Berikut saya sajikan contoh penelitian, silakan di baca dan jawab pertanyaan berikut ini
sesuai dengan isi penelitian, jawaban dikumpulkan pada hari jumat jam 08.00 wib.
1. apa variabel bebas dalam penelitian ini ................
2. apa variabel terikat pada penelitian dalam penelitian ini ................
3. dilihat dari tujuan khusus penelitian maka desain yang digunakan pada penelitian
ini komparatif ataukah korelasi ....................
4. Hipotesa pada penelitian ini bunyinya adalah .................
5. Jelaskan mengenai desain penelitian pre eksperimental one group pretest post .....
6. Apa perbedaan populasi dengan sampel...................
7. Mengapa disampel perlu ada kriteria inklusi .................
8. teknik sampling dalam penelitian ini yaitu nonprobability sampling dengan
menggunakan purposive sampling.
a. Jelaskan mengenai pengertian sampling .................
b. Jelaskan mengenai dan teknik sampling purposive
sampling......................
9. Jelaskan konsep mengenai variabel penelitian ....................
10. Ada berapa variabel yang diteliti pada penelitian ini .....................
11. Jelaskan pengertian kerangka konseptual.....
12. Pada penelitian ini variabel dependen menggunakan data ordinal, mengapa..........
13. Pada penelitian ini apakah sudah benar menggunakan uji statistik wilcoxon,
kalo benar apa alasanya kalo salah apa alasanya................
14. Komponen apa saja yang harus ada di pembahasan dan jelaskan...............
15. Dari hasil pengujian statistik menggunakan uji Wilcoxon signed rank test,
diperoleh p = 0.000 dengan pvalue 0,005, apa artinya .........................
SKRIPSI
ii
EFEKTIFITAS TINDAKAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF UNTUK
MENGURANGI KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI
KATARAK DI ROYAL CLINIC MEDICAL, DENTAL
AND EYE CENTRESURABAYA
OLEH :
Paijo
NIM. 141.0020BP
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2016
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak merupakan penyakit mata yang sangat dikenal oleh masyarakat
pada saat ini. Hal ini akibat mulai terdapat kesadaran pada lansia bahwa katarak
adalah kelainan mata pada usia lanjut. Ada beberapa kelainan yang sering
dihubungkan dengan usia lanjut seperti katarak, glaukoma, degenerasi makula,
dan proses yang terjadi seperti pengaruh penyakit kencing manis (diabetes
melitus). Kebanyakan pasien lansia masih ragu-ragu dan takut mendengar adanya
pasien katarak pada matanya akibat mendengar adanya pasien katarak yang buta.
Patut dijelaskan bahwa katarak tidak selalu berjalan progresif yang akan berakhir
dengan pembedahan. Tidak hanya katarak yang memberikan keluhan penglihatan
pada usia lanjut. Banyak faktor lain yang dapat memberikan keluhan penglihatan
pada usia lanjut. Perubahan kaca mata dengan penambahan kekuatan atau dengan
memakai kaca pembesar dapat mengatasi sementara penglihatan yang berkurang
akibat katarak. Pembedahan dengan membersihkan atau mengangkat lensa yang
keruh (katarak) dan mengganti dengan lensa pengganti merupakan tindakan
pengobatan terhadap katarak. Katarak akan dibedah bila sudah terlalu luas
mengenai bagian dari lensa mata atau katarak total. Lensa yang keruh atau katarak
tidak dapat memfokuskan sinar ke dalam mata. Pada usia diatas 60 tahun katarak
merupakan penyebab utama gangguan penglihatan pembedahan tidak perlu
menunggu katarak matang. Karena apabila operasi diundur maka ada
kemungkinan timbulnya penyulit yang tidak dapat dihindarkan. (Ilyas, 2006).
Menurut Chitty, (1997) di dalam buku Muttaqin (2010) kecemasan disebabkan
oleh hal-hal yang tidak jelas, termasuk didalamnya pasien yang akan menjalani
operasi karena tidak tahu konsekuensi operasi dan takut terhadap prosedur operasi
itu sendiri. Dari observasi peneliti yang dilakukan pada tanggal 25 mei 2015 di
ruangan poli mata Royal klinik Surabaya peneliti mendapatkan penatalaksanan
pre operasi katarak pra bedah belum berjalan secara efisien, perawatan yang
dilakukan cenderung didominasi pada penanganan penyakit fisik pasien saja atau
secara farmakologis. Kurangnya pemenuhan kebutuhan pasien katarak secara
psikologis dalam mengurangi kecemasan pra operasi menimbulkan beberapa
pasien melakukan penundaan jadwal operasi karena faktor dari pasien belum siap
secara mental dalam menjalani operasi. Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011)
ada beberapa teknik relaksasi yang dapat digunakan meliputi;relaksasi napas
dalam, imajinasi terbimbing, teknik relaksasi otot progresif, biofeedback dan
hipnotis diri. Kecemasan yang sering terjadi pada pasien pre operasi katarak di
royal medical, dental dan eye center sampai saat ini belum ada tindakan
keperawatan untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa katarak
merupakan penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan terbanyak. Pada tahun
2002 didapatkan lebih dari 17 juta (47,8%) penderita katarak dari 37 juta
penduduk yang mengalami kebutaan. Angka kebutaan ini akan terus meningkat
sampai sekitar 40 juta pada tahun 2020. dilaporkan pada pertemuan Asia Pacific
Academy of Opthalmology di sydney 2010, Angka Prevalensi kebutaan di
indonesia berkisar 1 % dari jumlah penduduk di indonesia. hasil dari riskesda
2013 didapatkan prevalensi angka kebutaan akibat katarak di jawa timur adalah
0,4% (Riskesda, 2013). Prevalensi kecemasan baik akut maupun kronik mencapai
2
5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding
1. Dan diperkirakan antara 2% - 4% diantara penduduk di suatu saat dalam
kehidupannya pernah mengalami gangguan kecemasan (Jaya, 2015). Studi
pendahuluan pada 25 Mei 2015 yang didapatkan dari laporan bulanan di Poli
Mata Royal Klinik Medical, Dental dan Eye Center Surabaya, jumlah pasien
katarak dari januari 2015 sampai dengan mei 2015 sebanyak 258 orang, jumlah
pasien rata-rata 43 orang per bulan dan pasien terbanyak adalah pasien yang sudah
lanjut usia dengan keluhan mata sering berkabut dan sering berganti kacamata
karena merasa tidak nyaman dan ada pula karena pengaruh suatu penyakit yaitu
diabetes melitus tetapi hanya sebagian kecil saja. Berdasarkan informasi yang
peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan perawat poli mata pada tanggal 25
Mei 2015, didapatkan 2 diantara 5 pasien yang mengalami kecemasan ringan,
yang ditandai dengan pasien takut sehingga sering bertanya kepada petugas
kesehatan, tampak tidak nyaman jika ada orang asing yang memasuki ruangan
atau secara aktif mencari dukungan dari teman dan keluarga dan 3 orang tidak
mengalami kecemasan yang ditandai dengan pasien sudah mengetahui prosedur
operasi yang akan dilakukan.
