LAPORAN SIMULASI KASUS
DERMATITIS ALERGIKA
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat untuk Mengikuti UjianIlmu Farmasi Kedokteran
Oleh:Crashana Siregar I1A008072Renny Mardayati I1A007078
Bayu Saputera I1A008027
Pembimbing:Rina Astiyani Jenah, S.Si, Apt
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERANBAGIAN FARMAKOLOGI
BANJARBARU2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang abnormal dan merugikan terhadap
zat yang biasanya tidak berbahaya bagi kebanyakan orang. Bila seseorang alergi terhadap
sesuatu, sistem kekebalan tubuh secara keliru percaya bahwa zat ini berbahaya bagi tubuh
Anda. Zat yang menyebabkan reaksi alergi, seperti makanan tertentu, debu, serbuk sari
tanaman, atau obat-obatan, dikenal sebagai alergen. Alergen masuk ke tubuh dengan
berbagai cara. Bisa saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui
suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti; kosmetik, logam
perhiasan atau jam tangan, dan lain-lain.1
Dermatitis alergika merupakan salah satu bentuk dari alergi, yang memberikan
manifestasi klinis pada kulit. Baru-baru ini, kejadian dermatitis alergika telah meningkat
tajam, terutama di negara-negara maju. Gejala-gejala dermatitis alergika diyakini muncul
sebagai akibat dari kombinasi penyebab keturunan dan lingkungan. Peningkatan penyakit
ini dianggap sangat tergantung pada perubahan lingkungan (efek dari polusi lingkungan)
dan perubahan gaya hidup. Modernisasi lingkungan seperti yang terlihat di negara-negara
maju diyakini menghasilkan terganggunya keseimbangan sistem kekebalan dalam tubuh.
Hal ini sekarang sedang dianggap sebagai penyebab utama penyakit alergi.2
Tingkat kejadian dermatitis alergika yang meningkat menjadikan penatalaksanaan
penyakit ini penting diketahui dan dipahami oleh para klinisi. Makalah ini menyajikan
penjelasan tentang dermatitis alergika dan contoh simulasi kasus yang dapat dijadikan
referensi dalam penatalaksanaan dermatitis alergika. Diharapkan dengan adanya makalah
ini, menjadi bahan acuan yang penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit ini.
2. Definisi
Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I, ditandai dengan pruritus, lesi ekzematous, xerosis (kulit kering),
dan likenifikasi (penebalan kulit dan peningkatan tanda-tanda kulit). Dermatitis alergika
bersifat steril, adanya infeksi dari dermatitis alergika dapat disebabkan oleh adanya infeksi
sekunder yang menyertainya.3
3. Faktor Predisposisi
Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas akibat peningkatan
kadar IgE total dan spesifik, kondisi kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan
psikis. Faktor eksogen, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, alergen debu,
tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan iklim (peningkatan
suhu dan kelembaban), serta higien lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor
predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus.1,2
4. Patofisiologi
Mekanisme imun yang mendasari timbulnya dermatitis alergi adalah mekanisme tipe
I dalam klasifikasi Gell dan Coomb yang diperankan oleh IgE. Reaksi ini timbul segera
setelah tubuh terpajan dengan alergen, yang akan menimbulkan respon imun dengan
terbentuknya IgE. Bila kemudian tubuh kembali terpajan dengan alergen serupa, maka
alergen tersebut akan berikatan dengan IgE yang sudah terikat pada sel mast, yang telah
tersensitasi dan akan terjadi degranulasi yang mengakibatkan mediator keluar. Granula
yang sudah ada ini adalah histamin yang mempunyai efek vasodilatasi mukosa sehingga
terjadi edem mukosa dan perembesan plasma ke sekitarnya, pada kulit akan menyebabkan
edem dan eritema yang disertai rasa gatal. Selain histamin, juga dilepaskan mediator
seperti ECF-A dan NCF yang akan menarik sel eosinofil dan sel netrofil ke tempat alergen
berada.4
Sel limfosit T yang berada di kulit mempunyai reseptor IgE dengan afinitas rendah.
