Makalah b15 Grevaldo Austen

23
Impetigo Krustosa dan Penatalaksanaannya Grevaldo Austen 102014015 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510. Email: [email protected] Pendahuluan Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis) atau infeksi piogenik superfisialis yang mudah menular yang terdapat di permukaan kulit dan disebabkan oleh Staphylococcus dan/atau Streptococcus. Nama impetigo berasal dari bahasa latin yaitu impetere (menyerang). Walaupun impetigo dapat merupakan pioderma primer, tapi dapat juga timbul sebagai infeksi sekunder yang mengikuti penyakit kulit atau trauma kulit yang telah ada (secondary infection) dan itu dikenal sebagai dermatitis impetigenisata. Penyakit kulit yang biasa menyertai adalah pedikulosis, skabies, infeksi jamur, dan pada insect bites. 1 Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox.Impetigo krustosa 1

description

blok 15

Transcript of Makalah b15 Grevaldo Austen

Page 1: Makalah b15 Grevaldo Austen

Impetigo Krustosa dan Penatalaksanaannya

Grevaldo Austen

102014015

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510. Email: [email protected]

Pendahuluan

            Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis) atau infeksi piogenik

superfisialis yang mudah menular yang terdapat di permukaan kulit dan disebabkan oleh

Staphylococcus dan/atau Streptococcus. Nama impetigo berasal dari bahasa latin yaitu impetere

(menyerang). Walaupun impetigo dapat merupakan pioderma primer, tapi dapat juga timbul

sebagai infeksi sekunder yang mengikuti penyakit kulit atau trauma kulit yang telah ada

(secondary infection) dan itu dikenal sebagai dermatitis impetigenisata. Penyakit kulit yang biasa

menyertai adalah pedikulosis, skabies, infeksi jamur, dan pada insect bites.1

Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, atau

impetigo Tillbury Fox.Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana.

Menyerang epidermis, dimana gambaran yang dominan ialah krusta yang khas, berwarna kuning

kecoklatan seperti madu yang berlapis-lapis. Impetigo krustosa terkadang terdapat berbagai

ukuran (inch) diameter, tapi biasanya kecil dan dalam beberapa kasus hanya beberapa bagian

tubuh yang terkena (wajah, telinga, leher, dan kadang tangan). Impetigo krustosa biasanya tanpa

gelembung cairan dengan krusta/keropeng/koreng.1

Anamnesis2

Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada

kondisi-kondisi yang mengnai kulit. Keluhan utama tersering di antaranya adalah ruam, gatal,

1

Page 2: Makalah b15 Grevaldo Austen

bengkak, ulkus, perubahan warna kulit, dan pengamatan tak sengaja saat pasien datang dengan

keluhan utama kondisi medis lain.

Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam ?dimana letaknya ? apakah

terasa gatal ? adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari, dan alaergen

potensial) ?

Dimana letak benjolan ?apakah terasa gatal ? apakah berdarah ? apakah bentuk/ukuran/warnanya

berubah ?

Adakah benjolan di tempat lain ?

Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik ?

Riwayat Penyakit Dahulu

Pernahkan pasien mengalami gangguan kulit, ruam, dan lain-lain ?

Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma, rhinitis) ?

Adakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa kecil ?

Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan ?

Obat-obatan

Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan, baik obat resep

ataupun alternatif, yang dimakan atau topikal.

Pernahkan pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit ?

Alergi

Apakah pasien memiliki alergi obat ?jika ya, seperti apa reaksi alergi yang timbul ?

Apakah pasien mengetahui kemungkinan alergen yang lain ?

Pernahkah pasien mengetahui alergen yang lain ?

Pernahkan pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respons IgE ?

Riwayat Keluarga

Adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga ?

Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa ?

2

Page 3: Makalah b15 Grevaldo Austen

Riwayat Sosial

Bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari, alergen potensial, atau

parasit kulit ?apakah menggunakan produk pembersih baru ? hewan peliharaan baru, dan lain-

lain ?

Apakah pasien baru-baru ini bepergian ke luar negeri ?

Adakah pajanan pada penyakit infeksi ? (misalnya cacar air?)

Pemeriksaan Fisik2

Apakah pasien sakit ringan atau berat ? Apakah pasien tampak pucat, syok, berpigmen, atau

demam ?

