BAB IPENDAHULUAN
Banyak kepercayaan mengenai menstruasi yang telah dicatat sepanjang
sejarah. Pengetahuan dan sikap tentang aspek fisiologi wanita telah berubah
secara perlahan-lahan. Dan dengan kemajuan ilmiah beberapa dekade terakhir
telah mengungkapkan hubungan yang dinamis antara hormon hipofisis dan gonad
dan sifat siklik dari proses reproduksi yang normal. Diagnosis dan pengelolaan
fungsi menstruasi yang abnormal harus didasarkan pada pemahaman tentang
mekanisme fisiologis dalam regulasi siklus menstruasi yang normal. (7)
Pada wanita yang subur dan merupakan pelaku seksual aktif yang tidak
menggunakan kontrasepsi memiliki tingkat kehamilan sampai 90 % dalam 1
tahun. Bagi mereka yang tidak menginginkan kehamilan, saat ini pengaturan
kesuburan dapat dilakukan dan terdapat berbagai metode kontrasepsi yang efektif.
Namun perlu diketahui bahwa tidak ada satupun kontrasepsi yang tanpa dengan
efek samping atau yang dikategorikan tanpa bahaya. Namun dapat dipastikan
bahwa dengan melakukan kontrasepsi dapat menimbulkan risiko kehamilan yang
lebih kecil. (3)
Angka kelahiran di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diperoleh dari
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan dilansir dari KOMPAS
pada tanggal 10 September 2008, menunjukkan bahwa, tahun 1971 nilai angka
kelahiran atau total fertility rate (TFR) mencapai 5,61, tahun 1980 sebesar 4,68,
tahun 1987 sebesar 3,39, tahun 1990 sebesar 3,02, tahun 1994 sebesar 2,86, tahun
1997 sebesar 2,78, dan 2002 sebesar 2,6. (6) Dibandingkan dengan Amerika
Serikat yang pada tahun 2003 sebesar 2,07 dan tahun 2010 sebesar 2.05. (5)
Pemahaman mengenai siklus menstruasi sangat erat kaitannya dengan
penggunaan kontrasepsi hormonal disebabkan kontrasepsi hormonal
mempengaruhi “keseimbangan” dari siklus haid yang normal. Dengan
menggunakan kontrasepsi maka angka kelahiran dapat diturunkan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menstruasi
Siklus menstruasi dapat ditinjau dari uterus maupun ovarium. Siklus
uterus berupa pertumbuhan dan pengelupasan bagian dalam uterus -
endometrium. Pada akhir fase menstruasi endometrium mulai tumbuh
kembali dan memasuki fase proliferasi. Pasca ovulasi, pertumbuhan
endometrium berhenti sesaat dan kelenjar endometrium menjadi lebih aktif –
fase sekresi. Perubahan endometrium dikendalikan oleh siklus yang terjadi
dalam ovarium.
Lama siklus menstruasi rata-rata adalah 28 hari dan terdiri dari :
1. Fase folikuler
2. Ovulasi
3. Fase luteal (pasca ovulasi)
Bila siklus menjadi panjang, fase folikuler yang akan menjadi panjang dan
fase luteal akan tetap konstan berlangsung selama 14 hari.
Agar siklus menstruasi berlangsung secara normal diperlukan :
1. Poros hipotalamus-hipofisis-ovarium yang baik
2. Didalam ovarium terdapat folikel yang responsif
3. Fungsi uterus berlangsung secara normal
2.1.1 Endokrinologi Siklus Menstruasi
Pengendalian maturasi folikel dan proses ovulasi dilakukan oleh poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hipotalamus mengendalikan siklus
menstruasi, namun organ ini sendiri dapat pula dipengaruhi oleh pusat otak
yang lebih tinggi, sehingga faktor kecemasan ataupun gangguan kejiwaan lain
dapat mengganggu pola menstruasi yang normal.
2
Hipotalamus mempengaruhi hipofisis melalui pengeluaran GnRH-
Gonadotropin Releasing Hormon. GnRH melalui sistem sirkulasi portal
menuju hipofisis anterior dan menyebabkan gonadotrof hipofisis melakukan
sintesa dan pelepasan FSH - foliclle stimulating hormone dan LH -
Luteinizing hormone. FSH akan menyebabkan proses maturasi folikel selama
fase folikuler dan LH berperan dalam proses ovulasi serta produksi
progesteron oleh corpus luteum. Aktivitas siklis dalam ovarium berlangsung
melalui mekanisme umpan balik diantara ovarium – hipotalamus dan
hipofisis.
Gambar 2.1 Mekanisme Aksi Hormon Hipotalamus – Hipofisis - Ovarium
2.1.2 Ovarium pada Menstruasi
FASE FOLIKULER
HARI KE 1 – 10
Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relatif tinggi dan hormon ini
akan merangsang pertumbuhan 10 – 20 folikel namun hanya 1 folikel yang
‘dominan’ yang menjadi matang dan sisanya akan mengalami atresia.
3
Kadar FSH dan LH yang relatif tinggi dipicu oleh penurunan kadar
estrogen dan progesteron pada akhir fase sebelumnya. Selama dan segera
setelah menstruasi, kadar estrogen relatif rendah namun dengan
pertumbuhan folikel kadarnya akan segera meningkat.
Gambar 2.2 Siklus Menstruasi dan Ovarium
Hari KE 10 - 14
Dengan bertambahnya ukuran folikel, terjadi akumulasi cairan
diantara sel granulosa dan menyebabkan terbentuknya anthrum, sehingga
folikel primer berubah bentuk menjadi folikel d’graaf, disini oosit
menempati posisi excenteric dan dikelilingi oleh 2 – 3 lapisan sel
granulosa dan disebut sebagai cumulus oophorus .
Dengan semakin matangnya folikel, kadar estrogen menjadi semakin
bertambah (terutama dari jenis estradiol) dan mencapai puncaknya 18 jam
sebelum ovulasi. Dengan semakin meningkatnya kadar estrogen, produksi
FSH dan LH menurun ( umpan balik negatif ) untuk mencegah
hiperstimulasi ovarium dan maturasi folikel lainnya.
4
Gambar 2.3 Gambar Aksis Hipotalamaus – Hipofisis – Ovarium terhadap siklus
menstruasi
OVULASI
HARI KE 14
Ovulasi terjadi dengan pembesaran folikel yang cepat dan diikuti
protrusi permukaan kortek ovarium dan pecahnya folikel menyebabkan
keluarnya oosit dan cumulus oophorus yang melekat dengannya.
