REFERAT
TERAPI BARIER PADA DERMATITIS ATOPIK
Oleh:
Erma Ismayani
NIM : 05.06.0015
Pembimbing :
dr Yunita H. Sp.KK
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Kulit adalah barier semipermeabel terhadap antimikrobal dan imunologi.
Patogenesis dermatitis atopik menunjukkan ‘outside-inside-outside’ model, dimana fungsi
barier ini ditekan oleh lingkungan atau genetik sehingga menyebabkan terjadinya penyakit
dermatitis atopik, yang pada akhirnya sistem imun akan menstimulasi rusaknya sistem
barier kulit. 1
Dermatitis atopik ( DA ) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau
penderita ( DA, Rinitis alergika, dan atau Asma bronkial ). 2
Dermatitis atopik berhubungan dengan penurunan regulasi fungsi barier kulit akibat
downregulasi gen pembungkus cornified ( filaggrine dan loricline ), turunnya level
ceremide dan peningkatan level enzim proteolitik endogen, dan akhirnya menyebabkan
peningkatan hilangnya cairan trans-epidermal. 3
Gejala utama dermatitis atopik ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari,
tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk
sehingga timbul bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, lekenifikasi, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
dermatitis atopik infantil ( terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun ); dermatitis atopik anak
( 2 tahun sampai 10 tahun ); dan dermatitis atopik remaja dan dewasa. 2
Diperkirakan prevalensi terjadinya dermatitis atopik pada anak-anak di negara-
negara Eropa menjadi antara 10 % dan 20 %. Dengan dilaporankan lebih dari 20 %
menjadi hampir 30 %, dan negara Jepang memiliki prevalensi tertinggi terjadinya
dermatitis atopik. Satu studi lain menunjukkan bahwa di Northwest Amerika Serikat ,
prevalensi dermatitis atopik adalah hampir sama dengan yang terjadi di negara-negara
Eropa, dengan penyebab yang saat ini belum dipahami, prevalensi dermatitis atopik lebih
tinggi di negara maju, daerah perkotaan, dan berpopulasi dari status sosial ekonomi lebih
tinggi. Prevalensi 15,8% dari atopik dermatitis pada anak 3-5 tahun di Selandia Baru.
Sebuah studi Amerika Serikat berdasarkan populasi menunjukkan bahwa prevalensi
dermatitis atopik di antara anak usia 5-9 tahun adalah 17,2%. Studi dari Jepang menunjukkan
bahwa prevalensi dermatitis atopik pada anak-anak mungkin setinggi 11-25% . 4
Angka prevalensi dermatitis atopik di Indonesia juga bervariasi. Berdasarkan
rekapitulasi yang dilakukan oleh Kelompok Studi Dermatologi Anak (KSDAI) dari lima kota
besar di Indonesia pada tahun 2000, dermatitis atopik masih menempati peringkat pertama
(23,67%) dari 10 besar penyakit kulit anak dan dari sepuluh rumah sakit besar yang tersebar
di Indonesia pada tahun 2005 kejadian dermatitis atopik mencapai 36% dari keseluruhan
diagnosis dermatitis. Data Rekam Medis RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Pelamonia
di Makassar menunjukkan peningkatan jumlah kasus dermatitis atopik anak; 47 anak di tahun
2004, 106 anak di tahun 2005, 108 anak di tahun 2006, dan 115 anak di tahun 2007.5
I.2 Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan referat yang berjudul Terapi Barier Pada Dermatitis
Atopik ini adalah untuk meningkatkan dan memperluas pengetahuan tentang dermatitis
atopik dan tatalaksana berdasarkan terapi barier.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 DEFINISI
Dermatitis atopik adalah kondis i inflamasi kulit yang ditandai dengan rasa sangat
gatal, perubahan ekzematus yang kronis, periode remisi dan kulit yang kemerahan.6
Dermatitis atopik biasanya dimulai pada masa bayi atau anak usia dini, sekitar 90% kasus
dimulai pada lima tahun pertama kehidupan. 1
Dermatitis atopik ( DA ) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau penderita
( DA, Rinitis alergika, dan atau Asma bronkial ). 2 Dermatitis atopik berhubungan dengan
penurunan regulasi fungsi barier kulit akibat downregulasi gen pembungkus cornified
( filaggrine dan loricline ), turunnya level ceremide dan peningkatan level enzim
proteolitik endogen, dan akhirnya menyebabkan peningkatan hilangnya cairan trans-
epidermal. 3
Diagnosis dermatitis atopik didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka
yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari inggris yang dikoordinasi oleh Williams ( 1994 ) :
Kriteria Mayor :
Pruritus
Dermatitis dimuka atau ekstensor pada bayi dan anak
Dermatitis di fleksura pada dewasa
Dermatitis kronis atau residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarga.
Kriteria Minor :
Xerosis
Infeksi kulit ( khususnya oleh S. Aureus dan virus herpes simpleks )
Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris
Pitiriasis alba
Dermatitis di papila mama
White demographism dan delayed blanch respone
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritem
Gatak bila berkeringat
Intoleransi terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar IgE didalam serum meningkat
Awitan pada usia dini
Diagnosis dermatitis harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu :
Tiga kriteria mayor berupa :
Riwayat atopi pada keluarga,
Dermatitis dimuka atau ekstensor,
Pruritus,
Ditambah tiga kriteria minor :
Xerosis/iktiosis/hipeliniaris palmaris,
Aksentuasi perifolikular,
Fisura belakang telinga,
Skuama di skalp kronis. 2
Kriteria mayor dan minor yang disusulkan oleh Hanafin dan Rajka didasarkan
pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah sakit
( hospital based ) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipake pada penelitian berbasis
populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok kontrol, disamping
juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan
( repeatability ). Oleh karena itu kelompok kerja inngris ( UK working party ) yang
dikoordinasi oleh William memperbaiki dan menyederhanakan kriteria Hanafin dan Rajka
menjadi satuset kriteria untuk pedoman diagnosis dermatitis atopik yang dapat diulang dan
divalidasi. Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi
dalam populasi, sehingga dapat membantu dokter Puskesmas membuat diagnosis. Pedoman
diagnosis dermatitis atopik yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu :
Harus mempunyai kondisi kulit gatal ( itchy skin ) atau dari laporan orang tuanya bahwa
anaknya suka menggaruk atau menggosok.
Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan
pergelangan kaki atau sekeliling leher ( termasuk pipi anak usia dibawah 10 tahun )
2. Riwayat asma bronkial atau hey fever pada penderita ( atau riwayat penyakit atopi pada
keluarga tingkat pertama dari anak dibawah umur 4 tahun )
3. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.
4. Adanya dermatitis yang tampak dilipatan ( atau dermatitis pada pipi/dahi dan anggota
badan bagian luar anak dibawah usia 4 tahun )
5. Awitan dibawah usia 2 tahun ( tidak digunakan bila anak dibawah usia 4 tahun ).
Gambar 1. Dermatitis atopik. 7
II.2 ANATOMI KULIT
Kulit terdiri dari tiga lapisan utama: epidermis,dermis dan subkutis. Epidermis ini
dibagi menjadi lima lapisan. Bagian superfisial yang berhubungan langsung dengan udara
luar adalah stratum korneum (SC). Lapisan stratum granulosum dan stratum spinulosa
adalah sel antara dari lapisan basal sebagai tempat terjadinya pembelahan sel. Epidermis
terletak di struktur semipermeabel , zona membran basal pada permukaan dermal. Epidermis
menyediakan fungsi barier untuk kulit. Setiap lapisan sel secara khusus terstruktur,
keratinosit (KCS) yang memungkinkannya untuk memenuhi fungsi barier yang unik
tersebut. Lapisan basal terus mengalami pembelahan sel. Lapisan spinosus bertanggung
jawab untuk protein dan sintesis lipid yang diperlukan untuk pembangunan fungsi barier
kulit. Lipid dan enzim penghidrolisa kemudian disimpan dan diatur dalam organel yang
disebut lamellar bodies dan dikeluarkan oleh eksositosis pada lapisan granular . Filaggrin,
protein dari profilaggrin, akan disimpan dalam butiran keratohyaline dan disekresi pada
lapisan granular. Keratinosit lapisan spinosus mengandung peningkatan jumlah filamen
yang menyusun sitoskeleton. Filamen intermediate d ini yang memberikan dukungan
struktural untuk sel dan mebentuk sambungan sel khusus (desmosom) yang kemudian
menghubungkan satu sel ke sel yang lainnya. Lipid (asam lemak bebas (FFA), ceramides
dan kolesterol dan protein (filaggrin, involucrin, loricin, enzim transglutaminase)
dikeluarkan pada lapisan granular bagian atas dari organel dan bertindak bersama- sama
untuk membentuk pembungkus korneal, melalui proses apoptosis selektif (kematian sel
terprogram), agregasi filamen keratin, crosslinking protein dengan molekul lipid. Sebagai
hasil dari apoptosis, satu-satunya komponen untuk bertahan di Keratinosit adalah filamen
keratin yang mendapatkan agregat, sehingga mendatarkan Keratinosit anuclear. Desmosom
yang dimodifikasi untuk kemudian berfungsi sebagai mengikat corneodesmosomes bersama
corneocytes di SC.
Yang dimaksud dengan Filaggrin
Gen ini mengkode untuk produksi protein filaggrin di lapisan granular. Filaggrin
adalah keratin filamen agregasi protein yang menghasilkan corneocytes tak berinti datar.
Degradasi filaggrin menghasilkan asam polikarboksilat higroskopis dan asam urocanic
yang bertindak sebagai faktor pelembab alami (NMF), osmotik mengambil air ke corneocytes
dan menahan disana. Asam Urocanic bertindak sebagai kromofor alami, menyerap sinar UV
dan memberikan perlindungan terhadap sinar matahari. Defisiensi filaggrin di dermatitis
atopik menyebabkan hilangnya semua fungsi di atas dengan gangguan integritas struktural
Stratum Cornium dan penghalang kulit rusak.1
GANGGUAN FUNGSI PERMEABILITAS PADA DERMATITIS ATOPIK
Abnormalitas turunan yang menyebabkan abnormal barier pada dermatitis atopik
Gen-gen abnormal yang menyebabkan dermatitis atopik termasuk mereka yang
mengkode protein seperti ; filaggrin, serin protease (SP) dan protease inhibitor:
Mutasi filaggrin adalah faktor predisposisi dari terjadinya dermatitis atopik.
Kurangnya Filaggrin kulit menyebabkan terganggunya barier kulit, sehingga terjadilah
hilangnya air trans-epidermal dan memungkinkan terjadinya paparan kronis yang memicu
peradangan di AD.1 Mutasi Filagrin secara signifikan berhubungan dengan terjadinya
dermatitis atopik yang beronset dini. Dalam sebuah penelitian dijelaskan bahwa telah
terjadi mutasi dari filagrin pada anak-anak dengan dermatitis atopik yang berumur 2 tahun
atau dengan umur yang lebih muda. Total sebanyak 21,3% pasien dermatitis atopik yang
onsetnya pada umur 2 tahun atau yang berumur lebih muda lagi telah menunjukkan
adanya mutasi filaggrin allel. Dimana filaggrin yang mengalami mutasi adalah p.
Arg501X dan c. 2282del4. 8
Serin Protease
Peningkatan SP akan menyebabkan kerusakan dan degradasi seluruh corneodesmosomes
SC. Ini juga merusak pengolahan enzim lipid mengakibatkan penurunan produksi
ceramide. SP mengaktifkan protease aktivator tipe 2 reseptor (PAR-2) dengan pemutusan
langsung PAR-2 dan menginduksi kaskade sinyal nya. Hal ini menyebabkan
downregulation sekresi lamellar body, menurunkan total lipid SC. Hal ini juga
menyebabkan peningkatan generasi IL-1α dan IL-1β dari corneocytes yang menyebabkan
peradangan.1
Protease Inhibitor
Zat ini menghambat protease. Cystatin A adalah sistein protease inhibitor disekresikan oleh
kelenjar keringat yang membantu melindungi kulit dari kerusakan oleh sumber eksogen
protease seperti dari rumah tungau debu (HDM) tinja. Mutasi pada gen , yang mengkode
untuk cystatin A, telah ditemukan di kulit AD. 1
Komposisi lipid dalam AD
Lipid disekresi dan diproses dalam tubuh pipih yang berada di lapisan spinosum dan
lapisan granular . Untuk fungsi barier normal komposisi lipid harus mengandung 50%
ceramides, asam lemak 10-20% dan 25% kolesterol. Kulit pada pasien dermatitis atopik
telah terbukti mengalami peningkatan aktivitas sphingomyelindeacylase, sehingga
ceramides menurun dan fungsi barrier menjadi abnormal.
Mantel asam
Lingkungan asam dibentuk oleh FFA, produk degradasi filaggrin, dan sekresi kelenjar
keringat yang mengandung asam laktat. Mantal asam ini sangatlah penting ontuk
mengoptimalkan enzim lemak dan meningkatkan proses keratinisasi kulit. Keadaan asam
akan mencegah aktivasi enzim serin protease untuk mendegradasi korneodermosum dan
merangsang pemecahan sitokin pada saat terjadinya inflamasi. Mantal asam ini juga akan
mencegah invasi bakteri patogen dan perlekatan bakteri patogen pada startum korneum.
Pada pasien dermatitis atopik ditemukan peningkatan PH pada lesi kulit dan pada kulit
yang tidak mengalami inflamasi. 1
Gangguan fungsi antimikroba (cacat imunitas bawaan) di dermatitis atopik
Gambar 2. Fungsi filaggr lapisan sel granular dan stratum korneum. Hilangnya ekspresi filaggrin ( pada sisi kanan gambar ), dapat menyebabkan rusaknya barier kulit dan penetrasi alergen. 8
Kelainan protein penting pada stratum korneum yang diwariskan telah dikaitkan
dengan kejadian dermatitis atopik. Beberapa mutasi Filaggrin yang menyebabkan kerugian
dari fungsi kulit berhubungan dengan dermatitis atopik sebanyak 50%. Defisiensi filaggrin
pada dermatitis atopik menyebabkan hilangnya semua fungsi dengan gangguan integritas
struktural Stratum kornium dan barier kulit menjadi rusak.1
Adanya defek pada barier epidermis pada pasien dermatities juga hasil dari
berkurangnya tingkat lipid (ceramides, kolesterol, dan asam lemak), yang menyebabkan
peningkatan kehilangan air transepidermal (TEWL) dan penurunan kadar air dari lapisan
kornium . 7 Corneocytes anuclear mengandung sekitar 20-35% air. Mereka berfungsi
dengan membatasi kehilangan air dari tubuh, dan meningkatkan retensi air. Lipid matriks
bertindak sebagai barier semipermeabel terhadap molekul hidrofilik, bahan kimia dan
mikroba dan juga berfungsi sebagai reservoir untuk obat topikal.1
Pasien dengan dermatitis atopik mengalami penurunan fungsi barier kulit sehingga
kulit menjadi kering ( serosis ) yang berkonstribusi terhadap morbiditas penyakit dengan
bertambahnya celah mikro dan retakan pada kulit, yang berfungsi sebagai portal masuk
untuk patogen kulit, iritasi, dan alergi. 3 Kulit individu dengan dermatitis juga telah
terbukti kekurangan ceramides (molekul lipid) serta peptida antimikroba seperti
cathelicidins, yang mewakili lini pertama pertahanan terhadap berbagai agen infeksius.
Kelainan barier kulit ini menyebabkan kehilangan air transepidermal (aliran air dari dalam
tubuh melalui lapisan epidermis kulit ke atmosfer sekitarnya) dan peningkatan penetrasi
alergen dan mikroba ke dalam kulit. Agen infeksi yang paling sering terlibat dalam
dermatitis atopik adalah Staphylococcus aureus (S. aureus), yang berkolonisasi pada sekitar
90% pasien dermatitis atopik. Cacat respon imun bawaan juga muncul untuk
berkontribusi terhadap peningkatan infeksi bakteri dan virus pada pasien dengan
dermatitis atopik. Ini interaksi dari faktor yang menyebabkan respon T-sel dalam kulit
(awalnya didominasi respon T helper-2 [Th2] dan kemudian didominasi respon Th1) dengan
dikeluarkanya kemokin dan sitokin proinflamasi (misalnya, interleukin [IL] -4, 5 dan tumor
necrosis factor) yang mempromosikan produksi imunoglobulin E (IgE) dan respon
inflamasi sistemik, yang menyebabkan gatal dan radang kulit. 9
II.3 TERAPI BARIER KULIT PADA DERMATITIS ATOPIK
Steroid anti-inflamasi dan imunomodulator tetap terapi utama pada dermatitis atopik
. Namun, bukti yang didapatkan menciptakan alasan kuat yang ditujukan untuk mengurangi
pH stratum korneum, mengurangi aktivitas SP, dan / atau koreksi penggantian lipid dapat
mencegah dan / atau memperbaiki terjadinya penyakit radang pada dermatitis atopik, dan
bisa mematahkan lingkaran setan penurunan fungsi barier yang menginduksi suatu inflamasi.
Meskipun terapi anti-inflamasi efektif mengurangi keparahan penyakit dengan menekan
fungsi kekebalan tubuh pada dermatitis atopik, akan tetapi mereka tidak dapat mengatasi
kelainan barier utama yang mendasari terjadinya patogenesis penyakit .
