7/27/2019 Referat RA Bedah
1/29
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang membentuk formasi endoskeleton yang kaku dan kuat dimana otot-
otot skeletal menempel sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan. Tulang
juga berperan dalam penyimpanan dan homeostasis kalsium. Kebanyakan tulang
memiliki lapisan luar tulang kompak yang kaku dan padat. Tulang dan kartilago
merupakan jaringan penyokong sebagai bagian dari jaringan pengikat tetapi
keduanya memiliki perbedaan pokok antara lain tulang memiliki system
kanalikuler yang menembus seluruh substansi tulang, tulang memiliki jaringan pembuluh darah untuk nutrisi sel-sel tulang, serta tulang hanya dapat tumbuh
secara aposisi. Kerusakan tulang akibat infeksi akan menyebabkan proses
homeostasis tulang terganggu hingga terjadi manifestasi klinis suatu penyakit
tulang. 1,2
Sendi merupakan suatu organ yang komplek dan tersusun atas berbagai
komponen yang spesifik antara lain air, serabut kolagen, proteoglikan,
glikoprotein lain serta lubrikan asam hialuronat. Struktur yang kompleks di atas
memungkinkan suatu pergerakan sendi yang luas, Frictionless dan tidak
mengakibatkan kerusakan luas dalam jangka panjang. 2
Kerusakan sendi yang terjadi pada penyakit reumatik dalam bentuk
peradangan sendi (artritis) tentu saja akan mempengaruhi komponen- komponen
spesifik tersebut. Pada dasarnya proses kerusakan sendi pada penyakit reumatik
melibatkan banyak komponen dari sendi itu sendiri yaitu: sinovium, kapsul sendi,
rawan sendi, tulang subkhondral dan ligamentum sendi. 2
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas
serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan
suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif
simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga
melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian besar penderita menunjukkan gejala
penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan
terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang
menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon
1
7/27/2019 Referat RA Bedah
2/29
sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola
morbiditas penyakit ini .hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat
diketahui dengan pasti. 3
2
7/27/2019 Referat RA Bedah
3/29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
RA adalah penyakit inflamasi sistemik yang dapat mengenai berbagai
organ terutama mengenai jaringan ikat sendi dan cenderung menjadi kronik
dan progresif. Dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi
dan kerusakan total sendi. Karena bersifat sistemik, disamping sendi, dapat juga mengenai organ lain seperti mata kulit, SSP, paru, jantung ginjal, hati,
lien, usus dan otot. 2,4
B. Epidemiologi
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan
tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik.
Di Indonesia, prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi
(berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen) kelompok orang dewasa dan 1:100 ribu
jiwa kelompok anak-anak. Total, diperkirakan terdapat 360 ribu pasien di
Indonesia. Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan
perbandingan wanita dan pria sebesar 2-3:1. Perbandingan ini mencapai 5:1
pada wanita dalam usia subur. Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang
Amerika, yang kebanyakan wanita. Dapat ditemui pada semua usia, akan tetapi
umumnya terutama menyerang usia pertengahan > 40 tahun. 1,5 juta wanita
mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan 600.000 pria. 3,4
C. Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan
beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya
penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk
3
7/27/2019 Referat RA Bedah
4/29
kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR 4 dengan AR
seropositif. Pengemban HLA-DR 4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita
penyakit ini. Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering
dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan
terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon
estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang
diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal
memang merupakan penyebab penyakit ini. 2,5,6
Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya
onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh
gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil
dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak
menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan
atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen
infeksius yang diduga merupakan penyebab AR antara lain adalah bakteri,
mikoplasma atau virus.
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang
(60 sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons
terhadap stress. Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara HSP dan
sel T pada pasien AR, mekanisme ini belum diketahui dengan jelas. 5,6,7
D. Anatomi dan Fisiologi sendi
Beberapa komponen penunjang sendi:
4
7/27/2019 Referat RA Bedah
5/29
7/27/2019 Referat RA Bedah
6/29
atas bonggol sendi (kapsul retikuler), bursa sendi dan ikat sendi
(ligamentum).
Dapat dikelempokkan menjadi:
Sendi peluru : persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah.
Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat .
Sendi pelana : persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi,
namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan
jari tangan.
Sendi putar : persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi).
Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).
Sendi luncur : persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu
bidang datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki.
Sendi engsel : persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh:
sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta .
Amfiartosis
Persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Misalnya sendi sacro iliaka dan
sendi- sendi antara corpus vertebra. Sendi sinovial umumnya dijumpai pada
ekstremitas. Pada sendi ini ditemukan adanya celah sendi, rawan sendi,
membran sinovium serta kapsul sendi Simfisis
Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk seperi
cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang. 8
6
http://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_lengan_atashttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_belikathttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_lengan_atashttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_lengan_atashttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_hastahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_hastahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_lengan_atashttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_belikathttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_lengan_atashttp://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_hasta7/27/2019 Referat RA Bedah
7/29
Gambar 1. Sendi synovial 3
E. Peran Sinovium Dalam Kerusakan Sendi
Sinovium merupakan bagian penting dari sendi diartrodial dan secara
fisiologis berfungsi dalam transpor nutrien ke dalam rongga sendi serta
mengeluarkan sisametabolismenya, membantu stabilitas sendi dan bersifat low-
friction lining. Secara normal, sinovium diharapkan mampu memelihara,
mendukung dan mengganti substansiyang diperlukan dalam kerja sendi sebagai
suatu organ sepanjang hidup individu yang bersangkutan(2,3). Perubahan-
perubahan yang terjadi pada sinovium tentu saja akan sangat berpengaruh
terhadap sendi. Sebagian besar perubahan tersebut disebabkan oleh peningkatan
dari volume sinovium itu sendiri seperti perubahan dari jumlah dan komposisi
dari sel yang secara normal ditemukan pada sinovium yaitu sinoviosit, fibroblast,
makrofag, sel mast, sel vaskular dan sel limfatik ataupun adanya infiltrasi sel- sel
tertentu ke dalam sinovium (2). Peranan sinovium dalam kerusakan sendi pada
berbagai penyakit memiliki mekanisme yang berbeda. Pada RA ditemukan pada sinovium adanya hyperplasia yang didominasi oleh sel sinoviosit A dan sinoviosit
B pada bagian luar. Selain hyperplasia sinovium ditemukan juga vaskularisasi
yang meningkat dan infiltrasi sel-sel inflamasi terutama sel limfosit T CD4, yang
merupakan peran utama pada respon imun seluler. Daerah utama terjadinya
kerusakan sendi terletak pada pertemuan jaringan sinovium yang meradang
(pannus) dengan rawan sendi dan tulang. Pada stadium lanjut terdapat
kerusakan periartikuler dan erosi tulang (16).3
7
7/27/2019 Referat RA Bedah
8/29
F. Patofisiologi
Peranan sinovial mediator pada AR Synovial mediator ataupun sitokin
yang dihasilkan akibat adanya aktivasi berbagai sel imunokompeten mengaktivasi
endotel vaskuler, dan sel-sel inflamasi lainnya yang akhirnya sel-sel tersebut
mensekresi sitokin. Pada AR tampak gangguan keseimbangan sitokin pro
inflamasi dan anti inflamasi yang menyebabkan otoimunitas berjalan. Berbagai
sitokin terlibat pada kerusakan dan inflamasi sinovium. Interleukin-1 dan TNF-
merupakan sitokin yang memiliki peran penting dalam pathogenesis AR. Kedua
sitokin ini merupakan stimulator yang kuat sel-sel fibroblastsinovium, osteoklas
dan kondrosit. 2,5
Tabel 1. Sitokin- sitokin yang terlibat dalam patologi RA5
8
7/27/2019 Referat RA Bedah
9/29
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses
oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel
sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi
determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan
dikenali dan diikat oleh sel CD 4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang
terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
aktivasi sel CD 4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan
mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD 4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD 4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi
sel tersebut. Proliferasi sel CD 4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap
berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD 4+ yang telah teraktivasi juga
mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis
factor (TNF-), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-
macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain
yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya
dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi.
Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang
sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang
akan membebaskan komponen-komplemen C 5a. Komponen-komplemen C 5a
merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular
juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke
9
7/27/2019 Referat RA Bedah
10/29
arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan
bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas
mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada
membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan
dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease
neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi
dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi
hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi.
Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan
sendi.
Prostaglandin E 2(PGE 2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat
merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan
TNF. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen
penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR,
antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian,
sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya
destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya
faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop
fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan
berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses
peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan
terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan
histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat. 2,5,8
10
7/27/2019 Referat RA Bedah
11/29
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang
paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi
yang terbentuk dari makrofag dan sel-sel radang lainnya, factor pertumbuhan
(Fibroblast Growth Factor, FGF) yang menyebabkan proliperasi fibroblast serta
faktor angiogenesis (Vascular Endothelial Growth Factor, VEGF) yang
membentuk pembuluh darah baru ( neovaskularisasi).
Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus
terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan
kolagen dan proteoglikan.2,5, 9,10
Gambar 2. Mekanisme erosi sendi oleh osteoklast pada AR
11
7/27/2019 Referat RA Bedah
12/29
Gambar 3. Peran sentral IL-1 dan TNF- dalam pathogenesis AR
G. Gejala Klinis
Gejala klinis Intra & Ekstra artikuler bervariasi dari yang ringan sampai
berat sehingga terjadi poliartritis, destruktis dan vaskulitis sistemik. Biasanya
dimulai dengan gejala prodromal : lemah, lekas lelah, nafsu makan, BB , sakit
seluruh tubuh dan kaku. 20% akan mengalami remisi, kemudian serangan
datang lagi secara tiba-tiba, disertai demam dan lemah. Sendi yang diserang
sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat & tanda radang
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
artritis reumatoid antara lain:
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun
dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
12
7/27/2019 Referat RA Bedah
13/29
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua
sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi
pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan
selalu kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat
dilihat pada radiogram.
5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar
juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama
dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang
permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat
juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya
merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
13
7/27/2019 Referat RA Bedah
14/29
7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-
organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan
spembuluh darah dapat rusak. 1,7,9
Gambaran klinis intra artikuler :
Serangan mulai dari sendi kecil seperti jari tangan, pergelangan tangan, lutut
dan kaki serta bersifat simetris dan bilateral serta mengenai banyak sendi
(poliartikular). Bila penyakit menetap serangan dapat menyebar pada sendi siku
bahu, strenoklavikularis, pinggul, pergelangan kaki dll.
Nama Sendi % keterlibatan Nama Sendi % keterlibatanTemporomandibula
r
30 Koksae50
Cervical40 Pergelangan tangan 80
Krikoaritenoid10
MCP90
Akromioklavikular 50 PIP 90Bahu 60
Lutut80
Sternoklavikular 30Pergelangan kaki
80
Siku 50 MTP 90Tabel 2. Keterlibatan Sendi-sendi
Sendi pada tangan
Berlainan dengan persendian distal interphalangeal (DIP) yang relatif jarang
dijumpai, keterlibatan persendian pergelangan tangan, MCP dan PIP hampir
selalu dijumpai pada AR. Gambaran swan neck deformities akibat fleksi
kontraktur MCP, heperekstensi PIP dan fleksi DIP serta boutonniere akibat fleksi
PIP dan hiperekstensi DIP dapat terjadi akibat kontraktur otot serta tendon fleksor
dan interoseus merupakan deformitas patognomonik yan g banyak dijumpai pada
AR.
Sendi pergelangan tangan
14
7/27/2019 Referat RA Bedah
15/29
Selain gejala yang berhubungan dengan sinovitis, pada AR juga dapat
dijumpai nyeri atau disfungsi persendian akibat penekanan nervus medianus yang
terperangkap dalam rongga karpalis yang mengalami sinovitis sehingga
menyebabkan gejala carpal tunnel syndrome. Walaupun jarang, nervus ulnaris
yang berjalan dalam kanal Guyon dapat pula mengalami penekanan dengan
mekanisme yang sama. AR dapat pula menyebabkan terjadinya tenosinovitis
akibat pembentukan nodul reumatoid sepanjang sarung tendon yang dapat
menghambat gerakan tendon dalam sarungnya. Tenosinovitis pada AR dapat
menyebabkan terjadinya erosi tendon dan mengakibatkan terjadinya ruptur
tendon yang terlibat.