Pada sejumlah wanita Kadang-kadang proses ovulasi ini
menimbulkan rasa sakit sekitar fossa iliaka yang dikenal dengan nama
‘mittelschmerz’ . Peningkatan kadar estradiol pada akhir mid-cycle
diperkirakan akibat LH surge dan penurunan kadar FSH akan
menyebabkan – peristiwa umpan balik positif. Sesaat sebelum ovulasi
terjadi penurunan kadar estradiol secara tiba-tiba dan peningkatan produksi
progesteron.
FASE LUTEAL
HARI 15 - 28
Sisa folikel yang telah ruptur berada didalam ovarium. Sel granulosa
mengalami luteinisasi dan membentuk corpus luteum. Corpus luteum
merupakan sumber utama dari hormon steroid seksual, estrogen dan
progesteron yang dikeluarkan oleh ovarium pada fase pasca ovulasi (fase
luteal)
5
Gambar 2.4 Gambar mekanisme negative feed back aksis
hipotalamus - hipofisis
Terbentuknya corpus luteum akan menyebabkan sekresi progesteron
terus meningkat dan terjadi pula kenaikan kadar estradiol berikutnya.
Gambar 2.5 Gambar pola hormonal terhadap perkembangan endometrium
6
Selama fase luteal, kadar gonadotropin tetap rendah sampai terjadi
regresi corpus luteum pada hari ke 26 – 28. Bila terjadi konsepsi dan
implantasi, corpus luteum tidak akan mengalami regresi oleh karena
keberadaanya dipertahankan oleh gonadotropin yang diproduksi oleh
trofoblas. Namun, bila tidak terjadi konsepsi dan implantasi, corpus luteum
akan mengalami regresi dan siklus menstruasi akan mulai berlangsung
kembali. Akibat penurunan kadar hormon steroid, terjadi peningkatan
kadar gonadotropin dan siklus menstruasi akan berlangsung kembali.
2.1.3 Endometrium pada Menstruasi
Endometrium memberikan respon secara khas terhadap progestin,
androgen dan estrogen. Inilah sebabnya mengapa endometrium dapat
mengalami proses menstruasi dan memungkinkan terjadinya proses
implantasi hasil konsepsi saat terjadi proses kehamilan.
Secara fungsional, endometrium dibagi menjadi 2 zona :
1. Bagian luar ( stratum fungsionalis ) yang mengalami perubahan
morfologik dan fungsional secara siklis
2. Bagian dalam ( stratum basalis ) yang secara relatif tidak mengalami
perubahan dan berperan penting dalam proses penggantian sel
endometrium yang terkelupas saat menstruasi. Arteri basalis berada dalam
stratum basalis dan arteri spiralis khususnya terbentuk dalam stratum
fungsionalis.
Perubahan siklis endometrium secara histofisiologi dibagia menjadi 3 stadium
: fase menstruasi, fase proliferasi (estrogenik) dan fase sekresi
( progestasional)
7
Gambar 2.6 Gambar lapisan endometrium dan pola vaskularisasi
FASE PROLIFERASI
Selama fase folikuler, endometrium terpapar dengan sekresi estrogen.
Pada akhir menstruasi, regenerasi endometrium berlangsung dengan cepat.
Pada stadium ini – Fase Proliferasi , pola kelenjar endometrium adalah
regular dan tubuler, sejajar satu sama lain dan mengandung sedikit cairan
sekresi.
Gambar 2.7 Gambar Fase Proliferasi Endometrium
8
FASE SEKRESI
Pasca ovulasi, produksi progesteron memicu terjadi perubahan sekresi
pada kelenjar endometrium. Terlihat adanya vakuola yang berisi cairan
sekresi pada epitel kelenjar. Kelenjar endometrium menjadi semakin berliku-
liku.
Gambar 2.8 Gambar Fase Sekresi Endometrium
FASE MENSTRUASI
Secara normal fase luteal berlangsung selama 14 hari.
Pada saat-saat akhir corpus luteum, terjadi penurunan produksi estrogen dan
progesteron. Penurunan ini diikuti dengan kontraksi spasmodik dari arteri
spiralis sehingga terjadi ischemik dan nekrosis lapisan superfisial
endometrium sehingga terjadi perdarahan.
Vasospasme nampaknya merupakan akibat adanya produksi
prostaglandin lokal. Prostaglandin juga menyebabkan kontraksi uterus saat
menstruasi. Darah menstruasi tidak mengalami pembekuan oleh karena
adanya aktivitas fibrinolitik dalam pembuluh darah endometrium yang
mencapai puncaknya saat menstruasi.
9
2.1.4 Serviks pada Menstruasi
Pada wanita terdapat hubungan langsung antara traktus genitalis bagian
bawah dengan cavum peritoneal. Hubungan langsung ini memungkinkan
spermatozoa mencapai ovum, meskipun fertilisasi umumnya terjadi di dalam
tuba falopii. Hubungan langsung ini pula yang memudahkan wanita
mengalami infeksi genitalia interna. Namun keberadaan lendir servik dapat
mencegah hal itu terjadi.
Gambar 2.9 Cervical Mukus
Pada fase folikuler dini, konsistensi lendir servik kental dan impermeable (
seperti putih telur )
Pada fase folikuler lanjut, meningkatnya kadar estrogen menyebabkan
lendir yang menjadi lebih encer dan relatif semipermeabel dan relatif
mudah ditembus oleh spermatozoa. Perubahan lendiri servik yang menjadi
lebih encer ini disebut sebagai ‘spinnbarkheit’
Pasca ovulasi, progesteron yang dihasilkan corpus luteum menetralisir
efek estrogen sehingga lendir servik menjadi kental kembali dan
impermeabel.
10
2.1.5 Perubahan Siklus Lain
Meskipun maksud dari perubahan hormon ovarium secara siklis adalah
ditujukan pada traktus genitalia, namun hormon-hormon tersebut juga dapat
mempengaruhi sejumlah organ tubuh lain.
Suhu badan basal
Terjadi kenaikan suhu badan basal kira-kira 10 F – 0.50 C pada saat
ovulasi dan kenaikan suhu tersebut dipertahankan sampai menstruasi. Ini
disebabkanb oleh efek termogenik progesteron. Bila terjadi konsepsi,
kenaikan suhu badan basal ini tetap bertahan sampai selama kehamilan.
Perubahan pada payudara
Kelenjar mamma sangat sensitif terhadap estrogen dan progesteron.
Pembengkakan payudara seringkali merupakan tanda pubertas sebagai
respon atas kenaikan estrogen ovarium.
Estrogen dan progesteron bekerja secara sinergistik terhadap
payudara dan selama siklus menstruasi, pembengkakan payu dara terjadi
pada fase luteal dimana kadar progesteron sedang tinggi.
