Sistem Logistik PeternakanYang Efisien
Togar M. SimatupangMasyarakat Logistik dan Rantai Pasok Indonesia (MLRI) dan
Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung
Disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Moda Transportasi Ternak yang Berprinsip KesejahteraanHewan yang diselenggarakan oleh Masyarakat Kesejahteraan Hewan Ternak Indonesia (MKTI) atau
Indonesian Farm Animal Welfare Society (INDOFAST) pada hari Kamis tanggal 6 Juni 2013Nusa Dua Convention Center - Bali
Kilasan
• Pendahuluan
• Logistik dan Rantai Pasok Daging Sapi
• Rantai Pasok Daging Sapi
• Kaji Banding Sistem Logistik Daging Sapi yang Efisien
• Program Swasembada Daging Sapi (PSDS)
• Survei Rantai Pasok Sapi Potong
• Rekomendasi
• Penutup
2
Pendahuluan
• Peternakan bukan hanya mencakup budidaya tetapi semua kegiatan mulaidari penyediaan infrastruktur, pakan, pemeliharaan, pengangkutan, sampai pada tahap konsumsi.
• Sistem logistik perternakan menentukan pertemuan antara permintaan dan penyediaan.
• Rantai pasok peternakan merupakan aliran fisik perdagangan yang sarat dengan kepentingan.
• Rantai pasok peternakan tidak dapat dipisahkan dari instrumen kebijakanseperti standar proses atau prosedur, standar kesehatan, standar keamanan, dan skema lainnya yang menekankan keadilan dan kepatutan serta menjaga aspek lingkungan dalam perdagangan.
• Tujuan dari paparan ini adalah menjelaskan pentingnya perwujudan rantai pasok daging sapi yang efisien tetapi juga berkeadilan.
3
Logistik dan Rantai Pasok Daging Sapi
4
Logistik – Rantai Pasok – Rantai Nilai
• Perdagangan sapi melibatkan aspek:– Transaksi (tata niaga) berkaitan aspek keuangan, hukum,
regulasi, dan administratif.
– Logistik meliputi komoditas yang diperdagangkan secarafisik, jasa, serta berbagai infrastruktur yang mendukungdistribusi perdagangan tersebut.
– Rantai pasok terdiri dari rangkaian kegiatan mulai daribudidaya sapi sampai titik konsumsi.
– Rantai nilai yang menunjukkan pertambahan nilai padarangkaian proses penyediaan daging sapi.
5
6
Asal [0]
PeternakSapi
Sapi
Rumah Potong Hewan
Asal [1]
Penyimpanan [cool & dry]
Warehouse
Tujuan
Distributor Kecil
Konsumen
Super Market
Toko
Daerah Jauh
Tujuan
•Loading•Palleting•QC
•Loading & Unloading•Packing•Palleting•QC
•Loading & Unloading•Packing•Palleting•QC
Konsumen
•Loading & Unloading•QC
Gudang
QA
RANTAI PASOK DAGING SAPI
Rantai pasok – Logistik – DistribusiDaging sapi
7
PETERNAK
POPU-LASI
• RPH
• TPHRPH
PRO-
DUKSI DAGING
KETER
SEDIAAN(INDUSTRI)
Perush
SUPPLY DEMANDBUDIDAYA
Pasarhewan
Asal IMPOR :Daging dan jeroan. Daging olahan
TPH (TDK
TERCATAT)
Export:PRODUK DAGING
KONSUMSI DAGINGNASIONAL
Rantai PasokLogistik Distribusi
TRANSAKSI:
BERAT HIDUP
/TAKSIR
TRANSAKSI:
BERAT
KARKAS
TRANSAKSI :
BERAT
DAGING
Source: Rachmat Setiadi (2012), Lembaga Studi Peternakan Indonesia
8
POHON INDUSTRI PETERNAKAN SAPI POTONG
Bibit Induk [2]
Hulu
On Farm
Hilir –Pasca panen
Benih (Semen & Embrio) [1]
Bibit Sebar (SapiBudidaya) [3]
BBIB (Singosari & Lembang) & BET Cipelang
BBPTU, Persh Perbibitan & Peternakan rakyat
Pasar hewan dan RPH
Industri rumahan dan persh. pengolahan pangan
Hilir –Pengolahan
Ternak bakalan [4]
Bakso, sosis, dll[6]
daging dan jeroan impor (7)
Konsumen
Peternak, Perusahaan Peternakan
Modifikasi dari Muladno dkk. (2009)
Sapi bakalan impor(penggemukan) [3]
Daging
Rumah Potong Hewan
Asosiasi: PPSKI, APFINDO, NAMPA, APDASI, ASPIDI
IMPORTIR DAGING
RPH (5)
Source: Rachmat Setiadi (2012), Lembaga Studi Peternakan Indonesia
Sistem Agribisnis dan Jenis Sapi Potong
9
Pembibitan Pembesaran Penggemukan Pemotongan Ternak Pemasaran
1 Tahun 1 Hari1 Tahun 75 Hari
Simmental Brahman Cross Peranakan Ongole (PO)
Sapi Bali, Sapi Madura
10
RANTAI PASOK DAGING SAPI INGGRIS
Sumber: Monika J.A. Schröder, Morven G. McEachern, (2002), "ISO 9001 as an audit frame for integrated quality management in meat supply chains: the example of Scottish beef", Managerial Auditing Journal, Vol. 17 No. 1/2, pp.79-85.
