Askep Infeksi Saluran Kemih
-
Upload
evan-cesta -
Category
Documents
-
view
92 -
download
3
Transcript of Askep Infeksi Saluran Kemih
ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH
INFEKSI SALURAN KEMIH
A. Konsep medis
1. Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan baik
pada anak-anak, remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua adanya
invasi mikroorganisme pada saluran kemih.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik pada laki-laki maupun perempuan dari semua
umur jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi , umur,
kurang lebih 5 – 15 %
2. Etiologi
Bakteri (eschericia coli)
Jamur dan virus
Infeksi ginjal
Prostat hipertropi (urin sisa)
3. Patofisiologi
ISK (infeksi saluran kemih) yang biasanya terjadi pada saat organisme naik dari uretra
ke kandung kemih, sehingga organisme ini akan berkembang biak dan meningkat sehingga
menyebabkan infeksi pada uretra dan ginjal
4. Manifestasi klinik
ISKdapat simtomatik maupun asimtomatik, pada bayi baru lahir gejala dapat berupa
demam, malas minum, ikterus, hambatan pertumbuhan atau atau tanda sepsis. Pada masa bayi
gejala sering berupa panas yang tidak jelas penyebabnya , nafsu makan kurang, gangguan
pertumbuhan, kadang-kadang diare atau kencing sangat berbau. Pada usia prasekolah berupa
sakit perut, muntah, demam, sering kencing, sakit waktu kencing/sakit pinggang.
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter, pietum, dan
ginjal) sedangkan gejala ISK bagian bawah (kandung kemih dan uretra) biasanya lebih
ringan, umumnya berupa disuria, polakisuria, ataukencing mengedan, tampa demam
5. Pemeriksaan diagnostik
1. Radiologis; pemeriksaan ultrasonografi
2. Tes sensitifitas organisme
3. Tes biakan urine dan urin lengkap, uji retensi kuman
6. Penatakaksanaan medik
Penatalaksanaan khusus ditujukan terhadap 3 hal:
1. Pengobatan ibfeksi akut; pada keadaan berat atau demam tinggi dan keadaan umum lemah
segera berikan antibiotik tampa menunggu hasil biakan urin dan uji retensi kuman
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang: 30 – 50 % akan mengalami infeksi berulang
dan sekitar 50 % diantaranya tampa gejala, maka perlu dilakukan biakan ulang pada minggu
pertama sesudah selesai pengobatan fase akut. Kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya
setiap 3 bulan selama 2 tahun
3. Oreksi bedah terhadap kelainan anatomi saluran kemih, bila pemeriksa radiologis ditemukan
obstruksi perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari
stadium.
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
b) Identitas penangguna jawab
c) Riwayat penyakit antara lain:
1. Keluhan utama
2. Riwayat keluhan utama
3. Riwayat kelahiran dan persalinan
4. Riwayat kesehatan masa lalu
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Riwayat tumbuh kembang
7. Ruwayat pemberian nutrisi
8. Data psikososial, spiritualisasi anak dan orang tua
9. Pola kebiasaan sehari-hari
10. Pemeriksaan fisik:
a. Aktifitas sehari-hari = tanda : lemah
b. Sirkulasi = tanda : demam (t*v)
c. Nutrisi = tanda : nafsu makan berkurang, muntah
d. Pernapasan = tanda : napas cepat karena demam
e. Eliminasi = tanda : diare, sering kencing, kencing sangat
bau
2. Diagnosa keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan perkembangan mikroorganisme disaluran kemih
b) Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada sluran kemih
c) Kekurangan deficit volume cairan berhubungan dengan poliuria dan malas minum
d) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah, kurang
nafsu makan
e) Cemas orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Perencanaan
a) Infeksi b/d adanya bakteri pada saluran kemih
Tujuan : infeksi pada saluran kemih teratasi
No INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji suhu pasien setiap 4 jam dan
lapor jika suhu 38,50
Tanda vital menandakan adanya
perubahan di dalam tubuh
2 Catat karakteristik urine Untuk mengetahui/mengidenfikasi
indikasi kemajuan atau penyimpangan
dari hasil yang diharapkan
3 HE kepada pasien dan keluarga
pasien untuk minum 2 – 3 liter jika
tidak ada ontra indikasi
Untuk mencegah statis urine
4 Monitor pemeriksaan ulang urin
kultur dan sensitifitas untuk
menentukan respon terapi
Mengetahui seberapa jauh efek
pengobatan terhadap keadaan penderita
5 Berikan perawatan perineal,
pertahankan agar tetap bersih dan
kering
Untuk menjaga kebersihan dan
menghindari bakteri yang membuat
infeksi uretra
b) Nyeri b/d perkembangan mikoorganisme
Tujuan : nyeri teratasi
No INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji tingkat nyeri Untuk memudahkan melakukan intervensi
selanjutnya
2 Berikan tekhnik relaksasi Untuk mengurangi nyeri
3 HE kepada keluarga pasien untuk
mengompres air hangat dibagian
yang nyeri
Untuk memblok implus saraf agar tidak
terjadi respon nyeri
4 Kolaborasi dengan tim medis
pemberian analgetik
Untuk membantu mengatasi nyeri
c) Kekurangan divisit volume cairan b/d poliuria dan malas minum
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
No INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji tingkat kebutuhan cairan
pasien
Untuk memudahkan melakukan intervensi
2 Berikan minum/cairan yang
adekuat
Agar tidak terjadi kekurangan cairan yang
berlebihan
3 HE kepada keluarga pasien,
memantau pemasukan dan
mengeluarkan cairan