Operasi merupakan tindakan yang banyak menimbulkan kecemasan.
Operasi yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan kecemasan pada pasien.
Kecemasan yang terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat,
menjadi bergantung dengan orang lain dan mungkin kematian (Potter & Perry,
2005). Kecemasan dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun
psikologis yang akhirnya mengaktifkan syaraf otonom simpatis sehingga
meningkatkan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
nafas, dan secara umum mengurangi tingkat energi pada paisen, dan akhirnya
dapat merugikan individu itu sendiri. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi,
kecemasan merupakan stressor yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh.
Hal ini terjadi melalui serangkaian aksi yang diperantarai oleh HPA-axis
(Hipotalamus, pituitari dan adrenal), stres akan merangsang hipotalamus untuk
meningkatkan produksi Corticotropin Releasing Factor (CRF). CRF ini
selanjutnya akan merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol
dan kortisol inilah yang selanjutnya akan menekan sistem imun tubuh (Muttaqin
Arif, 2009). Tingkat kecemasan yang terjadi pada klien sebelum dilakukannya
operasi berbeda-beda bisa ringan seperti takut, kelelahan, sedang seperti denyut
jantung dan pernapasan meningkat, konsentrasi menurun, ansietas, mudah
tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis, kecemasan berat
seperti insomnia, sering kencing, bingung, berfokus pada dirinya sendiri dan
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, disorintasi, kemudian yang
terakhir adalah panik seperti ketakutan, pucat, berteriak, menjerit dan kadang-
kadang mengalami halusinasi dan delusi, kecemasan dapat berdampak pada
pasien yang akan menjalani operasi sehingga ditemukan tekanan darah meningkat
dan tekanan intraokular juga meningkat apabila hal itu terjadi maka jadwal operasi
pun akan mundur (Muhamad, 2011).
Terapi relaksasi merupakan salah satu alternatif yang diberikan untuk
mengurangi respon kecemasan Hal ini dapat membantu orang menjadi rilek dan
dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik serta dapat mengontrol diri
sehingga mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang
menegangkan. Kecemasan pada pasien pre operasi ini
3
dapat dicegah atau diturunkan dengan teknik relaksasi (Setyoadi, 2011).
Berdasarkan wawancara dari salah seorang perawat di ruangan bedah,
mengatakan penerapan teknik relaksasi otot progresif belum pernah diterapkan
oleh perawat diruangan dalam mengurangi kecemasan pasien pre operasi. Dari
fenomena-fenomena tersebut menarik bagi peneliti untuk melakukan suatu
penelitian tentang “ Pengaruh Tindakan Relaksasi Otot Progresif Untuk
Mengurangi Kecemasan Pada Pasien Operasi Katarak di Royal Medical, Dental
dan Eye Center Surabaya”
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh tindakan relaksasi otot pregresif untuk mengurangi
kecemasan pada pasien operasi katarak di Royal medical, dental dan eye center
Surabaya ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh tindakan relaksasi otot progresif untuk mengurangi
kecemasan pada pasien operasi katarak di Royal Medical, Dental dan Eye Center
Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kecemasan pasien operasi katarak sebelum dilakukan
tindakan relaksasi otot progresif di poli mata royal medical, dental dan eye
center surabaya .
2. Mengidentifikasi kecemasan pasien operasi katarak sesudah dilakukan
tindakan relaksasi otot progresif di poli mata royal medical, dental dan eye
center surabaya.
3. Mengidentifikasi pengaruh tindakan relaksasi otot progresif terhadap tingkat
kecemasan pasien pre operasi katarak di poli mata royal medical, dental, dan
eye center surabaya.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Terapi relaksasi merupakan salah satu alternatif yang dapat diberikan untuk
mengurangi respon kecemasan. Hal ini dapat membantu orang menjadi rilek dan
dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik serta dapat mengontrol diri
sehingga mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang
menegangkan. Teknik relaksasi merupakan salah satu cara untuk mengurangi
kecemasan dengan pendekatan non farmakologi. Nonfarmakologi lebih sederhana
dan tanpa efek samping yang merugikan.Ada beberapa teknik relaksasi yang dapat
digunakan meliputi;relaksasi napas dalam, imajinasi terbimbing, teknik relaksasi
otot progresif, biofeedback dan hipnotis diri. Salah satu intervensi keperawatan
yang dapat mengurangi kecemasan dari beberapa teknik relaksasi tersebut adalah
teknik relaksasi otot progresif.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi klien
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada semua orang
khususnya pada penderita katarak agar menggunakan teknik relaksasi otot
progresif untuk mengurangi kecemasan pada pasien operasi katarak
2. Manfaat bagi lahan peneliti
4
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tolak ukur atau indikator dalam
melakukan pengkajian secara psikologis dan dapat menerapkan teknik relaksasi
otot progresif untuk mengurangi kecemasan pada pasien operasi katarak
3. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran untuk
pengembangan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan teknik
relaksasi otot progresif untuk mengurangi kecemasan pada pasien operasi
katarak.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka ini akan menjelaskan tentang beberapa konsep dasar
yang digunakan sebagai lanadasan teori dalam melakukan penelitian yaitu konsep
katarak, konsep kecemasan, dan konsep teknik relaksasi progresif. 2.1 Konsep Katarak
2.1.1 Definisi Katarak
2.1.2 Gejala Katarak
2.1.3 Tanda katarak
2.1.4 Klasifikasi Katarak
2.1.5 Penyebab Terjadinya Katarak
2.1.6 Faktor resiko terjadinya katarak
2.1.7 Penatalaksanaan dan pengobatan pada penderita katarak
2.1.8 Pencegahan pada Pasien Katarak
2.1.9 Anatomi Lensa
2.1.10 Komplikasi Pembedahan Katarak
2.1.11 Kejadian Pascaoperasi yang tidak diinginkan (komplikasi)
2.2 Konsep Operasi Katarak
2.2.1 Definisi Bedah Katarak
2.2.2 Macam-Macam Operasi Katarak
2.2.3 Tujuan utama Phacoemulsifikasi
2.2.4 Klasifikasi katarak pada tindakan phacoemulsifikasi
2.2.5 Prosedur Operasi Phacoemulsifikasi
2.3 Konsep Tajam Penglihatan atau Visus dan Kelainan Refraksi
2.3.1 Konsep Tajam Penglihatan atau Visus
2.4 Konsep Kecemasan
2.4.1 Definisi Kecemasan
2.4.2 Fisiologi Kecemasan
2.4.3 Tanda dan Gejala Ansietas/ Kecemasan
2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
2.4.5 Tingkat Kecemasan
2.4.6 Etiologi Kecemasan
2.4.7 Teori Kecemasan
2.4.8 Reaksi Kecemasan
2.4.9 Mekanisme Koping untuk Mengatasi Kecemasan
2.4.10 Jenis Anxiety Disorder
2.4.11 Terapi Perilaku untuk Anxiety Disorder
2.4.12 Alat Ukur Kecemasan
2.5 Konsep Dukungan Sosial Keluarga
2.5.1 Pengertian Dukungan Sosial Keluarga
2.5.2 Bentuk Dukungan Sosial
2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial
2.6 Konsep Tehnik Relaksasi Otot Progresif
2.6.1 Teori Terapi Relaksasi Otot Progresif
2.6.2 Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif
2.6.3 Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif
2.6.4 Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif
2.6.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan
2.6.6 Teknik Relaksasi Otot Progresif
2.7 Keterkaitan Antar Konsep
61
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Keterangan :
Tidak diteliti Mempengaruhi
Diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Tindakan Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi
Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Katarak di Poliklinik Mata Royal Clinic
Medical, Dental dan Eye Center Surabaya.