Kaji Banding Logistik Daging Sapi
11
The halal meat chain and identification of Halal Critical Control
Points (HCCP)
12
Source: M. van der Spiegel, H.J. van der Fels-Klerx, P. Sterrenburg, S.M. van Ruth, I.M.J. Scholtens-Toma, E.J. Kok, Halal assurance in food supply chains: Verification of halal certificates using audits and laboratory analysis, Trends in Food Science & Technology, Vol. 27, No. 2, October 2012, Pages 109-119.
Quality Standard Mark
• The EBLEX Quality Standard Mark Scheme (QSM) for beef and lamb was developed to address key consumer concerns about the eating quality of red meat, such as succulence and tenderness.
• It provides one of the highest levels of independently inspected quality assurance for meat in the United Kingdom.
• The standards contain combined guarantees of food safety, animal welfare, care for the environment and eating quality.
13
Source: http://www.eblextrade.co.uk/quality-standard-mark
The Red Meat Industry Supply Chain and the Committee
14Source: http://meatprojects.com/committeestructure.htm
Product traceability from farm to consumer
15
Source: http://www.farmwizard.com/new/global-supply-chain-manager/
Application of Information Standards
16Source: http://www.ausmeat.com.au/industry-standards/electronic-information-standards/application-of-standards.aspx
Food Safety Regulatory Framework
17Source: http://www.dpi.vic.gov.au/agriculture/about-agriculture/food-regulators-forum/victorias-food-regulatory-framework
Kondisi Ideal Rantai PasokPerdagangan Sapi
18
Sumber: http://www.nzbcsd.org.nz/supplychain/content.asp?id=279
•Tepat Waktu•Tepat Mutu•Tepat Jumlah•Tepat Lokasi•Tepat Biaya• Tepat Bentuk• Risiko Minimum• Kepemilikan• Berkeadilan
19Sumber: Australian Country Choice (ACC) http://www.buseco.monash.edu.au/mgt/agribis/supplyaward2004.html
Contoh Kondisi Ideal
Program Swasembada Daging Sapi
20
Perdagangan Sapi
• Program Swasembada Daging Sapi pada Tahun 2014 melalui upaya revitalisasipertanian sebagai dasar untuk mengembangkan agribisnis sapi potong yang berdaya saing dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Peraturan MenteriPertanian No. 19/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014).
• Pengertian Swasembada Daging Sapi oleh Direktorat Jenderal Peternakan :
– Kemampuan Penyediaan Daging Sapi Dalam Negeri Sebesar 90% dari KebutuhanDaging Nasional
– Impor 10% untuk segmen pasar khusus: hotel/resto internasional/ turismancanegara, komunitas ekspatriat
• Impor daging dan bakalan masih tinggi yang mencapai 70 ribu ton daging dan sapibakalan yang setara 250,8 ribu ton daging selama tahun 2009 (sekitar 30% darikebutuan daging nasional).
• Kenaikan harga musiman daging sapi selalu terjadi menjelang puasa dan lebarandikarenakan permintaan naik 10 sampai 20% dengan rata-rata kenaikan hargamencapai sekitar 7-15%.
21
The cruel treatment of cattle in Indonesia
22Photo: Juni Kriswanto via ABC News
Source: http://www.occupyforanimals.org/indonesia---cattle-being-lifted-by-a-crane-from-ropes-tied-to-their-heads.html
Ternak Sapi Potong Tradisional
23
Sumber: STUDI KELAYAKAN USAHA SAPI POTONG DI KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA, Kantor Bank Indonesia Medan, 2010.
