Oleh:
Raditya Dwi Indrawan 3609-04
Alifiana Hafidian R. 3609-12
Sisca Henlita 3609-13
Hesti Martadwiprani 3609-14
Ainun Dita Febriyanti 3609-19
M. Emil Widya P. 3609-21
Tugas II Pembiayaan Pembangunan
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011
1
TEORI ANGGARAN DAN SISTEM ANGGARAN
1. Definisi Anggaran
Menurut Mulyadi (2001, p.488), anggaran adalah suatu rencana kerja yang
dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar ukuran yang
lain yang mencakup jangka waktu satu tahun.
Menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1989:6), anggaran adalah
suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab
manajemen dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan.
Definisi anggaran, atau biasa disebut dengan pembiayaan publik di atas, dapat
digunakan baik dalam lingkup rumah tangga maupun daerah/negara. Anggaran terbagi
menjadi 2, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBN dikeluarkan oleh pemerintah pusat atas
persetujuan DPR. Sedangkan APBD dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui
persetujuan DPRD.
2. Sifat Hukum Anggaran
Anggaran memiliki sifat hukum dimana hukum tersebut ditetapkan oleh perda.
Adapun sifat hukum anggaran ditentukan dari periodisitas dan kontinuitas (memiliki
periode waktu) dan materiil (hanya mengikat pemerintah).
Berikut merupakan perbedaaan undang-undang perda tentang APBN/APBD dengan
undang-undang lainnya adalah:
● Periodisitas dan kontinuitas, artinya undang-undang anggaran hanya berlaku satu
tahun. Sedangkan undang-undang lain berlaku secara terus menerus.
● Materiil, artinya undang-undang anggaran hanya berlaku bagi pemerintah.
Sedangkan undang-undang lain mengikat semua masyarakat.
3. Asas Anggaran
Pada umumnya, sistem anggaran mengalami perkembangan mulai dari zaman
feodal, absolutisme, hingga zaman modern. Di zaman foedal pengeluaran dan
pendapatan negara dianggap sebagai alat privat raja atau penguasa, dimana
pendapatan maupun pengeluaran raja atau penguasa publik lain tidak dimasukkan ke
dalam anggaran negara.
Pada zaman absolutisme, sistem keuangan yang berlaku adalah sistem sportel yaitu
sebagian besar pendapatan negara tidak masuk ke dalam kas pusat, melainkan ke
2
dalam kas pejabat umum yang secara langsung membiayai tindakan penyediaan negara.
Semua pemasukan negara masuk ke dalam kas para pejabat sebagai imbalan bagi jasa
yang mereka lakukan.
Perkembangan pemikiran demokrasi yang menguasai ketatanegaraan berlangsung
mulai abad ke-19 dan adanya perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya
perubahan pada sistem anggaran yang dikenal dengan sistem anggaran modern.
Pelaksanaan sistem ini bervariasi, terutama mengenai susunan anggaran dan
periodisitas dan bentuk formilnya. Adapun asas-asas yang dipergunakan dalam sistem
anggaran modern ini adalah (Bohari, 1995):
3.1 Asas Kelengkapan
Semua pengeluaran dan penerimaan secara tegas dimuat dalam anggaran. Tidak
boleh ada penerimaan atau pengeluaran yang tidak dimasukkan ke dalam kas
negara.
3.2 Asas Spesialisasi/spesifikasi
Susunan anggaran terdiri dari berbagai macam pengeluaran dan penerimaan
sehingga perlu diadakan klasifikasi tertentu. Berbagai jenis kemungkinan klasifikasi
ditentukan berdasarkan tujuan negara.
3.3 Asas Berkala
Anggaran yang ditetapkan memiliki jangka waktu tertentu dalam pelaksanaannya.
Asaa ini juga berkaitan dengan sistem pengawasan dalam pelaksanaannya.
3.4 Asas Formil
Adanya keharusan setiap anggaran memerlukan bentuk tertentu yang mengikat
semua pihak, dalam hal ini berbetuk undang-undang. Dengan demikian semua pihak
dapat mengetahui secara pasti. Hal ini juga menjadi dasar untuk pelaksanaan
pengawasan rakyat melalui wakil-wakilnya.
3.5 Asas Publisitas
Merupakan asas dalam demokrasi bahwa tidak ada urusan publik bersifat rahasia.
Dasar keterbukaan penting bagi negara demokrasi terutama mengenai penerimaan
dan pengeluaran negara.