Untuk memudahkan pemberian cairan
yang adekuat
4 Kolaborasi dengan tim medis
tentang pemberian infus
Pemberian cairan sangat penting untuk
membantu dalam mengatasimaalah
d) Perubahan suhu tubuh (demam) b/d infeksi
Tujuan : suhu tubuh normal 36 – 37 dan pasien bebas dari demam
No INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji saat timbul demam Untuk mengidentifikasi pola demam
pasien
2 Obervasi tanda-tanda vital Untuk mengetahui keadaan umum
pasien
3 Berikan kompres hangat pada
pasien
Kompres hangat menyebabkan
vasodilatasi sehingga terjadi
perpindahan panas secara evaporasi
4 HE kepada pasien dan kelurganya
untuk tidak memakai pakaian yang
tebal
Pakaian yang tipis akan membantu
mengurangi penguapan
5 Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian antipiretik
Pemberian obat antipiretik dapat
membantu penurunan suhu tubuh
e) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d muntah, kurang nafsu makan
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien rajin makan, pasien
Mampu menghabikan makanan sesuai porsi yang dibutuhkan
No INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji cara bagaimana makanan
dihidangkan
Cara menghidangkan makanan dapat
mempengaruhi nafsu makan pasien
2 Berikan makanan yang mudah
ditelan seperti bubur
Membantu mengurangi kelelahan pasien
dan meningkatkan asupan makanan
karena mudah ditelan
3 Berikan makanan dalam porsi
kecil dan frekuensi sedang
Untuk menghindari mual dan muntah
4 HE manfaat makanan/nutrisi bagi
pasien sakit
Meningkatkan pengetahuan pasien
tentang nutrisi sehingga motivasi untuk
makan meningkat
5 Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat-obatan antasida
Obat antasida membantu pasien
mengurangi mual dan muntah
f) Gangguan pertumbuhan b/d kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi
Tujuan : pertumbuhan tubuh normal
No INTERVENSI RASIONAL
1 Kajitingkat pertumbuhan Untuk memudahkan melakukan tindakan
selanjutnya
2 Ukur berat badan pasien Untuk mengetahui perubahan
pertumbuhan klien
3 HE keluarga pasien tentang
pemberian nutrisi yang seimbang
Keluarga pasien mengerti tentang
pentingnya pemberian nutrisi yang
seimbang
4 kolaborasi dengan tim gizi tentang
pemberian gizi seimbang
Untuk memenuhi pemenuhan nutrisi
yang adekuat
g) Cemas orang tua b/d kurangnya informasi
Tujuan : orang tua tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah
No INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji tingkat kecemasan orang tua
pasien
Untuk mengetahui berat ringannya
kecemasan orang tua pasien
2 Beri kesempatan orang
tua/keluarga pasien untuk
Agar orang tua pasien mempunyai
semangat dan mau empati terhadap
mengungkapkan perasaanya perawatan pengobatan yang diberikan
kepada anaknya
3 Beri support pada orang
tua/keluarga pasien
Agar orang tua pasien dapat
bersemangat
4 Beri penjelasan kepada orang tua
pasien tentang penyakit yang
diderita anaknya
Agar orang tua/keluarga pasien mengrti
sepenuhnya tentang penyakit yang
diderita anaknya
4. Emplamentasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktifitas-aktifitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu
dan efektif maka perlu mengidentifikasi perioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendekumentasikan pelaksanaan
perawatan.
5. Evaluasi
Tidak terjadi infeksi pada saluran kemih/teratasi
Nyeri teratasi
Kebutuhan cairan terpenuhi
Suhu tubuh normal 36 – 37 dan pasien bebas dari demam
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Pertumbuhan tubuh normal
Orang tua tidak terlihat cemas
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arief Supranatta. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid II penerbit fakultas
universitas kedokteran UI Jakarta, 2000
Suzanne C. Smeltzer. Brenda G. Bare. Keprawatan Medikal Bedah. Edisi 8 penerbit
EGC Jakarta, 2001
www. google. com
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan
adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
(Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran
kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
B. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic
maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita
wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika,
sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-
keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi,
atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan
prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang
memproduksi urease.
C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung
kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
D. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus
urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi
terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan
hematogen. Secara asending yaitu:
masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana
pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden
terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal,
pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian
kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga
mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran
hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung
kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang tidak lengkap atau kurang efektif.
