PENGARUH VARIASI CELAH SLOT BURNER TERHADAP
KARAKTERISTIK NYALA API HASIL PEMBAKARAN PREMIX
METANA
SKRIPSI
TEKNIK MESIN KONSENTRASI KONVERSI ENERGI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
RACHMAD BUDI WICAKSONO
NIM. 135060207111018
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
PENGARUH VARIASI CELAH SLOT BURNER TERHADAP
KARAKTERISTIK NYALA API HASIL PEMBAKARAN PREMIX
METANA
JURNAL
TEKNIK MESIN KONSENTRASI KONVERSI ENERGI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
RACHMAD BUDI WICAKSONO
NIM. 135060207111018
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH VARIASI CELAH SLOT BURNER TERHADAP
KARAKTERISTIK NYALA API HASIL PEMBAKARAN PREMIX
METANA
SKRIPSI
TEKNIK MESIN KONSENTRASI TEKNIK KONVERSI ENERGI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
RACHMAD BUDI WICAKSONO
NIM. 135060207111018
Skripsi ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen pembimbing
pada tanggal 11 Juli 2017
Dosen Pembimbing I
Agung Sugeng Widodo, ST., MT., Ph.D.NIP. 19710321 199802 1 001
Dosen Pembimbing II
Francisca Gayuh Utami Dewi, ST., MT.NIP. 201103 820919 2 001
MengetahuiKetua Program Studi S1
Dr. Eng. Widya Wijayanti, ST., MT.NIP. 19750802 199903 2 002
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan
berdasarkan hasil penelurusan berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang
diteliti dan diulas di dalam Naskah Skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya, tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah
ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
jiplakan, saya bersedia Skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Malang, 03 Juli 2017
Mahasiswa,
Rachmad Budi Wicaksono
NIM. 135060207111018
JUDUL SKRIPSI:
PENGARUH VARIASI CELAH SLOT BURNER TERHADAP KARAKTERISTIK
NYALA API HASIL PEMBAKARAN PREMIX METANA
Nama Mahasiswa : Rachmad Budi Wicaksono
NIM : 135060207111018
Program Studi : Teknik Mesin
Konsentrasi : Konversi Energi
KOMISI PEMBIMBING :
Dosen Pembimbing 1 : Agung Sugeng Widodo, ST., MT., Ph. D.
Dosen Pembimbing 2 : Francisca Gayuh Utami Dewi, ST., MT.
TIM DOSEN PENGUJI :
Dosen Penguji 1 : Ir. Suharto, MT.
Dosen Penguji 2 : Dr. Eng. Eko Siswanto, ST., MT.
Dosen Penguji 3 : Dr. Femiana Gapsari Madhi Fitri, ST., MT.
Tanggal Ujian : 7 Juni 2017
SK Penguji : 642/UN10.6/SK/2017
Terima Kasih Kepada Bapak dan Ibuku Tercinta
Beserta Kakak dan Adikku
Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk Kemajuan Teknologi Bangsa Indonesia
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,
hidayah dan karunia-Nya telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengaruh Variasi Celah Slot Burner terhadap Karakterisitik
Nyala Api Hasil Pembakaran Premix Metana” dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai
bentuk dokumentasi dan sebagai persyaratan kelulusan sarjana jurusan Teknik Mesin
Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan, petunjuk dan
bimbingan dari berbagai pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini dengan baik. Oleh
karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini:
1. Bapak Dr. Eng. Nurkholis Hamidi, ST., M.Eng. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Brawijaya Malang
2. Bapak Purnami, ST., MT. selaku Sekretaris Jurusan Teknik Mesin Universitas
Brawijaya Malang
3. Ibu Dr. Eng. Widya Wijayanti, ST., MT. selaku Ketua Program Studi S1 Jurusan Teknik
Mesin Universitas Brawijaya Malang.
4. Bapak Agung Sugeng Widodo, ST.,MT.,Ph.D selaku dosen pembimbing I dan dosen
wali yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan arahan demi kesempurnaan
penulisan skripsi.
5. Ibu Francisca Gayuh Utami Dewi, ST., MT selaku dosen pembimbing II sekaligus
Ketua Kelompok Dasar Keahlian Konsentrasi Teknik Konversi Energi Jurusan Teknik
Mesin Universitas Brawijaya Malang yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan
arahan demi kesempurnaan penulisan skripsi.
6. Seluruh Dosen Pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya Malang yang
telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang sangat mendukung selama
penyusunan skripsi.
7. Seluruh Staff Administrasi Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya Malang.
8. Kedua orang tuaku tercinta, Ayah Tulus Wiyadi dan Ibu Tjik Ratna Budi Pramesti yang
tiada henti mendoakan, mendidik penulis, dan menjadi motivasi bagi penulis.
9. Saudaraku tercinta, Prasetyo Budi Widanto dan Endah Budi Widyaningrum yang
senantiasa selalu mendoakan dan memotivasi penulis.
ii
10. Winedi Kurniawan, Yasykur Nasrulloh, Firdaus Sutra, dan Ahmad Syai Ghufron selaku
teman-teman seperjuangan yang membantu dalam menyelesaikan pengerjaan skripsi
ini.
11. Seluruh rekan Studio Elemen Mesin terima kasih atas dukungan, bantuan dan doa yang
selalu diberikan.
12. Kos “Kesumba 5”, khususnya Adeyan dan Kendy yang telah memberi semangat, doa
serta kebersamaan dalam mengerjakan.
13. Seluruh Keluarga Besar “M13” terima kasih atas doa, dukungan, bantuan dan
kebersamaannya selama masa kuliah.
14. Seluruh Keluarga Besar Mahasiswa Mesin (KBMM) Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya Malang yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
15. Mereka yang ada di Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
yang telah berjuang bersama, memberi motivasi, dan doa bagi penulis.
16. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat digunakan
sebagai perbaikan karena penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi kita semua
sehingga dapat menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut demi kemajuan kita bersama.
Malang, Juli 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HalamanPENGANTAR ................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... viii
RINGKASAN..................................................................................................................ix
SUMMARY......................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................3
2.1 Penelitian Sebelumnya .................................................................................... 3
2.2 Metana ............................................................................................................. 4
2.3 Slot Burner ...................................................................................................... 4
2.4 Proses Pembakaran ......................................................................................... 5
2.5 Reaksi Kimia pada Proses Pembakaran .................................................... 6
2.6 Klasifikasi Pembakaran ...................................................................................7
2.7 Api Premixed Laminer......................................................................................8
2.7.1 Kecepatan Api laminer......................................................................... 8
2.7.2 Struktur Api Laminer ..........................................................................11
2.8 Kestabilan Nyala Api .................................................................................... 11
2.9 Air-Fuel Ratio (AFR)......................................................................................12
2.10 Equivalence Ratio ..........................................................................................14
2.11 Bilangan Reynolds .........................................................................................14
2.12 Hipotesis ........................................................................................................15
iv
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 17
3.1 Metodologi Penelitian ................................................................................... 17
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 17
3.3 Variabel Penelitian ........................................................................................ 17
3.4 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................. 18
3.5 Instalasi Penelitian ........................................................................................ 24
3.6 Visualisasi Api .............................................................................................. 25
3.7 Rancangan Hasil Penelitian .......................................................................... 25
3.8 Diagram Alir Penelitian ................................................................................ 26
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 27
4.1 Hasil Visualisasi Nyala Api ............................................................................27
4.1.1 Hasil Visualisasi Nyala Api Slot Burner ...............................................27
4.2 Pengolahan Data Karakteristik Nyala Api ......................................................28
4.2.1 Pengolahan data Visual Tiap Celah Slot Burner ..................................28
4.2.2 Tabel Hasil Perhitungan Karakteristik Nyala Api .................................30
4.3 Hasil Bilangan Reynold.................................................................................. 32
4.4 Grafik dan Pembahasan ............................................................................... 33
4.4.1 Grafik Hubungan Kecepatan Api Laminer dengan Equivalence ratio ..33
4.4.2 Grafik Hubungan Temperatur Api dengan Equivalence ratio...............35
4.4.3 Grafik Hubungan Tinggi Api dengan Equivalence ratio.......................36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 39
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 39
5.2 Saran ............................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Tabel 2.1 Properti Bahan Bakar Metana pada kondisi standar...................................... 4
Tabel 2.2 Komposisi Udara Kering............................................................................... 6
Tabel 4.1 Data celah Slot burner 4 mm x 12 mm........................................................29
Tabel 4.2 Data celah Slot burner 4 mm x 16 mm........................................................29
Tabel 4.3 Data celah Slot burner 4 mm x 20 mm........................................................30
Tabel 4.4 Data celah Slot burner 4 mm x 24 mm........................................................30
Tabel 4.5 Hasil Karakteristik Nyala Api .....................................................................32
Tabel 4.6 Tabel perhitungan bilangan Reynolds ..........................................................32
vi
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 2.1 Skema Premixed Flame Ditunjukkan Pada Slot Burner................................. 5
Gambar 2.2 Ilustrasi proses pembakaran............................................................................ 5
Gambar 2.3 Cara reaktan terbakar (a) Pembakaran Premixed (b) Pembakaran Difusi ....
