BAB I
PENDAHULUAN
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau penyakit
yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV.
Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara
progresif yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik.1 Dampak AIDS pada anak
terus meningkat, dan saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan
peringkat keempat penyebab kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health
Organization (WHO) memperkirakan 2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena
AIDS.2
Perkiraan distribusi kasus AIDS di seluruh dunia, yaitu sekitar 40,3 juta penduduk
dunia hidup dengan AIDS pada bulan Desember 2005. Terbanyak dari mereka hidup di
Sahara, Afrika, dan Asia Tenggara. Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada
tahun 1987 di Bali yaitu seorang warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah
ditemukan kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan
diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa 3 (tiga) kali diulang, menyatakan positif, namun
hasil Western Blot yang dilakukan di Amerika Serikat ialah negatif sehingga tidak
dilaporkan sebagai kasus AIDS. Penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun
1995. Berdasarkan pelaporan kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 hingga 31 Desember
2008 terjadi peningkatan signifikan..1,3
Transmisi HIV secara vertikal dari ibu kepada anaknya merupakan jalur tersering
infeksi pada masa kanak-kanak, dan angka terjadinya infeksi perinatal diperkirakan
sebesar 83% antara tahu 1992 sampai 2001. Di Amerika Serikat, infeksi HIV perinatal
terjadi pada hampir 80% dari seluruh infeksi HIV pediatri. Infeksi perinatal sendiri
dapat terjadi in-utero, selama periode peripartum, ataupun dari pemberian ASI,
sedangkan transmisi virus melalui rute lain, seperti dari transfusi darah atau komponen
darah relatif lebih jarang ditemukan. Selain itu, sexual abuse yang terjadi pada anak
juga dapat menjadi penyebab terjadinya infeksi HIV, di mana hal ini lebih sering
ditemukan pada masa remaja.3,4
1
Berbagai gejala dan tanda yang bervariasi dapat bermanifestasi dan ditemukan pada
anak-anak yang sebelumnya tidak diperkirakan mengidap infeksi HIV harus menjadi
suatu tanda peringatan bagi para petugas kesehatan, terutama para dokter untuk
memikirkan kemungkinan terjadinya infeksi HIV. Gejala dan tanda-tanda yang
mungkin terjadi meliputi infeksi bakteri yang berulang, demam yang sukar sembuh,
diare yang sukar sembuh, sariawan yang sukar sembuh, parotitis kronis, pneumonia
berulang, lymphadenopati generalisata, gangguan perkembangan yang disertai failure to
thrive, dan kelainan kulit kronis-berulang.2,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
2.1.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus
dan subfamili Lentiviridae. Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-
kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III.
Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus diubah menjadi
HIV. HIV adalah sejenis retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan
partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai virus masuk ke sel
target. Sel target virus ini terutama sel limfosit T, karena virus ini mempunyai reseptor
untuk virus HIV yang disebut CD4. Didalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan
seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.
Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang
setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.1,5
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian
RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein.
Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (Gp 41 dan Gp 120). Gp 120 akan
berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel
T helper, makrofag, monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus
(terutama sel-sel kripta dan sel-sel enterokromafin). Sedangkan Gp 41 atau disebut juga
protein transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat
berikatan dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan
tersebut bersatu membentuk sinsitium. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan
panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan
3
seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten
terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.3,5
2.1.2 Patofisiologi Infeksi HIV
Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu komponen sistem
imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV menginfeksi sel T
helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya, makrofag, sel dendritik, organ
limfoid. Fungsi penting sel T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan
sebagai stimulasi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan
pembentukan antibodi, sehingga penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan
menyebabkan penderita mudah terinfeksi.1
Ketika HIV masuk melalui mukosa, sel yang pertama kali terinfeksi ialah sel
dendritik. Kemudian sel-sel ini menarik sel-sel radang lainnya dan mengirim antigen
tersebut ke sel-sel limfoid. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang
mempunyai reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel
yang mempunyai molekul CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai
afinitas yang sangat besar terhadap HIV, sehingga limfosit CD4 dihasilkan dan dikirim
ke sel limfoid yang peka terhadap infeksi HIV. Limfosit-limfosit CD4 yang
diakumulasikan di jaringan limfoid akan tampak sebagai limfadenopati dari sindrom
retrovirus akut yang dapat terlihat pada remaja dan orang dewasa.1
HIV akan menginfeksi sel CD4 yang sangat berespon terhadapnya, sehingga
kehilangan respon dan kontrol pertumbuhan terhadap HIV. Ketika replikasi virus
melebihi batas (biasanya 3-6 minggu sejak infeksi) akan terjadi viremia yang tampak
secara klinis sebagai flu-like syndrome (demam, raum, limfadenopati, atralgia) terjadi
50-70% pada orang dewasa. Dengan terbentuknya respon imun humoral dan seluler
selama 2-4 bulan, muatan virus dalam darah mengalami penurunan secara substansial,
dan pasien memasuki masa dengan gejala yang sedikit dan jumlah CD4 yang meningkat
sedikit.1
Beberapa mekanisme yang diduga berhubungan dengan turunnya kadar CD4 pada
orang dewasa dan anak-anak ialah mekanisme-mekanisme dari HIV-mediated single
cell killing, formasi multinukleus dari sel giant pada CD4 baik yang terinfeksi maunpun
yang tidak (formasi syncytia), respon imun spesifik untuk virus (sel natural killer,
4
sitotoksisitas seluer tergantung antibodi), aktivasi mediasi superantigen sel T (membuat
sel T lebih peka terhadap HIV), autoimun dan apoptosis.3
Tepatnya 15-25% bayi baru lahir yang terinfeksi HIV pada negara berkembang
muncul dengan perjalanan penyakit yang cepat, dengan gejala dan onset AIDS dalam
beberapa bulan pertama kehidupan, median waktu ketahanan hidup ialah 9 bulan jika
tidak diobati. Pada negara miskin, mayoritas bayi baru lahir akan mengalami perjalanan
penyakit seperti ini. Telah diketahui bahwa infeksi intra-uterin bertepatan dengan
periode pertumbuhan cepat CD4 pada janin. Migrasi yang normal dari sel-sel ini
menuju ke sumsum tulang, limpa, dan timus yang menghasilkan penyebaran sistemik
HIV, tidak dapat dicegah oleh sistem imun yang imatur dari janin. Infeksi dapat terjadi
sebelum pembentukan ontogenik normal sel imun, yang mengakibatkan gangguan dari
imunitas. Anak-anak dengan keadaan seperti ini menunjukkan hasil tes PCR yang
positif (nilai median 11.000 kopi/ml) pada 48 jam pertama kehidupan. Bukti ini
menunjukkan terjadinya infeksi inuterin. Muatan virus akan terus meningkat dalam 2-3
bulan (750000kopi/ml) dan menurun secara perlahan. Berbeda dengan orang dewasa
bahwa muatan virus pada anak-anak tetapi tinggi selama 1-2 tahun pertama.2,3
Infeksi perinatal mayoritas yang terjadi di negara berkembang (60-80%) mengalami
pola penyakit yang kedua ini, yang mempunyai perjalanan penyakit yang lebih lambat,
dengan median ketahanan hidup selama 6 tahun. Banyak pasien dengan penyakit ini
memiliki tes kultur yang negatif dalam 1 minggu pertama kehidupan dan
dipertimbangkan sebagai pasien bayi yang terinfeksi intrapartum. Pada pasien muatan
virus akan meningkat dengan cepat dalam 2-3 bulan pertama kehidupan (median
100.000 kopi/ml) dan menurun secara lambat setelah 24 bulan. Ini berbeda dengan
orang dewasa dimana muatan virus berkurang dengan cepat setelah infeksi primer.3,4,6
Pola ketiga dari perjalanan penyakit (long-term survivors) muncul dalam jumlah
kecil host, dan infeksi virus yang cacat (adanya defek pada gen virus). Perubahan sistem
imun anak-anak karena infeksi HIV akan menyerupai infeksi HIV pada orang dewasa.
Penurunan sel T akan kurang dramatis disebabkan karena pada bayi terjadi limfositosis
relatif.6
Aktivasi sel B muncul pada infeksi awal pada kebanyakan anak sebagai bukti
hipergammaglobulinemia dengan kadar antibodi anti-HIV-1 yang tinggi. Respon ini
memperlihatkan adanya disregulasi dari supresi sel T dari sintesis antibodi sel B dan
5
peningkatan jumlah CD4 aktif dari respon humoral sel limfosit B. Disregulasi dari sel B
mendahului berkurangnya CD4 pada kebanyaka anak, dan dapat berguna sebagai alat
bantu diagnosis infeksi HIV pengganti bila tes diagnosis spesific (PCR, kultur) tidak
ada atau terlalu mahal. Meskipun peningkatan kadar imunoglobulin, bukti dari produksi
antibodi spesifik tidak muncul pada beberapa anak. Hipogamaglobulinemia sangat
jarang.4,6
Pengaruh terhadap sistem saraf pusat lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Makrofag dan mikroglia mempunyai peran penting dalam
dalam neuropatogenesis HIV, dan dari data dilaporkan astrosit juga dapat berpengaruh.
Meskipun mekanisme pada sistem saraf pusat belum begitu jelas, pertumbuhan otak
pada bayi muda dipengaruhi 2 mekanisme, yaitu virus itu sendiri yang dapat
menginfeksi bermacam-macam sel otak secara langsung ,atau secara tidak langsung
dengan cara mengeluarkan sitokin (IL-1α, IL-1b, TNF- α, IL-2) atau oksigen reaktif dari
limfosit atau makrofag yang terinfeksi HIV.3,6
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut Sindrom retroviral akut atau
Acute Retroviral Syndrome. Sindrom retroviral akut diikuti oleh penurunan CD4 dan
peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma (viral load). Hitung CD4 perlahan-lahan
akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada
1,5-2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load akan meningkat
dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian turun sampai titik tertentu. Dengan
berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan akan meningkat. Pada fase akhir
penyakit akan ditemukan hitung sel CD4<200/mm3, diikuti timbulnya infeksi
opportunistik, munculnya kanker tertentu, berat badan menurun, dan munculnya
komplikasi neurologis. Tanpa obat ARV rata-rata kemampuan bertahan setelah CD4
turun <>3 ialah 3,7 tahun. 1,6
Window period adalah masa dimana pemeriksaan tes serologis untuk antibodi HIV
masih menunjukka hasil negatif sementara sebenarnya virus sudah ada dalam jumlah
banyak dalam darah penderita. Window period menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan karena pada masa itu orang dengan HIV sudah mampu menularkan kepada
orang lain misalnya melalui darah yang didonorkan, bertukar jarum suntik pada IDU
atau melalui hubungan seksual. Sebenarnya pada saat itu pemeriksaan laboratorium
6
telah mampu mendeteksinya karena pada window period terdapat peningkatan kadar
antigen p24 secara bermakna. 6
2.1.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi bervariasi antara bayi, anak-anak dan remaja. Pada
kebanyakan bayi pemeriksaan fisik biasanya normal. Gejala inisial dapat sangat sedikit,
seperti limfadenopati, hepatosplenomegali, atau yang tidak spesifik seperti kegagalan
untuk tumbuh, diare rekuren atau kronis, pneumonia interstitial. Di Amerika dan Eropa
sering terjadi gangguan paru-paru dan sistemik, sedangkan di Afrika lebih sering terjadi
diare dan malnutrisi.7
Terdapat berbagai klasifikasi klinis HIV/AIDS, diantaranya menurut Disease
Control and Prevention (CDC) dan World Health Organization (WHO). Klasifikasi
HIV menurut CDC pada anak menggunakan 2 parameter yaitu status klinis dan derajat
gangguan imunologis, lihat tabel 2.1 dan tabel 2.2.8,9
Tabel 2.1 Klasifikasi HIV pada Anak Kurang dari 13 Tahun Berdasarkan Jumlah CD4
DEFINISI STATUS IMUNOLOGIS
KATEGORI IMUNOLOGISJUMLAH CD4+ DAN PERSENTASI TOTAL LIMFOSIT
TERHADAP USIA<> 1-5 tahun 6-12 tahun
µL % µL % µL %1. Nonsuppressed ≥ 1500 ≥ 25 ≥ 1000 ≥ 25 ≥ 500 ≥ 252. Moderate suppression 750-1499 15-24 500-999 15-24 200-499 15-243. Severe suppression <> <15 <> <15 <> <15
Tabel 2.2 Klasifikasi HIV menurut CDC pada Anak <13 Tahun Berdasarkan Klinis1
DEFINISI STATUS IMUNOLOGIS
Klasifikasi Secara KlinisN : Tanpa Gejala dan Tanda
A : Gejala dan Tanda Ringan
B : Gejala dan Tanda Sedang
C : Gejala dan Tanda Berat
1. Nonsuppressed N1 A1 B1 C12. Moderate suppression A2 C2 B2 C23. Severe suppression A3 C3 B3 C3
Kriteria klinis untuk infeksi HIV pada anak-anak kurang dari 13 tahun.9
1. Kategori N : pasien-pasien asimptomatik. Tidak ditemukan tanda maupun gejala
yang menunjukkan adanya infeksi HIV, atau pasien hanya dapat ditemukan satu
bentuk kelainan berdasarkan kategori A.
