Pengaruh Pengalaman Anak Dalam Terjadinya Miskonsepsi Fisika
Mujadi
Dalam pendidikan khususnya pendidikan dasar, baik yang ada di dalam negeri maupun yang ada
di luar negeri pembelajaran, Fisika (Ilmu Pengetahuan Alam, IPA) selalu mendapatkan hasil
yang mengecewakan. Pada tingkat sekolah dasar (SD), anak-anak telah memiliki pengalaman
dan pengetahuan yang berhubungan dengan Fisika (IPA). Sebagai contoh, misalnya, melalui
pengalaman dan peristiwa fenomena sehari-hari seperti gaya, gerak, benda yang jatuh bebas,
listrik, energi, peristiwa-peristiwa alam yang kasat mata lainnya.
Pengalaman-pengalaman tersebut mempunyai pengaruh terhadap pandangan anak sehingga
dalam pikiranya terbentuk intuisi dan teori tentang fisika sebelum mereka mempelajari di
sekolah. Beberapa di antara pemahaman tersebut ada yang sepadan dengan pemahaman yang
dipegang oleh para pakar sains (konsep ilmiah) tetapi banyak juga pehaman yang berbeda
dengan konsep ilmiah. Perbedaan pemahaman sering terjadi pada waktu guru memberikan
konsep baru yang tidak sama dengan teori siswa yang telah terbentuk dari pengalamnya.
Perbedaan ini menyebabkan siswa tetap bertahan dengan pendapatnya sendiri. Siswa secara
konsisten telah mengembangkan konsep Fisika (IPA) yang salah dan secara tidak disengaja terus
menerus mengganggu pelajaran Fisika (IPA) yang didapat dari sekolah.
Berdasarkan hal tersebut beberapa peneliti pakar Fisika (IPA) menyelidiki miskonsepsi siswa SD
sebagai upaya untuk menemukan cara-cara memperbaikinya. Amin (1990) mengatakan bahwa
miskon-sepsi dapat terjadi karena ada gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman yang
tidak relevan. Faktor potensial lain yang menjadi sumber miskonsepsi adalah (1) anak cenderung
melihat suatu benda dari pandangan dirinya sendiri; (2) pengalaman anak di lingkungan terbatas
dari cenderung tidak mempunyai kesempatan melihat langsung demonstrasi atau situasi
percobaan; (3) anak cenderung memahami kejadian bagian per bagian dan cenderung tidak
mengaitkan satu bagian dengan lainnya; dan (4) bahasa yang digunakan sehari-hari banyak yang
mempunyai arti beda dengan yang digunakan dalam IPA. Beberapa kata sehari-hari yang
memiliki arti yang berbeda jika digunakan dalam IPA adalah gesekan, gaya, pembiasan dan lain-
lain.
Sementara itu, Iowi dan Uludotun (1987) meneliti sumber miskonsepsi di Negeria dan
menemukan tiga sumber miskonsepsi yaitu (1) buku pelajaran ditulis dalam bahasa Inggris (yang
merupakan bahasa kedua); (2) sebagian siswa berasal dari lingkungan yang tidak berpendidikan
dan tidak mengenal teknologi modern. Pengetahuan dan pengalaman ilmiah dan teknologi siswa
sangat terbatas, begitu pula pengalaman yang diperolehnya di sekolah atau laboratorium; dan (3)
miskonsepsi ada pula pada guru.
Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian tentang miskonsepsi Fisika pada siswa kelas 5 SD
di Pulau Jawa. Sampel SD ditentukan dengan stratified sampling (kualitas SD baik, sedang, dan
biasa). Pengelompokkan SD dilakukan berdasarkan informasi dari Suku Dinas Pendidikan
setempat. Lokasi dan jumlah sampel di tiap-tiap daerah di lihat pada Tabel 1.
