INFEKSI SALURAN KEMIH
Oleh:
Priscila Ratna Suprapto
11-2013-295
Pembimbing :
dr. Dewi Iriani, Sp.A
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak
Periode 8 Juni – 15 Agustus 2015
RS Umum Daerah Koja
BAB IPendahuluan
Infeksi saluran kemih (ISK) ialah istilah umum untuk menyatakan adanya pertumbuhan
bakteri di dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di
kandung kemih. Pertumbuhan bakteri yang mencapai >100.000 unit koloni per ml urin
segar yang diambil pagi hari, digunakan sebagai batasan diagnosis ISK.
Infeksi saluran kemih merupakan penyebab demam kedua tersering setelah infeksi akut
saluran nafas pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada kelompok ini angka kejadian
ISK mencapai 5%. Angka kejadian ISK bervariasi, tergantung umur dan jenis kelamin.
Angka kejadian pada neonatus kurang bulan adalah sebesar 3%, sedangkan pada
neonatus cukup bulan 1%. Pada anak dibawah 10 tahun ISK ditemukan pada 3,5% anak
perempuan dan 1,1% anak laki-laki. Diagnosis yang akurat dan cepat dapat mencegah
penderita ISK dari komplikasi pembentukan parut ginjal dengan segala konsekuensi
jangka panjangnya seperti hipertensi dan gagal ginjal kronik.1
Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai dengan
asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak terdeteksi baik oleh
tenaga medis maupun oleh orangtua. Kesalahan dalam menegakkan diagnosis
(underdiagnosis atau overdiagnosis) akan sangat merugikan. Underdiagnosis dapat
berakibat penyakit berlanjut ke arah kerusakan ginjal karena tidak diterapi. Sebaliknya
overdiagnosis menyebabkan anak akan menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang
tidak perlu. Bila diagnosis ISK sudah ditegakkan, perlu ditentukan lokasi dan beratnya
invasi ke jaringan, karena akan menentukan tata laksana dan morbiditas penyakit.
Diagnosis dan tata laksana ISK yang adekuat bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi risiko terjadinya komplikasi jangka panjang seperti parut ginjal, hipertensi,
dan gagal ginjal kronik
2
BAB II
2.1 Definisi
ISK adalah keadaan adanya infeksi (pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri)
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung
kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.1 Bakteriuria adalah ditemukannya
bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau kontaminasi dari uretra, vagina
ataupun dari flora di periuretral. Dalam keadaan normal, urin baru dan segar adalah
steril. Bakteriuria bermakna yaitu bila ditemukan jumlah koloni>105/ml spesies
yang sama pada kultur urin dari sampel mid-stream urine. Ini merupakan gold
standard untuk diagnostik ISK.1
Tabel 1. Interpretasi Hasil Biakan Urin1
Cara penampungan Jumlah Koloni Kemungkinan Infeksi
Pungsi supra pubik
Kateterisasi kandung kemih
Urin pancar tengah- Laki-laki- Perempuan
Bakteri gram negatif : asal ada kuman
Bakteri gram positif : beberapa ribu
> 105
104 - 105
103 - 104
< 103
> 104
3x biakan > 105
2x biakan > 105
1x biakan > 105
5 x 104 - 105
104 – 5 x 104 :
>99%
95%
Diperkirakan ISK
Diragukan, ulangi
Tidak ada ISK / Kontaminasi
Diperkirakan ISK
95%
90%
80%
Diragukan, ulangi
Diperkirakan ISK, ulangi
Tidak ada ISK
Tidak ada ISK
3
Klinis simtomatik
Klinis asimtomatik
< 104
2.2 Epidemiologi
ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki. Pada anak
perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, dengan puncaknya
pada bayi dan anak-anak yang sedang toillete training. Setelah ISK pertama, 60%-
80% anak perempuan akan mengembangkan ISK yang kedua dalam 18 bulan. Pada
anak laki-laki, ISK paling banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan; ISK jauh
lebih sering terjadi pada anak laki-laki yang tidak disunat. Prevalensi ISK bervariasi
berdasarkan usia. Selama tahun pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki: rasio
wanita adalah 2,8-5,4 : 1. Sedangkan dalam tahun pertama sampai tahun kedua
kehidupan, terjadi perubahan yang mencolok, dimana rasio laki-laki: rasio
perempuan adalah 1:10.2
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa
gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8%dibandingkan
dengan 0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi
bakteriuria pada perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.3
Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%) dibandingkan ISK (17%).
Selain itu, gadis remaja yang didiagnosis dengan sistitis sering memiliki vaginitis
bersamaan.3
2.3 Anatomi Saluran Kemih
Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra
4
Gambar 1. Anatomi saluran kemih
Ginjal
Ginjal terletak diruang retroperitoneal antara vertebra torakal 12 atau lumbal 1 dan
lumbal 4. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu lebih kurang 6 cm dan 24 gram
pada bayi yang lahir cukup bulan. Pada bayi baru lahir ginjal sering dapat diraba.
Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan
menghilang dengan bertambahnya umur. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang
berbentuk piramid. Ginjal mempunyai lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung
glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens,
serta lapisan dalam yaitu medula, yang mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa
henle, vasa rekta, dan duktus koligens terminal.5
Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal yang merupakan
ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada duktus papilaris
Bellini yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin kedalam kaliks
minor. Karena ada 18-24 lubang muara duktus Bellini pada ujung papil maka daerah
tersebut terlihat sebagai tapisan beras dan disebut area kribrosa (Gambar 2).5
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang arteri
renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks mayor
yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal yang kemudian bermuara ke dalam
5
ureter.5
Gambar 2. Ginjal dan Struktur Ginjal7
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosis tipis dan mengkilat yang disebut kapsul fibrosa
(true capsule) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perineal. Di sebelah
kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/ suprarenal yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perineal
dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barrier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat
terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam
menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ
sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau diseebut
jaringan lemak pararenal.4
Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, duodenum sedangkan ginjal
kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon.4
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal.
Didalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan didalam medula banyak
terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas
tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus kolegentes.4
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli
kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami
6
reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk
urin. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramid ke sistem
pelviokaliks ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.4
Sistem pelviokaliks ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor dan
pielum/ pelvis renalis. Mukosa sistem pelviokaliks terdiri atas epitel transisional dan
dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin
sampai ke ureter.4
Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin dari
pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-
sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan
peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urin ke buli-buli.4
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis terdapat
beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di tempat lain,
sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut
ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah (1) pada perbatasan
antara pelvis renalis dan ureter atau pelvicoureter junction (2) tempat ureter menyilang
arteri iliaka di rongga pelvis dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli. Ureter masuk ke
buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intramural) ; keadaan
ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks
vesiko-ureter pada saat buli-buli berkontraksi.4
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua
bagian yaitu : ureter pars abdominalis yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai
menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika yaitu mulai dari persilangan dengan vasa
iliaka sampai masuk ke buli-buli. Disamping itu secara radiologis ureter dibagi dalam
tiga bagian yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas
sakrum (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah
sakrum dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.4
Buli-buli
Buli-buli adalah organ berongga yang berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian
besar: (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin
berkumpul, dan (2) leher (kollum) merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk
7
corong, berjalan secara inferior dan anterior kedalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut
uretra posterior karena hubungannya dengan uretra.4
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas kesegala
arah dan, bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih.
Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk
mengosongkan kandung kemih.sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama
lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lain.
Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar keseluruh otot detrusor, dari satu sel otot
ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandungan kemih dengan
segera.6
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Disebelah dalam adalah otot longitudinal, ditengah merupakan otot sirkuler,
dan yang paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel
transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan
uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.4
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu (1) permukaan superior
yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) dua permukaan inferiolateral dan (3)
permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah)
dinding buli-buli.4
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Pada anak, kapasitas buli-buli
menurut formula dari Koff adalah4 :
Kapasitas Buli-buli = {Umur (tahun) + 2}x 30 ml
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri dari otot polos
yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh,
8
sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi
oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada
saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.4
2.4 Fisiologi Saluran Kemih
Neonatus memiliki fungsi ginjal imatur saat kelahiran yang membuat mudahnya
kehilangan cairan, seperti kehilangan cairan lewat pernafasan yang cepat atau
kegagalan dalam pemasukan cairan. Berat ginjal neonatus sekitar 23 gram, berat ini
akan menjadi dua kali lipat dari semula pada usia 6 bulan dan meningkat pada akhir
satu tahun pertama dan tumbuh seperti ginjal orang dewasa pada saat pubertas yaitu
10 kali ukuran pada saat kelahiran.8
Ketika bayi dilahirkan, maka ia akan kehilangan aliran darah dari plasenta, diikuti
dengan peningkatan yang tinggi dari aliran darah pada ginjalnya sendiri,
menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah pada ginjal. Neonatus akan
menghasilkan 20 – 35 ml dari urin sebanyak 4 kali sehari, tapi ini akan meningkat
sampai 100 – 200 ml sebanyak 10 kali sehari pada hari kesepuluh setelah lahir. Urin
saat produksi pertama memperlihatkan eksresi urea yang sedikit karena pada saat ini
protein lebih banyak digunakan pada bayi dibandingkan dengan jumlah yang dipecah
dalam hati.8
Resistensi dari anyaman kapiler ginjal berkurang pada minggu pertama kehidupan,
yang memungkinkan peningkatan kemampuan filtrasi glomerulus, akan tetapi kapsul
glomerulus saat lahir dibentuk dari epitel kubus dan belum sepenuhnya digantikan
oleh epitel berlapis gepeng dan baru berfungsi secara penuh setelah tahun pertama.
Nefron yang kecil dan immatur ini juga memiliki Lengkung Henle yang pendek juga,
dimana air dan natrium secara normal diatur, garam (natrium) sebaiknya tidak
ditambahkan ke diet bayi karena tidak dapat diekskresikan dengan mudah dan
natrium yang tersisa akan mempertahankan arteri dan vena, meningkatkan tekanan
darah dan dilatasi dari jantung yang berkembang.8
Perkembangan Kontinensia
Bayi memiliki keadaan inkontinensia, kemampuan untuk mengontrol pengeluaran
urin tergantung pada sistem renal yang lengkap dan berfungsi, kematangan saraf,
kesempatan yang diberikan kepada anak untuk buang air kecil dankebiasaan. Anak
dapat menjadi cemas dan melemah jika harapan yang diberikan melebihi kemampuan
dan kontrol mereka. Kematangan terhadap mekanisme kontrol biasanya
9
membutuhkan sekitar lima tahun untuk anak yang sehat agar tetap terkontrolpada
siang dan malam. Kandung kemih adalah organ yang kompleks yang terbentuk dari
lapisan otot dan dienervasikan oleh kompleks refleks dari tulang belakang dan
koordinasi dari otak. Perlu diingat bahwa jika anak tidak mau buang air kecil, utuk
alasan apapun, mereka dapat memberikan pesan kepada otaknya dari kandung kemih
mereka yang penuh itu.8
Kemampuan untuk mengontrol pengosongan kandung kemih adalah sebuah proses
yang dipelajari biasanya pada awal masa kanak-kanak sebagai hasil dari ‘toillete
training’. Seorang bayi tidak mampu berlatih mengontrol proses ini, karena
pengosongan kandung kemih tergantung pada kerja kompleks refleks. Kandung
kemih mereka akan secara volunter mengosongkan diri saat teregang pada volume 15
ml, seperti yang diketahui pada dewasa rangsangan untuk buang air kecil pada
volume 200 ml. Saat kandung kemih penuh dan merangsang reseptor trigonal, dan
hasilnya mengirimkan impuls ke area sakral tulang belakang melalui sistem saraf
otonom. Impuls motorik dari tulang belakang lewat sistem saraf otonom menginisiasi
relaksasi sfingter internal dan kontraksi otot detrusor, yang selanjutnya
mengakibatkan urin keluar dari kandung kemih. Kapasitas kandung kemih anak
bervariasi berdasarkan umur (Tabel 1). Jumlah urin bervariasi pada neonatus dan
anak yang terdapat pada tabel 2.8
Tabel 1. Frekuensi Rata-Rata Miksi Pada Bayi dan Anak9
Umur Frekuensi Miksi/ 24 Jam
3-6 bulan 20
6-12 bulan 16
1-2 tahun 12
2-3 tahun 10
3-4 tahun 9
12 tahun 4-6
Tabel 2. Jumlah Urin Pada Neonatus dan Anak9
Umur Jumlah Urin (ml)
1 hari 0-20
2 hari 20-50
3 hari 20-60
4 hari 30-70
10
5-7 hari 40-90
1 bulan 200-400
2 bulan 300-500
3 bulan 500-700
1-2 tahun 600-800
3-5 tahun 800-1200
6-10 tahun 800-1400
10-14 tahun 800-1500
Kematangan sistem saraf diperlukan untuk pengontrolan kandung kemih, jadi impuls
saraf dapat bergerak melalui tulang belakang menuju pusat kontrol miksi di otak.
