-1-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 01 TAHUN 2011
TENTANG
SUBSIDI LISTRIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa tenaga listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting
untuk menunjang peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah;
b. bahwa pemberian subsidi listrik untuk kebutuhan tenaga listrik pada
masyarakat pengguna listirk, merupakan upaya Pemerintah Daerah
meningkatkan standarhidup masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat dan percepatan pembangunan di
Kabupaten Kepulauan Sula;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Subsidi listrik.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan Di Propinsi
Maluku Utara ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).
-2-
-1-
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG SUBSIDILISTRIK.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula;
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom lainnya
sebagai Badan Eksekutif Daerah;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
5. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kepulauan Sula;
6. Tenaga Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan
didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk
komunikasi, elektronika atau isyarat;
7. Penyediaan Tenaga Listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari titik pembangkitan
sampai dengan titik pemakaian;
8. Pemanfaatan Tenaga Listrik adalah penggunaan tenaga listrik mulai dari titik pemakaian;
9. Konsumen adalah setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrik dari pemegang izin
usaha penyedia tenaga listrik untuk digunakan sebagai pemanfaatan akhir dan tidak untuk
diperdagangkan;
10. Distribusi Tenaga Listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau dari
sistem pembangkitan kepada konsumen;
11. Penggunaan Utama adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan secara terus-
menerus untuk melayani kebutuhan sendiri akan tenaga listrik yang diperlukan;
12. Penggunaan Darurat adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan hanya pada waktu
terjadi gangguan suplai tenaga listrik;
13. Penggunaan Sementara adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan untuk kegiatan
yang bersifat sementara;
-3-
-2-
14. Subsidi Listrik adalah Bantuan Pemerintah Daerah kepada masyarakat konsumen listrik di
Kabupaten Kepulauan Sula dalam bentuk pembayaran rekening listrik masyarakat dengan
daya terpasang dan batas pemakaian tertentu.
BAB IIAZAZ PEMBERIAN SUBSISI
Pasal 2(1) Azaz manfaat adalah bahwa hasil pembangunan ketenagalistrikan harus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakayat.
(2) Azaz efisiensi berkeadilan adalah bahwa pembangunan ketenagalistrikan harus dapat
dilaksanakan dengan seminimal mungkin, tetapi dengan hasil yang dapat dinikmati secara
merata oleh seluruh rakyat.
(3) Azaz berkelanjutan adalah bahwa usaha penyediaan tenaga listrik harus dekelola dengan
baik agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
BAB IIIMAKSUDDAN TUJUAN
Pasal 3(1) Pemberian Subsidi Listrik pada pelanggan dengan batas pemakaian tertentu/bulan bagi
masyarakat di Kabupaten Kepulauan Sula dimaksudkan untuk meringankan beban
masyarakat dalam memperoleh kebutuhan dasar kelistrikan;
(2) Pemberian subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar harga jual
listrik dapat terjangkau oleh pelanggan guna mendorong peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat.
BAB IVWEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB
Pasal 4(1) Pemerintah Daerah memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan
pemberian subsidi dibidang kelistrikan.
(2) Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )
dilakukan oleh Bupati.
(3) Tata cara pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan pemberian subsidi listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2 ) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 5
Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, meliputi :
a. perencanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian pemberian subsidi listrik;
b. menetapkan pelanggan tersubsidi;
c. mengatur tehnis pemberian subsidi listrik pada pelanggan;
-4-
-3-
d. melakukan inventarisasi pelanggan listrik tersubsidi;
e. melakukan verifikasi data pelanggan listrik tersubsidi;
f. melakukan pencatatan, pendataan, perhitungan dan pembayaran rekening pelanggan listrik
tersubsidi.
BAB VTATA CARA PEMBAYARAN REKENING LISTRIK TERSUBSIDI
DAN PEMBERIAN SUBSIDIParagraf Pertama
Tata Cara Pembayaran Rekening Listrik TersubsidiPasal 6
(1) Pembayaran rekening listrik tersubsidi dilakukan pada Bank Rakyat Indonesia, Kantor PT.
Pos dan Giro, dan tempat-tempat lain yang ditunjuk untuk memperoleh bukti pembayaran;
(2) Bukti pembayaran atas rekening listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
tercantum secara jelas :
a. Daya terpasang pelanggan listrik tersubsidi;
b. Rincian beban pemakaian/bulan;
c. Rincian Kwh terpakai dan harga/Kwh.
(3) Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya disampaikan kepada
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kepulauan Sula untuk memperoleh
pembayaran subsidi.
Paragraf KeduaPemberian Subsidi
Pasal 7(1) Berdasarkan bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (3) Dinas
Pertambangan dan Energi melakukan pembayaran subsidi listrik kepada konsumen listrik
tersubsidi;
(2) Pembayaran Subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
masyarakat konsumen listrik dengan daya terpasang 450 VA sampai dengan 900 VA, yang
besarnya disesuaikan dengan beban pemakaian setiap bulan dan atau setinggi-tingginya
Rp. 50.000,-.
(3) Sisa lebih pembayaran atas beban pemakaian setiap bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjadi beban yang dibayarkan oleh konsumen.
BAB VIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 8(1) Pembinaan dan pengawasan secara berkala pada konsumen dengan daya terpasang 450
VAsampai dengan 900 VA dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
-5-
-4-
Kepulauan Sula bersama semua Ranting PT. PLN (Persero) dalam wilayah Kabupaten
Kepulauan Sula.
(2) Pembinaan dan pengawasan meliputi :
a. penggunaan tenaga listrik;
b. pembayaran rekening listrik;
c. perubahan dan/atau penambahan daya.
BAB VIIHAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Pasal 9Masyarakat pengguna tenaga listrik tersubsidi mempunyai kewajiban :
a. memberikan data secara benar dan lengkap kepada Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Kepulauan Sula sebagai pelaksana tehnis pemberian subsidi, yang meliputi :
1. identitas dan alamat jelas konsumen listrik;
2. daya terpasang.
b. menyampaikan laporan baik lisan maupun tertulis kepada Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Kepulauan Sula apabila terjadi perubahan daya terpasang;
c. melakukan pembayaran sisa lebih atas beban pemakaian yang melebihi batas maksimum
tersubsidi sebagaimana Pasal 7 ayat (2);
d. mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Daerah ini.
BAB VIIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 10(1) Konsumen listrik tersubsidi yang karena kelalainnya tidak menyampaikan dan/atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap data yang diperlukan untuk persyaratan perolehan
subsidi sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 2(dua) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB IXKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11(1)Pembayaran subsidi listrik untuk konsumen listrik dengan daya terpasang sampai dengan 450
VA mulai dilaksanakan pada bulan januari 2011.
(2)Pembayaran subsidi listrik untuk konsumen listrik dengan daya terpasang 900 VA mulai
dilaksanakan pada bulan januari 2012.
-6-
-5-
BAB XKETENTUAN PENUTUP
Pasal 12Ketentuan mengenai tata cara pelaksanan pembayaran subsidi listrik ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Bupati.
Pasal 13Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 30Mei2011
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 30 Mei 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 01)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-7-
-6-
PENJELASAN
ATASPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
NOMOR 01 TAHUN 2011TENTANG
SUBSIDI LISTRIK DI KABUPATEN KEPULAUAN SULA
I. PENJELASAN UMUM
Pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu
menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik yang pelaksanaannya
dilakukan oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya menetapkan izin usaha penyediaan tenaga listrik. Pemerintah daerah
mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan usaha
pemenuhan kebutuhan listrik, termasuk pelaksanaan pengawasan dibidang subsidi
kelistrikan.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik bagi masyarakat dan peningkatan
pertumbuhan ekonomi, pemerintah daerah memberikan subsidi listrikan dengan daya 450 VA
yang diselenggarakan secara efisien melalui Program Pemerintah Daerah yang
berkesinambungan.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
-8-
-7-
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
“ Yang dimaksud dengan kelalaian tidak menyampaikan atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap yaitu dengan sengaja memberikan keterangan
atau data yang tidak sesuai”
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
(TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 01)
-9-
-8-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 02 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2005 – 2025
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Tahun 2005-2025 sebagai pedoman penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025,bahwa Kabupaten
Kepulauan Sula memerlukan Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang
sebagai pedoman dalam menentukan arah dan prioritas pembangunan
secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk
mewujudkan masyarakat adil, makmur sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
b. bahwa Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kepulauan Sula
Tahun 2005-2025 dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 ; tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Propinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4264);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4286);
-10-
-9-
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara
(Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentanmg Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 (Lembaran Negara tahun 2007
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700);
9. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
10. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
-11-
-10-
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2005-2025.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Daerah Kepulauan Sula;
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Kabupaten
Kepulauan Sula;
4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang selanjutnya
disebut RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan Nasional untuk
periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025;
5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Maluku Utara Tahun 2005-2025
yang selanjutnya disebut RPJPD Provinsi Maluku Utara adalah dokumen perencanaan
pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005
sampai dengan tahun 2025;
6. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2005-
2025 yang selanjutnya disebut RPJPD Kabupaten Kepulauan Sula adalah dokumen
perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak
tahun 2005 sampai dengan tahun 2025;
7. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang selanjutnya disebut RPJM
Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan Nasional untuk periode 5 (lima)
tahunan;
8. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disebut RPJM Daerah
adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk perioda 5 (lima) tahunan yang
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah dengan berpedoman
pada RPJP Daerah serta memperhatikan RPJM Nasional;
-12-
-11-
9. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk
perioda 1 (satu) tahun;
10. Visi adalah perumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan;
11. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi;
12. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi
dan misi;
13. Arah Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah untuk
mencapai tujuan;
BAB II PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
Pasal 2
(1). Program Pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula periode 2005 – 2025
dilaksanakan sesuai dengan RPJPD Kabupaten Kepulauan Sula.
(2). Rincian dari program pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat
pada Lampiran Peraturan Daerah ini.
Pasal 3RPJP Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2005-2025 mengacu Kepada RPJPD Propinsi
Maluku Utara dan RPJP Nasional yang dijabarkan dalam bentuk visi, misi dan arah
pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 4 Berpedoman kepada RPJPD Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2005-2025 pada setiap tahap 5
Tahun, Pemerintah Daerah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula yang memuat Visi, Misi dan Program Kepala Daerah.
