RINGKASAN EKSEKUTIF “Menakar Peran Dana Desa dalam Menekan Kemiskinan Desa”
Rendy Alvaro, S. Sos.
Ratna Christianingrum, S.Si., M.Si. Undang-Undang Desa mengamanatkan pemerintah pusat untuk menganggarkan
Dana Desa untuk diberikan kepada desa. Kebijakan dana desa merupakan salah satu
program Pemerintah dalam rangka membangun perekonomian di tingkat desa
maupun mengurangi kesenjangan kemiskinan di desa, yang pada akhirnya
diharapkan tercipta kesejahteraan masyarakat. Melalui tulisan ini ingin melihat
bagaimana peran dana desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan dengan melihat beberapa indikator.
Data tingkat kemiskinan memperlihatkan bahwa ada tren penurunan tingkat
kemiskinan yang terjadi secara nasional. Namun tren penurunan tingkat kemiskinan
sebelum adanya dana desa lebih curam dibandingkan tren penurunan setelah dana
desa. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kebijakan sebelum adanya dana desa
relatif lebih baik dalam menurunkan tingkat kemiskinan dibandingkan dengan
kebijakan dana desa itu sendiri.
Lebih sedikitnya kemiskinan yang mampu diturunkan dana desa dapat
mengindikasikan dana desa belum sepenuhnya optimal dalam memutar roda
perekonomian di desa. Rendahnya perputaran uang, yang distimulus oleh dana desa,
di desa bersangkutan merupakan salah satu penyebabnya. Tidak sesuainya
infrastruktur yang dibangun dana desa dengan kebutuhan masyarakat, salah satunya
disebabkan minimnya tingkat partisipasi masyarakat desa, khususnya pada tahap
perencanaan dana desa. Rendahnya partisipasi masyarakat ini terjadi karena
rendahnya kualitas sumber daya manusia di desa.
Pada tahun 2021, keadaan perekonomian Indonesia diperkirakan masih dalam tahap
recovery. Kebijakan dana desa pun kedepan diharapkan mampu menghidupkan roda
perekonomian di desa-desa. Sehingga penggunaan dana desa sebagai social safety net
perlu dipertimbangkan kembali. Dana desa diharapkan bisa menjadi stimulus
perekonomian di desa dengan fokus pada program pemberdayaan dan pembangunan
berbasis masyarakat. Dengan adanya dana desa, diharapkan dapat menstimulus
terbentuknya lapangan kerja baru di desa. Lapangan kerja yang terbentuk akan
menyerap tenaga kerja di desa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan menekan kemiskinan di desa.
Selain itu untuk mengoptimalkan pelaksanaan dana desa di tahun 2021, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah, yaitu pengelolaan dana desa
dengan menggunakan pola swakelola, perlu adanya perbaikan dalam formula
pengalokasian dana desa, serta perlu adanya peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan dana desa.
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 1
Menakar Peran Dana Desa dalam Menekan Kemiskinan Desa Rendy Alvaro, S.Sos dan Ratna Christianingrum, S.Si., M.Si. 1
Pendahuluan
Desa merupakan representasi dari kesatuan masyarakat hukum terkecil yang telah ada
dan tumbuh berkembang seiring dengan sejarah kehidupan masyarakat Indonesia dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini
menyebabkan desa memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam sistem
pemerintahan dan menjadi fundamental negara. Hal ini menjadi salah satu alasan
pemerintah menerapkan paradigma membangun dari pinggiran. Dimana pemerintah
akan membangun daerah-daerah tertinggal dan kawasan-kawasan perdesaan.
Pemerintah percaya pembangunan berbasis perdesaan sangat penting dan perlu untuk
memperkuat fondasi perekonomian negara, mempercepat pengentasan kemiskinan dan
pengurangan kesenjangan antar wilayah (Bapennas, 2017).
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menempatkan desa sebagai ujung
tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa yang
berdasarkan kewenangan yang dimiliki dapat melakukan program pembangunan yang
menyinergikan antara kepentingan ekonomi, kepentingan sosial dan kepentingan
lingkungan. Untuk membiayai pembangunan di desa, undang-undang tersebut
mengamanatkan pemerintah pusat untuk menganggarkan Dana Desa. Kebijakan dana
desa merupakan salah satu program Pemerintah dalam rangka membangun
perekonomian di tingkat desa maupun mengurangi kesenjangan kemiskinan di desa.