Saat kewaspadaan untuk buang air kecil dan keinginan untuk mengontrol miksi telah
berkembang, bersama dengan kematangan biologis dari sistem saraf dan
perkembangan sosial si anak, menjadikan aktivitas sistem saraf pusat mengambil alih
kerja sistem refleks. Kontrol yang baik dapat dimulai pada usia dua tahun saat anak
dapat secara sadar merelaksasikan otot dasar pinggul untuk buang air kecil.8
2.5 Etiologi
Penyebab terbanyak ISK pada anak (sekitar 80-90%), baik yang simtomatikmaupun
yang asimtomatik adalah kuman gram negatif Escherichia coli (E. Coli).Penyebab
lainnya adalah Klebsiella, Proteus, Staphylococcus Saphrophyticus. ISK nosokomial
sering disebabkan E. coli, Pseudomonas sp, Coagualase-negatif Staphylococcus,
Klebsiella sp, Aerobacter sp jarang ditemukan.1,3
Pada uropati obstruktif dan pada kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-laki
sering ditemukan Proteus. ISK nosokomial sering disebabkan E.coli, Pseudomonas
sp, coagulase-negative Staphylococcus, Klebsiella sp, dan Aerobacter species.1
Infeksi virus, terutama adenovirus,juga dapat terjadi, terutama sebagai penyebab
sistitis.1,2
Faktor Risiko
Bila ISK didiagnosis pada anak, upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
risiko pada anak (misalnya, anomali anatomi, disfungsi berkemih, dan
sembelit). Anak yang menerima antibiotik spektrum luas (misalnya, amoxicillin,
cephalexin) yang bisa mengganggu kondisi fisiologis gastrointestinal (GI) dan
periurethral flora, hal tersebut akan meningkatkan risiko untuk ISK, karena obat ini
11
mengganggu pertahanan alami saluran kemih dalam menghadapi kolonisasi oleh
bakteri patogen.3
Lamanya inkubasi urin dalam kandung kemih akibat beberapa hal merupakan salah
satu faktor terjadinya ISK. Inkubasi urin ini bisa terjadi akibat anak memiliki
disfungsi berkemih atau anak memilih untuk menahan pipisnya. Berbagai keadaan
bisa menjadi penyebab disfungsi berkemih. Sembelit, dengan pembesaran rectum
oleh feses merupakan penyebab penting terjadinya disfungsi berkemih. Kelainan
neurogenik atau kelainan anatomi kandung kemih juga dapat menyebabkan disfungsi
berkemih. Sedangkan kebiasaan menahan pipis biasanya terjadi pada anak usia
prasekolah dan sekolah.3,10
Bayi laki-laki yang disunat bisa mengurangi risiko ISK sekitar 90% khususnya
selama tahun pertama kehidupan. Risiko ISK pada bayi disunat adalah sekitar 1 dari
1000 jika mereka disunat selama tahun pertama,dan bayi yang tidak disunat memiliki
1 dari 100 risiko terjadinya ISK. Secara keseluruhan, tingkat ISK pada anak laki-laki
yang telah disunat diperkirakan 0,2%-0,4%, dengan tingkat faktor risiko anak laki-
laki tidak disunat menjadi 5-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki
yang disunat.3
2.6 Klasifikasi
- ISK Atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim ginjal,
lazimnya disebut sebagai pielonefritis.1,3
- ISK bawah (lower UTI): bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas
antara atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter. Untuk membedakan ISK atas
dengan bawah.1,3
- ISK simpleks: ISK sederhana (uncomplicated UTI), ada infeksi tetapi tanpa
penyulit (lesi) anatomik maupun fungsional saluran kemih.1
- ISK kompleks: ISK dengan komplikasi (complicated UTI), adanya infeksi disertai
lesi anatomik ataupun fungsional, yang menyebabkan obstruksi mekanik maupun
fungsional saluran kemih, misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter,
urolitiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya. Dalam kelompok ini
termasuk ISK pada neonatus dan sebagian besar kasus dengan pielonefritis akut.1
2.7 Patogenesis
12
Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen (neonatus) atau secara asending
(anak-anak). Faktor predisposisi infeksi adalah fimosis, alir-balik vesikoureter (refluks
vesikoureter), uropati obstruktif, kelainan kongenital buli-buli atau ginjal, dan diaper
rash. Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak
faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organismenya. Bakteri dalam urin dapat
berasal dari ginjal, pielum, ureter, vesika urinaria atau dari uretra.
Beberapa faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis,
benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Pada bayi dan anak anak biasanya bakteri
berasal dari tinjanya sendiri yang menjalar secara asending. Bakteri uropatogenik yang
melekat pada pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding
ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel
uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut.
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai
anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk
koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi
peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal
melalui lapisan tipis cairan (films offluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun
refluks intrarenal. Bila hanya buli buli yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan
spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency)
atau miksi berulang kali
(frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema,
meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting
system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan
urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus
infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit
polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator toksik
yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring).