Dinamika Rantai Pasok Sapi Potong
• Sebagai sumber protein masyarakat: terdapat korelasi yang tinggi antarakonsumsi protein hewani dengan tingkat kemajuan suatu bangsa sepertipada tahun 1987 Singapura (22,68 gram/kap/hari) , Jepang (53,50 gram), Amerika (73 gram) sementara Indonesia tahun 1993 baru sekitar 3,74 gram/ kap/hari (Saragih, 1998).
• Kondisi peternakan sapi potong di Indonesia terdiri dari dua kelompokyaitu peternakan rakyat (90-95%) dan usaha penggemukan sapi (feedloter)(5%). Perusahaan penggemukan sapi diwakili oleh Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia), sementara para peternakdiwakili oleh Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI).
• Peternakan rakyat memiliki ciri-ciri: – skala usaha kecil dan tersebar,
– bersifat sambilan dan subsisten serta tidak intensif sehingga kualitas sapi potongnyatidak seragam dan kurang terawat baik serta belum tangguh/mandiri dibandingkandengan feedloter.
24
Dinamika Rantai Pasok Sapi Potong
• Rata-rata konsumsi daging (daging merah dan putih) pada tahun 2009 sebesar 4,5 kg per kapita per tahun.– Malaysia mencapai 46,87 kg per kapita per tahun
– Filipina mencapai 24,96 kg per kapita per tahun.
• Daging sapi (dan produk peternakan lainnya) bersifat permintaan elastisterhadap pendapatan, yakni laju peningkatan permintaan lebih tinggi darilaju peningkatan pendapatan.
• Keterbatasan lahan dalam menghasilkan pakan ternak.
• Kelangkaan sapi potong dan jarak yang jauh antara sentra produksi (Bali, NTB, NTT, Jatim, Jateng) dan sentra konsumsi (Jabar dan DKI).
• Pencemaran lingkungan akibat peternakan dan perdagangan sapi potong: limbah padat, cairan, gas, dan sisa pakan.
• Seringkali proses peternakan sapi potong tidak terjamin aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).
25
Lintasan Penyeberangan Komersil
26
Sumber: Kebijakan Distribusi dan Transportasi KomoditasSapi di Indonesia, Bogor, 15 Juli 2011.
• Penyusutan selama pengangkutandalam Jawa 5,5%, luar Jawa 10,5%• Biaya transportasi yang mahal, polatransaksi angkutan yang bervariasi• Pemberantasan penyakit hewansampai tuntas• Angkutan daging beku bukan sapibakalan, fasilitas di sentra produksi, logistik dingin
Dinamika Rantai Pasok Sapi Potong
• Kesimpangsiuran data. – Berdasarkan sensus sapi 2011, jumlah populasi sapi potong sekitar 14,43 juta ekor
sapi. Daging dari jumlah lembu-lembu berdasarkan sensus terbaru itu bisa memenuhi 90 persen kebutuhan lokal.
– Sensus 2011 juga menunjukkan bahwa ada 574 ribu ekor sapi perah dan 1,27 ekor kerbau.
– Menteri Pertanian, Suswono, menyebutkan bahwa angka konsumsi daging sapi sebesar 1,7 kilogram per kapita per tahun atau setara dengan 2,5-3 juta ekor sapi per tahun.
– Populasi sapi lokal sekitar 12 juta ekor dengan pertumbuhan 3,7%, sedangkantingkat konsumsi meningkat rata-rata 5,5% per tahun.
– Kebutuhan daging sapi mencapai 430 ribu ton per tahun. Sebanyak 25 persen darijumlah tersebut atau 100 ribu ton daging berasal dari impor.
• Impor sapi dari Australia: 296.000 (2000), 289.000 (2001), 430.000 (2002), 763.000 (2009).
• Transaksi jual beli sapi potong dilakukan dengan cara taksir.• Otonomi daerah telah menyebabkan peningkatan berbagai pungutan
(retribusi) yang mengakibatkan biaya tinggi.
27
SIMULASI Kebutuhan DAGING NASIONAL TAHUN 2010-2014 TANPA PSDS 2014 (Dalam Ribuan Ton)
28
SIMULASI PERKEMBANGAN SAPI POTONG NASIONAL VERSI MOST LIKELY PSDS 2014 (Dalam Ribuan Ton)
29
30
Peran Pemerintah
Sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1996, tentang pangan, untukmenciptakan sumberdaya manusiaberkualitas, pemerintah harus melaksanakanfungsi pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaanpangan yang cukup, baik jumlah maupunmutunya agar terjangkau oleh daya belimasyarakat.
