perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI
PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH
KABUPATEN BOYOLALI
(SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh :
WIRATNO
C0105052
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI
PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH
KABUPATEN BOYOLALI
(KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
Disusun oleh:
WIRATNO
C0105052
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Sri Mulyati, M.Hum. Prof. Dr. Sumarlam, M. S.
NIP 195610211981032001 NIP 196203091987031001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutardjo, M.Hum.
NIP 196001011987031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI
PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH
KABUPATEN BOYOLALI
(KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
Disusun oleh:
WIRATNO
C0105052
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal: ………………..…
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum ………………
NIP 195710231986012001
Sekretaris Drs. Sujono, M.Hum ………………
NIP 195504041983031002
Penguji I Dra. Sri Mulyati, M.Hum. ………………
NIP 195610211981032001
Penguji II Prof. Dr. Sumarlam, M.S. .………………
NIP 196203091987031001
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A.
NIP 195303141985061001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
“Karakteristik waktu adalah keras dan tidak kenal menunggu, ia akan mengerus
siapa saja yang ada di dalamnya.” (Amron Yuflaeli Widyanto).
“Jika berada diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu sore, kerjakanlah
sekarang jangan menunggu nanti, sesunguhnya kematian amat dekat dengan
kita.” (Anonim).
“Barang siapa memudahkan urusan muslim di dunia, maka Allah akan
memudahkan urusanya di akhirat (hadits).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERNYATAAN
Nama : Wiratno
NIM : C0105052
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Pemakaian Bahasa Jawa
oleh Santri Pondok Pesantren Darusy Syahadah Kabupaten Boyolali (Kajian
Sosiolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan
oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi
(kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari
skripsi tersebut.
Surakarta, 1 Maret 2011
Yang membuat pernyataan,
Wiratno
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
�
Karya ini saya persembahkan untuk :
• Keluarga, Ibu, Bapak, Kakakku (Winendro), Adikku (Capung).
• Olisches, trimakasih selalu sabar, memberi kasih sayang, cinta, doa, dan
semangat.
• Sahabat-sahabat Ponpes Darusy Syahadah Boyolali (Nawawi) dan Ustads.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
Skripsi dengan judul Pemakaian Bahasa Jawa oleh Santri Pondok Pesantren
Darusy Syahadah Kabupaten Boyolali (Kajian Sosiolinguistik) ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret yang memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi ini.
2. Drs. Imam Sutardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah
FakultasSastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah
memberikan kesempatan dan ilmunya dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah
yang telah memberikan nasihat, semangat, dan member ilmu dalam menyusun
skripsi ini.
4. Dra. Sri Mulyati, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah berkenan
untuk mencurahkan perhatian, memberikan nasihat, dan membimbing penulisan
skripsi ini sampai selesai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Prof. Dr. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing kedua yang telah berkenan
memberikan waktu dan ilmunya, serta memberikan masukan dan
penyempurnaan pada penulisan skripsi ini.
6. Ibu Siti Muslifah, S.S, M.hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing dari awal kuliah sampai akhir kuliah, dengan penuh perhatian dan
kebijaksanaannya.
7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Sastra Daerah dan dosen-dosen
Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
8. Kepala dan staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun Pusat
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan dalam layanan.
9. Rekan-rekan Sastra Daerah, Ustad, dan sahabat-sahabat di Pondok Pesantren
Darusy Syahadah.
10. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu
dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 1 Maret 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRAK
Wiratno. C0105052. 2011. Pemakaian Bahasa Jawa oleh Santri Pondok Pesanten
Darusy Syahadah Kabupaten Boyolali. (Suatu Kajian Sosiolinguistik), Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah
bentuk pemakaian bahasa oleh santri Ponpes Darusy Syahadah, 2) Faktor apa saja
yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Jawa oleh santri Ponpes Darusy Syahadah?,
3) Bagaimanakah fungsi pemakaian bahasa Jawa oleh santri Ponpes Darusy
Syahadah?
Tujuan penelitian adalah 1) Mendeskripsikan bentuk ragam bahasa oleh santri
Ponpes Darusy Syahadah meliputi, alih kode, campur kode, interferensi, ragam
bahasa Jawa. 2) Menentukan faktor apa saja yang melatarbelakangi pemakaian
bahasa Jawa Ponpes Darusy Syahadah. 3) Mendeskripsikan fungsi pemakaian bahasa
Jawa oleh Santri Ponpes Darusy Syahadah.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data-data
lisan kebahasaan berdasarkan bentuk dan maknanya. Data dalam penelitian ini berupa
kalimat yang mengandung Alih kode, campur kode, dan interferensi. Sumber data
berasal dari informan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Penyediaan data
dengan metode simak, teknik dasar dengan memakai teknik sadap.Teknik lanjutan: 1)
Teknik Simak Libat Cakap 2) Teknik Bebas Libat Cakap, 3) Teknik Rekam, 4)
Teknik catat. Dari hasil rekam kemudian data di transkrip kedalam bentuk tulisan.
Teknik analisis dengan menggunakan metode distribusional dan metode padan.
Dari hasil analisis ditemukan: 1. Bentuk pemakaian bahasa Jawa yang berupa
1). Alih kode external dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab dan sebaliknya. Alih
kode internal berupa bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia dan sebaliknya, serta
antar ragam bahasa Jawa (ngoko ke krama dan sebaliknya). 2). Campur kode bahasa
Indonesia dalam bahasa Jawa; “lima waktu”. Campur kode bahasa Arab dalam bahasa
Jawa; “dinul Islam”. Campur kode bahasa Inggris dalam bahasa Jawa; “global
warming”. 3). Interferensi dari bahasa Indonesia; “dithuthoklah” Interferensi dari
bahasa Arab; “syariat”. Interferensi dari Bahasa Inggris; “moderen”. Wujud tingkat
tutur bahasa Jawa ragam ngoko,madya dan krama.
2. Faktor yang menjadi sebab pemakian bahasa Jawa dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu, (1) penutur atau orang pertama, (2) mitra tutur atau orang kedua,
(3) pokok pembicaraan atau topik, (4) untuk membangkitkan rasa humor, (5)
keinginan untuk menjelaskan, (6) sebagai rasa hormat dan kesantunan berbahasa.
3. Fungsi dari pemakaian bahasa Jawa antara lain, (1) untuk menghormati
mitra tutur, (2) untuk menunjukkan status sosial atau menempatkan dalam hierarkhi
status sosial penutur, dan (3) mengubah dari ragam resmi menjadi ragam santai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
PERSETUJUAN .............................................................................................. ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
MOTTO ........................................................................................................... iv
PERNYATAAN ............................................................................................... v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ......................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah ....................................................................... 10
C. Rumusan Masalah ........................................................................... 10
D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 11
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11
1. Manfaat Teoretis ..................................................................... 11
2. Manfaat Praktis ....................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 12
BAB II. KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 14
A. Sosiolinguistik ................................................................................. 14
B. Masyarakat Bahasa .......................................................................... 15
C. Variasi Bahasa ................................................................................ 16
D. Kontak Bahasa ............................................................................... 20
1.Alih Kode .................................................................................... 20
2.Campur Kode .............................................................................. 22
3.Interferensi .................................................................................. 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
E. Bilingualisme ................................................................................... 27
F. Diglosia ............................................................................................ 28
G. Tingkat Tutur Bahasa Jawa ............................................................ 29
1. Ragan Ngoko .............................................................................. 31
2. Ragan Madya ............................................................................. 32
3.Ragam Krama ............................................................................. 33
H. Komponen Tutur ............................................................................. 34
I. Pondok Pesantren Darusy Syahadah................................................ 36
J. Kerangka pikir .................................................................................. 48
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................ 50
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 50
B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 50
C. Data ................................................................................................ 50
D. Sumber Data .................................................................................... 51
E. Populasi ........................................................................................... 51
F. Sampel ............................................................................................. 52
G. Alat Penelitian ................................................................................. 52
H. Metode dan Teknik Penyediaan Data .............................................. 53
I. Metode dan Teknik Analisis Data ................................................... 55
J. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ............................................ 61
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ............................. 62
A. Bentuk Pemakaian Bahasa .............................................................. 62
1. Bentuk Alih kode ....................................................................... 62
2.Bentuk Campur kode................................................................... 113
3.Bentuk Interferensi ...................................................................... 162
4.Bentuk Tingkat Tutur Bahasa Jawa ............................................ 200
B. Faktor yang Melatar Belakangi Pemakaian Bahasa Jawa .............. 210
C. Fungsi Pemakaian Bahasa Jawa ..................................................... 214
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 218
A. Simpulan ......................................................................................... 218
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Saran ............................................................................................. 220
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 221
LAMPIRAN ……… ......................................................................................... 228
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN
A. Daftar Tanda
‘…’ : glos sebagi penjepit terjemahan
“…” : tanda petik menandakan kutipan langsung
� : tanda panah artinya berubah menjadi
[…] : tanda titik-titik maksudnya ada kalimat yang dihilangkan
[ ] : penganti kata
/ : garis miring adalah menyatakan atau
/…/ : pengapit fonetis
B. Daftar Singkatan
ACI : Alih kode, Campur kode, Interferensi
BUL : Bagi Unsur Langsung
DS : Darusy Syahadah
KMA : Kuliyyatul Mu’allimat (SMA Putri)
KMI : Kuliyyatul Mu’allimin (SMA Putra)
MDI : Madrasah Diniyah Islamiyah
MDA : Madrasah Diniyah Awwaliyah
MDU : Madrasah Diniyah Ulya
MDW : Madrasah Diniyah Wustho
MI : Madrasah Ibdidaiyah
MP3 : Musik Player 3 (Tiga)
MTs : Madrasah Tsanawiyah (SMP)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
OSIS : Organisani Siswa Intra Sekolah
PDS : Pondok Pesantren Darusy Syahadah
Ponpes : Pondok Pesantren
SAPALA : Santri Pecinta Alam
SD : Sekolah Dasar
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMU : Sekolah Menengah Umum
SMS : Short Massage Service (Pesan Singkat)
dkk : dan kawan kawan
Swt. : Subhanahu wata`ala
Saw : Sallalahhu a’llahi wasalam
TID : Takhasshush I’dad Du’at / Da’iyat (Paska SMA)
TKS : Takhasshush (Persiapan masuk setigkat SMA)
TPA : Taman Pendidikan Al Qur’an
WIB : Waktu Indonesia Bagian Barat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak dapat terlepas dari
peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk
mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Sarana
yang paling utama dan vital adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah
bahasa. Dengan demikian fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana
komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas selalu terlibat dalam
komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai komunikator (pembicara atau penulis)
maupun sebagai komunikan (mitra bicara, penyimak, pendengar, atau pembaca)
(Sumarlam, 2005:1).
Bahasa Jawa merupakan bagian dari bahasa nusantara dan termasuk rumpun
bahasa austronesia yang ada di dunia ini. Secara linier bahasa Jawa memiliki sejarah
yang panjang, area pemakaian yang amat luas dan jumlah penutur yang banyak,
sebanyak orang Jawa yang ada (Wakit Abdullah dan Sri Lestari Handayani, 2007:11).
Bahasa Jawa digunakan dibeberapa wilayah di Indonesia, yang terutama di Jawa
Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian daerah di Jawa
Barat, maupun di luar negeri.
Dalam konteks proyeksi kehidupan manusia, bahasa senantiasa digunakan
secara khas dan memiliki suatu aturan permainan tersendiri. Untuk itu, terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
banyak permainan bahasa dalam kehidupan manusia, bahkan dapat dikatakan tidak
terbatas, dan antara tataran permainan bahasa satu dengan lainnya tidak dapat di
tentukan dengan suatu aturan yang bersifat umum. Namun demikian, walaupun
terdapat perbedaan ada kalanya terdapat suatu kemiripan, dan hal ini sulit ditentukan
secara definitif dan pasti. Meskipun orang tidak mengetahui secara persis sebuah
permainan bahasa tertentu, namun manusia mengetahui apa yang harus diperbuat
dalam suatu komunikasi. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan hakikat bahasa
dalam kehidupan manusia dapat dilaksanakan dengan melakukan suatu deskripsi
serta memberikan contoh-contoh dalam kehidupan manusia yang digunakan secara
berbeda.
Sebagian orang berpendapat bahwa bahasa sebagai sistem mediasi, bahasa
tidak hanya menggambarkan cara pandang manusia tentang dunia dan konsepsinya,
tetapi juga membentuk visi tentang realitas. Hal tersebut, menggacu pada pemikiran
bahwa dengan bahasa mendapat arti jauh lebih tinggi dari pada sistem bunyi atau
fonem.
Masyarakat Indonesia mempunyai banyak ragam bahasa, antara bahasa satu
dengan yang lain mempunyai ciri yang berbeda, perbedaan tersebut merupakan
kekayaan hasil budaya. Beberapa bahasasa yang digunakan oleh masyarakat di
Indonesia berasal dari bahasa suku-suku di Indonesia juga dari bahasa dari Negara
lain yang membudaya dalam masyarakat bahasa. Jika salah satu bahasa hanya
difahami oleh masyarakat minoritas tertentu atau kelompok, jika digunakan dalam
masyarakat umum maka akan timbul komunikasi yang tidak baik. Hal ini disebabkan
karena bahasa sebagai sistem bunyi gagal mengendap dalam kantong-kantong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
budaya, maka masyarakatpun gagal untuk memahami dan dipahami dalam konteks
komunikasi antarbudaya.
Dalam kehidupan masyarakat fungsi bahasa secara tradisional dapat dikatakan
sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan oleh masyarakat untuk
berkomunikasi. Akan tetapi fungsi bahasa tidak hanya semata-mata sebagai alat
komunikasi, bagi sosiolinguistik konsep bahasa adalah alat yang fungsinya
menyampaikan pikiran saja dianggap terlalu sempit (Abdul Chaer, 2004:15). Hal
tersebut merupakan fungsi bahasa sebagai expresi atau buah pikiran manusia.
Jika dalam suatu kelompok masyarakat terdiri dari berbagai daerah-daerah
dan penguasaan bahasa yang perbeda-beda akan menimbulkan bahasa yang unik,
apalagi jika suatu kelompok masyarakat tersebut merupakan pengguna lebih dari satu
bahasa (multi lingual) akan timbul pencampuran bahasa atau sering disebut campur
kode dan alih kode.
Dalam sistem pendidikan formal maupun nonformal bahasa sangat berperan
penting dalam penyampaikan ilmu dari pendidik kepada orang yang mencari ilmu.
Bahasa merupakan modal utama agar terjadi proses pencapaian ilmu untuk difahami
dan dimengerti oleh para pencari ilmu. Dalam proses belajar menggajar dalam
instansi resmi bahasa yang digunakan cenderung bahasa formal nasional atau
Internasional, tetapi dalam proses belajar-mengajar nonformal bahasa yang digunakan
sesuai dengan kebutuhan, tidak harus formal tetapi dapat dimenggerti oleh para
penuntut ilmu. Tetapi dalam menyampaikan ilmu, terutama pengajar berasal dari
daerah lain yang dimungkin penguasaan bahasanya terbatas dengan para penuntut
ilmu yang merupakan asli daerah setempat. Dari hal itu dimungkinkan banyak terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
percampuran bahasa yang dikuasai oleh pengajar dalam menyampaikan ilmu.
Sehingga dalam penelitian bahasa yang mengkaji tentang sosiolinguistik, terutama
meneliti pemakaian bahasa yang mengandung alih bahasa sangat menarik untuk
dilakukan.
Penelitian yang terdahulu tentang tingkat tutur bahasa Jawa, alih kode,
campur kode antara lain penelitian yang dilakukan oleh; Mulyani dalam tesis dengan
judul “Alih Kode dan Campur Kode Dalam Kegiatan Belajar-Mengajar di Pesanttren
Moderen Arrisalah Kabupaten Ponorogo” (Kajian Sosiolinguistik). Penelitian ini
menampilkan data alih kode dan campu kode dari empat bahasa, yaitu bahasa
Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Jawa. Dalam analisinya meninjau
(1) Wujud alih kode yang ditemukan dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, di
pesantren moderen “Arrisalah” serta kapan munculnya. (2) Campur kode yang
ditemukan dalam kegiatan belajar-mengajar. (3) Faktor-faktor penentu peristiwa alih
kode dan campur kode.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut (1) Terjadi alih kode dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, Arab, dan Jawa. (2) kegiatan alih kode
muncul pada kegiatan belajar-mengajar pada awal (meliputi; salam, tegur, sapa, dan
memberikan motifasi), kegiatan inti (meliputi; memberikan penjelasan, merespon
pemahaman santri, dan menarik kesimpulan topik pelajaran), kegiatan akhir
(meliputi; menutup pelajaran, salam, dan motivasi). (3) Terjadi campur kode ke-luar
(counter code mixing) dan campur kode ke-dalam (inner code mixing) dari base
language (bahasa dasar), bahasa Indonesia. (5) Wujud campur kode berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
penyisipan kata, frasa, idiom atau ungkapan, kata ulang, dan klausa antar bahasa
Indonesia dengan bahasa Inggris, bahasa Arab, serta bahasa Jawa.
Skripsi “Pemakaian Bahasa Jawa dalam Ludruk” (Tinjauan Sosiolinguistik)
(1986) oleh Siti Zuhriyah, yang membahas tentang aspek kebahasaan yaitu alih kode,
interferensi bahasa, bahasa slang, undha usuk, kosakata, lafal, dan bentuk kata. Inti
dari pembahasanya dalam kajian bahasa Jawa dalam Ludruk memiliki perbedaan-
perbedaan dengan bahasa baku dalam hal lafal kata, bentuk kata, dan kosakata serta
banyak ditemukanya alih kode, interferensi bahasa Indonesia, pemakaian slang, dan
penggunaan ragam krama desa.
Skripsi pada tahun 2001 dengan judul “Kajian Bahasa Jawa di Desa Ketandan
Kecamatan Klaten Utara” (Suatu Tinjauan Sosiolinguistik) oleh Arisanti Suwarso.
Dalam skripsi tersebut mengkaji tentang bentuk bahasa Jawa dan ragam bahasa Jawa
yang digunakan oleh masyarakat desa ketandan, kelurahan Klaten Utara. Salah satu
faktor yang menentukan penggunaan ragam bahasa Jawa masyarakat Desa Ketandan.
Penggunaan bahasa Jawa di daerah tersebut mengunakan jenis wacana berdasarkan
pemaparanya. Meliputi wacana historis dan wacana eksposisi. Tingkat tutur yang
digunakan masyarakat tersebut adalah (1) penutur, (2) mitra tutur, (3) situasi tutur, (4)
tujuan tutur, (5) hal yang dituturkan.
Peneliti tertarik terhadap salah satu kelompok masyarakat sebagai pengguna
lebih dari satu bahasa adalah lembaga pendidikan pesantren atau lebih popular
disebut dengan Pondok Pesantren (selanjutnya disingkat: Ponpes). Terutama Ponpes
yang ada di wilayah Jawa Tenggah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Karesidenan Surakarta yang merupakan salah satu daerah yang banyak lembaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
pendidikan Ponpes. Lebih spesifik Boyolali merupakan bagian dari Karesiden
Surakarta yang mempunyai lembaga pendidikan Islam Ponpes yang sampai sekarang
masih ada bahkan semakin berkembang sistem pendidikanya. Salah satu Kecamatan
Boyolali yang memiliki lembaga pendidikan Ponpes adalah Kecamatan Simo, Desa
Gunungmadu. Lembaga tersebut benama Ponpes Darusy Syahadah (selanjutnya
disingkat: PDS). Bahasa yang umum digunakan di PDS adalah bahasa Indonesia,
bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sedangkan bahasa Jawa tidak dipakai dalam
aktifitas di PDS, tetapi dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar ponpes, bahasa
Jawa sering digunakan dan memegang peranan penting dalam tercapainya suatu
komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar.
Secara geografis ponpes tersebut berlokasi di pedesaan sehingga masyarakat
sekitar merupakan pengguna bahasa Jawa. Dalam berkomunikasi dengan masyarakat
sekitar, santri PDS menggunakan beberapa bahasa salah satunya adalah bahasa Jawa,
bahasa Indonesia, dan sedikit bahasa Inggris. Sehingga dalam komunikasi dengan
masyarakat, santri PDS mengunakan beberapa bahasa secara bersama dan ada
percampuran bahasa yang digunakan. Disamping itu, para santri yang kebanyakan
berasal dari luar daerah setempat, bahkan santri berasal dari luar pulau Jawa.
Sehingga dipastikan ada perbedaan ciri kebahasaan yang dikuasai oleh para santri
khususnya bahasa Jawa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan penduduk
setempat. Walaupun bahasa Jawa tidak dibolehkan digunakan dalam situasi formal
dalam pondok, tetapi diperbolehkan dalam berkomunikasi dengan masyarakat sekitar,
sehingga bahasa Jawa masih sering digunakan bagi santri yang mampu berbahasa
Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Salah satu wadah komunikasi dengan masyarakat di wilayah sekitar PDS
adalah kajian yang dilakukan oleh para santri. Kajian tersebut atau istilah yang
digunakan oleh santri PDS disebut dengan kegiatan Ta’lim, kegiatan tersebut
merupakan pengabdian santri PDS terhadap masyarakat sekitar. Kegiatan ta’lim
tersebut dilakukan di wilayah sekitar PDS, yaitu wilayah kecamatan Simo. Ta’lim
dilakukan oleh para santri PDS putra selama duakali dalam sepekan, yaitu hari selasa
dan hari ju’mat. Kegiatan ta’lim tersebut dimulai sekitar pukul lima belas tiga puluh
atau jam setengah empat sore dan selesai sekitar pukul tujuh malam.
Kegiatan ta’lim (belajar) tersebut berupa pengajaran ilmu agama Islam, kajian
Islam, atau tausyiah untuk para masyarkat. Ta’lim tersebut dilakukan di masjid dan
mushola sekitar PDS atau dalam wilayah Kecamatn Simo. Masyarakat sekitar
merupakan pemakai bahasa Jawa sehingga dalam penyampain materi harus
menyesuaikan dengan bahasa yang dikuasai masyarakat sekitar. Sehingga
dimungkinkan akan banyak alih kode, campur kode dan interferensi bahasa yang
digunakan oleh santri dalam menyampaikan ilmu.
Melihat kenyataan diatas, jika beberapa bahasa tersebut digunakan untuk
berkomunikasi dengan masyarakat maka akan timbul percampuran bahasa atau
penggunaan bahasa lebih dari satu. Peneliti mengangap bahwa objek tersebut sesuai
dengan bidang linguistik terutama dalam kajian sosiolinguistik, maka penelitian ini
mengambil judul Pemakaian Bahasa Jawa oleh Santri Pondok Pesantren Darusy
Syahadah Kabupaten Boyolali. Penelitian tersebut untuk meneliti tentang
pemakaian bahasa Jawa oleh sanri PDS dengan kajian sosiolinguistik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
�
�
Dari hasil survai lapangan yang biasa dipaparkan dalam kaitanya dengan
peristiwa alih kode, campur kode, dan interferensi yang terjadi santri PDS dalam
kegiatan pengapdian masyarakat yang berupa kegiatan rutin ta’lim di masjid dan
mushola di wilayah sekitar kecamantan Simo adalah sebagai berikut.
a. Alih kode
1. Mboten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. Contoh-contoh
perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni
kecuali dengan taubat. (279)
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini. Contoh-contoh perbuatan
dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni kecuali
dengan taubat.’
2. Menawi Rasaullullah ngelaksanaaken ngeten niki nggih kita ngelaksanaaken,
ananging yen menawi Rasullullah mboten ngelaksanaake, nggih kita mboten
ngelaksanaake. Amargi napa, man amilla ammallaisa allahwama asmummah
falya’ rabbun. (255)
‘Terus ada, Rassul Allah (utusan Allah) ya pernah bicara. Barang siapa yang
mempercayai dukun atau tukang sihir maka selama empat puluh hari
sholatnya tidak diterima.’
b. Campur kode
1. Dados nek dicuri niku ukurane napa namine seper empat dinar, seper empat
dinar niku nek dirupiahke berapa buk? Satu dinar niku berapa? (59)
‘Jadi kalau (yang) dicuri itu ukuranya apa namanya satuper empat dinar (mata
uang emas) satuseper empat dinar itu kalau dirupiahkan berapa Bu? Satu dinar
itu berapa?’
2. Nek misale iqab wonten ndonya nggih kathah sanget buk. Iqab ndonya nggih
ibuk sampun ngerthosi ananing yen iqob wonten akhirat kita sedhaya boten
ngertosi magkih di antar kita sedaya wonten ingkang mlebet suwarga nggih
boten ngertos, wonten ing neraka nggih boten ngertos sedhaya. (151)
‘Kalau misalnya balasanadadi dunia ya banyak sekali. Balasan dunia ya ibu
sampun ngertosi tapi kalau balasan di akhirat kita semua tidak mengetahui
nanti diantara kita semua ada yang masuk syurga ya tidak mengetahui, di
dalam neraka ya tidak mengetahui semua.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
�
�
c. Interferensi
1. Kemudian napa malih buk? Ketika sujud. Kletika terdholimi, jenengan
tersakiti oleh orang lain. Nggih misale napa namine? Bu Sini niki dithutuklah
kalih buk takmirlah. (12)
‘Kemudia apa lagi Bu? Ketika sujud, ketika tertindas. Anda tersakiti oleh
orang lain . ya misanya apa namanya? Bu Sini itu dipukul oleh bu Takmir
lah.’
2. Pemerintahan niku di rancang kalian islam didadhekke hukum-hukum Islam
kalian pemimpin niku hanya bertaqwa kepada Allah, mboten wonten korupsi,
mboten wonten. Bahwasane niku malah seperti sakniki jamane pemilu
demokrasi, pemilu niki sing nyalonke nggih butuh ragat gedhe, dadhos ngeh
mangkih wonten maksud liyane. (110)
‘Pemerintahan itu dirancang dengan Islam dijadikan hukum-hukum Islam
oleh pemerintah itu hanya bertaqwa kepada Allah, tidak ada korupsi, tidak
ada. Bahwasanya itu malah seperti sekarang jamanya pemilu demokrasi
pemilu ini yang mencalonkan ya butuh biyaya besar, jadi ya nanti ada maksud
lainya.’
Dalam paparan tersebut merupakan model bahasa yang digunakan oleh santri
PDS dalam berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Ihwal kode merupakan hal
yang penting untuk diteliti dalam bidang linguistik, terutama dalam pendekatan
sosiolinguistik. Dalam penelitian ini membahas alih kode, campur kode, interferensi
serta ragam bahasa Jawa pada masyarkat multilingual, yaitu kelompok masyarakat
pengguna beberapa bahasa. Berupa Pemakaian bahasa oleh santri Pondok Pesantren
Darusy Syahadah. Penelitian ini berfokus pada alih kode, campur kode, interferensi,
dan bahasa Jawa yang digunakan oleh Santri PDS dalam berkomunikasi dengan
masyarakat. Terjadinya ACI (Alih kode, Campur kode, dan Interferensi) karena
bahasa Santri PDS merupakan pengguna beberapa bahasa yang digunakan secara
Kondisional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini mengkhususkan pada pemakaian bahasa Jawa oleh santri putra
Ponpes Darusy Syahadah, yaitu untuk menentukan, alih kode campur kode,
interferensi, ragam bahasa Jawa atau pilihan kata dalam berkomunikasi. Terutama
komunikasi dalam masyarakat pada kegiatan ta’lim yang diselengarakan oleh PDS
secara rutin dua kali dalam sepekan, pada hari selasa dan jum’at di lingkup Kecaman
Simo.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan
di atas, maka penelitian ini mengajukan tiga masalah, yaitu.
1. Bagaimanakah bentuk pemakaian bahasa oleh santri Ponpes Darusy
Syahadah? (rumusan ini mencakup alih kode, campur kode, interferensi, dan
ragam /tingkat tuturbahasa Jawa).
2. Faktor apa saja yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Jawa oleh santri
Ponpes Darusy Syahadah? (rumusan ini mengkaji faktor-faktor yang
mepengaruhi pemakaian bahasa Jawa).
3. Bagaimanakah fungsi pemakaian bahasa Jawa oleh santri Ponpes Darusy
Syahadah? (rumusan ini membahas fungsi bahasa Jawa dalam alih kode,
campur kode, interferensi, dan ragam bahasa).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
D. Tujuan Penelitian
Tujuan ahli bahasa adalah untuk mempelajari selengkap mungkin tentang
segala sesuatu yang sistematis dalam pemakaian bahasa (Uhlenbeck, 1982:15).
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi.
1. Mendeskripsikan bentuk pemakaian bahasa oleh santri Ponpes Darusy
Syahadah meliputi, alih kode, campur kode, interferensi, dan ragam bahasa
Jawa.
2. Menentukan faktor apa saja yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Jawa
Ponpes Darusy Syahadah.
3. Mendeskripsikan fungsi pemakaian bahasa Jawa oleh Santri Ponpes Darusy
Syahadah.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari suatu penelitian adalah menggambarkan nilai dan
kualitas penelitian. Adapaun manfaat penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat
memberikan manfaat baik secara teoretis, maupun secara praktis
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan mengenai
sosiolinguistik . Terutama menberikan pemahaman dan pengetahuan tentang wujud
alih kode, campur kode, interferensi, dan pemakaian bahasa Jawa oleh santri PDS
dalam komunikasi lisan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
2. Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti, selanjutnya diharapkan dapat memberikan informasi tentang
alih kode, campur kode, dan interferensi dalam pandangan sosiolinguistik.
Selain itu dapat dipakai sebagai model penelitian berikutnya.
2) Bagi masyarakat, penelitian ini dapat membantu memberi informasi
kebahasaan serta mengetahui penggunaan bahasa Jawa oleh santri dalam
berkomunikasi dengan masyarakat.
3) Bagi santri, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan contoh pemakaian
bahasa Jawa untuk melaksanakan ta’lim dengan baik dan benar.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan atau hasil penelitian ini terdiri dari lima bab
yaitu sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan. Meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
Bab II Kajian Pustaka dan kerangka pikir. Untuk kajian pustaka mencakup
pengertian sosiolinguistik, masyarakat bahasa, variasi bahasa, kontak
bahasa, bilingualisme, diglosia, tingkat tututr bahasa Jawa, komponen tutur,
serta informasi keadaan ponpes Darusy Syahadah. Sedangkan untuk kerang
kapikir merupakan tahapan- tahapan alur kerja penelitian.
Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian, lokasi penelitian,
data penelitian, sumber data, populasi, sample, alat penelitian, metode dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, dan metode
penyajian hasil analisis data.
Bab IV Hasil Analisis Data dan Pembahasan. Bab ini merupakan hasil analisis dan
pembahasan dari keseluruhan data mengenai pemakaian bahasa Jawa oleh
Santri Ponpes DS Kabupaten Boyolali.
Bab V Penutup. Bab ini adalah bagian akhir yang memuat tentang kesimpulan dan
saran yang didapat dari penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Sosiolinguistik
Pengertian sosiolinguistik dari berbagai pakar bahasa tidak jauh berbeda,
diantaranya adalah menurut Abdul Chaer, sosiolinguistik merupakan cabang ilmu
linguitik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian
hubungan antara bahasa dengan faktor sosial di dalam masyarakat tutur (Abdul
Chaer, 2004:4). Menurut Kridalaksana, sosiolingusistik merupakan ilmu yang
mempelajari ciri bahasa, beberapa variasi bahasa dan hubungan antara pengguna
bahasa dengan ciri fungsi variasi bahasa dalam suatu masyarakat tutur (Kridalaksana,
dalam Abdul Chaer 2004:3 197). Sosiolinguistik menurut pendapat lain merupakan
kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa
digunakan. Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah
sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara
kelompok yang satu dengan yang lain.
Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan
kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat,
karena dalam kehidupan bermasyarakat tidak lagi sebagai individu, akan tetapi
sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan manusia
dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi disekitarnya.
Disimpulkan oleh I Dewa Putu Wijana dan Muhammmad Rohadi bahwa (2006:7),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Sosiolinguistik sebagai ilmu interdisipliner yang menggarap masalah-masalah
kebahasaan dalam hubunganya dengan faktor-faktor sosial, situasional, dan kultural.
B. Masyarakat Bahasa
Dalam kamus linguistik masyarakat bahasa (speech community) adalah
kelompok orang yang merasa memiliki bahasa bersama atau yang merasa termasuk
dalam kelompok itu, atau yang berpegang pada bahasa standar yang sama (Harimurti
krida laksana, 2001:134). I Dewa Putu Wijana dan muhammad Rohadadi (2006:46)
menyebut masyarakat bahasa dengan istilah masyarakat tutur. Mereka berpendapat
bahwa masyarakat tutur adalah sekelompok orang dalam lingkup luas atau sempit
yang berinteraksi dengan bahasa tertentu yang dapat dibedakan dengan kelompok
masyarakat yang lain atas dasar perbedaan bahasa yang bersifat signifikan.
“Masyarakat Bahasa (Speech Community) menurut para pakar
antara lain, John Gumperz (1968) Masyarakat bahasa adalah sebuah
bangsa, masyarakat subwilayah, asosiasi sekelompok orang dalam
pekerjaan, atau geng suatu lokasi yang mencirikan keganjilan bahasa.
Dell Hymes (1972/1973) Masyarakat bahasa adalah semua anggota
masyarakat yang tidak hanya menggunakan satu aturan yang sama
secara bersama-sama dalam berbicara, tetapi juga menggunakan
setidak-tidaknya satu variasi bahasa. Glyn Williams (1992)
Masyarakat bahasa adalah sekumpulan individu dalam interaksi.
Bernard Spolski (2003) Masyarakat bahasa adalah semua orang yang
menggunakan satu bahasa dengan pengucapan dan gramatika yang
sama atau berbeda”. (http://www.sigodang.blogspot.com / 27 / 11 /
2008).
Dalam sosiolinguistik Dell Hymes tidak membedakan secara eksplisit antara
bahasa sebagai sistem dan tutur sebagai keterampilan. Keduanya disebut sebagai
kemampuan komunikatif (communicative competence). Kemampuan komunikatif
meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
mengungkapkan bahasa tersebut sesuai dengan fungsi dan situasi serta norma
pemakaian dalam konteks sosialnya.
Kemampuan komunikatif yang dimiliki individu maupun kelompok disebut
verbal repertoire. Verbal repertoire dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu verbal
repertoire yang dimiliki individu dan yang dimiliki masyarakat. Jika suatu
masyarakat memiliki verbal repertoire yang relatif sama dan memiliki penilaian yang
sama terhadap pemakaian bahasa yang digunakan dalam masyarakat disebut
masyarakat bahasa.
Menurut Ferdinan De jsarangih, Berdasarkan verbal repertoire yang dimiliki
oleh masyarakat pada umumnya, dibedakan menjadi tiga masyarakat bahasa, antara
lain (1) Masyarakat monolingual (masyarakat penguna satu bahasa), (2) Masyarakat
bilingual (masyarakat penguna dua bahasa), (3) Masyarakat multilingual atau
masyarakat penguna lebih dari 2 bahasa dalam berkomunikasi (di kutip dalam
http://www.sigodang.blogspot.com/27/11/ 2008).
C. Variasi Bahasa / Ragam Bahasa
Variasi bahasa atau ragam bahasa merupakan bahasa pokok dalam studi
sosiolinguistik (Abdul Chaer, 2004:5). Sebagai sebuah langue sebuah bahasa
mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa
itu. Namun karena penutur bahasa tersebut meski berada dalam masyarakat tutur
tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang
kongret disebut parole, menjadi tidak seragam. Sehingga bahasa menjadi bervariasi,
terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang
mereka lakukan sangat beragam. Dalam hal variasa atau ragam bahasa ini ada dua
pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya
keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Kedua, variasi
atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi
dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Atau dengan kata lain, variasi
bahasa pertama-tama dibedakan berdasarkan penutur dan penggunanya.
Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:62) mengklasifikasikan variasi-
variasi bahasa sebagai berikut.
a) Variasi dari Segi Penutur
Pertama, variasi dari segi penutur adalah Idiolek, yaitu variasi bahasa yang
bersifat perseorangan. Hal ini berkenaan dengan suara, pilihan kata, gaya bahasa, dan
susunan kalimat. Kedua, Dialek yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang
yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu.
Ketiga, Kronolek atau dialek temporal yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh
kelompok sosial pada masa tertentu. Keempat, Sosiolek atau Dialek sosial yaitu
variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para
penuturnya. Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkatan,
golongan status, dan kelas sosial biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang
disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot dan ken. Adajuga yang
menyebut dengan bahasa prokem.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
b) Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaanya, pemakainya, atau fungsinya
disebut fungsiolek, ragam atau register (Nababan:1984, dalam Abdul Chaer:2004).
Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat
keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi ini menyangkut bahasa itu digunakan
untuk apa. Misalnya dalam bidang agama, pendidikan, dan lain sejenisnya.
c) Variasi dari Segi Keformalan
Berdasarkan keformalan, (Martin Joos:1967, dalam Abdul Chaer:2004)
membagi bahasa menjadi lima macam gaya (selanjutnya disebut ragam), yaitu gaya
atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha
(konsulatif). Gaya atau ragam Santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate).
1) Ragam beku
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam
situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi. Misalnya dalam khutbah di masjid,
upacara kenegaraan, dan lain sejenisnya.
2) Ragam resmi
Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato
kenegaraan, rapat dinas, surat menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku
pelajaran dan lain sejenisnya.
3) Ragam usaha atau ragam konsulatif
Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan
disekolah, dalam rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
produksi. Atau dengan kata lain ragam ini adalah ragam bahasa yang paling
oprasional. Wujud ragam ini berada diantara ragam formal dan ragam informal.
4) Ragam santai atau ragam kasual
Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi
untuk berbincang-bincang. Bentuk santai ini banyak menggunakan bentuk alegro,
yaitu bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan. Kosakatanya banyak dipenuhi unsur
leksikal dialek dan unsur bahasa daerah, begitu juga dengan struktur morfologi dan
sintaksis yang normatif tidak digunakan.
5) Ragam akrab atau ragam intimate
Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur
yang hubunganya sudah akrab, seperti teman yang sudah akrab. Ragam ini ditandai
dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan
artikulasi yang tidak jelas. Hal ini terjadi karena diantara partisipan sudah ada saling
pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama.
d) Variasi dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan.
Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis atau juga ragam
dalam bahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya bahasa dalam
telepon atau bahasa dalam SMS (short massage service) layanan pengiriman data via
Handphone. Adanya ragam bahasa ini memiliki wujud atau struktur yang tidak sama.
Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini karena dalam berbahasa lisan atau dalam
menyampaikan informasi secara lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
�
�
atau unsur nonlinguistik yang berupa nada atau suara gerak-gerik tanggan dan
sejumlah gejala-gejala lainnya, tetapi dalam bahasa tulis hal tersebut tidak ada dan
diekspresikan secara verba.
D. Kontak Bahasa
Dalam masyarakat sosial, artinya masyarakat yang angotanya dapat menerima
kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu
masyarakat akan terjadi kontak bahasa (Abdul Chaer, 1984:65). Kontak bahasa itu
merupakan bentuk-bentuk yang mungkin saja tidak sesuai dengan standar yang
berlaku pada masyarakat yang mengalami kontak bahasa.
Bahasa Indonesia tentu saja memiliki karakter khusus karena berakar dari
tradisi etnik lokal yang kemudian dimodifikasi dan diadopsi menjadi bahasa
persatuan yang berfungsi sebagai perekat keberagaman etnik. Bahasa Indonesia
bersifat fleksibel dan ini tampak dalam berbagai dialek misalnya bahasa Indonesia
dialek Betawi, dialek Banyumas, dialek Surakarta, dialek Yogyakarta, dialek
Sulawesi Selatan, dialek Palembang, dialek Papua dan lain sebagainya, dan menurut
Saussure dalam Chaer (2004), hal ini adalah aspek parole dari bahasa. Dari kontak
bahasa tersebut akan dengan menggunakan dwibahasa tersebut sehingga
menimbulkan alih kode, campur kode, dan interverensi.
1. Alih Kode
Menurut Appel dalam Abdul Chaer (2004:114) mendefinisikan alih kode
sebagai gejala peralihan bahasa karena perubahan situasi. Tetapi menurut Dell
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Hymes, dalam Kunjana Rahardi (2001:20) menyatakan bahwa alih kode bukan hanya
terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang
berbeda dalam suatu bahasa. Apabila seseorang berkomunikasi semula menggunakan
bahasa Jawa, kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia, atau berubah dari
ragam santai menjadi ragam resmi atau kebalikanya, maka peralihan pengunaan
bahasa seperti itu disebut alih kode (code switching) di dalam sosiolinguistik
peristiwa alih kode biasa berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya, atau alih
register (Soewito, 1983:68).
Alih kode dapat berupa alih kode tetap dan alih kode sementara atau tidak
tetap. Alih kode tetap merupakan alih kode jika penutur semula menggunakan bahasa
X kemudian tidak lagi menggunakan bahasa X akan tetapi menggunakan bahasa Y.
Untuk alih kode sementara peralihan penggunaan bahasa X ke dalam bahasa Y yang
sifatnya hanya sementara dapat berubah lagi menggunakan bahasa sebelumnya
(bahasa X) hal tersebut karena dipengaruhi faktor-faktor tertentu.
Pendapat Soewito (1983: 69) alih kode terdiri dari dua, yaitu alih kode intern
dan alih kode ekstern. Yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang
berlangsung antar bahasa sendiri, sedangkan alih kode ekstrn terjadi antara bahasa
sendiri dengan bahasa asing.
Alih kode interen nampak misalnya ketika orang semula menggunakan bahasa
Jawa kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia, bisa juga orang semula
menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kemudian mengunakan bahasa Jawa ragam
krama, disebabkan sesuatu hal. Sedangkan alih kode ekstern nampak jika seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
�
�
penutur semula menggunakan bahasa Jawa tetapi atas suatu hal penutur tersebut
beralih menggunakan bahasa Arab.
Menurut Suwito (1983: 72), wujud alih kode intern maupun ekstern
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: 1) Penutur atau orang pertama, dilakukan
dengan maksud mengubah situasi dari situasi resmi ke situasi tak resmi. 2) Mitra tutur
atau orang kedua, pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh
lawan tutur. 3) Hadirnya orang ketiga, hal tersebut karena ingin berinteraksi dengan
bahasa kelompok etniknya. 4) Pokok pembicaraan atau topik, biasanya berupa pokok
pembicaran formal informal. 5) Untuk membangkitkan rasa humor, agar tidak merasa
bosan atau tegang. 6) Untuk sekedar gengsi, bahwa penutur mampu mengunakan
bahasa lain.
2. Campur Kode
Hampir rancu pengertian alih kode dan campur kode, kesamaan yang ada
antara alih kode dan campur kode adalah orang yang mengunakan dua bahasa atau
lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Banyak ragam
pendapat mengenai nilai keduanya namun, yang jelas kalau dalam alih kode setiap
bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonom masing-
masing, dilakukan dengan sadar, dengan sengaja dengan sebab-sebab tertentu.