Data untuk penelitian dikumpulkan melalui wawancara, pemberian tes, dan demontrasi (untuk
siswa) dan pemberian tes (untuk guru). Wawancara dilakukan untuk mendapat informasi
mengenai pengalaman dan penggunaan alat-alat Fisika (IPA), tes diberikan untuk mendapatkan
pemahaman konsep Fisika (IPA), sementara demontrasi dilakukan untuk mengetahui
kemampuan siswa menggunakan alat-alat Fisika (IPA).
Tabel 1. Rincian Lokasi SD dan Jumlah Sampel per SD
N
oDaerah
Tingkat SDTotal Sampel
Baik Sedang Biasa
Nama SD
Total
SampelNama SD
Total
SampelNama SD
Total
SampelSD
Total
Sampel
SiswaGuruSisw
aGuru SiswaGuru Siswa Guru
1. Jawa
Timur
1.Blimbing III
2. Sawojajar
16
16
8
8
1. Purwosari 16 7 1. Purwodadi 16 7 4 64 30
2. Jawa
Tengah
1. Wonosari I
2.Yogyakarta I
16
15
7
7
1. Yogyakarta
II
15 7 2.Wonosari
II
15 7 4 61 28
3. Jawa
Barat
1. Bogor I
2.Sukabumi I
15
16
7
7
1. Bogor II 15 7 3.Sukabumi
II
15 7 4 61 28
Total 94 44 46 21 46 21 12 186 86
Hasil tes yang didapatkan dari responden (guru maupun siswa) direkam dalam bentuk tabulasi
jawaban dan alasan masing-masing nomor, terlebih dahulu dibuat rambu-rambu jawaban dan
alasan yang dianggap benar sehingga dapat membandingkan jawaban dan alasan yang diberikan
oleh responden. Setelah dilaksanakan tes pertama, siswa diberi arahan dan demontrasi, setelah
itu siswa diberi tes kedua. Guru diberi tes sekali tanpa wawancara dan demontrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Tabel 1-7 dapat dilihat jawaban responden (186 siswa dan 86 guru) terhadap enam
pertanyaan yang diberikan. Sementara itu, hasil wawancara dapat dilihat pada Tabel 8 dan hasil
demontrasi dapat dilihat pada Tabel 9. Data dan informasi yang digunakan dalam pembahasan
ini selain didapat dari Tabel 2-9 juga diambil dari catatan-catatan hasil wawancara dan observasi.
Tafsiran siswa terhadap konsep benda berbeda-beda, misalnya pandangan siswa terhadap meja,
dan papan tulis. Masih banyak pengetahuan siswa tentang meja dengan melihat ciri-ciri berkaki
empat atau berkaki lebih dari satu, berbentuk persegi panjang maupun berbentuk bulat.
Sedangkan papan tulis berbentuk persegi panjang dan berwarna hitam. Siswa akan menolak
konsep meja yang berkaki satu dan konsep papan tulis yang berwarna hijau atau putih, sebab
konsepsi siswa tentang meja harus berkaki lebih dari satu, dan konsepsi siswa tentang papan tulis
harus berwarna hitam. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah mempunyai pandangan terhadap
ciri-ciri suatu benda sampai pada terbentuknya teori siswa. Perhatikan Tabel 2-9 berikut ini.
Tabel 2. Tabel Frekuensi Jawaban dan Alasan Guru dan Siswa untuk Soal Nomor 1 (Mengapa
suatu benda dapat terlihat berwarna merah? Jelaskan!)