Mobilitas menurun
Nutrisi yang sering kurang baik
System imunnitas yng menurun
Adanya hambatan pada saluran urin
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang
berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi
terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang
selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini
secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang
menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang
menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut
sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu,
neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60
tahun.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
Hematuria
Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
Demam
Menggigil
Nyeri panggul dan pinggang
Nyeri ketika berkemih
Malaise
Pusing
Mual dan muntah
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria.
Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat
urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga
dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus
urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie
prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.
G. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang
secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap
flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
Terapi antibiotika dosis tunggal
Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika
kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu,
abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi
urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau
amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu
analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat
infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
Interansi obat
Efek samping obat
Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan
hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh
membahnayakan/
Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?
H. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
Imobilisasi dalam waktu yang lama.
Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya
ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
Adakah disuria?
Adakah urgensi?
Adakah hesitancy?
Adakah bau urine yang menyengat?
Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah
Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian
atas
Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah
dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap
penyakitnya.
I. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul
1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung
kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih
ataupun struktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
J. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,
kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi:
Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan
dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
e. Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan
naik ke saluran perkemihan.
g. Kolaborasi:
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap,
berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah
sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit
Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut
dan perlu pemeriksaan luas
Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar .
Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu
membilas saluran berkemih
2. Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung
kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Evaluasi:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,
oliguri, disuria)
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b. Tentukan pola berkemih pasien
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
d. Kaji keluhan kandung kemih penuh
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung
kemih/ginjal)
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi
toksik pada susunan saraf pusat
f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam
Rasional: untuk mencegah statis urin
g. Kolaborasi:
Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah
berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan
sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.
3. Dx 3:
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic,
rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
beradasarkan informasi.
b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran,
jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat,
persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah
pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut
dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan
Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak
kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit
mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri
membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan
bakteri
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah
tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan
membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
ARTIKEL BERKAITAN Medikal Bedah
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan
adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
(Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran
kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
B. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic
maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita
wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika,
sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-
keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi,
atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan
prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang
memproduksi urease.
C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung
kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
D. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus
urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi
terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan
hematogen. Secara asending yaitu:
masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana
pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden
terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal,
pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian
kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga
mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran
hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung
kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang tidak lengkap atau kurang efektif.
Mobilitas menurun
Nutrisi yang sering kurang baik
System imunnitas yng menurun
Adanya hambatan pada saluran urin
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang
berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi
terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang
selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini
secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang
menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang
menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut
sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu,
neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60
tahun.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
Hematuria
Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
Demam
Menggigil
Nyeri panggul dan pinggang
Nyeri ketika berkemih
Malaise
Pusing
Mual dan muntah
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria.
Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat
urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga
dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus
urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie
prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.
G. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang
secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap
flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
Terapi antibiotika dosis tunggal
Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika
kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu,
abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi
urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau
amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu
analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat
infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
Interansi obat
Efek samping obat
Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan
hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh
membahnayakan/
Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?
H. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
Imobilisasi dalam waktu yang lama.
Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya
ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
Adakah disuria?
Adakah urgensi?
Adakah hesitancy?
Adakah bau urine yang menyengat?
Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah
Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian
atas
Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah
dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap
penyakitnya.
I. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul
1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung
kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih
ataupun struktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
J. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,
kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi:
Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan
dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
e. Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan
naik ke saluran perkemihan.
g. Kolaborasi:
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap,
berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah
sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit
Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut
dan perlu pemeriksaan luas
Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar .
Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu
membilas saluran berkemih
2. Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung
kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Evaluasi:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,
oliguri, disuria)
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b. Tentukan pola berkemih pasien
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
d. Kaji keluhan kandung kemih penuh
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung
kemih/ginjal)
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi
toksik pada susunan saraf pusat
f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam
Rasional: untuk mencegah statis urin
g. Kolaborasi:
Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah
berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan
sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.
3. Dx 3:
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic,
rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
beradasarkan informasi.
b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran,
jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat,
persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah
pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut
dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan
Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak
kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit
mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri
membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan
bakteri
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah
tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan
membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
ARTIKEL BERKAITAN Medikal Bedah
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan
adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
(Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran
kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
B. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic
maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita
wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika,
sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-
keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi,
atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan
prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang
memproduksi urease.
C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung
kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
D. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus
urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi
terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan
hematogen. Secara asending yaitu:
masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana
pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden
terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal,
pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian
kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga
mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran
hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung
kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang tidak lengkap atau kurang efektif.