31
Permasalahan Kegagalan SwasembadaDaging Sapi
1. Kesenjangan produksi daging domestik dengan konsumsi.– Konsumsi daging sapi sebesar 2,24 kg per kapita pada tahun 2009
– Kebutuhan daging sapi dan jeroan 516.603 ton pada tahun 2009 atau setara dengan 2,746 juta ekor sapi
– Impor sapi bakalan sebanyak 763.133 ekor pada tahun 2009
2. Pasar sapi lokal rentan pengaruh pasar global.
3. Produktivitas sapi lokal masih rendah.
4. Persilangan sapi lokal tidak terprogram.
5. Hambatan lompatan populasi sapi nasional.
6. Kelembagaan.
Sumber: STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI 2014, Direktorat Pangan danPertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2010.
32
Strategi dan kebijakan prioritas tinggi
1. Perbibitan dan pemuliabiakan sapi nasional, melalui:
a. pemurnian sapi lokal, dan
b. pengembangan bangsa sapi komersial Indonesia;
2. Terobosan peningkatan populasi sapi, melalui:
a. pengembangan kawasan terpadu sapi potong, dan
b. pengembangan wilayah baru peternakan di pulau terpisah;
3. Ketahanan pakan nasional, melalui:
a. pembentukan institusi penyangga penyediaan bahan baku pakan, dan
b. pengembangan sistem joint produksi antar wilayah, dan
c. pemetaan dan revitalisasi padang penggembalaan; serta
4. Kelembagaan penyelamatan dan penjaringan bibit, melalui:
a. strukturisasi usaha pembibitan sapi potong,
b. pembentukan komite penjaringan sapi betina produktif dan bibit unggul,
c. penataan sistem koordinasi.
33
Strategi dan kebijakan prioritasmenengah
1. Kebijakan pasar, tarif dan suku bunga, melalui: a. kebijakan imporb. kebijakan pasar
2. Ketahanan pakan nasional, melalui: a. pengembangan zona produksi hijauan pakanb. subsidi harga bahan baku pakanc. pengembangan sistem mekanisasi pakand. strukturisasi tata niaga bahan baku pakane. pemberlakuan tarif ekspor bahan baku pakan
3. Kelembagaan Penyelamatan dan Penjaringan Bibit, melalui: a. ekstensifikasi kelembagaan keuangan mikro bagi peternak.
34
35Sumber: Peraturan Menteri Pertanian No. 19 tahun 2010 tentang PedomanUmum Program Swasembada Daging Sapi 2014
36
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian No. 19 tahun 2010 tentang PedomanUmum Program Swasembada Daging Sapi 2014
Survei Aliran Sapi Potong
37
SURVEI PEMANTAUAN RANTAI PASOK SAPI POTONG
Definisi:Survei ini diperlukan dalam pencarian fakta tentang jenis dan kuantitas aliransapi potong, asal, tujuan, waktu pengiriman, fasilitas pengiriman, penguatankelembagaan, regulasi, dan hal lainnya yangterkait dalam kurun waktu tertentu.
Fungsi:Masalah aliran rantai pasok seringkali menjadi kendala dalam penyediaan sapipotong. Survei aliran rantai pasok sapi dapat memberikan gambaran keadaan dilapangan dan kendala yang dihadapi.
Metode:1. Prosedur Studi2. Pemilihan indikator atau variabel: asal sapi, tujuan, sarana pengangkutan, kelembagaan,
penanganan sapi, fasilitas kandang, ongkos angkutan, dll.3. Survei aliran rantai pasok sapi potong dilakukan dengan cara mengunjungi pusat-pusat
peternakan dan pengangkut sapi potong, serta menghimpun data sekunder dari sumber-sumber yang relevan. Metode survei: wawancara, pengamatan, dan dokumentasi
4. Identifikasi pola aliran rantai pasok perdagangan sapi potong:4.1. Pola pasokan dan permintaan serta harga beli dan harga jual4.2. Pola aliran dan perlakuan dan aktor yang terlibat4.3. Biaya logistik (angkutan, penyimpanan, dan pemotongan)4.4. Regulasi yang terkait4.5. Hambatan yang terjadi di lapangan 38
Survei Aliran Sapi Potong
LATAR BELAKANG
• Survei ini dilakukan dalampencarian fakta tentangjenis dan kuantitas aliransapi potong, asal, tujuan, waktu pengiriman, fasilitaspengiriman, penguatankelembagaan, regulasi, danhal lainnya yang terkait.