Apakah kelainan kulit yang ditemukan ?ruam, ulkus, benjolan, diskolorasi, dan sebaginya;

Adakah memar atau ptekiae ?jika ya, dimana letaknya ?

Periksa kulit, kuku, dan rambut seteliti mungkin, selain itu, periksa rongga mulut dan mata.

Bagian kulit mana yang terkena ?

Adakah perubahan kulit sekunder yang memperberat atau merupakan akibat dari proses primer ?

Tentukan perluasan dan pola distribusi

Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari, atau perhiasan ?

Bagaimana warna dan bentuk lesi ?

Lakukan palpasi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan, dan kedalaman.Periksa adanya

kelenjar getah bening yang merupakan drainase. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk

menganalisis adanya penyakit sistemik

Mendokumentasikan kelainan kulit dengan akurat sangat penting dan bisa dibantu oleh foto.

Pemeriksaan Penunjang3

Pewarnaan Gram

Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan kuman coccus gram positif

berbentuk rantai atau kelompok.

Kultur bakteri

Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi dengan

S.pyogenes atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri. Kultur bakteri juga dapat

3

Page 4: Makalah b15 Grevaldo Austen

dilakukan untuk mengidentifikasi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), jika lesi

imeptigo pecah, jika ada glomerulonefritis poststreptokokus. Eksudat diambil dari bawah krusta

untuk dilakukan kultur. Kultur bakteri pada lubang hidung terkadang dibutuhkan untuk

menentukkan seseorang S.aureus karier atau bukan. Jika pada kultur tersebut negatif dan

penderita persisten terhadap timbulnya impetigo, maka kultur bakteri harus dilakukan pada

aksila, faring dan perineum. Pada penderita dengan status S.aureus karier yang negatif dan tidak

mempunyai faktor predisiposisi dapat dilakukan pemeriksaan level serum IgM. Pemeriksaan

level serum IgA, IgM, dan IgG juga dapat dilakukan untuk mengetahui imunodefisiensi yang

lain.

Working Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada umur penderita, yang biasanya anak-anak, dan krusta yang

melekat ke dasarnya, berwarna kuning madu, dengan erupsi vesikel yang mengeluarkan sekret,

serta distribusi di muka, lengan dan tungkai. Untuk menegakkan diagnosis impetigo di samping

temuan klinik juga perlu dilakukan pewarnaan Gram (Gram-stain), kultur, sediaan apus, biakan

dan tes resistensi kuman.

Diagnosis Banding4

Ektima

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik.

Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal sebagai bakteri patogen

untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering

ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini

resisten terhadap fagositosis.4

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin yang dapat

menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh

superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR

(Mayor Histocompability Complex II (MHC II)) pada antigen-presenting cell tanpa adanya

proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima

elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel

4

Page 5: Makalah b15 Grevaldo Austen

dari pita B. Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis

Factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini

menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera

jaringan.Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic memainkan

peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus. Adanya trauma ataupun

inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma, dermatitis, benda asing) juga menjadi

faktor yang berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini.4

Gambaran Klinis

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa,

membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal

dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang

muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superficial dengan gambaran “punched out

appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung

menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks.Biasanya lesi dapat

ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.4

Impetigo Bulosa

Bakteri staphylococcus aureus masuk melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak

langsung.Kemudian bakteri staphylococcus aureus ini memproduksi toksin (exfoliatin)

menyebabkan kerusakan dibawah stratum korenum sehingga menimbulkan vesikel.Mula-mula

berupa vesikel, kemudian lama-kelamaan membesar menjadi bula yang sifatnya tidak mudah

pecah, karena dindingnya relative lebih tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang

lama-kelamaan akan berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap.4

Gambaran Klinis

Impetigo bulosa biasanya muncul pada bayi baru lahir, dan dikarakteristik dengan pertumbuhan

cepat dari vesikel ke bula yang tegang. Beberapa dekade yang baru impetigo yang intersif

(pemfigus neonatorum)/ ritter disease mengalami epidemic pada tempat-tempat perawatan bayi

lahir. Bula biasa muncul pada kulit normal, tanda nikolsky (perpindahan dari epidermis lembaran

akibat tekanan) tidak dijumpai. Bula berisi cairan kuning yang menjadi kuning pekat dan