Dikeluarkannya UU Desa pada hakikatnya membawa misi untuk menyejahterakan desa.
Adapun tujuan dari dana desa itu sendiri antara lain meningkatkan pelayan publik di
desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi
kesenjangan pembangunan antar desa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai
subjek dari pembangunan.
Gambar 1 Perkembangan Alokasi Dana Desa dan Rata-Rata per Desa
Sumber: DJPK, 2020 diolah
1 Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian DPR
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 2
Alokasi dana desa dianggarkan dalam jumlah yang cukup besar untuk diberikan ke setiap
desa. Besaran alokasi dana desa setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan
(gambar 1). Pada tahun 2015, alokasi dana desa hanya sebesar Rp20,7 triliun dengan
rata-rata setiap desa menerima alokasi dana desa sebesar Rp280 juta. Sedangkan pada
tahun 2020 (Perpres 54 Tahun 2020) alokasi dana desa sudah mencapai Rp71,2 triliun
dengan rata-rata setiap desa menerima alokasi dana desa sebesar Rp960 juta.
Pengentasan kemiskinan dan terciptanya kesejahteraan masyarakat desa merupakan
tujuan akhir dari kebijakan dana desa. Besaran alokasi anggaran dana desa perlu
dievaluasi apakah sudah mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Melalui tulisan ini
ingin melihat bagaimana peran dana desa dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pedesaan dengan melihat beberapa indikator.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Perdesaan
Tujuan akhir program dana desa adalah adanya kenaikan tingkat kesejahteraan
masyarakat desa. Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah rendahnya
tingkat kemiskinan. Untuk mengetahui dampak kebijakan dana desa terhadap tingkat
kemiskinan, khususnya di pedesaan, maka perlu dibandingkan tingkat kemiskinan
perdesaan sebelum adanya kebijakan dana desa dengan setelah adanya kebijakan dana
desa.
Gambar 2 memperlihatkan bahwa ada tren penurunan tingkat kemiskinan yang terjadi
secara nasional. Secara nominal tingkat kemiskinan pada September 2019 merupakan
titik terendah, yaitu sebesar 12,6 persen. Apabila dibandingkan dengan bulan yang sama
tahun 2014, mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tingkat kemiskinan pada
September 2014 sebesar 13,76 persen.
Gambar 1. Persentase Tingkat Kemiskinan Desa (Nasional)
Sumber: BPS 2019, diolah
Namun apabila dibandingkan garis tren yang dimiliki antara sebelum adanya kebijakan
dana desa dan sesudah dana desa, maka dapat dilihat bahwa trend tingkat kemiskinan
15,7215,5915,12
14,714,3214,4214,17
13,7614,2114,0914,1113,9613,93
13,2 13,1 12,85 12,6
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sebelum Dana Desa (%) Sesudah Dana Desa (%)
Linear (Sebelum Dana Desa (%)) Linear (Sesudah Dana Desa (%))
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 3
yang dihasilkan oleh kebijakan sebelum dana desa (gambar 2 warna biru) jauh berada di
bawah trend yang dihasilkan oleh kebijakan dana desa (gambar 2 warna oranye).
Apabila dilakukan uji T untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat kemiskinan yang
signifikan sebelum adanya kebijakan dana desa dengan setelah adanya kebijakan dana
desa, maka diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan
pada tingkat kemiskinan sebelum dana desa dengan setelah adanya kebijakan dana desa.
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kebijakan sebelum adanya dana desa relatif lebih
baik dalam menurunkan tingkat kemiskinan dibandingkan dengan kebijakan dana desa
itu sendiri.
Selain itu pada awal penerapan kebijakan dana desa, terjadi peningkatan tingkat
kemiskinan. Hal ini terjadi karena adanya peralihan kebijakan dari kebijakan PPNPM ke
Dana Desa. Walaupun pada awal penerapan kebijakan dana desa, penyerapan anggaran
dana desa mencapai 100 persen, namun justru tidak menurunkan tingkat kemiskinan.