• Melatih kemampuandalam merancang surveidan mengumpulkan faktalapangan.
TUJUAN
• Memperoleh gambaran rantai pasok sapi, mencakup:
• Pola pasokan dan permintaan
• Pola pengangkutan
• Harga beli dan harga jual
• Rute aliran dan kondisi jalan
• Perlakuan terhadap sapi
• Aktor yang terlibat
• Biaya logistik
• Regulasi yang terkait
• Hambatan yang terjadidi lapangan
39
SULAWESI SELATAN
Contoh Hasil Survei oleh Direktorat Logistik dan Sarana Distribusi -Kementerian Perdagangan
Sumber: Setijadi, Harini Agustina, and Togar M. Simatupang (2012)
40
1. Pola Pasokan dan Permintaan [a]
Kab. Bone
41
Peternak Sapi(Menjual Sapi)
Pengusaha/Pengumpul:- Peternak- Memiliki Kendaraan angkut
Kades & Camat(Surat Pengantar)
Disnak & Kepolisian(Surat Jalan & Akta Sapi)
Pembeli & RPH
Pasar & Konsumen
End User
Loading Muatan
Proses Jual-Beli
Deliver
1. Pola Pasokan dan Permintaan [b]Kab. Gowa
42
Peternak Sapi(Menjual Sapi)
Pengusaha/Pengumpul:- Peternak- Memiliki Kendaraan angkut
Kades & Camat(Surat Pengantar)
Disnak & Kepolisian(Surat Jalan & Akta
Sapi)
Pembeli & RPH
Pasar & Konsumen
Loading Muatan
Deliver
Pemotongan RPHSendiri (Total Kg)
Proses Jual-Beli
Jalur 1
2. Pola Pengangkutan
WILAYAH JALUR
PENGANGKUTAN
JENIS
KENDARAAN
KAPASITAS
KENDARAAN
FREKUENSI
PENGIRIMAN
Makasar Kabupaten Bone -
Ps. antang
Pick Up
(Daihatsu dan
Kijang)
4-6 ekor 2kali/hari
3 kali/minggu
Kabupaten Gowa -
RPH Tamarunang
1 kali/hari
43
Pola pengangkutan dengan jalur darat dan mempergunakan moda transportasi sewaan hal ini dikarenakan dengan keterbatasan pemilikan truk pengangkut yang dimiliki pedagang sapi.
3. Harga Beli dan Harga Jual
44
4. Memberikan sapi dan siap untuk dikirim
PETERNAK
SAPI
PENGUMPUL
SAPI
Proses Jual - Beli Sapi
(Antara Peternak dan Pengumpul Dengan MetodeTaksiran)
2. Checking kondisi dan bobot (layak atau tidak)
1. Informasi memiliki sapi yang ingin dijual
Jika ya, melakukan proses tawar menawar harga
Harga ditinjau berdasarkan bobot dengan cara taksiran
3. Memberikan uang atas pembelian sapi
4. Rute Aliran dan Kondisi JalanTrip I
LOKASI LOKASI AWAL LOKASI AKHIR
Desa Maggenrang Pasar Antang
JALUR Palattae-Camming-Tanah Batu- Camba- Maros- Makassar-Pasar
Antang
KONDISI
INFRASTRUKTUR
Jalan beraspal dua arah
Di beberapa wilayah berlubang
Di area persawahan kondisi jalan baik dan tidak berlubang
Trip II
LOKASI LOKASI AWAL LOKASI AKHIR
Desa Sunggu Minasa Tamarunang
JALUR Anditonoro-Malino-Tamarunang
KONDISI
INFRASTRUKTUR
Jalan beraspal dua arah
Di beberapa wilayah berlubang
Di area persawahan kondisi jalan baik dan tidak berlubang45
5. Perlakuan terhadap Sapi
NO AKTIVITAS PELAKSANA PENANGGUNGJAWAB KETERANGAN
1 Ditimbang dan
diperiksa
kesehatannya
Karyawan Dokter hewan Dokter hewan berperan jika
sapi tidak sehat
2 Diberi barcode Karyawan Umur, jenis, berat dan status
kesehatan
3 Pemeliharaan Karyawan Dokter hewan Diberi pangan : dedek, ampas
tahu,ampas air tebu, rumput
jagung, rumput gajah
46
Waktu Pemeliharaan
NO AKTIVITASALAT YANG
DIPERGUNAKANFUNGSI
1
Persiapan
Bagian atas bak truk ditambah