Sedangkan campur kode dilakukan untuk mempermudah menyampaikan suatu hal
dan tidak serta-merta dilakukan dengan sadar, tetapi dilakukan secara spontanitas.
Menurut Thender (1976) seperti yang dikutip oleh Abdul Chaer (2004:115)
dalam membedakan campur kode dengan alih kode apabila dalam suatu peristiwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke bahasa lain, maka peristiwa
tersebut adalah alih kode. Tetapi di dalam suatu peristiwa tutur baik klausa-klausa
maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa atau frasa campuran (hybrid
clauses, hybrid pharase), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi
mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa tersebut merupakan peristiwa
campur kode.
Menurut Kachru dalam Suwito (1983: 76) memberikan batasan campur kode
sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur
bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain secara konsisten.
Campur kode dipengaruhi oleh beberapa hal, faktor yang menjadi sebab
terjadinya campur kode menurut Suwito dalam Mulyani (tesis tahun 2004) berlatar
belakang pada sikap dan kebahasaan. Sehingga atas dasar tersebut, faktor penyebab
alih kode adalah: 1) Identifikasi peranan, yaitu berkenaan dengan sosial, registral, dan
edukasional. (2) identifikasi ragam, dimana seseorang ingin menempatkan dalam
hierarkhi status sosialnya. 3) Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Dari hal
di atas ketiga faktor tersebut saling bergantung dan tumpang tindih.
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan
suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
lainnya. Hal ini bisaanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar
belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Bisaanya ciri menonjolnya
berupa keadaan santai atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan
bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada
keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu; (1) campur kode ke dalam (innercode-
mixing) adalah campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala
ragamnya, (2) campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal
dari bahasa asing.
Ditinjau wujud lingualnya, sebagian bahasa yang diperoleh dari bahasa lain
dapat berupa kata-kata, tetapi dapat juga berupa frasa atau unit-unit bahasa yang lebih
besar. Wujud campur kode dapat dibedakan berdasarkan unsur-unsur kebahasaan
yang terlibat di dalamnya (Suwito, 1983: 78) yaitu:
1) Unsur yang berwujud kata yang disisipkan.
A : Nggih pak nderekke
‘ Ya pak mengikuti’
B : Antum mau ikut?
‘Kamu (laki-laki) mau ikut?’
2) Frasa yang disisipkan.
Nggih napa naminipun ukuwah ihwah, saudara bersaudara jenengan niku
saudara kula.
‘Ya apa namanya rasa persaudaraan, saudara bersaudara anda itu saudara
saya’
3) Bentuk baster yang disisipkan.
Dilanjutkan dengan pengaosan ataupun ta’lim rutin hari selasa dan jum’at
dalam keadaan sehat wal’afiah.
‘Dilanjutkan dengan pengkajian atau pertemuan rutin hari selasa dan jum’at
dalam keadaan sehat dan selamat’.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
4) Pengulangan kata yang disisipkan.
Wasilah-wasilah utawi napa namine niku perantara-perantara kersane iman
kita tambah, kersane iman kita niku baru, iman kita niku napa jadi kuat niku
sing sepinda napa mbah?
‘Hal-hal atau apa namanya itu perantara-perantara agar keyakinan kita
bertambah, agar keyakinan kita baru, keyakinan kita itu apa jadi kuat itu yang
pertama apa embah?’
5) Ungkapan atau idiom yang disisipkan.
Kemudian sing nomer tiga niku nggih punika mencuri, haa. Syirik, durhaka
kepada orang tua, kemudian mencuri. Rasullullah niku bersabda assarikku
wasarikoh fatau uadiaadiahuma.
‘Kemudian yang nomor tiga itu ya itu mencuri, haa. Menyekutukan, durhaka
kepada orang tua, kemudian mencuri. Rosullullahitu bersabda pencuru itu
potonglah tanganya.’
6) Klausa yang disisipkan.
Napa buk kira-kira? Qira’atul e.. dzikrullah fi ayamillah, yaitu dzikir
dhumateng Allah dimanapun kita berada. Dzikir nggih buke. Dzikir ndek
mbiyen punika buk napa namine?
‘Apa buk kira-kita? Membaca e.. mengingat Allah dimanapun, yaitu
mengingat kepada Allah dimanapun kita berada. Dikir ya buk. Dikir kala dulu
itu buk apa namanya?’
Dari hal tersebut campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik
antara peranan (penutur), bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang
mempunyai latar belakang tertentu ingin menduduki fungsi tertentu yaitu
menunjukkan status sosial dan identitas pribadi dalam masyarakat, menurut pendapat
Suwito (1983:78).
3. Interferensi
Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) dalam
Abdul Chaer (2004:120) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa
lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Penutur bilingual adalah penutur
yang menggunakan dua bahasa secara bergantian, dan penutur multi lingual,
masyarakat pengguna bahasa-bahasa secara bergantian.
Mackey dalam paul ohoiwutun (2007), menyebut gejala interferensi dapat
dilihat dalam 3 (tiga) dimendi kejadian : (1) dimensi tingkah laku berbahasa dari
individu-individu di tenggah masyarakat. (2) dari system ke-dua bahasa atau lebih
yang berbaur dalam satu masyarakat. (3) dimensi pembelajaran bahasa.
Dimensi tingkah laku individu penutur dapat disimak dari berbagai praktek
campur kode yang dilalukan penutur yang bersangkutan. Interferensi ini murni
merupakan rancangan atau model buatan penutur itu sendiri yaitu menyampur atau
mentransfer satu atau lebih komponen dari bahasa yang satu untuk dirakit dalam
konteks bahasa lainya. Interferensi dapat masuk dalam masyarakat karena sistem ke-
dua bahasa yang kedua bahasa atau lebih merupakan bahasa yang digunakan secara
umum dalam masyarakat. Sehingga interferensi muncul untuk suatu tujan tertentu
oleh individu penguna bahasa.
Interferensi jenis ke-tiga yaitu dalam dimensi pembelajaran. Dalam hal ini
proses pembelajaran bahasa ke-dua atau Asing, pembelajar tentu menjumpai unsur-
unsur yang mirip atau mungkin sama dengan bahasa pertama (bahasa induk). Kondisi
demikian dianggap dapat mempermudah proses pembelajaran. Pembelajaran
menyesuaikan unsur-unsur yang mirip dan sama itu dalam mengenai dan
menggunakan sistem bahasa yang baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Proses ‘transfer’ ini diidentifikasi sebagai transfer positif. Sebaliknya bahasa
pertama dengan bahasa asing sangat berlainan sehingga hampir tidak memiliki
komponen yang mirip, maka proses pembelajaran akan semakin rumit. Transfer
dalam bisnis pembelajaran bahasa yang kurang menguntungkan ini dikategorikan
sebagai transfer (pembelajaran) negative. Transfer positif dapat dapat dijadikan alat
oleh guru untuk membantu keberhasilan pembelajaran. Sebaliknya guru dapat
berupaya mengurangi sedapat mungkin terjadinya transfer negatif pada siswa.
Baik transfer positif maupun negatif tergolong interferensi, karena kedua-
duanya melibatkan pengalihan unsur-unsur bahasa dari satu bahasa yang satu
kedalam bahasa yang lainnya. Interferensi terjadi dalam pembelajaran bahasa secara
resmi di kelas dan dapat juga terjadi dalam proses pemerolehan bahasa ke-dua atau
bahasa asing di luar program kelas, misalnya adalah hal pidato, kajian agama atau
ta’lim atau dalam pergaulan kita dalam masyarakat yang bilingual atau multi lingual.
Jika interferensi dalam masyarakat berlangsug dalam waktu yang lama
sehingga unsure serapan dari suatu bahasa telah dapat menyesuaikan diri dengan
system bahasa penyerapnya, sehingga menjadi umun karena tidak lagi terasa asing
oleh suwito disebut dengan integrasi (Suwito, 1983:59).
E. Bilingualisme
Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut
juga kedwibahasaan. Secara harfiah bilingualisme merupakan penggunaan dua
bahasa atau dua kode bahasa. Bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa
oleh seorang penutur dalam pergaulanya dengan orang lain secara bergantian (Abdul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Chaer 2004:84). Pendapat Blomfield mengenai bilingualisme, yaitu kemampuan
seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa secara sama baiknya, menguasai dua
buah bahasa, berarti menguasai dua buah sistem kode (Blomfield dalam Abdul Chaer,
1933:87).
Pakar lain berpendapat bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan
bahasa secara bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang
penutur (Mackey dalam Abdul Chaer 2004:87). Pergantian dalam pemakaian bahasa
dilatarbelakangi dan ditentukan oleh situasi dan kondisi yang dihadapi oleh penutur
itu dalam tindak tutur (bdk.Sumarsono dalam Kunjana Rahardi, 2001:14).
Macnamara, seperti yang dikutip oleh Kunjana Rahardi (2001:14), mengatakan
bahwa batasan bilingualisme pemilikan penguasan (mastery) atas paling sedikit
bahasa pertama dan bahasa kedua.
F. Diglosia
Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu
masyarakat dimana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan
dan masing-masing memiliki peranan tertentu (Ferguson dalam Abdul Chaer,
2004:92). Menurut Ferguson dalam masyarakat diglosis terdapat dua variasi dari satu
bahasa : variasi pertama disebut dialek tinggi (disingkat dialek T atau ragam T), dan
yang kedua disebut dialek rendah (disingkat dialek R atau ragam R).
Menurut Fishman seperti yang dikutip oleh Kunjana Rahardi (2001:14),
melihat diglosia sebagai adanya perbedaan fungsi, mulai adanya perbedaan stilistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
dari sebuah bahasa sampai adanya perbedaan fungsi dari dua buah bahasa yang
berbeda yang terdapat antara dialek, register, atau fariasi bahasa secara fungsional.
Fasold, dalam (Abdul Chaer, 2004: 98) konsep diglosia dikembangkan
menjadi apa yang disebut broad diglosia (diglosia luas). Di dalam konsep broad
diglosia perbedaan itu tidak hanya antara dua bahasa atau dua ragam atau juga dua
dialek secara biner, melainkan bisa lebih dari dua bahasa atau dua dialek itu. Dengan
demikian termasuk juga keadaan masyarakat yang di dalamnya ada perbedaan tingkat
fungsi kebahasaan, sehingga muncul apa yang disebut oleh Fasold diglosia ganda
dalam bentuk yang disebut doubel overlapping diglosia adalah adanya situasi
pembedaan derajat dan fungsi bahasa secara berganda. Double-nested diglosia adalah
keadaan dalam masyarakat multi lingual, yang terdapat dua bahasa yang
diperbedakan yaitu, satu sebagai bahasa tinggi dan yang lain sebagai bahasa rendah.
Sedangkan linear polyglosia dimana dalam masyarakat multi lingual terdapat bahasa
yang mempunyai dua kedudukan.
G. Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah-kaidah bahasa, juga
harus memperhatikan siapa orang yang diajak bicara. Berbicara dengan orang tua
berbeda dengan berbicara pada anak atau yang seumur. Tingkat tutur merupakan
sistem ragam bahasa menurut hubungan antara pembicara, secara kasar dari bentuk
ngoko, madya dan krama (Harimurti Kridalaksana, 1993:223). Sry Satriya Tjatur
Sasangka (1997:1), menggunakan istilah unggah-ungguh bahasa untuk menyebut
istilah tingkat tutur bahasa yang digunakan oleh Harimurti Krida Laksana. Begitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
juga Aryo Bimo Setiyanto (2007:26), menyebut tingkat tutur bahasa Jawa dengan
istilah unggah-ungguhing basa.
Dalam Parama Sastra Bahasa Jawa tingkat tutur bahasa Jawa pada dasarnya
dibagi menjadi tiga, yaitu ngoko, madya, dan krama. Selain itu orang-orang
Istana/Kedhaton menggunakan bahasa Kedhaton atau sering disebut bahasa
bagongan, sehingga tingkat tutur bahasa Jawa dapat dibagi menjadi empat bagian,
yaitu ngoko, madya, krama, dan kedhaton. Ngoko dibagi menjadi dua, (1) ngoko
lugu, (2) ngoko andhap. Madya dibagi menjadi tiga, (1) madya ngoko, (2) madya
krama, dan (3) madyaantara. Krama dibagi menjadi lima, yaitu (1) mudha krama, (2)
krama antara, (3) wredha krama, (4) krama inggil, dan (5) krama desa. Bahasa
kedhaton tidak dibagi tetapi hanya disebut dengan bahasa bagongan (Aryo Bimo
Setiyanto, 2007:26).
Karti Basa dalam Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2007:12-13) disebut
bahwa tindak tutur bahasa Jawa dengan istilah undha-usuk bahasa Jawa terdiri dari
(1) ngoko,(2) madya, (3) krama, (4) krama inggil, (5) kedhaton, (6) krama desa, dan
(7) kasar. Tingkat tutur ngoko dibedakan menjadi dua, yaitu ngoko lugu dan ngoko
andhap. Ngoko andap dibedakan lagi menjadi dua, yaitu ngoko antyabasa dan
basaantya. Tingkat tutur madya dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) madya ngoko, (2)
madya antara, dan (3) madya krama. Tingkat tutur Krama Juga dibedakan lagi
menjadi tiga, yaitu (1) mudha krama, (2) krama antara, dan (3) wredha krama.
Poerbatjaraka dalam Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2007:17)
berpendapat bahwa tingka tutur bahasa Jawa pada prinsipnya hanya terdiri dari empat
macam, yaitu ngoko, krama, ngoko krama, dan krama ngoko. demikian juga halnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
dengan Hadiwijana, menbagi tingkat tutur Jawa menjadi basa baku, basa krama,
basa madya, dan bahasa hurmat. Sudaryanto juga membagi tingkat tutur menjadi
empat, yaitu, ngoko, krama alus, krama, dan krama alus.
Eko Wardono dalam Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2007:18)
mengelompokkan tingkat tutur bahasa Jawa menjadi dua yaitu ngoko dan krama. Jika
tingkat tutur ngoko ditambah krama inggil, tingkat tutur tersebut akan menjadi ngoko
alus. Jika tingkat tutur krama ditambah krama inggil, tingkat tutur tersebut akan
menjadi krama inggil, tingkat tutur tersebut hanya berupa ngoko lugu atau krama
lugu. Jadi ada kesamaan antara pendapat Sudaryanto dengan Eko Wardonono.
Berdasarkan uraian diatas tingkat tutur bahasa Jawa atau unggah ungguhing
basa yang dipakai dalam penelitian membagi tingkat tutur BJ menjadi tiga seperti
dalam buku parama sastra jawa oleh Antun Suhono (1953); (1) ragam Ngoko, (2)
ragam Madya, (3) ragam Krama. Ragam Ngoko dibagi menjadi 2 (dua), Ngoko Lugu
dan Ngoko Andap. Ragam madya dibagi menjadi 3 (tiga); Madya Ngoko, Madya
Krama, dan Madyantara. Sedangkan ragam Krama di bagi menjadi lima, Muda
Krama, Kramaantara, Wredakrama, Krama Inggil, dan Krama Desa.
1. Ragam Ngoko
Yang dimaksud dengan ragam ngoko adalah bentuk unggah-ungguh bahasa
Jawa yang berintikan leksikon ngoko, atau yang menjadi inti ragam ngoko adalah
leksikon ngoko bukan leksikon yang lain. Tingkat tutur ini merupakan tingkat tutur
yang menunjukkana kesopanan rendah. Dalam ragam ini ada dua bentuk varian, yaitu
ngoko lugu dan ngoko andap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
a) Ngoko Lugu adalah semua kata dalam tingkat ini bentuk ngoko dan netral
tanpa ada leksikon yang lain. Biasa ditandai dengan afiks [-e] (dak, ko, di),
dan kata aku (ku), kowe (mu) serta [-ake]. Ragam ini digunakan untuk; orang
tua kepada anak, untuk urang sedrajat, status sosial tinggi kepada status sosial
rendah.
b) Ngoko Andap adalah percampuran leksikon ngoko, netral dan krama tetapi
yang dominan adalah leksikon ngoko, leksikon krama (krama inggil atau
krama andap) yang muncul dalam ragam ini hanya digunakan untuk
penghormat mitra tutur (menyebut mitra tutur) . Digunakan untuk orang yang
sudah akrab.
2. Ragam Madya
Ragam ini merupkan tingkatan sedang, leksikon terdapat dalam tingkat tutur
ini adalah leksikon ngoko dan leksikon krama yang kadar kehalusanya relatif rendah.
Ragm ini dibagi menjadi 3 (tiga) seperti di bawah ini.
a) Madya Ngoko, leksikon yang muncul adalah leksikon madya dan ngoko.
Misalnya /aku/ menjadi /kula/, /kowe/ menjadi /dika/. Digunakan oleh orang
desa atau orang pegunungan.
b) Madya Krama, terdiri dari leksikon madya tercampur leksikon krama.
Misalnya /aku/ menjadi /kula/, /kowe/ menjadi /sampeyan/. Digunakan oleh
orang desa dengan orang desa lainya.
c) Madyantara, terdiri dari leksikon madya, leksikon krama, dan leksikon krama
inggil. Digunakan untuk orang istri (tingakt sosial rendah) kepada suwaminya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
3. Ragam Krama
Tingkat tutur krama merupakan ragam atau tingkat tutur bahasa Jawa yang
berintikan leksikon krama bulan leksikon yang lain. Afik yang sering muncul dalam
ragam ini adalah afik berbentuk krama. Ragam krama mencerminkan penuh rasa
sopan santun.
a) Muda Krama adalah semua kata dalam tingkat ini bentuk krama, meskipun
begitu yang menjadi leksikon inti adalah dalam ragam krama dan terdapat
krama inggil digunakan untuk lawan bicara. Ragam ini cocok untuk siapa
saja, misalnya orang muda kepada orang tua
b) Kramantara adalah merupakan bentuk ungah-unguh bahasa Jawa yang semua
kosakatanya merupakan kosakata krama tidak tercampur krama inggil.
c) Wreda Krama, sama seperti kramantara tetapi megandung afiks [di-] dan [-e]
d) Krama Inggil, tingkat tutur tingkatan paling tinggi. bentuk tingkat tutur yang
terdiri dari leksikon krama smua dan krama Inggil (misalnya, dipun-, -ipun,
dan –ake).
e) Krama Desa, ragam krama dan mendapat leksikon krama desa (bahsa desa).
Misalnya, /wani/ menjadi /wantun/, /kwali/ menjadi /kwangsul/, /belo/
menjadi /belet/ dan lain sejenisnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Bagan 1
Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Menurut Antun Suhono
H. Komponen Tutur / Speaking
Suatu komunikasi antara orang satu dengan orang lain yang bentuk
kebahasaannya berbeda, menurut Dell Hymes (1972) dalam Abdul Chaer (2004:48)
bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen sebagai unsur
berbahasa (component of speech) yang dihasilkan berdasarkan analisisnya dalam
suatu akronim bahasa Inggris dengan huruf [S], [P], [E], [A], [K], [I], [N], [G] yang
menyangkup antara lain (a) Setting and Scene, (b) Participants, (c) Ends, (d) Act
sequence, (e) Key, (f) Instrumentalities, (g) Norm of interpretation, (h) Genres.
Penjelasan komponen di atas antara lain sebagai berikut.
�
Madya Ngoko
Madya Krama
Madyantara
Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Ngoko Krama Madya
Ngoko Lugu
Ngoko Andap
Muda Krama
Kramantara
Wredakrama
Krama Inggil
Krama Desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
1. Setting and scene
Seting berkenaan denga waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene
mengacu pada latar psikolagis pembicaraan. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang
berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi yang berbeda. Dalam penelitian ini
mengambil tempat ta’lim PDS, di masjid atau mushola sekitar kecamatan Simo,
Boyolali.
2. Participants (Partisipan)
Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam petuturan, bisa pembicara
dengan pendengar, penyapa dengan pesapa, atau pengirim dengan penerima (pesan).
Dalam penelitian ini pihak-pihak yang terlibat adalah santri (murid) dengan santri,
santri orang lain atau masyarakat.
3. Ends (Tujuan)
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan petutur. Peristiwa tutur santri dalam
kegiatan ta’lim dengan masyarakat bermaksud untuk menyampaikan materi atau ilmu
agama dengan tujuan agar masyarakat mendapat pencerahan ilmu agama (Islam).
4. Act sequence (Urutan Tindak)
Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini
berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana pengunaanya, dan hubungan
antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Pembicaran pada situasi belajar
mengajar berbeda dengan situasi pada saat olah raga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
5. Key (Kunci)
Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan
disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong
dan lain sejenisnya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
6. Instrumentalities (Alat)
Instrumentalis, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan,
tertulis melalui surat atau SMS. Hal ini juga mengacu pada kode ujaran yang
digunakan, seperti bahasa, dialek, dan register. Dalam penelitian ini lebih dominan
adalah bahasa lisan yang dipakai dalam komunikasi sehari-hari dalam kegiatan
ta’lim.
7. Norm of interpretation (Norma Interprestasi)
Norm of interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi.
Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya.
Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
8. Genre (Jenis)
Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,
pepatah, doa, dan sejenisnya.
I. Pondok Pesantren Daruss Syahadah (PDS)
Pondok Pesantren adalah sebuah lembaga yang multi fungsi, dalam arti bahwa
disamping pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan sebagai pengajaran
agama Islam, sekaligus juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan umum, lembaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
sosial, politik dan lembaga kebudayaan. Sebagai lembaga keagamaan, lembaga
Ponpes merupakan pusat pendidikan, pembinaan, pengkajian, pengembangan ajaran-
ajaran agama Islam, dan sebagai tempat untuk mencetak atau menggodok kader-kader
ulama Islam. Sejarah juga membuktikan peranan pesantren dalam menentang
penetrasi dan dominasi kolonial dibidang politik, sosial, budaya, ekonomi, dan agama
(Ahmad Yunus, 1995).
Selain Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, Ponpes dewasa ini juga
sekaligus berfungsi sebagai lembaga pendidikan umum. Modernisasi menurut
ketrampilan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan itu,
maka para santri tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mendalami ilmu-ilmu
agama saja, melainkan juga dituntut untuk ketrampilan dan penguasaan IPTEK. Oleh
sebab itu, dewasa ini banyak pondok pesantren yang sekaligus juga menyelengarakan
pendidikan umum dan tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sisi lain dari
sebuah lembaga pesantren adalah sebagai wadah interaksi dan komunikasi orang-
orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.
Ponpes Darusy Syahadah merupakan salah satu Ponpes di wilayah Boyolali,
ponpes tersebut didirikan oleh yayasan Yasmin Surakarta pada tahun 1994. Ponpes
Darusy Syahadah terdiri dari dua wilayah, yaitu Ponpes Darusy Syahadah Putra yang
berlokasi di Dukuh Gunungmadu, Kelurahan Kedunglengkong, Kecamatan Simo,
Kabupaten Boyolali, Jawa Tenggah. Ponpes Darusy Syahadah Putri yang berlokasi di
Dukuh Kauman, Kelurahan Blagung, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali. Akan
tetapi dewasa ini PDS putri akan di pindah dikarenakan kapasitas pondok yang dirasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
sempit disebabkan semakin banyak santri putri yang menuntut pendidikan di PDS,
sehinga lokasi PDS putri di tempatkan pada lokasi baru.
Visi PDS adalah Terwujudnya insani yang memiliki keseimbangan spiritual,
intelektual, dan moral menuju generasi ulul albab yang berkomitmen tinggi terhadap
kemaslahatan umat dengan berlandaskan pengabdian kepada Allah. PDS memiliki
misi ialah Menyelenggarakan proses pendidikan Islam yang berorientasi pada
kualitas untuk mewujudkan kader umat yang menjadi rahmatan lil’alamin. Mendidik
dan menyiapkan kader ‘alim mu’ttaqi yang siap berperan aktif dalam amal
iqomatuddin.
Sedangkan Tujuan PDS yaitu membentuk manusia yang beriman, bertaqwa,
berilmu, berakhlak mulia, dan mampu mengaktualisasikan dalam kehidupan
masyarakat berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman
Salafusshaleh. Juga untuk mencetak generasi robbani (yang selalu mencari keridhoan
Allah) dan ulama’ ’amilin fisabillillah (seorang ulama’ yang siap berkhitmat di jalan
Allah).
Unit yang dibuka MDI (Madrasah Diniyah Islamiyah), TKS (Takhasshush)
dan KMI (Kuliyyatul Mu’allimin), untuk putra / KMA (Kuliyyatul Mu’allimat) untuk
putri dan TID, Takhasshush I’dad Du’at (untuk putra), Takhasshush I’dadaud Da’iyat
yaitu untuk pasca SLTA santri putri.
MDI (Madrasah Diniyah Islamiyah) syaratnya santri tidak tinggal di komplek
pesantren, mendidik putra putri yang ada di wilayah sekitar pesantren, usia SD / MI,
SMP / MTs dan yang sederajatnya. Waktu belajar sore hari mulai pukul 14.30-17.00.
unit ini dibagi menjadi 3 jenjang : unit madrasah diniyah awwaliyah (MDA), wustho
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
(MDW), dan ulya (MDU) lama pendidikan 3 (tiga) tahun, dengan target sebagai
berikut :
1. Memiliki rasa cinta terhadap Al-Qur’an dan As Sunnah
2. Disiplin Ibadah
3. Berakhlak karimah
4. Memiliki dasar-dasar ulumuddin
5. Memiliki dasar-dasar bahasa arab
TKS dan KMI (Putra) / KMA (putri) atau setara dengan SMA, Santri wajib
tinggal di komplek pesantren, mendidik lulusan SLTP / MTs dan yang sederajadnya
dengan lama pendidikan 4 (empat) tahun, 1 (satu) tahun TKS dan 3 (tiga) tahun KMI
/ KMA. Unit TKS merupakan jenjang persiapan sebelum memasuki jenjang KMI /
KMA dengan target pendidikan sebagai berikut :
1. Mampu memahami Islam secara lebih mendalam
2. Menguasai ilmu alat dalam Fiqih dan lughah
3. Berakidah salimah dan berakhlak karimah
4. Disiplin ibadah dan berjuang
5. Siap terjun (pakai) dalam Masyarakat
6. Terampil dan sensitive terhadap perkembangan zaman
7. Dapat melanjutkan study di pesantren-pesantren tinggi (ma’had ‘aly)
baik di dalam maupun luar negri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
TID (Takhasshush I’dad Du’at) untuk pasca SLTA santri putra, sedangkan
(Takhosshuas I’dadaud Da’iyat), yaitu untuk pasca SLTA santri putri atau setara
dengan D2 (Diploma Dua). Santri wajib tinggal di komplek pesantren mendidik
tamatan SLTA keatas lama pendidikan 2 tahun, unit ini dibuka khusus bagi para dai /
calon da’i dakwah dan para mu’allim / calon mu’allim yang menuntut peningkatan
kualitas ilmiah dalam jenjang pendidikan yang tidak terlalu lama, karena di dalamnya
mempelajari ilmu’ilmu dinniyyah saja denga target pendidikan sebagai berikut :
1. Santri menguasai bahasa arb dan secara lisan dan tulisan.
2. Santri mampu memahami kitab-kitab al UMM (induk).
3. Santri mampu memahami ilmu-ilmu alat seperti : ‘ulumul Qur’an,
ilmu Hadits, Ushul Fiqh, dan lain sebagainya.
4. Santri mampu memahami fiqh Da’wah dan didaktik methodic.
5. Alumnus TID siap terjun di tenggah-tenggah umat sebagai Du’aat
illallah.
Guna mewujudkan tujun tersebut PDS juga mempunyai program-program,
dari program yang diadakan adalah sebagai berikut :
a) Program ekstrakurikuler
1. Muhadhoroh pidato 3 bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia).
2. Muhawaroh percakapan bahasa Arab dan bahasa Inggris.
3. Sapala atau Santri pecinta alam (kepanduan).
4. Lifeskill computer, kalligrafi, dan karya tulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
b) Program Khusus (khususu di kelas-kelas akhir)
1. Karya ilmiah paper (bahasa Arab dan bahasa Indonesia).
2. Workshop dan amaliyah tadris (ilmu didiktik dan praktik mengajar).
3. Fathul kutub (praktek takhrij hadits).
4. Diklat Iqro, tsaqifa & TPA (training belajar mengajar bahasa Al
Qua’an bagi pemula).
5. Tajhizul janaiz (diklat penyelenggaraan jenazah).
6. Manasik haji (diklat manasik haji).
7. Tibbun nabawi (diklat ruqyah dan bekam).
8. Tazwidud du’at (pembekalan calon da’i).
c) Kegiatan Harian
Kegiatan pokok yang menjadi rutinitas para santri setiap harinya adalah
belajar di kelas. Semua ini dimaksudkan untuk membekali para santri dengan ilmu
agama yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Kegiatan belajar mengajar dimulai
pada jam tujuh pagi. Sepuluh menit sebelum jam tujuh diadakan apel pagi guna
mengontrol kesiapan santri dalam mengikuti mengikuti kegiatan belajar.
Untuk materi pelajaran yang diajarkan di dalam kelas (sesuai kurikulum)
terdiri atas ilmu-ilmu agama aplikatif (aqidah, fiqih, tahfiz, tahsin, bahasa Arab, dan
lain sebagainya) ataupun ilmu-ilmu alat untuk memahami ilmu agama (nahwu,
shorof, ilmu hadits, ilmu qur’an, dan lain sebagainya). Sedangkan pelajaran yang
lainya disesuaikan dengan kebutuhan seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia,
sosiologi kemasyarakatan, dan tata Negara Islam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Guna mempermudah dan merealisasikan tujuan yang ada, semua materi
diasuh oleh pengajar yang sangat berkompeten dan menguasai materi dengan sangat
baik. Diantara tenaga pengajarnya adalah lulusan pondok tahfidzul qur’an (pengampu
materi tahfidz dan tahsin). Untuk materi bahasa Arab oleh lulusan LIPIA Jakarta, dan
pengajar dari Sudan (native speaker), sehingga diharapkan kualitas berbahasa santri
di pondok dapat maksimal. Untuk hari libur sekolah pesantren mengambil hari jum’at
sebagi hari libur pengganti hari minggu, sehingga hari minggu tidak termasuk hari
libur.
Selain kegiatan rutin belajar mengajar setiap harinya, untuk mendukung
pembentukan karakter dan belajar yang lebih maksimal, maka dibentuklah halaqoh
(study club). Masing-masing kelompok halaqoh selain ditangani oleh kakak kelas
yang notaben telah lama di pondok, juga dibimbing langsung oleh asatidzah yang
ada.
Selain jenis kegiatan tersebut di atas, juga memaksimalkan dalam masalah
ta’abbudiyah (peribadatan). Oleh karena itu lima belas menit sebelum adzan seluruh
santri sudah harus siap di masjid guna melaksanakan sholat berjama’ah. Selain itu
mereka dapat mengisinya dengan jenis ibadah yang lainya seperti dzikir maupun
membaca dan menghafal Al-Quran.
Itu semua dimaksudkan untuk memberikan rasa selalu diawasi dan selalu
diawasi dan selalu terhubung dengan Allah. Selain itu setelah sholat ashar dibacakan
satu atau dua hadits nabi, dengan tujuan agar para santri selalu mendengar sabda
Rossul. Untuk mengontrol kegiatan setiap hari juga diadakan apel malam pukul
setenggah sepuluh malam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Adapun aktifitas keseharian sesuai jadwal sebagai berikut:
1. 03.00-04.00 bangun/sholat malam/persiapan
2. 04.00-04.45 sholat shubuh berjama’ah
3. 04.45-05.15 membaca Al Qur’an
4. 05.15-06.00 kerja pagi/mandi/olah raga
5. 06.00-07.00 makan pagi persiapan sekolah
6. 07.00-11.30 masuk sekolah
7. 11.30-12.25 shalat dhuhur berjama’ah
8. 12.25-13.15 masuk sekolah siang
9. 13.15-14.00 makan siang
10. 14.00-14.45 istirahat/tidur siang
11. 14.45-15.25 shalat ashar berjama’ah
12. 15.25-15.50 persiapan masuk sekolah
13. 15.50-17.15 masuk sekolah sore
14. 17.15-17.30 mandi/istirahat /refresing
d) Kegiatan Pekanan
Selain kegiatan yang menjadi rutinitas harian, juga ada jenis kegiatan yang
dilaksanakan setiap pekan. Diantara kegiatan tersebut adalah:
Muhawaroh jama’i (praktek berbahasa secara bersama sama) dilakukan dua
kali dalam sepekan, yaitu pada hari senin dan kamis. Untuk hari senin muhawaroh
dengan bahasa Iggris, sedang hari kamis muhawaroh dengan bahasa Arab. Untuk
program ini diampu oleh lembaga pengembangan bahasa (qismu lughoh al markazi).
Selain didukung tenaga pengajar dari Sudan (native speaker) untuk bahasa Arab, dan
bahasa Inggris diampu oleh pengajar dan pembimbing yang telah lama belajar
sekaligus mengajar disebuah lembaga pendidikan bahasa Inggris di Pare, Jawa Timur.
Pada hari selasa dan jum’at sore, santri kelas akhir dan kelas satu KMI, diberi
kesempatan untuk mengajar di masjid-masjid yang ada di wilayah sekitar pesantren.
Dari tahun ketahun jumlah masjid yang mengajukan tenaga pengajar selalu
meningkat. Pada tahun ajaran ini jumlah masjid dan musholla yang menjalin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
kerjasama dengan pesantren untuk mengadakan ta’lim (pembelajaran Islam untuk
masyarakat) ada sekitar 43 masjid dan musholla.
Peserta ta’lim meliputi semua golongan umur dan gender, serta dengan latar
belakang pengatahuan yang berbeda beda. Mulai dari anak-anak (TPA), remaja,
dewasa, bapak-bapak, dan ibu-ibu. Kegiatan ini diemban dan dibawah tangung Jawab
organisasi santri bagian dakwah.
Untuk membiasakan parasantri dalam berinteraksi dengan buku-buku utama
(kitab-kitab induk / ummahatul kutub), setiap hari senin sore diadakan kegiatan yang
diampu oleh bagian maktabah dengan ragam dan jenis kegiatan yang berbeda-beda.
Diantaranya nahtsul masail di haditssah (pembahasan permasalahan kontemporer),
berbeda buku, al munaqosah al ilmiyah (dialog ilmiyah) dan lain sebagainya.
Selain kegiatan tersebut guna meningkatkan dan melatih kemampuan santri
dalam berorasi dan menyampaikan materi, diadakan kegiatan muhadhoroh (pidato)
dengan bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia. Dengan jenis pidato umum khutbah
jum’at, khutbah Idul Fitri an lain sebagainya. Kegiatan ini di bawah tanggung jawab
bagian ta’mir (pemakmuran masjid) dan bekerja sama dengan pengurus IST (OSIS)
lainya.
e) Kegiatan Bulanan
Diantara jenis kegiatan bulanan adalah munaqosyah ’ammah
(pertemuan terbuka) antara pengurus dengan santri ataupun antar sesama santri
(pengurus IST dengan adik kelas). Hal ini dimaksudkan untuk mendengarkan aspirasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada secara terbuka. Selain itu,
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmiah yang diajukan oleh santri. Pengurus
ponpes juga memperbolehkan santri keluar komplek untuk memenuhi kebutuhan
yang dibutuhkan, pada salah satu hari libur (jum’at) dengan ketentuan dan aturan
yang telah disepakati sebelumnya.
f) Kegiatan Tahunan
Diantara kegiatan yang menjadi agenda dalam setiap tahunya adalah
pergantian dan pengangkatan pengurus IST baru, yang mana semua santri yang
duduk di kelas dua KMI diberi kepercayaan untuk memimpin dan menjalankan
sebuah organisasi yang besar. Karena organisasi IST menjadi ujung tombak dari
semua kegiatan harian yang telah dicanangkan oleh pesantren. Dengan pengalaman
ini diharapkan semua santri mampu untuk bekerja sama dalam sebuah organisasi.
Diharapkan dari organisasi tersebut kedepanya ketika telah membaur dengan
masyarakat dapat berperan aktif dalam kegiatan bermasyarakat.
Out bond juga merupakan agenda akhir tahun bersama dengan jenis dan
fariasi kegiatan yang bermacam-macam, diantaranya adalah mendaki gunung, long
mach, mukhoyyamah (perkemahan) dan lain sebagainya. Kegiatan ini setiap akhir
tahun setelah ujian sebelum ujian kenaikan kelas, diantara rekor yang pernah
dilakukan adalah long mach dari pantai selatan Yogyakarta sampai PDS dengan jarak
kurang lebih 150 (seratus limapuluh) kilo meter, dan long mach ini telah dilakukan
sebanyak dua kali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Selain itu juga pernah mendaki gunung merbabu yang ada di sisi bagian barat
Boyolali dilanjutkan dengan long mach ke pesantren, dengan jarak kurang lebih 65
(enam puluh lima) kilo meter. Untuk mengimbangi dan meningkatkan kemampuan
ilmiah santri, setiap tahun diadakan al muthorodah al lughowiyah (perlombaan
bahasa) maupun karya ilmiah. Selain internal sesama santri yang ada di PDS juga
pernah diadakan dengan ponpes lainya.
g) Kegiatan Insidental
Diantara kegiatan insidental yang menjadi agenda pesantren adalah
studi banding ke pesantren-pesantren yang ada di Jawa, kegiatan tersebut
dimaksudkan agar kualitas meningkat dan daya tawar tersendiri untuk pesantren.
Selain itu juga diadakan persahabatan beladiri dengan pesantren yang
memungkinkan, bahkan dewasa ini PDS mengagendakan persahabatan beladiri antar
pesantren dan perguruan yang ada di pulau Jawa. Hal tersebut guna menjalin
kerjasama dengan lembaga lain sesama muslim dan untuk mensosialisasikan PDS
pada khalayak.
Selain kegiatan yang menjadi rutinitas harian, pekanan, bulanan, maupun
tahunan tersebut santri PDS juga membuat organisasi SAPALA ( Santri Pecinta
Alam), sejenis pramuka atau kepanduan. Kegiatan tersebut juga termasuk kegiatan
ekstrakulikuler. Kegiatan ini ditawarkan pada kelas 1 (satu) KMI dan 2 (dua) KMI,
agar para anggota SAPALA mempunyai kelebihan dari segi fisik yang kuat, ahlak
dan pengetahuan yang unggul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Dari kesemua program pesantren diatas, salah satu program rutin yang
dijalankan oleh PDS adalah kegiatan Ta’lim, seperti diungkap di atas. kegiatan Ta’lim
merupakan pengapdian santri terhadap masyarakat sekitar. Sehingga kegiatan tersebut
merupakan obyek penting dari penelitian ini, karena kegiatan tersebut dilakukan di
tenggah masyarakat, sehingga diharapkan banyak pengunaan bahasa yang menjadi
data untuk penelitian ini. Adapun pengertian ta’lim secara bahasa adalah belajar,
sedangkan pengertian menurut PDS merupakan kegiatan yang diselengarakan oleh
santri PDS yang bertujuan untuk latihan berdakwah dan menyampaikan materi Islam
yang diperoleh dari ponpes untuk masyarakar sekitar PDS, sehingga berguna bagi
masyarakat.
Waktu penyelengaraan ta’lim dimulai setelah sholat magrib, sekitar pukul
06.00 (enam petang) sampai pulul 07:00 (tuju malam) atau sebelum sholat isya’ pada
hari selasa dan jum’at. Khusus minggu pertama ta’lim hari jum’at diajukan hari
kamis. Karena hari jum’at pada minggu pertama digunakan oleh santri putri untuk
kegiatan keluar pondok. Sebelum ta’lim dimulai, santri mengajar TPA (Taman
Pembelajaran Al-Qur’an) untuk anak-anak yang dimulai sekitar pukul 04:00 (empat
sore) sampai sebelum magrib, sekitar pukul 05:45.
Lingkup wilayah kegiatan ta’lim hampir seluruh kecamatan Simo, yang
tersebar di masjid-masjid dan mushola. Menurut PDS terdapat 43 tempat (masjid dan
mushola), tetapi santri yang berani menggunakan bahasa Jawa hanya beberapa santri.
Karena sebagian besar santri berasal dari luar pulau Jawa (pengguna bahasa Jawa)
sehingga santri yang menggunakan bahasa Jawa dalam kegiatan ta’lim sangat sedikit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
J. KERANGKA PIKIR
Bagan 2
Kerangka Pikir Penelitian
�
Faktor penentu yang menonjol peristiwa
alih kode, campur kode, interferensi,
ragam bahasa Jawa.
Pilihan kode (Bahasa)
Jawa, Indonesia, Arab,
Inggis, dan ragam bahasa
Jawa.
Wujud
alih kode, campur
kode, interferensi,
dan ragam bahsa
Jawa
Faktor yang melatar
belakangi pemakaian
bahasa Jawa
Fungsi pemakaian
bahasa Jawa
�
Kegiatan interaksi, komunikasi oleh santri
Kegiatan Ta’lim
Masyarakat Santri Peristiwa komunikasi lisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Secara sederharna kerangka berfikir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pesantren DS merupakan bentuk komunitas pemakai bahasa (dalam hal ini
adalah santri) yang masih menjadi siswa di PDS sebagian besar mempunyai
penguasaan lebih dari dua bahasa, sehingga PDS merupakan salah satu
bentuk masyarakat multi lingual.
2. Kegiatan Ta’lim merupakan kegiatan formal dari PDS dan rutin.
3. Dalam kegiatan Tak’lim terjadi peristiwa komunikasi lisan formal, non formal
yang dilakukan oleh santri PDS dan masyarakat.
4. Santri PDS merupakan merupakan komunitas yang sebagian besar memiliki
kemampuan memakai dan menguasai lebih dari dua bahasa (multy lingual).
5. Dalam melakukan kegiatan Ta’lim santri dan masyarakat memanfaatkan
pilihan kode atau bahasa agar komunikasi yang dilakukan bisa bermanfaat
untuk kepentingan bersama.
6. Wujud alih kode, campur kode, interferensi, tingkat tutur dipengaruhi oleh
pengetahuan yang dikuasai oleh santri dan masyarakat ketika mereka
berkomunikasi. Ketika penutur berada dalam konteks domain situasi yang
bersesuaian dengan tuntutan makna dan konteks.
7. Untuk mengetahui makna dan konteks dalam peristiwa alih kode, campur
kode, interverensi, dan tingkat tutur perlu ditemukan juga faktor yang
menonjol yang memperngaruhi peristiwa tersebut, termasuk juga komponen
tutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Secara umum metode kualitatif merupakan metode pengkajian atau metode
penelitian terhadap suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan
prosedur-prosedur statistik (Edi Subroto, 1992:5). Jenis Penelitian ini deskriptif
kualitatif yaitu mendeskripsikan pengunaan bhasa Jawa leh Santri PDS yang berupa
kata dan tidak mengunakan statistik.
B. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan keadaan situasi kebahasaan maka lokasi penelitian di lingkup
masyarakat atau di tempat ta’lim (di masjid atau lingkup masyarakat sekitar
kecamatan Simo, kabupaten Boyolali, Jawa Tenggah). Lokasi tersebut dipilih sebagai
lokasi penelitian karena, lokasi tersebut merupakan tempat dimana santri dapat
berkomunikasi dengan masyarakat secara leluasa, sehingga dimungkinkan banyak
terjadi penggunaan bahasa lebih dari satu terutama bahasa Jawa yang menjadi data
kebahasaan yang lebih diutamakan dalam penelitian ini.