Mobilitas menurun
Nutrisi yang sering kurang baik
System imunnitas yng menurun
Adanya hambatan pada saluran urin
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang
berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi
terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang
selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini
secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang
menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang
menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut
sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu,
neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60
tahun.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
Hematuria
Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
Demam
Menggigil
Nyeri panggul dan pinggang
Nyeri ketika berkemih
Malaise
Pusing
Mual dan muntah
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria.
Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat
urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga
dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus
urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie
prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.
G. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang
secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap
flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
Terapi antibiotika dosis tunggal
Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika
kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu,
abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi
urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau
amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu
analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat
infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
Interansi obat
Efek samping obat
Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan
hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh
membahnayakan/
Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?
H. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
Imobilisasi dalam waktu yang lama.
Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya
ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
Adakah disuria?
Adakah urgensi?
Adakah hesitancy?
Adakah bau urine yang menyengat?
Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah
Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian
atas
Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah
dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap
penyakitnya.
I. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul
1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung
kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih
ataupun struktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
J. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,
kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi:
Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan
dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
e. Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan
naik ke saluran perkemihan.
g. Kolaborasi:
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap,
berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah
sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit
Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut
dan perlu pemeriksaan luas
Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar .
Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu
membilas saluran berkemih
2. Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung
kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Evaluasi:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,
oliguri, disuria)
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b. Tentukan pola berkemih pasien
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
d. Kaji keluhan kandung kemih penuh
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung
kemih/ginjal)
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi
toksik pada susunan saraf pusat
f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam
Rasional: untuk mencegah statis urin
g. Kolaborasi:
Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah
berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan
sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.
3. Dx 3:
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic,
rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
beradasarkan informasi.
b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran,
jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat,
persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah
pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut
dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan
Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak
kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit
mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri
membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan
bakteri
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah
tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan
membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
ARTIKEL BERKAITAN BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di
masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40-60
tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %, sedangkan pada usia sama atau di atas
65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20 %. Infeksi saluran
kemih dapat mengenal baik laki-laki maupun wanita dari semua umur, baik anak-
anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin,
ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5-
15%.
Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri dalam urin.
Bakteriuria yang disertai dengan gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria
simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis.
Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatis bila terdapat lebih dari 105
koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis
bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah.
Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena:
o Sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih
kurang efektif.
o Mobilitas menurun.
o Pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik.
o Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral.
o Adanya hambatan pada aliran urin.
o Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari
semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan
tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang
disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat
dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis
perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker,
dkk, 1998) Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya
infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang
uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal
dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI
paa pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan
adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
B. Etiologi
ISK pada usia lanjut dipandang dari segi penatalaksanaan sering dibedakan
atas: (Russel, B.M., 1989; Tolkoff, Rubu N.E. dan Rubin R.H., 1989).
a.ISK uncomplicated (simple)
ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing baik
anatomi maupun fungsionil normal. ISK sederhana ini pada usia lanjut terutama
mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superfisial kandung
kemih. Penyebab kuman tersering (90%) adalah E. coli.
b.ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotik,
sering terjadi bakteriemia, sepsis, dan syok. Penyebab kuman pada ISK complicated
adalah Pseudomonas, Proteus, dan Klebsiela. ISK complicated terjadi bila terdapat
keadaan-keadaan sebagai berikut: Kelainan abnormal saluran kemih, misalnya batu
(pada usia lanjut kemungkinan terjadinya batu lebih besar dari pada usia muda).
Refleks vesiko urethral obstruksi, paraplegi, atoni kandung kemih, kateter kandung
kemih menetap, serta prostatitis menahun.Kelainan faal ginjal, baik gagal ginjal akut
(GGA) maupun gagal ginjal kronis (GGK)
.Bermacam-macam mikroorganisme dapat menyebabkan ISK.
Mikroorganisme yang paling sering adalah bakteri aerob. Saluran kemih normal tidak
dihuni oleh bakteri atau mikroba lain, karena itu urin dalam ginjal dan buli-buli
biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah terutama pada wanita
dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin kurang pada bagian yang mendekati
kandung kemih. Selain bakteri aerob, ISK juga dapat disebabkan oleh virus, ragi,
dan jamur.
Penyebab terbanyak adalah Gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya
menghuni usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari Gram-negatif
ternyata E.Coli menduduki tempat teratas, yang kemudian diikuti oleh Proteus,
Klebsiela, Enterobacter, dan Pseudomonas.
Jenis kokus Gram-positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan
entercoccus dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu
saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hipertrofi prostat atau pada pasien yang
menggunakan kateter. Bila ditemukan Staphylococcus aureus dalam urin harus
dicurigai adanya infeksi hematogen melalui ginjal. Demikian juga Pseudomonas
aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-
kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi Salmonella pada urin. Bakteri lain yang
dapat menyebabkan ISK melalui jalur hematogen ialah Brusella, Nokardia,
Actinomyces dan Mycobacterium tuberculosae.