Dikenal dua macam T helper, yaitu Th1 yang akan menghasilkan sitokin IFN-α dan Th2
yang menghasilkan IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang pembentukan IgE dan peningkatan
pelepasan histamin.4
Gambar 1. Reaksi hipersensitivitas tipe I
Urutan kejadian reaksi hipersensitivitas tipe I adalah sebagai berikut.
a. Fase sensitasi: waktu yang diperlukan untuk pembentukan IgE sampai diikat oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil.
b. Fase aktivasi: waktu selama terjadinya pajanan ulang dengan antigen yang spesifik,
mastosit melepaskan isinya yang berisi granul (yang akan menimbulkan reaksi alergi).
c. Fase efektor: waktu terjadinya respon yang kompleks sebagai efek bahan yang
dilepaskan mastosit dengan aktifitas farmakologi.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari dermatitis alergika adalah adanya perasaan gatal, adanya
makula eritematosa, papula, atau papulovesikel, daerah eksematous yang berkrusta,
likenifikasi, dan eksoriasi. Kekeringan dari kulit dan infeksi sekunder mungkin menyertai.5
Bentuk lesi diawali dengan makula eritem, vesikel atau papula, disertai gatal hebat
dan adanya likenifikasi. Predileksi kulit secara klasik ditemukan pada daerah fossa cubiti
dan poplitea, leher depan dan belakang, dahi serta daerah sekitar mata.5
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. IgE serum
IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80 % pada
penderita dermatitis alergika menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum
terutama bila disertai gejala alergi.3
b. Eosinofil
Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis alergika.
Berbagai mediator berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk
menuju ke tempat peradangan.3
c. TNF-α
Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis alergika
dibandingkan penderita asma bronkhial.3
d. Sel T
Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai jumlah
absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan
imunofluouresensi terlihat aktifitas sel Th menyebabkan pelepasan sitokin yang
berperan pada patogenesis dermatitis atopik.3,5
e. Uji tusuk
Pajanan alergen udara (100 kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk tes
intradermal yang dapat memacu terjadinya hasil positif.3
f. Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman
Pemeriksaan dilakukan bila ada infeksi sekunder untuk menentukan jenis
mikroorganisme patogen serta antibiotika yang sesuai. Sampel pemeriksaan
diambil dari pus tempat lesi penderita.3
2. Dermatografisme Putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni: akan
tampak garis merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar
ke daerah sekitar, kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada
penderita alergi bereaksi lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi
timbul kepucatan dan tidak timbul edema.3,5
3. Percobaan Histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis alergika, eritema
akan berkurang, jika disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit
yang normal.3
7. Diagnosis
Sampai saat ini belum ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat digunakan untuk
memastikan penyakit dermatitis alergika. Pada umumnya diagnosis dibuat dari riwayat
adanya penyakit alergi, misalnya eksim, asma dan rinitis alergik, pada keluarga, khususnya
kedua orang tuanya. Kemudian dari gejala yang dialami pasien, kadang perlu melihat
beberapa kali untuk dapat memastikan dermatitis alergika dan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain serta mempelajari keadaan yang menyebabkan iritasi/alergi
kulit.3
8. Penatalaksanaan
Pasien dengan dermatitis alergika biasanya tidak memerlukan terapi darurat.
Beberapa penatalaksanaan umum untuk dermatitis alergika adalah sebagai berikut.6
a. Hindari faktor penyebab.
b. Moisturization (tergantung pada iklim), mandi hangat diikuti dengan pemakaian
pelembab seperti petrolatum.
c. Steroid topikal saat ini merupakan andalan pengobatan. Terapi awal terdiri dari bubuk
hidrokortison 1% dalam basis salep yang dioleskan 2 kali sehari untuk lesi pada wajah
dan lipatan. Sebuah salep steroid midstrength (triamcinolone atau betametason valerat)
diberikan 2 kali setiap hari untuk lesi papula sampai ekzematous yang jelas. Steroid
dihentikan ketika lesi menghilang.
d. Probiotik telah dieksplorasi sebagai pilihan terapi untuk pengobatan dermatitis
alergika. Alasan untuk mereka gunakan adalah bahwa produk bakteri dapat
merangsang respon kekebalan dari Th1 bukannya Th2 dan karena itu bisa
menghambat perkembangan produksi antibodi IgE.
e. Antibiotik digunakan untuk pengobatan infeksi sekunder. Mereka tidak berpengaruh
pada penyakit stabil tanpa adanya infeksi.
f. Upaya lainnya, seperti pakaian harus lembut sebelah kulit, pakaian harus dicuci dalam
deterjen ringan tanpa pemutih atau pelembut kain, dan penghindaran makanan yang
dapat menyebabkan alergi, sangat membantu dalam mengatasi dermatitis alergika.
9. Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung kepada kepatuhan penderita dalam pengobatan dan
kejadian infeksi sekunder yang menyertainya. Kebanyakan pasien membaik, hal ini dapat terjadi
pada semua usia.3
BAB II
SIMULASI KASUS
2.1 Kasus
Tn. Haryadi, 32 tahun, pekerjaan administrator jaringan komputer di Telkom, alamat Jalan Kuripan
No. 27 Banjarmasin, datang ke praktek dokter umum jam 18.00. dengan keluhan gatal-gatal. Sejak
pagi tadi badan dan lengan terasa gatal-gatal dan muncul bintil-bintil kecil seperti gigitan nyamuk.
Sudha diberi bedak Herocyn, tapi masih saja gatal dan tetap ingin menggaruk, sampai ada yang
luka dan sakit. Pasien tidak tahu apa penyebab gatal-gatal ini, tapi sejak kecil, gatal-gatal ini sering
muncul hilang-timbul. Pasien juga adalah penderita asma.
Tanda Vital: TD = 120/80 mmHg, N = 88 x/’, RR = 24 x/’, t = 37oC
Pemeriksaan Fisik:
Kepala dan leher : dalam batas normal
Thorax, abdomen, dan ekstremitas : papul-papul hiperemis tersebar secara generalisata di
kulit, beberapa nampak bekas garukan dan iritasi
Diagnosa: Dermatitis Alergika
2.2. Tujuan Pengobatan
- menghindari faktor penyebab dan pencegahan berulangnya kontak kembali dengan
alergen penyebab
- menekan kelainan kulit
- mengobati reaksi alergi (keluhan gatal-gatal) dan mengatasi peradangan
- untuk mencegah adanya infeksi sekunder
2.3. Daftar Kelompok Obat Beserta Jenisnya yang Berkhasiat untuk Dermatitis Alergika
No. Kelompok Obat Jenis obat
1. Kortikosteroid Prednisone, Prednisolone
2. Antihistamin Loratadine, Cetirizine.
3. Antibiotik Amoxicillin, Clindamicin
2.4. Perbandingan Kelompok Obat Dermatitis Alergika menurut Khasiat, Keamanan,
dan Kecocokannya
Kelompokobat
Efek (khasiat) Indikasi Efeksamping Kontra Indikasi
KORTIKOSTEROID
Prednison Kortikosteroid Imunosupresan untuk mengobati kelainan autoimun, penyakit inflamasi, uveitis, penyakit ginjal,
Hiperkalemia, edema osteonekrosis, myopathy, tukak peptic, euphoria, psikosis, miastenia gravis, penggunaan bersama glukokortikoid menyebabkan infeksi dan krisis adrenal.
Hipersensitivitas; infeksi virus, tukak peptic, disfungsi hati, infeksi tuberculosis dan infeksi jamur.
Metilprednisolon Kortikosteroid Terapi substitusi insufisiensi sekresi korteks adrenal, penyakit alergi, penyakit keganasan
Tukak peptik,miopati, psikosis, pemberian yang dihentikan tiba-tiba menimbulkan insufisiensi adrenal akut
Diabetes mellitus, infeksi berat, tukak peptic, hipertensi, gangguan kardiovaskular
ANTIHISTAMIN
Loratadine Antihistamin Antihistamin golongan long acting non sedatif, Untuk pengobatan simptomatik penyakit alergi.
Jarang. Mulut kering dan sedasi, lesu, nyeri kepala..
Bayi prematur dan bayi baru lahir, hati-hati pada wanita hamil dan menyusui,.
Cetirizine Antihistamin Antihistamin non sedatif.
Menimbulkan kantuk 14% pada pasien, mulut kering, pusing, lelah, gugup, tenggorakan kering
penyakit ginjal Hati-hati pada wanita hamil, hipersensitivitas
ANTIBIOTIK
Amoxicillin Antibiotik Antibiotik golongan penicillin, broad spectrum, untuk mengobati infeksi bakteri dalam tubuh. Digunakan untuk mengobati radang tenggorokan, infeksi kulit, jerawat, infeksi saluran kemih, dan infeksi klamidia.
Mual, muntah, diare, urtikaria, nyeri sendi, demam, udem, reaksi alergi.
