PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL, LONELINESS, DAN
TRAIT KEPRIBADIAN TERHADAP GEJALA DEPRESI
NARAPIDANA REMAJA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh :
YASHIKA ANGESTI FARADHIGA
1110070000026
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436H/2015M
iv
Motto :
“Mulailah setiap kegiatan tanpa memikirkanadanya peluang bagi kegagalan.
Pusatkanlah perhatian anda hanya padakekuatan anda daripada kelemahan anda”
-Paul J. Meyer-
Persembahan:
“Skripsi ini kupersembahkan untuk Bapak danBunda yang selalu mendoakan keberhasilanku serta
adik-adikku yang selalu mengukir senyum dansemangat untukku”
v
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah JakartaB) Januari 2015C) Yashika Angesti FaradhigaD) Pengaruh Dukungan Sosial, Loneliness dan Trait Kepribadian terhadap Gejala
Depresi Narapidana Remaja di Lembaga PemasyarakatanE) xiv + 102 Halaman + LampiranF) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dukungan sosial, loneliness
dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja di lembagapemasyarakatan. Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengananalisis regresi berganda ini mengambil narapidana remaja di beberapaLAPAS sebagai populasinya. Dari populasi tersebut peneliti menggunakanteknik non-probability sampling / non-random sampling untuk pemilihansampel sebanyak 220 orang yang berusia 12 – 20 tahun. Instrumenpengumpulan data dengan menggunakan skala gejala depresi yangdikembangkan oleh Maria Kovacs (2007), skala dukungan sosial yangdikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimet & Farley (1988), skala lonelinessyang dikembangkan oleh Russell (1996) dan skala trait kepribadian yangdikembangkan oleh John & Srivastava (1999). Analisis data penelitianmenggunakan software SPSS versi 20.0, sedangkan untuk pengujian validitaskonstruk menggunakan Lisrel 8.70.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dukungansosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidanaremaja. Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari independentvariable, dimensi dari variabel dukungan sosial dan loneliness memberikanpengaruh terhadap gejala depresi narapidanan. Selanjutnya dari variabel traitkepribadian hanya dimensi extraversion dan agreeableness yang berpengaruhterhadap gejala depresi narapidana. Hasil penelitian ini juga menunjukkanproporsi varians dari gejala depresi yang dijelaskan oleh seluruh independentvariable adalah sebesar 21.1%, sedangkan 78.9% dipengaruhi oleh variabellain di luar penelitian ini.
Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan agar menggunakanvariabel lain seperti coping strategies, resiliensi, parental acceptance-rejection dan tingkat stres atau independent variable lain yang mungkinberpengaruh terhadap gejala depresi.
G) Bahan bacaan: 46; Buku: 23 + Jurnal: 20 + Artikel: 3
vi
ABSTRACT
A) Faculty of PsychologyB) January 2015C) Yashika Angesti FaradhigaD) Impact of Social Support, Loneliness and Trait Personality to Symptoms of
Depression Youth Inmates in PrisonE) xiv + 102 pages + appendixF) This study aimed to examine impact of social support, loneliness and
personality traits to symptoms of depression youth inmates in prisons. Thestudy, using a quantitative approach with multiple regression analysis istaking youth inmates in some prisons as a population. Of the population ofresearchers using non-probability sampling technique/non-random samplingfor selecting a sample of 220 people aged 12-20 years. Data collectioninstrument using a depressive symptoms scale developed by Maria Kovacs(2007), social support scale developed by Zimet, Dahlem, Zimet & Farley(1988), loneliness scale developed by Russell (1996) and the personality traitscale developed by John & Srivastava (1999). Research data analysis usingSPSS software version 20.0, while for the construct validity testing usingLisrel 8.70.
The results showed that there was a significant effect of social support,loneliness and personality traits to symptoms of depression youth inmates.The results of minor hypothesis test that examines the impact of independentvariable, the dimensions of social support and loneliness variables give asignificant effect on depressive symptoms inmates. Furthermore, thepersonality trait of variable dimensions, only extraversion and agreeablenessgive significantly impact to depressive symptoms inmates. The results of thisstudy also shows the proportion of the variance of depressive symptomsdescribed by all the independent variable is equal to 21.1%, while 78.9% wasinfluenced by other variables outside of this research.
For further study, the researchers suggested that using other variables such ascoping strategies, resilience, parental acceptance-rejection and the level ofstress or other independent variables that may affect the symptoms ofdepression.
G) Reading materials: 43; 23 books + 20 journals + 3 articles
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
izin-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh
Dukungan Sosial, Loneliness dan Trait Kepribadian terhadap Gejala Depresi
Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan”. Tak lupa shalawat serta
salam peneliti selalu curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
berikut para keluarga dan sahabat.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan jajarannya serta seluruh civitas akademik
Fakultas Psikologi. Terima kasih atas segala bantuan, bimbingan dan arahan
selama ini.
2. Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Luh Putu Suta
Haryanti, Psi selaku dosen pembimbing II. Terima kasih atas waktu, tenaga,
pikiran, dan ilmu yang diberikan kepada peneliti.
3. Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima
kasih atas semangat dan nasehat ibu di dalam ataupun luar perkuliahan.
4. Untuk kedua orang tuaku, Bapak M.I.A Budiharto dan Bunda Megawati,
serta adik-adikku Aryadwipa Angesti F, Rahmahwati Allraudha N.M. dan All
Att’ Thoyibah, terima kasih atas semua dukungan, sumber inspirasi, kasih
viii
sayang serta doa yang kalian berikan kepada peneliti untuk terus melakukan
yang terbaik.
5. Untuk Mas Toni, terima kasih atas segala semangat, dukungan dan perhatian
yang diberikan sehingga peneliti terus optimis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
6. Kepala Kantor Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia beserta
seluruh staf, terima kasih telah memberikan ijin peneliti untuk melakukan
penelitian dibawah institusi Kementerian Hukum dan HAM.
7. Seluruh Anak Didik Lapas Kelas II-A Salemba, Lapas Kelas II-A Anak Pria
Tangerang dan Lapas Kelas II-B Anak Wanita Tangerang yang telah
berpartisipasi dengan baik dalam penelitian ini.
8. Untuk Sonia Pebriani, terima kasih telah menjadi sahabat yang selalu berada
di samping peneliti baik suka maupun duka selama menjalani perkuliahan di
Fakultas Psikologi.
9. Untuk teman-teman peneliti, Dewi Mayangsari, Rahmatul Aufa, Khirzah
Nurmala, Intan Suryani dan teman-teman Psikologi angkatan 2010 khususnya
kelas A, terima kasih atas dukungan dan semangat yang kalian berikan
kepada peneliti.
10. Untuk Pak Deden beserta seluruh staf perpustakaan, terima kasih telah
memberikan banyak waktu dan bantuan di saat peneliti membutuhkan banyak
referensi buku untuk keperluan penyelesaian skripsi.
11. Kepada semua pihak yang telah membantu peneliti, karena dukungan dan
pengertian mereka sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya
ix
doa yang dapat peneliti panjatkan kepada mereka. Semoga kalian semua
mendapatkan balasan pahala berlipat ganda dari Allah SWT.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan untuk penyempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat
memberikan kontribusi pada penelitian selanjutnya.
Jakarta, 08 Januari 2015
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iLEMBAR PENGESAHAN............................................................................... iiLEMBAR PERNYATAAN.............................................................................. iiiMOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... ivABSTRAK.......................................................................................................... vKATA PENGANTAR....................................................................................... viiDAFTAR ISI...................................................................................................... xDAFTAR TABEL.............................................................................................. xiiDAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiiiDAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1-121.1. Latar Belakang Masalah……………………………………….. 11.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………….. 8
1.2.1. Batasan masalah………………………………………. 81.2.2. Rumusan masalah……………………………………... 9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………….... 101.4. Sistematika Penulisan………………………………………….. 11
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA.......................................................................... 13-432.1. Gejala Depresi…………………………………………………. 13
2.1.1. Pengertian gejala depresi…..………………………….. 132.1.2. Gejala-gejala depresi……….…………………………. 152.1.3. Faktor-faktor penyebab munculnya depresi pada
remaja ..........................................................………........ 182.1.4. Pengukuran gejala depresi..………………………….... 22
2.2. Dukungan Sosial……………………………………………….. 222.2.1. Pengertian dukungan sosial..…………………………... 222.2.2. Aspek-aspek dukungan sosial...……………………….. 242.2.3. Pengaruh dukungan sosial terhadap gejala depresi........ 252.2.4. Pengukuran dukungan sosial…………………………... 26
2.3. Loneliness…………………………………………………….... 262.3.1. Pengertian loneliness………………………….………. 262.3.2. Aspek-aspek loneliness……………………...…...…..... 292.3.3. Loneliness pada remaja................................................... 292.3.4. Pengaruh loneliness terhadap gejala depresi.................. 302.3.5. Pengukuran loneliness…………….…………………... 31
2.4. Trait Kepribadian…………………………………………….... 312.4.1. Pengertian trait kepribadian………………………….... 312.4.2. Kepribadian pada remaja................................................ 322.4.3. Trait kepribadian Big Five………..………………….... 332.4.4. Pengaruh trait kepribadian terhadap gejala depresi........ 362.4.5. Pengukuran trait kepribadian…....…………………….. 37
xi
2.5. Narapidana Remaja…………………………………………..... 372.5.1. Pengertian narapidana..................................................... 372.5.2. Pengertian remaja........................................................... 372.5.3. Remaja dan penyesuaian diri.......................................... 38
2.6. Kerangka Berpikir……………………….…………………….. 402.7. Hipotesis………………………………….……………………. 43
BAB 3 METODE PENELITIAN.................................................................. 44-723.1. Populasi dan Sampel…………………………………………... 443.2. Variabel Penelitian…………………………………………….. 453.3. Definisi Operasional Variabel…………………………………. 453.4. Pengumpulan Data…………………………………………….. 47
3.4.1. Teknik pengumpulan data……………………………..... 473.4.2. Instrumen pengumpulan data………………………….... 48
3.5. Uji Validitas Konstruk………………………………………..... 513.5.1. Uji validitas alat ukur depresi…………………………...3.5.2. Uji validitas alat ukur dukungan sosial……………….....3.5.3. Uji validitas alat ukur loneliness………………………...3.5.4. Uji validitas alat ukur trait kepribadian………………....
3.5.4.1. Uji validitas dimensi neuroticsm…………….....3.5.4.2. Uji validitas dimensi extraversion…….……….3.5.4.3. Uji validitas dimensi agreeableness…………...3.5.4.4. Uji validitas dimensi openness…….…………...3.5.4.5. Uji validitas dimensi conscientiousness..……....
525456595961626466
3.6. Metode Analisis Data………………………………………….. 683.7. Prosedur Penelitian…………………………………………….. 71
BAB 4 ANALISIS DATA.............................................................................. 73-844.1. Deskripsi Umum Subyek Penelitian………………………….... 73
4.1. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan datademografi ………….………………………………….. 74
4.2. Hasil Analisis Deskriptif………………………………………. 764.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ……………………....... 764.4. Hasil Uji Hipotesis Nihil……………………………………..... 78
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian…...……………….. 784.4.2 Pengujian proporsi varian masing-masing IV…..……... 82
BAB 5 HASIL PENELITIAN...................................................................... 85-985.1. Kesimpulan................................................................................. 855.2. Diskusi........................................................................................ 865.3. Saran............................................................................................ 95
5.3.1. Saran teoritis..................................................................... 955.3.2. Saran praktis...................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Nilai skor jawaban...... ............................................................. 47
Tabel 3.2 Blue print skala gejala depresi................................................ 48
Tabel 3.3 Blue print skala dukungan sosial............................................. 49
Tabel 3.4 Blue print skala loneliness....................................................... 50
Tabel 3.5 Blue print skala trait kepribadian............................................ 50
Tabel 3.6 Analisis faktor item gejala depresi.......................................... 54
Tabel 3.7 Analisis faktor item dukungan sosial....................................... 56
Tabel 3.8 Analisis faktor item loneliness................................................. 58
Tabel 3.9 Analisis faktor item kepribadian neuroticsm........................... 60
Tabel 3.10 Analisis faktor item kepribadian extraversion......................... 62
Tabel 3.11 Analisis faktor item kepribadian agreeableness....................... 64
Tabel 3.12 Analisis faktor item kepribadian openness.............................. 66
Tabel 3.13 Analisis faktor item kepribadian conscientiousness.................. 68
Tabel 4.1 Deskripsi subjek penelitian berdasarkan data demografi........... 75
Tabel 4.2 Analisis deskriptif..................................................................... 76
Tabel 4.3 Norma skor variabel................................................................. 77
Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel......................................................... 77
Tabel 4.5 R-square..................................................................................... 78
Tabel 4.6 Anova.......................................................................................... 79
Tabel 4.7 Koefisien regresi....................................................................... 79
Tabel 4.8 Proporsi varian.......................................................................... 82
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir............................................................ 42
Gambar 3.1 Path diagram variabel gejala depresi....................................... 53
Gambar 3.2 Path diagram variabel dukungan sosial.................................... 55
Gambar 3.3 Path diagram variabel loneliness............................................. 57
Gambar 3.4 Path diagram variabel neuroticsm............................................ 59
Gambar 3.5 Path diagram variabel extraversion.......................................... 61
Gambar 3.6 Path diagram variabel agreeableness....................................... 63
Gambar 3.7 Path diagram variabel openness............................................... 65
Gambar 3.8 Path diagram variabel conscientiousness................................. 67
Gambar 4.1 Daftar sampel penelitian.............................................................. 73
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Surat izin penelitian
Lampiran B Surat balasan penelitian
Lampiran C Kuesioner penelitian
Lampiran D Contoh syntax dan output CFA Gejala Depresi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penelitian.
1.1. Latar Belakang Masalah
Tingkat kriminalitas yang terjadi di Indonesia termasuk ke dalam tingkatan yang
tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari semakin meningkatnya jumlah narapidana
dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan). Selain itu,
meningkatnya kriminalitas yang terjadi, dapat dilihat juga dari jumlah kasus
kriminal yang dilaporkan setiap harinya di media massa maupun media sosial.
Kasus kriminalitas di Indonesia tidak hanya melibatkan orang dewasa, tetapi juga
anak-anak dibawah umur dan remaja.
Kasus pelanggaran hukum dengan pelaku remaja ternyata menjadi
fenomena tersendiri di berbagai negara. Remaja yang terlibat dalam kasus
kriminal terpaksa harus berhadapan dengan hukum sehingga kelompok ini
diistilahkan dengan Anak yang Berhadapan dengan Hukum atau Anak yang
Berkonflik dengan Hukum (ABH). Indeks pelaku kejahatan remaja di Indonesia
mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Juli 2013 di Indonesia
terdapat 136.000 anak yang berkonflik dengan hukum dan setiap tahun sedikitnya
400 kasus pelanggaran hukum dilakukan oleh anak (Komnas HAM, 2013). Data
2
yang didapat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian
Hukum dan HAM juga mencatat sebanyak 3.164 anak menjadi tahanan pidana di
33 daerah di Indonesia dalam periode waktu Januari – Juli 2014.
Anak-anak dan remaja yang bermasalah dengan hukum, mengharuskan
mereka untuk masuk ke dalam Lapas dan hal ini dapat memberikan tekanan untuk
mereka. Masuk ke Lapas bagi narapidana anak dan remaja berarti ia harus
mengalami banyak kehilangan, seperti kehilangan kemerdekaan yang disertai
kehilangan otonomi, kehilangan rasa aman, serta pelayanan pribadi.
Perasaan sedih yang dialami mereka setelah menerima hukuman serta
berbagai hal yang lainnya, seperti rasa bersalah, hilangnya kebebasan, perasaan
malu, sanksi ekonomi dan sosial serta kehidupan dalam penjara yang penuh
dengan tekanan psikologis dapat memperburuk dan mengintesifkan pemicu
tekanan yang terjadi sebelumnya. Tidak mengherankan jika Lapas menjadi tempat
yang potesial bagi timbulnya gangguan-gangguan psikologis seperti depresi.
Penelitian Irene Y.H. Ng, et.al. (2011) tentang narapidana remaja di penjara
Michigan, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa remaja yang dipenjara karena
pelanggaran serius lebih mungkin mengalami depresi daripada pemuda yang
melakukan pelanggaran kurang serius. Selain itu, mereka juga menemukan ada
indikasi bahwa penahanan remaja di penjara dewasa dapat meningkatkan risiko
depresi lebih lanjut. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Adhyana (2008) di
Lapas Anak Medan, menunjukkan bahwa dari total 274 orang napi terdapat
sebanyak 54 orang napi anak di Lapas ini yang mengalami gejala depresi.
3
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan
kesedihan yang amat sangat; perasaan bersalah; menarik diri dari orang lain; tidak
dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual dan minat serta kesenangan
dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davidson, Neale & Kring, 2002).
Sedangkan menurut Kartono (2002) depresi adalah kemuraman hati seperti
kepedihan, kesenduan, dan keburaman perasaan yang patologis sifatnya. Biasanya
timbul oleh rasa inferior, sakit hati yang dalam, penyalahan diri sendiri dan
trauma psikis.
Depresi yang terjadi pada remaja pada umumnya tidak terdiagnosis. Hal ini
dikarenakan depresi pada remaja tidak selalu muncul sebagai kesedihan, tetapi
sebagai perasaan mudah terganggu, bosan, atau ketidakmampuan untuk
mengalami rasa bosan (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Depresi pada remaja
dapat diakibatkan oleh berbagai hal seperti kematian dari anggota keluarga atau
teman, putus cinta, perceraian orang tua, kegagalan di sekolah atau kejadian yang
tidak menyenangkan.
Lingkungan Lapas yang menjauhkan napi dari kebebasan dan dukungan
sosial dari orang terdekat, seperti keluarga dan teman terdekat, akan membuat
napi semakin rentan terhadap berbagai gangguan psikologis. Sehingga tidak
mengherankan beberapa napi anak di Indonesia memilih untuk bunuh diri saat
masih berada dalam tahanan karena tidak bisa menghadapi masalah yang mereka
hadapi dan tekanan yang ada di Lapas.
Di dalam lapas maupun rutan kasus bunuh diri narapidana yang diduga
karena depresi dalam setahun terakhir mencapai sepuluh orang dari seluruh lapas
4
yang tersebar di Indonesia (Ditjen PAS, 2013). Kasus bunuh diri yang terliput
media yaitu pada Desember 2011, dua narapidana anak di daerah Sumatera Barat
ditemukan tewas gantung diri. Mereka diduga tewas karena mengalami depresi
akibat hukuman penjara yang dijatuhkan kepada mereka.
Bunuh diri yang dilakukan oleh narapidana mungkin merupakan jalan
terakhir yang mereka pilih disaat mereka sudah tidak bisa mengatasi masalah yang
mereka hadapi karena adanya tekanan di dalam Lapas. Selain kasus bunuh diri
yang dilakukan oleh dua orang narapidana anak diatas, kasus terbaru yang
melibatkan narapidana remaja di daerah Bangka Belitung yang mengalami depresi
berat pada November 2013. Dilaporkan bahwa remaja ini sudah berulang kali
mencoba bunuh diri disaat penjagaannya lengah. Remaja ini mengalami depresi
berat diduga karena mengalami kekerasan pada saat diinterograsi masalah
hukumnya.
Dari kasus serta penjelasan diatas dapat dilihat bahwa tidak sedikit
narapidana yang mengalami depresi sehingga memilih untuk bunuh diri. Data
tentang tingginya tingkat depresi yang dialami oleh narapidana diperkuat oleh
hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddyanto et.al, (2003) dengan diperolehnya
data prevalensi depresi para narapidana Rumah Tahanan Kelas I di Surakarta
adalah 69,9%; adapun derajatnya untuk tingkat ringan sebanyak 26,9%, tingkat
sedang sebanyak 29,0% dan tingkat berat sebanyak 14%.
Penelitian yang dilakukan oleh Hertinjung dan Purwandi pada tahun 2007
(dalam Retno & Margareta, 2011) di Lapas Wanita Kelas II A Sragen juga
menunjukkan bahwa tingkat depresi yang dialami narapidana wanita di Lapas ini
5
cukup tinggi yaitu 72%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Retno dan
Margareta (2011) di Lapas Wanita Kelas II A Semarang menunjukkan bahwa
35,36% narapidana mengalami depresi ringan dan 13,81% mengalami depresi
berat.
Penelitian diatas menunjukkan bahwa depresi dapat terjadi pada siapapun
dalam keadaan yang tertekan seperti di dalam Lapas atau Rutan. Berdasarkan
hasil elisitasi yang dilakukan oleh peneliti menggunakan alat ukur BDI (Beck
Depression Inventory) terhadap 20 responden pada rentang usia 17 – 20 tahun di
Lapas Kelas II B Anak daerah Jambi menunjukkan bahwa narapidana anak di
lapas ini mengalami depresi dengan tingkatan yang rendah sebanyak 44,5% dan
tingkatan yang tinggi sebanyak 55,5%. Mereka yang mengalami depresi tingkat
tinggi ini memaparkan bahwa mereka memiliki perasaan yang sangat sedih,
menyalahkan diri sendiri untuk segala hal yang terjadi, memiliki perasaan yang
gelisah dan mengalami kesulitan untuk tertarik terhadap sesuatu.
Banyaknya tekanan yang dialami remaja khususnya narapidana remaja
membuat mereka mudah mengalami gejala depresi. Tanpa adanya dukungan dari
lingkungan terhadap mereka, kemungkinan terjadinya angka bunuh diri yang
tinggi pada napi remaja bisa saja meningkat. Oleh karena itu, dukungan dari
lingkungan menjadi penting untuk mereka dalam menghadapi tekanan-tekanan
yang terjadi pada mereka selama berada di dalam Lapas.