Kecemasan
Katarak
Operasi
Gejala katarak :
1. penglihatan kabur
2. penglihatan ganda pada
saat melihat sebuah
benda
3. pada malam hari maka
penglihatan akan silau
bila terkena sinar
Faktor penyebab katarak:
1. Proses penuaan
2. Kelainan bawaan
3. Penyakit sistemik
ex: DM
4. Trauma
CRF akan merangsang korteks
adrenal untuk menurunkan
sekresi kortisol. Kortisol inilah
yang membantu tubuh untuk
mengelola stres ataupun
kecemasan sehingga dapat
mengurangi tingkat kecemasan
Macam-Macam Terapi :
1. Relaksasi napas dalam
2. Relaksasi imajinasasi
terbimbing
3. Teknik relaksasi otot progresif
4. Biofeedback
5. Hipnotis diri
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan :
1. Usia
2. Pengalaman
3. Dukungan keluarga
4. Jenis kelamin
5. Pendidikan sistem saraf simpatis yang
akan mempengaruhi medula
adrenal dalam memproduksi
epinephrin dan nor
epinephrin
HPA-axis (hipotalamus, pituitari, dan
adrenal) stres akan merangsang
hipotalamus untuk meningkatkan
produksi corticotropin releasing factor
Teknik relaksasi otot
progresif memusatkan
perhatian pada suatu aktivitas
otot dengan mengidentifikasi
otot yang tegang kemudian
menurunkan ketegangan
dengan melakukan teknik
relaksasi otot progresif untuk
mendapatkan perasaan relaks.
62
3.2 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh tindakan relaksasi otot
progresif untuk mengurangi kecemasan pada pasien pre operasi katarak di
poliklinik mata Royal Clinic Medical, Dental dan Eye Center Surabaya.
63
BAB 4
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang metode yang akan digunakan dalam
penelitian meliputi: desain penelitian, kerangka kerja, waktu dan tempat
penelitian, sampling desain, identifikasi variabel, definisi operasional,
pengumpulan data, analis data, dan etik penelitian.
4.1 Desain penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
desain pra- experimental teknik one group pra-post test design yaitu satu
kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi
lagi setelah dilakukan intervensi. Sebelum diajarkan teknik relaksasi otot
progresif, responden dinilai tingkat kecemasannya (pre test). Begitu juga setelah
diajarkan teknik relaksasi otot progresif, responden dinilai tingkat kecemasannya
(post test).
Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes
K O l O1
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Gambar 4.1 Penelitian Pre Eksperimental One Group pra-post test design
Keterangan
K : Subjek
O : Observasi tingkat kecemasan sebelum tindakan teknik relaksasi otot
progresif
l : intervensi (relaksasi otot progresif)
O1 : Observasi tingkat kecemasan sesudah tindakan teknik relaksasi otot
progresif
64
4.2 Kerangka kerja
Langkah kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Tindakan Relaksasi Otot Progresif Untuk
Mengurangi Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Katarak di
Poliklinik Mata Royal Clinic Medical, Dental dan Eye Center
Surabaya.
Populasi :
Seluruh pasien pre operasi katarak di royal medical, dental, dan eye center
surabaya
Teknik sampling :
Purposive sampling
Sampel :
Sebagian pasien operasi pada pasien katarak yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi
Pre test :
Penilaian tingkat kecemasan operasi sebelum diajarkan teknik relaksasi otot
progresif
Intervensi :
Pemberian teknik relaksasi otot progresif dengan durasi 10-15 menit dan untuk
mengurangi tingkat kecemasan pasien operasi katarak
Hasil dan Pembahasan
Post test :
Penilaian tingkat kecemasan operasi setelah diajarkan teknik relaksasi otot
progresif
Analisa statistik
Wilcoxon
Kesimpulan
65
4.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di poli mata Royal
clinic medical, dental dan eye center surabaya. Pemilihan tempat di Poli Mata
Royal clinic medical, dental dan eye center surabaya karena cukup banyak
populasi yang memenuhi syarat untuk penelitian pengaruh teknik relaksasi otot
progresif terhadap tingkat kecemasan pada pasien operasi katarak.
4.4 Populasi, Sampel, dan Sampling Desain
4.4.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek (misalnya manusia; pasien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh penderita katarak yang akan dilakukan operasi
katarak berjumlah rata-rata per bulan 43orang.