Perubahan psikologi
Beberapa wanita mengalami perubahan ‘mood’ terkait dengan siklus
menstruasi. Terjadi instabilitas emosional pada fase luteal. Perubahan ini
disebabkan oleh penurunan progesteron.
Tidak dapat dipastikan apakah perubahan mood tersebut disebabkan oleh
siklus menstruasi atau merupakan sindroma premenstrual.
2.2 Kontrasepsi
Pengertian kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel
sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi
ke dinding rahim. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam
kontrasepsi. Metode dalam kontrasepsi tidak ada satupun yang efektif secara
menyeluruh. Meskipun begitu, beberapa metode dapat lebih efektif
dibandingkan metode lainnya. Efektivitas metode kontrasepsi yang digunakan
11
bergantung pada kesesuaian pengguna dengan instruksi. Perbedaan
keberhasilan metode juga tergantung pada tipikal penggunaan (yang
terkadang tidak konsisten) dan penggunaan sempurna (mengikuti semua
instruksi dengan benar dan tepat) (Medicastore, 2008). Kontrasepsi adalah
menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Depkes RI, 2002).
2.2.1 Macam-macam Kontrasepsi
a. Metode Sederhana
1) Tanpa alat
a) KB Alamiah
b) Coitus Interruptus
2) Dengan alat
a) Mekanis (barrier)
b) Kimiawi
b. Metode Modern
1) Kontrasepsi hormonal
a) Peroral : Pil Oral Kombinasi (POK), mini-pil, morning-after
pill
b) Injeksi / suntikan : DMPA, NET-EN, Microsheres,
Microcapsules
c) Sub-kutis : implant
2) Intra Uterine Devices (IUD)
3) Kontrasepsi mantap
2.2.2 Kontrasepsi Sederhana
2.2.3 Kontrasepsi Hormonal
2.2.3.1 Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal
A. Kontrasepsi hormonal mempengaruhi :
1. Ovulasi
2. Implantasi
12
3. Transport gamet
4. Fungsi corpus luteum
5. Lendi serviks
B. Mekanisme Kerja Estrogen :
1. Ovulasi
a. Estrogen menghambat ovulasi melalui efek pada
hipotalamus, yang kemudian mengakibatkan suppresi pada
FSH dan LH kelenjar hipofise.
b. Penghambatan tersebut tampak dari tidak adanya estrogen
pada pertengahan siklus, tidak adanya puncak-puncak FSH
dan LH pada pertengahan siklus dan suppresi post-ovulasi
peninggian progesterone dalam serum dan pregnadediol
dalam urin yang terjadi dalam keadaan normal.
c. Ovulasi pun tidak selalu dihambat oleh estrogen dalam pil
oral kombinasi (yang berisi estrogen 50 mcg atau kurang),
karena estrogen mungkin hanya efektif 95-98% dalam
menghambat ovulasi, dan keadaan efektifitas hampir 100%
disebabkan efek kuat progesterone sebagai tambahan dalam
menghambat ovulasi oleh estrogen, yaitu karena efek
progesterone pada lender cervix dan lingkungan
endometrium serta tuba.
d. Produksi hormone endogenous memang dihambat, tetapi
tidak seluruhnya. Masih ada sedikit estrogen yang
dihasilkan ovarium seperti pada fase folikuler dini siklus
haid.
2. Implantasi
a. Implantasi dari blastocyst yang sedang berkembang terjadi
6 hari setelah fertilisasi, dan ini dapat dihambat bila
lingkungan endometrium tidak berada dalam Keadaan
optimal. Kadar estrogen atau progesterone yang berlebihan
atau kurang/inadekuat atau keseimbangan estrogen-
13
progesteron yang tidak tepat, menyebabkan pola
endometrium yang abnormal sehingga menjadi tidak baik
untuk implantasi.
b. Implantasi dari ovum yang telah dibuahin juga dapat
dihambat oleh estrogen dosis tinggi ( diethylstilbestrol,
ethinyl estradiol ) yang diberikan sekitar pertengahan siklus
pada senggama yang tidak dilindungi, dan ini disebabkan
karena terganggunga perkembangan endometrium yang
normal. Efek inilah yang rupanya menjadi dasar bagi
metode kontrasepsi pasca-senggama/post-coital.
3. Transport Gamet/Ovum
Pada percobaan binatang, transport gamet/ovum dipercepat oleh
estrogen, dan ini disebabkan karena efek hormonal pada sekresi
dan peristaltic tuba serta kontraktilitas uterus.
4. Luteolysis
a. Yaitu degenerasi dari corpus luteum, yang menyebabkan
penurunan yang cepat dari produksi estrogen dan
progesterone oleh ovarium, yang selanjutnya menyebabkan
dilepaskannya/dibuangnya jaringan endometrium. Untuk
kelangsungan kehamilan yang baik diperlukan fungsi
corpus luteum yang baik.
b. Degenerasi dari corpus luteum menyebabkan penurunan
kadar progesterone serum dan selanjutnya mencegah
implantasi yang normal, merupakan efek yang mungkin
disebabkan oleh Pemberian estrogen dosis tinggi pasca
senggama.
C. Mekanisme Kerja Progesterone:
14
1. Ovulasi
Ovulasi sendiri mungkin dapat dihambat karena terganggunya
fungsi poros hipotalamus-hypophyse-ovarium dank arena
modifikasi dari FSH dan LH pada pertengahan siklus yang
disebabkan oleh progesterone.
2. Implantasi
a. Implantasi mungkin dapat dicegah bila diberikan
progesterone pra-ovulasi. Ini yang menjadi dasar untuk
membuat IUD yang mengandung progesterone.
b. Pemberian progesterone-eksogenous dapat mengganggu
kadar puncak FSH dan LH, sehingga meskipun terjadi
ovulasi, produksi progesterone yang berkurang dari corpus
luteum menyebabkan poenghambatan dari implantasi.
c. Pemberian progesterone secara sistemik dan untuk jangka
waktu yang lama menyebabkan endometrium mengalami
keadaan “istirahat” dan atropi.
3. Transpor Gamet/Ovum
a. Pengangkutan ovum dapat diperlambat bila diberikan
progesterone sebelum terjadi fertilisasi.
b. Pengangkutan ovum yang lambat dapat menyebabkan
peninggian insiden implantasi ektopik (tubal) pada wanita
yang memakai kontrasepsi yang hanya mengandung
progesterone.
4. Luteolysis
Pemberian jangka lama progesterone saja mungkin
menyebabkan fungsi corpus luteum yang tidak adekuat pada
siklus haid yang mempunyai ovulasi.
15
5. Lendir Serviks yang Kental
a. Dalam 48 jan setelah Pemberian progesterone, sudah
tampak lender serviks yang kental, sehingga motilitas dan
daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat.
b. Lender serviks yang “bermusuhan/tidak ramah” untuk
spermatozoa adalah lender yang jumlahnya sedikit, kental
dan seluler serta kurang menunjukkan ferning dan
spinnbarkeit.