Hati-hati pada orang yg hipersensitif terhadap antibiotik golongan penisilin
Clindamicin Antibiotik Antibiotik penicillin, broad spectrum.Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh bakteri tertentu, seperti S. aureus, Klebsiella sp, E. coli, H. influenzae, Enterobacter sp, infeksi yang terjadi di kulit, intra-abdomen dan infeksi ginekologi.
Angioneurotik, syok anafilaksis, konvulsi
Hati-hati pada orang yg hipersensitif terhadap antibiotik golongan penisilin
2.5 Resep Rasional Pilihan dan Alternatif Obat yang Digunakan untuk Dermatitis Alergika
Resep untuk Obat Kortikosteroid
Uraian ObatPilihan ObatAlternatif
Nama Obat Prednison Metilprednisolon
Bentuk Sediaan Obat (BSO) Generik : PrednisonPaten : ErlanisoneBSO : Tablet 5 mg
Generik : PrednisolonPaten : EltazonBSO : Tablet 5 mg
BSO yang Diberikan dan Alasannya
Tablet; karena pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan
Tablet; karena pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan
Dosis Referensi 4-6 tablet sehari pada dosis supresif, ½ - 4 tablet sehari pada dosis maintanance
1-4 tablet sehari; dosis diturunkan secara bertahap sampai dosis terendah efektif.
Dosis untuk Kasus dan Alasannya 30 mg sehari, sesuai dosis terapi dermatitis
30 mg sehari, sesuai dosis terapi dermatitis
Frekuensi Pemberian dan Alasannya
3x sehari sesuai dosis 3x sehari sesuai dosis
Cara Pemberian dan Alasannya Per oral; pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan
Per oral; pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan
Waktu Pemberian dan Alasannya Sesudah makan, untuk mengurangi nyeri lambung
Sesudah makan, untuk mengurangi nyeri lambung
Lama Pemberian dan Alasannya 5 hari; untuk memudahkan kontrol 5 hari; untuk memudahkan kontrol
Resep untuk Obat Antihistamin
Uraian ObatPilihan ObatAlternatif
Nama Obat Loratadine Cetirizine
Bentuk Sediaan Obat (BSO) Generik : LoratadinePaten : AllorisBSO : tablet 10 mg
Generik : CetirizinePaten : RyzenBSO : tablet 10 mg
BSO yang Diberikan dan Alasannya
Tablet; karena pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan
Tablet; karena pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan
Dosis Referensi 1 tablet sehari 1 tablet sehari
Dosis untuk Kasus dan Alasannya 1x10 mg sehari, sesuai dosis yang dianjurkan
1x10 mg sehari, sesuai dosis yang dianjurkan
Frekuensi Pemberian dan Alasannya
1x sehari sesuai dosis 1x sehari sesuai dosis
Cara Pemberian dan Alasannya Per oral; pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan
Per oral; pasien dewasa, sadar, dan tidak ada gangguan menelan
Waktu Pemberian dan Alasannya Sesudah makan, untuk mengurangi nyeri lambung
Sesudah makan, untuk mengurangi nyeri lambung
Lama Pemberian dan Alasannya 5 hari; untuk memudahkan kontrol 5 hari; untuk memudahkan kontrol
Resep untuk Obat Antibiotik
Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif
Nama Obat Amoksisilin Clindamicin
Bentuk Sediaan Obat (BSO) Generik : amoksisilin kapsul 250 mg, kaptab 500 mg, sirup kering 125mg/5ml, serbuk injeksi 1 g/vial.Paten : Amoksan kapsul 250 mg, 500 mg, sirup kering 125 mg/5ml, serbuk injeksi 1 g/vial
Generik: Kapsul 250 mg, 500 mg; Kaptab 250 mg, 500 mg; Serbuk Inj.250 mg/vial, 500 mg/vial, 1g/vial, 2 g/vial; Sirup 125 mg/5 ml, 250 mg/5 ml; Tablet 250 mg, 500 mg.Paten: Ampi cap 500mg, Ampi syr 125 mg/5 mL 60 ml.
BSO yang Diberikan dan Alasannya
Tablet karena praktis dan penderita adalah dewasa
Tablet karena praktis dan penderita adalah dewasa
Dosis Referensi Amoksisilin 750-1500 mg/hari Ampicillin 250 – 500 mg/hari
Dosis untuk Kasus dan Alasannya 500 mg/8 jam alasannya diharapkan dengan dosis tersebut telah mampu menekan pertumbuhan kuman.
