1
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN
RAPAT KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
RANCANGAN
UNDANG – UNDANG
NOMOR……TAHUN………
TENTANG
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa sesuai dengan asas negara hukum yang
demokratis semua tindakan hukum dan tindakan
faktual Administrasi Pemerintahan yang dilakukan
pejabat pemerintahan harus berdasarkan kepada
ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan
dan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
b. bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
yang transparan, mudah, cepat, tepat, pasti, efisien,
efektif, dan partisipatif memerlukan undang-undang
yang memberikan perlindungan hukum kepada warga
masyarakat dan aparatur pemerintah secara adil dan
tidak berpihak;
c. bahwa untuk menciptakan kepemerintahan yang baik
dibutuhkan ketentuan hukum yang mengatur
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c maka perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Administrasi
Pemerintahan;
RANCANGAN
UNDANG – UNDANG
NOMOR……TAHUN………
TENTANG
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa sesuai dengan asas negara hukum yang
demokratis semua tindakan hukum dan tindakan
faktual Administrasi Pemerintahan yang dilakukan
pejabat pemerintahan harus berdasarkan kepada
ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan
dan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
b. bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
yang transparan, mudah, cepat, tepat, pasti, efisien,
efektif, dan partisipatif memerlukan undang-undang
yang memberikan perlindungan hukum kepada warga
masyarakat secara adil dan tidak berpihak;
c. bahwa untuk menciptakan kepemerintahan yang baik
dibutuhkan ketentuan hukum yang mengatur
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c maka perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Administrasi
Pemerintahan;
2
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN
RAPAT KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1),
Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan perubahannya;
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UNDANG–UNDANG TENTANG
ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat
(1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I
ayat (2) UUD 1945 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UNDANG–UNDANG TENTANG
ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN
3
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR ......TAHUN.....
TENTANG
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
I. PENJELASAN UMUM
1. Dasar Pemikiran
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(sebagaimana telah diamandemen pada perubahan
pertama), kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Selanjutnya
menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia
adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia
harus berdasarkan atas prinsip negara hukum dan prinsip
kedaulatan rakyat. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut,
maka segala bentuk keputusan dan tindakan faktual
penyelenggara pemerintahan dengan demikian harus
berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan hukum, dan tidak
berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan
aparatur penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR ......TAHUN.....
TENTANG
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
I. PENJELASAN UMUM
1. Dasar Pemikiran
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. Selanjutnya menurut ketentuan
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara
hukum. Hal ini berarti bahwa sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara Republik Indonesia harus
berdasarkan atas prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip
negara hukum. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka
segala bentuk keputusan dan tindakan aparatur
penyelenggara pemerintahan dengan demikian harus
berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan hukum, dan tidak
berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan
aparatur penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
4
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Penggunaan kekuasaan negara terhadap individu dan warga
negara bukanlah tanpa persyaratan. Individu dan warga
negara tidak dapat diperlakukan secara sewenang-wenang
sebagai obyek. Tindakan dan intervensi negara terhadap
individu harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang telah dibuat oleh legislatif dan asas-asas
umum pemerintahan yang baik. Pengawasan terhadap
Keputusan Pemerintahan merupakan pengujian apakah
setiap individu yang terlibat telah diperlakukan sesuai
dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip
perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan
oleh lembaga negara dan peradilan administrasi yang
independen.
Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan
negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan
negara dan pembangunan harus diatur oleh produk hukum.
Tugas pemerintahan adalah untuk mewujudkan tujuan
negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD
1945 dan tugas tersebut merupakan tugas yang sangat luas.
Begitu luasnya cakupan tugas-tugas administrasi negara dan
pemerintahan, sehingga diperlukan peraturan yang dapat
mengarahkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
menjadi lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan
masyarakat (citizen friendly), membatasi kekuasaan
administrasi negara dalam menjalankan tugas pemerintahan,
pelayanan dan pembangunan.
Ketentuan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
tersebut diatur dalam sebuah Undang-Undang yang disebut
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Penggunaan kekuasaan negara terhadap individu dan
warga negara bukanlah tanpa persyaratan. Individu dan
warga negara tidak dapat diperlakukan secara sewenang-
wenang sebagai obyek. Tindakan dan intervensi negara
terhadap individu harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang telah dibuat oleh legislatif dan
asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pengawasan
terhadap Keputusan Pemerintahan merupakan pengujian
apakah setiap individu yang terlibat telah diperlakukan
sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip
perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan
oleh lembaga negara dan peradilan administrasi yang
independen.
Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan
negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan
negara dan pembangunan harus diatur oleh produk
hukum. Tugas pemerintahan adalah untuk mewujudkan
tujuan negara sebagaimana dirumuskan dalam
pembukaan UUD 1945 dan tugas tersebut merupakan
tugas yang sangat luas. Begitu luasnya cakupan tugas-
tugas administrasi negara dan pemerintahan, sehingga
diperlukan peraturan yang dapat mengarahkan
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan menjadi
lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat
(citizen friendly), membatasi kekuasaan administrasi
negara dalam menjalankan tugas pemerintahan,
pelayanan dan pembangunan.
Ketentuan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
tersebut diatur dalam sebuah Undang-Undang yang
disebut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
5
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini menjamin
hak-hak dasar warga negara dan untuk menjamin
penyelenggaraan tugas-tugas negara sebagaimana
dituntut oleh suatu negara hukum sesuai dengan Pasal 27
ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I
ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal
tersebut, warga negara tidak menjadi objek, melainkan
subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan
Administrasi Pemerintahan. Untuk memberikan jaminan
perlindungan kepada setiap warga negara, maka Undang-
Undang ini memungkinkan warga negara mengajukan
keberatan, kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan
yang bersangkutan atau melalui Komisi Ombudsman
Nasional atau melalui lembaga lainnya. Warga negara
juga dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan dan
tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan kepada
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
menggambarkan secara khusus konkritisasi norma
konstitusi dalam hubungan antara negara dan warga
negara yang dikuasainya. Pengaturan Administrasi
Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang adalah
elemen penting dari sebuah negara yang memiliki budaya
hukum yang berkembang tinggi, terutama jika Keputusan
Pemerintahan yang dibuat oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan dapat diuji melalui Peradilan Tata Usaha
Negara. Hal inilah yang merupakan nilai-nilai ideal dari
sebuah negara hukum. Penyelenggaraan kekuasaan
negara harus selalu berpihak kepada warganya dan
bukan sebaliknya.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini menjamin
hak-hak dasar warga negara dan untuk menjamin
penyelenggaraan tugas-tugas negara sebagaimana
dituntut oleh suatu negara hukum sesuai dengan Pasal 27
ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I
ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal
tersebut, warga negara tidak menjadi objek, melainkan
subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan
Administrasi Pemerintahan. Untuk memberikan jaminan
perlindungan kepada setiap warga negara, maka Undang-
Undang ini memungkinkan warga negara mengajukan
keberatan, kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan
atau Badan Hukum lainnya yang bersangkutan atau
melalui Komisi Ombudsman Nasional atau melalui
lembaga lainnya. Warga negara juga dapat mengajukan
gugatan terhadap keputusan dan tindakan Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
menggambarkan secara khusus konkritisasi norma
konstitusi dalam hubungan antara negara dan warga
negara yang dikuasainya. Pengaturan Administrasi
Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang adalah
elemen penting dari sebuah negara yang memiliki budaya
hukum yang berkembang tinggi, terutama jika Keputusan
Pemerintahan yang dibuat oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dapat diuji
melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Hal inilah yang
merupakan nilai-nilai ideal dari sebuah negara hukum.
Penyelenggaraan kekuasaan negara harus selalu
berpihak kepada warganya dan bukan sebaliknya.
6
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Jaminan dan perwujudan warga negara sebagai subjek
dalam sebuah negara hukum, yang merupakan bagian dari
perwujudan kedaulatan rakyat, mensyaratkan Undang-
Undang Administrasi Pemerintahan. Kedaulatan warga
negara dalam sebuah negara tidak dapat dengan
sendirinya baik secara keseluruhan maupun sebagian
dapat terwujud. Pengaturan Administrasi Pemerintahan
dalam sebuah Undang-Undang menjamin bahwa
keputusan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya terhadap warga negaranya tidak
dapat dilakukan dengan semena-mena. Tanpa ketentuan
hukum yang sesuai dengan Undang-Undang ini maka
warga negara (individu) maupun penduduk Indonesia akan
mudah menjadi obyek kekuasaan negara.
Disamping itu, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
merupakan transformasi asas-asas umum
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (algemene
beginseelen van behoorlijk bestuur) yang telah
dipraktekkan selama berpuluh-puluh tahun dalam
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Undang-
Undang ini adalah konkritisasi asas ke dalam norma hukum
yang mengikat. Asas-asas umum penyelenggaraan
pemerintahan yang baik akan terus berkembang, sesuai
dengan perkembangan dan dinamika masyarakat dalam
sebuah negara hukum. Karena itu konkritisasi asas ke
dalam norma hukum dalam Undang-Undang ini berpijak
pada asas-asas yang berkembang dan telah menjadi dasar
dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia selama
ini.
Jaminan dan perwujudan warga negara sebagai subjek
dalam sebuah negara hukum, yang merupakan bagian dari
perwujudan kedaulatan rakyat, mensyaratkan Undang-
Undang Administrasi Pemerintahan. Kedaulatan warga
negara dalam sebuah negara tidak dapat dengan
sendirinya baik secara keseluruhan maupun sebagian
dapat terwujud. Pengaturan Administrasi Pemerintahan
dalam sebuah Undang-Undang menjamin bahwa
keputusan Badan atau Pejabat Pemerintahan terhadap
warga negaranya tidak dapat dilakukan dengan semena-
mena. Tanpa ketentuan hukum yang sesuai dengan
Undang-Undang ini maka warga negara (individu) maupun
penduduk Indonesia akan mudah menjadi obyek
kekuasaan negara.
Disamping itu, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
merupakan transformasi asas-asas umum
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (algemene
beginseelen van behoorlijk bestuur) yang telah
dipraktekkan selama berpuluh-puluh tahun dalam
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Undang-
Undang ini adalah konkritisasi asas ke dalam norma hukum
yang mengikat. Asas-asas umum penyelenggaraan
pemerintahan yang baik akan terus berkembang, sesuai
dengan perkembangan dan dinamika masyarakat dalam
sebuah negara hukum. Karena itu konkritisasi asas ke
dalam norma hukum dalam Undang-Undang ini berpijak
pada asas-asas yang berkembang dan telah menjadi dasar
dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia selama
ini.
7
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Penambahan asas di dalam Undang-Undang dapat
dilakukan sejalan dengan perkembangan dan perubahan
yang terjadi di lingkungan masyarakat. Konkritisasi asas
ke dalam norma merupakan upaya untuk mewujudkan
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang
berdasarkan atas transparansi, akuntabilitas, kewajiban
hukum dan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
penyelenggaraan negara.
Ketentuan peraturan Administrasi Pemerintahan ini
menjadi dasar penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan dalam upaya meningkatkan tata
kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan
sebagai upaya untuk mengurangi Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Pendekatan untuk mengurangi korupsi,
kolusi dan nepotisme lebih diarahkan sebagai tindakan
preventif dalam penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan. Undang-undang ini dimaksudkan untuk
memperbaiki kualitas penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan, yang dapat mempengaruhi secara
proaktif proses dan prosedur Administrasi Pemerintahan
sehingga mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan
nepotisme. Disamping itu, Undang-undang Administrasi
Pemerintahan harus mampu menciptakan birokrasi yang
semakin baik, transparan dan efisien. Untuk itu
diperlukan penerapan instrumen yang memperjuangkan
secara aktif tidak saja sanksi-sanksi terhadap korupsi,
tetapi juga instrumen hukum yang secara positif dapat
memperkuat penegakan hukum, dan memperbaiki
perlindungan hukum kepada warga negara melalui
kontrol dan pemberian kesempatan pengaduan yang
formal dan informal, serta pembatasan kekuasaan
penyelenggara administrasi pemerintahan.
Penambahan asas di dalam Undang-Undang dapat
dilakukan sejalan dengan perkembangan dan perubahan
yang terjadi di lingkungan masyarakat. Konkritisasi asas ke
dalam norma merupakan upaya untuk mewujudkan
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang
berdasarkan atas transparansi, akuntabilitas, kewajiban
hukum dan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
penyelenggaraan negara.
Ketentuan peraturan Administrasi Pemerintahan ini menjadi
dasar penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan dalam
upaya meningkatkan tata kepemerintahan yang baik (Good
Governance) dan sebagai upaya untuk mengurangi
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pendekatan untuk
mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme lebih diarahkan
sebagai tindakan preventif dalam penyelenggaraan
Administrasi Pemerintahan. Undang-undang ini
dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan
Administrasi Pemerintahan, yang dapat mempengaruhi
secara proaktif proses dan prosedur Administrasi
Pemerintahan sehingga mencegah terjadinya korupsi,
kolusi dan nepotisme. Disamping itu, Undang-undang
Administrasi Pemerintahan harus mampu menciptakan
birokrasi yang semakin baik, transparan dan efisien. Untuk
itu diperlukan penerapan instrumen yang memperjuangkan
secara aktif tidak saja sanksi-sanksi terhadap korupsi,
tetapi juga instrumen hukum yang secara positif dapat
memperkuat penegakan hukum, dan memperbaiki
perlindungan hukum kepada warga negara melalui kontrol
dan pemberian kesempatan pengaduan yang formal dan
informal, serta pembatasan kekuasaan penyelenggara
administrasi pemerintahan.
8
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada
dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-
prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola
tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan
profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan
kepastian hukum. Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan merupakan keseluruhan upaya untuk
mengatur kembali (reformasi) tindakan faktual
penyelenggara pemerintahan berdasarkan Undang-
Undang Dasar, Falsafah dan asas-asas hukum yang
dihayati oleh masyarakat dan warga negara Indonesia;
dan bukan hanya semata-mata pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku agar pelayanan
pemerintahan kepada masyarakat dan pembangunan
negara dan bangsa benar-benar tertuju pada
peningkatan dan kesejahteraan dan keadilan bagi
masyarakat luas. Undang-Undang ini menjadi payung
hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan oleh semua
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya di Pusat dan Daerah.
Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada
dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip
pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak
administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional
dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan merupakan
keseluruhan upaya untuk mengatur kembali (reformasi)
tindakan aparatur penyelenggara pemerintahan
berdasarkan Undang-Undang Dasar, Falsafah dan asas-
asas hukum yang dihayati oleh masyarakat dan warga
negara Indonesia; dan bukan hanya semata-mata pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku agar
pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan
pembangunan negara dan bangsa benar-benar tertuju
pada peningkatan dan kesejahteraan dan keadilan bagi
masyarakat luas. Undang-Undang ini menjadi payung
hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan oleh semua
Badan atau Pejabat Pemerintahan di Pusat dan Daerah.
9
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
1BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Administrasi Pemerintahan adalah tatalaksana
dalam mengambil tindakan hukum dan/atau
tindakan faktual oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya.
2. Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum Lainnya adalah unsur yang melaksanakan
fungsi pemerintahan berdasarkan wewenang
pemerintahan.
3. Wewenang pemerintahan adalah wewenang diluar
kekuasaan legislatif dan yudisiil yang diperoleh
melalui atribusi atau delegasi.
4. Keputusan Pemerintahan adalah keputusan tertulis
dan/atau tidak tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dalam lapangan hukum administrasi negara
yang diberi kewenangan untuk membuat keputusan.
5. Diskresi adalah wewenang Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau badan hukum lainnya yang
memungkinkan untuk melakukan pilihan dalam
mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan
faktual dalam administrasi pemerintahan.
6. Upaya Administratif adalah pengajuan keberatan
terhadap Keputusan Pemerintahan dalam
lingkungan pemerintahan.
7. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Administrasi Pemerintahan adalah tatalaksana
dalam mengambil tindakan hukum dan/atau
tindakan faktual oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan.
2. Badan atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur
yang melaksanakan fungsi pemerintahan
berdasarkan wewenang pemerintahan.
3. Wewenang pemerintahan adalah wewenang diluar
kekuasaan legislatif dan yudisiil yang diperoleh
melalui atribusi, delegasi, mandat.
4. Keputusan Pemerintahan adalah keputusan tertulis
dan/atau tidak tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan dalam lapangan hukum
administrasi negara.