Virus juga sering ditemukan pada urin tanpa ada gejala ISK akut. Adenovirus
tipe 11 dan 12 diduga sebagai penyebab sistitis hemoragik. Sisititis hemoragik dapat
juga disebabkan oleh Schistosoma hematobium yang termasuk golongan cacing
pipih. Candida merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama
pada pasien dengan kateter, pasien DM atau yang mendapat pengobatan dengan
antibiotik spektrum luas. Candida yang paling sering ialah Candida albicans dan
Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara
hematogen
Penyebab yang lain dapat terjadi ialah :
1. Bakteri (Eschericia coli)
2. Jamur dan virus
3. Infeksi ginjal
4. Prostat hipertropi (urine sisa)
5. Dapat berasal dari organisme pd faeces yang naik dari perineum uretra
dan kandung kemih, serta menempel pd permukaan mucosa.
6. pengosongan kandung kemih yang tdk lengkap
7. Gangguan status metabolis (diabetes)
8. Refluks uretrovesikel refluks (aliran balik) urine dari uretra ke dlm
kandung kemih.
9. Refluks uretrovesikel dpt disebabkan o/ disfungsi leher kandung kemih
uretra.
Uretrovesikel atau refluks uretrovesikel aliran balik urin dari kandung
kemih ke dlm kedua ureter.
10. Kontaminasi fekal
11. Hubungan seksual berperan masuknya organisme dari perineum kedlm
kandung kemih
12. Pemasangan alat kedlm traktus urinarius
13. statis urine
C. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam
traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat
infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending
dan hematogen. Secara asending yaitu:
o masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana
pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden
terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal,
pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian
kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
o Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal Secara hematogen yaitu: sering terjadi
pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran
infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi
ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan
total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat
jaringan parut, dan lain-lain.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan
distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media
pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal
sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus
urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain:
adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan
bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses.
Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan
hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.
D. Tanda dan Gejala
Gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala.
Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang
biasanya terjadi bersamaan. Nyeri suprapubik dan daerah pelvis juga ditemukan.
Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urin lebih dari 500
ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Stranguria, tenesmus,
nokturia, sering juga ditemukan enuresis nokturnal sekunder, prostatismus, nyeri
uretra, kolik ureter dan ginjal. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih
yang terinfeksi sebagai berikut
Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa
panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak
enak di daerah suprapubik.
Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.
ISK yang tak bergejala terhitung lebih berbahaya, karena tanpa disadari,
penyakit tersebut akan menggerogoti terus-menerus. Jadi, orang yang bersangkutan
terinfeksi tetapi dia tidak tahu dan biasanya malah menjadi kronis.
1. Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
- Mukosa memerah dan oedema
- Terdapat cairan eksudat yang purulent
- Ada ulserasi pada urethra
- Adanya rasa gatal yang menggelitik
- Adanya nanah awal miksi
- Nyeri pada saat miksi
- Kesulitan untuk memulai miksi
- Nyeri pada abdomen bagian bawah.
2. Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
- Disuria (nyeri waktu berkemih)
- Peningkatan frekuensi berkemih
- Perasaan ingin berkemih
- Adanya sel-sel darah putih dalam urin
- Nyeri punggung bawah atau suprapubic
- Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
3. Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
- Demam
- Menggigil
- Nyeri pinggang
- Disuria
4. Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis
akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan
gagal ginjal.
E. Komplikasi
1. Pembentukan Abses ginjal atau perirenal.
2. Gagal ginjal
F. Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis
Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih.
Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteroilogis
Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa dipoutar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan
positif apabila dijumpai bakteri/lapang pandang minyak emersi.
Biakan bakteri
Tes kimiawi
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah
sebagian besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari
100.000 – 1000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna
pada uji tarik. Sensitivitas 90,7 % dan spesifisitas 99,1 % untuk mendeteksi Gram-
negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis
banyak,infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter.
Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau
kelainan yang merupakan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Dapat
berupa pielografi intravena (IVP), ultrasonografi dan CT-scanning.
G. Pencegahan
Ada beberapa upaya yang dapat anda lakukan untuk mencegah infeksi
saluran kemih ini, antara lain :
- Munumlah banyak cairan (dianjurkan untuk minum minimal 8 gelas air putih sehari).
- Segera buang air kecil sebelum dan sesudah melakukan hubungan seksual.
- Jika membersihkan kotoran, bersihkan dari arah depan ke belakang, agar kotoran
dari dubur tidak masuk ke salam saluran kemih.
- Periksa air seni secara rutin selama kehamilan. Dengan pemeriksaan tersebut akan
dapat segera diketahui apakah anda terinfeksi atau tidak
- Jangan terlalu lama menahan keinginan buang air kecil
- Perempuan lebih rentan terinfeksi saluran kemih.
H. Pengobatan penyakit ISK
1. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram
negatif.
a. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis.
b. Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2 dosis.
c. Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin.
d. Co-amoxiclav digunakan pada ISK dengan bakteri yang resisten terhadap
cotrimoxazole.
e. Obat-obatan seperti asam nalidiksat atau nitrofurantoin tidak digunakan pada anak-
anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK.
2. Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka
diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
3. Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari
depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri
faeces.
.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Aktivitas/Istirahat
Gejala : sukar tidur
Tanda : palpebra hitam,
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih biasanya , peningkatan frekuensi, poliuria, oliguria,
Disuria, ragu-ragu, dan retensi Abdomen kembung
Tanda : Perubahan warna urine
Makanan/Cairan
Gejala : Peningkatan BB (edema), penurunan BB, (dehidrasi)
Tanda : Edema bagian pelvis
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri, hipertermi
Tanda : Gelisah
Neurosensori
Gejala : Keram otot/kejang
B. Diagnosa
1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Ganguan pola eliminasi berhubungan dengan nyeri ketika miksi ( dysuria )
3. Hipertermi berhubugan dengan pelepasan toksin oleh bakteri
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya aktivasi sistem RAS
5. Ansietas berhubungan dengan stress psikologis
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah
C. Intervensi
NO Diagnosa Intervensi Rasional
1. Nyeri dan
ketidaknyamanan
berhubungan
dengan inflamasi
dan infeksi uretra,
kandung kemih dan
sruktur traktus
urinarius lain
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x 24 jam
pasien merasa
nyaman dan
nyerinya
berkurang.
Kriteria Hasil :
1. Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2. Kandung kemih tidak tegang
3. Pasien nampak tenang
4. Ekspresi wajah tenang
Pantau haluaran urine
terhadap perubahan
warna, baud an pola
berkemih, masukan dan
haluaran setiap 8 jam
dan pantau hasil
urinalisis ulang
Catat lokasi, lamanya
intensitas skala (1-10)
penyebaran nyeri.
Berikan tindakan
nyaman, seprti pijatan
punggung, lingkungan
istirahat
Bantu atau dorong
penggunaan nafas
berfokus
Berikan perawatan
perineal
Jika dipaang kateter
indwelling, berikan
perawatan kateter 2
nkali per hari.
Kolaborasi
untuk mengidentifikasi
indikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil
yang diharapkan
membantu mengevaluasi
tempat obstruksi dan
penyebab nyeri
meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan
otot.
membantu mengarahkan
kembali perhatian dan
untuk relaksasi otot.
untuk mencegah
kontaminasi uretra
Kateter memberikan jalan
bakteri untuk memasuki
kandung kemih dan naik
ke saluran perkemihan
Temuan- temuan ini dapat
Konsul dokter bila:
sebelumnya kuning
gading-urine kuning,
jingga gelap, berkabut
atau keruh. Pla berkemih
berubah, sring berkemih
dengan jumlah sedikit,
perasaan ingin kencing,
menetes setelah
berkemih. Nyeri
menetap atau
bertambah sakit
Berikan analgesic sesuia
kebutuhan dan evaluasi
keberhasilannya
Berikan antibiotic. Buat
berbagai variasi sediaan
minum, termasuk air
segar . Pemberian air
sampai 2400 ml/hari
memeberi tanda
kerusakan jaringan lanjut
dan perlu pemeriksaan
luas
analgesic memblok
lintasan nyeri sehingga
mengurangi nyeri
akibat dari haluaran urin
memudahkan berkemih
sering dan membentu
membilas saluran
berkemih
2. Perubahan pola
eliminasi
berhubungan
dengan obstruksi
mekanik pada
kandung kemih
Awasi pemasukan dan
pengeluaran karakteristi
urin
Dorong meningkatkan
pemasukan cairan
Kaji keluhan kandung
memberikan informasi
tentang fungsi ginjal dan
adanya komplikasi
peningkatan hidrasi
membilas bakteri.
ataupun struktur
traktus urinarius
lain
Kriteria hasil :Pola
eliminasi membaik,
tidak terjadi tanda-
tanda gangguan
berkemih (urgensi,
oliguri, disuria)
kemih penuh
status mental:, perilaku
atau tingkat kesadaran
Kecuali
dikontraindikasikan:
ubah posisi pasien
setiap dua jam
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan
laboratorium; elektrolit,
BUN, kreatinin
retensi urin dapat terjadi
menyebabkan distensi
jaringan(kandung
kemih/ginjal)Observasi
perubahan
akumulasi sisa uremik dan
ketidakseimbangan
elektrolit dapat menjadi
toksik pada susunan saraf
pusat
untuk mencegah statis
urin
pengawasan terhadap
disfungsi ginjal
5. Ansietas
berhubungan
dengan stress
psikologis
Tujuan : pasien
akan mengalami
penurunan rasa
ketakutan dan
ansietas.dengan
criteria klien tidak
Kaji tingkat kecemasan
Beri kesempatan klien
untuk mengungkapkan
perasaannya
Beri dorongan spiritual
Beri penjelasan tentang
penyakitnya
Untuk mengetahui berat
ringannya kecemasan
klien
Agar klien mempunyai
semangat dan mau
empati terhadap
perawatan dan
pengobatan
Agar klien kembali
gelisa menyerahkan
sepenuhnya kepada
Tuhan YME.Beri support
pada klien
Agar klien mengerti
sepenuhnya tentang
penyakit yang dialaminya
4. Gangguan pola
tidur berhubungan
dengan aktifasi
RAS
(reticuloendotelia
avtifing system)
ditandai dengan
Tujuan dan kriteri
hasil :
Melaporkan
perbaikan dalam
Tentukan kebiasaan tidur
biasanya dan perubahan
yang terjadi.