Hal ini dikarenakan masih kurangnya pemahaman desa dalam mengelola dana desa yang
diberikan. Sehingga output yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Lebih sedikitnya kemiskinan yang mampu diturunkan dana desa dapat mengindikasikan
dana desa belum sepenuhnya optimal dalam memutar roda perekonomian di desa.
Rendahnya perputaran uang, yang di stimulus oleh dana desa, di desa bersangkutan
merupakan salah satu penyebabnya. Dengan adanya kebijakan dana desa, pemerintah
mengharapkan terjadinya perputaran uang desa (Jumaiyah, 2019). Dengan adanya
kebijakan pembangunan infrastruktur desa yang di danai oleh dana desa, diharapkan
dapat menstimulus perekonomian di desa yang bersangkutan. Misalkan untuk
membangun sebuah gapura desa, diharapkan material dibeli dari toko di desa tersebut,
dengan tukang yang berasal dari desa yang bersangkutan. Namun seringkali toko yang
menyedia bahan material itu berada di kota, sehingga rantai perputaran uang langsung
keluar dari desa tersebut ke kota. Yang pada akhirnya multiplayer effect yang diharapkan
terjadi dengan adanya dana desa tidak dapat terjadi. Pembangunan dengan pola
swakelola dapat menjadi solusi untuk meminimalkan aliran dana keluar desa. Dalam
pengelolaan dana desa diharapkan melibatkan masyarakat desa, sehingga uang yang
digunakan untuk pembangunan tidak mengalir keluar desa. Dengan menggunakan
tenaga kerja setempat, diharapkan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai oleh dana desa
bisa menyerap tenaga kerja dan memberikan pendapatan bagi mereka yang bekerja.
Sementara penggunaan bahan baku lokal diharapkan akan memberikan penghasilan
kepada masyarakat yang memiliki bahan baku tersebut. Sehingga pada akhirnya tercipta
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa (Kemenkeu, 2017)..
Hal ini diperparah dengan tidak tepat sasarannya jenis infrastruktur yang dibangun dari
dana desa. Misalkan suatu desa memerlukan saluran irigasi, namun justru dana desa
digunakan untuk membangun jalan. Hal ini menjadi penyebab pembangunan oleh dana
desa belum dirasakan secara optimal oleh masyarakat. Yang pada akhirnya masyarakat
tidak mampu meningkatkan kesejahteraannya.
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 4
Tidak sesuainya infrastruktur yang dibangun dana desa dengan kebutuhan masyarakat,
salah satunya disebabkan minimnya tingkat partisipasi masyarakat desa, khususnya
pada tahap perencanaan dana desa. Menurut Aljannah (2017) rendahnya partisipasi
masyarakat ini terjadi karena rendahnya kualitas sumber daya manusia di desa. Sumber
daya manusia di desa rata-rata berpendidikan rendah, dimana mayoritas penduduknya
merupakan lulusan SD (BPS, 2020). Hal ini menyebabkan keengganan masyarakat untuk
mengikuti setiap tahapan pengelolaan dana desa. yang pada akhirnya jenis infrastruktur
yang akan dibangun oleh dana desa hanya ditentukan oleh segelintir orang. Sehingga
manfaat kurang optimal bagi mayoritas masyarakat.
Formula Dana Desa juga memiliki masalahnya tersendiri, di mana formula yang
ditetapkan saat ini kurang mendukung untuk penurunan kemiskinan lebih tajam karena
hanya 10 persen yang mempengaruhi distribusi. Dana Desa yang dibagikan berdasarkan
jumlah desanya bukan berdasarkan jumlah penduduk miskin yang ada di desa tersebut.
Daerah yang memiliki banyak desa meski penduduk miskin lebih sedikit mendapat dana
desa yang lebih banyak daripada daerah yang memiliki desa lebih sedikit namun
penduduk miskin lebih banyak.
