14 Apakah anda merasakan 14
94
Lampiran 7
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
Topik : Pre Menstrual Syndrome
Sasaran : Konselor peer education
Waktu : Pukul 10.00 WIB
Hari,Tanggal : 20 Mei 2017
Tempat : SMPN 1 Jiwan
Waktu : 3 Hari
Nama Penyuluh : Dinda Nida Ankhofiyya
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan konselor peer
education dapat memahami dan mengerti tentang PMS (Pre Menstrual
Syndrome)
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan tentang PMS (Pre Menstrual
Syndrome )konselor diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian PMS
2. Menjelaskan Faktor Penyebab PMS
3. Menjelaskan Tanda dan Gejala PMS
4. Menjelaskan Cara Pencegahan Sebelum Terjadi PMS
5. Menjelaskan panatalaksanaan PMS
C. Materi Penyuluhan
1. Pengertian PMS (Pre Menstrual Syndrome)
PMS adalah sekumpulan keluhan dan gejala fisik ,emosional ,
dan perilaku yang terjadi pada wanita usia reproduksi yang muncul
secara siklik dalam rentang waktu tujuh sampai empat belas hari
sebelum menstruasi dan menghilang setelah darah haid keluar yang
95
terjadi pada suatu tingkatan yang mampu mempengaruhi gaya hidup
dan aktivitas.
2. Faktor Penyebab PMS
a. Faktor hormonal, terjadi karena ketidakseimbangan hormone
proges-teron dan estrogen. Kadar hormon estrogen sangat berlebih
dan melampaui batas sedangkan hormone progesterone menurun.
Selain dengan faktor hormone berkaitan juga dengan perasaan,
faktor kejiwaan, masalah sosial yang berkaitan dengan serotonin.
b. Faktor kimia, bahan-bahan kimia yang berada di otak seperti
serotonin berubah-ubah selama menstruasi. Serotonin adalah suatu
neurotransmitter merupakan suatu bahan kimia yang terlibat dalam
pengiriman pesan sepanjang saraf di dalamotak, tulang belakang,
dan seluruh tubuh. Serotonin sangat mempengaruhi suasana hati.
Aktivitas serotonin berhubungan dengan depresi, kecemasan,
kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan untuk tidur, implusif,
dan agresif.
c. Faktor genetik, biasanya terjadi pada dua kali lebih tinggi pada
kembar satu sel (monozigot) disbanding dengan dua telur
(heterozigot).
d. Faktor psikologis, yaitu stress sangat berpengaruh besar terhadap
kejadian PMS. Gejalanya akan semakin hebat jika mengalami
tekanan.
e. Faktor gaya hidup, yaitu pola makan juga memegang peranan yang
tidak kalah penting, makan yang terlalu banyak dan terlalu sedikit
sangat berperan terhadap gejala PMS. Makanan yang mengandung
banyak garam akan menyebabkan retensi cairan dan tubuh menjadi
bengkak. Mengkonsumsi minuman beralkohol dan berkafein dapat
menggangu suasana hati dan melemahkan tenaga.
f. Kekurangan zat gizi
Kekurangan zat gizi seperti vitamin (terutama B6), vitamin E,
vitamin C, magnesium, zatbesi, seng, mangan, dan asam linoleat.
96
Kebiasaan merokok dan minum alcohol juga dapat memperberat
gejala PMS (Pre Menstrual Syndrome).
g. Kegiatan Fisik
Kurang berolahraga dan aktivitas fisikmenyebabkan semakin
beratnya PMS (Pre Menstrual Syndrome).
3. Gejala PMS
a. Sakit kepala
b. Keletihan
c. Sakit pinggang
d. Pembesaran dan nyeri pada payudara
e. Perasaan begah pada abdomen
f. Perubahan suasana hati
g. Ketakutan atau kehilangan kontrol
h. Makan sangat berlebihan
i. Menangis tiba-tiba
4. Pencegahan SebelumTerjadi PMS
a. Tidak minum alcohol
b. Mengurangi kopi
c. Menghindari (tidak) merokok
d. Belajar mengenali premenstruasi sindrom dan mengendalikan
perasaan
e. Pengaturan pola makan
f. Olahraga 3x seminggu
5. Penanganan PMS
a. Pengobatan PMS dapat menggunaka nanalgetik (obat penghilang
rasa sakit )dan bersifat simptomatis hanya membantu mengatasi
nyeri, dan gejala sedang lainnya serta bersifat sementara .
