LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN RESIKO PRILAKU KEKERASAN
A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Risiko tinggi terhadap perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana individu berada pada risiko tinggi untuk melakukan tindakan
melukai diri sendiri atau orang lain (Stuart dan Sundeen, 1995).
Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku-perilaku yang
dapat membahayakan secara fisik untuk dirinya sendiri atau orang lain
(Keliat, 1999).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak langsung dan
konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit
diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Sedangkan
menurut Carpenito 2000, Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana
individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya
sendiri ataupun orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang
dirasakan sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta
mengungkapkan secara verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan
masalah dengan cara yang tidak adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998).
Sedangkan menurut Keliat (1999), perilaku kekerasan adalah perasaan
marah dan bermusuhan yang kuat disertai dengan hilangnya kontrol
diri atau kendali diri.
2. Rentang Respon
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan
kelegaan.
Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut
individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang di alami untuk menghindari
suatu tuntutan nyata.
Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu
untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk
destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol,
dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
3. Faktor predisposisi
1. Faktor biologis
1) Teori Dorongan Naluri ( Instintural drive Theory )
Disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat
lewat.
2) Teori Psikosomatik ( Psychomatic Theory )
Pengalaman rasa marah adalah sebagai akibat dari respon
psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun
lingkungan.
2. Faktor psikologis
1) Teori Agresi Frustasi ( Frustation Aggression theory )
Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal sehingga akan mendorong perilaku agresif.
2) Teori Perilaku ( Behavorational Theory )
Kemarahan adalah respon belajar, hal ini dapat dicapai bila fasilitas
atau suatu yang mendukung.
3. Faktor sosial cultural
1) Teori lingkungan sosial ( Social Environment )
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu untuk
mengekspresikan marah.
2)Teori Belajar Sosial ( Soccial Learning Theory )
Perilaku agresif dapat dipelajari secara langsung imitasi dari proses
sosialitas.
4. Faktor presipitasi
Stressor :
1. Stressor, dari luar ( serangan fisik, kehilangan, kematian )
2. Stressor dari dalam ( putus hubungan, kehilangan rasa cinta, menurunnya
prestasi kerja, rasa bersalah yang tidak dapat dikendalikan )
Faktor perilaku
1. Menyerang atau menghindar
2. Menyatakan dengan jelas
3. Memberontak ( Acting out )
4. Kekerasan, amuk ( Violence )
5. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang sering digunakan Klien dengan gangguan
ekspresi marah perilaku kekerasan adalah :
• Persaingan dibidang pekerjaan atau sekolah
• Olah raga dan permainan
• Musik
• Bacaan film dan drama
• Kegiatan
• Sublimasi, mengalihkan keinginan bawah sadar yang disadari kepada
cita-cita yang lebih luhur.
6. Etiologi.
Faktor-faktor yang berhubungan untuk terjadinya perilaku kekerasan,
antara lain :
a. Rasa takut yang sangat terhadap penolakan.
b. Perasaan-perasaan yang tidak nyata (halusinasi).
c. Alam perasaan tertekan.
d. Menggunakan sikap tubuh bunuh diri untuk memanipulasi orang lain.
e. Tidak dapat memnuhi kebutuhan-kebutuhan untuk bergantung.
f. Berduka yang belum terselesaikan.
g. Reaksi kemarahan.
h. Peningkatan tingkat ansietas.
i. Perilaku provokatif : hipersensitifitas terlalu tidak puas.
j. Depresi.
k. Ketidak mampuan mengungkapkan perasaan secara verbal.
l. Sindroma trauma pemerkosaan.
7. Tanda dan Gejala.
Mayor :
1. Mengekspresikan keinginan atau maksud untuk membahayakan diri.
2. Mengekspresikan keinginan untuk mati atau melakukan bunuh diri.
3. Riwayat sebelumnya dari usaha untuk membahayakan diri.
Minor :
4. Depresi.
5. Konsep diri kurang.
6. Halusinasi / waham.
7. Penyalahgunaan zat.kontrol impuls yang kurang.
8. Agitasi.
9. Keputusasaan.
10. Ketidak berdayaan.
11. Kurangnya sistem pendukung.
12. Kepedihan emosional.
13. Bermusuhan.
Akibat.
14. Adanya perilaku kekerasan terjadi karena depresi yang sangat
mendalam sehingga klien cenderung / risiko untuk melukai diri sendiri
atau orang lain dan merusak lingkungan.
8. Pohon masalah.
Risiko mencederai diri sendiri / orang
lain dan merusak lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah
Efeck
Core Problem
Causa
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan,
agama, suku dan hubungan dengan klien.
2. Alasan masuk
Alasan masuk atau masalah utama klien sehingga masuk rumah sakit.
Biasanya klien sering memukul dan merusak barang dan tidak bias
mengontrol emosi.
3. Factor predisposisi
1) Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu ?
2) Pengobatan sebelumnya
3) Apakah klien pernah mengalami trauma pada dirinya?
4) Adakah anggota keluarga yang mengalami sakit jiwa?
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan?