500 mg tiap 12 jam alasannya agar memudahkan pasien dalam ketaatannya meminum obat, jika dinadingkan dengan 4x250 mg.
Frekuensi Pemberian dan Alasannya
3 kali sehari karena waktu eliminasinya habis dalam 6-8 jam
4 kali sehari karena waktu eliminasinya habis dalam 6 jam
Cara Pemberian dan Alasannya Peroral sebab pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan
Peroral sebab pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan
Waktu Pemberian dan Alasannya Sebelum makan, memaksimalkan absorpsi (1 jam sebelum makan)
Sebelum makan, memaksimalkan absorpsi (1 jam sebelum makan)
Lama Pemberian dan Alasannya 5 hari untuk memudahkan kontrol 5 hari; untuk memudahkan kontrol
2.6. Resep yang Benar dan Rasional untuk Kasus
Resep Pilihan
dr. Bahri SaputraSIP. 0326/XXJ/2013
Praktek Dokter Umum
Alamat Rumah :Jl. Simpang Ulin I No.2 BanjarmasinTelp (0511) 324565
Alamat Praktek :Jl. Kompleks Veteran No.27
BanjarmasinTelp (0511) 264187
Banjarmasin, 21 Maret 2013
R/ Amoxicillin tab 500mg No. XV (knp pilih golongan penisilin?) lini pertama pemberian antibiotik ∫. t.d.d .tab I ac (o.8.h)
R/ Prednisone tab 10 mg No.XV ∫. t.d.d .tab I pc
R/ Loratadine tab10 mg No. V ∫ prns.d.d tab I pc (pruritus)
#trus herocyn nya gmn dteruskan atau dstop ? distop
Pro: Tn. HaryadiUmur/BB: 32th/ 50kgAlamat: Jl. Kuripan No.27 Banjarmasin
Resep Alternatif
dr. Bahri SaputraSIP. 0326/XXJ/2013
Praktek Dokter Umum
Alamat Rumah :Jl. Simpang Ulin I No.2 BanjarmasinTelp (0511) 324565
Alamat Praktik :Jl. Kompleks Veteran No.27
BanjarmasinTelp (0511) 264187
Banjarmasin, 21 Maret 2013
R/ Clindamicin tab 300mg No. XV (knp pilih golongan yg sama, lg pula mmg nya msh ada ampi oral pasaran?) ∫. b.d.d .tab I ac (o.12.h)
R/ Metilprednisolon tab 10 mg No. XV (sbnrnya pake metil apa ga ?) ∫t.d.d tab I pc
R/ Cetirizine tab 10 mg No. V (knp pilih ini sbgi alternatif bkn sbgi pilihan uta ma?) lebih menyebabkan kantuk dibanding Loratadine ∫ prn.s.d.d tab I pc (pruritus)
Pro: Tn. HaryadiUmur/BB: 32th/ 50kgAlamat: Jl. Kuripan No.27 Banjarmasin
2.7. Pengendalian Obat
Pada kasus dermatitis alergika, pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal
dan pengobatan sistemik. Pada kasus ini penderita juga memiliki riwayat asma. Manifestasi alergi pada
penderita ini terjadi pada kulit; dermatitis alergika dan pada saluran nafas; asma.
Pada prinsipnya, pengobatan dermatitis alergika adalah menghindari dan menyingkirkan
faktor penyebab serta pengobatan simptomatis yaitu dengan menghilangkan dan mengurangi
keluhan dan menekan peradangan.
Penggunaan kortikosteroid sistemik ditujukan pada kasus akut dan berat seperti pada kasus ini
didapatkan papul-papul hiperemis tersebar secara generalisata, beberapa nampak bekas garukan dan
iritasi di sekitar thorax, abdomen, dan ekstremitas. Obat kortikosteroid diberikan untuk mengatasi
peradangan dalam jangka waktu pendek. Kortikosteroid golongan prednison yang dapat mencegah atau
menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi zat kimia, mekanik atau allergen. Gejala ini
umumnya berupa kemerahan, rasa sakit dan panas, pembengkakan di tempat radang. Penggunaan
klinis kortikoteroid sebagai anti inflamasi merupakan terapi paliatif, dalam hal ini penyebab penyakit
tetap ada hanya gejala yang dihambat. Pada kasus ini, diberikan Metilprednisolon 3x 10 mg perhari
karena lesi pada penderita ini adalah lesi generalisatapada regio thorax, region abdomen dan
ekstremitas.