Tabel 1 Pertumbuhan Tingkat Kemiskinan Desa (Provinsi)
Sumber: BPS diolah
Table 2 merupakan pertumbuhan tingkat kemiskinan desa per provinsi. Pada periode
sebelum adanya kebijakan dana desa (tahun 2013 dan 2014) terdapat 20 provinsi yang
mengalami peningkatan tingkat kemiskinan. Pada awal kebijakan dana desa (2015),
terjadi penambahan jumlah provinsi yang mengalami peningkatan tingkat kemiskinan.
Bahkan terdapat 7 provinsi yang biasanya mengalami penurunan tingkat kemiskinan,
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 5
namun pada awal diterapkannya kebijakan dana desa justru mengalami peningkatan
jumlah kemiskinan. Provinsi tersebut yaitu Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Maluku utara. Namun pada tahun 2019 hampir
semua provinsi mengalami penurunan tingkat kemiskinan desanya. Hanya 3 provinsi
yang mengalami peningkatan tingkat kemiskinan, yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku
dan Maluku Utara.
Peningkatan tingkat kemiskinan pada awal diterapkannya kebijakan dana desa di
beberapa provinsi disebabkan adanya masa peralihan dari kebijakan lama ke kebijakan
dana desa. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal kebijakan dana desa di terapkan,
persiapan yang dilakukan oleh pemerintah kurang optimal. Hal ini menyebabkan
pelaksanaan kebijakan dana desa kurang memberikan manfaat bagi masyarakat. Hal ini
juga bisa menjadi koreksi bagi pemerintah dalam melaksanakan suatu kebijakan harus
disertai dengan persiapan yang matang.
Tabel 2. Perkembangan tingkat Kemiskinan Desa (%) Provinsi Periode
2012-2014 2015-2019
Tert
inggi
Jawa Barat -9.49 -34.11
DI Yogyakarta -18.56 -31.71
Kep. Riau 33.52 -28.51
Kalimantan Timur -0.25 -26.88
Jawa Tengah -4.34 -25.56
Tere
ndah
Nusa Tenggara Timur 0.37 15.20
Maluku -9.85 4.60
Papua -10.75 3.44
Sulawesi Tengah -9.73 2.27
Banten -14.86 0.79
Sumber: BPS 2019, diolah
Daerah yang mengalami penurunan tingkat kemiskinan di desa sesudah Dana Desa
tertinggi adalah Jawa Barat, DI Yogyakarta, Kep. Riau, Kalimantan Timur, dan Jawa
Tengah. Sedangkan terendah dialami oleh Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua,
Sulawesi Tengah, dan Banten (Tabel 3). Terlihat bahwa Pulau Jawa mendominasi pada
provinsi dengan perubahan tingkat kemiskinan tertinggi sedangkan pulau bagian timur
mendominasi provinsi dengan perubahan kemiskinan terendah. Jawa mendominasi
karena faktor geografis yang menguntungkan, dekatnya kota-kota tersebut dengan
Pemerintah pusat membuat koordinasi dan pengawasannya dapat dilakukan dengan
lebih baik. Selain faktor geografis, faktor kearifan lokal juga membantu. Kearifan lokal
yang dimaksud di sini adalah mudahnya masyarakat menerima perubahan yang
diperlukan sehingga mempermudah pemerintah pusat untuk mengoordinasi perubahan
yang diperlukan. Selain itu tingginya kualitas sumber daya manusia yang ada di pulau
Jawa menjadi salah satu penyebab tingginya perubahan tingkat kemiskinan. Kualitas
SDM yang mumpuni menyebabkan masyarakat dapat menggunakan Dana Desa sesuai
dengan kebutuhan mereka.
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 6
Gambar 2. Indeks Kedalaman Kemiskinan Desa Di Indonesia (2010-2019)
Sumber: BPS 2020 diolah
Gambar 3 menunjukkan bahwa penurunan indeks kedalaman kemiskinan sebelum Dana
Desa (2010–2014) lebih tajam dibandingkan sesudah Dana Desa (2015-2019). Indeks
kedalaman kemiskinan sebelum Dana Desa turun 0,55 dari 2,8 menjadi 2,25 namun
sesudah Dana Desa menurun 0,44 dari 2,55 menjadi 2,11. Begitu juga dengan indeks
keparahan kemiskinan. Penurunan indeks keparahan kemiskinan sebelum Dana Desa
lebih tajam dibandingkan sesudah Dana Desa (Gambar 4). Indeks keparahan kemiskinan
menurun 0,52 dari 1,09 menjadi 0,57 namun sesudah Dana Desa menurun hanya 0,18
dari 0,71 menjadi 0,53.