........................................................................................................................ 7
Gambar 2.4 Cara reaktan terbakar (a) api premixed laminer, (b) api premixed turbulen .
........................................................................................................................ 7
Gambar 2.5 Cara reaktan terbakar (d) pembakaran LPG (gas) .......................................... 8
Gambar 2.6 (a) Struktur api premix di dalam tabung pembakar ........................................ 9
Gambar 2.7 (b) Vektor kecepaan rambatan api premix...................................................... 9
Gambar 2.8 Struktur di dalam api laminer .......................................................................11
Gambar 2.9 Mekanisme kestabilan api, (a) flashback, (b) stabil, (c) lift-off, (d) lifted,
(e) blow-off ..................................................................................................12
Gambar 3.1 Skema Slot Burner (1:3) ...............................................................................18
Gambar 3.2 Skema Slot Burner (1:4) ...............................................................................18
Gambar 3.3 Skema Slot Burner (1:5) ...............................................................................19
Gambar 3.4 Skema Slot Burner (1:6) ...............................................................................19
Gambar 3.5 Kompresor ....................................................................................................20
Gambar 3.6 Mixing Chamber ...........................................................................................20
Gambar 3.7 Flowmeter .....................................................................................................21
Gambar 3.8 Thermocouple ...............................................................................................21
Gambar 3.9 Selang ...........................................................................................................22
Gambar 3.10 Tabung Gas Metana......................................................................................22
Gambar 3.11 Kamera Digital .............................................................................................23
Gambar 3.12 Tripod ...........................................................................................................23
Gambar 3.13 Instalasi Penelitian ........................................................................................24
Gambar 4.1 Data visual celah slot burner ukuran 4 mm x 20 mm pada berbagai
equivalence ratio..........................................................................................28
Gambar 4.2 Data visual pada equivalence ratio 1,36 pada berbagai celah slot burner ..28
Gambar 4.3 Pengukuran sudut api pada celah slot burner ukuran 4 mm x 20 mm pada
equivalence ratio 1,36..................................................................................29
Gambar 4.4 Grafik hubungan kecepatan api laminer dengan equivalence ratio..............33
vii
Gambar 4.5 Grafik hubungan temperatur api atas dengan equivalence ratio ..................35
Gambar 4.6 Grafik hubungan temperatur api tengah dengan equivalence ratio..............35
Gambar 4.7 Grafik hubungan tinggi api dengan equivalence ratio .................................36
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
Lampiran 1 Data kalibrasi flowmeter
Lampiran 2 Gambar visual api pada masing-masing slot burner
Lampiran 3 Pengambilan sudut api dengan berbagai acuan
Lampiran 4 Pengolahan visualisasi api dengan sudut 1
Lampiran 5 Pengolahan visualisasi api dengan sudut 2
Lampiran 6 Pengolahan visualisasi api dengan sudut 3
Lampiran 7 Tabel Karakteristik Nyala Api
Lampiran 8 Tabel Angka Reynolds
Lampiran 9 Properti udara
ix
RINGKASAN
Rachmad Budi Wicaksono, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UniversitasBrawijaya, Juni 2017, Pengaruh Variasi Celah Slot Burner Terhadap Karakteristik NyalaApi Hasil Pembakaran Premix Metana, Dosen Pembimbing: Agung Sugeng Widodo,Francisca Gayuh Utami Dewi.
Indonesia masih belum bisa lepas dari penggunaan bahan bakar, khususnya bahanbakar fosil. Padahal ketersediaan bahan bakar fosil terus menurun. Penggunaan bahanbakar alternatif seperti gas sangat diperlukan untuk mengganti penggunaan bahan bakarfosil. Salah satu bahan bakar tersebut adalah metana. Penelitian mengenai prosespembakaran dilakukan sebagai upaya mencapai pembakaran yang optimal, salah satunyadengan pembakaran secara premix menggunakan slot burner untuk mengukur besarkecepatan api laminernya. Kecepatan api laminer merupakan sebuah parameter pentingdalam masalah pembakaran dikarenakan berisi informasi mendasar mengenai reaktivitas,difusivitas, dan exothermicity.
Dalam penelitian ini diamati pengaruh variasi celah slot burner terhadapkarakteristik nyala api dengan menggunakan slot burner dengan ukuran celah yangberbeda, yaitu 4mm x 12mm, 4mm x 16mm, 4mm x 20mm, dan 4mm x 24mm. Debitudara divariasikan dengan debit bahan bakar yang dibuat konstan sebesar 0,45L/minhingga menghasilkan equivalence ratio 1,05; 1,12 ; 1,23 ; 1,36 ; 1,49 ; 1,68 ; 1,92.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar celah slot burner makakecepatan api laminer (SL), temperatur api, dan tinggi api semakin rendah. Sedangkansemakin besar equivalence ratio maka kecepatan api laminer (SL) dan temperatur apisemakin rendah, dan tinggi api semakin tinggi.
Kata Kunci: slot burner, premix, metana, karakteristik nyala api.
x
SUMMARY
Rachmad Budi Wicaksono, Department of Mechanical engineering, Faculty ofEngineering, University of Brawijaya, June 2017, The Influence of slot dimension onFlame Characteristics of Slot Burner in Premixed Methane combustion, AcademicSupervisor : Agung Sugeng Widodo and Francisca Gayuh Utami Dewi
Indonesia still can not escape from the use of fuel, especially fossil fuels. Whereasthe availability of fossil fuels continues to decline. The use of alternative fuels such asgas is necessary to replace the use of fossil fuels. The example is methane. Research onthe combustion process is carried out to achieve optimal combustion, one of them bypremixed combustion using a slot burner to measure laminar flame speed. The laminarflame speed is an important parameter in combustion problems because it contains basicinformation about reactivity, diffusivity, and exothermicity.
This study uses slot burners with different burner slot size. The independent variablesin this study are the slot size of slot burner, which is 4mm x 12mm, 4mm x 16mm, 4mm x20mm, and 4mm x 24mm and the equivalence ratio between air and methane mixture are:1.05; 1.12; 1.23; 1.36; 1.49; 1.68; 1.92.
The results showed that the larger slot size of the slot burner caused the laminarflame speed decreased, the temperature and the flame height also decreased. And thegreater equivalence ratio caused the laminar flame speed and the temperature decreased,and the flame height increased.
Keywords : slot burner, premix, methane, flame characteristics.
1
IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII((((((((((BAB 1))))))))))
((((((((((PENDAHULUAN))))))))))
1.1 LatariBelakang))))))))))
Indonesiaimasih belum bisa lepas dari penggunaan bahan bakar dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya pada penggunaan bahan bakar fosil. Padahal ketersediaan bahan
bakar fosil terus mengalami penurunan. Penggunaan bahan bakar alternatif, seperti gas
sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan sehari-hari untuk menggantikan bahan
bakar fosil. Salah satu bahan bakar gas tersebut adalah metana. Penelitian mengenai proses
pembakaran dilakukan sebagai upaya mencapai pembakaran metana yang optimal.
Salah satu cara agar proses pembakaran terjadi optimal yaitu dengan pembakaran
secara premixed. Menurut Wardana (2008), pembakaran secara premixed adalah
pembakaran dimana bahan bakar dan udara sudah bercampur terlebih dahulu secara
mekanik sebelum terjadi pembakaran. Di samping itu, dilakukan perancangan sistem
pembakaran agar bahan bakar dapat terbakar secara sempurna. Salah satu perancangan
sistem pembakaran tersebut yaitu dengan slot burner. Slot burner adalah suatu alat yang
memiliki celah segi empat ditengahnya, digunakan untuk mengukur besar kecepatan api
laminer
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya mengenai slot burner. Cardona, et al. (2013)
meneliti kecepatan api laminer slot burner dengan natural gas serta synthesis gas. Slot
burner menggukanan 1 ukuran celah, yaitu 7,2mm x 21mm. Selanjutnya, Nugroho (2016),
membandingkan karakteristik nyala api dari 2 jenis burner. Pada slot burner digunakan
satu ukuran celah, yaitu 3mm x 9mm. Dari beberapa penelitian yang didapatkan, belum
ada yang menjelaskan tentang perubahan dimensi celah pada slot burner karena belum ada
sebuah standar yang baku.
Berawal dari timbulnya masalah tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai variasi dimensi celah slot burner untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
karakteristik nyala api yang terbentuk. Perbedaan pada dimensi celah slot burner, akan
berpengaruh pada karakteristik nyala api. Semakin besar celah slot burner, maka semakin
kecil kecepatan reaktan, sehingga akan mempengaruhi karakteristik nyala apinya.
2
1.2 RumusaniMasalah))))))))))
Dari latarubelakangudiuatas, dapat diambil kesimpulan untuk rumusanumasalahidalam
penelitianuuiniuuadalahuubagaimanauupengaruhuvariasi celah slot burner terhadap
karakteristik nyala api hasil pembakaran premix metana.
1.3 BatasaniMasalah)))))))))))
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa batasan masalah agar hasil penelitian
tidak meluas, yaitu :
a. Campuran dari bahan bakar dan udara dianggap homogen setelah dicampur di dalam
mixing chamber.
b. Komposisi metana yang digunakan dianggap 100% metana murni.
c. Losses pada rangkaian instalasi alat penelitian diabaikan.
d. Tekanan udara pada 1 atm.
e. Suhu ruangan dianggap 25 OC ± 2 OC.