4. Fungsi Anggaran
4.1 Fungsi Politik
Adanya kesempatan kekuatan-kekuatan politik di dalam (DPR) yang ikut
menyusun/memilih keinginan mereka, serta memberi kuasa kepada pemerintah
untuk melaksanakannya.
3
4.2 Fungsi Yuridis
Dokumen yang berbentuk undang-undang yang mengikat khususnya
pemerintah yang berhubungan dengan pengeluaran dan penerimaan negara.
Fungsi yuridis merupakan sarana yang membatasi pemerintah dalam hal
pengeluran yang melampaui batas-batas anggaran.
4.3 Fungsi Ekonomi
Anggaran mencerminkan besarnya skala pembangunan yang diperlukan sesuai
dengan tuntutan ekonomi yang dapat digunakan oleh negara.
5. Komponen dan Format Anggaran (APBN)
5.1 Pendapatan Negara dan Hibah
Pendapatan negara meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci
yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun
anggaran (1 Januari-31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggung
jawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.
5.2 Belanja Negara
Belanja negara terdiri atas dua jenis, yaitu:
5.2.2 Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan
di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja
Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja
Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi
Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan
Bencana), dan Belanja Lainnya.
5.2.3 Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah,
untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan.
Belanja Daerah meliputi:
1. Dana Bagi Hasil
2. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Khusus
4. Dana Otonomi Khusus
4
5.3 Keseimbangan Primer
Keseimbangan primer merupakan total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk
pembayaran bunga.
5.4 Surplus/Defisit Anggaran
5.4.1 Anggaran defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran
lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada
perekonomian. Pada umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi
sedang resesif.
5.4.2 Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Anggaran surplus
dilaksanakan ketika perekonomian berada pada kondisi ekspansi yang mulai
memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
5.5 Pembiayaan
Pembiayaan meliputi:
5.5.1 Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat
Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
5.5.2 Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan
Pinjaman Proyek
b. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo
dan Moratorium.
5. Sistem Penyusunan Anggaran
5.1 Traditional Budget System (TBS)
TBS menggunakan prinsip anggaran bruto yang penyusunan anggarannya
berdasarkan pendekatan incrementalism dan line item. Artinya, proses
penyusunan ini hanya mengacu pada besarnya realisasi anggaran tahun
sebelumnya. Konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar pada anggaran
baru. Struktur dan susunan anggran TBS bersifat spesifikasi dan cenderung
sentralistis.
5.2 Performance Budget System (PBS)
PBS menekankan pada konsep value for money dan pengawasan kinerja
output untuk lebih mengetahui tolak ukur tujuan dan sasaran pelayanan
5
publik sehingga penganggaran lebih efisien. Pada dasarnya, PBS merupakan
system yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja
unruk mencapai prioritas tujuan dalam pengambilan keputusan. Dalam
implementasinya, PBS menggunakan teknik analisa antara biaya dan
manfaat. Penerapan PBS dalam penyusunan anggaran adalah sebagai berikut
: Perumusan program -> penyusunan struktur organisasi pemerintah sesuai
dg program (penentuan unit kerja, penentuan indicator program)
5.3 Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
PPBS menekankan pada alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi
dengan pengelompokan aktivitas yang berorientasi pada output dan tujuan.
PPBS merupakan model penganggaran yang ditujukan untuk membantu
pemerintah dalam pembuatan keputusan pengalokasian sumber daya dengan
cara memberikan kerangka untuk membuat pilihan tersebut.