Pasal 5RPJPD Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2005-2025 sebagaimana dimaksud pada Pasal 3
berisi :
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Gambaran Umum Kondisi Daerah
Bab III. Analisa isu strategis
Bab IV. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan
Bab V. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan
-13-
-12-
Bab VI. Skenario, Tahapan dan Prioritas Pembangunan
Bab VII. Kaidah Pelaksanaan
Bab VIII. Penutup
Pasal 6 RPJP Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2005-2025 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini,dan merupakan satu kesatuan dan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 7 (1) Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan dan untuk menghindarkan
kekosongan rencana pembangunan daerah, Bupati yang sedang memerintah pada tahun
terakhir pemerintahannya diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) untuk tahun pertama periode Pemerintahan Bupati berikutnya.
(2) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman untuk menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah tahun pertama periode Pemerintahan Bupati berikutnya.
BAB III PENGENDALIAN DAN EVALUASI
Pasal 8 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPJP Daerah.
(2) Tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan mengacu pada
Peraturan Perundang-undanganyang berlaku.
BAB IV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9 (1) Ketentuan mengenai RPJM Daerah yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
(2) RPJMD yang telah ada wajib disesuaikan dengan RPJPD Paling lambat 6 bulan setelah
ditetapkan Peraturan Daerah ini.
-14-
-13-
BAB V KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 30 Mei 2011
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 30 Mei 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 02)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-15-
-14-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 03 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULATAHUN 2011 - 2031
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Kepulauan
Suladengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil
guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu
disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah
merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang maka strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
b, dan c, perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kepulauan Sula Tahun 2011-2031 dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152);
3. Undang-Undang nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
-16-
-15-
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur, Dan Kota Tidore Kepulauan Di
Provinsi Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4327);
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Reublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725;
9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Cekungan Air Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5103);
-17-
-16-
14. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang bentuk dan tata cara
peran masyarakat dalam penataan ruang (lembaran negara tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5160)
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011-2031
BAB IKETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula;
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk
ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya;
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;
7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hirarkis memiliki hubungan fungsional;
8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya;
9. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
10. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang;
-18-
-17-
11. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
12. Pemerintah Daerah adalah Gubernur atau Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintah Daerah;
13. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang;
14. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;
15. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
16. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat
diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
17. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
18. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya;
19. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
20. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
21. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Sulayang selanjutnya disingkat RTRW
Kabupaten Kepulauan Sulaadalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten
Kepulauan Sula;
22. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan / atau aspek
fungsional;
23. Sistem Wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan
pelayanan pada tingkat wilayah;
24. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya;
25. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan;
26. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan
sumberdaya buatan;
27. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk
pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan
ekonomi;
-19-
-18-
28. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;
29. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan;
30. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah Wilayah yang memiliki sumber daya bahan
tambang yang berwujud padat, cair atau gas berdasarkan peta/data geologi dan merupakan
tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang, baik di wilayah darat maupun
perairan;
31. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang
digunakan untuk pertahanan
32. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
33. Orang adalah orang perseorangan dan / atau korporasi;
34. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapan-nya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;
35. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis;
36. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya;
37. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaansumber daya air dalam satu atau lebih
daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama
dengan 2.000 km2;
38. Cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis,
tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung;
39. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan
40. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang
penataan ruang.
-20-
-19-
BAB IITUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 2Tujuan penataan ruang kabupaten Kepulauan Sula yaitu mewujudkan pemerataan
pembangunan yang aman dan nyaman berbasis perikanan, perkebunan, kelautan dan
pertambangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan serta mewujudkan pertahanan
dan keamanan nasional secara berkelanjutan.
Bagian Kedua Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3Kebijakan penataan ruang Kabupaten Kepulauan Sula terdiri atas :
a. pengembangan pusat-pusat perkotaan baru di Pulau Taliabu, Pulau Sulabesi dan Pulau
Mangoli serta peningkatan aksesibilitas;
b. pengembangan prasarana wilayah ditujukan untuk peningkatan kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang
terpadu dan merata di seluruh wilayah;
c. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
d. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup;
e. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya;
f. pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan; dan
g. mendukung fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
Bagian KetigaStrategi Penataan Ruang
Pasal 4(1) Strategi pengembangan pusat-pusat perkotaan baru di Pulau Taliabu, Pulau Sulabesi dan
Pulau Mangoli serta peningkatan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a
terdiri atas :
a. membangun prasarana dan sarana ekonomi perdesaan;
b. mengembangkan prasarana dan sarana perhubungan Desa-Kota;
c. mengembangkan prasarana dan sarana perhubungan Desa – Kawasan Strategis;
(2) Strategi pengembangan prasarana wilayah ditujukan untuk peningkatan kualitas dan
jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber
daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b tersiri atas :
-21-
-20-
a. meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan
transportasi darat, laut, dan udara;
b. meningkatkan penyediaan tenaga listrik;
c. meningkatkan kualitas jaringan prasarana sumber daya air;
(3) Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas :
a. menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi;
b. mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling
sedikit 30% dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan
c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara
keseimbangan ekosistem wilayah.
(4) Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d terdiri atas :
a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;
b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak
negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung
menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup
tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;
e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin
kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
f. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya; dan
g. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di
kawasan rawan bencana.
(5) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e terdirir atas :
a. menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis untuk pemanfaatan sumber
daya alam di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara untuk mewujudkan keseimbangan
pemanfaatan ruang wilayah;
b. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di dalam kawasan beserta prasarana
secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian
kawasan dan wilayah sekitarnya;
-22-
-21-
c. mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk
mewujudkan ketahanan pangan;
d. mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk meningkatkan
daya saing dan mewujudkan skala ekonomi; dan
e. mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai ekonomi
tinggi.
(6) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung
dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f terdiri atas :
a. membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana
untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;
b. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
dari luas kawasan perkotaan
(7) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 huruf i terdiri atas :
a. mendukung penetapan Kawasan Strategis Nasional dengan fungsi khusus pertahanan
dan keamanan mengembangkan kawasan lindung dan / atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar aset-aset pertahanan dan keamanan/TNI;
b. mengembangan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar aset-aset
pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan/TNI;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar
kawasan strategis nasional yang mempunyai fungsi khusus pertahanan dengan kawasan
budidaya terbangun; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan/TNI.
BAB IIIRENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian KesatuUmumPasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Kepulauan Sula meliputi :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
-23-
-22-
Bagian KeduaPusat-pusat Kegiatan
Pasal 6(1) Pusat kegiatan sebagaimana dikasud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas :
a. PKW;
b. PKL;
c. PPK; dan
d. PPL.
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Sanana;
(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu Bobong, Falabisahaya dan Dofa;
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu Waitina, Samuya, Kabau Pantai,
Lede; dan
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu Gela, Buya, Fuata, Mangoli, Nggele,
Pancadu, Waiboga, Baleha, Waisakai dan Losseng.
Bagian KetigaSistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transporrtasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
Paragraf 1Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8(1) Sistem Transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a terdiri atas :
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, meliputi jaringan jalan, jaringan prasarana lalu
lintas dan jaringan layanan lalu lintas; dan
b. jaringan sungai, danau dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. jalan arteri primer terdiri atas:
1. Ruas jalan Sanana – Manaf;
2. Ruas jalan Sanana – Pohea – Malbufa;
3. Ruas jalan Bobong Tikong
4. Ruas jalan Dofa – Falabisahaya – Pelita.
b. jalan kolektor primer K1 terdiri atas :
1. ruas jalan Manaf - Fatkauyon - Wainib – Malbufa;
2. ruas jalan Manaf - Wainib;
3. ruas jalan Falabisahaya – Wailoba – Waisakai ;
-24-
-23-
4. ruas jalan Waisakai - Waitina - Capalulu ;
5. ruas jalan Capalulu - Kaporo - Auponhia – Dofa;
6. ruas jalan Tubang - Samuya - Losseng – Kawalo- Bobong; dan
7. ruas jalan Bobong - Nggele- Lede – Tikong- Gela – Tubang.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a,terdiri atas ;
1. Terminalpenumpang tipe BSanana;
2. Terminalpenumpang tipe CWaiboga (Terminal Transit);
3. Terminalpenumpang tipe CFalabisahaya;
4. Terminalpenumpang tipe CDofa;
5. Terminal penumpang tipe CBobong;
6. Terminal penumpang tipe CLede; dan
7. Terminal barang di Malbufa; dan
8. Terminal barang Tikong untuk kawasan pertambangan
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Trayek angkutan barang terdiri atas :
1. Malbufa – Waiboga PP;
2. Malbufa- Sanana PP;
3. Sanana- WaibogaPP;
4. Dofa – Mangoli PP; dan
5. Tikong –Bobong PP.
b. Trayek angkutan penumpang terdiri atas :
1. Malbufa- Sanana –Waiboga PP
2. Tikong – Bobong PP;
3. Tikong – Samuya PP; dan
4. Dofa – Mangoli PP.
(5) Jaringan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. Lintas penyeberangan terdiri atas :
1. Rencana pembangunan dermaga lintas penyeberangan Sanana (Fatkauyon) - Teluk
Bara (Pulau Buru Provinsi Maluku); dan
2. Bobong (Karamat) – Banggai (Luwu).
b. Pelabuhan penyeberangan terdiri atas :
1. Waikalopa di Kecamatana Sanana Utara;
2. Tanjung Botu di Kecamatan Mangoli Tengah;
3. Keramat di Kecamatan Taliabu Barat;
4. Rencana pembangunan pelabuhan Samuya di Kecamatan Taliabu Timur; dan
5. Rencana pembangunan pelabuhan Dofa di Kecamatan Mangoli Barat.
-25-
-24-
Paragraf 2Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b terdiri atas:
a. tatanan kepelabuhan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Pelabuhan utama yang terdiri atas :
1. Pelabuhan Sanana di Kecamatan Sanana;
2. Pelabuhan Malbufa di Kecamatan Sanana Utara; dan
3. Rencana pengembangan pelabuhan Talo di Kecamatan Taliabu Barat;
b. Pelabuhan pengumpul terdiri atas :
1. Pelabuhan Bobong di Kecamatan Taliabu Barat;
2. Pelabuhan Falabisahaya di Kecamatan Mangoli Utara; dan
3. Pelabuhan Dofa di Kecamatan Mangoli Barat.
c. Pelabuhan pengumpan terdiri atas :
1. Pelabuhan Fuata di Kecamatan Sulabesi Selatan;
2. Pelabuhan Kabau Pantaidi Kecamatan Sula Besi Barat;
3. Pelabuhan Bajo di SananaUtara;
4. Pelabuhan Pas Ipa di Kecamatan Mangoli Barat;
5. Pelabuhan Buruakol di Kecamatan Mangole Tengah;
6. Pelabuhan Samuya di Kecamatan Taliabu Timur;
7. Pelabuhan Jorjoga di Kecamatan Taliabu Utara;
8. Pelabuhan Lede di Kecamatan Lede;
9. Pelabuhan Losseng di Kecamatan Taliabu Timur Selatan; dan
10. Rencana pembangunan pelabuhan Waitulia di Kecamatan Mangoli Tengah.
d. Pelabuhan khusus pertambangan terdiri atas :
1. Pelabuhan Falabisahaya di Kecamatan Mangoli Utara; dan
2. Rencana pembangunan pelabuhan Tikong Kecamatan Taliabu Utara; dan
e. Pelabuhan pendaratan ikan di Bobong, Falabisahaya, Malbufa, Kabau Pantai, Lede,
Losseng, Buya, Waisakai, Pohea, Wainin, Waiboga dan Baleha.