1.4 TujuaniPenelitian))))))))))
Tujuanuudariuupenelitianuuiniiiadalahiimengetahuiiipengaruh variasi celah slot
burner terhadap karakteristik nyala api hasil pembakaran premix metana.
1.5 ManfaatiPenelitian))))))))))
Manfaatiidariiipenelitianiiiniiiadalahiisebagaiiiberikutii:))))))))
a. Mampu mengaplikasikan teori yang telah didapat khususnya pada mata kuliah
Teknologi Pembakaran.
b. Dapat menjadi referensi pada penelitian selanjutnya khususnya pada pembakaran
premix.
c. Dapat digunakan sebagai masukan pada pengembangan desain dari slot burner.
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya
Buffam dan Cox (2008) melakukan pengukuran kecepatan pembakaran laminar api
dari campuran metana dan udara menggunakan slot burner dan bunsen burner. Dari hasil
penelitiannya, didapatkan kesimpulan bahwa kecepatan pembakaran tertinggi terjadi ketika
equivalence ratio hampir sama dengan 1 dimana campuran bahan bakar dan udara sama
dengan kondisi stoikiometrinya.
Cardona (2013) melakukan penelitian mengenai kecepatan api laminer campuran
natural gas & syngas dengan udara. Dari hasil penelitiannya, didapatkan bahwa H2 dalam
campuran ditambah, konsentrasi H dan OH meningkat, reaktifitas meningkat, begitu juga
dengan kecepatan api laminernya. Hasil nilai maksimal dari kecepatan api laminer
campuran 50% natural gas dengan 50% syngas lebih tinggi dari natural gas murni, tetapi
lebih rendah dari syngas murni.
Pranoto (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh variasi Air Fuel Ratio (AFR)
terhadap karaktreristik api dengan pembakaran premixed minyak kapuk pada burner. Dari
hasil penelitiannya, didapatkan bahwa air fuel ratio (AFR) mempengaruhi pola api
pembakaran premixed. Pada penelitian ini, massa alir bahan bakar dibiarkan tetap dan
massa alir udara ditambah sehingga mempengaruhi AFR. Hal ini akan mempengaruhi
stabilitas api dan struktur api pada burner.
Nugraha (2016) melakukan penelitian mengenai karakteristik nyala api pada bunsen
burner dan slot burner dengan bahan bakar metana. Dari hasil penelitiannya, didapatkan
bahwa kecepatan api laminer (SL) pada slot burner lebih besar daripada bunsen burner,
tinggi api pada bunsen burner lebih tinggi daripada slot burner.
Chris (2016) melakukan penelitian mengenai karakeristik nyala api pada bunsen
burner dan slot burner dengan bahan bakar LPG. Dari hasil penelitiannya, didapatkan
bahwa semakin tinggi equivalence ratio maka kecepatan api laminer (SL) semakin
menurun, tinggi api semakin menurun, sedangkan temperatur nyala api meningkat sampai
equivalence ratio mendekati 1 kemudian kembali menurun.
4
2.2 Metana
Metana merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara 4 atom hidrogen dengan
1 atom karbon. Pembakaran 1 senyawa metana dengan oksidator, akan melepaskan 1
senyawa CO2 dan 2 senyawa H2O. Pada suhu ruang dan tekanan standar, metana
merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau dengan distribusi yang luas di alam.
Metana dapat ditemukan di ladang minyak, ladang gas dan juga ladang batu bara, sehingga
gas metana disebut sebagai gas yang dapat diperolah dari proses alam.
Tabel 2.1Properti bahan bakar metana pada kondisi standarRumusiSenyawa iiii:iiCH4
MassaiMolekuliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ii:i16,04iig/mol
Temperatur penyalaaniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii i:i580ioC
Kecepatan rambatapi pada campuran stoikiometri pada 25o C :i43,4icm/detik
Batas konsentrasi mampu bakar di udara, tertinggiiiiiii :i15%
Batas konsentrasi mampu bakar di udara, terendahiiiii :i5%
Densitasiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ii:i0, 7168igr/dm3
Nilai kalor tinggiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ii:i9510ikcal/m3
Nilai kalor rendahiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii iii:i8570ikcal/m3
Sumber : Wardana (2008, p. 16)
2.3 Slot Burner
Slot burner adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan
pembakaran laminer. Dalam metode slot burner, api keluar dari celah yang berbentuk segi
empat. Jika api terlihat dari tiap sisi, maka akan terlihat seperti berbentuk tenda atau
kerucut. Pada slot burner, bentuk api yang dihasilkan adalah complex conical. Menurut
Buffam dan Cox (2008), perbandingan besar celah pada slot burner adalah 1 : 3 atau lebih.
Keuntungan dari penggunaan slot burner adalah api yang dihasilkan memiliki area
datar yang besar dimana lekukan dapat dikurangi. Sedangkan kerugian dari penggunaan
slot burner adalah sudut α dari api yang terbentuk sulit untuk diukur secara akurat.
5
Gambar 2.1 Skema Premixed Flame Ditunjukkan Pada Slot BurnerSumber : Buffam & Cox (2008, p. 6)
2.4 Proses Pembakaran
Pembakaran adalah proses lepasnya ikatan kimia lemah bahan bakar akibat pemberian
energi tertentu dari luar menjadi atom yang bermuatan dan aktif sehingga mampu bereaksi
dengan oksigen dan membentuk ikatan molekul yang kuat, serta mampu menghasilkan
cahaya dan panas dalam jumlah besar (Wardana, 2008). Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam terjadinya pembakaran, yaitu bahan bakar, pengoksidasi (oksigen), dan
energi aktivasi. Pembakaran yang sempurna adalah pembakaran dimana hasil reaksi antara
bahan yang dapat terbakar dan pengoksidasi hanya menghasilkan gas CO2, air (H2O), dan
gas N2, sehingga tidak ada sisa dari bahan yang dapat terbakar maupun pengoksidasi.
Perbandingan udara dan bahan bakar sangat penting agar menghasilkan pembakaran
yang sempurna. Jika terlalu banyak bahan bakar, maka akan terjadi pembentukan CO
karena tidak terbakarnya bahan bakar. Namun sebaliknya, jika terlalu banyak udara, maka
dapat menyebabkan kehilangan panas. Pada proses pembakaran yang terus-menerus,
energi diambil dari panas hasil pembakaran secara radiasi ataupun konveksi (sirkulasi
balik) seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.2 Ilustrasi proses pembakaranSumber : Wardana (2008, p. 3)
Sirkulasibalik
Bahan Bakar+ oksidator
Reaksipembakaran
Panas +cahaya
Energiaktivasi
6
2.5 Reaksi Kimia pada Proses Pembakaran
Reaksi pembakaran berlangsung secara kimia yang kompleks antara bahan bakar dan
oksidator. Pembakaran yang sempurna terjadi bila pembakaran tersebut sesuai dengan nilai
stoikiometrinya. Maka pembakaran yang sesuai stoikiometri bila semua atom bahan bakar
dan oksidator bereaksi seluruhnya dan menghasilkan produk CO2, H2O, dan N2.
Tabel 2.2Komposisi udara kering
Udara
Proporsi Volume % Proporsi massa%
Aktual Penggunaan Aktual Penggunaan
Nitrogen 78,03 79 75,45 76,8
Oksigen 20,99 21 23,20 23,2
Argon 0,94 0 1,30 0
CO2 0,03 0 0,05 0
Gas lainnya 0,01 0 - 0Sumber: Janwar (2016, p. 6)
Dari tabel di atas terlihat bahwa proporsi paling besar adalah Nitrogen dan Oksigen,
yaitu sebesar 79% dan 21%. Maka dari itu, penggunaan 1 mol O2 yang ada di udara pada
reaksi pembakaran, akan mencakup penggunaan 3,76 mol N2 berasal dari79
21=3,76 .
Rumus empiris pembakaran hidrokarbon CxHy dapat ditulis persamaan (2-1) :
CxHy + x+ O2 + 3,76 x+ N2 = xCO2 +y
2H2O + 3,76 x+ N2 ................. (2-1)
Reaktan Produk
Dari rumus empiris di atas, maka pembakaran untuk bahan bakar metana dapat ditulis
dengan persamaan (2-2) :
CH4(g) + 2O2(g) + 7,52 N2(g) = CO2(g) + 2H2O(g) + 7,52N2(g) .................................. (2-2)
Reaktan Produk
7
2.6 Klasifikasi Pembakaran
Pada umumnya, pembakaran dibagi menjadi tiga karakter, yang pertama ditentukan
oleh cara reaktan terbakar di dalam zona reaksi. Karakter yang kedua ditentukan oleh
perilaku aliran reaktan saat melewati zona reaksi. Karakter yang ketiga ditentukan oleh
keadaan fisik suatu bahan bakar, seperti berbentuk padat, cair atau gas.
Pada karakter pertama, dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pembakaran premixed dan
pembakaran difusi.