Tabel Perbedaan Sistem Anggaran
KETERANGAN TRADISIONAL PERFORMANCE PPBS
Pengertian Prakiraan
pengeluaran dan
penerimaan dana
yang mengacu
pada besarnya
realisasi anggaran
tahun sebelumnya
System yang
mencakup kegiatan
penyusunan
program dan tolak
ukur kinerja untuk
mencapai prioritas
tujuan dalam
pengambilan
keputusan
Kebijakan yang
menekankan pada
alokasi sumber
daya berdasarkan
analisis ekonomi
untuk memenuhi
kebutuhan yang
tidak terbatas
Landasan
Pengukuran
Besar-kecilnya
pengeluaran; jika
seimbang
dikatakan berhasil
Performa atau
prestasi dari
tujuan/hasil
anggaran yang
efisien
Keberhasilan
rencana/program
dalam mencapai
tujuan negara
Orientasi Pertanggung
jawaban
pelaksanaan
Pendayagunaan
dana untuk
mencapai hasil
Penyusunan
rencana dan
program
6
anggaran yang optimal
Pengelompokan
pos-pos Anggaran
Berdasarkan
objek-objek
pengeluaran
Berdasarkan
rencana kegiatan
dan adanya
penetapan tolak
ukur berupa
standar biaya dan
hasil kerja
Berdasarkan tujuan-
tujuan yang telah
dirumuskan
7
Misal : PP
24/2005
UU 25/2004 UU 17/2003 UU 1/2004 UU 15/2004 UU 32/2004 UU 33/2004
PP PP PP
PP 58/ 2005 :
Pengelolaan Keuda (Omnibus Regulation)
Pasal 182
& Pasal
194 UU
32/2004
Pasal 69 & Pasal
86 UU 33/2004
PERMENDAGRI
13/2006
Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
Perda Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah
Perkada tentang Sistem & Prosedur
Pengelolaan Keuangan Daerah
SE tentang Pedoman
Penyusunan RKA-SKPD
Kandungan lokal
berdasarkan kesepakatan
bersama yg tidak
bertentangan dgn peraturan
perUUan
Pasal 155 PP 58/2005
Pasal 330 Permendagri
13/2006
Pasal
151 Ayat
1 PP
58/2005
Pasal 151 Ayat 1 PP
58/2005
KEBIJAKAN
PENGANGGARAN
8
6. Sistem Anggaran di Indonesia
Sistem anggaran di Indonesia menggunakan sistem anggaran daerah dan terpusat.
Pada saat berlangsungnya masa orde baru sistem anggaran di Indonesia merupakan
sistem anggaran terpusat, dimana semua anggaran yang ada tercantum dalam
APBN. Pada era reformasi, yakni sekitar tahun 1999 diberlakukan kebijakan otonomi
daerah yang pada akhirnya mengharuskan pemerintah daerah untuk memiliki buku
anggarannya sendiri atau biasa disebut APBD. APBN sendiri disahkan oleh
Kementrian Keuangan sedangkan APBD disahkan oleh Kementrian Dalam Negeri.
Karena Indonesia menggunakan sistem anggaran terpusat dan sistem anggaran
daerah maka sistem anggaran di Indonesia disebut sistem anggaran yang terpadu.
9
LAMPIRAN
Diskusi Teori Anggaran dan Sistem Anggaran
Senin, 3 Oktober 2011
Moderator : Hesti Martadwiprani
Penyaji : 1. Raditya Dwi Indrawan
2. Alifiana Hafidian R.
3. Sisca Henlita
4. Ainun Dita Febriyanti
5. M. Emil Widya P.
Sesi Pertama
1. Apa kelemahan dari sistem anggaran di Indonesia? (Farid Nurrahman - 3608 100 023)
Adapun kelemahan dari sistem anggaran di Indonesia yaitu lemahnya kontrolling
pemerintah pusat terhadap sistem anggaran di masing-masing daerah karena adanya
otonomi daerah, hal inilah yang menimbulkan celah untuk terjadi penyelewengan dana.
2. Apa maksud pernyataan dari kesinergian antara APBD dengan APBN? Apakah terdapat
sektor khusus yang mencerminkan adanya kesinergian tersebut? (Dwi Retno Ariyanti –
3609 100 041)
Maksud pernyataan dari kesinergian antara APBD dengan APBN adalah di dalam
penyusunan APBD berpedoman pada APBN, karena pembahasan yang ada di dalam
APBN lebih makro daripada APBD. Setiap daerah memiliki keperluan daerah masing-
masing, sehingga dari sini terlihat bahwa kebutuhan daerah tersebut bersinergi pada
APBN.
3. Dalam asas kelengkapan yang terdapat di sistem anggaran, tercantum adanya dana
hibah. Apakah dana hibah selalu dicantumkan dalam sistem anggaran, misalnya saja
dana hibah yang terdapat di RAPBN ? Jika iya, dana tersebut sudah diterima apa belum?
(Achmad Ghozali - 3609 100 048)
Iya, dana hibah selalu dicantumkan dalam sistem anggaran. Misalnya saja di dalam
APBN, jika dana hibah datang disaat telah tersusunnya APBN, dana hibah tersebut tetap
dimasukkan tetapi dimasukkan ke dalam RAPBN.