Bambu Untuk menahan/mengikat sapi-sapi atas goncangan selama perjalanan
2
Lantai truk dilapisi Aspalt Mencegah kotoran sapi menembus dan membasahi mesin truk sehingga tidak mudah terkena pengkaratan
3
Lantai truk dilapisi Jerami Mengurangi rusaknya bagian kuku kaki sapid an cacat di bagian tubuh lainnya
4Menaikkan sapi Landasan yang dibuat
secara permanen
5Mengatur posisi sapi
Agar tidak mudah jatuh dan berinterkasi satu sama lainnya
6 Perjalanan Tidak dilakukan proses apapun
7Di Tempat
Tujuan
Menurunkan sapi Landasan yang dipersiapkan oleh RPH
8Sapi dipotong Pada malam hari atau dini
hari agar sapi masih dalam kondisi sehat
47
Waktu Pengangkutan
6. Aktor yang Terlibat
• Peternak
• Pengumpul/Pengepul
• Pihak RPH
• Konsumen
• Penyewaan Truk
• Pasar Ternak
• Jumlah aktor yang terlibat tersebut dipengaruhi oleh karakteristik dan historis pola perdagangan wilayah tersebut
48
7. Biaya Logistik
No. Biaya Jenis Biaya Jumlah
1 Retribusi 1 Resmi (Mark Up) Rp 50.000,-
2 Retribusi 2 Resmi (Mark Up) Rp 10.000,-
3 Retribusi 3 Liar Rp 10.000,-
4 Retribusi 4 Liar Rp 2.000,-
5 Retribusi 5 Liar Rp 5.000,-
6 Retribusi 6 Liar Rp 145.000,-
7 Retribusi 7 Liar Rp 10.000,-
8 Retribusi 8 Liar Rp 10.000,-
9 Retribusi 9 Liar Rp 10.000,-
10 Retribusi 10 Liar Rp 10.000,-
11 Retribusi 11 Liar Rp 10.000,-
12 Retribusi 12 Liar Rp 2.000,-
13
Parkir Ps.
Antang Rp 2.000,-
49
Biaya-biaya dalam pengangkutan sapi potong di Sulawesi Selatan
• 3 retribusi dengan nilai keseluruhan Rp 62.000
• 10 pungutan liar dengan nilai keseluruhan Rp 214.000
8. Regulasi yang TerkaitBeberapa regulasi terkait adalah yang berkenaan dengan penerbitan beberapa dokumen sebagai berikut:– Surat akta sapi
– Surat jalan
– Surat pengantar hewan
50
9. Hambatan di Lapangan• Minimnya penerangan dalam proses pengiriman di jalan
• Banyaknya pos pungutan liar
• Penentuan harga menurut bobot taksiran
• Mahalnya biaya perizinan yang harus di bayar.
51
Situasi ini kurang mendukung kelancaran dan efisiensi dalam proses pengangkutan sapi potong
Hasil Survei dan Rekomendasi
52
1. Pola Pasokan dan Permintaan
KESIMPULAN• Terdapat perbedaan saluran
distribusi di ketiga wilayah• Pola saluran distribusi secara
umum: peternak kecil/peternak bibit sapi supplier atau feed loader pasar ternak atau rumah potong hewan pedagang/end user.
• Permintaan konsumen (end user) mengalami:– Peningkatan pada waktu
Lebaran dan tahun baru. – Penurunan pada waktu
kenaikan anak sekolah (Juni-Juli).
REKOMENDASI• Pemerintah hendaknya memiliki
data pasokan dan permintaan (ter-update) untuk menjamin keamanan stok dan pendistribusiannya ke seluruh wilayah Indonesia.
• Dinas Perindustrian dan Perdagangan beserta Dinas Peternakan mengawasi kondisi permintaan dan pasokan (stok) untuk menghindarkan kerugian, baik terhadap pemasok maupun konsumen.
53
2. Pola Pengangkutan
KESIMPULAN
• Pola pengangkutan yang dilakukan di ketiga wilayah survei dilakukan dengan jalur darat dan menggunakan moda transportasi sewaan karena keterbatasan kepemilikan truk bagi peternak/pedagang sapi.