2.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari ISK pada anak terbagi atas dua macam yaitu manifestasi klinis
yang berasal dari traktur urinarius serta manifestasi klinis sistemiknya.3
Manifestasi klinis yang berasal dari traktus urinarius3,10 :
13
· Disuria
· Perubahan frekuensi buang air kecil
· Mengompol padahal anak telah diajarkan toilete training
· Urin yang sangat berbau
· Hematuri
· Scoatting
· Nyeri abdomen atau supra pubik
Manifestasi klinis sistemik3,10 :
· Demam
- Muntah/ diare
· Nyeri pinggang
Sedangkan manifestasi klinis menurut usia, bisa dibedakan atas:
1. Usia antara 1 bulan sampai kurang dari 1 tahun, tidak menunjukkan gejala yang
khas, dapat berupa1 :
· Demam
· Irritable, kelihatan sakit
· Nafsu makan berkurang
· Muntah, diare, dan lainnya
· Ikterus dan perut kembung bisa juga ditemukan.
2. Usia prasekolah dan sekolah gejala ISK umumnya terlokalisasi pada saluran
kemih.
ISK Bawah (Lower UTI)1 :
· Disuria
· Polakisuria
· Urgency.
ISK Atas (Upper UTI)1 :
· Enuresis diurnal ataupun nocturnal terutama pada anak wanita
· Sakit pinggang
· Demam
· Menggigil
· Sakit pada daerah sudut kostovertebra.
14
2.9 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada ISK pada anak bisa berdasarkan gejala atau
temuan pada urine, atau bahkan keduanya, tetapi kultur urin sangat diperlukan untuk
konfirmasi dan pemberian terapi yang sesuai.2
Kecurigaan yang tinggi harus dipikirkan pada anak demam, terutama ketika demam
yang tidak jelas berlangsung selama dua sampai tiga hari, ini bisa mengurangi angka
kejadian ISK yang tidak terdeteksi. Pedoman terbaru yang dikeluarkan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) untuk evaluasi demam (39,0 ° C [102,2 ° F]
atau lebih tinggi) yang tidak diketahui penyebabnya dianjurkan melakukan
pemeriksaan urinalisis dan kultur urine untuk semua kasus pada semua anak laki-
laki dengan usia kurang dari enam bulan dan semua anak perempuan dengan usia
kurang dari dua tahun. Diagnosis ISK yang tepat tergantung pada pengambilan
sampel urin yang tepat 2,3
Pengumpulan dan Analisa Urin
Standar kriteria untuk mendiagnosis ISK adalah isolasi kuman patogen dari kultur
urin yang diperoleh melalui aspirasi suprapubik. Meskipun aspirasi suprapubik
adalah metode kriteria standar untuk mendapatkan urin, namun kateterisasi adalah
teknik yang paling umum digunakan pada bayi dan anak-anak muda. Selain untuk
pengambilan urin, kateterisasi juga dapat digunakan untuk mengetahui volume
residu urin sehingga dapat mengetahui klinis pasien seperti kemungkinan
adanya neuropati bladder. Pengambilan spesimen urin midstream untuk anak-anak
yang lebih tua dinilai cukup adekuat untuk menegakkan ISK. ISK didefenisikan jika
ditemukan sejumlah 100.000 CFU/ mL dalam spesimen mid stream urine.
Sedangkan pengambilan spesimen melalui urine bag dinilai tidak cukup valid untuk
menilai ISK pada anak karena tingginya angka positif palsu.7
Meskipun kultur urin adalah standar kriteria untuk diagnosis UTI, mungkin
diperlukan waktu selama 48 jam untuk budaya menjadi positif. Oleh karena itu,
urine sering dibutuhkan untuk membantu membuat diagnosis awal ISK.3
Untuk penapisan pertama adanya ISK atau untuk mengetahui adanya ISK berulang
dapat digunakan1:
a. Cara dip slide yaitu suatu gelas objek yang dilapisi media biakan diatasnya,
15
direndam kedalam pot yang berisi urin didalamnya dan siintubasi sebelum 24
jam.
b. Plastik dip stick test (Multistix, Ames Company) yaitu suatu batang plastic tipis
yang pada ujungnya terdapat reagent pads.
1. Untuk mengetahui adanya nitrit dalam urin. Bakteri gram negatif dalam urin
di kandung kemih mengubah nitrat (yang berasal dari makanan) menjadi
nitrit. Nitrit paling baik ditemukan bila urin dalam kandung kemih sudah
tertahan lebih dari 4 jam.1
2. Menghitung bakteri gram negatif (bacteri count)
Leukosit granulosit mengandung esterase yang merupakan
katalisatorhydrolysis pyrole aminoacid ester yang menghasilkan 3-hydroxy
5-phenyl pyrrole; pyrrole ini bereaksi dengan gram diazonium, yang
memberikan warna ungu pada reagent pads.1
Dengan dip-stick ini diketahui 1,6% kulturnya positif palsu.
(IDAI)Penghitungan jumlah bakteri dari sediaan langsung urin tanpa
sentrifugasi yang diwarnai dengan pewarnaan gram dengan satu tetes urin
diletakkan diatas gelas objek dan sesudah kering diwarnai dengan
pewarnaan gram, memberikan korelasi yang tinggi dengan biakan urin. Bila
ditemukan suatu bakteri gram negatif/ lapang pandang dengan minyak
emersi (oil immersion field = oil); maka 88% daripadanya ditemukan hasil
biakan kuman yang bermakna (significant bacteriuria). Weinberg
menyatakan bila ditemukan dua atau lebih bakteri/oif 97,6% dari padanya
ditemukan biakan bakteri yang bermakna. Pyuria, proteinuria dan hematuria
dapat terjadi dengan atau tanpa ISK. Sebaliknya, ISK dapat terjadi tanpa
pyuria.1,3
Pemeriksaan Pencitraan
Tujuan dari studi pencitraan pada anak-anak dengan ISK adalah mengidentifikasi
kelainan anatomi yang mempengaruhi terhadap infeksi. Namun pemilihan pmeriksaan
dengan imaging yang sesuai untuk ISK pada anak masih merupakan kontroversi.