Menurut Teori Interpersonal Depresi, depresi dapat timbul karena
kurangnya dukungan sosial terhadap mereka yang memiliki gejala depresi.
Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan mereka untuk
6
mengatasi masalah dan membuat mereka semakin rentan terhadap depresi
(Davidson, et.al, 2002). Selain itu, Nevid, Rathus dan Greene (2005) menjelaskan
bahwa faktor-faktor seperti keterampilan coping, bawaan genetis dan ketersediaan
dukungan sosial memberikan kontribusi pada kecenderungan depresi saat
menghadapi kejadian yang penuh tekanan.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa dukungan sosial memengaruhi
munculnya gejala depresi. Penelitian Allogower, Wardle dan Steptoe (2001)
mengungkapkan bahwa tingkat dari dukungan sosial secara umum tinggi terhadap
munculnya gejala depresi pada pria dan wanita muda. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Peirce, Frone, Russell, Cooper dan Mudar (2000) mengungkapkan
bahwa penelitian longitudinal terhadap hubungan antara depresi dan penerimaan
dukungan sosial memiliki hubungan yang negatif. Mereka menemukan bahwa
depresi secara tidak langsung didahului dari kontak sosial dan persepsi dari
dukungan sosial yang rendah.
Selain dukungan sosial, loneliness juga merupakan faktor penting
munculnya gejala depresi. Peplau dan Perlman (1981) menggambarkan loneliness
sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan sosial
individu mengalami kekurangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Wawancara yang sebelumnya peneliti lakukan dengan beberapa narapidana
remaja di Lapas Kelas II-B Anak daerah Jambi, menemukan bahwa beberapa dari
mereka mengalami perasaan loneliness karena harus jauh dari keluarga maupun
teman-teman mereka. Masuknya mereka ke dalam Lapas, membuat mereka harus
menyesuaikan diri dengan keadaan di dalam Lapas. Ketika mereka tidak dapat
7
menyesuaikan diri dengan baik, maka perasaan loneliness ini akan muncul pada
mereka.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa loneliness memengaruhi munculnya
gejala depresi. Penelitian Lasgaard, Goossens dan Elklit (2011) tentang loneliness
ditemukan berkorelasi dengan gejala depresi pada tingkat cross sectional,
independen dari jenis kelamin, faktor demografis lainnya, beberapa variabel
psikososial dan keinginan sosial. Selain itu, penelitian meta-analisis sebelumnya
terhadap 33 sampel remaja juga menunjukkan bahwa hubungan antara depresi dan
loneliness berada dalam kisaran ukuran efek besar. Hasil penelitian Qualter,
Brown, Munn dan Rotenberg (2010) menunjukkan bahwa bertahannya loneliness
antara teman sebaya selama masa kanak-kanak merupakan suatu stressor
interpersonal yang menjadikan predisposisi anak-anak untuk gejala depresi
remaja. Penelitian Swami, et.al., (2006) juga menyebutkan bahwa depresi secara
positif dan signifikan berkorelasi dengan loneliness.
Selain dua faktor diatas, faktor lain yang dapat menyebabkan munculnya
gejala depresi antara lain adalah trait kepribadian. Penelitian Sen, Nesse,
Stoltenberg, Li dan Gleiberman (2003) membuktikan bahwa trait neuroticsm
berhubungan kuat dengan depresi. Penelitian Klein, Kotov dan Bufferd (2011)
juga menyatakan bahwa depresi berhubungan dengan trait seperti neuroticsm
(emosi negatif), extraversion (emosi positif) dan conscientiousness. Selain itu,
karakteristik kepribadian terlihat menyumbang pada awal dan serangkaian gejala
depresi melalui berbagai macam cara. Penelitian Cox, McWilliams, Enns dan
Clara (2004) yang menggunakan analisis regresi terpisah menunjukkan bahwa
8
masing-masing dimensi kepribadian secara bermakna dikaitkan dengan depresi
berat seumur hidup.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan sebuah penelitian dengan tujuan melihat apakah terdapat pengaruh
yang signifikan antara dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap
gejala depresi narapidana remaja di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Dukungan Sosial, Loneliness dan Trait Kepribadian terhadap
Gejala Depresi Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan”.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Batasan masalah
Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor, yaitu
dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi. Adapun
batasan tentang konsep variabel yang digunakan, yaitu :
1. Gejala depresi adalah perilaku dan perasaan yang secara spesifik muncul dapat
dikelompokkan sebagai gejala awal munculnya depresi seperti kesedihan, sikap
meremehkan diri, kenakalan, kebencian terhadap diri sendiri, menyalahkan diri
sendiri, keinginan bunuh diri, lekas marah, berkurangnya minat sosial,
ketidaktegasan, gangguan tidur, kelelahan, nafsu makan berkurang, kesepian,
tidak suka sekolah, kurangnya teman, merasa tidak dicintai, dan perkelahian
(Kovacs, 2007).
2. Dukungan sosial adalah diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-
orang terdekat individu meliputi dukungan keluarga, dukungan pertemanan dan
9
dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar individu (Zimet, Dahlem,
Zimet dan Farley, 1998).
3. Loneliness adalah adanya pola yang lebih stabil dari perasaan kesepian yang
terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau individu yang mengalami
kesepian karena disebabkan kepribadian mereka; kesepian yang terjadi karena
individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan
dilingkungannya; dan kesepian yang terjadi merupakan salah satu gangguan
alam perasaan seperti perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak
berharga dan berpusat pada kegagalan yang dialami oleh individu (Russell,
1996).
4. Trait kepribadian dalam penelitian ini yaitu terdiri dari trait kepribadian Big
Five Personality yaitu openess, conscientiousness, extraversion, agreeableness
dan neuroticsm (John dan Srivastava, 1999).
5. Sampel penelitian ini adalah narapidana lapas yang berusia antara 12 – 20
tahun dan sudah berada di dalam lembaga pemasyarakatan kurang dari satu
tahun.
1.2.2 Rumusan masalah
Adapun perumusan masalah yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial, loneliness, dan trait
kepribadian terhadap gejala depresi pada narapidana remaja di Lembaga
Permasyarakatan?
10
2. Seberapa besar proporsi varian dari variabel gejala depresi yang dapat secara
bersama-sama diprediksi oleh variabel dukungan sosial, loneliness dan trait
kepribadian?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial terhadap gejala depresi
pada narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan loneliness terhadap gejala depresi pada
narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi-dimensi trait kepribadian
terhadap gejala depresi pada narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan?
6. Prediktor apa saja yang paling dominan pengaruhnya terhadap gejala depresi
pada narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh signifikan antara
dukungan sosial, loneliness, dan trait kepribadian terhadap gejala depresi pada
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1.3.1 Manfaat teoritis
Sebagai masukan bagi para ilmuwan dalam usaha mengembangkan ilmu-
ilmu psikologi khususnya psikologi forensik dan klinis yang berkaitan
dengan munculnya gejala depresi yang terjadi pada narapidana remaja
selama berada di dalam Lapas.
11
1.3.2 Manfaat praktis
Dapat memberikan gambaran tentang munculnya gejala depresi pada
narapidana remaja selama berada di dalam Lapas yang meliputi gejala-
gejala depresi, faktor-faktor yang mempengaruhi depresi dan penanganan
yang tepat untuk narapidana remaja yang depresi. Sehingga penelitian ini
diharapkan mampu memberikan masukan kepada pihak Lapas dalam hal
perencanaan program correctional kepada narapidana selama berada di
dalam Lapas.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan, proposal penelitian ini terbagi dalam tiga bab
dengan sistematika sebagai berikut :
BAB 1: PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang masalah atau alasan yang
menyebabkan penulis memilih masalah ini sebagi topik penelitian,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat masalah, serta
sistematika penulisan.
BAB 2: KAJIAN PUSTAKA
Terdiri dari kajian teori mengenai simptom depresi yang meliputi
pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya gejala depresi,
dan depresi pada tahanan; kajian teori mengenai dukungan sosial; kajian
teori mengenai loneliness; kajian teori mengenai trait kepribadian; kajian
teori mengenai narapidana remaja; serta kerangka berpikir dan hipotesis.
12
BAB 3: METODE PENELITIAN
Terdiri dari populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, variabel
penelitian, definisi operasional variable, instrumen pengumpulan data,
prosedur pengumpulan data, pengujian validitas alat ukur, prosedur
pengumpulan data, dan metode analisis data.
BAB 4: ANALISA DATA PENELITIAN
Terdiri dari gambaran subjek penelitian, deskripsi data dan hasil uji
hipotesis.
BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Terdiri dari rangkuman keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan
hasil penelitian. Pada bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.
13
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab 2 ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang terkait dengan variabel
penelitian ini, antara lain gejala depresi, dukungan sosial, loneliness, trait
kepribadian dan narapidana remaja. Selanjutnya kerangka berpikir dan hipotesis.
2.1 Gejala Depresi
2.1.1 Pengertian gejala depresi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Redaksi Pusat Bahasa, 2008), gejala
merupakan suatu hal (keadaan, peristiwa, dsb) yang tidak biasa dan patut untuk
diperhatikan. Sedangkan Lubis (2009) mendefinisikan gejala sebagai sekumpulan
peristiwa, perilaku, atau perasaan yang sering (namun tidak selalu) muncul pada
waktu bersamaan.
Pengertian depresi juga diartikan dengan berbagai pengertian. Menurut
Chaplin (dalam Kamus Lengkap Psikologi, 2009) mendefinisikan depresi
menjadi: (1) Pada orang normal, merupakan keadaan kemurungan (kesedihan,
kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya
kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang; (2) Pada kasus
patologis, merupakan ketidakmauan ekstrem untuk mereaksi terhadap perangsang,
disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu, dan putus asa.
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan
kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berani dan bersalah; menarik diri
dengan orang lain, dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual
14
dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davidson et.al.,
2010). Hoeksema (2007) mendefinisikan depresi sebagai pengalaman kesedihan,
kehilangan minat dalam aktivitas yang biasa dilakukan, perubahan pola tidur dan
tingkat aktivitas, dan adanya pikiran bahwa diri tidak berharga, putus asa dan
keinginan bunuh diri.
Kovacs (2007) menggambarkan depresi sebagai kesedihan, pesimisme,
sikap meremehkan diri, anhedonia, kenakalan, pesimis mengkhawatirkan,
kebencian terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, keinginan bunuh diri,
menangis mantra, lekas marah, berkurangnya minat sosial, ketidaktegasan, citra
tubuh negatif, kesulitan sekolah-kerja, gangguan tidur, kelelahan, nafsu makan
berkurang, kekhawatiran somatik, kesepian, tidak suka sekolah, kurangnya teman,
merasa tidak dicintai, ketidaktaatan, dan perkelahian.
Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas, peneliti
menggunakan pengertian Kovacs (2007) yang menggambarkan depresi sebagai
kesedihan, pesimisme, sikap meremehkan diri, anhedonia, kenakalan, pesimis
mengkhawatirkan, kebencian terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri,
keinginan bunuh diri, lekas marah, berkurangnya minat sosial, ketidaktegasan,
citra tubuh negatif, kesulitan sekolah atau kerja, gangguan tidur, kelelahan, nafsu
makan berkurang, kekhawatiran somatik, kesepian, tidak suka sekolah, kurangnya
teman, merasa tidak dicintai, ketidaktaatan dan perkelahian.
15
2.1.2 Gejala-gejala depresi
Secara umum, depresi mengambil alih seluruh emosi, fungsi tubuh, perilaku dan
pikiran seseorang. Hoeksema (2007) membagi depresi menjadi empat gejala
yaitu:
1. Gejala Emosional
Gejala emosi yang paling umum terjadi pada depresi adalah kesedihan.
Kesedihan ini bukan tipe berbagai perasaan, yang kita semua rasakan kadang-
kadang, tapi lebih mendalam, seperti rasa sakit tak henti-hentinya. Di samping
itu, banyak orang yang didiagnosis dengan depresi melaporkan bahwa mereka
telah kehilangan minat dalam segala hal dihidup (gejala ini disebut sebagai
anhedonia). Bahkan ketika mereka mencoba untuk melakukan sesuatu yang
menyenangkan, mereka mungkin merasa tidak ada reaksi emosional.
2. Gejala psikologis dan perilaku
Dalam depresi, banyak fungsi tubuh yang terganggu. Seperti adanya
perubahan-perubahan dalam nafsu makan, tidur, dan tingkat aktivitas yang bisa
dalam berbagai bentuk. Beberapa orang dengan depresi kehilangan nafsu
makan, tetapi yang lainny amenemukan diri mereka makan lebih banyak,
bahkan mungkin makan berlebihan. Beberapa orang dengan depresi ingin tidur
sepanjang hari. Sedangkan yang lain merasa sulit untuk tidur dan mungkin
mengalami bentuk insomnia atau dikenal sebagai terbangun dini hari, di mana
mereka terbangun di 3atau 4 pagi setiap hari dan tidak bias kembali tidur.
Secara perilaku, banyak orang dengan depresi menjadi melambat, kondisi
yang dikenal sebagai retardasi psikomotor. Mereka berjalan lebih lambat,
16
gerakan lebih lambat, dan berbicara lebih lambat dan lebih tenang. Mereka
mengalami kecelakaan lebih banyak, karena mereka tidak bias bereaksi
terhadap krisis secepat mungkin yang diperlukan untuk menghindarinya.
Banyak orang dengan depresi kekurangan energy dan dilaporkan merasa
kelelahan kronis. Sebagian dari orang dengan depresi memiliki agitasi
psikomotor dari pada retardasi. Mereka merasa gelisah secara fisik, tidak bisa
duduk diam, dan mungkin bergerak disekitar atau gelisah tanpa tujuan.
3. Gejala Kognitif
Pikiran orang dengan depresi biasanya diisi dengan tema dari
ketidakberhargaan, rasa bersalah, putus asa, dan bahkan bunuh diri. Mereka
sering mengalami kesulitan berkonsentrasi dan membuat keputusan. Dalam
beberapa kasus yang parah, kognisi orang dengan depresi kehilangan sentuhan
yang lengkap dengan kenyataan, dan mereka mengalami delusi dan halusinasi.
Delusi adalah keyakinan tanpa dasar realitas, dan halusinasi meliputi melihat,
mendengar, atau merasakan hal-hal yang tidak nyata.
Selain empat simptom yang telah dikategorisasikan oleh Hoeksema sebagai
gejala depresi, Davidson et.al. (2010) menyebutkan kriteria depresi menurut DSM
IV-TR yaitu :
1. Mood sedih dan tertekan, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari selama dua
minggu atau kehilangan minat dan kesenangan dalam aktivitas yang biasa
dilakukan, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala berikut.
17
2. Sulit tidur (insomnia); pada awalnya tidak dapat tidur; tidak dapat kembali
tidur bila terbangun ditengah malam dan bangun pada dini hari; atau, pada
beberapa pasien, keinginan untuk tidur selama mungkin.
3. Perubahan kadar aktivitas, menjadi lemas (retardasi psikomotorik) atau terlalu
bersemangat.
4. Nafsu makan sangat berkurang dan berat badan turun, atau nafsu makan
meningkat dan berat badan bertambah.
5. Kehilangan energi, sangat fatik.
6. Konsep diri negatif, menuding dan menyalahkan diri sendiri; merasa tidak
berarti dan bersalah.
7. Mengeluh sulit berkonsentrasi atau terlihat sulit berkonsentrasi, seperti lambat
berpikir dan tidak dapat mengambil keputusan.
8. Pikiran tentang kematian atau bunuh diri yang terus menerus timbul.
Menurut Kovacs (2007) gejala depresi yang akan muncul pada anak-anak
usia sekolah dan remaja meliputi dua masalah yaitu:
1. Masalah Emosional
Masalah emosional yang terjadi pada anak-anak usia sekolah dan remaja yang
mengalami gejala depresi terdiri dari emosi negatif atau gejala fisik yang
terlihat seperti kesedihan, cepat marah, gangguan tidur, kelelahan dan nafsu
makan berkurang; serta adanya harga diri negatif seperti citra tubuh negatif,
pesimisme, sikap meremehkan diri, kebencian terhadap diri sendiri dan
menyalahkan diri sendiri.
18
2. Masalah Fungsional
Masalah fungsional yang terjadi pada anak-anak usia sekolah dan remaja
yang mengalami gejala depresi terdiri dari ketidakefektifan dalam melakukan
kegiatan seperti berkurangnya minat sosial, ketidaktegasan, kesulitan sekolah
atau kerja; dan masalah personal seperti kesepian, tidak suka sekolah,
kurangnya teman, merasa tidak dicintai, ketidaktaatan dan perkelahian.
Berdasarkan gejala depresi yang telah dijelaskan diatas, peneliti
mengambil kriteria gejala depresi berdasarkan pada dua masalah yang terjadi pada
anak-anak usia sekolah dan remaja menurut Kovacs (2007). Dimana kriteria
gejala depresi menurut dua masalah inilah yang akan peneliti gunakan sebagai
landasan mengukur gejala depresi dengan alat ukur yang diterjemahkan dan
dimodifikasi dari Children’s Depression Inventory-II Short Subscale yang akan
dijelaskan lebih jelas dalam subbab pengukuran depresi.
2.1.3 Faktor-faktor penyebab munculnya gejala depresi pada remaja
Penyebab depresi tidak dapat diketahui secara pasti faktor apa yang
mempengaruhi munculnya. Jarang terjadi bahwa depresi disebabkan oleh satu
faktor saja, tetapi lebih sering disebabkan oleh berbagai faktor yang berinteraksi
dalam berbagai kombinasi sehingga menciptakan suatu kondisi tertentu yang
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat dan frekuensi depresi.
Perkembangan depresi pada anak dan remaja juga melibatkan sesuatu yang
kompleks, faktor yang multifaktorial. Tidak ada faktor risiko tunggal yang
bertanggung jawab atas semua atau bahkan sebagian dari depresi. Sebaliknya, itu
19
lebih mungkin bahwa kumpulan atau interaksi antara beberapa faktor risiko akan
menyebabkan depresi terjadi (Naylor, 2009).
Menurut buku Depression in Children (Naylor, 2009) terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi munculnya gejala depresi yaitu:
1. Faktor Genetik Keluarga
Keluarga, penelitian kembar dan adopsi didokumentasikan memiliki efek
dari kedua faktor genetik dan lingkungan untuk depresi unipolar. Dalam
sebuah studi besar tentang remaja kembar perempuan, faktor genetik
menyumbang 40,4 % dari varians dalam risiko untuk varian utama. Demikian
pula, studi berskala besar menunjukkan bahwa paparan situasi awal yang buruk
(misalnya, kehilangan orang tua, lingkungan keluarga yang kacau, pelecehan
anak) melaporkan untuk lebih dari 50 % dari risiko yang timbul untuk depresi.
Yang paling penting, gen dan pengalaman awal saling berinteraksi.
2. Temperamen dan Kepribadian
Temperamen secara luas didefinisikan sebagai perbedaan individu dalam
gaya emosi dan perilaku yang muncul pada awal kehidupan, konsisten dari
waktu ke waktu dan selama situasi, dan diduga memiliki dasar genetik atau
biologis. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengalaman dan
pembelajaran, terutama dalam konteks sosial, juga dapat mempengaruhi
perkembangan dan ekspresi dari temperamen. Sifat yang berhubungan dengan
gangguan emosional kebanyakan telah diberikan berbagai label oleh teori yang
berbeda, termasuk perilaku yang terhambat, menghindari bahaya, efektivitas
yang negatif, neurotism, dan sifat kecemasan, meskipun ada tumpang tindih
20
yang signifikan antara konstruksi ini baik dari perspektif konseptual dan
empiris.
3. Faktor Lingkungan
a. Hubungan Interpersonal
Teori Interpersonal depresi menekankan pentingnya lingkungan sosial
pada emosional, regulasi perilaku dan penyesuaian sosial. Kerentanan
terhadap depresi mungkin muncul dalam konteks lingkungan keluarga awal
di mana kebutuhan anak-anak untuk keamanan, kenyamanan dan
penerimaan yang tidak terpenuhi. Penelitian tentang hubungan antara
lingkungan keluarga dan depresi menunjukkan bahwa keluarga dari anak-
anak depresi ditandai dengan masalah dengan keterikatan, komunikasi,
konflik, kohesi dan dukungan, serta cara membesarkan anak yang kurang.
Gejala depresi dan perilaku terkait yang dianggap menimbulkan reaksi
negatif dari orang lain, ini pengalaman interpersonal yang tidak
menyenangkan kemudian mendorong kegigihan atau memburuknya depresi.
Konsisten dengan model interpersonal, anak-anak depresi menunjukkan
kesulitan dalam banyak aspek dari hubungan dengan rekan-rekan dan
anggota keluarga. Studi longitudinal pada hubungan antara hubungan
interpersonal dan depresi menunjukkan bahwa masalah sosial secara
temporal mendahului depresi, dan depresi yang juga berkontribusi terhadap
kesulitan interpersonal.
21
b. Life Stress
Stres memainkan peran penting dalam sebagian besar teori depresi, dan
ada hubungan yang jelas antara stres dan depresi pada anak dan remaja.