5. Diskresi adalah wewenang Pejabat Pemerintahan
yang memungkinkan untuk melakukan pilihan dalam
mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan
faktual dalam administrasi pemerintahan.
6. Upaya Administratif adalah pengajuan keberatan
terhadap Keputusan Pemerintahan dalam
lingkungan pemerintahan.
7. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
10
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
18. Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan pada
saat jabatan itu dibentuk.
9. Kewenangan delegasi adalah pelimpahan
kewenangan untuk mengambil Keputusan
Pemerintahan oleh suatu Badan kepada pihak lain
untuk melaksanakan kewenangan atas tanggung
jawab sendiri, dan tidak diberikan kepada
bawahan.
10. Mandat adalah penugasan oleh Badan atau
Pejabat Pemerintahan yang berwenang kepada
badan atau pejabat pemerintahan lain untuk
melaksanakan tugas pemerintahan atas nama
pemberi mandat
11
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 1
Cukup JelasPenjelasan
Pasal 1
Cukup Jelas
12
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
2 Bagian Kedua
Tujuan dan Asas
Pasal 2
Undang-undang ini bertujuan:
1. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan;
2. menciptakan kepastian hukum;
3. mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang;
4. menjamin akuntabilitas Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya;
5. memberikan perlindungan hukum kepada
masyarakat dan aparatur pemerintah;
6. menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang
baik dan peraturan perundang-undangan;
7. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Tujuan dan Asas
Pasal 2
Undang-undang ini bertujuan:
1. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan;
2. menciptakan kepastian hukum;
3. mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang;
4. menjamin akuntabilitas Badan atau Pejabat
Pemerintahan;
5. memberikan perlindungan hukum kepada
masyarakat dan aparatur pemerintah;
6. menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang
baik;
7. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
13
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 2
Cukup Jelas
Penjelasan Pasal 2
Cukup Jelas
14
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
3Pasal 3
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam
menjalankan hak, wewenang, kewajiban dan
tanggung jawabnya wajib melaksanakan asas-asas
umum pemerintahan yang baik.
(2) Asas-asas umum pemerintahan yang baik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diantaranya:
a.Asas kepastian hukum;
b.Asas keseimbangan;
c.Asas ketidakberpihakan;
d.Asas kecermatan;
e.Asas tidak melampaui, tidak
menyalahgunakan dan/atau mencampuradukkan
kewenangan;
f. Asas keterbukaan;
g.Asas profesionalitas;
h.Asas kepentingan umum.
(3) Asas-asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berkembang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, kebutuhan masyarakat dan
yurisprudensi.
Pasal 3
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya dalam menjalankan hak,
wewenang, kewajiban dan tanggung
jawabnya wajib melaksanakan :
a.Asas legalitas
b.Asas pengakuan dan perlindungan terhadap
Hak Asasi Manusia
c.Asas umum pemerintahan yang baik.
(2) Asas-asas umum pemerintahan yang baik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi :
a. Asas kepastian hukum;
b. Asas keseimbangan;
c. Asas ketidakberpihakan;
d. Asas kecermatan;
e. Asas tidak melampaui, tidak
menyalahgunakan dan/atau
mencampuradukkan kewenangan;
f. Asas keterbukaan;
g. Asas profesionalitas;
h. Asas kepentingan umum.
(3) Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebutuhan masyarakat
15
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN
RAPAT KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 3
(1)Cukup jelas
(2)
a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
b. Asas keseimbangan adalah asas yang mewajibkan Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
untuk menjaga, menjamin, paling tidak mengupayakan
keseimbangan, antara: (1) kepentingan antar individu yang
satu dengan kepentingan individu yang lain; (2)
keseimbangan antar individu dengan masyarakat; (3) antar
kepentingan warga negara dan masyarakat asing; (4) antar
kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan
kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5)
keseimbangan kepentingan antara pemerintah dengan
warga negara; (6) keseimbangan antara generasi yang
sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7)
keseimbangan antara manusia dan ekosistemnya; (8)
antara kepentingan pria dan wanita.
c. Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dalam mengambil keputusan mempertimbangkan
kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak
diskriminatif.
d. Asas kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa
suatu keputusan harus didasarkan pada informasi dan
dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas
pengambilan keputusan sehingga keputusan yang
bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum
keputusan tersebut diambil atau diucapkan.
Pasal 3
(1)Cukup Jelas
(2)
a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara
hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan.
b. Asas keseimbangan adalah asas yang mewajibkan
Badan atau Pejabat Pemerintahan untuk menjaga,
menjamin, paling tidak mengupayakan keseimbangan,
antara: (1) kepentingan antar individu yang satu dengan
kepentingan individu yang lain; (2) keseimbangan antar
individu dengan masyarakat; (3) antar kepentingan
warga negara dan masyarakat asing; (4) antar
kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan
kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5)
keseimbangan kepentingan antara pemerintah dengan
warga negara; (6) keseimbangan antara generasi yang
sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7)
keseimbangan antara manusia dan ekosistemnya; (8)
antara kepentingan pria dan wanita.
c. Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan
Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam mengambil
keputusan mempertimbangkan kepentingan para pihak
secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.
d. Asas kecermatan adalah asas yang mengandung arti
bahwa suatu keputusan harus didasarkan pada
informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung
legalitas pengambilan keputusan sehingga keputusan
yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat
sebelum keputusan tersebut diambil atau diucapkan.
Penjelasan
16
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
e. Asas tidak melampaui, tidak menyalahgunakan
dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan
adalah asas yang mewajibkan setiap Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya tidak menggunakan kewenangannya untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan
tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan
tersebut.
f. Asas keterbukaan adalah asas yang melayani
masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskrirninatif dalam
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas
hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
g. Asas profesionalitas adalah asas yang
mengutamakan keahlian yang sesuai dengan tugas
dan kode etik yang berlaku bagi Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang
mengeluarkan Keputusan Pemerintahan yang
bersangkutan.
h. Asas kepentingan umum adalah asas yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak
diskriminatif.
(3) Penambahan asas-asas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disesuaikan dengan yurisprudensi
atau peraturan perundang-undangan
e. Asas tidak melampaui, tidak menyalahgunakan
dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan
adalah asas yang mewajibkan setiap Badan atau
Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan
kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau
kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan
tujuan pemberian kewenangan tersebut.
f. Asas keterbukaan adalah asas yang melayani
masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskrirninatif dalam
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas
hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
g. Asas profesionalitas adalah asas yang
mengutamakan keahlian yang sesuai dengan tugas
dan kode etik yang berlaku bagi Badan atau Pejabat
Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan
Pemerintahan yang bersangkutan.
h. Asas kepentingan umum adalah asas yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak
diskriminatif.
(3) Penambahan asas-asas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disesuaikan dengan yurisprudensi
atau peraturan perundang-undangan
17
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
4BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Undang-undang ini berlaku bagi semua keputusan dan
atau tindakan faktual Administrasi Pemerintahan yang
dilakukan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan
atau Badan Hukum Lainnya yang diberikan wewenang
menyelenggarakan urusan pemerintahan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Undang-undang ini berlaku bagi semua tindakan hukum
Administrasi Pemerintahan yang dilakukan oleh Badan atau
Pejabat Pemerintahan yang diberikan wewenang
menyelenggarakan urusan pemerintahan.
18
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 4
Badan Hukum Lainnya adalah Badan atau Pejabat
yang menjalankan fungsi pemerintahan
berdasarkan kewenangan delegatif atau
pelimpahan kewenangan dan peraturan
perundang-undangan, antara lain otorita, lembaga
pendidikan, pengelola kawasan, notaris, BUMN
atau BUMD yang menjalankan fungsi
pemerintahan.
Pasal 4
Badan Hukum Lainnya adalah Badan atau Pejabat yang
menjalankan fungsi pemerintahan berdasarkan
penugasan, pelimpahan kewenangan atau penyerahan
kewenangan berdasarkan peraturan perundang-
undangan contoh antara lain otorita, lembaga
pendidikan, pengelola kawasan, notaris, BUMN atau
BUMD.
Penjelasan
19
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
5BAB III
PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Kewenangan Administrasi Pemerintahan
Pasal 5
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya memperoleh wewenang melalui atribusi dan atau
delegasi
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dapat memberikan mandat kepada Badan atau Pejabat
Pemerintahan, kecuali ditentukan lain dengan peraturan
perundang-undangan
(3) Wewenang Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya dibatasi oleh wilayah, materi dan waktu
(4) Keabsahan Keputusan Pemerintahan merupakan tanggung
jawab jabatan
(5) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya yang memiliki kewenangan untuk membuat dan
melaksanakan Keputusan Pemerintahan terdiri atas:
a.Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dalam wilayah hukum dimana Urusan Administrasi
Pemerintahan itu terjadi, atau;
b.Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dalam wilayah hukum dimana seorang individu atau
sebuah organisasi berbadan hukum melakukan aktivitasnya,
atau;
(6) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dalam wilayah hukum dimana seorang individu atau
organisasi berbadan hukum bertempat tinggal atau memiliki
tempat tinggal
(7) Kewenangan yang melibatkan lintas Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dilaksanakan
melalui kerjasama antar Badan atau Pejabat Pemerintahan dan
atau Badan Hukum lainnya yang terlibat.
BAB III
PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Kewenangan Administrasi Pemerintahan
Pasal 5
(1) Wewenang Badan atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh substansi
wewenang, wilayah, dan waktu
(2) Substansi wewenang diatur berdasarkan ketentuan atribusi, delegasi
dan mandat.
(3) Keabsahan Keputusan Pemerintahan merupakan tanggung jawab
jabatan.
(4) Maladministrasi dalam pembuatan keputusan Pemerintahan
merupakan tanggung jawab pribadi
(5) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk
membuat dan melaksanakan Keputusan Pemerintahan terdiri atas:
a. Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum
dimana UrusanAdministrasi Pemerintahan itu terjadi, atau;
b. Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum
dimana seorang individu atau sebuah organisasi berbadan
hukum melakukan aktivitasnya, atau;
(6) Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum dimana
seorang individu atau organisasi berbadan hukum bertempat tinggal
atau memiliki tempat tinggal
(7) Kewenangan yang melibatkan lintas Badan atau Pejabat Pemerintahan
dilaksanakan melalui kerjasama antar Badan atau Pejabat
Pemerintahan yang terlibat.
20
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
(8) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang mempunyai kewenangan untuk
membuat dan melaksanakan keputusan
ditetapkan dalam kerjasama tersebut, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
(9) Apabila kewenangan yang dimiliki oleh suatu
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya telah berakhir, maka dalam
keadaan darurat Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
tersebut hanya dapat membuat keputusan atau
melakukan Tindakan Administrasi Pemerintahan
yang bersifat sementara.
(8) Badan atau Pejabat Pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang mempunyai
kewenangan untuk membuat dan melaksanakan
keputusan ditetapkan dalam kerjasama tersebut,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
(9) Apabila kewenangan yang dimiliki oleh suatu Badan
atau Pejabat Pemerintahan telah berakhir, maka
dalam keadaan darurat Badan atau Pejabat
Pemerintahan tersebut hanya dapat membuat
keputusan atau melakukan Tindakan Administrasi
Pemerintahan yang bersifat sementara.
(10) Keputusan atau tindakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tidak boleh menimbulkan kerugian bagi
pihak-pihak yang terkait, serta instansi lain, yang
menurut ketentuan perundang-undangan mengambil
alih kewenangan tersebut.
21
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN
RAPAT KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 5
(1) Kewenangan atributif adalah kewenangan yang diperoleh dan diatur dalam
Undang-undang. Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya tidak dapat lagi menggunakan kewenangan setelah didelegasikan
kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya,
kecuali pendelegasian itu telah dicabut. Sedang kewenangan delegasi hanya
dapat diberikan jika hal itu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
dan delegasi dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab sendiri
(delegator) dan delegasi tidak diberikan kembali kepada bawahan
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dapat
memberikan mandat kepada Badan dan Pejabat Pemerintahan dan Badan
Hukum lainnya , kecuali ditentukan lain dengan peraturan perundang-
undangan. Penerima mandat dalam melaksanakan mandatnya harus
menyebut atas nama Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang memberi mandat tetap berwenang untuk menngunakan
sendiri kewenangan yang telah diberikan melalui mandat
(3) Apabila terdapat sengketa kewenangan maka Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang berwenang adalah Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang memiliki
kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(4)) Cukup jelas
(5) Cukup Jelas
(6) Cukup Jelas
(7) Kewenangan lintas Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dimaksud adalah apabila terdapat keterlibatan beberapa Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya terhadap satu atau lebih
Urusan Administrasi Pemerintahan.
(8) Cukup Jelas
(9)) Untuk mengisi kekosongan yang disebabkan oleh berakhirnya masa
kewenangan suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dan terjadi keadaan darurat, maka Badan atau Pejabat Pemerintahan
dan atau Badan Hukum lainnya dapat membuat dan melaksanakan Keputusan
Pemerintahan yang bersifat sementara sampai terbentuknya kewenangan
yang baru. Keadaan darurat dimaksud antara lain bencana alam, kerusuhan
massa, force majeur, wabah penyakit, darurat militer dan hal lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan keadaan darurat lainnya.
Pasal 5
(1) Apabila terdapat sengketa kewenangan maka Badan atau
Pejabat Pemerintahan yang berwenang adalah Badan atau
Pejabat Pemerintahan yang pertama kali menangani Urusan
Administrasi Pemerintahan tersebut.
(2) Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang diatur dalam
undang-undang.
Kewenangan delegasi adalah pelimpahan kewenangan untuk
mengambil Keputusan Pemerintahan oleh suatu Badan kepada
pihak lain yang melaksanakan kewenangan atas tanggung
jawab sendiri, dan tidak diberikan kepada bawahan.
(3) Yang dimaksud dengan “keabsahan” adalah legalitas
(rechtmatigheid).
(4) Yang dimaksud dengan “maladministrasi” adalah perbuatan
tercela.
(5) Cukup Jelas
(6) Cukup Jelas
(7) Kewenangan lintas Badan atau Pejabat Pemerintahan
dimaksud adalah apabila terdapat keterlibatan beberapa
Badan atau Pejabat Pemerintahan terhadap satu atau lebih
Urusan Administrasi Pemerintahan.
(8) Cukup Jelas
(9) Untuk mengisi kekosongan yang disebabkan oleh berakhirnya
masa kewenangan suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan
dan terjadi keadaan darurat, maka Badan atau Pejabat
Pemerintahan dapat membuat dan melaksanakan Keputusan
Pemerintahan yang bersifat sementara sampai terbentuknya
kewenangan yang baru. Keadaan darurat dimaksud antara
lain bencana alam, kerusuhan massa, force majeur, wabah
penyakit, darurat militer dan hal lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan keadaan darurat lainnya.
(10) Cukup Jelas
penjelasan
22
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
6Bagian Kedua
Penggunaan Diskresi
Pasal 6
(1) Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
yang menggunakan diskresi dalam mengambil
keputusan wajib mempertimbangkan tujuan diskresi,
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
diskresi, dan asas-asas umum pemerintahan yang
baik.
(2) Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
yang menggunakan diskresi wajib
mempertanggungjawabkan keputusannya kepada
pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan
akibat keputusan diskresi yang telah diambil.
(3) Keputusan dan/atau tindakan faktual Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diuji
melalui Upaya Administratif atau gugatan di Peradilan
Tata Usaha Negara.
(4) Ketentuan tentang tata cara penggunaan diskresi
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah .
Bagian Kedua
Diskresi
Pasal 6
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang diberikan
kewenangan diskresi dalam mengambil keputusan wajib
mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi, dan
asas-asas umum pemerintahan yang baik.
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang menggunakan
diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya
kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang
dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil.
(3) Keputusan dan/atau tindakan diskresi Badan atau
Pejabat Pemerintahan dapat diuji melalui Upaya
Administratif atau gugatan di Peradilan Tata Usaha
Negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang diskresi diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
23
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 6
(1) Diantara asas-asas umum pemerintahan yang
baik yang paling mendasar adalah larangan
penyalahgunaan wewenang dan larangan
bertindak sewenang-wenang
(2) Pertanggungjawaban kepada atasan
dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan
memberikan alasan-alasan pengambilan
keputusan diskresi. Sedangkan
pertanggungjawaban kepada masyarakat
diselesaikan melalui proses peradilan
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
Pasal 6
(1) Diantara asas-asas umum pemerintahan yang baik
yang paling mendasar adalah larangan
penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak
sewenang-wenang
(2) Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan
dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-
alasan pengambilan keputusan diskresi. Sedangkan
pertanggungjawaban kepada masyarakat
diselesaikan melalui proses peradilan
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
Penjelasan
24
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
7 Bagian Ketiga
Bantuan Kedinasan
Pasal 7
(1)Atas permintaan satu atau beberapa Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya, setiap Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya wajib
memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang meminta bantuan
tersebut untuk melaksanakan Urusan Administrasi Pemerintahan
tertentu.