5

Page 6: Makalah b15 Grevaldo Austen

perbatasannya berbatas tegas tanpa adanya halo eritematosa.Bula bersifat superfisial dan

berlangsung dalam 1-2 hari bula, jika bula tersebut pecah dan kolaps, kemudian membentuk

lapisan yang tipis, krusta yang berwarna coklat muda dan kuning keemasan yang tepinya masih

menunjukkan adanya lepuh dan tengahnya menyembuh sehingga tampak lesi sisner.4

Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula sudah pecah sehingga yang

nampak hanya koleret yang dasarnya masih eritematos. Bula yang utuh mengandung

staphylococcus. Tempat predileksi impetigo bulosa ini biasa pada muka sekitar hidung dan

mulut, anggota gerak, ketiak, dada, punggung, dan daerah yang tidak tertutup pakaian.4

Dermatitis Atopik

Dermatitis atopic (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang

umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A.,

rhinitis alergik, dan atau asma bronchial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian

mengalami eksorotasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).5

Gambaran Klinis

Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan

kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita D.A. cenderung

tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frrustasi, agresif,

atau merasa tertekan. Gejala utama D.A. ialah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi

umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul

bermacam-macam kelainan dikulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksorotasi,

eksudasi, dan krusta.5

Etiologi

 Impetigo krustosa umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan jarang

disebabkan oleh grup A streptococcus tapi untuk negara berkembang, impetigo krustosa

umumnya disebabkan oleh Streptococcus ß hemolyticus grup A (Streptococcus pyogenes).

Staphylococcus grup II dalam jumlah yang banyak lebih sering menyebabkan impetigo bulosa

dibandingkan dengan impetigo non-bulosa.Pada dasarnya keberadaan impetigo streptokokal

6

Page 7: Makalah b15 Grevaldo Austen

(pioderma streptokokal) tidak diragukan. Organisme grup A biasanya merupakan penyebabnya,

tapi Streptococcus grup C dan grup G kadang ikut terlibat.

Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai

karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20

produk ekstraseluler yang antigenik termasuk dalam grup A (Streptococcus pyogenes)

diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik,

disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisis.6

Epidemiologi

Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari

tahun ke tahun. Di Amerika Serikat impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai

pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah Amerika

tenggara. Di Inggris (1995) kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8%

pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa.

Impetigo krustosa adalah infeksi kulit yang mudah menular dan terutama mengenai anak-

anak yang belum sekolah (antara umur 2-5 tahun). Penyakit ini mengenai kedua jenis kelamin,

laki-laki dan perempuan, sama banyak. Selain itu dapat mengenai semua bangsa. Lebih sering

pada daerah tropis. Biasanya Streptokokus tumbuh dalam suasana yang hangat dan lembab,

maka paling sering ditemukan saat musim panas. Impetigo merupakan penyakit yang sangat

menular. Penyakit ini bisa tertular secara kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi atau

kontak dengan benda-benda yang sudah terinfeksi. Selain itu juga, dapat ditularkan melalui nafas

penderita. Masa inkubasi 1-3 hari. Streptokokus kering yang terdapat di udara tidak menginfeksi

kulit yang normal. Tetapi dengan gesekan dapat memperberat lesi.6

Pada orang dewasa, impetigo ini sering terdapat pada mereka yang tinggal bersama-sama

dalam satu kelompok, seperti asrama dan penjara. Faktor predisposisi terjadinya ialah kebersihan

yang kurang,  higiene yang jelek (anemia dan malnutrisi), tempat tinggal yang padat penduduk,

panas dan terdapatnya penyakit kulit (terutama yang disebabkan oleh parasit). Bakteri

Stafilokokus dan Streptokokus dapat melalui pertahanan kulit yang utuh jika kulit rusak, seperti

robek (terpotong), gigitan, atau penyakit cacar air (chickenpox). Selain itu, dapat juga terjadi

melalui kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo; cuaca

panas maupun kondisi lingkungan yang lembab; kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar

7

Page 8: Makalah b15 Grevaldo Austen

kulit seperti rugby, gulat, dll; pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik.Gigitan

serangga mungkin dapat menularkan penyakit ini, tapi dengan gigitan yang kecil dari

binatang genus Hippelates dapat menularkan infeksi streptokokus dalam daerah tropis dan

subtropis.6

Patofisologi

Pada negara yang sedang berkembang, GABHS (hidup Bersih dan sehat) tetap

merupakan penyebab utama. S.aureus memproduksi racun bakteriotoksin pada streptococcus.