Hubungan antara stres dan depresi tampaknya lebih kuat pada remaja
dibandingkan pada anak-anak, khususnya pada anak perempuan. Alasan
untuk hal ini tidak sepenuhnya jelas, efek hormonal, konsolidasi gaya
kognitif, beban stres kumulatif, dan reaktivitas stres mungkin memiliki
peran potensial. Salah satu teori mengusulkan bahwa kesulitan anak
mengubah proses neurobiologis dan psikososial dimana individu dapat peka
terhadap efek dari peristiwa stres baru-baru ini, yang mengarah ke depresi
pada tingkat stres yang lebih rendah, atau dengan reaktivitas fisiologis yang
lebih besar untuk efek stres. Model lain menunjukkan bahwa stres
berkontribusi terhadap beban stres masa kanak-kanak seumur hidup dan
independen memprediksi depresi bersama dengan stres baru-baru ini.
c. Coping with Stress
Meskipun stres jelas memainkan peran dalam depresi, individu bervariasi
dalam respon mereka terhadap stres, dan bagaimana mereka merespon stres
dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional dan penyesuaian masa depan
mereka. Selain gaya adaptif kognitif dijelaskan di atas, jenis lain dari
mekanisme koping, seperti gaya perilaku dan kemampuan memecahkan
masalah, telah diperiksa dalam kaitannya dengan depresi pada anak dan
remaja. Teori-teori sebelumnya dibedakan antara emotion-focused dan
problem-focused coping. Problem-focused coping melibatkan tanggapan
22
yang bertindak langsung pada sumber stres, sedangkan emotion-focused
coping melibatkan langkah-langkah paliatif untuk melawan emosi negatif
yang muncul dari situasi stres. Studi pada anak-anak dan remaja
menunjukkan bahwa tingkat yang lebih tinggi yang terlibat dan problem
focused coping berhubungan dengan rendahnya tingkat gejala depresi,
sedangkan pelepasan dan emotion-focused coping terkait dengan tingkat
yang lebih tinggi pada gejala depresi dalam keadaan stres. Penyelidikan
terbaru juga telah mulai meneliti peran metode koping dalam hubungan
antara temperamen dan gejala depresi pada anak-anak.
2.1.4 Pengukuran gejala depresi
Untuk mengukur gejala depresi pada penelitian ini digunakan salah satu
instrument yang mengukur gejala depresi pada anak-anak dan remaja yaitu
Children Depression Inventory-II Short Subscale yang dikembangkan oleh Maria
Kovacs (2007) yang berisi 12 item, diukur berdasarkan emotional problem dan
functional problem. Skala ini terdiri dari tiga kelompok pernyataan dari masing-
masing item yang mendeskripsikan berbagai level dari gejala depresi yang
dirasakan oleh anak dan remaja.
2.2. Dukungan Sosial
2.2.1 Pengertian dukungan sosial
Taylor, Peplau dan Sears (2012) mendeskripsikan dukungan sosial sebagai
pertukaran interpersonal yang dicirikan oleh perhatian emosi, bantuan
instrumental, penyediaan informasi, atau pertolongan lainnya. Dukungan sosial
23
diyakini bisa menguatkan orang dalam menghadapi efek stress dan mungkin
meningkatkan kesehatan fisik pula.
Sarason, Sarason dan Pierce (1990) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
keberadaan dan kesediaan orang lain yang dapat kita andalkan, seseorang yang
mengizinkan kita tahu bahwa mereka peduli, menghargai, dan mencintai kita.
Sarason et al. juga menyatakan bahwa bantuan langsung, saran, dorongan,
persahabatan, dan ungkapan kasih sayang, semuanya terkait dengan hasil positif
terhadap orang-orang yang menghadapi berbagai dilemma dan tekanan hidup.
Sarafino dan Timothy (2011) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima oleh
orang banyak atau kelompok lain. Mereka menambahkan bahwa orang-orang
yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai,
bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka
disaat membutuhkan bantuan.
Taylor (2003) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi yang
diterima oleh orang lain yang membuat individu tersebut merasa disayangi,
diperhatikan, dihargai, dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan
komunikasi dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman,
hubungan sosial dan komunitas.
Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1988) menggambarkan dukungan sosial
sebagai diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu
meliputi dukungan keluarga, dukungan pertemanan dan dukungan dari orang-
orang yang berarti disekitar individu.
24
Shumaker and Brownell (dalam Zimet et.al., 1988) mendeskripsikan
dukungan sosial sebagai pertukaran sumber daya antara setidaknya dua individu
yang dirasakan oleh penyedia atau penerima yang akan dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan penerima.
Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas, peneliti menggunakan
pengertian dukungan sosial menurut Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1988)
yang menggambarkan dukungan sosial sebagai diterimanya dukungan yang
diberikan oleh orang-orang terdekat individu meliputi dukungan keluarga,
dukungan pertemanan dan dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar
individu.
2.2.2 Aspek-aspek dukungan sosial
Sarafino dan Timothy (2011) membagi dukungan sosial menjadi lima dimensi,
yaitu:
1. Dukungan emosi yaitu suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui
perasaan positif yang berwujud empati, perhatian dan kepedulian terhadap
individu lain.
2. Dukungan penghargaan yaitu suatu bentuk dukungan yang diekspresikan
melalui penghargaan dan tanpa syarat atau apa adanya. Bentuk dukungan sosial
seperti ini dapat menimbulkan perasaan berharga dan kompeten.
3. Dukungan instrumental yaitu dukungan sosial yang diwujudkan dalam bentuk
langsung yang mengacu pada penyediaan barang dan jasa.
4. Dukungan informasi yaitu suatu dukungan yang diungkapkan dalam bentuk
pemberian nasehat atau saran.
25
5. Dukungan jaringan yaitu bentuk hubungan yang diperoleh melalui keterlibatan
dalam suatu aktivitas kelompok yang diminati oleh individu yang
bersangkutan.
Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1988) menggambarkan dukungan sosial
sebagai diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu
yaitu:
1. Dukungan keluarga (family support) atau bantuan-bantuan yang diberikan oleh
keluarga terhadap individu seperti membantu dalam membuat keputusan
maupun kebutuhan secara emosional.
2. Dukungan teman (friend support) atau bantuan-bantuan yang diberikan oleh
teman-teman individu seperti membantu dalam kegiatan sehari-hari maupun
bantuan dalam bentuk lainnya.
3. Dukungan orang yang istimewa (significant other support) atau bantuan-
bantuan yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupan individu
seperti membuat individu merasa nyaman dan merasa dihargai
2.2.3 Pengaruh dukungan sosial terhadap gejala depresi
Dukungan sosial dapat membantu seseorang menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi. Individu yang mendapatkan dukungan, akan lebih mampu
mereduksi perasaan tertekan seperti depresi, cemas, atau perasaan menekan
lainnya. Sebaliknya, individu yang kurang mendapatkan dukungan pada waktu
mengalami tekanan akan kurang mampu menghadapi masalah tersebut.
Salah satu masalah yang dialami oleh individu yang kurang mendapatkan
dukungan adalah munculnya depresi. Menurut Teori Interpersonal Depresi,
26
depresi dapat timbul karena kurangnya dukungan sosial terhadap mereka yang
memiliki gejala depresi (Davidson et.al., 2002). Hal ini dibuktikan oleh penelitian
Allogower, Wardle dan Steptoe (2001) yang mengungkapkan bahwa tingkat dari
dukungan sosial secara umum tinggi terhadap munculnya gejala depresi pada pria
dan wanita muda. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Peirce, Frone,
Russell, Cooper dan Mudar (2000) juga mengungkapkan bahwa penelitian
longitudinal terhadap hubungan antara depresi dan penerimaan dukungan sosial
memiliki hubungan yang negatif. Artinya semakin tinggi seseorang menerima
dukungan sosial dari lingkungannya, maka semakin rendah kecenderungan
seseorang untuk mengalami depresi.
2.2.4 Pengukuran dukungan sosial
Pengukuran dukungan sosial pada penelitian ini menggunakan alat ukur yang
diterjemahkan dan dimodifikasi dari Multidimensional scale of perceived social
support (MSPSS) yang dikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley
(1998). MSPSS terdiri dari 3 subskala, yaitu keluarga, teman dan significant
other (orang yang istimewa). MSPSS terdiri dari 12 item yang masing-masing
subskalanya terbagi menjadi 4 item. Pernyataan yang disajikan memiliki empat
rentang pilihan jawaban dari 1 (sangat tidak sesuai) sampai 4 (sangat sesuai).
2.3. Loneliness
2.3.1 Pengertian loneliness
Loneliness menurut Perlman dan Peplau (1982) merupakan pengalaman tidak
menyenangkan yang terjadi ketika jaringan seseorang hubungan sosial
kekurangan dalam beberapa cara penting, baik secara kuantitatif maupun
27
kualitatif; dan meskipun kesepian terkadang mencapai proporsi patologis, kita
kebanyakan peduli dengan rentang kesepian "normal" di kalangan masyarakat
umum. Dalam definisi ini ada tiga poin umum untuk diperhatikan, yang juga
dimiliki oleh definisi lain yang telah ditawarkan: pertama, hasil kesepian dari
kekurangan dalam hubungan sosial orang tersebut; kedua, kesepian merupakan
fenomena subjektif (itu tidak selalu identik dengan isolasi obyektif, sehingga
orang bisa sendirian tanpa kesepian); ketiga, kesepian merupakan perasaan tidak
menyenangkan dan menyedihkan.
Loneliness menurut de Jong-Gierveld (dalam Peplau & Perlman 1982)
merupakan pengalaman kegagalan antara kenyataan dan keinginan hubungan
interpersonal sebagai pengalaman tidak menyenangkan atau tidak dapat diterima,
terutama ketika seseorang merasakan ketidakmampuan pribadi untuk
mewujudkan hubungan interpersonal yang diinginkan dalam jangka waktu yang
wajar.
Cacioppo, Hawkley dan Berntson (2003) mendefinisikan loneliness sebagai
pengalaman menyedihkan yang terjadi ketika hubungan sosial seseorang yang
dianggap kurang dalam kuantitas, terutama dalam kualitas, dari yang diinginkan.
Loneliness dikaitkan dengan gejala depresi, dukungan sosial yang buruk,
neurotisisme, dan introversi.
Russell dan Pearlman (dalam Anderson, 2004) mendefinisikan Loneliness
sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan seseorang
hubungan sosial kekurangan dalam beberapa cara penting, baik secara kuantitatif
28
maupun kualitatif. Kesepian bisa ringan dan cepat berlalu tetapi juga dapat
menjadi bertahan, pengalaman yang menyedihkan.
Russell (1996) menggambarkan loneliness sebagai adanya pola yang lebih
stabil dari perasaan kesepian yang terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau
individu yang mengalami kesepian karena disebabkan kepribadian mereka;
kesepian yang terjadi karena individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang
diinginkan pada kehidupan dilingkungannya; dan kesepian yang terjadi
merupakan salah satu gangguan alam perasaan seperti perasaan sedih, murung,
tidak bersemangat, merasa tidak berharga dan berpusat pada kegagalan yang
dialami oleh individu.
Peplau, Sears dan Freedman (1994) mendefinisikan Loneliness sebagai
kegelisahan subjektif yang kita rasakan pada saat hubungan sosial kita kehilangan
ciri-ciri pentingnya. Hilangnya ciri-ciri tersebut bisa bersifat kuantitatif seperti
kehilangan teman atau sesuatu yang tidak kita inginkan.
Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas, peneliti menggunakan
pengertian Russell (1996) menggambarkan loneliness sebagai adanya pola yang
lebih stabil dari perasaan kesepian yang terkadang berubah dalam situasi tertentu,
atau individu yang mengalami kesepian karena disebabkan kepribadian mereka;
kesepian yang terjadi karena individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang
diinginkan pada kehidupan dilingkungannya; dan kesepian yang terjadi
merupakan salah satu gangguan alam perasaan seperti perasaan sedih, murung,
tidak bersemangat, merasa tidak berharga dan berpusat pada kegagalan yang
dialami oleh individu.
29
2.3.2 Aspek-aspek loneliness
Menurut Russell dalam UCLA Loneliness Scale (1996), loneliness didasari pada
tiga aspek yaitu:
1. Trait loneliness yaitu adanya pola yang lebih stabil dari perasaan kesepian
yang terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau individu yang
mengalami kesepian karena disebabkan kepribadian mereka. Kepribadian
yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki kepercayaan yang kurang
dan ketakutan akan orang asing.
2. Social desirability loneliness yaitu kesepian yang terjadi karena individu
tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan
dilingkungannya.
3. Depression loneliness yaitu kesepian yang terjadi merupakan salah satu
gangguan alam perasaan seperti perasaan sedih, murung, tidak bersemangat,
merasa tidak berharga dan berpusat pada kegagalan yang dialami oleh
individu.
2.3.2.Loneliness pada remaja
Dari penelitian-penelitian mengenai loneliness, diketahui bahwa berdasarkan
tingkat usia, remaja memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi daripada
kelompok usia lainnya (Peplau & Perlman, 1982). Peplau dan Perlman (1982)
menjelaskan bahwa masa remaja merupakan masa dimana perasaan kesepian
pertama kali muncul dan lebih sering dirasakan serta lebih mudah untuk dikenali
oleh individu yang merasakannya. Hal ini dapat dipahami, mengingat salah satu
30
tugas perkembangan yang dilakukan oleh remaja adalah membina hubungan yang
lebih matang dengan teman sebayanya.
Adapun faktor-faktor yang dapat memunculkan perasaan kesepian pada
remaja diantaranya adalah perpisahan dengan orang tua; perceraian orang tua
yang menyebabkan fungsi keluarga tidak utuh lagi; meningkatnya rasa kebebasan
yang menakutkan; pencarian identitas diri; status remaja dalam masyarakat yang
belum dominan; harga diri yang rendah; dan tidak memiliki tujuan yang mengarah
pada kegagalan sehingga cenderung menarik diri (Peplau & Perlman, 1982).
2.3.3.Pengaruh loneliness terhadap gejala depresi
Loneliness juga merupakan faktor penting munculnya gejala depresi. Beberapa
orang yang mengalami loneliness selama bertahun-tahun dapat mengakibatkan
mereka mengalami loneliness kronis. Mereka yang mengalami loneliness kronis
menganggap dirinya sebagai “manusia kesepian”. Loneliness yang parah ini
biasanya diasosiasikan dengan berbagai problem sosial, seperti depresi,
penyalahgunaan narkoba dan minuman beralkohol (Taylor, Peplau & Sears, 2012)
Hal ini dibuktikan oleh penelitian Lasgaard, Goossens dan Elklit (2011)
tentang loneliness ditemukan berkorelasi dengan gejala depresi pada tingkat cross
sectional, independen dari jenis kelamin, faktor demografis lainnya, beberapa
variabel psikososial dan keinginan sosial. Selain itu, penelitian meta-analisis
sebelumnya terhadap 33 sampel remaja juga menunjukkan bahwa hubungan
antara depresi dan loneliness berada dalam kisaran ukuran efek besar. Hasil
penelitian Qualter, Brown, Munn dan Rotenberg (2010) menunjukkan bahwa
bertahannya loneliness antara teman sebaya selama masa kanak-kanak merupakan
31
suatu stressor interpersonal yang menjadikan predisposisi anak-anak untuk gejala
depresi remaja. Penelitian Swami et.al. (2006) juga menyebutkan bahwa depresi
secara positif dan signifikan berkorelasi dengan loneliness.
2.3.4.Pengukuran loneliness
Untuk mengukur loneliness pada penelitian ini digunakan salah satu instrument
skala baku yaitu UCLA Loneliness Scale Version 3(UCLA LS 3) yang
dikembangkan oleh Daniel W. Russell (1996) yang berisi 20 item. Skala ini terdiri
dari empat pilihan jawaban yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “kadang-kadang” dan
“sering”.
2.4. Trait Kepribadian
2.4.1 Definisi Kepribadian
Menurut Allport (1927) kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam
individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kepribadian bukan merupakan organisasi
yang statis, namun terus menerus berkembang dan berubah.
Menurut Jung, kepribadian mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dang
tingkah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Dimana kepribadian ini membimbing
orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik
(Alwisol, 2011).
Menurut Pervin, Cervone dan Jhon (2010) kepribadian merupakan
karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan,
pemikiran, dan perilaku. Definisi ini memungkinkan untuk melihat kepribadian
32
seseorang berdasarkan banyak aspek yang membahas pola konsistensi perilaku
dan kualitas dalam diri seseorang.
Feist dan Feist (2010) mendeskripsikan pola sifat dan karakteristik tertentu
yang relatif permanen dan memberikan baik konsistensi maupun individualitas
pada perilaku seseorang. Sifat (trait) merupakan faktor penyebab adanya
perbedaan antar individu dalam perilaku, konsistensi perilaku, dan stabilitas
perilaku dalam berbagai situasi. Sedangkan karakteristik merupakan kualitas
tertentu yang dimiliki seseorang termasuk didalamnya beberapa karakter seperti
temperamen, fisik dan kecerdasan.
McCrae dan Costa (dalam Feist & Feist, 2010) mendefinisikan kepribadian
sebagai suatu karakteristik seseorang yang terdiri dari lima karakter kepribadian
yaitu ekstraversi, neurotisme, keterbukaan (openness), keramahan (agreeableness)
dan kesadaran (conscientiousness).
Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas, peneliti menggunakan
pengertian kepribadian menurut McCrae dan Costa (dalam Feist & Feist, 2010)
mendefinisikan kepribadian sebagai suatu karakteristik seseorang yang terdiri dari
lima karakter kepribadian yaitu ekstraversi, neurotisme, keterbukaan (openness),
keramahan (agreeableness) dan kesadaran (conscientiousness).
2.4.2 Kepribadian pada remaja
Sudah sejak lama para ahli tertarik untuk menemukan sifat-sifat inti dari
kepribadian dan akhir-akhir ini pencarian tersebut berfokus pada big five factor of
personality: openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan
neuroticsm. Banyak peneliti mengenai “big five” berfokus pada orang dewasa
33
namun beberapa ahli juga menemukan adanya bukti yang menyatakan adanya
faktor-faktor ini di masa remaja. Penelitian Lounsbury, et al., pada tahun 2004
menemukan bahwa remaja yang memiliki karakteristik openness,
conscientiousness, dan emotional stability cenderung kurang memiliki kebiasaan
untuk absen disekolahnya (Santrock, 2003).
Meskipun kepribadian seseorang di masa remaja mengalami lebih banyak
perubahan dibandingkan di masa dewasa, namun stabilitas di masa remaja masih
tetap ada. Sebuah studi longitudinal yang menilai kepribadian individu dalam tiga
masa perkembangan: sekolah menengah atas tingkat awal, sekolah menengah atas
tingkat, dan usia 30 hingga 40 tahun. Perubahan kepribadian yang terjadi dari
masa remaja hingga dewasa mencerminkan perubahan yang menuju ke arah
kematangan, di mana banyak remaja menjadi lebih terkontrol, lebih yakin diri
secara sosial dan kurang mudah marah seperti orang dewasa (Santrock, 2003).
2.4.3 Trait Kepribadian Big Five
Teori Big Five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg’s pada tahun 1981.
Goldberg’s menamakan faktor-faktor kepribadian ini setelah melihat penelitian 35
faktor yang dikemukakan oleh Cattel dan kemudian diringkas oleh Norman pada
tahun 1963 menjadi 5 faktor. Munculnya strukur Big Five ini bukan berarti
membatasi tipe kepribadian hanya pada lima tipe saja, melainkan lima dimensi ini
mewakili kepribadian pada tingkatan yang luas dan masing-masing dimensi
meringkaskan sejumlah besar perbedaan, yang dispesifikasikan menjadi
karakteristik kepribadian (John & Srivastava, 1999).
34
Pada awal tahun 1980-an, McCrae dan Costa melakukan validasi teori
kepribadian Big Five, berdasarkan pengujiannya terhadap kuesioner kepribadian
Cattel dan Eysenck. Secara khusus, hasilnya menunjukkan keberhasilan
pengukuran kepribadian pada nilai yang bersumber dari kuesioner yang
didasarkan pada analisis inventori Eysenck dan 16 PF Cattel (dalam Pervin,
Cervone & Jhon, 2010).
Kepribadian Big Five menurut Costa dan McCrae dapat didefinisikan
sebagai suatu pendekatan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia
melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang dibentuk
dengan menggunakan analisis faktor. Lima buah domain tersebut adalah
extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticsm dan openness to
experiences (dalam Feist & Feist, 2010).
Sebagai usaha untuk menjawab kebutuhan akan instrumen tes yang praktis
dan singkat serta mampu mengukur dan mengidentifikasi komponen dari
kepribadian Big Five, maka John, Donahue dan Kentle membuat suatu konstruk
yang bernama Big Five Inventory. Tujuan dari pembuatan tes ini adalah
terciptanya inventori yang ringkas, fleksibel dan efisien. Alat ukur ini tidak
menggunakan kata sifat tunggal sebagai item, melainkan menggunakan frase atau
kalimat yang singkat yang merupakan representasi kata sifat dan trait dari dimensi
(John & Sivastava, 1999).
Adapun aspek-aspek kepribadian yang dikembangkan oleh John dan
Srivastava (1999) yaitu :
35
1) Neuroticism (N)
Dimensi ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Orang dengan
nilai neurotik yang tinggi cenderung pencemas, temperamental, sentimentil,
emosional, tertekan, gelisah dan tidak aman. Sedangkan orang dengan nilai
neurotik yang rendah cenderung tenang, terkadang temperamen, bangga
terhadap diri, tidak emosional dan kuat.
2) Extraversion (E)
Dimensi ini menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level
aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia. Orang
yang nilai ekstraversinya tinggi cenderung ramah, penuh kasih sayang,
bersemangat dan menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan
menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara orang yang nilai
ekstraversinya rendah cenderung tidak peduli, penyendiri, pendiam, serius dan
tidak berperasaan.
3) Openness to Experience (O)
Dimensi ini menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap
pengalaman demi kepentingannya sendiri. Orang dengan nilai openness tinggi,
ia akan cenderung menjadi imajinatif, kreatif, inovatif, punya rasa penasaran
yang tinggi dan bebas. Sementara orang dengan nilai openness rendah terlihat
lebih konvensional, relitas, tidak kreatif, dan punya pemikiran yang
konservatif.