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan awal untuk ISK
pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk investigasi ISK pada anak-
anak, karena tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi refluks vesicoureteral, parut ginjal
16
ataupun perubahan akibat peradangan. Jika refluks atau kelainan morfologi dapat
diidentifikasi, renal scintigraphy and voiding cystourethrography dianjurkan untuk
pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kelainan ginjal atau jaringan parut pada saluran
kemih. Sebuah rekomendasi saat ini adalah bahwa USG harus dihilangkan pada ISK
pada anak-anak jika demam pada bayi dan anak-anak menanggapi pengobatan (afebril
dalam waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada kelainan berkemih atau bahkan
massa intra abdomen.3,10
2. Urografi Intravena
Urografi Intravena menampilkan gambar anatomi yang tepat dari ginjal dan dapat
dengan mudah mengidentifikasi beberapa kelainan saluran kemih (misalnya, kista,
hidronefrosis). Kelemahan utama dari urografi intravena adalah kurangnya sensitifitas
dibandingkan dengan skintigrafi ginjal dalam deteksi pielonefritis maupun jaringan parut
pada ginjal. Tingginya dosis radiasi dan respon tubuh terhadap kontras sangat perlu
diperhatikan khususnya pada anak-anak. Mengingat kelemahan tersebut, urografi
intravena tampaknya memiliki peran yang kecil dalam mendeteksi ISK pada anak.3
3. Skintigrafi Kortikal Ginjal
Skintigrafi Kortikal Ginjal telah mengganti urografi intravena sebagai teknik standar
untuk mendeteksi peradangan ginjal dan adanya jaringan parut pada ginjal. Skintigrafi
Kortikal Ginjal dengan technetium-99mlabeled glucoheptonatem
ataupun Dimercaptosuccinic Acid (DMSA) sangat sensitif dan spesifik. Pemakaian
DMSA menawarkan keuntungan dalam deteksi dini perubahan inflamasi akut dan luka
yang permanen dibandingkan dengan USG atau urografi intravena. Hal ini juga berguna
pada neonatus dan pasien dengan fungsi ginjal yang buruk. Computed tomography
(CT) sensitif dan spesifik untuk mendeteksi pielonefritis akut, tetapi tidak ada studi yang
membandingkan CT dan skintigrafi. Selain itu, CT lebih mahal daripada skintigrafi,
selain itu pemaparan radiasi pada pasien juga lebih tinggi.10
4. Voiding Cystourethrography
Karena refluks vesicoureteral merupakan faktor risiko dari nefropati refluks dan
pembentukan jaringan parut pada ginjal, identifikasi awal pada kelainan ini sangat
dianjurkn. Voiding Cystourethrography harus ditunda sampai infeksi saluran kencing
telah terkendali, karena refluks vesicoureteral mungkin merupakan efek sementara dari
17
infeksi. Namun, karena kepekaan dan spesifisitas yang rendah, dan
karena VoidingCystourethrography melibatkan iradiasi gonad dan kateterisasi,
penggunaannya dalam mendiagnosis refluks vesicoureteral masih dipertanyakan.10
Indikasi untuk Voiding Cystourethrography) masih controversial dan sering
berubahKebanyakan dokter merekomendasikan pemeriksaan ini untuk semua anak
dengan demam oleh karena ISK. Voiding Cystourethrography juga dianjurkan pada anak
perempuan yang telah mengalami ISK 2 atau 3 kali dalam jangka waktu 6 bulan, dan
untuk anak laki-laki dengan lebih dari satu ISK. Voiding Cystourethrography juga harus
dilakukan jika sonogram ginjal menunjukkan kelainan signifikan, seperti hidronefrosis,
kelainan panjang ginjal, atau penebalan dinding kandung kemih. Temuan yang paling
umum adalah refluks vesicoureteral, yang diidentifikasi di sekitar 40% dari pasien.
Waktu pemeriksaan Voiding Cystourethrography juga masih kontroversial. Meskipun di
beberapa pusat penelitian pemeriksaan ini ditunda 2-6 minggu untuk meredakan
peradangan pada kandung kemih. Sehingga waktu yang tepat adalah pada sebelum anak
keluar dari rawatan dari rumah sakit, pemeriksaan ini sekaligus bisa mengevaluasi
keadaan anak. Jika tersedia, Voiding Cystourethrography radionuklida daripada Voiding
Cystourethrography kontras dapat digunakan pada anak perempuan; teknik ini
membuatpaparan radiasi kurang pada gonad daripada dengan kontras. Pada anak laki-
laki, pemeriksaan radiografi dari uretra merupakan hal yang penting,
sehingga VoidingCystourethrography kontras direkomendasikan untuk pemeriksaan
radiologis awal.Karena kekhawatiran bahwa Voiding Cystourethrography mungkin akan
menjadi hal traumatis kepada anak, beberapa orangtua masih mempertanyakan
perlunya VoidingCystourethrography jika ultrasonogram hasilnya normal. Perlu diingat
bahwa ultrasonografi tidak sensitif dalam mendeteksi refluks, hanya 40% dari anak-anak
dengan refluks memiliki kelainan pada ultrasonogram tersebut.2,3,10
5. Isotope Cystogram
Meskipun Isotope Cystogram menyebabkan ketidaknyamanan yang sama seperti
kateterisasi kandung kemih yang digunakan dalam Voiding Cystourethrography ,
pemeriksaan ini memiliki keunggulan dilihat dari dosis radiasi ionisasi yang hanya 1%
daripada yang digunakan pada Voiding Cystourethrography, dan pemantauan terus
menerus [ada pemeriksaan ini juga lebih sensitif untuk mengidentifikasi adanya suatu
refluks dibandingkan pemeriksaan flourokopi sesekali yang dilakukan
pada VoidingCystourethrography.10
