RPM PELABUHAN 100412
RANCANGAN PERATURAN MENTERI
TENTANG
PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
MENTERI PERHUBUNGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun
2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan mengenai pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan
danau yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan dan pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan
danau;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur lebih lanjut
ketentuan mengenai pelabuhan laut serta pelabuhan
sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan dan pelabuhan sungai dan
danau yang digunakan untuk melayani angkutan
sungai dan danau dengan Peraturan Menteri
Perhubungan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4849);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5025);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
RPM PELABUHAN 100412
Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 8 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5093);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2011 Tentang Manajemen dan Rekayasa
Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 61 Tambahan Lembaran Negara No.
5221);
10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun
2007;
11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 53 Tahun
2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 60 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor 68 Tahun 2012;
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 85 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
RPM PELABUHAN 100412
Otoritas Pelabuhan Penyeberangan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG
PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik
turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
2. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas
kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan
keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan
daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.
3. Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem
kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi
pelabuhan serta keterpaduan intra-dan antarmoda serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
RPM PELABUHAN 100412
4. Pelabuhan Penyeberangan Utama adalah pelabuhan yang
fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
5. Pelabuhan Penyeberangan Pengumpul adalah pelabuhan
yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
6. Pelabuhan Penyeberangan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam
provinsi.
7. Penyelenggara Pelabuhan adalah otoritas pelabuhan
penyeberangan atau unit pelaksana teknis pelabuhan
penyeberangan.
8. Otoritas Pelabuhan Penyeberangan adalah lembaga
pemerintah di pelabuhan penyeberangan sebagai otoritas
yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan
secara komersial.
9. Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Penyeberangan adalah
lembaga pemerintah di pelabuhan penyeberangan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan,
pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan
pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.
10. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Penyeberangan
adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan penyeberangan yang dipergunakan secara langsung
untuk kegiatan pelabuhan penyeberangan.
11. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Penyeberangan adalah wilayah perairan di sekeliling Daerah Lingkungan
Kerja Perairan Pelabuhan Penyeberangan yang
dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
12. Badan Usaha Pelabuhan Penyeberangan adalah Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang
khusus didirikan untuk mengusahakan jasa
kepelabuhanan di Pelabuhan Penyeberangan.
13. Badan Hukum Indonesia adalah badan usaha yang dimiliki
oleh negara dan/atau swasta dan/atau koperasi.
14. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pelabuhan penyeberangan.
RPM PELABUHAN 100412
15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan
Darat.
16. Kepala Dinas Propinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang
pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan dan pelabuhan sungai dan danau yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan.
BAB II
KLASIFIKASI PELABUHAN PENYEBERANGAN
Bagian Kesatu
Klasifikasi Pelabuhan Penyeberangan
Pasal 2
(1) Pelabuhan penyeberangan diklasifikan ke dalam 4 (empat)
kelas.
(2) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. pelabuhan penyeberangan kelas I;
b. pelabuhan penyeberangan kelas II;
c. pelabuhan penyeberangan kelas III.
(3) Klasifikasi pelabuhan penyeberangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan memperhatikan:
a. volume angkutan: b. frekuensi trip/hari;
c. dermaga > 1000 GRT;
d. waktu operasi jam/hari; e. fasilitas pokok
Pasal 3
(1) Penetapan pelabuhan penyeberangan kelas I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dengan
memperhatikan:
a. volume angkutan: 1. penumpang > 3000 orang/hari;
2. kendaraan. > 500 unit/hari;
RPM PELABUHAN 100412
b. frekuensi > 12 trip/hari;
c. dermaga > 1000 GRT;
d. waktu operasi > 12 jam/hari; e. fasilitas pokok paling sedikit meliputi:
1. perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
2. kolam pelabuhan;
3. fasilitas sandar kapal; 4. fasilitas penimbangan muatan;
5. terminal penumpang;
6. akses penumpang dan barang ke dermaga; 7. perkantoran untuk kegiatan perkantoran
pemerintahan dan pelayanan jasa;
8. fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker); 9. instalasi air, listrik dan komunikasi;
10. akses jalan dan/atau rel kereta api;
11. fasilitas pemadam kebakaran; 12. tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke
kapal.
(2) Penetapan pelabuhan penyeberangan kelas II sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, dengan memperhatikan:
a. volume angkutan:
1. penumpang : 1000 - 3000 orang/hari; 2. kendaraan : 250 - 500 unit/hari;
b. frekuensi 6 -12 trip/hari;
c. dermaga 500 - 1000 GRT; d. waktu operasi > 12 jam/hari;
e. fasilitas pokok paling sedikit meliputi:
1. perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran; 2. kolam pelabuhan;
3. fasilitas sandar kapal;
4. fasilitas penimbangan muatan,
5. terminal penumpang; 6. akses penumpang dan barang ke dermaga;
7. perkantoran untuk kegiatan perkantoran
pemerintahan dan pelayanan jasa; 8. fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker).
(3) Penetapan pelabuhan penyeberangan kelas III sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, dengan memperhatikan:
a. volume angkutan:
1. penumpang < 1000 orang/hari; 2. kendaraan < 250 unit/hari;
RPM PELABUHAN 100412
b. frekuensi < 6 trip/hari;
c. dermaga < 500 GRT;
d. waktu operasi > 12 jam/hari; e. fasilitas pokok paling sedikit meliputi:
1. perairan tempat labuh termasuk alur pelayanan;
2. Kolam pelabuhan;
3. fasilitas sandar kapal; 4. fasilitas penimbangan muatan;
5. terminal penumpang.
Bagian Kedua
Tata cara penetapan dan perubahan kelas pelabuhan
Pasal 4
(1) Klasifikasi pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan oleh Menteri.
(2) Klasifikasi pelabuhan penyeberangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan evaluasi paling lama 5
(lima) tahun sekali untuk mengetahui kesesuaian klasifikasi pelabuhan penyeberangan dengan kondisi pelabuhan
penyeberangan.
Pasal 5
(1) Klasifikasi pelabuhan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan perubahan.
(2) Perubahan Klasifikasi pelabuhan penyeberangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena:
a. perubahan volume angkutan;
b. perubahan frekuensi;
c. perubahan dermaga < 500 GRT;
d. perubahan waktu operasi;
(3) Perubahan Klasifikasi pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh:
a Otoritas Pelabuhan Penyeberangan untuk Pelabuhan
Penyeberangan yang diselenggarakan secara komersial;
RPM PELABUHAN 100412
b Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Penyeberangan untuk
Pelabuhan Penyeberangan yang belum diselenggarakan
secara komersial.
(4) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Direktur Jenderal melakukan evaluasi sebelum ditetapkan
oleh Menteri.