36
4) Agreeableness
Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nulai dari lemah
lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku. Orang
dengan nilai agreeableness tinggi berhati lembut, mudah percaya dengan orang
lain, dermawan dan ramah. Sedangkan orang dengan nilai agreeableness
rendah cenderung keras hati, penuh rasa curiga, kritis dan mudah marah.
5) Conscientiousness
Menilai kemampuan individu didalam organisasi, baik mengenai ketekunan
dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Orang
dengan nilai conscientiousness tinggi cenderung teliti, pekerja keras, teratur,
tepat waktu dan ambisius. Sementara yang nilai conscientiousness rendah ia
akan cenderung menjadi ceroboh, pemalas, tidak teratur dan mudah menyerah.
2.4.4 Pengaruh trait kepribadian terhadap gejala depresi
Aspek-aspek kepribadian berpengaruh terhadap kerentanan dan tingkat depresi
yang dialami seseorang. Individu yang lebih rentan terhadap depresi salah satunya
adalah individu yang berkepribadian neurotiscm. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian Sen, Nesse, Stoltenberg, Li dan Gleiberman (2003) membuktikan
bahwa trait neuroticsm berhubungan kuat dengan depresi.
Penelitian Klein, Kotov dan Bufferd (2011) juga menyatakan bahwa depresi
berhubungan dengan trait seperti neuroticsm (emosi negatif), extraversion (emosi
positif) dan conscientiousness. Mereka menemukan bahwa karakteristik
kepribadian terlihat menyumbang pada awal dan serangkaian gejala depresi
melalui berbagai macam cara.
37
2.4.5 Pengukuran Trait Kepribadian
Alat ukur trait kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Big
Five Personality (BFI) yang dikembangkan oleh John dan Srivastava (1999)
terdiri dari 44 item. Diukur berdasarkan neurotic, extraversion, agreeableness,
openness, dan conscientiousness. Peneliti memodifikasi alat ukur ini menjadi
berbahasa Indonesia. Alat ukur ini terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu SS
(Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai).
2.5. Narapidana Remaja
2.5.1 Pengertian Narapidana
Narapidana, menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Sedangkan, pengertian
terpidana sendiri adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).
2.5.2 Pengertian remaja
Menurut Santrock (2007), remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
sosial-emosional. Remaja digambarkan sebagai suatu periode transisi dari masa
awal anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10
hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.
Santrock (2003) membedakan masa remaja menjadi periode awal dan
periode akhir. Masa remaja awal berlangsung di masa sekolah menengah pertama
38
atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertal terbesar terjadi dimasa ini.
Masa remaja awal dimulai dari usia 10 hingga usia 15 tahun. Sedangkan masa
remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari
kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih
menonjol di masa remaja akhir dibandingkan masa remaja awal. Masa remaja
diakhir dimulai dari usia 16 hingga usia 22 tahun.
Papalia dan Olds (2009) menyatakan bahwa remaja adalah suatu periode
yang panjang sebagai proses transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Umumnya, remaja dikaitkan dengan mulainya pubertas, yaitu proses yang
mengarah pada kematangan seksual, atau fertilitas yang merupakan kemampuan
untuk reproduksi. Kemudian ditambahkan lagi bahwa remaja dimulai dari usia 11
atau 12 tahun sampai 19 atau 20 tahun.
Dari penjelasan diatas peneliti menggunakan definisi remaja berdasarkan
teori Santrock (2003) yaitu seseorang yang memasuki usia kira kira 10 hingga 12
tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun dan dapat disimpulkan
bahwa narapidana remaja pada penelitian ini adalah seseorang yang berusia 10
hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun yang dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.5.3 Remaja dan penyesuaian diri
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan
lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus
menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
39
Menurut Hurlock (1980) beberapa kondisi yang menyebabkan seorang remaja
diterima dan ditolak lingkungan sekitar di antaranya:
1. Sindroma penerimaan
Kesan pertama yang menyenangkan sebagai akibat dari penampilan yang
menarik perhatian, sikap yang tenang dan gembira.
Reputasi sebagai seorang yang sportif menyenangkan.
Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman sebaya.
Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit di atas anggota-anggota lain
dalam kelompoknya dan hubungan yang baik dengan anggota-anggota
keluarga.
Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga mempermudah
hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok.
2. Sistem Alienasi
Kesan pertama yang kurang baik karena penampilan diri yang kurang
menarik atau sikap menjauhkan diri, yang mementingkan diri sendiri.
Terkenal sebagai seorang yang tidak sportif.
Penampilan yang tidak sesuai dengan standar kelompok dalam hal daya
tarik fisik atau tentang kerapian.
Status sosial ekonomi berada di bawah status sosioekonomi kelompok dan
hubungan yang buruk dengan anggota-anggota keluarga.
Tempat tinggal terpencil dari kelompok atau ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok karena tanggung jawab keluarga
atau karena bekerja sambilan.
40
2.6 Kerangka Berpikir
Keberadaan remaja di lembaga pemasyarakatan mengakibatkan mereka
berada dalam lingkungan yang kurang baik dan menekan. Di dalam lembaga
permasyarakatan, para narapidana remaja ini secara tidak langsung akan
mengalami banyak penyesuaian baru yang dapat memunculkan stress. Selain itu
tekanan saat menjalani masa tahanan juga dapat mengakibatkan munculnya gejala
depresi. Depresi pada remaja tidak selalu muncul sebagai kesedihan, tetapi
sebagai perasaan mudah terganggu, bosan, atau ketidakmampuan untuk
mengalami rasa bosan. Tetapi beberapa penelitian telah menemukan faktor-faktor
yang menyebabkan semakin intensifnya gejala depresi pada remaja.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat beberapa faktor
yang mengakibatkan munculkan gejala depresi pada remaja, yaitu faktor genetik
keluarga, temperamen dan kepribadian, serta faktor lingkungan. Dalam penelitian
ini, faktor-faktor gejala depresi yang dijadikan independen variabel adalah
dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian.
Faktor pertama yang mempengaruhi munculnya gejala depresi adalah
dukungan sosial. Dukungan sosial telah banyak diteliti dalam kaitannya terhadap
munculnya gejala depresi. Dukungan sosial merupakan dukungan sumber materi,
informasi dan psikologi yang diperoleh dari jaringan sosial, dimana seseorang
dapat mengandalkannya untuk membantu menanggulangi stres. Dengan
memberikan dukungan sosial, seseorang akan mampu melewati tekanan
psikologis yang memicu munculnya gejala depresi. Menurut penelitian
Allogower, Wardle dan Steptoe (2001) mengungkapkan bahwa tingkat dari
41
dukungan sosial secara umum tinggi terhadap munculnya gejala depresi pada pria
dan wanita muda. Selain itu ditemukan bahwa depresi secara tidak langsung
didahului dari kontak sosial dan persepsi dari dukungan sosialyang rendah (Peirce
et.al., 2000).
Faktor kedua yang mempengaruhi munculnya gejala depresi adalah
loneliness. Loneliness merupakan perasaan yang muncul akibat tidak adanya
beberapa hubungan yang dibutuhkan individu yang muncul secara fisik atau tidak
ada orang yang disekitarnya yang mau berhubungan dengannya maupun secara
emosi atau dia tetap merasakan kesepian walaupun banyak orang lain
disekitarnya. Bertahannya loneliness antara teman sebaya selama masa kanak-
kanak merupakan suatu stressor interpersonal yang menjadikan predisposisi anak-
anak untuk gejala depresi remaja (Qualter, Brown, Munn & Rotenberg, 2010).
Faktor terakhir yang mempengaruhi munculnya gejala depresi adalah trait
kepribadian. Trait kepribadian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
Big Five Personality. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor
kepribadian menjadi faktor yang mempengaruhi munculnya gejala depresi. Salah
satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Cox, McWilliams, Enns dan Clara
(2004) yang menggunakan analisis regresi terpisah menunjukkan bahwa masing-
masing dimensi kepribadian secara bermakna dikaitkan dengan depresi berat
seumur hidup.
Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah diungkapkan diatas, peneliti
membuat kerangka berpikir tentang pengaruh dukungan sosial, loneliness dan
trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja lembaga
42
pemasyarakatan. Apabila dukungan sosial tinggi dan loneliness rendah maka kecil
kemungkinan timbul gejala depresi pada narapidana remaja. Namun sebaliknya,
apabila dukungan sosial rendah dan loneliness tinggi maka besar kemungkinan
timbul gejala depresi pada narapidana remaja. Begitupun dengan trait
kepribadian, jika seseorang memiliki nilai trait kepribadian extraversion,
agreeableness dan opennes yang tinggi maka kecil kemungkinan timbul gejala
depresi. Namun sebaliknya, jika nilai trait kepribadian neuroticsm dan
conscientiousness tinggi maka besar kemungkinan timbul gejala depresi. Berikut
bagan kerangka berpikir untuk menjelaskan hal tersebut:
Gambar 2.1.Bagan pengaruh dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadapgejala depresi narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan
DUKUNGAN SOSIAL
LONELINESS
GEJALA
DEPRESI
TRAIT KEPRIBADIAN:
4. Openness
2. Extraversion
3. Agreeableness
5. Conscientiousness
1. Neuroticsm
43
2.7 Hipotesis
2.6.1.Hipotesis Mayor
Ha :Ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial, loneliness dan trait
kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga
Permasyarakatan
2.6.2.Hipotesis Minor
Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial terhadap gejala
depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan
Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan loneliness terhadap gejala depresi
narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan
Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian neuroticism terhadap
gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan
Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian extraversion
terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga
Permasyarakatan
Ha5 : Ada pengaruhyang signifikan trait kepribadian openness terhadap
gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan
Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian agreeableness
terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga
Permasyarakatan
Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian conscientiousness
terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga
Permasyarakatan
44
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan memaparkan mengenai populasi dan sampel, variabel
penelitian, definisi operasional dari variabel, instrument pengumpulan data,
prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.
3.1. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah narapidana remaja di
beberapa Lembaga Pemasyarakatan, diantaranya:
1. Lapas Kelas II A Salemba
2. Lapas Kelas II A Anak Pria Tangerang
3. Lapas Kelas II B Anak Wanita Tangerang
Peneliti memilih populasi di beberapa lembaga pemasyarakatan tersebut
karena di tempat tersebut terdapat sampel narapidana remaja dengan rentang usia
12 – 20 tahun. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non-
probability sampling/non-random sampling. Alasan peneliti menggunakan teknik
ini karena populasi dalam penelitian ini adalah narapidana remaja dengan kriteria
sampel berusia 12 – 20 tahun dan sudah berada di dalam lembaga pemasyarakatan
kurang dari satu tahun. Selanjutnya, jumlah sampel penelitian yang peneliti
gunakan adalah sebanyak 220 sampel dari total populasi sebanyak 412 orang,
karena tidak semua populasi bisa dijadikan sampel dan banyaknya sampel
ditentukan oleh pihak Lapas.
45
3.2. Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Gejala Depresi pada Narapidana Lapas
2. Dukungan Sosial
3. Loneliness
4. Trait Kepribadian
a. Trait Kepribadian Neuroticism
b. Trait Kepribadian Extraversion
c. Trait Kepribadian Openness
d. Trait Kepribadian Agreeableness
e. Trait Kepribadian Conscientiousness
Dependen variabel (outcome variable) dalam penelitian ini adalah gejala
depresi, sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen (predictor
variable).
3.3. Definisi Operasional Variabel
Setelah menentukan variabel mana yang menjadi variabel terikat dan variabel
bebas, maka selanjutnya ditentukan definisi operasional dari variabel-variabel
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun definisi operasional
masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Gejala depresi yang dimaksud adalah perasaan yang lekas marah dan gelisah;
kehilangan minat dalam kegiatan atau hobi begitu menyenangkan; kelelahan
dan penurunan energi; kesulitan berkonsentrasi, mengingat detail dan
membuat keputusan; insomnia, di pagi hari terjaga penuh, atau tidur
46
berlebihan; terlalu banyak atau kehilangan nafsu makan; sakit atau nyeri terus
menerus, sakit kepala, kram atau masalah pencernaan yang tidak meringankan
bahkan dengan perawatan. Gejala depresi diukur berdasarkan emotional
problem dan functional problem yang diterjemahkan dan di modifikasi dari
skala Children Depression Inventory-II (CDI-II).
2. Dukungan sosial adalah dukungan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar
individu. Dukungan sosial ini diukur berdasarkan dukungan sosial dari
diterjemahkan dan dimodifikasi dari alat ukur Multidimensional Scale of
Perceived Social Support (MSPSS).
3. Loneliness merupakan perasaan yang dialami individu berupa perasaan
penolakan dari persahabatan, tidak memiliki hubungan yang lama dengan
orang lain, menyendiri, pemalu, merasa bukan bagian dalam kelompok serta
perasaan isolasi sosial yang dirasakan oleh individu. Loneliness ini diukur
berdasarkan alat ukur yang telah diterjemahkan dan dimodifikasi dari skala
UCLA Loneliness Scale Version 3 (UCLA LS 3).
4. Trait kepribadian dalam penelitian ini yaitu terdiri dari tipe kepribadian Big
Five Personality. Openess (O) merupakan orang yang memiliki imajinasi yang
aktif, suka bermain dengan ide-ide baru, dan memiliki pengalaman dalam
bidang musik, seni atau sastra. Conscientiuosness (C) merupakan orang yang
mengerjakan tugas dengan teliti, merupakan pekerja yang dapat dipercaya dan
mengerjakan tugas sampai selesai. Extraversion (E) merupakan orang yang
banyak bicara, memiliki banyak energi dan santai. Agreeableness (A)
merupakan orang yang suka menolong dan tidak mementingkan diri sendiri
47
dengan orang lain, mudah memaafkan orang lain dan penuh perhatian
terhadap orang lain. Neuroticsm (N) merupakan orang yang mudah depresi,
tegang, khawatir yang berlebihan dan mudah untuk gugup. Trait kepribadian
ini akan diukur berdasarkan alat ukur yang telah diterjemahkan dan
dimodifikasi dari skala Big Five Inventory (BFI).
3.4. Pengumpulan Data
3.4.1. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
penggunaan skala yang telah diterjemahkan dan dimodifikasi. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan model Likert, dimana variabel yang diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel. Indikator variabel tersebut selanjutnya dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pernyataan.
Pernyataan dalam penelitian ini terdiri dari pernyataan favorable dan
unfavorable. Dimana setiap skala disusun menggunakan empat pilihan jawaban
dengan tidak menggunakan pilihan ragu-ragu (R) dalam pilihan jawaban. Berikut
adalah tabel untuk penilaian pada masing-masing pilihan:
Tabel 3.1Nilai skor jawaban
Kategori Pilihan Favorable Unfavorable
SS (Sangat Sesuai) 4 1
S (Sesuai) 3 2
TS (Tidak Sesuai) 2 3
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
48
3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala yang digunakan dalam penelitian
ini ada empat yaitu skala gejala depresi, skala dukungan sosial, skala loneliness,
dan skala trait kepribadian.
1. Pada table 3.2 memperlihatkan blue print skala gejala depresi. Dalam
penelitian ini skala gejala depresi diukur menggunakan skala dari Children
Depression Inventory-II Short Subscale yang telah diterjemahkan dan
dimodifikasi. Skala ini mengukur gejala depresi pada anak berdasarkan dua
masalah yaitu masalah fungsional dan masalah emosi. CDI-II terdiri dari 12
item kriteria utama dari depresi pada anak-anak. Masing-masing item terdiri
dari tiga pilihan pernyataan. Rentang skor berkisar dari 1 sampai dengan 3
untuk masing-masing pernyataan (pernyataan A – pernyataan C).
Tabel 3.2Blue print skala gejala depresi (CDI-II short subscale)
ASPEK INDIKATOR Favorable Unfavorable
Emotional problem Emosi Negatif (Terlalu sedih danLekas Marah)
1,10
Gejala Fisik (Kehilangan nafsumakan, perubahan pola tidur,kelelahan & Sakit)
6 5
Harga Diri Negatif (Harga diriyang rendah, Perasaan tidak sukaterhadap diri sendiri & perasaantidak dicintai)
2 9
Functional problem Ketidakefektifan (Hilangnyakemampuan berprestasi & lemahdalam menikmati aktivitas)
3, 8 11, 12
Masalah Personal (masalah dalamberkomunikasi dengan temansebaya, perasaan kesepian &tidak penting dalam keluarga)
7 4
TOTAL 12
49
2. Pada table 3.3 memperlihatkan blue print skala dukungan sosial. Alat ukur
yang digunakan adalah Multidimensional scale of perceived social support
(MSPSS) yang telah diterjemahkan dan dimodifikasi berdasarkan dari teori
Zimet, Dahlem, Zimet & Farley (1988). Alat ukur ini memiliki tiga aspek
yaitu family subscale, friends subscale, significant other subscale dan
memiliki 12 item, masing-masing aspek terdiri dari 4 item. Skala ini terdiri
dari item favorable.
Tabel 3.3Blue print skala dukungan social (MSPSS)
ASPEK INDIKATOR Favorable Unfavorable
Family subscale Memperoleh pemecahan masalahmelalui keluarga
3, 8, 11-
Memperoleh dukungan dan bantuanemosional dari keluarga
4 -
Friend subscale Mendapatkan bantuan dari teman 6, 7 -Memperoleh strategi coping yangefektif dalam menyelesaikan masalahindividu melalui teman
12 -
Berbagi kesulitan bersama teman 9 -Significant othersubscale
Merasa dihargai dan dipercaya 2, 10 -Merasa orang lain bisa nyaman beradabersama individu
1, 5 -
TOTAL 12
3. Pada table 3.4 memperlihatkan blue print skala loneliness. Alat ukur yang
digunakan adalah UCLA Loneliness Scale yang telah diterjemahkan dan
dimodifikasi dengan jumlah item keseluruhan 20 item. Dimana masing-
masing item terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu “tidak pernah”, “jarang”,
“sering”, dan “selalu”. Skala ini terdiri dari item favorable dan unfavorable.
50
Tabel 3.4Blue print skala loneliness (UCLA LS)
ASPEK INDIKATOR Favorable Unfavorable
Trait loneliness Tidak memiliki minat terhadapsesuatu, pemalu, merasa tidakmemiliki teman, pendiam dan tidakbersahabat
1, 7, 9, 11 4, 13, 15, 18
Socialdesirabilityloneliness
Tidak bisa dekat dengan orang lain,tidak memiliki sahabat, merasabukan bagian dari kelompok dantidak memiliki pendapat yang samadengan orang lain
5, 20 2, 10, 14, 16
Depressionloneliness
Merasa dikucilkan, kesepian,perasaan ditinggalkan oleh teman-teman dan tidak memiliki hubunganyang berarti dengan orang lain
3, 6, 8, 12,17
19
TOTAL 20
4. Pada table 3.5 memperlihatkan blue print skala trait kepribadian. Alat ukur
yang digunakan telah diterjemahkan dan dimodifikasi dari Big Five Inventory
dengan item keseluruhan 44 item. Item ini diukur berdasarkan neuroticism,
extraversion, agreeableness, openness, dan conscientiousness. Skala ini terdiri
dari item favorable dan unfavorable.
Tabel 3.5Blue print trait kepribadian (BFI)
DIMENSI INDIKATOR Favorable Unfavorable
Neuroticism Gugup, sensitif, tegang danmudah cemas
4, 14, 19, 29,39
9, 24, 34
Extraversion Semangat, antusias, ramah dankomunikatif
1, 11, 16, 26,36
6, 21, 31
Agreeableness Ramah, kooperatif, mudahpercaya dan hangat
7, 17, 22, 32,42
2, 12, 27, 37
Openness Imajinatif, menyenangkan,kreatif dan artistik
5, 10, 15, 20,25, 30, 40, 44
35, 41
Conscientiousness Berhati-hati, dapat diandalkan,teratur dan bertanggungjawab
3, 13, 28, 33,38
8, 18, 23, 43
TOTAL 44
51
3.5. Uji Validitas Konstruk
Dalam rangka pengujian validitas alat ukur, peneliti melakukan uji validitas
konstruk instrument. Oleh karena itu, peneliti menggunakan CFA (Confirmatory
Factor Analysis) untuk pengujian validitas instumen, yaitu instrumen 1) gejala
depresi, 2) dukungan sosial, 3) loneliness, dan 4) trait kepribadian. Umar (2011)
menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan kriteria hasil
CFA yang baik adalah:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional
sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya.
Konsep ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan
melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subskala
bersifat unidimensional.
3. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai Chi-Square yang
dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (p>0,05) berarti semua item
hanya mengukur satu faktor saja. Namun, jika nilai Chi-Square signifikan
(p<0,05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang
diuji sesuai langkah berikut ini.
4. Jika nilai Chi-Square signifikan (p < 0,05), maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item selain mengukur konstruk yang ingin
diukur, item tersebut juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu
52
konstruk atau multidimensional). Jika setelah beberapa kesalahan pengukuran
dibebaskan untuk saling berkorelasi dan akhirnya diperoleh model fit, maka
model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.
5. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai nilai
koefisien positif. Jika t-value untuk koefisien muatan faktor suatu item lebih
besar dari 1,96 (absolut), maka item tersebut dinyatakan signifikan dalam
mengukur faktor yang hendak diukur (tidak di-drop).
6. Setelah itu dilihat apakah ada item yang muatannya negatif. Perlu dicatat
bahwa untuk alat ukur yang bukan mengukur kemampuan (misal: personality
inventory), jika ada pernyataan negatif perlu dilakukan penyesuaian arah
skoringnya yang diubah menjadi positif. Jika sudah dibalik, maka berlaku
perhitungan umum dimana item bermuatan faktor negatif di-drop.
7. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka
item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga
mengukur hal lain.
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan
software lisrel 8.70 (Joreskog dan Sorbom, 1999). Uji validitas tiap alat ukur akan
dipaparkan pada sub bab berikut.
3.5.1. Uji validitas konstruk gejala depresi
Pada uji validitas konstruk gejala depresi, peneliti menguji apakah 12 item yang
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur variabel gejala depresi.
Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi-
53
Square=236,24 df=54 P-value=0,00000 RMSEA=0,124. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran ada pada
beberapa item dibebaskan untuk berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model
fit dengan Chi-Square=56,76 df=41 P-value=0,05170 RMSEA=0,042 seperti
terlihat pada gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1Path diagram variabel gejala depresi
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan
p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian model dengan satu faktor dapat
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu
gejala depresi.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
54
koefisien muatan faktor, melihat koefisien muatan faktor yang positif dan melihat
jumlah korelasi kesalahan item yang lebih dari lima (>5), seperti terlihat pada
tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6Analisis faktor item gejala depresi
No.Item
Koefisien StandarError
NilaiT
Signifikan Muatan KorelasiKesalahan
Keterangan
1 0.35 0.08 4.30 V + 22 0.43 0.07 5.88 V + 53 0.47 0.09 5.34 V + 34 0.60 0.08 7.22 V + 35 0.20 0.08 2.69 V + 26 0.10 0.09 1.17 X + 2 *7 0.19 0.09 2.02 V + 48 0.27 0.07 3.61 V + 29 0.59 0.07 8.04 V + 010 0.34 0.08 4.48 V + 311 0.31 0.07 4.23 V + 012 0.31 0.07 4.20 V + 1
Keterangan : tanda V = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan; *=di-drop
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat item yang memiliki nilai
(t<1,96) yaitu item nomor 6. Selanjutnya dilihat muatan faktor dari item, pada
tabel diatas seluruh item bermuatan positif. Hal ini menunjukkan bahwa hanya
item nomor 6 yang di-drop dan tidak dapat diikutsertakan dalam perhitungan skor
faktor.
3.5.2. Uji validitas konstruk dukungan sosial
Pada uji validitas konstruk dukungan sosial, peneliti menguji apakah 12 item yang
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur variabel dukungan sosial.
Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi-
Square=370,36 df=54 P-value=0,00000 RMSEA=0,164. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran ada pada
beberapa item dibebaskan untuk berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model
55
fit dengan Chi-Square=43,02 df=30P-value=0,05836 RMSEA=0,045 seperti
terlihat pada gambar 3.2 berikut:
Gambar 3.2Path diagram variabel dukungan sosial
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan
p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian model dengan satu faktor dapat
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu
dukungan sosial.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, melihat koefisien muatan faktor yang positif dan melihat
56
jumlah korelasi kesalahan item yang lebih dari lima (>5), seperti terlihat pada
tabel 3.7 berikut:
Tabel 3.7Analisis faktor item dukungan sosial
No.Item
Koefisien StandarError
NilaiT
Signifikan Muatan KorelasiKesalahan
Keterangan
1 0.83 0.07 12.33 V + 32 0.68 0.07 10.37 V + 23 0.45 0.07 6.75 V + 34 0.39 0.07 5.82 V + 6 *5 0.78 0.07 11.82 V + 16 0.39 0.07 5.67 V + 57 0.55 0.07 8.43 V + 48 0.29 0.07 4.25 V + 49 0.53 0.07 7.97 V + 6 *10 0.76 0.07 11.49 V + 211 0.39 0.07 5.93 V + 412 0.32 0.07 4.33 V + 6 *
Keterangan : tanda V = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan; * = di-drop
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa tidak terdapat item yang memiliki
nilai (t<1,96). Selanjutnya dilihat muatan faktor dari item, pada tabel diatas
seluruh item bermuatan positif. Terakhir yang dilihat adalah korelasi kesalahan,
diketahui bahwa item nomor 4, 8 dan 12 memiliki korelasi kesalahan pengukuran
lebih dari 5 ( > 5). Hal ini menunjukkan bahwa ada 3 item yang di-drop yaitu item
nomor 4, 8 dan 12. Artinya item tersebut tidak dapat diikutsertakan dalam
perhitungan skor faktor.
3.5.3. Uji validitas konstruk loneliness
Peneliti menguji apakah 20 item yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel loneliness. Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square=651,15 df=90 P-value=0,00000
RMSEA=0,169. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran ada pada beberapa item dibebaskan untuk berkorelasi satu
57
sama lain, peneliti belum menemukan model fit dikarenakan ada beberapa item
tidak bagus yang membuat item lain menjadi tidak bagus. Selanjutnya peneliti
memilih 15 item terbaik untuk dimodifikasi kembali, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=73,40 df=58 P-value=0,08369 RMSEA=0,035 seperti
terlihat pada gambar 3.3 berikut:
Gambar 3.3Path diagram variabel loneliness
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan
p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian model dengan satu faktor dapat
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu
loneliness.
58
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, melihat koefisien muatan faktor yang positif dan melihat
jumlah korelasi kesalahan item yang lebih dari lima (>5), seperti terlihat pada
tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.8Analisis faktor item loneliness
No.Item
Koefisien StandarError
NilaiT
Signifikan Muatan KorelasiKesalahan
Keterangan
2 0.15 0.07 2.08 V + 33 0.40 0.07 5.70 V + 6 *4 0.49 0.07 7.36 V + 36 0.25 0.08 3.27 V + 6 *8 0.06 0.07 0.83 X + 6 *9 0.39 0.07 5.54 V + 510 0.60 0.07 9.14 V + 512 0.32 0.07 4.31 V + 7 *13 0.72 0.06 11.50 V + 414 0.66 0.06 10.43 V + 315 0.63 0.06 9.89 V + 216 0.39 0.07 5.62 V + 317 0.19 0.07 2.54 V + 6 *18 0.56 0.07 8.15 V + 319 0.76 0.06 12.57 V + 1
Keterangan : tanda V = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan; *=di-drop
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat item yang memiliki nilai
(t<1,96) yaitu item nomor 8. Selanjutnya dilihat muatan faktor dari item, pada
tabel diatas seluruh item bermuatan positif. Terakhir yang dilihat adalah korelasi
kesalahan, diketahui bahwa item nomor 3, 6, 8, 12 dan 17 memiliki korelasi
kesalahan pengukuran lebih dari 5 ( > 5). Hal ini menunjukkan bahwa ada 5 item
yang di-drop yaitu item nomor 3, 6, 8, 12 dan 17. Artinya item tersebut tidak
dapat diikutsertakan dalam perhitungan skor faktor.
59
3.5.4. Uji validitas konstruk trait kepribadian
Skala ini memiliki lima dimensi, yaitu tipe kepribadian neuroticsm,
extraversion, agreeableness, openness to experience dan conscientiousness.
Dimana masing-masing dimensi memiliki 8 sampai 10 item.
3.5.4.1. Trait kepribadian neuroticsm
Peneliti menguji apakah 8 item yang bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur variabel neurotisme. Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu faktor
tidak fit, dengan Chi-Square=68.15 df=20 P-value=0,00000 RMSEA=0,105.
Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran ada pada beberapa item dibebaskan untuk berkorelasi satu sama lain,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=20,35 df=16 P-value=0,20496
RMSEA=0,035 seperti terlihat pada gambar 3.4 berikut:
Gambar 3.4Path diagram variabel kepribadian neuroticsm
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan
p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian model dengan satu faktor dapat
60
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu
kepribadian neuroticsm.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, melihat koefisien muatan faktor yang positif dan melihat
jumlah korelasi kesalahan item yang lebih dari lima (>5), seperti terlihat pada
tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9Analisis faktor item kepribadian neuroticsm
No.Item
Koefisien StandarError
NilaiT
Signifikan Muatan KorelasiKesalahan
Keterangan
4 0.31 0.08 3.89 V + 19 - 0.28 0.08 - 3.45 V - 2 *14 0.45 0.07 6.03 V + 019 0.74 0.07 9.94 V + 024 -0.19 0.08 -2.45 V - 2 *29 0.43 0.08 5.66 V + 034 -0.25 0.08 -3.26 V - 0 *39 0.61 0.08 8.03 V + 1
Keterangan : tanda V = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan; * = di-drop
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa tidak terdapat item yang memiliki
nilai (t<1,96). Selanjutnya dilihat muatan faktor dari item, pada tabel diatas
terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu item nomor 9, 24 dan 34.
Terakhir yang dilihat adalah korelasi kesalahan, diketahui seluruh item tidak
memiliki korelasi kesalahan pengukuran >5. Hal ini menunjukkan bahwa hanya
item nomor 9, 24 dan 34 yang di-drop. Artinya item tersebut tidak dapat
diikutsertakan dalam perhitungan skor faktor.
61
3.5.4.2. Trait kepribadian extraversion
Peneliti menguji apakah 8 item yang bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur variabel extraversion. Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square=173,57 df=20 P-value=0,00000
RMSEA=0,187. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran ada pada beberapa item dibebaskan untuk berkorelasi satu
sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=25,57 df=17
P-value=0,08262 RMSEA=0,048 seperti terlihat pada gambar 3.5 berikut:
Gambar 3.5Path diagram variabel kepribadian extraversion
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan
p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian model dengan satu faktor dapat
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu
kepribadian extraversion.
62
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, melihat koefisien muatan faktor yang positif dan melihat
jumlah korelasi kesalahan item yang lebih dari lima (>5), seperti terlihat pada
tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10Analisis faktor item kepribadian extraversion
No.Item
Koefisien StandarError
NilaiT
Signifikan Muatan KorelasiKesalahan
Keterangan
1 0.33 0.08 4.09 V + 06 - 0.13 0.08 -1.52 X - 2 *
11 0.49 0.08 6.20 V + 016 0.13 0.08 1.53 X + 0 *21 0.10 0.08 1.14 X + 0 *26 0.53 0.08 6.68 V + 031 0.42 0.08 5.24 V + 036 0.68 0.08 8.51 V + 0
Keterangan : tanda V = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan; * = di-drop
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat 3 item yang memiliki nilai
(t<1,96) yaitu item nomor 6, 16 dan 21. Selanjutnya dilihat muatan faktor dari
item, pada tabel diatas terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu item
nomor 6. Terakhir yang dilihat adalah korelasi kesalahan, diketahui seluruh item
tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran >5. Hal ini menunjukkan bahwa
hanya item nomor 6, 16 dan 24 yang di-drop. Artinya item tersebut tidak dapat
diikutsertakan dalam perhitungan skor faktor.
3.5.4.3. Trait kepribadian agreeableness
Peneliti menguji apakah 9 item yang bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur variabel agreeableness. Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu
63
faktor tidak fit, dengan Chi-Square=88,36 df=27 P-value=0,00000
RMSEA=0,102. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran ada pada beberapa item dibebaskan untuk berkorelasi satu
sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=33,69 df=17
P-value=0,06975 RMSEA=0,046 seperti terlihat pada gambar 3.6 berikut:
Gambar 3.6Path diagram variabel kepribadian agreeableness
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan
p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian model dengan satu faktor dapat
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu
kepribadian agreeableness.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, melihat koefisien muatan faktor yang positif dan melihat
64
jumlah korelasi kesalahan item yang lebih dari lima (>5), seperti terlihat pada
tabel 3.11 berikut:
Tabel 3.11Analisis faktor item kepribadian agreeableness
No.Item
Koefisien StandarError
NilaiT
Signifikan Muatan KorelasiKesalahan
Keterangan
2 0.47 0.09 5.09 V + 17 -0.15 0.10 -1.58 X - 3 *
12 0.62 0.10 6.19 V + 017 -0.34 0.09 -3.81 V - 0 *22 -0.17 0.09 -1.92 X - 0 *27 0.23 0.09 2.59 V + 032 -0.28 0.09 -3.13 V - 0 *37 0.24 0.09 2.73 V + 042 -0.22 0.09 -2.45 V - 0 *
Keterangan : tanda V = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan; * = di-drop
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat 2 item yang memiliki nilai
(t<1,96) yaitu item nomor 7 dan 22. Selanjutnya dilihat muatan faktor dari item,
pada tabel diatas terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu item nomor 7,
17, 22, 32 dan 42. Terakhir yang dilihat adalah korelasi kesalahan, diketahui
seluruh item tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran >5. Hal ini
menunjukkan bahwa hanya item nomor 7, 17, 22, 32 dan 42 yang di-drop. Artinya
item tersebut tidak dapat diikutsertakan dalam perhitungan skor faktor.
3.5.4.4. Trait kepribadian openness
Peneliti menguji apakah 10 item yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel openness. Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square=107,17 df=35 P-value=0,00000
RMSEA=0,097. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran ada pada beberapa item dibebaskan untuk berkorelasi satu
sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=46,26 df=29
P-value=0,02211 RMSEA=0,054 seperti terlihat pada gambar 3.7 berikut:
65
Gambar 3.7Path diagram variabel kepribadian openness
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan
p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian model dengan satu faktor dapat
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu
kepribadian openness.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, melihat koefisien muatan faktor yang positif dan melihat
jumlah korelasi kesalahan item yang lebih dari lima (>5), seperti terlihat pada
tabel 3.12 berikut:
66
Tabel 3.12Analisis faktor item kepribadian openness
No.Item
Koefisien StandarError
NilaiT
Signifikan Muatan KorelasiKesalahan
Keterangan
5 0.56 0.07 7.76 V + 110 0.47 0.07 6.70 V + 115 0.60 0.07 8.99 V + 020 0.50 0.07 6.74 V + 325 0.56 0.07 8.31 V + 030 0.68 0.06 10.63 V + 035 -0.28 0.07 -3.99 V - 0 *40 0.73 0.07 10.87 V + 241 0.33 0.07 4.42 V + 344 0.42 0.07 6.59 V + 1
Keterangan : tanda V = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan; * = di-drop
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa tidak terdapatitem yang memiliki
nilai (t<1,96). Selanjutnya dilihat muatan faktor dari item, pada tabel diatas
terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu item nomor 35. Terakhir yang
dilihat adalah korelasi kesalahan, diketahui seluruh item tidak memiliki korelasi
kesalahan pengukuran >5. Hal ini menunjukkan bahwa hanya item nomor 35 yang
di-drop. Artinya item tersebut tidak dapat diikutsertakan dalam perhitungan skor
faktor.
3.5.4.5. Trait kepribadian conscientiousness
Peneliti menguji apakah 9 item yang bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur variabel conscientiousness. Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square=224,49 df=27 P-value=0,00000
RMSEA=0,183. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran ada pada beberapa item dibebaskan untuk berkorelasi satu
sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=25,91 df=18
P-value=0,10191 RMSEA=0,045 seperti terlihat pada gambar 3.8 berikut:
67
Gambar 3.8Path variabel kepribadian conscientiousness
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan
p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian model dengan satu faktor dapat
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu
kepribadian conscientiousness.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, melihat koefisien muatan faktor yang positif dan melihat
jumlah korelasi kesalahan item yang lebih dari lima (>5), seperti terlihat pada
tabel 3.13 berikut:
68
Tabel 3.13Analisis faktor item kepribadian conscientiousness
No.Item
Koefisien StandarError
NilaiT
Signifikan Muatan KorelasiKesalahan
Keterangan
3 0.55 0.07 7.68 V + 18 0.15 0.08 1.98 V + 4
13 0.58 0.07 8.20 V + 018 0.29 0.08 3.82 V + 023 0.11 0.08 1.40 X + 4 *28 0.69 0.07 9.95 V + 033 0.73 0.07 10.65 V + 038 0.24 0.08 3.10 V + 243 -0.02 0.08 -0.31 X - 3 *
Keterangan : tanda V = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan; * = di-drop
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat item yang memiliki nilai
(t<1,96) yaitu item nomor 23 dan 43. Selanjutnya dilihat muatan faktor dari item,
pada tabel diatas terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu item nomor
43. Terakhir yang dilihat adalah korelasi kesalahan, diketahui seluruh item tidak
memiliki korelasi kesalahan pengukuran >5. Hal ini menunjukkan bahwa hanya
item nomor 23 dan 43 yang di-drop. Artinya item tersebut tidak dapat
diikutsertakan dalam perhitungan skor faktor.
3.6. Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai pengaruh dukungan sosial,
loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi pada narapidana remaja di
lembaga permasyarakatan, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan
menggunakan teknik statistik Multiple Regression Analysis.
Analisis regresi berganda digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil
yang ada di bab 2. Dalam penelitian ini terdapat 1 dependent variable dan 7
independent variable. Sehingga susunan persamaan garis regresi penelitian
adalah:
69
Jika dituliskan variabelnya maka:
Y : dependent variable yang dalam hal ini adalah gejala depresi
a : intercept (konstan)
b : koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X
X1 : independent variable dalam hal ini dukungan sosial
X2 : independent variable dalam hal ini loneliness
X3 : independent variable dalam hal ini Neuroticism
X4 : independent variable dalam hal ini Extraversion
X5 : independent variable dalam hal ini Openess
X6 : independent variable dalam hal ini Agreeableness
X7 : independent variable dalam hal ini Conscientiousness
e : residual
Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara gejala depresi dengan dukungan sosial, loneliness dan
trait kepribadian. Besarnya kemungkinan gejala depresi pada narapidana yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh
koefisien determinasi berganda atau R2. Fungsi R2 digunakan untuk melihat
proporsi varians dari gejala depresi yang dipengaruhi oleh dukungan sosial,
loneliness dan trait kepribadian. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus
sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7+ e
70
=Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari
independent variabel satu persatu signifikan atau tidak. Untuk membuktikan
apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka dapat diuji dengan
menggunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan menggunakan rumus
F sebagai berikut:
= /(1 − )/( − − 1)Dimana pembilang disini adalah R2 dengan dfnya (dilambangkan k),
yaitusejumlah independent variable yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1 –
R2) dibagi dengan N – k – 1 dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang
dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah independent variable yang diujikan
tersebut memiliki pengaruh terhadap dependent variable.
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-
variabel independent signifikan terhadap dependent variabel, maka peneliti
melakukan uji t. Uji t yang dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
=
71
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sbadalah standar error dari b. Hasil
uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang dilakukan peneliti. Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi20.0.
3.7. Prosedur Penelitian
Untuk mendapatkan data yang baik maka dibutuhkan suatu prosedur
pengumpulan data yang sudah dirancang sebaik mungkin, dimana prosedur
penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Sebelum turun ke lapangan, peneliti menentukan permasalahan yang akan
diteliti yaitu mengenai gejala depresi, kemudian peneliti menentukan variabel
yang akan diteliti. Selanjutnya peneliti membuat landasan teori dalam
penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah gejala depresi, dukungan
sosial, loneliness dan trait kepribadian.
2. Peneliti menentukan sampel penelitian yaitu anak didik Lapas Klas II-B Anak
Pria Tangerang, Lapas Klas II-A Anak Wanita dan Lapas Kelas II-B Salemba
dengan menggunakan teknik probability sampling dengan pendekatan simple
random sampling.
3. Peneliti menentukan alat ukur yang akan disebarkan kepada responden
penelitian yaitu skala depresi, dukungan sosial, loneliness dan trait
kepribadian. Menerjemahkan dan memodifikasi alat ukur baku yang digunakan
dalam penelitian, yaitu alat ukur depresi CDI-II yang disusun oleh Maria
Kovacs (2009), alat ukur dukungan sosial MSPSS yang disusun oleh Zimet et
al. (1988), alat ukur loneliness UCLA-LS yang disusun oleh Russell (1996)
72
serta alat ukur trait kepribadian BFI yang disusun oleh John & Srivastava
(1999).
4. Meminta expert judgement, yaitu dua orang dosen yang dianggap ahli untuk
menilai apakah pengklasifikasian item-item yang dilakukan sudah benar dan
tepat berdasarkan teori yang telah dipaparkan.
5. Menyusun alat ukur yang akan disebarkan kepada responden penelitian.
Penyusunan terdiri dari pengaturan tampilan huruf dan halaman kuesioner,
penulisan pengatar dan penunjuk pengisian serta pengelompokan alat ukur dan
memperbanyak jumlah skala tersebut untuk pengambilan data.
6. Membuat surat izin penelitian kepada Fakultas Psikologi dengan melampirkan
surat persetujuan pembimbing dan alat ukur penelitian untuk keperluan izin
penelitian di tempat penelitian yaitu Lapas Klas II-B Anak Pria Tangerang,
Lapas Klas II-A Anak Wanita dan Lapas Kelas II-B Salemba.
7. Peneliti melakukan pengambilan data dan meminta kesediaan responden
memberikan waktu untuk menjadi partisipan penelitian dengan menghubungi
pihak yang bersangkutan. Pada saat pengisian kuesioner, peneliti membacakan
item-item yang terdapat pada kuesioner dikarenakan ada beberapa responden
yang tidak bisa membaca dan menulis.
8. Setelah mendapatkan data yang diinginkan, peneliti melakukan skoring
terhadap hasil skala yang telah terkumpul untuk selanjutnya dilakukan
pengolahan dan pengujian dari hasil skala yang sudah didapatkan datanya
dengan menggunakan software lisrel 8.70.
73
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi deskripsi subjek penelitian, hasil analisis deskriptif,
kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan
hasil pengujian hipotesis.
4.1. Deskripsi Umum Subjek Penelitian
Total sampel pada penelitian ini adalah 220 anak didik Lapas. Berikut ini adalah
daftar sampel yang menjadi subjek dalam penelitian.