(a) (b)
Gambar 2.3 Cara reaktan terbakar (a) Pembakaran Premixed (b) Pembakaran DifusiSumber : Wardana (2008, p. 149)
Pada gambar 2.3 bagian a, sebelum masuk ke dalam ruang bakar, udara dan bahan
bakar telah dicampur lebih dulu secara sempurna kemudian terbakar di zona reaksi dimana
proses reaksinya berlangsung cepat pada tekanan konstan. Setelah melewati zona reaksi,
reaktan akan menjadi produk. Jenis ini biasa disebut api premixed. Sedangkan pada gambar
2.3 bagian b, udara dan bahan bakar masuk melalui jalur yang berbeda dan keluar menjadi
produk setelah terbakar pada zona reaksi. Bahan bakar dan udara bercampur di zona reaksi
akibat difusi molekul dan setelah keduanya bercampur maka akan langsung terbakar.
Gambar 2.4 Cara reaktan terbakar (a) api premixed laminer, (b) api premixed turbulenSumber : Wardana (2008, p. 151)
8
Karakter yang kedua ditentukan oleh jenis aliran dari reaktan saat melewati zona
reaksi, yaitu laminer atau turbulen. Gambar 2.4 menunjukkan perbedaan karakter
pembakaran berdasarkan jenis aliran. Pada pembakaran laminer, proses pencampuran
bahan bakar dan oksidator terjadi secara molekuler. Sedangkan pada pembakaran turbulen,
proses pencampuran bahan bakar dan oksidator dibantu oleh gerakan memutar dari pusaran
aliran turbulen tersebut. Jadi dengan penambahan turbulen, maka akan meningkatkan
kecepatan pencampuran reaktan.
Gambar 2.5 Cara reaktan terbakar (d) pembakaran LPG (gas)Sumber : Wardana (2008, p. 151)
Karakter pembakaran yang ketiga ditentukan oleh keadaan fisik suatu bahan bakar,
seperti berbentuk padat, cair atau gas. Pada pembakaran dengan bahan bakar gas,
ditunjukkan pada gambar 2.5 (d) tidak ada perubahan fase. Bahan bakar langsung terbakar
sehingga energi yang dibutuhkan paling sedikit.
2.7 Api Premixed Laminer
2.7.1 Kecepatan Api Laminer
Kecepatan api laminer merupakan parameter penting dalam pembakaran campuran,
yakni berisi tentang informasi utama mengenai reaktivitas, difusifitas, dan eksotermisitas
(buffam & cox, 2008).
Kecepatan api laminer didefinisikan sebagai kecepatan dari permukaan depan api
(flame front) yang relatif terhadap reaktan yang belum terbakar menuju ke permukaan (F.
El Mahallawy, 2002). Bentuk api premixed laminer yang paling khas api premixed yang
merambat di dalam tabung pembakar. Seperti pada gambar dibawah ini.
9
Gambar 2.6 (a) Struktur api premix di dalam tabung pembakarSumber : Wardana (2008, p. 152)
Di dalam tabung pembakar, api premixed berbentuk lembar tipis yang datar dan
merambat tegak lurus kearah permukaan. Sedangkan pada bunsen, api premixed berbentuk
kerucut yang memiliki dua lapisan. Yang kerucut dalam, adalah kerucut api premixed,
sedangkan kerucut luar adalah kerucut api difusi. Kerucut api luar terbentuk karena adanya
bahan bakar yang tidak terbakar habis (CO dan N2) sehingga bereaksi dengan udara di
lingkungan.
Gambar 2.7 (b) Vektor kecepaan rambatan api premixedSumber : Wardana (2008, p. 152)
Maka didapat kecepatan api laminer yang dihitung dengan menggunakan persamaan
(2-3):
SL = vu.sinθ ..............................................................................................................(2-3)
dengan:
SL = kecepatan api laminer (cm/s)
vu = kecepatan reaktan (cm/s)
θ = sudut api yang terbentuk antara api dengan sumbu celah (°)
10
sedangkan kecepatan reaktan dapat dihitung dengan persamaan (2-4) :
Vu m
ρuA..................................................................................................................... (2-4)
dengan:
vu = kecepatan reaktan (cm/s)
m = massa alir reaktan (g/s)
ρu= densitas reaktan (g/cm3)
A = luas penampang melintang (cm2)
Jika dirubah menjadi debit, maka persamaannya (2-5):
vu = ................................................................................................................... (2-5)
Dengan:
vu = kecepatan reaktan (cm/s)
Qu = debit aliran reaktan (Qmetana + Qudara) (cm3/s)
A = luas bagian melintang burner (cm2)
Dengan menggunakan pendekatan teori kinetik, dapat diketahui hubungan kecepatan
dengan temperatur berdasarkan prinsip gas ideal yang dirumuskan sebagai berikut:
. m . v2 = . k .T ............................................................................................... (2-6)
Keterangan:
m = massa molekul (kg)
v = kecepatan molekul (m/s)
k = konstanta Boltzmann ( 1,380 x 10-23 J/molekul K)
T = temperatur ( K)
Dari persamaan (2-6) dapat diketahui bahwa hubungan temperatur dengan kecepatan
adalah berbanding lurus. Pada persamaan tersebut, temperatur gas merupakan energi
kinetik partikel-partikel dari gas tersebut atau getaran. Di dalam reaksi pembakaran, maka
11
untuk membuat molekul-molekul bereaksi atau bertumbukan, maka partikel-partikel gas
harus dibuat lebih aktif. Cara untuk menaikkan energi kinetik molekul-molekul gas adalah
dengan menaikkan temperatur gas.
2.7.2 Struktur Api Laminer
Gambar 2.8 menunjukkan grafik struktur yang terjadi di dalam api laminer, dimana
terdapat 2 zona di dalam api laminer, yaitu :
a. Zona preheat / Zona pemanasan awal
Pada zona ini, panas yang dilepaskan hanya sedikit dan temperatur reaktan
meningkat karena adanya transfer panas dari produk.
b. Zona reaksi
Pada zona ini, pembakaran terjadi secara langsung dan sebagian besar dari energi
kimia dilepaskan dalam bentuk energi panas.
Gambar 2.8 Struktur di dalam api laminerSumber : Turn (2010, p. 255)
2.8 Kestabilan Nyala Api
Pada proses pembakaran, kestabilan nyala api memiliki peranan penting dalam sebuah
proses pembakaran. Bila api dalam keadaan stasioner pada posisi tertentu, maka api
tersebut dapat dikatakan stabil. Kestabilan nyala api dapat terjadi bila kecepatan reaktan
(v) sama dengan dengan kecepatan pembakaran (SL).
12
Gambar 2.9 Mekanisme kestabilan api, (a) flashback, (b) stabil, (c) lift-off, (d) lifted, (e)blow-off
Sumber : Wardana (2008, p. 169)
Tingkat kestabilan nyala api berhubungan dengan peristiwa flashback, lift-off, dan
blow-off seperti pada gambar 2.9 dimana mekanisme kestabilan api berkaitan dengan
kecepatan reaktan serta kecepatan pembakaran.
Flashback adalah peristiwa ketika nyala api kembali masuk dan merambat menuju ke
dalam tabung pembakarnya seperti pada gambar 2.9 bagian (a). Peristiwa flashback terjadi
ketika kecepatan pembakaran lebih cepat daripada kecepatan reaktan (SL > v) sehingga api
merambat kembali menuju tabung pembakar. Biasanya ketika aliran bahan bakar dikurangi
atau langsung ditutup. Flashback tidak hanya dapat mengganggu pembakaran, tetapi juga
berbahaya.
Lift off adalah peristiwa ketika api tidak menyentuh bibir burner, tetapi api berada
pada jarak tertentu dari bibir burner seperti pada gambar 2.9 bagian (c). Pada kecepatan
reaktan rendah, api mendekati mulut burner atau bahan menyentuhnya. Dan bila kecepatan
reaktan ditingkatkan lebih lanjut, maka ujung hulu api akan menjauhi mulut burner
sehingga ini disebut fenomena lifted. Bila terus ditingkatkan, api akan padam.
Blow off adalah peristiwa ketika nyala api padam karena kecepatan reaktan lebih cepat
daripada kecepatan pembakaran (v > SL) seperti pada gambar 2.9 bagian (e). Kondisi
seperti ini harus dihindari karena menghabiskan bahan bakar. Untuk menghindari
terjadinya blow off, maka pengaturan kecepatan reaktan dan kecepatan pembakaran harus
tepat.
2.9 Air-Fuel Ratio (AFR)
Air-Fuel Ratio (AFR) merupakan perbandingan antara massa udara dan massa bahan
bakar yang memiliki pengaruh pada hasil pembakarannya. Menurut Wardana (2008),
perbandingan stoikiometri dalam persamaan AFR adalah :
13
AFRstoikiometri =Mudara
Mbahan bakar.......................................................................................... (2-7)
Keterangan:
AFR = Perbandingan udara dan bahan bakar dalam kondisi stoikiometrik
= Massa bahan bakar yang dimasukkan (gr)
= Massa udara yang dimasukkan (gr)
Bila nilai AFR aktual lebih besar daripada AFR stoikiometrinya, maka campuran
tersebut disebut campuran miskin karena massa bahan bakar lebih sedikit dari massa udara.