No Jawaban GuruJawaban % Alasan % Jawaban
Siswa
Jawaban % Alasan %
B S O B S O B S O B S O
1. Adanya
pantulan
cahaya
37,5 32,5 Cahaya
dipantulkan
oleh benda
dan
dimasukka
n ke dalam
mata kita
17 17
2. Benda
memiliki warna
cahaya
dominan merah
7 7 Karena ada
cahaya dan
benda
warnanya
memang
merah
4,5 4,5
3. Molekul-
molekul zat
pewarna dapat
ditarik oleh
benda
7 7 Karena ada
cahaya dari
sinar
matahari
10,2 10,2
4. Sebagian
cahaya
berwarna
merah
4,6 4,6 Karena ada
cahaya
yang
sampai ke
mata kita
dan warna
benda
memang
merah
3,4 3,4
5. Tidak
menjawab/tidak
tahu
11,6 11,6 Pantulan
cahaya
matahari ke
mata
3,4 3,4
B = Benar; S = Salah; O = Tidak menjawab
Jawaban benar bahwa benda-benda berwarna dapat terlihat melalui proses pemantulan dari suatu
responden (guru) hanya menjawab dengan benar disertai alasan yang benar sebanyak 37,2%.
Sementara itu 63% jawaban maupun alasannya dari soal nomor 1 tidak memenuhi syarat dan
dinyatakan salah. Beberapa modus pola jawaban yang dinyatakan salah terbesar sebanyak 14
pola. Melihat besarnya modus pola jawaban dan alasan yang dinyatakan benar hanya sekitar
37,2%, maka pemahaman konsep tentang pantulan cahaya dari responden dapat dikatakan masih
sangat minim sekali.
Jawaban siswa untuk soal nomor 1 dengan pola jawaban benar mencapai 38,5% dan alasan benar
hanya 17%. Dalam hal ini, pemahaman siswa pada nomor 1 hanya mencapai 17%.
Tabel 3. Tabel Frekuensi Jawaban dan Alasan Guru dan Siswa untuk Soal Nomor 2 (Pada malam
hari bulan kelihatan terang, apakah bulan memancarkan cahaya? Jelaskan!)
NoJawaban
Guru
Jawaban % Alasan %Jawaban Siswa
Jawaban % Alasan %
B S O B S O B S O B S O
1. Bulan
memantulkan
sinar
matahari
62,8 60,5 2,3 Tidak, bulan
mendapat cahaya dari
matahari,
memantulkan
22,7 22,7
2. Bulan hanya
dapat
pantulan dari
sinar
matahari
20,9 20,9 Memancarkan/sebagai
sumber cahaya
20,4 4,5 15,9
3. Tidak
menjawab
alasannya
4,6 4,6 Tidak, bulan sebagai
sumber cahaya
7,9 7,9
4. Bulan tidak
memancarkan cahaya
seperti matahari
11,4 11,4
5. Bulan memancarkan
cahaya ke bumi
seperti matahari
13,6 13,6
B = Benar; S = Salah; O = Tidak menjawab
Untuk soal nomor 2 ini masih merupakan konsep pemantulan cahaya. Dari responden (guru)
yang ada 62,8% memberikan modus jawaban benar, dan alasan yang diberikan mencapai
kebenaran 62,8%. Dua responden 4,6% memberikan alasan kosong/tidak menjawab, sebagian
jawabannya benar. Sebelas (22%) responden (guru) memberikan jawaban 20,9% benar. Namun
responden tersebut memberikan alasan yang dianggap salah yaitu bulan memancarkan cahaya,
karena bulan hanya dapat pantulan dari sinar matahari, alasan dianggap benar bila bulan hanya
memantulkan sinar matahari.
Jawaban siswa untuk soal nomor 2 menunjukkan pola jawaban benar mencapai 44% dan alasan
benar mencapai 22,7%. Sedangkan pola jawaban dan alasan salah masing-masing 34% dan
44,3%.
Tabel 4. Tabel Frekuensi Jawaban dan Alasan Guru dan Siswa untuk Soal Nomor 3a (Perhatikan
saat cahaya lampu senter dinyalakan, maka akan tampak cahaya putih pada layar. Jelaskan!)