Sendi Siku
Dapat terjadi fleksi kontraktur dan tertekannya N Ulnaris (paraestesi jari 4 dan
jari 5).
Sendi bahu
Dapat terjadi kekakuan gelang bahu frozen shoulder syndrome
Vertebrae
Sering mengenai V. cervical 1-6 sehingga menimbulkan kaku leher
Panggul
Karena sendi panggul terletak jauh di dalam pelvis, kelainan sendi panggul
akibat AR umumnya sulit dideteksi dalam keadaan dini. Pada keadaan dini
keterlibatan sendi panggul mungkin hanya dapat terlihat sebagai keterbatasan
gerak yang tidak jelas atau gangguan ringan pada kegiatan tertentu seperti saat
mengenakan sepatu. Walaupun demikian, jika destruksi rawan sendi telah terjadi,
gejala gangguan sendi panggul akan berkembang lebih cepat dibandingkan
gangguan pada persendian lainnya.
Lutut
Penebalan sinovial dan efusi lutut umumnya mudah dideteksi pada pemeriksaan.
Herniasi kapsul sendi kearah posterior dapat menyebabkan terbentuknya kista
Baker.
Kaki dan Pergelangan Kaki
15
7/27/2019 Referat RA Bedah
16/29
Keterlibatan persendian MTP, talonavikularis dan pergelangan kaki
merupakan gambaran yang khas AR. Karena persendian kaki dan pergelangan
kaki merupakan struktur yang menyangga berat badan, keterlibatan ini akan
menimbulkan disfungsi dan rasa nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan
keterlibatan ekstremitas atas. Peradangan pada sendi talonavikularis akan
menyebabkan spasme otot yang berdekatan sehingga menimbulkan deformitas
berupa pronasio dan eversio kaki yang khas pada AR. Walaupun jarang, nervue
tibialis posterior dapat pula mengalami penekanan akibat sinovitis pada rongga
tarsalis (tarsal tunnel) yang dapat menimbulkan gejala parestesia pada telapak
kaki.
Gambaran klinis ekstraartikuler:
Kulit : Nodul reumatik Jarang dijumpai di Indonesia (tapi patognomonik).
Timbul pada fase akut (20-25%). Lokasi pada siku dan bag. Ekstensor lengan dan
tendoan achilles.
Vaskulitis : Jarang menimbulkan keluhan klinis. Proliferasi tunika intima.
Mata : Keratokunjungtivitis sicca (sindroma sjogren), episkleritis (dapat sem
buh secara spontan).
Neuropati : RA dapat menyebabkan kelainan saraf perifer seperti Foot dan
Wrist drops, kelainan sensibilitas, dll.
Jantung : Jarang menimbulkan gejala klinis . Perikarditis dapat menimbul
nyeri dada atau gangguan faal jantung.
Paru-paru: Dapat berupa pleuritis, hipertensi pulmonal (ok.vaskulitis arteri
pulmonal, nodul reumatoid pada paru, fibrosis interstitiel.
Hematologi : Anemia normositer normokrom
KGB : Limadenopati p
Sindroma Felty : AR berat, splenomegali, leukopenia dan ulkus pada
tungkai. 1,7,9,11
16
7/27/2019 Referat RA Bedah
17/29
17
7/27/2019 Referat RA Bedah
18/29
H. Diagnosis
Berdasarkan kriteria ARA diagnosa arthritis reumatoid dapat dikatakan positif
apabila sekurang-kurangnya satu sampai empat dari criteria yang berlangsung
sekurang-kurangnya selama 6 minggu. Kriteria tersebut adalah:
1. Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam
2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
3. Arthritis sendi-sendi jari tangan
4. Arthritis yang simetris
5. Nodul rheumatoid
6. Faktor rheumatoid dalam serum
7. Perubahan-perubahan radiologik, seperti: Pembengkakan jaringan lunak,
erosi, Osteopororosis artikular.
I . Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada
pemeriksaan laboraturium terdapat:
1. Tes faktor reumatoid biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif. kadarnya lebih tinggi dari serum dan
berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
2. Pemeriksaan cairan synovial, warna kuning sampai putih dengan derajat
kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
3. Protein C-reaktif biasanya positif.
4. LED meningkat.
18
7/27/2019 Referat RA Bedah
19/29
5. Leukosit normal atau meningkat sedikit 5.000 50.000/mm 3, menggambarkan
adanya proses inflamasi. Leukosit menurun bila terdapat splenomegali; keadaan
ini dikenal sebagai Feltys Syndrome.
6. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
7. Trombosit meningkat.
8. Pemeriksaan kadar sero-imunologi : Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita
; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan.
Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.
9. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering
adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering
terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi
juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi. 6,7,10
J. Pengobatan
Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan pada penderita AR ditujukan
untuk:
1. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
2. Mencegah terjadinya destruksi jaringan
3. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar
tetap dalam keadaan baik.
4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persen dian yang terlibat agar
sedapat mungkin menjadi normal kembali.
Dalam pengobatan AR umumnya selalu dibutuhkan pendekatan
multidisipliner. Suatu team yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi dan ahli
psikologi, semuanya memiliki peranan masing masing dalam pengelolaan
19
7/27/2019 Referat RA Bedah
20/29
penderita AR baik dalam bidang edukasi maupun penatalaksanaan pengobatan
penyakit ini.
a. Obat
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus
dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara
pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.
Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan
dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk
tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang
sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian
dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis
terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dll sebagainya
. Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan
komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki
efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednison 5-7,5 mg
satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi
sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan secara
bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat
20
7/27/2019 Referat RA Bedah
21/29
peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih
dahulu.dan sebagainya.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi akibat artritis reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12
bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses
reumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada
pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah
diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski
masih dalam status tersangka.
Jenis-jenis obat DMARD yang dapat digunakan adalah:
a. Klorokuin , paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, klorokuin
memiliki beberapa keterbatasan. Banyak diantara para ahli yang berpendapat
bahwa khasiat dan efektivitas klorokuin agaknya lebih rendah dibandingkan
dengan DMARD lainnya, walaupun toksisitasnya juga lebih rendah dibandingkan
dari DMARD lainnya. Dari pengalaman penggunaan klorokuin di Indonesia
diketahui bahwa sebagian penderita akan menghentikan penggunaan klorokuin
pada suatu saat karena merasa bahwa obat ini kurang bermanfaat bagi
penyakitnya.
Toksisitas
K lorokuin sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Klorokuin dapat
digunakan dengan aman jika dilakukan pemantauan yang baik selama
penggunaannya dalam jangka waktu yang panjang. Efek samping pada mata,
sebenarnya hanya terjadi pada sebagian kecil penderita saja. Mackenzie and
Scherbel, pada penelitiannya telah dapat menunjukkan bahwa toksisitas
klorokuin pada retina hanya bergantung pada dosis harian saja dan bukan dosis
kumulatifnya. Dosis antimalaria yang dianjurkan untuk pengobatan AR adalah
klorokuin fosfat 250mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Pada dosis ini
jarang sekali terjadi komplikasi penurunan ketajaman penglihatan. Efek samping
lain yang mungkin dijumpai pada penggunaan antimalaria adalah dermatitis
21
7/27/2019 Referat RA Bedah
22/29
7/27/2019 Referat RA Bedah
23/29
Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis
ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis
total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping DP antara lain adalah ruam kulit
urtikarial atau morbilformis akibat reaksi alergi, stomatitis dan pemfigus. DP
juga dapat menyebabkan trombositopenia, lekopenia dan agranulositosis. Pada
ginjal DP dapat menyebabkan timbulnya proteinuria ringan yang reversible
sampai pada suatu sindroma nefrotik. Efek samping lain yang juga dapat timbul
adalah lupus like syndrome, polimiositis, neuritis, miastenia gravis, gangguan
mengecap, nausea, muntah, kolestasis intrahepatik dan alopesia.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD . Khasiatnya tidak diragukan
lagi meski sering timbul efek samping seperti Auro sodium tiomalat (AST).