Sedangkan bila nilai AFR aktual lebih kecil daripada AFR stoikiometrinya, maka
campuran tersebut disebut campuran kaya karena massa bahan bakar lebih banyak dari
massa udara. AFR stoikiometri untuk pembakaran metana (CH4) adalah :
AFRstoikiometri =Mudara
Mbahan bakar
AFRstoikiometri =2O2+7,52N2
CH4=
2(32)+7,52(28)
12+4(1)=
274,56
16=17,16 gr udara/gr bahan bakar
Setelah diketahui massa metana dan massa udara, maka kita dapat menghitung AFR
stoikiometri dengan menggunakan perbandingan volume, berdasarkan massa jenisnya.
Diketahui bahwa massa jenis udara adalah 0,0012 gr/cm3, dan massa jenis metana adalah
0,0007168 gr/cm3, maka
Vudara =m
ρV metana =
m
ρ
=274,56
0,0012= 228800 cm3 =
16
0,0007168=22346,37 cm3
Sehingga perbandingan volume udara dengan metana adalah
Vudara : Vbahan bakar
228800 cm3 : 22346,37 cm3
10,23 mL : 1 mL
14
2.10 Equivalence Ratio
Equivalence Ratio adalah perbandingan antara rasio udara dan bahan bakar (AFR)
stoikiometri terhadap rasio udara dan bahan bakar (AFR) aktual. Persamaan nya sebagai
berikut :
ϕ =AFR stoikiometri
AFR aktual...................................................................................................... (2-8)
Nilai AFR stoikiometri dapat ditemukan dari persamaan (2-7), sedangkan AFR aktual
adalah perhitungan AFR yang didapatkan dari hasil pembagian massa alir udara dengan
massa alir bahan bakar. Massa alir didapatkan dari debit aliran dibagi densitasnya. Bila
nilai
a. Jika Φ > 1 , berarti ada kelebihan bahan bakar sehingga campuran kaya akan bahan
bakar (fuel-rich mixture)
b. Jika Φ = 1, berarti merupakan campuran stokiometrik
c. Jika Φ < 1, berarti merupakan campuran yang miskin akan bahan bakar (fuel-lean
mixture).
2.11 Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds ditemukan oleh Osborne Reynolds setelah melakukan eksperimen
yang mendalam pada tahun 1880. Osborne Reynolds menemukan bahwa jenis aliran
dipengaruhi terutama oleh perbandingan dari gaya inersia dan gaya viskos pada fluida.
Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang sangat penting dalam
mekanika fluida karena bilangan ini dapat menunjukan jenis aliran dari suatu fluida. Ada 3
jenis aliran dalam mekanika fluida, yaitu laminer, turbulen, dan transisi.
Persamaan untuk bilangan Reynolds, yaitu :
Re = Gaya inersiagaya viskos
= vdv
= ρ.v.Dhμ ................................................................................... (2-9)
dengan:
Re = Bilangan Reynolds
= viskositas kinematik (cm2/s)
ρ = densitas fluida (g/cm3)
v = kecepatan fluida (cm/s)
15D = diameter hidrolik (cm)
μ = viskositas dinamik (g/cm.s)
Pada aliran yang melalui penampang selain lingkaran, diameter yang digunakan
adalah diameter hidrolik yang dijelaskan pada persamaan 2-10,
Dh=4Ac
p.................................................................................................................(2-10)
Dimana :D = diameter hidrolik (cm)Ac = luas penampang (cm2)
p = keliling daerah yang terbasahi (cm)
Pada celah slot burner yang berbentuk persegi empat, maka diameter hidroliknya
menjadi sebagai berikut :
Dh= 4ab2(a+b) ..........................................................................................................(2-11)
Menurut Cengel & Cimbala (2006), dalam kondisi yang biasanya terjadi, jenis aliran
dibagi menjadi 3 menurut nilai bilangan Reynolds, yaitu :
c. Re ≤ 2300, yaitu aliran laminer
d. 2300 < Re < 4000, yaitu aliran transisi
e. Re ≥ 4000, yaitu aliran turbulen.
2.12 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, maka dapat diambil hipotesis
bahwa ukuran celah slot burner yang semakin besar menyebabkan kecepatan api laminer
akan semakin turun, temperatur dan tinggi api juga semakin rendah. Hal ini disebabkan
karena semakin besar celah slot burner menyebabkan kecepatan reaktan menjadi menurun,
sehingga kecepatan api laminer, temperatur dan tinggi juga semakin menurun.
16
17
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimental sungguhan. Jenis
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari suatu perubahan desain terhadap
suatu peristiwa. Dengan ini akan dibandingkan pembakaran menggunakan Slot Burner
yang berbeda-beda dimensi celahnya.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Motor Bakar, Jurusan Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya Malang. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai
Maret 2017.
3.3 Variabel Penelitian
Ada 3 jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Variabel bebas
Merupakan variabel yang bebas ditentukan oleh peneliti. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah :
a. Dimensi celah Slot Burner, yaitu menggunakan perbandingan 1:3 ; 1:4 ; 1:5 ; 1:6
dengan dimensi 4mm x 12mm, 4mm x 16mm, 4mm x 20mm, dan 4mm x 24mm.
b. Nilai Equivalence Ratio antara campuran udara dengan metana, yaitu 1,05; 1,12;
1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92.
2. Variabel terikat
Merupakan variabel yang tidak dapat ditentukan oleh peneliti, variabel ini bergantung
pada variabel bebasnya. Variabel terikat pada penelitian ini adalah karakteristik nyala
api, yang meliputi kecepatan api laminer, temperatur api, serta tinggi api.
3. Variabel kontrol
Merupakan variabel yang dikontrol oleh peneliti, variabel ini harus tetap selama
penelitian berlangsung agar tidak mempengaruhi hasil penelitian. Variabel kontrol
pada penelitian ini adalah nilai debit bahan bakar metana, yaitu 0,45 L/menit,
ketebalan slot burner sebesar 2 mm, dan panjang slot burner 100 mm.
18
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
Alat –alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Slot Burner
Slot Burner dibuat dengan material kuningan berdiameter dalam 12 mm dan
panjang 100 mm, di tengah slot burner terdapat celah sebesar 4mm x 12mm
(perbandingan 1:3), 4mm x 16mm (perbandingan 1:4), 4mm x 20mm (perbandingan
1:5), 4mm x 24mm (perbandingan 1:6) yang berfungsi sebagai flame holder.
Gambar 3.1 Skema Slot Burner (1:3)
Gambar 3.2 Skema Slot Burner (1:4)
Satuan :mm
19
Gambar 3.3 Skema Slot Burner (1:5)
Gambar 3.4 Skema Slot Burner (1:6)
2. Kompresor
Kompresor digunakan untuk memberikan suplai udara pada penelitian.
Kompresor yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut :
a. Model : LAKONI IMOLA-125 (electric blower)
b. Flow rate : 145 L/menit
c. Tegangan : 220 V
d. Power : 1 HP
e. Putaran : 2850 rpm
20
Gambar 3.5 Kompresor
3. Mixing Chamber
Mixing chamber digunakan untuk mencampur bahan bakar dan udara sebelum
memasuki slot burner. Berdiameter dalam 12 mm dan diameter luar 16 mm.
Gambar 3.6 Mixing Chamber
4. Flowmeter
Flowmeter digunakan untuk mengukur debit aliran bahan bakar dan udara.
Flowmeter yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Skala ukuran : Liter / menit
Dimensi : 5 x 15 cm
Minimum flow to read : 0.1 Lpm & 0.3 Lpm
Maximum flow to read : 1.5 Lpm & 3 Lpm
Jenis : Flowmeter Gas
21
Gambar 3.7 Flowmeter
5. Thermocouple
Thermocouple digunakan untuk mengukur suhu api pada penelitian.
Thermocouple yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Tipe : tipe K
Minimum temp to read : 1300 oC
Maximum temp to read : -20 oC
Ukuran LCD : 1.5 x 2.5 inch
Gambar 3.8 Thermocouple
6. Selang untuk udara dan bahan bakar
Digunakan untuk menyalurkan udara dan bahan bakar. Berdiameter 1/2 inci.
22
Gambar 3.9 Selang
7. Tabung gas Metana
Tabung gas metana digunakan sebagai wadah untuk bahan bakar metana yang
digunakan.
Gambar 3.10 Tabung gas Metana
8. Kamera digital
Kamera digital digunakan untuk mengambil gambar nyala api yang terbentuk
dari slot burner. Kamera digital yang digunakan memiliki spesifikasi seperti dibawah
ini:
a. Merk : Nikon
b. Model : D5200
c. Resolution : 24,1 MP
d. File Formats : JPEG & MOV
e. Berat : 0,5 kg
f. Focal Length : 27 – 82,5 mm
23
Gambar 3.11 kamera digital
9. Tripod
Tripod berfungsi sebagai penyangga dari kamera digital saat proses pengambilan
gambar berlangsung. Selain itu, tripod juga berfungsi untuk menjaga jarak kamera
dengan burner agar gambar yang dihasilkan tajam dan jelas.
Gambar 3.12 Tripod
10. Laptop
Laptop digunakan sebagai media penyimpan serta pengolah data hasil penelitian,
serta digunakan untuk menganalisa pembahasan hasil yang didapatkan dari pengujian.
Pada laptop, digunakan aplikasi Software CAD untuk mengetahui sudut api yang
terbentuk dari slot burner.