4.4.2 Sampel Penelitian
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013) sampel dalam
penelitian ini adalah sebagian penderita katarak yang dilakukan tindakan operasi
katarak di poli mata Royal clinic medical, dental, dan eye center Surabaya yang
memenuhi sampel. Kriteria sampel sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi
pedoman saat menentukan kriteria inklusi :
a. Responden yang tidak memiliki gangguan penglihatan
b. Responden yang kooperatif
2. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab :
a. Lansia yang menjalani tirah baring
b. Lansia yang mengalami gangguan pendengaran
4.4.3 Besar Sampel
Berdasarkan penghitungan sampel menggunakan rumus :
Rumus:
𝑛 =N
1 + N d²
Keterangan :
n : besarnya sampel
N : besarnya populasi
d : tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)
jadi besarnya sampel adalah :
𝑛 =N
1 + N(d²)
𝑛 =43
1 + 40(0,05)
𝑛 =43
1,1
𝑛 = 39 Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 39 orang
66
4.4.4 Tehnik Sampling Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013) teknik sampling dalam penelitian
ini yaitu nonprobability sampling dengan menggunakan purposive sampling.
Pemilihan sampel dengan purposive sampling adalah suatu teknik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karateristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.
4.5 Identifikasi Variabel
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen (bebas)
dan variabel dependen (terikat)
4.5.1 Variabel bebas (independent)
Variabel independen merupakan suatu variabel penelitian yang
mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel
bebas (independent) dalam penelitian ini adalah tindakan relaksasi otot progresif .
4.5.2 Variabel Tergantung (Dependent)
Variabel terikat (dependent) merupakan suatu variabel penelitian yang
dipengaruhi oleh variabel penelitian lainnya (Nursalam, 2013). Dalam penelitian
ini variabel dependen atau terikat adalah tingkat kecemasan pasien operasi katarak
Royal Clinic Medical, Dental dan Eye Center Surabaya.
4.6 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karateristik yang diamati ketika melakukan pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas
(Hidayat, 2007). Perumusan definisi operasional pada penelitian ini diuraikan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.6 Definisi Operasional Pengaruh Tindakan Teknik Relaksasi Otot Progresif
Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Katarak di
Poliklinik Mata Royal Clinic Medical, Dental dan Eye Center Surabaya Variabel Definisi
Operasional
Indikator Alat Ukur Skala Skor
Variabel
Independen :
Tindakan Teknik
relaksasi otot
progresif
Salah satu cara
dari teknik
relaksasi yang
mengkombina
sikan latihan
nafas dalam
dan
serangkaian
seri kontraksi
dan relaksasi
otot tertentu
Terapi dilaksanakan :
1. 20-30 menit
dilakukan tindakan
teknik relaksasi otot
progresif, satu kali
sehari selama 1 minggu
2. Yang diberikan pada
pasien operasi katarak
3. Operasi katarak yang
dilakukan 1 jam sebelum
tindakan operasi
SAP - -
60
67
Variabel
Dependen :
Tingkat
Kecemasan pre
operasi
Rasa tidak
aman (rasa
takut) yang
dirasakan
klien sebelum
menghadapi
operasi.
1. Cemas,khawatir,
firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri,
mudah tersinggung
2. Merasa tegang, tidak
tenang, gelisah, dan
mudah terkejut
Kuesioner tingkat
kecemasan zung
self-rating anxiety
scale (SAS)
Ordinal Skor 20-44
:normal/ tidak
cemas
Skor 45-59:
kecemasan
ringan
Skor 60-74:
kecemasan
sedang
Skor 75-80:
kecemasan
berat
4.7 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data
4.7.1 Alat Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penulisan ini adalah dengan
menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi untuk mengetahui faktor
predisposisi pada responden dan kuesioner kecemasan berdasarkan kriteria SAS
(Zung self-rating anxiety scale) untuk mengetahui tingkat kecemasan. Dimana
kuesioner ini berisi 20 komponen atau pertanyaan inti dan terdapat 15 pertanyaan
ke arah peningkatan kecemasan dan lima pertanyaan ke arah penurunan
kecemasan.
4.7.2. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatakan surat izin dan
persetujuan dari bagian akademik program studi S1 Keperawatan Stikes Hang
Tuah Surabaya yang telah disetujui oleh ketua Stikes Hang Tuah Surabaya
kemudian surat izin disampaikan ke bagian Manajemen Keperawatan Royal
Klinik surabaya untuk mendaptakn surat izin penelitian di lahan. Surat izin
diserahkan ke ruang poli mata untuk mendapatkan perizinan melakukan
pengambilan data di poli mata. Peneliti mengambil populasi pasien pre operasi
katarak yang mengalami kecemasan. Kemudian melakukan pendekatan untuk
mendapatkan persetujuan menjadi responden. Pendekatan dilakukan dengan cara
memberi penjelasan tentang manfaat dan tujuan penelitian, sehingga dapat
menghindari kesalahpahaman. Di ruang tunggu diberikan pretest pertanyaan
seputar tingkat kecemasan pasien setelah itu pasien diberikan tempat yang
nyaman, dan tidak ramai agar dapat maksimal untuk mengurangi tingkat
kecemasan dengan cara melakukan teknik terapi realaksasi otot progresif selama
10-15 menit setelah itu diberikan post test kembali untuk mengetahui berkurang
atau tidaknya tingkat kecemasan pasien operasi katarak. Pengumpulan data
pertama dari data demografi lanjut usia yang dibuat peneliti kemudian dilanjutkan
dengan kuesioner SAS yang meliputi 20 komponen atau pertanyaan inti dan 15
pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan lima pertanyaan ke arah
penurunan kecemasan.
4.8 Pengolahan Data dan Analisa Data
4.8.1. Cara Pengolahan Data
Lembar kuesioner yang telah terkumpul diteliti kembali dan diberi kode
responden. Peneliti melakukan pengambilan kuesioner sebanyak jumlah sampel
yaitu 30 kuesioner, selanjutnya peneliti memberikan kode baru untuk masing-
masing kuesioner. Variabel data yang terkumpul dengan metode kuesioner yang
68
telah dikumpulkan kemudian diolah. Kegiatan pengolahan data yang dilakuakn
peneliti sebagai berikut:
1. Memeriksa data (Editing)
Memeriksa data, sumber jawaban, memperjelas serta melakukan
pengolahan terhadap data yang dikumpulkan dan memeriksa kelengkapan
jawaban dari kesalahan.
2. Memberi tanda code (Coding)
Coding adalah mengklarifikasi jawaban-jawaban dan para responden
kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda
atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban. Pada kuesioner
kecemasan (SAS) yang terdiri 20 petanyaan. Terdapat lima belas pernyataan
negatif dengan kode tidak pernah bernilai 1 dan hampir setiap waktu bernilai
4 dengan nomer pertanyaan 1,2,3,4,6,7,8,10,11,12,14,15,16,18,20 dan lima
pernyataan positif dengan kode tidak pernah bernilai 4 dan hampir setiap
waktu bernilai 1 dengan nomer pertanyaan 5,9,13,17, dan 19.