(2) Syarat-syarat Bantuan Kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. adanya alasan hukum bahwa keputusan dan Tindakan
Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri
oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang meminta bantuan;
b. kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh suatu Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya,
yang mengakibatkan suatu Urusan Administrasi
Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
tersebut;
c. dalam hal melaksanakan suatu Urusan Administrasi
Pemerintahan, suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan
atau Badan Hukum lainnya tidak memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk melaksanakannya sendiri;
d. apabila untuk membuat keputusan dan melakukan kegiatan
pelayanan publik, suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan
dan atau Badan Hukum lainnya membutuhkan surat
keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya lainnya;
e. jika satu Urusan Administrasi Pemerintahan hanya dapat
dilaksanakan dengan biaya, peralatan dan fasilitas yang besar
dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh suatu Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya.
Bagian Ketiga
Bantuan Kedinasan
Pasal 7
(1)Atas permintaan satu atau beberapa Badan atau Pejabat
Pemerintahan, setiap Badan atau Pejabat Pemerintahan wajib
memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat
Pemerintahan yang meminta bantuan tersebut untuk
melaksanakan Urusan Administrasi Pemerintahan tertentu.
(2) Syarat-syarat Bantuan Kedinasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. adanya alasan hukum bahwa keputusan dan Tindakan
Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan
sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
meminta bantuan;
b. kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh suatu
Badan atau Pejabat Pemerintahan, yang mengakibatkan
suatu Urusan Administrasi Pemerintahan tidak dapat
dilaksanakan sendiri oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan tersebut;
c. dalam hal melaksanakan suatu Urusan Administrasi
Pemerintahan, suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan
tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
melaksanakannya sendiri;
d. apabila untuk membuat keputusan dan melakukan
kegiatan pelayanan publik, suatu Badan atau Pejabat
Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan
berbagai dokumen yang diperlukan dari Badan atau
Pejabat Pemerintahan lainnya;
c. jika satu Urusan Administrasi Pemerintahan hanya dapat
dilaksanakan dengan biaya, peralatan dan fasilitas yang
besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh suatu
Badan atau Pejabat Pemerintahan.
25
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal jika
berdasarkan ketentuan perundang-undangan, Urusan
Administrasi Pemerintahan tersebut wajib dilaksanakan
sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya yang bersangkutan.
(4) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya yang meminta bantuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dipungut biaya oleh instansi yang
memberikan bantuan, kecuali jika bantuan tersebut
membutuhkan biaya yang besar.
(5) Pengenaan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan
atau Badan Hukum lainnya yang memberikan Bantuan
Kedinasan berdasarkan ketentuan perundang-undangan
dan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal jika
berdasarkan ketentuan perundang-undangan, Urusan
Administrasi Pemerintahan tersebut wajib dilaksanakan
sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
bersangkutan.
(4 Badan atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya
oleh instansi yang memberikan bantuan, kecuali jika
bantuan tersebut membutuhkan biaya yang besar.
(5) Pengenaan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
memberikan Bantuan Kedinasan berdasarkan ketentuan
perundang-undangan dan berdasarkan kesepakatan para
pihak.
26
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 7
(1) Yang dimaksud dengan Bantuan Kedinasan adalah
bantuan yang diberikan dalam rangka pembuatan
dan pelaksanaan Keputusan Pemerintahan
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang memberikan Bantuan
Kedinasan sebelum mengenakan biaya Bantuan
Kedinasan terlebih dahulu disepakati bersama
dengan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya yang mendapat Bantuan
Kedinasan
Pasal 7
(1) Yang dimaksud dengan Bantuan Kedinasan adalah
bantuan yang diberikan dalam rangka pembuatan dan
pelaksanaan Keputusan Pemerintahan
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan
Bantuan Kedinasan sebelum mengenakan biaya
Bantuan Kedinasan terlebih dahulu disepakati bersama
dengan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
mendapat Bantuan Kedinasan
Penjelasan
27
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
8Pasal 8
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya dapat menolak memberikan Bantuan
Kedinasan, jika:
a. mengganggu pelaksanaan tugas Badan
Pemerintahan tersebut;
b. menyangkut dokumen Administrasi
Pemerintahan yang bersifat rahasia sesuai
peraturan perundang-undangan; atau
c. menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan Badan atau Pejabat Pemerintahan
dan atau Badan Hukum lainnya tidak
diperbolehkan memberikan bantuan;
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang menolak untuk memberikan
Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
harus memberikan alasan penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Jika suatu Bantuan Kedinasan mutlak dibutuhkan,
keputusan atas kewajiban memberikan Bantuan
Kedinasan ditetapkan oleh pejabat atasannya.
Pasal 8
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat menolak
memberikan Bantuan Kedinasan, jika:
a. mengganggu pelaksanaan tugas Badan
Pemerintahan tersebut;
b. menyangkut dokumen Administrasi Pemerintahan
yang bersifat rahasia sesuai peraturan
perundang-undangan; atau
c. menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan Badan atau Pejabat Pemerintahan
tidak diperbolehkan memberikan bantuan;
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang menolak
untuk memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan
atau Pejabat Pemerintahan lainnya harus memberikan
alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Jika suatu Bantuan Kedinasan mutlak dibutuhkan,
keputusan atas kewajiban memberikan Bantuan
Kedinasan ditetapkan oleh pejabat atasannya.
28
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 8
(1) Yang dimaksud dengan dapat menolak
memberikan Bantuan Kedinasan adalah apabila
pemberian bantuan tersebut akan mengganggu
pelaksanaan tugas Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
yang diminta bantuan, misalnya antara lain
pelaksanaan Bantuan Kedinasan yang diminta
dikhawatirkan akan melebihi anggaran yang
dimiliki, keterbatasan sumber daya manusia,
mengganggu pencapaian tujuan dan kinerja
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya.
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
Pasal 8
(1) Yang dimaksud dengan dapat menolak memberikan
Bantuan Kedinasan adalah apabila pemberian
bantuan tersebut akan mengganggu pelaksanaan
tugas Badan atau Pejabat Pemerintahan yang diminta
bantuan, misalnya antara lain pelaksanaan Bantuan
Kedinasan yang diminta dikhawatirkan akan melebihi
anggaran yang dimiliki, keterbatasan sumber daya
manusia, mengganggu pencapaian tujuan dan kinerja
Badan atau Pejabat Pemerintahan.
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
Penjelasan
29
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
9 Pasal 9
Tanggung jawab terhadap Tindakan Administrasi
Pemerintahan dalam Bantuan Kedinasan dibebankan
kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya yang membutuhkan Bantuan
Kedinasan, kecuali ditentukan lain berdasarkan
kesepakatan tertulis kedua belah pihak.
Pasal 9
Tanggung jawab terhadap Tindakan Administrasi
Pemerintahan dalam Bantuan Kedinasan dibebankan kepada
Badan atau Pejabat Pemerintahan yang membutuhkan
Bantuan Kedinasan, kecuali ditentukan lain berdasarkan
kesepakatan tertulis kedua belah pihak.
30
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 9
Pemberian Bantuan Kedinasan kepada Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
yang membutuhkan antara lain aspek sarana dan
prasarana, tenaga profesional dan biaya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan Bantuan Kedinasan.
Pasal 9
Pemberian Bantuan Kedinasan kepada Badan atau
Pejabat Pemerintahan yang membutuhkan antara lain
aspek sarana dan prasarana, tenaga profesional dan
biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan Bantuan
Kedinasan.
Penjelasan
31
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
10 Bagian Keempat
Komunikasi Elektronis
Pasal 10
(1) Keputusan Pemerintahan yang berbentuk elektronis
berkekuatan hukum sama dengan Keputusan
Pemerintahan yang tertulis dan berlaku sejak
diterimanya keputusan tersebut oleh pihak yang
bersangkutan.
(2) Keputusan Pemerintahan dalam bentuk elektronis
wajib diikuti dengan pengiriman keputusan asli baik
dari Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya selambat-lambatnya 15
(limabelas) hari sejak tanggal pengiriman melalui
media elektronik.
Bagian Keempat
Komunikasi Elektronis
Pasal 10
(1) Pengiriman Keputusan Pemerintahan oleh Badan atau
Pejabat Pemerintahan melalui media elektronis
diperbolehkan jika anggota masyarakat dan Badan
Hukum memiliki akses untuk menerima dan membuka
secara elektronis keputusan tersebut.
(2) Bentuk cetak tertulis sebuah Keputusan Pemerintahan
dapat diganti dengan bentuk elektronis, jika tidak ada
ketentuan perundang-undangan yang melarangnya atau
mengatur lain.
(3) Keputusan Pemerintahan yang berbentuk elektronis
berkekuatan hukum sama dengan Keputusan
Pemerintahan yang tertulis dan berlaku sejak
diterimanya keputusan tersebut oleh pihak yang
bersangkutan.
(4) Keputusan Pemerintahan dalam bentuk elektronis diikuti
dengan pengiriman keputusan asli baik dari Badan atau
Pejabat Pemerintahan selambat-lambatnya 15
(limabelas) hari sejak tanggal pengiriman melalui media
elektronik.
32
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 10
(1) Cukup Jelas
(2) Untuk proses pengamanan pengiriman Keputusan
Pemerintahan, dokumen asli akan dikirimkan
apabila diperlukan dan dibutuhkan penegasan
mengenai penanggung jawab dari Pejabat
Pemerintahan yang menyimpan dokumen asli.
Jika terdapat permasalahan teknis dalam
pengiriman dan penerimaan dokumen secara
elektronis baik dari pihak pemerintah atau badan
hukum, maka kedua belah pihak berkewajiban
untuk saling memberitahukan secepatnya.
Pasal 10
(1) Media elektronis dimaksud dapat menggunakan
teknologi informasi dan telekomunikasi antara lain
email, fax, telex
(2) Bentuk elektronis dari suatu Keputusan
Pemerintahan antara lain berupa file elektronis
disertai dengan kode khusus otorisasi pengiriman
dari Pejabat yang menetapkan Keputusan
Pemerintahan.
(3) Cukup Jelas
(4) Untuk proses pengamanan pengiriman Keputusan
Pemerintahan, dokumen asli akan dikirimkan
apabila diperlukan dan dibutuhkan penegasan
mengenai penanggung jawab dari Pejabat
Pemerintahan yang menyimpan dokumen asli.
Jika terdapat permasalahan teknis dalam
pengiriman dan penerimaan dokumen secara
elektronis baik dari pihak pemerintah atau badan
hukum, maka kedua belah pihak berkewajiban
untuk saling memberitahukan secepatnya.
Penjelasan
33
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
11 BAB IV
PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Pihak-pihak yang berkepentingan
Pasal 11
(1) Pihak-pihak yang berkepentingan, merupakan pihak
langsung terkait dalam prosedur Administrasi
Pemerintahan adalah setiap orang, organisasi, dan
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya.
(2) Pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk terlibat
dalam prosedur Administrasi Pemerintahan meliputi:
a. individu yang cakap bertindak menurut hukum
perdata;
b. badan hukum yang diwakili oleh pengurus;
c. organisasi yang diwakili oleh pengurus;
d. Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya yang diwakili oleh
Pejabat Pemerintahan atau pejabat yang
ditunjuknya.
(3) Pihak-pihak dalam prosedur Administrasi
Pemerintahan terdiri atas:
a. Pemohon;
b. Termohon;
c. Pihak yang menjadi objek Keputusan
Pemerintahan.
BAB IV
PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Pihak-pihak yang berkepentingan
Pasal 11
(1) Pihak-pihak yang berkepentingan dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan adalah setiap orang,
organisasi, Badan Hukum Lainnya, dan Badan atau
Pejabat Pemerintahan.
(2) Pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk terlibat
dalam prosedur Administrasi Pemerintahan meliputi:
a. individu yang cakap bertindak menurut hukum
perdata;
b. badan hukum yang diwakili oleh pengurus;
c. organisasi yang diwakili oleh pengurus;
d. Badan atau Pejabat Pemerintahan yang diwakili
oleh Pejabat Pemerintahan atau pejabat yang
ditunjuknya.
(3) Pihak-pihak dalam prosedur Administrasi
Pemerintahan terdiri atas:
a. Pemohon;
b. Termohon;
c. Pihak yang menjadi objek Keputusan
Pemerintahan.
34
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 11
(1) Yang dimaksud dengan orang adalah orang
perseorangan atau badan hukum.
Yang dimaksud organisasi antara lain asosiasi,
perhimpunan, persatuan dan organisasi
kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
Pasal 11
(1) Yang dimaksud dengan orang adalah orang
perseorangan atau badan hukum.
Yang dimaksud organisasi antara lain asosiasi,
perhimpunan, persatuan dan organisasi
kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
Penjelasan
35
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
12Pasal 12
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya dapat memanggil dan
melibatkan orang, dan organisasi dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan baik atas inisiatif
sendiri maupun atas permohonan.
(2) Jika terdapat kepentingan pihak ketiga, maka
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya harus memberitahukan
kepentingan tersebut kepada pihak yang
bersangkutan paling lambat 14 (empat belas) hari
sebelum prosedur Administrasi Pemerintahan
dimulai.
Pasal 12
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat memanggil
dan melibatkan orang, dan organisasi dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan baik atas inisiatif sendiri
maupun atas permohonan.
(2) Jika terdapat kepentingan pihak ketiga, maka Badan
atau Pejabat Pemerintahan harus memberitahukan
kepentingan tersebut kepada pihak yang bersangkutan
paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum prosedur
Administrasi Pemerintahan dimulai.
36
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 12
(1) Pemanggilan dan pelibatan seorang individu,
badan hukum, organisasi, dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan dimaksudkan untuk
memberikan klarifikasi, bukti, fakta-fakta yang
dibutuhkan, serta menghindarkan kerugian pihak
ketiga.
(2) Cukup Jelas
Pasal 12
(1) Pemanggilan dan pelibatan seorang individu, badan
hukum, organisasi, dalam prosedur Administrasi
Pemerintahan dimaksudkan untuk memberikan
klarifikasi, bukti, fakta-fakta yang dibutuhkan, serta
menghindarkan kerugian pihak ketiga.
(2) Cukup Jelas
Penjelasan
37
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
13 Pasal 13
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya dalam mengambil keputusan tidak
boleh berdasarkan atas pertimbangan kepentingan
pribadi atau tujuan lain selain maksud dan tujuan
dalam pemberian wewenang tersebut.
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya wajib menjamin dan bertanggung
jawab terhadap setiap Keputusan Pemerintahan
yang dibuatnya.
Pasal 13
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam
mengambil keputusan tidak boleh berdasarkan atas
pertimbangan kepentingan pribadi atau tujuan lain
selain maksud dan tujuan dalam pemberian
wewenang tersebut.
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan wajib menjamin
dan bertanggung jawab terhadap setiap Keputusan
Pemerintahan yang dibuatnya.
38
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 13
(1) Yang dimaksud dengan kepentingan pribadi adalah
semua kepentingan yang tidak hanya
mendahulukan kepentingan pribadi sendiri, tetapi
juga mendahulukan kepentingan keluarga,
golongan, suku, agama tertentu, politik, ekonomi,
gender, dalam mengambil Keputusan
Pemerintahan.
(2) Cukup Jelas
Pasal 13
(1) Yang dimaksud dengan kepentingan pribadi adalah
semua kepentingan yang tidak hanya
mendahulukan kepentingan pribadi sendiri, tetapi
juga mendahulukan kepentingan keluarga,
golongan, suku, agama tertentu, politik, ekonomi,
gender, dalam mengambil Keputusan
Pemerintahan.