11. Pematik api
Pematik api digunakan untuk menyalakan api pada slot burner.
24
12. Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu pengambilan data temperatur api
agar data yang diambil saat penelitian dilakukan dengan waktu yang relatif sama.
3.5 Instalasi Penelitian
Di bawah merupakan instalasi penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi celah
slot burner terhadap karakteristik nyala api hasil pembakaran premix metana. Dimulai
dengan mengalirkan udara melalui kompresor melewati katup yang selanjutnya dialirkan
pada flowmeter untuk diatur debitnya. Begitu juga dengan gas metana, dialirkan melalui
katup yang selanjutkan dialirkan pada flowmeter untuk diatur debitnya. Setelah itu, melalui
mixing chamber udara dan metana dicampur untuk selanjutnya dialirkan menuju katup
pengatur. Setelah dari katup pengatur inilah, aliran campuran udara-metana dialirkan
menuju slot burner untuk kemudian diteliti nyala apinya.
Keterangan :
1. Kompresor udara 7. Katup bahan bakar
2. Katup Udara 8. Katup pengatur
3. Flowmeter udara 9. Kotak hitam
4. Mixing chamber 10. Slot Burner
Gambar 3.13 Instalasi Penelitian
25
3.6 Visualisasi Api
1. Memasang Selang yang telah terhubung dengan kompresor dan tabung gas dengan
Mixing Chamber dan Slot Burner yang akan digunakan
2. Mengatur Nilai debit bahan bakar yang masuk sebesar 0,45 L/min
3. Pada flowmeter diatur debit udara. Debit disesuaikan dengan kondisi equivalence
Ratio yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Menyalakan api dengan pemantik api
5. Tunggu sampai nyala api stabil dan catat debit udara dan bahan bakar yang tertera
pada flowmeter.
6. Lakukan pengambilan data visual setelah terbentuk nyala api laminer dan temperatur
api. Tiap equivalence ratio diambil 3 data gambar nyala api laminer dan temperatur
api.
7. Ulangi langkah 2 sampai 6 untuk equivalence ratio berikutnya.
Kemudian ganti dengan slot burner lainnya, lalu ulangi langkah 2 sampai 7 kembali
3.7 Rancangan Hasil Penelitian
Untuk mencari kecepatan api laminer (SL), pengambilan data visual berupa foto nyala
api laminer dilakukan pada setiap equivalence ratio serta pada setiap slot burner. Untuk
mendapat grafik hubungan equivalence ratio dengan kecepatan api laminer pada masing-
masing slot burner, dilakukan tahapan sebagai berikut :
1. Pengambilan data visual dilakukan paling sedikit 3 kali pada masing-masing
equivalence ratio tiap slot burner untuk meminimalisir kesalahan data.
2. Dilakukan penyimpanan pada laptop, lalu diurutkan berdasarkan equivalence ratio.
3. Pengolahan gambar hasil pengujian menggunakan aplikasi Software CAD dengan
mengambil acuan yaitu dimensi celah slot burner. Dari celah tersebut, ditarik garis
lurus ke atas untuk mengetahui tinggi api, serta ditarik garis miring sejajar dengan api
yang terbentuk untuk mengetahui sudut yang terbentuk.
4. Sudut api (α) ini digunakan untuk mendapatkan nilai kecepatan api laminer (SL).
5. Data yang telah diolah, diurutkan berdasarkan equivalence ratio sehingga akan
didapatkan perbedaan kecepatan api laminer dan karakteristik api pada tiap
equivalence ratio di masing-masing slot burner.
26
3.8 Diagram Alir Penelitian
ya
tidak
Mulai
StudiLiteratur
Pemasangan InstalasiPeralatan dan Alat Ukur
Pengambilan data visual berupagambar api yang terbentuk dan
temperatur api
Gambar terlihatjelas dan temperatur
bisa diteliti?
Data mengenaipengaruh dimensi
celah terhadapkarakteristik nyala api
Analisa data danPembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
27
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada kondisi temperatur ruang serta pada
saat api stabil. Analisa data karakteristik nyala api dikelompokkan berdasarkan ukuran
celah slot burner dari rasio equivalence ratio rendah sampai equivalence ratio tinggi. Hal
yang dibandingkan pada penelitian ini adalah karakteristik nyala api yang meliputi
kecepatan api laminer, tinggi api, serta temperatur api pada masing-masing celah slot
burner sehingga didapatkan perbandingan karakteristik nyala api dari variasi ukuran celah
slot burner hasil pembakaran premix metana.
4.1 Hasil Visualisasi Nyala Api
Berikut merupakan data visual nyala api pada masing-masing ukuran celah slot
burner. Gambar disusun secara runtut dari equivalence ratio rendah hingga equivalence
ratio tinggi, sehingga nantinya dapat dibandingkan dan dilihat perbedaan visual dari
masing-masing ukuran celah slot burner pada setiap equivalence ratio.
4.1.1. Hasil Visualisasi Nyala Api Slot burner
Pada hasil pengujian slot burner didapatkan data visual dari masing-masing celah
slot burner nilai equivalence ratio terendah 1,05 sampai tertinggi 1,92. Di bawah ini
merupakan contoh data visual dari celah slot burner ukuran 4 mm x 20 mm pada berbagai
equivalence ratio dan contoh data visual pada equivalence ratio 1,36 pada berbagai celah
slot burner. Untuk data visual pada ukuran celah slot burner serta equivalence ratio yang
lain, dapat dilihat pada lampiran 2.
28
Gambar 4.1 Data visual celah slot burner ukuran 4 mm x 20 mm pada berbagaiequivalence ratio
Gambar 4.2 Data visual pada equivalence ratio 1,36 pada berbagai celah slot burner.
Dari gambar 4.2 dan 4.3 di atas, terlihat perbedaan tinggi dari nyala api yang
dihasilkan. Pemberian garis pada gambar hanya sebagai sarana untuk melihat perbedaan
tinggi yang terlihat untuk selanjutnya diolah lebih lanjut.
4.2 Pengolahan Data Karakteristik Nyala Api4.2.1 Pengolahan Data Visual Tiap Celah Slot burner
Pengolahan data visual dilakukan pada tiap celah slot burner setelah disesuaikan
dengan ukuran aktual dari masih ukuran celah slot burner untuk mendapatkan nilai tinggi
api dan sudut api yang digunakan untuk mendapatkan nilai kecepatan api laminer (SL).
a. Pengolahan Data Visual Slot burner
Pada slot burner dilakukan pengolahan data visual sudut dan tinggi api dengan
equivalence ratio 1,05 sampai 1,92. Di bawah ini merupakan contoh pengolahan data
visual sudut api dan tinggi api dari celah slot burner ukuran 4 mm x 20 mm pada
equivalence ratio 1,36 menggunakan salah satu software berbasis CAD.
4 x 12 4 x 16 4 x 20 4 x 24
29
Gambar 4.3 Pengukuran sudut api pada celah slot burner ukuran 4 mm x 20 mm padaequivalence ratio 1,36
Gambar 4.3 merupakan cara pengambilan sudut api dan tinggi api dari hasil visualisasi
api untuk mencari kecepatan api laminer. Menurut Cardona (2013), pengukuran sudut api
diukur dari tepi api bagian atas, dan dalam penelitian ini dilakukan pengukuran dari tepi
api bagian bawah, bagian atas, serta dari ujung bawah ke ujung atas api. Yang dipilih
haruslah memiliki kecepatan api laminer yang mendekati hasil penelitian sebelumnya
sebagai bentuk pembuktian bahwa yang digunakan adalah tepi api bagian atas. Untuk
pengolahan data visual pada ukuran celah slot burner serta equivalence ratio yang lain,
dapat dilihat pada lampiran 4, 5, dan 6. Selanjutnya, untuk mempermudah pembacaan
maka dibuat tabel slot burner tentang masing masing data yang telah didapatkan dari data
visual.
Tabel 4.1Data celah Slot burner 4 mm x 12 mmParameter Ф = 1,05 Ф = 1,12 Ф = 1,23 Ф = 1,36 Ф = 1,49 Ф = 1,68 Ф = 1,92Sudut Api
(O)19,78 13,18 10,11 8,4 7,16 6,37 5,72
Tinggi Api(mm)
10,95 14,96 18,1 27,05 32,86 42,37 43,64
Tabel 4.2Data celah Slot burner 4 mm x 16 mmParameter Ф =1,05 Ф = 1,12 Ф = 1,23 Ф = 1,36 Ф = 1,49 Ф = 1,68 Ф = 1,92Sudut Api
(O)25,7 15,88 12,98 10,32 8,74 7,96 7,36
Tinggi Api(mm)
8,68 13,69 16,91 26,45 30,08 38,42 39,67
30
Tabel 4.3Data celah Slot burner 4 mm x 20 mmParameter Ф = 1,05 Ф = 1,12 Ф = 1,23 Ф = 1,36 Ф = 1,49 Ф = 1,68 Ф = 1,92Sudut Api
(O)31,24 18,74 15,4 12,21 10,59 9,84 9,17
Tinggi Api(mm)
6,04 11 16,04 21,83 26,76 35,69 37,04
Tabel 4.4Data celah Slot burner 4 mm x 24 mmParameter Ф = 1,05 Ф = 1,12 Ф = 1,23 Ф = 1,36 Ф = 1,49 Ф = 1,68 Ф = 1,92Sudut Api
(O)36,89 21,75 14,34 13,1 12,39 11,69 10,44
Tinggi Api(mm)
3,78 8,79 14,11 19,9 24,68 33,63 34,79
Dari tabel 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 di atas, dapat dilihat kecenderungan nilai sudut api
mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya nilai equivalence ratio pada setiap
ukuran celah slot burner. Di samping itu juga dapat dilihat bahwa peningkatan nilai
equivalence ratio menghasilkan nilai tinggi api yang meningkat pula.