Pada pengobatan sistemik, pilihan obat antihistamin adalah sebagai terapi simptomatik
untuk mengatasi alergi tipe eksudatif akut, mengatasi reaksi alergi yaitu gatal-gatal. Loratadine
merupakan antihistamin non sedative generasi kedua dengan aktivitas sebagai antagonis
kompetitif sel aktif terhadap reseptor H1 perifer. Jika dibandingkan dengan cetirizine, cetirizine
lebih menyebabkan kantuk sehingga dapat mengganggu aktivitas pasien sebagai seorang
administrator jaringan komputer. Dosis pemberian loratadine pada dewasa adalah 10 mg
diberikan 1 kali sehari setelah makan, karena obat ini dapat menyebabkan gangguan saluran
cerna yaitu berupa mual. Diberikan selama 3 - 5 hari.
Pada kasus ini juga diberikan antibiotik karena pasien menggaruk kulit yang gatal sehingga
terjadi luka. Antibitoik diberikan dengan tujuan untuk mencegah dan mengobati infeksi sekunder dari
luka tersebut. Antibiotik yang diberikan pada kasus ini adalah amoxicillin tablet 500 mg 3 kali sehari
untuk 5 hari. Diharapkan pemberian amoxicillin dengan dosis 500 mg tersebut telah mampu menekan
pertumbuhan kuman dan mencapai konsentrasi puncak optimal di dalam plasma darah.
Amoksisilin dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada telinga, hidung, dan tenggorokan,
gigi, saluran genitourinaria, kulit dan struktur kulit, dan saluran pernapasan bawah oleh Streptococcus
spp,S. pneumoniae, Staphylococcus spp, H. influenzae., E. coli, P. mirabilis, atau E. faecalis. Amoksisilin
bekerja dengan menghambat sintesa dinding sel bakteri pada tahap terakhir dengan jalan inaktivasi D-
alanin-transpeptidase. Beberapa keuntungan amoksisillin dibandignkan dengan ampicillin adalah
penyerapan obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran
seni lebih tinggi.
Penggunaan antibiotika sangat tergantung pada kepatuhan penderita untuk menghindari
terjadinya resistensi. Efek samping obat dapat diminimalkan dengan mempertimbangkan waktu
pemberian obat dan mengetahui adanya kontraindikasi. Informasi yang jelas tentang cara penggunaan
obat sangat penting untuk pengendalian obat dan jika masih didapatkan gejala setelah masa terapi
maka perlu dilakukan evaluasi terapi dengan meminta penderita kontrol ulang.
Selain itu, intervensi terapi non farmakologis perlu diberikan kepada penderita karena
pada prinsipnya penatalaksanaan kasus-kasus dermatitis alergika adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindari faktor penyebabnya, meminum dan
menggunakan obat sesuai aturan pakai, menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan tempat
tinggal, serta tidak menggaruk kulit apabila terasa gatal untuk menghindari terjadinya infeksi
sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhowmik D, Kumar KPS, Umadevi M. Allergy: symptoms, diagnosis, treatment and
management. The Pharma Innovation 2012; 1(3): 16-29.
2. Yosida A, Kohchi C, Inagawa H, Nishizawa T, Soma GI. Improvement of allergic dermatitis
via regulation of the Th1/Th2 immune system balance by macrophages activated with
lipopolysaccharide derived from Pantoea agglomerans (IP-PA1). Anticancer Research 2009;
29: 4867-70.
3. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. New York: McGraw-Hill, 2008.
4. Nency YM. Prevalensi dan faktor resiko alergi pada anak usia 6-7 tahun di Semarang. Tesis:
dipresentasikan di Universitas Diponegoro Semarang pada Maret 2005.
5. Bircher AJ, Schmidli F, Strub C, Muller B, Scherer K. Systemic allergic dermatitis reaction
to nikel released from an eyelet in an intravenous catheter. Contact Dermatitis 2009; 61:
180-2.
6. Kim BS. Dermatitis atopic treatment and management. (http://emedicine.medscape.com).
Diakses pada 21 Maret 2013.
Top Related