C. Data
Data dalam penelitian ini berupa data lisan, data lisan merupakan data
kebahasaan yang hidup dalam masyarakat pemakai bahasa yang akan diteliti. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
penelitian ini data lisan berupa bahasa dari semua aktivitas kebahasaan yang
digunakan oleh santri PDS dalam kegiatan ta’lim serta meneliti bahasa yang
mengandung alih kode, campur kode, interferensi, dan ragam bahasa Jawa. Data ini
berupa fenomena kebahasaan dengan segala aspeknya dari penutur pengguna bahasa
yang akan diteliti secara wajar dan alami, maksudnya tanpa dibuat-buat.
D. Sumber Data
Sumber data lisan berasal dari informan yang terpilih sebagai Pengguna
bahasa dalam komunikasi di Ponpes DS. Adapun kriteria informan: (1) Santri Ponpes
DS yang masih tinggal di Ponpes tersebut, (2) penutur bahasa Jawa, (3) memiliki alat
ucap yang baik, (4) memiliki waktu yang cukup untuk diteliti, dan (5) bersedia
memberikan informasi kebahasaan secara jujur.
Informasi yang tepat maka akan diperoleh data: (1) alamiah, maksudnya
bahasa yang dipakai tidak direkayasa / diciptakan secara mendadak tetapi sudah ada
dalam kehidupan masyarakat, (2) lisan, kehadiranya yaitu unsur yang dihadirkan
berupa bunyi, (3) normal, maksudnya bahasa tersebut kehadiranya secara normal baik
dalam pemakaian maupun kejiwaan pemakaianya sehingga sempurna kemaknaanya,
dan (4) wajar, maksudnya situasi pemakaian dipakai wajar oleh penuturnya.
E. Populasi
Populasi adalah seluruh objek penelitian. Populasi pada umumnya ialah
keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa (Subroto, 1992:32). Populasi
dalam penelitian ini adalah keseluruhan pemakai bahasa para santri Ponpres Darussy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Syahadah yang digunakan untuk berkomunikasi dengan masyrakat. Terutama pada
sa’at kegiaatan ta’lim yang memungkinkan untuk saling berkomunikasi antara Santri
Pondok Pesantren Darusy Syahadah dengan masyarakat sekitar. Sehingga populasi
tersebut merupakan Santri KMI (Kuliyyatul Mu’allimin) dan TID (Takhasshush I’dad
Du’at) yang masih aktif menuntut ilmu di PDS. �
F. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek
penelitian langsung, yang mewakili atau dianggap mewakili populasi secara
keseluruhan (Subroto, 1992:32). Teknik pengambilan sampel sesuai dengan masalah
dan tujuan penelitian. Teknik purposive sampling, yaitu pengambilan secara selektif
dan benar-benar memenuhi kepentingan dan tujuan penelitian berdasarkan data yang
ada (D. Edi Subroto, 1985:28). Teknik tersebut mampu menangkapan kelengkapan
dan keadaan di dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal (Sutopo, 2002:36).
Peneliti mengambil sampel pemakaian bahasa (Jawa) oleh santri yang mengandung
alih kode, campur kode, interferensi, dan ragam bahasa Jawa pada kegiatan ta’lim
(hari selasa dan jum’at) di masjid dan musola sekitar PDS, pada tanggal 20 Maret
2009, 27 Maret 2009, 31 Maret 2009, dan 3 April 2009.
G. Alat Penelitian
Alat penelitian ada dua macam, yaitu alat utama dan alat bantu. Alat utama
yaitu peneliti sendiri, Peneliti dalam penelitian kualitatif dengan bantuan orang lain
merupakan alat pengumpul data utama. (Fatimah Djajasudarma, 1993:11). Alat bantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
berupa alat rekam (MP3, atau walkman), alat tulis (kertas, pena, pensil, seperangkat
komputer), dan alat-alat yang lain yang mendukung penelitian.
H. Metode dan Teknik penyediaan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dengan mengunakan metode simak ,
dengan menyimak penggunaan bahasa santri Ponpes DS. Disebut metode simak
karena pengumpulan data dengan menyimak pengunaan bahasa. Teknik dasar dengan
mengunakan teknik sadap, yaitu mendapat data dengan cara menyadap (Sudaryanto,
1993: 133). Penyadapan terhadap bahasa yang digunakan santri pada kegiatan ta’lim.
Teknik lanjutan: (1) Teknik Simak Libat Cakap, Peneliti terlibat langsung
dalam pengambilan data, maksudnya peneliti terlibat dengan mitra tutur. (2) Teknik
Bebas Libat Cakap, maksudnya pengambilan data tanpa mengikut sertakan penelitian
untuk terlibat lagsung dalam percakapan. Peneliti hanya sebagai pengamat yang
berada di luar pembicaraan. (3) Teknik Rekam, teknik ini bisa secara terbuka yaitu
perekaman diketahui oleh pihak perekam dan secara tertup yaitu perekaman yang
tidak diketahui oleh pihak informan untuk mendapat data secara wajar. (4) Teknik
catat, Selain perekaman dilakukan pencatatan data yang diperkirakan perlu perhatian
atau keterangan khusus, seperti waktu dan tempat terjadinya tindak tutur, identitas
penutur, situasi, tutur, dan tujuan tutur. (5) Dari hasil rekam kemudian data
ditranskrip kedalam bentuk tulisan.
Adapun langkah-langkah kongkret untuk pengumpulan data adalah sebagai
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
1) Peneliti menyimak dan merekam semua data lian yang muncul dari sampel
yang sudah ditentukan dengan baik peneliti terlibat dalam komunikasi (saat
keadaan santai) atau peneliti tidak terlibat lagsung dalam percakapan. Untuk
teknik simak libat cakap diambil saat situasi santai, sedangkan untuk teknik
bebas libat cakap diambil dalam kegiatan ta’lim, dimana peneliti tidak terlibat
langsung dalam kommunikasi.
2) Peneliti mencatat sesuatu yang penting untuk melengkapi data, misalnya
waktu, tempat, dan suasana.
3) Data hasil rekam ditranskrip ke dalam bentuk tulisan, kemudian dipisah-
pisahkan dan diberi nomor data.
4) Data yang sudah diberi nomor kemudian dibedakan antara bahasa Jawa,
bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa Asing (jika ada) dengan cara
member garis bawah (underline), miring (italic), dan yang lain. Hal ini guna
membedakan antara bahasa satu dengan bahasa yang lain.
5) Mengklasifikasi data yang merupakan wujud alih kode, campur kode, dan
interferensi.
6) Menganalisis data sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan yaitu
bentuk, faktor, fungsi dari alih kode, campur kode, dan interferensi.
7) Jika data menunjukkan kesamaan dalam hal wujud baik itu alih kode, campur
kode maupun interferensi, maka data tersebut direduksi sesuai kebutuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
I. Metode dan Teknik Analisis Data
Penelitian ini mengunakan metode distribusional dan metode padan untuk
menganalisis data. Metode distribusional untuk perumusan masalah pertama, untuk
perumusan masalah kedua dan ketiga mengunakan metode padan.
1. Metode Distribusional
Metode distribusional yaitu metode yang menganalisis satuan lingual tertentu
berdasarkan perilaku atau tingkah laku kebahasaan, satuan itu dalam hubunganya
dengan satuan lain. Metode distribusional digunakan untuk menganalisis bentuk serta
ragam bahasa Jawa yang digunakan dalam PDS. Metode distribusional terurat atas
beberapa teknik; 1) teknik urai unsur terkecil, 2) teknik urai unsur langsung, 3) teknik
oposisi pasangan minimal dan teknik oposisi dua-dua, 4) teknik pengantian atau
subtitusi, 5) teknik perluasan atau exspansi, 6) teknik pelepasan atau delisi, 7) teknik
penyisipan atau interupsi, 8) teknik pembalikan urutan atau permutasi, dan 9) teknik
parafrasis (D.Edi Subroto, 1992:65-82).
Dalam penelitian ini teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik urai unsur
langsung (immediate constituentu analysis) untuk mengurai suatu konstruksi
morfologi atau sintaksis tertentu kedalam unsur-unsur langsung berdasarkan intuisi
yang didukung oleh penanda lahir (intonasi) sehingga dapat menentukan unsur
langsung suatu konstruksi, teknik tersebut untuk menentukan wujud alih kode dan
tingkat tutur bahasa Jawa dalam data yang ada. Kemudian teknik lanjutan dengan
teknik parafrasis (ubah wujud).
Untuk menentukan campur kode dan interferensi dengan mengunakan teknik
urai unsur terkecil (ultimate constituen analysis) maksudnya adalah mengurai suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
satuan lingual tertentu atas unsur-unsur terkecil. Unsur terkecil tersebut merupakan
‘morfem’ atau yang mempunyai makna. Kemudian dianalisis dengan lanjutan yaitu
teknik pengantian atau subtitusi, terwujud dalam dalam kemungkinannya
menggantikan satuan lingual atau unsur tertentu dari konstruksi morfologis atau
fraseologis tertentu oleh satuan lingual lain, Satuan lingual atau unsur yang saling
mengantikan, itu termasuk dalam kelas struktural yang sama. Fungsi teknik ganti ini
untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau katagori unsur terganti dengan unsur
penganti, khususnya bila tataran penganti sama dengan tataran terganti.
Penerapan analisis di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Mboten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. Contoh-contoh
perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah tidak akan mengampuni kecuali
dengan taubat. (75)
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini. Contoh-contoh perbuatan
dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni kecuali
dengan taubat.’
Dari data kalimat di atas di analisi dengan teknik dasar urai unsur langsung
menjadi dua unsur langsung (untuk membedakan pemakaian bahasa Jawa dengan
bahasa lain) terlihat sebagai berikut ini.
1a) Mboten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki.
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini.’
1b) Contoh-contoh perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah tidak akan
mengampuni kecuali dengan taubat.
Dari tuturan tersebut terjadi alih kode dari bahasa Jawa (1a) ke bahasa
Indonesia (1b) data tersebut merupakan wujud dari alih kode. Alih kode tersebut
merupakan alih kode kedalam (internal), karena dari bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia yang merupakan bahasa serumpun (austonesia).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
1c) Mboten sah dipun terangngake mawon empun jelas nggih buk niki.
Tuladha-tuladha tumindak dosa-dosa ageng ingkang Pundi Allah niku
mboten badhe ngapurani kajaba ngange tobat.
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini. Contoh-contoh
perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan
mengampuni kecuali dengan taubat.’
1d) Ora sah diterangke wae uwis jelas ya buk iki. Tuladha-tuladha
tumindak dosa-dosa gedhe ling endi Allah kuwi ora arep ngampuni
kajaba ngawa tobat.
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini. Contoh-contoh
perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan
mengampuni kecuali dengan taubat.’
Hasil analisis pada data (1c) dan (1d) dengan teknik ubah wujud dari bahasa
Indonesia menjadi bahasa Jawa ragam krama (1c) dan ragam ngoko (1d) ternyata
dapat diganti. Akan tetapi untuk untuk diubah menjadi ragam ngoko tidak sesuai
dengan kaidah tingkat tutur bahasa Jawa, karena mitra tutur atau peserta tutur
merupakan orang yang harus dihormati (orang Tua) dengan mengunakan bahasa Jawa
krama. �
Untuk menentukan campur kode dan interferensi dengan mengunakan teknik
urai unsur terkecil (ultimate constituen analysis), adapun teknik tersebut dapat dilihat
sebagai berikut :
2) Dados nek dicuri niku ukurane napa namine seper empat dinar, […] (59)
‘Jadi kalau (yang) dicuri itu ukuranya apa namanya satuper empat dinar […]’
Data tersebut merupakan data campur kode. Jika data tersebut diurai menurut
unsur terkecil, maka akan seperti berikut, di bawah ini.
2a) “Dados nek”
‘Jadi kalau’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
2b) “dicuri”
2c) “niku ukurane napa namine”
‘itu ukuranya apa namanya’
2d) “seper empat”
Untuk menunjukkan campu kode atau interferensi bisa langsung menunjuk
unsure terkecil yang mengandung campur kode atau interferensi tanpa harus
mengurai unsur langsung menjadi beberapa bagian kecil.
Dari kalimat tersebut terjadi peristiwa campur kode dari bahasa Indonesia
dalam bahasa Jawa. Peristiwa campur kode terlihat pada uraian unsur terkecil
“dicuri” dan “seper empat”.
Kemudian teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, menjadi
sebagai berikut ini.
2e) Dados nek dicolong niku ukurane napa namine seprapat dinar.
‘Jadi kalau (yang) dicuri itu ukuranya apa namanya satuper empat
dinar.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia tidak perlu terjadi,
karena dapat mengunakan bahasa Jawa secara makna sama dengan makna dari
campur kode yang digunakan penutur. Hal tersebut dengan mengunakan kata
“dicolong” atau “dimaling” untuk menganti kata “dicuri”, sedangkan “seprapat”
penganti dari “seper empat” (bahasa Indonesia).
Sedangkan untuk wujud interferensi, analisis data dengan mengunakan teknik
urai unsur terkecil menjadi sebagai berikut ini.
3) Lha saking nikilah, nikilah Islam, nikilah agamane Allah ingkang sangat indah
nek kita sedhaya ngelaksanaaken kebaikan lan kesemuanya punika dipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
kalikan, ananging yen kita melakukan kejelekan niku boten dikalikan. Niku
agama Islam. (160)
‘Lha dari inilah, inilah Islam, inilah agamanya Allah yang sangat indah kalau
kita semua melaksanakan kebaikan dan kesemuanya itu dikalikan, tetapi kalau
kita melakukan kejelekan itu tidak dikalikan. Itu agama Islam.’.
Unsur terkecil yang merupakan Interferensi terdapat pada data di atas
berupa akhiran atau morfem /lah/ yang terdapat pada kata “nikilah” ‘inilah’,
karena kata tersebut dari kata dasar dari bahasa Jawa “niki” ‘ini’ yang mendapat
akhiran /lah/ dari bahasa Indonesia. Hal tersebut merupakan interferensi jenis
morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi penyerapan afiks
bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah
dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat.
Kemudian teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, menjadi
sebagai berikut ini.
3a) Lha saking punika, niki Islam, niki agamane Allah ingkang sae sanget
nek kita sedhaya ngelaksanaaken kabecikan lan sedhanten punika
dipun lipe-lipetaken, ananging yen kita ngelaksanaaken tumindhak ala
niku boten dilipet-lipetaken. Niku agama Islam.
Dari ubah wujud tersebut dapat diubah wujud menjadi bahasa Jawa, tanpa
tersisipi interferensi maupun bahasa lain. Sehingga interferensi /lah/ tidak perlu
muncul dalam kalimat.
2. Metode Padan
Adapun metode padan dalam penelitian ini dipakai untuk mengkaji faktor dan
fungsi pemakaian bahasa Jawa. Metode Padan atau metode Identitas yaitu metode
untuk menentukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat penentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
yang berada diluar bahasa yang berupa konteks sosial dalam peristiwa penguanaan
bahasa dalam masyarakat, telepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari bahasa
yang bersangkutan (D. Edi Subroto, 1992:55)
Menurut Edi Subroto (1992:55-60), metode padan berdasarkan alat
penentunya dibagi 5 (lima) yaitu:
1. Metode padan alat penentunya referensial dengan kenyataan yang ditunjuk
bahasa (benda, barang, objek, tindakan, peristiwa, perbuatan, dan lain
sejenisnya) dan benar-benar berada diluar bahasa.
2. Metode padan alat penentunya alat ucap (fonetis artikulatoris).
3. Metode padan alat penentunya bahasa lain (translational).
4. Metode padan alat penentunya bahasa tulisan (ortografis).
5. Metode padan alat penentunya lawan bicara (pragmatis).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode padan dengan alat
penentunya referensial untuk mengetahui faktor dan fungsi pemakaian bahasa Jawa.
Berikut contoh penerapannya.
Adapun analisis teknik metode padan sebagai berikut ini.
4) Boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. Contoh-contoh
perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni
kecuali dengan taubat. (279)
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya buk ini. Contoh-contoh perbuatan
dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni kecuali dengan
taubat’
Untuk menentukan faktor dan fungsi dari alih kode maupun tingkat tutur
bahasa Jawa, dianalisis dengan teknik padan dengan alat refensial yang dari luar
bahasa. Adapun analisi dengan metode tersebut terlihat sebagai berikut di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Komponen tutur adalah santri dan masyarakat. Tujuan dari tuturan
berbentuk ujaran berupa penjelasan. Nada penutur cenderung santai kemudian
menjadi serius, dengan mengunakan bahasa lisan dalam kajian ta’lim.
Faktor dari alih kode di atas disebabkan karena topik pembicaraan
semula penutur berkomunikasi aktif, dengan bertanya menggunakan bahasa Jawa
kepada peserta tutur kemudian penutur melanjutkan dengan menggunakan
bahasa Indonesia karena penutur masuk dalam materi yang disampaikan.
Fungsi dari bahasa Jawa krama yang digunakan penutur dalam kalimat
tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap peserta tutur yang
kebanyakan orang tua sebagai pengguna bahasa Jawa aktif. Sedangkan fungsi
dari alih kode dari bahasa Jawa menjadi kode bahasa Indoneia adalah untuk
mengubah dari ragam santai berbahasa Jawa, kemudian menggunakan bahasa
Indonesia yang merupakan ragam resmi dalam acara ta’lim tersebut.
J. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian analisis dalam penelitian ini, menggunakan metode
penyajian informal. Maksudnya rumuskan hasil analisis dengan bentuk uraian
berwujud kalimat-kalimat biasa. (Sudaryanto, 1993:145). Teknik informal untuk
mendeskripsikan adanya ragam bahasa dan bentuk-bentuknya.
Hasil analisis data berupa kaidah kebahasaan yang berkaitan dengan rumusan
masalah serta disertai data pengunaan bahasa Jawa oleh santri di Ponpes DS,
dehingga dapat mempermudah pemahaman terhadap hasil-hasil penelitian yang
didapat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Bentuk Pemakaian Bahasa
Dari penemuan penelitian di lapangan menunjukkan pemakaian bahasa Jawa
oleh santri PDS pada kegiatan ta’lim di masjid sekitar kecamatan Simo kabupaten
Boyolali. Terdapat alih kode, campur kode, serta interferensi yang muncul oleh
dalam komunikasi antara santri dengan masyarakat.
Dalam berkomunikasi selain bahasa Jawa, santri kadang menggunakan
bahasa Indonesia, dan bahasa Arab, juga ada beberapa menggunakan leksikon dari
bahasa lain. Adapun temuan alih kode, campur kode, interferensi, serta tingkat tutur
bahasa Jawa termasuk juga faktor dan fungsi dari ACI serta tingkat tutur bahasa Jawa
dipaparkan sebagai berikut.
1. Alih Kode
Santri PDS merupakan bentuk masyarak multilingual yang terbiasa
menggunakan dua bahasa atau lebih, dalam berkomunikasi. Sehingga dalam
pemakaian Bahasa banyak muncul perpindahan bahasa, yang semuka menggunakan
bahasa X beralih menggunakan bahasa dan/atau bahasa Z, begitu pula sebaliknya.
Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah Alih Kode (code switching). Jika dalam
peristiwa komunikasi muncul alih kode bukanlah selalu menjadi kesalahan
berkomunikasi, tetapi hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor yang melatar
belakangi terjadinya alih kode pada peristiwa komunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Adapun wujud alih kode dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain; 1)
alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, 2) dari bahasa Jawa ke bahasa Arab,
3) dari bahasa Arab ke bahasa Jawa, 4) dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.
1) Alih kode Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia
Berikut merupakan wujud Alih kode Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia, data
yang dianalisis dengan metode urai unsur langsung seperti dibawah ini.
1) Nggih kula nggih boten saget bayanke, dadi nek banyak berdusta
seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati. (64)
‘Ya saya ya tidak bisa membayangkan, jadi kalau banyak berdusta
seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati.’
Data di analisis dengan metode urai unsur langsung menjadi dua bagian
seperti dibawah ini.
1a) Nggih kula nggih boten saget bayangke, dadi nek.
‘Ya saya ya tidak bisa membayangkan, jadi kalau.’
1b) Banyak berdusta seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati.
Wujud bahasa pada (1a) “Nggih kula nggih boten saget bayangke, dadi nek.”
Data tersebut merupakan wujud bahasa Jawa, leksikon pembentuk kalimat tersebut
adalah leksikon krama dan ngoko “dadi”, serta terdapat afik [-e] pada kata
“bayangke”. Sehingga tergolong dalam bentuk tingkat tutur bahasa Jawa Ragam
madya ngoko. Kemudian penutur berbicara dengan memakai bahasa Indonesia (1b)
“Banyak berdusta seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati.”.
Kemudian data ubah wujud atau parafrasis, dengan merubah tuturan yang
yang mengandung bahasa Indonesia dijadikan bentuk tuturan menjadi bahasa Jawa
ragam krama (karena penutur lebih muda dari peserta tutur), seperti di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
1c) Nggih kula nggih boten saget bayangngaken, dados menawi kathah
blenjani (ngapusigarah) kadhos punika dados kita kedhah katah
ngatos-atos.
‘Ya saya ya tidak bisa membayangkan, jadi kalau banyak berdusta
seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah faktor dari penutur
yang merasa gengsi, sehingga penutur menggunakan alih kode dari bahasa Jawa
menjadi bahasa Indonesia.
Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa untuk menghormati peserta tutur.
Sedangkan fungsi dari alih kode tersebut adalah untuk menambah ragam bahasa oleh
penutur.
Alih kode selanjutnya terdapat dalam data di bawah ini.
2) Senes niku nggih jenengan niku niate yakin, bahwasanya yang
memberikan kesembuhan itu Allah tapi melalui perantara dokter.
(246)
‘Bukan itu ya anda itu niatnya bahwasanya yang memberikan
kesembuhan itu Allah tapi melalui perantara dokter.’
Data di atas didistribusi menjadi 2 (dua) unsur, seperti di bawah ini.
2a) Senes niku nggih jenengan niku niate yakin.
‘Bukan itu ya anda itu niatnya.’
2b) Bahwasanya yang memberikan kesembuhan itu Allah tapi
melalui perantara dokter.
Wujud alih kode terlihat pada (2a) “Senes niku nggih jenengan niku niate
yakin.” Merupakan bahasa Jawa krama kemudian penutur menggunakan bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Indonesia, terlihat pada (2b) “Bahwasanya yang memberikan kesembuhan itu Allah
tapi melalui perantara dokter”.
Selanjutnya data dianalisis dengan parafrasis, dengan merubah tuturan
menjadi bahasa Jawa ragam, seperti di bawah ini.
2c) Senes menika nggih jenengan punika niatipun yakin, estun ingkang
nyaosi kasarasan menika Allah nanging saking perantaranipun
dokter.
‘Bukan itu ya anda itu niatnya. Bahwasanya yang memberikan
kesembuhan itu Allah tapi melalui perantara dokter.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi sebab terjadinya alih kode karena penutur, untuk
merubah situasi. Sehingga penutur menggunakan alih kode dari bahasa Jawa menjadi
bahasa Indonesia.
Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa untuk menghormati peserta tutur dan
menyetarakan pemahaman bahasa oleh peserta mitra tutur. Sedangkan fungsi dari alih
kode tersebut adalah untuk merubah situasi nonformal menjadi situasi formal ta’lim.
Alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang lain dapat dilihat pada
data di bawah ini.
3) Lha niku mumpung dereng kebacut niki, niki napa namine hati-hati
dengan-dengan tipu daya dukun atau tukang sihir. (31)
‘Lha ini mumpung belum terlanjur ini ini apa namanya hati-hati
dengan-dengan tipu daya dukun atau tukang sihir.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Data di analisis dengan distribusional menjadi dua unsur, untuk memisahkan
antara kode bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Dua unsur tersebut nampak
seperti dibawah ini.
3a) Lha niku mumpung dereng kebacut niki, niki napa namine.
‘Lha ini mumpung belum terlanjur ini ini apa namanya.’
3b) Hati-hati dengan-dengan tipu daya dukun atau tukang sihir.
“Lha niku mumpung dereng kebacut niki niki napa namine.” (3a) merupakan
bahasa Jawa kemudian penutur menggunakan bahasa Indonesia (3b) “Hati-hati
dengan-dengan tipudaya dukun atau tukang sihir.”. Inti dari kalimat tersebut
merupakan himbauan agar supaya berhati-hati dalam tipu daya dukun atau tukang
sihir.
Kemudian diuji dengan teknik ubah wujud dengan bahasa Jawa Krama.
3c) Lha punika mumpung dereng kebacut, menika napa asmanipun atos-
atos kalian dukun utawi tukang sihir.
‘Lha ini mumpung belum terlanjur ini, ini apa namanya. Hati-hati
dengan-dengan tipu daya dukun atau tukang sihir.’
Uji dengan ubah wuju menjadi bahasa Jawa, secara makna dapat mewakili
dari alih kode, sehingga alih kode bisa tidak digunakan diganti dengan
menggunakakan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah penutur. Penutur
dalam kalimat tersebut merubah situasi santai menjadi situasi formal.
Fungsi dari bahasa Jawa adalah untuk mengimbangi dan menghormati mitra
tutur yang terdiri dari para orang tua dan sedikit pemuda. Sedangkan fungsi dari alih
kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia untuk mempermudah penutur dalam
merubah situasi santai menjadi formal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Wujud alih kode berikutnya, muncul pada tuturan kalimat di bawah ini.
4) Dados dongga-dongga niku napa namine? akan mengurangi siksanya.
(50)
‘Jadi do’a-do’a itu apa namanya? akan mengurangi siksanya.’
Data di atas didistribusi menjadi dua unsur, seperti di bawah ini.
4a) Dados dongga-dongga niku napa namine?
‘Jadi do’a-do’a itu apa namanya.
4b) Akan mengurangi siksanya.
Alih kode dari terlihat setelah data diurai menjadi 2 (dua) yaitu pada (5a)
“Dados dongga-dongga niku napa namine?” merupakan pemakain ragam bahasa
Jawa krama menjadi bahasa Indonesia “Akan mengurangi siksanya”. Penutur dalam
kalimat di atas menyampaikan pada mitra tutur bahwa do’a dapat menguranggi siksa
kubur.
Selanjutnya di analisis dengan teknik lanjutan berupa ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, menjadi serti dibawah ini,
4c) Dados dongga-dongga menika napa asmanipun? supadhos ngirangi
siksanipun.
‘Jadi do’a-do’a itu apa namanya? Akan mengurangi siksanya.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah penutur. Dimana
penutur dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa alih kode guna merubah situasi
santai menjadi situasi formal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Fungsi dari bahasa Jawa adalah untuk mengimbangi dan menghormati mitra
tutur yang terdiri dari para orang tua dan sedikit pemuda. Sedangkan fungsi dari alih
kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia untuk mempermudah penutur dalam
menyampaikan materi ta’lim, yaitu merubah situasi santai menjadi formal.
Wujud alih kode yang selanjutnya terlihat pada kalimat di bawah ini.
5) Indonesia niku boten wonten bencana yen ngoteniku, karena keridhaan
Allah kepada pemimpin. (251)
‘Indonesia itu tidak ada bencana, kalau begitu karena keridhaan Allah
kepada pemimin.’
5a) Indonesia niku boten wonten bencana yen ngoteniku.
‘Indonesia itu tidak ada bencana, kalau begitu.’
5b) Karena keridhaan Allah kepada pemimpin.
Alih kode dari bahasa Jawa seperti pada (5a) “Indonesia niku boten wonten
bencana yen ngoteniku.” kemudian penutur melanjutkan dengan memakai bahasa
Indonesia (5b) “Karena keridhaan Allah kepada pemimpin.”.
Bentuk analisis dengan teknik lanjutan ubah wujud menjadi seperti berikut
ini.
5c) Indonesia menika boten wonten bencana ingkang ngateniku, amargi
keridhaanipun Allah dhumateng pamimpin.
‘Indonesia itu tidak ada bencana, kalau begitu, karena keridhaan Allah
kepada pemimin.’
Data uji dengan teknik ubah wujud (5c) secara makna dapat ditrima atau
mewakili dari maksud. Kalimat tersebut menerangkan bahwa Indonesia tidak akan
ditimpa bencana apabila para pemimpin Negara beriman dan bertaqwa kepada Allah,
sehingga Allah memberikan keridhaan kepada pemimpin pemimpin tersebut. Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
asli (251) mengandung unsur bahasa Arab pada kata “keridhaan” hal tersebut
termasuk dalam interferensi.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah faktor dari penutur
yang merasa gengsi, sehingga penutur menggunakan alih kode dari bahasa Jawa
menjadi bahasa Indonesia.
Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa untuk menghormati peserta tutur dan
menyetarakan pemahaman bahasa oleh peserta mitra tutur. Sedangkan fungsi dari alih
kode tersebut adalah untuk menambah ragam bahasa untuk merubah situasi tutur, dari
ragam non formal menjadi bahasa formal.
Alih kode yang lain berupa tuturan data dibawah ini.
6) Lha terus kita saget ngubah asset-aset bahwasane dokumen teng Allah
niku bahwasane ampun ngantos kemaksiatan kita sahingga merubah
dengan iman ketaqwa’an. (120)
‘Lha terus kita bisa merubah-aset-aset bahwasanya dokumen dari
Allah itu bahwasanya jangan sampai kemaksiatan kita sahingga
merubah dengan iman ketaqwa’an.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
6a) Lha terus kita saget ngubah asset-aset bahwasane dokumen
teng Allah niku bahwasane ampun ngantos.
‘Lha terus kita bisa merubah-aset-aset bahwasanya dokumen
dari Allah itu bahwasanya jangan sampai.’
6b) Kemaksiatan kita sahingga merubah dengan iman ketaqwa’an.
Setelah diurai menjadi 2 unsur untuk memisahkan antara bahasa Jawa dengan
bahasa Indonesia. Data tersebut terdapat alih kode dari bahasa Jawa (6a) “Lha terus
kita saget ngubah asset-aset bahwasane dokumen teng Allah niku bahwasane ampun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
ngantos.”, untuk istilah “asset-aset” “dokumen” “kemaksiatan” dan “ketakwaan”
merupakan interferensi. Kemudian penutur menggunakan bahasa Indonesia (6b)
“Kemaksiatan kita sahingga merubah dengan iman ketaqwa’an.”.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud diuji pada data tersebut menjadi
wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.
6c) Lha lajeng kita saget ngantos asset-aset estu dokumen saking Allah
menika estu ampun ngantos kemaksiatan kita sahingga ngantos kalian
iman ketaqwa’an.
‘Lha terus kita bisa merubah-aset-aset bahwasanya dokumen dari
Allah itu bahwasanya jangan sampai. Kemaksiatan kita sahingga
merubah dengan iman ketaqwa’an.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah faktor dari tujuan
yang ingin dicapai penutur, sehingga penutur menggunakan alih kode dari bahasa
Jawa menjadi bahasa Indonesia.
Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa untuk menghormati peserta tutur dan
menyetarakan pemahaman bahasa oleh peserta mitra tutur. Sedangkan fungsi dari alih
kode tersebut adalah untuk merubah dari ragam santai menjadi ragam resmi kegiatan
ta’lim.
Alih kode yang berikutnya berupa kalimat di bawah ini.
7) Anangging nek kita pengen do’ane kita pahalane, bertambah banyak
sehabis sholat kita berwudhu. (190)
‘Tetapi kalau kita pengen do’a kita pahalanya, bertambah banyak
sehabis sholat kita berwudhu.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
7a) Anangging nek kita pengen do’ane kita pahalane.
‘Tetapi kalau kita pengen do’a kita pahalanya.’
7b) Bertambah banyak sehabis sholat kita berwudhu.
Alih kode terlihat pada uraian (7a) dengan kalimat “Anangging nek kita
pengen do’ane kita pahalane.” Merupakan bahasa Jawa kemudian penutur
menggunakan bahasa Indonesia pada tuturan (7b) berupa kalimat “Bertambah
banyak, sehabis sholat kita berwudhu.”. terjadi interferensi berupa kata “do’ane” dan
“pahalane” berasal dari bahasa Arab.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud diuji pada data tersebut menjadi
wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.
7c) Anangging menawi kita pengen dongga kita ganjaranipun, tambah
kathah saksampunipun sholat kita wudhu maleh.
‘Tetapi kalau kita pengen do’a kita pahalanya. Bertambah banyak,
sehabis sholat kita berwudhu.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode di atas adalah karena tujuan
yang ingin dicapai penutur.
Fungsi dari bahasa Jawa yang digunakan oleh penutur sebagai bentuk hormat
serta untuk mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu dengan
bahasa Jawa. Sedangkan fungsi dari alih kode tersebut sebagai mempermudah dalam
merubah situasi santai menjadi situasi serius (formal).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Alih kode yang lain dapat dilihat pada data lisan yang dikutip dalam tulisan di
bawah ini.
8) Oo niku sukuran, misale belih kebo, misale kita tiyang sukuran.
Peletakan batu pertama yang ada. (207)
‘Oo itu syukuran, misalnya menyembelih kerbau, misalnya kita orang
syukuran peletakan batu pertama yang ada.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
8a) Oo niku sukuran, misale belih kebo, misale kita tiyang
sukuran.
‘Oo itu syukuran, misalnya menyembelih kerbau, misalnya kita
orang syukuran.’
8b) Peletakan batu pertama yang ada.
Peralihan bahasa terlihat (8a) penutur menggunakan bahasa Jawa “Oo niku
sukuran, misale belih kebo, misale kita tiyang sukuran.” kemudian menggunakan
bahasa Indonesia pada (8b) yaitu pada kata “Peletakan batu pertama yang ada.”.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud, diuji pada data tersebut menjadi
wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.
8c) Oo menika sukuran, tuladhanipun belih kebo, tuladhanipun kita tiyang
sukuran. Peletakan batu pertama (wiwitananipun bangun)ingkang
wonten.
‘Oo itu syukuran, misalnya menyembelih kerbau, misalnya kita orang
syukuran. Peletakan batu pertama yang ada.’.
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode tujuan yang ingin dicapai
oleh penutur, untuk mempermudah dalam merubah dari ragam santai menjadi ragam
resmi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Fungsi dari bahasa Jawa yang digunakan penutur untuk kelancaran
komunikasi antara penutur dan peserta tutur dan rasa hormamat kepada peserta tutur.
Sedangkan fungsi alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia berguna
untuk merubah situasi nonformal menjadi formal.
Berikut di bawah ini merupakan wujud alih kode dari bahasa Jawa menjadi
bahasa Indonesia.
9) Terus wonten napa namine niku palang-palang partai niku ambruk.
Gambar-ganbar partai calek-calek niku lho, niku akhire nibani,
pengenara motor dan sampainya akhirnya meninggal. (242)
‘Terus ada apa namanya itu spanduk-spanduk partai itu roboh.
Gambar-gambar partai itu calek-calek (calon legislative pemerintahan)
itu lho, itu akhirnya menjatuhi, pengenara motor dan sampainya
akhirnya meninggal.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
9a) Terus wonten napa namine niku palang-palang partai niku
ambruk. Gambar-ganbar partai calek-calek niku lho, niku
akhire nibani
‘Terus ada apa namanya itu spanduk-spanduk partai itu roboh.
Gambar-gambar partai itu calek-calek (calon legislative
pemerintahan) itu lho, itu akhirnya menjatuhi’
9b) Pengenara motor dan sampainya akhirnya meninggal.
Alih kode terjadi pada data (9a) berbahasa Jawa, “Terus wonten napa namine
niku palang-palang partai niku ambruk. Gambar-ganbar partai calek-calek niku lho,
niku akhire nibani” kemudian beralih dengan bahasa Indonesia pada data (9b) dengan
perkataan “Pengenara motor dan sampainya akhirnya meninggal.”. Terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
interferensi dari kalimat tersebut muncul berupa kata “partai” dan “calek/calon
legislative”.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud, diuji pada data tersebut menjadi
wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.
9c) Lajeng wonten napa naminipun punika palang-palang partai punika
ambruk. Gambar-ganbar partai calek-calek menika, menika akiripun
nibani, tiyang nite montor lan lajeng akhiripun sedha.
‘Terus ada apa namanya itu spanduk-spanduk partai itu roboh.
Gambar-gambar partai itu calek-calek itu lho, itu akhirnya menjatuhi
pengendara motor dan sampai akhirnya meninggal.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode tujuan yang ingin dicapai
oleh penutur, untuk mempermudah dalam merubah dari ragam santai menjadi ragam
resmi.
Fungsi dari bahasa Jawa yang digunakan penutur untuk kelancaran
komunikasi antara penutur dan peserta tutur dan rasa hormat kepada peserta tutur.
Sedangkan fungsi alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia berguna
untuk merubah situasi nonformal menjadi formal.
Aliah kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia terakhir terdapat pada
tuturan kalimat di bawah ini.
10) Boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. Contoh-
contoh perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan
mengampuni kecuali dengan taubat. (279)
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya buk ini. Contoh-contoh
perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan
mengampuni kecuali dengan taubat.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
10a) Boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki.
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya buk ini.’
10b) Contoh-contoh perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah
niku tidak akan mengampuni kecuali dengan taubat.
Wujud alih kode dari muncul pada data yang diurai, (10a) berupa kalimat
berbahasa Jawa “Boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki”
kemudian penutur alih dengan bahasa Indonesia pada (10b) yaitu pada kata “Contoh-
contoh perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni
kecuali dengan taubat”.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud, diuji pada data tersebut menjadi
wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.
10c) Boten sah dipunterangake mawon empun jelas nggih buk menika.
Thiladha-thuladha tumindhak dosa-dosa ageng ingkang pundi Allah
punika boten badhe ngampuni kajaba ngange tobat.
‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya buk ini. Contoh-contoh
perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan
mengampuni kecuali dengan taubat.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor dari alih kode di atas disebabkan karena topik pembicaraan semula
penutur berkomunikasi aktif, dengan bertanya menggunakan bahasa Jawa kepada
peserta tutur kemudian penutur melanjutkan dengan menggunakan bahasa Indonesia
karena penutur masuk dalam materi yang disampaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Fungsi dari bahasa Jawa madya yang digunakan penutur dalam kalimat
tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap peserta tutur yang kebanyakan
orang tua sebagai pengguna bahasa Jawa aktif. Sedangkan fungsi dari alih kode dari
bahasa Jawa menjadi kode bahasa Indonesia adalah untuk merubah dari ragam santai
berbahasa Jawa, kemudian menggunakan bahasa Indonesia yang merupakan ragam
resmi dalam acara ta’lim tersebut.
2) Alih kode Bahasa Jawa ke Bahasa Arab
Pemakaian bahasa Jawa dalam kalimat yang mengadung alih kode bahasa
Jawa ke Bahasa Arab di bawah ini.
Wujud alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab terdapat pada data-
data di bawah ini.
1) Kala ndek biyen nika kae. Man akatahinan faqathadhabimayyaku
faqatkhafaradaminanjaila Rosullahi salalahiwasalam. (28)
‘Kala waktu dulu itu. Barang siapa yang mendatanggi dukun/tukang-
tukang sihir kemudian mempercayai yang dikatakanya tersebut, yaitu
telah mengkhafiri apa yang diberikan oleh Rosullullah Saw.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
1a) Kala ndek biyen nika kae.
‘Kala waktu dulu itu.’
1b) Man akatahinan faqathadha bimayyaku faqatkha
faradaminanjaila Rosullahi salalahi wasalam.
‘Barang siapa yang mendatanggi dukun/tukang-tukang sihir
kemudian mempercayai yang dikatakanya tersebut, yaitu telah
mengkhafiri apa yang diberikan oleh Rosullullah Saw.’
Wujud alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab yang pertama terlihat
pada data di atas pada (1a) “Kala ndek biyen nika kae” kemudian menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
bahasa Arab pada data (1b) “Man akatahinan faqathadha bimayyaku faqatkha
faradaminanjaila Rosullahi salalahi wasalam.”.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud, diuji pada data tersebut menjadi
wujud bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
1c) Kala ndek biyen menika, sinten tiyangipun ingkang tindhak dateng
dukun, tukang-tukang sihir lajeng percaya ingkang dipun ucapaken
menika, inggih punika sampun medhal punapa ingkang dipun wenehi
saking Rosullullah Saw.’
‘Kala waktu dulu itu. Barang siapa yang mendatanggi dukun / tukang-
tukang sihir kemudian mempercayai yang dikatakanya tersebut, yaitu
telah menghianati apa yang diberikan oleh utusan Allah.’
Uji alih kode unsur bahasa Arab menjadi bahasa Jawa seperti di atas, tidak
sesuai dari tujuan, agar mitra tutur mengetahui dasar ilmu yang berupa qur’an dan
hadits. Sehingga untuk teknik ubah wujud tidak bisa diterapkan dalam alih kode dari
bahasa Jawa ke bahasa Arab. Akan tetapi untuk menyebutkan arti bahasa Arab yang
di gunakan bisa menggunakan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode karena topik atau pokok
pembicaraan dimana penutur semula berkomunikasi dengan masyarakat sebagai
pengguna bahasa Jawa kemudian penutur menerangkan ilmu dengan berpedoman
dari hadits (perkataan Rossul) dan menyebutkan hadits tersebut. Sehingga penutur
menggunakan bahasa Arab untuk menyampaikan kutipan hadits.
Fungsi dari alih kode menjadi bahasa Arab merubah topik, semula santai
kemudian formal untuk menyampaikan sumber asli dari hadits. Sedangkan Fungsi
dari bahasa Jawa krama yang digunakan penutur adalah untuk menghormati kepada
peserta tutur, hal tersebut wujud kesantunan dari penutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Alih kode yang lain sebagai berikut dibawah ini.
2) Terus wonten, Rosullullah nggih pernah ngendhika. Man ata arafan
faqathadhabimayyakul llatuba shalattanhu argbaina yauman. (245)
‘Terus ada, Rassul Allah (utusan Allah) ya pernah bicara. Barang siapa
yang mempercayai dukun atau tukang sihir maka selama empat puluh
hari sholatnya tidak diterima.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
2a) Terus wonten, Rosullullah nggih pernah ngendhika.
‘Terus ada, utusan Allah ya pernah bicara.’
2b) Man ata arafan faqathadhabimayyakul llatuba shalattanhu
argbaina yauman.
‘Barang siapa yang mempercayai dukun atau tukang sihir maka
selama empat puluh hari sholatnya tidak diterima.’
Alih koede terjadi terlihat dari data (2a) yang merupakan wujud bahasa Jawa
“Terus wonten, Rosullullah nggih pernah ngendhika.” Kemudian penutur
menggunakan bahasa Arab untuk menyampaikan hadits kepada peserta tutur, terlihat
pada data (2b) “Man ata arafan faqathadhabimayyakul llatuba shalattanhu argbaina
yauman.”.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode karena topik atau pokok
pembicaraan dimana penutur semula berkomunikasi dengan masyarakat sebagai
pengguna bahasa Jawa kemudian penutur menerangkan ilmu dengan berpedoman
dari hadits (perkataan Rossul) dan menyebutkan hadits tersebut. Sehingga penutur
menggunakan bahasa Arab untuk menyampaikan kutipan hadits.