Sehingga yang mendasari pemikiran tentang terapi barier adalah bahwa dengan
memperbaiki epidermal barier abnormal yang dijumpai pada dermatitis atopik dapat
mencegah terajdinya defek penetrasi epidermal yang dipicu oleh lingkungan. 6
Berkurangnya jumlah filaggrine , baik akibat dari mutasi gen primer atau pengurangan
sekunder dalam ekspresi protein, juga dapat mempengaruhi respon imun bawaan melalui
rangsangan toll-like receptor dan dengan demikian berkontribusi terhadap terjadinya
peradangan pada kulit. Mutasi filaggrine juga telah terbukti mempengaruhi komposisi lipid
yang merupakan barier kulit, dengan perubahan persentase kolesterol, ceramide /
kolesterol rasio, asam lemak bebas dan trigliserida. 8 Rasio equimolar 1: 1: 1 dari ceramide,
kolesterol, dan FFA dapat menginduksi pemulihan barier pada keadaan akut injuri.
Sebaliknya, studi di kedua model hewan dan pada pasien menunjukkan bahwa
terapi penggantian lipid korektif mengurangi komponen inflamasi penyakit dengan
mempromosikan fungsi epidermis yang normal. Karena berbagai fungsi pelindung lainnya
dari lapisan kulit terluar stratum korneum, maka untuk terapi perbaikan barier dilakukan
dengan cara menajaga kelembaban dan mencegah kulit kering. Fungsi 'pro-inflamasi' dari
stratum korneum dimulai dengan pembentukan IL-1α dan IL-1β dalam jumlah yang banyak,
dan yang disimpan dalam jumlah besar di corneocytes. Molekul-molekul ini kemudian
dilepaskan ke bawah epidermis dan dermis saat fungsi barier sedang terganggu, membantu
menormalkan fungsi kulit normal. Karena fungsi barier selalu abnormal pada dermatitis
atopik, mekanisme perbaikan pun hampir selalu tidak berhasil pada dermatitis atopik . Selain
kaskade sitokin yang sedang berlangsung, berulang akses haptens melintasi penghalang rusak
pada akhirnya merangsang karakteristik respon TH2-sitokin.
Meskipun pelembab emolien dapat mengurangi penggunaan steroid melalui
moisturization, mereka terdiri dari lipid non-fisiologis, seperti petrolatum dan lanolin, yang
sebenarnya menghambat, bukannya memperbaiki respon biokimia dasar untuk sebuah cacat
dalam barier pada dermatitis atopik . Namun, efektif, formulasi penyakit tertentu yang
mendasari mengoreksi kelainan barier hanya menjadi tersedia baru-baru ini.
Defek permeabilitas barier pada dermatitis atopik ditandai dengan penurunan global
dalam isi dari ketiga lipid kunci (yaitu, kolesterol, FFA, dan Cer), dengan penurunan lebih
lanjut dalam konten ceramide. Dengan demikian, koreksi kelainan barier di dermatitis
atopik membutuhkan aplikasi topikal tidak hanya jumlah yang cukup dari ketiga lipid
kunci yang memediasi fungsi barier , tetapi juga penyediaan lipid dalam proporsi
ceramide-dominan yang mendasari perbaikan kelainan biokimia lipid pada dermatitis
atopik. Dengan kondisi tersebut, pemulihan fungsi barier kulit akan menjadi normal maka
dapat menurunkan regulasi peradangan yang terjadi pada lapisan kulit yang lebih
dalam. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa koreksi kelainan target lipid
biokimia di dermatitis atopik, dengan bentuk terapi ceramide dominant perbaiki barier .
Defisiensi filaggrine dikaitkan dengan atopi mukosa, meskipun filaggrine tidak dinyatakan
dalam non-keratinisasi epitel mukosa bronkial atau lainnya. Dengan demikian, ada
kemungkinan bahwa terapi penggantian lipid dapat memblokir perkembangan 'march atopik. 10,11
Sifat produk berbasis lipid fisiologis berbeda dari agen nonphysiologic. Lipid diambil
oleh keratinosit, dikemas ke dalam lamellar bodies, dan kemudian dikeluarkan kembali
untuk membentuk lamellar bilayers. 10 Terapi perbaikan Barrier menggunakan aplikasi
kombinasi topikal spesifik dari tiga lipid epidermal yang merupakan barier permeabilitas
epidermis untuk mempromosikan fungsi kulit normal dan mengurangi peradangan kulit
pada dermatitis atopik. 11
Dengan mengoreksi kelainan barier dapat juga menjadi anti-inflamasi,melalui :
Masuknya alergen dan immunogens berkurang , sehingga terjadinya downregulating
jalur Th2.