7
2. Kategori A : pada pasien dapat ditemukan dua atau lebih kelainan, tetapi tidak
termasuk kategori B atau C :
a. Lymphadenopathy (≥ 0.5 cm pada dua tempat atau lebih, dua KGB yang
bilateral dianggap sebagai satu kesatuan).
b. Hepatomegali
c. Splenomegali
d. Dermatitis
e. Parotitis
f. URTI berulang atau persisten
3. Kategori B: moderately symptomatic. Pasien menunjukkan gejala-gejala yang tidak
termasuk ke dalam keadaan-keadaan pada kategori A maupun C, dan gejala-gejala
yang terjadi merupakan akibat dari terjadinya infeksi HIV
a. Anemia
b. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis (terjadi dalam satu episode).
c. Candidiasis orofaring yang terjadi lebih dari dua bulan pada anak-anak berusia
enam bulan atau kurang.
d. Kardiomiopati.
e. Infeksi CMVyang terjadi lebih dari satu bulan.
f. Diare
g. Hepatitis
h. Stomatitis yang disebabkan oleh HSV (rekuren, minimal terjadi 2 kali dalam
satu tahun).
i. Bronkitis yang disebabkan oleh HSV, pneumonitis, atau esofagitis yang terjadi
sebelum usia satu bulan.
j. Herpes zoster yang terjadi dalam dua episode berbeda pada satu dermatom.
k. Leiomyosarcoma
l. Pneumonia limfoid interstitiel, atau hiperplasia kelenjar limfoid pulmonal
kompleks.
m.Nefropati.
n. Nocardiosis.
o. Demam yang berlangsung selama satu bulan atau lebih.
p. Toksoplasmosis yang timbul sebelum usia satu bulan.
q. Varicella diseminata atau dengan komplikasi.
8
4. Kategori C: pasien-pasien dengan gejala-gejala penyakit yang parah dan ditemukan
pada pasien AIDS.1,7
a. Kandidiasis bronki, trakea, dan paru
b. Kandidiasis esofagus
c. Kanker leher rahim invasif
d. Coccidiomycosis menyebar atau di paru
e. Kriptokokus di luar paru
f. Retinitis virus sitomegalo
g. Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV
h. Herpes simpleks dan ulkus kronis > 1 bulan
i. Bronkhitis, esofagitis dan pneumonia
j. Histoplasmosis menyebar atau di luar paru
k. Isosporiasi intestinal kronis > 1 bulan
l. Sarkoma Kaposi
m.Limfoma Burkitt
n. Limfoma imunoblastik
o. Limfoma primer di otak
p. Mycobacterium Avium Complex (MAC) atau M. Kansasii tersebar di luar paru
q. M. Tuberculosis dimana saja
r. Ikobacterium jenis lain atau jenis yang tidak dikenal tersebar atau di luar paru
s. Pneumonia Pneumoncystitis carinii
t. Pneumonia berulang
u. Leukoensefalopati multifokal progresif
v. Septikemia salmonella yang berulang
w.Toksoplasmosis di otak
Sedangkan klasifikasi WHO pada anak ialah:8
1. Stadium Klinis 1
Stadium klinis 1 biasanya asimptomatis dan disertai dengan adanya limfadenopati
generalisata persisten.
2. Stadium Klinis 2Stadium klinis 2 dapat ditemukan hepatosplenomegali persisten tanpa alasan,
erupsi papular pruritis, infeksi virus kutil yang luas, moluskum kontagiosum yang
9
luas, infeksi jamur di kuku, ulkus mulut yang berulang, pembesaran parotid
persisten tanpa alasan, eritema lineal gingival (LGE), herpes zoster, infeksi saluran
napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media, otore, sinusitis, atau
tonsilitis)
3. Stadium Klinis 3
Pada stadium 3 dapat ditemukan malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak
membaik dengan terapi baku, diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih),
demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus-menerus,
lebih dari 1 bulan), kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu), Oral
hairy leukoplakia (OHL), gingivitis atau periodonitis nekrotising berulkus yang
akut, tuberkulosis pada kelenjar getah bening, tuberkulosis paru, pneumonia bakteri
yang parah dan berulang, pneumonitis limfoid interstitialis bergejala, penyakit paru
kronis terkait HIV termasuk brokiektasis, anemia (<8g/dl),>
4. Stadium Klinis 4
Stadium klinis 4 dapat ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti: wasting yang
parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah tanpa alasan dan tidak
menanggapi terapi yang baku, pneumonia Pneumosistis (PCP), infeksi bakteri yang
parah dan berulang (mis. empiema, piomisotis, infeksi tulang atau sendi, atau
meningitis, tetapi tidak termasuk pneumonia), infeksi herpes simpleks kronis
(orolabial atau kutaneous lebih dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun),
tuberkulosis di luar paru, sarkoma Kaposi, kandidiasis esofagus (atau kandidiasis
pada trakea, bronkus atau paru), toksoplasmosis sistem saraf pusat (setelah usia 1
bulan), ensefalopati HIV, infeksi sitomegalovirus: retinitis atau infeksi CMV yang
mempengaruhi organ lain, yang mulai pada usia lebih dari 1 bulan), kriptokokosis
di luar paru (termasuk meningitis), mikosis diseminata endemis (histoplasmosis
luar paru, kokidiomikosis), kriptosporidiosis kronis, isosporiasis kronis, infeksi
mikobakteri non-TB diseminata, limfoma serebral atau non-Hodgkin sel-B,
progressive multifocal leucoencephalopathy (PML), nefropati bergejala terkait HIV
atau kardiomiopati bergejala terkait HIV11
10
2.1.4 Diagnosis Infeksi HIV
Seperti penyakit lain, diagnosis HIV lain juga ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.1 Anamnesis yang mendukung
kemungkinan adanya infeksi HIV ialah :1,4,10
1. Lahir dari ibu resiko tinggi atau terinfeksi HIV. Bayi-bayi yang terlahir dari ibu-ibu
yang terinfeksi HIV akan tetap mempertahankan status seropositif hingga usia 18
bulan oleh karena adanya respon antibodi ibu yang ditransfer secara transplasental.
Selama periode ini, hanya anak-anak yang terinfeksi HIV saja yang akan
mengalami respon serokonversi positif pada pemeriksaan dengan enzyme
immunoassays (EIA), immunofluorescent assays (IFA) atau HIV-1 antibody
western blots (WB).
2. Lahir dari ibu pasangan resiko tinggi atau terinfeksi HIV
3. Penerima transfusi darah atau komponennya dan tanpa uji tapis HIV
4. Penggunaan obat parenteral atau intravena secara keliru (biasanya pecandu
narkotika)
5. Kebiasaan seksual yang keliru, homoseksual atau biseksual.
Gejala klinis yang sesuai dengan penjelasan sebelumnya, pada bagian manifestasi
klinis. Sedangkan untuk diagnostik pasti dikerjakan pemeriksaan laboratorium.
Kategori Tes yang diperlukan Tujuan Tindakan
Bayi sehat yang
terpapar HIV
Dilakukan tes
virologis pada umur
4-6 minggu
Untuk
mendiagnosis HIV
Mulai ART apabila
terinfeksi
Bayi dengan
riwayat paparan
HIV tidak diketahui
Tes serologis HIV
pada ibu atau bayi
Untuk
mengidentifikasi
dan
mengkonfirmasi
paparan HIV
Diperlukan tes
virologis apabila
terpapar HIV
Bayi sehat yang
terpapar HIV pada
umur 9 bulan
Tes serologis HIV
(pada imunisasi
terakhir biasanya
pada umur 9 bulan)
Untuk
mengidentifikasi
bayi yang memiliki
antibodi HIV
Pada bayi dengan
HIV seropositif
diperlukan tes
virologis dan follow
11
persisten atau
mengalami
seroreversi
up berkelanjutan,
pada bayi dengan
seronegatif
dianggap tidak
terinfeksi, dan
dilakukan tes
kembali apabila
melanjutkan
pemberian ASI
Bayi atau anak yang
menunjukkan gejala
dan tanda yang
merujuk pada
infeksi HIV
Tes serologis HIV Untuk
mengkonfirmasi
paparan
Tes virologis
dilakukan apabila
umur < 18 bulan
Anak sakit atau
sehat dengan
seropositif berumur
>9 bulan dan <18
bulan
Tes virologis Untuk
mendiagnosis HIV
Apabila reaktif
dilakukan
penatalaksanaan
HIV dan ART
Bayi atau anak yang
sudah tidak
diberikan ASI
Dilakukan tes ulang
6 minggu atau lebih
setelah penghentian
ASI. Biasanya
diawali dengan tes
serologis HIV
dilanjutkan dengan
tes virologis untuk
anak dengan HIV
positif dan berumur
< 18 bulan
Untuk mengeklusi
infeksi HIV setelah
paparan dihentikan
Anak berumur , <5
tahun yang
terinfeksi
memerlukan
penatalaksanaan
HIV dan ART
12
Terdapat beberapa tes HIV yang cepat dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
baik. Kebanyakan dari tes-tes ini hanya membutuhkan satu step pengambilan sampel
dan hasilnya didapat lebih cepat (pada 2 hari pertama kehidupan, dan > 90% pada usia >
2 minggu kehidupan. Uji RNA HIV plasma, yang mendeteksi replikasi virus lebih
sensitif daripada PCR DNA untuk diagnosis awal, namun data yang menyatakan seperti
itu masih terbatas. Kultur HIV mempunyai sensitivitas yang hampir sama dengan PCR
HIV DNA, namun tekniknya lebih sulit dan mahal, dan hasilnya sulit didapat pada
beberapa minggu, dibandingkan dengan PCR yang membutuhkan hanya 2-3 hari.2
2.1.5 Penatalaksanaan
Terapi Anti Retroviral (ARV)
Terapi saat ini tidak dapat mengeradikasi virus namun hanya untuk mensupres
virus untuk memperpanjang waktu dan perubahan perjalanan penyakit ke arah yang
kronis. Pengobatan infeksi virus HIV pada anak dimulai setelah menunjukkan adanya
gejala klinis.10 Gejala klinis menurut klasifikasi WHO pada bayi, anak-anak, remaja dan
dewasa pun beragam bentuk dan jenisnya. Adapun klinis yang perlu diperhatikan pada
anak-anak untuk memulai dalam melakukan ART pada anak dengan HIV berdasarkan
WHO adalah sebagai berikut:
ChildrenAnak berumur ≥ 5 tahun ART dimulai jika jumlah sel CD4 if CD4 cell count
≤500 cells/mm3 : Sebagai prioritas, ART dimulai pada semua anak dengan HIV yang berat/stadium yang tinggi (gejala klinis WHO stadium 3 atau 4) atau jumlah CD4 ≤ 350 cells/mm3
ART dimulai tanpa memedulikan jumlah CD4 sel jika: • masuk dalam gejala klinis WHO stadium 3 atau 4• penyakit TB aktif
13
Anak berumur 1 - 5 tahun ART dimulai pada semua gejala klinis WHO stadium tanpa memedulikan jumlah sel CD4 nya: • Sebagai prioritas, ART dimulai pada semua anak-anak yang terinfeksi HIV dengan usia 1-2 tahun atau anak dengan HIV berat atau stadium yang lebih tinggi (gejala klinis WHO stadium 3 atau 4) atau dengan menghitung jumlah sel CD4 ≤ 750 cells/mm3 atau <25%, dari yang paling bawah.