18
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian dari Pemeriksaan Radiologis dalam Evaluasi ISK.10
Imaging study Advantages Disadvantages
Ultrasound Measures renal size and shape Identifies
hydronephrosis, structural or anatomic
abnormalities and renal calculi
No radiation
Not reliable to detect
vesicoureteral reflux, renal
scarring or inflammatory changes
Intravenous urography Precise anatomic image of the kidneys
Estimates renal function
Not as reliable to detect renal
scarring or pyelonephritis
High radiation dose
Risk of reaction to contrast
medium
Poor detail in infants
Renal cortical
scintigraphy
Detects pyelonephritis and renal
scarring even in early stages
Useful in neonates
Little radiation
Useful in patients with poor renal
function
Does not evaluate collecting
system
Cannot detect obstruction
Computed tomography Provides both anatomic and functional
information about the kidney
Possibly more sensitive in diagnosing
pyelonephritis
Expensive
High radiation
Few clinical or experimental data
to support its use at present
Voiding
cystourethrography
Assesses the size and shape of bladder
Detects and grades vesicoureteral reflux
Evaluates posterior urethral anomalies
in boys
Gonadal radiation
Catheterization
2.10 Diagnosis banding pada anak yang dicurigai ISK10
· Appendisitis pada anak
· Gastroenteritis
· Cacingan
· Batu ginjal
19
· Obstruksi saluran kemih
· Vaginitis
· Vulvovaginitis
· Tumor Wilms
2.11 Pengobatan
Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada
anak sbb :1
1. Konfirmasi diagnosis ISK
2. Eradikasi infeksi pada waktu serangan atau relaps
3. Evaluasi saluran kemih
4. Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik
5. Cegah infeksi berulang
6. Perlu tindak lanjut
Sistitis akut harus ditangani segera untuk mencegah perkembangan mungkin untuk
pielonefritis. Jika gejalanya berat, spesimen urine kandung kemih diperoleh untuk
kultur, dan pengobatan segera dimulai. Jika gejala yang ringan atau diagnosis
diragukan, perawatan dapat ditunda sampai hasil kultur diketahui, dan kultur dapat
diulang jika hasil tidak pasti. Jika pengobatan dimulai sebelum hasil kultur dan
sensitivitas yang tersedia, terapi dengan trimetoprim-sulfametoksazol selama 5 hari
efektif terhadap sebagian besar strain E. coli. Nitrofurantoin (5-7 mg/kg/24 jam
dalam 3 sampai 4 dosis terbagi) juga efektif dan memiliki keuntungan yang aktif
terhadap organisme-Enterobacter Klebsiella. Amoksisilin (50 mg/kg/24 jam) juga
efektif sebagai pengobatan awal tetapi tidak memiliki keunggulan yang jelas atas
sulfonamid atau nitrofurantoin.3
Pada infeksi demam akut dengan kemungkinan pielonefritis, penggunaan antibiotik
spektrum luas selama 14 hari mampu mencapai tingkat jaringan yang signifikan.
Anak-anak yang dehidrasi, karena muntah, atau tidak dapat minum cairan
kemungkinan harus dirawat di umah sakit untuk rehidrasi intravena dan terapi
antibiotik intravena. Pengobatan parenteral dengan ceftriaxone (50-75 mg/kg/24
jam, tidak lebih dari 2 g) atau ampisilin (100 mg/kg/24 jam) dengan aminoglikosida
seperti gentamisin (3-5 mg/kg/24 jam dalam 1 untuk 3 dosis terbagi) adalah lebih
baik. Potensi otoxicity dan nefrotoksisitas dari aminoglikosida harus
dipertimbangkan, dan kadar kreatinin serum harus diperoleh sebelum memulai
20
pengobatan dengan gentamisin harus diperoleh sebelum memulai pengobatan.
Pengobatan dengan aminoglikosida terutama efektif terhadap Pseudomonas spp.
Oral sefalosporin generasi ke-3 seperti cefixime efektif terhadap berbagai organisme
gram negatif selain Pseudomonas, dan obat ini dianggap oleh beberapa pihak
menjadi pilihan perawatan untuk terapi oral. Nitrofurantoin tidak boleh digunakan
secara rutin pada anak-anak dengan demam ISK karena tidak mencapai tingkat yang
signifikan terhadap jaringan ginjal. Ciprofloxacin yang merupakan fluorokuinolon
yang digunakan secara oral adalah agen alternatif untuk mikroorganisme resisten,
terutama Pseudomonas, pada pasien yang lebih tua dari 17 tahun. Ini juga telah
digunakan pada anak dengan cystic fibrosis dan infeksi paru sekunder untuk
Pseudomonas. Keamanan dan efektivitas ciprofloxacin oral pada anak diteliti. Pada
beberapa anak-anak dengan ISK demam, injeksi intramuskular dosis loading
ceftriaxone diikuti dengan terapi oral dengan sefalosporin generasi ke-3 efektif.3
Anak dengan abses ginjal atau perirenal atau dengan infeksi pada saluran kemih
terhambat sering memerlukan drainase bedah atau perkutan selain terapi antibiotik
dan langkah-langkah pendukung lainnya.
Pada anak dengan ISK berulang, identifikasi faktor predisposisi sangat bermanfaat.
Profilaksis terhadap infeksi ulang, menggunakan-trimetoprim sulfametoksazol,
trimetoprim, atau nitrofurantoin pada ⅓ dari dosis terapi normal sekali sehari, sering
efektif.3
Pada bayi dan anak usia 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam pertama, dengan
menampakkan gejala klinis ISK maka spesimen urine untuk urinalisis dan kultur
harus diperoleh dengan aspirasi suprapubik atau kateterisasi sebelum pengobatan
dimulai.
Rawat Inap pengobatan anak-anak dengan pielonefritis rumit.