2.2.4 Pil Oral Kombinasi (POK)
2.2.4.1 Mekanisme Kontrasepsi Sekunder
Pil oral harus diminum setiap hari agar efektif karena mereka
dimetabolisir dalam 24 jam. Bila akseptor lupa minum 1 atau 2 tablet,
maka mungkin akan terjadi peninggian hormon-hormon alamiah, yang
selanjutnya mengakibatkan ovum menjadi matang lalu dilepaskan.
Preparat hormon steroid juga menyediakan mekanisme kontrasepsi
sekunder yang dapat melindungi terhadap kehamilan meskipun terjadi
ovulasi, misalnya lender cervix menjadi sedikit, lebih kental dan seluler,
sehingga merupakan barrier fisik terhadap penetrasi spermatozoa. Pada
saat yang bersamaan, Perubahan-perubahan kelenjar dalam
endometrium timbul lebih awal dan dengan intensitas yang lebih besar,
sehingga endometrium tidak berada dalam fase yang sesuai dengan
ovulasi dan kurang dapat mendukung ovum yang mungkin dilepaskan
dan mengalami fertilisasi.
2.2.4.2 Meniru Keadaan Alamiah
Pemberian pil oral bukan saja mencegah ovulasi, tetapi juga
menimbulkan Gejala-gejala “pseudo-pregnancy” (“kehamilan palsu”)
seperti mual, muntah, payudara membesar dan terasa nyeri. Haid
dihambat sampai Pil oralnya dihentikan, dimana akan terjadi
perdarahan-lepas-obat (withdrawal bleeding).
16
Meskipun secara biologic efek dari Pil oral adalah sama dengan
kehamilan dan amenorrhea laktasi, mereka sama sekali tidak
serupa/identik. Misalnya hormon-hormon yang dipergunakan bukan
hormone-hormon yang alamiah melainkan hormon sintetis, dosisnya
konstan dan tidak menyesuaikan diri terhadap perbedaan-perbedaan
siklis atau individual, serta masih ada juga sejumlah hormone alamiah
yang dihasilkan oleh ovarium meskipun diberikan hormone sintesis dari
luar.
Catatan : sering digunakan istilah : Progestin atau Progestogen yang
maksudnya adalah bentuk sintesis dari Progesterone. (Progesterone =
hormon alamiah).
2.2.4.3 Estrogen dalam POK
Yang dipakai adalah 2 senyawa estrogen :
1. Ethynil estradiol (EE)
2. Mestranol (diubah di hepar menjadi EE yang aktif)
Dosis yang umum dipakai saat ini : 20-100 mcg, dan yang paling
banyak dipakai : 30-35 mcg EE.
Menurut Penelitian Heinin (Heinen pyramid):
EE = 1,2-1,4x lebih kuat dari Mestranol
2.2.4.4 Progestin dalam POK
Senyawa progestin yang diapakai saat ini adalah
Kelompok Norethindrone :
1. Norethindrone
2. Norithendrone asetat
3. Lynestrenol
4. Norethynodrel
Kelompok Norgestrel :
1. Norgestrel
2. Levonogestrel
3. Desogestrel
17
4. Gestodene
2.2.4.5 Kontra Indikasi POK
1. Kontra Indikasi Absolut
a. Trombophlebitis atau kelainan trombo-emboli lain
b. Kelainan cerebro-vaskuler
c. Penyakit jantung sistemik/penyakit A.koroner
d. Karsinoma payudara
e. Neoplasma yang tergantung pada estrogen.
f. Kehamilan
g. Tumor hepar (jinak atau ganas)
h. Perdarahan abnormal dari genetalia yang tidak diketahui
penyebabnya
2. Kontra Indikasi Relatif Kuat :
a. Sakit kepala hebat terutama yang vaskuler atau migraine
b. Hipertensi
c. Diabetes militus
d. Penyakit kandung empedu yang aktif
e. Fase akut mononukleosis
f. Penyakit Sikle cell atau penyakit Sikle C
g. Bedah-elektif
h. Umur >35 tahun
3. Kontra Indikasi Relatif Lain :
a. Pre diabetes atau riwayat keluarga dengan Diabetes yang kuat
b. Cholestasis selama kehamilan, hiperbilirubinemia kongenital
c. Saat ini memperlihatkan fungsi hepar yang terganggu
d. Umur >= 45 tahun
e. Post-partum (aterm) 10-14 hari
f. Bertambah berat badann 5 kg atau lebih selama minum Pil oral
g. Kegagalan mendapat siklus haid yang teratur
h. Penyakit jantung atau ginjal
18
i. Keadaan dimana akseptor tidak dapat dipercaya untuk menuruti
aturan memakai Pil oral misalnya mental-retardasi, kelainan
psikiatrik berat, alkoholisme, dan lain-lain
j. Laktasi
k. Pengobatan dengan Rifampisin
2.2.4.6 Efek Samping dan Komplikasi POK
Dapat dibagi 2 kelompok :
1. Gejala-gejala “pseudo-pregnancy” :
a. Disebabkan oleh estrogen yang berlebihan :
muntah
pusing/sakit kepala
payudara membesar dan terasa lebih nyeri
oedem atau retensi cairan tubuh
berat badan yang bertambah
b. Disebabkan progestin yang berlebihan :
nafsu makan yang bertambah besar
rasa lelah
depresi
juga terjadi penambahan berat badan
2. Gejala-gejala yang berhubungan langsung dengan siklus haid
a. Umumnya Pil oral mempunyai efek menguntungkan pada
aspek haid seperti :
siklus menjadi lebih teratur
lamanya haid menjadi lebih singkat
jumlah darah haid berkurang
berkurangnya gejala sakit perut
hilangnya atau berkurangnya ketegangan pra-haid
19
Gambar 2. 10 Pil Kontrasepsi
2.2.5 Mini Pil
Mini pil yang berisi microdose progestin saja, ternyata tidak
memenuhi apa yang sebelumnya diharapkan daripadanya yaitu sebagai
penerus dari kontrasepsi Pil oral kombinasi. Di seluruh dunia, Mini pil
tidak mendapatlan penerimaan yang luas, baik dari pihak wanita mauapun
dari pihak petugas medis KB. Lebih dari 50 juta akseptor kontrasepsi oral,
hanya 1 dari 150 wanita yang menggunakan Mini pil. Mini pil bukan
menjadi pengganti dari Pil Oral Kombinasi, tetapi hanya sebagai
suplemen/tambahan, yang digunakan oleh wanita-wanita yang ingin
menggunakan kontrasepsi oral tetapi sedang menyusui atau untuk wanita
yang harus menghindari estrogen oleh sebab apapun.