(2) Cukup Jelas
Penjelasan
39
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
14Pasal 14
(1) Pejabat Pemerintahan dilarang mengambil
Keputusan Pemerintahan apabila Pejabat yang
bersangkutan merupakan:
a. pihak yang berkepentingan;
b. kerabat dan keluarga pihak yang terlibat ;
c. wakil pihak yang terlibat;
d. pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari
pihak yang terlibat;
e. pihak yang memberikan rekomendasi
terhadap pihak yang terlibat; dan/atau
f. pihak-pihak lain yang dilarang oleh
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Dalam hal Pejabat Pemerintahan dilarang
mengambil Keputusan Pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengambilan Keputusan Pemerintahan
dilaksanakan oleh pejabat atasan atau pejabat lain
sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Pejabat Pemerintahan dilarang mengambil
Keputusan Pemerintahan apabila Pejabat yang
bersangkutan merupakan:
a. pihak yang berkepentingan;
b. kerabat dan keluarga pihak yang terlibat ;
c. wakil pihak yang terlibat;
d. pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari
pihak yang terlibat;
e. pihak yang memberikan rekomendasi
terhadap pihak yang terlibat; dan/atau
f. pihak-pihak lain yang dilarang oleh
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Dalam hal Pejabat Pemerintahan dilarang
mengambil Keputusan Pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengambilan Keputusan Pemerintahan
dilaksanakan oleh pejabat atasan atau pejabat lain
sesuai peraturan perundang-undangan.
40
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 14
(1) Yang dimaksud dengan pihak-pihak lain di luar
para pihak yang disebutkan dalam huruf a sampai
huruf f juga termasuk para pihak yang memiliki
hubungan khusus dengan pembuat keputusan
seperti teman, tunangan, dan pengampu.
Yang dimaksud dengan kerabat antara lain
suami/istri Ibu, bapak, anak, kakek, nenek, cucu,
saudara kandung, anak dari saudara kandung,
mertua, kakak atau adik dari suami/istri (ipar),
suami/istri dari saudara kandung, saudara
kandung orang tua, saudara tiri, anak tiri, anak
angkat, anak asuh, mantan isteri, mantan suami,
dan anak di luar kawin.
(2) Yang dimaksud dengan pengambilan keputusan
adalah prosedur di dalam menentukan diterbitkan
atau tidak diterbitkannya suatu Keputusan
Pemerintahan.
Pasal 14
(1) Yang dimaksud dengan pihak-pihak lain di luar para
pihak yang disebutkan dalam huruf a sampai huruf f
juga termasuk para pihak yang memiliki hubungan
khusus dengan pembuat keputusan seperti teman,
tunangan, dan pengampu.
Yang dimaksud dengan kerabat antara lain
suami/istri Ibu, bapak, anak, kakek, nenek, cucu,
saudara kandung, anak dari saudara kandung,
mertua, kakak atau adik dari suami/istri (ipar),
suami/istri dari saudara kandung, saudara kandung
orang tua, saudara tiri, anak tiri, anak angkat, anak
asuh, mantan isteri, mantan suami, dan anak di luar
kawin.
(2) Yang dimaksud dengan pengambilan keputusan
adalah prosedur di dalam menentukan diterbitkan
atau tidak diterbitkannya suatu Keputusan
Pemerintahan.
Penjelasan
41
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
15 Pasal 15
(1) Pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan Keputusan Pemerintahan dapat
memberikan keterangan mengenai dugaan dan
kecurigaan tentang keberpihakan pejabat
pengambil keputusan kepada atasan pejabat
pengambil keputusan paling lambat 5 (lima) hari
kerja sebelum pengambilan keputusan dilakukan.
(2) Atasan pejabat pengambil keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyampaikan keterangan dimaksud secara
tertulis kepada pejabat pengambil keputusan dan
melaporkan kepada pejabat atasannya selambat-
lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak
disampaikannya keterangan mengenai dugaan
keberpihakan.
(3) Jika dugaan dan kecurigaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyangkut pimpinan
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya, maka atasan dari pimpinan
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya tersebut mengambil
keputusan dan tindakan yang diperlukan.
Pasal 15
(1) Pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan Keputusan Pemerintahan dapat
memberikan keterangan mengenai dugaan dan
kecurigaan tentang keberpihakan pejabat pengambil
keputusan kepada atasan pejabat pengambil
keputusan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum
pengambilan keputusan dilakukan.
(2) Atasan pejabat pengambil keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan
keterangan dimaksud secara tertulis kepada pejabat
pengambil keputusan dan melaporkan kepada
pejabat atasannya selambat-lambatnya 5 (lima) hari
kerja sejak disampaikannya keterangan mengenai
dugaan keberpihakan.
(3) Jika dugaan dan kecurigaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menyangkut pimpinan Badan atau
Pejabat Pemerintahan, maka atasan dari pimpinan
Badan atau Pejabat Pemerintahan tersebut
mengambil keputusan dan tindakan yang diperlukan.
42
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 15
(1) Keberpihakan pejabat dalam proses pengambilan
keputusan adalah upaya yang dilakukan oleh
seorang pejabat untuk mempengaruhi pejabat
pengambil keputusan yang menguntungkan diri
sendiri, kerabat, dan kelompoknya antara lain
dalam kegiatan bisnis, politik atau kegiatan sosial.
(2) Penyampaian keterangan secara tertulis di sertai
dengan data, dokumen dan bukti-bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
(3) Cukup Jelas
Pasal 15
(1) Keberpihakan pejabat dalam proses pengambilan
keputusan adalah upaya yang dilakukan oleh seorang
pejabat untuk mempengaruhi pejabat pengambil
keputusan yang menguntungkan diri sendiri, kerabat,
dan kelompoknya antara lain dalam kegiatan bisnis,
politik atau kegiatan sosial.
(2) Penyampaian keterangan secara tertulis di sertai
dengan data, dokumen dan bukti-bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
(3) Cukup Jelas
Penjelasan
43
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
16 Bagian Kedua
Pemberian Kuasa
Pasal 16
(1) Setiap orang dan organisasi dapat memberikan
kuasa tertulis yang bermaterai kepada seseorang
untuk mewakili dan bertindak atas namanya dalam
semua keputusan dan tindakan dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan.
(2) Penerima kuasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dapat menunjukkan surat
pemberian kuasa secara tertulis yang sah.
(3) Pembatalan pemberian surat kuasa kepada
seseorang hanya dapat dilakukan secara tertulis
dan berlaku pada saat surat tersebut diterima oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya yang bersangkutan.
(4) Jika dianggap tidak mampu dan tidak memiliki
kapabilitas yang sesuai maka penerima kuasa
dapat dinyatakan tidak berhak untuk melakukan
kuasa.
(5) Jika individu, badan hukum dan organisasi tidak
memiliki wakil yang dapat bertindak atas namanya,
maka Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya dapat menunjuk wakil dan
atau perwakilan pihak yang terlibat untuk mewakili
individu atau organisasi tersebut dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan.
Bagian Kedua
Pemberian Kuasa
Pasal 16
(1) Setiap orang dan organisasi dapat memberikan
kuasa tertulis yang bermaterai kepada seseorang
untuk mewakili dan bertindak atas namanya dalam
semua keputusan dan tindakan dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan.
(2) Penerima kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dapat menunjukkan surat pemberian kuasa
secara tertulis yang sah.
(3) Pembatalan pemberian surat kuasa kepada
seseorang hanya dapat dilakukan secara tertulis dan
berlaku pada saat surat tersebut diterima oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan.
(4) Jika dianggap tidak mampu dan tidak memiliki
kapabilitas yang sesuai maka penerima kuasa dapat
dinyatakan tidak berhak untuk melakukan kuasa.
(5) Jika individu, badan hukum dan organisasi tidak
memiliki wakil yang dapat bertindak atas namanya,
maka Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat
menunjuk wakil dan atau perwakilan pihak yang
terlibat untuk mewakili individu atau organisasi
tersebut dalam prosedur Administrasi Pemerintahan.
44
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 16
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
(4) Kapabilitas untuk bertindak sebagai penerima
kuasa sekurang-kurangnya sehat jasmani dan
rohani, memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a. Pejabat
Pemerintahan dapat menyatakan gugurnya
pemberian kuasa yang tidak memenuhi
kapabilitas. Syarat kapabilitas ini tidak berlaku
untuk penerima kuasa yang berasal dari kalangan
profesional seperti pengacara dan notaris.
(5) Cukup Jelas
Pasal 16
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
(4) Kapabilitas untuk bertindak sebagai penerima kuasa
sekurang-kurangnya sehat jasmani dan rohani,
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (2) huruf a. Pejabat Pemerintahan
dapat menyatakan gugurnya pemberian kuasa yang
tidak memenuhi kapabilitas. Syarat kapabilitas ini
tidak berlaku untuk penerima kuasa yang berasal dari
kalangan profesional seperti pengacara dan notaris.
(5) Cukup Jelas
Penjelasan
45
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN
RAPAT KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
17Bagian Ketiga
Prinsip-Prinsip Pengujian Administrasi
Pemerintahan
Pasal 17
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya berwenang:
a.memeriksa permohonan atas dasar kewenangan yang
dimilikinya.
b.menentukan sifat, ruang lingkup pemeriksaan, pihak
yang berkepentingan dan dokumen-dokumen yang
dibutuhkan untuk:
1. mempertimbangkan fakta-fakta dan bukti yang
menguntungkan pihak-pihak yang berkepentingan
dalam mengambil keputusan dan tindakan faktual.
2. menyiapkan bukti-bukti dokumen yang relevan
yang dibutuhkan, mengumpulkan informasi,
mendengarkan dan memperhatikan pendapat pihak
lain yang terlibat dan atau terkait, pernyataan
tertulis dan elektronis dari pihak yang
berkepentingan, melihat langsung fakta-fakta, saksi
ahli, dan bukti-bukti lain yang mendukung sebelum
diterbitkannya Keputusan Pemerintahan.
Bagian Ketiga
Prinsip-Prinsip Pengujian Administrasi
Pemerintahan
Pasal 17
Badan atau Pejabat Pemerintahan berwenang:
a. memeriksa permohonan atas dasar kewenangan
yang dimilikinya.
b. menentukan sifat, ruang lingkup pemeriksaan,
pihak yang berkepentingan dan dokumen-
dokumen yang dibutuhkan untuk:
1. mempertimbangkan fakta-fakta dan bukti
yang menguntungkan pihak-pihak yang
berkepentingan dalam mengambil
Tindakan Administrasi Pemerintahan.
2. menyiapkan bukti-bukti dokumen yang
relevan yang dibutuhkan, mengumpulkan
informasi, mendengarkan dan
memperhatikan pendapat pihak lain yang
terlibat dan atau terkait, pernyataan
tertulis dan elektronis dari pihak yang
berkepentingan, melihat langsung fakta-
fakta, saksi ahli, dan bukti-bukti lain yang
mendukung sebelum diterbitkannya
Keputusan Pemerintahan.
46
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 17
Permohonan atas dasar kewenangan yang dimilliki
dapat berasal dari individu kepada Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya serta dari Badan atau Pejabat Pemerintahan
dan atau Badan Hukum lainnya.
Pasal 17
Permohonan atas dasar kewenangan yang dimilliki dapat
berasal dari individu kepada Badan atau Pejabat
Pemerintahan serta dari Badan atau Pejabat
Pemerintahan lainnya.
Penjelasan
47
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
18 Bagian Keempat
Dengar Pendapat Pihak Yang Berkepentingan
Pasal 18
(1) Pejabat Pemerintahan wajib memberikan kesempatan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk
didengar pendapatnya mengenai fakta dan dokumen
yang terkait sebelum membuat Keputusan
Pemerintahan yang akibatnya memberatkan,
membebani atau mengurangi hak orang-perorangan.
(2) Pemberitahuan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dilakukan melalui undangan atau
pengumuman publikasi media massa untuk didengar
pendapatnya dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
kerja sebelum diterbitkan Keputusan Pemerintahan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku apabila:
a. keputusan yang bersifat mendesak dan untuk
melindungi kepentingan umum;
b. keputusan yang tidak mengubah beban yang
harus dipikul oleh individu atau anggota
masyarakat yang bersangkutan;
c. dan/atau keputusan yang menyangkut
penegakan hukum.
Bagian Keempat
Dengar Pendapat Pihak Yang Berkepentingan
Pasal 18
(1) Pejabat Pemerintahan wajib memberikan kesempatan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk
didengar pendapatnya mengenai fakta dan dokumen
yang terkait sebelum membuat Keputusan
Pemerintahan yang akibatnya memberatkan,
membebani atau mengurangi hak orang-perorangan.
(2) Pemberitahuan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dilakukan melalui undangan atau
pengumuman publikasi media massa untuk didengar
pendapatnya dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
kerja sebelum diterbitkan Keputusan Pemerintahan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku apabila:
a. keputusan yang bersifat mendesak dan untuk
melindungi kepentingan umum;
b. keputusan yang tidak mengubah beban yang
harus dipikul oleh individu atau anggota
masyarakat yang bersangkutan;
c. dan/atau keputusan yang menyangkut
penegakan hukum.
48
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 18
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Keputusan yang menyangkut penegakan hukum
adalah keputusan sebagai pelaksanaan keputusan
sebelumnya. Contoh: keputusan administrasi
tentang relokasi bangunan di jalur hijau, keputusan
tentang pembongkaran rumah yang tidak memiliki
ijin.
Pasal 18
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Keputusan yang menyangkut penegakan hukum
adalah keputusan sebagai pelaksanaan keputusan
sebelumnya. Contoh: keputusan administrasi
tentang relokasi bangunan di jalur hijau, keputusan
tentang pembongkaran rumah yang tidak memiliki
ijin.
Penjelasan
49
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
19 Bagian Kelima
Hak Mengakses Dokumen Administrasi
Pasal 19
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya wajib memberikan kesempatan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengakses dokumen Administrasi Pemerintahan.
(2) Hak mengakses dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku,
jika dokumen administrasi termasuk kategori
rahasia negara dan/atau melanggar kerahasiaan
pihak ketiga.
(3) Pihak-pihak terlibat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki kewajiban untuk menjaga
kerahasiaan dan tidak melakukan penyimpangan
pemanfaatan informasi yang diperolehnya.
Bagian Kelima
Hak Mengakses Dokumen Administrasi
Pasal 19
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan wajib
memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan untuk mengakses dokumen
Administrasi Pemerintahan.
(2) Hak mengakses dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku,
jika dokumen administrasi termasuk kategori
rahasia negara dan/atau melanggar kerahasiaan
pihak ketiga.
(3) Pihak-pihak terlibat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki kewajiban untuk menjaga
kerahasiaan dan tidak melakukan penyimpangan
pemanfaatan informasi yang diperolehnya.
50
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 19
(1) Yang dimaksud dengan mengakses meliputi
membaca dan mengcopy. Pihak-pihak yang
berkepentingan adalah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11. Pejabat yang memberikan akses
wajib memperhatikan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan kerahasiaan pihak
ketiga dan kerahasaiaan negara.
(2) Yang dimaksud rahasia negara adalah
sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang
kearsipan, kerahasiaan negara, dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Yang dimaksud
dengan kerahasiaan pihak ketiga adalah hal-hal
yang menyangkut data dan informasi pribadi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Cukup Jelas
Pasal 19
(1) Yang dimaksud dengan mengakses meliputi
membaca dan mengcopy. Pihak-pihak yang
berkepentingan adalah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11. Pejabat yang memberikan akses
wajib memperhatikan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan kerahasiaan pihak
ketiga dan kerahasaiaan negara.
(2) Yang dimaksud rahasia negara adalah
sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang
kearsipan, kerahasiaan negara, dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Yang dimaksud
dengan kerahasiaan pihak ketiga adalah hal-hal
yang menyangkut data dan informasi pribadi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Cukup Jelas
Penjelasan
51
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
20BAB V
KEPUTUSAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Syarat-Syarat Sahnya Keputusan
Pasal 20
(1) Keputusan Pemerintahan wajib memenuhi syarat
formal yaitu:
a. dibuat oleh Pejabat yang berwenang;
b. memuat isi yang jelas, pasti dan dapat dimengerti;
c. mengikuti tata naskah dinas sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan;
d. ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan;
e. mencantumkan informasi mengenai hak-hak
pengajuan Upaya Administratif yang dapat
dilakukan.