Gambar 4.1.Daftar sampel penelitian
Berdasarkan gambar 4.1 terdapat 85 orang (39%) yang merupakan anak
didik Lapas Klas II-A Salemba, 108 orang (49%) yang merupakan anak didik
Lapas Klas II-A Anak Pria Tangerang, dan 27 orang (12%) yang merupakan anak
didik Lapas Klas II-B Anak Wanita Tangerang.
39%
49%
12%
Lapas Kelas II-A Salemba
Lapas Kelas II-A Anak Pria Tangerang
Lapas Kelas II-B Anak Wanita Tangerang
74
4.1.1 Deskripsi subjek penelitian berdasarkan data demografi
Berikut adalah deskripsi subjek penelitian berdasarkan data demografi yang
diperoleh.
Tabel 4.1Deskripsi subjek penelitian berdasarkan data demografiData Demografi ∑n = 220
Jenis KelaminLaki-laki 193 (88 %)Perempuan 27 (12 %)
UsiaRemaja Awal (12 – 15 tahun) 14 (6 %)Remaja Akhir (16 – 22 tahun) 206 (94 %)
Tingkat PendidikanSD 30 (14 %)SMP 50 (23 %)SMA 140 (63%)
Jenis Kasus170 KUHP 6 (2,7%)281 KUHP 40 (18,2%)340 KUHP 13 (5,9%)351 KUHP 13 (5,9%)363 KUHP 11 (5%)365 KUHP 10(4,5%)378 KUHP 2 (0,9%)Narkotika 124 (56,4%)UULAJ 1 (0,5%)
Pada tabel 4.1 akan dijelaskan mengenai gambaran subjek berdasarkan
data demografi, yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan jenis kasus.
Pembagian usia yang dimaksud di atas terbagi menjadi dua bagian yaitu remaja
awal pada usia 10 hingga 15 tahun dan remaja akhir pada usia 16 hingga 22 tahun
(Santrock, 2003).
75
Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel 4.1, maka dapat dilihat bahwa
dari 220 sampel yang ada, sampel penelitian yang merupakan laki-laki berjumlah
193 orang (88%) dan perempuan berjumlah 27 orang (12%).
Selain mengenai jenis kelamin, pada tabel 4.1 juga dapat diambil
kesimpulan bahwa mayoritas sampel yang terdapat dalam penelitian ini berkisar
pada usia 16 – 22 tahun, yakni berjumlah 206 orang (94%). Sedangkan sampel
yang berkisar pada 10 – 15 tahun, berjumlah 14 orang (6%).
Selanjutnya menurut tingkat pendidikan terakhir, subjek dengan tingkat
pendidikan terakhir SMA merupakan subjek terbanyak dalam penelitian ini
sebanyak 140 orang (63%), diikuti dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 50
orang (23%) dan tingkat pendidikan SD sebanyak 30 orang (14%).
Terakhir berdasarkan jenis kasus, subjek dengan kasus Narkotika
merupakan subjek terbanyak dalam penelitian ini yaitu sebanyak 124 orang.
Selanjutnya diikuti dengan kasus 281 KUHP (asusila) sebanyak 40 orang, kasus
340 KUHP (pembunuhan) sebanyak 13 orang, kasus 351 KUHP (penganiayaan)
sebanyak 13 orang, kasus 363 KUHP (pencurian) sebanyak 11 orang, kasus 365
(pencurian dengan kekerasan) sebanyak 10 orang, kasus 170 KUHP (kekerasan di
muka umum terhadap orang atau barang) sebanyak 6 orang, kasus 378 KUHP
(penipuan) sebanyak 2 orang dan UULAJ (Undang-undang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan) sebanyak 1 orang.
76
4.2. Hasil Analisis Deskriptif
Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan nilai maksimum, minimum,
mean, standar deviasi serta kategorisasi tinggi dan rendah skor variabel penelitian.
Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2.Analisis Deskriptif
Variabel N Minimum Maximum MeanStd.
Deviation
GejalaDepresi 220 33,41 73,79 50,0001 7,65176
DukunganSosial 220 19,17 68,25 50,0000 9,10560
Loneliness 220 35,25 77,17 50,0000 9,02258
Neuroticsm 220 27,92 69,24 49,9998 8,02631
Extraversion 220 27,21 67,67 50,0005 7,72157
Agreeableness 220 28,96 66,26 50,0005 6,93984
Openness 220 19,24 68,63 50,0004 8,70542
Conscientiousness 220 15,44 67,20 50,0002 8,34872
Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa variabel
conscientiousness memiliki nilai minimum terendah dibandingkan dengan
variabel lainnya. Selanjutnya dapat diketahui juga bahwa variabel loneliness
memiliki nilai maksimum tertinggi dibandingkan dengan variabel lainnya.
4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian.
Sebelum mengkategorikan skor gejala depresi berdasarkan tingkat tinggi
atau rendah, peneliti terlebih dahulu menetapkan norma dari skor skala gejala
77
depresi dengan menggunakan nilai mean pada tabel 4.2 sebelumnya. Norma skor
skala gejala depresi digambarkan seperti tertera pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3Norma Skor Variabel
Kategorisasi Rumus
Rendah X < Mean
Tinggi X > Mean
Setelah norma kategorisasi tersebut didapatkan, selanjutnya akan
dijelaskan perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel gejala depresi,
dukungan sosial, loneliness, neuroticsm, extraversion, agreeableness, openness,
dan conscientiousness pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4Kategorisasi Skor Variabel
Kategorisasi Skor Variabel
VariabelFrekuensi Persentase
Rendah Tinggi Rendah TinggiGejala Depresi 113 107 51.4 48.6Dukungan Sosial 105 115 47.7 52.3Loneliness 118 102 53.6 46.4Neuroticsm 101 119 45.9 54.1Extraversion 120 100 54.0 46.0Agreeableness 103 117 46.8 53.2Openness 115 105 52.3 47.7Conscientiousness 125 95 56.8 43.2
Berdasarkan tabel 4.4, variabel yang memiliki skor terendah paling banyak
adalah variabel kepribadian conscientiousness. Sedangkan variabel yang memiliki
skor tertinggi paling banyak adalah variabel neuroticsm.
78
4.4. Hasil Uji Hipotesis Nihil
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 20.0. Seperti yang sudah
disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran
R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh
IV, kedua apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap
DV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari
masing-masing IV.
Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV.
Tabel 4.5Tabel R-Square
Model R RSquare
AdjustedR Square
Std. Errorof the
Estimate
Change StatisticsR SquareChange
FChange
df1 df2 Sig. FChange
1 ,460a ,211 ,185 6,90602 ,211 8,121 7 212 ,000
Dari tabel 4.5, dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0,211 atau
21,1% artinya proporsi varians dari gejala depresi yang dijelaskan oleh semua IV
adalah sebesar 21,1%, sedangkan 78,9% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di
luar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh IV terhadap
gejala depresi. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6:
79
Tabel 4.6Tabel AnovaModel Sum of
Squaresdf Mean
SquareF Sig.
1 Regression 2711,372 7 387,339 8,121 ,000b
Residual 10110,942 212 47,693Total 12822,314 219
a. Dependent Variable: GejalaDepresib. Predictors: (Constant), Conscientiousness, Agreeableness, Loneliness, Neuroticsm, Extraversion,DukunganSosial, Openness
Jika melihat kolom Sig diketahui bahwa (sig < 0,05), maka hipotesis nihil
yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari seluruh IV terhadap
gejala depresi ditolak artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari dukungan
sosial, loneliness, kepribadian neurotisme, kepribadian extraversion, kepribadian
agreeableness, kepribadian openness, dan kepribadian conscientiousness terhadap
gejala depresi.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap IV. Jika nilai t > 1,96
maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut
memiliki dampak yang signifikan terhadap gejala depresi. Adapun analisisnya
ditampilkan pada tabel 4.7
Tabel 4.7Tabel Koefisien Regresi
Model UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.
B Std.Error
Beta
1 (Constant) 54,983 8,225 6,685 ,000DukunganSosial -,125 ,063 -,149 -1,985 ,048Loneliness ,250 ,060 ,294 4,197 ,000Neuroticsm ,033 ,068 ,034 ,481 ,631Extraversion -,167 ,071 -,168 -2,349 ,020Agreeableness -,199 ,075 -,180 -2,639 ,009Openness -,013 ,068 -,015 -,190 ,849Conscientiousness ,122 ,077 ,133 1,583 ,115
a. Dependent Variable: GejalaDepresi
80
Lebih lanjut, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, kita dapat melihat nilai sig pada kolom sig tabel 4.7, jika sig < 0,05,
maka pengaruh koefisien regresi yang dihasilkan bernilai signifikan terhadap
gejala depresi dan sebaliknya. Pada tabel 4.7 terdapat 4 koefisien regresi yang
signifikan, yaitu dukungan sosial, loneliness, kepribadian extraversion dan
kepribadian agreeableness. Sedangkan variabel lainnya menghasilkan koefisien
regresi yang tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang
diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel dukungan sosial
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,125 dengan signifikansi sebesar
0,048 (sig<0,05), artinya variabel dukungan sosial berpengaruh secara
signifikan terhadap gejala depresi. Nilai koefisien variabel dukungan sosial
menunjukkan arah negatif artinya semakin tinggi dukungan sosial, maka
semakin rendah gejala depresi.
2. Variabel loneliness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,250 dengan signifikansi sebesar
0,000 (sig<0,05), artinya loneliness berpengaruh secara signifikan terhadap
gejala depresi. Nilai koefisien variabel loneliness menunjukkan arah positif
artinya semakin tinggi loneliness seseorang, maka semakin tinggi gejala
depresi.
81
3. Variabel kepribadian neurotisme
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,033 dengan signifikansi sebesar
0,631 (sig>0,05), artinya variabel neurotisme tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap gejala depresi.
4. Variabel kepribadian extraversion
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,167 dengan signifikansi sebesar
0,020 (sig<0,05), artinya kepribadian extraversion berpengaruh secara
signifikan terhadap gejala depresi. Nilai koefisien variabel kepribadian
extraversion menunjukkan arah negatif artinya semakin tinggi nilai
extraversion seseorang, maka semakin rendah gejala depresi.
5. Variabel kepribadian agreeableness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,199 dengan signifikansi sebesar
0,009 (sig<0,05), artinya kepribadian agreeableness berpengaruh secara
signifikan terhadap gejala depresi. Nilai koefisien variabel kepribadian
agreeableness menunjukkan arah negatif artinya semakin tinggi nilai
agreeableness seseorang, maka semakin rendah gejala depresi.
6. Variabel kepribadian openness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,013 dengan signifikansi sebesar
0,849 (sig>0,05), artinya variabel openness tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap gejala depresi.
82
7. Variabel kepribadian conscientiousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,122 dengan signifikansi sebesar
0,115 (sig>0,05), artinya variabel conscientiousness tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap gejala depresi.
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai berikut:
Gejala Depresi = 54,983 – 0,125 dukungan sosial* + 0,250 loneliness* + 0,033
neurotisme - 0,167 extraversion* - 0,199 agreeableness* - 0,013 openness +
0,122 conscientiousness + e
Keterangan: signifikan (*)
4.4.2 Pengujian proporsi varian masing-masing IV
Peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varian dari masing-
masing IV terhadap gejala depresi. Besarnya proporsi varian pada gejala depresi
dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8Proporsi Varian
IV R square R squarechange
Sumbangan Sig. FChange
Keterangan
X1 .057 .057 5,7% .000 VX12 .152 .095 9.5% .000 VX123 .164 .012 1.2% .081 XX1234 .179 .015 1.5% .048 VX12345 .201 .022 2.2% .016 VX123456 .202 .001 0.1% .660 XX1234567 .211 .009 0.9% .115 X
Keterangan: V = Signifikan; X = Tidak Signifikan;X1 : Dukungan SosialX2 : LonelinessX3 : Kepribadian NeuroticsmX4 : Kepribadian ExtraversionX5 : Kepribadian AgreeablenessX6 : Kepribadian OpennessX7 : Kepribadian Conscientiousness
83
Dari tabel 4.8 dapat dijelaskan informasi sebagai berikut :
1. Variabel dukungan sosial memberikan sumbangan sebesar 5,7% dalam varians
gejala depresi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan
F=13,227 dan df=218.
2. Variabel loneliness memberikan sumbangan sebesar 9,5% dalam varians gejala
depresi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=24,395 dan
df=217.
3. Variabel kepribadian neurotiscm memberikan sumbangan sebesar 1,2% dalam
varians gejala depresi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F=3,064 dan df=216.
4. Variabel kepribadian extraversion memberikan sumbangan sebesar 1,5%
dalam varians gejala depresi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F=3,965 dan df=215.
5. Variabel kepribadian agreeableness memberikan sumbangan sebesar 2,2%
dalam varians gejala depresi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F=5,878 dan df=214.
6. Variabel kepribadian openness memberikan sumbangan sebesar 0,1% dalam
varians gejala depresi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F=0,194 dan df=213.
7. Variabel kepribadian conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 0,9%
dalam varians gejala depresi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F=2,507 dan df=212.
84
Urutan IV yang signifikan memberikan sumbangan dari yang terbesar
hingga yang terkecil ialah variabel loneliness dengan R² change 9,5%, variabel
dukungan sosial dengan R² change 5,7%, variabel kepribadian agreeableness
dengan R² change 2,2%, dan variabel kepribadian extraversion dengan R² change
1,5%.
85
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang
hasil penelitian serta saran teoritis dan saran praktis untuk penelitian selanjutnya.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data pada bab 4, kesimpulan dari penelitian ini adalah
“terdapat pengaruh variabel dukungan sosial, variabel loneliness dan variabel trait
kepribadian (neuroticsm, extraversion, agreeableness, openness dan
conscientiousness) terhadap gejala depresi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan”.
Dilihat dari signifikan tidaknya koefisien regresi dari masing-masing
independent variable, ditemukan bahwa terdapat empat independent variable
yang menghasilkan koefisien regresi signifikan, yaitu variabel dukungan sosial,
variabel loneliness, variabel kepribadian extraversion dan variabel kepribadian
agreeableness. Masing-masing variabel tersebut mempunyai pengaruh terhadap
gejala depresi. Jika dilihat dari signifikan atau tidaknya proporsi varians
sumbangan kontribusi masing-masing independent variable ada empat
independent variable yang signifikan memberikan sumbangan dari nilai terbesar
hingga terkecil ialah loneliness, dukungan sosial, kepribadian agreeableness dan
kepribadian extraversion.
86
5.2. Diskusi
Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa secara umum, jumlah narapidana
laki-laki lebih banyak dibandingkan narapidana perempuan, dengan data pada
penelitian ini sebanyak 193 orang laki-laki (88%) dan 27 orang perempuan (12%).
Putwain dan Sammons (2002) mendukung data penelitian ini. Mereka
menyebutkan bahwa statistik pidana secara konsisten melaporkan prevalensi yang
jauh lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Ada beberapa kemungkinan
alasan untuk hal ini. Salah satunya adalah bahwa perbedaan jenis kelamin dalam
kejahatan mencerminkan perbedaan konstitusional antara pria dan wanita. Ini
lebih mungkin menjadi kasus kejahatan pribadi dan kekerasan di mana perbedaan
jenis kelamin yang paling ditandai.
Selain itu, pada penelitian ini diperoleh data bahwa kelompok usia
mayoritas yang menjadi narapidana adalah pada tahap perkembangan remaja akhir
dengan rentang usia 16 – 22 tahun (94%). Kartono (2002) menyebutkan bahwa
angka tertinggi tindak kejahatan pada remaja berada pada usia 15 – 19 tahun dan
setelah 22 tahun, kasus kejahatan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
remaja bermasalah tersebut mengalami penurunan. Pengaruh sosial dan kultural
memiliki peran penting dalam pembentukan atau pengkondisian tingkah laku
kriminal anak-anak remaja. Remaja merupakan salah satu masa transisi dengan
tingkah laku anti-sosial yang potensial disertai dengan pergolakan hati atau
kekisruhan batin. Maka segala tindak kejahatan yang muncul pada masa ini
merupakan akibat dari proses perkembangan pribadi anak yang mengandung
87
unsur dan usaha kedewasaan seksual, pencarian identitas kedewasaan, adanya
ambisi materil yang tidak terkendali serta kurang adanya disiplin terhadap diri.
Selanjutnya, pada penelitian ini diperoleh data bahwa tingkat pendidikan
SMA menjadi mayoritas narapidana sebanyak 140 orang (63%). Hal ini sejalan
dengan data penelitian sebelumnya mengenai usia mayoritas subjek terbanyak
pada penelitian ini yaitu usia 16 – 22 tahun yang rata-rata dari mereka memang
menduduki tingkat pendidikan SMA.
Terakhir, pada penelitian ini diperoleh data bahwa tindak kejahatan
narkotika menjadi mayoritas tindak kejahatan pada narapidana remaja dengan
jumlah sebanyak 124 orang (56,4%). Data ini sesuai dengan data dari Badan
Narkotika Nasional (BNN) yang menemukan bahwa dari sekitar 5 juta pengguna
narkotika di Indonesia saat ini, 22 persen di antaranya merupakan kelompok usia
remaja (JPPN, 2014). Anak usia remaja memang paling rawan terhadap
penyalahgunaan narkoba. Karena masa remaja adalah masa pencarian identitas
diri. Remaja selalu ingin tahu dan ingin mencoba, apalagi terhadap hal-hal yang
mengandung bahaya atau resiko. Umumnya, anak atau remaja mulai
menggunakan narkoba karena ditawarkan kepadanya dengan berbagai janji atau
tekanan kelompok (Tanthowi, 2003).
Berdasarkan kategorisasi skor variabel diketahui bahwa narapidana remaja
di Lapas cenderung memiliki tingkat gejala depresi yang rendah. Hal ini berarti,
narapidana remaja di Lapas ini memiliki tingkatan yang rendah pada perilaku dan
perasaan yang secara spesifik muncul sebagai gejala awal munculnya depresi.
Narapidana ini memiliki gejala depresi yang rendah karena berhubungan dengan
88
hasil kategorisasi tingkat dukungan sosial yang tinggi (52,3%) dan tingkat
perasaan loneliness yang rendah (53,6%). Sehingga dengan adanya dukungan
sosial yang tinggi dari keluarga maupun teman-teman narapidana di Lapas,
membuat seorang narapidana bisa menyalurkan perasaan dan pikiran mereka
mengenai masalah yang sedang mereka hadapi. Selain itu pada hasil kategorisasi
yang menunjukkan rendahnya tingkat loneliness pada narapidana ini juga menjadi
salah satu faktor rendahnya gejala depresi yang dihadapi oleh mereka. Mereka
memiliki berbagai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan solidaritas
antara sesama yang tinggi. Hal inilah yang membuat gejala depresi pada mereka
berada pada tingkatan yang rendah.
Selanjutnya, dari hasil koefisien regresi pada penelitian ini, diketahui bahwa
variabel dukungan sosial, variabel loneliness, variabel kepribadian extraversion
dan variabel kepribadian agreeableness secara konsisten mempengaruhi gejala
depresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap gejala depresi dengan koefisien negatif.
Artinya, pada penelitian ini menunjukkan bahwa narapidana yang memiliki
dukungan sosial yang tinggi menunjukkan gejala depresi yang rendah. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Peirce, R.S et.al. (2000)
yang mengungkapkan bahwa penelitian longitudinal terhadap hubungan antara
depresi dan penerimaan dukungan sosial memiliki hubungan yang negatif. Mereka
menemukan bahwa depresi terjadi secara tidak langsung didahului dari kontak
sosial dan penerimaan dari dukungan sosial yang rendah. Selain itu, menurut
89
Teori Interpersonal Depresi, depresi dapat timbul karena kurangnya dukungan
sosial terhadap mereka yang memiliki gejala depresi. Berkurangnya dukungan
sosial dapat melemahkan kemampuan mereka untuk mengatasi masalah dan
membuat mereka semakin rentan terhadap depresi (Davidson, et.al., 2002). Hal ini
diperkuat dengan hasil kategorisasi skor variabel dimana narapidana di Lapas
memiliki dukungan sosial yang tinggi. Hal ini berarti, narapidana di Lapas
cenderung tinggi dalam menerima dengan baik bentuk dukungan apapun yang
didapatkan oleh seseorang dari keluarga, teman, maupun orang yang berarti di
sekitarnya sehingga gejala depresi yang terjadi di Lapas berada pada tingkatan
yang rendah. Mereka memaknai dukungan yang mereka dapatkan dari sekitar
sebagai motivasi untuk menjalani masa-masa sulit yang mereka rasakan selama
berada di Lapas. Selain itu, adanya rasa solidaritas yang tinggi dari sesama
narapidana dalam menjalani masa-masa sulit di Lapas membuat mereka lebih bisa
bertahan dalam menjalani masa hukumannya dan menghindarkan mereka dari
berbagai penyakit psikologis seperti depresi atau gangguan stres lainnya.