4.2.2 Tabel Hasil Perhitungan Karakteristik Nyala Api
Pada tabel hasil perhitungan karakteristik nyala api, yang diamati adalah temperatur
api, tinggi api, dan kecepatan api laminer dengan equivalence ratio tertentu pada tiap
ukuran celah slot burner.
Berikut contoh perhitungan nilai kecepatan reaktan pada burner dengan nilai
equivalence ratio 1,36 pada ukuran celah 4 mm x 20 mm, perhitungan nilai kecepatan
reaktan didapat dengan menggunakan rumus pada persamaan (2-5)
Qmetana = 0,45 L/min
Qudara = 3,4 L/min
A = 0,8 cm2
sehingga didapat nilai kecepatan reaktan pada burner dengan nilai equivalence ratio 1,36
sebagai berikutQmetana = 0,45L
min=
L
min→
cm3
s
=0,45 x 1000
60=7,5 cm3/s
31
Qudara = 3,4L
min=
L
min→
cm3
s
=3,4 x 1000
60=56,67
cm
s
3
hingga didapat nilai kecepatan reaktan pada burner dengan nilai equivalence ratio 1,36
sebagai berikut:
vu =7,5 + 56,67
0,8vu = 80,208 cm/s
Pada persamaan (2-3), dihitung besarnya kecepatan api laminer, dari hasil perhitungan
kecepatan reaktan serta sudut api. Berikut contoh perhitungan nilai kecepatan api laminer
pada slot burner 4 mm x 20 mm dengan nilai ekuivalen rasio 1,36.
SL = vu.sinθ
SL = 80,208 cm/s x sin 12,21°
SL = 80,208 cm/s x 0,2115
SL = 16,964 cm/s
Pada tabel 4.5 merupakan tabel hasil karakteristik nyala api, didapatkan hubungan
antara kecepatan api laminer dengan equivalence ratio, temperatur api dengan equivalence
ratio, dan tinggi api dengan equivalence ratio pada tiap ukuran celah slot burner.
32
Tabel 4.5Hasil Karakteristik Nyala ApiCelah
BurnerParameter Φ=1,05 Φ= 1,12 Φ=1,23 Φ=1,36 Φ=1,49 Φ=1,68 Φ=1,92
4mm x
12mm
Tatas (OC) 1180 1156,33 1125 1112,33 1101 1088 1079,33
Ttengah (OC) 1073 1051,67 1022 1004,67 987,67 973 961
SL (cm/s) 56,99 36,02 25,7 19,53 15,36 12,33 9,86
Tinggi api (mm) 10,95 14,96 18,1 27,05 32,86 42,37 43,64
4mm x
16mm
Tatas (OC) 1163,67 1131 1117,67 1098, 67 1086 1075 1054,33
Ttengah (OC) 1060, 67 1030 1011 988,33 981 972 959
SL (cm/s) 54,77 32,42 24,57 17,96 14,05 11,54 9,51
Tinggi api (mm) 8,68 13,69 16,91 26,45 30,08 38,42 39,67
4mm x
20mm
Tatas (OC) 1153,67 1129,33 1114 1097,67 1081,67 1064,33 1033
Ttengah (OC) 1030,67 1015,33 1004,67 985,67 974,33 963,67 957,33
SL (cm/s) 52,40 30,45 23,24 16,96 13,59 11,39 9,46
Tinggi api (mm) 6,04 11 16,04 21,83 26,76 35,69 37,04
4mm x
24mm
Tatas (OC) 1129,67 1115 1099,67 1071,67 1059,33 1042,67 1022,33
Ttengah (OC) 1015 1000,33 994,67 980,33 972 960 938,67
SL (cm/s) 50,54 29,27 18,06 15,18 13,22 11,26 8,97
Tinggi api (mm) 3,78 8,79 14,11 19,9 24,68 33,63 34,79
4.3 Hasil Bilangan Reynolds
Di bawah ini merupakan tabel bilangan Reynolds dari masing-masing slot burner pada
tiap equivalence ratio.
Tabel 4.6Tabel perhitungan bilangan Reynolds
Celah slot burner Φ=1,05 Φ= 1,12 Φ=1,23 Φ=1,36 Φ=1,49 Φ=1,68 Φ=1,92
4mm x 12mm 662,49 621,30 573,18 525,10 483,87 435,78 387,68
4mm x 16mm 529,99 497,03 458,58 420,08 387,11 348,61 310,15
4mm x 20mm 441,66 414,18 382,13 350,08 322,59 290,54 258,47
4mm x 24mm 378,57 355,01 327,56 300,06 276,49 249,04 221,53
33
Dari tabel 4.6, nilai bilangan Reynolds dari masing-masing celah slot burner,
mengalami penurunan seiring meningkatnya equivalence ratio. Hal ini disebabkan karena
terjadi penurunan kecepatan reaktan sehingga nilai bilangan Reynolds menurun. Bilangan
Reynolds digunakan untuk menunjukkan bahwa aliran pada slot burner masih dalam
keadaan laminer, yaitu di bawah 2300.
4.4 Grafik dan Pembahasan4.4.1 Grafik Hubungan Kecepatan Api Laminer dengan Equivalence ratio
Gambar 4.4 grafik hubungan kecepatan api laminer dengan equivalence ratio
Gambar 4.4 merupakan hubungan kecepatan api laminer terhadap equivalence ratio
pada tiap ukuran celah slot burner. Masing-masing ukuran celah slot burner, menggunakan
equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92.
Pada ukuran celah slot burner 4 mm x 12 mm, kecepatan api laminer secara urut dari
equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92.adalah 56,99 ; 36,02 ; 25,7 ;
19,53 ; 15,36 ; 12,33 ; 9,86 yang masing-masing dinyatakan dalam satuan cm/s. Pada
ukuran celah slot burner 4 mm x 16 mm, kecepatan api laminer secara urut dari
equivalence ratio 11,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92 adalah 54,77 ; 32,42 ; 24,57
; 17,96 ; 14,05 ; 11,54 ; 9,51 yang masing-masing dinyatakan dalam satuan cm/s. Pada
ukuran celah slot burner 4 mm x 20 mm, kecepatan api laminer secara urut dari
0
10
20
30
40
50
60
1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00
Kec
epat
an A
pi L
amin
er (
cm/s
)
Equivalence ratio
celah 4 x 12
celah 4 x 16
celah 4 x 20
celah 4 x 24
34
equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92 adalah 52,40 ; 30,45 ; 23,24 ;
16,96 ; 13,59 ; 11,39 ; 9,46 yang masing-masing dinyatakan dalam satuan cm/s. Pada
ukuran celah slot burner 4 mm x 24 mm, kecepatan api laminer secara urut dari
equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92 adalah 50,54 ; 29,27 ; 18,06 ;
15,18 ; 13,22 ; 11,26 ; 8,97 yang masing-masing dinyatakan dalam satuan cm/s.
Pada persamaan (2-3), kecepatan api laminer dipengaruhi oleh 2 parameter, yaitu
kecepatan reaktan dan sudut api yang terbentuk. Nilai kecepatan reaktan dipengarui oleh
debit udara dan bahan bakar, serta luas penampang dari celah slot burner seperti pada
persamaan (2-5). Debit bahan bakar pada tiap equivalence ratio adalah sama untuk
masing-masing celah slot burner, sehingga yang mempengaruhi kecepatan api laminer
adalah debit udara, luas penampang celah, serta sudut api yang dihasilkan.
Pada gambar 4.4, kecepatan api laminer pada masing-masing ukuran celah slot burner
mengalami penurunan tiap kenaikan equivalence ratio. Hal ini dikarenakan debit udara
yang semakin berkurang. Seperti pada persamaan (2-8) dimana jika equivalence ratio nya
meningkat, sedangkan AFR stoikiometrinya tetap, maka AFR aktualnya yang menurun.
AFR dipengaruhi oleh massa udara dan massa bahan bakar, seperti pada persamaan (2-7),
massa bahan bakar ditentukan tetap, berarti yang berkurang adalah massa udaranya. Dari
massa udara, dapat dicari volume udara, dan selanjutnya debit udara, dimana semua
parameter tersebut berbanding lurus. Sehingga menurunnya debit udara, menyebabkan
menurunnya kecepatan api laminer, seperti pada persamaan (2-5) dan (2-3).