97
Analgetik yang digunakan biasanya asam mefenamat dengan dosis
500 mg diberikan 3 kali sehari
b. Tehnik Relaksasi tarik nafas dalam dengan cara:
• Duduk dengan santai
• Tarik nafas dalam melalui hidung dengan bibir tertutup
• Tahan selama 1-2 detik
• Keluakan udara melalui mulut
c. Tehnik Distraksi
• Menonton Film
• Membaca Novel
• Jalan Jalan Ke Pusat Perbelanjaan
d. Kompres Hangat Untuk mengurangi nyeri
• Isi botol aqua dengan air hangat
• Tempelkan botol tersebut di bawah perut
• Kompres dilakukan 15-20 menit
D. MetodePenyuluhan
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
E. Media Penyuluhan
a. Leaflet
b. LCD
98
F. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap
Pengkajian Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran
1 Pembukaan 5 Menit 1. Membuka acara
dengan mengucapkan
salam dan perkenalan
2. Menyampaikan topik
dan tujuan Penyuluhan
kepada konselor
3. Kontrak waktu untuk
kesepakatan
penyuluhandengan
konselor
1. Menjawab salam dan
mendengarkan
perkenalan.
2. Mendengarkan
penyampaian topik
dan tujuan
3. Menyetujui
kesepakatan
pelaksanaan Penkes
2 Kegiatan Inti 10
Menit
1. Peneliti member
pendidikan kepada
konselor dengan
media leaflet dan LCD
2. Peneliti
mempraktekkan
bersama dengan
konselor cara
menangani kecemasan
PMS
1. Mendengarkan
materi yang
disampaikan
3 Evaluasi /
Penutup
5 menit 1. Memberikan
kesempatan kepada
sasaran untuk bertanya
2. Menutup acara dengan
mengucapkan salam
1. Menjawab
pertanyaan
2. Menjawab salam
99
Lampiran 8
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEER EDUCATION
Pengertian Remaja yang secara fungsional mempunyai komitmen dan
motivasi yang tinggi , sebagi narasumber bagi kelompok
remaja sebayanya yang telah mengikuti pelatihan / orientasi
pendidik sebaya atau yang belum dilatih dengan
mempergunakan Panduan Kurikulum dan Modul Pelatihan
yang telah disusun
Keuntungan 1. Cocok karena memiliki kultural yang sama
2. Berbasis Komunitas
3. Mudah diterima oleh khalayak yang menjadi sasaran
4. Ekonomis
Langkah 1. Tahap perencanaan yaitu menentukan kelompok target
dan konselor yang nantinya konselor akan menjadi
konselor bagi teman sebayanya .
2. Tahap pelatihan yaitu memberikan pelatihan kepada
konselor tentang edukasi dengan cara :
a. Peneliti melakukan kontrak kerja dengan konselor
b. Peneliti memberi pendidikan kepada konselor dengan
media leaflet dan LCD
c. Peneliti mempraktekkan bersama dengan konselor
cara menangani kecemasan PMS
d. Peneliti melakukan diskusi dan tanya jawab bersama
konselor
3. Tahap implementasi yaitu konselor melakukan aktivitas
edukasi sebaya dengan cara :
a. Konselor melakukan kontrak kerja dengan teman
sebayanya
b. Konselor memberi pendidikan dengan leaflet
c. Konselor mempraktekkan bersama dengan teman
sebaya nya cara menangani kecemasan PMS
d. Konselor melakukan diskusi dan tanya jawab dan
peneliti mengawasi
4. Tahap evaluasi yaitu memberikan pertanyaan atau
mengevaluasi kepada teman sebayanya .