Gambar 3. Indeks Keparahan Kemiskinan Desa Di Indonesia (2010-2019)
Sumber: BPS 2020 diolah
Menurut penelitian Hendri Achmad, tidak optimalnya penurunan kemiskinan setelah
dikucurkannya Dana Desa adalah karena faktor penyimpangan dalam pengelolaan dana
yang dilakukan beberapa oknum. Berdasarkan kajian KPK ada enam modus
penyimpangan Dana Desa, yaitu pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai alias fiktif,
mark-up anggaran yang tidak melibatkan masyarakat dalam musyawarah desa,
penyelewengan Dana Desa untuk kepentingan pribadi, dan lemahnya pengawasan serta
2,8
2,63 2,61
2,362,42
2,242,37
2,26 2,25
2,55
2,4
2,74
2,32
2,492,43
2,37 2,32
2,182,11
Mare
t
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sebelum Dana Desa Sesudah Dana Desa
Linear (Sebelum Dana Desa) Linear (Sesudah Dana Desa)
0,750,7
0,59 0,610,56
0,6 0,57 0,57
0,710,67
0,79
0,590,67 0,65 0,63 0,62
0,55 0,53
Mare
t
Mare
t
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
Mare
t
Septe
mber
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sebelum Dana Desa Sesudah Dana Desa
Linear (Sebelum Dana Desa) Linear (Sesudah Dana Desa)
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 7
penggelapan honor aparat desa. Selain masalah penyelewengan dana, masalah kurang
kompetensi aparat desa sebagai pengelola juga menjadi masalah. Kurangnya kompetensi
mengakibatkan mereka tidak mampu membuat perencanaan yang baik, menyusun
laporan dan membuat pertanggungjawaban kegiatan.
Untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut ada dua hal yang harus diperhatikan,
yaitu dari sisi eksternal dan internal. Sisi eksternal yang harus diperkuat adalah harus
dioptimalkannya pendampingan dan pengawasan yang mana ini dapat dilakukan oleh
pihak BPK dan BPKP. Sedangkan sisi internal, pihak terkait pengelolaan dana terutama
aparat desa perlu meningkatkan integritas dan kompetensi mereka, sehingga tidak
tergiur dengan peluang penyalahgunaan dana dan dapat membuat perencanaan dengan
baik.
Perkembangan Tingkat Ketimpangan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik terlihat bahwa tren ketimpangan di desa
fluktuatif sebelum Dana Desa (2010-2014) namun tren menurun setelah Dana Desa
(2015-2019). Sempat terjadi fluktuasi pada 2015 hingga 2016 namun selanjutnya terjadi
tren menurun (Gambar 5).
Gambar 4. perbandingan Gini Rasio Sebelum dan Sesudah Dana Desa
Sebelum Dana Desa
Setelah Dana Desa
Sumber: BPS, diolah
Bila dilihat secara provinsi, perubahan ketimpangan di desa berbeda-beda. Ada provinsi
yang mengalami stagnan, penurunan, dan ada juga yang mengalami kenaikan
ketimpangan desanya. Jika dihitung berdasarkan rata-rata perubahan, bahwa
ketimpangan dalam kurun 2009-2014 meningkat secara rata-rata 0,03 namun dalam
kurun 2015-2019 cenderung menurun 0,01. Tren penurunan ketimpangan desa diikuti
dengan kenaikan tingkat kesejahteraan yang diukur dengan tingkat pengeluaran per
kapita berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Hal tersebut di atas bisa dikarenakan
distribusi Dana Desa pada tahun 2015-2017 belum mencerminkan keadilan (BKF, 2017).