Bakteriotoksin inilah yang menjadi alasan mengapa hanya S.aureus yang terisolasi pada lesi

tersebut walaupun disebabkan oleh bakteri Streptococcus.

Jika seorang individu mengadakan kontak dekat dengan yang lainnya (anggota keluarga,

teman satu kelas, teman sekelompok) yang mempunyai infeksi kulit karena GABHS atau yang

membawa organisme ini, maka individu yang mempunyai kulit utuh dapat terkontaminasi oleh

bakteri ini. Jika pada kulit yang terkolonisasi oleh bakteri ini, maka pada luka yang kecil, seperti

luka lecet atau tergigit serangga akan timbul lesi impetigo antara 1-2 minggu.

GABHS dapat ditemukan pada hidung dan tenggorokan pada beberapa individu 2-3

minggu setelah timbul lesi, meskipun mereka tidak terdapat gejala-gejala dari faringitis

streptococcal. Hal ini disebabkan karena perbedaan rantai pada bakterinya. Impetigo biasanya

merupakan rantai D, sedangkan faringitis disebabkan rantai A,B, dan C.6

Gejala Klinis

Kelainan kulit didahului warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan

padat dengan diameter < 0.5 cm) yang berukuran 2-5 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel

atau pustul (papul yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) berdinding tipis yang mudah

pecah dan menjadi papul dengan krusta/keropeng/koreng berwarna kuning madu, lembut tetapi

tebal dan lengket yang berukuran < 2 cm (honey colored) dengan kulit di sekitar dan di bawah

krusta berwarna kemerahan dan basah, biasanya disertai lesi satelit. Jika krusta dilepas tampak

erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah. Walaupun

tidak jarang terlihat, lesi paling dini ditandai vesikel dengan halo eritematus. Lesi tersebut akan

bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar ke daerah

sekitarnya dengan sendirinya secara autoinokulasi.7

8

Page 9: Makalah b15 Grevaldo Austen

 Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi,

tetapi tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise, mual), kecuali bila kelainan kulitnya

berat.Lesi dapat muncul pada kulit yang normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau

mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, varisela, dermatitis atopi) dan dapat menyebar

dengan cepat. Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan diri

sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga menegenai tempat lain). Lalu dapat

sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu tanpa jaringan parut. Kadang kelenjar getah

bening dapat membesar dan dapat nyeri pada wajah atau leher. Pembesaran kelenjar limfe

regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.7

Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di muka, yakni di sekitar

lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang

mungkin terkena, yaitu daerah tubuh yang sering terbuka (tungkai dan lengan, kecuali telapak

tangan dan kaki), daerah belakang telinga, leher dan badan (dada bagian atas).7

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan memperbaiki

kosmetik dari lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang lain dan mencegah

kekambuhan. Pengobatan harus efektif, tidak mahal dan memiliki sedikit efek samping.

Antibiotik topikal (lokal) menguntungkan karena hanya diberikan pada kulit yang terinfeksi

sehingga meminimalkan efek samping. Kadangkala antibiotik topikal dapat menyebabkan reaksi

sensitifitas pada kulit orang-orang tertentu. Maka dari itu, antibiotik oral disimpan untuk kasus

dimana pasien sensitif terhadap antibiotik topikal, lesi lebih luas atau dengan penyakit penyerta

yang berat. Penggunaan desinfektan topikal tidak direkomendasikan dalam pengobatan

impetigo.8

Non Medika Mentosa8

Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan Sodium kloride 0,9%.

Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai

mengelupaskan krusta dengan handuk basah

9

Page 10: Makalah b15 Grevaldo Austen

Jika krusta banyak, dilepas dengan mencuci dengan H2O2 dalam air, lalu diberi salep

antibiotik

Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet

dengan perban tahan air (kasa) dan memotong kuku anak.

Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya

Medika Mentosa

Pengobatan yang diberikan pada impetigo krustosa terdiri dari pengobatan topikal dan

pengobatan secara sistemik. 7

Terapi Topikal

Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan penderita

sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi

pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan

2-3 kali sehari selama 7-10 hari.