10
Sesi Kedua
1. Apakah memungkinkan memakai sistem obligasi dalam suatu pembiayaan
pembangunan? Jika iya, seberapa besar prospeknya? Dan mengapa pemerintah tidak
menggunakan sistem obligasi? (Fariz Arijuddin - 3608 100 052)
Tidak. Berdasarkan pengertiannya, sistem obligasi merupakan suatu istilah yang
digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit
obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang
beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Negara
apabila membutuhkan dana yang besar untuk pembangunan dan dalam keadaan yang
terdesak pasti menerbitkan surat utang negara/obligasi dan ditujukan pada badan atau
perseorangan, namun apabila kebutuhannya tidak mendesak, pemerintah masih dapat
mengandalkan pembiayaan dari pajak, APBN, dll untuk membiayai pembangunan. Pada
dasarnya apabila bekerja sama dengan pihak swasta tidak bisa dipungkiri lagi bahwa
pihak swasta pasti menginginkan keuntungan yang maksimal dari suatu pembangunan.
Karena swasta bersifat profitable sedangkan pemerintah bersifat non profitable. Hal ini
yang membuat pemerintah untuk berhati-hati menyikapi, karena apabila tidak berhati-
hati bekerja sama dengan swasta, rakyat Indonesia yang akan terkena dampak
negatifnya.
2. Apakah terdapat dampak positif dari adanya otonomi daerah? Berikan contoh studi
kasusnya apabila daerah tersebut belum mandiri! (Adinda Putri Siagian - 3609 100 701)
Iya, ada. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah dapat mengakomodasi
segala macam keperluan rumah tangga daerah tersebut secara mandiri dan dapat
mengeksplorasi kekayaan alam yang berada di daerah tersebut secara mandiri. Namun,
apabila daerah tersebut belum mandiri maka pemerintah lebih memfokuskan untuk
‘membantu’ proses dalam mengelola sistem anggaran di daerah tersebut dan membantu
untuk memberdayakan SDM yang menggerakkan sistem di daerah.
3. Dimana letak peluang adanya penyelewengan dana yang terjadi? (Veranita Hadyanti
Utami - 3609 100 055)
Dana pembiayaan yang berasal dari APBN dan APBD sangat rentan sekali terkena
penyelewengan, adapun celah letak penyelewengan dana tersebut terjadi di dalam
proses pelaksanaannya maupun waktu terjadinya proses lelang/tender. Misalnya: Dalam
suat pembangunan bangunan A, di dalam anggaran yang diajukan pihak kedua yang
disini sebagai pemenang tender sebesar 100 juta, namun dalam pelaksanaannya hanya
menghabiskan 80 juta, sisa uang 20 juta itu nantinya akan dibagi-bagikan kepada pihak
birokrasi maupun yang lain dan tidak dikembalikan kepada negara, yang bertujuan
11
untuk memuluskan proyek tender-tender berikutnya. Lalu dalam sebuah sistem
anggaran di Indonesia, pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, neraca aktiva dan
pasiva harus seimbang yang memungkinkan untuk menekan pengeluaran sehingga
terdapat saldo yang pada akhirnya dibagi-bagikan kepada beberapa oknum yang
terlibat, dan masih banyak sekali modus penyelewengan APBN atau APBD di dalam
pembiayaan pembangunan.
4. Dalam kasus pembangunan publik, bagaimana peran kita sebagai planner dalam
menanggapi adanya bangunan yang mangkrak dengan anggaran pemerintah yang
terbatas? (Apridev Khomenie - 3609 100 057)
Di dalam membiayai pembangunan, pemerintah seringkali berbenturan dengan
keterbatasan dana yang pada akhirnya pembangunan tersebut macet dan menjadi
bangunan yang tidak terurus/mangkrak. Kita sebagai planner, sebisa mungkin mengajak
semua stakeholders bekerja sama untuk membiayai pembangunan, baik dari
pemerintah, swasta, maupun partisipasi masyarakat dengan cara dan kapasitas yang
berbeda-beda tentunya. Kita tidak harus menunggu pemerintah untuk mengucurkan
dana apabila pembangunan macet, kita dapat mengajak swasta untuk bekerja sama
namun dengan perjanjian kerjasama dan tidak memberatkan masyarakat. Masyarakat
juga dapat membantu melalui partisipasi aktifnya menggerakkan masyarakat lainnya
untuk peduli terhadap pembangunan dan membantu sebisanya untuk berpartisipasi.
Top Related