BAB III
LOKASI PELABUHAN
Bagian Pertama
Rencana Lokasi
Pasal 6
(1) Rencana lokasi pelabuhan penyeberangan yang akan
dibangun disusun dengan berpedoman pada kebijakan pelabuhan nasional.
(2) Rencana lokasi pelabuhan penyeberangan yang akan
dibangun harus sesuai dengan:
a. rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang
wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota; b. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
c. potensi sumber daya alam; dan
d. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional.
Pasal 7
(1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan penyeberangan utama dan pelabuhan penyeberangan pengumpul selain
harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, harus berpedoman pada:
RPM PELABUHAN 100412
a. jaringan jalan nasional; dan/atau
b. jaringan jalur kereta api nasional.
(2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan regional, selain
harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 harus berpedoman pada:
a. jaringan jalan provinsi; dan/atau b. jaringan jalur kereta api provinsi.
(3) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan lokal selain harus
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, harus berpedoman pada:
a. jaringan jalan kabupaten/kota; dan/atau
b. jaringan jalur kereta api kabupaten/kota.
Bagian Kedua
Penetapan Lokasi
Pasal 8
(1) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai
lokasi pelabuhan penyeberangan ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
(2) Lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan Penyeberangan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan Penyeberangan.
(3) Dalam penetapan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. titik koordinat geografis lokasi pelabuhan;
b. nama lokasi pelabuhan; dan
c. letak wilayah administratif.
Pasal 9
(1) Lokasi pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
RPM PELABUHAN 100412
(2) Permohonan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilengkapi persyaratan yang terdiri atas:
a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; b. rencana tata ruang wilayah provinsi;
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. rencana Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan; e. hasil studi kelayakan mengenai:
1) kelayakan teknis;
2) kelayakan ekonomi; 3) kelayakan lingkungan;
4) pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial
daerah setempat; 5) keterpaduan intra-dan antarmoda;
6) adanya aksesibilitas terhadap hinterland;
7) keamanan dan keselamatan pelayaran; dan 8) pertahanan dan keamanan.
f. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota
setempat mengenai keterpaduannya dengan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kotamadya dan rencana tata ruang wilayah propinsi.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Menteri melakukan penelitian terhadap persyaratan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya permohonan.
(4) Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menyampaikan penolakan secara tertulis disertai
dengan alasan penolakan.
Pasal 10
(1) Kelayakan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
dengan memperhatikan kondisi geografi, hidrooceanografi
dan topografi.
(2) Kondisi geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. kondisi lahan yang akan diperuntukkan sebagai pelabuhan;
b. arah dan kecepatan angin.
(3) Kondisi hidrooceanografi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi :
RPM PELABUHAN 100412
a. luas dan kedalaman perairan;
b. karakteristik pasang surut;
c. karakteristik gelombang; d. arah dan kecepatan arus; dan
e. erosi dan pengendapan.
(4) Kondisi topografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengenai tinggi rendah permukaan tanah.
Pasal 11
Kelayakan ekonomis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2) huruf e angka 2 dengan memperhatikan produk domestik regional bruto, aktivitas/perdagangan dan industri
yang ada serta prediksi dimasa mendatang, perkembangan
aktivitas volume barang dan penumpang, kontribusi pada
peningkatan taraf hidup penduduk dan perhitungan ekonomis/finansial;
Pasal 12
Bentuk permohonan dan penolakan/persetujuan penetapan lokasi pelabuhan …….sebagaimana contoh 1, contoh 2 dan
contoh 3 pada Lampiran I Peraturan ini.
BAB IV
RENCANA INDUK PELABUHAN, DAERAH LINGKUNGAN KERJA DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN
Bagian Kesatu
Rencana Induk Pelabuhan
Pasal 13
(1) Setiap pelabuhan penyeberangan wajib memiliki Rencana
Induk Pelabuhan.
RPM PELABUHAN 100412
(2) Rencana induk pelabuhan penyeberangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disusun oleh penyelenggara
pelabuhan dengan berpedoman pada:
a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi;
c. Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota;
d. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan;
e. kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan; dan
f. keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.
(3) Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk
Pelabuhan meliputi:
a. jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 25 (dua puluh lima) tahun;
b. jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun
sampai dengan 15 (lima belas) tahun; c. jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10
(sepuluh) tahun.
Pasal 14
(1) Rencana induk pelabuhan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13, meliputi rencana peruntukan
wilayah daratan dan rencana peruntukan wilayah perairan.
(2) Rencana peruntukan lahan daratan dan perairan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk
menentukan kebutuhan penempatan fasilitas dan kegiatan operasional pelabuhan penyeberangan yang meliputi :
a. kegiatan jasa kepelabuhanan;
b. kegiatan pemerintahan; c. kegiatan penunjang kepelabuhanan.
Pasal 15
(1) Rencana peruntukan wilayah daratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), untuk Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan disusun berdasarkan kriteria
kebutuhan:
a. fasilitas pokok; dan b. fasilitas penunjang.
RPM PELABUHAN 100412
(2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a meliputi:
a. terminal penumpang; b. penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang);
c. jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way);
d. perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan
pelayanan jasa pelabuhan, termasuk fasilitas untuk kegiatan pengaturan, pengendalian, dan pengawasan
lalu lintas dan angkutan penyeberangan di Daerah
Lingkungan Kerja (DLKR); e. fasilitas bunker; f. instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
g. akses jalan dan/atau jalur kereta api; h. fasilitas pemadam kebakaran; dan
i. tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke
kapal.
(3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran
pelayanan jasa kepelabuhanan; b. tempat penampungan limbah;
c. fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan
penyeberangan; d. areal pengembangan pelabuhan; dan
e. fasilitas umum lainnya.
Catatan: fasilitas umum dan sosial perlu dibedakan
Pasal 16
(1) Rencana peruntukan wilayah perairan sebagaimana
dimaksud alam Pasal 14 ayat (1), untuk Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan disusun berdasarkan kriteria
kebutuhan:
a. fasilitas pokok; b. fasilitas penunjang.
(2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a meliputi:
a. alur-pelayaran; b. fasilitas sandar kapal;
c. perairan tempat labuh; dan
RPM PELABUHAN 100412
d. kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah
gerak kapal.
(3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka
panjang;
b. perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
c. perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
d. perairan untuk keperluan darurat; dan e. perairan untuk kapal pemerintah.
Pasal 17
Luas rencana peruntukan lahan daratan dan perairan
pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 ditetapkan dengan menggunakan pedoman
teknis kebutuhan lahan daratan dan perairan, sebagaimana
tercantum pada Lampiran II Keputusan ini.