Formula alokasi merupakan salah satu penyebab belum terciptanya keadilan dalam
0,250,260,270,33
0,250,270,280,300,29
0,240,00
0,280,270,310,280,280,260,300,310,290,260,300,28
0,000,320,310,300,270,34
0,280,270,250,330,330,30
0,260,280,31
0,290,290,310,320,31
0,260,23
0,000,300,30
0,330,290,290,31
0,330,35
0,310,300,310,31
0,000,340,330,36
0,350,44
0,330,32
0,280,350,41
0,32
0,270,290,300,30
0,350,370,340,31
0,300,31
0,000,300,32
0,360,300,320,33
0,310,29
0,340,320,31
0,300,00
0,300,310,36
0,370,38
0,350,34
0,290,380,34
0,33
0,260,29
0,320,33
0,320,340,320,32
0,290,32
0,000,290,32
0,390,270,310,350,310,290,32
0,280,31
0,300,00
0,380,34
0,380,36
0,420,280,33
0,250,360,37
0,33
0,250,28
0,290,32
0,300,32
0,330,29
0,240,31
0,000,30
0,360,34
0,310,28
0,380,280,260,30
0,300,27
0,280,00
0,390,33
0,370,33
0,430,300,29
0,270,360,35
0,32
0,280,28
0,280,32
0,320,320,33
0,280,25
0,310,00
0,290,36
0,380,340,29
0,340,31
0,280,36
0,330,29
0,300,00
0,370,28
0,430,36
0,440,340,29
0,260,360,38
0,34
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00
ACEH
SUMATERA BARAT
JAMBI
BENGKULU
KEP. BANGKA BELITUNG
DKI JAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA TIMUR
BALI
NUSA TENGGARA TIMUR
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN TIMUR
SULAWESI UTARA
SULAWESI SELATAN
GORONTALO
MALUKU
PAPUA BARAT
INDONESIA
TAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 TAHUN 2014
0,290,290,280,330,320,290,340,31
0,260,28
0,000,310,340,330,33
0,260,350,340,300,290,270,280,270,280,35
0,300,350,360,370,340,31
0,260,46
0,390,33
0,300,270,27
0,310,290,31
0,300,31
0,240,26
0,000,310,310,340,31
0,250,34
0,310,32
0,280,330,300,310,28
0,350,31
0,340,350,40
0,340,30
0,250,39
0,390,32
0,300,260,29
0,300,300,330,32
0,300,24
0,290,00
0,330,320,32
0,320,27
0,300,32
0,310,290,30
0,290,280,30
0,350,31
0,330,37
0,380,30
0,290,28
0,390,41
0,32
0,270,260,26
0,290,300,300,32
0,290,22
0,260,00
0,320,320,33
0,320,30
0,310,34
0,330,28
0,320,280,300,28
0,370,28
0,350,36
0,410,31
0,290,28
0,430,42
0,32
0,280,260,27
0,280,290,30
0,290,30
0,230,27
0,000,320,320,33
0,320,29
0,310,34
0,320,28
0,300,280,280,29
0,350,29
0,350,36
0,390,32
0,290,26
0,420,41
0,32
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
ACEH
SUMATERA BARAT
JAMBI
BENGKULU
KEP. BANGKA BELITUNG
DKI JAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA TIMUR
BALI
NUSA TENGGARA TIMUR
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN TIMUR
SULAWESI UTARA
SULAWESI SELATAN
GORONTALO
MALUKU
PAPUA BARAT
INDONESIA
2015 2016 2017 2018 2019
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 8
distribusi dana desa. Alokasi Dasar ditetapkan sangat besar yaitu 90 persen kemudian
Alokasi Formula hanya 10 persen. Meskipun sebenarnya pemerintah sampai saat ini
sudah berupaya menurunkan persentase Alokasi Dasar, namun persentase tersebut
terbilang masih besar yakni 69 persen (2020). Selain itu, permasalahan ketimpangan
distribusi berdasarkan tingkat kemiskinan daerah juga masih menjadi permasalahan
(BKF, 2017). Masih banyak kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya lebih tinggi
namun Dana Desa yang diperoleh relatif sama bahkan lebih kecil.
Menurut penelitian Dr. Hefrizal Handra, dana desa akan naik terus sejalan dengan
transfer ke daerah dan sesuai Undang-Undang Desa, jumlah dana desa sebesar 10 persen
dari dana perimbangan yang hingga saat ini Pemerintah belum mampu memenuhinya.
