BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Polder
2.1.1 Definisi Sistem Polder
Sistem polder adalah suatu teknologi penanganan banjir dan air laut pasang
dengan kelengkapan sarana fisik, seperti sistem drainase, kolam retensi, pintu dan
pompa air, yang harus dikelola sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air yang tidak
terpisahkan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan
jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari
sistem dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem
drainase yang terkendali.
Daerah yang berpotensi sebagai polder adalah daerah dataran rendah seperti rawa
musiman, dataran banjir dan zona pasang surut (daerah pantai). Sistem polder ini
sangat berguna untuk mengamankan daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa
cekungan dari banjir, yang drainasenya tidak dapat mengalir secara gravitasi. Agar
daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan. Air yang
tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan
selanjutnya dipompa ke sungai (outlet).
9
2.1.2 Karakteristik Sistem Polder
Polder adalah suatu area atau kawasan yang cukup luas di tepi pantai dengan
elevasi muka tanah di bawah muka air pasang (MAT) air laut, danau atau sungai, yang
dikelilingi oleh tanggul atau tanah tinggi, agar area atau kawasan tersebut dapat
dicegah banjir. Area atau kawasan di dalam polder tersebut ditata sedemikian rupa
sehingga air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk, dimana air yang
dikelola hanya berasal dari air hujan dan kadang-kadang air rembesan pada kawasan
itu sendiri yang dikumpulkan.
Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan
air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya
dengan penguras atau pompa untuk mengendalikan air keluar.
Muka air di dalam polder air permukaan maupun air bawah permukaan tidak
bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai berdasarkan elevasi
lahan, sifat-sifat tanah, iklim dan tanaman.
(Sumber: Laporan Akhir Pengendalian Polder Pantai Indah Kapuk, Puslitbang SDA 2005)
Gambar 2.1 Sketsa Tipikal Sistem Polder
10
2.1.3 Fungsi Polder
Pada awalnya polder dibuat untuk kepentingan pertanian. Tetapi beberapa
dekade belakangan ini sistem polder juga diterapkan untuk kepentingan
pengembangan industri, permukiman, fasilitas umum serta untuk kepentingan lainnya
dengan alasan keamanan.
Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam sistem polder
tersebut. Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam sistem dikendalikan
supaya tidak terjadi banjir atau genangan. Air di dalam sistem dikendalikan
sedemikian rupa sehingga jika ada kelebihan air yang berpotensi dapat menyebabkan
banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar dari sistem.
2.1.4 Elemen-elemen Sistem Polder
Sistem polder terdiri dari jaringan drainase, tanggul, kolam retensi dan badan
pompa. Keempat elemen sistem polder harus direncanakan secara integral, sehingga
dapat bekerja secara optimal.
1. Jaringan Drainase
Drainase adalah istilah yang digunakan untuk sistem penanganan kelebihan air.
Khusus istilah drainase perkotaan, kelebihan air yang dimaksud adalah air yang
berasal dari air hujan. Kelebihan air hujan pada suatu daerah, tentunya dapat
menimbulkan masalah, sehingga harus dibangun saluran drainase yang cukup besar
sesuai dengan debit banjir yang ada sehingga tidak menimbulkan genangan. Dalam
artian daerah dengan sistem polder, dengan adanya sistem drainase perkotaan sangat
dibutuhkan untuk mengeringkan suatu area tersebut.
11
Pada suatu sistem drainase perkotaan terdapat jaringan saluran drainase yang
merupakan sarana drainase lateral berupa pipa, saluran tertutup dan saluran terbuka.
Berdasarkan cara kerjanya saluran drainase terbagi dalam beberapa jenis, yaitu saluran
pemotong, saluran pengumpul dan saluran pembawa.
b. Saluran Pemotong (interceptor) adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah
terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya.
Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar
dengan bangunan kontur.
c. Saluran Pengumpul (collector) adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul
debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan
dibuang ke saluran pembawa. Letak saluran pembawa ini di bagian terendah
lembah ini suatu daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul
dari anak cabang saluran yang ada.
d. Saluran Pembawa (conveyor). adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air
buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa membahayakan daerah
yang dilalui. Sebagai contoh adalah saluran banjir kanal atau sudetan-sudetan atau
saluran by pass yang bekerja khusus hanya mengalirkan air secara cepat sampai ke
lokasi pembuangan.
Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik, diperlukan
bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap
itu adalah :
b. Bangunan Silang; misalnya gorong-gorong atau siphon.
c. Bangunan Pintu Air ; misalnya pintu geser atau pintu otomatis.
d. Bangunan Peresap (infiltrasi), misalnya sumur resapan.
12
Semua bangunan yang disebutkan di atas tidak selalu harus ada pada setiap
jaringan drainase. Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya
dipengaruhi oleh fungsi saluran, tuntutan akan kesempurnaan jaringannya, dan kondisi
lingkungan. Gambar ilustrasi mengenai jaringan drainase dalam sistem polder dapat
dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
(Sumber : Basic concepts of polders, Prof.dr.E.Schultz)
Gambar 2.2 Skema Jaringan Drainase pada Sistem Polder
2. Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau daerah
atau wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi, agar dapat terlindungi dari
pengaruh luar atau sesuatu yang dapat membahayakan daerah yang berada diluarnya,
apabila melimpas keluar dari tempatnya. Dalam bidang perairan, laut dan badan air
merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai pelindung di sekitarnya. Jenis-
jenis tanggul, antara lain : tanggul alamiah, tanggul timbunan, tanggul beton dan
tanggul infrastruktur.
Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah dari
bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai di pinggiran sungai
13
secara memanjang. Tanggul timbunan adalah tanggul yang sengaja dibuat dengan
menimbun tanah atau material lainnya, di pinggiran wilayah. Contohnya tanggul
timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut. Tanggul beton merupakan tanggul yang
sengaja dibangun dari campuran perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan kuat.
Contohnya tanggul bendung, dinding penahan tanah (DPT). Tanggul infrastruktur
adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun secara kuat dalam periode waktu
yang lama dengan perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, sehingga
seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.
3. Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat menampung
atau meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan pelapis dinding dan dasar
kolam. Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam alami dan kolam
non alami.
Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan yang
sudah terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau
dilakukan penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan
fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan penggunaan oleh masyarakat dan kondisi
lingkungan sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat
penyimpanan, juga dapat meresapkan pada lahan atau kolam pervious, misalnya
lapangan sepak bola (yang tertutup oleh rumput), danau alami, yang terdapat di taman
rekreasi dan kolam rawa.
Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan
bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan
lapisan bahan material yang kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang masuk
14
ke dalam inlet harus dapat menampung air sesuai dengan kapasitas yang telah
direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir puncak (peak flow) pada saat
over flow, sehingga kolam berfungsi sebagai tempat mengurangi debit banjir
dikarenakan adanya penambahan waktu konsentrasi air untuk mengalir dipermukaan.
Kapasitas kolam retensi yang dapat menampung volume air pada saat debit banjir
puncak, dihitung dengan persamaan umum seperti di bawah ini :
V = ∫t
0
(Q in – Q out) dt (2.1)
Dengan : V = Volume kolam
t = Waktu awal air masuk ke dalam inlet
t0 = Waktu air keluar dari outflow
Qin = Debit inflow
Qout = Debit outflow
4. Stasiun Pompa
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk mengeluarkan air
yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction jaringan drainase ke luar
cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah memindahkan air dari kolam
tampungan dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik atau diesel atau solar.
Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai atau banjir kanal yang bagian hilirnya
akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu daerah dengan dataran
rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup datar, sehingga saluran-saluran
yang ada tidak mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas pompa yang
disediakan di dalam stasiun pompa harus disesuaikan dengan volume layanan air yang
harus dikeluarkan. Pompa yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa
15
jenis sentrifugal, sedangkan pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan
bakar solar adalah pompa submersible.
2.2 Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan
distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi. Secara umum
dapat dikatakan bahwa Hidrologi adalah ilmu yang menyangkut masalah kuantitas dan
kualitas air di bumi. Unsur-unsur hidrologi yang dibahas pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
2.2.1 Evaporasi
Evaporasi adalah proses pertukaran molekul air di permukaan menjadi molekul-
molekul uap air (penguapan) di atmosfer melalui kekuatan panas. Cara menentukan
besarnya evaporasi dapat dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan
pengukuran evaporasi permukaan air bebas secara langsung (Water Budget Study of
Field Plots and for a Large Watershed).