3. Scoring
Scoring adalah menentukan skor atau nilai untuk tiap item pertanyaan dan
tentukan nilai terendah dan tertinggi. Setelah proses pengelompokan item
selesai dan lembar kuisioner yang telah dijawab oleh responden diberi nilai,
langkah peneliti selanjutnya adalah menjumlahkan seluruh nilai disetiap
itemnya dan memasukannya dalam kategori kualitas tidur berdasarkan skor
yang diperoleh.
a. Skor 20-44 : normal/tidak cemas
b. Skor 45-59 : kecemasan ringan
c. Skor 60-74 : kecemasan sedang
d. Skor 75-80 : kecemasan berat
3. Data Entry
Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah ditentukan
kedalam master tabel atau data base komputer kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana.
4.8.2. Analisis Statistik
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan pada setiap variabel yang diteliti. Analisa pada
penelitian ini akan disajikan dihasil penelitian dengan presentase umum dan
khusus meliputi data demografi dan data kuesioner tingkat kecemasan.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga saling
berpengaruh. Analisa bivariat pada penelitian ini adalah keterkaitan antara teknik
relaksasi otot progresif dengan tingkat kecemasan dengan membagikan kuesioner
yang telah dikumpulkan dan diperiksa ulang untuk mengetahui kelengkapan isi
data setelah data lengkap dikelompokkan dan ditabulasi berdasarkan sub variabel
yang diteliti. Data yang dianalisa kemudian diuji dengan uji statistik wilcoxon
dengan bantuan program spss 16.00 dengan derajat kemaknaan jika HO ≤ 0,05,
maka H1 diterima yang artinya ada pengaruh antara teknik relaksasi otot progresif
dan tingkat kecemasan.
69
4.9 Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari Stikes
Hang Tuah Surabaya dan izin dari Manajemen Keperawatan Royal Klinik
Surabaya. Penelitian dimulai dengan melakukan beberapa prosedur yang
berhubungan dengan etika penelitian meliputi :
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Lembar persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan agar
responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, sertadampak yang akan
terjadi selama dalam pengumpulan data. Responden yang bersedia diteliti harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika tidak peneliti harus
menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan
data yang diisi oleh responden untuk menjaga kerahasiaan identitas responden.
Lembar tersebut akan diberi kode tertentu.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin
kerahasiaannya. Kelompok data tertentu saja yang hanya akan disajikan atau
dilaporkan pada hasil riset.
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Pengambilan data dilakukan tanggal 7 Desember 2015 – 7 Januari 2016, dan
didapatkan 30 Responden. Pada bagian hasil diuraikan data tentang gambaran
umum tempat penelitian, data umum dan data khusus. Data umum adalah
penelitian meliputi jenis kelamin, usia, pengalaman operasi katarak sebelumnya,
intensitas pemeriksaan mata, dukungan keluarga, dan tinggal bersama keluarga.
Sedangkan data khusus meliputi tingkat kecemasan responden sebelum teknik
relaksasi otot progresif, tingkat kecemasan sesudah diadakan teknik relaksasi otot
progresif, dan pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan
pasien katarak.
5.1.1 Profil Singkat Royal Clinic-Medical-Dental Centre
Penelitian dilaksanakan dengan mengobservasi kecemasan yang terjadi
pada pasien katarak untuk melakukan pengobatan di Royal Clinic-Medical-Dental
Centre. Usia pasien terpilih adalah usia pasien usia dewasa akhir yaitu mulai usia
50 tahun dan seterusnya.
1. Sejarah
Royal Clinic-Medical-Dental Centre adalah klinik umum yang dimiliki oleh
swasta. Klinik ini didirikan tahun 2010 dengan mendaftarkan diri menjadi
klinik resmi di Surabaya. Awalnya klinik didirikan untuk melayani klinik
umum, klinik gigi, klinik spesialis, apotik, laboratorium, radiology, USG dan
CT Dental serta perlengkapan bedah yang memadai dan selalu diperbarui
sesuai tuntutan jaman.
2. Lokasi Klinik
Klinik didirikan dengan letak di Jalan Raya Darmo Permai 2 No. 26 Surabaya
Barat, Telp. 031-7320252, 031-7320253, dan Fax. 031-7320294. Website :
www.royalmedicalcentre.com
3. Jadwal Klinik
Senin – Sabtu : 07.00 – 21.30 WIB
Minggu : 08.00 – 13.00 WIB
4. Visi, Misi dan Motto
Visi : Menjadi klinik terdepan yang mampu memenuhi semua kebutuhan
masyarakat Surabaya.
Misi : Melayani masyarakat di suatu tempat dengan dukungan layanan
optimal dan profesional.
Motto : New Concept Modern Clinic, Perpaduan layanan satu atap, teknologi
modern dan kenyamanan.
5. Kegiatan sebelum dilakukan tindakan Operasi
Perawat memberikan lembar informed concent untuk diisi terlebih
dahulu, setelah pasien menyetujui perawat melakukan biometri dan tekanan intra
okular. Tak luput pula Kerja sama yang baik dengan dokter operator. Penderita
mematuhi dan mengikuti semua saran yang diberikan mulai persiapan sampai
selesai operasi, Misalnya pada saat operasi : penderita dalam keadaan sadar
karena menggunakan bius lokal, sedangkan operator bekerja menggunakan
mikroskop. Oleh karena itu, letak dan posisi kepala jangan banyak bergerak.
74
Posisi kepala yang tidak bergerak akan memudahkan operator bekerja, karena
pergerakan sedikit saja sudah mengganggu penglihatan operator pada mikroskop,
Berdoa agar operasi berjalan dengan lancar, agar mencapai hasil yang optimal.
Tebalkan keyakinnan diri untuk berhasil, berdasarkan pemeriksaan persiapan
operasi dijalankan dengan baik. Sering kali perawat mendapatkan pasien dengan
kecemasan yang berlebih sehingga perawat hanya dapat menenaangkannya
dengan sekedar memberikan informasi mengenai operasi katarak dan tidak ada
tindakan yang bisa memberikan perasaan rileks pada pasien.
5.2 Data Umum Hasil Penelitian
Subyek penelitian ini adalah sebanyak 30 orang pasien katarak yang
berusia di atas 50 tahun. Responden tersebut selanjutnya diklasifikasikan menurut
kriteria jenis kelamin, usia, pengalaman operasi katarak sebelumnya, intensitas
pemeriksaan mata, dukungan keluarga serta status pasien yang tinggal dengan
keluarga.