Progestin yang terdapat di dalam mini pil terdiri dari 2 golongan, yaitu :
1. Analog progesterone :
a. Chlormadinone asetat
b. Megastrol asetat
Kedua preparat ini sekarang tidak dipakai lagi karena ternyata
dapat menyebabkan benjolan/nodule payudara pada binatang
percobaan anjing beagle.
2. Derivate testosterone (19-norsteroids), ditemukan tahun 1970-an dan
dipakai sampai saat ini :
a. Norithendrone
20
b. Norgestrel
c. Ethynodiol
d. Lynestrenol (Exluton)
Gambar 2.11 Gambar Mini pil
2.2.5.1 Keuntungan Mini Pil
1. Dapat diberikan dengan wanita dengan Keadaan tromboembolik
2. Laktasi
3. Mungkin cocok untuk wanita dengan keluhan efek samping yang
disebabkan oleh estrogen (sakit kepala, hipertensi, nyeri tungkai
bawah, chloasma, berat badan bertambah dan rasa mual)
2.2.5.2 Kerugian Mini Pil
Dari penelitian-penelitian terbukti, meskipun mini pil lebih jarang
menimbulkan efek samping dan lebih jarang mempengaruhi
metabolism dibandingkan Pil Oral Kombinasi, Mini Pil juga
mempunyai kelemahan-kelemahan yang perlu mendapat perhatian
seperti :
1. Mini pil kurang efektif dalam mencegah kehamilan dibandingkan
Pil Oral Kombinasi.
Teoritis, Mini Pil sama efektifnya seperti IUD, dengan angka
kegagalan kira-kira 2%, tetapi dalam prakteknya kegagalan jauh
lebih tinggi (user failure).
2. Karena tidak mnegandung estrogen , Mini Pil menambah insidens
dari perdarahan bercak (spotting), perdarahan menyerupai haid
21
(breakthrough bleeding), variasi dalam panjang siklus haid,
kadang-kadang amenorrhea.
Dan bila terjadi perdarahan abnormal pervaginam pada akseptor
Mini Pil, maka kemungkinan terlambatnya diagnose dari Keadaan
patologis uterus seperti hyperplasia, dapat membahayakan
akseptor.
3. Mini Pil seperti IUD, kurang efektif dsalam mencegah kehamilan
ektopik dibandingkan dengan mencegah kehamilan intrauterine
4. Lupa minum 1 atau2 tablet Mini pil, atau kegagalan dalam absorbs
Mini Pil oleh sebab muntah, atau diare, sudah cukup untuk
meniadakan proteksi kontraseptifnya.
2.2.5.3 Mekanisme Kerja Mini Pil
1. Mencegah terjadinya ovulasi pada beberapa siklus
a. Dari penelitian-penelitian ternyata bahwa Mini Pil hanya
mencegah terjadinya ovulasi pada 15-40% dari siklus haid.
b. Pencegahan ovulasi disebabkan gangguan pada sekresi hormon
LH oleh kelenjar hypophyse, sehingga tidak terjadi puncak mid-
siklus. (pada Keadaan normal terjadi puncak sekresi LH pada
pertengahan siklus dan ini menyebabkan pelepasan ovum dari
folikelnya).
c. Tetapi, meskipun terjadi Perubahan kadar hormon LH,
tampaknya ovulasi tampaknya kadang-kadang masih dapat
terjadi.
2. Perubahan dalam motilitas tuba
Transport ovum melalui saluran tuba mungkin dipercepat sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya fertilisasi.
3. Perubahan dalam fungsi corpus luteum
Mungkin tidak terjadi perkembangan corpus luteum yang berfungsi
normal dari bekas folikel setelah ovulasi, atau corpus luteum
berfungsi abnormal, dimana sekresi progesterone sangat sedikit
sekali sehingga tidak dapat terjadi konsepsi normal dan/atau
implantasi.
22
4. Perubahan lendir serviks
Progestetin mencegah penipisan lendir serviks pada pertengan
siklus sehingga lendir serviks, tetap kental dan sedikit, yang tidak
memungkinkan penetrasi spermatozoa, spermatozoanya akan
diimobilisir, pergerakannya akan sangat lambat sehingga hanya
sedikit atau sama sekali tidak ada spermatozoa yang mencapai
cavum uteri.
5. Perubahan dalam endometrium
Bila tetap terjadi ovulasi dan fertilisasi, Mini Pil masih mungkin
mencegah kehamilan melalui efeknya terhadap endometrium. Mini
Pil mengganggu perkembangannya siklus endometrium sehingga
endometrium berada dalam fase yang salah atau menunjukkan
sifat-sifat irregular atau atrofis, sehingga endometrium tidak dapat
menerima ovum yang telah dibuahi.
2.2.5.4 Kontra Indikasi Mini Pil
1. Umumnya konta indikasi absolut Mini pil adalah sama dengan
kontra indikasi absolut POK
2. Karena Mini Pil sering menyebabkan perdarahan irregular, maka
perdarahan abnormal pervaginam yang tidak diketahui
penyebabnya meruapakan salah satu kontra indikasi utama untuk
pemakaian Mini Pil, terutama untuk wanita yang usianya lebih tua.
3. Mini Pil Jangan diberikan pada wanita yang mempunyai penyakit
Mononucleosis akut atau penyakit-penyakit hepar.
2.2.5.5 Efek Samping Mini Pil
1. Mini Pil dikembangkan dari keinginan untuk mencari kontrasepsi
oral dengan efek samping seminimal mungkin. Dengan
menghilangkan estrogen dan mengurangi dosis progestinnya,
diharapkan tidak timbul keluhan-keluhan seperti pusing, mual,
sakit kepala, nyeri payudara.
23
2. Meskipun Mini Pil jauh lebih sedikit menimbulkkan efek samping
tersebut, keuntungan ini masih kalah dibandingkan kerugiannya
yaitu adanya gangguan dan Perubahan pola haid, yang disebabkan
oleh Pemberian progestin tanpa estrogen.
2.2.5.6 Laktasi dan Mini Pil
1. Mini Pil tidak mempengaruhi kuantitas atau jangka waktu laktasi.
Bahkan ada beberapa peneliti yang melaporkan bahwa Mini Pil
menambah volume ASI.
2. Memang terjadi Perubahan dalam komposisi ASI, tetapi tidak
mempengaruhi kesehatan bayi maupun pertumbuhan bayi.
3. Disamping itu, dari penelitian radiologis, ditemukan adanya
progestin atau hasil-hasil metabolismenya di dalam ASI, tetapi
dalam jumlah sangat kecil dan tidak berpengaruh buruk pada
bayinya.