Pasal 18
Rencana induk pelabuhan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ditetapkan oleh :
a. Menteri untuk pelabuhan penyeberangan utama dan pelabuhan penyeberangan pengumpul;
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan
regional; atau c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan
pengumpan lokal.
Pasal 19
(1) Penyelenggara pelabuhan penyeberangan mengajukan usulan penetapan rencana induk pelabuhan kepada :
a. Menteri melalui Direktur Jenderal untuk pelabuhan
penyeberangan utama dan pelabuhan penyeberangan pengumpul, setelah mendapat rekomendasi dari
Gubernur dan Bupati/Walikota;
RPM PELABUHAN 100412
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan
regional, setelah mendapat rekomendasi dari
Bupati/Walikota;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan
pengumpan lokal.
(2) Menteri dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan
bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang
wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
(3) Gubernur dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus terlebih
dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah
kabupaten/kota.
Pasal 20
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19, dilakukan penelitian terhadap usulan penetapan
Rencana induk pelabuhan oleh :
a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan
utama dan pelabuhan penyeberangan pengumpul;
b. Kepala Dinas Propinsi untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan regional;
c. Kepala Dinas Kabupaten/Kota untuk pelabuhan
penyeberangan pengumpan lokal.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
memperhatikan aspek:
a. tatanan kepelabuhanan nasional; b. keamanan dan keselamatan pelayaran;
c. prakiraan permintaan jasa angkutan penyeberangan;
d. prakiraan kebutuhan fasilitas pelabuhan yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang berpedoman pada standar atau kriteria
perencanaan yang berlaku;
e. rencana tata guna lahan dan tata letak fasilitas pelabuhan penyeberangan baik untuk pelayanan
kegiatan pemerintahan maupun pelayanan jasa
kepelabuhanan serta kebutuhan tanah dan/atau
RPM PELABUHAN 100412
perairan untuk pengembangan pelabuhan yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan;
f. pentahapan waktu pelaksanaan pembangunan yang disesuaikan dengan kemampuan pendanaan, rencana
tata guna lahan dan tata letak fasilitas pelabuhan
penyeberangan.
(3) Penelitian usulan penetapan Rencana induk pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
diselesaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
permohonan diterima secara lengkap.
(4) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menetapkan
rencana induk pelabuhan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dengan memperhatikan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 14
(empat belas) hari kerja sejak hasil penelitian diterima
secara lengkap.
(5) Rencana induk pelabuhan penyeberangan menjadi dasar
yang mengikat dalam menetapkan kebijakan untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan, operasional dan
pengembangan pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan sesuai dengan peran dan
fungsinya.
(6) Bentuk permohonan, penolakan atau persetujuan penetapan rencana induk pelabuhan penyeberangan
sebagaimana contoh 1 contoh 2, dan contoh 3 pada
Lampiran III Peraturan ini.
Pasal 21
Penyelenggara pelabuhan penyeberangan wajib melakukan evaluasi terhadap rencana induk sekurang-kurangnya sekali
dalam 5 (lima) tahun.
Bagian Kedua
Daerah lingkungan kerja
Pasal 22
(1) Untuk kepentingan penyelenggaraan dan menjamin
kegiatan kepelabuhanan di pelabuhan penyeberangan,
RPM PELABUHAN 100412
ditetapkan daerah lingkungan kerja berdasarkan rencana
induk pelabuhan yang telah ditetapkan.
(2) Daerah lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan batas-batas titik koordinat
geografis.
(3) Daerah lingkungan kerja pelabuhan penyeberangan
meliputi :
a. wilayah daratan; digunakan untuk kegiatan fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang.
b. wilayah perairan digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat labuh, kolam pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, tempat
perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 23
Daerah lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22, ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk daerah lingkungan kerja daratan dengan
memperhatikan :
1) rencana induk pelabuhan atau rencana kebutuhan
untuk penempatan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang pelabuhan;
2) penguasaan areal tanah oleh penyelenggara pelabuhan;
3) rencana umum tata ruang wilayah yang ditetapkan
untuk daerah tempat pelabuhan berada.
b. Untuk daerah lingkungan kerja perairan dengan
memperhatikan:
1) perairan tempat labuh, dikaitkan dengan rencana jumlah
dan frekuensi pengoperasian kapal, ukuran dan sarat kapal;
2) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah
gerak kapal;
3) kedalaman perairan yang dibutuhkan dikaitkan dengan
ukuran dan sarat kapal.
RPM PELABUHAN 100412
Pasal 24
Di dalam daerah lingkungan kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 penyelenggara pelabuhan mempunyai kewajiban :
a. di daerah lingkungan kerja daratan pelabuhan :
1) memasang tanda batas sesuai dengan batas-batas
daerah lingkungan kerja daratan;
2) memasang papan pengumuman yang memuat informasi
mengenai batas-batas daerah lingkungan kerja daratan
pelabuhan penyeberangan;
3) mengamankan aset yang dimiliki dan menjamin
ketertiban dan kelancaran operasional pelabuhan
penyeberangan;
4) memiliki bukti penguasaan hak atas tanah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5) menjaga kelestarian lingkungan.
b. di daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan :
1) memasang tanda batas sesuai dengan batas-batas
daerah lingkungan kerja perairan yang telah ditetapkan;
2) menginformasikan mengenai batas-batas daerah
lingkungan kerja perairan pelabuhan penyeberangan
kepada pelaku kegiatan kepelabuhanan;
3) menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran;
4) menyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur
pelayaran;
5) memelihara kelestarian lingkungan;
6) mengamankan aset yang dimiliki.
Bagian Ketiga
Daerah lingkungan kepentingan
Pasal 25
RPM PELABUHAN 100412
(1) Untuk kepentingan penyelenggaraan dan menjamin
kegiatan kepelabuhanan di pelabuhan penyeberangan,
selain ditetapkan daerah lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ditetapkan daerah lingkungan
kepentingan.
(2) Daerah lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan batas-batas titik koordinat geografis.
(3) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan
perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan.
(4) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
a. alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan;
b. keperluan keadaan darurat;
c. penempatan kapal mati; d. percobaan berlayar;
e. kegiatan pemanduan kapal;
f. fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
g. pengembangan pelabuhan jangka panjang.
Pasal 26
Daerah lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, ditetapkan dengan
memperhatikan :
a. alur pelayaran dari dan ke pelabuhan penyeberangan,
untuk menjamin keselamatan dan kelancaran lalu lintas
kapal;
b. keperluan keadaan darurat, untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau musibah kapal lainnya;
c. pengembangan pelabuhan jangka panjang, yang
dikaitkan dengan rencana induk pelabuhan; d. percobaan berlayar dikaitkan dengan jumlah dan ukuran
kapal yang melakukan percobaan berlayar;
e. fasilitas perbaikan dan pemeliharaan kapal.
