PENDAHULUAN
Kelainan kulit akibat alergi makanan ialah dermatosis akibat reaksi imunologik terhadap
makanan atau bahan pelengkap makanan. Reaksi simpang makanan adalah setiap reaksi yang
tidak diinginkan akibat ingesti makanan atau bahan adiktif makanan. Alergi makanan didasari
oleh mekanisme imunologis, sedangkan intoleransi makanan terjadi akibas mekanisme fisiologis
atau non-imunologis. Intoleransi makanan terjadi akibat sifat farmakologis makanan tersebut
misalnya kafein mengakibatkan irritable bowel, atau toksin yang ada di dalam makanan atau
adanya akibat gangguan metabolisme misalnya defisiensi laktase 4.
Manifestasi alergi makanan pada kulit umumnya berupa urtikaria/angioedema atau
dermatis atopik. namun dapat juga berupa dermatitis herpetifomis duhring. Prevalensi alergi
makanan tidak diketahui dengan pasti, namun besarnya dugaan masyarakat terhadap alergi
makanan melebihi prevelensi yang dibuktikan melalui penelitian klinis. Gangguan ini lebih
sering ditemukan pada bayi dan anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Tingginya
insidensi alergi makanan pada bayi dan anak-anak, mungkin akibat imaturitas sistem imun dan
fungsi fisiologis saluran cerna yang belum sempurna 4.
ETIOLOGI
Glikoprotein yang terkandung dalam makanan merupakan komponen yang paling
berperan pada alergi makanan. Bahan ini mempunyai berat molekul 10.000-67.000 Dalton, larut
dalam air, umumnya stabil terhadap pemanasan dan resisten terhadap asam dan aktivitas
proteolitik. Hasil sebuah penelitian menunjukan bahwa jenis makanan yang sering menimbulkan
reaksi alergi adalah susu, telur, ikan, crustacea, kacang tanah, kedelai dan gandum. Proses yang
dilakukan terhadap makanan seperti pemanasan, pengalengan dan liofolisasi dapat mengubah
1
antigenesitas bahan makanan tertentu. Kadang-kadang juga ditemukan reaksi silang antara
beberapa jenis makanan 4.
PATOGENESIS
Alergi makanan adalah reaksi imunologis terhadap alergen makanan dan biasanya IgE
mediated, non – IgE mediated atau campuran IgE dan non - IgE mediated. Reaksi alergi
makanan klasik IgE - mediated ialah yang berlangsung cepat , direproduksi , dan mudah di
2
diagnosis dengan deteksi IgE spesifik makanan. Pada individu dengan alergi makanan sebagian
besar reaksi alergi akut makanan adalah karena keterlibatan alergen antibodi IgE spesifik dengan
reseptor berafinitas tinggi ( FcεRI ) yang diekspresikan pada sel mast dan basofil serta reseptor
afinitas rendah (FcεRII) yang terdapat pada makrofag , monosit , limfosit dan trombosit . Ketika
antigen tertentu mengikat IgE terkait dengan FcεRI hal ini menghasilkan reaksi silang
(crosslinking) dan mengakibatkan pelepasan mediator. Karakteristik umum untuk alergen utama
makanan adalah glikoprotein yang larut dalam air , berukuran 10 sampai 70 kD, relatif stabil
terhadap panas, asam , dan protease . Selain itu, kehadiran faktor imunostimulan makanan juga
dapat berkontribusi untuk sensitisasi. Misalnya, alergi glikoprotein utama dari kacang Ara h 1
tidak hanya sangat stabil dan tahan terhadap panas / degradasi enzim pencernaan tetapi juga
bertindak sebagai adjuvant TH2. Alergi makanan lebih sering terjadi pada bayi , permeabilitas
yang lebih tinggi dari mukosa usus pada bayi dan paparan awal terhadap antigen alergi sebagai
kemungkinan penyebab sensitisasi pada infant 3.
Alergi makanan non - IgE mediated mewakili minoritas reaksi imunologi terhadap
makanan dan dibuktikan dengan tidak adanya antibodi-IgE spesifik makanan pada kulit atau
serum. Biasanya disebabkan oleh peradangan akut atau kronis dalam saluran pencernaan, di
mana eosinofil dan sel T tampaknya memainkan peran utama. Untuk pasien dengan protein-
induced enterocolitis, TNF - α tampaknya memiliki peranan yang penting. TNF - α dapat
dikultur secara in vitro dari darah perifer monosit pada bayi dengan protein makanan-induced
enterocolitis syndrome. Untuk eosinophilic esophagitis, eosinofil beserta faktor pertumbuhan dan
chemotactic memainkan peranan pada penyakit ini 3.