Bayi berumur ≤ 1 tahun ART dimulai pada semua bayi tanpa memedulikan gejala klinis WHO stadium atau jumlah sel CD4nya.
Adapun rekomendasi yang terbaru mengenai pemulaian pemberian ART pada anak-
anak dapat di pertimbangkan dari beberap hal sebagai berikut:
1. Pemberian ART seharusnya dimulai kepada semua anak yang terinfeksi dengan
HIV dibawah umu 5 tahun, tanpa memedulikan jumlah dari sel CD4nya:
a. Untuk bayi yang telah terdiagnosa pada 1 tahun pertama kelahirannya.
b. Untuk Anak-anak yang terinfeksi dengan HIV antara umur 1-5 tahun
2. Pemberian ART harus dimulai pada semua anak-anak yang terinfeksi HIV diatas
umur 5 tahun dengan jumlah sel CD4 sebanyak ≤500 sel/mm3, tanpa
memedulikan stadium pada WHO:
a. Jumlah CD4 ≤350 sel/mm3
b. Jumlah CD4 antara 350 dan 500 sel/mm3
3. Pemberian ART harus dimulai kepada semua anak yang terinfeksi HIV dengan
HIV berat dan stadium lanjut (WHO stadium 3 atau 4) tanpa memedulikan umur
dan jumlah sel CD4.
4. Pemberian ART harus dimulai kepada anak yang lebih mudah dari 18 bulan
dimana anak tersebut sudah terdiagnosis dengan infeksi HIV.
Perjalanan penyakit infeksi HIV dan penggunaan ART pada anak adalah serupa
dengan orang dewasa tetapi ada beberapa pertimbangan khusus yang dibutuhkan untuk
bayi, balita, dan anak yang terinfeksi HIV. Efek obat berbeda selama transisi dari bayi
ke anak. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusus tentang dosis dan toksisitas pada
bayi dan anak. Kepatuhan berobat pada anak menjadi tantangan tersendiri.7,9
14
Terapi ARV memberi manfaat klinis yang bermakna pada anak yang terinfeksi HIV
yang menunjukkan gejala. Uji klinis terhadap anak sudah menunjukkan bahwa ART
memberi manfaat serupa dengan pemberian ART pada orang dewasa. Terdapat 3
golongan ART yang tersedia di Indonesia:1,3
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs): Obat ini dikenal sebagai
analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA.
Proses ini diperlukan agar virus dapat bereplikasi. Obat dalam golongan ini
termasuk Zidovudine (AZT), Lamivudine (3TC), Didanosine (ddl), Stavudine
(d4T), Zalcitabin (ddC), Abacavir (ABC).
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI): obat ini berbeda
dengan NRTI walaupun juga menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA.
Obat dalam golongan ini termasuk nevirapine (NVP), Efavirenz (EFV), dan
Delavirdine (DLV).
3. Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease yang
memotong rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil. Obat dalam
golongan ini termasuk Indinavir (IDV), Nelfinavir (NFV), Saquinavir (SQV),
Ritonavir (RTV), Amprenavir (APV), dan Lopinavir/ritonavir (LPV/r).
Pemberian ARV lini pertama pada anak-anak dan remaja yang dianjurkan menurut WHO
adalah sebagai berikut:
Anak yang berumur 3 tahun
dengan berat >10kg dan
remaja dengan berat < 35kg
Remaja (umur 10-19 tahun)
berat ≥35kg
Anjuran ABC + 3TC + EFV TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
Alternatif ABC + 3TC + NVPAZT + 3TC + EFVAZT + 3TC + NVPTDF + 3TC (atau FTC) + EFVTDF + 3TC (atau FTC) + NVP
AZT + 3TC + EFVAZT + 3TC + NVPTDF + 3TC (atau FTC) + NVP
Special
circumstances
d4T + 3TC + EFVd4T + 3TC + NVP
ABC + 3TC + EFVABC + 3TC + NVP
15
Untuk neonatus, regimen obat yang diberikan berupa 2 nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NRTIs) atau nevirapine dengan 2NRTIs atau protease inhibitor
dengan 2NRTIs. Selain itu, juga direkomendasikan pemberian zidovudine dengan
didanosine atau zidovudine dengan lamivudine dikombinasi dengan nelfinavir atau
ritonavir. Untuk bayi-bayi yang lebih tua dan anak-anak, direkomendasikan beberapa
regimen antiretroviral. Protease inhibitor sebagai pilihan utama dengan 2NRTIs.
Nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor yang paling direkomendasikan untuk
anak-anak berusia lebih dari tiga tahun adalah 2NRTIs dengan efavirenz (dapat disertai
dengan atau tanpa protease inhibitor). Untuk anak-anak berusia kurang dari tiga tahun
yang belum dapat mendapat tablet, regimen nonnucleoside terpiliih adalah 2NRTIs
dengan nevirapine. Alternatif pemberian regimen terapi nucleoside analogue adalah
zidovudine dengan lamivudine dan abacavir.5,10
Pemantauan pengobatan
Pemantauan pengobatan diperlukan untuk melihat:1,8
1. Kepatuhan minum obat.
2. Gejala baru yang timbul akibat efek samping obat maupun dari perjalanan penyakit
itu sendiri.
Pemantauan sebaiknya dilakukan setelah 1 bulan pengobatan dimulai dan
selanjutnya setiap 3 bulan sekali. Pemantauan keberhasilan dan toksisitas ART:1,8
1. Secara klinis
a. Berat badan meningkat
b. Tidak kena infeksi opportunistik, atau kalau pun terkena, infeksi tidak berat
c. Anamnesis gejala yang berhubungan dengan HIV seperti batuk lebih dari 2
minggu, demam, diare, dll disertai pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan laboratorium
Tes darah rutin termasuk tes darah lengkap, SGOT/SGPT, kreatinin, gula darah,
kolesterol dan trigliserid dibutuhkan untuk memantau efek samping obat dan perjalanan
penyakit. Jenis tes yang dibutuhkan bergantung pada regimen obat yang digunakan. Tes
jumlah CD4 setiap 6 bulan sekali diperlukan untuk menentukan kapan profilaksis dapat
dihentikan. Bila tes ini belum dapat dilakukan maka dipakai hitung limfosit total.1,8
Indikasi untuk Mengganti Regimen atau Berhenti ART
16
Viral load direkomendasikan sebagai metode monitoring untuk mendignosis dan
mengkonfirmasi adanya kegagalan terapi ARV. Jika viral load tidak secara rutin
tersedia, jumlah CD4 dan monitoring klinis sebaiknya digunakan untuk mendignosis
kegagalan terapi ARV. Akan tetapi test viral load dianggap lebih sensitive dan sebagai
standard baku untuk monitoring respon terapi ARV. Mengganti regimen akibat
toksisitas obat dapat dilakukan dengan mengganti satu atau lebih obat dari golongan
yang sama dengan obat yang dicurigai mengakibatkan toksisitas.
1. Clinical failure
Pada remaja dan dewasa terjadi kegagalan terapi secara klinis apabila muncul klinis
baru atau kondisi klinis berulang yang mengindikasikan kondisi imunodefisiensi
yang lebih parah (HIV stadium 4) setelah 6 bulan terapi efektif. Sedangkan pada
anak-anak dikatakan kegagalan secara klinis apabila muncul kondisi klinis yang
mengarah ke HIV stadum 3 dan 4 setelah 6 bulan terapi.
2. Immunological failure
Pada remaja dan dewasa dikatakan terjadi kegagalan secara imunologikal apabilan
jumlah CD4 menurun hingga batas atau di bawah 100 sel/mm3. Dan pada anak-
anak terjadi kegagalan apabila jumlah CD4 dibawah 200 sel/mm3 atau < 10% untuk
anak usia di bawah 5 tahun dan jumlah CD4 di bawah 100 sel/mm3 untuk anak usia
di atas 5 tahun.
3. Virological failure
Dikatakan kegagalan secara virologikan apabila plasma viral load di atas 1000
kopi/mL yang didasarkan atas 2 kali pengukuran viral load konsekutif setelah 3
bulan terapi dilaksanakan.
Asuhan Gizi
Asuhan gizi merupakan komponen penting dalam perawatan individu yang terinfeksi
HIV. Mereka akan mengalami gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan dan
hal ini berkaitan dengan kurang gizi. Penyebabnya multifaktorial antara lain karena
anoreksia, gangguan penyerapan sari makanan pada saluran cerna, hilangnya cairan
tubuh akibat diare dan muntah, dan gangguan metabolisme. Jika seseorang dengan HIV
mempuyai status gizi yang baik maka daya tahan tubuh akan lebih baik sehingga
menghambat memasuki tahap AIDS.4,8
17
Asuhan gizi dan terapi gizi bagi ODHA sangat penting bagi mereka yang
mengkonsumsi ARV. Makanan yang dikonsumsi mempengaruhi penyerapan ARV dan
obat infeksi opoortunistik dan juga sebaliknya, sehingga mmerlukan pengaturan diet
seperti obat ARV dimakan ketika saat lambung kosong. Prinsip gizi medis pada ODHA
ialah tinggi kalori tinggi protein (TKTP) diberikan secara oral, juga kaya vitamin
meneral dan cukup air. Berdasarkan beberapa penelitian, pemberian stimulan nafsu
makan, seperti megestrol acetate dan human recombinant growth hormone dapat
memberikan kenaikan berat badan dan pertumbuhan. 4,8
Seiring dengan berkembangnya penyakit, akan terjadi penurunan berat badan yang
sangat drastis (drastic wasting) dan terhambatnya pertumbuhan anak. Berkurangnya
cadangan protein dapat diatasi dengan meningkatkan intake asam amino, terutama
threonine dan methionine. Bayi yang lahir dari ibu HIV tidak boleh diberi ASI ibunya,
sehingga bayi diberikan pengganti air susu ibu (PASI). Namun dalam keadaan tertentu
dimana pemberian PASI tidak memungkinkan dan bayi akan jatuh ke dalam kurang
gizi, ASI masih dapat diberikan dengan cara diperas dan dihangatkan terlebih dahulu
pada suhu di atas 66°C untuk membunuh virus HIV.10
Rekomendasi terkait menyusui untuk ibu dengan HIV adalah sebagai berikut:10
1. Menyusui bayinya secara eksklusif selama 4-6 bulan untuk ibu yang tidak terinfeksi
atau ibu yang tidak diketahui status HIV-nya.
2. Ibu dengan HIV positif dianjurkan untuk tidak memberikan ASI dan sebaliknya
memberikan susu formula (PASI) atau susu sapi atau kambing yag diencerkan.
3. Bila PASI tidak memungkinkan disarankan pemberian ASI eksklusif selama 4-6
bulan kemudian segera dihentikan untuk diganti dengan PASI.
2.1.6 Prognosis Infeksi HIV
Viremia plasma dan hitung limfosit CD4 sesuai usia dapat menentukan resiko
perjalanan penyakit dan komplikasi HIV. Prognosis yang buruk pada infeksi perinatal
berhubungan dengan terjadinya encefalofati, infeksi, perkembangan menjadi AIDS
lebih awal, dan berkurangnya jumlah limfosit CD4 yang cepat. Tanpa terapi, kurang
lebih 30% bayi yang terinfeksi berkembang menjadi gejala klinis berat kategori C atau
kematian dalam 1 tahun kehidupan. Dengan terapi yang optimal angka mortalitas dan
morbiditas menjadi rendah.4,7
18
2.1.7 Pencegahan Infeksi HIV
Edukasi dan konseling pasien yang terdeteksi terinfeksi HIV. Infeksi HIV yang muncul
pada wanita biasanya karena pengguna obat-obatan dan pasangan seksual laki-laki yang
resiko tinggi. Sehingga dibutuhkan pendidikan seks yang baik dan sehat. Konseling juga
jangan hanya membahas tentang modifikasi stress namun juga memodifikasi perubahan
gaya hidup melalui pesan-pesan budaya dan religi.10
Perlu dilakukan uji tapis serologis bagi darah pendonor dan pengawasan serta
perlakuan yang lebih ketat bagi bahan-bahan yang berasal dari darah, terutama yang
akan diberikan pada anak yang perlu mendapat transfusi atau pemberian bahan yang
berasal dari darah berulang-ulang atau daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.