(2) Keputusan Pemerintahan wajib memenuhi syarat
materiil meliputi:
a. didasarkan pada pertimbangan atau penilaian
dengan memperhatikan:
1. keseimbangan antara kepentingan orang-
perorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1);
2. keseimbangan antara orang-perorang dengan
pihak lain yang terkena akibat dan/atau terkait
dari Keputusan Pemerintahan;
BAB V
KEPUTUSAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Syarat-Syarat Sahnya Keputusan
Pasal 20
(1)Keputusan Pemerintahan wajib memenuhi syarat
formal yaitu:
a. dibuat oleh Pejabat yang berwenang;
b. memuat isi yang jelas, pasti dan dapat
dimengerti ;
c. mengikuti tata naskah dinas sesuai dengan
ketentuan perundang- undangan;
d. ditetapkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan;
e. mencantumkan informasi mengenai hak-hak
pengajuan Upaya Administratif yang dapat
dilakukan.
(2) Keputusan Pemerintahan wajib memenuhi syarat
materiil meliputi:
a. didasarkan pada pertimbangan atau
penilaian dengan memperhatikan:
1. keseimbangan antara kepentingan
orang-perorang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
2. keseimbangan antara orang-
perorang dengan pihak lain yang terkena
akibat dan/atau terkait dari Keputusan
Pemerintahan;
52
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
b. didasarkan atas kepastian hukum, keadilan, kepatutan dan
kewajaran serta aturan permainan yang lazim berlaku dan
menjadi kebiasaan dalam masyarakat yang bersangkutan;
c. memelihara kesamaan bertindak dan/atau memutus,
apabila fakta-fakta, keadaan dan situasi yang berkaitan
dengan Keputusan Pemerintahan yang sebelumnya
adalah sama dengan fakta, keadaan yang telah pernah
diputus oleh pejabat yang bersangkutan;
d. memperhatikan akibat dari ucapan atau perilaku Pejabat
Pemerintahan yang bersangkutan, yang diterima pemohon
dari keputusan yang telah dibuat oleh Pejabat
Pemerintahan;
e. memperhatikan akibat pembatalan suatu keputusan,
terutama yang mengakibatkan kerugian yang diderita oleh
pihak pemohon dan yang harus ditanggung oleh
Negara/Pemerintah;
f. menjelaskan pertimbangan-pertimbangan apa yang
menghasilkan keputusan yang diambil oleh Pejabat
Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan
Pemerintahan;
g. melaksanakan asas-asas pemerintahan yang baik;
h. tidak boleh bertentangan dan atau melampaui
kewenangan Pejabat Pemerintahan yang mengeluarkan
keputusan yang bersangkutan;
i. tidak boleh bertentangan dengan kewajiban hukum
Pejabat Pemerintahan yang memutuskan;
j. tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan atau
kewajiban yang berlaku di dalam masyarakat yang
bersangkutan;
k. tidak boleh menggunakan wewenang yang dimiliki untuk
tujuan yang lain dari pada tujuan untuk mana kewenangan
itu diberikan kepada Pejabat Pemerintahan yang memberi
keputusan atau arahan.
b. didasarkan atas kepastian hukum, keadilan, kepatutan dan
kewajaran serta aturan permainan yang lazim berlaku dan
menjadi kebiasaan dalam masyarakat yang bersangkutan;
c. memelihara kesamaan bertindak dan/atau memutus,
apabila fakta-fakta, keadaan dan situasi yang berkaitan
dengan Keputusan Pemerintahan yang sebelumnya
adalah sama dengan fakta, keadaan yang telah pernah
diputus oleh pejabat yang bersangkutan;
d. memperhatikan akibat dari ucapan atau perilaku Pejabat
Pemerintahan yang bersangkutan, yang diterima pemohon
dari keputusan yang telah dibuat oleh Pejabat
Pemerintahan;
e. memperhatikan akibat pembatalan suatu keputusan,
terutama yang mengakibatkan kerugian yang diderita oleh
pihak pemohon dan yang harus ditanggung oleh
Negara/Pemerintah;
f. menjelaskan pertimbangan-pertimbangan apa yang
menghasilkan keputusan yang diambil oleh Pejabat
Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan
Pemerintahan;
g. melaksanakan asas-asas pemerintahan yang baik;
h. tidak boleh bertentangan dan atau melampaui
kewenangan Pejabat Pemerintahan yang mengeluarkan
keputusan yang bersangkutan;
i. tidak boleh bertentangan dengan kewajiban hukum
Pejabat Pemerintahan yang memutuskan;
j. tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan atau
kewajiban yang berlaku di dalam masyarakat yang
bersangkutan;
k. tidak boleh menggunakan wewenang yang dimiliki untuk
tujuan yang lain dari pada tujuan untuk mana kewenangan
itu diberikan kepada Pejabat Pemerintahan yang memberi
keputusan atau arahan.
53
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
(3) Syarat formal sebagaimana dimaksud ayat (1)
dan syarat materiil sebagaimana dimasksud ayat
(2) didasarkan atas kewenangan yang sah,
sesuai prosedur yang ditetapkan peraturan
perundang-undangan; dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik
(4) Keputusan Pemerintahan dapat berupa
keputusan tertulis, elektronis, tidak tertulis atau
tindakan lainnya.
(5) Atas permintaan pihak yang berkepentingan,
suatu Keputusan Pemerintahan yang bersifat
tidak tertulis harus diformalkan dalam bentuk
tertulis atau elektronis.
(6) Setiap Keputusan Pemerintahan baik yang
tertulis maupun elektronis, harus memuat nama
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya yang membuatnya.
(7) Terhadap Keputusan Pemerintahan yang bersifat
elektronis diberlakukan semua ketentuan seperti
halnya dalam Keputusan Pemerintahan yang
tertulis.
(3) Keputusan Pemerintahan dapat berupa keputusan
tertulis, elektronis, tidak tertulis atau tindakan
lainnya.
(4) Atas permintaan pihak yang berkepentingan, suatu
Keputusan Pemerintahan yang bersifat tidak tertulis
harus diformalkan dalam bentuk tertulis atau
elektronis.
(5) Setiap Keputusan Pemerintahan baik yang tertulis
maupun elektronis, harus memuat nama Badan
atau Pejabat Pemerintahan yang membuatnya.
(6) Terhadap Keputusan Pemerintahan yang bersifat
elektronis diberlakukan semua ketentuan seperti
halnya dalam Keputusan Pemerintahan yang
tertulis.
54
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 20
(1) Yang dimaksud dalam huruf d adalah bahwa
terhadap fakta yang sama tidak boleh dibuat
keputusan yang berbeda
(2) Cukup Jelas
(3) Terhadap Keputusan Pemerintahan berlaku asas
“praesumptio justae causa” atau setiap keputusan
harus dianggap sah sampai ada pembatalan.
Cacat yuridis menyangkut keabsahan keputusan
pemerintahan terjadi karena cacat wewenang,
cacat prosedur, cacat substansi
(4) Keputusan Pemerintahan yang bersifat lisan harus
ditindaklanjuti dengan keputusan dalam bentuk
tertulis atau elektronis jika didalamnya terdapat
kepentingan pihak yang bersangkutan dan/atau
diminta oleh yang bersangkutan
(5) Cukup Jelas
(6) Cukup Jelas
(7) Cukup jelas
Pasal 20
(1) Yang dimaksud dalam huruf d adalah bahwa
terhadap fakta yang sama tidak boleh dibuat
keputusan yang berbeda
(2) Cukup Jelas
(3) Keputusan Pemerintahan yang bersifat lisan harus
ditindaklanjuti dengan keputusan dalam bentuk
tertulis atau elektronis jika didalamnya terdapat
kepentingan pihak yang bersangkutan dan/atau
diminta oleh yang bersangkutan
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
(6) Cukup Jelas
Penjelasan
55
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
21
Pasal 21
(1) Sebuah Keputusan Pemerintahan yang memuat hak
atau tuntutan individu atau anggota masyarakat
dapat memuat ketentuan bersyarat, jika hal tersebut
tidak bertentangan dengan ketentuan hukum atau
dapat menjamin terpenuhinya syarat-syarat
Keputusan Pemerintahan.
(2) Ketentuan bersyarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
dengan batas waktu;
b. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
atas kejadian dimasa yang akan datang;
c. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
dengan penarikan;
d. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
dengan tugas;
e. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
yang bersifat susulan akibat adanya perubahan
fakta dan kondisi hukum.
Pasal 21
(1) Sebuah Keputusan Pemerintahan yang memuat
hak atau tuntutan individu atau anggota masyarakat
dapat memuat ketentuan bersyarat, jika hal tersebut
tidak bertentangan dengan ketentuan hukum atau
dapat menjamin terpenuhinya syarat-syarat
Keputusan Pemerintahan.
(2) Ketentuan bersyarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
dengan batas waktu;
b. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
atas kejadian dimasa yang akan datang;
c. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
dengan penarikan;
d. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
dengan tugas;
e. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan
yang bersifat susulan akibat adanya
perubahan fakta dan kondisi hukum.
56
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 21
(1) Cukup Jelas
(2) Yang dimaksud dengan mulai dan berakhirnya
keputusan dengan batas waktu adalah keputusan
yang mencantumkan adanya ketentuan pembatasan
dengan batas waktu; yang dimaksud dengan mulai
dan berakhirnya keputusan atas kejadian di masa
yang akan datang adalah keputusan yang
mencantumkan adanya ketentuan pembatasan
dengan kejadiaan tertentu; yang dimaksud dengan
mulai dan berakhirnya keputusan dengan penarikan
adalah keputusan yang mencantumkan adanya
ketentuan pembatasan dengan keputusan terhadap
penarikan keputusan; yang dimaksud dengan mulai
dan berakhirnya keputusan dengan tugas adalah
keputusan yang mencantumkan adanya ketentuan
pembatasan melalui tugas yang harus dilakukan; yang
dimaksud dengan mulai dan berakhirnya keputusan
yang bersifat susulan adalah adanya data, fakta dan
informasi yang berubah terhadap Keputusan
Pemerintahan.
Pasal 21
(1) Cukup Jelas
(2) Yang dimaksud dengan mulai dan berakhirnya
keputusan dengan batas waktu adalah keputusan
yang mencantumkan adanya ketentuan pembatasan
dengan batas waktu; yang dimaksud dengan mulai
dan berakhirnya keputusan atas kejadian di masa
yang akan datang adalah keputusan yang
mencantumkan adanya ketentuan pembatasan
dengan kejadiaan tertentu; yang dimaksud dengan
mulai dan berakhirnya keputusan dengan penarikan
adalah keputusan yang mencantumkan adanya
ketentuan pembatasan dengan keputusan terhadap
penarikan keputusan; yang dimaksud dengan mulai
dan berakhirnya keputusan dengan tugas adalah
keputusan yang mencantumkan adanya ketentuan
pembatasan melalui tugas yang harus dilakukan;
yang dimaksud dengan mulai dan berakhirnya
keputusan yang bersifat susulan adalah adanya data,
fakta dan informasi yang berubah terhadap
Keputusan Pemerintahan.
Penjelasan
57
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
22 Bagian Kedua
Berlakunya Keputusan
Pasal 22
(1) Keputusan Pemerintahan berlaku sejak
ditetapkan, kecuali ditetapkan lain.
(2) Dalam hal batas waktu keberlakuan suatu
Keputusan Pemerintahan jatuh pada hari
Minggu atau hari Libur Nasional, maka batas
waktu tersebut jatuh pada hari berikutnya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak berlaku jika kepada pihak yang
berkepentingan telah ditetapkan batas waktu
tertentu dan tidak bisa diundurkan.
(4) Batas waktu yang telah ditetapkan oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya dapat diperpanjang sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Berlakunya Keputusan
Pasal 22
(1) Keputusan Pemerintahan berlaku sejak
ditetapkan, kecuali ditetapkan lain.
(2) Dalam hal batas waktu keberlakuan suatu
Keputusan Pemerintahan jatuh pada hari Minggu
atau hari Libur Nasional, maka batas waktu
tersebut jatuh pada hari berikutnya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku jika kepada pihak yang
berkepentingan telah ditetapkan batas waktu
tertentu dan tidak bisa diundurkan.
(4) Batas waktu yang telah ditetapkan oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan dapat diperpanjang
sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
58
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 22
(1) Pada dasarnya Keputusan Pemerintahan berlaku
sejak tanggal ditetapkan. Jika ada penyimpangan
terhadap saat mulai berlakunya hendaknya
dinyatakan secara tegas dalam diktum Keputusan
Pemerintahan. Penggunaan frasa mulai berlaku
efektif sedapat mungkin dihindari, karena frasa ini
menimbulkan ketidakpastian mengenai saat resmi
berlakunya Keputusan Pemerintahan.
(2) Cukup Jelas
(3) Yang dimaksud dengan batas waktu tertentu dan
tidak bisa diundurkan adalah ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Keputusan Pemerintahan yang
bersifat mengikat pihak yang terlibat
(4) Cukup Jelas
Pasal 22
(1) Pada dasarnya Keputusan Pemerintahan berlaku
sejak tanggal ditetapkan. Jika ada penyimpangan
terhadap saat mulai berlakunya hendaknya
dinyatakan secara tegas dalam diktum Keputusan
Pemerintahan. Penggunaan frasa mulai berlaku
efektif sedapat mungkin dihindari, karena frasa ini
menimbulkan ketidakpastian mengenai saat resmi
berlakunya Keputusan Pemerintahan.
(2) Cukup Jelas
(3) Yang dimaksud dengan batas waktu tertentu dan
tidak bisa diundurkan adalah ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Keputusan Pemerintahan yang
bersifat mengikat pihak yang terlibat
(4) Cukup Jelas
Penjelasan
59
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
23 Pasal 23
(1) Setiap Keputusan Pemerintahan harus diberi alasan
yang bersifat faktual dan hukum yang menjadi dasar
pembuatan keputusan.
(2) Pemberian alasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak diperlukan jika keputusan tersebut diikuti
dengan penjelasan rinci.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga dalam hal pemberian alasan terhadap
keputusan yang bersifat diskresi.
Pasal 23
(1) Setiap Keputusan Pemerintahan harus diberi
alasan yang bersifat faktual dan hukum yang
menjadi dasar pembuatan keputusan.
(2) Pemberian alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak diperlukan jika keputusan tersebut
diikuti dengan penjelasan rinci.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga dalam hal pemberian alasan terhadap
keputusan yang bersifat diskresi.
60
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 23
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
Pasal 23
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
Penjelasan
61
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
24 Bagian Ketiga
Legalisasi Dokumen dan Arsip
Pasal 24
(1) Setiap Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya berwenang untuk melegalisasi dan
mengesahkan salinan atau copy dokumen dan/atau arsip
Administrasi Pemerintahan yang dibuatnya.
(2) Legalisasi dan pengesahan salinan atau copy dari dokumen
dan/atau arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
dapat dilakukan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan
atau Badan Hukum lainnya yang memiliki kewenangan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kecuali
dinyatakan lain.
(3) Legalisasi atau pengesahan Keputusan Pemerintahan tidak
dapat dilakukan jika terdapat keraguan terhadap keaslian
isinya, baik karena robek, penghapusan kata, angka dan
tanda, perubahan, kata-kata yang tidak jelas terbaca,
penambahan atau hilangnya lembar halaman yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen tersebut.
(4) Tanda Legalisasi atau pengesahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) harus memuat:
a. penamaan yang jelas terhadap dokumen yang disahkan,
b. pernyataan kesesuaian antara dokumen asli dan
copynya,
c. pernyataan bahwa legalisasi hanya diperuntukkan untuk
tujuan yang tertentu jika dilakukan bukan oleh kantor
yang mengeluarkan keputusan,
d. tanggal dan tempat serta pejabat yang mengesahkan.
(5) Legalisasi atau pengesahan dokumen yang dilakukan oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya tidak dipungut biaya apapun.
Bagian Ketiga
Legalisasi Dokumen dan Arsip
Pasal 24
(1) Setiap Badan atau Pejabat Pemerintahan berwenang
untuk melegalisasi dan mengesahkan salinan atau copy
dokumen dan/atau arsip Administrasi Pemerintahan yang
dibuatnya.
(2) Legalisasi dan pengesahan salinan atau copy dari
dokumen dan/atau arsip sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) juga dapat dilakukan oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan lain yang memiliki kewenangan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, kecuali
dinyatakan lain.