Selanjutnya dalam penelitian ini, variabel loneliness secara signifikan
mempengaruhi gejala depresi secara positif. Artinya, pada penelitian ini
menunjukkan bahwa narapidana yang memiliki nilai loneliness yang tinggi
menunjukkan gejala depresi yang tinggi juga. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Swami, et.al., (2006) yang menyebutkan bahwa
depresi secara positif dan signifikan berkorelasi dengan loneliness. Mereka
melaporkan bahwa individu yang memiliki level depresi yang tinggi, memiliki
loneliness yang tinggi juga. Selain itu penelitian longitudinal yang dilakukan oleh
90
Qualter, Brown, Munn dan Rotenberg (2010) juga menemukan bahwa
menetapnya loneliness pada masa kanak-kanak diprediksi kemudian hari pada
gejala depresi pada masa remaja. Penelitian mereka juga memberikan dukungan
untuk gagasan bahwa loneliness merupakan pola abadi selama 4 tahun yang
terkait dengan gejala depresi. Hal ini diperkuat dari hasil kategorisasi yang
menyatakan bahwa narapidana di Lapas cenderung memiliki tingkat loneliness
yang rendah. Hal ini berarti narapidana di Lapas cenderung rendah dalam
mengalami perasaan yang muncul akibat tidak adanya beberapa hubungan yang
dibutuhkan secara fisik atau tidak ada orang di sekitarnya yang mau berhubungan
dengannya maupun secara emosi atau dia tetap merasakan kesepian walaupun
banyak orang lain di sekitarnya. Narapidana di Lapas ini memiliki banyak
kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama seperti kegiatan beragama, kegiatan
pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, serta kegiatan pembinaan
kesadaran hukum sehingga sedikit dari mereka yang mengalami perasaan
loneliness. Mereka memiliki kegiatan terstruktur yang dilakukan secara
berkelompok dan memiliki kemampuan untuk bersosialisasi secara baik dengan
sesama narapidana lainnya dalam menghadapi masalah yang sedang mereka
hadapi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepribadian neuroticsm tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala depresi pada narapidana.
Namun dalam penelitiannya, Kendler dan Myers (2010) menyatakan bahwa level
yang tinggi pada kepribadian neuroticsm mempengaruhi individu menjadi depresi.
Mereka juga menyebutkan bahwa neuroticsm memiliki hubungan interaksi yang
91
kuat untuk resiko depresi seumur hidup. Selain itu penelitian Kotov, Games,
Schmidt dan Watson (2010) juga menemukan bahwa neuroticsm secara nyata
menunjukkan hubungan positif yang kuat dengan depresi dan mempengaruhi
lebih besar dibandingkan dengan kepribadian lainnya. Hasil kategorisasi skor
variabel yang menunjukkan narapidana di Lapas cenderung memiliki nilai
kepribadian neurotisme yang tinggi yang artinya narapidana di Lapas cenderung
memiliki nilai kepribadian neurotisme yang tinggi seperti kepribadian yang
cenderung pencemas, temperamental, sentimentil, emosional, tertekan, gelisah
dan tidak aman. Lapas merupakan tempat dimana seseorang menerima hukuman
dari segala tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang. Hal inilah yang
membuat narapidana menjadi memiliki kepribadian neuroticsm yang tinggi.
Hukuman yang mereka terima di Lapas dan anggapan lingkungan tentang mereka
membuat mereka memiliki kepribadian neuroticsm seperti cenderung pencemas,
temperamental, sentimentil, emosional, tertekan, gelisah dan tidak aman selama
berada di Lapas. Perbedaan hasil kategorisasi skor variabel dengan hasil koefisien
regresi terjadi karena sebanyak 124 sampel narapidana adalah narapidana
Narkotika, dimana salah satu dari kepribadian narapidana dengan kasus Narkotika
adalah memiliki kepribadian manipulatif. Kepribadian manipulatif adalah
kepribadian yang bisa memanfaatkan kebohongan secara maksimal. Pengguna
narkoba terbiasa untuk memanipulasi keadaan mereka untuk berbohong dan
meyakinkan sekitarnya seolah-olah mereka benar saat mereka terdesak untuk
mencari kebutuhan mereka akan narkoba. Mereka cenderung menutupi
kegelisahan dan kecemasan mereka terhadap sekitar dan mereka cenderung ingin
92
terlihat lebih baik, lebih bijak dan lebih bermoral (Partodiharjo, 2012). Selain itu,
kemungkinan masih digunakannya narkoba pada mereka juga bisa menjadi salah
satu alasan mereka untuk terlihat tenang dan mengurangi kecemasan. Oleh karena
itu, perlu adanya pengawasan lebih lanjut oleh pihak Lapas terhadap peredaran
narkoba yang mungkin masih terjadi di dalam lingkungan Lapas.
Selanjutnya dalam penelitian ini, trait kepribadian extraversion memiliki
arah pengaruh yang negatif secara signifikan terhadap munculnya gejala depresi
pada narapidana di Lapas. Hal ini menunjukkan bahwa narapidana di Lapas
dengan kepribadian extraversion yang tinggi tidak mudah terkena gejala depresi.
Namun sebaliknya, narapidana di Lapas dengan kepribadian extraversion yang
rendah rentan terkena gejala depresi. Penelitian Kendler dan Myers (2010)
mendukung penelitian ini bahwa kepribadian extraversion yang negatif memiliki
hubungan yang interaksi kecil dengan resiko depresi seumur hidup. Penelitian dari
Kotov, Games, Schmidt dan Watson (2010) juga menemukan hubungan yang
negatif antara kepribadian extraversion terhadap gejala depresi. mereka juga
menemukan nilai extraversion relatif memiliki nilai negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan nilai negatif pada kepribadian lainnya. Hasil kategorisasi
juga menyatakan bahwa narapidana di Lapas cenderung memiliki nilai
kepribadian extraversion yang rendah yang artinya narapidana di Lapas cenderung
memiliki nilai kepribadian extraversion yang rendah seperti kepribadian yang
cenderung tidak peduli, penyendiri, pendiam, serius dan tidak berperasaan.
Selanjutnya, untuk trait kepribadian agreeableness, terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap kecenderungan gejala depresi dengan arah yang negatif. Hal
93
ini menunjukkan bahwa narapidana di Lapas dengan kepribadian agreeableness
yang tinggi tidak mudah terkena gejala depresi. Penelitian Kendler dan Myers
(2010) mendukung penelitian ini bahwa kepribadian agreeableness yang negatif
memiliki hubungan yang interaksi kecil dengan resiko depresi seumur hidup. Hal
senada juga ditemukan pada penelitian Kotov, Games, Schmidt dan Watson
(2010) bahwa kepribadian agreeableness menunjukkan nilai yang negatif dan
relatif konsisten dalam mempengaruhi terjadinya gejala depresi. Hasil kategorisasi
juga menyatakan bahwa narapidana di Lapas cenderung memiliki nilai
kepribadian agreeableness tinggi, yang artinya narapidana di Lapas cenderung
memiliki nilai kepribadian agreeableness yang tinggi seperti kepribadian yang
cenderung berhati lembut, mudah percaya dengan orang lain, dermawan dan
ramah. Narapidana di Lapas diajarkan untuk berkelakuan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat. Hal inilah yang membuat kepribadian agreeableness
pada mereka tinggi, karena mereka diajarkan untuk berperilaku dan
berkepribadian sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat yaitu untuk
berbuat baik terhadap sesama, ramah dan berhati lembut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepribadian openness tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala depresi pada narapidana.
Penelitian Karsten, et.al. (2012) juga menemukan bahwa nilai openness tidak
signifikan dengan gangguan depresi. Mereka menemukan bahwa nilai opennes
tidak mempengaruhi baik dengan terjadinya gangguan depresi ataupun pemulihan
dari gangguan depresi. Namun dalam penelitiannya, Kendler dan Myers (2010)
menyatakan bahwa kepribadian openness memiliki hubungan interaksi yang kecil
94
dalam mempengaruhi individu menjadi depresi. Hasil kategorisasi juga
menyatakan bahwa narapidana di Lapas cenderung memiliki nilai kepribadian
openness rendah, yang artinya narapidana di Lapas cenderung memiliki nilai
kepribadian openness yang rendah seperti kepribadian yang cenderung lebih
konvensional, realitas, tidak kreatif, dan punya pemikiran yang konservatif.
Narapidana di Lapas memiliki keterbatasan dalam menyampaikan ide-ide yang
mereka pikirkan. Hal inilah yang membuat nilai kepribadian openness mereka
berada pada tingkatan yang rendah. Di dalam Lapas, mereka tidak bisa dengan
leluasa menyampaikan ide-ide mereka dan mereka diajarkan untuk melakukan
segala sesuatu sesuai dengan aturan yang berlaku.
Terakhir, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepribadian
conscientiousness tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala
depresi pada narapidana. Namun dalam penelitiannya, Kendler dan Myers (2010)
menyatakan bahwa level yang rendah pada kepribadian conscientiousness
mempengaruhi individu menjadi depresi. Karsten, et.al. (2012) juga menemukan
bahwa nilai conscientiousness berhubungan negatif dengan depresi. Mereka
menemukan bahwa nilai conscientiousness yang rendah menyebabkan terjadinya
gangguan depresi, dan tidak meningkat dengan adanya pemulihan dari gangguan
depresi. Hasil yang diperoleh dari kategorisasi skor adalah bahwa kepribadian
conscientiousness pada narapidana di Lapas cenderung rendah dengan persentase
56,8%, yang artinya narapidana di Lapas cenderung memiliki nilai kepribadian
conscientiousness yang rendah seperti kepribadian yang cenderung menjadi
ceroboh, pemalas, tidak teratur dan mudah menyerah.
95
Dari hasil penelitian diatas, terdapat perbedaan pendapat dari hasil
penelitian sebelumnya mengenai trait kepribadian neuroticsm, openness dan
conscientiousness terhadap gejala depresi. Untuk itu diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai pengaruh trait kepribadian neuroticsm, openness dan
conscientiousness dengan gejala depresi pada narapidana di Lapas agar dapat
memberikan gambaran yang lebih dalam.
5.3. Saran
Peneliti menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian yang telah
dilakukan ini, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi
kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dijabarkan sebelumnya, peneliti membagi saran dalam penelitian ini menjadi
dua, yaitu saran teoritis dan saran praktis. Saran ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan bagi peneliti lain yang akan meneliti dependent variable yang sama.
5.3.1 Saran teoritis
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran teoritis yang peneliti
ajukan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian yang sama. Saran tersebut adalah:
1. Disarankan kepada peneliti lain yang ingin meneliti gejala depresi pada
narapidana lebih lanjut sebagai dependent variable untuk menggunakan
independent variable lain selain yang diteliti dalam penelitian ini seperti
coping strategies, resiliensi, parental acceptance-rejection dan tingkat stres.
2. Penelitian lebih lanjut terhadap gejala depresi pada narapidana disarankan
untuk mengambil sampel dengan jumlah yang lebih banyak serta jumlah
96
sampel laki-laki dan perempuan yang lebih merata untuk melihat
perbandingan gender yang lebih umum. Selain itu, penelitian lebih lanjut
disarankan untuk melihat pengaruh demografi yaitu tingkat pendidikan, usia
dan lama hukuman penjara. Karena berdasarkan penelitian Saputri, Rujito
dan Kartika (2011), terdapat perbedaan gejala depresi pada narapidana
dengan tingkat pendidikan yang rendah dengan yang tinggi, usia muda dan
usia tua, serta lama hukuman yang kurang dari satu tahun dan lebih dari satu
tahun. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan tingkat depresi dari masing-masing kelompok tersebut.
3. Peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut terhadap trait
kepribadian pada narapidana disarankan untuk menggunakan alat ukur
kepribadian selain Big Five Inventory. Gunakan alat ukur kepribadian yang
dapat meminimalisir kemungkinan faking good atau faking bad pada saat
pengisian seperti alat ukur kepribadian Eysenck Personality Questionnaire
(EPQ), karena alat ukur ini memiliki skala lie (kebohongan) yang bisa
meminimalisir kemungkinan faking good atau faking bad pada narapidana.
4. Peneliti selanjutnya juga disarankan melakukan wawancara langsung dan
tidak hanya sekedar responden melakukan pengisian kuesioner. Hal ini
dikarenakan tidak semua populasi dari narapidana yang berada di Lapas
dapat membaca dan menulis.
97
5.3.2 Saran praktis
1. Untuk pihak LAPAS, diperlukan peningkatan pengetahuan dan mengenali
ciri-ciri gejala depresi pada narapidana. Dengan begitu pihak LAPAS
mampu melakukan upaya-upaya yang positif untuk mencegah gejala depresi
pada narapidana khususnya remaja dengan mengaktifkan dan meningkatkan
kegiatan Bimbingan Pemasyarakatan (Bimpas); serta mengenali gejala awal
terjadinya depresi pada narapidana yang terlihat memiliki gejala tersebut
lebih awal mendapatkan penanganan agar gejala depresi tidak bertambah
parah.
2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa dukungan sosial memberikan
pengaruh terhadap gejala depresi, maka untuk pihak LAPAS disarankan
untuk lebih meningkatkan dukungan sosial yang sebelumnya sudah ada
terhadap narapidana remaja dengan cara melakukan program pelatihan
keterampilan interpersonal atau kegiatan yang melibatkan narapidana
dengan pihak LAPAS maupun keluarga.
3. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa loneliness memberikan pengaruh
paling besar terhadap gejala depresi, untuk narapidana remaja di LAPAS
sebaiknya mulai menyesuaikan diri dengan penghuni LAPAS lainnya dan
menjalin komunikasi yang baik agar terhindar dari perasaan loneliness yang
jika tidak tertangani akan mengakibatkan depresi.
4. Terkait dengan trait kepribadian, kepribadian extraversion dan
agreeableness memiliki pengaruh terhadap gejala depresi. Kepribadian
extraversion memiliki pengaruh negatif terhadap gejala depresi, artinya
98
semakin rendah nilai kepribadian extraversion maka besar kemungkinan
terjadinya gejala depresi. Untuk itu disarankan untuk narapidana remaja di
LAPAS ini untuk lebih bersikap ramah, bersemangat dan menghabiskan
banyak waktu untuk mempertahankan suatu hubungan saat berada di Lapas.
Dan terkait dengan kepribadian agreeableness yang memiliki pengaruh
negatif terhadap gejala depresi, yang artinya semakin rendah nilai
kepribadian agreeableness maka besar kemungkinan terjadinya gejala
depresi. Maka disarankan kepada narapidana remaja untuk lebih bersikap
sabar, percaya terhadap orang lain dan mengurangi rasa curiga.
5. Adanya perbedaan hasil penelitian pada trait kepribadian dengan penelitian
sebelumnya yang diakibatkan mungkin masih ada narapidana yang
menggunakan narkoba bisa menjadi salah satu alasan mereka untuk terlihat
tenang dan mengurangi kecemasan. Oleh karena itu, perlu adanya
pengawasan lebih lanjut oleh pihak Lapas terhadap peredaran narkoba yang
mungkin masih terjadi di dalam lingkungan Lapas.
99
DAFTAR PUSTAKA
Allogower, A., Wardle, J., & Steptoe, A. (2001). Depressive symptoms, socialsupport, and personal health behavior in young men and woman. Journal OfHealth Psychology, 20, 223 – 227
Allport, G.W. (1927). Concepts of trait and personality. Psychological Bulletin,24, 248 – 293
Alwisol. (2011). Psikologi kepribadian: Edisi revisi. Malang: UMM Press
Anderson. N.B. (2004). Encyclopedia of health and behavior. California: SagePublications, Inc.
Cacioppo, J.T., Hawkley, L.C., & Bernston, G.G. (2003). The Anatomy ofLoneliness. Current Direction in Psychological Science. 12, (3), 71-74
Chaplin, J.P. (2009). Kamus lengkap psikologi. Terjemahan Kartini Kartono.Jakarta: Rajawali Press
Cox, B.J., McWilliams, L.A, Enns, M.W., & Clara, I.P. (2004). Broad andspecific personality dimensions associated with major depression in anationally representative sample. Journal of Comprehensive Psychiatry, 45,(4), 246-253
Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. (2010). Psikologi abnormal: EdisiKesembilan. Jakarta: Rajawali Press
Eddyanto, et.al. (2010). Depression : Epidemiologi 3. Diunduh pada 16 April2011 dari http://depresig.blogspot.com/2011/04/epidemiologi-3.html
Feist, J. & Feist, G.J. (2010). Teori kepribadian. Edisi Ketujuh. Buku 1. Jakarta:Salemba Humanika
Feist, J. & Feist, G.J. (2010). Teori kepribadian. Edisi Ketujuh. Buku 2. Jakarta:Salemba Humanika
Hoeksema, S.N. (2004). Abnormal psychology. Third Edition. New York:McGraw Hill
Hurlock, E. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjangkehidupan. Jakarta: Erlangga
Ng, I.Y.H., Shen, X., Sim, H., Sarri, R. C., Stoffregen, E. & Shook, J. J. (2006).Adult incarceration and juvenile depression. Singapura: W. K. KelloggFoundation
100
John, O.P. & Srivastava, S. (1999). The big five trait taxonomy: history,measurement, and theoretical perspective. In L.A. Pervin & O.P. John (eds).Handbook of Personality: Theory and research. New York: Guildford Press
Karsten, J., Penninx, B.W.J.H., Riese, H., Ormel, J., Nolen, W.A. & Hartman, C.A.(2012). The state effect of depressive and anxiety disorders on big fivepersonality trait. Journal of Psychiatric Research, 46, 644 – 650
Kartono, K. (2002). Patologi sosial 2: Kenakalan remaja. Edisi 1. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada
Kartono, K. (2002). Patologi sosial 3: gangguan-gangguan kejiwaan. Edisi 3.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Kendler, K.S. & Myers, J. (2010). The genetic and environmental relationshipbetween major depression and the five-factor model of personality. Journalof Psychological Medicine, 40, 801 – 806
Klein, D.N., Kotov, R., & Bufferd. S.J. (2011). Personality and Depression:Explanatory Models and Review of the Evidence. NIH Public Access. AnnuRev Clin Psychol, 7, 269–295.
Kotov, R., Gamez, W., Schmidt, F. & Watson, D. (2010). Linking “Big”personality traits to anxiety, depressive, and subtance use disorder: A meta-analysis. Psichological Bulletin, Vol. 136, 5, 768 – 821
Kovacs, M. (2007). Children’s Depression Inventory 2nd Edition: TechnicalManual. USA: MHS
Lasgaard, M., Goossens, L., & Elklit, A. (2011). Loneliness, DepressiveSymptomatology, and Suicide Ideation in Adolescence: Cross-Sectional andLongitudinal Analyses. Journal of Abnormal Child Psychology, 39, 137–150
Lubis, N.L. (2009). Depresi: Tinjauan psikologis. Edisi 1. Buku 1. Jakarta:Kencana
Naylor, B.T. (2009). Depression in children. New York: Nova Science Publisher,Inc.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal: Edisi KelimaJilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Papalia, D.E., Olds, S.W. & Feldman, R.D. (2009). Human development: Edisi10. Buku 2. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
101
Peirce, R.S., Frone, M.R., Russell, M., Cooper, M.L., & Mudar, P. (2000). ALongitudinal Model of Social Contact, Social Support, Depression, andAlcohol Use. Journal Of Health Psychology, 19, 28 – 36
Peplau, L.A. & Perlman, D. (1982). Loneliness: A sourcebook of current theory,research and therapy. NewYork: John Willey & Sons
Peplau, L.A., Sears, D.O, & Freedman, J.L. (1994). Psikologi sosial. Edisi KelimaJilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga
Pervin, L.A., Cervone, D. & John, O.P. (2010). Psikologi kepribadian: Teori danpenelitian. Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana
Putwain, D. & Sammons, A. (2002). Psychology and Crime. New York:Routledge
Qualter, P., Brown, S.L., Munn, P., & Rotenberg, K.J. (2010). Childhoodloneliness as a predictor of adolescent depressive symptoms: An 8-yearlongitudinal study. Springer: Eur Child Adolesc Psychiatry, 19, 493–501
Russel, D.W. (1996). UCLA Loneliness Scale (Version 3): Reliability, Validity,and Factor Structure. Journal of Personality Assessment. 66. 20 – 44
Santrock, J.W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja. Edisi keenam.Jakarta: Penerbit Erlangga
Saputri, D.K.D., Rujito, L. & Kartika, A. (2011). Perbedaan kejadian depresi padanarapidana usia muda dan usia tua beserta gambaran sidik jari di lembagapemasyarakatan Purwokerto. Mandala of Mental Health, 5, (2)
Sarafino, E.P. & Smith, T.W. (2011). Health psychology: Biopsychosocialinteraction. Seventh Edition. USA: Wiley International
Sarason, I.G., Sarason, B.B. & Pierce, G. (1990). Social Support: The Search forTheory. Journal of Social and Clinical Psychology. 9 (1)
Sen, S. (2003). A BDNF Coding Variant Is Associated with the NEO PersonalityInventory Domain Neuroticism, a Risk Factor for Depression. FacultyPublications, Department of Psychology.
Swami, V., Chamorro, T., Sinniah, D., Maniam, T., Kannan, K., Stanistreet, D. &Furnham, D. (2006). General health mediates the relationship betweenloneliness, life satisfaction and depression: A study with Malaysian medicalstudents. Journal of Soc Psychiatry Psychiatry Epidemiol, 42, 161–166
Tanthowi, P.U. (2003). Narkoba: Problem dan pemecahannya dalam perspektifislam. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
102
Taylor, S.E. (2003). Health psychology. Fifth Edition. New York: McGraw Hill
Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009). Psikologi sosial: Edisi KeduaBelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Tim Redaksi Pusat Bahasa. (2008). Kamus besar bahasa indonesia. Jakarta: PusatBahasa Departemen Pendidikan Nasional
Utami, R.R. & Pratiwi, M.M.S. (2011). Tingkat Depresi Pada Narapidana Wanita:Studi Deskriptif pada Narapidana Lapas Kelas II A Semarang. Asvattha:Journal Of Psychology, 1, (4)
Zimet, G.D., Dahlem, N.W., Zimet, S.G. & Karley, G.K. (1988). TheMultidimensional Scale of Perceived Social Support. Journal of PersonalityAssesment, 52, (1), 30 – 41
LAMPIRAN C
ALAT UKUR PENELITIAN
PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Selamat Pagi/ Siang/ Sore
Salam kenal...