Program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja, perlu dipikirkan strategi
penerapannya di sekolah dan akademi dan untuk remaja yang berada di luar sekolah.2
Transmisi vertical dapat dicegah dengan memberikan terapi antiretrovirus pada ibu
selama kehamilan dan memberikan profilaksis pada bayinya yang baru lahir. Wanita
hamil yang terinfeksi HIV sebaiknya diberikan terapi kombinasi 3 (tiga) obat. Terapi
kombinasi dapat membuat supresi virus.10
2.1.8 Peran Pemerintah dan Lingkungan Sosial
Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan bahwa
HIV/AIDS menjadi penyakit darurat secara global mengingat angka kejadian yang
mencapai tiga juta secara internasional. Adanya hal tersebut, WHO komite regional
Eropa tahun 2002 dengan sigap meminta tiap negara anggota untuk membentuk
program dan rencana strategi yang komprehensif, multisektoral, dan nasional untuk
HIV/AIDS. Program ini seterusnya dikelola oleh lembaga nasional tiap negara yang
bersifat nasional dan sesuai kebijakan masing-masing negara. Lembaga ini difungsikan
untuk memberikan keefektifan kolaborasi antara program dalam mencegah dan
mengontrol HIV dan tuberkulosis sebagai infeksi oportunistiknya. Visi yang dilakukan
lembaga nasional tersebut melalui komitmen politik, kolaborasi pencegahan transmisi
HIV dan tuberkulosis, intensifikasi penemuan kasus, pengobatan terkordinasi, dan
peningkatan surveillance. Lembaga tersebut menyiapkan delapan strategi yakni,
kordinasi pusat, perkembangan kebijakan, surveillance, pelatihan, dukungan
manajemen, penyaluran pelayanan kesehatan, seminar kesehatan, dan penelitian.11
19
Di Indonesia, berdasarkan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2006 mengamanatkan
perlunya peningkatan upaya pengendalian HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Respon
harus ditujukan untuk mengurangi semaksimal mungkin peningkatan kasus baru dan
kematian. Salah satu langkah strategis yang akan ditempuh adalah memperkuat Komisi
Penanggulangan AIDS di semua tingkat. Anggaran dari sektor pemerintah diharapkan
juga akan meningkat sejalan dengan kompleksitas masalah yang dihadapi. Sektor-sektor
akan meningkatkan sumber daya dan cakupan program masing-masing. Masyarakat
umum termasuk LSM akan meningkatkan perannya sebagai mitra pemerintah sampai ke
tingkat desa. Sementara itu mitra internasional diharapkan akan tetap memberikan
bantuan teknis dan dana.12
Di Indonesia, terdapat banyak lembaga/LSM peduli HIV/AIDS baik yang telah
tersebar di setiap propinsi. Lembaga ini ada yang mempunyai kerja sama dengan
Departemen Kesehatan dan ada yang secara mandiri sebagai lembaga swasta yang
berdiri dan bersifat sosial kemasyarakatan. Lembaga ini secara garis besar mempunyai
garis besar komponen kerja yang meliputi, peningkatan surveillance HIV, IMS, serta
tingkah laku pergaulan di tingkat daerah; pendeteksian prevalensi HIV/AIDS;
pemantauan intervensi esensial (terapi ARV, konseling, pencegahan penularan,
pencegahan pada populasi risiko tinggi); pemantauan resistensi obat; dan penelitian.13
Proses konseling dan promosi kesehatan sangatlah memegang peranan penting
dalam hal stigma sosial pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Stigma negatif pada
ODHA yang berkembang di masyarakat saat ini dibedakan menjadi dua, yakni medis
dan sosial. Pada sektor medis, masyarakat masih banyak yang beranggapan salah
tentang cara penularan penyakit ini. Anggapan penularan melalui kontak kulit,
bersalaman, dan berkontak sosial menjadi yang masih banyak dianut masyarakat. Dari
sisi sosial, masyarakat sering mengecap ODHA sebagai seseorang yang berdosa dan
tidak bermoral. Adanya proses konseling dan promosi kesehatan terutama di daerah
perlu ditingkatkan guna menghilangkan stigma ini dengan memaparkan penularan
HIV/AIDS dan menghapuskan stigma sosial yang hidup di masyarakat. Adanya
kepentingan medis dan sosial, program konseling dan promosi kesehatan ini perlu kerja
sama yang baik dari pusat hingga lembaga/LSM dan tenaga medis yang bernaung di
masyarakat.12,13
2.2 Pneumonia
20
Orang dengan infeksi HIV memiliki risiko lebih besar untuk mengalami infeksi patogen
pada paru. Pneumonia pada infeksi HIV pada dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme. Streptococcus pneumoniae adalah salah satu bakteri penyebab
pneumonia, dan pada anak dengan infeksi HIV kejadian infeksi S.pneumonia meningkat
9-43 kali. Sebanyak 8-15% kasus pneumonia akut pada anak disebabkan oleh M.
tuberculosis, risiko ini meningkat pada anak dengan infeksi HIV. Infeksi virus seperti
cytomegalovirus (CMV), respiratory syncytial virus (RSV), influenza, human
metapneumovirus, parainfluenza and adenovirus teridentifikasi menjadi penyebab
pneumonia berat pada 16-40% anak dengan infeksi HIV. Pneumocystis jirovecii
merupakan patogen yang sering diiolasi pada pneumonia berat pada anak dengan infeksi
HIV. Infeksi polimikrobial juga menjadi hal yang penting pada pneumonia pada anak
dengan infeksi HIV. Infeksi ini meliputi infeksi bakteri-bakteri, bakteri-viral, bakteri-
mycobacterial, bakteri-pneumocystis, mycobacterial pneumocystis, dan virus-
pneumocystis.
Pada anamnesis didapatkan gejala yang tidak spesifik yang meliputi demam, sesak
saat beraktifitas yang diikuti dengan dyspnea saat istirahat seiring bertambahnya
keparahan penyakit, batuk, nyeri dada pleuritik, anoreksia dan [penurunan berat badan,
dan nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, takipnea, takikardi atau
bradikardi, rales, ronki, penurunan suara nafas, suara pekak pada perkusi dada, dan
egophony. Pada foto thorax didapatkan gambaran normal atau adanya infiltrat dengan
konsolidasi, peribhroncovascular, atau lesi nodular.
Penatalaksanaan awal pneumonia pada orang dengan penurunan sistem imun
termasuk infeksi HIV meliputi administrasi oksigen, pemantauan saturasi oksigen dan
monitor jantung, pemberian antibiotik empiris, dan fisioterapi dada. Terapi
farmakologis ditujukan untuk eradikasi penyebab infeksi dan profilaksis untuk patogen
yang sering menjadi penyebab infeksi pada pasien dengan risiko tinggi terinfeksi
pneumonia. Eradikasi patogen pada pneumonia yang disebabkan M. tuberculosis
dilakukan dengan pemberian OAT. Pengobatan pada bakterial pneumonia dilakukan
dengan memberikan antibiotik betalactam seperti ceftriaxone, cefotaxime, atau
ampicillin. Profilaksis terhadap PCP diberikan dengan memberikan Trimethoprim-
sulfamethoxazole sebagai regimen lini pertama. Selain itu trimethoprim-
sulfamethoxazole selama tiga minggu juga diberikan sebagai pengobatan terhadap PCP.
21
Risiko infeksi pneumonia pada orang dengan infeksi HIV meningkat seiring penurunan
yang progresif pada nilai hitung CD4, oleh karena itu antiretroviral therapy dan
pemberian antibiotik profilaksis diperlukan untuk mengurangi risiko infeksi.
2.3 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindroma klinis kerusakan
paru kondisi akut yang dikarakteristikkan dengan infiltrasi pulmonary bilateral dan
hipoksemia berat tanpa ada bukti terjadinya edema paru kardiogenik. ARDS disebabkan
oleh inflamasi paru-paru dan kerusakan pembuluh darah kecil karena sepsis
(bakteremia), trauma, dan/atau infeksi pulmonary seperti pneumonia. ARDS
dikarakteristikkan dengan gejala dispnea dan hipoksemia dengan onset akut.
Pemeriksaan fisik yang ditemukan sering kali tidak spesifik, seperti takipnea, takikardia,
dan kebutuhan akan FIO2 yang tinggi demi mempertahankan saturasi oksigen. Pada
pasien dengan ARDS, rasio PaO2/FIO2 didapatkan kurang dari 200. Pada pemeriksaan
analisis gas darah arterial dapat ditemukan alkalosis respiratori. Akan tetapi, ARDS
sering terjadi dalam konteks sepsis, sehingga dapat pula ditemukan asidosis metabolik
dengan atau tanpa kemunculan kompensasi respiratori. Bila dilakukan pemeriksaan foto
thoraks polos akan ditemukan infiltrasi bilateral pada pulmonary. Infiltrate ini biasanya
berkembang cepat dengan keparahan maksimal terjadi dalam tiga hari pertama.
ARDS biasanya didiagnosis pada pasien yang sudah memiliki penyakit dasar
sebelumnya, seperti sepsis, trauma, atau infeksi pulmonary. Diagnosis dibuat ketika ada
kesulitan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan adanya abnormalitas infiltrate
pada kedua pulmonary pada hasil pemeriksaan foto thoraks. Hingga saat ini belum
terdapat pengobatan definitif untuk ARDS. Pengobatan ARDS lebih ditekankan pada
terapi kausal, terapi suportif, dan pencegahan komplikasi. Terapi kausal dilakukan
dengan mengobati penyebab utama ARDS. Terapi suportif yang diberikan terdiri atas
suplementasi oksigen dan ventilasi mekanik dengan tetap memperhatikan keseimbangan
cairan pada pasien ARDS. Pasien ARDS sering memerlukan ventilasi mekanik dengan
intensitas tinggi yang dapat memicu terjadinya barotrauma.
2.4 Kardiomiopati
22
Kardiomiopati merupakan penyakit kelainan otot jantung. Pada kardiomiopati, otot
jantung dapat membesar, rigid, ataupun menebal. Beberapa orang dengan kardiomiopati
dapat tidak menunjukkan gejala pada awal penyakit. Gejala-gejala yang mungkin
muncul terkait kardiomiopati, anatara lain: napas pendek atau kesulitan bernapas
terutama bila beraktivitas fisik (exertional dyspnea), mudah lelah, dan bengkak pada
kaki, abdomen, serta vena jugularis. Kardiomiopati dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab, di antaranya: factor genetic, infeksi, gangguan metabolic, gangguan
kardiovaskuler, dan toksik.salah satu infeksi yang dapat menyebabkan kardiomiopati
adalah infeksi HIV.14
Pada anak dengan HIV, komplikasi penyakit kardiovaskular dapat terjadi akibat
pemberian dari Antiretroviral Therapy (ART). kardiomiopati terkait dengan HIV
merupakan salah satu infeksi oportunistik yang dapat timbul pada sistem kardiovaskular
pada penderita HIV anak. Kardiomiopati merupakan penyakit kronis dan terkadang
progesif pada otot jantung dimana terjadi perbesaran, penebalan dan atau kekakuan pada
otot jantung sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dengan normal 14 Hingga saat ini
etiologi dari kardiomiopati pada anak-anak masih belum banyak diketahui. Diberitakan
2 hingga 3 kasus belum memiliki etiologi yang jelas. Pada negara maju, prevalensi
kardiomiopati terkait HIV pada beberapa studi berhubungan dengan pemberian obat
yang bersifat cardiotoxicity pada penderita HIV.