100
Lampiran 9
KUESIONER TINGKAT KECEMASAN SKALA HARS
Nama :
Umur :
Umur Saat Pertama Kali Haid :
Berapa Hari Lama Haid :
(Hamilton Anxiety Rating Scale)
Adakah tanda – tanda atau gejala di bawah ini yang adik – adik rasakan saat
mengalami PMS (Pre Menstrual Syndrome)
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan member tanda centang ( √ ) pada kolom
yang tersedia di bawah ini
1. Perasaan cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2. Ketegangan
Merasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat dengan nyenyak
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
101
3. Ketakutan
Pada gelap
Ditinggal sendiri
Pada orang asing
Pada binatang besar
Pada keramaian lalu lintas
Pada kerumunan banyak orang
4. Gangguan tidur
Sukar memulai tidur
Terbangun malam hari
Tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5. Gangguan kecerdasan
Daya ingat buruk
Sulit berkonsentrasi
Sering bingung
6. Perasaan depresi
Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
102
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah – ubah sepanjang hari
7. Gejala somatik (otot –otot )
Nyeri otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemeretak
Suara tak stabil
8. Gejala sensorik
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan ditusuk – tusuk
9. Gejala kardiovaskuler
Denyut nadi cepat
Berdebar – debar Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lemah seperti mau pingsan
Detak jantung hilang sekejap
103
10. Gejala pernapasan
Rasa tertekan di dada
Perasaan tercekik
Merasa napas pendek / sesak
Sering menarik napas panjang
11. Gejala gastrointestinal
Sulit menelan
Mual muntah
Berat badan menurun
Konstipasi / sulit buang air besar
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri lambung sebelum / sesudah makan
Rasa panas di perut
Perut terasa penuh / kembung
12. Gejala urogenitalia
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Amenor/menstruasi yang tidak teratur
Frigiditas
104
13. Gejala vegetatif/otonom
Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Pusing / sakit kepala
Bulu roma berdiri
14. Apakah anda merasakan ?
Gelisah
Tidak tenang
Mengerutkan dahi muka tegang
Tonus/ketegangan otot meningkat
Napas pendek dan cepat
Muka merah
Jumlah skor : ………………………………………
Kesimpulan : Tidak ada kecemasan
Kecemasan ringan
Kecemasan sedang
Kecemasan berat
105
Lampiran 10
item 1 item 2 item 3 item 4 item 5 item 6 item 7 item 8 item 9 item 10 item 11 item 12 item 13 item 14 total kategori Usia Usia Menarche Lama Haid
1 2 2 2 2 2 0 2 1 2 2 2 2 2 24 sedang 13 12 4 - 5
1 2 2 1 2 3 2 2 2 1 1 1 1 2 23 sedang 13 11 6 - 7
2 1 1 2 2 3 2 3 3 1 1 2 3 2 28 berat 12 13 4- 5
3 1 2 2 2 3 1 2 4 2 0 2 3 2 29 berat 12 13 6 - 7
1 1 0 0 2 0 1 0 2 1 1 0 1 1 11 ringan 14 13 4 - 5
1 2 2 1 2 3 3 3 3 2 0 0 2 2 26 sedang 13 13 6 - 7
2 4 1 1 2 3 1 1 1 1 3 2 3 4 29 berat 12 12 6 - 7
2 3 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 1 32 berat 12 13 4 - 5
3 1 2 1 2 3 1 3 3 4 1 2 2 2 30 berat 12 13 < 4
2 2 2 1 2 3 3 3 2 1 4 4 3 3 35 berat 13 12 6 - 7
1 2 2 0 2 1 1 2 1 1 2 0 1 2 18 sedang 13 11 4 - 5
1 4 2 1 2 1 1 3 3 1 0 2 2 2 25 sedang 12 13 > 7
3 1 1 1 2 3 3 4 3 2 1 2 2 2 30 berat 13 12 6 - 7
2 3 2 0 2 3 4 3 2 3 1 2 1 3 31 berat 13 13 4 - 5
3 1 2 3 2 3 3 3 3 1 1 2 2 3 32 berat 13 11 6 - 7
2 0 1 2 2 0 1 1 0 3 2 0 2 4 20 sedang 13 13 > 7
2 1 1 2 2 3 3 2 2 2 0 2 0 2 24 sedang 13 12 6 - 7
3 1 2 1 2 3 3 3 3 1 1 3 1 2 29 berat 13 12 4 - 5
3 3 3 0 2 3 2 3 3 3 1 1 2 4 33 berat 13 13 6 - 7
3 4 2 1 2 3 2 1 3 2 1 1 1 3 29 berat 13 12 4 - 5