(3) Legalisasi atau pengesahan Keputusan Pemerintahan
tidak dapat dilakukan jika terdapat keraguan terhadap
keaslian isinya, baik karena robek, penghapusan kata,
angka dan tanda, perubahan, kata-kata yang tidak jelas
terbaca, penambahan atau hilangnya lembar halaman
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen
tersebut.
(4) Tanda Legalisasi atau pengesahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus memuat:
a. penamaan yang jelas terhadap dokumen yang
disahkan,
b. pernyataan kesesuaian antara dokumen asli dan
copynya,
c. pernyataan bahwa legalisasi hanya diperuntukkan
untuk tujuan yang tertentu jika dilakukan bukan
oleh kantor yang mengeluarkan keputusan,
d. tanggal dan tempat serta pejabat yang
mengesahkan.
(5) Legalisasi atau pengesahan dokumen yang dilakukan oleh
badan atau pejabat pemerintahan tidak dipungut biaya
apapun.
62
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 24
(1) Dokumen Administrasi dimaksud adalah setiap
informasi yang terdokumentasi dalam bentuk tertulis
atau bentuk elektronis yang dikuasai oleh Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya dan berkaitan dengan aktivitas
penyelenggaraan pemerintahan dan/atau pelayanan
publik. Kewenangan Notaris untuk mengesahkan
dokumen dilaksanakan sesuai peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang jabatan notaris.
(2) Legalisasi dan pengesahan Keputusan Pemerintahan
yang diterbitkan oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang
memiliki kewenangan, sebelumnya dikonfirmasikan
keasliannya kepada pejabat yang menetapkan
Keputusan Pemerintahan.
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
Pasal 24
(1) Dokumen Administrasi dimaksud adalah setiap
informasi yang terdokumentasi dalam bentuk tertulis
atau bentuk elektronis yang dikuasai oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan berkaitan dengan
aktivitas penyelenggaraan pemerintahan dan/atau
pelayanan publik. Kewenangan Notaris untuk
mengesahkan dokumen dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang jabatan notaris.
(2) Legalisasi dan pengesahan Keputusan
Pemerintahan yang diterbitkan oleh Badan atau
Pejabat Pemerintahan lain yang memiliki
kewenangan, sebelumnya dikonfirmasikan
keasliannya kepada pejabat yang menetapkan
Keputusan Pemerintahan.
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
Penjelasan
63
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
25 Pasal 25
(1) Bahasa resmi yang dipergunakan dalam Keputusan
Pemerintahan adalah Bahasa Indonesia
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum Lainnya wajib menerjemahkan dokumen
dan/atau arsip Administrasi Pemerintahan yang
berbahasa asing atau berbahasa daerah kedalam
Bahasa Indonesia.
(3) Penerjemahan wajib dilakukan oleh penerjemah
resmi dan dilaksanakan dibawah sumpah.
Pasal 25
(1) Bahasa resmi yang dipergunakan dalam Keputusan
Pemerintahan adalah Bahasa Indonesia
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan Badan
Hukum Lainnya wajib menerjemahkan dokumen
dan/atau arsip Administrasi Pemerintahan yang
berbahasa asing atau berbahasa daerah kedalam
Bahasa Indonesia.
(3) Penerjemahan wajib dilakukan oleh penerjemah
resmi dan dilaksanakan dibawah sumpah.
64
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 25
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
Pasal 25
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
Penjelasan
65
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
26Bagian Keempat
Penyampaian Keputusan
Pasal 26
(1) Keputusan Pemerintahan wajib disampaikan oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
keputusan tersebut dan pihak ketiga yang terlibat.
(2) Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kuasa kepada
pihak lain untuk menerima Keputusan Pemerintahan.
(3) Keputusan Pemerintahan dalam bentuk tertulis yang
dikirim melalui pos atau kurir berlaku selambatnya-
lambatnya dalam waktu 14 (empatbelas) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan yang disertai dengan
tanda bukti penerimaan.
(4) Keputusan Pemerintahan yang dikirim melalui media
elektronis berlaku selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak tanggal ditetapkan.
(5) Dalam hal terjadi permasalahan dalam pengiriman
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4),
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang bersangkutan harus memberikan
bukti dan tanggal pengiriman dan penerimaan.
Bagian Keempat
Penyampaian Keputusan
Pasal 26
(1) Keputusan Pemerintahan wajib disampaikan oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dalam keputusan tersebut dan
pihak ketiga yang terlibat.
(2) Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kuasa
kepada pihak lain untuk menerima Keputusan
Pemerintahan.
(3) Keputusan Pemerintahan dalam bentuk tertulis yang
dikirim melalui pos atau kurir berlaku selambatnya-
lambatnya dalam waktu 14 (empatbelas) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan yang disertai
dengan tanda bukti penerimaan.
(4) Keputusan Pemerintahan yang dikirim melalui media
elektronis berlaku selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.
(5) Dalam hal terjadi permasalahan dalam pengiriman
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4),
Badan atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan
harus memberikan bukti dan tanggal pengiriman dan
penerimaan.
66
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 26
(1) Cukup Jelas
(2) Surat kuasa harus dalam bentuk tertulis dan
bermaterai cukup.
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
Pasal 26
(1) Cukup Jelas
(2) Surat kuasa harus dalam bentuk tertulis dan
bermaterai cukup.
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
Penjelasan
67
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
27Bagian Kelima
Perubahan, Pencabutan dan Pembatalan
Keputusan Pemerintahan
Pasal 27
Keputusan Pemerintahan tetap berlaku, sepanjang
keputusan tersebut tidak diubah, tidak dicabut, tidak
dibatalkan, batal demi hukum dan belum habis masa
berlakunya.
Bagian Kelima
Perubahan, Pencabutan dan Pembatalan
Keputusan Pemerintahan
Pasal 27
Keputusan Pemerintahan tetap berlaku, sepanjang
keputusan tersebut tidak diubah, tidak dicabut, tidak
dibatalkan, batal demi hukum dan belum habis masa
berlakunya.
68
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 27
Terhadap kepututsan pemerintahan berlaku asas
“praesumptio justae causa”, artinya “setiap
keputusan harus dianggap sah sampai ada
pembatalan”.
Cacat yuridis menyangkut keabsahan keputusan
pemerintahan terjadi karena cacat wewenang
(onbevoegd), cacat prosedur, cacat substansi
Yang dimaksud dengan:
1. diubah adalah perubahan sebagian isi suatu
keputusan oleh pembuat keputusan
2. dicabut adalah pencabutan keputusan yang
dilakukan oleh pembuat keputusan, atasan
langsung atau atas dasar putusan badan peradilan
3. dibatalkan adalah pembatalan keputusan melalui
pengujian oleh instansi atasan atau badan peradilan
4. batal demi hukum adalah pembatalan secara
otomatis suatu keputusan karena bentuk atau
materinya bertentangan dengan hukum dan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Pejabat Pemerintahan atau putusan badan
peradilan
Pasal 27
Yang dimaksud dengan:
diubah adalah perubahan sebagian isi suatu keputusan
oleh pembuat keputusan
dicabut adalah pencabutan keputusan yang dilakukan oleh
pembuat keputusan, atasan langsung atau atas dasar
putusan badan peradilan
dibatalkan adalah pembatalan keputusan melalui pengujian
oleh instansi atasan atau badan peradilan
batal demi hukum adalah pembatalan secara otomatis
suatu keputusan karena bentuk atau materinya
bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh Pejabat Pemerintahan atau
putusan badan peradilan
Penjelasan
69
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
28Pasal 28
(1) Keputusan Pemerintahan yang bertentangan dengan
hukum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan tujuan pembuatannya, wajib diubah,
dicabut dan dibatalkan sebagian atau seluruhnya
dengan Keputusan Pemerintahan yang baru.
(2) Keputusan tentang perubahan, pencabutan, dan
pembatalan Keputusan Pemerintahan dibuat oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
mengeluarkan Keputusan Pemerintahan dan/atau
oleh atasannya.
Pasal 28
(1) Keputusan Pemerintahan yang bertentangan dengan
hukum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan tujuan pembuatannya, wajib diubah,
dicabut dan dibatalkan sebagian atau seluruhnya
dengan Keputusan Pemerintahan yang baru.
(2) Keputusan tentang perubahan, pencabutan, dan
pembatalan Keputusan Pemerintahan dibuat oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
mengeluarkan Keputusan Pemerintahan dan/atau
oleh atasannya.
70
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 28
(1) Keputusan Pemerintahan yang menguntungkan
maupun yang merugikan pihak penerima
keputusan dapat dicabut dengan memberikan
alasan yang jelas sesuai peraturan perundang-
undangan.
(2) Cukup jelas
Pasal 28
(1) Keputusan Pemerintahan yang
menguntungkan maupun yang merugikan
pihak penerima keputusan dapat dicabut
dengan memberikan alasan yang jelas
sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Keputusan Pemerintahan yang tidak dicabut,
diubah dan/ atau dibatalkan setelah masa 1
tahun dinyatakan tetap berlaku
Penjelasan
71
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
29 Pasal 29
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang membuat Keputusan
Pemerintahan dapat memperbaiki setiap waktu
apabila terdapat kelalaian dalam penulisan,
kesalahan dalam penghitungan dan kesalahan
lainnya dalam keputusan tersebut dengan
mengeluarkan keputusan yang baru, dan
memberitahukan hal tersebut kepada semua pihak
yang terlibat secara tertulis.
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya wajib menerbitkan Keputusan
Pemerintahan yang baru untuk mengganti
Keputusan Pemerintahan yang mengandung
kesalahan.
Pasal 29
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang membuat
Keputusan Pemerintahan dapat memperbaiki setiap
waktu apabila terdapat kelalaian dalam penulisan,
kesalahan dalam penghitungan dan kesalahan
lainnya dalam keputusan tersebut dengan
mengeluarkan keputusan yang baru, dan
memberitahukan hal tersebut kepada semua pihak
yang terlibat secara tertulis.
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan wajib
menerbitkan Keputusan Pemerintahan yang baru
untuk mengganti Keputusan Pemerintahan yang
mengandung kesalahan.
72
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 29
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
Pasal 29
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
Penjelasan
73
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
30 Pasal 30
(1) Keputusan Pemerintahan batal demi hukum jika
dibuat oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan
atau Badan Hukum lainnya yang nyata-nyata tidak
berwewenang untuk hal itu;
(2) Keputusan yang batal demi hukum sejak semula
dianggap tidak pernah ada;
(3) Keputusan Pemerintahan dapat dibatalkan, jika:
a. Bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan
b. dibuat oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya yang tidak berwenang;
c. dibuat tidak melalui prosedur yang
disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11;
d. cacat materiil
(4) Keputusan badan atau pejabat pemerintahan dan
atau Badan Hukum lainnya yang dinyatakan batal
demi hukum atau telah dibatalkan wajib
dilaksanakan oleh pejabat yang bersangkutan atau
atasan yang bersangkutan
Pasal 30
(1) Keputusan Pemerintahan batal demi hukum jika
dibuat oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
nyata-nyata tidak berwewenang untuk hal itu;
(2) Keputusan yang batal demi hukum sejak semula
dianggap tidak pernah ada;
(3) Keputusan Pemerintahan dapat dibatalkan,
jika:dibuat oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan
yang tidak berwenang;dibuat tidak melalui prosedur
yang disyaratkan;cacat substansial.
74
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 30
(1) Batal demi hukum terjadi apabila Pejabat
Pemerintahan yang menerbitkan Keputusan
Pemerintahan tidak memiliki kewenangan
untuk menetapkan keputusan atau melampaui
batas kewenangan yang dimiliki. Oleh karena
itu keputusan dianggap tidak pernah ada atau
dikembalikan pada keadaan semula sebelum
keputusan dimaksud ditetapkan, dan segala
akibat-akibat hukum yang ditimbulkannya
dianggap tidak pernah ada (ex tunc).
(2) Cukup Jelas
(3) cukup jelas
(4) Cukup jelas
Pasal 30
(1) Batal demi hukum terjadi apabila Pejabat
Pemerintahan yang menerbitkan Keputusan
Pemerintahan tidak memiliki kewenangan untuk
menetapkan keputusan atau melampaui batas
kewenangan yang dimiliki. Oleh karena itu
keputusan dianggap tidak pernah ada dan
pembatalannya berlaku surut sampai waktu
sebelum keputusan dimaksud ditetapkan.
(2) Cukup Jelas
(3) Yang dimaksud dengan prinsip atribusi
kewenangan adalah kewenangan yang dimiliki
oleh Pejabat Pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan
Penjelasan
75
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
31Pasal 31
(1) Setiap Keputusan Pemerintahan yang merugikan
penerima keputusan dapat dicabut sebagian atau
seluruhnya.
(2) Setiap Keputusan Pemerintahan yang menguntungkan
pihak penerima dapat dicabut dengan pembatasan-
pembatasan sebagaimana diatur dalam Undang-undang
ini.
(3) Pemberian uang atau bentuk lainnya yang telah
dikeluarkan sebagai akibat dari Keputusan
Pemerintahan tidak dapat ditarik kembali dan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berlaku jika:
a. Keputusan Pemerintahan tersebut diterbitkan
melalui cara-cara penyuapan, ancaman kepada
pegawai atau pejabat, serta menyimpang dari
asas-asas umum pemerintahan yang
baik;Informasi yang diperlukan untuk membuat
Keputusan Pemerintahan tersebut mengandung
kesalahan atau tidak lengkap;
b. Jika pihak penerima sejak awal mengetahui
bahwa Keputusan Pemerintahan tersebut
bertentangan dengan hukum.
(5) Jika Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya memperoleh informasi dan fakta yang
dapat membenarkan pencabutan Keputusan
Pemerintahan, maka Keputusan Pemerintahan wajib
dicabut selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak
diperolehnya informasi dan fakta tersebut.
Pasal 31
(1) Setiap Keputusan Pemerintahan yang merugikan penerima
keputusan dapat dicabut sebagian atau seluruhnya.
(2) Setiap Keputusan Pemerintahan yang menguntungkan pihak
penerima dapat dicabut dengan pembatasan-pembatasan
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Pemberian uang atau bentuk lainnya yang telah dikeluarkan
sebagai akibat dari Keputusan Pemerintahan tidak dapat
ditarik kembali dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Badan atau Pejabat Pemerintahan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berlaku jika:
a. Keputusan Pemerintahan tersebut diterbitkan
melalui cara-cara penyuapan, ancaman kepada
pegawai atau pejabat, serta menyimpang dari
asas-asas umum pemerintahan yang
baik;Informasi yang diperlukan untuk membuat
Keputusan Pemerintahan tersebut mengandung
kesalahan atau tidak lengkap;
b. Jika pihak penerima sejak awal mengetahui bahwa
Keputusan Pemerintahan tersebut bertentangan
dengan hukum.
(5) Jika Badan atau Pejabat Pemerintahan memperoleh
informasi dan fakta yang dapat membenarkan pencabutan
Keputusan Pemerintahan, maka Keputusan Pemerintahan
wajib dicabut selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak
diperolehnya informasi dan fakta tersebut.
76
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 31
(1) Yang dimaksud dengan Keputusan Pemerintahan
dicabut sebagian adalah apabila materi tertentu dari
diktum keputusan yang dapat memberatkan penerima
keputusan, sedangkan materi lainnya tetap berlaku.
Yang dimaksud dengan Keputusan Pemerintahan
dicabut seluruhnya adalah seluruh materi keputusan
dicabut. Ketentuan ini terkait dengan ketentuan Pasal
27 dan penjelasannya. Setiap Keputusan
Pemerintahan yang memberatkan penerima keputusan
dapat dilaporkan ke Komisi Ombudsman Nasional/
Daerah dengan maksud agar Komisi Ombudsman
memberikan rekomendasi kepada Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang
mengeluarkan keputusan, untuk memperbaiki
keputusan itu sebagian atau seluruhnya, atau
membatalkannya atau menyatakan keputusan tersebut
batal demi hukum. Penanganan keberatan terhadap
Keputusan Pemerintahan yang dilakukan oleh Komisi
Ombudsman tidak dipungut biaya apapun.
(2) Cukup Jelas
(3) Pemberian uang atau bentuk lainnya yang tidak dapat
ditarik kembali bertujuan untuk melindungi kepercayaan
dan kepentingan umum pihak-pihak yang beritikad baik
menerima uang atau bentuk lainnya.
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
Pasal 31
(1) Yang dimaksud dengan Keputusan Pemerintahan
dicabut sebagian adalah apabila materi tertentu dari
diktum keputusan yang dapat memberatkan penerima
keputusan, sedangkan materi lainnya tetap berlaku.