2.5 Penyakit Paru Kronik (Chronic Lung Disease)
Perkembangan Chronic Lung Disease (CLD)umum terjadi pada anak yang terinfeksi
HIV. Spektrum CLD yang terkait denganHIV termasuk pneumonia interstitial limfositik
(LIP), infeksi kronis, immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS),
bronkiektasis, keganasan, dan pneumonitis interstitial. Penyakit paru-paru kronis dapat
mengakibatkan dari berulang atau persisten pneumonia karena bakteri, mikobakteri,
virus, jamur atau infeksi campuran. Diagnosis penyakit paru-paru kronis didasarkan
pada gejala-gejala kronis dan perubahan persisten X – ray dada, tetapi diagnosis pasti
dapat menjadi sulit karena temuan klinis dan radiologis yang non-spesifik. Presentasi
dengan batuk kronis adalah gejala umum yang sering terjadi.
Penyakit pernapasan adalah penyebab paling umum kematian di kalangan remaja
yang terinfeksi HIV. Di antara anak-anak, penyebab paling umum dari penyakit paru-
23
paru kronis (CLD) adalah pneumonitis interstisiallimfositik (LIP), ditemukan pada
30%-40% dari anak-anak yang terinfeksi HIV yang tidak diobati. LIP dikaitkan dengan
perkembangan lebih lambat dari infeksi HIV dan respons yang baik terhadap terapi
antiretroviral (ART). Dua pertiga pasien memiliki batuk kronis, infeksi saluran
pernapasan bawah berulang, termasuk hasil hapusan kultur yang negatif. Tes fungsi
paru yang abnormal terjadi pada 45% penderita. Bronchiolitis obliteratif adalah kondisi
yang umum terjadi pada CLD, dimana bronchiolitis obliteratif adalah proses peradangan
dan fibrosis yang menyebabkan penyumbatan saluran napas halus, berkaitan dengan
pneumonia virus. Bronchiolitis obliteratif adalah kondisi yang mengancam jiwa dan
merespon buruk terhadap pengobatan. Pada anak-anak, hal tersebut dapat mengganggu
perkembangan paru-paru. Bronchiolitis obliteratif dapat disebabkan oleh reaksi obat,
inhalasi alergen atau racun, dan infeksi dengan sejumlah patogen termasuk adenovirus,
mycoplasma, virus pernapasan, atau influenza.
Anak-anak yang terinfeksi HIV yang tidak diobati sering mengalami beberapa
infeksi saluran pernapasan bakteri dan virus selama bertahun-tahun. Diagnosis awal
infeksi HIV penting untuk mencegah perkembangan CLD. Strategi pencegahan
termasuk imunisasi, kemoprofilaksis, dan suplemen mikronutrien. Penggunaan awal
ART dapat mencegah perkembangan penyakit paru-paru kronis.Strategi intervensi
mungkin termasuk penggunaan antibiotik profilaksis, yang dapat menunda
perkembangan penyakit saluran napas dan mengurangi morbiditas, dan
penggunaankortikosteroid.
24
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : LNFA
Tempat, Tanggal Lahir : Denpasar, 21 Februari 2009
Umur : 5 tahun 1 bulan 23 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banjar Dinas Tegal, Sumaga, Tejakula
Agama : Hindu
Suku : Bali
Nomor Rekam Medik : 01544834
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 16 April 2014
3.2 Heteroanamnesis (30 April 2014)
Keluhan utama
Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien telah menjalani rawat inap di Ruang Jempiring RSUP Sanglah ketika dilakukan
pemerikaan pada tanggal 30 April 2014. Ketika dilakukan pemeriksaan, pasien masih
mengeluh sesak napas, tetapi sudah dirasa tidak seberat ketika baru masuk rumah sakit.
Makan dan minum juga dikatakan mulai membaik. Pasien dikatakan semakin taat
minum obat. Keluhan lain seperti batuk, pilek, dan demam disangkal oleh pasien.
Sebelumnya, pasien datang diantar keluarga ke Triage Anak RSUP Sanglah tanggal 16
April 2014 dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dikeluhkan sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit dikatakan napas lebih cepat dari biasanya, disertai retraksi dada,
tanpa sianosis, dan sesak tidak berubah dengan perubahan posisi. Pasien juga dikatakan
mengeluh batuk dan pilek sejak 4 hari yang lalu, berdahak dengan dahak sulit
dikeluarkan disertai suara grok-grok. Keluhan lain yang juga ditemukan, yaitu demam
25
yang disadari sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit, terukur 38.3oC dan tidak
diberikan obat demam. Makan dan minum dikatakan berkurang sejak 4 hari yang lalu
dan makan minum masih bisa dipaksakan. BAB terakhir 4 jam yang lalu sebelum
masuk rumah sakit dengan volume feses sekitar 50cc.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien telah terdiagnosis reaktif tes antibodi sejak tanggal 17 Agustus 2013 dengan gizi
buruk dan PCP. Riwayat masuk rumah sakit di RSUP Sanglah 3 kali sebelumnya
dengan keluhan sesak dan saat itu dikatakan ada kelainan jantung.
Riwayat Pengobatan
Pasien telah mendapatkan pengobatan ARV sejak Oktober 2013. Pasien menggunakan
nebulisasi pribadi dan ventolin dengan O2 nasal kanul sejak Februari 2014 (post masuk
rumah sakit).
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Dikatakan bahwa tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang
sama. Riwayat penyakit hipertensi diketahui pada nenek pasien. Riwayat penyakit
diabetes, TBC, jantung, ginjal, asma, glaukoma, kanker, dan stroke disangkal.
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak tunggal dalam keluarganya.
Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali
Polio : 4 kali
Hepatitis B : 3 kali
DPT : 4 kali
Campak : 1 kali
Riwayat Persalinan
26
Pasien lahir spontan dengan bantuan bidan dan segera menangis. Berat badan lahir 2250
gram dan panjang badan 42 cm. lingkar kepala dan lingkar lengan atas dikatakan lupa.
Adanya kelainan atau cacat bawaan ketika pasien lahir disangkal. Riwayat komplikasi
selama kehamilan dan persalinan disangkal.
Riwayat Nutrisi
ASI : diberikan dari lahir hingga pasien berumur 10 bulan dan diberikan
sesuai dengan kebutuhan pasien ketika itu (on demand)
Susu formula : berupa susu pediasure yang diberikan sejak umur 1 bulan
Makanan dewasa : diberikan sejak usia 13 bulan dengan frekuensi 2 kali setiap
harinya.
Riwayat Tumbuh Kembang
Menegakkan kepala : 1 bulan
Membalikkan badan : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : (lupa)
Berdiri : 18 bulan
Berjalan : 23 bulan
Bicara : 12 bulan
Riwayat Alergi
Dikatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat, dan lainnya.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum: pasien tampak sakit
Kesadaran umum: E5 V5 M5
Nadi : 98 x per menit
Respirasi : 28 x per menit
Suhu Ketiak : 36,9oC
Tinggi Badan : 94 cm
27
Berat Badan : 12.5 kg
Status gizi
Status gizi dengan menggunakan kurva WHO
BB/U : -2 sampai -3 (underweight)
TB/U : dibawah -3 (severe stunted)
BBI : 13.5 kg
BB/TB : 0 sampai -2 (normal)
Status gizi menurut waterlow:
BB/BBI = 12.5/13.5 = 92.59% (gizi baik)
Kebutuhan nutrisi
Kebutuhan kalori : 1350 kkal/hari
Kebutuhan protein : 20.25 gram/hari
Kebutuhan cairan : 1125 ml/hari
Densitas : 1,2 (dapat menerima makanan padat)
Status general:
Kepala : normosefali
Mata : Konjungtiva pucat (-), hiperemi (-), sekret (-)
Sclera ikterik (-), pupil isokor (+)
Reflex cahaya : +/+, edema (-)
THT :Telinga: sekret (-),
Hidung: nafas cuping hidung (-),
Tenggorokan: faring hiperemi (-)
Lidah: oral thrush, sianosis (-), bibir: sianosis (-)
Thorax : Simetris (+)
Retraksi subkostal (-), retraksi interkostal (-), retraksi suprasternal (-)
Cor: S1 S2 normal, regular, Murmur (-)
Pulmo : Suara nafas: vesikuler +/+, Rales -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Nyeri tekan (-), turgor baik, bising usus (+) normal
Hepar : teraba 3 cm- 3 cm kenyal, teraba tajam, nyeri (-)
Lien: tidak teraba
28
Ekstremitas: Akral Hangat, CRT < 2 detik
3.4 Diagnosis Sementara
HIV stadium IV + suspek kardiomiopati + gizi kurang + FTT
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan DL, CRP, kultur darah 2 sisi, SGOT,
dan SGPT.
Hasil Pemeriksaan SGOT, SGPT, dan CRP (16 April 2014)
Pemeriksaan Hasil SatuanNilai
RujukanRemarks
SGOT 175,5 U/L 11-27 tinggiSGPT 112,7 U/L 11.00-34.00 tinggiCRP (kuantitatif) 56,1 mg/L 0.00-5.00 tinggi
Hasil Pemeriksaan DL (23 April 2014)
Pemeriksaan Hasil SatuanNilai
RujukanRemarks
WBC 5,73 10^3/L 6.00-14.00 rendahNeutrofil (%) 46,7 % 18.30-47.10 normalLimfosit (%) 35,2 % 30.0-64.30 normalMonosit (%) 9,2 % 0.0-7.10 tinggiEosinofil (%) 2,1 % 0.00-5.0 normalBasofil (%) 0,3 % 0.0-0.70 normalLeukosit (%) 6.5 % 0.0-4.0 tinggi RBC 4,42 10^6/L 4.10-5.3 normalHGB 15,1 g/dL 12.0-16.0 normalHCT 44,1 % 37-48 normalMCV 99,9 fL 78.0-102.0 normalMCH 34,1 g/dL 25.00-35.00 normalMCHC 34,2 g/dL 31-36 normalRDW 13,5 % 11.6-18.7 normalPLT 333 10^3/L 140-440 MPV 6,6 6.80-10.0 rendahHDW 3,26
Pemeriksaan Radiologi
Foto thoraks AP (16 April 2014)
29
Kesan : Cardiomegaly dengan cor kesan membesar, pinggang jantung melurus,
apex grounded
Suspek interstitial pneumonia, efusi pleura bilateral minimal.