Efektivitas dana desa dalam perbaikan layanan publik di daerah terlihat dari perbaikan
indikator layanan publik dan penurunan kemiskinan. Ketimpangan layanan publik antar
daerah juga mengalami penurunan. Namun dana desa dirasa belum sepenuhnya efektif
dalam menurunkan kemiskinan di perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah besarnya
faktor alokasi dasar (bagi rata), dan kecilnya pengaruh variable kemiskinan dalam
formula.
Perubahan Prioritas Khusus Dana Desa di Tahun 2020
Ditengah efek masif penyebaran Covid-19, desa pun tidak luput terkena dampaknya.
Sesuai Perpres 54 Tahun 2020, Dana Desa yang dialokasikan pemerintah menjadi
sebesar Rp71,2 triliun ditujukan agar dapat menggerakkan perekonomian pedesaan
ditengah kekhawatiran pandemi covid-19. Sementara itu realisasi penyaluran Dana Desa
sampai dengan Triwulan I 2020 sebesar Rp7,2 triliun atas sebesar 10,11 persen dari
alokasi anggaran.
Dana desa yang awalnya untuk pemberdayaan desa, dengan adanya pandemi covid-19,
diubah untuk 3 hal prioritas yaitu penanganan dampak covid-19, padat karya dan
Bantuan Langsung Tunai. Hal ini dilakukan juga dengan mengubah ketentuan prioritas
dana desa dalam Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 perubahan atas
Peraturan Menteri Desa PDTT nomor 11 tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana
Desa tahun 2020. Dengan perubahan Prioritas ini, Pemerintah Desa diharuskan
melakukan penyesuaian dana desa dan melakukan perubahan APBDes untuk
penanggulangan Covid-19. Tentu perubahan APBDes ini tergantung dari bagaimana
aparatur Desa di setiap daerah dalam mengeksekusinya, jika terlambat melakukan
perubahan akan berdampak pada terhambatnya pelaksanaan penggunaan Dana Desa
sementara kebutuhan akan upaya pencegahan covid 19 bersifat mendesak.
Untuk pertama kalinya dana desa bisa digunakan untuk Social Safety Net kepada
masyarakat miskin desa berupa BLT dana desa yang nilainya sebesar Rp600 ribu yang
sasaran utamanya diberikan untuk keluarga miskin non Program Keluarga Harapan
(PKH) atau masyarakat yang menerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dengan
jangka waktu penyaluran dari April sampai Juni 2020 menurut Surat Menteri Desa, PDT
dan Transmigrasi Nomor 1261 Tanggal 14 April 2020. Secara aturan, memang pemberian
BLT Dana Desa terlihat terstruktur dan minim celah. Namun potensi kesalahan tetap
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 9
terbuka sama seperti yang terjadi di pemberian bansos-bansos lain. Sasaran BLT dana
desa kepada keluarga miskin dapat tidak tercapai jika pendataan yang dilakukan relawan
desa tidak terverifikasi dengan baik dan minim pengawasan yang dilakukan. Agar
outcome dana desa dalam mengurangi kemiskinan melalui BLT Dana Desa dapat
tercapai, tentu perlu ada peningkatan quality control terhadap pelaksanaan BLT Dana
Desa tersebut.
Pada tahun 2021, keadaan perekonomian Indonesia diperkirakan masih dalam tahap
recovery. Kebijakan dana desa pun kedepan diharapkan mampu menghidupkan roda
perekonomian di desa-desa. Sehingga penggunaan dana desa sebagai social safety net
perlu diberhentikan. Dana desa diharapkan bisa menjadi stimulus perekonomian di desa
dengan fokus pada program pemberdayaan dan pembangunan berbasis masyarakat.
Dengan adanya dana desa, diharapkan dapat menstimulus terbentuknya lapangan kerja
baru di desa. Lapangan kerja yang terbentuk akan menyerap tenaga kerja di desa, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menekan kemiskinan di
desa.