• Tidak ada standardisasi moda yang digunakan.
REKOMENDASI
• Pemberian fasilitas untuk memudahkan peternak/pedagang sapi memiliki armada untuk pengangkutan sapi.
• Standardisasi moda pengangkut sapi a.l. untuk menjaga kondisi sapi selama proses pengiriman.
54
3. Harga Beli dan Harga Jual
KESIMPULAN
• Di ketiga wilayah, penentuan harga tidak berdasarkan suatu ketentuan baku.
• Hal ini berpotensi menimbulkan kerugian bagi salah satu atau beberapa pelaku.
REKOMENDASI• Dinas Peternakan maupun Dinas
Perindustrian dan Perdagangan melakukan intervensi terhadap harga beli dan harga jual, misalnya dengan menetapkan standardisasi atau patokan dalam penentuan harga.
• Dinas Peternakan hendaknya mewajibkan pengusaha memiliki sertifikasi sehat jika akan dikirimkan ke RPH, sehingga kondisi sapi terjamin baik untuk dipergunakan oleh end user.
55
4. Rute Aliran dan Kondisi Jalan
KESIMPULAN
• Tidak ditemui kendala mengenai rute pengiriman.
• Secara umum, kondisi jalan cukup layak. Namun, terdapat beberapa kondisi yang kurang mendukung:
– Jalan rusak atau berlubang.
– Lampu penerangan jalan kurang.
– Fasilitas/terminal untuk istirahat (terutama untuk perjalanan jauh)
REKOMENDASI
• Dinas Pekerjaan Umum selalu menjaga kondisi infrastruktur jalan sebagai fasilitas penunjang proses distribusi sapi di wilayah Indonesia dengan dilengkapi dengan fasilitas penunjang untuk sapi (dapat dibantu oleh Dinas Peternakan) dan moda transportasinya melakukan transit selama proses pengiriman.
56
5. Perlakuan terhadap SapiKESIMPULAN
• Masih ditemukan perlakuan yang tidak semestinya terhadap sapi, terutama di rumah pemotongan hewan.
• Pemerintah kurang mengawasi kesehatan hewan ternak (dapat berakibat pada kesehatan masyarakat sebagai konsumen)
• Masih kurangnya mekanisme teknis yang diimplementasikan oleh pengusaha, pengumpul, dan calo dalam proses pengiriman sapi potong.
• Kurangnya sosialisasi Pemerintah setempat dalam memperhatikan dan memberi perlakuan yang layak terhadap kondisi hewan ternak saat didistribusikan.
• Tidak ada standar dan pengawasan mengenai perlakuan terhadap sapi (dari perternakan sampai pengiriman.)
REKOMENDASI
• Pembuatan dan penerapan standardisasi mengenai perlakuan terhadap sapi, baik mulai dari perternakan sampai pengiriman oleh Dinas Peternakan.
• Proses pengawasan dan pemantauan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan pada peternak/pengusaha sapi dilakukan secara berkala dan terus menerus sehingga kesehatan sapi yang akan dikonsumsi oleh masyarakat lebih terjamin.
57
6. Aktor yang Terlibat
KESIMPULAN
• Pelaku atau aktor yang terlibat dalam rantai pasok sapi potong untuk ketiga wilayah yang disurvei berbeda jumlah dan nama pelaku tersebut.
– Hal ini sesuai dengan karakteristik dan historis pola perdagangan masing-masing wilayah tersebut.
REKOMENDASI
• Para aktor yang terlibat perlu bersama-sama berupaya membangun sistem perdagangan sapi potong yang efisien.
58
7. Biaya Logistik
KESIMPULAN• Biaya logistik dalam rantai pasok sapi
potong mencakup biaya sewa truk (termasuk supir), biaya BBM, biaya retribusi, biaya parkir, dan biaya pungutan liar.
• Jumlah dan jenis pungutan liar berbeda-beda untuk masing-masing wilayah. – Jawa Timur: 1 retribusi/pungutan sejumlah
Rp 25.000-50.000.– Sulawesi Selatan: 3 retribusi dengan nilai
keseluruhan Rp 62.000 dan 10 pungutan liar dengan nilai keseluruhan Rp 214.000.
– Nusa Tenggara: biaya yang dikeluarkan dihitung per ekor sapi (dengan nilai Rp 5.000 atau Rp 25.000 per sapi tergantung lokasi pasar).