Berikan tempat tidur yang
nyaman.
Kurangi kebisingan.
mengkaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi
yang tepat
meningkatkan
kenyamanan tidur serta
dukungan
fisiologis/psikologis.
memberikan situasi
kondusif saat tidur
pola tidur/istrahat
Mengungkapkan
perasaan segar
dan nyaman dalam
istrahat.
Dorong posisi nyaman ,
bantu dalam mengubah
posisi.
Tingkatkan regimen
kenyamanan waktu tidur
mis; masase, segelas
susu air hangat.
pengubahan posisi
mengubah area tekanan
dan meningkatkan
istrahat.
meningkatkan efe relaksasi. Susu mempunyai kualitas soporifik, meningkatan sintesis serotonin, neurotransmitter yang membantu pasien tertidur dan tidur lebih lama.
3. Hipertermi
berhubugan
dengan pelepasan
toksin oleh bakteri
Tujuan :
Suhu tubuh da-lam
batas nor-mal
dengan kriteria :
Suhu : 360 – 37 0 C
Bibir tidak pecah-
pecah.
Observasi tan-da-tanda
vital.
Beri kompres dingin pada
daerah dahi dan ketiak.
Anjurkan klien untuk
minum banyak
Anjurkan pada klin untuk
Tanda-tanda vital dapat
berubah dengan adanya
peningkatan suhu tubuh.
Dengan memberi kompres
dingin terjadi pemin-
dahan panas ke dingin
melalui proses konduksi.
Dengan minum yang
banyak di-harapkan dapat
mengganti peng-uapan
cairan yang keluar aki-bat
panas.
Istirahat mutlak dapat
mencegah terjadinya
perfo-rasi usus.
isti-rahat total.
6. Kurang
pengetahuan yang
berhubungan
dengan kurangnya
informasi tentang
proses penyakit,
metode
pencegahan, dan
instruksi perawatan
di rumah
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan klien
tidak
memperlihatkan
tanda-tanda
gelisah.
Kriteria Hasil :
Klien tidak gelisahKlien tenang
Kaji tingkat
pemahaman klien
tentang penyakitnya
Kaji ulang proses
pemyakit dan harapan
yang akan datanng
Berikan informasi
tentang: sumber infeksi,
tindakan untuk
mencegah penyebaran,
jelaskna pemberian
antibiotic, pemeriksaan
diagnostic: tujuan,
gambaran singkat,
persiapan ynag
dibutuhkan sebelum
pemeriksaan, perawatan
sesudah pemeriksaan
Pastikan pasien atau
orang terdekat telah
menulis perjanjian untuk
perawatan lanjut dan
Untuk mengetahui tingkat
pemahaman klien
memberikan pengetahuan
dasar dimana pasien
dapat membuat pilihan
beradasarkan informasi.
pengetahuan apa yang
diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan
m,embantu
mengembankan
kepatuhan klien terhadap
rencan terapetik.
instruksi verbal dapat
dengan mudah dilupakan
instruksi tertulis untuk
perawatn sesudah
pemeriksaan
Instruksikan pasien
untuk menggunakan
obat yang diberikan,
inum sebanyak kurang
lebih delapan gelas per
hari khususnya sari buah
berri.
Berikan kesempatan
kepada pasien untuk
mengekspresikan
perasaan dan masalah
tentang rencana
pengobatan.
Pasien sering
menghentikan obat
mereka, jika tanda-tanda
penyakit mereda. Cairan
menolong membilas
ginjal. Asam piruvat dari
sari buah berri membantu
mempertahankan
keadaan asam urin dan
mencegah pertumbuhan
bakteri
Untuk mendeteksi isyarat
indikatif kemungkinan
ketidakpatuhan dan
membantu
mengembangkan
penerimaan rencana
terapeutik.
DISPEPSI
A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,
2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1
sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum
pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri
bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung
mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus
bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah
refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat
pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter
pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus
kedalam lambung.
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esophagus.
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk
otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan
dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura
minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah
dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak
kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi
makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan
menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada
dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus
atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung.
Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief
cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam
suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor
intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam
usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia
pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-
kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi
oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar
gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain
yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit,
terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif
merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak
duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia
seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang
oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen
simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus
(auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding
lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang
mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan
arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria
ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta
berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati
melalui vena porta.