Saya mahasiswi Psikologi semester 8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya meminta bantuan saudara sekalian untuk menjadi responden dalam penelitian skripsi saya.Saya mengharapkan kesediaan saudara untuk mengisi serangkaian pernyataan berikut ini secarajujur dan apa adanya. Dalam skala ini tidak ada jawaban benar atau salah. Adapun informasiatau data yang anda berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian ini dan akan terjaminkerahasiaannya, serta hanya digunakan untuk kepentingan pengumpulan data.
Atas kerja sama dan bantuannya, saya ucapkan terimakasih, serta mohon maaf apabila terdapatkesalahan dalam penulisan.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Peneliti,
Yashika Angesti F.
__________________________________________________________
DATA DIRI RESPODEN
Nama : ...........................................................................
Jenis Kelamin : ○ Laki-laki ○Perempuan
Usia : ........... tahun
Perkara (Pasal) : ...........................................................................
Lama di Lapas : ...........................................................................
PETUNJUK PENGISIAN SKALA I
Daftar ini menyusun perasaan dan pikiran dalam kelompok-kelompok. Dari setiapkelompok pilihlah salah satu kalimat yang paling sesuai dengan keadaan dirimu dalam duaminggu terakhir ini. Setelah memilih salah satu kalimat dari kelompok pertama, lanjutkanlahpada kelompok berikutnya. Tidak ada jawaban benar atau salah. Pilih saja kalimat yang palingsesuai dengan dirimu akhir-akhir ini. Berilah tanda X pada setiap pilihan jawaban yang sesuaidengan pilihanmu.
CONTOH PENGISIAN SKALA I
1. a. Saya merasa bahagiab. Saya tidak merasa bahagiac. Saya merasa bahagia setiap saat sehingga tidak bisa berhenti tersenyum
Artinya : Saya merasa bahagia setiap saat sehingga tidak bisa berhenti tersenyum
Perhatikan dengan seksama jawaban yang anda berikan sesuai dengan perasaan anda saat ini.Selamat mengerjakan.
SKALA I
Pilihlah jawaban sesuai perasaan saudara selama dua minggu terakhir ini
1. A. Saya kadang-kadang merasa sedihB. Saya sering merasa sedihC. Saya merasa sedih sepanjang waktu
2. A. Semua teman di lapas mau bekerja sama dengan saya dalam melakukan aktivitas bersamaB. Beberapa teman di lapas mau bekerja sama dengan saya dalam melakukan aktivitasbersamaC. Tidak ada satu pun teman di lapas mau bekerja sama dengan saya dalam melakukanaktivitas bersama
3. A. Saya mentaati semua aturan yang berlaku di lapasB. Beberapa aturan yang berlaku di lapas kadang kala saya langgarC. Saya selalu melanggar aturan yang berlaku di lapas
4. A. Saya selalu merasa kesepian berada di dalam lapas meskipun ada keramaianB. Saya sering merasa kesepian berada di dalam lapas meskipun ada keramaianC. Saya tidak pernah merasa kesepian berada di dalam lapas
5. A. Hampir setiap hari saya kehilangan nafsu makanB. Ada hari dimana saya kehilangan nafsu makanC. Porsi makan saya cukup banyak
6. A. Fisik saya mudah lelah dari biasanyaB. Fisik saya terlalu lelah setiap melakukan kegiatan di lapas dalam jangka waktu yang lamaC. Fisik saya sangat lelah melakukan sebagian kegiatan yang biasa saya lakukan di lapas
7. A. Saya selalu menjadi bagian terpenting dalam keluargaB. Saya terkadang menjadi bagian terpenting dalam keluargaC. Saya sama sekali bukan bagian terpenting dalam keluarga
8. A. Saya menyenangi semua aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama di lapasB. Saya menyenangi beberapa aktivitas saja yang dilakukan secara bersama-sama di lapasC. Saya tidak menyenangi aktivitas apapun di lapas
9. A. Saya membenci diri sayaB. Saya tidak menyukai diri sayaC. Saya menyukai diri saya
10. A. Saya tidur dengan nyenyak selama di lapasB. Saya mengalami kesulitan tidur pada beberapa malam selama di lapasC. Saya mengalami kesulitan tidur setiap malam selama di lapas
11. A. Saya selalu memaksakan diri saya untuk mengerjakan sesuatu di lapasB. Saya terkadang memaksakan diri saya untuk mengerjakan sesuatu di lapas
C. Mengerjakan sesuatu di lapas bukan hambatan bagi saya
12. A. Saya tidak mampu mengambil keputusanB. Saya mengalami kesulitan saat memutuskan sesuatuC. Saya mudah memutuskan sesuatu
PETUNJUK PENGERJAAN SKALA II
Terdapat beberapa pernyataan yang sesuai atau tidak sesuai dengan Anda. Misalnya Anda
adalah orang yang suka memanfaatkan waktu dengan orang lain. Pilihlah nomor yang
menyatakan tingkat Setuju (S) sampai Tidak Setuju (TS) pada tiap-tiap pernyataan dengan
menggunakan tanda silang (X). Pastikan pada setiap pernyataan hanya ada satu pilihan jawaban.
Keterangan Pilihan Jawaban:
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
CONTOH PENGERJAAN SKALA II
No. Pernyataan Pilihan Jawaban1 Saya merasa ada orang yang peduli dengan saya STS TS S SS
SKALA II
No. Pernyataan Pilihan Jawaban1 Petugas di dalam lapas ada di dekat saya saat saya
membutuhkan bantuannyaSTS TS S SS
2 Saya bisa mengungkapkan perasaan yang saya rasakandengan petugas di dalam lapas
STS TS S SS
3 Keluarga saya memberikan dukungan dan bantuankepada saya selama di lapas
STS TS S SS
4 Keluarga saya selalu menghibur saat saya merasa sedihberada di dalam lapas
STS TS S SS
5 Saya merasa nyaman ketika petugas di dalam lapasberada di dekat saya
STS TS S SS
6 Saya mendapatkan bantuan dari teman-teman di sekitarsaya
STS TS S SS
7 Teman-teman saya membantu saya saat sayamenghadapi kesulitan
STS TS S SS
8 Saya membicarakan masalah yang saya hadapi ketikaberada di dalam lapas kepada keluarga saya
STS TS S SS
9 Saya memiliki teman-teman yang maumendengarkankan perasaan saya
STS TS S SS
10 Petugas di dalam lapas peduli dengan apa yang sayarasakan
STS TS S SS
11 Keluarga saya bersedia membantu saya untukmemecahkan masalah
STS TS S SS
12 Saya bisa membicarakan masalah saya dengan teman-teman saya
STS TS S SS
PETUNJUK PENGERJAAN SKALA III
Baca dan pahami baik-baik setiap pertanyaan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah
pertanyaan tersebut sesuai dengan diri anda, dengan cara memberikan tanda checklist (√) dalam
kotak di depan salah satu pilihan jawaban yang tersedia.
Keterangan pilihan jawaban:
Tidak Pernah
Jarang
Kadang-kadang
Selalu
CONTOH PENGISIAN SKALA III
No PertanyaanTidakPernah
JarangKadang-kadang
Selalu
1 Saya merasa bosan mengikuti kegiatan yang ada diLapas
√
SKALA III
No PertanyaanTidakPernah
JarangKadang-kadang
Selalu
1 Saya merasa nyaman berkumpul dengan orang-orang disekitar saya selama di lapas
2 Saya merasa ada orang yang menjadi tempatberpaling dari rasa kesepian saat berada di lapas
3 Saya merasa tidak ada satu orang pun teman untukmenjadi tempat curahan hati (curhat) selama dilapas
4 Saya merasa sendirian saat berada di lapas5 Saya merasa menjadi bagian dari kelompok
pertemanan selama di lapas
6 Saya merasa memiliki banyak minat ataukesamaan dengan orang-orang disekitar sayaselama di lapas
7 Saya merasa tidak lagi dekat dengan seseorangselama di dalam lapas
8 Saya merasa ide-ide saya tidak sama denganorang-orang di sekitar saya
9 Saya bersikap ramah dan bersahabat selama didalam lapas
10 Saya merasa dekat dengan seseorang di dalamlapas
11 Saya merasa ditinggalkan oleh teman-teman saatberada di lapas
12 Saya merasa hubungan dengan teman di lapastidak berarti
13 Saya merasa tidak ada seseorang pun yangmengenal saya dengan baik selama di lapas
14 Saya merasa terisolasi (terkucilkan) dari teman-teman di dalam lapas
15 Saya merasa dapat menemukan sahabat yang sayainginkan saat berada di lapas
16 Saya merasa ada seseorang yang benar-benarmemahami saya saat berada di lapas
17 Saya sering merasa malu saat berada di lapas18 Saya merasa kesepian meskipun saya berada
ditengah keramaian saat berada di dalam lapas19 Saya merasa bahwa ada orang yang dapat
berbicara baik dengan saya saat berada di lapas20 Saya merasa ada orang untuk menjadi tempat
curahan hati (curhat) selama berada di lapas
PETUNJUK PENGERJAAN SKALA IV
Terdapat beberapa pernyataan yang sesuai atau tidak sesuai dengan Anda. Misalnya Anda
adalah orang yang suka memanfaatkan waktu dengan orang lain. Pilihlah nomor yang
menyatakan tingkat Sesuai (S) sampai Tidak Sesuai (TS) pada tiap-tiap pernyataan dengan
menggunakan tanda silang (X). Pastikan pada setiap pernyataan hanya ada satu pilihan jawaban.
Keterangan Pilihan Jawaban:
STS : Sangat Tidak Sesuai
TS : Tidak Sesuai
S : Sesuai
SS : Sangat Sesuai
CONTOH PENGERJAAN SKALA IV
No. Pernyataan Pilihan Jawaban1 Saya suka mengomentari sesuatu STS TS S SS
SKALA IV
No. Pernyataan Pilihan Jawaban1 Saya suka bicara STS TS S SS2 Saya suka mencari kesalahan orang STS TS S SS3 Saya mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh STS TS S SS4 Saya merasa kurang bersemangat STS TS S SS5 Saya suka memberikan ide-ide baru STS TS S SS6 Saya suka menyendiri STS TS S SS7 Saya suka menolong orang lain STS TS S SS8 Saya agak ceroboh STS TS S SS9 Saya adalah orang yang santai dan dapat menghadapi
masalah dengan baikSTS TS S SS
10 Saya memiliki keingintahuan yang besar tentangberbagai hal
STS TS S SS
11 Saya orang yang penuh energi dan bersemangat STS TS S SS12 Saya kurang percaya dengan orang lain STS TS S SS13 Saya mampu bekerja dengan baik STS TS S SS14 Saya mudah merasa khawatir STS TS S SS15 Saya suka memikirkan sesuatu STS TS S SS16 Saya suka bersemangat terhadap hal-hal baru STS TS S SS17 Saya suka memaafkan orang lain STS TS S SS18 Saya bekerja kurang teratur STS TS S SS
19 Saya sering merasa cemas STS TS S SS20 Saya suka membayangkan sesuatu STS TS S SS21 Saya pendiam STS TS S SS22 Saya mudah dipercaya oleh orang lain STS TS S SS23 Saya pemalas STS TS S SS24 Saya mampu menahan diri saat marah STS TS S SS25 Saya memiliki ide-ide baru yang positif STS TS S SS26 Saya adalah orang yang tegas STS TS S SS27 Saya kurang bersahabat dengan orang lain STS TS S SS28 Saya mampu mengerjakan tugas sampai selesai STS TS S SS29 Saya mudah marah saat saya banyak pikirang tidak enak STS TS S SS30 Saya suka seni STS TS S SS31 Saya pemalu STS TS S SS32 Saya suka mempertimbangkan saran dari orang lain STS TS S SS33 Saya mampu mengerjakan sesuatu dengan teliti STS TS S SS34 Saya tetap tenang dalam situasi yang menegangkan STS TS S SS35 Saya menyukai pekerjaan rutin STS TS S SS36 Saya suka berteman STS TS S SS37 Saya kadang kala bersikap kasar terhadap orang lain STS TS S SS38 Saya menerapkan sesuatu sesuai rencana STS TS S SS39 Saya mudah cemas saat dihadapkan dengan situasi yang
menekanSTS TS S SS
40 Saya suka menyampaikan ide/gagasan STS TS S SS41 Saya tidak tertarik dengan seni STS TS S SS42 Saya senang bekerja sama dengan orang lain STS TS S SS43 Saya mudah tersinggung STS TS S SS44 Saya tertarik dengan musik STS TS S SS
LAMPIRAN D
UJI VALIDITAS GEJALA DEPRESI
DATE: 11/ 5/2014TIME: 11:27
L I S R E L 8.70
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively byScientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file D:\RANCANGAN MASA DEPAN\RANCANGAN ASELIFIXED\SKRIPSI REVISI\DATA MENTAH\DEPRESI\DEPRESI.ls8:
UJI VALIDITAS DEPRESIDA NI=12 NO=220 MA=KMLAItem1 item2 item3 item4 item5 item6 item7 item8 item9 item10Item11 item12KM SY FI=DEPRESI.CORMO NX=12 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FILKDEPRESIFR LX 1 - LX 12FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10FR TD 11 11 TD 12 12FR TD 3 1 TD 4 3 TD 10 5 TD 7 2 TD 7 3 TD 8 2 TD 10 1 TD 7 4 TD 12 2FR TD 5 2 TD 6 2 TD 6 4 TD 10 7PDOU TV MI SS
UJI VALIDITAS DEPRESI
Number of Input Variables 12Number of Y - Variables 0Number of X - Variables 12Number of ETA - Variables 0Number of KSI - Variables 1Number of Observations 220
UJI VALIDITAS DEPRESI
Correlation Matrix
Item1 item2 item3 item4 item5 item6-------- -------- -------- -------- -------- --------
Item1 1.00item2 0.13 1.00item3 -0.20 0.26 1.00
item4 0.20 0.22 -0.08 1.00item5 0.12 -0.03 0.03 0.15 1.00item6 0.11 0.11 0.00 0.26 -0.04 1.00item7 -0.03 0.30 0.35 -0.14 -0.04 -0.01item8 0.03 0.33 0.24 0.07 0.11 0.05item9 0.26 0.23 0.27 0.35 0.06 0.06
item10 0.34 0.18 0.04 0.28 0.34 -0.06Item11 0.14 0.10 0.16 0.13 0.15 -0.02item12 0.14 0.31 0.04 0.29 0.14 0.10
Correlation Matrix
item7 item8 item9 item10 Item11 item12-------- -------- -------- -------- -------- --------
item7 1.00item8 0.08 1.00item9 0.10 0.17 1.00
item10 -0.14 0.14 0.19 1.00Item11 0.15 0.17 0.16 0.02 1.00item12 0.13 0.08 0.09 0.08 0.22 1.00
UJI VALIDITAS DEPRESI
Parameter Specifications
LAMBDA-X
DEPRESI--------
Item1 1item2 2item3 3item4 4item5 5item6 6item7 7item8 8item9 9
item10 10Item11 11item12 12
THETA-DELTA
Item1 item2 item3 item4 item5 item6-------- -------- -------- -------- -------- --------
Item1 13item2 0 14item3 15 0 16item4 0 0 17 18item5 0 19 0 0 20item6 0 21 0 22 0 23item7 0 24 25 26 0 0item8 0 28 0 0 0 0item9 0 0 0 0 0 0
item10 31 0 0 0 32 0Item11 0 0 0 0 0 0item12 0 36 0 0 0 0
THETA-DELTA
item7 item8 item9 item10 Item11 item12-------- -------- -------- -------- -------- --------
item7 27item8 0 29item9 0 0 30
item10 33 0 0 34Item11 0 0 0 0 35item12 0 0 0 0 0 37
UJI VALIDITAS DEPRESI
Number of Iterations = 22
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
LAMBDA-X
DEPRESI--------
Item1 0.35(0.08)4.30
item2 0.43(0.07)5.88
item3 0.47(0.09)5.34
item4 0.60(0.08)7.22
item5 0.20(0.08)2.69
item6 0.10(0.09)1.17
item7 0.19(0.09)2.02
item8 0.27(0.07)3.61
item9 0.59(0.07)8.04
item10 0.34(0.08)4.48
Item11 0.31(0.07)4.23
item12 0.31(0.07)
4.20
PHI
DEPRESI--------
1.00
THETA-DELTA
Item1 item2 item3 item4 item5 item6-------- -------- -------- -------- -------- --------
Item1 0.87(0.09)9.67
item2 - - 0.81(0.08)9.85
item3 -0.37 - - 0.79(0.07) (0.10)-5.61 8.33
item4 - - - - -0.37 0.64(0.07) (0.09)-5.69 7.04
item5 - - -0.14 - - - - 0.96(0.05) (0.09)-2.50 10.36
item6 - - 0.06 - - 0.19 - - 0.99(0.06) (0.07) (0.10)1.08 2.81 10.41
item7 - - 0.19 0.20 -0.22 - - - -(0.06) (0.07) (0.06)3.25 2.92 -3.51
item8 - - 0.22 - - - - - - - -(0.06)3.69
item9 - - - - - - - - - - - -
item10 0.17 - - - - - - 0.26 - -(0.06) (0.06)2.73 4.17
Item11 - - - - - - - - - - - -
item12 - - 0.17 - - - - - - - -(0.06)2.88
THETA-DELTA
item7 item8 item9 item10 Item11 item12-------- -------- -------- -------- -------- --------
item7 0.95(0.09)10.23
item8 - - 0.93(0.09)10.24
item9 - - - - 0.66(0.08)8.46
item10 -0.14 - - - - 0.87(0.06) (0.09)-2.47 10.08
Item11 - - - - - - - - 0.90(0.09)10.16
item12 - - - - - - - - - - 0.90(0.09)10.15
Squared Multiple Correlations for X - Variables
Item1 item2 item3 item4 item5 item6-------- -------- -------- -------- -------- --------
0.12 0.19 0.22 0.36 0.04 0.01
Squared Multiple Correlations for X - Variables
item7 item8 item9 item10 Item11 item12-------- -------- -------- -------- -------- --------
0.04 0.07 0.34 0.12 0.10 0.10
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 41Minimum Fit Function Chi-Square = 60.64 (P = 0.025)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 56.76 (P = 0.052)Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 15.76
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 39.68)
Minimum Fit Function Value = 0.28Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.072
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.18)Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.04290 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.066)P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.68
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.6090 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.53 ; 0.71)
ECVI for Saturated Model = 0.71ECVI for Independence Model = 2.17
Chi-Square for Independence Model with 66 Degrees of Freedom = 452.23Independence AIC = 476.23
Model AIC = 130.76
Saturated AIC = 156.00Independence CAIC = 528.96
Model CAIC = 293.32Saturated CAIC = 498.70
Normed Fit Index (NFI) = 0.87Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.92
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.54Comparative Fit Index (CFI) = 0.95Incremental Fit Index (IFI) = 0.95Relative Fit Index (RFI) = 0.78
Critical N (CN) = 235.57
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.054Standardized RMR = 0.054
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.50
UJI VALIDITAS DEPRESI
Modification Indices and Expected Change
No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X
No Non-Zero Modification Indices for PHI
Modification Indices for THETA-DELTA
Item1 item2 item3 item4 item5 item6-------- -------- -------- -------- -------- --------
Item1 - -item2 0.22 - -item3 - - 1.18 - -item4 3.19 0.10 - - - -item5 0.47 - - 0.01 0.21 - -item6 3.18 - - 0.00 - - 0.07 - -item7 3.57 - - - - - - 1.07 0.46item8 0.94 - - 0.22 3.27 0.39 0.61item9 2.49 0.10 0.95 0.47 1.50 0.00
item10 - - 0.43 1.58 3.49 - - 4.12Item11 0.69 2.37 0.00 0.40 2.39 0.27item12 0.02 - - 3.79 3.32 1.88 0.53
Modification Indices for THETA-DELTA
item7 item8 item9 item10 Item11 item12-------- -------- -------- -------- -------- --------
item7 - -item8 0.00 - -item9 0.03 0.14 - -
item10 - - 0.30 0.00 - -Item11 1.95 3.10 0.27 3.02 - -item12 3.25 0.00 3.79 0.43 5.38 - -
Expected Change for THETA-DELTA
Item1 item2 item3 item4 item5 item6-------- -------- -------- -------- -------- --------
Item1 - -item2 0.02 - -item3 - - 0.07 - -item4 -0.11 -0.02 - - - -
item5 0.04 - - -0.01 -0.03 - -item6 0.11 - - 0.00 - - -0.02 - -item7 -0.12 - - - - - - -0.07 -0.04item8 -0.06 - - 0.03 -0.11 0.04 0.05item9 0.10 -0.02 0.08 0.06 -0.07 0.00
item10 - - 0.04 -0.08 0.11 - - -0.11Item11 0.05 -0.08 0.00 -0.04 0.09 -0.03item12 -0.01 - - -0.12 0.12 0.08 0.05
Expected Change for THETA-DELTA
item7 item8 item9 item10 Item11 item12-------- -------- -------- -------- -------- --------
item7 - -item8 0.00 - -item9 -0.01 0.02 - -
item10 - - 0.03 0.00 - -Item11 0.08 0.11 -0.03 -0.10 - -item12 0.11 0.00 -0.11 -0.04 0.14 - -
Maximum Modification Index is 5.38 for Element (12,11) of THETA-DELTA
UJI VALIDITAS DEPRESI
Standardized Solution
LAMBDA-X
DEPRESI--------
Item1 0.35item2 0.43item3 0.47item4 0.60item5 0.20item6 0.10item7 0.19item8 0.27item9 0.59
item10 0.34Item11 0.31item12 0.31
PHI
DEPRESI--------
1.00
Time used: 0.156 Seconds
Top Related