NoJawaban
Guru
Jawaban % Alasan % Jawaban
Siswa
Jawaban % Alasan %
B S O B S O B S O B S O
1. Cahaya
langsung
mengenai
layar
20,9 20,9 Tidak
tahu
80,2 60,2
2. Cahaya
tidak
langsung
20,3 16,3 Warna
cahaya
pemantul
sesuai
dengan
warna
tembok
5,7 5,7
3. Semua
cahaya
diterima
oleh layar
9,3 9,3 Karena
cahaya
yang
datang
dari
lampu
senter
putih
12,7 12,7
4. Tidak ada
benda yang
menyerap
cahaya
senter
11,6 11,6 Asalnya
beberapa
warna
3,4 3,4
5. Cahaya
putih
merupakan
polikromatik
(beberapa
warna)
11,6 11,
6
Jawaban dan alasan yang diberikan oleh responden (guru) pada soal nomor 3a, 58,1% dianggap
salah, sedangkan 11,6% tidak menjawab dan tidak memberikan alasan. Soal nomor 3a tersebar
sebanyak 14 pola jawaban dan alasan, satu yang memenuhi jawaban dan alasan yang benar
sebanyak 11,6%. Pemahaman konsep tentang sifat-sifat cahaya yang dimiliki oleh responden
sangat rendah sekali yaitu 11,6% dan sisanya hampir 90% belum memahami konsep
(miskonsepsi).
Jawaban siswa untuk soal nomor 3a, menunjukkan bahwa jawaban benar mencapai 0% dan
alasan benar hanya mencapai 3,4%. Sedangkan jawaban salah dan alasan salah masing-masing
2,18% dan 18,4%. Jawaban tidak tahu pada soal nomor 3a ini mencapai 60,2%.
Tabel 5. Tabel Frekuensi Jawaban dan Alasan Guru dan Siswa untuk Soal Nomor 3b (Jika antara
lampu senter dan layar diletakan plastik berwarna hijau, warna apa yang tampak pada layar?
Jelaskan!)
NoJawaban
Guru
Jawaban % Alasan % Jawaban
Siswa
Jawaban % Alasan %
B S O B S O B S O B S O
1. Hijau, dan
layar
menerima
sinar hijau
kemudian
dipantulkan
20,
1
20,1 Hijau
karena
lampu
senter
ditutupi
oleh plastik
warna hijau
59,1 59,1
2. Warna
merah
karena
pantulan
warna hijau
16,
3
16,3 Hijau,
karena
terpengaru
h warna
hijau kaca
10,2 10,2
3. Hijau,
cahaya
lampu
menembus
warna hijau
16,
3
16,3 Hijau,
karena
kacanya
hijau
5,7 5,7
4. Hijau,
plastik
meneruskan
warna hijau
dan yang
lain diserap
11,
6
11,6 Hijau,
karena
cahaya
menembus
benang
bening
4,5 4,5
5. Warna
hitam
karena
terhalang
warna
hijau/gelap
7 7
Jawaban benar pada soal nomor 3b mencapai 65,1% dan alasan kurang lengkap mencapai 32,5%
sisanya dianggap jawaban dan alasan responden salah. Alasan kurang lengkap yang diberikan
oleh responden (guru) diantaranya adalah:
1. Warna hijau diteruskan oleh plastik dan yang lain diserap.
2. Warna hijau yang sampai pada layar kemudian dipantulkan.
Jawaban dan alasan pada soal nomor 3b ini menandakan adanya pemahaman konsep yang
kurang sehingga kurang dapat memberikan alasan yang benar. Jawaban siswa untuk soal nomor
3b menunjukkan bahwa jawaban benar mencapai 79,5%, dan alasan benar 0%. Sementara itu
alasan salah mencapai 79,5%.
Tabel 6. Tabel Frekuensi Jawaban dan Alasan Guru dan Siswa untuk Soal Nomor 4 (Pada
gambar di atas, bunyi mana yang terdengar lebih cepat? Jelaskan!)