Berikut ini adalah gambar anatomi lambung.
b. Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL
gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus,
HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi
langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah
menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh
HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung)
kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan
terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
3. Etiologi
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
c. Alkohol dan nikotin rokok
d. Stres
e. Tumor atau kanker saluran pencernaan
4. Insiden
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 %
orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan
skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20 %
yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8
% (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut
Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 %
penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah
asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya
sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)
5. Manifestasi Klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
6. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
7. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan
yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat
karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung.
8. Penatalaksanaan Medik
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan
yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross
patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus
DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)
golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik
(mencegah terjadinya muntah)
9. Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti
halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan
gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk
memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain
pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG,
dan lain-lain.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium
dalam batas normal.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya
normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak
dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan
pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia
fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data.
Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa
pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas
kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari
lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan
kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit
diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di
dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat
kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji
Sarwono, et all, 1996, hal. 26)
2. Dampak Dispepsia Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien
dengan dispepsia.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,
anoreksia.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,
muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
4. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien
melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya
(skala 0 – 10)
2. Berikan istirahat dengan posisi
semifowler
3. Anjurkan klien untuk
menghindari makanan yang
dapat meningkatkan kerja asam
lambung
4. Anjurkan klien untuk tetap
mengatur waktu makannya
5. Observasi TTV tiap 24 jam
6. Diskusikan dan ajarkan teknik
1. Berguna dalam pengawasan
kefektifan obat, kemajuan
penyembuhan
2. Dengan posisi semi-fowler
dapat menghilangkan
tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi
telentang
3. dapat menghilangkan nyeri
akut/hebat dan menurunkan
aktivitas peristaltik
4. mencegah terjadinya perih
relaksasi
7. Kolaborasi dengan pemberian
obat analgesik
pada ulu hati/epigastrium
5. sebagai indikator untuk
melanjutkan intervensi
berikutnya
6. Mengurangi rasa nyeri atau
dapat terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri dan
mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,
anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman
kebutuhan nutrisi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan dan
haluaran tiap jam secara
adekuat
2. Timbang BB klien
3. Berikan makanan sedikit tapi
sering
1. Untuk mengidentifikasi
indikasi/perkembangan dari
hasil yang diharapkan
2. Membantu menentukan
keseimbangan cairan yang
4. Catat status nutrisi paasien:
turgor kulit, timbang berat
badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan,
adanya bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
5. Kaji pola diet klien yang
disukai/tidak disukai.
6. Monitor intake dan output secara
periodik.
7. Catat adanya anoreksia, mual,
muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi.
Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
tepat
3. meminimalkan anoreksia, dan
mengurangi iritasi gaster
4. Berguna dalam
mendefinisikan derajat
masalah dan intervensi yang
tepat Berguna dalam
pengawasan kefektifan obat,
kemajuan penyembuhan
5. Membantu intervensi
kebutuhan yang spesifik,
meningkatkan intake diet
klien.
6. Mengukur keefektifan nutrisi
dan cairan
7. Dapat menentukan jenis diet
dan mengidentifikasi
pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,
muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk
memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria
mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan,
dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi tekanan darah dan nadi,
pengisian kapiler, status
membran mukosa, turgor kulit
2. Awasi jumlah dan tipe masukan
cairan, ukur haluaran urine
dengan akurat
3. Diskusikan strategi untuk
menghentikan muntah dan
penggunaan laksatif/diuretik
4. Identifikasi rencana untuk
meningkatkan/mempertahanka
n keseimbangan cairan optimal
misalnya : jadwal masukan
cairan
5. Berikan/awasi hiperalimentasi
IV
1. Indikator keadekuatan volume
sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler
2. Klien tidak mengkomsumsi
cairan sama sekali
mengakibatkan dehidrasi
atau mengganti cairan untuk
masukan kalori yang
berdampak pada
keseimbangan elektrolit
3. Membantu klien menerima
perasaan bahwa akibat
muntah dan atau penggunaan
laksatif/diuretik mencegah
kehilangan cairan lanjut
4. Melibatkan klien dalam
rencana untuk memperbaiki
keseimbangan untuk berhasil
5. Tindakan daruat untuk
memperbaiki ketidak
seimbangan cairan elektroli
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan
kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang
penyakitnya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Berikan dorongan dan berikan
waktu untuk mengungkapkan
pikiran dan dengarkan semua
keluhannya
3. Jelaskan semua prosedur dan
pengobatan
4. Berikan dorongan spiritual
1. Mengetahui sejauh mana
tingkat kecemasan yang
dirasakan oleh klien sehingga
memudahkan dlam tindakan
selanjutnya
2. Klien merasa ada yang
memperhatikan sehingga
klien merasa aman dalam
segala hal tundakan yang
diberikan
3. Klien memahami dan
mengerti tentang prosedur
sehingga mau bekejasama
dalam perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang
diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya,
masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu
Tuhan Yang Maha Esa.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap
tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji,
direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung
respon dalam keefektifan intervensi
DATAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC
Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.
Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus
Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI
Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC
Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC
Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI