iii
MOTTO
Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja
keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri,
supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan
(Efesus 4:28)
Kesuksesan tanpa kerja keras adalah omong kosong belaka
(Penulis)
Saat anda percaya bahwa anda bisa, anda telah setengah jalan menuju
kesana
( Theodore Roosevelt)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Bunda Maria Tuhan Yesus
Kristus, yang telah memberikan, cinta, kasih dan kekuatan. Sehingga penyusunan
skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Adapun skripsi ini dipersembahkan kepada:
1. Kepada Bunda Maria yang telah memberikan cinta, kasih, pertolongan dan
kekuatan kepada para anak-anaknya;
2. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan cinta, kasih dan kekuatan
kepada makhluk-makhluk terkasihnya;
3. Terima kasih untuk Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh hull kudus,
atas penyertaannya dalam perjalanan hidupku. Sehingga akhirnya saya,
bisa menyelesaikan penyusunan skripsi tepat waktu;
4. Almamaterku, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat
Desa”APMD”Yogyakarta;
5. Bapak ku tersayang, Kornelis Liwop yang berada di distrik Kouh yang
selalu memberikan doa dan motivasi;
6. Mama ku tercinta, Walburga Ujat, yang selalu memberikan doa dan
motivasi untuk putra tercinta;
7. Ibu mertua tercinta Benedikta Tukorop dan ibu Maria Ndirik yang selalu
memberikan doa dan motivasi. Selama 4 tahun kuliah di Yogyakarta;
v
8. Istri ku tercinta, Yosefina Kekeyak selaku istri dan mama dari putra-puteri
ku tercinta, yang selalu memberikan doa, motivasi, dana dan inspirasi;
9. Putra-puteri ku yang ganteng dan cantik Maria Liwo, Anak Romulus
Banggion, Desi Wombangen, Musa Konojop, Nikodemus Liwop dan
Akhenes Liwop. Kalian semua adalah motivasi dan penyemangat dari
keluarga besar Liwop dan Kekeyak ;
10. Adik-adik ku di kampung Panggrasius Liwop, Paulus Ujat, Eginasius
Liwop, Magdalena Liwop, Lena Liwop, Yeremias Kekeyak, Thadius
Kekeyak, Martha Ollap, Yosefina Gewo, Agustina Ujat dan Edi Sawi
Terima kasih atas dukungannya. Selama empat tahun kuliah di
Yogyakarta. Semoga Bunda Maria dan Tuhan Yesus Kristus selalu
memberikan cinta, kasih dan kekuatan kepada kalian semua. Sehingga
cita-cita kalian dapat terwujud;
11. Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Bovendigoel, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis. Untuk melanjutkan pendidikan
di Yogyakarta;
12. Kawan-kawan terbaik ku yang selalu membantuku mulai dari proses
pendaftaran mahasiswa sampai dengan wisuda hari ini, yaitu: Arta
Mahendra, S.IP, Alex Waremba, S.IP, Marthen Luther Gewo, S.IP, Rahab
Harek Weremba, S.IP, Rudiyanto, Tugoro Glamop, M.Dev, Saferinus
Yaluwo, Daniel Mitop, S.Sos, Yehuda Glamop, Yanuaris Kekeyak, Maria
Ndirik dan Yeremias Ndirik Semoga Tuhan Yesus Kristus selalu
vi
memberikan cinta, kasih dan kekuatan kepada kalian semua. Sehingga
cita-cita kalian dapat terwujud.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji pada Bunda Maria dan Tuhan Yesus Kristus,
yang telah memberikan, cinta, kasih dan kekuatan. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi, dengan judul PENGELOLAAN LEMBAGA
KEMASYARAKATAN DI PEDUKUHAN NGEMPLAK DESA
PAGERHARJO KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULON
PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, dapat diselesaikan dengan
baik. Tugas akhir ini merupakan, salah satu syarat wajib yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa dan mahasiswi. Untuk memperoleh gelar sarjana srata 1 (S-1) dari
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa ”APMD” Yogyakarta.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki banyak kekurangan dan
keterbatasan. Sehingga bantuan dan dukungan moril maupun materil dari semua
pihak sangat membantu penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu,pada kesempatan
ini penyusun akan menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak HABIB MUHSIN, S.Sos, M.Si selaku ketua Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa”APMD” Yogyakarta;
2. Bapak GREGORIUS SAHDAN, S.IP, M.A. selaku ketua program studi
ilmu pemerintahan yang telah memberikan banyak ide, gagasan dan
motivasi;
3. Bapak Drs SUMARJONO, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu memberikan motivasi, petunjuk, bimbingan dan arahan selama
penulis kuliah di STPMD”APMD” Yogyakarta;
viii
4. Bapak Drs.YB.WIDYOHARI MURDIANTO, M.Si, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak kritik dan saran, demi
kesempurnaan penyusunan skripsi ini;
5. Bapak Drs. JAKA TRIWIDARYANTA, M.Si, selaku dosen penguji
samping satu yang telah memberikan banyak kritik dan saran, demi
kesempurnaan penyusunan skripsi ini;
6. Bapak Drs. HASTOWIYONO, M.Si, selaku dosen penguji samping dua
yang telah memberikan banyak kritik dan saran, demi kesempurnaan
penyusunan skripsi ini;
7. Bapak dan ibu dosen pengajar di Program Studi Ilmu Pemerintahan
STPMD”APMD”Yogyakarta, yang telah mengajar, mendidik dan
membagikan ilmunya kepada penulis. Selama 4 tahun kuliah di
STPMD”APMD” Yogyakarta tercinta ini. Terima kasih atas semua ilmu
yang telah Bapak dan Ibu bagikan. Semoga penulis dapat mempergunakan
sebaik-baiknya ilmu itu. Untuk meraih jabatan yang lebih baik, dan tidak
lupa pula semoga cita-cita yang Bapak dan Ibu kehendaki segera tercapai;
8. Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Daerah Istimewa Yogyakarta yang
telah memberikan izin penelitian ke kabupaten Kulon Progo kepada
penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu;
9. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu kabupaten Kulon Progo
yang telah memberikan izin penelitian penulis ke desa Pagerharjo;
10. Pemerintah desa Pagerharjo yang telah memberikan izin penelitian di desa
Pagerharjo;
ix
11. Kawan-kawan seperjuangan dari Jurusan Ilmu pemerintahan STPMD
”APMD” Yogyakarta, khususnya angkatan 2014, yang selalu bersama-
sama saat suka maupun duka. Dimulai dari Sosialisasi Intern Kampus
(SIKAM) sampai dengan wisuda saat ini. Semoga cita-cita kalian semua
menjadi kenyataan. Semua cerita yang pernah kita buat dan kita lalui
bersama takkan pernah hilang ditelan waktu, hingga maut memisahkan
kita;
12. Semua pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung, dalam
penulisan skripsi ini yang penulis tidak bisa menyebutkan satu persatu.
Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik
dan saran sangat penulis butuhkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga apa
yang penulis paparkan, dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik
penulis, maupun para pembaca yang terkasih.
Yogyakarta, 27 Agustus 2018Penulis
Kondradus Liwop
x
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL………........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………............. ii
MOTTO……………………………………………………………………………........ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………………... iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………… xiv
INTISARI………………………………………………………………………………. xvi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………... 1
A.Latar Belakang…………………………………………………………………… 1
B.Rumusan Masalah………………………………………………………………... 6
C.Tujuan Penelitian…………………………………………………………………. 6
D.Manfaat Penelitian………………………………………………………………... 6
E.Kerangka Konseptual……………………………………………………………... 7
1.Sejarah lahirnya filosofi kepemimpinan………………………………………... 7
a.Filosofi kepemimpinan barat………………………………………………...... 7
b.Filosofi kepemimpinan nusantara…………………………………………… 9
2.Hakikat pemimpin dan kepemimpinan………………………………………… 14
3.Teori asal usul pemimpin……………………………………………………… 15
4.Gaya kepemimpinan…………………………………………………………… 22
5.Sifat kepemimpinan dalam kehidupan bermasyarakat………………………… 26
6.Kepemimpinan kepala desa……………………………………………………… 31
xi
7.Konsep kelembagaan……………………………………………………………….. 36
a.Pengertian kelembagaan……………………………………………………………. 36
b.Jenis-jenis lembaga………………………………………………………………… 37
8.Konsep institusi lokal……………………………………………………………….. 39
a.Pengertian institusi lokal…………………………………………………………… 39
b.Pengelolaan institusi lokal………………………………………………………….. 40
9.Lembaga kemasyarakatan desa……………………………………………………... 44
10.Hubungan kepemimpinan dan lembaga kemasyarakatan………………………….. 56
F.Ruang Lingkup……………………………………………………………………….. 57
G.Metode Penelitian……………………………………………………………………. 57
1.Jenis Penelitian…………………………………………………………………….. 57
2.Subyek Penelitian………………………………………………………………….. 58
3.Teknik pengumpulan data…………………………………………………………. 60
4.Teknik analisis data………………………………………………………………... 62
BAB II PROFIL DESA PAGERHARJO……………………………………………. 64
1.Pembagian wilayah desa…………………………………………………………… 64
a.Batas wilayah…………………………………………………………………….. 64
2.Kondisi geografis…………………………………………………………………... 65
3.Demografi………………………………………………………………………….. 65
a.Jumlah penduduk…………………………………………………………………. 65
b.Tingkat pendidikan……………………………………………………………...... 66
c.Mata pencaharian…………………………………………………………………. 66
d.Agama……………………………………………………………………………… 67
xii
4.Lembaga kemasyarakatan desa……………………………………………………… 67
5.Sarana dan prasarana desa……………………………………………………………. 68
a.Sarana dan prasarana air bersih…………………………………………………….. 68
b.Jumlah sarana sanitasi……………………………………………………………… 69
c.Sarana ibadah………………………………………………………………………. 69
d.Sarana olahraga…………………………………………………………………….. 70
e.Sarana kesehatan masyarakat………………………………………………………. 70
f.Prasarana kesehatan masyarakat……………………………………………………. 71
g.Prasarana pendidikan……………………………………………………………….. 71
h.Prasarana penerangan umum………………………………………………………... 72
i.Pariwisata lokal…………………………………………………………………….... 72
6.Struktur organisasi pemerintah desa Pagerharjo…………………………………….. 73
7. Profil dusun Ngemplak……………………………………………………………... 77
a. Sejarah dusun Ngemplak………………………………………………………….. 77
b.Geografis…………………………………………………………………………... 79
c.Demografis………………………………………………………………………….. 79
d.Sarana dan prasarana dusun Ngemplak………………………………………….... 82
e.Kelembagaan dusun Ngemplak……………………………………………………… 84
BAB III PENGELOLAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN…………………. 87
1.Latar belakang pembentukan lembaga kemasyarakatan…………………………….. 87
2.Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan……………………………………... 90
3.Proses pembekalan dan pembinaan………………………………………………….. 92
4.Program peningkatan kapasitas……………………………………………………… 94
xiii
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………… 98
1.Kesimpulan…………………………………………………………………………. 98
2.Saran………………………………………………………………………………… 99
Daftar pustaka
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Kondisi geografis………………………………………………………….. 65
Tabel 1I.2 Jumlah penduduk………………………………………………………….. 65
Tabel 1I.3 Tingkat pendidikan………………………………………………………... 66
Tabel 1I.4 Mata pencaharian………………………………………………………….. 66
Tabel 1I.5 Agama……………………………………………………………………... 67
Tabel 1I.6 Sarana dan prasarana air bersih…………………………………………… 68
Tabel 1I.7 Jumlah sarana sanitasi…………………………………………………….. 69
Tabel 1I.8 Jumlah sarana ibadah…………………………………………………….. 69
Tabel II.9 Sarana olahraga…………………………………………………………... 70
Tabel II.10 Sarana kesehatan masyarakat…………………………………………… 70
Tabel II.11 Prasarana kesehatan masyarakat…………………………………………. 71
Tabel II.12 Prasarana pendidikan……………………………………………………... 71
Tabel II.13 Prasarana penerangan umum……………………………………………... 72
Tabel II.14 Pariwisata lokal desa……………………………………………………... 72
Tabel II.15 Jumlah penduduk dusun Ngemplak…………………………………………. 79
Tabel II.16 Jumlah penduduk dusun Ngemplak menurut usia…………………………... 80
Tabel II.17 Agama yang dianut oleh warga dusun Ngemplak…………………………... 81
Tabel II.18 Mata pencaharian warga dusun Ngemplak………………………………….. 81
Tabel II.19 Tingkat pendidikan warga dusun Ngemplak………………………………... 82
Tabel II.20 Sarana keagamaan dusun Ngemplak………………………………………... 82
Tabel II.21 Sarana pendidikan di dusun Ngemplak……………………………………... 83
Tabel II.22 Sarana kesehatan di dusun Ngemplak………………………………………. 83
xv
Tabel II.23 Sarana keamanan di dusun Ngemplak……………………………………… 84
Tabel II.24 Nama lembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak……………………… 84
Tabel II.25 Kegiatan lembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak…………………… 85
xvi
INTISARI
Dusun Ngemplak, merupakan salah satu dusun yang terletak di desaPagerharjo, kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Permasalahanumum yang jamak terjadi di dusun Ngemplak adalah gagalnya institusi lokalRT dan RW dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikarenakan minimnyaperhatian yang diberikan pemerintah desa Pagerharjo kepada lembagakemasyarakatan yang telah ada di dusun Ngemplak. Berdasarkan uraian di atasmaka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam tentangpengelolaan lembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak.
Rumusan masalah yang diajukan adalah pertama, bagaimana pengelolaaninstitusi lokal RT dan RW di dusun Ngemplak. Kedua, hambatan dalam prosespengelolaan institusi lokal RT dan RW di dusun Ngemplak?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang pengelolaanlembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak. Manfaat penelitian ini adalahdiharapkan dapat menambah referensi khususnya dibidang pengelolaaninstitusi lokal ditingkat dusun dan dapat memberikan masukan kepadapemerintah desa Pagerharjo dalam proses pengelolaan institusi lokal didusunNgemplak. Ruang lingkup penelitian ini meliputi: latar belakang pembentukanlembaga kemasyarakatan di pedukuhan Ngemplak, proses pembentukanlembaga kemasyarakatan di pedukuhan Ngemplak, proses pembekalan danpembinaan lembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak dan programpeningkatan kapasitas lembaga kemasyarakatan di pedukuhan Ngemplak. Jenispenelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subyek penelitian iniadalah pemerintah desa Pagerharjo dan pengurus lembaga kemasyarakatan didusun Ngemplak. Teknik menentukan informan menggunakan teknikpurposive. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, interviewdan dokumentasi. Proses analisis data akan dilakukan dengan cara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka penulis dapatmengambil empat kesimpulan yaitu pertama, latar belakang pembentukanlembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak di dasari oleh adanya kebutuhanmasyarakat dan pemerintah akan sebuah lembaga yang dapat menampung danmenyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa Pagerharjo. Kedua,proses pembentukan lembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak melaluiproses musyawarah. Ketiga, proses pembekalan dan pembinaan lembagakemasyarakatan dilakukan dengan cara menghadirkan orang-orang yang telahberpengalaman untuk diajak bertukar pikiran dalam rangka untuk mencarisolusi terbaik atas persoalan yang sering dihadapi oleh warga masyarakatdusun Ngemplak. Keempat, proses peningkatan kapasitas kelembagaandiselenggarakan oleh pemerintah desa Pagerharjo bekerja sama denganpemerintah kabupaten Kulon Progo.Kata Kunci : Pengelolaan, Lembaga kemasyarakatan, Dusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa lalu ketika Negara kesatuan republik Indonesia belum
berdiri dan bangsa asing seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan
Jepang datang ke nusantara. Untuk mengambil seluruh sumber daya alam
yang ada di nusantara. Desa merupakan kesatuan masyarakat adat yang
dikelola oleh kepala adat atau kepala suku, demi mencapai kesejahteraan
warganya. Secara etimologis atau asal usul kata istilah desa pada awalnya
berasal dari bahasa sansekerta dhesi/deca yang artinya tanah kelahiran/tanah
asal/tanah air. Di daerah lain istilah desa disebut dengan istilah gampong
Aceh, kampung Sunda, nagari Padang, wanus Sulawesi Utara dan huta Batak.
Tatakelola desa dari waktu ke waktu selalu berubah-ubah tergantung dari
kebijakan politik yang diambil oleh rezim yang sedang berkuasa. Pada masa
sebelum kedatangan bangsa asing ke nusantara, tata kelola desa yang kala itu
masih bernama desa adat. Menurut beberapa literatur yang ada sudah berjalan
sesuai dengan keinginan dan tradisi yang berkembang didalam masyarakat
adat saat itu. Saat bumi nusantara berada dibawah kekuasaan bangsa asing,
desa menjadi obyek pembangunan penjajah, melalui tangan kanan mereka
yang bernama kepala desa. Pada saat itu kepala desa berwenang untuk
menentukan tanah yang akan ditanami tebu, cengkeh, kopi, sawit ataupun
tanaman yang lain sesuai dengan permintaan dan perintah langsung dari
pemerintah kolonial yang berkuasa saat itu. Sebagai timbal baliknya
2
pemerintah kolonial memberikan upah setiap bulan nya kepada para kepala
desa. Pada masa itu posisi kepala desa lebih sebagai mandor perkebunan milik
pemerintah kolonial daripada, sebagai pemimpin yang selalu memperjuangkan
kesejahteraan dan melindungi rakyatnya dari penindasan yang dilakukan oleh
kaum penjajah.
Pada Saat Negara kesatuan republik Indonesia sudah terbentuk dan di
proklamasikan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Lahirlah UU No 22 tahun
1948 dan UU No 19 tahun 1965 yang mengatur tentang tatacara pembangunan
desa selaku daerah otonomi tingkat III. Tetapi karena situasi politik dan
keamanan pada saat itu tidak kondusif, dikarenakan banyaknya
pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah serta masih kuatnya keinginan
pemerintah Belanda untuk menguasai kembali Indonesia, maka pada saat itu
pembangunan desa pada awal kemerdekaan tidak berjalan sebagaimana
mestinya sampai dengan presiden Sukarno turun tahta. Setelah pemberontakan
G30S PKI meletus dan presiden Sukarno, dipaksa lengser dari jabatannya,
setelah pidato pertanggungjawabannya ditolak oleh MPRS, maka Soeharto lah
yang naik ke pucuk jabatan tertinggi di republik ini yaitu menjadi seorang
presiden. Era kepemimpinan Soeharto yang kala itu lebih dikenal dengan
nama orde baru, membuat beberapa terobosan baru dalam kebijakan yang
berkaitan dengan tata kelola desa. Demi memacu pertumbuhan ekonomi di
desa.
Pada saat pemerintah orde baru berkuasa selama kurang lebih 32
tahun. Desa dijadikan sebagai arena/obyek proyek pemerintah pusat. Semua
3
departemen yang dibentuk oleh pemerintahan orde baru saat itu pasti selalu
mempunyai proyek di desa setiap tahun nya, kecuali departemen luar negeri.
Proyek itu dikerjakan bersama dengan kepala desa yang memiliki wewenang
penuh untuk mengatur dan menentukan tanah atau wilayah yang akan
dijadikan proyek oleh pemerintah pusat, demi memacu pertumbuhan ekonomi
desa. Walaupun pada akhirnya kebijakan ini tidak begiu sukses. Hal ini
ditandai oleh, banyak kades bermasalah yang digulingkan oleh warganya
sendiri pada pertengahan tahun 1998, dikarenakan beberapa perbuatan
menyimpang, yang pernah dilakukan oleh kepala desa, selama dia berkuasa.
Setelah era orde baru tumbang oleh demonstrasi besar-besaran yang dilakukan
oleh mahasiswa dan ditandai dengan era keterbukaan atau yang lebih dikenal
dengan era reformasi. Kebijakan yang berkaitan dengan tata kelola desa selalu
berubah-ubah. Hal ini ditandai dengan dikeluarkan UU no 22 tahun 1999
tentang pemerintah daerah, yang salah satu isi nya membahas tentang
pembatasan masa jabatan kepala desa, pengurangan wewenang yang dimiliki
oleh kepala desa dan dibentuknya badan perwakilan desa yang menjadi cikal-
bakal pembentukan badan permusyawaratan desa sebagai lembaga yang
melakukan kontrol dan pengawasan terhadap kebijakan yang dibuat oleh
kepala desa. Setelah UU tersebut dianggap memberikan wewenang yang
terlalu berlebihan kepada BPD, maka direvisi lah UU tersebut dan kemudian,
lahirlah UU No 32 tahun 2004 yang isinya memgembalikan kekuasaan kepala
desa seperti pada masa orde baru . Tetapi kekuasaan tersebut tetap diawasi dan
di kontrol oleh BPD. Karena adanya berbagai macam pertimbangan dan
4
dinamika politik yang berkembang. Pada akhirnya pemerintah pusat
mengeluarkan PP no 72 tahun 2005, sebagai aturan turunan dari UU No 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang telah beberapa kali mengalami
revisi. PP ini ternyata belum mampu mengakomodasi nilai-nilai lokal yang
sudah ada dan berkembang di dalam masyarakat desa. Setelah melalui
perjuangan yang panjang dan melelahkan akhirnya Negara kesatuan republik
Indonesia untuk pertama kalinya dalam sejarah memiliki undang-undang
khusus yang mengatur tentang desa atau yang lebih dikenal dengan UU No 6
tahun 2014 tentang desa. Perbedaan yang paling mencolok antara UU No 6
tahun 2014 tentang desa dengan PP No 72 tahun 2005 adalah Negara
mengakui adanya desa adat. Masyarakat yang tinggal di desa yang masih
berbentuk desa adat, dapat membangun desa tersebut sesuai dengan
kebutuhan masyarakat setempat dan aturan adat istiadat yang berlaku.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang masih
memegang teguh adat-istiadat budaya jawa. Walaupun saat ini di Yogyakarta
sendiri sangat sulit ditemukan adanya desa adat, sebagaimana yang jamak
terjadi di provinsi Kalimantan Barat ataupun di provinsi Papua. Di Daerah
Istimewa Yogyakarta, warga masyarakat desa terbiasa menyampaikan
aspirasi melalui lembaga desa yang bernama RT atau RW. Tetapi sayangnya
RT dan RW yang seharusnya dijadikan lembaga yang menampung aspirasi
masyarakat desa dan menyalurkan aspirasi tersebut kepada pemerintah desa
melalui forum musyawarah rencana pembangunan desa, belum berjalan
sebagaimana mestinya dikarenakan belum maksimalnya dukungan pemerintah
5
desa dalam memberikan dukungan kepada para ketua dan pengurus RT dan
RW yang ada di desa, seperti kasus yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo
beberapa waktu lalu.
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu Kabupaten yang
terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki julukan jewel of Java
yang berarti mutiara dari Jawa. Hal ini dikarenakan Kulon Progo memiliki
berbagai macam sumber daya alam yang melimpah dan 2 tahun lagi Kulon
Progo akan menjadi pintu masuk/halaman depan dari Daerah Istimewa
Yogyakarta. Karena adanya pembangunan bandara New Yogyakarta
International Airport.
Pedukuhan Ngemplak merupakan sebuah dusun yang terletak di desa
Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Permasalahan
umum yang dihadapi oleh dusun Ngemplak adalah gagalnya institusi lokal
RT dan RW dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikarenakan minimnya
perhatian yang diberikan pemerintah desa Pagerharjo kepada lembaga
kemasyarakatan yang ada di pedukuhan Ngemplak.
Perhatian dalam bentuk peningkatan kapasitas dan pembinaan dilakukan
agar RT dan RW mampu bekerja membantu pemerintah Desa dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan. Saya meyakini bahwa tanpa
perhatian yang serius dan pembinaan yang berkelanjutan. lembaga
kemasyarakatan yang bernama RT dan RW tidak akan pernah bisa
berkembang, mengikuti perubahan zaman yang semakin cepat berubah.
6
Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengambil judul”pengelolaan lembaga kemasyarakatan
di pedukuhan Ngemplak desa Pagerharjo kecamatan Samigaluh
kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan institusi lokal RT dan RW di pedukuhan Ngemplak?
2. Apa hambatan dalam proses pengelolaan institusi lokal RT dan RW di
pedukuhan Ngemplak?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mendeskripsikan tentang pengelolaan lembaga kemasyarakatan di
pedukuhan Ngemplak
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi khususnya
dibidang pengelolaan institusi lokal ditingkat pedukuhan;
2. Pemerintah Desa Pagerharjo
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pemerintah desa Pagerharjo dalam proses pengelolaan institusi lokal di
pedukuhan Ngemplak, khususnya institusi lokal RT dan RW.
7
E. Kerangka Teori
1. Sejarah Lahirnya Filosofi Kepemimpinan
a. Filosofi Kepemimpinan Barat
Menurut Ahmad Suhelmi (2001), landasan awal lahirnya filosofi
kepemimpinan barat, di pengarui oleh pemikiran dari para ilmuwan
yang berasal dari Yunani kuno dan Romawi kuno. Para ilmuwan
Yunani kuno, mengajarkan kepada dunia barat tentang bentuk-bentuk
negara, hakikat pemerintahan, hukum yang harus mengontrol Negara,
revolusi sosial dan yang terakhir adalah seorang pemimpin harus
memiliki sifat adil,bijaksana, cerdik dan berani.
Para ilmuwan Romawi kuno mengajarkan kepada dunia barat,
bahwa kedaulatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh para penguasa
merupakan kedaulatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh rakyat, yang
kemudian didelegasikan kepada penguasa melalui sebuah mekanisme
yang saat ini dikenal dengan nama pemilu. Penguasa bertanggung
jawab penuh kepada rakyat. Apabila kekuasaan yang diberikan disalah
gunakan oleh penguasa, maka penguasa tersebut akan kehilangan
legitimasi dari rakyatnya. Karena rakyat memiliki hak politik yang
sama atau yang dikenal dengan istilah equal rights.
Menurut Hamdan Dimyati (2014), sejak era millennium filosofi
kepemimpinan barat banyak dipengarui oleh hasil pemikiran dari John
Maxwell. Beliau membagi kepemimpinan kedalam lima tingkatan yaitu
8
tingkat pertama bernama posisi: seseorang mengikuti pemimpin, karena
posisi pemimpin tersebut yang lebih tinggi di dalam sebuah stuktur
organisasi. Tingkat kedua yaitu hubungan: seseorang anak
buah/bawahan mengikuti seorang pemimpin. Karena dia merasa senang
dan nyaman dengan kebijakan yang dibuat oleh sang pemimpin.
Tingkat ketiga bernama hasil: Seorang bawahan/anak buah mengikuti
seorang pemimpin, dikarenakan sang pemimpin telah terbukti sukses
dalam memimpin sebuah organisasi. Tingkat keempat disebut dengan
reproduksi: Seorang bawahan/anak buah mengikuti seorang pemimpin,
dikarenakan sang pemimpin telah membuat beberapa kebijakan yang
telah terbukti berhasil mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki
oleh para bawahannya. Tingkat kelima yaitu respek: seorang
bawahan/anak buah mengikuti seorang pemimpin, dikarenakan sang
pemimpin telah memberikan contoh yang baik selama memimpin
organisasi. Segala kebijakan yang dulu pernah dibuat menjadi inspirasi
bagi para bawahannya untuk melanjutkannya dan menambahkan
beberapa hal yang dirasa masih kurang.
Di dunia barat teori ini sangat cepat menyebar. Tetapi sangat lama
untuk berkembang dikarenakan sangat tergantung dengan kebijakan
penguasa setempat. Inggris yang merupakan salah satu Negara Eropa
barat, yang sedikit demi sedikit mulai menerapkan pemikiran para
tokoh zaman romawi kuno. Hal ini ditandai dengan lahirnya Magna
Charta atau yang lebih dikenal dengan istilah piagam agung pada
9
tanggal 15 Juni 1215. Isi dari Magna Charta pada intinya adalah
pembatasan kekuasaan raja yang pada saat itu sangat mutlak atau
absolut. Sehingga rakyat banyak dirugikan karena sifat sewenang-
wenang raja kepada rakyat.
Sebelum pemikiran John Maxwell masuk ke Indonesia. Pemikiran
ini telah berkembang pesat di Inggris pada awal 1990an sampai dengan
lahirnya sebuah karya monumental dari David Osbourne dkk yang
berjudul memangkas birokrasi dan mewirausahakan birokrasi. Kedua
tokoh diatas ingin merubah kepemimpinan organisasi milik pemerintah
yang selama ini sangat kaku dengan berbagai peraturan yang
membelenggung. Berubah menjadi organisasi yang fleksibel, yang
dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan
pelanggan/masyarakat yang semakin hari semakin komplek. Tanpa
perlu menabrak peraturan yang berlaku di dalam suatu Negara/daerah.
b. Filosofi Kepemimpinan Nusantara
Menurut Hamdan Dimyati (2014), jauh sebelum Negara kesatuan
republik Indonesia berdiri dan Negara barat datang ke kepulauan yang
ada di nusantara untuk berdagang. Indonesia yang saat itu masih
bernama nusantara telah memiliki landasan filosofi tersendiri tentang
kepemimpinan, sesuai dengan karakteristik budaya dan masyarakat
yang berkembang pada saat itu. Landasan itu berpijak pada ajaran yang
dibawa oleh Prabu Arjuna Sasrabahu. Seorang tokoh mitologi yang
berasal dari cerita pewayangan Jawa kuno. Tokoh ini digambarkan
10
sebagai seorang raja yang sakti mandraguna dan memimpin sebuah
Negara yang bernama Maespati. Selama dia menjadi pemimpin di
Maespati, Prabu Arjuna Sasrabahu selalu mencintai perdamaian dan
mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan masalah. Perang
merupakan jalan terakhir yang ditempuh, apabila jalan musyawarah
sudah tertutup. Kisah perjalanan hidup Prabu Arjuna Sasrabahu ditulis
kembali oleh seorang pujangga yang hidup pada masa kerajaan
Majapahit, yaitu Mpu Tantular didalam Kakawin Arjuna Wijaya.
Kakawin inilah yang kemudian menjadi pedoman dan pegangan utama
bagi Mahapatih Gadjah Mada dalam menjalankan roda pemerintahan
kerajaan Majapahit bersama dengan sang raja Hayam Wuruk. Pedoman
itu terkenal dengan istilah Panca Titi Darmaning Prabu atau lima
kewajiban seorang pemimpin, yaitu
1) Handayani Hanyakra Purana: Seorang pemimpin harus selalu
senantiasa memberikan dorongan, motivasi dan kesempatan
yang sama bagi generasi mudanya yang menjadi anggota dalam
sebuah organisasi. Untuk maju berkembang dan melangkah ke
depan. Hal ini dilakukan agar proses regenerasi kepemimpinan
berjalan dengan baik dan menghindari ketergantungan yang
sangat besar pada seorang pemimpin.
2) Nadya Hanyakrabawa: Seorang pemimpin di dalam mengambil
sebuah keputusan harus mengutamakan musyawarah untuk
mufakat. Keputusan yang diambil harus mengutamakan
11
kebutuhan masyarakat. Selain itu seorang pemimpin dituntut
harus mampu membimbing masyarakatnya, sesuai dengan
perkembangan zaman.
3) Ngarsa Hanyakrabawa: Seorang pemimpin harus mampu
memberikan contoh yang baik, bagi bawahan dan masyarakat
sekitarnya.
4) Nir Bala Wikara: Seorang pemimpin harus selalu
mengutamakan jalur lobi politik dan diplomasi dalam
menyelesaikan setiap masalah yang timbul dengan para lawan
politiknya. Kekuatan dan kekuasaan digunakan sebagai jalan
terakhir untuk mengalahkan para lawan politiknya.
5) Ngarsa Dana Upaya: Seorang pemimpin harus memberikan
seluruh pikiran, jiwa, raga, tenaga, waktu dan materi, untuk
kepentingan masyarakat, atau dikenal dengan istilah
kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi.
Di dalam kancah perpolitikan nasional Indonesia filosofi Panca Titi
Darmaning Prabu, secara perlahan-lahan mulai diterapkan oleh
Presiden RI Ir Joko Widodo, dalam menyelesaikan beberapa isu yang
sempat menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah warga
masyarakat. Salah satu contoh adalah Presiden Joko Widodo
mengundang sejumlah tokoh nasional, untuk makan siang bersama di
Istana Negara. Jokowi panggilan akrab dari Presiden Joko Widodo,
mengundang sejumlah tokoh yang selama ini dianggap oleh sebagian
12
masyarakat sebagai tokoh yang selalu berseberangan pemikiran dan
kebijakan dengan pemerintah pusat. Tokoh yang diundang adalah
Presiden Ke 6 RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak
Prabowo Subianto. Acara makan siang bersama di Istana Negara
Jakarta, juga membicarakan sejumlah isu yang sedang berkembang
dimasyarakat, seperti pembahasan RUU Ormas dan RUU Pemilu yang
sedang dibahas di DPR. Acara ini sekaligus sebagai ajang untuk
melakukan klarifikasi langsung kepada yang bersangkutan, tentang
beberapa berita yang selama ini berkembang di masyarakat, diantaranya
adalah Presiden Ke 6 RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono merasa
dipersulit untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan yang kedua
adalah Bapak Prabowo Subianto, dianggap melakukan kegiatan yang
dapat menganggu stabilitas politik nasional sebagai akibat dari
kekalahan tipis yang dialami oleh Bapak Prabowo Subianto saat
mengikuti pemilihan Presiden tahun 2014.
Pada masa-masa awal pergerakan nasional Indonesia, muncullah
seorang tokoh yang nantinya akan menjadi tokoh penting didalam dunia
Pendidikan Indonesia yaitu Bapak Suryadi Suryaningrat atau akrab di
panggil dengan nama Ki Hajar Dewantara. Beliau mengajarkan tiga hal
Kepada para calon pemimpin dan para pemimpin yang sedang berkuasa.
Ajaran yang pertama adalah Ing Ngarso Sung Tuladha yang artinya
setiap pemimpin harus mampu memberikan contoh yang baik kepada
para anggotanya. Ajaran yang kedua adalah Ing Madya Mangun Karsa
13
yang artinya setiap pemimpin harus mau hadir ditengah-tengah
anggotanya untuk memberikan semangat kepada para anggotanya.
Sehingga mereka mampu mengembangkan potensi dan bakat yang
dimiliki. Ajaran yang ketiga adalah Tut Wuri Handayani yang artinya
setiap pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan motivasi dari
belakang, kepada para anggotanya. Hal ini dilakukan, agar mereka
memiliki kematangan dalam berpikir, berbicara dan bertindak.
Buah pikiran kedua tokoh tersebut menjadikan landasan utama
kepemimpinan nasional yang dipergunakan saat ini. Ada tiga hal pokok
yang disampaikan oleh Mahapatih Gadjah Mada dan Ki Hajar
Dewantara yaitu seorang pemimpin harus memiliki idealisme. Idealisme
ibarat kompas yang akan menunjukkan tujuan akhir dari sebuah
perjalanan panjang. Tanpa idealisme sebuah Negara tidak akan
mengalami kemajuan. Di Indonesia idealisme ini tertuang didalam
pancasila. Seluruh peraturan hukum dan Visi Misi Presiden, sampai
dengan kepala desa harus sesuai dengan pancasila. Kedua, seorang
pemimpin harus memiliki sisi realisme, yang berarti seorang pemimpin
harus memahami kondisi dan situasi sesungguhnya yang sedang terjadi
di negara/daerah yang sedang dia pimpin. Hal ini dilakukan agar
kebijakan yang dibuat nantinya berdasarkan kebutuhan warga
masyarakat, bukan kebutuhan segelintir elit politik saja. Ketiga, seorang
pemimpin harus memiliki rasa optimisme, yang berarti tujuan atau cita-
cita yang kita miliki saat ini suatu saat akan tercapai dengan diiringi doa
14
dan kerja keras seluruh warga masyarakat dan pejabat yang berwenang.
Rasa optimisme ini perlu dibangun, dirawat dan dijaga, agar tujuan
akhir sebuah organisasi/Negara bisa tercapai. Sebagus apapun visi, misi
dan program kerja seorang pemimpin. Jika tidak diiringi dengan
keyakinan, maka visi, misi dan program kerja yang dibuat hanya
merupakan sebuah pekerjaan yang sia-sia belaka.
2. Hakikat Pemimpin dan Kepemimpinan
Menurut Hamdan Dimyati (2014), istilah pemimpin dan
kepemimpinan pada awalnya berasal dari kata dasar” pimpin. Akan
tetapi kata tersebut digunakan dalam konteks yang berbeda-beda.
Pemimpin atau di dalam bahasa Inggris sering dikenal dengan
istilah leader merupakan orang yang memiliki kelebihan dan kecakapan
pada satu bidang. Sehingga dengan kelebihan yang dia miliki dia
mampu mempengarui orang lain untuk bersama-sama melakukan
kegiatan tertentu, demi mencapai tujuan yang diinginkan. Di dalam
konteks tata kelola desa, kelebihan individu yang dimiliki oleh calon
kepala desa akan sangat menentukan kemajuan desa. Salah satu contoh
adalah calon kepala desa yang memiliki latar belakang pendidikan
pertanian dan telah berpengalaman di bidang pertanian, diharapkan saat
menjadi kepala desa nanti bisa membuat kebijakan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan petani dan dapat meningkatkan pendapatan
asli desa melalui sektor pertanian.
15
Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan
dan pengaruh yang dimiliki oleh seseorang atau setiap orang. Oleh
karena itu, kepemimpinan dapat dimiliki oleh seorang pemimpin
maupun orang yang bukan”pemimpin”. Di dalam sebuah organisasi
pemerintah khususnya desa, keterampilan dan pengaruh seorang
sekretaris desa atau sering disebut dengan istilah ”carik” bisa saja jauh
lebih besar daripada kepala desa itu sendiri. Hal ini dikarenakan kinerja
sekretaris desa yang memang lebih baik dari kepala desa atau sekretaris
desa yang menjabat saat ini merupakan anak mantan kepala desa.
3. Teori Asal-Usul Kepemimpinan
Menurut Sondang P Siagian (2015), kepemimpinan merupakan
salah satu bagian yang sangat penting di dalam sebuah
organisasi/institusi apapun yang ada dan berkembang ditengah-tengah
masyarakat. Sampai saat ini masih terjadi perdebatan sengit diantara
para ilmuwan, praktisi, dosen dan para pakar yang telah lama
melakukan penelitian dan pengkajian tentang kepemimpinan. Ada dua
teori/pandangan tentang asal-usul munculnya karakter/jiwa
kepemimpinan. Kedua teori tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pemimpin itu dilahirkan ( Leaders are born)
Para ahli yang mendukung teori ini berpandangan bahwa
seseorang akan menjadi pimpinan/pemimpin. Karena dia
dilahirkan dengan bibit dan bakat kepemimpinan. Pandangan
ini sangat mempercayai adanya takdir. Seseorang bisa menjadi
16
pemimpin atau pimpinan, dikarenakan memang sudah”
ditakdirkan” oleh Tuhan yang maha esa melalui wahyu dalam
keyakinan umat Islam, atau wangsit didalam budaya kejawen
jawa dan Roh kudus dalam keyakinan orang Katholik dan
Kristen.
Teori kepemimpinan ini, biasanya berkembang pesat di
dunia timur, salah satunya adalah Indonesia. Indonesia
merupakan Negara yang sangat kaya dengan sumber daya
alamnya, budaya, bahasa, destinasi wisata dan kekayaan
kulinernya. Tetapi dibalik anugerah yang begitu melimpah
ruah yang ada di bumi pertiwi, sebagian besar warga
masyarakatnya masih sulit untuk berpikir secara rasional
terutama dalam hal memilih pimpinan dan memahami
bagaimana proses dan perjalanan hidup seseorang sehingga dia
bisa sukses menjadi seorang pimpinan. Mereka hanya berhenti
pada pemahaman” dia memang sudah ditakdirkan untuk
menjadi seorang pemimpin”. Salah satu contoh yang bisa
diambil, untuk memperjelas teori diatas adalah sebagai berikut
Kabupaten Bovendigoel merupakan salah satu Kabupaten
baru, hasil dari pemekaran Kabupaten Merauke, disana
tinggallah sebuah suku yang bernama Wambon atau orang
barat lebih mengenalnya dengan nama suku Mandobo yang
artinya pemimpin wilayah. Kepala suku Mandobo bertugas
17
mengatur kehidupan sehari-hari warga Mandobo yang terdiri
dari 12 etnis atau yang lebih dikenal dengan istilah anak suku
yang terdiri dari suku Mandobo selaku suku induk, Kombay,
Koroway, Talemonari, Lumjajanea, Kotagut, Saukambon,
Wambonsalb, Ombay, Kwa Kambon, Wanggom dan Molap
Kambon. Aturan yang dibuat meliputi aturan tentang tata cara
bercocok tanam, berburu, berperang, menikah, merawat hewan
ternak, berobat dan menjaga tanah adat. Aturan tersebut dibuat
berdasarkan musyawarah adat dan petunjuk yang diberikan
oleh leluhur melalui perantara kepala suku, begitu pentingnya
peran kepala suku sehingga tidak setiap orang yang berasal
dari suku Mandobo bisa menjadi kepala suku Mandobo.
Mekanisme penentuan kepala suku, biasanya dilakukan
melalui upacara pemanggilan roh leluhur atau kepala suku
yang saat ini menjabat bersemedi di gua atau gunung keramat
untuk meminta petunjuk dari leluhur, mengenai siapa kepala
suku yang akan memimpin Mandobo pada periode berikutnya.
Leluhur akan memberi jawaban melalui mimpi mengenai siapa
yang”ditakdirkan” menjadi kepala suku selanjutnya.
Keputusan yang telah dibuat oleh leluhur tidak boleh
dipertanyakan. Karena apabila dipertanyakan, suku Mandobo
beserta keturunan nya akan mendapatkan hukuman dari para
leluhur dalam bentuk bencana yang akan datang secara terus
18
menerus. Orang yang terpilih akan, diangkat menjadi kepala
suku melalui serangkaian upacara adat dan akan memakai
kalung yang terbuat dari anyaman pohon melinjo yang
ditambah dengan hiasan yang dibuat dari gigi babi hutan.
Aturan adat suku Mandobo yang paling terkenal dan disegani
banyak orang adalah Apabila ada orang luar /orang asing
masuk ke Kabupaten Bovendigoel, lalu kemudian menabrak
hewan peliharaan milik warga setempat seperti anjing, babi,
ayam dan lain sebagainya, maka orang tersebut harus
membayar ganti rugi kepada pemiliknya, berupa uang atau
hewan peliharaan yang memiliki harga dan kualitas yang sama.
Jumlah ganti rugi ditentukan sendiri oleh pemilik hewan
tersebut. Setiap wisatawan lokal maupun wisatawan asing yang
ingin datang ke Bovendigoel, disarankan memiliki pemandu
wisata atau mengajak penduduk asli setempat yang sudah
memahami wilayah dan aturan adat yang berlaku di kabupaten
Bovendigoel.
b. Pemimpin itu dibentuk dan ditempa ( Leaders are made)
Para ahli yang mendukung teori ini berpandangan bahwa
jiwa/karakter kepemimpinan seseorang dapat dibentuk/ditempa
sejak dini, melalui pendidikan didalam keluarga atau yang
lebih dikenal dengan pendidikan informal, lalu dilanjutan
dengan pendidikan formal melalui lembaga pendidikan dari
19
mulai PAUD sampai dengan perguruan tinggi, ditambah
dengan mengikuti kegiatan pendidikan non
formal/ekstrakurikuler seperti pramuka, Palang merah remaja (
PMR), Karang Taruna dan organisasi-organisasi lain yang
berada di lingkungan sekitarnya.
Dari berbagai kegiatan yang diperoleh mulai dari
pendidikan informal, formal dan non formal, diharapkan seorang
individu dapat memperoleh ilmu dan juga pengalaman hidup
guna menemukan” jati dirinya”, serta secara perlahan-lahan
dapat membentuk gaya kepemimpinan yang dianggap cocok
dengan kepribadiannya dan keinginan masyarakat disekitarnya.
Teori kepemimpinan ini pada awalnya berkembang pesat di
dunia barat, terutama perusahaan- perusahaan swasta yang
menerapkan aturan reward and punishment yang artinya
pegawai yang berprestasi akan diberi penghargaan dan pegawai
yang malas dalam bekerja akan diberikan sanksi/hukuman dari
perusahaan. Salah satu kunci sukses agar karyawan terhindar
dari sanksi adalah bekerja sesuai dengan perintah dari
perusahaan. Bekerja pada era saat ini bukan hanya
membutuhkan otot semata. Tetapi juga otak yang cerdas melihat
peluang dan ancaman yang ada disekitar kita. Untuk
mendapatkan otak yang cerdas tentu membutuhkan pendidikan
yang terarah dan intensif ditambah dengan pengalaman kerja
20
yang mumpuni agar menghasilkan karyawan yang mampu dan
mau bekerja sesuai dengan target perusahaan. Untuk mensiasati
hal ini biasanya perusahaan memberikan tugas belajar kepada
karyawan ke universitas terdekat. Untuk menuntut ilmu sesuai
dengan kebutuhan perusahaan.
Di Indonesia teori ini mulai berkembang pada awal tahun
1960an di era presiden Sukarno, dengan dikeluarkan nya perpres
no 12 tahun 1961 yang berisi setiap pegawai negeri sipil yang
belum memenuhi persyaratan secara pendidikan untuk
menduduki sebuah jabatan struktural di instansinya wajib,
menempuh pendidikan di perguruan tinggi sesuai dengan
kebutuhan instansi yang bersangkutan. Cara yang ditempuh bisa
melalui pemberian tugas belajar atau pemberian izin belajar bagi
pegawai negeri sipil. Hal ini disempurnakan dengan lahirnya
surat edaran menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi nomor 04 tahun 2013 tentang pemberian
tugas belajar dan izin belajar. Kedua aturan hukum ini
sebenarnya ingin memberi pesan yang jelas dan tegas kepada
para pegawai negeri sipil, bahwa menjadi pimpinan yang duduk
dalam sebuah struktur organisasi yang tergabung didalam satuan
kerja perangkat daerah, tidak hanya cukup berbekal bakat
kepemimpinan yang sudah ada sejak lahir dan pengalaman kerja
yang mumpuni. Tetapi juga pendidikan yang memadai, sesuai
21
dengan tugas pokok dan fungsi jabatan yang nanti akan
ditempati setelah selesai menempuh pendidikan di perguruan
tinggi. Seorang pimpinan didalam sebuah struktur organisasi,
bukan hanya dituntut untuk mampu melaksanakan program
kerja yang telah dibuat bersama. Tetapi mampu merencanakan
dengan matang sebuah program kerja yang tepat sasaran dan
mudah diterapkan dilapangan. Hal ini tentu dibutuhan ilmu
pengetahuan yang mumpuni, yang akan dijadikan landasan
teoritik dalam proses perencanaan program kerja di dalam
satuan kerja perangkat daerah.
Pada era millennium ini pemberian tugas belajar atau izin
belajar, bukan hanya monopoli oleh para aparatur sipil Negara.
Tetapi juga diberikan kepada para pamong desa. Tetapi dikemas
dalam bentuk yang berbeda, walaupun tujuan nya tetap sama
yaitu memberikan ilmu pengetahuan bagi para pamong desa.
Salah satu contoh yang bisa diambil adalah Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa ”APMD” Yogyakarta, saat ini
membuka kelas khusus bagi para pamong desa. Hal ini
dilakukan, agar kemampuan pamong desa dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya berjalan sesuai dengan aturan
perundang-undangan yang berlaku. Bakat kepemimpinan yang
dibawa sejak lahir, kesempatan kerja yang terbuka dan
pengalaman kerja yang mumpuni belumlah cukup untuk
22
menjadi pamong desa handal, dibutuhkan ilmu pengetahuan
yang memadai tentang tata kelola desa. Hal ini agar para
pamong desa dapat memahami secara teoritik tentang tata cara
membuat perencanaan program yang akan dilaksanakan di desa
tersebut, agar nantinya program yang dibuat tepat sasaran dan
dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa kepala desa sangat partisipatif
dalam membuat kebijakan peningkatan kualitas sumber daya manusia para
pamong desa. Hal yang diharapkan dari kebijakan ini adalah pamong desa
mampu menguasai konsep dan aplikasi pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa.
4. Gaya Kepemimpinan
Menurut Prasetyo dalam Hamdan Dimyati (2014), gaya
kepemimpinan adalaha cara yang digunakan dalam proses kepemimpinan,
yang diimplementasikan dalam bentuk perilaku kepemimpinan seseorang,
untuk mempengarui orang lain. Agar orang lain mau melaksanakan
perintah yang dia berikan. Menurut University of Lowa Studies, yang
dikutip Robbins dan Coulter dalam Hamdan Dimyati (2014). Ada lima
gaya kepemimpinan dalam sebuah organisasi yaitu:
a. Gaya Kepemimpinan Diktator/Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya pemimpin yang
memusatkan seluruh keputusan dan kebijakan pada diri seorang
pemimpin secara mutlak. Disini pemimpin mengendalikan
23
seluruh aspek kegiatan organisasi, mulai dari perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan tahap
evaluasi program kerja. Gaya kepemimpinan ini cocok
diterapkan pada organisasi militer dan organisasi yang memiliki
anggota/bawahan dengan tingkat kompetensi/pendidikan rendah,
tetapi memiliki semangat kerja yang tinggi. Tipe gaya
kepemimpinan ini sangat tidak cocok diterapkan pada organisasi
yang sudah memiliki sumber daya manusia yang mumpuni, baik
dari segi karakater bawahan, pendidikan dan pengalaman kerja.
b. Gaya Kepemimpinan Autokrasi
Gaya kepemimpinan autokrasi adalah gaya kepemimpinan
yang menggunakan pendekatan kekuasaan untuk
mengembangkan organisasi dan mencapai keputusan. Hal ini
dapat dilihat pada keseharian pemimpinnya yaitu membagi tugas
setiap anggotanya sesuai dengan, keinginannya sendiri,
membuat aturan yang berisi tentang cara menyelesaikan tugas
yang diberikan, membuat keputusan secara sepihak, Partisipasi
karyawan dikontrol dan dibatasi. Gaya kepemimpinan ini cocok
diterapkan di negara yang masih menganut sistem pemerintahan
monarki konstitusional dan monarki parlementer. Seperti di
Inggris, Thailand, Denmark dan lain sebagainya.
c. Gaya Kepemimpinan Paternalistik
24
Tipe kepemimpinan paternalistik tumbuh subur di
lingkungan masyarakat yang masih tradisional, dengan
pekerjaan utama sehari-hari dibidang agraris seperti menjadi
petani, peternakan dan perikanan. Ada beberapa faktor yang
mendorong faham paternalistik ini berkembang pesat di
sebagian besar wilayah benua Asia. Adapun faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
a.Kuatnya ikatan primordial
b. Kuatnya sistem kekeluargaan atau yang lebih dikenal
dengan istilah “ extended family system”
c. Kehidupan masyarakat yang masih sangat komunalistik
d. Peraturan adat masih dijadikan pedoman utama masyarakat
dalam kegiatan sehari-hari
e. Masih memberikan rasa hormat yang tinggi kepada orang
tua, atau orang yang dituakan. Hal ini sangat tampak
didalam budaya Jepang dan Korea Selatan, dimana
seseorang perdana menteri wajib membungkuk kan sedikit
badan nya apabila sedang bersalaman dengan Kaisar
f. Rasa gotong royong dan kebersamaan antar sesama anggota
warga masyarakat, masih sangat kuat.
d. Gaya Kepemimpinan Partisipatif/Demokratis
Model kepemimpinan ini lebih menekankan pada peran para
bawahan yang diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
25
mengungkapkan ide, gagasan dalam sebuah forum pemgambilan
keputusan. Pada awalnya gaya ini muncul dan berkembang pesat
di perusahaan-perusahaan swasta yang ada di Inggris, pada
pertengahan dekade 1980an sampai dengan awal 1990an.
Mereka berpandangan bahwa untuk meningkatkan daya saing
perusahaan, maka diperlukan keterlibatan secara langsung
maupun tak langsung dari seluruh elemen yang ada
diperusahaan dalam setiap rapat pengambilan keputusan. Hal ini
dilakukan agar nantinya keputusan yang diambil sesuai dengan
kebutuhan karyawan dan perusahaan.
e. Gaya Kepemimpinan Laisser Faire ( Bebas)
Model kepemimpinan ini lebih menekankan kepada
bawahannya artinya seorang pemimpin meletakkan tanggung
jawab pengambilan keputusan sepenuhnya kepada bawahan nya.
Seorang pemimpin hanya memberikan instruksi/perintah secara
umum dan sedikit sekali atau bahkan tidak pernah memberikan
pengarahan langsung kepada bawahannya. Pemimpin
menganggap bahwa bawahannya sudah memahami hak dan
kewajiban masing-masing. Sehingga bawahannya sudah tahu
apa yang harus dilakukan apabila ada tugas dari perusahaan atau
perusahaannya sedang mengalami masalah ( Isjoni, 2007: 58).
Gaya kepemimpinan ini biasanya diterapkan di perusahaan-
perusahaan swasta yang bergerak dibidang teknologi seperti
26
Microsoft dan apple yang sudah memiliki sumber daya manusia
dan sumber daya teknologi yang telah teruji pengalaman dan
kualitasnya.
Semua gaya kepemimpinan pasti memiliki nilai plus dan minusnya,
tergantung dari sudut mana kita memandang. Tugas seorang pemimpin
adalah bagimana dia memilih dan memilah gaya kepemimpinan yang
cocok diterapkan didalam organisasi yang dia pimpin. Beberapa
pertimbangan yang dapat mempengarui gaya kepemimpinan adalah
permasalahan yang sedang dihadapi oleh organisasi, hubungan dengan
mitra kerja, karakter bawahan dan kondisi lingkungan sekitar organisasi.
5. Sifat Kepemimpinan dalam Kehidupan Bermasyarakat
Menurut Hamdan Dimyati (2014), belajar dan memahami tentang
sebuah konsep kepemimpinan tidak bisa lepas begitu saja dari sifat-sifat
yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Mempelajari kepemimpinan sama
saja dengan mempelajari sifat-sifat kepemimpinan.
Winardi dalam Hamdan Dimyati (2014), membagi sifat
kepemimpinan ke dalam sepuluh sifat. Pembagian ini berdasarkan, pada
penelitian sejumlah orang yang dikenal menjadi pemimpin, dan kemudian
mempelajari sifat-sifat yang dimiliki oleh mereka. Kesepuluh sifat tersebut
adalah sebagai berikut. Seorang pemimpin harus memiliki:
a. Memiliki energi dan fisik yang kuat;
b. Mengenal tujuan dan arah;
c. Antusiasme;
27
d. Ramah dan Afeksi;
e. Memiliki integritas
f. Memiliki kemampuan teknis;
g. Dapat mengambil keputusan;
h. Inteligensi;
i. Mampu mengajarkan sesuatu;
j. Kepercayaan.
Kepercayaan ibarat bahan bakar minyak dalam sebuah kendaraan.
Tanpa bahan bakar minyak semewah apapun kendaraannya, tidak akan
dapat berjalan sebagaimana mestinya, begitu pula organisasi. Sebuah
organisasi akan dapat berjalan dengan baik, jika antara pemimpin dan para
anggotanya tumbuh rasa saling percaya antara satu sama lain. Jika
kepercayaan ini dapat dibangun , maka tujuan dan arah organisasi bisa kita
capai, melalui kerja sama antar anggota. Selain kepercayaan yang
memegang peranan penting didalam sebuah organisasi, maka ada beberapa
sifat lain yang akan menentukan kemajuan sebuah organisasi. Sifat-sifat
tersebut akan dijelaskan lebih detail oleh Imam Munawir berikut ini,
Imam Munawir dalam Hamdan Dimyati (2014), membagi sifat
kepemimpinan kedalam dua puluh satu sifat kepemimpinan. Kedua puluh
satu sifat tersebut adalah sebagai berikut. Seorang pemimpin harus
memiliki:
a. Kuat akidah, sederhana dan jujur;
b. Mampu secara jasmani dan rohani;
28
c. Berjiwa integrasi ( Pemersatu);
d. Tidak mementingkan diri sendiri;
e. Percaya kepada diri sendiri;
f. Cepat dan tepat dalam mengambil keputusan;
g. Ramah dan penuh pengertian;
h. Memiliki reputasi yang menyeluruh;
i. Cerdas dan memilikikecakapan teknis;
j. Memiliki semangat berjuang yang tinggi untuk mencapai tujuan;
k. Sabar dalam menghadapi masalah dan dapat bersikap adil dalam
segala hal;
l. Mampu merumuskan program secara jelas dan terperinci;
m. Rendah hati dan ikhlas;
n. Tegas, bijaksana dan bertanggung jawab;
o. Selalu waspada, siaga dan memiliki penglihatan sosial yang
tajam;
p. Penuh daya tarik dan fleksibel;
q. Memiliki inisiatif, kreatif dan disipin;
r. Mau dan mampu mendengarkan, menimbang dan menyeleksi;
s. Selalu obyektif dalam menganalisis sesuatu;
t. Memiliki rasa humor yang segar, mendidik dan cakap;
u. Mampu menanamkan rasa kebersamaan.
Selain kepercayaan factor lain yang akan menentukan maju-
mundurnya sebuah organisasi adalah memiliki pemimpin yang memiliki
29
sifat tidak mementingkan diri sendiri. Semua fasilitas, kewenangan,
kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki harus dipergunakan sebaik-baiknya
untuk kepentingan masyarakat. Ki Hajar Dewantara, salah satu tokoh
pemikir dari Indonesia juga, memiliki kriteria tersendiri tentang
bagaimana sifat dan karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin,
agar mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, sebagaimana
diuraikan dibawah ini.
Ki Hajar Dewantara yang memiliki nama kecil Soewardi
Soeryaningrat adalah tokoh pendiri perguruan Taman siswa dan bapak
pendidikan Nasional. Beliau mengutarakan ada tiga sifat yang harus
dimiliki seorang pemimpin yaitu:
a. Tetep, teteg, antep lan manteb
Tetep artinya mempunyai ketetapan pendapat dan pikir, kalau
sesuatu itu telah diyakininya. Tidak mudah termakan isu, tidak
mudah diombang-ambingkan. Sikap tegas, apa yang dikatakan yang
diyakini itu benar, tetap dilaksanakan. Pikiran yang telah diyakini
kebenarannya, itu harus dilaksanakan dalam satuan tugasnya, dengan
sikap cinta kasih penuh kelembutan dan pengertian. Masyarakat pasti
menurutinya dengan hati yag senang, malahan mereka tidak merasa
diperintah atau dipengaruhi, namun malahan membantu dalam
mendukung dengan setulus dan sepenuh hati. Teteg artinya tidak
tergoyahkan oleh godaan atau rayuan apapun. Godaan yang sering
menyebabkan kehancuran karir seseorang adalah harta, tahta dan
30
wanita. Ambisi yang sangat besar terhadap harta, dapat
menimbulkan berbagai tindakan negatif. Seperti melakukan korupsi,
penyalah gunaan anggaran. Ambisi yang terlalu besar pada suatu
jabatan/kedudukan tertentu, dapat menimbulkan persaingan yang
tidak sehat dan dapat mengakibatkan masak sebelum waktunya.
Ambisi terlalu besar pada wanita, dapat menimbulkan kerusakan
pada hati, pikiran, tindakan, keluarga dan karir seseorang. Antep
artinya, berisi, berilmu, berpengetahuan. Setiap kesempatan
pemimpin harus belajar apa saja, untuk bekal pergaulan dan
keberhasilan dalam memimpin. Beliau mengatakan, sebenarnya
orang yang bijak ialah orang yang banyak membaca. Karena
memang ilmu itu didapatkan dari buku-buku. Ilmu apa saja dibaca
kalau ingin pandai. Mantep, artinya yakni dengan seyakin-yakinnya
bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan baik. Dalam
penugasan dimanapun ditugaskan harus mantep, siap dan berangkat.
b. Ngandel, Kendel, Kandel dan Bandel
Ngandel, artinya percaya, iman dan takwa kepada Tuhan yang
maha esa. Kendel berarti berani mengambil keputusan dan yakin
dengan keputusan tersebut. Kandel, artinya penuh ilmunya, penuh
pengetahuannya, matang jiwanya. juga tabah hatinya hingga dapat
mengatasi segala persoalan. Bandel berarti berani karena benar dan
takut karena salah.
c. Ning, Neng, Nung lan Nang
31
Ning berarti suci, iklas dan segala tindakannya tanpa pamrih.
Neng berarti seorang pemimpin harus mampu menenangkan hati dan
pikirannya. Nung berarti sanggup melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya seberat apapun. Nang berarti seorng pemimpin memiliki
rasa optimistis, bahwa kerja keras dan perjuangan yang kita lakukan
saat ini suatu saat nanti akan membawa kemenangan/keberhasilan.
Landasan filosofi diatas harus senanstiasa diterapkan oleh para
pemimpin di Indonesia agar masyarakatnya sejahtera secara lahir dan
batin.
6. Kepemimpinan Kepala Desa
Istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan
keterampilan, kecakapan dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang.
Oleh karena itu, kepemimpinan dapat dimiliki oleh orang yang duduk
dalam sebuah organisasi atau institusi.
Menurut Seokarto (1983), kepemimpinan merupakan kemampuan
dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengarui,
mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, dan jika perlu memaksa
orang lain agar menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu
yang dapat membantu pencapaian tujuan tertentu.
Menurut Thoha (1983), kepemimpinan merupakan titik sentral dan
penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi.
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengarui perilaku orang lain
agar bersedia diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
32
Menurut Robbins (2002), kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengarui suatu kelompok untuk mencapai tujuan.
Dari beberapa pendapat para ahli/pakar diatas dapat kita ambil
kesimpulan bahwa esensi dari kepemimpinan adalah Kemampuan yang
dimiliki seorang individu untuk mempengarui orang lain, demi mencapai
tujuan tertentu.
Jika kita kaitkan dengan kepemimpinan lokal/daerah khususnya
desa, maka kepemimpinan seorang kepala desa sangat menentukan maju
mundur nya sebuah desa. Kepala desa adalah orang yang dituakan atau
orang yang dianggap punya kemampuan lebih dibandingkan orang lain
yang tinggal dilingkungan sekitar. Kepala desa diberi mandat oleh warga
desa melalui mekanisme pemilihan kepala desa yang telah diatur secara
lebih rinci di dalam Permendagri no 112 tahun 2014 tentang pemilihan
kepala desa. Untuk mencapai Visi dan Misi sebuah desa, maka kepala desa
harus mampu mempengarui, meyakinkan dan mendorong para warga yang
terdiri dari Warga desa, para ketua RT dan RW, Kepala Dusun, PKK,
Karang Taruna, Dasa Wisma, Ketua BPD beserta Jajaran nya, agar
program kerja yang dihasilkan melalui musyawarah rencana pembangunan
desa harus selaras dan relevan dengan visi dan misi desa. Musyawarah
rencana pembangunan desa harus dijadikan panglima tertinggi dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rencana pembangunan
jangka menengah desa dan rencana kerja pemerintah desa.
33
Gaya/Model Kepemimpinan yang bisa digunakan dan
dikembangkan oleh seorang kepala desa didalam forum musrenbagdes
adalah dua macam yaitu:
a.Partisipatif
Model kepemimpinan ini lebih menekankan pada peran
para bawahan yang diberikan kesempatan seluas-luasnya
untuk mengungkapkan ide, gagasan dalam sebuah forum
pemgambilan keputusan. Didalam kontek musyawarah
rencana pembangunan desa, model ini bisa diterapkan
dengan cara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada Perangkat desa, Warga desa, para ketua RT dan
RW, Kepala Dusun, PKK, Karang Taruna, Dasa Wisma,
dan Ketua BPD beserta Jajaran nya. Untuk menyampaikan
ide/gagasan yang berkaitan dengan program kerja apa saja
yang harus direncanakan dan dilakukan agar desa ini
semakin tambah maju.
b. Laisser Faire (bebas)
Model kepemimpinan ini lebih menekankan kepada
bawahannya artinya seorang pemimpin meletakkan
tanggung jawab pengambilan keputusan sepenuhnya kepada
bawahan nya. Ia hanya sedikit sekali atau bahkan tidak
pernah memberikan pengarahan kepada bawahannya.
Pemimpin menganggap bahwa bawahannya sudah
34
memahami hak dan kewajiban masing-masing. Sehingga
bawahannya sudah tahu apa yang harus dilakukan apabila
institusinya sedang mengalami masalah.
Didalam kontek musyawarah rencana pembangunan desa, model
ini bisa diterapkan dengan cara meletakkan tanggung jawab pengambilan
keputusan kepada Perangkat desa, Warga desa, para ketua RT dan RW,
Kepala Dusun, PKK, Karang Taruna, Dasa Wisma, dan Ketua BPD
beserta Jajaran nya. Tetapi perlu diingat bahwa wewenang/tanggung
jawab besar yang diberikan Bebas bukan berarti bebas tanpa batas. Tetapi
bebas yang bertanggung jawab, yang artinya segala keputusan yang
diambil didalam musyawarah rencana pembangunan desa harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.Paternalistik
Tipe kepemimpinan paternalistik tumbuh subur di
lingkungan masyarakat yang masih tradisional, dengan
pekerjaan utama sehari-hari dibidang agraris seperti
menjadi petani, peternakan dan perikanan. Ada beberapa
faktor yang mendorong faham paternalistik ini berkembang
pesat di sebagian besar desa-desa yang ada di Indonesia.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
d. Kuatnya ikatan primordial
e. Kuatnya sistem kekeluargaan atau yang lebih dikenal
dengan istilah “ extended family system”
35
f. Kehidupan masyarakat yang masih sangat komunalistik
g. Peraturan adat masih dijadikan pedoman utama
masyarakat dalam kegiatan sehari-hari
h. Masih memberikan rasa hormat yang tinggi kepada orang
tua atau orang yang dituakan. Hal ini sangat tampak
didalam budaya jawa, dimana seseorang harus
membungkuk kan sedikit badan nya apabila sedang
bersalaman dengan orang tua atau orang yang dituakan
i. Rasa gotong royong dan kebersamaan antar sesama
anggota warga masyarakat, masih sangat kuat. Hal ini
tampak pada nama panggilan kepada orang yang lebih tua
atau orang yang lebih dihormati pada budaya suku
Mandobo dengan panggilan Kakak. Nama panggilan ini
digunakan, agar sesama warga suku Mandobo saling
menjaga dan untuk meminimalisir terjadinya permusuhan
antar sesama warga yang mungkin bisa terjadi sewaktu-
waktu.
Kalau kita kaitkan dengan desa Pagerharjo, khususnya dusun
Ngemplak, tempat dimana kami melaksanakan seluruh program kuliah
kerja nyata selama 50 hari. Keadaan masyarakat dusun Ngemplak
berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan kami selama 50 hari
bahwa sebagian besar warga dusun Ngemplak, masih memegang teguh
adat istiadat jawa. Hal ini bisa dilihat saat beberapa warga membungkuk
36
sedikit badannya saat menyambut kedatangan kepala desa untuk
meninjau, sejauh mana pelaksanaan program kuliah kerja nyata di dusun
Ngemplak.
7. Konsep Kelembagaan
a. Pengertian kelembagaan
Menurut Koentjaraningrat dalam Wibowo (2011), kelembagaan
menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup
(constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu
pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang,
sehingga kelembagaan merupakan sesuatu yang stabil, mantab, dan
berpola, berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat;
ditentukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa
berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisiensikan
kehidupan sosial.
Menurut Hendropuspito dalam Wibowo (2011), merupakan suatu
bentuk organisasi yang secara tetap tersusun dari pola-pola kelakuan,
peran-peran dan relasi sebagai cara mengikat guna tercapainnya
kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Menurut Saharuddin dalam Wibowo (2011), mengatakan bahwa
kelembagaan merupakan seperangkat hubungan norma-norma,
keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang nyata, yang terpusat pada
kebutuhan-kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan yang penting dan
berulang.
37
Menurut Taneko dalam Wibowo (2011) mendefinisikan kelembagaan
sebagai adanya norma-norma dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
dalam situasi tersebut. Dengan demikian lahirnya kelembagaan di
masyarakat sebagai bentuk aturan (rule) yang ada dan mengikat guna
untuk memperoleh serta memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
kehidupan sosialnya.
Dari definisi diatas, dapat kita disimpulkan bahwa kelembagaan hadir
di masyarakat karena kondisi masyarakat dipenuhi oleh berbagai aturan
dan perilaku dengan melihat aturan-aturan tersebut. Untuk mengatur
perilaku manusia maka kelembagaan sebagai media atau wadah dalam
membentuk pola-pola yang telah mempunyai kekuatan yang tetap dan
aktivitas guna memenuhi kebutuhan harus dijalankan melalui pola yang
ada di kelembagaan.
b. Jenis-jenis lembaga yang berkembang di masyarakat
Wibowo (2011), menjelaskan bahwa ada lima jenis lembaga yang
biasanya ada di dalam kehidupan masyarakat yaitu:
1) Lembaga keluarga
Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak menerima
pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah
mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak
mulai dari “ruang hampa”. Sekolah menerima anak setelah melalui
berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh banyak pola tingkah
laku dan keterampilan yang diperolehnya dari lembaga keluarga.
38
2) Lembaga agama
Agama memiliki peran penting dalam kehidupan umat manusia. Ia
memberikan landasan normatif dan kerangka nilai bagi kelangsungan
hidup umatnya. Ia memberikan arah dan orientasi duniawi di samping
orientasi ukhrowi (eskatologis). Dalam konteks ini, secara sosiologis
agama merupakan sistem makna sekaligus sistem nilai bagi pemeluknya.
Tetapi di era modern ini peran agama tergeser oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3) Lembaga ekonomi
Lembaga ekonomi ialah lembaga yang mempunyai kegiatan bidang
ekonomi demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Fungsi lembaga
ekonomi adalah memberi pedoman untuk mendapatkan bahan pangan.
Kedua, memberi pedoman untuk barter dan jual beli barang. Ketiga,
memberi pedoman untuk menggunakan tenaga kerja dan cara
pengupahan. Keempat, memberi pedoman tentang cara pemutusan
hubungan kerja. Kelima, memberi identitas diri bagi masyarakat.
4) Lembaga politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara.
5) Lembaga pendidikan
39
Lembaga pendidikan adalah sebuah wahana untuk melakukan usaha
secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kelima lembaga diatas berperan penting dalam membentuk manusia
yang memiliki kecerdasan secara afektif, kognitif dan psikomotorik.
8.Konsep Institusi Lokal
a. Pengertian institusi lokal
Menurut Uphoff dalam Wibowo (2011), institusi lokal merupakan
asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses kegiatan
pembangunan setempat. Contoh kongkret yaitu, rukun tetangga, arisan,
kelompok pengajian, kelompok ronda dan sejenisnya. Institusi ini
memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat.
Menurut Purwo Santoso dalam Wibowo (2011), institusi lokal
adalah regulasi perilaku kolektif, di mana sandarannya adalah etika sosial.
Sehingga institusi lokal mampu menghasilkan kemampuan mengatur diri
sendiri dari kacamata normatif.
Pada masa kini peran institusi lokal sangat sentral dalam merawat
dan mengembangkan kearifan lokal dan nilai-nilai kehidupan sosial yang
telah ada ditengah-tengah masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu.
Tantangan institusi lokal adalah menangkal dampak negatif dari
40
globalisasi yang telah merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan warga
masyarakat. Hal ini untuk mencegah pudarnya tatanan sosial yang sudah
dibangun oleh masyarakat secara turun temurun.
b. Pengelolaan institusi lokal
Wibowo (2011), pengelolaan dan pengembangan kelembagaan lokal
adalah menciptakan atau menghidupkan suatu lembaga yang berfungsi
untuk mendorong dan memperlancar proses pelaksanaan inovasi. Hal ini
dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan di pedesaan,
khususnya menekankan pada perbaikan produktivitas dan kesejahteraan
masyarakat.
Esman dalam Wibowo (2011), mengatakan bahwa pengelolaan dan
pengembangan institusi atau kelembagaan lokal fokus pada perubahan
dan rekayasa organisasional melalui metode pendekatan proses belajar
atau learning process approach. Kedua, pendekatan peningkatan kinerja
atau performance improvement approach. Ketiga, pendekatan
peningkatan-kapasitas pembangunan pedesaan atau yang lebih dikenal
dengan istilah the rural development capacity-building approach.
Pendekatan proses belajar atau yang lebih dikenal dengan learning
process approach adalah sebuah pendekatan ini lebih menitik beratkan
pada peran serta masyarakat dalam proses pembangunan. Proyek-proyek
pembangunan yang selama ini dilakukan oleh lembaga donor lebih
mendikte masyarakat melalui pembuatan kerangka program atau
blueprint pada intervensi pembangunan tanpa melihat kebutuhan dan
41
pengetahuan dalam memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat,
sehingga program yang dilakukan tidak merangsang proses pembangunan
yang berkelanjutan. Melalui proses pendekatan belajar, masyarakat
diberikan wewenang oleh lembaga sehingga mereka mampu
mengendalikan kehidupannya sendiri melalui pengelolaan dan
pengembangan kelembagaan. Keefektifan dalam pengembangan
kelembagaan lokal menurut Korten (1980), dilakukan dengan
mengkombinasikan berbagai sumber dari luar/external resources dengan
pengetahuan kebutuhan lokal atau local needs and knowladge guna
memecahkan masalah pembangunan secara timbal balik. Sehingga
pemecahan masalah yang muncul diharapkan dapat sistematik dari suatu
proses bersama antara spesifikasi masalah, perumusan strategi, tindakan
analisis terhadap pengalaman dan umpan balik terhadap usaha-usaha
spesifik ulang.
Kedua, pendekatan peningkatan kinerja atau performance
improvement approach. Pengelolaan dan pengembangan
kelembagaan/institusi lokal dengan cara menegakkan perubahan dalam
pengembangan organisasi yang menghasilkan peningkatan kinerja
melalui pemenuhan fungsi-fungsi standar tertentu. Fungsi yang dimaksud
adalah manejemen umum yang mencakup tujuan yang jelas dan terarah,
kesepakatan mengenai strategi dan cara mencapai tujuan, persetujuan dan
penggambaran peran serta tanggung jawab, penerapan insentif dan sanksi
pada perilaku serta tindakan, mekanisme respon balik, pedoman dan
42
adaptasi. Kedua, menciptakan dukungan anggota dan menilai perubahan-
perubahan yang dibawa dengan tujuan agar organisasi mampu mengatur
dirinya sendiri untuk tampil lebih baik melalui pembangunan hubungan
dengan lingkungan yang akan mempertahakannya pada kinerja tinggi
sepanjang waktu. Ketiga, pemanfaatan model tim yang peka terhadap
struktur sosial organisasi melalui pelatihan anggota, dimana pembentukan
keterampilan staf disesuaikan dengan kebutuhan jangka pendek
organisasi dan prioritas untuk membantu organisasi memperkuat
kemampuan dalam rangka memenuhi fungsi-fungsi manejemen.
Ketiga, Pendekatan peningkatan-kapasitas pembangunan pedesaan
atau yang lebih dikenal dengan istilah the rural development capacity-
building approach. Pendekatan ini lebih menekankan pada perubahan
organisasional pada model peningkatan performa dan keyakinan pada
pendekatan proses pembelajaran yang berpusat pada rakyat. Tujuan dari
pendekatan ini lebih menyarankan pada pencapaian yang melampaui
batas sasaran organisasi untuk menciptakan hubungan vertikal dengan
aktor pembuat kebijakan bersama dengan peningkatan organisasi. Selain
itu, pendekatan ini juga menekankan perlunya memahami masyarakat
menjadi sasaran intervensi pengembangan masyarakat baik secara
peningkatan kemampuan masyarakat untuk menentukan dan mengatur
pembangunan maupun struktur sosio-kultural yang mempengaruhi
masyarakat dapatkan. Menurut Honandle (1981) terdapat dua faktor
43
dalam pembangunan-kapasitas dalam proses pengelolaan dan
pengembangan kelembagaan atau institusi lokal.
Adapun kedua faktor tersebut adalah faktor proses atau process factors
yang terdiri dari pembagian resiko antara klien dengan penyedia layanan,
pelibatan aktor dengan berbagai level, menunjukkan keberhasilan atau
manfaat teknologi baru atau perilaku pada pendahulunya,
menggabungkan gaya penerapan dan tindakan bersama dan menekankan
pada pembelajaran. Kedua, faktor struktur atau structural factor yang
terdiri dari insentif yang pantas dan menggunakan sumber daya yang ada.
Menurut Esman (1984) keuntungan pemerintah setempat jika
menggunakan institusi atau lembaga lokal sebagai mitra strategis dalam
menjalankan program kerja adalah lembaga lokal dapat meningkatkan
efisiensi pembangunan. Karena dapat membantu menyediakan informasi
yang akurat dan reperesentatif tentang kebutuhan, prioritas dan
kemampuan masyarakat serta umpan balik terhadap inisiatif dan
pelayanan pemerintah. Kedua, lembaga lokal dapat memfasilitasi
kemampuan adaptasi program-program pembangunan terhadap variasi
lingkungan fisik dan sosial yang beragam dan dengan demikian
membantu meningkatkan efesiensi program. Ketiga, lembaga lokal dapat
membantu meningkatkan efesiensi program melalui kemampuan
mengembangkan komunikasi kelompok. Keempat, lembaga lokal dapat
membantu meningkatkan efesiensi program melalui sumber daya
masyarakat melalui kegiatan gotong royong. Keempat, pengetahuan lokal
44
yang didapat dari pengalaman kolektif yang panjang dapat diolah dan
dimanfaatkan bagi efesiensi dan keberhasilan pembangunan. Kelima,
pemanfaatan dan pemeliharaan fasilitas dan layanan pada umumnya juga
dapat dilakukan dengan baik melalui keterlibatan lembaga lokal. Keenam,
lembaga lokal dapat dikembangkan partisipasi dan kerjasama masyarakat
dalam pelaksanaan program yang melibatkan perubahan-perubahan
sosial, ekonomi dan teknologi. Dengan demikian, keberadaan lembaga
lokal dapat membuat kegiatan komunikasi lebih efektif karena kekuatan-
kekuatan yang ada di masing-masing individu dihimpun untuk
menghadapi tekanan dan permasalahan dalam kehidupan. Pengalaman-
pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing anggota akan menjadi
sesuatu yang efektif untuk digunakan dalam penentuan sikap dan
pengambilan keputusan dalam penanganan masalah atau kegiatan
pembangunan.
9. Lembaga Kemasyarakatan Desa
a. Pengertian Lembaga Kemasyarakatan
1) Robert Mac lver dan Charles H. Page : Tata cara atau prosedur
yang dibuat untuk mengatur hubungan antar manusia dalam
kelompok kemasyarakatan yang dinamakan asosiasi.
2) Leopold Von Wiese dan Howard Becker: Proses hubungan antar
manusia dan antar kelompok, yang berfungsi untuk memelihara
hubungan tersebut serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan
manusia dan kelompok.
45
3) Summer: Perbuatan, cita-cita, sikap dan pelengkap kebudayaan
bersifat kekal dan serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat.