(3) Alur pelayaran laut sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa alur pelayaran
dengan jalur pelayaran yaitu ALKI III-A.
Paragraf 3Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Udara
Pasal 10(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf c
terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
-26-
-25-
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan bandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. bandara pengumpan terdiri atas :
1. Bandar udara pengumpan Emalamo di Kecamatan Sanana;
2. Rencana pembangunan bandara Bobong di Kecamatan Taliabu Barat;
3. Rencana pembangunan bandara Falabisahaya diKecamatanMangoli Utara; dan
4. Rencana pembangunan bandara Wainin di Kecamatan Sanana Utara.
b. bandara khusus terdiri atas :
1. Bandara Falabisahaya Kecamatan Mangoli Utara; dan
2. Rencana pembangunan bandara Sahu di Kecamatan Taliabu Utara.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur lebih
lanjut dalam rencana induk bandar udara.
Paragraf 4Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 11Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, terdiri
atas :
a. Sistem jaringan energi;
b. Sistem jaringan telekomunikasi;
c. Sistem jaringan sumber daya air; dan
d. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
Paragraf 5Sistem Jaringan Energi
Pasal 12(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayathuruf a, meliputi :
a. Pembangkit tenaga listrik; dan
b. Jaringan transmisi listrik.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Dieseil (PLTD), terdapat di Sanana di Pulau Sulabesi, Dofa
dan Mongoli di Pulau Mangoli, Bobong di PulauTaliabu;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panas terdapat di Barat Daya Modupuhi, Auponhia dan
Buruakol (P. Mangoli), Way Modi, Losseng, Karamat, Air Madi dan di barat daya Bobong
(P. Taliabu); serta arus laut di Selat Capalulu (selat antara P. Taliabu dan P.Mangoli); dan
c. Pembangkit listrik tenaga arus laut di Selat Capalulu (selat antara P. Taliabu dan
P.Mangoli).
(3) Jaringan Transmisi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di Pulau
Sulabesi, Pulau Taliabu dan Pulau mangoli.
-27-
-26-
Paragraf 6Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 13(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel. dan
b. sistem jaringan nirkabel;
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada di Sanana yang
merupakan ibukota kabupaten; dan
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,berupa pembangunan
base transceiver station (BTS) yang tersebar di tiga pulau yaitu di P. Sulabesi, P. Mangoli,
dan di P. Taliabu.
Paragraf 8Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Sumberdaya Air
Pasal 14(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, terdiri atas :
a. wilayah sungai (WS);
b. cekungan air tanah (CAT);
c. daerah irigasi (DI);
d. prasarana air baku untuk air minum;
e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
f. sistem pengendalian banjir.
(2) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf a, adalah wilayah sungai
kepulauan Sula-Obi yang merupakan wilayah sungai lintas kabupaten dengan Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang berada dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Sula;
(3) Cekungan air tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi cekungan
air tanah bagian barat Pulau Taliabu dan bagian timur Pulau Mangoli;
(4) DI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Modapohi di Kecamatan Mangoli
Utara, Bobong Kecamatan Taliabu Barat, dan Trans Kawalo di Kecamatan Taliabu Barat;
(5) Prasarana air baku untuk air minum sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa
sumur air dangkal (non perpipaan) yang dikembangkan disetiap desa-desa dan mata air di
pegunungan yang potensial untuk dikembangkan dengan perpipaan melalui sistem gravitasi
ke kawasan perdesaan dan perkotaan;
(6) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf e
berupa sumur artesis dengan instalasi perpipaan PDAM dikembangkan di perkotaan dan
kawasan pertambangan; dan
(7) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas :
a. perlindungan daerah tangkapan air yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten;
-28-
-27-
b. normalisasi sungai pada wilayah sungai yang tersebar di wilayah Kabupaten Kepulauan
Sula;
c. perbaikan drainase pada pusat pusat pemerintahan wilayah kecamatan dan kabupaten; dan
d. pembangunan tanggul pada sungai–sungai yang merupakan daerah rawan banjir yang
terdapat di wilayah Kecamatan Sulabesi Timur, Kecamatan Mangoli Tengah, Kecamatan
Taliabu Timur, Kecamatan Taliabu Timur Selatan, Kecamatan Taliabu Selatan,
Kecamatan Taliabu Utara dan Kecamatan Taliabu Barat.
Paragraf 9Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 15(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d,
terdiri atas :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan drainase; dan
c. jalur evakuasi bencana.
(2) Sistem jaringan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa TPA di
Waikalopa Kecamatan Sanana Utara dengan pengolahan sampah menggunakan metode
sanitary landfill;
(3) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
1. Drainase mayor,meliputi sungai-sungai besar yang bermuara ke laut; dan
2. Sistemdrainase buatan, berupa saluran drainase di kawasan perkotaan dan kawasan
rawan genangan.
(4) Jalur evakuasi bencana sebagaimana pada ayat (1) huruf c berupa memanfaatkan jaringan
jalan menuju dataran yang lebih tinggi dan aman.
BAB IVRENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian KesatuUmum
Pasal 16(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya;
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
(satu banding lima puluh ribu) sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian KeduaKawasan Lindung
Pasal 17Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi :
-29-
-28-
a. kawasan hutan lindung
b. kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
Paragraf 1Kawasan Hutan Lindung
Pasal 18Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung pulau Sulabesi dengan luasankurang lebih 13.490 Ha;
b. kawasan hutan lindung pulau Mangoli dengan luasankurang lebih 17.675Ha; dan
c. kawasan hutan lindung pulau Taliabu dengan luasan kurang lebih 15.260 Ha;
Paragraf 2Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 19(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, berupa kawasan resapan air; dan
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di daerah waimiha
Taliabu dengan luasan kurang lebih 9.295 Ha, Hutan Lindung Gunung Buya Mangoli dengan
luas 7.749 Ha, Hutan Lindung Waibau di Sulabesi dengan luas 13.490 Ha.
Paragraf 3Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 20(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, terdiri
atas:
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai
c. kawasan sekitar mata air; dan
d. kawasan kearifan lokal lainnya.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di pesisir
P. Taliabu, Mangoli dan Sulabesi dengan ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut
tertinggi ke arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal
dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
-30-
-29-
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat pada
sungai-sungai yang berada di P. Taliabu, Mangoli dan Sulabesi dimana ditetapkan sebagai
berikut :
a. sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan
anak sungai yang berada diluar pemukiman; dan
b. untuk sungai di kawasan pemukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup
untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 - 15 meter.
(4) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Taliabu
Utara, Mangoli Selatan, Mangoli Tengah, Mangoli Utara Timur dan Sanana Utara; dan
(5) Kawasan kearifan lokal lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d di Kabupaten
Kepulauan Sula yaitu Telaga Kabau di Kecamatan Sulabesi Barat dan Telaga Kawalo di
Kecamatan Taliabu Barat.
Paragraf 4Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 21(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 huruf d, terdiri atas :
a. kawasan cagar alam;
b. kawasan cagar alam laut;
c. kawasan pantai berhutan bakau; dan
d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Kawasan cagar alam Pulau Lifmatola terdapat di Kecamatan Mangoli Utara Timur dengan
luas 1.690,53 Ha;
b. Kawasan cagar alam Pulau Seho terdapat di Kecamatan Taliabu Barat dengan luas 1.250
Ha; dan
c. Kawasan cagar alam Pulau Taliabu terdapat di Kecamatan Taliabu Utara dengan luas
9.743 Ha
(3) Kawasan cagar alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terletak di seluruh
pulau-pulau kecil yang ada di Kabupaten Kepulauan Sula dengan luas 16.495 Ha;
(4) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tersebar di
seluruh kawasan pesisir kabupaten Kepulauan Sula dengan luas 6.818,37 Ha; dan
(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi Benteng Alting atau Dever Watching di Kecamatan Sanana.
-31-
-30-
Paragraf 5Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 22(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e, terdiri atas :
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di
Gunung Buya kecamatan Mangoli Selatan dan Gunung Loko di Kecamatan Mangoli Utara
Timur;
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat
di seluruh wilayah kabupaten; dan
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di Kecamatan
Taliabu Utara, Kecamatan Taliabu Timur, Kecamatan Taliabu Barat, Kecamatan Taliabu
Selatan, Kecamatan Mangoli Tengah dan Kecamatan Sulabesi Selatan.
Paragraf 6Kawasan Lindung Geologi
Pasal 23(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f berupa Kawasan
rawan bencana alam geologi dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air
tanah;
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas :
a. kawasan rawan gempa bumi, terdapat di seluruh wilayah kabupaten;
b. kawasan yang terletak di zona patahan aktif, terdapat di di seluruh wilayah kabupaten;
c. kawasan rawan tsunami, terdapat di pesisir selatan Pulau Taliabu dan di seluruh pesisir
Pulau Sulabesi dan Pulau Mangoli; dan
d. kawasan rawan abrasi; terdapat di pesisir timur Pulau Sulabesi, Pesisir Selatan Pulau
Mangoli dan di seluruh pesisir Pulau Taliabu.
(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan imbuhan air tanah terdapat di Waibau Kecamatan Sanana dan Dofa Kecamatan
Mangoli Barat; dan
b. kawasan sempadan mata air terdapat di Mangoli Utara, Mangoli Selatan, Mangoli
Tengah, Mangoli Utara Timur dan Sanana Utara.
-32-
-31-
Paragraf 7Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 24(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g, terdiri atas:
a. kawasan perlindungan plasma nutfah;
b. terumbu karang; dan
c. kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi.
(2) Kawasan perlindungan plasma nutfah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat
pada daerah teluk yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten;
(3) Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar di seluruh
pesisir kabupaten; dan
(4) Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g seperti:
1. Teripang mata tujuh (Abalon) di kecamatan Taliabu Barat;
2. Ikan Napoleon di seluruh pesisir perairan Kabupatan Kepulauan Sula; dan
3. Ikan Tukarek di Fukweu kecamatan Sanana Utara.
Bagian KetigaPola Ruang Kawasan Budidaya
Pasal 25Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, terdiri
atas :
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap; dan
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di
Pulau Taliabu dengan luas 12.500 Ha, Pulau Seho di Kecamatan Taliabu Barat dengan luas
2.764 Ha, di Pulau Mangoli dengan luas 20.750 Ha dan Pulau Sulabesi dengan luas 19.000
Ha;
-33-
-32-
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di
Pulau Taliabu dengan luas 14.500 Ha, Pulau Mangoli dengan luas 9.750 Ha; dan
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c terdapat di Pulau Taliabu dengan luas 197.536 Ha, di Pulau Mangoli dengan luas 6.418 Ha
dan Pulau Sulabesi dengan luas 22.108 Ha, Pulau Lifmatola dengan luas 1.015 Ha.
Paragraf 2Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
Pasal 27Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b terdapat di
Pulau Taliabu, Mangoli dan Sulabesi dengan luas 2.000 Ha.
Paragraf 3Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 28(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, terdiri atas :
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pertanian hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tersebar
di seluruh wilayah kabupaten.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di
seluruh wilayah kabupaten.
(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan rencana perkebunan kelapa sawit terdapat di Kecamatan Taliabu Utara dengan
luas 20.000 Ha;
b. kawasan perkebunan kelapa tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan luas 61.658
Ha;
c. kawasan perkebunan kakao tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan luas 13.181
Ha;
d. kawasan perkebunan cengkeh tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan luas
4.754,3 Ha;
e. kawasan perkebunan pala tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan luas 1.464 Ha;
f. kawasan perkebunan jambu mete tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan luas
5.182 Ha;
g. kawasan perkebunan kayu manis tersebar di hampir seluruh wilayah kabupaten dengan
luas 24,85 Ha; dan
h. kawasan perkebunan kopi tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan luas 999 Ha.
-34-
-33-
(5) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan sebagai
kawasan pertanian pangan berkelanjutan dengan komoditas padi dan sagu yang tersebar di
setiap kecamatan.
(6) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh
wilayah kabupaten.
Paragraf 4Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 29(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan;
c. kawasan pengolahan ikan;
d. Kawasan peruntukan konservasi laut dalam; dan
e. kawasan peruntukan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hubuf a,
tersebar di seluruh wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Sula;
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hubuf b,
tersebar di sebelah utara dan selatan pulau Sulabesi, sebelah barat dan utara pulau Taliabu,
sebelah utara dan timur pulau Mangoli;
(4) Kawasan peruntukan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hubuf c,
terdapat di Waiboga, Fokalik, Bajo di pulau Sulabesi, di Falabisahaya dan Pastabulu di pulau
Mangoli serta di Parigi pulau Taliabu;
(5) Kawasan peruntukan konservasi laut dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hubuf d,
terdapat di Pulau Lifmatola Kecamatan Mangoli Utara Timur dan Pulau Seho Kecamatan
Taliabu Barat; dan
(6) Kawasan peruntukan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hubuf e, merupakan wilayah potensi perikanan yang pemanfaatannya belum
terkelola secara baik.
Paragraf 5Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 30(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e terdiri
atas :
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara;
b. kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi; dan
c. kawasan peruntukan pertambangan panas bumi.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batu bara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdapat di Kecamatan Taliabu Utara, Kecamatan Lede, Taliabu Barat Laut,
Taliabu Barat, Taliabu Selatan, Sulabesi Selatan, Sulabesi Timur dan tersebar di seluruh
kecamatan Pulau Mangoli;
-35-
-34-
(3) Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdapat di Kecamatan Mangoli Utara; dan
(4) Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertambangan panas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Rencana pengembangan kawasan peruntukan panas bumi di pulau Taliabu terdapat di
Losseng Kecamatan Taliabu Timur, Karamat dan Air Madi di Kecamatan Taliabu Barat;
b. Rencana pengembangan kawasan peruntukan panas bumi di pulau Mangoli terdapat di
Modapuhi Kecamatan Mangoli Utara, Auponhia Kecamatan Mangoli Selatan dan Buruakol
Kecamatan Mangoli Tengah.
Paragraf 6Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 31(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f, berupa industri
kecil yang terdapat
(2) Kawasan industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di Kecamatan
Sanana,Mangoli Utara dan Taliabu Barat berupa industri pengolahan hasil hutan.
Paragraf 7Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 32Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf g terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan terdapat di ibukota kecamatan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan terdapat tersebar di setiap kecamatan.
Paragraf 8Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 33(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf h terdiri yaitu
kawasan peruntukan pertahanan keamanan; dan
(2) Rencana kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas
a. Komando Daerah Rayon Militer (Kodim) terdapat di Umaloya kecamatan Sanana;
b. Kantor Kepolisian Resort (Polres) terdapat di Kota Sanana;
c. Komando Rayon Militer (Koramil) terdapat di beberapa kecamatan di Kabupaten
Kepulauan Sula; dan
d. Kepolisian Sektor (Polsek) terdapat di tiap kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sula
-36-
-35-
Pasal 34(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26– 32 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan
dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah ini; dan
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah
adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat
yang tugasnya mengkoordinasikan penataan ruang di Kabupaten Kepulauan Sula.
BAB VPENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 35(1) Kawasan strategis di Kabupaten Kepulauan Sula berupa kawasan strategis dari sudut
kepentingan ekonomi;
(2) Kawasan strategis dari sudut ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. kawasan strategis Sanana;
b. kawasan strategis Malbufa;
c. kawasan strategis Bobong;
d. kawasan strategis Falabisahaya;
e. kawasan strategis Lede, Nggele, Tikong, dan Sahu; dan
f. kawasan strategis Desa Losseng, Desa Wasakai, Desa Baleha, Desa Buya dan Desa
Waiboga;
(3) Rencana pengelolaan kawasan strategis Sanana, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a terdiri atas :
a. pengembangan sarana perdagangan tingkat provinsi dan kabupaten;
b. pengembangan sarana jasa tingkat kabupaten;
c. peningkatan Pelabuhan Sanana sebagai pelabuhan penumpang, melalui penyediaan
prasarana dan sarana penunjangnya, seperti jalan dan penyediaan kapal penyeberangan
antarpulau;
d. peningkatan pelayanan transportasi antarmoda dan sarana penyeberangan;
e. peningkatan pelayanan fasilitas regional, seperti pelabuhan laut, rumah sakit dan
sebagainya;
f. peningkatan prasarana perkotaan yang menunjang Kawasan Perkotaan Sanana,
terutama peningkatan aksesibilitas antar wilayah, peningkatan kemampuan energi listrik
dan telekomunikasi serta peningkatan pelayanan air bersih dan persampahan; dan
g. pengembangan permukiman baru untuk mengantisipasi permasalahan lahan dan
pertumbuhan penduduk di Kawasan Perkotaan Sanana.
-37-
-36-
(2) Rencana pengelolaan kawasan strategis Malbufa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b terdiri atas :
a. pengembangan prasarana transportasi darat untuk meningkatkan aksesibilitas
intrakawasan, sehingga memudahkan penyaluran hasil-hasil produksi sumber daya alam
(pertanian lahan kering, perkebunan dan perikanan) di Pulau Sulabesi;
b. pengembangan prasarana kelistrikan dan telekomunikasi, jaringan air bersih,
persampahan dan drainase untuk mendukung kegiatan pelabuhan; dan
c. pengembangan sarana perdagangan dan jasa keuangan untuk mendukung kegiatan
bongkar muat barang yang ada dengan skala pelayanan provinsi dan kabupaten;
(3) Rencana pengelolaan kawasan strategis Bobong sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c terdiri atas :
a. peningkatan prasarana jalan, kelistrikan dan telekomunikasi, jaringan air bersih,
persampahan dan drainase untuk mendukung kegiatan yang berpotensi untuk
dikembangkan;
b. pengembangan kawasan pertambangan yang bersinergis dengan rencana tata ruang dan
lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat mencegah konflik tata ruang dan kerusakan
lingkungan;
c. pengembangan ekonomi lokal dan sosial masyarakat di sekitarnya yang terkait dengan
kegiatan penambangan, sehingga dapat menghindarkan adanya konflik sosial dan
kegiatan ekonomi yang bersifat enclave; dan
d. pengembangan rencana tata ruang kawasan yang lebih detail pada kawasan inti dan
penunjang.
(4) Rencana pengelolaan kawasan strategis Falabisahaya, sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d terdiri atas :
a. menarik investor untuk melakukan investasi di Falabisahaya sesuai dengan potensi yang
dimilikinya;
b. pengembangan kerjasama antara Pemerintah Daerah dan swasta (private public
partnership) untuk mengatasi lahan tidur;
c. peningkatan prasarana jaringan jalan, kelistrikan dan telekomunikasi, jaringan air bersih,
persampahan dan drainase untuk mendukung kegiatan yang berpotensi untuk
dikembangkan;
d. pengembangan kawasan pertambangan yang bersinergis dengan rencana tata ruang dan
lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat mencegah konflik tata ruang dan kerusakan
lingkungan;
e. pengembangan ekonomi lokal dan sosial masyarakat di sekitarnya yang terkait dengan
kegiatan penambangan, sehingga dapat menghidarkan adanya konflik sosial dan
kegiatan ekonomi yang bersifat enclave; dan
-38-
-37-
f. pengembangan rencana tata ruang kawasan yang lebih detail pada kawasan inti dan
penunjang.