Berikan cairan parenteral yang tepat, biasanya pada 1-1,5 kali tingkat pemeliharaan
biasa, berikan pengobatan parenteral dengan sefalosporin generasi ketiga, seperti
ceftriaxone atau cefotaxime. Tambahkan ampisilin jika terdapat cocci gram positif
dalam sedimen urin atau jika tidak ada organisme yang ditemukan. Gentamisin
merupakan alternatif untuk bayi yang lebih tua dari 7 hari, untuk anak-anak yang
lebih tua, dan bagi remaja yang alergi terhadap sefalosporin. Monitor fungsi ginjal
dan pembuluh darah jika obat ini diperlukan untuk lebih dari 48 jam.3
Hasil studi kultur urin dan sensitivitas biasanya tersedia dalam waktu 48 jam. Jika
patogen sensitif terhadap antibiotik yang digunakan dan jika anak itu membaik,
21
maka teruskan pengobatan dengan rute parenteral sampai anak tidak demam selama
24-36 jam.Pasien dirawat di rumah sakit biasanya dapat pulang ke rumah setelah 48-
72 jam. Lanjutkan dosis terapi antibiotik selama 10-14 hari terapi antibiotik. Terapi
antibakteri tetap harus diberikan untuk mencegah infeksi ulang sampai hasil
vesikouretrografi diperoleh (Tabel 7).3
Tabel 5. Antibiotik Agen untuk parenteral Pengobatan ISK3
Obat Dosis dan Rute Pemberian Keterangan
Ceftriaxone 50-75 mg/kg/d IV/IM sebagai dosis tunggal
atau dibagi setiap 12 jam.
Tidak digunakan pada bayi < 6
minggu; antibiotic parenteral dengan
waktu paruh panjang.
Cefotaxime 150 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 6-8 jam. Aman digunakan pada bayi < 6
minggu, digunakan dengan ampisilin
pada bayi usia 2 – 8 minggu.
Ampicillin 100 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 8 jam Digunakan bersama gentamisin pada
neonatus <2 minggu, untuk kuman
enterokokus dan pasien yang alergi
dengan sefalosporin.
Gentamicin Neonatus < 7 hari: 3.5-5 mg/kg/dosisIV setiap
24 jam
Bayi dan anak < 5 tahun: 2.5
mg/kg/dosis IV setiap 8 jam atau dosis
tunggal dengan fungsi ginjal normal yaitu 5-
7.5 mg/kg/dosis IV setiap 24 jam
Anak =5 tahun: 2-2.5 mg/kg/dosis IVsetiap 8
jam atau dosis tunggal dengan fungsi ginjal
normal 5-7.5 mg/kg/dosisIV setiap 24 jam
Monitor darah dan fungsi ginjal.
Tabel 6. Agen antibiotik untuk Pengobatan Oral ISK3
Agen Antibakteri Dosis Harian
Sulfisoxazole 120-150 mg/kg dibagi setiap 4–6 jam.
Sulfamethoxazole and trimethoprim 6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMZ, dibagi stiap 12
jam
22
Amoxicillin and clavulanic acid 20-40 mg/kg dibagi tiap 8 jam
Cephalexin 20-50 mg/kg dibagi tiap 6 jam
Cefixime 8 mg/kg dibagi tiap 12-24 jam
Cefpodoxime 10 mg/kg dibagi tiap 12 jam
Nitrofurantoin* 5-7 mg/kg dibagi tiap 6 jam
*Nitrofurantoin dapat digunakan pada infeksi saluran saluran kemih bawah. Tapi, karena daya
penetrasi terhadap jaringan yang terbatas, nitrofurantoin tidak cocok digunakan untuk
pengobatan infeksi pada ginjal.
Tabel 7. Agen antibiotik untuk mencegah infeksi ulang3
Agent Single Daily Dose
Nitrofurantoin 1-2 mg/kg PO
Sulfamethoxazole and trimethoprim 1-2 mg/kg TMP, 5-10 mg/kg SMZ PO
Trimethoprim 1-2 mg/kg PO
2.11 Komplikasi
Reaksi alergi terhadap terapi antibiotik sering terjadi pada anak-anak dengan pielonefritis
dapat terjadi radang lobar dari ginjal (lobar atau nephronia fokal) atau abses ginjal.
Setiap peradangan pada parenkim ginjal dapat menyebabkan pembentukan parut.
Komplikasi jangka panjang pielonefritis adalah hipertensi. Gangguan fungsi ginjal,
penyakit ginjal kronik dan komplikasi kehamilan (misalnya, UTI, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan, neonatus berat lahir rendah). Dehidrasi adalah
komplikasi yang paling umu dari isk pada populasi anak-anak. Penggnti cairan intravena
diperlukan dalam kasus yang lebih parah.