Bagian Keempat
Penetapan Daerah Lingkungan Kerja Dan Daerah
Lingkungan Kepentingan
RPM PELABUHAN 100412
Pasal 27
(1) Penetapan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 25 dilakukan oleh:
a. Menteri melalui Direktur Jenderal untuk pelabuhan
penyeberangan utama dan pelabuhan penyeberangan
pengumpul;
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan
regional;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan lokal.
(2) Penyelenggara pelabuhan penyeberangan menyampaikan
usulan penetapan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan kepada Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya
dengan melampirkan :
a. rencana induk pelabuhan yang telah ditetapkan;
b. hasil kajian terhadap batas-batas daerah lingkungan
kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
yang diusulkan oleh penyelenggara pelabuhan;
c. peta yang dilengkapi dengan batas-batas daerah
lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan
pelabuhan;
d. rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota untuk
pelabuhan penyeberangan utama dan pelabuhan
penyeberangan pengumpul mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota;
e. rekomendasi dari Bupati/Walikota untuk pelabuhan
penyeberangan pengumpan mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dilakukan penelitian terhadap usulan penetapan daerah
lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan oleh :
a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan
utama dan pelabuhan penyeberangan pengumpul;
b. Kepala Dinas Propinsi untuk pelabuhan penyeberangan
pengumpan regional;
RPM PELABUHAN 100412
c. Kepala Dinas Kabupaten/Kota untuk pelabuhan
penyeberangan pengumpan lokal.
(4) Direktur Jenderal, Kepala Dinas Propinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya melakukan
penelitian dan menyampaikan hasil penelitian selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dokumen diterima
secara lengkap, dengan melampirkan rancangan keputusan dan peta batas daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan kepada :
a. Menteri untuk pelabuhan penyeberangan utama dan pelabuhan penyeberangan pengumpul;
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan
regional;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan
pengumpan lokal.
(5) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya menetapkan batas-batas daerah lingkungan
kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak hasil
penelitian diterima.
(6) Penetapan batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) paling sedikit memuat:
a. luas lahan daratan yang digunakan sebagai Daerah
Lingkungan Kerja;
b. luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan;
c. titik koordinat geografis sebagai batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan.
(7) Bentuk permohonan dan penolakan/persetujuan keputusan
daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan sebagaimana
contoh 4, contoh 5, dan contoh 6 pada Lampiran III
Keputusan ini.
BAB V
PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PELABUHAN
RPM PELABUHAN 100412
Bagian Kesatu
Pembangunan Pelabuhan
Pasal 28
(1) Pembangunan pelabuhan penyeberangan hanya dapat
dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional
dan Rencana Induk Pelabuhan.
(2) Pembangunan pelabuhan penyeberangan oleh
penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya
izin.
Pasal 29
Penyelenggara pelabuhan penyeberangan dalam melaksanakan pembangunan pelabuhan diwajibkan :
a. mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan di
bidang kepelabuhanan, lalu lintas dan angkutan di perairan, keselamatan berlayar, pengerukan dan reklamasi
serta pengelolaan lingkungan;
b. bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama
pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan yang bersangkutan;
c. melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan
penyeberangan paling lama 1 (satu) tahun sejak keputusan pelaksanaan pembangunan ditetapkan;
d. melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan
penyeberangan sesuai rencana induk yang telah ditetapkan;
e. melaporkan kegiatan pembangunan secara berkala kepada
Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
Paragraf 1
Izin Pembangunan Pelabuhan
Pasal 30
RPM PELABUHAN 100412
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diajukan oleh
penyelenggara pelabuhan kepada:
a. Menteri untuk pelabuhan penyeberangan utama dan pelabuhan penyeberangan pengumpul;
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan
regional;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan lokal.
(2) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan.
Pasal 31
(1) Persyaratan teknis kepelabuhanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) meliputi:
a. studi kelayakan; dan
b. desain teknis.
(2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
a. kelayakan teknis;
b. kelayakan ekonomis dan finansial; dan
c. analisis mengenai dampak lingkungan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(3) kelayakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi :
a. hasil survey pelabuhan mengenai kondisi
hidrooceanografi, topografi, bathimetri, geografi dan kondisi geoteknik;
b. hasil studi keselamatan pelayaran mengenai rencana
penempatan sarana bantu navigasi pelayaran, alur pelayaran, dan kolam pelabuhan.
Pasal 32
RPM PELABUHAN 100412
(1) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 31,
Pembangunan pelabuhan penyeberangan dilaksanakan
setelah memenuhi persyaratan :
a. bukti penguasaan hak atas tanah dan perairan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. memiliki persetujuan penetapan lokasi pelabuhan
penyeberangan; c. memiliki rencana induk pelabuhan penyeberangan yang
telah ditetapkan;
d. disain teknis pelabuhan penyeberangan yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal;
e. keputusan penetapan lintas penyeberangan.
(2) Desain teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
paling sedikit memuat:
a. kondisi tanah; b. konstruksi;
c. kondisi hidrooceanografi;
d. topografi; dan
e. penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, alur-pelayaran dan kolam pelabuhan serta tata
letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan.
Pasal 33
Dalam mengajukan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
harus disertai dokumen yang terdiri atas:
a. Rencana Induk Pelabuhan; b. dokumen kelayakan;
c. dokumen desain teknis; dan
d. dokumen lingkungan.
Pasal 34
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan
pelabuhan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana
RPM PELABUHAN 100412
dimaksud dalam ayat (1) belum terpenuhi, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada penyelenggara
pelabuhan untuk melengkapi persyaratan.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan izin pembangunan pelabuhan.
(4) Bentuk permohonan dan penolakan/persetujuan pembangunan
pelabuhan penyeberangan sebagaimana contoh 7, contoh 8 dan contoh 9 pada Lampiran III Keputusan ini.
Pasal 35
(1) Keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dicabut apabila :
a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30;
b. tidak dapat melanjutkan pekerjaan pembangunan pelabuhan.
(2) Pencabutan keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan
penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(3) Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), penyelenggara pelabuhan penyeberangan tidak melakukan usaha
perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, penetapan
pembangunan pelabuhan dicabut.
Pasal 36
Keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan dapat
dicabut tanpa melalui proses peringatan dalam hal penyelenggara pelabuhan
yang bersangkutan : a. melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara;
b. memperoleh penetapan pembangunan pelabuhan penyeberangan
dengan cara tidak sah.