Mupirocin

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari Pseudomonas

fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis protein (asam amino)

dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif

seperti Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan

untuk pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.

Asam Fusidat

Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum. Mekanisme kerja

asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan

kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin topikal.

Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain Bacillus Subtilis.

Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat

10

Page 11: Makalah b15 Grevaldo Austen

defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti

Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri

superfisial kulit seperti impetigo.

Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan subunit 50S

ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima

oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja

dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten

terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.7

Terapi Sistemik

Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang luas

atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.7

1. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)

Golongan Penicilin (bakterisid)

Amoksisilin+ Asam klavulanat : Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10

hari.

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)

Sefaleksin: Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.

Kloksasilin: Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.

2. Pilihan Kedua

Golongan Makrolida (bakteriostatik)

Eritromisin: Dosis 30-50mg/kgBB/hari.

Azitromisin: Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-

2 sampai hari ke-4.

Pencegahan7

11

Page 12: Makalah b15 Grevaldo Austen

Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien,

terutama apabila terkena luka

Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat

mengiritasi pada sebagian kulit orang yang sensitif)

Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap  pendek dan

bersih

Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita.

Jauhkan diri dari orang dengan impetigo

Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan dengan

sabun dan air yang mengalir

Cuci pakaian, handuk, dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya.

Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang

panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan desinfektans

Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi

dan cuci tangan setelah itu.

Pada orang yang terinfeksi agar lukanya diperban dengan perban yang steril (kasa)

Komplikasi1

1. Selulitis dan Erisepelas

Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan

erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang mengenai

jaringan subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan

kulit disertai malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan kulit

yang melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas,

bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal.

2. Glomerulonefritis Post Streptococcal

Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh

Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2%-5%). Penyakit ini

lebih sering terjadi pada anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada bukti yang menyatakan

glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh Staphylococcus. Insiden

12

Page 13: Makalah b15 Grevaldo Austen

glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu, tergantung dari strain potensial yang

menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe

Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60 serta strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya

nefritis setelah pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri

dari hematuria makroskopik atau mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan

hipertensi.

3. Rheumatic Fever

Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi streptokokus yang

tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi otak, kulit,

jantung,dan sendi tulang.

4. Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini biasa terjadi

pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan sistem imunitas.

5. Infeksi Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA).

MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap sejumlah antibiotik.

MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati. Infeksi kulit dapat

dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga dapat

menyebabkan pneumonia dan bakterimia.

6. Osteomielitis

Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal dari bagian

tubuh yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.

7. Meningitis

Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi otak dan medula

spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat mempengaruhi kehidupan dan

menghasilkan komplikasi permanen seperti koma, syok, dan kematian.

Prognosis

13

Page 14: Makalah b15 Grevaldo Austen

Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak diobati.

Namun, dapat timbul komplikasi sistemik berupa glomerulonefritis (radang ginjal) pasca infeksi

streptokokus dengan sero tipe tertentu terjadi pada 2-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal

ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak pada kaki dan tekanan

darah tinggi, pada sepertiga terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh

secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul.

Penutup

Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi kulit terbatas pada lapisan epidermis

(superfisial) yang umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus group A

beta-hemolitikus di negara maju dan Streptococcus group A beta-hemolitikus di negara

berkembang. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan.

Predileksi impetigo krusta terdiri dari wajah, leher, atau ekstremitas.6

Daftar Pustaka

1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C

(eds). Rook’s Text Book of Dermatology. 8th ed. Turin: Blackwell. 2008. p.27.13-15.

2. Gleadle J. At a glance; anamnesis dan pemeriksaan fisik, editor;Safitri A. Jakarta;

Penerbit Erlangga:2007.h.42-3.

3. Graham-brown R, Burns T. Dermatologi: catatan kuliah. Editor; Safitri A. Edisi 8.

Jakarta: Erlangga:2005.h.14-6.

14

Page 15: Makalah b15 Grevaldo Austen

4. Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).

Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77.

5. Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 7. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

2015. h. 161-2

6. Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial Cutaneous

Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.1695-1705.

7. Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston D.M (eds).

Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada: Saunders Elsevier.

2006. p.255-6.

8. Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical Dermatology.

Part 3rdrd. 9th Ed. New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604.

15