Fungsi dari alih kode menjadi bahasa Arab merubah topik, semula santai
kemudian formal untuk menyampaikan sumber asli dari hadits. Sedangkan Fungsi
dara bahasa Jawa dari kalimat diatas adalah untuk berkomunikasi sesuai dengan mitra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
tutur agar faham. Fungsi dari bahasa Jawa krama yang digunakan penutur adalah
untuk menghormati kepada peserta tutur, hal tersebut wujud kesantunan dari penutur.
Hal tersebut juga berfungsi agar bahasa yang digunakan dalam menyampaikan ilmu
mudah untuk dimenggerti, sehingga peserta tutur faham terhadap materi yang
disampaikan dalam kegiatan ta’lim tersebut.
Alih kode yang lain dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab terdapat pada
kalimat di bawah ini.
3) Wasilah kersane iman kita bertambah iku ingkang nomer kalih
kiroatul bii maysiri salafu salaf ash-hsalih. (10)
‘Usaha agar keyakinan (pada Allah) kita bertambah itu yang nomor
dua meneladani perjalanan-perjalanan pendahulu kita yang ta’at (pada
Islam).’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
3a) Wasilah kersane iman kita bertambah iku ingkang nomer
kalih.
‘Usaha agar keyakinan (pada Allah) kita bertambah itu yang
nomor dua.’
3b) Kiroatul bii maysiri salafu salaf ash-shalih.
‘Meneladani perjalanan-perjalanan pendahulu kita yang ta’at
(pada Islam).’
Alih kode nampak pada data (3a) yang merupakan bahasa Jawa krama, pada
kata “Wasilah kersane iman kita bertambah iku ingkang nomer kalih.” Kemudian
menjadi bahasa Arab pada data (3a) yang berbunyi “Kiroatul bii maysiri salafu salaf
ash-shalih.”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode dari bahasa Jawa menjadi
bahasa Arab karena topik pembicaraan, penutur dalam menyampaikan ilmu yang
bersumber dari hadits. Hal tersebut merupakan bentuk pembelajaran bagi masyarakat
yang bersumber Hadits sehingga penutur mengetahui bagaimanna bunyi bahasa arab
dari hadits.
Fungsi dari alih kode adalah untuk merubah topik pembicaraan. Dari bahasa
Jawa kemudian menyampaikan hadist atau ilmu secara langsung dari sumbernya, hal
tersebut sebagai pembelajaran bahasa Arab secara tidak langung. Sedangkan fungsi
dari bahasa Jawa merupakan bentuk dari ketepatan penggunaan bahasa oleh santri
(penutur), karena penutur merupakan pengguna bahas Jawa pada umumnya.
Alih kode juga terdapat pada tuturan dibawah ini.
4) Nabi sulaiman nggih pak, lha niku contone, niku ayat
bissmillahirahmanirahim laqodkanalisabain fiimaskanihim aayadun,
jannataani ‘ayyamiiwwasyimalin kulumirrizqirobbikum waskurulahu.
(92)
‘Nabi Sulaiman ya pa, lha itu contohnya, itu seperti ayat. Dengan
menyebut nama Allah yang maha pemurah dan penyayang.
Sesungguhnya bagi kaum saba’ adalah tanda (kekuasaan) Allah di
tempat kediaman mereka, dua buah kebun di sebelah kanan dan
sebelah kiri. Makanlah olehmu dari rezeki yang Tuhanmu dan
bersyukurlah kepadaNya.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
4a) Nabi Sulaiman nggih pak, lha niku contone, niku ayat .
‘Nabi Sulaiman ya pa, lha itu contohnya, itu seperti ayat.’
4b) Bissmillahirahmanirahim. laqodkanalisabain fiimaskanihim
aayadun, jannataani ‘ayyamiiwwasyimalin
kulumirrizqirobbikum waskurulahu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
‘Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah dan
penyayang. Sesungguhnya bagi kaum sabak adalah tanda
(kekuasaan) Allah di tempat kediaman mereka, dua buah
kebun di sebelah kanan dan sebelah kiri. Makanlah olehmu
dari rezeki yang Tuhanmu dan bersyukurlah kepadaNya.’
Alih kode dari bahasa Jawa terlihat pada (4a) pada kalimat “Nabi Sulaiman
nggih pak, lha niku contone, niku ayat” kemudian penutur menggunakan bahasa Arab
sebagai berikut “Bissmillahirahmanirahim. laqodkanalisabain fiimaskanihim
aayadun, jannataani ‘ayyamiiwwasyimalin kulumirrizqirobbikum waskurulahu.”.
Kalimat tersebut berasal dari kitab suci al-qur’an surat saba’, atau ayat ke 34 (tiga
puluh empat).
Komponen tutur adalah santri dan masyarakat. Tujuan dari tuturan berbentuk
ujaran berupa penjelasan. Nada penutur cenderung santai kemudian menjadi serius
dalam pemakaian dengan bahasa Arab, dengan menggunakan bahasa lisan dalam
kajian ta’lim.
Faktor yang menjadi penyebab alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa
Arab adalah topik pembicaran. Penutur yang ingin menyampaikan kutipan surat
dalam al-qur’an sehingga mitra tutur lebih mengetahui bacaan tersebut, lebih bisa
memahami maksud dari ayat tersebut sehingga fungsi dari al-qur’an sebagai pedoman
hidup umat Islam dapat lebih difahami dan dilaksanakan.
Fungsi alih kode menjadi bahasa Arab guna kepentingan topik pembelajaran
dalam arti mengkaji makna dan tafsir al-qur’an sebagai penerang bagi umat Islam.
Karena menuntut ilmu itu wajib bagi orang Islam. Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
dalam tuturan tersebut sebagai bahasa yang lebih mudah untuk digunakan dalam
berkomunikasi dengan mitra tutur.
Alih daari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab terdapat dalam kalimat di bawah
ini.
5) Wonten gesang, wonten ing ndonya. Saking annabihurairrah
radhianhu kola Rosullullah Saw minhusni islam mar’i sarkuhum
mala’i yaqihi. (254)
‘Ada hidup ada di dunia. Dari saya abuhurairrah radhianhu berkata,
Rasullullah Saw berbicara sebagian dalam Islam itu meninggalkan hal-
hal yang tidak berguna.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
5a) Wonten gesang, wonten ing ndonya, saking.
‘Ada hidup ada di dunia, saking.’
5b) Annabihurairrah radhianhu kola Rasullullah Saw minhusni
islam mar’i sarkuhum mala’i yaqihi.
‘Dari saya abuhurairrah radhianhu berkata, Rasullullah Saw
berbicara sebagian dalam Islam itu meninggalkan hal-hal yang
tidak berguna’
Alih kode berupa bahasa Jawa berwujud (5a) sebagai berikut “Wonten
gesang, wonten ing ndonya, saking.” Penutur melanjutkan dengan bahasa Arab yang
mengutip dari perkataan Nabi. Adapun alih kode bahasa Arab berwujud kalimat
berikut “Anabihurairrah radhianhu kola Rasullullah Saw minhusni islam mar’i
sarkuhum mala’i yaqihi.”.
Faktor yang menjadi penyebab dari alih kode dari bahasa Jawa menjadi
bahasa Arab adalah adalah karena topik guna pembelajaran. Dimana dalam
menyampaikan ilmu yang bersumber dari hadits yang harus disampaikan agar redaksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
dari hadits tersebut dapat dipelajari ataupun dapat dimengerti. Hal tersebut
merupakan bentuk pembelajaran bagi masyarakat yang bersumber Hadits sehingga
penutur mengetahui bagaimanna kalimat bahasa arab dari hadits yang dikupas atau di
kaji.
Fungsi dari alih kode adalah untuk merubah topik. Penutur menyampaikan
hadist atau ilmu secara langsung dari sumbernya, hal tersebut sebagai pembelajaran
bahasa Arab secara tidak langung bagi peserta tutur. Sedangkan fungsi dari bahasa
Jawa merupakan bentuk dari ketepatan penggunaan bahasa oleh santri (penutur),
karena penutur merupakan pengguna bahas Jawa pada umumnya.
Alih kode yang berikutnya terdapat pada data di bawah ini.
6) Lha kaping sepindhah inggih punika judi. Istiqalu bima’nihi taziku
wa’annu dhaiful iman. (144)
‘Lha yang pertama ya itu judi. Jika diantara kalian melakukan hal yang
tidak berguna bertanda bahwa iman kalian lemah’.
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
6a) Lha kaping sepindhah inggih punika judi.
‘Lha yang pertama yaitu judi.’
6b) Istiqalu bima’nihi taziku wa’annu dhaiful iman.
‘Jika diantara kalian melakukan hal yang tidak berguna tanda
bahwa iman kalian lemah’
Terlihat pada (6a) penutur menggunakan bahasa Jawa dengan kalimat “Lha
kaping sepindhah inggih punika judi.” Kemudian penutur menggunakan bahasa Arab
yaitu pada (6b) yang berbunyi “Lha kaping sepindhah inggih punika judi. Istiqalu
bima’nihi taziku wa’annu dhaiful iman.”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Penutur dalam kalimat tersebut semula menggunakan bahasa Jawa ragam
krama, kemudian penutur beralih dengan menggunakan bahasa Arab.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode dari bahasa Jawa menjadi
bahasa Arab karena penutur gengsi, sehingga penutur menggunakan bahasa Arab
yang bersumber dari hadits.
Fungsi dari alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab sebagai ragam
bahasa bahwa santri mampu berbahasa Arab. Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa
sebagai penghormat kapada peserta tutur.
Alih kode yang lain dapat dilihat dalam tuturan sebagai berikut di bawah ini.
7) Lan saking gesang-gesang sampun kita gunaaken dhamel-dhamel
maos al-quran, dhamel liya-lianipun benjeng badhe ditangletake
dhumateng Allah Swt lan, wa’ankuli kalimattan yuanaquli biha. (252)
‘Dan dari hidup-hidup sudah kita gunakan buat-buat membaca al-
qur’an, untuk yang lain-lainya besok akan ditanyakan oleh Allah dan
setiap kalimat yang terucap akan mendapat balasan.’.
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
7a) Lan saking gesang-gesang sampun kita gunaaken dhamel-
dhamel maos al-quran, dhamel liya-lianipun benjeng badhe
ditangletake dhumateng Allah Swt lan.
‘Dan dari hidup-hidup sudah kita gunakan buat-buat membaca
al-qur’an, untuk yang lain-lainya besok akan ditanyakan oleh
Allah.’
7b) Wa’ankuli kalimattan yuanaquli biha.
‘dan setiap kalimat yang terucap akan mendapat balasan’
Terjadi alih kode dari bahasa Jawa terdapat pada (7a) yaitu “Lan saking
gesang-gesang sampun kita gunaaken dhamel-dhamel maos al-quran, dhamel liya-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
lianipun benjeng badhe ditangletake dhumateng Allah Swt lan.” Kemudian penutur
menggunakan bahasa Arab pada kalimat “Wa’ankuli kalimattan yuanaquli biha”.
Penutur dalam kalimat tersebut menerangkan kepada peserta tutur bahwa
setiap kalimat yang pernah terucap dari bibir kita akan mendapatkan balasan di
ahkirat. Jika mulut kita digunakan untuk hal-hal yang mendatangkan kebaikan yang
tujuanya adalah ibadah maka akan mendapat balasan yang baik, sedangkan kita mulut
kita berucap yang buruk yang tidak bermanfa’at atau perkataan yang tidak benar
maka akan mendapatkan siksa di akhirat.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode menjadi bahasa Arab
karena penutur gengsi hanya menggunakan bahasa Ibu (Jawa), penutur inggin
langsung menggunakan bahasa Arab sebagai rujukan bahasa Ilmu pengetahauan
Islam. Sehingga penutur menggunakan kutipan hadits yang asli dari bahasa Arab.
Fungsi dari alih kode sebagai ragam bahasa yang menambah pengetahuan
terhadap bahasa Arab sebagai bahasa Internasional di Negara-negara Timur Tenggah
dan bahasa ilmu pengetahuan terutama pengetahuan tentang jalan hidup atau agama.
Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi yang efektif dan
santun.
Alih kode berikut ini juga merupakan wujud dari alih kode dari bahasa Jawa
menjadi bahasa Arab.
8) Niku ingkag sepindhah, lan ingkang kaping kalih iq’ radhu an’amalli
yaknutharik wal majah. (152)
‘Ini yang pertama, dan yang ke-dua. meningalkan perbuatan yang
buruk dan tidak bermanfa’at.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
8a) Niku ingkang sepindhah, lan ingkang kaping kalih
‘Ini yang pertama, dan yang ke-dua.’
8b) Iq’ radhu an’amalli yaknutharik wal majah.
‘meningalkan perbuatan yangburuk dan tidak bermanfa’at’
Kalimat di atas wujud alih kode yang semula berbahasa Indonesia pada (8a)
yang berupa “Niku ingkang sepindhah, lan ingkang kaping kalih” kemudian menjadi
bahasa Arab “Iq’ radhu an’amalli yaknutharik wal majah.”. Dari data tersebut
penutur melanjutkan materi kedua. Sehingga penutur setelah menggunakan bahasa
Jawa kemudian beralih dengan menggunakan bahasa Arab.
Faktor dari alih kode tersebut merupakan topik pembicaraan. Topik tersebut
berupa transfer ilmu yang bersumber dari buku hadits. Sehingga penutur
menyampaikan dengan mengutip bahasa sesuai dengan apa adanya, yaitu bahasa
Arab.
Fungsi dari alih kode menjadi bahasa Arab guna menyampaikan ilmu agama
Islam yang berbahasa Arab, dari buku hadits yang berlatar belakang topik
pembicaraaan. Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa ragam krama untuk menghormati
dan menyampaikan materi kajian agama terhadap peserta tutur yang sebagian besar
merupakan masyarakat pengguna bahasa Jawa.
Kalimat di bawah ini juga merupakan wujud alih kode dari bahasa Jawa ke
bahasa Arab.
9) Dados Buqori niku ngendhika saking Rosulullah Saw ida aksana
ah’hadukum islammahu wakuli hasanatin yakmaluha tuktafulahu bi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
asra anfaliha, ilatu anmu ditfin wakuli syaitadin yak maluha
tuktafulahu bi musliha. (158)
‘Jadi Buqori itu berkata dari utusan Allah. Jika telah benar ke-Islaman
kita semua maka setiap kebaikan dicatat Allah sepuluh sampai seratus
kebaikan tetapi jika melakukan keburukan dicatat keburukan yang
dilalukannya saja.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
9a) Dados Buqori niku ngendhika saking Rosulullah Saw.
‘Jadi Buqori itu berkata dari utusan Allah.’
9b) Ida aksana ah’hadukum islammahu wakuli hasanatin
yakmaluha tuktafulahu bi asra anfaliha, ilatu anmu ditfin
wakuli syaitadin yak maluha tuktafulahu bi musliha.
‘Jika telah benar ke-Islaman kita semua maka setiap kebaikan
di catat Allah sepuluh sampai seratus kebaikan tetapi jika
melakukan keburukan dicatat keburukan yang dilalukannya
saja’
Wujud alih kode dari bahasa Jawa terdapat dengan kalimat “Dados Buqori
niku ngendhika saking Rosulullah Saw.” Kemudian menjadi bahasa Arab pada
kalimat “Ida aksana ah’hadukum islammahu wakuli hasanatin yakmaluha
tuktafulahu bi asra anfaliha, ilatu anmu ditfin wakuli syaitadin yak maluha
tuktafulahu bi musliha.”.
Penutur dalam kalimat tersebut ingin menyampaikan hadits yang diriwayatkan
oleh Buqori, isinya tentang jika seorang yang memeluk agama Islam dengan baik
perbuatan baik yang dilakukan orang tersebut akan dicatat sepuluh sampai dengan
seratus kebaikan. Akan tetapi setiap perbuatan buruk hanya dicatat keburukan yang
dilalukan oleh orang tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Faktor yang menjadi penyebab dari alih kode di atas karena topik
pembicaraan. Penutur yang ingin menyampaikan sumber ilmu yang dari buku hadits
yang berbahasa Arab, untuk kepentingan pembelajaran ilmu Islam.
Fungsi alih kode untuk merubah dari ragam santai menjadi ragam resmi.
Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa merupakan bahasa santun dan bahasa yang santai.
3) Alih Kode Bahasa Arab ke Bahasa Jawa
Wujud alih kode dari bahasa Arab ke bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
1) Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’iinuhu wanasta’firuhu,
wana’uudhubillahi minsyuruuri anfusina, wamin say’ati ‘amalina,
manyahdihihufaamudhillah waman yadhlil falahadiy’lah.
Ashaduanlaillahaillah wahdahula syarikalahu wa
ashaduannamuhammadan ‘abduhu warasullu lanabbi warassullah
ba’dah. Kallahuta’ala ya ayyuhaladina ‘amanuttaqullah kaqqatuqtihi
wala tamu tunnilla wa antum muslimun. Allhamdulillah ing
kesempatan punka kula saget ngisi kalian bapak-bapak, ibu-ibu. (78)
‘Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan mencari bantuan-Nya
dan pengampunan dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri
kita dan kejahatan kita, dari petunjuk Allah tidak menyesatkan dia dan
tidak disesatkan. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah,
sendirian tanpa pasangan, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan Rasul. Wahai manusia, aku menasihati kamu dan aku takut
akan Allah telah memenangkan orang-orang benar. Hai orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah harus ditakuti dan tidak mati
kecuali sebagai Muslim. Segala puji bagi Allah. Di kesempatan ini
saya bisa memberi (ilmu) kapada bapak-bapak, ibu-ibu.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
1a) Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’iinuhu
wanastag’firuhu, wana’uudhubillahi minsyuruuri anfusina,
wamin say’ati ‘amalina, manyahdihillahhu fala mudhillah
waman yudhlilahu falahadiy’lah. Ashaduanlaillahaillah
wahdahula syarikalahu wa ashaduannamuhammadan ‘abduhu
warasullu lanabbiyi warassullah ba’dah. Kallahuta’ala ya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
ayyuhaladina ‘amanuttaqullah kaqqatuqtihi wala tamu
tunnilla wa antum muslimun. Allhamdulillah.
‘Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan mencari
bantuan-Nya dan pengampunan dan kita berlindung kepada
Allah dari kejahatan diri kita dan kejahatan kita, dari petunjuk
Allah tidak menyesatkan dia dan tidak disesatkan oleh Hadi.
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, sendirian
tanpa pasangan, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan Rasul. Wahai manusia, aku menasihati kamu dan
aku takut akan Allah telah memenangkan orang-orang benar.
Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah harus
ditakuti dan tidak mati kecuali sebagai Muslim. Segala puji
bagi Allah.’
1b) Ing kesempatan punika kula saget ngisi kalian bapak-bapak,
ibu-ibu.
‘Di kesempatan ini saya bisa memberi (ilmu) kapada bapak-
bapak, ibu-ibu.’
Wujud dari alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa terlihat pada data
terlihat setelah data diurai atau dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian. Bagian pertama
merupakan kalimat dengan menggunakan bahasa Arab seperti data di atas (1a) yaitu
“Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’iinuhu wanastag’firuhu […]”. Kemudian
penutur beralih dengan menggunakan bahasa Jawa pada data (1b) yang berbunyi “Ing
kesempatan punika kula saget ngisi kalian bapak-bapak, ibu-ibu.”.
Karena alih kode yang mengandung unsur bahasa Arab tidak bisa di ubah
wujud menjadi bahasa Jawa secara utuh, karena akan mengurangi arti, makna, dan
retorika dakwah. Maka alih kode yeng mengandung bahasa Arab tidak bisa
dihilangkan dan diganti dengan bahasa lain.
Data tersebut merupakan data yang diambi dari kegiatan ta’lim pada awal-
awal dimulainya kajian tersebut, dimana penutur menggunakan kalimat pembuka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
�
�
dengan bahasa Arab mengajak kepada peserta tutur bersyukur dan meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan. Hal tersebut merupakan tatacara berdakwah secara teratur
dalam kajian atau ta’lim, tatacara tersebut merupakan retorika dakwah. Kemudian
penutur menggunakan bahasa Jawa.
Sehingga dari hal tersebut di atas yang menjadi faktor penutur menggunakan
alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa karena topik atau pokok
pembicaraan. Kalimat pembuka disesuaikan dengan retorika dakwah kemudian
penutur beralih dengan bahasa Jawa untuk menanyakan kabar kepada peserta tutur.
Fungsi dari alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa karena untuk
merubah situasi dari ragam beku menjadi situasi yang komunikatif yaitu termasuk
ragam non formal. Sehingga suasana santai lebih mewarnai kegiatan pembelajaran
tentang Pemahaman ilmu Islam tesebut.
Fungsi dari bahasa Jawa (krama) adalah sebagai bahasa yang diangap santun
dan lebih komunikan dalam menghadapi peserta tutur yang notabenya merupakan
pengguna bahasa Jawa aktif, serta mengimbangi bahasa yang dikuasai peserta tutur.
Alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa terdapat juga pada tuturan di
bawah ini.
2) Yaayuhaladinaamanu itaqqullah hahadhukhadi wallatamuttuna wa
antum muslimun. Wakallah rassullahi sallallahhu’alayhi wassalam
bihadifiahtarif innaifqatif hadits wal qitabbullah wal qairul hadil hajji
Muhammad sallallah huallay wassalam wa syarull umurri muhadad
uqha allla wa innaqulam fisiddini bid’ah wa qulla bid’ahtun
dhalallalah wa qalaradhatun binnar. Ibu-ibu ingkang dipun rahmati
Allah inggkang ing wedhal dalu punika kita sedaya boten lepat lan
kita sedaya boten lali manjataken raos syukur dhumateng Allah. (137)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
‘Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah harus ditakuti dan
tidak mati kecuali sebagai Muslim. Berkata Rasullullah. Dia yang
menaati Allah dan Rasul-Nya telah memenangkan kemenangan besar.
Al-Qur’an dari Allah, dan yang terbaik dari bimbingan adalah
bimbingan Nabi Muhammad dan semua hal yang jahat yang baru
ditemukan sebuah penambahan dan setiap penambahan adalah sesat
dan setiap kesesatan dalam api.’
Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai
unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.
2a) Yaayuhaladinaamanu itaqqullah hahadhukhadi
wallatamuttuna wa antum muslimun. Wakallah rassullahi
sallallahhu’alayhi wassalam bihadifiahtarif innaifqatif hadits
wal qitabbullah wal qairul hadjil hadjil Muhammad sallallah
huallay wassalam wa syarull umurri muhadad uqha allla wa
innaqulam fisiddini bid’ah wa qulla bid’ahtun dhalallalah wa
qalaradhatun binnar.
‘Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah harus
ditakuti dan tidak mati kecuali sebagai Muslim. Berkata
Rasullullah Saw. Dia yang menaati Allah dan Rasul-Nya telah
memenangkan kemenangan besar. Al-Qur’an dari Allah, dan
yang terbaik dari bimbingan adalah bimbingan Nabi
Muhammad dan semua hal yang jahat yang baru ditemukan
sebuah penambahan dan setiap penambahan adalah sesat dan
setiap kesesatan dalam api. Ibu-ibu yang di rahmati Allah yang
di waktu malam hari ini kita semua tidak lupa dan kita semua
tidak lupa memanjatkan rasa syukur kepada Allah.’
2b) Ibu-ibu ingkang dipun rahmati Allah inggkang ing wedhal
dalu punika kita sedaya boten lepat lan kita sedaya boten lali
manjataken raos syukur dhumateng Allah Swt.
‘Ibu-ibu yang di rahmati Allah yang di waktu malam hari ini
kita semua tidak lupa dan kita semua tidak lupa memanjatkan
rasa syukur kepada Allah’
Alih kode selanjutnya yang merupakan peralihan dari bahasa Arab menjadi
bahasa Jawa terlihat dari data di atas yang diurai menjadi 2 (dua) bagian untuk
memisahkan antara bahasa Arab dan bahasa Jawa. Untuk bahasa Arab terdapat pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
uraian (2a) yang berbunyi “Yaayuhaladinaamanu itaqqullah hahadhukhadi
wallatamuttuna wa antum muslimun […]”.
Foktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode dari bahasa Arab menjadi
bahasa Jawa seperti data sebelumnya yaitu karena pokok atau topik pembicaraan
dimana kata pembuka disesuaikan dengan retorika dakwah kemudian penutur beralih
dengan bahasa yang komunikatif dengan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dan
mengajak peserta tutur untuk memanjatkan rasa syukur.
Fungsi dari alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa karena untuk
merubah situasi dari ragam beku menjadi situasi yang komunikatif yaitu termasuk
ragam non formal. Seadangkan fungsi dari bahasa Jawa (krama) adalah sebagai
bahasa yang diangap santun dan lebih komunikan dalam menghadapi peserta tutur
yang merupakan pemakai bahasa Jawa.
4) Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa
1) Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan seperti
biasanya. Sakdherenge napa namine mlebet materi, kula tanglet
ingkang sampun kula sampekne ngek biyen nggih. (7)
‘Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan seperti
biasanya. Sebelum apa namanya masuk materi, saya tanya yang sudah
saya sampaikan kala dulu ya.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua
bahasa tersebut.
1a) Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan
seperti biasanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
1b) Sakdherenge napa namine mlebet materi, kula tanglet ingkang
sampun kula sampekne nggek biyen nggih.
‘Sebelum apa namanya masuk materi, saya tanya yang sudah
saya sampaikan kala dulu ya.’
Dari data tersebut merupakan data diambil dari santri TID (Takhasshush I’dad
Du’at) yang berlokasi di masjid desa Candran Kecamatan Simo, dalam pembelajaran
ilmu Islam (ta’lim), kegiatan tersebut merupakan kegiatan formal dari PDS, sehingga
termasuk ragam resmi. Penutur merupakan santri PDS, sedangkan mitra tutur
merupakan jama’ah sholat magrib yang terdiri dari usia tua, orang tua, dan pemuda.
Untuk Anak-anak berada diserambi (luar) masjid jadi tidak ikut dalam komponen
tutur. Data diambil setelah shalat magrib, sekitar pukul 18.10 WIB.
Data tersebut menunjukkan munculnya alih kode dari bahasa Indonesia ke
dalam bahasa Jawa. Alih kode tersebut tampak pada kalimat (pada data 1a)
“Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan seperti biasanya” yang
merupakan kode dengan kalimat bahasa Indonesia, kemudian beralih kode dengan
menggunakan bahasa Jawa (pada 1b) “Sakdherenge napa namine mlebet materi, kula
tanglet ingkang sampun kula sampekne nggek biyen nggih.”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
1c) Lajeng mawon, ingkang mekaten kita mlebet materi lan kadhos
biasanipun, sakdherenge napa namine mlebet materi, kula nyuwun
pirsa ingkang sampun kula sampekne kala biyen nggih.
‘Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan seperti
biasanya Sebelum apa namanya masuk materi, saya tanya yang sudah
saya sampaikan kala dulu ya.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Dari uji ubah wujud menjadi bahasa Jawa seperti data di atas, ternyata dapat
mewakili makna yang terkandung dalam tuturan tersebut serta menambah rasa
hormat dengan pemakaian bahasa Jawa.
Fungsi dari alih kode dari bahasa Indonesia menjadi bahasa Jawa adalah
merubah ragam resmi berbahasa Indonesia menjadi ragam santun berbahasa Jawa.
Juga agar komunikasi lebih efektif atau mengimbanggi bahasa yang dikuasai peserta
tutur, mengingat peserta tutur merupakan pemakai bahasa Jawa aktif. Sedangkan alih
kode bahasa Jawa tersebut termasuk jenis ragam krama, tetapi masih ada leksikon
yan merupakan jenis krama desa pada kata “tanglet” ‘tanya’ seharusnya
menggunakan kata “nyuwun pirsa” atau “dherek pirsa” yang lebih sesuai dengan
kaidah bahasa Jawa. Terdapat juga interferensi pada kata “materi”. Fungsi ragam
bahasa Jawa merupakan untuk menghormati mitra tutur yang sebagian besar
merupakan usia tua.
Wujud alih kode oleh santri PDS juga muncul pada kalimat di bawah ini.
2) Mereka syirik ini orangnya meninggal, Dados dosane niku boten
diampuni Allah. (26)
‘Mereka syirik ini orangnya meninggal. Jadi dosanya itu tidak
diampuni Allah.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua
bahasa tersebut.
2a) Mereka syirik ini orangnya meninggal.
2b) Dados dosane niku boten diampuni Allah.
‘Jadi dosanya itu tidak diampuni Allah.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Wujud alih kode tejadi pada (2a) merupakan kode bahasa Indonesia beralih
menjadi kode bahasa Jawa pada (2b). Penutur (Santri PDS) dalam data tersebut
berbicara dengan mitra tutur (masyarakat) mengenai topik tentang orang yang
menyekutukan Allah dan akibat yang didapat dari perbuatan tersebut. Materi yang
disampaikan merupakan ilmu yang diambil dari buku kemudian penutur
menyampaikan materi tersebut. Alih kode bahasa Jawa yang digunakan merupakan
ragam madya, terlihat dalam kalimat “Dados dosane niku boten diampuni Allah”.
Terdapat interferensi berupa kata “syirik”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
2c) Piyambakipun syirik punika tiyangipun sedha. Dados dosannipun
menika boten dipun ampuni Allah.
‘Mereka syirik ini orangnya meninggal. Jadi dosanya itu tidak
diampuni Allah.’
Uji ubah wujud menjadi bahasa Jawa seperti di atas, secara makna dapat
mewakili dari tuturan aslinya.
Fungsi dari alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa untuk merubah
dari situasi resmi menjadi situasi santai dengan bahasa Jawa yang lebih imbang
dengan keadaan peserta tutur.
Kemudian data yang lain yang menunjukkan alih kode dengan latar belakang
penutur yang sama, berupa alih kode sebagai berikut:
3) Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak ada apa-
apanya. Dibandingke ibu kita sedaya boten wonten napa-napane buk.
(46)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
‘Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak ada apa-
apanya dibandingkan ibu kita, semua tidak apa-apanya buk.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua
bahasa tersebut.
3a) Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak
ada apa-apanya.
3b) Dibandingke ibu kita, sedaya boten wonten napa-napane buk.
‘Dibandingkan ibu kita, semua tidak apa-apanya buk.’
Data (3) merupakan wujud alih kode dari bahasa Indonesia (3a)
“Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak ada apa-apanya.”
kemudian menjadi bahasa Jawa (3b) “Dibandingke ibu kita, sedaya boten wonten
napa-napane bu”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
3c) Pangorbanan ingkang kita caosaken dhumateng tiyang sepuh kita
menika boten wonten napa-napa. Dipunbandingaken ibu kita sedaya
boten wonten napa-napanipun buk.
‘Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak ada
apa-apanya dibandingkan ibu kita, semua tidak apa-apanya buk.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia bisa diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode karena topik pembicaraan,
dari bahasa Indonesia yang merupakan wujud dari ragam formal menjadi bahasa
Jawa berupa ragam nonformal. Juga karena oleh mitra tutur atau lawan tutur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
merupakan masyarakat pengguna bahasa Jawa Aktif (masyarakat pedesaan).
Sehingga guna berkomunikasi dan mengimbanggi bahasa yang dikuasai peserta tutur.
Fungsi dari alih kode dari tersebut untuk menjelaskan atau menegaskan
maksud dari ucapan penutur agar lebih memahami maksud dari apa yang
disampaikan penutur. Alih kode bahasa Jawa di atas termasuk jenis ragam madya,
berguna sebagi bahasa yang santai mencerminkan situasi nonformal.
Terlihat juga alih kode berupa kalimat sebagai berikut ini.
4) Contohnya meminta rezeki ataupun kesehatan kepada selain Allah,
mengantungkan diri dan bersujud selain Allah. Dados nggih niku
nggih syirik buk, Jenengan. (20)
‘Contohnya meminta rezeki ataupun kesehatan kepada selain Allah,
mengantungkan diri dan bersujud selain Allah. Jadi ya itu ya
menyekutukan buk, anda.’
Jika di atas diurai menjadi dua bagian (4a dan 4b,) seperti di bawah ini.
4a) Contohnya meminta rezeki ataupun kesehatan kepada selain
Allah, mengantungkan diri dan bersujud selain Allah.
4b) Dados nggih niku nggih syirik buk, Jenengan.
‘Jadi ya itu ya menyekutukan buk, anda.’
Terjadi alih kode dari bahasa Indonesia (4a) “Contohnya meminta rizeki
ataupun kesehatan kepada selain Allah, mengantungkan diri dan bersujud selain
Allah.”. kemudian menjadi bahasa Jawa (4b) “Dados nggih niku nggih syirik buk,
Jenengan.”. Penutur dalam kalimat di atas bermaksud memberikan contoh tentang
perbuatan menyekutukan Allah adalah meminta rizeki, bersujud, dan
menggantungkan diri kepada selain Allah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
4c) Thuladhanipun nyuwun rejeki utawi kasarasan dhumateng senesipun
Allah, ngantungaken piyambakipun lan sujud dhumateng senesipun
Allah. Dados nggih menika nggih syirik buk, Jenengan.
‘Contohnya meminta rezeki ataupun kesehatan kepada selain Allah,
mengantungkan diri dan bersujud selain Allah. Jadi ya itu ya
menyekutukan buk, anda.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Munculnya alih kode disebabkan karena topik yang menerangkan ilmu yang
bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa Jawa yang
lebih komunikatif terhadap lawan bicara.
Fungsi dari alih kode ke bahasa Jawa untuk merubah dari ragam resmi
menjadi ragam santai. Bahasa Jawa sebagi penyeimbang dari bahasa yang dikuasai
penutur dan merupakan bahasa yang bernilai kesopanan terhadap peserta tutur.
Alih kode selanjutnya berupa tuturan di bawah ini.
5) Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta, niku
napa tha? Kathah-kathah ngapusi, yen ngomong menclamencle, boten
pas ditakoni ngetan ngulon ngalor ngidul, sing penting boten pas lah,
boten pas. (62)
‘Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta. Ini apa
sih? Banyak-banyak menipu kalau bicara seenaknya, tidak pas ditanya
timur jawabnya selatan, yang penting tidak pas lah, tidak pas.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua
bahasa tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
�
�
5a) Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta.
5b) Niku napa tha? Kathah-kathah ngapusi, yen ngomong
menclamencle, boten pas ditakoki ngetan ngulon ngalor
ngidul, sing penting boten pas lah, boten pas.
‘Ini apa sih? Banyak bohongnya, sering menipu kalau bicara
seenaknya, tidak pas ditanya timur jawabnya selatan, yang
penting tidak pas lah, tidak pas.’
Alih kode terjadi pada data setelah dianalisis dengan diurai yaitu (5a)
“Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta” yang berupa bahasa
Indonesia kemudian menjadi bahasa Jawa (5b) “Niku napa tha? Katah-katah
ngapusi, yen ngomong menclamencle, boten pas ditakok ngetan ngulon ngalor
ngidul, sing penting boten pas lah, boten pas.”.
Penutur dalam data tersebut ingin menyampaikan pada mitra tutur, bahwa
dosa besar setelah mencuri adalalah berdusta atas apa yang diucapkan. Kemudian
penutur Alih kode menjadi bahasa Jawa disebabkan karena penutur yang semula
berbicara dengan membaca buku kemudian berganti bahasa yang lebih komunikatif
dengan bahasa Jawa.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
5c) Saklajengipun dosa ageng wau saksampunipun nyolong katah apus-
apus, menika napa tha? Kathah-kathah ngapusi, yen ngendhika
mencla-mencle, boten pas dipunsuwuni pirsa ngetan ngulon ngalor
ngidul, ingkang penting boten pas, boten pas.
‘Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta. Ini apa
sih? Banyak-banyak menipu kalau bicara seenaknya, tidak pas ditanya
timur jawabnya selatan, yang penting tidak pas lah, tidak pas.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Munculnya alih kode disebabkan karena topik yang menerangkan ilmu yang
bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa Jawa yang
lebih komunikatif terhadap lawan bicara.
Fungsi dari alih kode ke bahasa Jawa untuk merubah dari ragam resmi
menjadi ragam santai. Bahasa Jawa sebagi penyeimbang dari bahasa yang dikuasai
penutur dan merupakan bahasa yang bernilai kesopanan terhadap peserta tutur, serta
bahasa yang santai.
Alih kode yang lain terdapat pada kalimat serikut ini.
6) Di taruh di panti jompo walaupun dikasih uang banyak itu saya yakin
itu napa namine embah-embah niku boten ayem, kersane tepang kalih
putune, kalih anake boten saget, pengen njenguk boten saget. (40)
‘Di taruh di panti jompo walaupun dikasih uang banyak itu saya yakin
itu, Apa namanya embah-embah itu tidak tenang, agar bertemu dengan
cucu-cucunya, sama anaknya tidak bisa, kepengen menjenguk tidak
bisa.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua
bahasa tersebut.
6a) Di taruh di Panti Jompo walaupun dikasih uang banyak itu
saya yakin itu.
6b) Napa namine embah-embah niku boten ayem, kersane tepang
kalih putune, kalih anake boten saget, pengen njenguk boten
saget.
‘Apa namanya embah-embah itu tidak tenang, biar bertemu
dengan cucu-cucunya, sama anaknya tidak bisa, kepengen
memjenguk tidak bisa.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Data di atas setelah diurai menjadi dua bagian telihat alih kode yang muncul
dari (6a) “Di taruh di panti jompo walaupun dikasih uang banyak itu saya yakin itu”
kemudian menggunakan bahasa Jawa (6b) “Napa namine embah-embah niku boten
ayem, kersane tepang kalih putune, kalih anake boten saget, pengen njenguk boten
saget.”. terdapat interferensi pada kata “njenguk”
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
6c) Dipun lebetaken wonten Panti Jompo badhe diwenehi artha kathah
menika kula yakin menika napa naminipun embah-embah menika
boten ayem, kersane tepang kalih putunipun, kalih anakipun boten
saget, pengen soan boten saget.
‘Di taruh di panti jompo walaupun dikasih uang banyak itu saya yakin
itu, Apa namanya embah-embah itu tidak tenang, agar bertemu dengan
cucu-cucunya, sama anaknya tidak bisa, kepengen menjenguk tidak
bisa.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor penyebabterjadinya alih kode karena topik yang menerangkan ilmu
yang bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa Jawa
yang lebih komunikatif terhadap lawan bicara.
Fungsi dari alih kode ke bahasa Jawa untuk merubah dari ragam resmi
menjadi ragam santai. Bahasa Jawa sebagi penyeimbang dari bahasa yang dikuasai
penutur dan merupakan bahasa yang bernilai kesopanan terhadap peserta tutur, serta
bahasa yang santai.
Alih kode selanjutnya muncul sebagai berikut ini.
7) Itu karena hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang kafir.
Dados hukumane Islam niku dereng ditegakke buk. (55)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
‘Itu karena hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang kafir, Jadi
hukuman Islam itu belum ditegakkan buk.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua
bahasa tersebut.
7a) Itu karena hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang
kafir.
7b) Dados hukumane Islam niku dereng ditegakke buk.
‘Jadi hukuman Islam itu belum ditegakkan buk.’
Data ke-9 untuk wujud alih kode seperti di atas setelah dibagi unsur langsung
yang menunjukkan perbedaan bahasa. Bagian data yang bertanda (7a) “Itu karena
hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang kafir” penutur menggunakan bahasa
Indonesia dan beralih dengan bahasa Jawa, terlihat pada data (7b) “Dados hukumane
Islam niku dereng ditegakke buk”. Terdapat interferensi berupa kata “kafir” ‘orang
yang keluar dari Islam’.
Penutur menyampaikan bahwa hukuman yang dipakai oleh Negara adalah
hukum orang kafir, karena jika hukum Islam apabila ada orang yang mencuri
dipotong tanganya sesuai dengan batas materi yang dicuri. Batas minimal untuk
hukuman potong (jari, tangan, kali) oleh penutur diterangkan bahwa jika yang dicuri
senilai seperempat dinar (mata uang emas).
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
7c) Menika amargi hukuman kita tasih hukum-hukum tiyang-tiyang kafir.
Dados hukumanipun Islam menika dereng dipuntegakake buk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
‘Itu karena hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang kafir, Jadi
hukuman Islam itu belum ditegakkan buk.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor penyebab terjadinya alih kode karena penutur, yang menerangkan
ilmu yang bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa
Jawa yang lebih komunikatif terhadap lawan bicara.
Fungi dari alih kode bahasa Jawa adalah untuk merubah dari ragam resmi
menjadi ragam santai dengan bahasa Jawa.
Alih kode dalam kalimat di bawah ini ada hubunganya dengan data sebelunya.
8) Seperempat dinar ya sekitarnya, dirupiahkan ya sekitar dua ratus lima
puluh sampai tiga ratus ribuan buk. Dados telungatus sewu nganti
ronggatus seket niku yen dirupiahke sekitar niku buk. (247)
‘Seperempat dinar ya sekitarnya, dirupiahkan ya sekitar dua ratus
lima puluh sampai tiga ratus ribuan buk. Jadi tiga ratus ribu sampai
dua ratus lima puluh itu kalau dirupiahkan sekitar itu buk.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua
bahasa tersebut.
8a) Seperempat dinar ya sekitarnya, dirupiahkan ya sekitar dua
ratus limapuluh sampai tiga ratus ribuan buk.
8b) Dados telungalatus sewu nganti ronggatus seket niku yen
dirupiahke sekitar niku buk.
‘Jadi tigaratus ribu sampai dua ratus lima puluh itu kalau
dirupiahkan sekitar itu buk.’
Menurut data di atas diterangkan bahwa seperempat dinar jika dirupiahkan
setara dengan dua ratus lima puluh ribu sanpai dengan tiga ratus ribu rupiah. Jika
seorang mencuri minimal dua ratus lima puluh ribu rupiah dihukum dengan dipotong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
bagian tangan, entah itu jari atau tangan. Hukuman tersebut hanya dapat dilakukan
oleh pengadilan syari’ah, dimana pengadilan atau pemerintahan setempat
menerapkan hukum Islam yang bersumber dari Tuhan. Dari hukuman tersebut
dipastikan pencuri akan jera terhadap perbuatan yang merugikan tersebut serta orang
yang mencuri mendapat balasan yang setimpa di dunia sehingga di akhirat orang
yang mencuri tersebut dapat masuk syurga dengan timbangan amal baik yang pernah
dilakukan.
Alih kode untuk data setelah diurai (8a) “Seperempat dinar ya sekitarnya,
dirupiahkan ya sekitar dua ratus lima puluh sampai tiga ratus ribuan buk” merupakan
kalimat berbahasa Indonesia kemudian menggunakan kalimat berbahasa Jawa seperti
diurai dalam uraian (8b) “Dados telungalatus sewu nganti ronggatus seket niku yen
dirupiahke sekitar niku buk.”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
8c) Seprapat dinar nggih kinten-kinten, dipunrupiahaken nggih
sekitaripun kalih atus gangsal ngantos tigang atus ewu buk. Dados
tigang atus sewu ngantos kalihatus seket menika menawi dipun
rupiahaken sekitar menika buk.