Foto thoraks RDL (18 April 2014)
Kesan : Cardiomegaly dan suspek interstitial pneumonia
Foto BOF dan LLD
Kesan : Ascites minimal dan tak tampak tanda-tanda ileus maupun gas di luar
contur usus
3.6 Diagnosis Kerja
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat berat + ARDS + kardiomiopati +
Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
3.7 Penatalaksanaan
Rencana rawat inap 7-10 hari
Kebutuhan cairan 1050 mL/hari ~ mampu minum seluruhnya 120 mL/hari per 3
jam
Kebutuhan energi 1260 kkal/hari dan protein 14 gram/hari
ARV dilanjutkan:
Duviral
Zidovudine 180 mg/LPT/x ~ 120 mg setiap 12 jam diberikan oral
Lamivudine ½ dosis zidovudine ~ 60 mg setiap 12 jam diberikan oral
Nevirapine 200 mg/LPT/x ~ 120 mg setiap 12 jam diberikan oral
Cotrimoxazole sirup cth 1 ½ ~ 5mg/kg/x setiap 24 jam diberikan oral
Evaluasi ketaatan minum obat, monitoring vital sign, rencana cek CD4 tiga bulan
lagi dan usul thoraks foto ulang
3.8 Perkembangan Pasien
Tgl Subjektif Objektif Assessment Planning
17/4/2014
Sesak (+)Batuk (+)Deman (-)
Status presents:PR: 120 kali/menitRR : 36 kali/menit
Human Immunodeficiency Virus Infection stadium IV +
O2 sungkup 5 lpm Kebutuhan cairan
1050ml/hari ~ mampu minum 200ml/hari ~
30
(19.00)
Suhu : 37,1oCSpO2: 80%Status GeneralMata: Pucat (-) cowong (-)THT: Nafas cuping hidung (+)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal (+)Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-) Pulmo: Bves +/+ Rales -/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalHepar/Lien: 3cm-3cm kenyal teraba tumpul. Tidak teraba.Eksremitas: Hangat (+) CRT <2 detik. Clubbing finger (+)
Pneumonia berat + suspek kardiomyopati + gizi kurang + Failure to thrive + Transminitas
IVFD D51/2NS 800ml/hari ~ 12 tetes makro/menit
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari, protein 14 g/hari
Duviral: Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)Lamivudin 60mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)
Nevirapin 200mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral
Ambroxol 0,5mg/kg/x ~ 5,5mg ~ 2ml @ 8 jam peroral
Paracetamol 10mg/kg/x ~ 110ml ~ cth I bila suhu ≥ 38oC, dapat diulang @ 4 jam + kompres hangat (IV)
Asam visodeoksikolat 110mg @ 8 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Ampicillin 200mg/kg/hari ~ 550mg @ 6 jam (IV)
Chlorampenicol 100mg/kg/hari ~ 300mg @ 6 jam (IV)Plan of care:
Tunggu hasil bacaan thorax lateral decubitus kanan EKG dan Echocardiografi
tunggu jadwal cardio Tunggu hasil kultur darah
2 sisi AGD evaluasi (T/H) Usul penggunaan
cotrimoxazole
31
17/4/2014
Hasil lab:Na: 133K: 3,9PH: 7,4P.CO2: 70NEecF: 18,6HCO3-: 43,4So2c: 84TCO2: 45,5
Hasil: Alkalosis RespiratoriusARDS (175)
Resume: ARDS + pneumonia sangat berat + suspek PCP + Chronic lung disease + Human Immunodeficiency Virus Infection stadium IV + gizi kurang + FTT
Mempermaklumkan kondisi kesub divsi PGD (dr.IB. Suparyatha, Sp.A)
Sementara perbaiki oksigenasi dengan headbox
Antibiotic dapat diganti dengan (usul kepada respiro) : Ceftriaxone 50mg/kgbb/x ~ 550mg @ 12 jam (IV)
KIE keluarga dengan prognosa buruk
Penggunaan alat bantu nafas untuk saat ini belum dapat mengatasi kondisi pasien dengan Chronic long disease + early of stage cardio myopathy.
Perawatan pasien dapat dimaksimalkan di ruang perawatan infeksi. (dengan observasi ketat)
Terapi lain dilanjutkan
18/4/2014
Demam naik turun (+)Sesak(+)Batuk (+)Makan-minum (+)
Status presents:PR: 110x/mntRR: 56x/mntSuhu: 37,5oCSpO2: 97% dengan O2 head boxBalance cairan (15.00-06.00)CM: 450mlCK: 180mlBC: +86,7mlIWL: +83,3mlPU:1.0ml/kgbb/jmStatus GeneralMata: Pucat (-), cowong (-)
ARDS + pneumonia sangat berat + suspek PCP + Chronic lung disease + Human Immunogeficiency Virus Infection stadium IV + gizi kurang + Failure to Thrive
O2 Headbox 10 lpm/menitKebutuhan cairan 1050ml/hari ~ mampu minum 250ml/hari~ IVFD D51/2NS 800ml/hari ~ 12 tetes makro/menitKebutuhan kalori 1260 kkal/hari, protein 14 g/hariDuviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)Lamivudin 60mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)Nevirapin 200mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral
32
THT: Nafas cuping hidung (+)Thorax: Simetris(+) Retraksi, subcostal, intercostal (+)Cor: s1s2 normal regular (+), murmur(-) Pulmo: bves +/+ Rales -/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalHepar: h3cm-3cm kenyal teraba tumpul. Lien: Tidak teraba.Eksremitas: Hangat (+) CRT < 2 detik. Clubbing finger (+)
Ambroxol 0,5mg/kg/x ~ 5,5mg ~ 2ml @ 8 jam peroralParacetamol 10mg/kg/x ~ 110ml ~ cth I bila suhu ≥ 38oC, dapat diulang @ 4 jam + kompres hangat (IV)Asam visodeoksikolat 110mg @ 8 jam peroralKotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroralAmpicillin 200mg/kg/hari ~ 550mg @ 6 jam (IV)Chlorampenicol 100mg/kg/hari ~ 300mg @ 6 jam (IV)Plan of care:Tunggu hasil bacaan thorax lateral decubitus kananEKG dan Echocardiografi tunggu jadwal cardioTunggu hasil kultur darah 2 sisi (bahan 16/4/14) Usul penggunaan cotrimoxazole dosis terapi peroral + cek LDK (sub divisi imunologi)
19/4/2014
Mata Bengkak (+) kanan kiri sejak MRS, makin parah sejak tadi pagiSesak (+)Batuk (+) berkurang
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 120 kali/menitRR : 42 kali/menitSuhu: 36,4oCSpO2: 96%Status GeneralKepala: NormocephaliMata: oedema periorbita +/+, hiperemis (-)THT: Nafas cuping hidung (+)
ARDS + pneumonia sangat berat + suspek PCP + Chronic lung disease + Human Immunodeficiency Virus Infection stadium IV + gizi kurang + FTT
O2 headbox 10 lpmKebutuhan cairan 1050ml/hari ~ mampu minum seluruhnya
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari, protein 14 g/hari
Terapi lain dilanjutkanPlan of care: EKG dan echocardiografi tunggu jadwal
T/H kultur darah 2 sisi (bahan 16/4/14)
Monitoring: vital sign, balance cairan
33
Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal (+)Cor: s1s2 normal
regular (+), murmur (-) Pulmo: bves +/+
Rales +/+ Wheezing +/+Abdomen: distensi (-) Bising usus (+)Hepar/Lien: sulit di evaluasi (menangis)Eksremitas: Hangat (+)
Menerima hasil Ro. Thorax lateral:
Kesan: cardiomegalySusp. Interstitial pneumonia
Permakluman kepada chief jaga mengenai kondisi pasien dan hasil rontgen thorax
20/4/2014
Perut kembung (+)Sesak (+)BAK (+)Demam (-)
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 132 kali/menitRR : 42 kali/menitSuhu: 36,8oCSpO2: 90%Balance cairan (15.00-06.00)CM: 580mlCK: 600mlBC: -123,2mlIWL: 103,12mlPU: 1.2ml/kgbb/jamStatus GeneralKepala: NormocephaliMata: Pucat (-) oedem +/+, Rp +/+ isokorTHT: Nafas cuping hidung (+), sianosis (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal (+)Cor: s1s2 normal
regular (+), murmur (-)
ARDS + pneumonia sangat berat + suspek PCP + Chronic lung disease + Human Immunodeficiency Virus Infection stadium IV + gizi kurang + FTT
O2 headbox 10 lpmKebutuhan cairan 1050ml/hari ~ mampu minum 200ml/hari~ IVFD D51/2NS 800ml/hari ~ 12 tetes makro/menit
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari, protein 14 g/hari
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)
Lamivudin 60mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)
Nevirapin 200mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral
Ambroxol 0,5mg/kg/x ~ 5,5mg ~ 2ml @ 8 jam peroral
Paracetamol 10mg/kg/x ~ 110ml ~ cth I bila suhu ≥ 38oC, dapat diulang @ 4 jam + kompres hangat (IV)
Asam visodeoksikolat 110mg @ 8 jam peroral
34
Pulmo: bves +/+ Rales +/+ Wheezing +/+Abdomen: distensi (+) Bising usus (-)Hepar/Lien: sulit di evaluasiEksremitas: Hangat (+) CRT < 2 detik.
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Ampicillin 200mg/kg/hari ~ 550mg @ 6 jam (IV)
Chlorampenicol 100mg/kg/hari ~ 300mg @ 6 jam (IV)
Plan of care:Rencana BOF hari ini (20/4/14) -> sudah ada hasil
Rencana EKG hari ini (20/4/14) -> kertas habis
Tunggu hasil kultur darah 2 sisi (bahan 16/4/14)
EKG tunggu jadwalMonitor : vital sign, balance cairan
21/4/2014
Keluhan serak (+)Sesak (+)Batuk (+)Demam naik turun (+)Perut kembung (+)
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 118 kali/menitRR: 34 kali/menitSuhu: 37,8oCStatus GeneralKepala: NormocephaliMata: Pucat (-) oedem +/+, Rp +/+ isokorTHT: Nafas cuping hidung (+), sianosis (-) Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal (+)Cor: s1s2 normal
regular (+), murmur (-) Pulmo: bves+/+
Rales +/+ Wheezing +/+Abdomen: distensi (+) Bising usus (-)
ARDS + pneumonia sangat berat + suspek PCP + Chronic lung disease + Human Immunodeficiency Virus Infection stadium IV + observasi distensi abdomen e.c. suspek ileus paralitik + gizi kurang + FTT
Kebutuhan cairan 1050ml/hari ~ mampu minum 200ml/hari~ IVFD D51/2NS 800ml/hari ~ 12 tetes makro/menit
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari, protein 14 g/hari
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)
Lamivudin 60mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)
Nevirapin 200mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral
Ambroxol 0,5mg/kg/x ~ 5,5mg ~ 2ml @ 8 jam peroral
Paracetamol 10mg/kg/x ~ 110ml ~ cth I bila suhu ≥ 38oC, dapat diulang @ 4 jam + kompres hangat (IV)
35
Hepar/Lien: sulit di evaluasiEksremitas: Hangat (+) CRT < 2 detik
Asam visodeoksikolat 110mg @ 8 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Ampicillin 200mg/kg/hari ~ 550mg @ 6 jam (IV)
Chlorampenicol 100mg/kg/hari ~ 300mg @ 6 jam (IV)
Furosemid 10mg @ 12 jam (IV)
Spironolactone 10mg @ 12 jam (oral)
Plan of care:Rencana EKG hari iniTunggu hasil kultur darah 2 sisi (bahan 16/4/14)
Monitor : vital sign, balance cairan
22 /4/2014
Sesak (+)Batuk (+)Demam naik turun (+)Perut kembung (+)
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 114 kali/menitRR: 42 kali/menitSuhu: 39oCStatus GeneralKepala: NormocephaliMata: Pucat (-) oedem -/-, icterus (-)THT: Nafas cuping hidung (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal (+)Cor: s1s2 normal
regular (+), murmur (-) Pulmo: bves +/+ Rales +/+ Wheezing +/+Abdomen: distensi (-) Bising usus (+)
ARDS + pneumonia sangat berat + suspek PCP + Chronic lung disease + Human Immunodeficiency Virus Infection stadium IV + observasi distensi abdomen e.c. suspek ileus paralitik + gizi kurang + FTT + Mild TR
Kebutuhan cairan 1050ml/hari ~ mampu minum 200ml/hari~ IVFD D51/2NS 800ml/hari ~ 12 tetes makro/menit
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari, protein 14 g/hari
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)
Lamivudin 60mg @ 12 jam peroral (pulv.2x1)
Nevirapin 200mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Plan of care:Monitor : vital sign, balance cairan
36
Hepar/Lien: sulit di evaluasiEksremitas: Hangat (+) CRT < 2 detik.
23/4/2014
Sesak (+) berkurangBatuk (+)Demam (+)
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 116 kali/menitRR : 36 kali/menitSuhu: 37oCStatus GeneralMata: anemis (-/-) oedem -/-, Rp +/+ isokorTHT: Nafas cuping hidung (-), sianosis (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(-)Cor: s1s2 normal
regular (+), murmur (-) Pulmo: ves +/+ Rales
+/+ Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
Pneumonia sangat berat + ARDS + suspek PCP + Chronic lung disease + mild TR + Human Immunodeficiency Virus Infection stadium IV + gizi kurang + FTT + suspek gagal terapi
Oksigen headbox 8 lpm Kebutuhan cairan
1050ml/hari ~ mampu minum 120ml/hari~ IVFD D5 ¼ NS 5,6 pper
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari.