Menurut Gillin dan Gillin, dari pengertian lembaga masyarakat
diatas terdapat beberapa ciri umum sebuah lembaga kemasyarakatan
yaitu. Pertama, suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi
pola pemikiran dan pola perilaku yang terwujud dalam aktivitas
kemasyarakatan. Kedua, suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri
semua lembaga kemasyarakatan. Ketiga, lembaga kemasyarakatan
mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Keempat, lembaga
kemasyarakatan mempuyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk memcapai tujuan lembaga yang bersangkutan. Kelima, setiap
lembaga memiliki ciri khas masing-masing. Keenam, suatu lembaga
kemasyarakatan biasanya memiliki tradisi lisan dan tertulis.
Lembaga masyarakat pada awalnya dibentuk untuk mengatur
hubungan antar sesama manusia yang ada didalam sebuah kelompok. Hal
ini dilakukan agar tercipta suasana aman dan nyaman di dalam
masyarakat. Menurut Gilin and Gilin lembaga kemasyarakatan
dikelompokan kedalam beberapa bagian yaitu:
a) Crescive institutions adalah lembaga yang secara tak disengaja
tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contoh: hak tanah adat,
perkawinan dan agama;
46
b) Basic institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang
sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib
dalam masyarakat. Contoh: keluarga dan sekolah;
c) Sanctioned institution merupakan lembaga-lembaga yang diterima
oleh masyarakat. Seperti, sekolah, lembaga keagamaan dan
perusahaan dagang;
d) Unsanctioned institution, merupakan lembaga yang ditolak/dilarang
keberadaannya oleh masyarakat. Walaupun masyarakat kadang-
kadang sangat sulit memberantasnya. Contoh kelompok geng
motor, kartel narkoba, kelompok perjudian dan kelompok
perdagangan manusia.
Pengelompokkan lembaga kemasyarakatan ini berdasarkan kebutuhan yang
diinginkan oleh masyarakat. Lembaga yang dianggap dapat merusak tatanan
atau sendi-sendi kehidupan yang ada didalam masyarakat, pasti akan ditolak
keberadaan oleh masyarakat. Walaupun lembaga tersebut selalu berusaha
untuk memperlihatkan dan mempertahankan eksistensinya ditengah-tengah
masyarakat dengan beragam cara.
Kehadiran lembaga kemasyarakatan ditengah hiruk pikuk kehidupan
masyarakat diharapkan dapat menjaga keutuhan masyarakat. Kedua,
memberikan pedoman dalam bertingkah laku terutama menyangkut
penyelesaian persoalan hidup sehari-hari. Ketiga, lembaga kemasyarakatan
merupakan sistem pengendalian sosial dimasyarakat
b.Pengertian Lembaga Kemasyarakatan Desa
47
1) Menurut UU no 6 tahun 2014 tentang Desa, bab 12 pasal 94 ayat 1 dan 2.
Lembaga kemasyarakatan desa adalah sebuah wadah yang disediakan oleh
Negara kepada warga desa sebagai mitra kerja pemerintah desa. Untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintah desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
2) Permendagri nomor 5 tahun 2007: Lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam
memberdayakan masyarakat.
c.Tugas lembaga kemasyarakatan desa menurut PP no 43 tahun 2014
1) Melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa
2) Ikut serta dalam musyawarah rencana pembangunan desa, untuk
merencanakan berbagai macam program dari berbagai bidang, yang nantinya
akan dimasukkan kedalam RPJMDes dan RKPDes.
3) Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat desa
d.Fungsi lembaga kemasyarakatan desa menurut PP no 43 tahun 2014
1) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa;
2) Menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan, gotong royong
dan saling tolong menolong antar sesama warga desa;
3) Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan public dari
pemerintah desa kepada masyarakat desa;
48
4) Menyusun rencana, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan,
mengembangkan, mengevaluasi, menjaga dan melestarikan hasil
pembangunan desa secara partisipatif;
5) Menumbuhkan, mengembangkan, menggerakkan dan menjaga rasa gotong
royong dan partisipasi masyarakat;
6) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat desa;
7) Meningkatkan kesejahteraan keluarga.
e. Contoh Lembaga kemasyarakat yang ada di Desa
J.Sukardi dan Siti Waridah memberikan beberapa contoh lembaga
kemasyarakat yang pada umumnya tumbuh di desa-desa yang ada di
Indonesia yaitu:
1) Lembaga pemberdayaan masyarakat desa ( LPMD): lembaga atau
wadah yang dibentuk atas prakarsa dari masyarakat sebagai mitra
pemerintah desa dalam menampung dan mewujudkan aspirasi serta
kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan;
2) Lembaga adat: lembaga kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat
adat yang bertugas untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan
permasalahan kehidupan bermasyarakat berdasarkan adat istiadat dan
hukum adat yang berlaku;
3) Tim pengerak PKK desa: lembaga kemasyarakatan yang memiliki fungsi
fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak program PKK;
4) RT: Lembaga yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat
dalam rangka pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan;
49
5) RW: Lembaga yang dibentuk melalui musyawarah pengurus RT diwilayah
kerjanya;
6) Karang Taruna : Lembaga kemasyarakatan yang dibentuk sebagai wadah
pengembangan generasi muda, agar nantinya generasi muda memiliki
kesadaran dan tanggung jawab sosial yang tinggi kepada warga
masyarakat sekitar.
Lembaga kemasyarakat lahir dan berkembang ditengah-tengah
masyarakat desa, dikarenakan adanya kebutuhan masyarakat akan sebuah
organisasi yang mampu menampung, menyalurkan aspirasi dan memberikan
solusi tas permasalahan yang dihadapi oleh warga masyarakat yang tinggal di
desa.
e. Peran dan Fungsi Lembaga kemasyarakat yang ada di Desa
M.Sitorus menjelaskan secara lebih rinci tentang peran dan fungsi
masing-masing lembaga kemasyarakatan. Uraian selengkapnya adalah
sebagai berikut:
1) Peran LPMD
a) Menyusun rencana pembangunan secara partisipatif
b) Melaksanakan dan menyelenggarakan pembangunan
c) Menggerakkan swadaya dan gotong royong
2) Fungsi LPMD
a) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dibidang
pembangunan desa
50
b) Meningkatkan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah desa
kepada masyarakat desa
c) Menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan
masyarakat desa
d) Menyusun rencana pelaksanaan dan pengembangan hasil
pembangunan di desa
e) Menumbuhkan dan menggerakkan partisipasi, gotong royong dan
swadaya masyarakat desa
f) Mengali, memberdayakan dan mengembangkan sumber daya
alam sesuai prinsip lingkungan hidup
3) Peran lembaga adat
a) Membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di
bidang keagamaan, budaya dan kemasyarakatan adat
b) Melaksanakan hukum adat dan adat istiadat yang berlaku di desa
adat
c) Mengembangkan dan membina nilai-nilai adat
d) Mengali,memanfaatkan, memelihara dan menjaga kekayaan desa
adat
4) Fungsi lembaga adat
a) Mewakili masyarakat adat dalam forum musyawarah desa. Untuk
memeperjuangkan kepentingan masyarakat adat
b) Mengelola harta kekayaan masyarakat adat, demi
mensejahterakan warga masyarakat adat
51
c) Menyelesaikan setiap permasalahan/perselisihan yang timbul
ditengah-tengah kehidupan warga masyarakat adat, secara hukum
adat
d) Membantu menyelenggarakan upacara/ritual adat/keagaamaan
pada waktu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat adat.
5) Peran RT dan RW
a) Melancarkan pelayanan masyarakat, dalam hal ini meningkatkan
kinerja pemerintah tingkat desa atau kelurahan dalam menangani
warga
b) Mewujudkan kehidupan masyarakat yang berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945
c) Memaksimalkan peran serta masyarakat dengan gotong royong
maupun swadaya dan kegiatan-kegiatan lainnya
d) Mendorong stabilitas nasional dari susunan paling kecil di dalam
masyarakat dengan menjaga keamanan serta ketertiban wilayah
tersebut
e) Menjadi sarana penghubung yang paling dekat antara masyarakat
dan pemerintah dan secara langsung berhubungan dengan
masyarakat
f) Memberikan informasi dan penjelasan kepada masyarakat atas
program pemerintah
g) Mendukung pelaksanaan program pemerintah dengan mendorong
masyarakat untuk ikut serta melakukan dukungan dan partisipasi
52
h) Membina warga untuk meningkatkan kualitas hidup dalam
wilayah tersebut.
6)Fungsi RT dan RW
a) Membuat data penduduk akan survey tertentu yang diperlukan
sebagai arsip desa atau kelurahan
b) Menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
yang berada di dusun/kampung
c) Membuat gagasan berdasarkan aspirasi warga
d) Melakukan koordinasi atas masyarakat serta organisasi itu sendiri
e) Merawat dan memelihara fasilitas milik warga masyarakat seperti
gardu ronda, papan pengumuman dan lain-lain
f) Menjamin hubungan antarwarga dan Pemerintah Desa atau
Kelurahan.
7) Peran Tokoh Agama
a) Pengendali sosial: tokoh agama berperan untuk mengawasi dan
mengendalikan perubahan dan perkembangan sosial yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat, sesuai dengan ajaran
agama dan keyakinan masing-masing setiap warganya
b) Penggerak perjuangan: tokoh agama harus terus-menerus
berusaha memperjuangan, menanamkan dan melaksanakan tri
kerukunan umat beragama yang meliputi: kerukunan antar sesama
umat beragama yang seiman, kerukunan antar umat beragama
53
yang berbeda iman dan yang terakhir adalah kerukunan antar
umat beragama dengan pemerintah setempat.
8)Fungsi Tokoh Agama
a) Menyebarkan ajaran agama yang dianut kepada warga masyarakat
sekitar
b) Memberikan contoh yang baik, bagi warga sekitar
c) Menjaga perdamaian, kerukunan dan toleransi antar umat
beragama di lingkungan sekitar.
9) Peran PKK
a) Merencanakan, melaksanakan dan membina pelaksanaan program
kerja PKK sesuai dengan keadaan dan kebutuhan warga
masyarakat
b) Menghimpun, menggerakkan dan membina potensi masyarakat
khususnya keluarga. Demi terlaksananya program kerja PKK
c) Memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan menfasilitasi tim
penggerak PKK yang berada dibawahnya
d) Menyampaikan laporan kegiatan secara berkala kepada ketua
dewan penyantun tim penggerak PKK yang berada di level yang
sama atau berada di level diatasnya
e) Mengadakan supervisi, pelaporan dan monitoring terhadap
program kerja PKK.
10) Fungsi PKK
54
a) Penyuluhan, motivator dan penggerak masyarakat agar mau dan
mampu melaksanakan program kerja PKK
b) Fasilitator, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pembinaan
dan pembimbing gerakan PKK.
11) Peran Karang Taruna
a) Menanggulani berbagai masalah kesejahteraan sosial sesuai
dengan kemampuan
b) Mengembangkan bakat dan potensi para anak muda kearah yang
lebih baik dari saat ini
12) Fungsi Karang Taruna
a) Menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial
b) Penyelenggara pendidikan dan pelatihan masyarakat
c) Penyelenggara kegiatan pemberdayaan masyarakat
d) Penyelenggaraan kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan
jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan
e) Menumbuhkan dan mengembangkan pentingnya rasa tanggung
jawab kepada diri sendiri maupun orang lain
f) Menumbuhkan dan mengembangkan rasa kebersamaan antar
sesama anak muda
g) Memupuk dan mengembangkan kreatifitas anak muda
h) Penyelenggara kegiatan pendampingan, rujukan dan advokasi
sosial
55
i) Penguatan komunikasi, jaringan, kerjasama, informasi dan
kemitraan
j) Menyelenggarakan usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk
menjauhkan anak muda dari perilaku yang menyimpang dan
menyebabkan permasalahan sosial di masyarakat.
Proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa hanya bisa berjalan
jika lembaga kemasyarakatan desa memiliki peran dan fungsi yang jelas.
Sehingga saat warga masyarakat mengalami sebuah masalah, warga sudah paham
kemana dia harus mengadukan permasalahannya tersebut. Kedua dengan adanya
peran dan fungsi yang jelas, maka kinerja lembaga kemasyarakatan desa akan
mudah dilihat dan diukur oleh para pakar yang berkecimpung dibidang penelitian
dan pengkajian desa, maupun dilihat dan diukur oleh warga desa setempat
berdasarkan apa yang mereka dengar, apa yang mereka rasakan dan apa yang
mereka lihat. Hasil pengukuran kinerja secara ilmiah oleh para pakar, maupun
secara otodidak yang dilakukan oleh warga masyarakat, akan dijadian bahan
pertimbangan bagi pemerintah desa beserta pimpinan lembaga kemasyarakat desa.
Untuk melakukan perbaikan pada beberapa bagian yang masih ada masalah, agar
kedepannya lembaga kemasyarakatan desa, bukan hanya menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat. Tetapi mampu memberikan solusi yang cerdas
bagi warga desa.
56
10. Hubungan antara kepemimpinan kepala desa dengan lembaga
kemasyarakatan
Menurut Erma (2003), hubungan antara kepemimpinan kepala desa
dengan lembaga kemasyarakatan desa adalah simbosis mutualisme. Hal ini
dikarenakan perkembangan lembaga kemasyarakat sebuah desa tergantung dari
kebijakan yang diambil selama masa kepemimpinan kepala desa. Jika kepala desa,
memandang lembaga kemasyarakatan sebagai alat kekuasaan untuk melindungi
kebijakan-kebijakan yang diambil kepala desa, maka lembaga kemasyarakatan
seperti bonekanya kepala desa. Perkembangan lembaga kemasyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan kepala desa. Tetapi jika lembaga
kemasyarakatan dipandang sebagai alat komunikasi warga masyarakat, maka
perkembangan lembaga kemasyarakat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
warga masyarakat.
Layu atau mekarnya sebuah lembaga kemasyarakatan desa tergantung dari
kebijakan yang diambil selama masa kepemimpinan seorang kepala desa. Jika
tujuan seseorang menjadi kepala desa, hanya untuk mencari pekerjaan dan
mencari nafkah, maka lembaga kemasyarakatan desa dimungkinkan hanya
dijadikan mesin atm kepala desa. Tetapi, jika tujuan seseorang menjadi kepala
desa, demi memenuhi panggilan jiwa dan mengikuti aspirasi warga desa yang
berkembang, maka lembaga kemasyarakatan bisa berkembang dengan berbagai
kebijakan yang dibuat oleh kepala desa bersama dengan BPD dan lembaga
kemasyarakatan desa.
57
F. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian tentang pengelolaan lembaga masyarakat di dusun
Ngemplak adalah sebagai berikut:
1. Latar belakang pembentukan lembaga kemasyarakatan di pedukuhan
Ngemplak
2. Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan di pedukuhan Ngemplak
3. Proses pembekalan dan pembinaan lembaga kemasyarakatan di
pedukuhan Ngemplak
4. Program peningkatan kapasitas lembaga kemasyarakatan di pedukuhan
Ngemplak
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2016), jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif, dimana penelitian ini lebih mengutamakan kualitas analisis dan bukan
pada data-data yang bersifat statistik. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian kualitatif dapat memaparkan dan menghasilkan
secara deskriptif atau menggambarkan penjelasan-penjelasan tentang beberapa hal
yang menyangkut permasalahan tersebut. Penelitian kualitatif berdasarkan atas
fakta-fakta yang ada, sehingga penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan
hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat suatu prediksi tertentu.
Metode penelitian kualitatif yang digunakan adalah metode deskriptif atau
memaparkan suatu objek masalah ini bertujuan untuk menjelaskan,
58
mengungkapkan dan mendapatkan deskripsi yang tepat tentang pengelolaan
lembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak.
Adapun sifat-sifat umum yang terdapat dalam metode penelitian deskriptif
kualitatif adalah :
1.Merumuskan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang dan masalah-masalah yang aktual.
2.Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian
dianalisis.