RPM PELABUHAN 100412
Paragraf 2
Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan
Pasal 37
(1) Pembangunan pelabuhan penyeberangan dilakukan oleh:
a. Otoritas Pelabuhan Penyeberangan untuk pelabuhan penyeberangan yang diusahakan secara komersial; dan
b. Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Penyeberangan untuk pelabuhan
Penyeberangan yang belum diusahakan secara komersial.
(2) Otoritas Pelabuhan dan Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) serta Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dalam membangun pelabuhan wajib: a. melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan paling lama 2
(dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin pembangunan.
b. melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan yang telah ditetapkan;
c. melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan pelabuhan secara
berkala kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; dan
d. bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama
pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang bersangkutan.
Paragraf 3
Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas Pelabuhan
Pasal 38
Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan
hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan
Rencana Induk Pelabuhan.
RPM PELABUHAN 100412
Pasal 39
(1) Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan
penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dilakukan untuk
:
a. memenuhi kebutuhan pelayanan jasa angkutan yang akan datang;
b. meningkatkan kapasitas pelayanan jasa angkutan sesuai kebutuhan.
(2) Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan
penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
dengan mempertimbangkan :
a. kapasitas pelayanan jasa angkutan yang dibutuhkan;
b. jangka waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian pembangunan
pengembangan pelabuhan. (3) Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan
penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi
persyaratan:
a. sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana
Induk Pelabuhan.
b. mendapat izin dari pejabat yang menetapkan keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan sesuai
kewenangannya.
Pasal 40
(1) Pengembangan pelabuhan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilakukan
setelah diperolehnya izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara
pelabuhan kepada:
a. Menteri untuk pelabuhan penyeberangan utama dan pelabuhan
penyeberangan pengumpul;
RPM PELABUHAN 100412
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan regional;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan lokal.
Pasal 41
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) diberikan
berdasarkan permohonan dari penyelenggara penyeberangan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
Pasal 42
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pengembangan pelabuhan penyeberangan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) belum terpenuhi, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan.
(3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan izin pengembangan pelabuhan
penyeberangan.
Paragraf 4
Peran serta swasta dalam pengembangan dan pembangunan dermaga
lingkungan pelabuhan penyeberangan
Pasal…
RPM PELABUHAN 100412
(1) Pengembangan dan pembangunan pelabuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal…dapat dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan
berdasarkan konsesi atau bentuk lainnya dari Otoritas Pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan.
(2) Pengembangan dan pembangunan pelabuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan teknis.
Bagian Kedua
Pengoperasian Pelabuhan
Paragraf 1
Persyaratan Pengoperasian Pelabuhan
Pasal 43
(1) Penyelenggara pelabuhan dalam melaksanakan pengoperasian pelabuhan
penyeberangan wajib :
a. mentaati peraturan perundang-undangan di bidang kepelabuhanan,
lalu lintas dan angkutan di perairan, keselamatan berlayar, dan
pengelolaan lingkungan;
b. bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul karena pengoperasian pelabuhan yang bersangkutan;
c. melaporkan kegiatan pengoperasian setiap bulan kepada Menteri,
Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, sekurang-kurangnya meliputi :
1) jumlah dan nama kapal yang beroperasi;
2) jumlah trip yang dilayani kapal penyeberangan; 3) jumlah penumpang, kendaraan beserta muatan;
4) kecelakaan yang terjadi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurup c, disusun
menurut sistem informasi manajemen operasional pelabuhan.
Paragraf 2
Izin Pengoperasian Pelabuhan
Pasal 44
RPM PELABUHAN 100412
(1) Pengoperasian pelabuhan penyeberangan oleh penyelenggara pelabuhan
dilakukan setelah diperolehnya izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara
pelabuhan kepada:
a. Menteri untuk pelabuhan penyeberangan utama dan pelabuhan penyeberangan pengumpul;
b. Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antarkabupaten/kota
dalam 1 (satu) provinsi serta pelabuhan sungai dan danau yang
melayani angkutan penyeberangan antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan pengumpan lokal.
(3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi
persyaratan:
a. pembangunan pelabuhan atau terminal telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan pelabuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32;
b. keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; c. tersedia fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang dan
kendaraan beserta muatannya;
d. memiliki sistem pengelolaan lingkungan; e. tersedia pelaksana kegiatan kepelabuhanan;
f. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan
g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang
dibuktikan dengan sertifikat.
Pasal 45
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 diberikan berdasarkan
permohonan yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
kelengkapan dokumen pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal....).
Pasal 46
RPM PELABUHAN 100412
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pengoperasian pelabuhan penyeberangan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum terpenuhi, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada penyelenggara
pelabuhan penyeberangan untuk melengkapi persyaratan.
(3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja harus
menetapkan izin pengoperasian pelabuhan.
Pasal 47
(1) Pengoperasian pelabuhan penyeberangan dilakukan sesuai dengan
frekuensi kunjungan kapal, dan naik turun penumpang serta kendaraan beserta muatannya.
(2) Pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam
dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan.
(3) Pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan ketentuan:
a. adanya peningkatan volume frekuensi kunjungan kapal, 70% naik turun penumpang dan kendaraan beserta muatannya; dan
b. tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan
lalu lintas angkutan penyeberangan.
(4) Peningkatan pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Catatan : perlu diatur mekanisme peningkatan pengoperasian pelabuhan
1. Diusulkan oleh penyelenggara pelabuhan ke Dirjen;
2. Persyaratan waktu tertentu sesuai kebutuhan atau selama 24 (dua puluh empat) jam;
3. Waktu;
RPM PELABUHAN 100412
Pasal 48
Bentuk permohonan, penolakan atau persetujuan pengoperasian pelabuhan
penyeberangan sebagaimana contoh 10, contoh 11 dan contoh 12 pada
Lampiran III Keputusan ini.
BAB VI PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI PELABUHAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 49
Pelaksanaan Kegiatan di pelabuhan penyeberangan meliputi:
a. kegiatan pemerintahan; dan b. kegiatan pengusahaan.
Bagian Kedua Kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan
Pasal 50
(1) Pelaksana kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 huruf a, meliputi:
a. Penyelenggara Pelabuhan yang memegang fungsi
pengaturan dan pembinaan, pengendalian dan
pengawasan kegiatan kepelabuhan; b. Syahbandar yang memegang fungsi keselamatan dan
kemanan pelayaran;
c. Insatansi pemerintah yang memegang fungsi kepabeanan, keimigrasian, kekarantinaan untuk
pelabuhan penyeberangan lintas antar negara dan /
RPM PELABUHAN 100412
atau kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak
tetap.
(2) Kegiatan pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk pelabuhan penyeberangan
yang diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh
Otoritas Pelabuhan Penyeberangan.