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Ambroxol syrup 2ml @ 8 jam peroral
Paracetamol 10mg/kg/x ~ 110ml ~ cth I bila suhu ≥ 38oC, dapat diulang @ 4 jam
Asam ursodeoksikolat 110mg @ 8 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Ampicillin 200mg/kg/hari ~ 550mg @ 6 jam (IV)
Chlorampenicol 100mg/kg/hari ~ 300mg @ 6 jam (IV)
Furosemid 10mg @ 12 jam (IV)
Spironolactone 10mg @ 12 jam (oral)
Plan of care: Mantoux test
37
Cek BTA 3 hari berturut-turut
Cek CD4 24/4/2014
Sesak (+)Demam (-)Toleransi minum baik, BAB/BAK baik
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 118 kali/menitRR : 36 kali/menitSuhu: 37oCStatus GeneralMata: anemis (-/-) edema (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-) sekret (-) pembesaran getah bening (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal (-) Perbesaran kelenjar getah bening (-)Cor: s1s2 normal
regular (+), murmur (-) Pulmo: ves +/+ Rales +/+ Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalHepar : teraba 3cm / 3cm dibawah arus costa / dibawah procesus xypoideus Kenyal, tajam, rata, nyeri (-)Lien: Tidak terabaEksremitas: akral hangat (+), edema (-/-) CRT < 2 detik.
HIV Infection stadium IV + suspek gagal terapi ARV lini I + Pneumonia sangat berat + ARDS + suspek PCP + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Terapi cairan ~ TS Respirologi
Plan of care: Penelusuran ke skrining
TB Cek CD4 (+)
25/4/2014
Sesak (+)Demam (+)Toleransi minum baik, BAB/BAK
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 118 kali/menitRR: 36 kali/menitSuhu: 36,9oC
HIV Infection stadium IV + suspek gagal terapi ARV lini I + Pneumonia sangat berat +
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
38
baik Status GeneralMata : anemis (-/-) edema (-/-)THT : Nafas cuping hidung (-) sekret (-)Thorax : Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal (-) Perbesaran kelenjar getah bening (-)
Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-)
Pulmo: ves +/+ Rales +/+ Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalHepar : teraba 3cm / 3cm dibawah arus costa / dibawah procesus xypoideus Kenyal, tajam, rata, nyeri (-)Lien: Tidak terabaEksremitas: akral hangat (+), edema (-/-) CRT < 2 detik.
ARDS + suspek PCP + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Terapi cairan ~ TS Respirologi
Plan of care: Penelusuran TB Cek CD4
26 /4/2014
Sesak (+) berkurangDemam (-)
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 110 kali/menitRR: 60 kali/menitSuhu: 37,1oCStatus GeneralMata: anemis (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(-)
Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-)
Pneumonia sangat berat + ARDS + suspek PCP + Chronic lung disease + mild TR + Human Immunodeficiency Virus Infection stadium IV + suspek gagal terapi lini I + gizi kurang + FTT
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Terapi cairan ~ TS Respirologi
Plan of care: Penelusuran TB Cek CD4
39
Pulmo: ves +/+ Rales +/+ Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalHepar/Lien: tidak terabaEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
27 /4/2014
Sesak (+) berkurangDemam (-)
Status PresentsPR: 110x/mntRR: 42x/mntSuhu: 37,4oCStatus General Mata: anemia -/-THT: NCH (-)Thorax: simtetris (+), retraksi (+)Cor: S1S2 normal, regular, murmur (-)Pulmo: Bves +/+, Rales +/+, wheezing -/-Abdomen: distensi (-), bising usus (+) normalHepar: teraba 3 cm-3cm di bawah arcus costa dekstra, rata kenyalLien: tidak terabaEkstrimitas: akral hangat (+), CRT < 2
Pneumonia sangat berat+ ARDS+ HIV infection stadium IV+ susp PCP+ mild TR+ gizi kurang + FTT+cardiomyopati relate IRIS
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Penelusuran TB Cek CD4 O2 sungkup 4 lpm, coba
ganti NaCl Kebutuhan cairan 1050
ml/hari, mampu minum seluruhnya 120 ml @ 3 jam
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari
Ampicillin 550mg @6 jam IV
Cloramphenicol 300mg @6jam IV
Spironolactone 6 mg@ 12 jam oral
Paracetamol 110 mg ~ 11 ml bila suhu ≥38oC
INH 10mg/kg~110 mg @24jam oral
Tunggu hasil BTA bilasan lambung I,II,III
40
Monitor vital sign, distress nafas
28 /4/2014
Sesak (+) berkurangMakan minum baik (+)Demam (-)
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 124 kali/menitRR: 36 kali/menitSuhu: 37oCStatus GeneralMata: anemis (-/-) icterus (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-), sianosis (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(-)
Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-) Pulmo: ves +/+ Rales +/+ Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalHepar: teraba 3cm-3cm dibawah arcus costa, rata, kenyal. Lien: tidak terabaEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik
HIV Infection stadium IV suspek gagal terapi ARV lini I + Pneumonia sangat berat + ARDS + suspek PCP + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Plan of care: Cari hasil CD4
29/4/2014
Sesak (-)Makan dan minum baikDemam (-)
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 92 kali/menitRR : 28 kali/menitSuhu: 36,9oCBB : 12,5kgTB : 94cmLPT: 0,6Status GeneralMata: anemis (-/-)
HIV Infection stadium IV suspek gagal terapi ARV lini I + Pneumonia sangat berat + ARDS + suspek PCP + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang +
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ @ 24 jam peroral
Plan of care:
41
icterus -/-THT: Nafas cuping hidung (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(-)
Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-)
Pulmo: ves +/+ Rales -/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
FTT Evaluasi ketaatan minum obat
Tunggu hasil skrining TB -> hari bilasan lambung
30 /4/2014
Sesak (+) berkurangMakan dan minum baik, ketaatan minum obat (+)Demam (-)
Status presents:Kesadaran: compos mentisPR: 98 kali/menitRR : 28 kali/menitSuhu: 36,9oCBB : 12,5kgTB : 94cmLPT : 0,6CD4 : 319 (Absolut) = 11%Status GeneralMata: anemis (-/-) ikterus (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-), sekret (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(-)Cor: s1s2 normal
regular (+), murmur (-) Pulmo: ves +/+ Rales
-/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-)
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat berat + ARDS + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ ~ 5mg/kg/x @ 24 jam peroral
Plan of care: Evaluasi ketaatan
minum obat 30/4/14 Rencana cek CD4 dan 3
bulan lagi Usul Thorax photo ulang
42
Bising usus (+) normalEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
1 /5/ 2014
Sesak (+) Batuk (+)Demam (-)
Status presents:KU : Tampak sesakPR : 110 kali/menitRR : 42 kali/menitSuhu: 36,9oCSpO2: 90%BB : 12,5kgTB : 94cmLPT: 0,6CD4: 319 (Absolut) = 11%Status GeneralMata: anemis (-/-) ikterus (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-), sekret (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal (+)
Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-)
Pulmo: ves +/+ Rales -/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat berat + ARDS + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
O2 nasal 2lpm Kebutuhan cairan
1050ml/hari Mampu minum
seluruhnya ~ susu 120ml @ 3jam
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari: Nasi 3x1porsi
INH Profilaksis 110mg @ 24jam (oral)
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ ~ 5mg/kg/x @ 24 jam peroral
Plan of care: Cek IgG total (coba
hubungi prodia) Rencana cek CD4 dan 3
bulan lagi Usul Thorax photo ulang Konsul THT -> tunda
(pasien sudah tidak demam)
Monitor: tanda vital, distress napas
2/5/2014
Sesak (+) berkurangMakan/minum
Status presents:PR: 138 kali/menitRR : 44 kali/menitSuhu: 36,8oC
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat berat + ARDS +
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroral
43
membaik (+)Demam (-)
SpO2: 90%BB : 12,5kgTB : 94cmLPT : 0,6CD4 : 319 (Absolut) = 11%Status GeneralMata: anemis (-/-) ikterus (-/-)THT : Nafas cuping hidung (-), sekret (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(+)Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-) Pulmo: ves +/+ Rales
-/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
Lamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ ~ 5mg/kg/x @ 24 jam peroral
Plan of care: Evaluasi ketaatan
minum obat Rencana cek CD4 dan 3
bulan lagi Usul Thorax photo ulang
3 /5/ 2014
Mual dan Muntah (-) Demam (-)
Status presents:Kesadaran: compos mentisHR: 110 kali/menitRR: 30 kali/menitSuhu: 36,4oCStatus GeneralKepala: NormoMata: anemis (-/-) ikterus (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-), sekret (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(+)
Cor: s1s2 normal
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat berat + ARDS + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
Kebutuhan cairan 1050ml/hari ~ mampu minum seluruhnya
Kebutuhan kalori 1260kkal/hari, protein 14g/hari
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ ~ 5mg/kg/x @ 24 jam peroral
44
regular (+), murmur (-) Pulmo: ves +/+ Rales -/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
Plan of care: Evaluasi ketaatan
minum obat Rencana cek CD4 dan 3
bulan lagi
4/5/2014
Sesak (+) berkurangBatuk (+)Demam (-)
Status presents:PR: 130 kali/menitRR : 34 kali/menitSuhu: 36,2oCSpO2: 99%Balance cairan:CM: 960mlCK : 523,8mlBC : +436,2mlIWL: 205,8mlPU : 1,62ml/kg/jamStatus GeneralMata: anemis (-/-) ikterus (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-), sekret (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(+)
Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-)
Pulmo: ves +/+ Rales +/+ Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat berat (membaik) + ARDS + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Ambroxol sirup 0,5mg/kg/x ~ 6,5mg ~ 2,2ml @ 8 jam oral (dengan spuit)
Plan of care: Evaluasi ketaatan
minum obat Rencana cek CD4 dan 3
bulan lagi ~ TS alergi Imun
Usul Thorax photo ulangMonitoring: vital sign / distress napas
5/5/ 2014
Sesak (+) berkurangBatuk (+)
Status presents:PR: 110 kali/menitRR: 36 kali/menit
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat
Duviral:Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 120mg @ 12 jam
45
Demam (-) Suhu: 36,8oCStatus GeneralMata: anemis (-/-) ikterus (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-), sekret (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi subcostal, intercostal, suprasternal(+)Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-)
Pulmo: ves +/+ Rales +/+ Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalEksremitas: akral hangat (+), CRT < 2 detik.