Yang dimaksud dengan Keputusan Pemerintahan
dicabut seluruhnya adalah seluruh materi keputusan
dicabut. Ketentuan ini terkait dengan ketentuan Pasal 27
dan penjelasannya. Setiap Keputusan Pemerintahan
yang memberatkan penerima keputusan dapat
dilaporkan ke Komisi Ombudsman Nasional/Daerah
dengan maksud agar Komisi Ombudsman memberikan
rekomendasi kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan
yang mengeluarkan keputusan, untuk memperbaiki
keputusan itu sebagian atau seluruhnya, atau
membatalkannya atau menyatakan keputusan tersebut
batal demi hukum. Penanganan keberatan terhadap
Keputusan Pemerintahan yang dilakukan oleh Komisi
Ombudsman tidak dipungut biaya apapun.
(2) Cukup Jelas
(3) Pemberian uang atau bentuk lainnya yang tidak dapat
ditarik kembali bertujuan untuk melindungi kepercayaan
dan kepentingan umum pihak-pihak yang beritikad baik
menerima uang atau bentuk lainnya.
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
Penjelasan
77
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
32Pasal 32
Keputusan Pemerintahan yang sah dapat dicabut dan
dibatalkan sebagian atau seluruhnya jika memenuhi
salah satu unsur dibawah ini:
a. Harus sesuai dengan ketentuan persyaratan
pencabutan dan pembatalan dalam keputusan
tersebut dan/atau peraturan perundang-
undangan;
b. Apabila tidak dilaksanakan oleh penerima
keputusan sampai batas waktu yang ditentukan;
c. Apabila fakta-fakta dan syarat-syarat hukum
yang menjadi dasar Keputusan Pemerintahan
telah berubah;
d. Apabila dapat membahayakan dan merugikan
kepentingan umum;
e. Apabila tidak digunakan sesuai dengan tujuan
yang tercantum dalam isi keputusan.
Pasal 32
Keputusan Pemerintahan yang sah dapat dicabut dan
dibatalkan sebagian atau seluruhnya jika memenuhi
salah satu unsur dibawah ini:
a. Harus sesuai dengan ketentuan persyaratan
pencabutan dan pembatalan dalam keputusan
tersebut dan/atau peraturan perundang-
undangan;
b. Apabila tidak dilaksanakan oleh penerima
keputusan sampai batas waktu yang ditentukan;
c. Apabila fakta-fakta dan syarat-syarat hukum yang
menjadi dasar Keputusan Pemerintahan telah
berubah;
d. Apabila dapat membahayakan dan merugikan
kepentingan umum;
e. Apabila tidak digunakan sesuai dengan tujuan
yang tercantum dalam isi keputusan.
78
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 32
Unsur-unsur yang menjadi syarat pencabutan dan
pembatalan sebagian atau seluruhnya harus
dicantumkan dalam Keputusan Pemerintahan.
Pasal 32
Unsur-unsur yang menjadi syarat pencabutan dan
pembatalan sebagian atau seluruhnya harus
dicantumkan dalam Keputusan Pemerintahan.
Penjelasan
79
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
33 Pasal 33
(1) Atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan,
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya dapat memperbaiki kembali
Keputusan Pemerintahan yang sudah ditolak atau
dibatalkan atau dicabut dengan alasan:
a. Ketentuan hukum yang menjadi dasar
pembuatan Keputusan Pemerintahan tersebut
berubah;
b. Terdapat fakta-fakta baru
(2) Permohonan perbaikan kembali Keputusan
Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
sejak pihak-pihak yang berkepentingan mengetahui
perubahan ketentuan hukum dan fakta-fakta baru
sesuai ayat 1 huruf a dan b.
(3) Apabila permohonan perbaikan kembali keputusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diterima, Badan atau pejabat pemerintahan dan atau
badan hukum lainnya yang bersangkutan wajib
mengganti keputusan dimaksud
Pasal 33
(1) Atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan,
Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat meninjau
kembali Keputusan Pemerintahan yang sudah
ditolak atau dibatalkan atau dicabut dengan alasan:
a. Ketentuan hukum yang menjadi dasar
pembuatan Keputusan Pemerintahan
tersebut berubah;
b. Terdapat fakta-fakta baru
(2) Permohonan peninjauan kembali Keputusan
Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib disampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sejak pihak-pihak yang berkepentingan
mengetahui perubahan ketentuan hukum dan fakta-
fakta baru sesuai ayat 1 huruf a dan b.
80
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 33
(1) Memperbaiki kembali keputusan dihindarkan
jangan sampai bertentangan dengan asas
kepastian hukum
(2) Cukup jelas
(3) Cukup jelas
Pasal 33
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
Penjelasan
81
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
34Pasal 34
(1) Dalam hal Keputusan Pemerintahan dibatalkan,
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya dapat menarik kembali semua
dokumen dan/atau arsip atau barang yang menjadi
akibat hukum dari keputusan tersebut atau menjadi
dasar penggunaan keputusan tersebut.
(2) Pemilik dokumen dan/atau arsip atau barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengembalikan kepada Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang
mengeluarkan pembatalan tersebut.
Pasal 34
(1) Dalam hal Keputusan Pemerintahan dibatalkan,
Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat menarik
kembali semua dokumen dan/atau arsip atau
barang yang menjadi akibat hukum dari keputusan
tersebut atau menjadi dasar penggunaan
keputusan tersebut.
(2) Pemilik dokumen dan/atau arsip atau barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengembalikan kepada Badan atau Pejabat
Pemerintahan yang mengeluarkan pembatalan
tersebut.
82
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 34
(1) Pembatalan Keputusan Pemerintahan yang
menyangkut kepentingan umum harus diumumkan
melalui media. Sedangkan pembatalan
Keputusan Pemerintahan yang menyangkut
kepentingan orang perseorangan tidak perlu
diumumkan.
Dokumen dan/atau arsip sebagaimana dimaksud
antara lain berupa akte kelahiran, sertifikat tanah,
ijazah. Yang dimaksud dengan barang antara lain
berupa rumah, traktor, stempel PPAT.
(2) Cukup Jelas
Pasal 34
(1) Pembatalan Keputusan Pemerintahan yang
menyangkut kepentingan umum harus diumumkan
melalui media. Sedangkan pembatalan Keputusan
Pemerintahan yang menyangkut kepentingan orang
perseorangan tidak perlu diumumkan.
Dokumen dan/atau arsip sebagaimana dimaksud
antara lain berupa akte kelahiran, sertifikat tanah,
ijazah. Yang dimaksud dengan barang antara lain
berupa rumah, traktor, stempel PPAT.
(2) Cukup Jelas
Penjelasan
83
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
35Pasal 35
(1) Pejabat Pemerintahan sesuai kewenangannya
wajib menyusun dan melaksanakan prosedur
pembuatan Keputusan Pemerintahan serta
diumumkan kepada publik.
(2) Pedoman umum standar prosedur pelaksanaan
dan materi muatan untuk pembuatan Keputusan
Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
(1) Pejabat Pemerintahan sesuai kewenangannya
wajib menyusun dan melaksanakan prosedur
pembuatan Keputusan Pemerintahan serta
diumumkan kepada publik.
(2) Pedoman umum standar prosedur pelaksanaan dan
materi muatan untuk pembuatan Keputusan
Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
84
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 35
(1) Cukup Jelas
(2) Materi muatan berisi antara lain tahapan-tahapan
proses penyelesaian dokumen dan/atau standar
pelayanan yang dipersyaratkan dalam Keputusan
Pejabat Pemerintahan
Pasal 35
(1) Cukup Jelas
(2) Materi muatan berisi antara lain tahapan-tahapan
proses penyelesaian dokumen dan/atau standar
pelayanan yang dipersyaratkan dalam Keputusan
Pejabat Pemerintahan
Penjelasan
85
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
36 BAB VI
UPAYA ADMINISTRATIF, PENUNDAAN
PEMBERLAKUAN DAN GANTI RUGI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya diberi wewenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan
untuk menyelesaikan upaya keberatan terhadap
Keputusan Pemerintahan.
(2) Penyelesaian upaya keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan batal
atau tidak sahnya Keputusan Pemerintahan,
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan
tuntutan administratif.
(3) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya mengeluarkan keputusan
penolakan kepada pihak yang mengajukan Upaya
Administratif wajib mencantumkan informasi
mengenai hak-hak pengajuan upaya hukum yang
dapat dilakukan.
(4) Upaya Administratif terhadap Keputusan
Pemerintahan sepanjang tidak diatur oleh undang-
undang lainnya berlaku ketentuan undang-undang
ini.
BAB VI
UPAYA ADMINISTRATIF, PENUNDAAN
PEMBERLAKUAN DAN GANTI RUGI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan diberi wewenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan upaya keberatan terhadap Keputusan
Pemerintahan.
(2) Penyelesaian upaya keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan batal atau
tidak sahnya Keputusan Pemerintahan, dengan atau
tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan tuntutan
administratif.
(3) Badan atau Pejabat Pemerintahan mengeluarkan
keputusan penolakan kepada pihak yang mengajukan
Upaya Administratif wajib mencantumkan informasi
mengenai hak-hak pengajuan upaya hukum yang
dapat dilakukan.
(4) Upaya Administratif terhadap Keputusan
Pemerintahan sepanjang tidak diatur oleh undang-
undang lainnya berlaku ketentuan undang-undang ini.
86
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 36
(1) Cukup Jelas
(2) Pengadilan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Administrasi
Pemerintahan jika seluruh Upaya Administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
digunakan
(3) Cukup Jelas
(4) Upaya Administratif yang diatur oleh undang-
undang lainnya antara lain adalah Upaya
Administratif di bidang perpajakan,
kepegawaian, pelayaran, dan bea cukai
Pasal 36
(1) Cukup Jelas
(2) Pengadilan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Administrasi Pemerintahan
jika seluruh Upaya Administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah digunakan
(3) Cukup Jelas
(4) Upaya Administratif yang diatur oleh undang-undang
lainnya antara lain adalah Upaya Administratif di
bidang perpajakan, kepegawaian, pelayaran, dan bea
cukai
Penjelasan
87
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN
RAPAT KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
37 Bagian Kedua
Upaya Administratif
Pasal 37
(1) Keputusan Pemerintahan dapat diajukan Upaya Administratif dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diumumkannya
keputusan tersebut oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya.
(2) Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
secara tertulis kepada atasan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan dan
atau Badan Hukum lainnya yang mengeluarkan Keputusan Pemerintahan
dan/atau kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang mengeluarkan Keputusan Pemerintahan.
(3) Keputusan terhadap Upaya Administratif dibuat oleh atasan dari Pejabat
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang
mengeluarkan Keputusan Pemerintahan.Dalam hal atasan dari Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya menilai
Upaya Administratif yang diajukan cukup alasan, maka atasan dari
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya wajib
mengeluarkan Keputusan Upaya Administratif yang membatalkan
dan/atau memperbaiki Keputusan Pemerintahan dimaksud.
(4) Dalam hal atasan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya menilai Upaya Administratif yang diajukan tidak cukup
alasan, maka dibuat Keputusan Upaya Administratif yang berupa
penolakan. Keputusan Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) dikeluarkan oleh:
a. Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang
mengeluarkan Keputusan Pemerintahan, kecuali Undang-undang
menetapkan lain;
b. Kepala Daerah apabila Keputusan Pemerintahan dikeluarkan oleh
Pejabat Daerah.
c. Presiden apabila Keputusan Pemerintahan dikeluarkan oleh menteri atau
pejabat setingkat menteri atau kepala lembaga pemerintah
(5) Keputusan Upaya Administratif yang berupa penolakan harus memuat
alasan penolakan dan memberikan penjelasan mengenai upaya hukum
yang dapat ditempuh oleh para pihak.Keputusan Upaya Administratif
yang menimbulkan akibat keuangan harus menetapkan pihak yang
menanggung biaya.
(6) Pengajuan Upaya Administratif tidak dibebani biaya
Bagian Kedua
Upaya Administratif
Pasal 37
(1) Keputusan Pemerintahan dapat diajukan Upaya Administratif dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diumumkannya
keputusan tersebut oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan.
(2) Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
secara tertulis kepada atasan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan
yang mengeluarkan Keputusan Pemerintahan dan/atau kepada Badan
atau Pejabat Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan
Pemerintahan.
(3) Keputusan terhadap Upaya Administratif dibuat oleh atasan dari Pejabat
Badan atau Pejabat Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan
Pemerintahan.Dalam hal atasan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan
menilai Upaya Administratif yang diajukan cukup alasan, maka atasan
dari Badan atau Pejabat Pemerintahan wajib mengeluarkan Keputusan
Upaya Administratif yang membatalkan dan/atau memperbaiki Keputusan
Pemerintahan dimaksud.
(4) Dalam hal atasan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan menilai Upaya
Administratif yang diajukan tidak cukup alasan, maka dibuat Keputusan
Upaya Administratif yang berupa penolakan. Keputusan Upaya
Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
dikeluarkan oleh:
a. Badan atau Pejabat Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan
Pemerintahan, kecuali Undang-undang menetapkan lain;
b. Kepala Daerah apabila Keputusan Pemerintahan dikeluarkan oleh
Pejabat Daerah.
c. Presiden apabila Keputusan Pemerintahan dikeluarkan oleh menteri atau
pejabat setingkat menteri atau kepala lembaga pemerintah
(5) Keputusan Upaya Administratif yang berupa penolakan harus memuat
alasan penolakan dan memberikan penjelasan mengenai upaya hukum
yang dapat ditempuh oleh para pihak.Keputusan Upaya Administratif
yang menimbulkan akibat keuangan harus menetapkan pihak yang
menanggung biaya.
(6) Pengajuan Upaya Administratif tidak dibebani biaya
88
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 37
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
(6) a.Cukup Jelas
b.Cukup Jelas
c.Cukup Jelas
(7) Alasan penolakan menyangkut, antara lain fakta-
fakta yuridis, pertimbangan-pertimbangan dalam
pengambilan keputusan, ketidaksesuaian
permohonan, dan lain-lain
(8) Keputusan Upaya Administratif yang menimbulkan
akibat keuangan yang dimaksud adalah keputusan
yang mengakibatkan kerugian sebagian akibat
penundaan pelaksanaan Keputusan
Pemerintahan. Keputusan Upaya Administratif
yang menimbulkan akibat keuangan yang
penetapannya didasarkan ketentuan perundang-
undangan, pembiayaannya melalui APBN/APBD.
Terhadap Keputusan Pemerintahan yang
ditetapkan berdasarkan kelalaian atau karena
dipengaruhi oleh pihak ketiga, maka pembiayaan
dibebankan kepada Pejabat Pemerintahan atau
yang mengeluarkan Keputusan Pemerintahan
(9) Cukup Jelas
Pasal 37
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
(6) a.Cukup Jelas
b.Cukup Jelas
c.Cukup Jelas
(7) Alasan penolakan menyangkut, antara lain fakta-fakta
yuridis, pertimbangan-pertimbangan dalam
pengambilan keputusan, ketidaksesuaian
permohonan, dan lain-lain
(8) Keputusan Upaya Administratif yang menimbulkan
akibat keuangan yang dimaksud adalah keputusan
yang mengakibatkan kerugian sebagian akibat
penundaan pelaksanaan Keputusan Pemerintahan.
Keputusan Upaya Administratif yang menimbulkan
akibat keuangan yang penetapannya didasarkan
ketentuan perundang-undangan, pembiayaannya
melalui APBN/APBD.
Terhadap Keputusan Pemerintahan yang ditetapkan
berdasarkan kelalaian atau karena dipengaruhi oleh
pihak ketiga, maka pembiayaan dibebankan kepada
Pejabat Pemerintahan atau yang mengeluarkan
Keputusan Pemerintahan
(9) Cukup Jelas
Penjelasan
89
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN
RAPAT KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
38Pasal 38
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya apabila dalam waktu 15 (limabelas)
hari setelah Upaya Administratif diajukan tidak
memberi jawaban atau memberi jawaban yang tidak
memuaskan, maka pihak yang bersangkutan dapat
melaporkan hal ini dan keberatan-keberatan lainnya
kepada Komisi Ombudsman Nasional/Daerah untuk
ditindaklanjuti dan diperhatikan oleh Badan atau
Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya
yang menerbitkan keputusan.