Penggunaan obat ini seringkali menyertakan efek samping dari yang ringan
sampai yang cukup berat. AST (Tauredon ampul 10, 20 dan 50 mg) diberikan
secara intramuskular yang dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10
mg, disusul dengan dosis percobaan kedua sebesar 20 mg setelah 1 minggu
kemudian. Setelah 1 minggu, dosis penuhdiberikan sebesar 50 mg / minggu
selama 20 minggu. Jika respons penderita belum memuaskan setelah 20 minggu,
pengobatan dapat dilanjutkan dengan pemberiandosis tambahan sebesar 50 mg
setiap 2 minggu sampai 3 bulan. Kalau masih diperlukan AST kemudian dapat
diberikan dalam dosis sebesar 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi
yang memuaskan dapat tercapai. Efek samping AST antara lain adalah pruritus,
stomatitis, proteinuria, trombositopenia dan aplasia sumsum tulang. Efek
samping AST agaknya terjadi lebih sering pada pengemban HLA- DR3A. Jika
timbul efek samping yang ringan, dosis AST dapat dikurangi atau dihentikan
untuk sementara. Jika gejala efek samping tersebut menghilang, AST kemudian
dapat diberikan lagi dalam dosis yang lebih rendah.
23
7/27/2019 Referat RA Bedah
24/29
Ridaura, (auranofin tablet 3 mg) adalah preparat garam emas oral dianggap
sebagai DMARD yang berlainan sifatnya dariAST. Walaupun obat ini terbukti
berkhasiat dalam pengobatan AR, lebih mudahdigunakan serta tidak memerlukan
pemantauan yang ketat seperti AST, banyak para ahli yang berpendapat bahwa
khasiat auranofin tidaklah lebih baik dibandingkan dengan AST. Auranofin sangat
berguna bagi penderita AR yang menunjukkan efek samping terhadap AST.
Auranofin diberikan dalam dosis 2 x 3 mg sehari. Efek samping proteinuria dan
trombositopenia lebih jarang dijumpai dibandingkan dari penggunaan AST. Pada
awal penggunaan auranofin, banyak penderita yang mengalami diare, yang
dapat
diatasi dengan menurun- kan dosis pemeliharaan yang digunakan.
e. Methotrexate (MTX) adalah suatu sitostatika golongan antagonis asam folat
yang banyak digunakan sejak 15 tahun yang lalu. Obat ini sangat mudah
digunakan dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk dapat mulai bekerja relatif
lebih pendek (3 4 bulan) jika dibandingkan dengan DMARD yang lain. Dalam
pengobatan penyakit keganasan, MTX bekerja dengan menghambat sintesis
thymidine sehingga menyebabkan hambatan pada sintesis DNA dan proliferasi
selular. Apakah mekanisme ini juga bekerja dalam penggunaannya sebagai
DMARD belum diketahui dengan pasti.
Pemberian MTX umumnya dimulai dalam dosis 7.5 mg (5 mg untuk orang tua)
setiap minggu. Walaupun dosis efektif MTX sangat bervariasi, sebagian besar
penderita sudah akan merasakan manfaatnya dalam 2 sampai 4 bulan setelah
pengobatan. Jika tidak terjadi kemajuan dalam 3 sampai 4 bulan maka dosis
MTX harus segera ditingkatkan.
Efek samping MTX dalam dosis rendah seperti yang digunakan dalam
pengobatan AR umumnya jarangdijumpai akan tetapi juga dapat timbul berupa
kerentanan terhadap infeksi, nausea, vomitus, diare, stomatitis, intoleransi
gastrointestinal, gangguan fungsi hati, alopesia, aspermia atau leukopenia. Efek
samping ini biasanya dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau menghentikan
pemberian MTX. Kelainan
24
7/27/2019 Referat RA Bedah
25/29
hati dapat dicegah dengan tidak menggunakan MTX pada penderita AR yang
obese, diabetik, peminum alkohol atau penderita yang sebelumnya telah memiliki
kelainan hati.