berat (membaik) + ARDS + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi kurang + FTT
peroralLamivudin 60mg @ 12 jam peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Ambroxol sirup 0,5mg/kg/x ~ 6,5mg ~ 2,2ml @ 8 jam oral (dengan spuit)
Plan of care: Evaluasi ketaatan
minum obat Rencana cek CD4 dan 3
bulan lagi ~ TS alergi Imun
Usul Thorax photo ulang Monitoring
vital sign / distress napas
6/5/2014
Sesak (+) berkurangMuntah (-)Demam (-)Batuk (-)
Status presents:KU : tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisPR: 100 kali/menitRR : 40 kali/menitSuhu: 36,8oCBalance cairan:CM: 900mlCK : 729,5mlIWL: 248,9ml BC : +171,1mlPU : 2ml/kg/jamStatus GeneralKepala: NormosefaliMata: anemis (-/-) ikterus (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi (-)
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat berat + ARDS + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi baik
Kebutuhan caitan 1050 ml/hari, mampu minum seluruhnya
INH profilaksis 130 mg @24 jam oral
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari, protein 14 gr/hari ~ nasi 3x1 porsi
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ ~ 5mg/kg/x @ 24 jam peroral
ARV :Duviral: Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 2 x120mg peroralLamivudin ½ dosis zidovudin ~ 2 x 60mg peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Chest physiotherapyPlan of care: Evaluasi ketaatan
46
Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-)
Pulmo: Bves +/+ Rales -/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalHepar: tak terabaLien: tak terabaEksremitas: akral hangat (+), edema (-)
minum obat Rencana cek CD4 dan 3
bulan lagi
7/5/2014
Demam (-)Muntah (-)Sesak (+) bila oksigen dilepas
Status presents:KU : tampak baikKeadaran: Compos mentisPR: 100 kali/menitRR: 32 kali/menitSuhu: 36,7oCSpO2: 98%Balance cairan:CM: 850mlCK: 500mlIWL: 270 ml BC: +80mlPU: 2,29ml/kg/jamStatus GeneralKepala: normosefaliMata: anemis (-/-) ikterus (-/-)THT: Nafas cuping hidung (-)Thorax: Simetris (+) Retraksi (-)
Cor: s1s2 normal regular (+), murmur (-)
Pulmo: Bves +/+ Rales -/- Wheezing -/-Abdomen: distensi (-) Bising usus (+) normalHepar: tidak terabaLien: tidak terabaEksremitas: akral
HIV Infection stadium IV IRIS + Pneumonia sangat berat (membaik) + cardiomypathi + Chronic lung disease + mild TR + gizi baik
Kebutuhan caitan 1050 ml/hari, mampu minum seluruhnya
INH profilaksis 130 mg @24 jam oral
Kebutuhan kalori 1260 kkal/hari, protein 14 gr/hari ~ nasi 3x1 porsi
Kotrimoksasol sirup cth 1 ½ ~ 5mg/kg/x @ 24 jam peroral
ARV :Duviral: Zidovudin 180mg/LPT/x ~ 2 x120mg peroralLamivudin ½ dosis zidovudin ~ 2 x 60mg peroral
Nevirapin 120mg @ 12 jam peroral
Plan of care: Pasien boleh pulang KIE, Problem lists:
Saturasi O2 bila tidak menggunakan O2: 86-88%
Saturasi O2 menggunakan O2 98-99%
47
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien merupakan anak perempuan berumur 5 tahun dengan riwayat tes antibodi
HIV reaktif sejak 17 Agustus 2013 dengan riwayat pengobatan dengan ARV. Pasien
pernah dirawat sebelumnya di rumah sakit sebanyak 3 kali dengan keluhan sesak dan
kelainan jantung. Pasien juga memiliki riwayat terinfeksi PCP dan gizi buruk. Pada
pasien ini didapatkan tanda-tanda klinis yang mengarahkan pada adanya infeksi
pneumonia, yaitu dari keluhan utama sesak nafas, batuk, dan demam yang disertai
takikardia, takipneu, rales,retraksi dada dan penurunan saturasi oksigen yang ditandai
dengan sianosis saat datang ke rumah sakit pada tanggal 16 April 2014. Batuk yang
keluhkan pasien adalah batuk berdahak yang mengindikasikan infeksi bakteri dapat
menjadi penyebab pneumonia. Pada foto thorax didapatkan infiltrat pada kedua lapang
paru dengan sinus pleura kanan dan kiri tumpul yang menunjukkan adanya efusi pleura.
Pasien didiagnosa mengalami kardiomyopati yang kemungkinan merupakan akibat
penggunaan obat ARV yaitu Zidovudin. Pada jantung di dapatkan kesan membesar
dengan pinggang jantung membesar dan apex grounded. Pada hasil echocardiografi
disebutkan fungsi ventrikel kiri normal dan terjadi regurgitasi trikuspid akibat adanya
peningkatan tekanan paru-paru. Pada pemeriksaan fisik hepar didapatkan hepar teraba
dan nyeri, serta adanya peningkjatan nilai SGOT dan SGPD.Status gizi pasien
menunjukkan adanya severe wasting dengan gagal tumbuh pada saat pertama kali
datang kerumah sakit tanggal 16 April 2014. Pada pemeriksaan darah lengkap
didapatkan adanya penurunan jumlah hitung leukosit pada pasien ini. tes imunologi
menunjukkan adanya penuruan angka CD4 menjadi 11,38% atau 319 cell/mm3.
Pada pasien ini terdapat tanda-tanda yang mengindikasikan adanya kemungkinan
infeksi HIV. Hal tersebut meliputi adanya oral thrush, infeksi berulang sebanyak 3 kali
atau lebihselama 12 bulan terakhir, termasuk infeksi pneumonia berat yang terjadi saat
ini, malnutrisi berat dan gagal tumbuh, serta adanya hepatomegali tanpa kausa yang
jelas. Penyakit yang dialami oleh pasien yang spesifik menunjukkan infeksi HIV adalah
adanya riwayat PCP pada pasien tersebut.
Menurut klasifikasi klinis pediatrik pada pasien dengan infeksi HIV berdasarkan
WHO, pasien ini dikategorikan sebagai infeksi HIV stadium 4. Hal ini di tunjukkan
49
dengan adanya beberapa manifestasi klinis yang tampak pada pasien yaitu adanya
wasting atau malnutrisi berat, adanya Pneumonia pneumocystis, dan adanya
kardiomyopati.
Penatalaksanaan pemberian ART pada pasien ini yang diberikan regimen lini
pertama obat ARV berdasarkan WHO adalah regimen lini pertama ARV anak-anak
dengan usia diatas 3 tahun dengan berat badan kurang dari 35 kg, regimen yang
diberikan adalah kombinasi Abacavir (ABC) + Lamifudine (3TC) + Efavirenz (EFV),
namun pada pasien ini diberikan alternatif regimen obat ARV yang sering digunakan
pada pasien di Indonesia yaitu, kombinasi daripada Zidovudine (AZT) + 3TC +
Nevirapine (NVP).(WHO) pada anak-anak umur 3 tahun ke atas yang memiliki berat
badan kurang dari 35kg dengan HIV, Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
(NRTI) backbone untuk regimen ARV seharusnya di pilih berdasarkan salah satu
dibawah ini yaitu antara kombinasi ABC + 3TC atau AZT atau Tenofovir Disoproxil
Fumarate (TDF) + 3TC (atau FTC). Pemberian ini diberikan karena obat regimen NRTI
lainnya seperti TDF tidak dianjurkan untuk anak-anak, hal ini dikarenakan regimen
TDF memiliki efek toxicity pada tulang. Pada Non-Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitors (NNRTI), EFV biasanya di pilih sebagai terapi lini pertama dan NVP
digunakan sebagai alternative choice. Namun pada pasien ini pemberian EFV di
gantikan dengan NVP karena melihat dari kombinasi obat yang digunakan pada NRTI.
NRTI yang di gunakan pada pasien ini adalah kombinasi dari AZT + 3TC yang cara
penggunaannya sama dengan NVP pada NNRTI sehingga lebih cocok untuk di
kombinasikan agar ketaatan minum obat pada pasien ini bisa di tingkatkan. Selain itu
pada beberapa studi mengatakan bahwa kombinasi AZT dan NVP memberikan hasil
yang lebih maksimal dalam terapi, karena kolaborasi antara AZT dan NVP sama-sama
menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA. Pemilihan AZT di sini juga melihat
dari berat badan pasien ini yang rendah yaitu 12,5kg untuk anak berumur 5 tahun, selain
itu pasien ini tidak memiliki gejala klinis anemia sehingga, AZT dapat digunakan.
Pneumonia berat yang terjadi pada pasien ini menyebabkan sesak, takikardia dan
takipneu, demam, serta retraksi dada dan nafas cuping hidung. penurunan saturasi
O2juga terjadi sehingga tampak manifestasi sianosis pada pasien ini. Pasien mengalami
batuk berdahak dengan onset akut yaitu < 1 minggu yang mengindikasikan penyebab
pneumonia pada pasien ini adalah bakteri. Hasil hitung CD4 sel yaitu menunjukkan
50
angka 319 sel/mm3 mendukung kemungkinan penyebab pneumonia adalah bakteri,
dimana PCP hanya dapat terjadi pada pasien dengan infeksi HIV dengan hasil hitung
CD4 dibawah 200 sel/mm3.
Penatalaksanaan pneumonia yang dilakukan pada pasien ini adalah dilakukan
pemberian oksigen 5 lpm pada awalnya lalu disesuaikan dengan gejala klinis dan hasil
analisa gas darah pada pasien ini. selanjutnya terpi farmakologis yang dilakukan untuk
eradikasi penyebab pneumonia adalah pemberian antibiotik spektrum luas dari golongan
betalactam yaitu ampicillin 200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis 550 mg setiap 6 jam
serta chlorampenicol 100mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis 300 mg setiap 6 jam. Untuk
profilaksis PCP juga diberikan antibiotik profilaksis yaitu kotrimoksasol sirup 1,5
sendok teh dengan dosis 5mg/kg/kali dan diberikan setiap 24 jam. Terapi suportif juga
diberikan untuk menanggulangi gejala seperti panas dan batuk dengan pemberian
paracetamol dan ambroxol.
Pada pasien ini diagnosis ARDS ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Dari hasil
anamnesis, diketahui pasien mengalami sesak napas sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit tanggal 16 April 2014. Adanya sesak napas ini membuktikan bahwa terjadi
ketidakmampuan dalam mempertahankan oksigenasi yang adekuat pada pasien. Hal ini
diperkuat dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 16 April 2014,
pasien juga mengalami takipnea dengan laju respirasi 48x/menit dan takikardia dengan
nadi 148x/menit. Pada pemeriksaan dengan oksimetri, didapatkan SpO2 sebesar 80. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium yakni analisis gas darah arterial diketahui bahwa pasien
mengalami alkalosis respiratorius dan pada foto thoraks polos didapatkan terdapat
infiltrate bilateral pada pulmonary pasien. Etiologi terjadinya ARDS pada pasien ini
diduga kuat sebagai akibat adanya infeksi pulmonary berupa pneumonia berat. Pada
pasien ini ditata laksana dengan penggunaan oxygen headbox untuk memperbaiki
oksigenasi pada pasien dengan pemberian oksigen 10 liter per minute.
Pada pasien juga didiagnosis Chronic Lung Disease (CLD) dimana kondisi ini
umum terjadi pada anak yang terinfeksi HIV, hal tersebut ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.Dimana
pada kasus pasien mengeluh batuk dan sesak nafas, presentasi dengan batuk kronis
adalah gejala umum yang sering terjadi.Spektrum CLD yang terkait denganHIV
51
termasuk pneumonia interstitial limfositik (LIP), infeksi kronis, immune reconstitution
inflammatory syndrome (IRIS), bronkiektasis, keganasan, dan pneumonitis
interstitial.Hal tersebut sesuai dengan kasus ini, dimana pasien juga didiagnosis IRIS
dan pneumonia berat.Adanya reaksi inflamasi pada pasien ini menunjukkan bahwa
sistem imun sudah mengalami peningkatan, jadi pasien memberikan respons baik
terhadap terapi antiretroviral (ART).
Pemberian obat Zidovudine (AZT) dicurigai menjadi penyebab terjadinya
kardiomiopati pada pasien ini. AZT bersifat haematological toxicity yang memberikan
efek klinis pada sistem kardiovaskularnya. AZT dapat dihubungkan dengan kerusakan
menyeluruh pada ultrastruktur mitokondria jantung dan menghambat replikasi dari
DNA pada mitokondria yang mungkin berkontribusi dengan hilangnya fungsi
myocardial sel pada jantung. Kardiomiopati terkait dengan HIV merupakan salah satu
komplikasi dari infeksi oportunistik yang dapat timbul pada sistem kardiovaskular yang
mungkin diakibatkan oleh penggunaan AZT tersebut pada pasien ini.
52
BAB V
KESIMPULAN
Penegakan diagnosis HIV dilakukan dengan melihat tanda-tanda klinis dan melakukan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini di dapatkan tanda-tanda klinis yang
mengindikasikan infeksi HIV seperti, riwayat infeksi berulang dan dirawat di rumah
sakit sebanyak 3 kali, adanya hepatomegali tanda causa yang jelas, malnutrisi berat
dengan gagal tumbuh dan oral thrush. Morbiditas spesifik untuk infeksi HIV pada
pasien ini adalah adanya riwayat infeksi PCP. Berdasarkan klasifikasi menurut WHO,
pasien ini terdiagnosis HIV stadium IV. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah transmisi infeksi HIV dari ibu ke anak adalah terapi ARV untuk ibu,
menganjurkan ibu untuk melakukan proses persalinan secara seksio caesaria, pemberian
profilaksis ARV untuk bayi selama 4 sampai 6 minggu, dan dilarang memberikan ASI
kepada bayi.
53