Angka kesakitan terkait dengan pielonefritis ditandai dengan gejala sistemik seperti
demam, nyeri perut, muntah dan dehidrasi. Bakterimia dan sepsis dapat terjadi. Anak
dengan pielonefritis dapat juga terdapat sistitis. Kematian akibat ISK jarang terjadi pada
anak sehat pada negara berkembang.16 ISK menyebabkan morbiditas yang signifikan dan
penderitaan untuk anak-anak, ketidaknyamanan dan kecemasan bagi keluarga, dan
kebutuhan pengobatan yang cukup tinggi. Meskipun kebanyakan anak dengan ISK
memiliki prognosis jangka panjang yang sangat baik, ada risiko komplikasi yang serius
dalam sebagian kecil penderita, terutama pada mereka dengan anomali kongenital
23
hipoplasia atau displastik dan refluks melebar.Gangguan fungsi ginjal mungkin terjadi,
kadang-kadang menyebabkan gagal ginjal kronis dan bahkan end stage dari renal
disease, hipertensi, dan komplikasi kehamilan.15
Gagal Ginjal Kronis
Pendekatan diagnostik dan terapi lebih agresif yang digunakan pada masa bayi dan anak
usia dini selama dekade terakhir tampaknya memiliki penurunan risiko ISK
menyebabkan gagal ginjal kronis. Sebuah laporan di Inggris mencerminkan manajemen
ISK tahun 1960-an dan 1970-an, penyebab utama dari end stage renal failure adalah
pielonefritis dengan atau tanpa adanya refluks sebanyak 21% (60). Dalam studi Prancis
dari tahun 1975 sampai 1990, pielonefritis dengan refluks merupakan penyebab 12%
anak dengan Gagal Ginjal Kronis. Untuk periode 1986 sampai 1995, hanya 1 dari 102
anak-anak yang mencapai end stage renal failure di Kansas memiliki diagnosis utama
ISK dengan refluks. Di Swedia, dengan total populasi 8,5 juta, situasinya bahkan lebih
baik dimana tidak seorang pun anak dengan insufisiensi ginjal kronis, yang didefinisikan
dengan GFR di bawah 30 mL/min/1.73 m2, karena ISK baru terdeteksi pada tahun
1986.Smellie dan kawan-kawan. mempelajari suatu kelompok 226 orang dewasa setelah
tindak lanjut dari 10 sampai 35 tahun yang lalu. Mereka awalnya dirujuk ke klinik ISK
karena memiliki gejala ISK selama masa kanak-kanak. Sebagian besar telah mengalami
ISK yang berulang dan refluks vesicoureteral. Dari 226 pasien, 85 orang memiliki
temuan jaringan parut pada ginjal di hasil pemeriksaan radiologis pada usia 10 tahun, dan
tidak ada bekas luka yang terdeteksi setelahnya. Di antara 72 orang dewasa dengan
jaringan parut ginjal yang diperiksa kembali pada usia rata-rata 27 tahun, 18 (25%) orang
mengalami peningkatan nilai plasma kreatinin; tiga dari mereka telah mencapai end
stage renal failure.15
Hipertensi
Dalam studi di Australia dan Inggris, pengembangan hipertensi ditunjukkan pada 10%
dari anak-anak dan dewasa muda dengan pyelonephritic renal scarring (reflux
nephropathy). Risiko berhubungan dengan tingkat kerusakan; 15% sampai 30% anak
dengan hipertensi akibat jaringan parut bilateral dalam waktu 10 tahun. Dalam studi 27
tahun setelah identifikasi jaringan parut ginjal nonobstructive focal, 30 orang dewasa
diperiksa kembali ; 7 orang (23%) memiliki hipertensi > 140/90 mm Hg. Smellie dan
kawan-kawan, pada follow up jangka panjang mereka menunjukkan adanya 14 orang
24
(19%) dari 72 orang yang dari hasil pemeriksaan radiologisnya memiliki jaringan parut
pada ginjal. Sehingga paling tidak dalam perspektif 20 tahun dari masa kanak-kanak,
perawatan yang baik mungkin efektif untuk meminimalkan risiko jangka panjang.15
Komplikasi Kehamilan
Anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk ISK berulang sejak kecil maka
akan memiliki peningkatan risiko infeksi baru setelah dewasa khususnya selama
kehamilan. Perempuan dengan jaringan parut ginjal memiliki peningkatan
signifikantekanan darah selama kehamilan. Pada wanita dengan refluks nefropati yang
parah sebagian besar memiliki gangguan selama masa kehamilan. Pasien wanita dengan
jaringan parut ginjal harus diikuti dengan hati-hati sampai dewasa dan saat melalui masa
reproduksi.
BAB III
KESIMPULAN
ISK merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak kedua pada anak setelah infeksi
pernapasan. Ditahun pertama kehidupan, penyakit ini banyak diderita oleh anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan, dan sebaliknya setelah tahun pertama kehidupan
anak perempuan menderita penyakit ISK dibandingkan anak laki-laki. Sirkumsisi bisa
menurunkan risiko anak laki-laki terkena penyakit ini.
Etiologi dari penyakit ISK ini utamanya adalah bakteri Eschericia coli, namun tidak
menutup kemungkinan bakteri patogen lainnya (yang bukan merupakan bagian dari flora
normal tubuh) bisa menjadi penyebab dari ISK pada anak. Proses patogenesis dari ISK
terbagi menjadi dua cara yaitu ascending route dan bloodborne.
Gejala awal dari ISK pada anak sangatlah tidak khas, biasanya anak akan mengalami
demam hilang timbul yang tidak dapat diketahui darimana sumbernya. Jarang sekali
kasus yang disertai dengan gangguan dari traktus urinarius, sehingga untuk menegakkan
diagnosis ISK pada anak akan dibutuhkan analisis urin dan kultur urin. Pada beberapa
kasus yang meragukan, diagnostik imaging bisa dilakukan untuk membantu diagnosis
walaupun ampai sekarang pemeriksaan ini masih kontroversial.
Pengobatan untuk ISK utamanya adalah dengan antibiotik. Deteksi dini dan pengobatan
25
segera akan sangat dibutuhkan agar komplikasi jangka panjang bisa dihindari. Tapi tentu
saja yang paling penting adalah pencegahan dengan cara menjaga higien dan sebaiknya
pasien yang pernah menderita ISK benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi ISK
berulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta:
IDAI; 2012. h. 142-57.
2. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi Ke-18. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007.
3. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/. Diakses tanggal 27 Juli 2015.
4. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 1-
15.
5. Alatas H. Anatomi dan fisiologi ginjal. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2012. h.
1-3.
6. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam: Price SA,et al,
penyunting. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h. 867-91.
7. Faller A, Schünke M, Schünke G. The human body, an introduction to structure and
function. New York: Thieme; 2004. h. 444-8.
8. MacGregor J. Introduction to the anatomy and physiology of children, second
26
edition. Oxon: Routledge; 2008. h. 110-20.
9. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in
children. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/. Diakses tanggal 27 Juli 2015.
10. Wong SN. Practical pediatric nephrology: an update of current practices. Taiwan;
2005.
12. Webb N. Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-3. New York: Oxford; 2003.
13. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and
Development. Discussion papers on child health, urinary tract infection of infant
and children in developing countries in the context of IMCI. 2005.
14. White B. Diagnosis and treatment of urinary tract infection. American family
physician 2011; 83. Diunduh dari : www.aafp.org/ afp. Diakses tanggal 28 Juli
2015.
15. Hansson S, Jodal U. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED, et al, penyunting.
Pediatric nephrology. Edisi ke-5. New York: Oxford ; 2003.
27