Pasal 38
Badan atau Pejabat Pemerintahan apabila dalam
waktu 15 (limabelas) hari setelah Upaya Administratif
diajukan tidak memberi jawaban atau memberi
jawaban yang tidak memuaskan, maka pihak yang
bersangkutan dapat melaporkan hal ini dan keberatan-
keberatan lainnya kepada Komisi Ombudsman
Nasional/Daerah untuk ditindaklanjuti dan diperhatikan
oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
menerbitkan keputusan.
90
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Penjelasan
91
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
39
Pasal 39
Setiap orang, kelompok masyarakat atau organisasi
dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan
Upaya Administratif ke Pengadilan Tata Usaha
Negara.
Pasal 39
Setiap orang, kelompok masyarakat atau organisasi
dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan
Upaya Administratif ke Pengadilan Tata Usaha
Negara.
92
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 39
Ketentuan ini juga berlaku untuk sektor-sektor
pemerintahan yang memiliki Upaya Administratif khusus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Ketentuan ini juga berlaku untuk sektor-sektor
pemerintahan yang memiliki Upaya Administratif khusus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan
93
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
40Bagian Ketiga
Penundaan Pemberlakuan
Pasal 40
(1) Upaya Administratif terhadap Keputusan
Pemerintahan secara hukum tidak menunda
pelaksanaan keputusan tersebut.
(2) Untuk penundaan keputusan harus ada keputusan
pejabat atas permintaan pemohon.
(3) Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku pada:
a. Upaya Administratif terhadap penerimaan
dan/atau pengeluaran keuangan negara;
b. Ketentuan dan tindakan kepolisian yang tidak
dapat ditunda;
c. Pelaksanaan kepentingan umum yang bersifat
mendesak dan harus segera dilaksanakan oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau
Badan Hukum lainnya.
(4) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, wajib memuat alasan yang
dinyatakan secara tertulis oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya.
Bagian Ketiga
Penundaan Pemberlakuan
Pasal 40
(1) Upaya Administratif terhadap Keputusan
Pemerintahan secara hukum tidak menunda
pelaksanaan keputusan tersebut.
(2) Untuk penundaan keputusan harus ada keputusan
pejabat atas permintaan pemohon.
(3) Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku pada:
a. Upaya Administratif terhadap penerimaan dan/atau
pengeluaran keuangan negara;
b. Ketentuan dan tindakan kepolisian yang tidak dapat
ditunda;
c. Pelaksanaan kepentingan umum yang bersifat
mendesak dan harus segera dilaksanakan oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan.
(4) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, wajib memuat alasan yang
dinyatakan secara tertulis oleh Badan atau Pejabat
Pemerintahan.
94
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 40
(1) Penundaan pelaksanaan Keputusan Pemerintahan
terhitung mulai diterimanya permohonan Upaya
Administratif oleh Badan atau Pejabat yang
berwenang serta dibuktikan dengan bukti
penerimaan Upaya Administratif
(2) a. Penerimaan keuangan negara yang
dimaksud antara lain adalah pajak, cukai, bea
masuk, retribusi dan lain sebagainya.Pengeluaran
keuangan negara yang dimaksud antara lain
adalah belanja pegawai, belanja barang dan jasa
dan pembayaran kewajiban-kewajiban lainnya.
b. Ketentuan dan tindakan kepolisian yang tidak
dapat ditunda antara lain pengendalian
massa/demonstrasi, kemacetan dan/atau
kecelakaan lalulintas
c. Kepentingan umum yang mendesak adalah
kepentingan yang berkaitan dengan keselamatan
dan kemanfaatan bagi orang banyak dan harus
segera dilaksanakan
(3)Cukup Jelas
Pasal 40
(1) Penundaan pelaksanaan Keputusan Pemerintahan
terhitung mulai diterimanya permohonan Upaya
Administratif oleh Badan atau Pejabat yang
berwenang serta dibuktikan dengan bukti
penerimaan Upaya Administratif
(2) a. Penerimaan keuangan negara yang
dimaksud antara lain adalah pajak, cukai, bea
masuk, retribusi dan lain sebagainya.
Pengeluaran keuangan negara yang dimaksud
antara lain adalah belanja pegawai, belanja
barang dan jasa dan pembayaran
kewajiban-kewajiban lainnya.
b. Ketentuan dan tindakan kepolisian yang
tidak dapat ditunda antara lain pengendalian
massa/demonstrasi, kemacetan dan/atau
kecelakaan lalulintas
c. Kepentingan umum yang mendesak adalah
kepentingan yang berkaitan dengan
keselamatan dan kemanfaatan bagi orang
banyak dan harus segera dilaksanakan
(3) Cukup Jelas
Penjelasan
95
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
41Bagian Keempat
Ganti Rugi
Pasal 41
(1) Pencabutan dan/atau pembatalan terhadap
Keputusan Pemerintahan wajib memuat ketentuan
ganti rugi kepada pihak yang dirugikan dan disertai
dengan penyerahan kembali keputusan yang
dibatalkan beserta dokumen dan/atau arsip yang
terkait apabila kesalahan tersebut dilakukan oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang menerbitkan keputusan.
(2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memenuhi unsur keadilan dan
kelayakan
(3) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya menetapkan besarnya ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Bagian Keempat
Ganti Rugi
Pasal 41
(1) Pencabutan dan/atau pembatalan terhadap
Keputusan Pemerintahan wajib memuat ketentuan
ganti rugi kepada pihak yang dirugikan dan disertai
dengan penyerahan kembali keputusan yang
dibatalkan beserta dokumen dan/atau arsip yang
terkait apabila kesalahan tersebut dilakukan oleh
Badan atau Pejabat Pemerintahan yang
menerbitkan keputusan.
(2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memenuhi unsur keadilan dan
kelayakan
(3) Badan atau Pejabat Pemerintahan menetapkan
besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
96
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 41
(1) Apabila kesalahan tersebut dilakukan bersumber
dari pihak yang berkepentingan, maka
Keputusan Pemerintahan tidak boleh memuat
ketentuan tentang ganti rugi.
(2) Keadilan dan kelayakan adalah sebanding
dengan kerugian yang ditimbulkan akibat
Keputusan Pemerintahan. Penetapan besarnya
ganti rugi dapat dilakukan oleh lembaga penilai
yang profesional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
(3) Penetapan ganti rugi atas dasar hasil penilaian
lembaga penilai yang profesional
Pasal 41
(1) Apabila kesalahan tersebut dilakukan bersumber
dari pihak yang berkepentingan, maka Keputusan
Pemerintahan tidak boleh memuat ketentuan
tentang ganti rugi.
(2) Keadilan dan kelayakan adalah sebanding dengan
kerugian yang ditimbulkan akibat Keputusan
Pemerintahan. Penetapan besarnya ganti rugi
dapat dilakukan oleh lembaga penilai yang
profesional sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
(3) Penetapan ganti rugi atas dasar hasil penilaian
lembaga penilai yang profesional
Penjelasan
97
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
42 BAB VII
TANGGUNG JAWAB BADAN ATAU PEJABAT
PEMERINTAHAN
Pasal 42
(1) Badan atau Pejabat Pemerintahan wajib bertanggung
jawab dan terikat atas keputusan yang ditetapkan dan
tindakan yang dilakukan selama dan setelah masa
jabatannya sesuai dengan peraturan perundangan
pada saat ditetapkannya Keputusan Pemerintahan
tersebut.
(2) Kewajiban bertanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan apabila keputusan
pemerintahan merupakan maladministrasi, maka
menjadi tanggung jawab pribadi pejabat yang
bersangkutan
(3) Pejabat pemerintahan yang mengambil keputusan
pemerintahan akan bertanggung jawab selama-
lamanya 1 tahun setelah tidak menjabat atau 1 tahun
setelah pensiun
(4) Besarnya kerugian imateriil dibatasi dan penetapannya
sebagaimana diatur dalam Pasal 41
(5) Keputusan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pihak-
pihak yang terkait , serta instansi lain, yang menurut
peraturan perundang-undangan mengambil alih
kewenangan tersebut
BAB VII
TANGGUNG JAWAB BADAN ATAU PEJABAT
PEMERINTAHAN
Pasal 42
Badan atau Pejabat Pemerintahan bertanggung jawab dan
terikat atas keputusan yang ditetapkan dan tindakan yang
dilakukan selama dan setelah masa jabatannya sesuai
dengan peraturan perundangan pada saat ditetapkannya
Keputusan Pemerintahan tersebut.
98
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 42
(1) Penetapan Keputusan Pemerintahan oleh
pejabat tidak berlaku surut jika memberi beban
kepada pejabat pemerintahan, sedang yang
berlaku surut adalah keputusan pemerintahan
yang menguntungkan kepada pejabat
pemerintahan.
(2) Maladministrasi adalah sesuatu tindakan atau
perilaku administrasi pejabat pemerintahan
yang menyimpang dan bertentangan dengan
kaidah atau norma hukum yang berlaku, atau
penyalahgunaan wewenang, dan tindakannya
itu menimbulkan kerugian atau ketidakadilan
pada masyarakat. Untuk mengukur
maladministrasi harus dibandingkan dengan
pejabat setara dan dalam situasi yang nyata
serta upaya yang setara
(3) Cukup jelas
(4) Hubungan antara pelanggaran kerugian atau
kerusakan harus berupa hubungan langsung
(5) Cukup jelas
Pasal 42
Penetapan Keputusan Pemerintahan oleh
pejabat tidak berlaku surut.
Penjelasan
99
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
43 BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 43
(1) Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat
Pemerintahan terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6,
Pasal 10 ayat (2), Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 ayat (2),
Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 24, Pasal
25, Pasal 26 ayat (1), Pasal 30 ayat (4) mengakibatkan
Keputusan Pemerintahan yang dibatalkan.
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan
Hukum lainnya yang melakukan pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 6, Pasal 10 ayat (2), Pasal 13, Pasal 14, Pasal
15 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20,
Pasal 26 ayat (1), Pasal 30 ayat (4) dikenai sanksi
administratif berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pemberhentian sementara
d. Pemberhentian dengan hormat; atau
e. Pemberhentian tidak dengan hormat
f. Dikurangi dan/atau dicabut hak-hak jabatan dan
pensiun
g. Pembayaran kompensasi dan ganti rugi
h. Publikasi melalui media massa
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah
(4) Pembayaran kompensasi dan ganti rugi sebagaimana
tersebut pada ayat (2) huruf g hanya diberlakukan
kepada Badan.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 43
(1) Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat
Pemerintahan terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6,
Pasal 13, Pasal 14, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal
20, Pasal 24, Pasal 25, mengakibatkan Keputusan
Pemerintahan yang ditetapkannya menjadi batal demi
hukum.
(2) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang melakukan
pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6, Pasal 13, Pasal
14, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 dikenai
sanksi administratif berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pemberhentian sementara
d. Pemberhentian dengan hormat; atau
e. Pemberhentian tidak dengan hormat
f. Dikurangi dan/atau dicabut hak-hak jabatan dan
pensiun
g. Pembayaran kompensasi dan ganti rugi
h. Publikasi melalui media massa
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
(4) Pembayaran kompensasi dan ganti rugi sebagaimana
tersebut pada ayat (2) huruf g hanya diberlakukan
kepada Badan.
100
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
(5) Pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh:
a. Atasan dari Pejabat Pemerintahan yang
menerbitkan Keputusan Pemerintahan;
b. Kepala Daerah apabila Keputusan
Pemerintahan dikeluarkan oleh Pejabat
Daerah;
c. Presiden apabila Keputusan Pemerintahan
dikeluarkan oleh para Menteri/Pejabat
setingkat Menteri/Kepala Lembaga
Pemerintah, Kepala Daerah.
(6) Pelaksanaan sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dikoordinasikan oleh menteri yang
bertanggung jawab di bidang Pendayagunaan
Aparatur Negara.
(7) Dalam hal Pejabat Pemerintahan tidak
melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, terhadap Pejabat Pemerintahan yang
bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa
pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi
administratif.
(8) Pelaksanaan upaya paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilaksanakan oleh Juru Sita atas
perintah Ketua Pengadilan
(9) Pembayaran uang paksa dibebankan kepada
Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan.
(5) Pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh:
a. Atasan dari Pejabat Pemerintahan yang
menerbitkan Keputusan Pemerintahan;
b. Kepala Daerah apabila Keputusan
Pemerintahan dikeluarkan oleh Pejabat Daerah;
c. Presiden apabila Keputusan Pemerintahan
dikeluarkan oleh para Menteri/Pejabat setingkat
Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah, Kepala
Daerah.
(6) Pelaksanaan sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dikoordinasikan oleh menteri yang
bertanggung jawab di bidang Pendayagunaan
Aparatur Negara.
(7) Dalam hal Pejabat Pemerintahan tidak
melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, terhadap Pejabat Pemerintahan yang
bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa
pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi
administratif.
(8) Pelaksanaan upaya paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilaksanakan oleh Juru Sita atas
perintah Ketua Pengadilan
(9) Pembayaran uang paksa dibebankan kepada
Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan.
101
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 43
(1) Cukup Jelas
(2) Sanksi administratif dikenakan pada semua
pejabat dan pegawai Pemerintahan tersebut
pada huruf a sampai h dilakukan peraturan
perundang-undangan.
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
(6) Cukup Jelas
(7) Uang paksa adalah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang nomor 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(8) Cukup Jelas
(9) Cukup Jelas
Pasal 43
(1) Cukup Jelas
(2) Sanksi administratif dikenakan pada semua pejabat
dan pegawai Pemerintahan tersebut pada huruf a
sampai h dilakukan peraturan perundang-
undangan.
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
(5) Cukup Jelas
(6) Cukup Jelas
(7) Uang paksa adalah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang nomor 9 Tahun 2004 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara
(8) Cukup Jelas
(9) Cukup Jelas
Penjelasan
102
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
44BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Kewenangan untuk memeriksa dan memutus
perkara yang berkaitan dengan tindakan Badan
atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum
lainnya yang menimbulkan kerugian material
maupun immaterial menurut Undang-Undang ini
dilaksanakan oleh Peradilan Tata Usaha Negara
(2) Perkara perbuatan melanggar hukum administrasi
pemerintahan oleh Pejabat Pemerintahan yang
sudah didaftar tetapi belum diperiksa oleh
pengadilan di lingkungan Peradilan Umum dialihkan
dan diselesaikan oleh Peradilan Tata Usaha Negara
(3) Perkara perbuatan melanggar hukum administrasi
pemerintahan oleh Pejabat Pemerintahan yang
sudah diperiksa tetap diselesaikan dan diputus oleh
pengadilan di lingkungan Peradilan Umum.
(4) Keputusan Pemerintahan berkekuatan hukum yang
sama dengan Keputusan Tata Usaha Negara
berdasarkan Undang-undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Kewenangan untuk memeriksa dan memutus
perkara yang berkaitan dengan tindakan Badan
atau Pejabat Pemerintahan yang menimbulkan
kerugian material maupun immaterial menurut
Undang-Undang ini dilaksanakan oleh Peradilan
Tata Usaha Negara
(2) Perkara perbuatan melanggar hukum administrasi
pemerintahan oleh Pejabat Pemerintahan yang
sudah didaftar tetapi belum diperiksa oleh
pengadilan di lingkungan Peradilan Umum
dialihkan dan diselesaikan oleh Peradilan Tata
Usaha Negara
(3) Perkara perbuatan melanggar hukum administrasi
pemerintahan oleh Pejabat Pemerintahan yang
sudah diperiksa tetap diselesaikan dan diputus
oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Umum.
(4) Keputusan Pemerintahan berkekuatan hukum
yang sama dengan Keputusan Tata Usaha
Negara berdasarkan Undang-undang ini.
103
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 44
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
Pasal 44
(1) Cukup Jelas
(2) Cukup Jelas
(3) Cukup Jelas
(4) Cukup Jelas
Penjelasan
104
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
45BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkannya
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal …
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal …
MENTERI HUKUM DAN HAM RI
ANDI MATALATA
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun … Nomor…
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkannya
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal …
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal …
MENTERI HUKUM DAN HAM RI
ANDI MATALATA
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun … Nomor…
105
NO RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT
KABINET TERBATAS 5 JULI 2007)
RUU AP JULI 2008 (SARAN RAPAT KABINET
TERBATAS 23 JUNI 2008)
KETERANGAN
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Penjelasan
Top Related