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.1. Tabel frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di
Royal Clinic Medical, Dental and Eye Centre Surabaya
Jenis Kelamin Frekuensi (f) Prosentase (%)
Laki-laki 19 63,3
Perempuan 11 36,7
Total 30 100
Tabel 5.1, diatas menjelaskan jenis kelamin pasien katarak adalah laki-laki
sebanyak 19 orang (63,3%) dan perempuan sebanyak 11 orang (36,7%)
2. Karakteristik responden berdasarkan Usia
Tabel 5.2. Tabel frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia di Royal
Clinic Medical, Dental and Eye Centre Surabaya
Usia Frekuensi (f) Prosentase (%)
50 – 55 tahun
56 – 60 tahun
10
16
33.3
53,3
60 – 65 tahun 4 13,3
> 65 tahun 0 0
Total 30 100
Tabel 5.2, diatas menjelaskan usia pasien katarak adalah usia 50-55 tahun
sebanyak 10 orang (33,3%), lalu pasien katarak berusia antara 56 tahun hingga 60
tahun sebanyak 16 orang (53,3%) dan sisanya 60-65 tahun sebanyak 4 orang
(13,3%).
75
3. Karakteristik responden berdasarkan Pengalaman Operasi Katarak Sebelumnya
Tabel 5.3. Tabel frekuensi karakteristik responden berdasarkan pengalaman
operasi katarak sebelumnya di Royal Clinic Medical, Dental and Eye
Centre Surabaya
Pengalaman Operasi
Katarak
Frekuensi (f) Prosentase (%)
Ya 14 46,7
Tidak 16 53,3
Total 30 100
Tabel 5.3, diatas menjelaskan pasien katarak yang menjadi responden belum
pernah dioperasi sebelumnya sebanyak 16 orang (53,3%) dan sisanya sudah
pernah dioperasi sebanyak 14 orang (46,7%).
4. Karakteristik responden berdasarkan Intensitas Pemeriksaan Mata
Tabel 5.4. Tabel frekuensi karakteristik responden berdasarkan intensitas
pemeriksaan mata di Royal Clinic Medical, Dental and Eye Centre
Surabaya
Intensitas Frekuensi (f) Prosentase (%)
6 bulan 12 40
1 tahun 5 16,7
Lebih dari 1 tahun 13 43,3
Total 30 100
Tabel 5.4, diatas menjelaskan pasien katarak yang menjadi responden
melakukan pemeriksaan mata dengan periode lebih dari 1 tahun sekali sebanyak 13
orang (43,3%), lalu yang memeriksa mata selama 6 bulan sebanyak 12 orang (40%) dan
sisanya memeriksa mata dalam rentang 1 tahun sebanyak 5 orang (16,6%).
5. Karakteristik responden berdasarkan Dukungan Keluarga
Tabel 5.5. Tabel frekuensi karakteristik responden berdasarkan dukungan
keluarga di Royal Clinic Medical, Dental and Eye Centre Surabaya
Dukungan Keluarga Frekuensi (f) Prosentase (%)
Ya 25 83,3
Tidak 5 16,7
Total 30 100
Tabel 5.5, diatas menjelaskan didapatkan pasien katarak yang menjadi responden
mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 25 orang (83,3%) dan sisanya tidak
mendapat dukungan keluarga sebanyak 5 orang (16,7%).
76
6. Karakteristik responden berdasarkan Tinggal bersama Keluarga
Tabel 5.6. Tabel frekuensi karakteristik responden berdasarkan tinggal bersama
keluarga di Royal Clinic Medical, Dental and Eye Centre Surabaya
Tinggal bersama Keluarga Frekuensi (f) Prosentase (%)
Ya 25 83,3
Tidak 5 16,7
Total 30 100
Tabel 5.6, diatas menjelaskan pasien katarak yang menjadi responden
bertempat tinggal bersama keluarga sebanyak 25 orang (83,3%) dan sisanya tidak
bertempat tinggal bersama keluarga sebanyak 5 orang (16,7%).
5.2.1 Data Khusus
1. Karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan sebelum diadakan
tindakan teknik relaksasi otot progresif
Tabel 5.7. Karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan responden
sebelum teknik relaksasi otot progresif di Royal Clinic, Medical,
Dental and Eye Centre Surabaya
Tingkat Kecemasan Frekuensi (f) Prosentase (%)
Ringan 18 60
Sedang 12 40
Total 30 100
Tabel 5.7, diatas menjelaskan pasien katarak yang menjadi responden
memiliki tingkat kecemasan ringan adalah sejumlah 18 orang (60%) dan 12 orang
(40%) memiliki tingkat kecemasan sedang.
2. Karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan sesudah diadakan
tindakan teknik relaksasi otot progresif
Tabel 5.8. Karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan responden
sesudah teknik relaksasi otot progresif di Royal Clinic, Medical,
Dental and Eye Centre Surabaya
Tingkat Kecemasan Frekuensi (f) Prosentase (%)
Normal 8 26,7
Ringan 18 60,0
Sedang 4 13,3
Total 30 100
Tabel 5.8, diatas menjelaskan pasien katarak yang menjadi responden
memiliki tingkat kecemasan ringan adalah sejumlah 18 orang (60%) dan 12 orang
(40%) memiliki tingkat kecemasan sedang.
77
3. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Katarak
Tabel 5.9. Rekapitulasi Perbedaan Tingkat Kecemasan Uji Beda Wilcoxon
No Tingkat
kecemasan
Pre Post
Frekuensi
(f)
Presentase
(%)
Frekuensi
(f)
Presentase
(%)
1. Normal 0 0 8 26.7
2. Ringan 18 60.0 18 60.0
3. Sedang 12 40.0 4 13.3
4. Berat 0 0 0 0
wilco wilcoxon signed rank test P= 0. 000
Berdasarkan Tabel 5.9 tentang pengaruh teknik relaksasi otot progresif
didapatkan data sebelum dilakukan teknik relaksasi otot progresif yang tingkat
kecemasannya ringan sebanyak 18 responden (60,0%), tingkat kecemasan sedang
sebanyak 12 responden (40,0%), dan sesudah dilakukan teknik relaksasi otot
progresif didapatkan bahwa tingkat kecemasan normal sebanyak 8 responden
(26,7%), tingkat kecemasan ringan sebanyak 18 responden (60,0%), tingkat
kecemasan sedang sebanyak 4 responden (13,3%). Dari hasil pengujian statistik
menggunakan uji Wilcoxon signed rank test, diperoleh p = 0.000 atau p > 0.005
yang artinya H1 diterima hal ini berarti ada perubahan tingkat kecemasan sebelum
dan sesudah intervensi teknik relaksasi otot progresif.