(5) Rencana pengelolaan kawasan strategis Lede, Nggele, Tikong, dan Sahu, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e terdiri atas :
a. peningkatan prasarana jalan, kelistrikan dan telekomunikasi, jaringan air bersih,
persampahan dan drainase untuk mendukung kegiatan yang berpotensi untuk
dikembangkan;
b. pengembangan kawasan pertambangan yang bersinergis dengan rencana tata ruang dan
lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat mencegah konflik tata ruang dan kerusakan
lingkungan;
c. pengembangan ekonomi lokal dan sosial masyarakat di sekitarnya yang terkait dengan
kegiatan penambangan, sehingga dapat menghidarkan adanya konflik sosial dan
kegiatan ekonomi yang bersifat enclave; dan
d. pengembangan rencana tata ruang kawasan yang lebih detail pada kawasan inti dan
penunjang.
(6) Rencana pengelolaan kawasan strategis Desa Losseng, Desa Wasakai, Desa Baleha, Desa
Buya dan Desa Waiboga, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f terdiri atas :
a. pengembangan sumber daya manusia;
b. pengembangan transportasi darat untuk meningkatkan aksesibilitas intrawilayah;
c. pengembangan transportasi laut, sehingga dapat meningkatkan hubungan kawasan ini
dengan kawasan sekitarnya, yang akan memudahkan penyaluran hasil-hasil produksi
perkebunan di kawasan ini; dan
d. meningkatkan produktifitas perkebunan.
BAB VIARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 36(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola
ruang;
(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan
program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya; dan
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 37(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) disusun
berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;
-39-
-38-
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja sama
pendanaan; dan
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB VIIKETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu Umum
Pasal 38(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai acuan
dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten; dan
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Bagian KeduaKetentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 39(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun
peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional
dan wilayah, terdiri atas :
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan
4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian KetigaKetentuan Perizinan
Pasal 40(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam
-40-
-39-
Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 41(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Kepulauan Sula
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
1. izin prinsip;
2. izin lokasi;
3. izin penggunaan pemanfaatan tanah; dan
4. izin mendirikan bangunan;
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 – 4 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Bagian KeempatKetentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 42(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf c
merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif;
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini; dan
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 43(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat;
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 44(1) Insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1) yaitu dalam bentuk :
1. keringanan pajak;
2. pemberian kompensasi;
3. imbalan;
4. sewa ruang;
5. urun saham;
-41-
-40-
6. penyediaan infrastruktur;
7. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
8. penghargaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 45(1) Disinsentif dari Pemerintah kepada masyarakat dikenakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1) antara lain dalam bentuk :
a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi; dan/atau
d. penalti.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan
Bupati.
Bagian Kelima Arahan Sanksi
Pasal 46(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf d merupakan acuan
bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar
pemanfaatan ruang;
(2) Arahan sanksi dilakukan terhadap :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan rtrw
kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan rtrw kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan rtrw kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
Pasal 47Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) huruf a - f dikenakan
sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
-42-
-41-
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Pasal 48
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan
dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIIIKELEMBAGAAN
Pasal 49(1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh Bupati.
BAB IXHAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANGBagian Kesatu
Hak MasyarakatPasal 50
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Bagian KeduaKewajiban Masyarakat
Pasal 51Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah meliputi:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
-43-
-42-
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundangundangan
dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 52(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada
Pasal 51 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan
aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun
dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika
lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan
ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.
Bagian KetigaPeran Masyarakat
Pasal 53Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 54Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 pada tahap perencanaan tata
ruang dapat berupa :
a. Memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. Melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat.
Pasal 55
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat
dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
-44-
-43-
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut,
ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 56
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif
serta pengenaan sanksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, rencana tata
ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang penataan
ruang;
c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan adanya
indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan
minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan
ruang;
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang; dan
e. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.
Pasal 57
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau
tertulis;
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Bupati;
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan melalui unit
kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 58
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem
informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pasal 59
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
-45-
-44-
BAB XKETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 60Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.
Pasal 61
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sula adalah 20 (dua puluh) tahun
dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sula dapat ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi
perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.
(4) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian
wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat Perda ini ditetapkan,
rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disesuaikan dengan
peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.
(5) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis
pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 62(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan penatan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
-46-
-45-
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan
fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan
masa transisi berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk
dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini,
izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini.
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketetentuan Peraturan Daerah ini, agar
dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 63Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di SananaPada Tanggal 30 Mei 2011
Diundangkan di Sananapada tanggal 30 Mei 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-47-
-46-
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 03)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 04 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
TAHUN ANGGARAN 2011
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan perkembangan yang tidak sesuai dengan
kebijakan umum APBD, keadaan yang menyebabkan pergeseran antara
unit organisasi, antara kegiatan dan antara jenis belanja, keadaan yang
menyebabkan sisa lebih tahun anggaran sebelumnya harus digunakan
untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan, maka perlu dilakukan
perubahan APBD tahun anggaran 2011;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, perubahan APBD
tahun anggaran 2011 perlu ditetapkan dengan peraturan daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor (3312) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685)
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246., Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688);
-48-
-47-
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Bea Hak Atas Tanah dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688);
5. Undang-undang Nomor 01 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur Di Propinsi maluku Utara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
7. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
8. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);
9. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
10. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548);
12. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
-49-
-48-
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4090);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 188, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4239);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler
dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 90. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4416); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan
Keuangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4540);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indoensia
Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
4502);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akutansi
Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49,
Tambahan Nembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan
Nembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 139, Tambahan Nembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 138, Tambahan Nembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Nembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
-50-
-49-
24. Peraturan Pemerintah 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4584);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 46140);
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006);
27. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 02 Tahun 2009
tentang Anggaran Pendapatan dan Benlanja Daerah Tahun Anggaran 2010).
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011
Pasal 1
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011 semula berjumlah
Rp.527.792.843.750,-bertambah sejumlah Rp. 36.004.511.468,- sehingga menjadi
Rp.578.001.864218,- dan Belanja Daerah Rp. 619.497.157.668,- dengan rincian sebagai berikut:
1. Pendapatan
a. Semula Rp. 527.792.834.750,-
b. Bertambah/(berkurang) Rp. 50.209.020.468,-
Jumlah Pendapatan Setelah Perubahan Rp. 578.001.864.218,-
2. Belanja
a. Semula Rp. 601.077.083.750,-
b. Bertambah/(berkurang) Rp. 18.420.073.918,-
Jumlah Pendapatan Setelah Perubahan Rp. 619.497.157.668,-
-51-
-50-
Surplus/(Defisit) setelah Perubahan (Rp. 41.959.293.450)
3. Pembiayaan
a. Penerimaan
1). Semula Rp. 73.784.240.000,-
2). (Berkurang) Rp. 32.288.964.550,-
Jumlah Penerimaan Setelah Perubahan Rp. 41.495.293.450,-
b. Pengeluaran
1). Semula Rp. 500.000.000,-
2). (Berkurang) (Rp. 500.000.000)
Jumlah Penerimaan Setelah Perubahan Rp. -
Jumlah Pembiayaan Netto Sebelum Perubahan Rp. 73.284.240.000,-
Jumlah Pembiayaan Netto Setelah Perubahan Rp. 41.495.293.450,-
Pasal 2(1). Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah
1). Semula Rp. 30.000.000.000
2). (Berkurang) (Rp. 15.000.000.000)
Jumlah Pendapatan Asli Daerah Setelah Perubahan Rp. 15.000.000.000
b. Dana Perimbangan
1). Semula Rp. 422.968.815.550
2). (Berkurang) Rp. 68.622.242.668
Jumlah Dana Perimbangan Setelah Perubahan Rp. 491.591.058.218
c. Lain-lain Pendapatan Yang Sah
1). Semula Rp. 74.824.028.200
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 3.413.222.200
Jumlah Lain-lain Pendapatan Yang Sah
Setelah Perubahan Rp. 71.410.806.000
(2). Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal (1) huruf a terdiri dari jenis
pendapatan :
a. Pajak Daerah
1). Semula Rp. 1.705.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 705.000.000)
Jumlah Pajak Daerah Setelah Perubahan Rp. 1.000.000.000
b. Retribusi Daerah
-52-
-51-
1). Semula Rp. 3.510.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 1.410.000.000
Jumlah Retribusi Setelah Perubahan Rp. 2.100.000.000
c. Hasil Pengelolaan Daerah Yang Dipisahkan
1). Semula Rp. 200.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Hasil Pengelolaan Daerah Yang
Dipisahkan Setelah Perubahan Rp. 200.000.000
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Setelah Perubahan
1). Semula Rp. 24.585.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp.12.885.000.000)
Jumlah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
Setelah Perubahan Rp. 11.700.000.000
(3). Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis
pendapatan :
a. Dana Bagi Hasil
1). Semula Rp. 71.555.605.550
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 68.662.242.668
Jumlah Dana Bagi Hasil Setelah Perubahan Rp. 140.177.848.218
b. Dana Alokasi Umum
1). Semula Rp. 296.452.810.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Dana Alokasi Umum Setelah Perubahan Rp. 296.452.810.000
c. Dana Alokasi Khusus
1). Semula Rp. 54.960.400.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Dana Alokasi Khusus Setelah perubahan Rp. 54.960.400.000
(4). Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri
dari jenis pendapatan :
a. Hibah
1). Semula Rp. 1.663.660.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Dana Hibah Setelah Perubahan Rp. 1.663.660.000
b. Dana Darurat
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Dana Darurat Setelah Perubahan Rp. -
c. Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
-53-
-52-
1). Semula Rp. 2.200.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Rp.