2 3 2 0 2 3 2 3 2 3 2 2 1 1 28 berat 13 13 6 - 7
3 3 1 3 2 3 3 2 1 1 4 2 2 3 33 berat 13 12 6 - 7
3 2 2 1 2 3 3 3 1 2 3 1 2 4 32 berat 13 13 4 - 5
2 1 2 2 2 3 3 2 2 3 1 1 3 2 29 berat 13 12 4 - 5
3 3 2 2 2 3 1 3 2 2 2 2 2 1 30 berat 14 11 6 - 7
2 2 1 0 2 3 4 4 3 1 1 0 0 1 24 sedang 12 12 6 - 7
1 0 1 1 2 3 3 1 1 4 1 1 1 1 21 sedang 13 13 6 - 7
Pre-Test
TABULASI DATA KECEMASAN PRE MENSTRUAL SYNDROME
106
item 1 item 2 item 3 item 4 item 5 item 6 item 7 item 8 item 9 item 10 item 11 item 12 item 13 item 14 total kategori Usia Usia Menarche Lama Haid
1 0 1 1 2 0 0 2 2 2 0 0 1 1 13 ringan 13 12 4 - 5
1 1 1 2 2 0 1 1 2 1 1 1 2 0 16 sedang 13 11 6 - 7
0 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 0 1 2 15 sedang 12 13 4- 5
1 1 0 2 2 0 1 2 0 2 0 0 0 2 13 ringan 12 13 6 - 7
0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 9 ringan 14 13 4 - 5
1 0 1 1 2 0 1 0 1 1 0 0 1 1 10 ringan 13 13 6 - 7
2 1 1 1 2 0 1 1 1 1 0 0 1 0 12 ringan 12 12 6 - 7
0 1 2 2 2 2 1 1 0 2 0 1 1 1 16 sedang 12 13 4 - 5
1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 0 1 17 sedang 12 13 < 4
2 3 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 0 20 sedang 13 12 6 - 7
1 0 1 0 1 1 1 2 1 1 1 0 1 1 12 ringan 13 11 4 - 5
0 1 2 1 2 2 1 1 2 2 0 1 1 0 16 sedang 12 13 > 7
0 1 1 1 0 1 1 1 2 2 1 2 1 1 15 sedang 13 12 6 - 7
0 1 1 0 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 16 sedang 13 13 4 - 5
0 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 0 0 1 14 ringan 13 11 6 - 7
1 0 1 2 2 0 1 1 0 1 2 0 1 1 13 ringan 13 13 > 7
2 1 1 2 2 0 0 0 2 0 0 1 0 1 12 ringan 13 12 6 - 7
1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 17 sedang 13 12 4 - 5
0 1 1 0 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 16 sedang 13 13 6 - 7
1 0 2 1 2 0 2 1 0 0 1 1 1 1 13 ringan 13 12 4 - 5
2 1 2 0 2 0 2 1 2 0 2 2 1 0 17 sedang 13 13 6 - 7
2 3 1 1 0 0 0 1 1 1 1 2 0 1 14 ringan 13 12 6 - 7
2 2 2 1 2 1 1 1 0 2 1 1 2 4 22 sedang 13 13 4 - 5
1 1 2 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 11 ringan 13 12 4 - 5
2 0 0 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 12 ringan 14 11 6 - 7
1 1 1 0 2 0 1 1 1 1 1 0 0 1 11 ringan 12 12 6 - 7
1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 sedang 13 13 6 - 7
Post-Test
TABULASI DATA KECEMASAN PRE MENSTRUAL SYNDROME
107
Lampiran 11
DATA DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 12 7 25.9 25.9 25.9
13 18 66.7 66.7 92.6
14 2 7.4 7.4 100.0
Total 27 100.0 100.0
Usia saat pertama haid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 11 4 14.8 14.8 14.8
12 10 37.0 37.0 51.9
13 13 48.1 48.1 100.0
Total 27 100.0 100.0
Lama Haid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <4 1 3.7 3.7 3.7
4 – 5 10 37.0 37.0 40.7
6 – 7 14 51.9 51.9 92.6
>7 2 7.4 7.4 100.0
Total 27 100.0 100.0
108
Lampiran 12
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
cemas sesudah peer
education - cemas
sebelum peer education
Negative Ranks 27a 14.00 378.00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 0c
Total 27
a. cemas sesudah peer education < cemas sebelum peer education
b. cemas sesudah peer education > cemas sebelum peer education
c. cemas sesudah peer education = cemas sebelum peer education
cemas sesudah peer education -
cemas sebelum peer education
Z -4.545a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
109
Lampiran 13
DOKUMENTASI PENELITIAN
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PEER EDUCATION
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PMS
(PREMENSTRUAL SYNDROME) PADA SISWI KELAS 7
DI SMPN 1 JIWAN MADIUN
Top Related