Catatan : mekanisme perubahan pelabuhan dari komersial ke tidak komersial atau sebaliknya
1. Yang mengusulkan
2. Pesyaratannya 3. Yang menetapkannya
4. Ketentuan lebih lanjut diatur dengan peraturan Dirjen
(3) Kegiatan pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk pelabuhan penyeberangan
yang belum diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh
Unit Pelaksana Teknis Pemerintah, Unit Pelaksana Teknis
pemerintah provinsi, atau Unit Pelaksana Teknis pemerintah
kabupaten/kota.
Pasal 51
(1) Otoritas Pelabuhan Penyeberangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (2) mempunyai tugas dan tanggung jawab:
a. menyediakan lahan di daratan dan di perairan
pelabuhan; b. menyediakan dan memelihara penahan gelombang,
kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;
c. menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
d. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
e. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
f. menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan; g. mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas
RPM PELABUHAN 100412
penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas
pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa
kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
h. menjamin kelancaran arus barang.
Catatan :
1. tupoksi ambil dari PM no. 85 dan KM No. 11 yang terkait
dengan pelabuhan.
2. Rincian tupoksi baik dari BUP (dimasukkan ke dalam bagian
BUP).
(2) Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Otoritas Pelabuhan penyeberangan
melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa
yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pelayanan kapal kerja, kapal tunda, pelayaran-perintis,
fasilitas umum, dan fasilitas sosial.
Catatan : fasilitas pokok (fasilitas umum dan fasilitas sosial) yang belum disediakan oleh badan usaha.
(4) Dalam kondisi tertentu pemeliharan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam
perjanjian konsesi.
Pasal 52
(1) Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (3) dibentuk pada pelabuhan yang belum
diusahakan secara komersial. (2) Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada:
a. Menteri untuk Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Penyeberangan Pemerintah; dan
RPM PELABUHAN 100412
b. gubernur atau bupati/walikota untuk Unit Pelaksana
Teknis Pelabuhan Penyeberangan pemerintah daerah.
(3) Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan,
mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. menyediakan dan memelihara penahan gelombang,
kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran;
b. menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
c. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
d. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
e. menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
f. menjamin kelancaran arus barang; dan
g. menyediakan dan memelihara fasilitas pelabuhan.
(4) Dalam kondisi tertentu pemeliharaan penahan gelombang,
kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilaksanakan oleh pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang
dituangkan dalam perjanjian konsesi.
Pasal 53
(1) Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan pada
pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis.
(2) Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dilaksanakan oleh
Badan Usaha Pelabuhan setelah mendapat konsesi dari Unit Pelaksana
Teknis.
Pasal 54
(1) Penyediaan lahan di daratan dan di perairan dalam pelabuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan.
RPM PELABUHAN 100412
(2) Lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara.
(3) Dalam hal di atas lahan yang diperlukan untuk pelabuhan terdapat hak
atas tanah, penyediaannya dilakukan dengan cara pengadaan tanah.
(4) Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 55
Penyediaan lahan di perairan sebagaimana dimaksud dalam 51 ayat (1) huruf
a dilakukan sesuai kebutuhan operasional pelabuhan dan untuk menjamin
keselamatan pelayaran.
Pasal 56
(1) Penyediaan dan pemeliharaan penahan gelombang yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (1) huruf b dan Pasal 50 ayat (3) huruf a dilakukan agar arus dan ketinggian gelombang tidak mengganggu kegiatan di
pelabuhan.
(2) Penyediaan penahan gelombang dilakukan sesuai dengan kondisi perairan.
(3) Pemeliharaan penahan gelombang dilakukan paling sedikit satu tahun sekali agar tetap berfungsi.
Pasal 57
(1) Penyediaan dan pemeliharaan kolam pelabuhan yang dilakukan oleh
Otoritas Pelabuhan penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis
sebagaimana dimaksud dalam 51 ayat (1) huruf b dan Pasal 52 ayat (3) huruf a dilakukan untuk kelancaran operasional atau olah gerak kapal.
(2) Penyediaan kolam pelabuhan dilakukan melalui pembangunan kolam pelabuhan.
(3) Pemeliharaan kolam pelabuhan dilakukan paling sedikit satu tahun
RPM PELABUHAN 100412
sekali agar tetap berfungsi.
Pasal 58
(1) Penyediaan dan pemeliharaan alur-pelayaran yang dilakukan oleh
Otoritas Pelabuhan penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis
sebagaimana dimaksud dalam 51 ayat (1) huruf b dan Pasal 52 ayat (3) huruf a dilakukan agar perjalanan kapal keluar dari atau masuk ke
pelabuhan berlangsung dengan lancar.
(2) Penyediaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan melalui
pembangunan alur-pelayaran.
(3) Pemeliharaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan paling sedikit satu
tahun sekali agar tetap berfungsi.
Pasal 59
(1) Selain menyediakan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-
pelayaran, Otoritas Pelabuhan penyeberangan wajib menyediakan dan
memelihara jaringan jalan di dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b yaitu jalan akses keluar dan masuk
pelabuhan.
(2) Penyediaan dan pemeliharaan jaringan jalan di dalam pelabuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
(1) Otoritas Pelabuhan penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis
bertanggung jawab menjamin terwujudnya keamanan dan ketertiban di
pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf d dan Pasal 52 ayat (3) huruf c.
(2) Otoritas Pelabuhan penyeberangan yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis dapat membentuk
unit keamanan dan ketertiban di pelabuhan.
Catatan: perlu di bedakan keamanan dan ketertiban terhadap asset pelabuhan
dan keamanan dan ketertiban lalu lintas dan angkutan di pelabuhan
RPM PELABUHAN 100412
Pasal 61
Untuk menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf e dan Pasal 52 ayat (3)
huruf d, Otoritas Pelabuhan penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis dalam
setiap penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan harus melakukan pencegahan
dan penanggulangan pencemaran lingkungan.
Pasal 62
Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam 51
ayat (1) huruf f dan Pasal 52 ayat (3) huruf e dilakukan oleh Otoritas
Pelabuhan penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis untuk setiap lokasi
pelabuhan yang menjadi tanggung jawabnya.
Pembahasan tanggal 9 Juni 2014
Pasal 63
(1) Pengusulan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf g
dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan kepada Menteri untuk setiap
pelayanan jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan.
(2) Pengusulan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
Untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam 51 ayat (1) huruf h dan Pasal 52 ayat (3) huruf f, Otoritas
Pelabuhan penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis wajib:
a. menyusun sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
b. memelihara kelancaran dan ketertiban pelayanan kapal, kendaraan
beserta muatannya dan penumpang sesuai dengan sistem dan prosedur
pelayanan jasa kepelabuhanan yang telah ditetapkan; c. melakukan pengawasan terhadap kegiatan bongkar muat kendaraan
beserta muatannya dan penumpang;
RPM PELABUHAN 100412
d. menerapkan teknologi sistem informasi dan komunikasi terpadu untuk
kelancaran lalu lintas kendaraan beserta muatannya dan penumpang;
dan e. melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk kelancaran lalu lintas
kendaraan beserta muatannya dan penumpang.