Dan Pemerintah Daerah Lainnya Setelah Perubahan Rp. 2.200.000.000
d. Dana Penyesuaian Infrastuktur dan Prasarana
Daerah
1). Semula Rp. 34.500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 34.500.000.000)
Jumlah Penyesuaian desentralisasi Fiskal dan
Percepatan Pembangunan Daerah
Setelah Perubahan Rp. -
Pasal 3(1). Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal (1) terdiri dari :
a. Belanja Tidak Langsung
1). Semula Rp. 161.982.987.500
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 4.959.099.774
Jumlah Belanja Tidak Langsung Setelah Perubahan Rp. 161.942.087.274
a. Belanja Langsung
1). Semula Rp. 439.094.096.250
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 13.460.974.144
Jumlah Belanja Langsung Setelah Perubahan Rp. 452.555.070.394
(2). Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a terdiri dari jenis
belanja :
b. Belanja Pegawai
1). Semula Rp. 148.836.520.500
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 8.469.099.774
Jumlah Belanja Pegawai Setelah Perubahan Rp. 157.305.620.274
b. Belanja Bunga
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 2.100.000.000
Jumlah Belanja Bunga Setelah Perubahan Rp. 2.100.000.000
c. Belanja Subsidi
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Belanja Subsidi Setelah Perubahan Rp. -
d. Belanja Hibah
1). Semula Rp. 1.000.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 190.000.000)
Jumlah Belanja Hibah Setelah Perubahan Rp. 810.000.000
-54-
-53-
e. Belanja Bantuan Sosial
1). Semula Rp. 1.746.467.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 45.000.000)
Jumlah Belanja Bantuan Sosial Setelah Perubahan Rp. 1.791.467.000
f. Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Prop/
Kab/Kota/Desa
1). Semula Rp. 9.900.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 5.315.000.000)
Jumlah Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Prop/
Kab/Kota/Desa Setelah Perubahan Rp. 5.585.000.000
g. Belanja Tidak Terduga
1). Semula Rp. 500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 150.000.000)
Jumlah Belanja Tidak Terduga Setelah Perubahan Rp. 350.000.000
(3). Belanja Langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b terdiri dari jenis belanja :
a. Belanja Pegawai
1). Semula Rp. 250.210.716.900
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 2.973.175.000
Jumlah Belanja Pegawai Setelah Perubahan Rp. 28.183.891.900
b. Belanja Barang dan Jasa
1). Semula Rp. 110.928.103.320
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 4.293.487.847
Jumlah Belanja Barang dan Jasa Setelah Perubahan Rp. 106.634.615.473
c. Belanja Modal
1). Semula Rp. 302.955.276.030
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 14.781.286.991
Jumlah Belanja Subsidi Setelah Perubahan Rp. 317.736.563.012
Pasal 4(1). Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari :
a. Penerimaan
1). Semula Rp. 73.784.240.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 32.288.946.550
Jumlah Penerimaan Setelah Perubahan Rp. 41.495.293.450
b. Pengeluaran
1). Semula Rp. 500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 500.000.000)
Jumlah Pengeluaran Setelah Perubahan Rp. -
(2). Pembiayaan Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a terdiri dari :
-55-
-54-
a. SiLPA Tahun Anggaran Sebelumnya
1). Semula Rp. 500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 995.293.450
Jumlah SiLPA Tahun Anggaran Setelah Perubahan Rp. 1.495.293.450
b. Pencairan Dana Cadangan
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pencairan Dana Cadangan Setelah
Perubahan Rp. -
c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Setelah Perubahan Rp. -
d. Penerimaan Pinjaman Daerah
1). Semula Rp. 73.284.240.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 33.284.240.000
Jumlah Penerimaan Pinjaman Daerah Setelah
Perubahan Rp. 40.000.000.000
e. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
Setelah Perubahan Rp. -
f. Penerimaan Pinjaman Daerah
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Penerimaan Pinjaman Daerah Setelah
Perubahan Rp. -
2). Pembiayaan Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a terdiri dari :
a. Pembentukan Dana Cadangan
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pembentukan Dana Cadangan Setelah
Perubahan Rp. -
b. Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah
1). Semula Rp. 500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 500.000.000)
Jumlah Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah
-56-
-55-
Daerah Setelah Perubahan Rp. -
Pasal 5Uraian lebih lanjut Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana
dimaksud pada pasal 1. Tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang terdiri dari :
1. Lampiran I Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
2. Lampiran II Ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintah Daerah dan
Organisasi Satuan Perangkat Daerah (SKPD);
3. Lampiran III Rincian APBD menurut Urusan Pemerintah Daerah, Organisasi
SKPD, Pendapatan, Belanja dan Pembiaayaan;
4. Lampiran IV Rekapitulasi Perubahan Belanja Menurut Urusan Pemerintah
Daerah, Organisasi SKPD, Program dan Kegiatan;
5. Lampiran V Rekapitulasi Perubahan Belanja Daerah untuk Keselarasan dan
Keterpaduan Urusan Pemerintahan Daerah dan Fungsi dalam
kerangka Pengelolaan Keuangan Daerah;
6. Lampiran VI Daftar Jumlah Pegawai Per Golongan dan Per Jabatan.
Pasal 6Bupati menetapkan Peraturan tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagai Landasan operasional.
Pasal 7Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah, ini dengan
Penetapannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 14 Oktober 2011
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 14 Oktober 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-57-
-56-
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 04)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
NOMOR 05 TAHUN 2011
TENTANG
MINUMAN KERAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa konsumsi minuman keras pada dasarnya dapat membahayakan
kesehatan jasmani dan rohani serta dapat memicu terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban masyarakat, maupun mengancam masa depan
generasi bangsa;
b. bahwa ketentuan mengani larangan pengedaran dan pemakaian minuman
keras dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Sula sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah Kabuoaten Kepulauan Sula Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Larangan Peredaran dan Pemakaian Minuman Keras dalam wilayah
Kabupaten Kepulauan Sula, sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan
perkembangan saat ini sehingga Peraturan Daerah tersebut perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Minuman Keras.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore, Kepulauan di Propinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
-58-
-57-
3. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG MINUMAN KERAS.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini, dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
b. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemeritahan Daerah;
c. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula;
d. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
f. Kepolisian adalah Kepolisian Resor Kepulauan Sula
g. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut TNI adalah TNI Komando Distrik Militer
1509 Labuha;
h. Kejaksaan adalah Kejaksaan Negeri Sanana;
i. Pengadilan adalah Pengadilan Negeri Labuha tempat sidang di Sanana;
j. Minuman Keras adalah semua jenis minuman yang beralkohol maupun yang tidak
beralkoholyang jika dikonsumsi dapat memabukkan;
k. Mengedarkan adalah menyalurkan, memasukan dan/atau mendistribusikan minuman keras
untuk dikonsumsi dan/atau diperdagangkan;
-59-
-58-
l. Mengomplos adalah mencampur, meramu dan menyedu bahan-bahan tertentu sehingga
menjadi minuman keras;
m. Menimbun adalah menyimpan minuman keras dalam jumlah tertentu;
n. Pengecer adalah orang pribadi, perusahaan dan/atau usaha tertentu yang menjual secara
eceran minuman keras;
o. Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data
dan/atau keterangan lainnya dalam rangka penyidikan penuntutan, pengendalian dan
pengawasan terhadap segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan minuman keras;
p. Penyedikan adalah penyedikan sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang – Undang
Hukum Acara Pidana;
q. Penyidik adalah Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana;
r. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi wewenang dan keawjiban untuk melakukan penyidikan terhadap
pelanggaran Peraturan Daerah;
s. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah dalam lingkungan kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula
yang berwewenang mengeluarkan izin daln melakukan pengawasan terhadap penggunaan
minuman keras.
BAB IIPENGGOLONGAN MINUMAN KERAS
Pasal 2
(1) Minuman keras dikelompokan dalam golongan sebagai berikut :
a. Golongan A yaitu minuman keras dengan kadar alkohol (C2H50H) 1 % (satu persen)
samapi dengan 5 % (lima persen);
b. Golongan B yaitu minuman keras dengan kadar alkohol (C2H50H) lebih dari 5 % (lima
persen) sampai dengan 20 % (dua puluh persen);
c. Golongan C yaitu minuman keras dengan kadar alkohol (C2H50H) lebih dari 20 % (dua
puluh persen) sampai dengan 55 % (lima puluh lima persen);
d. Golongan D adalah minuman keras yang tidak termasuk dalam golongan A,B dan C yaitu
minuman keras tradisional, hasil oplosan dan minuman keras lainnya.
(2) Minuman keras golongan A,B,C dan D, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peredaran
penjualan dan pemakaiannya dibawah pengawasan petugas yang berwewenang.
(3) Petugas berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah anggota Polisi Republik
Indonesia, dan Tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati.
BAB IIILARANGAN
Pasal 3
-60-
-59-
(1) Setiap orang tanpa izin yang sah dilarang untuk memproduksi, mamasukan, menyimpan
memperdagangkan, membawa, menerima titipan, meminum, membeli, dan menyajikan
minuman keras dalam bentuk maupun jenis apapun dalam wilayah kabupaten kepulauan
Sula.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk setiap orang yang turut membentu
menandai dalam hal peredaran dan pemakaian munuman keras dalam bentuk maupun jenis
apapun dalam Willayah Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 4(1) Larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, dikecualikan bagi sistem penjualan
langsung diminum di tempat dan tempat berdasarkan izin Bupati, dalam hal :
a. Untuk kepentingan industri jamu, obat-obatan dan sejenisnya yang mengandung rempah-
rempah untuk tujuan kesehatan atau pengobatan, dan tidak memabukkan;
(2) Tempat usaha untuk Bar, Klub Malam, dan Kafe, dilarang berdekatan dengan tempat ibadah,
sekolah, tempat pendidikan, kantor, rumah sakit, dan pemukiman masyarakat.
(3) Dikecualikan dari tempat dan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Khusus
dipergunakan bagi :
a. Anggota Korps Diplomatik Negara Asing,
b. Tenaga Ahli bangsa asing yang bekerja pada lembaga Internasional,
c. Wisatawan Negara Asing yang sedang dalam kunjungan wisata.
(3) Kriteria Indistri jamu, industri obat-obatan dan sejenisnya, Hotel, Bar, Klub Malam, Kafe dan
Agen Distributor yang diizinkan menjual dan menyajikan minuman keras sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB IVPENGENDALIAN
Pasal 5(1) Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Minuman keras yang memiliki kandungan alkohol paling tinggi 5 % (lima persen);
b. Bagi usaha industri wajib memiliki Surat Izin Usaha Industri atau Surat Tanda Pendaftaran
Industri Kecil dan/atau Tanda Daftar Industri;
c. Bagi usaha perdagangan wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan dan Surat Izin
Usaha Perdagangan Minuman Keras;
(2) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, yaitu Izin Usaha yang
dikeluarkan oleh Bupati;
(3) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipindahtangankan kepada
pihak lain tanpa mendapatkan izin tertulis dari Bupati;
-61-
-60-
(4) Dalam hal memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Bupati dapat
melimpahkan kepada SKPD yang mempunyai tugas untuk itu.