Setiap saat saluran cerna akan terpajan dengan berbagai jenis protein yang bersifat
alergenik,namun reaksi hipersensitifitas terhadap makanan relatif jarang terjadi. Hal ini
3
mencerminkan betapa efisiennya fungsi saluran cerna dalam memproses makanan.Sawar
mekanis/ non imunologis yang terdapat pada saluran cerna adalah asam lambung,enzim
proteolitik,mukus dan gerakan peristaltik.Selain sawar mekanis,sawar imunologis juga berperan
penting oleh gut-associated lymphoid tisssue (GALT) 4.
Urtrikaria dan angioedema didasari oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Allergen makanan
yang masuk akan mengakibatkan terjadinya cross-linking Ig-E yang melekat pada permukaan sel
mast atau basofil. Akibatnya keadaan tersebut, terjadi pelepasan mediator, misalnya histamin,
leukotrien dan prostaglandin yang selanjutnya akan mengakibatkan gejala klinis 4.
Dermatitis herpetiformis Duhring merupakan reaksi alergi makanan yang dimana usus
halus sensitif terhadap gluten. Terdapat 2 teori untuk menjelaskan penyakit ini. Pertama, usus
halus bertindak sebagai reaksi spesifik terhadap gluten,yaitu respon seluler menimbulkan
enteropati dan respon humoral berupa IgA menimbulkan kelainan kulit. Kedua,defek usus
menyebabkan gluten,non-gliten dan lektin mencapai sirkulasi sehingga terbentuk andtibodi
spesifik, yang selanjutnya diendapkan di kulit 4.
MANIFESTASI KLNIS
Alergi makanan dapat mempengaruhi kulit (urticaria, angioedema, atopik dermatitis),
saluran pencernaan (sindrom alergi oral, muntah, alergi eosinophilic esophagitis, diare,
proctocolitis), dan saluran pernapasan (hidung tersumbat, Rhinorrhea, bersin, gatal pada hidung
dan tenggorokan, mengi). Anafilaksis merupakan manifestasi alergi makanan terparah dan
meningkat terutama untuk alergi kacang 1.
Reaksi alergi terhadap makanan aditif atau makanan dapat hadir dengan berbagai gejala.
Reaksi alergi makanan dibedakan menjadi 2 :
4
Immediate, terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam, dan biasanya melibatkan
mekanisme IgE-mediated 1.
Delayed, terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan diduga biasanya
melibatkan mekanisme seluler 1.
5
Manifestasi alergi makanan pada kulit umumnya bervariasi dari urtikaria akut dan atau
angioedema sampai ruam morbiliformis. Alergi makanan juga telah dibuktikan merupakan
pencetus dermatitis atopik pada sepertiga kasus anak-anak. Dalam waktu 2 jam setelah ingesti
makanan tersangka, akan terjadi eritema dan pruritus yang menyebabkan penderita menggaruk,
sehingga terjadi eksaserbasi termatitis atopik. Kasus dermatitis atopik pada bayi diperkirakan
85% akan mengalami toleransi terhadap makanan setelah mencapai usia 3 tahun. Dermatitis
herpetiformis Duhring merupakan hipersensitivitas terhadap makanan yang bermanifestasi
sebagai ruam pruritik, dan dihubungkan dengan adanya enteropati sensitif-gluten. Lesi kulit
bervariasi dari urtika, papul, vesikel sempai bula. Lesi kulit akan membaik dengan dit eliminasi
gluten 4.
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis alergi makanan dibutuhkan anamnesis yang teliti meliputi:7
Mengenal makanan yang dicurigai
Jarak antara gejala yang timbul dan memakan makanan yang dicurigai
Mengenal gejala yang ditimbulkan
Jumlah makanan yang menimbulkan gejala
Apakah gejala selalu timbul bila memakan makanan yang dicurigai?
Apakah ada faktor lain yang mempermudah timbulnya gejala misalnya setelah latihan
olahraga
Selain itu, dibutuhkan pula pemeriksaan fisik untuk melihat gejala alergi yang tampak, dan
apabila masih terdapat keraguan harus dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang tersebut dapat dilakukan secara in vivo ataupun in vitro4.