‘Seperempat dinar ya sekitarnya, dirupiahkan ya sekitar dua ratus
limapuluh sampai tiga ratus ribuan buk. Jadi tigaratus ribu sampai dua
ratus lima puluh itu kalau dirupiahkan sekitar itu buk.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor penyebab terjadinya alih kode karena penutur, yang menerangkan ilmu
yang bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa Jawa
yang lebih komunikatif terhadap lawan bicara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Fungi dari alih kode bahasa Jawa adalah untuk merubah dari ragam resmi
menjadi ragam santai dengan bahasa Jawa.
Alih kode selanjutnya berupa tuturan sebagai berikut ini.
9) Ada berjudi, kemudian zina, kemudian meninggalkan sholat. Nggih
niki boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. (248)
‘Ada berjudi, kemudian zina, kemudian meninggalkan sholat. Ya ini
tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini.’
Setelah data urai menjadi beberapa bagian, menjadi berikut ini.
9a) Ada berjudi, kemudian zina, kemudian meninggalkan sholat.
9b) Nggih niki boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk
niki.
‘Ya ini tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini.’
Alih kode tersebut merupakan data contoh-contoh perbuatan dosa besar yang
bisa langar oleh manusia. Setelah diurai menjadi beberapa bagian, muncul alih kode
pada uraian setelah diurai wujud alih kodemuncul pada (9a) “Ada berjudi, kemudian
zina, kemudian meninggalkan sholat” kemudian menggunakan bahasa Jawa krama
(9b) “Nggih niki boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
9c) Wonten judi, lajeng zina, lajeng ningalaken sholat. Nggih menika
boten sah dipunterangake mawon empun jelas nggih buk menika.
‘Ada berjudi, kemudian zina, kemudian meninggalkan sholat. Ya ini
tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan, semula
menerangkan dari membaca buku, kemudian beralih bahasa Jawa untuk
berkomunikasi dengan mitra tutur.
Fungsi dari alih kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari
ragam resmi menjadi ragam usaha atau konsulatif, karena membicarakan tentang
penawaran atau hasil bahwa sebagian poin materi tidak dibahas secara luas.
Selanjutnya data untuk bernomor (78-136) merupakan penutur KMI
(Kuliyyatul Mu’allimin) setara dengan SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) kelas
1 (satu). Walaupun berbeda dengan kelas yang diatasnya dalam memberi materi ilmu,
tergolong masih pemula. Namun meskipun pemula santri tersebut sudah terjun dalam
masyarakat dalam menyampaikan ilmu kapada masyarakat sekitar PDS. Dilihat dari
asal mula tempat tinggal, santri tersebut berasal dari Sukoharjo, Jawa tenggah. Jika
ditarik historis penutur tersebut merupakan pengguna bahasa Jawa aktif.
Alih kode yang muncul pada yaitu berupa kalimat di bawah ini.
10) Penyakit malah semakin bertambah. Amargi saking tindhakan kita
sami ingkang boten kita ngertosi. (119)
‘Penyakit malah semakin bertambah. Karena dari tindakan kita semua
yang tidak kita ketahui.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua
bahasa tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
10a) Penyakit malah semakin bertambah.
10b) Amargi saking tindhakan kita sami ingkang boten kita
ngertosi.
‘Karena dari tindakan kita semua yang tidak kita ketahui.’
Alih kode terwujud dalam data (10a) “Penyakit malah semakin bertambah.”
Kemudian beralih dengan berbahasa Jawa (10b) “Amargi saking tindhakan kita sami
ingkang boten kita ngertosi.”. Inti kalimat diatas merupakan akibat dari berbuatan
dosa yang diperbuat oleh manusia dimuka bumi maka Allah akan menimpa azab
berupa penyakit yang tidak pernah ditemui sebelumya dan semakin bertambah
banyak segala macam penyakit yang menimpa masyarakat.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
10c) Penyakit malah samsaya tambah. Amargi saking tumindhak kita sami
ingkang boten kita ngertosi.
‘Penyakit malah semakin bertambah. Karena dari tindakan kita semua
yang tidak kita ketahui.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.
Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan, semula
menerangkan dari membaca buku, kemudian beralih bahasa Jawa untuk
berkomunikasi dengan mitra tutur.
Fungsi dari alih kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari
ragam resmi menjadi ragam santai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Alih kode dari bahasa Jawa antar ragam yang muncul pada penelitian ini,
dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.
5) Alih Kode dari Bahasa Jawa Ragam Krama ke Ragam Ngoko
1) Nanging sakniki kita ngertosi napa ing Indonesia niki boten saget
napa ngolah, gur gacho penting apa sak enggo-enggone dewe.(117)
‘Tapi sekarang kita mengetahui apa di Indonesia ini tidak bisa apa
mengolah, cuma iseng penting apa dipake-pake sendiri.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa ragam krama dengan ragam ngoko, sehingga mengetahui bagian dari
kedua ragam tersebut.
1a) Nanging sakniki kita ngertosi napa ing Indonesia niki boten saget
napa ngolah.
‘Tapi sekarang kita mengetahui apa di Indonesia ini tidak bisa apa
mengolah.’
1b) Gur gacho penting apa sak enggo-enggone dewe.
‘Cuma iseng penting apa dipake-pake sendiri.’
Alih kode terwujud dari ragam krama dalam data (1a) “Nanging sakniki kita
ngertosi napa ing Indonesia niki boten saget napa ngolah.” Kemudian beralih dengan
ragam ngoko (1b) “Gur gacho penting apa sak enggo-enggone dewe”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
1c) Nanging sakmenika kita ngertosi napa ing Indonesia menika boten
saget napa ngolah, namung gacho penting napa dipun damel kiambak.
‘Tapi sekarang kita mengetahui apa di Indonesia ini tidak bisa apa
mengolah, cuma iseng penting apa dipake-pake sendiri.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga dapat diubah dengan bahasa Jawa ragam karma, semua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan. Fungsi dari alih
kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari ragam resmi dalam bahasa
Jawa menjadi ragam santai dalam bahasa Jawa.
Alih kode berikutnya terdapat dalam kalimat dibawah ini.
2) Boten wonten ingkang ajeng dizakati, malah padha-padha pengen
njakati. (96)
‘Tidak ada yang akan beri zakat, malah sama-sama inggin membayar
zakat.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa ragam krama dengan ragam ngoko, sehingga mengetahui bagian dari
kedua ragam tersebut.
2a) Boten wonten ingkang ajeng dizakati.
‘Tidak ada yang akan beri zakat.’
2b) Malah padha-padha pengen njakati. (96)
‘Malah sama-sama inggin membayar zakat.’
Alih kode terwujud dari ragam krama dalam data (1a) “Boten wonten ingkang
ajeng dizakati.” Kemudian beralih dengan ragam ngoko (1b) “Malah padha-padha
pengen njakati”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
2c) Boten wonten ingkang badhe dipunzakati, malah sami-sami kepengen
njakati. (96)
‘Tidak ada yang akan beri zakat, malah sama-sama inggin membayar
zakat.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga dapat diubah dengan bahasa Jawa ragam karma, semua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan. Fungsi dari alih
kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari ragam resmi dalam bahasa
Jawa menjadi ragam santai dalam bahasa Jawa.
6) Alih Kode dari Bahasa Jawa Ragam Ngoko ke Ragam Krama
1) Wis saiki koe nyembahna laler siji wae, satungal mawon laler boten
purun akibate napa buk? Akibate nggih ya dipenggal. Laler wau saget
mlebetke swarga, kiambake dipun nyembahaken laler boten purun
saget mlebet dhumateng swarga. (202)
‘Sudah sekarang kamu mempersembahkan lalat satu saja, satu saja
lalar tidak mau akibatnya apa buk? Akibatnya ya dipenggal. Lalat tadi
bisa memasukkan syurga, dirinya disuruh menyembahkan lalat tidak
mau bisa masuk ke dalam syurga.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa ragam ngoko dengan ragam krama, sehingga mengetahui bagian dari
kedua ragam tersebut.
1a) Wis saiki koe nyembahna laler siji wae.
‘Sudah sekarang kamu mempersembahkan lalat satu saja.’
1b) Satungal mawon laler boten purun akibate napa buk? Akibate nggih
ya dipenggal. Laler wau saget mlebetke swarga, kiambake dipun
nyembahaken laler boten purun saget mlebet dhumateng swarga.
‘satu saja lalar tidak mau akibatnya apa buk? Akibatnya ya dipenggal.
Lalat tadi bisa memasukkan syurga, dirinya disuruh menyembahkan
lalat tidak mau bisa masuk ke dalam syurga.’
Alih kode terwujud dari ragam ngoko dalam data (1a) “Wis saiki koe
nyembahna laler siji wae.” Kemudian beralih dengan ragam krama (1b) “Satungal
mawon laler boten purun akibate napa buk? Akibate nggih ya dipenggal. Laler wau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
saget mlebetke swarga, kiambake dipun nyembahaken laler boten purun saget mlebet
dhumateng swarga”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
1c) Empun sakmenika panjenengan nyembahaken laler satunggal mawon,
satungal mawon laler boten purun akibatipun napa buk? Akibatipun
nggih ya tugel. Laler wau saget mlebetaken swarga, kiambakipun
nyembahaken laler boten purun saget mlebet dhumateng swarga.
(202)
‘Sudah sekarang kamu mempersembahkan lalat satu saja, satu saja
lalar tidak mau akibatnya apa buk? Akibatnya ya dipenggal. Lalat tadi
bisa memasukkan syurga, dirinya disuruh menyembahkan lalat tidak
mau bisa masuk ke dalam syurga.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga dapat diubah dengan bahasa Jawa ragam krama, semua.
Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan. Fungsi dari alih
kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari ragam santai dalam
bahasa Jawa menjadi ragam resmi dalam bahasa Jawa.
Alih kode selanjutnya dapat dilihat dalam kalimat dibawah ini.
2) Dikei kepenak kok malah nglimpekake malah padha ngerogoh
rempela. Nggih Allah nggih nesu, bahwasane Allah sampun ridha kok
malah dikecewakake. (103)
‘Diberi kesenangan kok malah menyembunyikan malah sama inggin
mengambil kekayaan (rempela). Ya Allah ya marah, bahwasanya
Allah sudah ikhlas kok malah di kecewakan.’
Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan
antara bahasa ragam ngoko dengan ragam krama, sehingga mengetahui bagian dari
kedua ragam tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
2a) Dikei kepenak kok malah nglimpekake malah padha ngerogoh
rempela.
‘Diberi kesenangan kok malah menyembunyikan malah sama inggin
mengambil kekayaan (rempela).’
2b) Nggih Allah nggih nesu, bahwasane Allah sampun ridha kok malah
dikecewakake.
‘Ya Allah ya marah, bahwasanya Allah sudah ikhlas kok malah di
kecewakan.’
Alih kode terwujud dari ragam ngoko dalam data (1a) “Dikei kepenak kok
malah nglimpekake malah padha ngerogoh rempela.” Kemudian beralih dengan
ragam krama (1b) “Nggih Allah nggih nesu, bahwasane Allah sampun ridha kok
malah dikecewakake”.
Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud
atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.
2a) Dipun wenehi kepenak kok malah nglimpekaken malah sami ngerogoh
rempela. Nggih Allah nggih nesu, estunipun Allah sampun ridha kok
malah dipunkuciwani.
‘Diberi kesenangan kok malah menyembunyikan malah sama inggin
mengambil kekayaan (rempela). Ya Allah ya marah, bahwasanya
Allah sudah ikhlas kok malah di kecewakan.’
Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.
Sehingga dapat diubah dengan bahasa Jawa ragam krama, semua.
Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan. Fungsi dari alih
kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari ragam santai dalam
bahasa Jawa menjadi ragam resmi dalam bahasa Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
2. Campur Kode
Dari penelitian ini terdapat beberapa campur kode, wujud campur kode di
bagi menjadi 3 (tiga) baian, antara lain; (1) campur kode bahasa Indonesia dalam
bahasa Jawa, (2) Campur Kode Bahasa Arab dalam Bahasa Jawa, dan (3) Campur
Kode Bahasa Inggris dalam Bahasa Jawa. Adapun wujud campur kode tersebut
sebagai berikut di bawah ini.
1) Campur Kode Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa
Dibawah ini merupakan wujud campur kode bahasa Indonesia dalam tuturan
kalimat berbahasa Jawa. Untuk menentukan campur kode dan interferensi dengan
menggunakan teknik urai unsur terkecil (ultimate constituen analysis), adapun teknik
tersebut dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini.
1) Wasilah-wasilah utawi napa namine niku perantara-perantara
kersane iman kita tambah, kersane iman kita niku baru, iman kita
niku napa jadi kuat niku sing sepindhah napa mbah? dhek biyen
punika. (8)
‘Cara-cara atau apa namanya itu perantara-perantara agar iman kita
bertambah, agar iman kita itu baru, iman kita itu apa jadi kuat itu yang
pertama apa embah? Kala dulu itu.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas adalah;
/perantara-perantara/, /baru/, dan /jadi kuat/. Kalimat yang digunakan penutur
dalam data yang mengandung campur kode di atas merupakan kalimat bahasa Jawa
ragam madya.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
1a) Wasilah-wasilahipun utawi napa namine menika Cara-caranipun
kersane iman kita tambah, kersane iman kita menika anyar, iman kita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
menika napa dados kiat niku sing sepindhah napa mbah? kala biyen
punika.
‘Cara-cara atau apa namanya itu perantara-perantara agar iman kita
bertambah, agar iman kita itu baru, iman kita itu apa jadi kuat itu yang
pertama apa embah? Kala dulu itu.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia tidak perlu terjadi,
karena dapat menggunakan bahasa Jawa secara makna sama dengan makna dari
campur kode yang digunakan penutur. Pengantian tersebut pada kata /perantara-
perantara/ � /Cara-caranipu/, /baru/� /anyar/, dan /jadi kuat/ �/dados kiat/.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identitas ragam
sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di atas
termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa, dan pengulangan kata.
Fungsi dari campur kode di atas adalah untuk mempermudah dalam mencari
kata yang sulit diucapkan dan sebagai penjelas terhadap makna kata.
Wujud campur kode yang lain nampak juga dalam kalimat berikut ini.
2) Jenengan misale menghadapi Allah niku napa njing ajeng, Gusti
Allah niku kula paringgi arta niki pinten yuta, kula boten bali teng
neraka dilebetke syurga. […] Boten tha lha dados nggih sangune niku
amal-amal ibadah kita amal shaleh kita, nggih ngaji kita sholat kita,
sholat lima waktu, ee zakat kita puasa kita. (15)
‘Anda misalnya menghadapi Allah itu apa nati mau, Tuhan Allah ini
saya beri uang ini berapa juta, saya tidak dikembalikan ke neraka
dimasukkan ke syurga. Tidak kan lha jadi ya bekalnya itu amal-amal
ibadah kita amal shaleh kita, ya amallan al-qur’an kita, sholat kita,
sholat lima waktu, ee zakat kita puasa kita.’
Unsur terkecil yang mengandung campur kode yaitu berupa kata;
/menghadapi/, /lima waktu/, dan /puasa /, data di atas bahwa penutur menerangkan
yang dinilai Allah, apakah orang tersebut di masukkan neraka atau syurga yaitu amal-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
amal ibadah dan amal-amal shalih. Jenis kalimat tersebut tergolong bahasa Jawa
ragam madya.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
2a) Jenengan thuladhanipun ngadepi Allah menika napa njing ajeng,
Gusti Allah niku kula paringgi arta niki pinten yuta, kula boten bali
teng neraka dilebetke syurga. […] Boten tha lha dados nggih sangune
menika amal-amal ibadah kita amal shaleh kita, nggih ngaji kita
sholat kita, sholat gangsal wedal, ee zakat kita siam kita menika
ingkang dipun biji deneng Allah Swt.
‘Anda misalnya menghadapi Allah itu apa nati mau, Tuhan Allah ini
saya beri uang ini berapa juta, saya tidak dikembalikan ke neraka
dimasukkan ke syurga. Tidak kan lha jadi ya bekalnya itu amal-amal
ibadah kita amal shaleh kita, ya amallan al-qur’an kita, sholat kita,
sholat lima waktu, ee zakat kita puasa kita.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa. Fungsi dari
campur kode tersebut karena kata yang dicampur lebih perperan dalam mewakili
pikiran yang ingin diucapkan.
Wujud campur kode yang lain nampak juga dalam kalimat berikut ini.
3) Yang pertama nggih, ingkang sepindhah niku dosa besar inggih
punika syirik buk. Syirik ndek emben nika syirik napa? Apa mbah,
syirik ndek emben? Menyekutukan Allah, masksute menyekutukan
Allah niku gimana tha? Menyembah selain Allah, dados jenengan
misale nyembah matahari, menyembah kuburan, menyembah wit,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
napa, napa namine menyembah napa waelah selain Allah niku
termasuk syirik. Syirik niku dosane besar mbah. (18)
‘Yang pertama ya, yang pertama itu dosa besar yaitu adalah syirik
buk. Syirik dulu itu syirik apa? Apa embah, syirik dulu itu?
Menyekutukan Allah, masksudnya menyekutukan Allah niku gimana
tha? Menyembah selain Allah, jadi anda misalnya menyembah
matahari, menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya
menyembah apa sajalah selain Allah itu termasuk syirik. Syirik itu
dosanya besar embah.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas antara
lain, /yang pertama/, /dosa besar/, /apa/, /menyekutukan/, /gimana/, /menyembah
selain/, /termasuk/, dan /besar/. Penutur dalam tuturan di atas menerangkan tentang
dosa besar.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
3a) Ingkang sepindhah nggih, ingkang sepindhah menika dosa ageng
inggih punika syirik buk. Syirik kala emben menika syirik napa? napa
mbah, syirik kala emben? nyekutuaken Allah, masksutipun
nyekutuaken Allah menika pripun tha? nyembah senesipun Allah,
dados jenengan cononipun nyembah matahari, menyembah kuburan,
menyembah wit, napa, napa namine nyembah napa waelah senesipun
Allah niku kalebet syirik. Syirik niku dosane ageng mbah.
‘Yang pertama ya, yang pertama itu dosa besar yaitu adalah syirik
buk. Syirik dulu itu syirik apa? Apa embah, syirik dulu itu?
Menyekutukan Allah, masksudnya menyekutukan Allah niku gimana
tha? Menyembah selain Allah, jadi anda misalnya menyembah
matahari, menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya
menyembah apa sajalah selain Allah itu termasuk syirik. Syirik itu
dosanya besar embah.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia tidak perlu terjadi,
karena dapat menggunakan bahasa Jawa secara makna sama dengan makna dari
campur kode yang digunakan penutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi dari
campur kode tersebut sebagai kata yang lebih mudah dalam mengungkapkan pesan.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
4) Sing lagi panas-panas niki napa ponari? Ponari nggih. Ponari nika
nek jenengan jenengan nilai niku syirik napa boten buk? Syirik napa
boten niku? Jenengan misale sakit mbah, kemudian jenengan
nyuwun dhawak, nyuwun obat dhumateng ponari niku termasuk
syirik napa boten mbah? (19)
‘Yang lagi panas-panas ini apa ponari? Ponari ya. Ponari itu kalau
anda anda nilai itu syirik apa tidak buk? Syirik apa tidak itu? anda
misalnya sakit embah, kemudian anda minta dhawak, nyuwun obat
kepada ponari itu termasuk syirik apa tidak embah.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas antara
yaitu /besar/, /nilai/, /sakit/, /kemudian/, dan /termasuk/. Data di atas penutur
berbicara tentang dosa syirik dan contohnya. Kalimat yang digunakan pentur
merupakan leksikon krama, jika di tulis dalam bahasa Indonesia menjadi.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
4a) Sing lagi panas-panas menika napa ponari? Ponari nggih. Ponari
menika nek jenengan jenengan biji niku syirik napa boten buk? Syirik
napa boten menika? Jenengan thuladhanipun gerah mbah, lajeng
jenengan nyuwun tombo, nyuwun obat dhumateng ponari menika
kalebet syirik napa boten mbah?
‘Yang lagi panas-panas ini apa ponari? Ponari ya. Ponari itu kalau
anda anda nilai itu syirik apa tidak buk? Syirik apa tidak itu? anda
misalnya sakit embah, kemudian anda minta dhawak, nyuwun obat
kepada ponari itu termasuk syirik apa tidak embah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut
karena kata yang dicampur lebih mudah terucap dan lebih perperan dalam mewakili
pikiran yang ingin diucapkan.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
5) Nggih kita lihat buk, kita lihat metode carane pengobatane niku
masuk akal boten buk? Watu nggih, watu dicelupke. Kan ceritane
kesamber bledek tha? Terus niku watu terus dicelupke banyu niku
mengko sok lara ngombe diminum-minum lan akhirnya sembuh.
(21)
‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode carannya pengobatannya itu
masuk akal tidak buk? Batu ya, batu dicelupkan. Kan ceritanya
tersambar petir kan? Terus itu batu terus dicelupkan air itu nanti yang
sakit minum diminum-minum dan akhirnya sembuh.’
Campur kode dari bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa dapat dilihat pada
data di atas yaitu pada kata /lihat/, /kita lihat/, /masuk akal/, /diminum-minum/,
dan /akhirnya sembuh/. Data di atas penutur berbicara mengenai pengobatan dukun
cilik ponari.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
5a) Nggih kita Pirsa buk, kita pirsa metode caranipun pengobatanipun
niku masuk akal boten buk? Watu nggih, watu dicelupaken. Kan
ceritanipun kesamber bledek tha? lajeng menika watu enika
dipuncelupake banyu menika mengko sok gerah ngunjuk dipununjuk-
dipununjuk lan akhiripun saras.
‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode carannya pengobatannya itu
masuk akal tidak buk? Batu ya, batu dicelupkan. Kan ceritanya
tersambar petir kan? Terus itu batu terus dicelupkan air itu nanti yang
sakit minum diminum-minum dan akhirnya sembuh.’
Dari analisis tersebut campur kode unsur bahasa Indonesia dapat diganti
dengan bahasa Jawa, secara makna dapat mengantikan dengan makna dari campur
kode yang digunakan penutur tersebut. Sehingga tanpa ada campu kode dari bahasa
Indonesia, kalimat tersebut bisa menggunakan bahasa Jawa. Sehingga kalimat yang
tersusun semua berbahasa Jawa tanpa mengurangi makna yang terdapat dalam
kalimat tersebut.
Faktor penyebab campur kode adalah keterbatasa bahasa (identifikasi ragam)
dan ingin menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur.
Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa,
dan pengulangan kata. Fungsi dari campur kode tersebut sebagai ragam dari ragam
resmi dan berfungsi untuk menerangkan sesuatu hal kepada peserta tutur.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
6) Misale ndek emben jenengan kula isyarataken misale mbahe iki lara,
lara untu nggih, jenengan mendatanggi dukun, nggih mengkih insya
Allah untune mbah Siam sembuh, tapi syarate napa mangkih jam
rolas ngawa banyu kembang adus ngawa pitik, pitike warnane ireng,
terus napa namine betha, betha wedus lha niku misale. (29)
‘Misalnya kala dulu anda saya ibaratkan misalnya embah ini sakit,
sakit gigi, anda mendatanggi dukun, ya nanti atas kehendak Allah
giginya mbah Siam sembuh, tapi syaratnya apa nanti jam dua belas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
membawa air kembang masih membawa ayam, ayam warnanya hitam,
terus apa namanya membawa, membawa kambing lha itu misalnya.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas antara
lain yaitu /mendatanggi/, /sembuh/, dan /tapi/.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
6a) Misalipun kala emben jenengan kula isyarataken misale mbahe iki
gerah, gerah untu nggih, jenengan ngrawuhi dukun, nggih mengkih
insya Allah untunnipun mbah Siam saras, nanging syaratipun napa
mangkih jam kalih welas mbetha banyu kembang siram ngange pitik,
pitikipun warnannipun ireng, lajeng napa naminnipun betha, betha
wedus lha menika misalipun.
‘Misalnya kala dulu anda saya ibaratkan misalnya embah ini sakit,
sakit gigi, anda mendatanggi dukun, ya nanti atas kehendak Allah
giginya mbah Siam sembuh, tapi syaratnya apa nanti jam dua belas
membawa air kembang masih membawa ayam, ayam warnanya hitam,
terus apa namanya membawa, membawa kambing lha itu misalnya.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa. Data tersebut juga ada kekliruan dalam menyebut /lara/
‘sakit’ seharusnya dengan kata /gerah/ untuk menghormati mitra tutur dengan
leksikon krama.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam bahasa dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan katadan pengulangan kata. Fungsi dari
campur kode tersebut untuk ragam ragam dan lebih berperan dalam mewakili pikiran
yang ingin diucapkan serta untuk menerangka terhadap sesuatu hal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
7) Dados nek misale empun diantara ibuk-ibuk misale mawon nggih buk
melakukan syirik niku segera bertaubat kersane amale ditrima
deneng Allah Swt. Kemudian syirik niku wonten kalih nggih buk,
syirik niku wonten kalih napa namine, syirik besar lan syirik kecil.
(32)
‘Jadi kalu misanya saudah diantara ibu-ibu misalnya saja ya
melakukan syirik itu segera bertaubat agar amal anda ditrima oleh
Allah. Kemudian syirik itu ada dua ya buk, syirik itu ada dua apa
namanya, syirik besar dan syirik kecil.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/diantara/, /melakukan/, /segera bertaubat/, /Kemudian/, /besar/, /kecil/, dan
/atau/. Campur kode diatas sebagian berupa kata penghubung (/kemudian/ dan
/atau/) dan ukuran (/besar/ dan /kecil/). Kalimat yang digunakan penutur dari
kalimat di atas merupakan bahasa Jawa ragam madya.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
7a) Dados menawi contonipun empun saking ibuk-ibuk contonipun
mawon nggih buk tumindhak syirik menika cepet taubat kersane
amal panjenengan dipun trima deneng Allah. Lajeng syirik menika
wonten kalih nggih buk, syirik menika wonten kalih napa namine,
syirik ageng lan syirik alit.
‘Jadi kalu misanya saudah diantara ibu-ibu misalnya saja ya
melakukan syirik itu segera bertaubat agar amal anda ditrima oleh
Allah. Kemudian syirik itu ada dua ya buk, syirik itu ada dua apa
namanya, syirik besar dan syirik kecil.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Sedangkan
fungsi dari campur kode yang muncul dari kalimat tersebut kata yang lebih berperan
dalam tuturan dan sebagai penjelas dan himbauan terhadap peserta tutur.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
8) Kathah tha, lha nek nek jaman sekarang nggih buk napa, napa
namine orang-orang kota niku kalau udah embah-embah ngoten
niku, tau orang-orang kota nggeh buk? (37)
‘Banyakan, lha kalau jaman sekarang ya buk apa, apa namanya orang-
orang kota itu kalau sudah kakek-nenek seperti itu, tau orang-orang
kota ya bu?’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/sekarang/, /orang-orang kota/, /kalau udah/, dan /tau/, campur kode tersebut
tejadi dalam tuturan berbahasa Jawa krama, campur yang muncul sebagai penunjuk
orang (orang kota) dan waktu (jaman sekarang).
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
8a) Katah tha, lha nek nek jaman sakniki nggih buk napa, napa
naminipun tiyang-tiyang kutha menika yen empun embah-embah
ngoten niku, ngerthos tiyang-tiyang kutha nggeh buk?
‘Banyakan, lha kalau jaman sekarang ya buk apa, apa namanya orang-
orang kota itu kalau sudah kakek-nenek seperti itu, tau orang-orang
kota ya bu?’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Sedangkan
fungsi dari campur kode yang muncul dari kalimat tersebut kata yang lebih berperan
dalam tuturan dan sebagai penjelas dan himbauan terhadap peserta tutur.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
9) Jenengan diumpamane di taruh panti jompo purun napa boten niku
buk, mbah, mbah Painah? Umpamine jenengan di taruh di panti
jompo purun napa boten mbah? (38)
‘Anda dimisalkan di taruh panti jompo mau apa tidak itu buk, embah,
embah Painah? Seandainya anda di taruh di panti jompo mau apa tidak
embah?’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
yaitu; /di taruh/ dan /dikasih/, kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang
diajukan oleh penutur kepada mita tutur (nenek).
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
9a) Jenengan diumpamiaken di dheleh panti jompo purun napa boten
menika buk, mbah, mbah Painah? Umpamine jenengan di dheleh
wonten panti jompo purun napa boten mbah?
‘Anda dimisalkan di taruh panti jompo mau apa tidak itu buk, embah,
embah Painah? Seandainya anda di taruh di panti jompo mau apa tidak
embah?’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam karena keterbatasan
bahasa sehingga mengunakan ragambahasa lain. Campur kode di atas termasuk jenis
campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode yang muncul dalam kalimat
tersebut adalah sebagai ragam bahasa, penutur sering menggunakan bahasa Indonesia
dalam aktifitas keseharian di ponpes.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
10) Tapi tetep yakin apa namine niku tetep tersiksa buk. Umpamine tebih
kalih anake kalih mantune niku tetep hatine tetep hatine tersiksa. (42)
‘Tapi tetap yakin apa namanya itu tetap tersiksa buk. seandainya jauh
dengan anaknya sama memantunya itu itu tetap hatinya tetap tersiksa.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/tapi/, /apa/, dan /tersiksa/. Kalimat tersebut menjelaskan kepada peserta tutur
khususnya para Ibu bahwa bahwa orang yang sudah tua jika jauh dengan anak dan
dengan menantunya hatinya tersiksa tidak tentram.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
10a) Nanging tetep yakin napa namininpun menika tetep rekaos buk.
Umpaminipun tebih kalih putranipun kalih mantunipun menika tetep
atinnipun tetep manahipun rekaos.
‘Tapi tetap yakin apa namanya itu tetap tersiksa buk. seandainya jauh
dengan anaknya sama memantunya itu itu tetap hatinya tetap tersiksa.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identifikasi
ragam, terlihat pada penutur yang kesulitan mencari leksikon bahasa Indoneisa
dalam menjelaskan sesuatu kepada peserta tutur. Campur kode di atas termasuk jenis
campur kode penyisipan kata dan jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari
campur kode tersebut adalah untuk ragam bahasa dan alih kode tersebut lebih
berperan dalam penyampaian kalimat dengan kondisi penutur yang sesulitan dalam
menggunakan bahasa Jawa.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
11) Misale kita membayangkan misale ibu niki nggih buk. […] Dados
ibu melahirkan niku katanya nggih nyawane kanggo taruhan, yen
boten mati nggih hidup. (44)
‘Misalnya kita membayangkan misalnya ibu ini ya buk. Jadi itu
melahirkan itu katanya ya nyawanya buat taruhan, kalau tidak mati ya
hidup.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu;
/membayangkan/, /melahirkan/, /katanya/, dan /hidup/. Penutur menerangkan
bahwa pengorbanan ibu terhadap anak pada waktu melahirkan diantara hidup dan
mati.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
11a) Misalipun kita bayangaken Misalipun ibu menika nggih buk. […]
Dados ibu nglairaken menika sanjengngipun nggih nyawane kanggo
taruhan, menawi boten seda nggih gesang.
‘Misalnya kita membayangkan misalnya ibu ini ya buk. Jadi itu
melahirkan itu katanya ya nyawanya buat taruhan, kalau tidak mati ya
hidup.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam. Campur kode di atas
termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi dari
campur kode tersebut adalah sebagai ragam bahasa yang dipengaruhi oleh
kemampuan dan kebahasaan menggunakan bahasa Indonesia setiap harinya.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
12) Inkang jamane sahabat niku wonten namine, namine Abdhullah Bin
Syayid niku napa namine ngendong ibue buk, ngendong ibue niku
saking mekah teng madinah niku ngendong teng kota nek biyen nek
digendong niku jaraknya niku sekitar nggih puluhan meter buk,
puluhan ribu meter niku buk. (47)
‘Pada jamanya sahabat itu ada orang namanya, namanya Abdhullah
anak dari Syayid itu apa namanya mengendong ibunya buk,
mengendong ibunya dari Mekah ke Medinah itu mengendong ke kota
kalau dulu kalau mengendong itu jaraknya itu ya puluhan meter buk,
puluhan ribu meter itu buk.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/sahabat/, /jaraknya/, dan /puluhan ribu/. Penutur dalam kalimat di atas
menyampaikan tentang sahabat Nabi sayang terhadap ibunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
12a) Ingkang jamanipun sahabat menika wonten asmanipun Abdhullah Bin
Syayid menika napa namine ngendong ibue buk, ngendong ibue
menika saking mekah dateng madinah menika ngendong dateng kutha
menawi biyen menawi digendong menika jarakipun punika sekitar
nggih puluhan meter buk, puluhan ewu meter punika buk.
‘Pada jamanya sahabat itu ada orang namanya, namanya Abdhullah
anak dari Syayid itu apa namanya mengendong ibunya buk,
mengendong ibunya dari Mekah ke Medinah itu mengendong ke kota
kalau dulu kalau mengendong itu jaraknya itu ya puluhan meter buk,
puluhan ribu meter itu buk.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Kecuali “sahabat” tidak bisa diganti dengan bahasa Jawa karena makna akan
rancu, “sahabat” dari kalimat tersebut artinya ‘orang pengikut Nabi Muhammmad
yang hidup semasa dengan beliau’.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi dari
campur kode tersebut adalah sebagai ragam yang lebih berperan dalam penyampaian
kalimat tersebut.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
13) Mbah kersane kula diparinggi panen sing kathah, kula diparinggi
beras, kula diparigi kersane dinten selasa kula angsal entuk, angsal
arisan. Lha niku malah kewalikan tha. (52)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
‘Embah agar saya diberi panen yang banyak, saya beri beras, saya di
beri agar hari selasa saya dapat, dapat arisan. Lha itu malah kebalik
kan.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
‘kebalik’ atau ‘terbalik’. Dari kalimat di atas penutur menjelakan kapada mitra tutur
contoh perbuatan yang keliru.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
13a) Mbah supayanipun kula diparinggi panen sing katah, kula diparinggi
beras, kula diparigi kersanipun dinten selasa kula angsal arisan. Lha
menika malah kosok wangsulipun tha.
‘Embah agar saya diberi panen yang banyak, saya beri beras, saya di
beri agar hari selasa saya dapat, dapat arisan. Lha itu malah kebalik
kan.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam karena penutur
mengalami keterbatasan bahasa. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode
penyisipan kata. Funsi dari campur kode tersebut sebagai kalimat yang mudah
terucap oleh penutur, menginggat penutur dalam keseharian sering menggunakan
bahasa Indonesia.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
14) Lha sing dipotong niku nggendine tha niku? Wonten riwayat niku
sing dipotong niku mbah pergelangan mriki dipotong, nek tasih
nyuri meleh niku wonten riwayat niku kemudian kakinya, kakinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
kiri, kaki kiri haa. Kemudian masih nyuri lagi niku dipotong
tanggannya kiri haa. Terus nyuri lagi dipotong tangan kanan,
kaki kanan terus nyuri lagi niku di asingkan, dados dicing lah. Napa
namine diasingkan kon minggat napa pripun, niku buk menawi
ngoten niku niku nek pelaku pencuri mbah. (56)
‘Lha yang dipotong itu dimana sih itu? Ada riwayat itu yang dipotong
itu embah pergelangan ini dipotong, kalau masih mencuri lagi itu ada
riwayat itu kemudian kaki, kaki kiri pencuri, kaki kiri haa. Kemudian
masih mencuri lagi itu dipotong tangan kiri terus mencuri lagi
dipotong tangan kanan, kaki kanan terus mencuri lagi diasingkan, jadi
dikucilkan apa namanya diasingkan suruh pergi apa gimana, itu kalau
seperti itu kalau pelaku pencuri embah.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/dipotong/, /pergelangan/, /nyuri/, /kakinya kiri/, /kaki kiri/, /Kemudian masih
nyuri lagi/, /dipotong tanggannya kiri/, /nyuri lagi dipotong tangan kanan/, /di
asingkan/, dan /pelaku pencuri/. Penutur dalam data tersebut menerangkan kepada
mitra tutur tentang hukum bagi orang yang mencuri bernilai banyak.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
14a) Lha ingkang dipuntugel menika ingkang pundi tha niku? Wonten
riwayat menika ingkang dipuntugel menika mbah ugel-ugel mriki
dipuntugel, menawi tasih nyolong meleh menika wonten riwayat
menika lajeng sukunipun, sukunipun kiwa, haa. lajeng tasih nyolong
meleh menika dipuntugel asthanipun kiwa haa. Terus nyolong meleh
dipuntugel asthanipun tengen, sukunipun tenggen lajeng nyolong
melih menika dipun negake, dados dicing. Napa namine dicing ken
minggat napa pripun, menika buk menawi ngoten niku niku menawi
tiyang nyolong mbah.
‘Lha yang dipotong itu dimana sih itu? Ada riwayat itu yang dipotong
itu embah pergelangan ini dipotong, kalau masih mencuri lagi itu ada
riwayat itu kemudian kaki, kaki kiri pencuri, kaki kiri haa. Kemudian
masih mencuri lagi itu dipotong tangan kiri terus mencuri lagi
dipotong tangan kanan, kaki kanan terus mencuri lagi diasingkan, jadi
dikucilkan apa namanya diasingkan suruh pergi apa gimana, itu kalau
seperti itu kalau pelaku pencuri embah.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa, dan penyisipan
klausa. Fungsi dari campur kode tersebut untuk menjelaskan dan menafsirkan kepada
peserta tutur yang diangap lebih mudah dengan bahasa yang dicampur.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
15) Nek ngoten niku insya Allah kapok tha buk. Nek wonten pencuri terus,
terus dingoten nikukan boten kapok maleh, boten nyoba-nyoba meleh
yen ngoten tha tapi niki nggih wonten batesane. (57)
‘Kalau seperti itu atas kehendak Allah (inya Allah) kapok kan buk.
Kalau ada pencuri terus, terus dilakukan seperti itu kan tidak kapok
lagi, tidak mencoba-coba kembali kalau seperti itu tapi ini ya ada
batasanya.’
Wujud campur kode pada data di atas merupakan lanjutan dari data sebelunya
yang berbicara tentang hukuman seorang pencuri. Unsur terkecil yang merupakan
wujud campur kode dari data di atas yaitu ‘pencuri’ dan ‘tapi’.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
15a) menawi ngoten niku insya Allah kapok tha buk. menawi wonten tiyang
maling lajeng dipunngotennikukan boten kapok meleh, boten nyoba-
nyoba meleh menawi ngoten tha nanging menika nggih wonten
batesanipun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
‘Kalau seperti itu atas kehendak Allah (inya Allah) kapok kan buk.
Kalau ada pencuri terus, terus dilakukan seperti itu kan tidak kapok
lagi, tidak mencoba-coba kembali kalau seperti itu tapi ini ya ada
batasanya.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Funsi dari campur kode tersebut
sebagai kalimat yang lebih berperan dalam menyebut seorang yang diceritakan dalam
kalimat tersebut dan sebagai mempermudah kalimat.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
16) Batesane sing diambil niku ukurane sak napa tha? Mosok nek nyuri
pelem, nyuri rambutan mawon kok dikethok niku ketoe kejem banget
agama Islam niku. Kok mosok nyuri pelem, nyuri pitik kok dikethok
tangane, kok kejem sekali. (58)
‘Batasannya yang diambil itu ukuranya seberapa sih? Masak kalau
mencuri mangga, mencuri rambutan saja kok dipotong itu kelihatanya
kejam sekali agama Islam itu. Kok masak mencuri mangga, mencuri
ayam kok dipotong tanganya, kok kejam sekali.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/diambil/, /Masak/, /nyuri/, /kejem/, /banget /, dan /kejem sekali/.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
16a) Batesanipun ingkang dipun pendhet menika ukuranipun sepinten?
Mosok menawi nyolong pelem, nyolong rambutan mawon kok
dipunkethok menika kadhose ngenes banget agama Islam menika. Kok
mosok nyolong pelem, nyolong pitik kok dipunkethok astonipun, kok
ngenes banget.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
‘Batasannya yang diambil itu ukuranya seberapa sih? Masak kalau
mencuri mangga, mencuri rambutan saja kok dipotong itu kelihatanya
kejam sekali agama Islam itu. Kok masak mencuri mangga, mencuri
ayam kok dipotong tanganya, kok kejam sekali.
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga jika tidak mengunakan bahasa lain selain bahasa Jawa kalimat
tersebut dapat ditrima oleh orang lain.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identifikasi
ragam. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, dan
penyisipan frasa. Fungsi campur kode tersebut adalah sebagai ragam bahasa yang
mudah diucapkan oleh penutur.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
17) Dados nek dicuri niku ukurane napa namine seper empat dinar,
seper empat dinar niku nek dirupiahke berapa buk? Satu dinar niku
berapa? (59)
‘Jadi kalau dicuri itu ukuranya apa namanya satu seper empat dinar
satu seper empat dinar itu kalau dirupiahkan berapa buk? Satu dinar
itu berapa?’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/dicuri/, /seper empat/ ‘satuper empat’, /berapa buk/, /satu/, dan /berapa/.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
17a) Dados menawi dipuncolong menika ukuranranipun napa namine
seprapat dinar, seprapat dinar menika menawi dirupiahake pinten
buk? setunggal dinar menika pinten?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
‘Jadi kalau dicuri itu ukuranya apa namanya satu seper empat dinar
satu seper empat dinar itu kalau dirupiahkan berapa buk? Satu dinar
itu berapa?’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi
campur kode tersebut sebagai kata yang lebih berperan dalam menebut sesuatu dan
inggin bertanya terhadap mitra tutur dengan kode yang mudah diucapkan.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
18) Nggih niku setuju napa boten nek hukum ngoteniku, setuju tha? […]
Katah-katah bohongge, sering ngapusi yen ngomong menclamencle,
boten pas di takok ngetan ngulon ngalor ngidul, sing penting boten
pas lah, boten pas. (62)
‘Ya itu setuju apa tidak kalau hukuman seperti itu, setuju kan?
Banyak-banyak berbohong, sering menipu kalau berbicara asal bicara,
tidak pas ditanya sering berbolak-balik arah, yang penting tidak pas
lah, tidak pas.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/setuju/, /hukuman/, dan /sering/.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
18a) Nggih menika sarujuk napa boten menawi ukuman ngoteniku,
sarujuk tha? […] Katah-katah ngapusi, gaweanipun ngapusi menawi
ngendhika mencla-mencle, boten pas dipun suwuni pirsa ngetan
ngulon ngalor ngidul, sing penting boten pas.
‘Ya itu setuju apa tidak kalau hukuman seperti itu, setuju kan?