Pasal 6(1) Bupati sebelum memberikan izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, harus
mengumumkan lokasi / tempat usaha yang dimohon selama 7 (tujuh hari) untuk mendapat
tanggapan masyarakat;
(2) Dalam hal ada keberatan dari masyarakat atas tempat yang dimohonkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 tidak diberikan.
Pasal 7(1) Tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, diatur sebagai
berikut :
a. Pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati atau Pimpinan SKPD
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1), yang dilampiri dengan foto kopi kartu
tanda penduduk pemohon yang bersangkutan;
b. Jika permohonan izin dikuasakan kepada orang lain, maka harus disertakan surat kuasa
dan kartu tanda penduduk dari orang yang diberi kuasa untuk mengurus izin;
c. Mendapat persetujuan Masyarakat disekitar tempat pendirian usaha.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, SKPD
yang mempunyai tugas untuk itu, meneliti dan mengkaji kelengkapan persyaratan yang
diajukan;
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaiman dimaksud pada ayat (2), Pimpinan SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mengundang pemohon untuk diminta
keterangan dan mengadakan cek lapangan terhadap permohonan izin;
(4) Berdasarkan hasil permintaan keterangan dan cek lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (30), Pimpinan SKPD memberikan pertimbangan kepada Bupati untuk dapat menolak
atau memberikan izin yang dimohonkan.
BAB VPENGAWASAN DAN PENERTIBAN
Pasal 8Batas waktu penjualan minuman keras dan untuk diminum ditempat penjualan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf b, ditetapkan mulai pukul 21.00 (dua puluh satu nol-nol)
sampai dengan pukul 02.00 (nol dua nol-nol).
Pasal 9Pengusaha industri jamu dan obat-obatan, Pemilik Hotel, Bar, Klub Malam dan Kafe yang
menjual dan menyajikan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), wajib :
-62-
-61-
a. Menjaga ketertiban dan keamanan dakam ruangan penjualan tempat menjual minuman
keras;
b. Meminta bantuan kepada petugas keamanan untuk menertibkan dan mengamankan
kegaduhan yang terjadi di tempat penjualan minuman keras bila kegaduhan tidak dapat
dicegah sendiri;
c. Menempatkan atau menempelkan foto copy izin yang dimilki dan batas waktu penjualannya
ditempat penjualan sehingga mudah dilihat umum.
Pasal 10(1) Semua minuman keras yang diproduksi untuk kepentingan sebagaimana diatur dalam pasal
4 ayat (1) huruf a, harus dimasukan dalam botol atau kemasan dengan mencantumkan tata
cara penggunaan, jenis minuman, kadar alkohol, volume minuman, indikasi, kontradiksi dan
manfaatnya untuk kesehatan;
(2) Jika memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka minuman keras
tersebut disita dan dimusnahkan.
Pasal 11(1) Bupati melakukan pengawasan dan penertiban usaha industri, usaha perdagangan, dan/atau
penjualan minuman keras untuk kepentingan dan atas tempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2);
(2) Dalam hal melakukan pengawasan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bupati dibantu oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati dan beranggotakan Instansi terkait;
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari :
a. Unsur Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula.
b. Unsur Kepolisian Resor Kepulauan Sula.
c. Unsur TNI Kodim 1509 Labuha.
d. Unsur Kejaksaan Negeri Labuha.
e. Unsur Pengadilan Negeri Labuha tepat Sidang di Sanana.
(4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bertugas memeberikan pertimbangan kepada
Bupati untuk mengubah dan/atau mencabut izin yang telah dikeluarkan dan/atau mengurangi
jumlah minuman keras yang dizinkan untuk diperdagangkan karena untuk kepentingan
umum.
Pasal 12(1) Bupati berwenang mencabut izin usaha dan izin tempat penjualan minuman keras serta
memberhentikan sementara penjualan minuman keras;
-63-
-62-
(2) Pencabutan izin usaha dan izin tempat penjualan minuman keras sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), karena :
a. Bertentangan dengan kepentingan umum,
b. Dianggap perlu untuk kepentingan umum,
c. Pemanfaatannya telah bertentangan dengan ketentuan dan syarat yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini,
d. Bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan.
(3) Pemberhentian sementara penjualan minuman keras sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan pertimbangan untuk kegiatan tertentu, hari-hari tertentu, hari-hari besar keagamaan,
dan pada bulan suci ramadhan karena akan mengganggu ketentraman dan ketertiban
masyarakat.
(4) Pelaksanaan wewenang sebagaiamana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada
Tim sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (3).
BAB VIPARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 14(1) Setiap orang di Daerah berkewajiban berperan aktif untuk menyampaikan laporan dan/atau
keterangan kepada Bupati, Petugas atau Pejabat yang berwenang dan Tim, jika mengetahui
secara langsung sedang berlangsungnya peredaran dan pemakaian munuman keras tanpa
izin dalam Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula;
(2) Setiap orang di Daerah mempunyai kesempatan memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kasus pelanggaran peredaran, penjualan dan pemakaian minuman keras;
(3) Petugas, pejabat atau Tim yang berwenang, wajib memberikan perlindungan kepada pelapor.
BAB VIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 15(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah);
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 8 dan
Pasal 9 diancam pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp.
30.000.000 (tiga puluh) Juta Rupiah);
(3). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), adalah pelanggaran.
Pasal 16Barang bukti atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3), disita untuk dimusnakan oleh instansi atau petugas yang berwenang.
-64-
-63-
BAB VIIIPENYIDIKAN
Pasal 17(1) Penyidikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan oleh
penyidik dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Pemerintah Daerah
yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tidak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana;
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah karena tugasnya berwenang :
a. Menerima laporan dan atau pengaduan tentang adanya tindak pidana dan/atau
pelanggaran;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;
c. Mencari mengumpulkan dan meneliti barang bukti dan keterangan yang berkaitan dengan
tindak pidana dan/atau pelanggaran;
d. Menyuruh berhenti seorang dan memeriksa tanda pengenal;.
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Melakukan penggeledahan, penyitaan barang bukti dan penangkapan;
g. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
h. Memanggil seseorang untuk diminta keterangan dan diperiksa sebagai saksi atau
tersangka;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana, menurut
hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB IXKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18(1) Pada saat berlakuknya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula
Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Larangan Peredaran dan Pemakaian Minuman Keras dalam
Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula (Lembaran Daerah Nomor 3 Tahun 2006) dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku lagi;
(2) Izin Usaha dan Izin Tempat Usaha yang telah ada, dan bertentangan dengan Peraturan
Daerah ini dilakukan penertiban paling lama 6 (enam) bulan setelah ditetapkan Peraturan
Daerah ini.
Pasal 19
-65-
-64-
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Bupati Kepulauan Sula.
BAB XKETENTUAN PENUTUP
Pasal 20Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di SananaPada Tanggal 20 Nopember 2011
Diundangkan di SananaPada tanggal 20 Nopember 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-66-
-65-
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR05)
PENJELASANATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 05 TAHUN 2011
TENTANGMINUMAN KERAS
I. UMUM
Kemajuan pembangunan daerah, tidak hanya bergantung pada upaya Pemerintah Daerah
berdasarkan kebijakan perencanaan dan program pembangunan, akan tetapi peran
masyarakat di daerah juga sebagai penentu keberhasilan pembangunan daerah. Untuk itu,
pro aktif, partisipasi masyarakat secara positif sangat diperlukan. Atas pertimbangan
dimaksud, maka tujuan utama pembangungunan daerah Kabupaten Kepulauan Sula
berdasarkan visi dan misi Pemerintah Daerah adalah untuk mewujudkan Masyarakat
Kabupaten Kepulauan sula yang religius, aman, dan sejahtera secara berkelanjutan dengan
motto Dad Hia Ted Sua.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diulakukan upaya berkelanjutan disegala bidang
guna mengatasi permasalahan sosial yang muncul dalam kehidupan masyarakat, termasuk
penertiban kegiatan dan usaha-usaha yang dapat mempengaruhi buruknya moral dan tata
kehidupan masyarakat. Sala satu permasalahan utama yang dihadapi Pemerintah Daerah
saat ini adalah peredaran dan penyalah penggunaan minuman keras yang dari waktu-kewaktu
semakin tidak terkendali.
Peredaran, penjualan dan pemakaian minuman keras dalam Wilayah Kabupaten
Kepulauan Sula akhir-akhir ini, telah ,merambat sampai pada kaum remaja bahkan sampai
ketingkat anak usia sekolah yang masih dibawah umur, Sebagai akibatnya dapat mendorong
terjadinya berbagai tindakan kriminal yang menimbulkan gangguan ketentraman dan
ketertiban masyarakat, pada tingkat anak usia sekolah, penyalah gunaan minuman keras
dapat mengganggu perkembangan dan merusak moral generasi muda yang merupakan
-67-
-66-
tumpuan harapan Daerah dan Bangsa, sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut,
diperlukan adaya pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran, penjualan dan
pemakaian minuman keras dalam Wilayah Kabupaten Kepualaun Sula.