6
a. Diet eliminasi makanan selama 7-14 hari terhadap makanan yang mungkin menjadi pencetus.1
b. Double blind placebo control food challenge
Double blind placebo control food challenge (DBPCFC) adalah pemeriksaan baku emas
untuk menegakkan diagnosis alergi makanan. Provokasi makanan dapat dilakukan secara
terbuka, single-blinded (pasien tidak mengetahui makanan yang diberikan), atau double-blinded
(pasien, dokter dan stafnya tidak mengetahui makanan yang diberikan). Keuntungan pada
double-blinded, dapat mengurangi angka positif palsu.4 Provokasi secara DBPCFC sebaiknya
dilakukan pada pasien yang sangat mungkin alergi terhadap makanan seperti pada telur, susu dan
kacang ,dengan uji kulit positif dan disertai dermatitis atopik. 7
c. Uji tusuk (skin prick test/SPT)
Merupakan tes penapisan dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi, cepat, dan relatif tidak
mahal. Prinsip tes ini adalah memasukkan sejumlah kecil alergen ke epidermis yang kemudian
akan berikatan dengan IgE yang melekat di permukaan sel mast yang selanjutnya akan
mengeluarkan berbagai mediator yang menyebabkan indurasi yang dapat diukur. Tes ini
dilakukan dengan membubuhkan beberapa tetes alergen berbeda, larutan histamin (kontrol
positif ), dan pelarut (kontrol negatif ) pada daerah volar lengan bawah. Jarum ditusukkan ke
epidermis. Hasil reaksi dibaca dalam 15 menit. Kriteria pembacaan (ARIA) yaitu hasil positif
satu (+1) apabila indurasi berdiameter 1 mm lebih besar dari diameter kontrol negatif, (+2)
indurasi berdiameter 1-3 mm lebih besar dari diameter kontrol negatif, (+3) indurasi berdiameter
>3 mm lebih besar dari diameter kontrol negatif disertai flare, dan (+4) indurasi berdiameter >5
mm dari diameter kontrol negatif disertai flare.uji gores (scratch test).2,4
7
d. Kadar IgE spesifik
Pemeriksaan kadar IgE spesifik untuk suatu alergen tertentu juga dapat dilakukan secara in
vitro dengan metode RAST (Radio Allergosorbent Test) dan ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assay). Kelebihan metode RAST dibanding uji kulit adalah keamanan dan
hasilnya tidak dipengaruhi oleh obat maupun kelainan kulit. Hasil RAST berkorelasi cukup baik
dengan uji kulit dan uji provokasi, namun sensitivitas RAST lebih rendah.6
PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis alergi makanan ditegakkan, maka eliminasi makanan harus dilakukan
dengan ketat. Penghindaran yang ketat harus dilakukan juga oleh keluarga pasien dalam
menghindarkan serta membantu untuk mencarikan makanan pengganti sehingga terpenuhi
makanan yang rasanya enak dan disukai anak. Mengetahui dengan pasti makanan yang akan
diberikan untuk anak seperti membaca semua label makanan yang tercantum pada botol atau
8
kaleng apakah mengandung produk dari makanan yang harus dihindarkan. Seperti produk dari
susu sapi.7
Tujuan dari pengobatan pada alergi makanan bukanlah menyembuhkan melainkan
mengurangi gejala dan menghindari serangan yang lebih berat. Terapi simtomatik dapat berupa
pemberian antihistamin seperti klorferniramin maleta dengan dosis oral: 4 mg tiap 4-6 jam;
maksimal 24 mg/hari, sedangkan untuk anak di bawah 1 tahun 1 mg 2 kali sehari; 2-5 tahun 1
mg tiap 4-6 jam, maksimal 6 mg/hari, 6-12 tahun 2 mg tiap 4-6 jam, maksimal 12 mg/hari,.
Pengobatan pada reaksi anafilaksis yang disebabkan makanan, meliputi: 7
Penghentian makanan tersangka.
Epinephrin 0,01 mg/kg dalam larutan 1:1000 diberikan subkutan, dapat diulang setelah 10-
15 menit, dan dirawat di ruang gawat darurat.
Antihistamin parenteral.
Kortikosteroid parenteral.
Diawasi minimal selama 4 jam setelah syok dapat diatasi.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Boyce JA, et al. 2010. Guidelinees fot the Diagnosis and Management of Food Allergy in
the United States: Report of the NIAID-Sponsored Expert Panel. NIAID. S1-S58
2. Christanto Anton, Oedono Tedjo. 2011. Uji Diagnostik Alergi Makanan. Jakarta: CDK
187. vol. 38
3. Cianferoni A, et al. 2009. Food Allergy: Review, Classification and Diagnosis.
Allergology International. Vol 58,No 4. 457-466
4. Djuanda A, et al. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam, hal 159-161.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi
5. National Institute of Allergy and Infectious Disease. 2012. Food Allergy; An Overview.
NIAID
6. Ni Putu Sudewi, et al. 2009. Berbagai Teknik Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosis
Penyakit Alergi. Jakarta: Sari Pediatri, Vol. 11
7. Siregar P Sjawitri, 2001. Alergi Makanan pada Bayi dan Anak, Jakarta: Sari Pediatri,
Vol. 3, pp. 168 – 174
10