Banyak-banyak berbohong, sering menipu kalau berbicara asal bicara,
tidak pas ditanya sering berbolak-balik arah, yang penting tidak pas
lah, tidak pas.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut
karena peranan dari kata yang mudah terucap dan lebih berperan dalam
menyampaikan hal tersebut.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
19) Nggih mbah niki nggih hampir sama. Sihir niku nggih nggih sihir
misale nek nggih ngomong napa melet niku nggih termasuk dosa
besar. […] Dados napa namine nyembelih sesuatu niku boten untuk
Allah, nek biasane nek ngen kula niku nek dinten sura, bulan sura niku
katah ngotenniku buk. (66)
‘Ya embah ini ya hampir sama. Sihir itu ya sihir misalnya kalau ya
berbicara apa pelet itu termasuk dosa besar. Jadi apa namanya
menyembelih sesuatu itu tidak untuk Allah, kalau biasanya kalau
ditempat saya itu kalau hari syura, bukan syura itu banyak seperti itu
buk.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,
/hampir sama/, /sihir/, /termasuk dosa besar/, /nyembelih sesuatu/ ‘menyembelih
sesuatu’, dan /untuk/.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
19a) Nggih mbah niku nggih mirip. Sihir niku nggih nggih sihir misalipun
menawi nggih ngendhika napa melet menika nggih kalebet dosa
ageng. […] Dados napa naminipun belih napa menika boten kangge
Allah, nek biasanipun nek ngen kula menka nek dinten sura, bulan
sura niku katah ngotenniku buk.
‘Ya embah ini ya hampir sama. Sihir itu ya sihir misalnya kalau ya
berbicara apa pelet itu termasuk dosa besar. Jadi apa namanya
menyembelih sesuatu itu tidak untuk Allah, kalau biasanya kalau
ditempat saya itu kalau hari syura, bukan syura itu banyak seperti itu
buk.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Kecuali sihir jika makna dalam bahasa Jawa cenderung rancu, tidak perlu
diganti.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa, dan penyisipan
klausa. Fugsi dari campur kode tersebut sebagai kata yang lebih berperan dalam
situasi sosial dan berfungsi sebagai menjelaskan tentang perbuatan dosa.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
20) Boten nggih, dados nggih kula niku wonten Magetan niki wonten
Perguruan beladiri niku pakaianya item sedhaya, item-item niku.
Niku nek pas sura niku mesthi beleh pitik mbah. (68)
‘Tidak ya, jadi ya saya itu ada di Magetan ini ada perguruan beladiri
itu pakaianya hitam semua, hitam-hitam itu. Itu kalau pas (bulan)
syura itu pasti menyembelih ayam embah.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/perguruan beladiri/, /pakaianya item/ ‘pakaanya hitam’, dan /item-item/ ‘hitam-
hitam’.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
20a) Boten nggih, dados nggih kula niku wonten Magetan punika wonten
Perguruan beladiri niku pakaianya ireng sedhaya, ireng-ireng niku.
Niku nek pas sura niku mesthi beleh pitik mbah.
‘Tidak ya, jadi ya saya itu ada di Magetan ini ada perguruan beladiri
itu pakaianya hitam semua, hitam-hitam itu. Itu kalau pas (bulan)
syura itu pasti menyembelih ayam embah.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa, dan pengulangan
kata. Fungsi dari campur kode tersebut adalah sebagai peranan edukasi untuk
menyebut sesuatu hal tersebut.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
21) Niku percaya sekali niku mbah, niku nggih tiyang-tiyang nem-neman
niku, nggih seumuran saya ngeteniki. (69)
‘Itu percaya sekali itu embah, itu ya orang-orang muda-muda itu, ya
seumuran saya seperti ini.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/percaya sekali/, dan /seumuran saya/. Penutur dalam kalimat tersebut menjelaskan
dengan menunjuk obyek berupa pemuda.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
21a) menika percaya sanget menika mbah, punika nggih tiyang-tiyang
nem-neman niku, nggih saumuran kula ngeteniki.
‘Itu percaya sekali itu embah, itu ya orang-orang muda-muda itu, ya
seumuran saya seperti ini.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identifikasi
ragam. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi
dari campur kode tersebut adalah sebagai ragam bahasa yang digunakan penutur dan
sebagai peranan yang menunjukkan keadaan penutur sebagai siswa yang menuntut
ilmu di ponpes.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
22) […] mangkih nek dinten sura niku ditandingkan, diadu kemudian nek
bar diadu niku napa namine dibeleh, dibeleh niki terus napa sing
saget mendet napa mendet atine, kan dibelah nek mendet atine atine
pitik juga terus diuntal terus dipangan niku tanpa dimasak. (70)
‘Nanti kalau hari syura itu dipertandingkan, diadu kemudian kalau
diadu itu apa namanya dipotong, dipotong ini terus apa yang bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
mengambil apa hati ayam, kan di potong kalau mengambil hati ayam
juga terus ditelan terus dimakan itu tanpa dimasak.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,
/diadu/, /kemudian/, /dibelah/, /juga terus/, dan /dimasak/. Campur kode yang
terjadi berupa tuturan berbahas Jawa.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
22a) […] mangkih menawi dinten sura menika ditandingaken, didhu lajeng
nek bibar didhu niku napa namine dibeleh, dibeleh niki lajeng napa
ingkang saget mendet napa mendet manahipun, kan dibeleh nek
mendhet atinipun pitik lajeng diuntal dupun dhahar niku tanpa
dipunmasak.
‘Nanti kalau hari syura itu dipertandingkan, diadu kemudian kalau
diadu itu apa namanya dipotong, dipotong ini terus apa yang bisa
mengambil apa hati ayam, kan di potong kalau mengambil hati ayam
juga terus ditelan terus dimakan itu tanpa dimasak.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Kecuali kata “dimasak” jika digandi di ‘ghodhok’ maka tidak akan sesuai
karena artinya, sedangan “dimasak” beraneka ragam caranya.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi dari
campur kode tersebut adalah sebagai campuran kode yang mudah terucap oleh
penutur dan fungsi untuk menjelaskan tentang sesuatu yang bertahap.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
23) Niku katanya niku mangkih sangar ngaten, gelute bagus ngaten kaya
Jacky Chan nggih nggen tipi ngoteniku. Menangan mbah dadose wong
pira dilawan, nek jare nek isoh napa niku nggih percaya tiyang-tiyang
niku percaya buk. Niku jelas-jelas syirik jelas-jelas syirik namine niku.
(71)
‘Itu katanya itu nanti garang begitu, berkelahi bagus begitu seperti
Jack Chan ya ditelevisi seperti itu. Selalu menang embah jadi
orangnya berapa dilawan, kalau katanya kalau bisa apa itu ya percaya
orang-orang itu percaya buk. Itu jelas-jelas syirik jelas-jelas syirik
namanya itu.’
Unsur terkecil dari data di atas yang merupakan wujud campur kode bahasa
Indonesia dalam kalimat berbahasa Jawa yaitu, /katanya/, /bagus/, dan /dilawan/.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa Indonesia
diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
23a) Niku sanjangipun niku mangkih sangar ngaten, gelute sae ngaten
kaya Jacky Chan nggih nggen tipi ngoteniku. Menangan mbah dadose
tiang pinten dipunlawan, sanjangipun menawi saget napa niku nggih
percaya tiyang-tiyang niku percaya buk. Niku jelas-jelas syirik jelas-
jelas syirik namine niku.
‘Itu katanya itu nanti garang begitu, berkelahi bagus begitu seperti
Jack Chan ya ditelevisi seperti itu. Selalu menang embah jadi
orangnya berapa dilawan, kalau katanya kalau bisa apa itu ya percaya
orang-orang itu percaya buk. Itu jelas-jelas syirik jelas-jelas syirik
namanya itu.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut
adalah sebagai kata yang berperan dalam mewakili fikikran dari penutur.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
24) Sing merah-merah niku, niku tapak suci namine buk. Nek niku insya
Allah boten wontenlah unsur-unsur seperti itu. (74)
‘Yang merah-merah itu? Itu tapak suci namanya buk, kalau itu insya
Allah tidak ada unsur-unsur seperti itu.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode yang nampak pada
kalimat tersebut adalaha ‘merah-merah’ dan ‘seperti itu’. Kalimat tersebut
menjawab pertanyaan peserta tutur tentang kelompok bela diri, apakah ada unsur
syirik.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
24a) Sing abang-abang punika? menika tapak suci naminipun buk, menawi
niku insya Allah boten wonten unsur-unsur kadhos niku.
‘Yang merah-merah itu? Itu tapak suci namanya buk, kalau itu insya
Allah tidak ada unsur-unsur seperti itu.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identifikasi
ragam. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan
frasa, dan pengulangan kata. Fungsi dari campur kode tersebut adalah sebagai kata
yang berperan dalam situasi sosial yang lebih memasyarakat dan sebagai ragam yang
mudah untuk menyebut untuk sesuatu hal.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
25) Nggih boten napa-napa istiqomah sing semangat inggih insya Allah
mangkih dapat balasanya sendiri nggih. […] Niki kula akhiri nggih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
mbah mangkih nek wonten ditangletke pertemuan depan nggih bisa
disambung. (77)
‘Ya tidak apa-apa istiqomah (teguh pendirian) yang semangat ya insya
Allah nanti dapat balasanya sendiri ya. Ini saya akhiri ya embah nanti
kalau ada ditanyakan pertemuan depan ya bisa disambung.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,
/semangat/, /dapat balasanya sendiri/, pertemuan depan/, dan /bisa disambung/.
Kalimat tersebut merupakan himbauan dan penutup dari kegiatan ta’lim.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
26) Saget niku mangkih diubah kalian pribadinipun piamba-piyambak.
(88)
‘Bisa itu nanti diganti dengan diripribadi sendiri-sendiri.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/diubah/ ‘dirubah’.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
26a) Saget niku mangkih dipunganthos kalian pribadinipun piyambak-
piyambak.
‘Bisa itu nanti diganti dengan diripribadi sendiri-sendiri.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa
menggunakan bahasa Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut
adalah untuk menujukkan peranan dalam percampuran bahasa yang mudah
diucapkan.
2) Campur Kode Bahasa Arab dalam Bahasa Jawa
Di bawah ini merupakan wujud campur kode bahasa Arab dalam tuturan
kalimat berbahasa Jawa.
1) Maksute pacaran niku nggih cuma berdua-duaan kalian Allah diwaktu-
waktu yang mustajab, […]. (11)
‘Maksudnya pacaran itu ya cuma berdua-duaan dengan Allah diwaktu-
waktu yang terkabul.’
Wujud campur kode yang digunakan oleh penutur (santri PDS) yaitu, kata
/mustajab/ ‘terkabul’. Penutur dalam kalimat tersebut menjelaskan tentang cara
mendekatkan diri dengan Allah.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, diubah menjadi
bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
1a) Maksutipun pacaran niku nggih namung kalian Allah wonten wedal
dipunkabulaken, […].
‘Maksudnya pacaran itu ya Cuma berdua-duaan dengan Allah
diwaktu-waktu yang terkabul.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Arab dapat diganti dengan bahasa
Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan penutur.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
merupakan campur kode yang lebih berperan atau lebih popular dalam tigkat sosial
umat Islam dan lebih mudah terucap oleh penutur.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
2) Lha terus sakniki nggih dibagi cabang-cabang, sakjane niku boten
wonten manfa’at yen niku tertegak iman lan taqwa kalian ammar
ma’ruf nahi munkar. Pada wae yen Muhammadiyah tasih wonten
ndangndutan ngajakke ndangndutan padahal muhammadiyah, tasih
ngadakke kaya klenikan kaya napa niku sejenise. (133)
‘Lha terus sekarang ya dibagi cabang-cabang, semestinya itu tidak ada
manfa’at kalau itu ditegakkan oleh keimanan dan ketaqwaan.
Mengerjakan amal yang baik dan mencegah perbuatan buruk. Sama
saja kalau Muhammadiyah masih ada dangdutan mengajak berdangdut
padahal Muhammadiyah, masih mengadakan seperti syirik seperti apa
itu sejenisnya.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /ammar ma’ruf nahi munkar/ ‘mengerjakan amal yang baik dan
mencegah perbuatan buruk’.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, diubah menjadi
bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
2a) Lha lajeng sakmenika nggih dipunpara cabang-cabang, estu menika
boten wonten manfa’atipun menawi niku jejekipun iman lan taqwa
kalian tumindhak sae lan brantas tumindhak ala. Pada wae yen
Muhammadiyah tasih wonten ndangndutan ngajak ndangndutan
padahal Muhammadiyah, tasih wontenake kaya klenik kaya napa
menika sakjenisipun.
‘Lha terus sekarang ya dibagi cabang-cabang, semestinya itu tidak ada
manfa’at kalau itu ditegakkan oleh keimanan dan ketaqwaan.
Mengerjakan amal yang baik dan mencegah perbuatan buruk. Sama
saja kalau Muhammadiyah masih ada dangdutan mengajak berdangdut
padahal Muhammadiyah, masih mengadakan seperti syirik seperti apa
itu sejenisnya.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Arab dapat diganti dengan bahasa
Jawa, tetapi akan menimbulkan makna yang agak rancu karena dalam ta’lim
menerangkan tentang ilmu agama Islam yang bersumber dari bahasa Arab. Sehingga
untuk selanjutnya, teknik lanjutan ubah wujud tidak digunakan dalam campur kode
bahasa Arab.
Faktor penyebab campur kode adalah menjelaskan dan penafsiran. Campur
kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom. Fungsi dari campur kode
tersebut sebagai penjelasan terhadap sikap yang dilarang dan anjurkan oleh Tuhan
dengan unkapan berupa campur kode tersebut.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
3) Tapi nek ahlusunnah wal jamma’ah mengikuti sahabat lan
Rosullulah, insya Allah niku adalah Islam yang benar. (134)
‘Tetapi kalau mengikuti sunah dan berjama’ah mengikuti sahabat dan
Rosullullah (utusan Allah), atas kehendak Allah itu adalah Islam yang
benar.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /ahlusunnah wal jamma’ah/, ‘mengikuti sunah nabi dan berjama’ah’.
Penutur dalam kalimat tersebut merbicara tentang Islam yang benar.
Faktor penyebab campur kode adalah untuk menjelaskan sesuatu hal. Campur
kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom. Fungsi dari campur kode
tersebut sebagai penjelasan dan penerjemahan dari ungkapan yang bersumber dari
ilmu hadits yang berahasa Arab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
4) […]ingkang sampun betha kita saking jaman jahilliyah dhumateng
jaman islamiah menika dinulislam. (138)
‘yang ke-dua tidak henti-hentinya kita panjatkan puji syukur kepada
kita anda semua apa, sholawat dan salam kepada Rosullullah Saw,
yang sudah membawa kita dari zaman kebodohan, kepada zaman
islam yaitu agama Islam.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu /dinulislam/ ‘agama / jalan hidup Islam’.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam. Campur kode di atas
termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut
sebagai peranan dalam kepentingan untuk menyebut persamaan dalam kata yang
sebelumnya “islamiah” dengan “dinul Islam”. Kata tersebut lebih sesuai karena arti
dinul Islam tidak hanya sebagai agama atau peribadatan tetapi sebagai jalan hidup
sebagai pedoman, penggatur, dan hukum agar tidak tersesat dalam hidup di dunia.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
5) Saking Abu Hurairrah Radhianhu ngendhika, Rosullulah Saw punika
ngendhika dhumateng kita sedaya minhusni islam dari Alamat napa
dari alamat seorang muslim punika meningalkan dari dari
kesempurnaan, seorang muslim punika niku meningalkan hal-hal
ingkang boten berguna. (141)
‘Dari Abu Hurairrah Radhianhu berkata, Rosullulah Saw ngendhika
kepada kita semua sebagian dalam Islam dari Alamat apa dari alamat
seorang muslim itu meningalkan dari dari kesempurnaan, seorang
muslim itu meningalkan hal-hal yang tidak berguna.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /minhusni islam/ ‘sebagian dalam Islam’. Penutur dalam kalimat tersebut
menerangkan tentang hadits.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Faktor penyebab campur kode adalah untuk menjelaskan sesuatu hal. Campur
kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom. Fungsi dari campur kode
tersebut berguna sebagai penjelasan atau penafsiran dari suatu ilmu yang bersumber
dari hadits, hal tersebut sebagai penempatan seseorang penutur yang mengetahui atau
memahami bahasa Arab.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
6) Bahwasanya tiyang muslim punika mas’ul napa bertanggung jawab,
bertangung jawab atas pekerjaan-pekerjaan inkang sampun kita
lakokaken. (146)
‘Bahwasanya orang muslim itu bertanggung jawab apa bertangung
jawab, bertangung jawab atas pekerjaan-pekerjaan yang sudah kita
lakukan.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu /mas’ul/ ‘bertanggung jawab’. Penutur dalam kalimat di atas menerangkan
tentang tanggung jawab apa yang dikerjakan orang Islam.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata.
Fungsi dari wujud campur kode tersebut sebagai penjelasan terhadap peserta tutur
dari suatu pengetahuan serta menunjukkan bahwa penutur selain bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia juga menguasai bahasa Arab. Bahasa Arab yang muncul
dipengaruhi juga karena penutur terbiasa mengunakan dan menguasai bahasa
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
7) Saking omonge kita sedhaya nek kita omonge mungkin sak
bendintenne ngomongake tentang kebaikan, mugkin dzikir dhumateng
Allah Swt, insya Allah benjang ing yaumul qiyamah kita badhe
dimasokake dhumateng Allah Swt, lan ananging tiyang-tiyang inkang
boten saget njaga lisanipun benjeng nggih ajeng disenggeni ajeng
dikei inggih punika neraka jahanam. (147)
‘Dari perkataan kita semua kalau kita berkata mungkin setiap hari
berkata tentang kebaikan, mungkin dzikir kepada Allah Swt, insya
Allah (atas kehendak Allah) nanti dihari kiamat kita akan di masukkan
oleh Allah Swt, dan tetapi orang-orang yang tidak bisa menjaga lisan
nati juga harus dimarahi akan diberi yaitu neraka jahanam.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /yaumul qiyamah/ ‘hari, kiamat’.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam. Campur kode di atas
termasuk jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari wujud campur kode di atas
berperan sebagai ragam dari bahasa arab yang mudah atau sering digunakan dalam
kegiatan dakwah sehinga peserta tutur mengetahui arti dari wujud campur kode
bahasa Arab tersebut.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
8) Nek misale iqab wonten ndonya nggih kathah sanget buk. Iqab ndonya
nggih ibuk sampun ngerthosi ananing yen iqob wonten akhirat kita
sedhaya boten ngertosi magkih di antar kita sedhaya wonten ingkang
mlebet suwarga nggih boten ngertos, wonten ing neraka nggih boten
ngertos sedaya. (151)
‘Kalau misalnya balasan ada di dunia ya banyak sekali. Balasan dunia
ya ibu sampun mengetahui tapi kalau balasan di akhirat kita semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
tidak mengetahui nanti diantara kita semua ada yang masuk syurga ya
tidak mengetahui, di dalam neraka ya tidak tau semua.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /iqab/ ‘balasan / teguran’. Jika ditulis dalam bahasa Indonesia menjadi.
Faktor penyebab campur kode adalah identitas ragam. Campur kode di atas
termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut
merupakan penempatan penutur dalam status sosial sebagai santri yang memahami
leksikon bahasa Arab, sehinga dalam dakwah sering menggunakanya bahasa Arab
guna menerangkan ilmu.
Wujud campur kode bahasa Arab selanjutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
9) Anangging nek tiyang muslim punika boten ngertos kewajibane napa,
yen mungkin kula niki dados tholabul ilmi, boten ngertos kewajibane
kula sebagai tholabul ilmi lha niku pripun. (154)
‘Tetapi kalau orang Islam (muslim) itu tidak mengetahui kewajibanya
apa, kalau mungkin saya ini jadi menuntut ilmu, tidak tau kewajibanya
saya sebagai penuntut ilmu lha itu gimana.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /tholabul ilmi/ ‘menuntut ilmu’. Penutur dalam kalimat tersebut
menerangkan hadits tentang menuntut ilmu, yang wajib dilakukan oleh umat Islam.
Faktor penyebab campur kode adalah identitas ragam. Campur kode di atas
termasuk jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode tersebut
merupakan penempatan penutur dalam status sosial sebagai santri yang memahami
leksikon bahasa Arab, sehinga dalam menyebut status penutur dalam sosial sebagai
orang yang menuntut ilmu di Ponpes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
10) Lan ingkang kaping kalih punika wadait amanah, ngelaksanaaken
amanah. (163)
‘Dan yang ke-dua itu melaksanakan amanah, melaksanakan amanah.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /wadait amanah/ ‘melaksanakan amanah. Penutur dalam kalimat tersebut
menlanjutakan tentang hadits yang diterengkan oleh penutur.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.
Fungsi dari campur kode tersebut sebagai penjelasan dan penafsiran sebagai ilmu
yang berasal dari Tuhan melalui utusan-Nya dalam bahasa Arab, sehinga dalam
menyebut penyampaian kajian sering muncul campur kode dari bahasa Arab sebagai
bahasa dunia Timur Tenggah pada umumnya Islam pada Khususnya.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
11) Nggih ingkang sepindhah nggih kita nggih wajib napa ibadah
dhumateng Allah Swt, qiroatuk qur’an. (164)
‘Ya yang pertama ya kita ya wajib apa ibadah kepada Allah Swt,
membaca qur’an.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /qiroatuk qur’an/ ‘membaca qur’an’. Penutur dalam kalimat tersebut
menerangkan tentang kewajiban seorang muslim.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam. Campur kode di atas
termasuk jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode tersebut
merupakan bahasa Arab dalam ritual dakwah yang sering menggunakan memahami
leksikon bahasa Arab yang mudah difahami dan Islami. Sehinga dalam menyebut
leksikon bahasa Arab peserta tutur sedikit lebih akrab dengan leksikon bahasa Arab.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
12) Kan nek rasa bersyukur nuku kan kathah sanget nggih buk? Nek
nggih, Abu zaid punika ngendhika nek tiyang ingkang bersyukur
punika lan tiyang ingkang zuhud punika niku nek boten wonten niku
bersyukur dhumateng Allah Swt. (169)
‘Kan kalau rasa bersyukur kan banyak sekali ya buk? Kalau ya Abu
zaid itu berkata kalau orang bersyukur itu dan orang ingkang
meningalkan keduniawian itu kalau tidak ada itu bersyukur dhumateng
Allah Swt.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu /zuhud/ , zuhud secara bahasa atau etimologi berati ‘kurang kemauan
terhadap sesatu’ sedangkan secara istilah atau terninologi artinya suatu polahidup
yang menghindari dan meningalkan keduniawian karena ibadah kepada Allah Swt.
Sehingga orang zuhud biasanya mengisi dunia semata-mata hanya untuk mencari
ridha Allah yaitu mencapai akhirat berupa syurga. Orang zuhud terlihat dengan
kesederhanaanya dalam menjalani hidup di dunia.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata.
Fungsi dari campur kode tersebut sebagai penjelasan dan penafsiran sebagai ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
agama Islam dalam bahasa Arab, sehinga dalam menyebut penyampaian kajian sering
muncul campur kode dari bahasa Arab sebagai bahasa dunia Islam.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
13) Lha Sakniki kita mlebet pembahasan ndek winggi sampun telas
nawaqidhu syahadat, nggih pembatal-pembatal […]. (199)
‘Lha sekarang kita masuk pembahasan waktu kemarin sudah habis
pembatal keislaman, ya pembatal-pembatal.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu /nawaqidhu syahadat/, ‘pembatal syahadat (keislaman). Penutur dalam
kalimat tersebut merupakan bagian awal pembahasan.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.
Fungsi dari campur kode tersebut sebagai penjelasan dan penafsiran sebagai ilmu
yang sesuai di sampaikan dengan menggunakan istilah dari bahasa Arab, menginggat
sehinga dalam menyebut kajian tersebut sering muncul campur kode dari bahasa
Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
14) Lha ingkang kaping satunggal niku syarate napa? Amal ingkang saget
dipun trima satunggal inggih punika becik ikhlas billahi ridha
marang dhumateng Allah Swt. (204)
‘Lha yang pertama itu syaratnya apa? Amal (perbuatan) yang bisa
diterima pertama yaitu baik iklas menerima karena Allah untuk
kepada Allah Awt.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/ikhlas billahi ridha/ ‘ikhlas karena Allah dan menerima ketetapan-Nya (Allah)’.
Kalimat tersbut merupakan penjelasan tentang amal yang ditrima oleh Tuhan.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan klausa.
Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari
leksikon bahasa Arab untuk kepentigan dakwah, sehinga penutur merasa pas dan
serta merta terucap dengan sendirinya dari kebisaan menguasai dan menggunakan
bahasa Arab.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
15) Innalallaha layassyikru, Allah niku boten ngampuni dosa syirik,
hanangging ngampuni dosa-dasa selainipun syirik. (212)
‘Allah tidak mengampuni dosa syirik (Innalallaha layassyiru), Allah
itu tidak mengampuni dosa menyekutukan Allah, tetapi mengampuni
dosa-dosa selain menyekutukan-Nya.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/Innalallaha layassyikru / ‘Allah tidak mengampuni syirik’. Penutur dalam kalimat
tersebut membicarakan tentang dosa yang tidak akan diampuni dan dosa yang
diampuni Allah.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.
Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
yang berbahasa Arab untuk kepentigan pemahaman Islam, penutur merasa terbiasa
menggunakan bahasa Arab dalam situasi berbahasa.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
16) Ingkang kaping kalih inggih menika syarat ingkang ditrima syarat
amale niku napa buk, pak? Ingkang kaping kalih inggih punika
istiba’u arrabbu. (216)
‘Yang ke-dua yaitu syarat yang ditrima syarat amal itu apa Buk, Pak?
Yang ke-dua yaitu mengukuti Allah (utusan).’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /istiba’u arrabbu/ ‘mengikuti Allah’. Kalimat tersebut berupa pertanyaan
dan jawaban dari pertanyaan tersebut, untuk pengingatkan kepada peserta tutur.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.
Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari ilmu
yang berbahasa Arab untuk kepentigan pengetahuan Islam, penutur merasa terbiasa
menggunakan bahasa Arab dalam berkomunikasi.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
17) Menawi badhe amalan, hanangging yen menawi Rasullullah niku
boten ngelaksanaake falya’ rabbun, tertolak amalipun. (217)
‘Kalau akan beramal tetapi kalaupun Rosullullah itu tidak
melaksanakan tidak ditrima almalnya tertolak amalnya.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/falya’ rabbun/ ‘tidak ditrima amalnya’. Kalimat tersebut merupakan penjelasan
tentang amal yang ditolak yaitu amal yang tidak contohkan oleh Nabi.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom.
Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari ilmu
yang berbahasa Arab untuk kepentingan pemahaman Islam, penutur merasa terbiasa
menggunakan bahasa Arab dalam situasi berbahasa.
Wujud campur kode bahasa Arab terlihat juga dalam kalimat, seperti di bawah
ini.
18) Qulhujahali bid’ah, Sesuatu ingkang engal, lha dados niki dados
ditampi boten niki, badhe ditampa misale maos al-quar’an,
sebulanipun khatam. (218)
‘Fitnah sesat’sesuatu yang pertama, lha jadi jadi ditrima tidak ini, akan
ditrima misalnya membaca al-qur’an sebulan selesai.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu /Qulhujahali bid’ah/ ‘fitnah sesat’. Penutur dalam kalimat tersebut
berbicara tentang contoh amal yang ridak ditrima oleh Allah.
Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.
Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari ilmu
yang berbahasa Arab untuk kepentigan pemahaman Islam, penutur merasa terbiasa
menggunakan bahasa Arab dalam situasi berbahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
19) Mersani gambaripun tiyang alit sementen iki tasih alit sanget
maringgi safa’at nyembuhaken tiyang ingkang sakit, amargi napa?
Anggsal suatu niku kenek bledek niku dipercaya mariggi madharat
manfaat lha niku tiyang alit artanipun satunggal dinten niku sak
milyar, padahal paling sitik niku mung gangsal welas ewu kalih dasa,
hananging ingkang dugi pinten? (224)
‘Melihat gambaran orang kecil seperti ini masih kecil sekali memberi
pertolongan menyembuhkan orang yang sakit, karena apa?
mendapatkan sesuatu itu terkena petir itu dipercaya memberi
pertolongan manfaat lha itu orang kecil uangnya satu hari itu satu
milyar, padahal paling sedikit itu cuma lima belas ribu sampai dua
puluh ribu, tetapi yang hadir berapa.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,
/safa’at/, ‘pertolongan’ /madharat/ ‘menolong’. Kalimat tersebut menerangkan
tentang brita dukun cilik “Ponari” yang berita tersebut sedang hangat dibicarakan
masyarakat.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan pada kata /safa’at/
dan ingin menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur pada
kata /madharat/. Campur kode tersebut lebih dikenal oleh peserta tutur yang telah
lama mengikuti kegiatan ta’lim yang dilakukan sudah bertahun-tahun. Campur kode
di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode
tersebut sebagai penjelasan dan penafsiran sebagai ilmu agama Islam dalam bahasa
Arab, sehinga dalam menyebut penyampaian kajian sering muncul campur kode dari
bahasa Arab sebagai bahasa dunia pada umumnya Islam pada Khususnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
20) Lha niki kalallu ta’ala wayukfirluna, Piyambak ipun ihklas
dhumateng tiyang ingkang napa, membutuhkan bantuannipun. (236)
‘Lha ini karena Allah saya membantu kepada orang yang
membutuhkan, dirinya ihklas kepada orang yang apa, membutuhkan
bantuan.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,
/kalallu ta’ala wayukfirluna/ ‘Karena Allah saya membantu kepada orang yang
membutuhkan’. Penutur dalam kalimat tersebut menjelaskan tentang ilmu.
Faktor penyebab campur kode adalah ingin menjelaskan sesuatu agar mitra
tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di atas termasuk jenis campur
kode penyisipan klausa. Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang di
ambil dari ilmu yang berbahasa Arab untuk kepentigan pemahaman Islam, penutur
merasa terbiasa menggunakan bahasa Arab dalam situasi komunikasi.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
21) Tiyang musibah ingkang ngaku saudara kula niku saudara nipun
dhumateng pajenengan, nggih napa naminipun ukuwah ihwah,
saudara bersaudara jenengan niku saudara kula. (137)
‘Orang musibah yang mengaku saudara saya itu saudaranya kepada
anda, ya apa namanya rasa tali persaudaraan bersaudara anda itu
saudara saya.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/ukuwah ihwah/ ‘tali pesaudaraan (Islam)’. Penutur dalam kalimat tersebut
menerangkan bentuk rasa persaudaraan sesama Islam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin
menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur, karena campur
kode tersebut sering diucapkan dalam ceramah keagamaan (Islam). Campur kode di
atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom. Fungsi dari campur kode tersebut
merupakan bahasa dalam ritual dakwah yang sesuai guna kepentingan memahami
ilmu Islam, sehinga dalam menyebut leksikon bahasa Arab peserta tutur sedikit lebih
mudah dengan leksikon bahasa Arab.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
22) Lha nek sakniki, amargi niki napa namine, niki wau dalilipun
Rasulullah Saw nggih niki wonten bukune, bukune nggih sae sanget,
fikih, kitab fikih wonten tuntunane sholat komplit. Rasullullah sampun
nyonthoke kita teng Islam, niki sampun komplit nayahhidu
mayahdilllah, petunjuk dhumateng Allah. (140)
‘Lha kalau sekarang, amargi ini apa namanya, ini tadi dalilnya
Rosullullah ya ini ada bukunya, bukunya ya baik sekali, pemahaman,
buku pemahaman ada tuntunanya sholat komplit. Rasullullah sudah
mencontohkan kita dalam Islam, ini sudah komplit petunjuk Allah
tidak menyesatkan petunjuk kepada Allah.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu
/nayahhidu mayahdilllah/, ‘petunjuk Allah tidak menyesatkan’. Dari kalimat
tersebut penutur menjawab dan menerangkan kepada peserta tutur. .
Faktor penyebab campur kode adalah penutur ingin menjelaskan sumber ilmu
yang berasal dari hadits, sehingga peserta tutur mengetahui istilah yang diterangkan
tersebut. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan
penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
ambil dari ilmu yang berbahasa Arab untuk kepentigan pemahaman Islam, penutur
merasa terbantu dengan menggunakan bahasa Arab dalam situasi pembelajaran
ta’lim.
Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di
bawah ini.
23) Nek boten wonten pertanyaan kita tutup dengan do’a kafaratul
majelis. (241)
‘Kalau tidak ada pertanyaan kita tutup dengan do’a penutup majelis.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di
atas yaitu, /kafaratul majelis/ ‘penutup majelis’. Kalimat tersebut merupakan bagian
sebelum kalimat penutur kegiatan ta’lim.
Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan karena istilah
/afaratul majelis/ lebih berperan dalam kegiatan pembelajaran agama Islam. Campur
kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa.
Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa Arab dalam ritual
dakwah yang sering menggunakan memahami leksikon bahasa Arab yang mudah
difahami dan Islami, sehinga dalam menyebut leksikon bahasa Arab peserta tutur
sedikit lebih akrab dengan bahasa Arab.
Wujud campur kode bahasa Arab terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
24) Amargi napa, tiyang jamane, lha sakniki ngeten mawon sakniki.
Jamanipun Jafar Abu Muthaib niku jamanipun Rasulullah Saw
uswatun khasanah kita sedanten ingkang kita nut. (234)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
‘Karena apa, orang jamanya, lha sekarang gini saja sekarang.
Jamannya Jafar Abu Muthaib itu jamanya Rasullullah contoh teladan
yang baik kita semua yang kita contoh.’
Wujud campur kode bahasa Arab yang muncul dari tuturan di atas yaitu
/uswatun khasanah/ ‘contoh teladan yang baik’. Faktor penyebab campur kode
adalah identifikasi peranan karena istilah /uswatun khasanah/ lebih berperan dalam
kegiatan pembelajaran agama Islam.
Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan
penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa Arab dalam
ritual dakwah yang sering menggunakan memahami leksikon bahasa Arab yang
mudah difahami dan Islami, sehinga dalam menyebut leksikon bahasa Arab peserta
tutur sedikit lebih akrab dengan leksikon bahasa Arab.
Wujud campur kode bahasa Arab terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
25) Nggih boten napa-napa istiqomah sing semangat inggih insya Allah
mangkih dapat balasanya sendiri nggih. (77)
‘Ya tidak apa-apa trus menerus yang semangat atas kehendak Allah
nanti dapat balasanya sendiri ya.’
Campur kode berupa kata /istiqomah/ ‘tenang/terus menerus’, Faktor
penyebab campur kode adalah identifikasi peranan karena istilah /istiqomah/ lebih
berperan dalam kegiatan pembelajaran agama Islam. Campur kode di atas termasuk
jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa.
Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa Arab dalam ritual
dakwah yang sering menggunakan memahami leksikon bahasa Arab yang mudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
difahami dan Islami, sehinga dalam menyebut leksikon bahasa Arab peserta tutur
sedikit lebih akarab dengan leksikon bahasa Arab.
3) Campur kode bahasa Inggris dalam bahasa Jawa
Campur kode dari bahasa Inggris pada pelitian ini hanya ditemukan satu
bentuk, yaitu pada wujud kalimat di bawah ini.
1) Menawi pembahasan ingkang ndek winggi kita bahas dipun cancel
rumiyen ngoten nggih. (199)
‘Kalau pembahasan yang kala dulu kita bahas dibatalkan dulu begitu
ya.’
Munculnya campur kode dari bahasa Inggris dapat dilihat pada kata /cancel/
‘batalkan’. Hal tersebut merupakan campur kode karena kata tersebut karena dari segi
pelafalan serta bentuk (tulisan) merupakan asli dari bahasa Inggris yang dipakai oleh
penutur dengan menyisipkan kata “cansel” pada kalimat diatas. Pada data di atas juga
terdapat campur kode dari bahasa Indonesia pada kata wujud “pembahasan” dan
“bahas”.Jenis campur kode dari bahasa Inggris termasuk jenis penyisipan kata.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, diubah menjadi
bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
1a) Menawi pembahasan ingkang kala winggi kita bahas dipun batalaken
rumiyen ngoten nggih.
‘Kalau pembahasan yang kala dulu kita bahas dibatalkan dulu begitu
ya.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Inggris dapat diganti dengan
bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan
penutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Faktor yang menjadi sebab dari campur kode tersebut adalah identifikasi
ragam. Sedangkan fungsi dari campur kode tersebut sebagai wujud rasa gengsi,
bahwa penutur juga menguasai bahasa Inggris.
Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.
2) Bahwasane sebagai hutan niku sakjane beberapa tahun yang lalu
adalah sebagai penampung napa untuk menghalangi banjir, napa
global warming. (117)
‘Bahwasanya sebagai hutan itu seharusnya beberapa tahun yang lalu
adalah sebagai penampung apa untuk menghalangi banjir, apa
pemanasan menyeluruh.’
Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari bahasa Inggris pada
tuturan di atas berupa frasa /global warming/ ‘pemanasan menyeluruh’. Jenis campur
kode dari bahasa Inggris termasuk jenis penyisipan kata.
Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, diubah menjadi
bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.
2a) Bahwasanipun kangge alas menika estu pinten-pinten taun ingkang
kala biyen kangge tampungan napa kange ngalangi banjir, napa
global warming.
‘Bahwasanya sebagai hutan itu seharusnya beberapa tahun yang lalu
adalah sebagai penampung apa untuk menghalangi banjir, apa
pemanasan menyeluruh.’
Dari analisis tersebut campur kode bahasa Inggris tidak dapat diganti dengan
bahasa Jawa, karena makna akan rancu. Faktor yang menjadi sebab dari campur kode
tersebut adalah identifikasi peranan. Sedangkan fungsi dari campur kode tersebut
sebagai wujud ragam yang lebih berperan dalam komunikasi, bahwa penutur juga
mampu mengunakan bahasa Inggris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
3. INTERFERENSI
Interferensi sering terjadi dalam system tuturan masyarakat multi lingual,
munculnya interferensi disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah; (1)
Dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat, (2)
Dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat, (3)
Dimensi pembelajaran bahasa.
Interferensi merupakan gejala tutur (speech dan parole), sehinga interferensi
bisa dikatakan gejala penyimpangan bahasa. Interferensi terjadi pada penutur multy
linggual yaiu santri PDS. Sehingga dalam berkomunikasi dengan beberapa bahasa
yang dikuasai oleh santri, khususnya dalam kegiatan ta’lim terjadi apa yang disebut
dengan sisa model (residue of the model) pada kata serap (loan words), dimana dari
perpindahan kode terjadi kata yang tidak terserap semua, hal tersebut merupakan
salah satu melatar belakanggi terjadinya interferensi.
Adapun wujud interferensi yang muncul dalam penenitian ini diantaranya
terdapat dalam kalimat di bawah ini.
1. Interferensi unsur pengikat/terikat bahasa Indonesia
Dari hasil reduksi data, wujud interferensi dapat dilihat sebagi berikut.
1) Istilahe gelisah boten sah binggung nggih buk, insya Allah benjeng
badhe dipun ganti Allah Swt. (140)
‘Istilahnya gelisah tidak usah binggung ya Buk, inya Allah nanti akan
diganti Allah Swt.’
Seperti yang sudah dibahas sebelunya, wujud interferensi dari kata dasar
/Istilahe/ seperti pembahasan yang sebelunya berasak dari kata dasar “istilah”
(Indonesia) mendapatkan akhiran /-e/ (Jawa). Interferensi tersebut termasuk jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
interferensi pelafalan (pranasalisasi), karena berfungsi hanya utuk mempermudah
pengucapan dalam bahasa Jawa. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi
tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah
masyarakat. Arti dalam dari tuturan di atas yaitu. Fungsi dari interferensi tersebut
sebagai unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
1a) Dipun sebat mboten ayem boten sah binggung nggih buk, insya Allah
benjeng badhe dipun gantos Allah Swt.
‘Istilahnya gelisah tidak usah binggung ya Buk, inya Allah nanti akan
diganti Allah Swt.’
Jika diuji dengan teknik ubah wujud, seperti di atas, interferensi ubah dengan
kata bahasa Jawa “dipun sebat”, kata tersebut kurang begitu cocok dalam
mengantikan interferensi yang muncul.
Wujud interferensi yang lain seperti di bawah ini.
2) Menyembah selain Allah dados jenengan misale nyembah matahari,
menyembah kuburan, menyembah wit, napa, napa namine menyembah
napa waelah selain Allah niku termasuk syirik. Syirik niku dosane
besar mbah. (18)
‘Menyembah selain Allah jadi anda misalnya menyembah matahari,
menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya
menyembah apa saja selain Allah itu termasuk syirik. Syirik itu
dosannya besar mbah.’
Interferensi yang terdapat dalam data di atas yaitu /misale/ ‘misalnya’,
interferensi /misale/ berasal dari bahasa Indonesia [misalnya] � [missal (contoh)]’
dan mendapat akhiran yang berupa frasa dari bahasa Jawa [-e]. Interferensi tersebut
bisa diganti dengan kata [thuladhanipun/thuladha].
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Interferensi tersebut merupakan interferensi morfolagi. Faktor yang melatar
belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari
individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai
unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
2a) Nyembah senesipun Allah dados panjenengan thuladhanipun
nyembah matahari, menyembah kuburan, menyembah wit, napa, napa
namine menyembah napa waelah senesipun Allah menika kalebet
syirik. Syirik menika dosanipun ageng mbah. (18)
‘Menyembah selain Allah jadi anda misalnya menyembah matahari,
menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya
menyembah apa saja selain Allah itu termasuk syirik. Syirik itu
dosannya besar mbah.’
Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi ubah dengan kata bahasa
Jawa, kata tersebut dapat mengantikan interferensi yang muncul.
Wujud interferensi bahasa terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
3) Lha niku nek napa tiyang-tiyang sing naruh orang tuane teng Panti
Jompo niku termasuk durhaka pada orang tua niku buk, dados boten
boten, kasih sayangipun keliru. Magkih pikirane bener-bener, oh
mungkin di napa namine makane ikan terus kok malah tersiksa. (41)
‘Lha itu kalau apa orang-orang yang menaruh orang tuanya di Panti
Jompo itu termasuk durhaka pada orang tua itu buk, jadi tidak tidak,
kasih sayangnya keliru. Nanti fikiranya benar-benar, oh mungkin di
apa namanya makanya ikan terus kok malah tersiksa.’
Interferensi yang terjadi dalam tututran di atas berupa /orang tuane/ ‘orang
tuanya’, /sayangipun/ ‘kasih sayangnya’, dan /makane/ ‘makanya’. Interferensi
tersebut merupakan pemakaian kata-kata yang mendapat penambahan pada akhir kata
yang merupakan adopsi dari bahasa Jawa. Pada kata /orang tuane/ dari kata dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
/orang tua/ mendapat akhiran /-ne/ yang artinya menunjukkan milik leksikon bahasa
Jawa ngoko, jika keduanya tersebut digabung menjadi interferensi /orang tuane/
yang artinya orang tuanya. Kalimat tersebut dapat diganti dalam bahasa Jawa dengan
kata [tiyang sepuhipun].
Sedangkan kata /sayangipun/ dari kata dasar /sayang/ mendapat akhira /-ipun/
leksikon bahasa Jawa krama yang ber arti kepunyaan, sehingga jika digabung
menjadi interferensi berupa kata /sayangipun/ yang artinya ‘(kasih) sayangnya’n
dalam bahasa Jawa dapat diganti dengan [tresnanipun]. Untuk kata /makane/ bersal
dari dua bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, yaitu dari kata dasar [makan] mendapat
akhiran /-e/, sehingga gabungan kedua bahasa tersebut menjadi interferensi yang
berwujud /makane/ yang artinya ‘makanya’, dalam bahasa Jawa bias diganti
[dhaharipun].