Pasal 65
(1) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (3) huruf g pada pelabuhan yang belum diusahakan
secara komersial dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Penyeberangan.
(2) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan.
(3) Dalam penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan, didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang.
(4) Fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan sandar dan tambat di pelabuhan termasuk penggunaan jenis
peralatan yang akan digunakan di pelabuhan.
Pasal 66
(1) Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam 50 ayat (1), Otoritas Pelabuhan penyeberangan mempunyai wewenang:
a. mengatur dan mengawasi penggunaan lahan daratan dan perairan
pelabuhan; b. mengawasi penggunaan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
c. mengatur lalu lintas kapal ke luar masuk pelabuhan; d. melaksanakan manajemen lalu lintas kendaraan diarea dan
e. menetapkan standar kinerja operasional pelayanan jasa
kepelabuhanan.
Catatan : huruf a - e perlu dijabarkan lebih lanjut.
(2) Penetapan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dievaluasi setiap tahun
RPM PELABUHAN 100412
Bagian Ketiga
Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan
Pasal 67
(1) Kegiatan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat berupa:
a. Penyediaan Pelayanan Jasa Kapal, Penumpang, dan
Kendaraan beserta muatannya; b. Kegiatan Jasa Penunjang
(2) Kegiatan pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan.
Pasal 68
(1) Penyediaan Pelayanan Jasa Kapal, Penumpang, dan
Kendaraan beserta muatannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (1) huruf a, antara lain: a. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk
tambat;
b. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar
dan pelayanan air bersih; c. penyediaan dan/atau pelayanan naik turun penumpang
atau kendaraan; dan
d. pelayanan tiket terpadu.
(2) Kegiatan Jasa Penunjang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 ayat (1) huruf b, antara lain menyediakan dan/atau memfasilitasi:
a. penampungan dan pengelolaan limbah;
b. Instalasi air bersih dan listrik; c. perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa
pelabuhan;
d. Kegiatan tempat bermain dan rekreasi;
e. Hotel, restoran, pos, telekomunikasi, dan periklanan; f. tempat tunggu kendaraan; dan
g. penitipan barang.
RPM PELABUHAN 100412
Bagian Keempat
Badan Usaha Pelabuhan
Pasal 69
(1) Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2)
dapat melakukan kegiatan pengusahaan pada 1 (satu) atau beberapa terminal dalam 1 (satu) pelabuhan.
(2) Badan Usaha Pelabuhan dalam melakukan kegiatan usahanya wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh:
a. Menteri untuk Badan Usaha pelabuhan penyeberangan utama dan
pelabuhan penyeberangan pengumpul;
b. Gubernur untuk Badan Usaha pelabuhan penyeberangan pengumpan
regional;
c. Bupati/Walikota untuk Badan Usaha pelabuhan penyeberangan
pengumpan lokal.
(3) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah
memenuhi persyaratan administrasi dan teknis
(4) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi :
a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau perseroan terbatas yang khusus didirikan di bidang kepelabuhanan
penyeberangan;
c. memiliki akte pendirian perusahaan; d. memiliki keterangan domisili perusahaan; dan
e. proposal rencana kegiatan kepelabuhanan.
(5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi :
a. menguasai dan/atau mengoperasikan sarana dan prasarana di bidang kepelabuhanan antara lain:
1. peralatan; dan
2. lahan yang diperuntukkan untukpelabuhan. b. bukti memiliki paling sedikit 2 (dua) pegawai tetap yang memiliki
sertifikat kepelabuhanan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal atau
yang diakui oleh Direktur Jenderal; dan
RPM PELABUHAN 100412
c. memiliki bukti pengalaman melakukan kegiatan penyediaan jasa
kepelabuhanan.
Pasal 70
Penetapan Badan Usaha Pelabuhan yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan
pengusahaan di pelabuhan pada pelabuhan yang berubah statusnya dari
pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial menjadi pelabuhan yang
diusahakan secara komersial dilakukan melalui pemberian konsesi dari
Otoritas Pelabuhan.
Pasal 71
Dalam melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) Badan Usaha Pelabuhan wajib:
a. menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;
b. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai dengan
standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada terminal dan
fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;
d. ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut
angkutan di perairan;
e. memelihara kelestarian lingkungan;
f. memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan
g. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara
nasional maupun internasional.
Paragraf 1
Persyaratan Badan Usaha Pelabuhan
Paragraf 2 Izin Badan Usaha Pelabuhan
RPM PELABUHAN 100412
Pasal 72
(1) Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2), Badan Usaha Pelabuhan mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(3).
Pasal 73
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72,
Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan penelitian atas persyaratan permohonan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima
permohonan secara lengkap.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Direktur Jenderal, gubernur,
atau bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan.
(3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Direktur Jenderal, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Direktur Jenderal,
gubernur, atau bupati/walikota memberikan izin.
Pasal ….
(1) Badan Usaha Pelabuhan yang telah mendapatkan izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal…. dan memperoleh konsesi dari Otoritas
Pelabuhan Penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Penyeberangan wajib melaporkan kegiatannya secara berkala setiap
bulan kepada pemberi izin sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dalam hal Badan Usaha Pelabuhan yang telah mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal ...., berdasarkan hasil evaluasi
Direktur Jenderal dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah ditetapkan
peraturan Menteri mengenai konsesi tidak melakukan kegiatan jasa kepelabuhanan maka izin dapat dicabut.
RPM PELABUHAN 100412
Pasal ….
(1) Pencabutan izin Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal …. ayat … dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3
(tiga) kali. (2) Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat …,
Badan Usaha Pelabuhan tidak melakukan usaha perbaikan atas
peringatan yang telah diberikan, izin Badan Usaha Pelabuhan dicabut.
Catatan : proses pringatan untuk di cek di rpp angkutan
Pasal ….
(1) Penetapan Badan Usaha Pelabuhan yang ditunjuk untuk melakukan
kegiatan pengusahaan di pelabuhan pada pelabuhan yang berubah statusnya dari pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial
menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilakukan melalui
pemberian konsesi dari Otoritas Pelabuhan Penyeberangan. (2) Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat …. dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima Konsesi atau Bentuk Lainnya
Pasal 74
(1) Otoritas Pelabuhan Penyeberangan dan Unit Pelaksana Teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal...berperan sebagai wakil Pemerintah
untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha
Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian.