Restorasi lipid rasio menurunkan pH, sehingga overactivation SP berhenti, yang pada
akhirnya akan mencegah suatu reaksi inflamasi melalui reseptor PAR-2.
downregulates sinyal mekanisme yang menyebabkan peradangan. 1
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis atopik adalah akibat kelainan barier kulit yang dihasilkan dari interaksi
antara lingkungan dan gen.
Mutasi gen filaggrine merupakan predisposisi terjadinya dermatitis atopik. Dimana
filaggrin yang mengalami mutasi adalah p. Arg501X dan c. 2282del4
Gen-gen abnormal lain yang menyebabkan dermatitis atopik termasuk mereka yang
mengkode protein seperti ; serin protease (SP) dan protease inhibitor.
Degradasi filaggrin menghasilkan asam polikarboksilat higroskopis dan asam
urocanic yang bertindak sebagai faktor pelembab alami (NMF), Asam Urocanic
bertindak sebagai kromofor alami, menyerap sinar UV dan memberikan perlindungan
terhadap sinar matahari.
Defisiensi filaggrin di dermatitis atopik menyebabkan hilangnya semua fungsi kulit
dengan gangguan integritas struktural stratum kornium dan barier kulit menjadi
rusak.
Mutasi filagrine juga telah terbukti mempengaruhi komposisi lipid yang merupakan
barier kulit, dengan perubahan persentase kolesterol, ceramide / kolesterol rasio,
asam lemak bebas dan trigliserida
Kulit kering dan gatal mungkin menjadi tanda pertama dari gangguan barier pada
individu dengan riwayat keluarga dengan dermatitis atopik kuat.
Terapi perbaikan barrier menggunakan aplikasi kombinasi topikal spesifik dari tiga
lipid epidermal yang merupakan barier permeabilitas epidermis untuk
mempromosikan fungsi kulit normal dan mengurangi peradangan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Thawer-Esmail, Fatema. Current Allergy & Clinical Immunology. Skin barrier function
and atopic eczema; Vol 24, No.4; November 2011.
2. Sularsito, A. Sri dan Djuanda S. Dermatitis; Dermatitis Atopik; FKUI. Hal 138- 147.
2010.
3. Wolff, Klaus. Chapter 14; Atopic Dermatities. Fizpatrick’s Dermatology in General
Medicine ( two vol. Set ) sevend ed. New York: McGraw-Hill;2008. Hal 683-686
4. Hogan, Mary Beth.. Review Article; Skin Barrier Function and Its Importance at the
Start of the AtopicMarch. 2012Available on :
downloads.hindawi.com/journals/ja/2012/901940.pdf
5. Tabri, Farida.. Aspek Imunogenetik Dermatitis Atopik Pada Anak : Konstribusi Gen
CTLA-4, Kecacingan dan IL-10. 2008 Available on :
pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/53e07abea73258ecc701db68ad104cc2.pdf
6. Chase , Elizabeth P, dan Armstrong, April W. Advances in Management of
Atopic Dermatitis: New Therapies and Novel Uses of Existing Treatments. 2012 Elsevier
Inc. All rights reserved.
7. Adelaide Hebert. Pediatric Atopic Dermatitis. 2010. Available on :
bmctoday.net/practicaldermatologypeds/.../PDpeds0810_atopicDermFea.pdf
8. JA McGrath. Review Article; Skin barrier genetics: filaggrin and the dermatologist.
2011. Available on: www.allergysa.org/ journals /Nov2011/skin%20 Barrier . pdf
9. Wade Watson, Sandeep Kapur. Review Atopic dermatitis. 2011. Available on :
http://www.aacijournal.com/content/7/S1/S4
10. Zvulunov A, D Ben-Amitai, Y Valdman Grinshpoun. Review Article Barrier-Restoring
Therapies in Atopic Dermatitis: Current Approaches and Future Perspectives. Hindawi
Publishing Corporation Dermatology Research and Practice. 2012. Available on :
www.hindawi.com/journals/drp/2012/923134/
11. Elias, M, Peter. REVIEW ARTICLE Therapeutic Implications of a Barrier-based
Pathogenesis of Atopic Dermatitis. 2010. Available on :
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2917676/
12. REVIEW Open Access
Top Related