4. Pemeriksaan fisik
1) Tanda- tanda vital seperti : pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi
dan respirasi
2) Antopometri seperti : ukur berat badab dan tinggi badan
3) Keluhan fisik
5. Psikososial
1) Genogram 3 generasi untuk mengetahui apakah ada keturunan dari
orang tua.
2) Konsep diri
a. Citra tubuh :klien percaya diri
dengan apa yang dimilikinya
b. Identitas diri : klien menyebutkan
identitas dirinya meliputi nama, alamat dan sebagainya
c. Peran : klien
menyebutkan perannya dalam keluarga
d. Ideal diri : klien tidak pernah
merasa bahwa dirinya sedang sakit
e. Harga diri : klien percaya diri
dengan apa yang dimilikinya dan menganggap orang lain tidak
pernah benar
3) Hubungan social
a. Orang yang berarti
dalam hidupnya
b. Peran serta dalm
kegiatan kelompok/masyarakat :
Biasanya klien cenderung tidak mempercayai orang lain, dan
beranggapan bahwa dirinyalah yang paling benar
c. Hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain :
Klien memiliki hambatan karena orang yang berada didekatnya
akan merasa tidak nyaman dan ketakutan
4) Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
b. Kegiatan beribadah
6. Status mental
1) Penampilan : klien berpenampilan rapi
2) Pembicaraan : selalu berbicara keras kepada orang lain
3) Aktivitas motorik : klien tampak malas beraktivitas
4) Alam perasaan : klien akan cepat marah apabila ada yang
menyinggung perasaannya
5) Afek : emosi klien tidak stabil
6) Interaksi selama wawancara : klien selalu berbicara keras, tidak
pernah mengganggap omongan orang lain benar
7) Persepsi: klien akan melakukan tindakan kekerasan apabila
keinginannya tidak terpenuhi dan jika ada orang yang menyinggung
dirinya
8) Arus pikir : klien kadang menjawab pertanyaan yang diajukan tetapi
lebih sering tidak memperdulikan orang lain.
9) Isi pikir : klien tidak merasa asing dengan dirinya, keluarga dan
lingkungannya
10) Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran compos mentis
11) Memori : klien mampu mengingat jangka panjang dan jangka
pendek
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung : klien susah berkonsentrasi dan
dalam berhitung tidak dapat mengikuti perintah perawat
13) Kemampuan penilaian : klien mampu memberikan penilaian
terhadapa apa yang sedang dialami
14) Daya tilik diri : klien tidak sadar saat sedang melakukan kekerasan
kepada orang lain
7. Kebutuhan rencana pulang
1) Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
2) Kegiatan sehari-hari
3) Nutrisi
4) Istirahat tidur
5) Klien memiliki sistim pendukung
6) Kegiatan produktif
8. Mekanisme koping
1) Adaptif
2) Maladaptive
9. Masalah psikososial lingkungan
1) Masalah dengan dukungan kelompok
2) Masalah berhubungan dengan lingkungan
3) Masalah dengan pendidikan
4) Masalah dengan perumahan
5) Masalah dengan ekonomi
6) Masalah dengan pelayanan kesehatan
B. DIAGNOSA
1. Risiko mencederai orang lain / diri sendiri dan merusak lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
C. RENCANA TINDAKAN
Tujuan Umum :
Risiko menciderai diri sendiri / orang lain dan merusak lingkungan tidak
terjadi.
TUK 1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :
1. Klien mau membalas salam.
2. Klien mau berjabat tangan.
3. Klien mau tersenyum.
4. Klien mau kontak mata.
5. Klien mau mengetahui nama perawat.
Intervensi
1.1. Beri salam atau panggil nama klien.
1.2. Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan.
1.3. Jelaskan tentang maksud hubungan interaksi.
1.4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
1.5. Beri rasa aman dan sikap empati.
1.6. Lakukan kontak sering dan singkat.
TUK 2.
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi.
1. Klien mengungkapkan perasaannya.
2. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
(dari diri sendiri, dari orang lain / lingkungan).
Intervensi.
2.1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
2.2. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau
kesal.
TUK 3.
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi.
1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya sat marah / jengkel.
2. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami.
Intervensi.
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel / marah.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
3.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
TUK 4.
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Kriteria evaluasi.
1. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
3. Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan
masalah / tidak.
Intervensi.
4.1. Anjurkan klien untung mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien.
4.2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
4.3. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
TUK 5.
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi.
1. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi.
5.1. Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan klien.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
5.3. Tanyakan pada klien, “Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat“.
TUK 6
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespons terhadap
kemarahan.
Kriteria Evaluasi.
1. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara
konstruktif.
Intervensi.
6.1. Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat.
6.2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
6.3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
6.3.1. Secara fisik :
Tarik nafas dalam bila sedang kesal / memukul bantal / kasur
atau olah raga / pekerjaan yang memerlukan tenaga.
6.3.2. Secara verbal :
Katakan bahwa anda sedang kesal / tersinggung / jengkel.
(saya kesal anda berkata begitu, saya marah karena mama
tidak mau memenuhi keinginan saya).
6.3.3. Secara sosial :
Lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat.
Latihan manajemen perilaku kekerasan.