REKOMENDASI
• Pihak-pihak terkait perlu melakukan pemantauan di lapangan untuk menghapus atau mengurangi berbagai pungutan liar dalam rantai pasok sapi potong.
59
8. Regulasi yang Terkait
KESIMPULAN
• Regulasi yang terkait dalam rantai pasok sapi potong di masing-masing wilayah yang disurvei berbeda-beda, baik jumlah maupun jenisnya.
• Beberapa pelaku mengeluhkan besarnya biaya perizinan yang harus dikeluarkan.
REKOMENDASI
• Pemerintah daerah terkait perlu memperhatikan regulasi yang berlaku, termasuk proses dan biayanya, agar tidak memberatkan para pelaku.
60
9. Hambatan di Lapangan
KESIMPULAN
• Secara umum, beberapa hambatan rantai pasok sapi potong yang terjadi di lapangan mencakup:
– Penerangan jalan yang tidak memadai.
– Banyaknya pungutan liar.
– Penentuan harga yang menggunakan bobot taksiran.
– Biaya perizinan yang mahal.
REKOMENDASI
• Pihak-pihak terkait perlu berupaya mengurangi atau menghilangkan beberapa hambatan rantai pasok sapi potong yang terjadi di lapangan.
61
Penutup
62
Permasalahan Rantai Pasok
• Jauhnya jarak antara sentra produksi ternak dengan konsumen.
• Belum adanya dukungan alat transportasi seperti kereta, truk sapi dari sentra produksi kekonsumen.
• Tidak tersedianya pelabuhan, logistik dingin, dan rumah potong hewan di sentra produksiyang memungkinkan membawa daging bukan sapi bakalan.
• Pengertian swasembada (UU No. 18 tahun 2012) adalah ketersediaan pangan dari hasilproduksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional.
• Mafia impor daging yang memainkan harga.
• Standar sistem informasi yang tidak ada.
• Data yang tidak tersedia.
• Belum diterapkannya standar kesehatan, mutu, dan keselamatan pangan.
• Tidak adanya mekanisme stabilisasi harga dan ketersediaan stok.
• Tidak adanya standar pengangkutan dan kesejahteraan sapi selama pengangkutan.
• Kurangnya RPH modern.
• Kurangnya kewenangan Dewan Daging Nasional dalam standarisasi rantai pasok daging sapi.
63
Regulasi Logistik Daging Sapi
• Tujuan regulasi adalah pengurangan atau penghilangan hambatan terhadap berbagaitingkatan sistem logistik perdagangan dan membangun logistik yang lebin terpadu.
• Kajian diperlukan untuk memberikan bukti berupa fakta lapangan tentang hambatan yang terjadi:
– Pungutan, tarif, informasi yang berbeda, perbedaan pelaksanaan, administrasi logistik yang lama danrumit, kurangnya prasarana, ketiadaan standar, korupsi
• Sasaran yang hendak dicapai, antara lain:
– Komitmen perdagangan yang adil
– Definisi dan istilah yang sama
– Regulasi dan prosedur yang berjalan dengan baik
– Tersedianya prasarana dan pengembangan kapasitas
– Tercapainya pengurangan pemborosan
– Efektivitas administrasi• Arus perdagangan yang semakin baik
• Penggunaan sumberdaya publik yang lebih efisien
– Daya saing perdagangan• Dukungan terhadap sektor perdagangan nasional
• Biaya transaksi yang lebih rendah
64
Bagaimana membangun jaringanlogistik daging sapi yang lebih efisien?
• Standarisasi
– Fasilitas dan peralatan logistik
– Teknologi
– Jaringan informasi
• Harmonisasi dan fasilitasi
– Ketetapan pentarifan
– Prosedur
– Kesepakatan saling pengakuan (mutual recognition agreement)
– Peta dan standar kompetensi kerja nasional bidang logistik
– Indeks kinerja logistiks daerah/kota
• Kelembagaan (kerjasama)
– Seminar bersama tentang logistik terpadu
– Mekanisme penyelesaian sengketa
• Insentif
– Subsidi transportasi antar moda
– Insentif pengembangan logistik pantai
– Insentif pelatihan logistik
• Implementasi
– Dukungan skema investasi Public-Private Partnership (PPP) bidang logistik
– Pengembangan basis data logistik
– Kriteria logistik sebagai bagian dari pengembangan wilayah
– Tindakan perbaikan logistik
65
Terima Kasih
66
Top Related