Interferensi tersebut merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu bahasa
yang menyerap afiks bahasa lain, terpengauh dari afiks bahasa Jawa. Faktor yang
melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku
berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
3a) Lha menika menawi napa tiyang-tiyang ingkang menehaken tiyang
sepuh ipun dateng Panti Jompo menika kalebet duraka dhumateng
tiyang sepuh ipun menika buk, dados boten, tresnanipun klentun.
Magkih pikiranipun estu, oh mungkin dipun napa namine dhaharipun
iwak nanging kok malah rekaos.
‘Lha itu kalau apa orang-orang yang menaruh orang tuanya di Panti
Jompo itu termasuk durhaka pada orang tua itu buk, jadi tidak tidak,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
kasih sayangnya keliru. Nanti fikiranya benar-benar, oh mungkin di
apa namanya makanya ikan terus kok malah tersiksa.’
Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi diganti dengan bahasa
Jawa, dapat mengantikan kalimat interferensi yang muncul.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
4) Tapi tetep yakin apa namine niku tetep tersiksa buk. Umpamine tebih
kalih anake kalih mantune niku tetep hatine tetep hatine tersiksa. (42)
‘Tapi tatap yakin apa namanya tatap tersiksa buk. Seandainya jauh
dari anaknya dengan menantunya itu tetap hatinya tetap hatinya
tersiksa.’
Interferensi yang muncul dari data di atas berupa kata /hatine/ ‘hatinya’, hal
tersebut menunjukkan interferensi karena kata dasar barbahasa Indonesia [hati]
mendapat akhiran /-ne/ dari bahasa Jawa, sehingga menjadi kata /hatine/ yang
artinnya ‘hatinya’. Tetapi jika diganti dengan /manahipun/ merupakan bahasa Jawa,
sehingga kalimat tersebut lebih tepat. Faktor yang melatar belakangi terjadinya
interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di
tenggah masyarakat.
Interferensi tersebut merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu bahasa
yang menyerap afiks bahasa lain, terpengaruh dari afiks bahasa Jawa. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
4a) Nanging tetep yakin napa naminipun menika tetep rekaos buk.
Umpaminipun tebih kalih putranipun kalih mantunipun menika tetep
manahipun tetep manahipun rekaos.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
‘Tapi tatap yakin apa namanya tatap tersiksa buk. Seandainya jauh
dari anaknya dengan menantunya itu tetap hatinya tetap hatinya
tersiksa.’
Diuji dengan teknik ubah wujud, kalimat tersebut dapat mengantikan kalimat
yang mengandung interferensi sehingga menjadi kalimat berbahasa Jawa.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
5) Niku wonten napa boten niku buk sakniki? Katah tha niku, kebalikane.
(53)
‘Itu ada apa tidak buk sekarang? Banyakkan kan itu, kembalikanya.’
Interferensi yang muncul dalam data tersebut berupa kata /kebalikane/
‘kebalikanya’ seperti yang sebelumnya bahwa dari interferensi tersebut disebabkan
karena kata /kebalikan/ mendapat penambahan akhiran berupa afik /-ne/, sehingga
menjadi interferensi /kebalikane/ yang artinya ‘kebalikanya’. Dalam bahasa Jawa
bisa mengunakan kata [kualikane], [kualik], atau [kosok wangsulipun]. Interferensi
tersebut merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu bahasa yang menyerap afiks
bahasa lain, terpengauh dari afiks bahasa Jawa.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi
tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
5a) Menika wonten napa boten punika buk sakniki? Katah tha niku, kosok
wangsulipun.
‘Itu ada apa tidak buk sekarang? Banyakkan kan itu, kembalikanya.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
6) Maluku itu pernah di terapkan dinapa praktekkne tumindak ngoten
niku buk. (61)
‘Maluku itu pernah diterapkan apa dipraktekkan perbuatan seperti itu
buk.’
Wujud interferensi berupa kata /praktekkne/ ‘praktekkan’, dari kata /praktik/
mendapat akhiran /-ne/. Dalam bahasa Jawa bisa mengunakan kata [trapke] tau
[trapaken]. Interferensi tersebut merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu
bahasa yang menyerap afiks bahasa lain, terpengauh dari afiks bahasa Jawa.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi
tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
6a) Maluku menika tau dipun terapaken dipun napa trapaken tumindak
ngoten niku buk.
‘Maluku itu pernah diterapkan apa dipraktekkan perbuatan seperti itu
buk.’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
7) Katah-katah bohonge, sering ngapusi yen ngomong mencla-mencle,
boten pas di takok ngetan ngulon ngalor ngidul, sing penting boten
pas lah, boten pas. (62)
‘Banyak-banyak bohongnya, sering menipu kalau berkata tidak jelas,
tidak pas ditanya berbolak balik arah,yang penting tidak pas lah, tidak
pas.’
Dari data di atas yang menunjukkan interferensi berupa /bohonge/
‘kebohonganya’, dari kata dasar /bohong/ mendapat akhiran dari bahasa Jawa berupa
/-e/ sehingga menjadi kata /bohonge/ yang berarti ‘kebohonganya’. Dalam bahasa
Jawa bisa diganti dengan kata [gorohe], atau [ngapusi]. Interferensi tersebut
merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu bahasa yang menyerap afiks bahasa
lain, terpengauh dari afiks bahasa Jawa. Faktor yang melatar belakangi terjadinya
interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di
tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau
importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
7a) Katah-katah garah, asring ngapusi menawi ngendika mencla-mencle,
boten pas dipun pitaken ngetan ngulon ngalor ngidul, sing penting
boten pas lah, boten pas.
‘Banyak-banyak bohongnya, sering menipu kalau berkata tidak jelas,
tidak pas ditanya berbolak balik arah,yang penting tidak pas lah, tidak
pas.’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut ini.
8) Bahwasane menika tujuan Allah menciptaake hanyalah hamba yang
untuk menyembah Allah, bahwasane meskipun diciptakane mahkluk
banyak, tapi boten wonten sing nyembah Allah, Allah boten rugi,
makane kita butuh pajenengan sami. (80)
‘Bahwasanya itu tujuan Allah menciptakan hanyalah hamba yang
untuk menyembah Allah, bahwasanya meskipun diciptakan mahkluk
banyak, tapi tidak ada yang menyembah Allah, Allah tidak rugi,
makanya kita butuh anda semua.’
Interferensi terjadi pada kata /menciptaake/ ‘menciptakan’, /bahwasane/
‘bahwasanya’, dan /makane/ ‘makanya’. Kata /menciptaake/ berasal dari kata awalan
/me-/ mendapat kata dasar /cipta/ dan mendapat akhiran /-ake/, dalam bahasa Jawa
bisa diganti dengan kata [nyiptake] atau [nyiptaaken]. Untuk kata /bahwasane/ dari
dapat diganti dengan bahasa Jawa dengan kata [saktemenipun], sedangkan /makane/
dari kata dasar /maka/ mendapat akhiran /-ne/. Dalam bahasa Jawa bisa diganti
dengan kata [mula].
Hal tersebut merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam
pembentukan kata terjadi terjadi penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar
belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari
individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai
unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
8a) Estunipun menika kersanipun Allah nyiptaaken namung hamba
ingkang kangge nyembah Allah, saktemenipun ajeng dipunciptaaken
mahkluk kathah, nanging boten wonten sing nyembah Allah, Allah
boten rugi, mula kita butuh pajenengan sami.
‘Bahwasanya itu tujuan Allah menciptakan hanyalah hamba yang
untuk menyembah Allah, bahwasanya meskipun diciptakan mahkluk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
banyak, tapi tidak ada yang menembah Allah, Allah tidak rugi,
makanya kita butuh anda semua.’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
9) Bahwasanya kemakmuran niku hanyalah, syarate hanyalah dua. Yen
di negri niku tercipta iman lan taqwa seluruhnya, niku mangkih
semuane niku mangkih makmur. (85)
‘Bahwasanya kemakmuran itu hanyalah, syaratnya hanyalah dua. Apa
bila di negeri itu tercipta iman dan taqwa seluruhnya, itu nanti
semuanya itu nanti makmur.’
Interferensi terlihat dari kata /semuane/ ‘semuanya’, kata stersebut berasal
dari kata dasar /semua/ yang mendapat akhiran dalam bahasa Jawa /-ne/. Dalam
bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [sedhanten]. Hal tersebut merupakan
interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi
penyerapan afiks bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Faktor yang melatar
belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari
individu-individu di tenggah masyarakat.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
9a) Estunipun kemakmuran menika namung, syaratipun namung kalih.
Menawi wonten negri punika kaciptaaken deneng iman lan taqwa
sedhantenipun, punika mangkih sedhanten menika mangkih makmur.
‘Bahwasanya kemakmuran itu hanyalah, syaratnya hanyalah dua. Apa
bila di negeri itu tercipta iman dan taqwa seluruhnya, itu nanti
semuanya itu nanti makmur.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
Wujud interferensi selanjutnya seperti dibawah ini.
10) Haneng nggih sakjane ngei bantuan penduduk-penduduk, ha niku gen
padangane apik, tapi mangkih ngerogoh rempela, ngerogoh njero
Negara. Asset-asset Negara niku mangkih saget dijual kalian Negara
liya. Sami ngertosi ndek winggi ajeng njual asset-asset Negara pada
Amerika, lha niku manggkih Amerika sampun nduduki Indonesia.
(111)
‘Tetapi ya sebenarnya memebari bantuan penduduk-penduduk, ha itu
agar dipandangan baik, tetapi nanti meminta hati, meminta kekayaan
Negara. Asset-asset Negara itu nanti bisa dijual dengan Negara lain.
Mengetahui kemarin akan menjual asset-asset Negara pada Amerika,
lha itu nanti Amerika sudah menduduki Indonesia.’
Interferensi yang terdapat tuturan tersebut berwujud kata /padangane/
‘pandanganya’. Untuk kata /padangane/ berasal dari kata /pandangan/ dan mendapat
akhiran /-e/, dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [kethoke]. Hal tersebut
merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi
penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi
tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah
masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa unsur serapan atau
importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
10a) Haneng nggih estu wenehi bantuan menika penduduk-penduduk, ha
menika kersanipun kethoke sae, nanging mangkih ngerogoh rempela,
ngerogoh jero Negara. […]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
‘Tetapi ya sebenarnya memebari bantuan penduduk-penduduk, ha itu
agar dipandangan baik, tetapi nanti meminta hati, meminta kekayaan
Negara.[…]’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
11) Contohe umpamane wonten pertemuan Presiden kalian niku mangkih,
lha terus mbicarak-mbicarakaken napa hibah, ngoten mangkih
negarane sampun rusak lan Presiden rusak niku mangkih boten
wonten anane kemakmuran. (113)
‘Contohnya seumpama ada pertemuan presiden dengan itu nanti, lha
terus berbicara membicarakan apa hibah, seperti itu nanti Negara
sudah rusak dan persiden rusak itu nanti tidak ada adanya
kemakmuran.’
Interferensi dapat dilihat pada kata /Contohe/ ‘contonnya’ dan /mbicarak-
mbicarakaken/ ‘bicara-membicarakan’. Kata /Contohe/ berasal dari kata dasar
/contoh/ dan mendapat akhiran /-ne/, dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata
[thuladhanipun]. sedangkan /bicarak-mbicarakaken/ berasal dari kata dasar /bicara/
mendapat imbuhan [m] dalam pengucapan dan mengalami pengulangan kata dan
mendapat akhiran /-aken/.
Dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [ngomongke] atau
[ngendhikaaken]. Hal tersebut merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam
pembentukan kata terjadi terjadi penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar
belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari
individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai
unsur serapan atau importasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
11a) Thuladhanipun umpaminipun wonten makempalanipun Presiden
kalian niku mangkih, lha lajeng ngendhikaaken napa hibah, ngoten
mangkih negaranipun sampun rusak lan Presiden rusak menika
mangkih boten wonten kemakmuran.
‘Contohnya seumpama ada pertemuan presiden dengan itu nanti, lha
terus berbicara membicarakan apa hibah, seperti itu nanti Negara
sudah rusak dan persiden rusak itu nanti tidak ada adanya
kemakmuran.’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
12) Yen kita ngelaksanaaken kejelekan boten dikali, dhados kejelekan
wonten ing ndonya kita lakukan menika, niki boten dikaliaken saking
kejelekan-kejelekan yang lainne. (159)
‘Kalau kita melaksanakan keburukan tidak dikalikan, jadi kejelekan
yang berada di dunia kita lakukan itu, ini tidak dikalikan dengan
kejelekan-kejelakan yang lainya.’
Interferensi yang terdapat dalam kalimat di atas yaitu, /dikaliaken/
‘dikalikan’, dan /lainne/ ‘lainya’. Interferensi mendapat akhiran /-aken/ /dikaliaken/
yang berasal dari “kali”, perkalian/ mendapat akhiran /-aken/, dalam bahasa Jawa bisa
diganti dengan kata [dipingke/pengaken]. Sedangkan interferensi /lainne/ dari kata
/lain/ mendapat akhiran /-ne/, dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata
[liyanipun/liyane/senesipun]. Dari semua interferensi tersebut terjadi karena kata
dasar dari bahasa Indonesia mendapat akhiran dari bahasa Jawa. Hal tersebut
merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi
penyerapan afiks bahasa lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi
tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai bahasa unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
12a) Menawi kita ngelaksanaaken tumindhak ala boten diping, dhados
tumindhak ala wonten ing ndonya kita tindhakaken menika, niki boten
dipingke saking tumindhak ala ingkang senesipun.
‘Kalau kita melaksanakan keburukan tidak dikalikan, jadi kejelekan
yang berada di dunia kita lakukan itu, ini tidak dikalikan dengan
kejelekan-kejelakan yang lainya.’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
13) Lha nikukan permisalane kita nembe daging nggih, tahu, tempe,
krupuk nggih boten napa-napa nggih. Nek kita ajeng nika putra ibuk
ajeng betha apa. (173)
‘Lha itukan permisalanya kita baru daging ya, tahu, tempe krupuk
yang tidak apa-apa ya. Kalau kita akan itu anak ibu akan membawa
apa.’
Kata /permisalane/ ‘permisalanya’ merupakan wujud interferensi yang
muncul dari data di atas, yang berasal dari kata [permisalan] mendapat penambahan
dari bahasa Jawa berupa akhiran [-ne], dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata
[thuladhane/thuladhanipun]. Hal tersebut merupakan interferensi jenis morfologi
karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi penyerapan afiks bahasa lain.
Interferensi juga terlihat pada afiks [-lah] pada kata dalam bahasa Jawa /nikulah/,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
afiks [-lah] merupakan unsur dari bahasa Indonesia. Faktor yang melatar belakangi
terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-
individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur
serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknik lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
13a) Lha menika thuladhanipun kita nembe daging nggih, tahu, tempe,
krupuk nggih boten napa-napa nggih. Menawi kita badhe nika putra
ibuk ajeng beta apa.
‘Lha itukan permisalanya kita baru daging ya, tahu, tempe krupuk yan
tidak apa-apa ya. Kalau kita akan itu anak ibu akan membawa apa.’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
14) Nek kaet niki, nek kita tenggok sa’at niki wonten ing jaman punika-
punika, jaman ingkang sampun tua sing germelape ajeng kiamat niki.
(181)
‘Kalau dari ini, kalau kita tenggok sa’at ini ada dizaman itu-itu, zaman
yang sudah tua yang gemerlapnya akan kiamat ini.’
Interferensi berupa kata /germelape/ ‘gemerlapnya’ merupakan kata jadian
dari [gemerlap] yang mendapat akhiran [-e], pengertian /germelape/ dengan kata
bahasa Jawa [gumebyaripun]. Jika diartikan menjadi. Hal tersebut merupakan
interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi
penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi
tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah
masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
14a) Menawi saking punika, menawi kita pirsa wedal menika wonten ing
jaman punika-punika, jaman ingkang sampun sepuh ingkang
gumebyaripun badhe kiamat menika.
‘Kalau dari ini, kalau kita tenggok sa’at ini ada dijaman itu-itu, jaman
yang sudah tua yang gemerlapnya akan kiamat ini.’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi. Tetapi arti kurang
begitu sesuai dengan kalimat aslinya.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
15) Nek kalian anake nggih pripun kewajibane ibuk niku dhumateng
anake, nggih ndidik suatu hal ingkang sae, napa kalian putu-putune,
kalih cucu-cucune. (183)
‘kalau dengan anaknya ya gimana kewajibanya ibu itu kepada
anaknya, ya mendidik suatu hal yang baik, apa dengan cucu-cucunya
dengan cucu-cucunya.’
Pengulangan kata /cucu-cucune/ merupakan interferensi yang muncul pada
data tersebut, yang merupakan pengulangan yang mendapat akhiran[-e]. Dalam
bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [putu-putunipun/putune]. Hal tersebut
merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi
penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi
tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah
masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
15a) Menika panjenengan putranipun nggih pripun kajibahanipun ibuk
menika dhumateng putranipun, nggih mulang kalian ingkang sae,
punapa kalih putu-putunipun. (183)
‘kalau dengan anaknya ya gimana kewajibanya ibu itu kepada
anaknya, ya mendidik suatu hal yang baik, apa dengan cucu-cucunya
dengan cucu-cucunya.’
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
16) Mungkin masalah sholat masalah sehari-hariane, napa masalah
do’a, wonten buk? Napa? (193)
‘Mungkin masalah sholat masalah sehari-harinya, apa masalah do’a,
ada buk? Apa?’
Wujud interferensi dari data tersebut di atas berupa pengulangan kata yang
mendapat akhiran [-e] yaitu pada kata /sehari-hariane/ ‘sehari-harinya’, dalam
bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [sabendhintenipun/sabendhinte]. Hal tersebut
merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi
penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi
tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah
masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
16a) Mungkin masalah sholat masalah sabendhintenipun, napa masalah
do’a, wonten buk? Napa?
‘Mungkin masalah sholat masalah sehari-harinya, apa masalah do’a,
ada buk? Apa?’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat
diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini
17) Kemudian napa malih buk? Ketika sujud. Kletika terdholimi.
Jenengan tersakiti oleh orang lain. Nggih misale napa namine? Bu
Sini niki dithuthoklah kalih buk takmirlah. (12)
‘Kemudia apa lagi buk? Ketika sujud, ketika tertindas. Anda tersakiti
oleh orang lain . ya misanya apa namanya? Bu Sini itu dipukul oleh bu
Takmir lah.’
Wujud interferensi berupa afiks [-lah] kata tersebut berasal dari kata
berbahasa Indonesia. Merupakan interferensi pengabungan dari bahasa pertama
dengan bahasa kedua (berupa akhiran). Faktor yang melatar belakangi terjadinya
interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di
tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau
importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
17a) Lajeng napa malih buk? pas sujud. pas dipundholimi. Jenengan dipun
sakiti kalian tiyang sanes. Nggih tuladhanipun napa namine? Bu Sini
niki dipunthuthuk kalih buk takmir.
‘Kemudia apa lagi buk? Ketika sujud, ketika tertindas. Anda tersakiti
oleh orang lain . ya misanya apa namanya? Bu Sini itu dipukul oleh bu
Takmir lah.’
Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi dengan meghilangkan
unsur afik [-lah] dapat menghilangkan unsur interferensi tanpa merubah makna
kalimat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Wujud Campur kode terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
18) Berziarah kubur menika dados nyenguk mengunjunggi kuburan niku
tujuane sing utama niku napa buk? Mengingataken rumah kita,
rumah masa depan. (13)
‘Mengunjunggi kubur itu jadi menjengguk mengunjunggi kuburan itu
tujuan yang utama itu apa buk? Mengingatkan rumah kita, rumah
masa depan.’
Wujud interferensi berupa kata /Mengingataken/ ‘mengingatkan’, merupakan
interferensi pengabungan dari bahasa pertama dengan bahasa kedua.
sabendhintenipun [ngelengke] atau [ngemutaken]. Faktor yang melatar belakangi
terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-
individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur
serapan atau importasi.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
18a) Berziarah kubur menika dados soan kuburan menika tujuanipun
ingkang utama menika napa buk? Ngemutaken griya kita, griya
ingkang badhe dateng.
‘Mengunjunggi kubur itu jadi menjenggukmengunjunggi kuburan itu
tujuan yang utama itu apa buk? Mengingatkan rumah kita, rumah
masa depan.’
Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi diganti dengan kata bahasa
Jawa, kata tersebut dapat mengantikan interferensi yang muncul.
2. Interferensi unsur pengikat bahasa Arab
Interferensi bahasa Arab yang muncul dari data yang disajikan sebagai berikut
dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
1) Dalam syariat Islam tapi niki jarang buk, jarang dinapa namine
dilaksanaake. Ini pernah dinapa praktekne niku. (60)
‘Dalam aturan Islam tapi ini jarang buk, jarang diapa namanya
dilaksanakan. Ini pernah dinapa praktekkan itu.’
Interferensi berupa kata /syariat/ dari kata [syar’i] (bahasa Arab) ‘aturan,
hukum (Islam)’. Merupakan jenis interferensi leksikal ferlasif karena bermakna agak
khusus, serta definisi dalam bahasa Indonesia agak panjang, padan kata secara bentuk
dan makna tidak sesuai. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau
bahasa donor.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, seperti di bawah ini.
1a) Wonten ukum Islam nanging menika jarang buk, jarang dipun napa
syariat
naminipun dipuntrapaken. Menika pernah dipun napa dipuntrapaken
menika.
‘Dalam aturan Islam tapi ini jarang buk, jarang diapa namanya
dilaksanakan. Ini pernah dinapa praktekkan itu’
Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi diganti dengan kata bahasa
Jawa, kata tersebut kurang dapat mengantikan makna interferensi yang muncul.
Sehingga untuk kepentingan pembelajaran interferensi bahasa Arab kurang bisa
digantikan dengan bahasa Jawa, maka akan selanjutnya tidak diuji dengan teknik
ganti.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
2) Ing jaman nika jaman kegelapan lan kesesatan, tidak ada akidah,
boten wonten namine ajaran-ajaran sing ditata rapi seperti ajaran-
ajaran ing ajaran di bawa nabi Muhammad, Sahingga nabi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Muhammad niku merubah jaman jahiliah hingga islamiah, sahingga
saget kentun sakniki. (81)
‘Di jaman itu jaman kegelapan dan kesesatan, tidak ada keyakinan,
tidak ada namanya ajaran-ajaran yang ditata rapi seperti ajaran-ajaran
diajarkan dibawa nabi Muhammad, Sahingga nabi Muhammad itu
merubah jaman kebodohan hingga Islamiah, sahingga bisa seperti
sekarang ini.’
Interferensi yang muncul pada data di atas berupa kata /akidah/ [aqidah]
‘keyakinan’, /jahiliah/, ‘kebodohan/kerusakan’, /islamiah/ ‘Islam’. /aqidah/
merupakan jenis interferensi leksikal ferlasif karena bermakna agak khusus, serta
definisi dalam bahasa Indonesia agak panjang. Untuk kata /jahiliah/ dan /islamiah/
merupakan kata dasar dari bahasa Arab mendapat akhiran [-iah] yang merupakan
interferensi leksikal penambahan (aditif).
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari
system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
3) Bahwasane rejeki mawon teng mrika enten menjadikan negriniku
buah-buahan masyarakat nika boten wonten negri miskin, boten
wonten ingkang ajeng diyakati, malah padha-padha pengen njakati.
Amarga di samping-sampinge niku mangkih tumbuh buah-buahan
sing saget bermanfaat kalian piyambake niku, karena keta’atan
kepada Allah semata. (96)
‘Bahwasanya rezeki saja di sana ada menjadikan negeri itu buah-
buahan masyarakat itu tidak ada negeri miskin, tidak ada yang akan
diberi zakat, malah sama ingin mengeluarkan zakat. Karena di
samping-sanpingnya itu nanti tumbuh buah-buahan yang sangat
bermanfa’at dengan orang tersebut, karena keta’atan kepada Allah
semata.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Interferensi berupa /diyakati/ dan /njakati/, kata dasar dari dari interferensi
tersebut berupa kata ‘zakat’ yang arti secara bahasa adalah ‘mensucikan’ sedangkan
secara istilah merupakan kegiatan mengeluarkan sebagian harta untuk diberikan
kepada oaring miskin atau lembaga pengelola zakat dengan tujuan untuk mensucikan
harta pemberian Allah. Karena seriap harta yang kita peroleh 2,5% (dua setenggah
persen) merupakan milik orang miskin dan sejenisnya.
Interferensi tersebut merupakan interferensi kata depan /di/ pada istilah
/dizakati/ dan jenis interferensi morfologi alomorf /n-/ pada kata/njakati/. Faktor
yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku
berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
4) Lha terus negri niku dinapa? Difayadh kalian toyanne sing ageng
niku. Lha niku menghapus kenikmatan Allah niku dihapus dari negri
niku, amargi negri niku boten percaya kalian Allah malih, sampun
lalai kalian nikmate Allah. (101)
‘Lha terus negeri itu diapa? dibanjirkan dengan airnya yang besar itu.
Lha itu menghapus kenikmatan Allah itu dihapus dari negeri itu,
karena negeri itu tidak percayaa dengan Allah lagi, sudah lalai dengan
nikmat Allah.’
Interferensi berupa /Difatnadh/ dari bahasa Arab ‘banjir’ mendapat awalan
[di-]. Interferensi tersebut merupakan interferensi kata depan /di/. Faktor yang
melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku
berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor dan unsur serapan atau importasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
5) Niku contohe azape Allah, bahwasane yen berpaling lha niku
mengkih. Umpamine dukuh Silak niku hanya iman lan taqwa thok
kepada Allah, niku seluruh boten ing maksiat, boten ingkang
berpaling kalian Allah, insya’ Allah niki mangkih dirahmati kalian
rejeki Allah. Allahhumma Amiin. (102)
‘Itu contohnya siksa Allah, bahwasanya kalau berpaling lha itu nanti.
Seandainya desa Silak itu hanya percaya (pada Allah) dan patuh saja
kepada Allah, itu seluruhnya tidak ada maksiat, tidak ada yang
berpaling dengan Allah, atas kehendak Allah itu nanti didapat
kemurahaNya dengan rezeki Allah. Ya Tuhanku semoga terkabul.’
Wujud interferensi berpa kata, /azape/ ‘siksa’, dan /dirahmati/ ‘dimurahkan’.
Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor dan unsur
serapan atau importasi. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut
adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
6) Biyen lha terus milyar-milyaran tapi napa tambah taqwane napa
imane sakedek ing taqwa kaliane imane niku hamba-hamba yang
beruntung, amargi sing masuk syurga niku inggih tiyang sekedhek
kalian Muhammad niku. Hanya orang terpilih kalian tetep istiqomah
kalian jalan nipun Allah. (108)
‘Dulu lha terus milyar-milyaran tapi apa bertambah kepatuhan apa
imanNya sedikit yang patuh dengan percaya pada Allah itu hamba-
hamba yang beruntung, karena yang masuk syurga itu ya orang sedikit
dengan Muhammmad itu. Hanya orang terpilih dengan tetap tenang
dengan jalan Allah.’
Wujud interferensi pada kalimat di atas adalah pada kata /taqwane/ ‘patuh
pada Allah’, dan /imane/ ‘percaya pada Allah’. Interferensi untuk istilah /taqwane/
dan /imane/ merupakan jenis interferensi fonologi karena penutur mereproduksi
bunyi dari bahasa pertama pada waktu mereproduksi bahasa kedua. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
/istiqomah/ tergolong dalam interferensi perluasan (replasif) dari arti secara istilah.
Juga karena masyakarat umum lebih popular menggunakan istilah tersebut. Faktor
yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku
berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat.
Hal tersebut merupakan bentuk interferensi karena jika kalimat tersebut
diartikan akan semakin rancu dari makna kalimat. Fungsi dari interferensi tersebut
sebagai bahasa sumber atau bahasa donor dan unsur serapan atau importasi.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
7) Lha terus kula pajenengan sami termasuk ummate nabi Muhammad,
menika saget diparinggi syafa’at kalian nabi. Lha terus kita saget
masuk kalian jannahe Allah saking nikmat-nikmat Allah sagking
menunggu kalian nikmate napa […] (135)
‘Lha terus anda sekalian termasuk kaumnya nabi Muhammad, itu bisa
diberi pertolongan oleh nabi. Lha terus kita bisa masuk syurganya
Allah dari nikmat-nikmat Allah dari menungu dengan nikmatnya apa.’
Interferensi berupa kata /ummate/ ‘kaumnya’ dan /jannahe/ ‘syurgaNya’,
interferensi tersebut mendapat akhiran [-e] yang artinya milik (bahasa Jawa). Hal
tersebut merupakan interferensi fonologi karena penutur mereproduksi bunyi dari
bahasa pertama pada waktu mereproduksi bahasa kedua, bahasa Arab di sisipi afiks
bahasa Jawa. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah
dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi
dari interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor dan unsur serapan
atau importasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
8) Mungkin wonten ing kadang kutbah jum’at, wonten ing kutbah kados
niki, salah satu ceramah niku katah sanget ingkang nyataaken kita
niku wajib bersyukur dhumateng Allah Swt. (167)
‘Munkin ada yang kadang ceramah, ada diceramah seperti ini, salah
satu ceramah itu banyak sekali yang menyatakan kita itu wajib
bersyukur kepada Allah Swt.’
Interferensi yang muncul dari kalimat tersebut yaitu /kutbah/ ‘ceramah’ dari
kata “Qutbah”. Interferensi jenis ini digolongkan dalam kelas interferensi aditif,
penambahan yang lebih populer dikenal masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut
sebagai bahasa sumber atau bahasa donor.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
9) Lha nek sakniki, amargi niki napa namine, niki wau dalilipun
Rasulullah Saw nggih niki wonten bukune, bukune nggih sae sanget,
fikih, kitab fiqih wonten tuntunane sholat komplit. (140)
‘Lha sekarang,karena ini papa namanya, ini tadi tuntunan Rasul ya ini
ada bukunya, bukunya bagus sekali, fiqih, kitab fiqih ada tuntunan
sholat lengkap.’
Fikih tergolong kedalam interferensi karena jika kata /fikih/ dari kata “fiqih”
diartikan dalam bahasa Indonesia maka definisi akan panjang tetapi jika diartikan
secara bahasa tidak akan sesuai dengan maksud yang disampaikan oleh penutur.
Masyarakat lebih popular dengan kata fikih dari pada menyebut arti dari fiqih, yaitu
salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan
hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi,
bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Atau asecara secara
harfiah fiqih berarti pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
10) […] ingkang sampun betha kita saking jaman jahilliyah dhumateng
jaman islamiyah menika dinulislam. (138)
‘Yang sudah membawa kita dari jaman kebdohan) kepada jaman
Islam.’
Interferensi tersebut merupakan wujud dari bahasa Arab yang mendapat afiks
dari bahasa lain [-iyah], sehingga termasuk interferensi morfologi. Fungsi dari
interferensi untuk memudahkan suatu system jaman yang dituangkan dalam kalimat.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-
dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
11) Rasullulah niku pengobatan kalih madu, habatussauda, bekam,
ruqyah niku.(225)
‘Rosullullah itu pengobatan dengan madu, habatussauda, bekam,
ruqyah itu.’
Wujud interferensi yaitu /habatussauda/, /bekam/, dan /ruqyah/.
Habatussauda merupakan obat herbal dari tumbu-tumbuhan alam yang berasal dari
Negara-negara timur tenggah. Bekam merupakan pengobatan menurut tuntunan
Rasullullah dengan cara mengeluarkan kotoran di titik-titik tertentu pada bagian
badan, sedangkan ruqyah merupakan terapi kejiwa’an dari ganguan bisikan jin. hal
tersebut merpakan interferensi karena tidak ada padan katanya dan jika diartikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
pengertinanya sangat panjang. Interferensi tersebut termasuk dalam interferensi
leksikal. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor.
3. Interferensi Unsur pengikat Bahasa Inggris
Interferensi dari bahasa Barat atau bahasa Inggris yang muncul dalam
penelitian ini yaitu seperti terlihat di bawah ini.
1) Ndek emben kula empun, empun napa njelaske nggih ini sebagai
penginggat aja. Sebagai memo, napa pengingatan aja materi kemaren
nggih mbah. (16)
‘Kala dulu saya sudah, sudah apa menjelaskan ya ini sebagai
pengingat saja. Sebagai memo, apa pengingat saja materi kemarin ya
embah.’
Interferensi data di atas yaitu /memo/ berasal dari kata ‘memory’ ‘pengingat’.
Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang mengambil dari istilah
asing yang maknanya lebih diketahui dengan istilah tersebut serta popular dalam
masyarakat.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari
system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai penyerap atau resipien.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, yaitu dengan menganti interferensi dengan leksikon bahasa Jawa
dengan kata yang mendekati makna dari interfeensi. Interferensi tersebut ubah
dengan kata [emut/pangemut/pepeling] seperti di bawah ini.
1a) Rikala biyen kula sampun, sampun napa jelasaken nggih menika
kangem pepemut mawon. kagem pangemut, napa pepeling mawon
materi winggi nggih mbah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
‘Kala dulu saya sudah, sudah apa menjelaskan ya ini sebagai
pengingat saja. Sebagai memo, apa pengingat saja materi kemarin ya
embah.’
Jika diuji dengan teknik ubah wujud menjadi seperti di atas, kata tersebut
kurang begitu cocok dalam mengantikan interferensi yang muncul.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
2) Nggih dados napa namine defisine syirik punika, menyembah selain
Allah. (17)
‘Ya jadi apa namanya pengertian syirik itu, menyembah selain Allah.’
Interferensi yang muncul dari data di atas yaitu /defisine/ yang merupakan
serapan dari kata ‘definition’ dari bahasa Inggris yang artinya ‘pengertian’. Kalimat
tersebut bisa diubah dengan dengan bahasa Jawa dengan kata [artinipun] atau
[artosipun].
Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang mengambil dari
istilah asing yang maknanya lebih diketahui dengan istilah tersebut serta popular
dalam masyarakat. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut
adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat.
Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, yaitu dengan menganti interferensi dengan leksikon bahasa Jawa
dengan kata yang mendekati makna dari interfeensi. Interferensi tersebut ubah
dengan kata [artosipun] seperti di bawah ini.
2a) Nggih dados napa naminipun artosipun syirik punika, nyembah
senesipun Allah. (17)
‘Ya jadi apa namanya pengertian syirik itu, menyembah selain Allah.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Jika diuji dengan teknik ubah wujud menjadi seperti di atas, kata tersebut bisa
mewakili dari interferensi yang muuncul. Sehingga tanpa ada interferes pada kalimat
tersebut bisa mengunakan kata dalam bahasa Jawa tersebut, yaitu dengan kata
[artosipun]. Menginggat peserta tutur adalah pemakai bahasa Jawa aktif, hal tersebut
untuk mempermudah penutur dalam memahami arti yang disampaukan penutur.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
3) Nggih kita lihat buk, kita lihat metode carane pengobatane niku
masuk akal boten buk? (21)
‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode caranya pengobatannya itu masuk
akal tidak buk?’
Wujud interferensi yang muncul adalah /metode/ serapan dari bahasa Inggris
yaitu ‘method’ bisa diartikan ‘cara’. Jenis interferensi tersebut adalah interferensi
leksikal, yang mengambil dari istilah asing yang maknanya lebih diketahui dengan
istilah tersebut serta popular dalam masyarakat. Faktor yang melatar belakangi
terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang
berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa
penyerap atau resipien.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, yaitu dengan menganti interferensi dengan leksikon bahasa Jawa
dengan kata yang mendekati makna dari interferensi. Interferensi tersebut di ubah
dengan kata [cara] seperti di bawah ini.
3a) Nggih kita pirsa buk, kita pirsa cara carane pengobatane niku masuk
akal boten buk?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode caranya pengobatannya itu masuk
akal tidak buk?’
Jika diuji dengan teknik ubah wujud menjadi seperti di atas, kata tersebut
kurang begitu cocok dalam mengantikan interferensi yang muncul.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
4) Otomatis tetep milih di rumah nggih, di rumah dapet ketemu calone
sing cantik-cantik, calone sing ganteng-ganteng sing napa putrane,
ketemu menantunya. (39)
‘Otomatis tetap milih di rumah ya, di rumah dapet ketemu calonnya
yang cantik-cantik, calonya yang ganteng-ganteng yang apa anaknya,
bertemu menantunya.’
Interferensi berupa kata /Otomatis/ yang merupakan serapan dari bahasa
Inggris ‘automatically’. Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang
mengambil dari istilah asing yang maknanya lebih diketahui dengan istilah tersebut
serta popular dalam masyarakat. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi
tersebut adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu
masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /Otomatis/ tidak ada, sehingga tidak bisa
dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
5) Lha boten nggoten niku, niki perlu pemahaman yang detil, niki
pajenengan boten salah ngartekke. (58)
‘Lha tidak seperti itu, ini perlu pemahaman yang detil ini anda jangan
salah mengartikan.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Wujud interferensi berupa /detil/ atau serapan dari bahasa Inggris “detail” jika
dalam bahasa Indonesia dengan istilah ‘detil’. Jenis interferensi tersebut adalah
interferensi leksikal, yang mengambil dari istilah asing yang maknanya lebih
diketahui dengan istilah tersebut serta lebih popular dalam masyarakat. Faktor yang
melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-dua bahasa
atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut
sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /detil/ tidak ada, sehingga tidak bisa
dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud
Wujud interferensi selanjutnya terdapat dalam kalimat berikut ini.
6) Bahwasane saking Sukarno ngantos S.B.Y sakniki boten wonten sing
makmur. Setiap pemerintahane, setiap pemerintahane niku mesthi
dipenuhi dengan kemaksiatan, bencana, ndekwinggi S.B.Y bencana
tsunami […]. (84)
‘Bahwasanya dari Sukarno sampai S.B.Y sekarang tidak ada yang
makmur. Setiap pemerintahanya, setiap pemerintahanya itu pasti
dipenuhi dengan kemaksiatan, bencana, kala dulu S.B.Y bencana
tsunami.’
Interferensi yang muncul berupa kata /tsunami/. Tsunami merupakan bencana
yang disebabkan karena gempa dan mengakibatkan luapan air laut yang mengarah ke
darat dengan ketingian yang cukup tinggi.
Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang mengambil dari
istilah asing (Jepang) tetapi istilah tersebut lebih popular dan maknanya lebih
diketahui dengan istilah tersebut. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa
sumber atau bahasa donor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Padan kata bahasa Jawa dari kata /tsunami/ tidak ada, sehingga tidak bisa
dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
7) Lha terus professor, sakniki katah professor nemokke teknologi. (88)
‘Lha terus professor, sekarang banyak professor menemukan
teknologi.’
Interferensi berupa kata /professor/ dan /teknologi/ yang merupakan serapan
dari kata ‘technological’. Terjamahan dari kalimat di atas adalah. Jenis interferensi
tersebut adalah interferensi leksikal, karena mengambil morfem dari istilah bahasa
asing (Inggris) digunakan dalam kalimat bahasa Jawa. Jenis interferensi tersebut
adalah interferensi leksikal, yang berupa interferensi penambahan (aditif) karena
bentuk baru mendampinggi bentul lama tetapi dengan makna yang agak khusus.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-
dua bahasa atu lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /professor/ dan /teknologi/ tidak ada,
sehingga tidak bisa dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
8) Terus wonten dokter, dokter niku katah spesialis bedah napa-napa
niku. Katah sakniki kalian penyakit kecil-kecil niku boten saget
diatasi. (89)
‘Terus ada dokter, dokter itu banyak khusus bedah apa-apa itu. Banyak
sekarang denga penyakit-penyakit kecil-kecil itu tidak bisa di atasi.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Interferensi dari kalimat di atas berupa kata /spesialis/ yang merupakan
serapan dari kata ‘specialist’ yan artinya ‘khusus’. Jenis interferensi tersebut adalah
interferensi leksikal, yang berupa interferensi penambahan (aditif) karena bentuk baru
mendampinggi bentul lama.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari
system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /spesialis/ tidak ada, sehingga tidak bisa
dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
9) Bahwsane sampun menyebabkan akibatkan hubungan niku mangkih
nanging nggih napa pemerintahan niku dirancang kalian Islam
didadekke hukum-hukum Islam kalian pemimpin niku hanya bertaqwa
kepada Allah, boten wonten korupsi, boten wonten. Bahwasane niku
malah seperti sakniki jamane pemilu demokrasi, pemilu niki sing
nyalonke nggih butuh ragat gedhe, dadhos ngeh mangkih wonten
maksud liyane. (110)
‘Bahwasanya sudah menyebabkan akibatkan hubungan itu nanti tetapi
ya apa pemerintahan itu dirancang dengan Islam dijadikan hukum-
hukum Islam oleh pemerintah itu hanya bertaqwa kepada Allah, tidak
ada korupsi, tidak ada. Bahwasanya itu malah seperti sekarang
jamanya pemilu demokrasi pemilu ini yang mencalonkan ya butuh
biaya besar, jadi ya nanti ada maksud lainya.’
Wujud interferensi dari tuturan di atas yang muncul yaitu /korupsi/ dan
/demokrasi/. Kata /korupsi/ merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu
‘corruption’ sedangkan istilah /demokrasi/ berasal dari kata ‘democracy’.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, termasuk dalam klas
interferensi perluasan (exspansif) karena bahasa pertama menyerap konsep kultur
beserta namanya. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut
adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat.
Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /korupsi/ dan /demokrasi/ tidak ada,
sehingga tidak bisa dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
10) Lha terus niki yen presidene niku mangkih sae, ingkang Islam, lha
terus dewekke ngertos perintah Allah, (112)
‘Lha terus ini kalau pemimpin negara itu nanti baik, yang Islam lha
terus beliau mengetahui perintah Allah, Indonesia itu tidak ada
bencana, kalau seperti itu karena keridhaan Allah kepada pemimpin.’
Interferensi yang terlihat dari kalimat diatas yaitu kata /presidene/. Jenis
interferensi tersebut adalah interferensi morfologis, karena menggunakan morfem
yang mendapat penambahan [-e] (dari bahasa Jawa) yang berarti milik. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien dan unsur serapan atau
importasi.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /presidene/ tidak ada, sehingga tidak bisa
dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
11) Lha terus kita saget ngubah asset-aset bahwasane dokumen teng
Allah niku bahwasane ampun ngantos kemaksiatan kita sahingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
merubah dengan iman ketaqwa’an niku mangkih saget insya Allah
Negara niki saget tentrem ayem. (120)
‘Lha terus kita bisa merubah kepemilikan bahwasanya dokumen dari
Allah itu bahwasanya jangan sampai kemaksiatan kita sehingga
merubah dengan iman ketaqwa’an itu nanti bisa atas hehendak Allah
Negara ini bisa tentam.’