2.2.5.7 Keuntungan Non Kontraseptif Mini Pil
Beberapa akseptor Mini Pil mengalami pengurangan dari disminore dan
sindroma pra haid yang siklis.
2.2.6 Kontrasepsi Suntikan (Injectable)
Dua kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama yang sekarang banyak
dipakai adalah :
1. DMPA (depot Medroxyprogesterone asetat) = Depo-Provera
a. Dipakai di lebih dari 90 negara, telah digunakan selama kurang
lebih 20 tahun dan sampai saai ini akseptornya berjumlah kira-
kira 5 juta wanita.
b. Diberikan sekali setiap 3 bulan dengan dosis 150 mg.
2. NET-EN (Norethindrone enanthate) = Noristerat
a. Dipakai lebih dari 40 negara, dengan jumlah akseptor kira-kira
1,5 juta
24
b. Diberikan dalam dosis 200 mg sekali setiap 8 minggu atau sekali
setiap 8 minggu untuk 6 bulan pertama (= 3x suntikan pertama)
kemudian selanjutnya sekali setiap 12 minggu.
Gambar 2.12 Gambar Sediaan KB Suntik
2.2.6.1 Mekanisme kerja Kontrasepsi Suntikan
1. Primer : Mencegah Ovulasi
Kadar FSH dan Lh menurun dan tidak terjadi sentakan LH (LH
surge). Respon kelenjar hypophyse terhadap Gonadotropin releasing
hormon eksogenous tidak berubah, sehingga memberi kesan proses
terjadi di hipotalamus daripada di kelenjar hypophyse. Ini berbeda
dengan POK, yang tampaknya menghambta ovulasi melalui efek
langsung pada kelenjar hypophyse. Penggunaan kontrasepsi suntikan
tidak menyebabkan Keadaan hipo-estrogenik.
Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan atrofis
dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Sering stroma menjadi
edematous. Dengan pemakain jangka lama, endometrium dapat
menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkansedikit
sekali jaringan bila dilakukan biopsy. Tetapi, Perubahan-perubahan
tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah
suntikan DMPA yang terakhir.
2. Sekunder
25
Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan
barrier terhadap spermatozoa.
Membuat endometrium menjadi kurang baik/layak untuk
implantasi dari ovum yang telah dibuahi.
Mungkin mempengaruhi kecepatan transport ovum di dalam tuba
falopii.
2.2.6.2 Kontra Indikasi Suntikan
WHO menganjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi suntikan
pada :
1. Kehamilan
2. Karsinoma payudara
3. Karsinoma traktus genetalia
4. Perdarahan abnormal uterus
2.2.6.3 Efek Samping
1. Gangguan haid, ini yang paling sering terjadi dan paling
mengganggu.
2. Berat badan yang bertambah
3. Sakit kepala
4. Pada system kardiovaskuler efeknya sangat sedikit, mungkin ada
sedikit peninggian dari kadar insulin dan penurunan HDL-
kolesterol.
2.2.6.4 Kontrasepsi Suntikan Sekali Sebulan
Kontrasepsi suntikan sekali sebulan memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan kontrasepsi suntikan yang biasa/standart, yaitu :
1. Menimbulkan perdarahan teratur setiap bulankurang menimbulkan
perdarahan bercak atau perdarahan irregular lainnya.
2. Kurang menimbulkan amenore
3. Efek samping lebih cepat menghilang setelah suntikan dihentikan.
26
Kerugian dari Kontrasepsi Suntikan Sekali Sebulan :
1. Penyuntikan lebih sering
2. Biaya keseluruhan lebih tinggi
3. Kemungkinan efek samping karena estrogennya
2.2.7 Implant (Sundermal) (AKBK = Alat Kontrasepsi Bawah Kulit)
2.2.7.1 Macam Implant :
1. Non-Biodegradable Impant
a. Norplant (6 kapsul) berisi hormon Levonogestrel, daya kerja 5
tahun
b. Norplant-2 (2 batang), idem daya kerja 3 tahun
c. Satu batang, berisi hormon ST-1435, daya kerja 2 tahun
d. Satu batang, berisi hormon 3-keto-desogestrel, daya kerja 2,5-4
tahun
2. Biodegradable Impant
a. Capronor
Suatu kapsul polymer berisi hormon Levonogestrel dengan
daya kerja 18 bulan
b. Pellets
Berisi norithendronedan sejumlah kecil ol, daya kerja 1 tahun
Gambar 2.13 Gambar KB Implant
27
2.2.7.2 Kontra Indikasi Implant
1. Kehamilan/diduga hamil
2. Perdarahan traktus genetalia yang tidak diketahui penyebabnya
3. Trompophlebitis aktif atau penyakit tromboemboli
4. Penyakit hati akut
5. Tumor hati jinak atau ganas
6. Karsinoma payudara/tersangka karsinoma payudara
7. Tumor/neoplasma ginekologik
8. Penyakit jantung, hipertensi, diabetes militus
2.2.7.3 Mekanisme Kerja Implant
1. Mekanisme kerja yang tepat dari Implant belum jelas benar
2. Seperti kontrasepsi lain yang hanya berisi progestin saja, implant
tampaknya mencegah terjadinya kehamilan melalui beberapa cara :
a. Mencegah ovulasi
b. Perubahan lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga
menghambat pergerakan spermatozoa
c. Menghambat perkembangan siklis dari endometrium
Efek Samping Implant
1. Efek samping paling utama dari Norplant adalah Perubahan pola
haid, yang terjadi pada kira-kira 60% akseptor dalam tahun pertama
setelah insersi
2. Yang paling sering terjadi adalah
3. Umumnya perubahan-perubahan haid tersebut tidak mempunyai
efek yang membahayakan diri akseptor. Meskipun terjadi
perdarahan lebih sering daripada biasanya, volume darah yang
hilang tetap tidak berubah.
4. Pada sebagian akseptor, perdarahan ireguler akan berkurang
dengan jalannya waktu.
5. Perdarahan yang hebat jarang terjadi
28
2.2.8 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Intra Uterine Device (IUD)
Gambar 2.14 Gambar KB IUD
2.2.8.1 Penggolongan IUD
1. Un-Medicated Device = Inert Devices (First Generation)
Misalnya : - Grafenberg Ring
- Ota Ring
- Margulies coil
- Lippes Loop
- Saf-T-Coil
- Delta Loop
2. Medicated Devices = Bio – Active Devices (Second generation)
a. Mengandung Logam
AKDR-Cu Generasi Pertama (First Generation Copper
Devices)
Cu-T 200 = Tatum-T
29
Cu-7 = Gravigard
MLCu-250
AKDR-Cu Generasi Kedua (Second Generation Cooper
devices)
CuT-380A =ParaGard
CuT-380Ag
CuT-220C
Nova-T = Novagard : mengandung Ag
Delta-T = Modified CuT-220C
MLCu-375
b. Mengandung Hormon : Progesterone atau Levonogestrel
Progestasert = Alza-T, dengan daya kerja 1 tahun
LNG-20 : mengandung Levonogestrel
2.2.8.2 Mekanisme Kerja IUD
Ada beberapa mekanisme kerja IUD yang telah diajukan :
1. Timbulnya reaksi radang local yang non spesifik di dalam cavum
uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.
Disamping itu dengan munculnya lekosit PMN, macrofag, foreign
body giant cells, sel mononuclear dan sel plasma yang dapat
mengakibatkan lysis dari spermatozoa/ovum dan blastocyst.
2. Produksi local prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi
3. Gangguan/terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di dalam
endometrium
4. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba falopii
5. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri
6. Mencegah spermatozoa membuahi sel telu (mencegah fertilisasi)
7. Untuk IUD yang mengandung Cu :
Antagonism katonik yang spesifik terhadap Zn yang terdapat
dalam enzim carbonic anhydrase yaitu salah satu enzim dalam
traktus genetalia wanita, dimana Cu menghambat enzyme
30
carbonic anhydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya
implantasi dan mungkin juga menghambat aktivitas alkali
phosphatase
Mengganggu pengambilan estrogen endogenous oleh mukosa
uterus
Mengganggu jumlah DNA dalam sel endometrium
Mengganggu metabolisme glikogen
8. Untuk IUD yang mengandung hormon progesterone :
Gangguan proses pematangan proliferative sekretoir sehingga
timbul penekanan terhadap endometrium dan terganggunya
proses implantasi (endometrium tetap berada dalam fase
decidual/progestational)
Lendir serviks yang menjadi lebih/tebal karena pengaruh
progestin
2.2.8.3 Kontra Indikasi Insersi IUD
1. Kontra Indikasi Absolut
a. Infeksi pelvis yang aktif (akut atau subakut), termasuk
persangkaan Gonorrhea atau Chlamydia
b. Kehamilan atau persangkaan kehamilan
2. Kontra Indikasi Relatif yang Kuat :
a. Patner seksual yang banyak
b. Patner seksual yang banyak dari patner akseptor IUD
c. Kesukaran memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi
komplikasi
d. Pernah mengalami infeksi pelvis atau infeksi pelvis yang
rekuren, post-partum endometritis atau abortus febrilis dalam
tiga bulan terakhir
e. Cervicitis akut atau purulent
f. Kelainan darah yang tidak diketahui penyebabnya
g. Riwayat kehamilan ektopik atau Keadaan-keadaan yang
menyebabkan predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik
31
h. Pernah mengalami infeksi pelvis satu kali dan masih
menginginkan kehamilan selanjutnya
i. Gaungguan respon tubuh terhadap infeksi (AIDS, Diabetes
Militus, pengibatan dengan kortikosteroid, dll)
j. Kelainan pembekuan darah
3. Keadaan-keadaan lain yang dapat merupakan kontra indikasi untuk
insersi IUD :
a. Penyakit katup jantung
b. Keganasan endometrium atau serviks
c. Stenosis serviks yang berat
d. Uterus yang kecil sekali
e. Endometriosis
f. Myoma uteri
g. Polip endometrium
h. Kelainan kongenital uterus
i. Diminore yang berat
j. Darah haid yang banyak, haid yang ireguler atau perdarahan
bercak (spotting)
k. Alergi terhadap Cu atau penyakit Wilson yaitu penyakit
gangguan Cu yang turun menurun
l. Anemia
m. Dll
2.2.8.4 Efek Samping dan Komplikasi IUD
1. Saat Insersi :
a. Rasa sakit atau nyeri
b. Muntah, keringat dingin dan syncope
c. Perforasi uterus
2. Di kemudian hari :
a. Rasa sakit dan perdarahan
b. Embedding dan Displacement (IUD tertanam dalam-dalam di
endometrium atau myometrium)
32
c. Infeksi
d. Kehamilan Intrauterin
e. Kehamilan Ektopik
f. Ekspulsi
g. Komplikasi lain
2.2.9 Kontrasepsi Mantap Wanita/ Medis Operatif Wanita (MOW)
Dasar : oklusi tuba falopii sehingga spermatozoa dan ovum tidak bertemu
Untuk memperoleh hal tersebut, diperlukan 2 langkah tindakan, yaitu :
1. Mencapai Tuba Falopii
Dapat dilakukan dengan cara :
a. Abdominal/transabdominal :
Laparotomy
Mini Laparotomy = Mini- Lap :
Sub-umbilikal/infra-umbilikal : post-partum
Supra-pubis/Mini-Pfannenstiel : post abortus, interval
Laparascopi
b. Vaginal/Transvaginal :
Kolpotomi
Kuldoskopi
c. Transcervical/Transuterine :
Histeroskopi)
Tanpa melihat langsung (blind delivery
2. Oklusi/penutupan tuba falopii
Dilakukan berdasarkan :
a. Tempat oklusi tuba falopii
Infundibulum
Ampulla atau isthmus (bagian tengah)
Interstitial (dekat utero-tubal-junction)
b. Cara oklusi tuba falopii
Ligasi
33
Elektro-koagulasi
Thermo-koagulasi
Bands/ring/cincin
Clips
Zat-zat kimia/Plugs
Solid plugs/Intratubal device
Fimbriotexy
Ovariotexy
Sinar laser
2.2.10 Kontrasepsi Mantap Pria/ Medis Operatif Pria (MOP)
2.2.10.1 Dasar Kontap-Pria :
Oklusi Vas deferens, sehingga menghambat perjalanan spermatozoa
dan tidak didapatkan spermatozoa di dalam semen/ejakulat (tidak ada
penghantaran spermatozoa dari testis ke penis)
2.2.10.2 Keuntungan Kontap-Pria :
1. Efektif
2. Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas
3. Sederhana
4. Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit
5. Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi local
saja
6. Biaya rendah
7. Secara kultural, sangat dianjurkan di Negara-negara dimana wanita
merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia
dokter wanita dan para medis wanita
2.2.10.3 Kerugian Kontap Pria :
1. Diperlukan suatu tindakan operatif
2. Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau
infeksi
34
3. Kontap pria belum memberikan perlindungan total sampai semua
spermatozoa, yang sudah ada di dalam system reproduksi distal
dari tempat oklusi vas deferens, dikeluarkan
4. Problems psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual
mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang
menyangkut system reproduksi pria
2.2.10.4 Kontra Indikasi Kontap Pria :
1. Infeksi kulit local, misalnya scabies
2. Infeksi traktus genetalia
3. Kelainan skrotum dan sekitarnya :
a. Varicocele
b. Hydrocele besar
c. Filariasis
d. Hernia inguinalis
e. Orchiopexy
f. Luka parut bekas operasi hernia
g. Skrotum yang sangat tebal
4. Penyakit sistemik :
a. Penyakit-penyakit perdarahan
b. Diabetes militus
c. Penyakit jantung coroner yang baru
5. Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil
2.2.10.5 Efek Samping dan Komplikasi Kontap Pria :
Komplikasi Minor :
1. Ecchymosis, terjadi pada 2-65%
2. Pembekakan
3. Rasa sakit/rasa tidak enak
Komplikasi Mayor :
35
1. Hematoma
2. Infeksi
3. Sperm granuloma
2.2.3 Kontrasepsi Darurat
Kontrasepsi darurat adalah kontrasepsi yang dapat mencegah
kehamilan bila digunakan segera setelah hubungan seksual. Hal ini sering
disebut “Kontrasepsi pascasanggama” atau “morning after pil” atau
“morning after treatment”. Istilah “kontrasepsi sekunder” atau
“kontrasepsi darurat” asalnya untuk menepis anggapan obat tersebut harus
segera dipakai/digunakan setelah hubungan seksual atau harus menunggu
hingga keesokan harinya dan bila tidak, berarti sudah terlambat sehingga
tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Manfaat dari penggunaan kontrasepsi darurat antara lain :
1. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
2. Bukan sebagai pil penggugur kandungan
3. Cara kerja Kondar adalah “fisiologis”, sehingga tidak mempengaruhi
kesuburan dan siklus haid yang akan datang
4. Efek samping ringan dan berlangsung singkat
5. Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem
reproduksi dan organtubuh lainnya.