6.3.4. Secara spiritual :
Anjurkan klien sembahyang, berdo’a / ibadah lain.
TUK 7.
Klien dapat mendemontrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi.
Klien dapat mendemontrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
secara :
Fisik :
Tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.
Verbal :
Mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
Spiritual :
Sholat, berdo’a, ibadah lain.
Intervensi.
7.1. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
7.2. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu klien untuk menstimulasi cara tersebut (role play).
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara
tersebut.
7.5. Anjurkan klien untuk menggunakann cara yang telah dipelajari saat
jengkel / marah.
TUK 8
Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi.
1. Keluarga klien dapat :
Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan.
Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.
Intervensi.
8.1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama sakit.
8.2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
8.3. Jelaskn cara-cara merawat klien.
8.3.1. Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara
konstruktif.
8.3.2. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
8.3.3. Membantu klien mengenal penyebab marah.
8.4. Bantu keluarga mendemontrasikan cara merawat klien.
8.5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
TUK 9.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan).
Kriteria Evaluasi.
1. Klien dapat menyebutkan obat-obat yang diminum dan kegunaannya
(jenis, waktu, dosis dan efek).
2. Klien dapat minum obat sesuai program pengobatan.
Intervensi.
9.1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
9.2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian minum obat tanpa
seizin dokter.
9.3. Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera pada
botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum).
9.4. Anjurkan klien minum obat tepat pada waktunya dan minta sendiri.
9.5. Anjurkan klien melapor pada perawat / dokter jika merasakan efek
yng tidak menyenangkan.
9.6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(Pertemuan pertama)
I. Proses Keperawatan.
1. Kondisi klien.
Klien mengatakan habis memecah kaca dan merusak genteng rumahnya.
2. Diagnosa keperawatan.
Perilaku kekerasan.
3. Tujuan khusus.
TUK 1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
4. Tindakan keperawatan.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Jelaskan tujuan interaksi.
d. Buat kontrak yang jelas.
II. Strategi Komunikasi Dalam Tindakan Keperawatan.
a. Orientasi.
1. Salam terapeutik.
“Selamat sore mas kenalkan nama saya, Crostiana biasa dipanggil
dedeq dan ini teman-teman saya, kami adalah mahasiswa praktik dari
Stikes Yarsi nama mas siapa ?”.
“Mas lebih suka dipanggil siapa ?”.
2. Evaluasi Validasi.
“Mas bagaimana rasanya selama dirawat di rumah sakit?”.
“Apakah mas masih ingat tentang apa yang menyebabkan mas dibawa
ke rumah sakit ?”.
3. Kontrak.
Topik.
“Mas, mau berkenalan dengan saya?“.
Waktu .
“Bagimana kalau kita berbicara selama 15 menit”.
Tempat.
“Mas ingin bicara dimana ?, bagaimana kalau kita berbicara di
tempat ini saja ?”.
b. Fase kerja.
“ Apa yang mas rasakan selama dirumah sakit”.
“ Apa yang menyebabkan mas di bawa kesini?”.
“ Dengan siapa mas kesini”.
“ Apa yang terjadi hingga mas dibawa kesini?”.
c. Terminasi.
1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan.
Evaluasi klien subyektif.
“Bagaimana perasaan mas setelah kita berbincang-bincang tadi,
apakah mas merasa senang?”.
Evaluasi obyektif.
“Coba mas sebutkan lagi siapa nama saya, apakah mas masih
ingat?”.
2. Tindak lanjut.
“Mas, mau nggak mas saya ajak bicara lagi besok tentang alasan
yang menyebabkan mas marah”.
3. Kontrak.
Topik.
“Mas sekian dulu perbincangan kita kali ini, besok kita berbicara
lagi”.
Waktu.
“Mas apakah mau besok kita bicara lagi jam 08.00 pagi”.
Tempat.
“Bagaimana kalau tetap ditempat ini lagi”.
STRATEGI PELAKSANAAN
(PRILAKU KEKERASAN)
Pasien Keluarga
SP Ip1. Mengidentifikasi penyebab PK2. Mengidentifikasi tanda dan
gejala PK3. Mengidentifikasi PK yang
dilakukan4. Mengidentifikasi akibat PK5. Menyebutkan cara mengontrol
PK6. Membantupasien
mempraktekkan Latihan cara mengontrol fisik I dan cara fisik II
7. Menganjurkanpasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP IIp1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara verbal3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IIIp1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IVp
SP Ik1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses terjadinya PK
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK
SP II k1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien dengan PK
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK
SP III k1. Membantu keluarga membuat
jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning )
2. Menjelaskan follow up pasien setelah Pulang
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Kelliat, 2005, “Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”, Jakarta. EGC
Keliat, B.A. (1999). “Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Menarik diri”. Jakarta : FKUI
Keliat, B.A. (1999). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta :EGC
Stuart GW, Sunden . 1998 . “Buku Saku Keperawatan Jiwa” . Jakarta EGC
Maramis, WF.1998, Proses keperawatan Kesehatan jiwa, (Terjemahan ).Penerbit Buku Kedokteran,EGC, Jakarta
Top Related