5.3 Pembahasan
Penelitian ini dirancang untuk memberikan gambaran interpretasi dan
mengungkap pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan
pasien penderita katarak. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka akan dibahas hal-
hal sebagai berikut :
5.3.1 Tingkat Kecemasan sebelum dilakukan teknik relaksasi otot progresif
Berdasarkan Tabel 5.9 tentang pengaruh teknik relaksasi otot progresif didapatkan
data sebelum dilakukan teknik relaksasi otot progresif yang tingkat kecemasannya
ringan sebanyak 18 responden (60,0%), tingkat kecemasan sedang sebanyak 12
responden (40,0%). Kecemasan dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu
usia, pengalaman, dukungan keluarga, jenis kelamin dan pendidikan hasil
penelitian menunjukkan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan
seseorang adalah usia. Dari hasil tabulasi silang antara usia dengan tingkat
kecemasan responden dengan usia 50-55 tahun dan 56-60 tahun memiliki jumlah
yang sama yaitu sebanyak 8 responden (26,7%), sedangkan dengan usia 61-65
tahun sebanyak 2 responden (6,7%) Usia menunjukan ukuran waktu pertumbuhan
dan perkembangan seorang individu. Umur berkorelasi dengan pengalaman,
pengalaman berkorelasi dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan
terhadap suatu penyakit atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan
sikap (Haryanto, 2002). Kematangan dalam proses berpikir pada individu yang
78
berumur dewasa lebih memungkinkannya untuk menggunakan mekanisme koping
yang baik dibandingkan kelompok umur anak-anak, ditemukan sebagian besar
kelompok umur anak yang mengalami insiden fraktur cenderung lebih mengalami
respon cemas yang berat dibandingkan kelompok umur dewasa (Lukman, 2009).
Semakin lanjut usia pasien, maka kecenderungan timbulnya kecemasan akan
semakin tinggi.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu jenis kelamin
berdasarkan dari tabulasi silang didapatkan responden yang berjenis kelamin laki-
laki memiliki tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 11 responden (36,7%)
sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 responden (23,3%). Pada
umumnya mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya
dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan
lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding
perempuan (Power dalam Myers, 1983) (Creasoft, 2008). Sunaryo, 2004 menulis
dalam bukunya bahwa pada umumnya seorang laki-laki dewasa mempunyai
mental yang kuat terhadap sesuatu hal yang dianggap mengancam bagi dirinya
dibandingkan perempuan. Laki-laki lebih mempunyai tingkat pengetahuan dan
wawasan lebih luas dibanding perempuan, karena laki-laki lebih banyak
berinteraksi dengan lingkungan luar sedangkan sebagian besar perempuan hanya
tinggal dirumah dan menjalani aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga, sehingga
tingkat pengetahuan atau transfer informasi yang didapatkan terbatas tentang
pencegahan penyakit. Responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat
kecemasan yang lebih ringan daripada perempuan karena laki-laki mempunyai
wawasan yang lebih luas dibandingkan perempuan sehingga tingkat pengetahuan
atau informasi yang didapat lebih banyak.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecemasan adalah intensitas kontrol
berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan responden dengan intensitas kontrol 6
bulan sekali memiliki tingkat kecemasan ringan yang paling banyak yaitu
sebanyak 7 responden (23,3%), yang intensitas kontrol 1 tahun sekali sebanyak 5
responden (16,7%), yang intensitas kontrol lebih dari 1 tahun sebanyak 6
responden (20,0%), Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melaui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)
(Notoatmodjo, 2003). Responden yang intensitas kontrolnya lebih banyak, tingkat
pengetahuannya akan semakin bertambah sehingga tingkat kecemasannya menjadi
ringan.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu dukungan
keluarga. Berdasarkan tabulasi silang, responden yang mendapat dukungan dari
keluarga yang masuk kategoriu tingkat kecemasannya ringan sebanyak 14
responden (46,7%) sedangkan yang tidak mendapat dukungan keluarga sebanyak
4 responden (13,3%). Dukungan psikososial keluarga adalah mekanisme
hubungan interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stress yang
buruk. Pada umumnya jika seseorang memiliki sistem pendukung yang kuat,
79
kerentanan terhadap penyakit mental akan rendah (Arum, 2009). Responden yang
mendapatkan dukungan keluarga tingkat kecemasan lebih ringan dibandingkan
dengan yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga.
5.3.2 Tingkat Kecemasan sesudah dilakukan teknik relaksasi otot progresif
Berdasarkan Tabel 5.9 tentang pengaruh teknik relaksasi otot progresif didapatkan
data sesudah dilakukan teknik relaksasi otot progresif yang tingkat kecemasannya
normal sebanyak 8 responden (26,7%), tingkat kecemasan ringan sebanyak 18
responden (60,0%), Menurut Domin (2001) dalam Wulandari (2006), secara
fisiologis, latihan relaksasi akan membalikkan efek stres yang melibatkan bagian
parasimpatetik dari sistem saraf pusat (Domin, 2001). Relaksasi akan
menghambat peningkatan saraf simpatetik, sehingga hormon penyebab diregulasi
tubuh dapat dikurangi jumlahnya. Sistem saraf parasimpatetik, yang memiliki
fungsi kerja yang berlawanan dengan saraf simpatetik, akan memperlambat atau
memperlemah kerja alat-alat internal tubuh. Akibatnya, terjadi penurunan detak
jantung, irama nafas, tekanan darah, ketegangan otot, tingkat metabolisme, dan
produksi hormon penyebab stres. Seiring dengan penurunan tingkat hormon
penyebab stres, maka seluruh badan mulai berfungsi pada tingkat lebih sehat
dengan lebih banyak energi untuk penyembuhan (healing), penguatan
(restoration), dan peremajaan (rejuvenation). Menurut Herodes (2010), Alim
(2009), dan Potter (2005), tujuan dari teknik ini adalah untuk menurunkan
ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher, dan punggung, tekanan darah tinggi,
frekuensi jantung, laju metabolik; Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan
oksigen; Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan
tidak memfokuskan perhatian serta rileks; Meningkatkan rasa kebugaran,
konsentrasi; Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress; Mengatasi
insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, dan Membangun emosi
positif dan emosi negatif.
Terapi teknik relaksasi otot progresif banyak mempunyai manfaat untuk
pasien yang akan melakukan operasi katarak. Oleh karena itu semua pasien yang
hendak operasi harus benar-benar memanfaatkan terapi tersebut agar tidak terlalu
banyak kecemasan yang muncul sehingga operasi yang dilakukan dapat
memberikan hasil yang lebih memuaskan.
5.3.3 Pengaruh Tindakan Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Katarak
Berdasarkan hasil penelitian secara umum tentang pengaruh teknik
relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan di royal clinic medical, dental,
and eye centre surabaya.didapatkan terjadinya penurunan tingkat kecemasan
tetapi tidak terlalu signifikan setelah diajarkan teknik relaksasi otot progresif
selama 1 bulan sebelum diajarkan teknik relaksasi otot progresif (pre-test)
terdapat 18 responden (60,0%) yang mengalami tingkat kecemasan ringan,
sedangkan responden yang mengalami tingkat kecemasan sedang sebanyak 12
orang (40,0%), sedangkan pada saat (post test) didapatkan 18 responden (60,0%)
mengalami tingkat kecemasan ringan, pasien yang mengalami tingkat kecemasan
normal sebanyak 8 responden (26,7%), sedangkan pasien yang mengalami tingkat
80
kecemasan sedang sebanyak 4 orang (13,3%). Hasil pengujian Wilcoxon
menunjukkan p = 0,000. Temuan ini mengindikasikan bahwa tingkat kecemasan
akan menurun secara signifikan bilamana para pasien menjalankan terapi relaksasi
otot progresif menjelang operasi katarak yang akan dijalankan, atau dengan kata
lain terdapat pengaruh teknik relaksasi dengan penurunan kecemasan secara
signifikan. Hasil penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Herodes
(2010), teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang
tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti. Berdasarkan keyakinan
bahwa tubuh manusia berespons pada kecemasan dan kejadian yang merangsang
pikiran dengan ketegangan otot. Tehnik relaksasi otot progresif memusatkan
perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang
kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk
mendapatkan perasaan relaks. Tehnik relaksasi otot progresif adalah salah satu
cara dari tehnik relaksasi yang mengkombinasikan latihan nafas dalam dan
serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu. Teknik relaksasi otot
progresif yang dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh oleh pengelola
maupun oleh pasien yang bakal dioperasi katarak akan sangat membantu
penurunan kecemasan yang muncul pada pasien.
5.4 Keterbatasan
Dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang dianggap menjadi
keterbatasan oleh peneliti, yaitu :
1. Keterbatasan penerapan teknik relaksasi otot progresif hanya dilakukan
sekali.
2. Pengetahuan dan pengalaman peneliti yang masih jauh dari sempurna
sehingga masih ada kekurangan dalam melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan peneliti.
3. Lingkungan tempat penelitian kurang menunjang proses penelitian seperti
terlalu ramai, terlalu banyak orang sehingga proses pengumpulan data tidak
dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
BAB 6
PENUTUP
Pada bab ini berisi simpulan dan saran berdasarkan dari hasil pembahasan
penelitian.
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka penelitian ini
mendapatkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Tingkat kecemasan pasien katarak sebelum dilakukan terapi relaksasi otot
progresif diketahui bahwa lebih dari separuh berada pada taraf ringan dan
sedang .
2. Tingkat kecemasan pasien katarak sesudah dilakukan terapi relaksasi otot
progresif diketahui banyak yang mengalami penurunan, ringan, dan sedang.
3. Terapi relaksasi otot progresif berpengaruh signifikan terhadap penurunan
tingkat kecemasan pasien katarak.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang disampaikan pada pihak
terkait adalah sebagai berikut:
1. Bagi Pasien
Tindakan operasi apa pun membawa pengaruh terhadap kecemasan pasien,
oleh karena itu, pasien-pasien katarak yang hendak dioperasi hendaknya
mempersiapkan fisik maupun mental menjelang pelaksanaan operasi. Bilamana
penyelenggara, klinik maupun rumah sakit bersangkutan, menyediakan teknik
relaksasi otot progresif, maka pasien diwajibkan menjalankan terapi tersebut.
2. Bagi Keluarga
Keluarga dan lingkungan sekitar hendaknya memberi dukungan dan
pendampingan kepada pasien yang sedang menderita katarak dan hendak
menjalani operasi. Hal ini dimaksudkan agar pasien memiliki semangat dan
kemauan untuk sembuh, sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien
agar dapat siap menghadapi pengobatan katarak.
3. Bagi Perawat Royal Clinic-Medical-Dental Centre
Para perawat Royal Clinic-Medical-Dental Centre hendaknya dapat
memberikan pengetahuan tentang katarak kepada pasien dan keluarga. Perawat
juga hendaknya mendalami pengetahuan mengenai teknik relaksasi otot
progresif yang memberikan manfaat banyak kepada pasien katarak.
4. Bagi Intalasi Ruang Mata Royal Clinic-Medical-Dental Centre
Disarankan untuk memperhatikan kondisi pasien tidak hanya dari segi
pengobatan saja tetapi dalam hal pemenuhan kebutuhan psikologis, agar dapat
menerapkan teknik relaksasi otot progresif sebelum dilakukan tindakan
pembedahan katarak, sehingga kecemasan yang ada pada pasien dapat
berkurang
5. Bagi Peneliti Berikutnya
Diharapkan bagi peneliti berikutnya dapat melakukan penelitan tentang faktor-
faktor lain, maupun teknik serupa yang dapat membantu pasien untuk dapat
mengurangi kecemasan dalam menghadapi operasi katarak.
91
92
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Sjamsu., dkk. (2013). Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya : Airlangga
University Press
Friedman, Marilyn M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori, &
Praktik, Edisi 5. Jakarta: EGC.
Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ilyas, Sidarta. (2006). Katarak. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Ilyas, Sidarta. (2011). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Istiantoro. (2008). Tips & Tricks Pachoemulsification. Jakarta : Eye Centre
Iswandi. (2014). Pelatihan / Fellowship Ophthalmic Trainning For Operating
Room Nurse. Bandung : Rumah Sakit Mata Cicendo
James, Bruce., dkk (2005). Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta : Erlangga
Jaya, Kusnadi. (2015). Keperawatan Jiwa. Tangerang : Bina Rupa Aksara
Publisher
Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep Proses dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Nasir, Abdul. (2011). Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.
Jakarta : Salemba Medika: Salemba Medika
Olver, Jane. (2011). At A Glance Oftamologi. Jakarta : Erlangga
Padila. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter, Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Setiadi. (2008). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setyoadi dan Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta
Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Sugiyono. (2006). MetodePenelitan Administrasi.Bandung: Cv.Alfabeta.
Vaughan. (2012). Oftamologi Umum. Jakarta : EGC
Top Related