Paling sedikit ada 5 cara pemberian Kontrasepsi darurat yang telah
diteliti secara luas. Masing-masing bersifat hormonal dan saat ini diterapkan
secara oral. Sekalipun pemberian pervaginal dalam tahap penelitian, namun
kepustakaan yang telah dipublikasikan masih terbatas pada pemberian per
oral. Lima cara tersebut adalah : Pil KB Kombinasi (mis: Microgynon), Pil
36
Progestin (mis : mini pil), Pil Estrogen (mis: Premarin), Mifepristone (mis :
RU-486), Danazol (mis : Danocrine).
Cara kerja :
1) Merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan implantasi hasil
pembuahan
2) Mencegah ovulasi / menunda ovulasi
3) Mengganggu pergerakan saluran telur (tuba fallopi)
Cara pemberian :
1) Pil Kombinasi
Pil KB biasa yang berisi kombinasi antara estrogen (ethynilestradiol)
dan prgogesteron (levonorgestrel atau dl-norgestrel) metode ini dikenal
sebagai “metode yuzpe” dan telah dieliti dan dipakai secara luas sejak
pertengahan tahun 1970an.
a) Untuk pil dosis tinggi yang berisi ethynilestradiol 50 mg dan
lovenorgestrel 250 mg (atau dl-norgestrel 500 mg) : 2 pil harus
diminum maksimal 72 jam setelah hubungan seksual tanpa
perlindungan diikuti dengan 2 buah pil 12 jam kemudian (neogynon)
b) Untuk pil yang berisi ethynilestradinol 30 mg dan levonorgestrel 150
mg atau (dl-norgestrel 300 mg) : 4 buah pil harus diminum maksimal
72 jam setelah hubungan seksual tanpa perlindungan diikuti 4 pil 12
jam kemudian (microgynon)
2) Pil Progestin
Pil KB yang hanya mengandung hormone progestin dalam dosis rendah
(mini pil). Pil mini atau pil progestin disebut juga pil menyusui.
Mengandung 0,75 levonorgestrel dengan cara pemakaiannnya yaitu:
37
Dosis pertama diminum daam kurang dari 72 jam minum 1 pil.
Dilanjutkan dengan dosis kedua diminum 1 pil dari 12 jam setelah
dosis awal.
Pil ini dapat mengurangi risiko kehamilan sebesar 88% (sebanyak
12 orang hamil dari 100 orang yang memakai pil ini dalam satu
tahun). Pil ini lebih cenderung memiliki efek samping lebih ringan
dibandingkan dengan pil kombinasi seperti mual, muntah, sakit
kepala, pusing, nyeri payudara, perdarahan uterus yang tidak teratur
dan rasa lelah.
3) Mifepristone (RU 486) : 1×600 mg dalam waktu 3 hari pasca
seenggama
Metode ini dapat mencegah kehamilan dengan menghambat produksi
progesteron dan menghambat terjadinya implantasi. Mifepristone
efektive sampai dengan 17 hari post koitus.Mifepristone hanya tersedia
di Cina, Vietnam dan Rusia dan pil generasi baru yang mengandung
asetat ulipristal, yang tersedia dengan resep di Amerika Serikat dengan
merek ella dan di Eropa dengan merek ellaOne.
4) Pil Danazol : 2×4 tablet dalam waktu 3 hari pasca senggama, (dosis
pertama 1×4 tablet diulang 1×4 tablet 12 jam kemudian setelah dosis
Pertama).
38
DAFTAR PUSTAKA1. Adashi E : The ovarian cycle. In Yen SSC, Jaffe RB (eds) : reproductive
Endocrinology, 4th Philadelphia, WB Saunders, 1977
2. Drife.J , Magowan B (ed) : 2004) Clinical pelvic anatomy in Clinical
Obstetric Gynaecology. Saunders 2004
3. Hacker NF, Moore JG, Gambone JC : (2004) Essentials of Obstetrics
and Gynecology, 4th ed. Philadelphia, Pennsylvania, Elsevier Saunders,
2004
4. John M Goldenring (2007-02-01). "All About Menstruation". WebMD.
http://www.webmd.com/a-to-z-guides/all-about-menstruation. Retrieved
on 2009-10-05L Speroff, MD and Marc A Fritz, MD: (2004) Clinical
Gynecologic Endocrinology and Fertility, 7th ed. Baltimore, Williams &
Wilkins, 2004
5. Loose, Davis S.; Stancel, George M. (2006). "Estrogens and Progestins".
in Brunton, Laurence L.; Lazo, John S.; Parker, Keith L. (eds.). Goodman
& Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics (11th ed. ed.). New
York: McGraw-Hill. pp. 1541–1571. ISBN 0-07-142280-3.
6. (http://www.kontrasepsidarurat.com/pil-kondar.html)
39
40
Top Related