2. Subyek Penelitian
Subyek pada penelitian ini adalah para aktor desa dan dusun yang berkaitan
dengan obyek penelitian. Adapun yang akan menjadi informan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Tabel I.I
Deskripsi informan
No Nama JenisKelamin
Umur( Tahun)
Pendidikanterakhir
Jabatan
1. Hidayat L 47 SMA Kepala desaPagerharjo
2. Bambang Lantoro L 47 S-1 KasiePemerintahan
3. Sukirno L 49 S-1 Kepala dusunNgemplak
4. Nasriana P 49 SMA Warga dusunNgemplak
5. Sukirno.K L 67 SMA Warga dusunNgemplak
6. Parsinah P 47 SMA Warga dusunNgemplak
7. Yakobus Sumardiono L 55 SMA Ketua RT 12
8. Saieko L 61 SMA Warga dusunNgemplak
9. Giman L 62 SMP Ketua RT 11
59
10. Suharto L 53 S-1 Warga dusunNgemplak
11. Kadari L 70 SMA Ketua RW12 Suhardi L 55 SMA Warga dusun
Ngemplak13 Senijo Sutomo L 62 SMA Warga dusun
Ngemplak14 Sutikno L 47 SMA Warga dusun
NgemplakSumber : diolah dari data primer, 2018
Teknik penentuan informan dilakukan dengan cara purposive sampling
yaitu suatu teknik memilih informan dengan kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti. Informan yang dipilih harus memiliki kualifikasi, kapasitas dan
bersinggungan langsung dengan judul penelitian. Hal ini dilakukan agar penulis
bisa mendapatkan data yang valid.
3.Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2016), didalam penelitian kualitatif pengumpulan data
dilakukan pada natural setting atau sering dikenal dengan istilah kondisi yang
alamiah, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
observasi/pengamatan, interview/wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hal diatas, penulis menggunakan tiga macam teknik
pengumpulan data yaitu: Interview/wawancara, observasi/pengamatan dan
dokumentasi.
a. Metode interview/wawancara
Metode yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara
lisan antara peneliti dengan narasumber untuk menjamin keakuratan data.
Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2016), interview atau wawancara
adalah “merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
60
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontribusikan makna dalam suatu
topik tertentu.
Dari pengertian diatas, penulis kemudian menyimpulkan bahwa teknik
pengumpulan data dengan metode interview atau wawancara adalah: suatu
penelitian yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara langsung
kepada narasumber dan jawaban disampaikan secara lisan saja.
b. Metode Observasi/Pengamatan
Metode yang di lakukan dengan cara pengamatan dan mencatat
dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang di selidiki. Adapun
dalam arti luas, observasi ini tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dari subyek-subyek
penelitian. dalam kaitanya dengan masalah yang akan diteliti oleh penulis,
maka data yang dipakai dalam metode observasi adalah data-data yang
tersedia di kantor desa. Sesuai dengan yang dibutukan dalam hal ini data
yang berkaitan dengan persoalan yang akan di teliti sehigga dapat di peroleh
gambaran yang lebih jelas.
c.Metode dokumentasi
Menurut Sugiyono (2016), dokumentasi merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seseorang. Contoh dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan,
kebijakan. Sedangkan dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,
gambar hidup, sketsa dan lain sebagainya. Dokumen yang berbentuk karya
61
misalnya karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-
lain.Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dokumentasi dapat dipahami sebagai
laporan tertulis untuk menyimpan atau meneruskan keterangan mengenai sesuatu
yang mencakup pemanfaatan data-data sekunder yang sudah tersedia di
perpustakaan berupa dokumen-dokumen resmi seperti grafik, arsip, peta lokasi
penelitian, geografis dan demografik.
4.Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2016), analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Berdasar pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang
digunakan menggunakan metode kualitatif yaitu hasil penelitian data dan
informasi kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif atau gambaran umum dari
hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.
Menurut Sugiyono (2016), teknik analisis data dalam penelitian kualitatif
meliputi data reduction (reduksi data), penyajian data (display data), dan
conclusion drawing/verification. Berangkat dari pendapat tersebut, maka penulis
menggunakan tiga tahap dalam proses analisis data yaitu :
62
a. Data reduction atau reduksi data, adalah merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
penelitian untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan;
b. Data display atau dikenal dengan istilah penyajian data dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Menurut Sugiyono ( 2016), menyatakan bahwa yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif;
c. Conclusion Drawing/verification, langkah ke tiga dalam analisis
data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan
demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi
63
mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa
masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada
di lapangan.
64
BAB II
PROFIL DESA PAGERHARJO
A. Pembagian wilayah Desa
1.Batas wilayah
Desa Pagerharjo merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan
Samigaluh, kabupaten Kulon Progo. Batas wilayah desa Pagerharjo adalah
sebagai berikut:
a.Sebelah utara : berbatasan dengan desa Paripurna Salaman kabupaten
Magelang, desa Sedayu, dan desa Loano, kabupaten Purworejo
b.Sebelah timur : berbatasan dengan desa Ngargosari dan desa Banjarsari
kabupaten Kulon Progo
c.Sebelah selatan :berbatasan dengan desa Pucung Roto Kali Gesing kabupaten
Purworejo
d.Sebelah barat : berbatasan dengan desa Sedayu, Loano kabupaten Purworejo
Desa Pagerharjo merupakan sebuah desa yang unik. Karena berbatasan
langsung dengan beberapa desa yang secara wilayah territorial sudah tidak
termasuk ke dalam Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Pagerharjo disebelah
utara berbatasan dengan desa Paripurna Salaman kabupaten Magelang, desa
Sedayu, dan desa Loano, kabupaten Purworejo provinsi Jawa Tengah. Di
Sebelah selatan :berbatasan dengan desa Pucung Roto Kali Gesing kabupaten
Purworejo provinsi Jawa Tengah. Di sebelah barat : berbatasan dengan desa
Sedayu, Loano kabupaten Purworejo provinsi Jawa Tengah.
65
B. Kondisi Geografis
1.Keadaan geografis
Tabel II.1
Kondisi Geografis Desa Pagerharjo
Ketinggian Tanah dari permukaan laut : 600-700 MdplCurah Hujan : 2500-3000 mm/tahun
Topografi : dataran tinggiSuhu udara rata-rata : 18-30 C
Jarak dari Pusat Kecamatan : 6 KmJarak dari Ibukota Kabupaten : 40 KmJarak dari Ibukota Provinsi : 45 KmJarak dari Ibukota Negara : 500 Km
Sumber : data sekunder monografi desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.1 diatas maka dapat kita simpulkan bahwa desa Desa
Pagerharjo merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Samigaluh yang
memiliki curah hujan yang tinggi dan suhu yang dingin dibandingkan desa-desa
lainnya yang berada di kabupaten Kulon Progo.
C.Demografi
Berdasarkan data penduduk yang masuk sampai dengan akhir tahun 2015. Jumlah
penduduk Desa Pagerharjo sebanyak 5074 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki
sebanyak 2597 jiwa dan perempuan sebanyak 2477 jiwa. Data selengkapnya adalah
sebagai berikut:
2.Jumlah penduduk
Tabel II.2
Jumlah penduduk Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah(Org)
Persentase(%)
1.2.
Laki-lakiPerempuan
2.5972.477
5149
Jumlah 5074 100Sumber : data sekunder demografi desa Pagerharjo, 2015
66
Berdasarkan tabel II.2 diatas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah
penduduk desa Pagerharjo, yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 2597
orang dan perempuan berjumlah 2477 orang. Sehingga total penduduk desa
Pagerharjo, sebesar 5074 orang.
3.Tingkat pendidikan
Tabel II.3
Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Laki-laki(Org)
Perempuan(Org)
1. SD 697 7962. SMP 424 4143. SMA 597 5344. D-1 7 135. D-2 14 296. S-1 60 467. S-2 2 1
Jumlah 2357 2334Sumber : data sekunder demografi desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.3 diatas, dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar
penduduk desa Pagerharjo, memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar, yang
terdiri dari 697 laki-laki dan 796 perempuan.
4.Mata pencaharian
Tabel II.4
Mata pencaharian penduduk
No Jenis mata pencaharian Laki-laki(Org)
Perempuan(Org)
1. PNS 86 652. TNI 3 03. POLRI 12 04. Petani 986 10605. Dosen 1 0
67
6. Pedagang 10 157. Pengusaha 45 148. Perawat 0 4
9Pengobatan Tradisional 2 3
10Seniman 1 0
11Karyawan Swasta 185 108
12TKI 1 0
Jumlah 1332 1269Sumber : data sekunder demografi desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.4 diatas, dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar
penduduk desa Pagerharjo, memiliki pekerjaan sebagai petani, yang terdiri dari 986
laki-laki dan 1060 perempuan.
5.Agama
Tabel II.5
Agama
No Nama Laki-laki(Org)
Perempuan(Org)
1. Islam 2233 21102. Katholik 78 843. Kristen 284 2804. Kejawen 2 35. Jumlah 2597 2477
Sumber : data sekunder demografi desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.5 diatas, dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar
penduduk desa Pagerharjo, memeluk agama islam.
D. Lembaga Kemasyarakatan Desa Pagerharjo
a. Badan Permusyawaratan Desa
b. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa
c. PKK
68
d. Gapoktan
e. Karang Taruna
f. Fkamp
g. Pokdarwis
h. Badan Usaha Milik Desa
i..KSB
j.RT
k. RW
l. LKD
m. BMT
n. .Cukata
E. Sarana dan Prasarana Desa
1.Sarana dan prasarana air bersih
Tabel II.6
Jumlah sarana air bersih
No Nama sarana air bersih Jumlah(Unit)
1.2.3.4.5.
Sumur galiSumur pompa
PDAMEmbung desa
Mata air pegunungan
28267
115
Jumlah 212Sumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.6 diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar warga Desa Pagerharjo menggunakan mata air pegunungan untuk
memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
69
2.Sanitasi
Tabel II.7
Jumlah sarana sanitasi
No Jenis sarana sanitasi Jumlah(Unit)
1.2.3.
Sumur resapanMCK umum
Jamban
125074
1250
Jumlah 5074Sumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.7 diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menjaga kesehatan warga desa, maka di Desa Pagerharjo ada beberapa jenis
sarana sanitasi yang biasanya digunakan untuk menampung limbah. Beberapa
diantaranya adalah sumur resapan sebanyak 1250 unit, MCK umum 74 unit dan
jamban 1250 unit.
3. Sarana ibadah
Tabel II.8
Jumlah sarana ibadah
No Nama sarana ibadah Jumlah(Unit)
1.2.3.4.
MasjidMushola
Gereja KatholikGereja Kristen jawa
281311
Jumlah 43Sumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.8 diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
meningkatkan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka di Desa Pagerharjo
70
terdapat 30 unit masjid, 13 unit mushola 1 unit gereja katholik dan 1 unit gereja
Kristen jawa.
4. Sarana olahraga
Tabel II.9
Nama dan jumlah sarana olahraga
No Nama sarana olahraga Jumlah(Unit)
1.2.3.4.
Lapangan sepakbolaLapangan bulutangkis
Lapangan voliMeja tenis
1141
Jumlah 7Sumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.9 diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
membudayakan gerakan hidup sehat serta menfasilitasi warga desa yang gemar
berolahraga, maka pemerintah Desa Pagerharjo menyediakan lapangan sepakbola
sebanyak 1 unit, lapangan bulutangkis 1 unit, lapangan voli 4 unit dan meja tenis
1 unit.
5. Sarana kesehatan masyarakat
Tabel II.10
Nama dan jumlah sarana kesehatan
No Nama sarana kesehatan Jumlah(Org)
1.2.3.4.
DokterPerawatBidanTabib
51226
Jumlah 25Sumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
71
Berdasarkan tabel II.10 diatas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga
kesehatan yang siap sedia melayani warga Desa Pagerharjo yang mengalami
masalah kesehatan terdiri dari dokter, sebanyak 5 orang, perawat 12 orang, bidan
desa 2 orang dan tabib 6 orang.
6. Prasarana kesehatan masyarakat
Tabel II.11Nama dan jumlah prasarana kesehatan
No Nama prasarana kesehatan Jumlah(Unit)
1.2.3.4.5.
PuskesmasPosyandu
Praktik dokterKlinik rawat inap
Pustu
120111
Jumlah 24Sumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.11 diatas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah fasilitas
kesehatan yang siap sedia melayani warga Desa Pagerharjo yang mengalami
masalah kesehatan terdiri dari puskesmas 1 unit, Posyandu 20 unit, praktik dokter 1
unit, klinik rawat inap 1 unit dan pustu 1 unit.
7.Prasarana pendidikan
Tabel II.12
Nama dan jumlah prasarana pendidikan
No Nama prasarana kesehatan Jumlah(Unit)
1.2.3.4.5.6.7.
Gedung PAUDGedung TKGedung SD
Gedung SMPGedung SMA
Gedung perpustakaan desaGedung pendidikan agama
7551113
Jumlah 23Sumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
72
Berdasarkan tabel II.12 diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
mencetak sumber daya manusia yang unggul dan memiliki karakter yang kuat sejak
dini, maka di Desa Pagerharjo terdapat beberapa fasilitas pendidikan yang terdiri
dari gedung PAUD berjumlah 7 unit, gedung TK berjumlah 5 unit, gedung SD 5
unit, gedung SMP 1 unit, gedung SMA 1 unit, gedung perpustakaan desa 1 unit dan
gedung pemdidikan agama 3 unit..
8.Prasarana penerangan umum
Tabel II.13
Nama dan jumlah prasarana penerangan umum
No Nama prasarana penerangan Jumlah(Unit)
1. Listrik PLN 2500
JumlahSumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
Berdasarkan tabel II.13 diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber penerangan
utama, yang digunakan oleh seluruh warga Desa Pagerharjo adalah listrik yang
bersumber dari PLN.
9.Pariwisata lokal berskala desa
Tabel II.14
Jenis pariwisata lokal
No Jenis pariwisata lokal Jumlah(Unit)
1.2.
Kebun teh menorehAir terjun
11
Jumlah 2Sumber : data sekunder sarana prasarana desa Pagerharjo, 2015
73
Berdasarkan tabel II.14 diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis
pariwisata lokal yang ada di Desa Pagerharjo, terdiri dari kebun teh menoreh dan
air terjun.
10. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Pagerharjo
Gambar 2.1
Bagan Struktur Organisasi Pemerintah Desa Pagerharjo
1. Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintah Desa
Susunan Organisasi dan Struktur Pemerintah Desa Pagerharjo terdiri dari
pimpinan pemerintah desa, yaitu Kepala Desa/Lurah Desa, Carik Desa atau
Sekretaris Desa, pelaksana bagian-bagian yang terdiri dari urusan keuangan,
urusan umum, urusan program dan seksi pemerintahan, seksi pembangunan,
seksi kemasyarakatan yang masing-masing bagian dan seksi di kepalai oleh
seorang pamong desa dan kemudian di bagian pelayanan kepada masyarakat
ada 14 orang staf pamong desa yang melaksanakan tugas pelayanan kepada
masyarakat. Selain itu dukuh/padukuhan juga dibawah garis komando dan
koordinasi langsung dari Lurah Desa.
KEPALA DESA BPD
SEKRETARIS DESA
KAURKEUANGAN
KAURPERENCANAAN
KAURUMUM
74
a. Kepala Desa/Lurah Desa
Kepala Desa berkedudukan sebagai kepala pemerintah di desa, yang
berada langsung di bawah Bupati dan bertanggungjawab kepada Bupati
melalui Camat. Kepala Desa mempunyai fungsi memimpin penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan. Kepala Desa
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan serta tugas-tugas lain yang dilimpahkan kepada desa.
Wewenang Kepala Desa adalah, memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD.
Kedua, mengajukan rancangan peraturan desa. Ketiga, menetapkan
peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD. Keempat,
menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa
untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD. Kelima, membina kehidupan
masyarakat desa. Keenam, membina perekonomian desa. Ketujuh,
mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif. Kedelapan,
mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Kesembilan, melaksanakan wewenang lain sesuai dengan
peraturan perudang-undangan.
Kewajiban Kepala Desa yaitu memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila. Kedua, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Ketiga, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Keempat, meningkatkan kesejahteraan
75
masyarakat. Kelima, memelihara ketentraman dan keterlibatan masyarakat.
Keenam, melaksanakan kehidupan demokrasi. Ketujuh, melaksanakan
prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme. Kedelapan, menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra
kerja pemerintahan desa. Kesembilan, menaati dan menegakan seluruh
peraturan perundang-undangan. Kesepuluh, menyelenggarakan administrasi
pemerintahan desa yang baik. Kesebelas, melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa. Kedua belas,
melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa. Ketiga belas,
mendamaikan perselisihan masyarakat di desa. Keempat belas
mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa. Kelima belas membina,
mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat.
Keenam belas, memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa.
Ketujuh belas, mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
lingkungan hidup.
Kewajiban lain yang harus dilakukan oleh Kepala Desa adalah
memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati.
Kedua, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD.
Ketiga, menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
kepada masyarakat.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa disampaikan kepada
Bupati melalui camat (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Kedua, laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada BPD disampaikan 1 (satu) kali
76
dalam 1 (satu) tahun dalam musyawarah BPD. Ketiga, laporan akhir masa
jabatan kepala desa disampaikan kepada Bupati melalui camat dan kepada
BPD.
1) Sekretaris Desa/Carik Desa
Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur staf pembantu Kepala
Desa dan memimpin Sekretariat Desa. Sekretaris Desa mempunyai tugas
mengkoordinir dan menjalankan administrasi pemerintahan,
pembangunan, kemasyarakatan dan keuangan desa serta memberikan
pelayanan administrasi bagi pemerintah desa dan masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Sekretaris Desa mempunyai fungsi, pertama, pelaksana urusan surat-
menyurat, kearsipan dan laporan. Kedua, pelaksana urusan administrasi
keuangan. Ketiga, pelaksana administrasi pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan. Keempat, pelaksana tugas dan fungsi kepala desa
apabila kepala desa berhalangan.
2) Kepala Urusan Umum dan Tata Usaha
Kepala Urusan Umum berkedudukan sebagai unsur sekretariat
yang bertanggungjawab kepada kepala desa melalui sekretaris desa. Tugas
kepala urusan umum adalah membantu kepala desa di bidang teknis dan
administratif pembinaan kehidupan masyarakat desa. Kedua,
melaksanakan urusan surat menyurat serta pelayanan umum. Ketiga,
memelihara dan melestarikan asset-aset pemerintah. Keempat,
melaksanakan urusan keuangan dan pelaporan. Kelima, membina dan
77
melayani administrasi kependudukan. Keenam, membina dan melayani
perizinan.
Fungsi kepala urusan umum adalah sebagai pelaksana kegiatan
bidang pembinaan kehidupan masyarakat desa. Kedua, pelaksana
inventarisasi, pembinaan dan pelestarian kebudayaan yang berlaku di desa
dan yang terakhir adalah pelaksana kegiatan perencanaan bidang
kemasyarakatan dan sosial budaya desa.
3) Kepala urusan keuangan
Melakukan pembukuan terhadap seluruh arus keluar masuk uang yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja desa.
4) Kepala urusan perencanaan
Menyusun rancangan perdes dan RAPBDES. Setelah berkoordinasi
dengan kepala desa, sekretaris desa, BPD dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
F. Profil pedukuhan Ngemplak
1.Sejarah Pedukuhan Ngemplak
Pedukuhan Ngemplak merupakan salah satu pedukuhan yang tergabung
dalam wilayah administrasi Kelurahan Plono. Pedukuhan Ngemplak sudah ada
sebelum Indonesia merdeka. Pada zaman dahulu Pedukuhan Ngemplak terbagi
dalam beberapa nama tempat atau wilayah kecil. Wilayah RT 09 mereka beri
nama Sebalak yang artinya tempat peperangan antar kelompok dengan
menggunakan ilmu, wilayah tempat bapak dukuh mereka diberi nama Turusan,
yang artinya tempat menanam pohon yang tidak mempunyai akar namun bisa
78
tumbuh. Wilayah RT 10 mereka beri nama Gabahan yang artinya wilayah
persawahan. Wilayah RT 12 mereka beri nama Ngemplak yang artinya wilayah
gersang, tandus atau tempat yang sangat panas. Meskipun wilayah pedukuhan
Ngemplak tersebut terbagi beberapa nama namun hal tersebut bukan menjadi
faktor untuk membatasi mereka dalam bekerjasama bahu membahu dan tolong
menolong. Karena pada zaman dahulu masih menggunakan surat-menyurat
untuk memberi kabar kepada keluarga atau lain sebagainya, maka masyarakat
pedukuhan Ngemplak memberi nama pedukuhannya adalah Ngemplak
Gabahan karena diwilayah lain ada juga yang namanya Ngemplak. pada tahun
1947 Kelurahan Plono, Kalirejo dan Gegerbajing digabungkan menjadi satu
Desa yang mereka beri nama Pagerharjo (Pa=Plono. Ger=Gegerbajing.
Harjo=Kalirejo). Dengan adanya penggabungan tersebut, secara otomatis
pedukuhan Ngemplak ikut tergabung diwilayah administrasi desa Pagerharjo.
Adapun nama-nama kepala dusun yang pernah memimpin dusun
Ngemplak adalah sebagai berikut:
a) Kepala Dukuh I : Brojo Darmo
b) Kepala Dukuh II : Atmo Wardoyo
c) Kepala Dukuh III : Jemingun (Plt)
d) Kepala Dukuh IV : Seiko
e) Kepala Dukuh V : Harjo Tikoro (Plt)
f) Kepala Dukuh VI :Sukirno
79
2.Geografis
Pedukuhan Ngemplak, Desa Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan 1 (satu)
dari 20 (dua puluh) Pedukuhan yang ada di desa Pagerharjo. Yang mempunyai
jarak 5 KM dari pusat ibu kota kecamatan. Secara Geografis pedukuhan
Ngemplak berbatasan dengan;
a) Sebelah Utara : berbatasan dengan Pedukuhan Nggilinggo Timur;
b) Sebelah Timur : berbatasan dengan Pedukuhan Plono Barat;
c) Sebelah Barat : berbatasan dengan Pedukuhan Jobolawang;
d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Pedukuhan Geger Bajing.
Pedukuhan Ngemplak terdiri dari 2 Rukun Warga (RW) 4 Rukun Tetangga
(RT) Dengan potensi pemimpinnya terdiri dari seorang Kepala Dukuh, Ketua
RW dan Ketua RT. Dengan jumlah penduduk 187 orang, yang terdiri dari 99
laki-laki dan 88 perempuan dan 62 Kelapa Keluarga (KK).
3.Demografis
a) Jumlah penduduk
Tabel II.15
Jumlah penduduk menurut RT
No RT Laki-laki(Org)
Perempuan(Org)
Jumlah(Org)
Persentase(%)
1 RT 09 30 27 57 30,48 %2 RT 10 18 20 38 20,32 %3 RT 11 20 17 37 19,78 %4 RT 12 28 27 55 29,41 %
Total 99 88 187 100Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
80
Dari tabel II.15 diatas dapat kita ketahui bahwa jumlah penduduk
dusun Ngemplak berjumlah 187 orang, yang terdiri dari 99 laki-laki dan 88
perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 62 KK.
b) Jumlah penduduk menurut usia
Tabel II.16
Usia penduduk dusun Ngemplak
No Usia Jumlah(Org)
Persentase(%)
1 0-6 Tahun 12 6,41 %2 7-12 Tahun 12 6,41 %3 13-18 Tahun 11 5,88 %4 19-24 Tahun 17 9,09 %5 25-30 tahun 7 3,74 %6 31-36 12 6,41 %7 37-42 17 9,09 %8 43-48 27 14,43%9 49-54 13 6,95 %10 55-60 12 4,41 %11 61-66 15 8,02 %12 67-72 16 8,55 %13 75 keatas 16 8,55 %
Total 187 100 %Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
Dari tabel II.16 diatas dapat kita simpulkan bahwa jumlah penduduk
dusun Ngemplak berjumlah 187 jiwa. Warga yang tinggal di dusun
Ngemplak 14,43% adalah warga yang berada pada fase usia produktif.
Keuntungan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah dusun
Ngemplak dalam setiap proses pembangunan dan pemberdayaan yang
diselenggarakan di dusun Ngemplak.
81
c) Agama
Tabel II.17
Agama yang dianut oleh warga dusun Ngemplak
No Agama Jumlah(Org)
Persentase(%)
1 Katolik 25 13, 36 %2 Islam 162 86. 63 %
Total 187 100Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
Dari data pada tabel II.17 dapat kita ketahui bahwa mayoritas penduduk
dusun Ngemplak memeluk agama Islam.
d) Mata Pencaharian
Tabel II.18
Mata Pencaharian warga dusun Ngemplak
No Jenis Pekerjaan Jumlah(Org)
Persentase(%)
1 Belum Bekerja 25 13,36 %2 ASN 3 1,60 %3 Pensiunan 7 3,74 %4 Guru 3 1,60 %5 Swasta 6 3,20 %6 Karyawan Swasta 19 10,16 %7 Wiraswasta 29 15,50 %8 Petani 67 35,82 %9 Pelajar 22 11,76 %10 Ibu Rumah Tangga 5 2.67 %11 Perangkat Desa 1 0,53 %
Total 187 100Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
Dari data pada tabel II.18 dapat kita ketahui bahwa mayoritas penduduk
dusun Ngemplak bekerja sebagai petani. Hal ini sesuai dengan karakteristik
82
dusun Ngemplak yang merupakan salah satu dusun agraris di desa
Pagerharjo, Samigaluh Kulonprogo.
e) Tingkat Pendidikan
Tabel II.19
Pendidikan warga dusun Ngemplak
No Tingkat Pendidikan Jumlah(Unit)
Persentase(%)
1 Belum Sekolah 19 10,16 %2 SD 44 23,52 %3 SMP 28 14,97 %4 SMA 87 46,52 %5 D1 1 0,53 %7 DIII 5 2,67 %8 S1 3 1,60 %
Total 187 100Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
Dari data pada tabel II.19 dapat kita ketahui bahwa mayoritas
penduduk dusun Ngemplak bekerja sebagai petani. Hal ini sesuai dengan
karakteristik dusun Ngemplak yang merupakan salah satu dusun agraris
di desa Pagerharjo, Samigaluh Kulonprogo.
4. Sarana dan prasarana dusun Ngemplak
a) Sarana keagamaan
Tabel II.20
Sarana Ibadah
No Nama Gedung Jumlah(Unit)
1 Masjid 2Jumlah 2
Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
83
Dari data pada tabel II.20 diatas dapat kita ketahui bahwa mayoritas
di dusun Ngemplak tersedia dua buah masjid sebagai tempat ibadah.
b) Sarana Pendidikan
Tabel II.21
Sarana pendidikan
No Nama Gedung Jumlah(Unit)
1 PAUD 12 TK 12 SD 14 SMA/SMK 1
Jumlah 4Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
Dari data pada tabel II.21 diatas dapat kita ketahui bahwa di dusun
Ngemplak tersedia 4 unit bangunan sebagai sarana pendidikan yaitu satu
unit gedung PAUD, satu unit gedung TK, satu unit gedung SD dan satu
unit gedung SMA.
c) Sarana Kesehatan
Tabel II.22
Sarana kesehatan
No Nama Gedung Jumlah(Unit)
1 Posyandu 12 Pukesmas 1
Jumlah 2Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
Dari data pada tabel II.22 diatas dapat kita ketahui bahwa di dusun
Ngemplak memiliki satu unit posyandu dan satu unit puskesmas yang
84
siap membantu warga dusun Ngemplak yang mengalami gangguan
kesehatan.
d) Saran Keamanan
Tabel II.23
Sarana keamanan
No Nama Gedung Jumlah(Unit)
1 Pos ronda 1Jumlah 1
Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
Dari data pada tabel II.23 diatas dapat kita ketahui bahwa di dusun
Ngemplak terdapat satu unit pos ronda sebagai pos penjaga keamanan.
5.Kelembagaan dusun Ngemplak
a) Nama lembaga kemasyarakatan
Tabel II.24
Nama dan jumlah lembaga kemasyarakatan dusun Ngemplak
Sumber : Data sekunder dusun Ngemplak, 2015
No Nama Organisasi Jumlah(Unit)
1 PKK 12 Perkumpulan RW 23 Perkumpulan RT 44 Karang Taruna 15 Kelompok Tani 16 Kelompok Perikanan 17 Kelompok Lansia 18 Perkumpulan Kader Kesehatan 19 Sanggar seni Bekso Turonggo 1
Jumlah 13
85
Dari data pada tabel II.24 diatas dapat kita ketahui bahwa di dusun
Ngemplak terdapat tiga belas lembaga kemasyarakatan yang terdiri dari
PKK, RT, RW, Karang taruna, Gapoktan, kelompok lansia, kader
kesehatan dan sanggar kesenian.
b) Kegiatan lembaga kemasyarakatan di dusun Ngemplak
Tabel II.25
Nama dan jenis kegiatan lembaga kemasyarakatan
No Nama lembagakemasyarakatan
Jenis kegiatan
1.
2.
3.
PKK
Gapoktan
RT dan RW
1.Sosialisasi dan aplikasi pembuatan dan pemasarangula aren
2. Sosialisasi bela dan beli Kulonprogo3.Pelatihan penanaman dan pemanfaatan tanaman
apotik hidup4.Sosialisasi dan aplikasi pembuatan makanan
tradisional khas Kulonprogo5.Sosialisasi dan simulasi penanggulangan bencana
alam6.Lomba memasak cemilan lokal dalam rangka HUT
RI dan kabupaten Kulonprogo tahun 20187.Pengajian dan tausiyah rutin khusus ibu ibu setiap
minggu malam8.Arisan rutin setiap minggu malam. Maing-masing
Rp 10.000,001.Sosialisasi dan aplikasi budidaya ikan Nila
varietes unggul2.Sosialisasi peningkatan kualitas dan pemasaran
produksi teh lokal Kulonprogo3.Penanaman 100 bibit pohon jati di beberapa RT
yang rawan longsor4. Renovasi saluran irigasi pertanian5.Sosialisasi dan aplikasi pembuatan kandang ternak
yang tahan gempa dan tahan longsor6.Praktik pola penanaman tanaman pangan di ladang
terasering1.Sosialisasi jadwal ronda malam2.Pengadaan tenda dan kursi untuk keperluan acara
hajatan dan acara kematian3.Renovasi pos ronda yang terdampak longsor
86
4
5
6
7
Karang taruna
Sanggar budayaBekso Turonggo
Posyandu
Kelompok lansia
4.Lomba tenis meja antar RT khusus untuk dewasa5.Melestarikan budaya lokal melalui latihan jathilan,
mocopat dan angguk khusus untuk orang dewasa6. Pengajian dan tausiyah rutin khusus bapak-bapak
setiap malam jumat kliwon7.Arisan rutin setiap 40 hari sekali8.Sosialisasi dan simulasi penanganan tanah longsor
1.Pengajian dan tausiyah rutin khusus anak-anak danremaja
2.Arisan rutin setiap satu bulan sekali masing-masinganggota Rp 5.000,00
3.Melestarikan budaya lokal melalui latihan jathilankhusus anak-anak dan remaja
4.Lomba sukaneka dalam rangkat HUT RI ke 73 danHUT kabupaten Kulonprogo
1.Melestarikan budaya lokal melalui latihan danpentas seni jathilan, gamelan, angguk, mocopatkhusus untuk anak-anak, remaja dan orang tua
2.Sosialisasi dan praktik merti dusun
1.Penimbangan berat badan bayi secara rutin2.Sosilaisasi bahaya stunting dan pemberian makanan
tambahan bagi bayi dan balita2.Sosialisasi bahaya penyakit rubella/campak Jerman
dan pemberian vaksinasi MR pada bayi dibawahlima tahun
1.Sosialisasi menghadapi penyakit pengapuran padatulang bagi lansia
2.Senam sehat lansia3.Sosialisasi dan penerapan pola makan dan pola
hidup sehatSumber : data sekunder dusun Ngemplak, 2017
Berdasarkan pada tabel II.25 diatas maka dapat kita simpulkan bahwa kegiatan
lembaga kemasyarakatan secara umum sudah ada dan berjalan. Walaupun kegiatannya
belum sebanyak lembaga kemasyarakatan di dusun yang lain.
Top Related