SASBEL
1. Memahami dan Menjelaskan Euthanasia 1.1 Definisi1.2 Klasifikasi1.3 Metode
2. Memahami dan Menjelaskan Euthanasia berlandaskan hokum2.1 UU2.2 Hukum Internasional2.3 KODEKI
3. Memahami dan Menjelaskan Euthanasia Berdasarkan Kaidah Bioetika4. Memahami dan Menjelaskan Euthanasia Menurut Pandangan Islam
4.1 Al-Quran4.2 Hadist
1.1 Euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang
dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit
yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan
yang mematikan. Oleh karena euthanasia bisa disebut dengan mercy
killing atau mati dengan tenang.
(http://agneshartanty.files.wordpress.com/2011/12/makalah-euthanasia1.pdf UNDIP)
1.2 Klasifikasi
Macam-macam euthanasia
Euthanasia aktif itu merupakan suatu tindakan mempercepat proses dari kematian, baik itu dengan
memberikan suntikan ataupun melepaskan alat-alat pembantu medika, seperti saluran asam, melepas
pemacu jantung atau sebagainya.
Euthanasia pasif itu merupakan suatu tindakan pemberentian pengobatan.
(jenis-Jenis Euthanasia)
FRANS MAGNIS SUSENO
1. EUTHANASIA PASIF
membiarkan pasien meninggal tanpa pemberian terapi/tindakan - dokter
tidak terlibat
2. EUTHANASIA AKTIF tidak LANGSUNG
Dokter terlibat – pemberian obat
3. EUTHANASIA AKTIF LANGSUNG
Dokter langsung terlibat :
Memberi obat tidak sesuai dosis Memberi obat tidak untuk peruntukannya
EUTHANASIA VOLUNTARY / EUTHANASIA SUKARELA dan EUTHANASIA INVOLUNTARY
EUTHANASIA AKTIF
EUTHANASIA AKTIF SUKARELA Dokter persetujuan pasien/kel EUTHANASIA AKTIF TERPAKSA Dokter – tanpa persetujuan pasien/kel
EUTHANASIA PASIF DI
• EUTHANASIA PASIF SUKARELA Atas permintaan keluarga/pasien
• EUTHANASIA PASIF TERPAKSA Dokter – harapan sembuh tidak ada Pasien/keluarga tahu
(http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Hukum_Kedokteran/EUTHANASIA%20(13).pdf Universitas Wijaya Kusuma Surabaya)
1.3 METODE
2.1 UU
Pasal 344 : Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan yang tegas dan sungguh –
sungguh dari orang lain itu sendiri dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya dua belas tahun.
Ketentuan di atas dilakukan bila atas permohonan pasien atau keluarganya (melakukan euthanasia aktif). Namun bila dilakukan tanpa permintaan pasien (dikategorikan euthanasia pasif), ancamannya Pasal 338 dan 340 KUHPidana.
Pasal 338 : Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena salah telah melakukan
pembunuhan dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 : Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih
dahulu menghilangkan nyawa orang lain, karena salah telah melakukan
pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan
hukuman mati atau dengan hukuman penjara seumur hidup atau dengan
hukuman penjara sementara selama –lamanya dua puluh tahun.
( KEMAS - Volume 4 / No. 2 / Januari - Juni 2009 183*) Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK UNNES EUTHANASIA( DALAM PERSPEKTIF ETIKA DAN MORALITAS )Intan Zainafree *)
2.2 HUKUM INTERNASIONAL
Di Amerika Serikat Komite ad hoc terpaksa dibentuk di Harvard Medical School tahun 1969
dan menghasilkan rekomendasi mengenai boleh / tidaknya mengakhiri hidup pasien
penderita brain death, yaitu bila memenuhi unsur – unsur:
Unreceptivity and Unrespondesiveness (kehilangan daya tanggap/reaksi); No spontaneous movements or breathing (tanpa gerak spontan dan nafas); No reflexes (tanpa refleks); A flat electroencephalogram / EEG (kerusakan otak).
Di Australia Northern Territory sesungguhnya menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut Right of the terminally ill bill (UU tentanghak pasien terminal). Undang – undang ini kemudian beberapa kali dipraktekkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.
Di Belgia dan Belanda meskipun dilarang oleh hokum perundang – undangan, namun hal ini
dilindungi oleh serangkaian keputusan pengadilan dan Mahkamah Agung, serta secara luas
dianggap legal, atau lebih tepat gedoeken. Gedoekan dinyatakan sebagai tindakan toleransi
sehingga dapat melindungi seorang dokter bila melakukan euthanasia, bila :
Permintaan pasien harus bersifat sukarela; Pasien berada dalam penderitaan yang tidak dapat ditolerir; Semua alternatif untuk meringankan penderitaan yang bisa diterima oleh pasien, telah
dicoba; Pasien mempunyai informasi lengkap / cukup ( the right to die in dignity ); Dokter telah berkonsultasi dengan dokter kedua, yang penilaiannya diharapkan
independen.
( KEMAS - Volume 4 / No. 2 / Januari - Juni 2009 183*) Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK UNNES EUTHANASIA( DALAM PERSPEKTIF ETIKA DAN MORALITAS )Intan Zainafree *)
2.3 KODEKI
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa
seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi
dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama.
KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus
bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam
menjalankan profesinya seorang dokter tidak boleh melakukan: Menggugurkan
kandungan (abortus provocatus), mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut
ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia),
Mengenai euthanasia, dapat digunakan dalam tiga arti ;
Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat
yang beriman dengan nama Allah di bibir,
Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan
dengan memberikan obat penenang,
Mengakhiri penderitaan dari seorang sakit dengan sengaja atas permintaan
pasien sendiri dan keluarganya.
Adapun unsur-unsur dalam pengertian euthanasia dalam pengertian di atas adalah:
Berbuat seauatu atau tidak berbuat sesuatu, Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien, Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan, Atas permintaan pasien dan keluarganya, Demi kepentingan pasien dan keluarganya
(http://www.stikku.ac.id/wp-content/uploads/2011/02/EUTHANASIA-PERSEPETIF-MEDIS-DAN-HUKUM-PIDANA-INDONESIA.pdf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan)
3. KAIDAH BIOETIK EUTHANASIA
BENEFICENCE
Dari skenario ke2 dapat dinyatakan bahwa dokter dan pasien masih menunggu keputusan dari Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat. Dokter tersebut menunjukkan bahwa ia melakukan yang terbaik untuk pasien tidak melakukan tindakan euthanasia.
NON-MELEFICECE
Dari skenario ke2 dokter tidak langsung melakukan euthanasia karena non-meleficence tidak memperburuk pasien (tidak membunuh pasien)
JUSTICE
suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya.
Dari skenario ke2 dokter dapat menghargai hak pasien dan meminta keputusan ke Majelis Hukum Pengadilan Jakarta Pusat apakah euthanasia dapat dilaksanakan untuk Agian (pasien)
AUTONOMI
Dari skenario ke2 seorang wali pasien (suami Agian) memutuskan untuk mengakhiri hidup Agian dengan Euthanasia karena tidak ingin istrinya menderita dari penyakit yang sulit disembuhkan dan habisnya dana yang dimiliki wali pasien (suami Again)
(http://worldmeister.wordpress.com/2011/05/27/euthanasia-dan-bioetika-kedokteran/ )
3.1 Al-Quran
Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243).
Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada
teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri.
"Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29),
yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan."
Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim
lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.
(http://agneshartanty.files.wordpress.com/2011/12/makalah-euthanasia1.pdf UNDIP)
3.2 Hadist
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)
Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat.
(http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/26/euthanasia-menurut-hukum-islam/ )