EL = P + Isurf + Igw – Osurf – Ogw - ∆S (2.2)
Keterangan :
EL = Evaporasi muka air bebas per hari
P = Presipitasi
Isurf = Aliran permukaan harian yang masuk
Igw = Aliran air tanah yang masuk
Osurf = Aliran permukaan harian yang keluar
Ogw = Aliran air tanah yang keluar
∆S = Perubahan jumlah simpanan air selama periode pengamatan
16
Untuk perhitungan pada permasalahan banjir dan drainase, pada umumnya
besaran evaporasi tidaklah terlalu berperan. Meskipun demikian untuk mendapatkan
ketelitian neraca air yang lebih baik dan memenuhi masukan program MIKE URBAN
SWMM, maka perlu dikumpulkan data mengenai evaporasi.
2.2.2 Infiltrasi
Infiltrasi adalah masuknya air dari air hujan maupun aliran permukaan ke dalam
tanah dalam kurun waktu tertentu. Proses infiltrasi ini tergantung dari jenis dan kondisi
tanahnya. Ketika hujan berhenti (di bawah kapasitas infiltrasi) maka sejumlah air yang
tertampung di permukaan diizinkan untuk meresap dan menambah volume komulatif
infiltrasi. Dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Green-Ampt.
Adapun parameter infiltrasi Green-Ampt ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Parameter Infiltrasi Green-Ampt
Jenis tanah Nilai IMD
Tanah
Nilai Suct (cm)
Konduktivitas Hidraulik
K (cm/jam) Pasir 0.34 10.16 11.78 LanauPasiran 0.33 20.32 2.99 Pasiran lanau 0.32 30.48 1.09 Lanau 0.31 20.32 0.34 Lempunglanau pasiran 0.26 - 0.15 Lempung lanauan 0.24 25.4 0.10 Lempung 0.21 17.78 0.03
(Sumber : EPA, “SWMM Windows Interface User’s Manual “ 1998)
2.3 Hidraulik
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran pada saluran terbuka (open
channel flow) maupun pada saluran tertutup (pipe channel flow).
2.3.1 Aliran Air pada Saluran Terbuka (Open Channel Flow)
17
1. Aliran Steady (Steady Flow)
Aliran permanen atau tetap adalah aliran yang mempunyai kedalaman tetap
untuk waktu tertentu. Aliran ini di klasifikasikan menjadi dua jenis aliran sebagai
berikut :
a. Aliran Seragam, yaitu aliran dengan tinggi muka air sama pada setiap
penampang.
b. Aliran berubah, yaitu aliran dengan tinggi muka air berubah-ubah di
sepanjang saluran.
2. Aliran Unsteady (Unsteady Flow)
Aliran tidak permanen atau tidak tetap adalah aliran yang mempunyai
kedalaman aliran yang berubah tidak sesuai dengan waktu, contohnya adalah
seperti banjir.
2.3.2 Aliran Air pada Saluran Tertutup (Pipe Channel Flow)
Aliran air pada saluran tertutup ini tidak terdapat muka air bebas, pipa penuh
terisi air. Tekanan air dalam pipa ditentukan oleh muka air di kedua ujung pipa.
2.3.3 Sifat-Sifat Aliran
Pada saluran terbuka (open channel flow), aliran yang terjadi pada saluran adalah
sebagai berikut :
1. Aliran Laminer
Aliran laminer adalah aliran dengan gaya kekentalan atau viskositasnya
relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya inersianya, sehingga kekentalan
18
berpengaruh besar terhadap perilaku aliran. Butiran air pada aliran ini bergerak
lebih teratur atau lurus.
2. Aliran Turbulen
Aliran turbulen adalah aliran dengan gaya kekentalan atau viskositasnya
relatif lemah dibandingkan dengan gaya inersianya, sehingga butiran air pada
aliran ini bergerak tidak beraturan atau tidak tetap.