NoJawaban
Guru
Jawaban % Alasan % Jawaban
Siswa
Jawaban % Alasan %
B S O B S O B S O B S O
1. Besi lebih
padat
dibandingkan
udara
18,
6
18,6 Besi
merupakan
zat padat
20,
4
18,2 2,2
2. Besi, udara
terdapat
lapisan-
lapisan yang
renggang dan
tidak sama
9,3 9,3 Udara,
karena
lebih
leluasa
23,9 23,
9
3. Besi, karena
besi lebih
cepat
merambatkan
bunyi
11,
6
11,6 Udara,
tidak tahu
19,3 19,3
4. Udara,
partikel
udara lebih
rendah
9,3 9,3 Udara,
lebih cepat
dari besi
12,5 12,
5
5. Besi,
merupakan
zat perantara
7,3 7,3
Jawaban benar pada soal nomor 4 mencapai 46,5% sedangkan alasan benar hanya 18,6%. Ada
9,3% yang memberikan alasan meragukan yaitu dengan mengemukakan adanya lapisan-lapisan
udara yang seharusnya partikel/molekul-molekul udara.
Dari pola jawaban dan alasan yang tersebut 14 responden memberikan jawaban benar 55,8% dan
alasan benar sebanyak 18,6%. Perbandingan antara jawaban dan alasan yang tidak seimbang ini
menandakan kurangnya pemahaman konsep dari responden (guru).
Jawaban siswa untuk soal nomor 4 menunjukkan hawa jawaban benar mencapai 20,4%, dan
alasan benar mencapai 18,2%. Pola jawaban salah dan alasan salah masing-masing 55,7%.
Tabel 7. Tabel Frekuensi Jawaban dan Alasan Guru dan Siswa
NoJawaban
Guru
Jawaban % Alasan % Jawaban
Siswa
Jawaban % Alasan %
B S O B S O B S O B S O
1. Magnet
utara
karena
gaya
magnet
lebih
besar
11,6 11,6 Selatan,
tidak
tahu
20,4 20,4
2. Sama
kuat
11,6 11,6 Utara,
tidak
yahu
36,4 36,4
3. Utara,
molekul-
molekul
lebih
teratur
11,6 11,6 Sama
kuat
13,6 13,6
4. Bagian
paling
ujung
kutub
11,6 11,6 Utara,
daya
mempat
lebih
kuat
7,9 7,9
5. Magnet
utara
9,3 9,3 Sama
kuat,
kekuatan
besar
adalah
kutub
5,7 5,7
Untuk Soal Nomor 5 (Diantara kutub magnet Utara (U) dan kutub magnet Selatan (S), bagian
kutub manakah yang memiliki kemampuan lebih besar untuk menarik suatu benda? Mengapa
demikian?)
Jawaban benar pada soal nomor 5 mencapai 46,5% mencapai 11,6% dari 16,2%. Sedangkan
alasan benar tidak ada. Dalam hal ini jawaban dan alasan yang diberikan oleh respondn (guru)
mencapai prosentase 72,1% dan 67,4% salah, dan yang selebihnya tidak menjawab.
Jawaban siswa untuk soal nomor 5 menunjukkan bahwa jawaban benar dan alasan benar masing-
masing mencapai 19,3% dan 0%. Jawaban salah dan alasan salah masing-masing mencapai
64,7% dan 27,2%. Sedangkan alasan tidak tahu mencapai 10,8%.