Rekomendasi
Di tahun 2021 diharapkan penggunaan dana desa lebih optimal dalam menekan tingkat
kemiskinan. Beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan pada kebijakan dana desa,
antara lain:
1. Pengelolaan dana desa dengan menggunakan pola swakelola perlu dikembangkan
lebih lanjut, mengingat pola swakelola efektif dalam memutar perekonomian di desa.
Selain itu dengan pola swakelola, pembangunan di desa dapat melibatkan lebih
banyak masyarakat desa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
2. Perlu adanya perbaikan dalam formula pengalokasian dana desa. Dimana alokasi
dasar perlu diturunkan sedangkan tingkat kemiskinan serta kemampuan desa dalam
mengalokasikan dana desa ditingkatkan prosentasenya. Sehingga desa dapat
memperoleh besaran dana desa sesuai dengan kemampuan mengelola dan
kebutuhannya.
3. Perlu adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana desa.
sehingga pembangunan yang dilakukan di desa lebih tepat sasaran dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 10
Daftar Pustaka
Bappenas. (2017). Analisa kebijakan Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan. Tim Ahli Kompak.
BPS. (2019). Tingkat Kemiskinan. Diakses dari https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html. diakses pada 12 Februari 2020
BPS. (2020). Profil Kemiskinan di Indonesia September 2019. Diunduh dari https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/01/15/1743/persentase-penduduk-miskin-september-2019-turun-menjadi-9-22-persen.html
CNN Indonesia. (2019). Pemerintah akan Ubah Arah Pemanfaatan Dana Desa di 2020. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/ 20190816174300-532-422071/pemerintah-akan-ubah-arah-pemanfaatan-dana-desa-di-2020 diakses pada tanggal 6 Maret
Direktorat Penelitian dan Pengembangan. (2015). Pengelolaan Keuangan Desa: Dana Desa dan Alokasinya. Komisi Pemberantasan Korupsi. Jakarta
DJPK. (2019). Defis Media Komunikasi Dan Informasi Desentralisasi Fiskal. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan RI, Edisi XXII.
Hendri Achmad Hudori. (2018). “Mengukur Efektivitas Dana Desa.” http://rsb.tanahbumbukab.go.id/mengukur-efektivitas-dana-desa/ diakses pada 31 Maret 2020
Jumaiyah, W. (2019). Pembenanahan Pengelolaan Keuangan Dana Desa: Studi Kasus Desa Sengonbugel. Jurnal Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi vol 19 No. 1, 19-34.
Media Indonesia. (2018). Perda Terkait Dana Desa Harus Terbit Pekan Depan. Diakses dari https://mediaindonesia.com/read/detail/143515-perda-terkait-dana-desa-harus-terbit-pekan-depan. diakses pada tanggal 6 Maret
Gatracom. (2019). Diakses dari https://www.gatra.com/detail/news/ 457501/politik/dispermades-keluhkan-aturan-prioritas-dana-desa-terlambat- diakses pada tanggal 6 Maret.
Handra, Hefrizal. (2020). Efektivitas Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Universitas Andalas. Disampaikan pada RDPU Banggar DPR RI, 19 Februari 2020.
Kemenkeu. (2017). Buku Pintar Dana Desa. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Retrieved from https://www.kemenkeu.go.id/media/6749/buku-pintar-dana-desa.pdf
Kemenkeu. (2017c). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 225 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No 50 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Kemenkeu. (2018b). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 193 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Desa.
Kemenkeu. (2018c). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/ PMK.07/2017 Tentang Perubahan Rincian Dana Desa Menurut Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2018
P u s a t K a j i a n A n g g a r a n , B a d a n K e a h l i a n D P R R I | 11
Kemenkeu. (2019a). Nota Keuangan beserta APBN TA 2019. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Kemenkeu. (2019b). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 205 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Dana Desa.
Kemenkeu. (2020). Nota Keuangan beserta APBN TA 2020. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Kompak. (2017). Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan. Kementerian PPN/Bappenas & Australian Government.
Wahidah, Tisa Asyatul. (2019). Kompasiana: "Turunnya Tingkat Kemiskinan Indonesia". Diakses dari www.kompasiana.com/tisaaisya/ 5daf1b790d823064d53623d2/turunnya-tingkat-kemiskinan-indonesia?page=all diakses pada 12 Februari 2020
Top Related