2.4 Gambaran Umum Program MIKE URBAN SWMM
MIKE URBAN SWMM merupakan suatu program model simulasi dan desain
distribusi jaringan air yang fleksibel, baik untuk pengendalian air limbah maupun air
hujan. Program ini mampu mengkombinasikan Arcview GIS dengan Storm Water
Management Model (SWMM). Program ini juga dapat mensimulasikan kualitas dan
kuantitas air, aliran permukaan air, aliran bawah permukaan dan penelusuran aliran di
saluran serta analisis masalah-masalah yang berhubungan dengan hidrologi dan
hidrolika sekaligus. Arcview GIS (Geography Information System) digunakan untuk
mempermudah proses pemasukan data dengan digitasi peta berikut informasinya.
Program ini sudah mengalami perkembangan dan modifikasi, sampai memiliki
beberapa versi dan program MIKE URBAN SWMM memiliki peran yang besar untuk
menjadi sebuah paket program analisis hidrologi dan hidrolika sekaligus yang paling
relevan dalam aplikasi praktek dalam dunia hidroteknik sekarang ini. Program MIKE
URBAN SWMM ini mempunyai kapasitas dengan tujuan untuk analisis debit banjir,
mendesain saluran, perencanaan saluran dan penggambaran masalah drainase dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan perairan lainnya.
19
Program MIKE URBAN SWMM digunakan untuk memodelkan Daerah Aliran
Sungai (DAS) Kali Ciliwung Kota, Kali Besar dan Kali Krukut sebagai saluran drainase
utama pada sistem polder Pluit, sekaligus input model hidrologi, hidrolika maupun
model hujan-limpasan yang dibutuhkan.
Di dalam program ini terdiri dari beberapa metode perhitungan yang digunakan
pada penelitian ini yang akan dibahas di bawah ini.
2.4.1 Metode Perhitungan pada Program MIKE URBAN SWMM
Metode perhitungan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari :
1. Aliran Permukaan (Overland Flow)
Untuk lebih memahami proses konversi kejadian hujan menjadi limpasan
permukaan pada metode ini, rumus limpasan permukaan yang digunakan dapat
dijabarkan secara singkat sebagai berikut :
Rainfall – ( Infiltrationi + Evaporation ) = Overland Flow (2.3)
Besarnya debit aliran permukaan pada pemodelan SWMM dihitung dengan
konsep nonlinear reservoir. Gambaran mengenai konsep nonlinear reservoir ini dapat
dilihat pada gambar 2.3.
20
(Sumber : DHI Software User Guide, 2005)
Gambar 2.3 Konsep Nonlinear Konversi Hujan – Limpasan pada SWMM
2. Penelusuran Aliran
Penelusuran aliran adalah sebuah prosedur analisis untuk mengetahui jejak aliran
air pada suatu sistem hidrologi, dengan beberapa kejadian hujan sebagai input.
Debit aliran permukaan per meter lebar sub daerah layanan diperhitungkan
berdasarkan persamaan Manning sebagai berikut :
21
35 sy
n1q= (2.4)
Keterangan :
q = Debit aliran permukaan per meter lebar, m3/detik/m
n = Koefisien kekasaran manning
y = d - dp = Kedalaman aliran, m
s = Kemiringan lahan, mm/mm
Debit aliran permukaan ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
21
qwQ ×= P
W Q
Gambar 2.4 Sketsa Konversi Aliran Permukaan
maka debit aliran dirumuskan sebagai berikut :
1/25/3 Sdp)(d )n1( WQ −= (2.5)
Keterangan :
Q = Debit aliran permukaan, m3/detik
q = Debit aliran permukaan per meter lebar, m3/detik/m
W = Lebar daerah layanan,m
dp = Tinggi depression storage, m
s = Kemiringan daerah tangkapan, m/m
3. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari
titik terjauh pada daerah aliran ke titik yang ditentukan di hilir. Salah satu metode
untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh
Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut :
0,385 Tc = 0.87 x L2 (2.6)
1000 x S
Keterangan :
tc = Waktu konsentrasi, jam
L = Panjang saluran utama dari hulu sampai hilir, km
S = Kemiringan rata-rata saluran
Top Related