Interferensi dari kalimat tersebut berupa kata /asset-asset/ atau ‘kepemilikan’
dan /dokumen/ yang merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘document’. Jenis
interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, karena mengambil kata dari istilah
bahasa asing (Inggris) digunakan dalam kalimat bahasa Jawa. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai penyerap atau resipien.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /asset-asset/ dan /dokumen/ tidak ada,
sehingga tidak bisa dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
12) Lha terus sakniki kita ngertosi namine kristenisasi niku sampun
nyebar, niku ngangge berbusana muslim tapi isine punika ngajak
kepada orang untuk mengiguti yesus. Niku enten bahwasane kula niku
pengalaman teng Ngantiwarna. (126)
‘Lha terus sekarang ketahui namanya mengkristenkan (pemurtadtan)
itu sudah menyebar, itu berbusana Islam tapi isinya itu mengajak
kepada orang untuk mengikuti yesus. Itu ada bahwasanya saya itu
pengalaman di Gantiwarna.’
Interferensi berupa kata /kristenisasi/, terjamahan dari kalimat di atas yaitu.
Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang berjenis interferensi
penambahan (aditif). Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut
adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat.
Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Padan kata bahasa Jawa dari kata /kristenisasi/ tidak ada, sehingga tidak bisa
dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
13) Nek tiyang sampun diklaim oleh Allah Swt boten ajeng masuk syurga,
niku nggih binggung nggih buk, nek kita niku sak bendintene boten
dijaga oleh Allah mangkih katah sangget dosa-dasa ingkang katah
kita lakoaken. (166)
‘Kalau orang sudah diakui oleh Allah Swt tidak akan masuk syurga,
itu ya binggung ya Buk, kalau kita itu setiap harinya tidak di jaga oleh
Allah nanti banyak sekali dosa-dosa yang banyak kita lakukan.’
Dari kalimat di atas interferensi berupa kata /diklaim/ yang merupakan
serapan dari kata ‘claim’ dari bahasa Inggris yang artinya ‘diakui’. Jenis interferensi
tersebut adalah interferensi leksikal, karena mengambil morfem dari istilah bahasa
asing (Inggris) digunakan dalam kalimat bahasa Jawa. Faktor yang melatar belakangi
terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang
berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa
penyerap atau resipien.
Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi
bahasa Jawa, yaitu dengan menganti interferensi dengan leksikon bahasa Jawa
dengan kata yang mendekati makna dari interfeensi. Interferensi tersebut ubah
dengan kata [diakui/dicap/ditetepke] seperti di bawah ini.
13a) Menawi tiyang sampun ditetepke deneng Allah Swt boten ajeng mlebet
syurga, niku nggih binggung nggih buk, menawi kita niku sak
bendintenipun boten dijagi deneng Allah mangkih katah sangget dosa-
dasa ingkang katah kita lakoaken.
‘Kalau orang sudah diakui oleh Allah Swt tidak akan masuk syurga,
itu ya binggung ya Buk, kalau kita itu setiap harinya tidak di jaga oleh
Allah nanti banyaksekali dosa-dosa yang banyak kita lakukan.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Jika diuji dengan teknik ubah wujud menjadi seperti di atas, kata tersebut
kurang begitu cocok dalam mengantikan interferensi yang muncul.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
14) Anangging nek kita ngertosi fenomena sakniki punika jarang sekali
tiyang ingkang napa menghormati tetangane. (169)
‘Tetapi kalau kita mengetahui fenomena sekarang itu jarang sekali
orang yang apa menghormati tetanganya.’
Dari tuturan di atas interferensi ber wujud kata /fenomena/ yang merupakan
serapan dari bahasa Inggris dari kata ‘phenomenon’ bisa diartikan dengan istilah
‘penampakan, kejadian, atau gambaran’. Jika kalimat tersebut menggunakan arti dari
kata /fenomena/ akan rancu dan istilah /fenomena/ lebih popular dalam masyarakat.
Jenis interferensi tersebut terolong interferensi leksilal jenis interferensi
perluasan (ekspansif) karena menyerap konsep kultur dari bahasa lain. Faktor yang
melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-dua bahasa
atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut
sebagai penyerap atau resipien.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /fenomena/ tidak ada, sehingga tidak bisa
dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
15) Katah sakniki boten sadar matinipun ziarah, badhe ndongga terus,
buk kula nyuwun restu jenengan, mugi-mugi kula saget lulus, biji kula
apik, mugi-mugi sae saget rengkeng satunggal, dhumateng tiyang
sedha setuju boten?(208)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
‘Banyak sekali tidak sadar matinya ziarah, akan ber do’a terus, Buk
saya minta restu anda, moga-moga saya bisa lulus, nilai saya baik,
moga-moga baik sekali peringkat satu, kepada orang mati setuju
tidak?’
Wujud interferensi terlihat pada kata /rengkeng/ ‘rangking / peringkat’,
karena istilah ‘rangking’ lebih popular dalam masyarakat dari pada istilah
‘Peringkat’.
Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, karena mengambil
morfem dari istilah bahasa asing (Inggris) digunakan dalam kalimat bahasa Jawa.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-
dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi
tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /rengkeng/ tidak ada, sehingga tidak bisa
dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.
16) Sakdherenge tiyang Jawi masuk Islam nenek moyang niku nyembah
napa? Animisme lan dinamisme. Niki ing tiyang Jawi niku enten
kepercayaan dhumateng uwit dhumateng keris saget menehi madharat
dhumateng tiyang. Tasih boten mriki? (ponari) (222)
‘Sebelumnya orang Jawa masuk Islam nenek moyang itu menyembah
apa? Animisme (Roh Nenek moyang) dan dinamisme (berhala). Ini
orang Jawa itu ada kepercayaan kepada pohon kepada keris bisa
memberi manfa’at kepada orang. Masih tidak di sini?’
Interferensi terjadi pada kalimat di atas berupa kata /Animisme/ ‘percaya
terhadap roh nenek moyang yang dapat memeberikan kekuatan, perlindungan dan
lain sebagainya’, dan /dinamisme/ ‘kepercayaan terhadap berhala atau benda yang
dapat memeberi rejeki, kekuatan dan lain sebagainya’. “Animisme” dan “dinamisme”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
merupakan interferensi karena kata tersebut jika diartikan akan sangat panjang dan
padan kata dalam tidak bisa mewakili makna yang terkandung dalam kata tersebut.
Interferensi tersebut tergolong interferensi leksikal, karena mengambil
morfem dari istilah bahasa asing (Inggris) kedalam kalimat bahasa Jawa. Fungsi dari
interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor.
Padan kata bahasa Jawa dari kata /Animisme/ dan /dinamise/ tidak ada,
sehingga tidak bisa dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.
4. TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA
Tingkat tutur bahasa Jawa hanya terdiri atas tiga ragam yaitu, ragam ngoko,
ragam madya, dan ragam krama. Tingkat tutur bahasa Jawa yang dipakai oleh santri
PDS dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini.
1. Ragam Ngoko
Tingkat tutur atau unggah-ungguh bahasa Jawa ragam ngoko merupakan
tingkat tutur yang menunjukkan kesopanan rendah. Biasanya digunakan oleh orang
yang sudah akrab atau petutur yang lebih tinggi kedudukan sosial dengan mitra tutur
lebih rendah atau menceritakan orang yang ada diluar komponen tutur. Afiks yang
muncul dalam ragam ini semuanya berbentuk ngoko (misalnya, afik di-, dan ake).
Ragam ngoko umumnya digunakan oleh orang yang tingkat tutur lebih tinggi status
sosial, orang yang lebih tinggi tingkat umurnya, dan orang yang sudah akrab. Dalam
ragam ini ada dua bentuk varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
A. Ngoko Lugu
Dalam tingkat tutur bahasa Jawa ini terbentuk dari leksikon ngoko (/aku/
‘saya’, /kowe/ ‘kamu’) dan leksikon netral, tanpa ada leksikon yang lain (leksikon
krama, krama inggil, krama andap). Juga mengandung afiks [-e] (dak, ko, di, ku, mu,
dan ake).
3) Iki dadane bengkong mengko kethok bengkong mengko ora entuk dienggo iki
terus nek cenggere mlungker jarene mengko wonge jireh, jare mengko wonge
mengko ora patek wani gelut ngono pokoke akih sing aneh-aneh. (69)
‘Ini dadanya bengkok, nanti kelihatan bengkonk nanti tidak dapat
dipakai ini terus kalau bagian atas kepala melengkung nanti dikatakan
nanti orang itu takut, katanya nanti orang tersebut bengkok tidak
begitu berani berkelahi seperti itu pokoknya banyak yang aneh-aneh.’
Butir kata /iki/ ‘ini’, /dadane/ ‘dadanya’, /mengko/ ‘nanti’, /kethok/
‘kelihatan’, /ora/ ‘tidak’, /etuk/ ‘boleh’, /dienggo/ ‘dipakai’, /terus/ ‘terus’, /cenggere/
‘paruhnya’, /jarene/ ‘katanya’, /wonge/ ‘orangnya’, /jare/ ‘katanya’, /wani/ ‘berani’,
/ngono/ ‘seperti itu’, /akih/ ‘banyak’, dan /sing/ ‘yang’ merupakan leksikon ngoko.
Sedangkan leksikon netral terlihat pada butir /bengkong/, /nek/, /aneh-aneh/, /gelut/,
/pokoke/ ‘pokoknya’dan /mlungker/.
Faktor yang melatar belakangi penutur menggunakan bahasa Jawa ragam
ngoko lugu karena penutur merasa akrab dalam menyampaikan informasi terhadap
peserta tutur, sehingga penutur lebih memilih ragam ngoko lugu dalam komunikasi.
Faktor historis dan pengetahuan bahasa Jawa juga mempengaruhi pengunaan ragam
bahasa Jawa ngoko lugu. Secara historis penutur berasal dari Magetan Jawa timur.
Fungsi dari bahasa Jawa ragan ngoko tersebut berguna untuk menunjukkan bentuk
suasana akrab sehinga menunjukkan situasi komunikasi non formal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Pengunaan tingkat tutur ini kurang sesuai dengan fungsi dari ragam ngoko
lugu, karena fungsi dari ragam ini digunakan untuk orang tua kepada anak, orang
sesama (umur, pangkat, dan status sosial), status sosial tinggi dengan status sosial di
bawahnya, dan digunakan untuk berbicara dalam hati.
B. Ngoko Andap
Ragam ini terdiri dari leksikon ngoko, leksikon netral, leksikon madya dan
leksikon krama (krama ingil atau krama andap). Tetapi yang dominan dalam ragam
Ngoko andap adalah leksikon ngoko, leksikon krama (krama inggil, madya, atau
krama andap) yang muncul dalam ragam ini hanya digunakan sebagai penghormat
mitra tutur (misalnya: [panjenengan]).
1) Jenengan ngertos perguruan Setia Hati Teratai buk? Perguruan
beladiri ngotenniku lho buk. S.H niku lho buk, ngertos? (67)
‘Anda tau perguruan Setia Hati Teratai buk? Perguruan bela diri
seperti itu lho buk. S.H niku buk, ngertos?
2) Niku nek pas Sura niku mesthi beleh pitik mbah. Beleh pitik terus
pitike niku napa tha? Pitike niku sing digoleki niku dadane kudu
lurus, mengko jarene nek ra lurus mengko sing nduwe melu-melu
bengkong jarene ngono. (68)
‘Itu kalau pas Sura itu pasti menyembelih ayam embah. Menyembelih
ayam terus ayam tersebut itu apa tha? Ayam tersebut yang dicari itu
dadanya harus lurus, nanti kata orang tersebut kalau tidak lurus nanti
yang punya ikut-ikut bengkok katanya seperti itu.’
Dari data di atas yang termasuk leksikon ngoko adalah /sing/ ‘yang’, /digoleki/
‘dicari’, /kudu/ ‘harus’, /pitike/ ‘ayamnya’, /dadane/ ‘dadanya’, /jarene/ ‘katanya’,
/mengko/ ‘nanti’, /terus/ ‘terus’, /ra/ � “ora” ‘tidak, /nduwe/ ‘punya’, /melu/ ‘ikut’,
dan /ngono/ ‘seperti itu’. Dari data di atas yang termasuk leksikon netral adalah
/Beleh/ ‘menyembelih’, /Sura/ ‘(bulan) syura’, /mesthi/ ‘pasti’, /mbah/ ‘embah’,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
/lurus/ ‘lurus’, /pas/ ‘pas’, /pitik/ ‘ayam’, dan /nek/ ‘kalau’. Dari data di atas yang
termasuk leksikon madya adalah /napa/ ‘apa’. Sedangkan Dari data di atas yang
termasuk leksikon krama adalah /jenengan/ ‘anda’, leksikon karam hanya untuk
mnghormati penutur saja.
Faktor yang melatar belakangi penutur menggunakan bahasa Jawa ragam
ngoko andap karena penutur merasa akrab dalam menyampaikan informasi terhadap
peserta tutur, sehingga penutur lebih memilih ragam ngoko andap dalam komunikasi.
Faktor historis dan pengetahuan bahasa Jawa juga mempengaruhi pemakaian ragam
bahasa Jawa ngoko andap. Fungsi dari bahasa Jawa ragan ngoko andap tersebut
berguna untuk menunjukkan bentuk suasana akrab sehinga menunjukkan situasi
komunikasi non formal tanpa harus menghilangkan rasa hormat kepada peserta tutur,
dengan mengunakan leksikon krama untuk menyebut peserta tutur.
Fungsi dari ragam ngoko andap pada kalimat tersebut sebagai penghormatan
terhadap peserta tutur, tanpa harus mengubah situasi santai. Hal tersebut merupakan
bentuk komunikasi non formal, sehingga agar komunikasi lebih akrab.
2. Ragam Madya
A. Madya Ngoko
Ragam ini terdiri leksikon madya (/kula/ ‘saya’dan /dika/ ‘anda’) tercampur
leksikon ngoko. Pemakaian bahasa Jawa ragam madya ngoko seperti di bawah ini.
4) Nggih kita lihat buk, kita lihat metode carane pengobatane niku masuk akal
boten buk? Watu nggih, watu dicelupke. Kan ceritane kesamber bledek tha?
Terus niku watu terus dicelupke banyu niku mengko sok lara ngombe
diminum-minum lan akhirnya sembuh. (21)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode caranya pengobatannya itu masuk akal
tidak buk? Watu ya, watu dicelupkan. Kan ceritanya trsengat petir kan? Terus
itu bat uterus dicelupkan air itu nanti yang sakit minum dimimum-minum dan
akhirnya sembuh.’
Faktor yang melatar belakangi penutur menggunakan bahasa Jawa ragam
madya ngoko karena penutur menempatkan dirinya dalam status yang hampir sama
dengan peserta tutur, hal tersebut untuk meghilangkan rasa formal atau asing terhadap
mitra tutur. Sehingga penutur merasa akrab tetapi masih dalam koridor santun dalam
berbicara dengan ragam madya ngoko.
Faktor historis dan pengetahuan bahasa Jawa juga mempengaruhi pemakaian
ragam bahasa Jawa madya ngoko. Fungsi dari bahasa Jawa ragan madya ngoko
tersebut berguna untuk menunjukkan bentuk suasana akrab, tetapi juga mempunyai
nilai kesantunan berbahasa.
B. Madya Krama
Ragam madya Krama terdiri dari leksikon madya tercampur leksikon krama
(/kula/ ‘saya’, /sampeyan/,/samang/ ‘kamu’). Bahasa ini sering digunakan oleh orang
desa dengan orang desa yang lainya yang disegani.
Wujud pemakaian ragam ini Nampak seperti di bawah ini.
1) Nggih misale napa namine? Bu Sini niki dithuthoklah kalih buk takmir
lah. Boten nggertos sebape ko langung dithuthok. Niku termasuk
terdholimi buk. Sampean niku tersakiti. (12)
‘Ya misalnya apa namanya? Bu Sini ini dipukul oleh ibu Takmir. Tidak
tau sebapnya kok langsung dipukul. Itu termasuk terdholimi buk. Anda
itu tersajiti.’
Leksikon krama inggil pada butir, /nggertos/ ‘mengetahui’, /dhumateng/
‘kepada’. Leksikon krama pada butir / /boten/ ‘tidak’ dan /nggih/ ‘ya’. Leksikon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
krama andap pada butir /namine/ ‘namanya’, /kalih/ ‘dengan’, /Sampaian/ ‘anda’,
dan. Leksikon madya terdapat pada bentuk /napa/ ‘apa’, niku/ ‘itu’, dan /niki/ ‘ini’,
Leksikon ngoko terdapat pada bentuk /sebabpe/ ‘sebabnya’, /dongane/ ‘do’anya’, dan
/langung/ ‘langsung’. Leksikon netral terdapat pada /dithuthok/ ‘dipukul’.
Faktor yang melatar belakangi penutur menggunakan bahasa Jawa ragam
madya Krama karena penutur menempatkan dirinya dalam status geografi yang sama
dengan peserta tutur, yaitu masyarakat pedesaan. Serta peserta tutur merupakan
kelompok masyarakat yang dihormati oleh penutur. Sehingga dalam kalimat tersebut
mengunakan ragam madya krama
Fungsi dari bahasa Jawa ragan madya krama tersebut berguna untuk
menunjukkan identitas penutur secara asal (daerah), serta untuk wujud bahasa dengan
tingkat hormat yang sedang sehingga komunikasi lebih terjalin lebih akrab tetapi juga
mempunyai nilai kesantunan.
C. Madyantara
Pemakaian bahasa Jawa ragam madyantara tidak temukan dalam penelitian
ini. Karena ragam ini digunakan untuk suami istri. Ragam madyanatara terdiri dari
leksikon madya tercampur leksikon krama (/kula/ ‘saya’, /sampeyan/,/samang/
‘kamu’) tetapi dalam komunikasi sering pemakai leksikon krama.
3. Ragam Krama
Tingkat tutur krama merupakan ragam atau tingkat tutur bahasa Jawa yang
berintikan leksikon krama bulan leksikon yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
A. Muda Krama
Dalam tingkat ini dibentuk oleh leksikon krama, madya, netral, dan / atau
ngoko serta dapat krama inggil atau krama andap. Meskipun begitu yang menjadi
leksikon inti adalah dalam ragam krama lugu adalah krama, madya, dan / atau netral
sedangkan krama inggil atau krama andap yang muncul dalam ragam ini hanyalah
digunakan untuk menghormati lawan bicara.
Wujud ragam krama lugu yang muncul dalam penelitian ini sebagai berikut
ini.
1) Gusti Allah niku kula paringgi arta niki pinten yuta , kula boten bali
teng neraka, dilebetke surga. Niku ditrima napa boten buk? Boten tha.
(15)
‘Tuhan Allah ini saya beri uang berapa juta, saya tidak kembali di
neraka, di masukkan syurga. Itu ditrima apa tidak buk? Tidak kan.’
Leksikon krama terdapat pada bentuk /niku/ ‘itu’, /niki/ ‘ini’, dan /boten/
‘tidak’. Leksikon krama inggil terdapat pada bentuk /kula/ ‘saya’, /arta/ ‘uang’.
Leksikon krama andap terdapat pada bentuk, /paringgi/ ‘diberi’, dan /dilebetke/
‘dimasukkan’. Leksikon madya terdapat pada bentuk /napa/ ‘apa’, /teng/ ‘ke’
Leksikon ngoko terdapat pada bentuk /pirang/ ‘berapa’, /bali/ ‘kembali’. Leksikon
netral terdapat pada bentuk /Gusti/ ‘pangeran’, /yuta/ ‘juta’, /neraka/ ‘neraka’, dan
/surga/ ‘syurga’.
Faktor yang mempenaruhi penutur menggunakan ragam krama lugu
dianaranya karena dilator belakangi penutur yang merupakan santri pengguna bahasa
ibu bahasa Jawa. Disamping itu karena komponen tutur yang terdiri dari sedikit
pemuda dan banyak dari kalangan orang tua yang berdomisili di pedesaan serta
merupakan pengguna bahasa Jawa Aktif. Situasi tutur juga mempengaruhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
penggunaan bahasa Jawa Ragam Krama, karna disamping bahasa mudah dan lebih
akrab dengan peserta tutur. Fungsi dari penggunaan ragam bahasa Jawa krama lugu
sebagai bahasa santun tetapi juga mudah dan lebih efektif agar suasana tidak terlalu
formal.
B. Kramaantara
Ragam ini terdiri dari leksikon krama tanpa tercampur leksikon krama inggil.
Ragam ini jarang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Umumnya ragam ini digunakan oleh orang tua kepada pemuda.
1) Laler niku saget mlebetaken tiyang dhumaten syurga, hanangging
wonten laler ning saget mlebettaken tiyang dhumateng neraka. (201)
‘Laler itu bisa memasukkan orang kepada syurga, tetapi ada laler tapi
bisa memasukkan orang kepada neraka.’
Faktor yang melatar belatar belakanggi pemakaian bahasa Jawa ragam
kramaantara karena penutur menempatkan status sosioal sama dengan peserta tutur.
Pemakaian ragam krama lugu pada data di atas berfungsi sebagi bahasa yang
mempunyai nilai hormat kepada peserta tutur yang sebagian besar terdiri dari para
orang tua
C. Wredhakrama
1) Ha boten kok kesandung niku kok ngucapne napa niku namine kewan-
kewan sing wonten kebun bin niku, niku medal sedaya boten nggih?
(9)
‘Ha tidak kok tersandung itu kok mengucapkan apa namanya hewan-
hewan yang ada kebun binatang itu, itu keluar semua tidak ya?’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Unsur yang menjadi ciri dari ragam Wredhakrama adalah penambahan afik
[di-], [-e], dan [-ake]. Ragam tersebut umumnya digunakan oleh orang tua kepada
pemuda. Ragam ini terdiri dari leksikon krama tanpa tercampur leksikon krama
inggil. Faktor yang mempengaruhi pengunaan ragam tersebut merupakan faktor dari
penutur sendiri. Fungsi dari ragam ini lebih menempatkan penutur dalam status sosial
lebih tinggi dibandingkan dengan peserta tutur.
D. Krama Inggil
Merupakan bentuk ungah-unguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya
merupakan kosakata krama, tetapi dapat ditambah dengan leksikon krama inggil dan
krama andap. Meskipun begitu, yang menjadi leksikon inti adalah leksikon krama.
Penggunaan krama ingil dan krama andap merupakan wujud penghormatan terhadap
mitra tutur, sedangkan leksikon ngoko dan leksikon madya tidak pernah muncul
dalam tingkat tutur jenis ini. Ragam ini tidak ditemukan dalam penelitian ini.
E. Krama Desa
Ragam karama desa yang muncl dari penelitian ini, berwujud eperti kalimat
berikut ini.
1) Kula tanglet ingkang sampun kula sampekne ngek biyen nggih. (7)
‘Saya tanya yang sudah saya sampaikan kala dulu ya.’
Leksikon krama pada butir /nggih/ ‘ya’dan /ingkang/ ‘yang’. Leksikon krama
inggil pada butir /sampun/ ‘sudah’, dan /kula/ ‘saya’. Leksikon krama andap
/sampekne/ ‘sampaikan’, . Leksikon krama desa pada butir /tanglet/ ‘tanya’.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Leksikon ngoko terdapat pada bentuk /ngek/ ‘kala (dulu)’. Dari data tersebut muncul
leksikon dari krama desa yang bukan berasal dari bahasa ngoko atau krama, yaitu
pada kata /tanglet/ ‘tanya’.
2) Menawi kula tanglet tiyang ing desa-desa punika. Pak ngoteniku telas
pinten, kinten-kinten pak? Satus ewu nggih telas. Ngantos pinten
dinten? Niku nek ditaglet niatipun nge napa nggih? Shodakoh
diparengke pitung dalu nyuwunke arwahe terus saget maringi
manfa’at kalih keluarganipun niku. (228)
‘Kalau saya tanya orang di desa-desa itu. Pak seperti itu habis berapa,
kira-kira pak? Seratus ribu ya habis. Sampai berapa hari? Itu kalau
ditanya niatnya buat apa ya? Shodakoh diberikan tuju malam
memintakan arwahnya terus bisa memberi manfa’at oleh keluarganya
itu.
leksikon krama pada butir /telas/ ‘habis’, /ngantos/ ‘sampai’, /pinten/
‘berapa’, /dinten/ ‘hari’, /saget/ ‘bisa’, /kalih/ ‘dengan / dua’, /ing/ ‘di’, /kinten-kinten/
‘kira-kira’, /maringi/ ‘memberi’, /niku/ ‘itu’, /nggih/ ‘ya’, /ngoteniku/ ‘seperti itu’.
Leksikon krama inggil pada butir, ‘itu’, /Menawi/ ‘seandainya’, /kula/ ‘saya’, /tiyang/
‘orang’, /punika/ ‘seperti itu’, /pinten/ ‘berapa’, /niatipun/ ‘niatnya’, /keluarganipun/
‘kelurganya’, /dalu/ ‘malam’, /Pak/ ‘Bapak’. Leksikon krama andap pada butir
/nyuwunke/ ‘memintakan’, /diparengke/ ‘diberikan’. Leksikon madya terdapat pada
bentuk /napa/ ‘apa’, dan /jenengan/ ‘anda’, /Nge/ ‘untuk’. Leksikon ngoko terdapat
pada bentuk /arwahe/ ‘arwahnya’, /Satusewu/ ‘seratus ribu’, /terus/ ‘terus’, /desa-
desa/ ‘desa-desa’. Leksikon netral terdapat pada /nek/ ‘kalau’, /pitung/ ‘tujuh’.
Leksikon krama desa pada butir /tanglet/ ‘tanya’.
Faktor yang mempengaruhi pemakaian ragam ini karena faktor historis
penutur yang berasal dari kalangan pedesaan. Sehingga sesuai dengan kemampuan
berbahasa Jawa. Fungsi ragam ini digunakan oleh orang desa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
D. Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Bahasa Jawa
Untuk menentukan faktor yang melatar belakangi pemakaian bahasa Jawa
dianalisis dengan metode padan dengan alat referen di luar bahasa yaitu dengan
komponen tutur.
Komponen tututr terdiri dari delapan unsur (component of speech) yang
dihasilkan berdasarkan analisisnya dalam suatu akronim bahasa Inggris dengan kata
SPEAKING yang menyangkup antara lain (a) Setting and Scene, (b) Participants,
(c) Ends, (d) Act sequence, (e) Key, (f) Instrumentalities, (g) Norm of interpretation,
(h) Genres.
Adapun analisis dengan metode padan seperti dibawah ini.
1) Apa mbah, syirik ndek emben? Menyekutukan Allah, masksute
menyekutukan Allah niku gimana tha? Menyembah selain Allah dados
jenengan misale nyembah matahari, menyembah kuburan, menyembah
wit, napa, napa namine menyembah napa waelah selain Allah niku
termasuk syirik. Syirik niku dosane besar mbah. (18)
‘Apa embah, syirik kala dulu? Menyembah selain Allah jadi anda
misalnya menyembah matahari menyembah apa saja selain Allah itu
termasuk syirik, syirik itu dosa besar embah.’
Dalam penelitian ini mengambil tempat ta’lim PDS di masjid dan mushola
kecamatan Simo, Boyolali pada waktu sehabis sholat magrib sekitar pukul 18.10 atau
jam 6 (enam) sore lebih.
Partisipan atau penelitian ini pihak-pihak yang terlibat adalah santri dengan
santri, santri orang lain atau masyarakat. Penutur adalah santri TID PDS dan mitra
tutur adalah masyarakat yang hadir dalam sholat Magrib yaitu masyarakat jama’ah
sholat magrib, mayoritas masyarakat penguna bahasa Jawa aktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan petutur. Peristiwa tutur santri dalam
kegiatan ta’lim dengan masyarakat bermaksud untuk menyampaikan materi atau ilmu
agama dengan tujuan agar masyarakat mendapat pencerahan ilmu agama (Islam).
Tujuan dari tuturan dari kalimat tersebut bertanya dan untuk menerangkan
perbuatan syirik yang tergolong dosa besar, agar masyarakat menetahui dan tidak
melakukan perbuatan itu. Nada penutur dalam berbicara cenderung santai, dengan
bahasa lisan.
Bentuk ujaran pada situasi dalam kalimat tersebut merupakan ujaran dalam
kegiatan kajian keagamaan disampaikan, dengan bentuk pertanyaan dan pernyataan
dari materi yang disampaikan.
Nada atau cara penyampain kalimat dengan santai bertanya dan menerangkan
kepada peserta tutur trntang bahasa yang didapat dari perbuatan yang disampaikan
tersebut.
Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan, Norm of interpretation,
mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi, mengacu pada norma penafsiran
terhadap ujaran dari lawan bicara. Bentuk penyampaian merupakanpenyampaian
dengan jenis komunikasi biasa.
2) Menyembah selain Allah dados jenengan misale nyembah matahari,
menyembah kuburan, menyembah wit, napa, napa namine menyembah
napa waelah selain Allah niku termasuk syirik. Syirik niku dosane
besar mbah. (18)
‘Menyembah selain Allah jadi anda misalnya menyembah matahari,
menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya
menyembah apa sajaselain Allah itu termasuk syirik. Syirik dosanya
besar embah’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
3) Lha nek jenengan percaya niku latiska arbaina yaumam, dados
sholate sampean boten ditrima patang puluh dinten mbah. Jenengan
sujud bendinten sujud-sujud kemudian boten ditrima niku mbah,
dados patang puluh dina niku sia-sia. (30)
‘Lha kalau anda percaya itu sholat ditak ditrima selama empat puluh
hari, jadi sholat anda tidak ditrima empat puluh hari embah. Anda
sujud tiap hari sujud-sujud kemudian tidak ditrima itu embah, adi
empat puluh hari itu sia-sia.’
Dalam penelitian ini mengambil tempat ta’lim PDS di masjid dan mushola
kecamatan Simo, Boyolali pada waktu sehabis sholat magrib sekitar pukul 18.10 atau
jam 6 (enam) sore lebih.
Partisipan atau penelitian ini pihak-pihak yang terlibat adalah santri dengan
santri, santri orang lain atau masyarakat. Penutur adalah santri TID PDS dan mitra
tutur adalah masyarakat yang hadir dalam sholat Magrib yaitu masyarakat jama’ah
sholat magrib, mayoritas masyarakat penguna bahasa Jawa aktif.
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan petutur. Peristiwa tutur santri dalam
kegiatan ta’lim dengan masyarakat bermaksud untuk menyampaikan materi atau ilmu
agama dengan tujuan agar masyarakat mendapat pencerahan ilmu agama (Islam).
Tujuan dari tuturan dari kalimat tersebut untuk menerangkan perbuatan syirik
dan akibat dari perbuatan tersebut, agar masyarakat menetahui dan tidak melakukan
perbuatan itu. Nada penutur dalam berbicara cenderung santai, dengan bahasa lisan.
Bentuk ujaran pada situasi dalam kalimat tersebut merupakan ujaran dalam
kegiatan kajian keagamaan disampaikan, dengan bentuk pernyataan dan kesimpulan
dari materi yang disampaikan.
Nada atau cara penyampain kalimat dengan serius menerangkan kepada
peserta tutur trntang bahasa yang didapat dari perbuatan yang disampaikan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan, Norm of interpretation,
mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi, mengacu pada norma penafsiran
terhadap ujaran dari lawan bicara. Bentuk penyampaian merupakanpenyampaian
dengan jenis komunikasi biasa.
4) Kalih niki pondasine awal, Bapak saget ngertosi iman lan taqwa
menika nggih Pak, Buk? Bahwasane fatawqadadu faimanqairuhuzad
taqwa, sebagai bekal itu adalah taqwa boten wonten bekal niku
pantun napa-napa, bonten napa-napane kalian taqwa niku. (82)
‘Dua ini pondasi awal, Bapak bisa mengetahui percaya dan patuh
(pada Allah) itu ya Pak, Buk? Bahwasanya sebaik-baik bekal adalah
taqwa, sebagai bekal itu adalah patuh, tidak ada bekal itu padi apa-apa,
tidak apa-apa dengan patuh itu.’
Dalam penelitian ini mengambil tempat ta’lim PDS di masjid dan mushola
kecamatan Simo, Boyolali pada waktu sehabis sholat magrib sekitar pukul 18.10 atau
jam 6 (enam) sore lebih.
Partisipan atau penelitian ini pihak-pihak yang terlibat adalah santri dengan
santri, santri orang lain atau masyarakat. Penutur adalah santri TID PDS dan mitra
tutur adalah masyarakat yang hadir dalam sholat Magrib yaitu masyarakat jama’ah
sholat magrib, mayoritas masyarakat penguna bahasa Jawa aktif.
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan petutur. Peristiwa tutur santri dalam
kegiatan ta’lim dengan masyarakat bermaksud untuk menyampaikan materi atau ilmu
agama dengan tujuan agar masyarakat mendapat pencerahan ilmu agama (Islam).
Tujuan dari tuturan dari kalimat tersebut untuk menerngkan sebaiknya bekal
dalam hidup yaitu dengan iman dan takwa kepada Allah, agar masyarakat menetahui
bekal dalam hidup. Nada penutur dalam berbicara cenderung santai, dengan bahasa
lisan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Bentuk ujaran pada situasi dalam kalimat tersebut merupakan ujaran dalam
kegiatan kajian keagamaan disampaikan, dengan bentuk pernyataan dan kesimpulan
dari materi yang disampaikan.
Nada atau cara penyampain kalimat dengan santai menerangkan kepada
peserta tutur trntang bahasa yang didapat dari perbuatan yang disampaikan tersebut.
Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan, Norm of interpretation,
mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi, mengacu pada norma penafsiran
terhadap ujaran dari lawan bicara. Bentuk penyampaian merupakanpenyampaian
dengan jenis komunikasi biasa.
E. Fungsi Pemakaian Bahasa Jawa
Fungsi dari pemakaian bahasa Jawa seperti dibawah ini.
1) Lha dados dikir niki mbah, dikir niki nggih napa namine. Harus kita
ucapkan disetiap waktu, disetiap dimanapun kita berada. (243)
‘Lha jadi mengingat (Allah) ini nek, mengingat (Allah) ini ya apa
namanya. Harus kita ucapkan disetiap waktu, disetiap dimanapun kita
berada’
Selanjutnya data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial,
yang berada diluar bahasa.
Komponen tutur adalah santri dan masyarakat, santri merupakan penutur dan
masyarakat merupakan peserta tutur. Tujuan dari tuturan adalah menerangkan tentang
bab mengingat Tuhan. Bentuk ujaran tersebut merupakan bentuk pertanyaan,
pernyataan dan ajakan. Nada penutur cenderung santai, dengan bahasa lisan.
Bahasa Jawa dalam tuturan tersebut merupakan wujud dari suasana santai
kemudian mulai menggunakan alih bahasa Indonesia untuk menerangkan materi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
Fungsi dari bahasa Jawa adalah untuk mengimbangi dan menghormati mitra
tutur yang terdiri dari para orang tua dan beberapa pemuda. Fungsi bahasa Jawa
dalam kalimat tersebut juga berguna situasi nonformal yang santai.
2) Namine amal sing paling utama niku sing diutamahaken Rosullullah
niku napa buk? Ilmu yang ilmunya diamalkan kemudian, kemudian
anak yang saleh. (51)
‘Namanya amal yang paling utama itu yang diutamakan Rosullullah
itu apa buk? Ilmu yang ilmunya diamalkan kemudian, kemudian anak
yang sholeh.’
Selanjutnya data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial,
yang berada diluar bahasa.
Komponen tutur adalah santri dan masyarakat. Tujuan dari tuturan berbentuk
ujaran berupa pertanyaan dan pernyataan. Nada penutur cenderung santai, dengan
menggunakan bahasa lisan dalam kajian ta’lim.
Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa yang nilai penghormatan
kepada peserta tutur dan bahasa yang lebih berperaserta dalam bertanya kepada
peserta tutur. Menempatkan penutur dalam status sosial sebagi penutur atau orang
Jawa.
3) Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’iinuhu wanasta’firuhu,
wana’uudhubillahi minsyuruuri anfusina, wamin say’ati ‘amalina,
manyahdihihufaamudhillah waman yadhlil falahadiy’lah.
Ashaduanlaillahaillah wahdahula syarikalahu wa
ashaduannamuhammadan ‘abduhu warasullu lanabbi warassullah
ba’dah. Kallahuta’ala ya ayyuhaladina ‘amanuttaqullah kaqqatuqtihi
wala tamu tunnilla wa antum muslimun. Allhamdulillah ing
kesempatan punka kula saget ngisi kalian bapak-bapak, ibu-ibu. (78)
‘Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan mencari bantuan-Nya
dan pengampunan dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri
kita dan kejahatan kita, dari petunjuk Allah tidak menyesatkan dia dan
tidak disesatkan. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
sendirian tanpa pasangan, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan Rasul. Wahai manusia, aku menasihati kamu dan aku takut
akan Allah telah memenangkan orang-orang benar. Hai orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah harus ditakuti dan tidak mati
kecuali sebagai Muslim. Segala puji bagi Allah. Di kesempatan ini
saya bisa memberi (ilmu) kapada bapak-bapak, ibu-ibu.’
Data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial, yang berada
diluar bahasa. Komponen tutur adalah santri dan masyarakat. Tujuan dari tuturan
berbentuk ujaran berupa penjelasan. Nada penutur cenderung santai kemudian
menjadi serius dalam pemakaian dengan bahasa Arab, dengan menggunakan bahasa
lisan dalam kajian ta’lim.
Fungsi dari bahasa Jawa sebagai merubah topik pembicaraan, dari bahasa
menjadi Jawabahasa Arab dalam menyampaikan ilmu agama ditenggah masyarakat
pengguna bahasa Jawa Aktif. Sehingga dalam kegiatan ta’lim tersebut materi yang
disampaikan lebih terserap dan mudah difahami oleh peserta tutur yang sebagian
besar para orang tua.
4) Maluku itu pernah diterapkan, dinapa praktekkne tumindak ngoten
niku buk. Niku insya Allah pun kapok boten nyolong melih buk, boten
napa niku kapok lombok thok, pedes nek wis anu nggih baleni. (61)
‘Maluku itu pernah diterapkan Diapa praktekkan perbuatan seperti itu
buk. Itu atas kehendak Allah sudah kapok tidak mencuri lagi buk,
tidak apa itu kapok lombok, pedas kalau sudah apa ya mengulangi.’
Data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial, yang berada
diluar bahasa.
Fungsi dari bahasa Jawa dalam kalimat tersebut untuk merubah situasi dari
ragam beku menjadi situasi yang santai dan komunikatif yaitu termasuk ragam non
formal. Bahasa Jawa juga menunjukkan nilai sebagai bahasa yang santun dan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
����
�
komunikan dalam menghadapi peserta tutur yang notabenya merupakan pengguna
bahasa Jawa aktif, serta mengimbangi bahasa yang dikuasai peserta tutur.
5) Mendingan diem saja, mendingan nek wong Jawa nggih napa tutup
mawon napa meneng mawon kersane boten, boten salah ngomong,
nggih mbah. (65)
‘Mendingan diem saja, mendingan kalau orang Jawa ya apa tutup saja
apa diam saja biar tidak, tidak salah bicara, ya nek.’
Data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial, yang berada
diluar bahasa.
Topik pembicaraan yang semula berupa ragam resmi menjadi santai atau yang
semula menjelaskan ilmu menjadi memberikan contoh dalam bahasa. Fungsi dari
bahasa Jawa menjelaskan sesuatu hal agar mudah dimengerti oleh mitra tutur, juga
merubah suasana dari ragam resmi menjadi ragam bahsa santai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
218
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis data yang mengacu pada beberapa rumusan
masalah dan pembatasan masalah dari hasil analisis pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik simpulan terhadap objek kajian yang berupa pemakaian bahasa santri
yang membahas alih kode, campur kode, dan interferensi pada jenis penelitian
sosiolinguistik sebagai berikut.
Data yang didapat dari penelitian sosiolimguistik tersebut merupakan data
lisan yang diambil dari kegiatan ta’lim (pembelajaran Islam untuk Masyarakat)
yang kebanyakan berupa data monolog. Bahasa yang digunakan santri dalam
kegiatan ta’lim adalah bahasa Jawa, akan tetapi mengalami alih kode, campur
kode, serta interferensi. Ragam bahasa Jawa yang muncul dalam penelitian ini
adalah ragam krama , ragam madya, serta ragam ngoko. Munculnya alih kode,
campur kode dan interferensi sebagai berikut, dibawah ini.
1. Alih kode yang muncul dalam penelitian ini berupa; (1) alih kode dari bahasa
Jawa ke bahasa, (2) Alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Arab, (3) Alih kode
dari bahasa Arab kebahasa Indonesia, (4) Alih kode dari bahasa Indonesia ke
bahasa Jawa, dan (5) alih kode antar ragam bahasa Jawa (dari ngoko ke krama
dan sebaliknya).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
219
2. Campur kode
Campur kode yang muncul dalam penelitian ini berupa; (1) Campur kode
bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, (2) Campur kode bahasa Arab dalam
bahasa Jawa, (3) Campur kode bahasa Ingris dalam bahasa bahasa Jawa.
3. Interferensi
Interferensi yang muncul dalam penelitian ini berupa; (1) interferensi morfem
terikat dari bahasa Indonesia, (2) interferensi morfem terikat dari bahasa Arab,
(3) interferensi morfem terikat dari bahasa Asing (Inggris). Wujud tingkat
tutur bahasa Jawa
4. Tingkat tutur bahasa Jawa
Tingkat tutur bahasa Jawa yang muncul dalam penelitian ini terdiri dari ragam
ngoko, ragam madya, dan ragam krama. Ragam ngoko terdiri dari ngoko lugu
dan ngoko alus. Ragam madya terdiri dari madya ngoko dan madya krama.
Sedangkan ragam krama terdiri dari muda krama, kramantara, wredakrama,
dan krama desa.
Faktor yang menjadi sebab pemakian bahasa Jawa dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu, (1) penutur atau orang pertama, (2) mitra tutur atau orang
kedua, (3) pokok pembicaraan atau topik, (4) untuk membangkitkan rasa
humor, (5) keinginan untuk menjelaskan, (6) sebagai rasa hormat dan
kesantunan berbahasa.
Sedangkan fungsi dari pemakaian bahasa Jawa antara lain, (1) untuk
menghormati mitra tutur, (2) untuk menunjukkan status sosial atau
menempatkan dalam hierarkhi status sosial penutur, dan (3) mengubah dari
ragam resmi menjadi ragam santai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
220
B. Saran
Penelitian pemakaian bahasa Jawa oleh santri PDS kabupaten
Boyolali ini membahas aspek-aspek kebahasaan yang digunakan oleh santri
ponpes dalam masyarakat khusunya dalam kegiatan dakwah yaitu berupa alih
kode, campur kode, interferensi, serta tingkat tutur bahasa Jawa yang muncul
dalam pengunaan bahasa dalam masyarakat. Oleh karena itu, peneliti
menyarankan kepada peneliti berikutnya untuk mengkaji masalah yang
belum diteliti dengan pendekatan yang lain. Misalnya pragmatik atau
semantik, sehingga ada penelitian lain dengan pembahasan yang berbeda
untuk menambah penelitian bahasa dan memperluas ilmu pengetahuan.
Top Related