(2) Hasil konsesi yang diperoleh Otoritas Pelabuhan Penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendapatan negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Otoritas Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam melaksanakan kegiatannya harus berkoordinasi dengan
pemerintah daerah.
RPM PELABUHAN 100412
Pasal 75
(1) Konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) yang dituangkan dalam
bentuk perjanjian.
(2) Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Jangka waktu konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar.
(4) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. lingkup pengusahaan; b. masa konsesi pengusahaan;
c. tarif awal dan formula penyesuaian tarif;
d. hak dan kewajiban para pihak, termasuk resiko yang dipikul para pihak dimana alokasi resiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian
resiko secara efisien dan seimbang;
e. standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;
f. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian pengusahaan;
g. penyelesaian sengketa; h. pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;
i. sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah
hukum Indonesia;
j. keadaan kahar; dan k. perubahan-perubahan.
Pasal 76
(1) Dalam hal masa konsesi telah berakhir, fasilitas pelabuhan hasil konsesi
beralih atau diserahkan kembali kepada penyelenggara pelabuhan.
(2) Fasilitas pelabuhan yang sudah beralih kepada penyelenggara pelabuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengelolaannya diberikan kepada
Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang berdasarkan kerjasama pemanfaatan
melalui mekanisme pelelangan.
(3) Badan Usaha Pelabuhan yang telah ditetapkan melalui mekanisme
pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan
RPM PELABUHAN 100412
kegiatan pengusahaannya di pelabuhan harus dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian
kerjasama pemanfaatan ditandatangani.
Pasal 77
(1) Dalam kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan
kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) penyelenggara pelabuhan dapat melakukan kerjasama dengan orang
perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam
bentuk:
a. penyewaan lahan; b. penyewaan gudang; dan/atau
(3) Penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 78
Pendapatan konsesi dan kompensasi yang diterima oleh Otoritas Pelabuhan
merupakan penerimaan negara yang penggunaannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 79
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan
pencabutan konsesi serta kerjasama diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
KOMPETENSI PETUGAS PELABUHAN
Pasal 80
SDM Pengelola Pelabuhan terdiri dari : Operator Pelabuhan
RPM PELABUHAN 100412
Operator MB
Catatan : cek KM. 8 tahun 2012 ttg SDM
Pasal 81
Operator Elevated Side Ramp
Pasal 82
Operator Passenger Boarding Bridge
Pasal 83
Petugas pengatur lalu lintas kapal (STC)
BAB VIII KEGIATAN PENGERUKAN DAN REKLAMASI
DI DAERAH LINGKUNGAN KERJA
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN
Pasal 85
(1) Kegiatan pengerukan dan/atau reklamasi dalam rangka pembangunan
dan pengembangan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau
yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan dan pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan
sungai dan danau sesuai dengan rencana induk, persetujuan
pengerukan dan/atau reklamasi melekat pada persetujuan pembangunan pelabuhan.
(2) Kegiatan pengerukan dan/atau reklamasi selain pembangunan dan
pengembangan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan dan pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan
danau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan setelah
RPM PELABUHAN 100412
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus
memperhatikan :
a. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan;
b. keselamatan pelayaran;
c. kelestarian lingkungan.
Pasal 86
(1) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85
ayat (2), permohonan disampaikan kepada Direktur Jenderal,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dengan
melampirkan :
a. keterangan mengenai maksud dan tujuan kegiatan pengerukan
dan/atau reklamasi;
b. lokasi dan koordinat geografis areal yang akan dikeruk atau
direklamasi dan gambar konstruksi serta rekomendasi dari pejabat
yang bertanggungjawab dibidang keselamatan pelayaran;
c. rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat mengenai
kesesuaian rencana pengerukan atau reklamasi dengan rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan;
d. studi lingkungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai
ketentuan yang berlaku.
(2) Persetujuan atau penolakan permohonan pengerukan dan/atau
reklamasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Direktur
Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak
menerima permohonan secara lengkap.
(3) Penolakan permohonan diberikan secara tertulis disertai alasan
penolakan.
RPM PELABUHAN 100412
(4) Bentuk permohonan, penolakan atau persetujuan
reklamasi/pengerukan pelabuhan penyeberangan sebagaimana contoh
13, contoh 14 dan contoh 15 pada Lampiran III Keputusan ini.
Pasal 87
Pemegang persetujuan pengerukan dan/atau reklamasi diwajibkan :
a. mentaati peraturan perundang undangan di bidang pelayaran serta
kelestarian lingkungan;
b. melaporkan kegiatan pengerukan atau reklamasi kepada Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya;
c. bertanggung jawab sepenuhnya atas akibat yang ditimbulkan dari
kegiatan pengerukan atau reklamasi yang dilakukan.
Pasal 88
Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota dapat melarang atau
menghentikan pelaksanaan kegiatan pengerukan dan/atau reklamasi apabila
pemegang persetujuan kegiatan pengerukan dan/atau reklamasi melanggar
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan telah diperingatkan 3
(tiga) kali.
Catatan : izin pengerukan dan reklamasi perlu diatur
BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 89
Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis atas
penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan.
RPM PELABUHAN 100412
Pasal 90
Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 meliputi :
a. persyaratan teknis dan rancang bangun pelabuhan penyeberangan; b. petunjuk teknis, yang mencakup penetapan pedoman, prosedur dan atau
tata cara penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan;
c. bimbingan teknis dalam rangka peningkatan kemampuan dan keterampilan teknis para penyelenggara pelabuhan laut serta pelabuhan
sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan dan pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk
melayani angkutan sungai dan danau.
Pasal 91
Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 meliputi :
a. kegiatan pemantauan dan penilaian atas penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan;
b. kegiatan pemberian saran teknis dalam penyelenggaraan pelabuhan
penyeberangan.
Pasal 92
(1) Kegiatan pemantauan dan penilaian atas penyelenggaraan pelabuhan
penyeberangan meliputi pemantauan dan penilaian terhadap kegiatan
pemerintahan dan pelayanan jasa.
(2) Kegiatan pemantauan dan penilaian kegiatan penyelenggaraan
pelabuhan penyeberangan dilaporkan berdasarkan kegiatan pencatatan
penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan.
Pasal 93
Laporan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (2),
disampaikan setiap bulan oleh penyelenggara pelabuhan penyeberangan
kepada Direktur Jenderal, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
RPM PELABUHAN 100412
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 97
Dengan berlakunya Peraturan ini, semua pelabuhan penyeberangan yang
ada dan telah beroperasi, tetap dapat beroperasi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang menetapkan penyelenggaraan pelabuhan
penyeberangan yang bersangkutan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 98
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan,
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 99
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia. Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : ...........
MENTERI PERHUBUNGAN
..................
Top Related