Tabel 8. Hasil Wawancara
No Nama Alat Pengenalan Penggunaan Keterangan
Kenal Belum Perna
h
Belum
1. Lampu senter
sebagai sumber
cahaya
186 186 Kegiatan sehari-
hari
2. Transparan/plastik
warna merah,
hijau, biru untuk
filter/penyaring
cahaya
186 25 161 Banyak mengenal
warna
bening/putih
Untuk sampul
buku
3. Warna-warna
benda untuk
dipertanyakan
186 186 Untuk kegiatan
lain
4. Stopwatch untuk
sumber bunyi
186 186 Untuk kegiatan
olahraga
5. Batang besi
sebagai medium
186 36 150 Pada pelajaran di
sekolah
6. Batang magnet,
benda yang dapat
menarik besi dan
baja
34 152 186
7. Kertas putih 186 186 Kegiatan proses
sebagai layar belajar mengajar
Tabel 9. Frekuensi Kemampuan Siswa Melakukan Demonstrasi dengan Menggunakan Alat-Alat
IPA
No Nama Percobaan
Sebelum diberi
arahan
Sesudah diberi
arahan
Bisa Tidak Bisa Tidak
1. Warna cahaya dari
lampu senter
186
(100%)
- - -
2. Warna cahaya dari
lampu senter yang
dilapisi dengan
plastik berwarna
104
(53,9%)
84
(54,1%)
186
(100%)
-
3. Membanding cepat
rambat bunyi di
udara dan besi
36
(19,4%)
150
(80,6%)
186
(100%)
-
4. Membandingkan
kekuatan kutub
magnet utara (U) dan
selatan (S) dengan
beberapa batang klip
34
(18,3%)
154
(71,7%)
186
(100%)
-
Kemampuan siswa melakukan demontrasi untuk percobaan cahaya sangat baik. Hal ini
dimungkinkan karena seringnya pengetahuan yang didapat dari peristiwa sehari-hari. Sedangkan
untuk cepat rambat bunyi dan kekuatan kutub magnet terlihat sangat kecil. Hal ini dimungkinkan
karena pengetahuan tentang bunyi didominasi oleh kondisi kebiasaan yang ada di
lingkungannya. Sedangkan untuk magnet dikarenakan pengetahuan teknologi yang sangat
terbatas.
Pengalaman siswa baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap benda-benda di
lingkungannya yang erat kaitannya dengan pelajaran Fisika (IPA) di sekolah banyak dipengaruhi
oleh konsepsi siswa itu sendiri. Sebagai contoh perambatan bunyi di udara menurut pendapat
siswa lebih cepat dibandingkan dengan perambatan bunyi melalui benda padat, misalnya besi.
Konsepsi siswa terbentuk sejalan dengan pengalaman sehari-hari di mana semua aktivitas indera
pendengaran selalu dilakukan melaui udara, sedangkan bentuk-bentuk lain seperti mendengarkan
bunyi melalui benda-benda sama sekali belum dialaminya. Dalam hal ini fakta dan pengalaman
langsung siswa untuk melakukan percobaan atau demontrasi sangat diperlukan.
Mengapa benda dapat terlihat berwarna merah? Terlihatnya benda-benda berwarna merah oleh
siswa sudah merupakan hal yang biasa, karena pengalaman dan pengetahuan yang didapat
sehari-hari hampir semua siswa tidak pernah terlepas dari penglihatan benda-benda yang
berwarna baik pada siang maupun malam hari. Namun untuk menyentuh permasalahan tentang
mengapa benda itu terlihat berwarna merah, hijau, kuning, biru dan warna-warna lainnya belum
terpikirkan oleh siswa. Dengan adanya cahaya, benda-benda berwarna tersebut dapat menyentuh
pikiran siswa bahwa ada hubungan dan keterkaitannya antara peristiwa pemantulan dengan
terlihatnya warna-warna benda.
Pelajaran Fisika (IPA) memang banyak menggunakan kata-kata asing yang sering dikemukakan
oleh pakar-pakar Fisika (IPA), misalnya dalam mata pelajaran Fisika (IPA) di SD, kata-kata
tersebut antara lain.
a. pemantulan ditulis refleksi
b. pembelokan ditulis deviasi
c. lenturan ditulis difraksi
d. menyerap ditulis absorbsi
e. dan lain-lain
Banyak sekali kata-kata asing yang digunakan sehari-hari dalam pelajaran Fisika (IPA) yang
sulit dimengerti oleh siswa. Oleh sebab itu untuk mengatasinya semua kata asing dalam buku
pelajaran Fisika harus ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, misalnya fokus
(focus), refleksi (reflection), yang menyulitkan bagi siswa SD.