Kecepatan reaktan juga dipengaruhi oleh ukuran celah slot burner, dimana semakin
semakin besar ukuran celah slot burner, semakin besar pula luasan dari celah slot burner,
sehingga kecepatan reaktannya menurun. Dari persamaan (2-3), kecepatan api laminer
dipengaruhi oleh 2 parameter, yaitu kecepatan reaktan dan sudut api yang terbentuk,
dimana kecepatan reaktannya memiliki pengaruh paling besar. Pada tabel 4.5 dapat
diketahui bahwa perbedaan ukuran celah slot burner menyebabkan perbedaan kecepatan
reaktan dimana semakin besar ukuran celah slot burner, maka kecepatan reaktannya
semakin menurun, sehingga menyebabkan kecepatan api laminernya juga menurun.
35
4.4.2 Grafik Hubungan Temperatur Api dengan Equivalence ratio
Gambar 4.5 grafik hubungan temperatur api atas dengan equivalence ratio
Gambar 4.6 grafik hubungan temperatur api tengah dengan equivalence ratio
Gambar 4.5 dan 4.6 merupakan hubungan temperatur api terhadap equivalence ratio
pada tiap ukuran celah slot burner. Masing-masing ukuran celah slot burner, menggunakan
equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92. Untuk tiap nilai temperatur,
bisa dilihat pada tabel 4.5.
1000.00
1020.00
1040.00
1060.00
1080.00
1100.00
1120.00
1140.00
1160.00
1180.00
1200.00
1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00
Tem
pera
tur A
pi (
°C)
Equivalence ratio
celah 4 x 12
celah 4 x 16
celah 4 x 20
celah 4 x 24
920
940
960
980
1000
1020
1040
1060
1080
1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00
Tem
pera
tur A
pi (
°C)
Equivalence Ratio
celah 4 x 12
celah 4 x 16
celah 4 x 20
celah 4 x 24
36
Pada gambar 4.6 dan 4.5, terlihat bahwa temperatur api tengah lebih rendah daripada
temperatur api atas. Hal ini dikarenakan pada bagian ujung api, reaktan telah terbakar
sempurna sedangkan pada bagian tengah api belum terjadi reaksi pembakaran secara
sempurna, sehingga temperatur di ujung api akan lebih tinggi daripada di tengah api.
Dari gambar 4.5 dan 4.6, terlihat temperatur api menurun tiap kenaikan equivalence
ratio. Hal ini dikarenakan semakin besar equivalence ratio, debit reaktan semakin
menurun. Turunnya debit reaktan disebabkan oleh debit udara yang menurun, sedangkan
debit bahan bakarnya tetap sehingga akan menyebabkan bahan bakar menjadi kaya. Hal ini
juga menyebabkan pembakaran yang kurang sempurna sehingga temperaturnya bisa
menurun.
Temperatur api juga menurun tiap kenaikan ukuran celah slot burner. Hal ini juga
sesuai dengan persamaan (2-6) bahwa hubungan temperatur dengan kecepatan adalah
berbanding lurus, seperti pada penjelasan sebelumnya mengenai turunnya kecepatan api
laminer seperti pada gambar 4.4, dapat diketahui bahwa perbedaan ukuran celah slot
burner menyebabkan perbedaan kecepatan reaktan dimana semakin besar ukuran celah slot
burner, maka kecepatan reaktannya semakin menurun, sehingga menyebabkan kecepatan
api laminernnya juga menurun. Jika kecepatan apinya menurun, maka temperatur juga
akan menurun.
4.4.3 Grafik Hubungan Tinggi Api dengan Equivalence ratio
Gambar 4.7 grafik hubungan tinggi api dengan equivalence ratio
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00
Tin
ggi A
pi (
mm
)
Equivalence ratio
celah 4 x 12
celah 4 x 16
celah 4 x 20
celah 4 x 24
37
Gambar 4.7 merupakan hubungan tinggi api terhadap equivalence ratio pada tiap
ukuran celah slot burner. Masing-masing ukuran celah slot burner, menggunakan
equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92.
Pada ukuran celah slot burner 4 mm x 12 mm, tinggi api secara urut dari equivalence
ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92.adalah 10,95 ; 14,96 ; 18,1 ; 27,05 ; 32,86
; 42,37 ; 43,64 yang masing-masing dinyatakan dalam satuan milimeter. Pada ukuran celah
slot burner 4 mm x 16 mm, tinggi api secara urut dari equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23;
1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92 adalah 8,68 ; 13,69 ; 16,91 ; 26,45 ; 30,08 ; 38,42 ; 39,67 yang
masing-masing dinyatakan dalam satuan milimeter. Pada ukuran celah slot burner 4 mm x
20 mm, tinggi api secara urut dari equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan
1,92 adalah 6,04 ; 11 ; 16,04 ; 21,83 ; 26,76 ; 35,69 ; 37,04 yang masing-masing
dinyatakan dalam satuan milimeter. Pada ukuran celah slot burner 4 mm x 24 mm, tinggi
api secara urut dari equivalence ratio 1,05; 1,12; 1,23; 1,36; 1,49; 1,68; dan 1,92 adalah
3,78 ; 8,79 ; 14,11 ; 19,9 ; 24,68 ; 33,63 ; 34,79 yang masing-masing dinyatakan dalam
satuan milimeter.
Dari gambar 4.7, terlihat tinggi api semakin meningkat pada tiap kenaikan equivalence
ratio. Seperti penjelasan pada bab 2, semakin besar equivalence ratio, maka debit udara
dalam campuran reaktan semakin sedikit. Jika debit udara semakin sedikit, sedangkan
jumlah bahan bakarnya tetap, maka akan menyebabkan reaksi pembakaran tidak sempurna
sehingga sisa bahan bakar yang belum terbakar bereaksi secara difusi dengan udara yang
ada pada lingkungan yang menyebabkan api lebih tinggi.
Tinggi api semakin menurun pada tiap kenaikan ukuran celah slot burner. Semakin
kecil ukuran celah slot burner akan menyebabkan nilai kecepatan dari reaktan akan
meningkat, dimana kecepatan reaktan akan lebih tinggi dari kecepatan pembakarannya.
Hal ini akan menyebabkan api semakin tinggi atau biasa disebut pemanjangan api sehingga
semakin kecil ukuran celah slot burner, kecepatan reaktannya akan semakin besar, dan
tinggi api nya juga semakin tinggi.
38
39
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan yang dapat menjawab rumusan
masalah pada bab I. Pengambilan kesimpulan berdasarkan data dan grafik pembahasan
pada bab IV. Sehingga mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Semakin besar ukuran celah slot burner, nilai kecepatan api laminer (SL) akan
semakin turun. Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran celah slot burner maka nilai
kecepatan reaktan menurun sehingga kecepatan api laminernya turun.
2. Semakin besar ukuran celah slot burner, temperatur api akan semakin menurun. Hal
ini disebabkan oleh kecepatan api yang menurun menyebabkan temperatur apinya
menurun.
3. Semakin besar ukuran celah slot burner, tinggi api semakin turun. Hal ini disebabkan
kecepatan reaktan yang semakin menurun seiring bertambahnya ukuran celah slot
burner sehingga tinggi api semakin menurun.
4. Semakin tinggi nilai equivalence ratio, maka kecepatan api laminer (SL) dan
temperatur api semakin menurun. Sedangkan tinggi api semakin meningkat.
5.2 Saran
1. Dilakukannya penelitian di tempat yang benar-benar tertutup agar faktor lingkungan
tidak mengganggu jalannya penelitian.
2. Pengambilan gambar yang tapt antara tiap slot burner agar pada saat pengolahan data
tidak terjadi kesulitan.
3. Perlu dilakukan pengujian karakteristik nyala api untuk bentuk slot burner yang
berbeda.
40
DAFTAR PUSTAKA
Buffam, J. & Cox K.. 2008. Measurement of Laminar Burning Velocity of Methane-AirMixtures Using a Slot and Bunsen Burner. Unpublished Thesis. Massachusetts:Worcester Polytechnic Institute
Cardona, Cesar , Andreas Amell, & Hugo Burbano. 2013. Laminar Burning Velocity ofNatural Gas/Syngas-Air Mixture. Medellin : University of Antioquia
Cengel, Y. & Michael A.B. 2006. Thermodynamic : An Engineering Approach 5th.New York : McGraw-Hills
Chris, Janwar. 2017. Karakteristik Visualisasi Nyala Api pada Bunsen Burner dan SlotBurner Dengan Bahan Bakar LPG. Malang : Universitas Brawijaya
El-Mahallawy F., El-Din Habik S. 2002. Fundamentals and Technology of Combustion.New York : Elsevier
Keneth, K. 2005. Fundamentals of Turbulent and Multiphase Combustion. Canada:John Willey and Sons
Nugraha, Dimas A. 2016. Karakteristik Visualisasi Nyala Api pada Bunsen Burner danSlot Burner Dengan Bahan Bakar Metana. Malang : Universitas Brawijaya
Pranoto, Bayu. 2012. Pengaruh Variasi Air Fuel Ratio (AFR) terhadap KarakteristikApi Pembakaran Premixed Minyak Kapuk pada Burner. Malang: UniversitasBrawijaya.
Turn, S.R 2010. An Introduction to Combustion, Concept and Aplication. Pennsylvania:McGrawHill.
Wardana, I.N.G. 2008. Bahan Bakar dan Teknologi Pembakaran. PT. Dinar Wijaya.Brawijaya University Press: Malang.
Top Related