Pada penderita AR yang menunjukkan respons yang baik terhadap MTX,
pemberian asam folinat (Leucovorin) dapat mengurangi beratnya efek samping
yang terjadi. Leucovorin diberikan dalam dosis 6 sampai 15 mg/m2 luas
permukaan badan setiap 6 jam selama 72 jam jika terdapat efek samping MTX
yang dapat membahayakan penderita. Walaupun penggunaan MTX memberikan
harapan yang baik dalam pengobatan AR, akan tetapi seperti halnya penggunaan
sitostatika lain, MTX sebaiknya hanya diberikan kepada penderita AR yang
progresif dan gagal di kontrol dengan DMARD standard lainnya.
f. Cyclosporin A (CS-A), adalah suatu undecapeptida siklik yang di isolasi dari
jamur Tolypocladium inflatum Gams pada tahun 1972. Dalam dosis rendah, CS-A
telah terbukti khasiatnya sebagai DMARD dalam mengobati penderita AR.
Pengobatan dengan CS-A terbukti dapat menghambat progresivitas erosi dan
kerusakan sendi. Kendala utama penggunaan obat ini adalah sifat nefrotoksik
yang sangat bergantung pada dosis yang digunakan. Gangguan fungsi ginjal ini
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum atau hipertensi. Efek samping lain CS-A adalah gangguan fungsi hati, hipertrofi gingiva,
hipertrikosis, rasa terbakar pada ekstremitas dan perasaan lelah. Dosis awal
CS-A
yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah 2,5 mg/KgBB/hari yang
diberikan terbagi dalam 2 dosis setiap 12 jam. Dosis dapat ditingkatkan sebesar
25% dosis awal setelah 6 minggu hingga mencapai 4 mg/KgBB/hari sehingga
sehingga tercapai kadar CS-A serum sebesar 74 - 150 ng/ml atau jika kadar kreatinin serum meningkat mencapai lebih dari 50% nilai basal. Dosis peme-
liharaan rata rata berkisar antara 4 mg/KgBB/hari. Dalam dosis tersebut
ternyata terjadi perbaikan yang bermakna dalam beberapa outcome yang
diukur. 6,7,9
b. Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis
25
7/27/2019 Referat RA Bedah
26/29
pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya
sinovektoni, artrodesis, total hip replacement , memperbaiki deviasi ulnar, dan
sebagainya.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan
pasien AR dengan cara:
Mengurangi rasa nyeri
Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
Mencegah terjadinya deformitas
Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.
Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan
mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas
terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri
dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR telah ternyata
terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam
penatalaksanaan AR. 2,3
26
7/27/2019 Referat RA Bedah
27/29
BAB III
KESIMPULAN
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun
yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita Artritis
Reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda
keradangan sistemik. Baisanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam,
hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi.
Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan
kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala
deformitas/cacat yang menetap.
Meskipun prognosis untuk kehidupan penderita tidak membahayakan, akan
tetapi kesembuhan penyakit sukar tercapai.
Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau
sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari
program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan
fungsi sendi dan mencegah dan/atau memperbaiki deformitas.
27
7/27/2019 Referat RA Bedah
28/29
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI
KEDOKTERAN Edisi 11 . Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC
2. Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis . Dalam:
Textbook of Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co
3. Bermawan. Penyakit Radang Sendi 2011. Diunduh dari :
http://naturindonesia.com/artikel-berbagai-penyakit-degeneratif/449-artritis-
reumatoidhttp://cpddokter.com/home/index.php?
option=com_content&task=view&id=1670&Itemid=1
4. Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI . Jakarta : Bagian Patologi Anatomik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1
5. Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi
7 . Jakarta : EGC
6. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA
SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua . Jakarta : Media
Aesculapius
7. Nasution, 1996. . Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku
Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
8. Velyn C. Pearce. 2006. Sendi atau persambungan pada kerangka dalam Anatomi
dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
9. Chairudin Rasjaad. Patofisiologi Artritis Reumatoid. 2010. Diunduh dari :
http://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_P
emeriksaan_Penunjang_Progn osis http://bangkitarie.com/2010/11/artritis-
reumatoid-ar.html http://www.scribd.com/doc/39580114/ .
28
7/27/2019 Referat RA Bedah
29/29
10. Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit bag 2 . Jakarta: EGC.
11. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian
Rakyat, 1996. Muhamad Ibnu Sina di 20:22
http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/11/arthritis-reumatoid.htmlhttp://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/11/arthritis-reumatoid.html