Sebaiknya kata-kata asing diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sehingga mudah dimengerti
oleh siswa. Demikian juga keterangan dari guru akan memberikan penguatan konsep pada siswa.
Lingkungan juga dapat mempengaruhi konsep siswa. Jika siswa atau guru berasa dalam
lingkungan masyarakat yang mempunyai pendidikan rendah, maka siswa atau anak tersebut akan
terhambat untuk mengenal teknologi modern. Lingkungan masyarakat yang mempunyai
pendidikan yang cukup baik (tinggi) akan lebih memudahkan pengenalan dan penguasaan
teknologi yang ada. Kondisi siswa akan menjadi lebih diperparah jika selama di sekolah
pelajaran Fisika (IPA) kegiatan laboratorium yang dibimbing langsung oleh guru tidak atau
sedikit sekali dilakukan. Sebab lingkungan dan sekolah sangat berperan dalam memberikan
informasi yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Miskonsepsi yang ada pada guru akan mempunyai dampak memperkuat konsepsi awal yang
salah dari siswa. Konsep yang salah yang dimiliki oleh siswa akan diyakini kebenarannya oleh
penguatan dari guru yang salah. Misalnya konsep tentang pemantulan cahaya dari sampel
jawaban guru didapatkan bahwa 37,2% dari bahan ajar dikuasai dengan baik, sedangkan siswa
hanya mencapai 17%. Guru sebagai narasumber khususnya pelajaran Fisika (IPA) harus
memberikan dan menjelaskan konsep yang benar pada siswa, sehingga teori siswa yang salah
dan telah tertanam dalam pikirannya tidak berkembang.
PENUTUP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat miskonsepsi siswa SD terhadap pelajaran Fisika
(IPA) cukup tinggi. Pengalaman siswa SD tentang fenomena alam yang telah membentuk
instuisi dan teori siswa sangat mendominasi proses pembelajaran Fisika (IPA) yang belum tentu
benar namun sulit untuk diperbaiki.
Sedangkan miskonsepsi yang terdapat pada guru maupun siswa dari tiga konsep yang ada cukup
tinggi dengan perincian:
1. Guru menjawab soal dengan benar rata-rata mencapai 49,2% dan hanya memberikan alasan
jawaban dengan benar sebesar 22,5%.
2. Siswa menjawab soal dengan benar rata-rata mencapai 38,4% dan hanya memberikan alasan
jawaban dengan benar sebesar 12,3%.
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini perlu dipikirkan dan ditindaklanjuti oleh guru dan
pakar dalam pendidikan di SD, khususnya para pakar Fisika dengan harapan dapat ditemukan
cara-cara untuk mengatasi adanya miskonsepsi guru dan siswa di SD.
DAFTAR PUSTAKA
Andrerson, B; & Karrquist, C. (1981). Light and its properties. EKNA Report 8, Molural,
Sweden: Departement of Educational Research, University of Gothenberg.
Diknas. (1979). Konsep IPA terpilih di Sekolah Dasar: Kesalahan yang sering dijumpai dan
saran penyelesaiannya. Jakarta: Dikdasmen Seqip.
Gilbert, J.K. & Watt, D.U. (1983). Concepts, misconceptions and alternative conceptions.
Changing Perspectivesm Science Education 10. 61-98.
Van den Berg, E. (1989). Salah konsep dan pengolahan data dalam otak manusia. Krisis 3(3). 52-
62.
Van den Berg, E. (1991) Miskonsepsi fisika dan remidiasi. Salatiga, Indonesia: Universitas
Kristen Satya Wacana.