Upaya pengendalian terhadap peredaran, penjualan dan pemakaian minuman keras dalam
Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula yang dilakukan sesuai Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Larangan dan Pemakaian Minuman Keras
dalam Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula, ternyata kurang efektif sehingga penyalahgunaan
minuman keras dan akibatnya, yang semestinya ditekan, justru semakin meningkat, sehingga
untuk mengatasi semakin buruknya kondisi kehidupan masyarakat, maka Peraturan Daerah
Tentang Larangan Peredaran dan Pemakaian Minuman Keras dalam Wilayah Kabupaten
Kepulauan Sula, yang telah ada perlu dikaji kembali dan diganti dengan menetapkan
ketentuan-ketentuan yang lebih tegas.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
-68-
-67-
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
( TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA NOMOR 05 )
-69-
-68-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 06 TAHUN 2011
TENTANGANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULATAHUN ANGGARAN 2012
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Prioritas Plafon Anggaran yang telah disepakati bersama antara
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tanggal 28 Nopember 2011, maka perlu menyusun Anggaran
Pendapatan dan Benja Daerah Tahun Anggaran 2012;
b. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kepulauan
Sula Tahun Anggaran 2012 perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor (3312) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
-70-
-69-
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685)
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246., Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688);
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Bea Hak Atas Tanah dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688);
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional yang Bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6. Undang-undang Nomor 01 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur Di Propinsi maluku Utara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);
10. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
11. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah
-71-
-70-
diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548);
13. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4090);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 188, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4239);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler
dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 90. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4416); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan
Keuangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4540);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indoensia
Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
4502);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akutansi
Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49,
Tambahan Nembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan
Nembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
-72-
-71-
21. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 139, Tambahan Nembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 138, Tambahan Nembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Nembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
25. Peraturan Pemerintah 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4584);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 46140);
27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006);
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2012);
29. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula
Nomor 162.3/02/DPRD-KS/2004 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
-73-
-72-
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
Pasal 1
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 sebagai berikut :
1. Pendapatan Daerah Rp. 582.662.368.063,-
2. Belanja Daerah Rp. 627.072.579.763,-
Surplus/(Defisit) Rp. (44.410.211.700),-
3. Pembiayaan Daerah
a. Penerimaan Rp. 68.264.354.500,-
b. Pengeluaran Rp. 23.857.142.800,-
Pembiayaan Netto Rp.44.410.211.700,-
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan Rp. -
Pasal 2(1). Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah Rp. 44.000.000.000,-
b. Dana Perimbangan Sejumlah Rp. 478.809.920.063,-
c. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Sejumlah Rp. 63.852.448.000,-
(2). Pendapatan Asli Daerah sebaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis
pendapatan :
a. Pajak Daerah sejumalh Rp. 1.875.000.000,-
b. Retribusi Daerah sejumlah Rp. 28.830.000.000,-
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan
Sejumlah Rp. 400.000.000,-
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Sejumlah Rp. 8.895.000.000,-
(3). Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis
pendapatan :
a. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak sejumlah Rp. 78.929.070.063,-
-74-
-73-
b. Dana Alokasi Umum Sejumlah Rp.361.491.540.000,-
c. Dana Alokasi Khusus sejumlah Rp.38.389.310.000,-
(4). Lain-lain Pendapatan Daerah Yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri dari jenis pendapatan :
a. Hibah sejumlah Rp779.052.000.000,-
b. Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya sejumlah Rp. 2.200.000.000,-
c. Dana Penyesuaian sejumlah Rp. 60.879.396.000,-
Pasal 3(1). Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari :
a. Belanja Tidak Langsung sejumlah Rp. 212.957.847.492,-
b. Belanja Langsung sejumlah Rp. 418.422.509.984,-
(2). Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis
belanja :
a. Belanja Pegawai sejumlah Rp. 164.742.857.203,-
b. Belanja Bunga Rp. 3.383.095.242,-
c. Belanja Hibah sejumlah Rp. 1.000.000.000,-
d. Belanja Bantuan Sosial sejumalah Rp. 5.533.795,000,-
e. Belanja Bantuan Keuangan kepada Prop/kab/kota/desa Rp. 9.585.000.000,-
d. Belanja Tidak Terduga sejumlah Rp. 500.000.000.-
(3). Belanja Langasung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis belanja:
a. Belanja Pegawai sejumlah Rp. 30.701.236.000,-
b. Belanja Barang dan Jasa sejumlah Rp.122.648.629.527,-
c. Belanja Modal Rp. 308.975,857.033,-
Pasal 4(1). Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari jenis pembiayaan :
a. Penerimaan sejumlah Rp. 68.267.354.500,-
b. Pengeluaran sejumlah Rp. 1.000.000.000,-
(2). Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdir dari jenis pembiayaan :
a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran
sejumlah sebelumnya (SiLPA) Rp. 68.267.354.500,-
(3). Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis pembiayaan :
a. Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah
sejumlah Rp. 1.000.000.000,-
b. Pembayaran Pokok Utang Rp. 22.857.142.800,-
Pasal 5
-75-
-74-
Uraian lebih lanjut Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana
dimaksud pada pasal 1. Tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang terdiri dari :
1. Lampiran I Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
2. Lampiran II Ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintah Daerah dan
Organisasi;
3. Lampiran III Rincian APBD menurut Urusan Pemerintah Daerah, Organisasi
SKPD, Pendapatan, Belanja dan Pembiaayaan;
4. Lampiran IV Rekapitulasi Belanja Menurut Urusan Pemerintah Daerah,
Organisasi SKPD, Program dan Kegiatan;
5. Lampiran V Rekapitulasi Belanja Daerah untuk Keselarasan dan Keterpaduan
Urusan Pemerintahan Daerah dan Fungsi dalam kerangka
Pengelolaan Keuangan Daerah;
6. Lampiran VI Daftar Jumlah Pegawai Per Golongan dan Per Jabatan.
Pasal 6Bupati menetapkan Peraturan tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagai Landasan operasional pelaksanaan APBD.
Pasal 7Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah, ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 09 Desember 2011
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-76-
-75-
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 09 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 06)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 07TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK RESTORAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil guna pelaksanaan Peraturan
Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pajak
Café dan Rumah Makan, maka sesuai dengan Undang – undang Nomor
28 Tahun 2009 Pasal 37 telah diubah menjadi Pajak Restoran;
-77-
-76-
b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 15 Tahun
2005 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman, maka perlu
diubah berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula.
Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 1 Tahun 2003, tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur Dan Kota Tidore Kepulauan Di Propinsi
Maluku Utara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang;
3. Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 130. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5049);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Nagara Tahun 2000 Nomor 54. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANGPAJAK RESTORAN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
-78-
-77-
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain
sebagai badan Eksekutif Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
4. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah
Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri dalam Sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5. Otonomi Daerah adalah Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
6. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
7. Perangkat Daerah adalah Organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah serta membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah sesuai dengan kebutuhan Daerah;
8. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula;
9. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
10. Pajak Restoran yang disebut Pajak adalah Pungutan Daerah atas pelayanan yang berlaku di
restoran;
11. Restoran adalah tempat makan dan atau minuman yang diselesaikan dengan dipungut
bayaran;
BAB IINAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
Pasal 3(1) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
(2) Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik
dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.
(3) Tidak termasuk obyek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi
Rp.1.000.000.00( satu rupiah) per Bulan atau per tahun.
-79-
-78-
(4) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan atau
minuman dari Restoran.
(5) Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran.
Pasal 4Objek Pajak yang dilaksanakan pemungutan pajak adalah :
a. Rumah Makan;
b. Kafetaria;
c. Kantin;
d. Warung;
e. Bar; dan
f. Sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
BAB IIIDASAR PENGENAAN, TARIF PAJAK DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 5Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang
seharusnya diterima Restoran.
Pasal 6Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (Sepuluh perseratus)
Pasal 7Besaran pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
pada pasal 5
BAB IVWILAYAH PUNGUTAN
Pasal 8Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Restoran berlokasi.
BAB VMASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 9Pajak dikenakan untuk Masa Pajak 1 (satu) Bulan Kalender.
Pasal 10Saat Pajak Terutang adalah pada saat pembayaran atas pelayanan di Restoran.
-80-
-79-
BAB VISURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 11(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditadatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD yang dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Kepala Dinas Pendapatan
Daerah, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya Masa Pajak.
(4) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
BAB VIIPENETAPAN
Pasal 12Wajib Pajak wajib Menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak terutangnya sendiri
dengan menggunakan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1).
Pasal 13(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat
menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
2) Jika SKPDKB tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3) Jika kewajiban mengisi SKPDKB tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %
(dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
-81-
-80-
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi admnistratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
BAB VIIITATACARA PEMBAYARAN
Pasal 14(1) Pembayaran Pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus.
(2) Pajak dilunasi paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak yang
merupakan taggal jatuh tempo bagi Wajib Pajak untuk melunasi pajaknya.
(3) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(4) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat
diberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, pembayaran dengan
angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15(1) Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Bupati.
(2) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
SSPD.
(3) Bentuk, jenis, ukuran dan tata cara pengisian SSPD. Ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IXTATACARA PENAGIHAN
Pasal 16(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika :
a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
-82-
-81-
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 17(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan putusan Banding yang tidak atau kurang
dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan berdasarkan peraturan perundang -
undangan.
BAB XPEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASIPasal 18
(1) Atas permohonan wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat membetulkan SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitanya terdapat kesalahan
tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Bupati dapat :
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan
kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang – undangan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN atau SKPDLB
yang tidak benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan
membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi
administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIKEBERATAN DAN BANDING
Bagian Kesatu
-83-
-82-
KeberatanPasal 19
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang di tunjuk
atas suatu :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN;dan
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan
yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika
Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedik sejumlah yang
disetuji oleh Wajib Pajak.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti
penerimaan surat keberatan.
Pasal 20(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan
diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Bagian KeduaBandingPasal 21
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.
-84-
-83-
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan
1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 22(1) Jika pengajuan kebaratan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai
dengan diterbitkan SKPDLB.
(3) dalam hal kebaratan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
(4) Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Bading dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
BAB XIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 23(1) Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Bupati,
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak
memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap
dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1) langsung diperhitungkan untuk dilunasi terlebih dahulu
utang pajak tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
-85-
-84-
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan,
Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pembayaran Pajak.
(7) Tata cara pembayaran kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIIIKEDALUWARSA
Pasal 24(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan
tindak pidana perpajakan daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan atau Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa
tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 25(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIVKETENTUAN KHUSUS
Pasal 26(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
-86-
-85-
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang –
undangan perpajakan daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah :
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan;
b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk memberikan keterangan
kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintahan yang berwenang
melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
(4) Untuk kepentingan Daerah, Bupati berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak
kepada phak yang ditunjuk.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas
permintaan hakim sesuai dengan Hukum acara Pidana dan Hukum acara Perdata, Bupati
dapat memberikan izin tertulis kepada Pejabat sebagaimana pada ayat (1), dan tenaga ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertilus
dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(6) Perminaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka
atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau
perdata yang bersangkutan dengan leterangan yang diminta.
BAB XVPENYIDIKAN
Pasal 27(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang–undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud apada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah.
a. menerima, mencari mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukansehubungan dengan tindak pidana
perpajakan daerah;
-87-
-86-
c meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda
dan/atau dokumen yang dibawah;
h. memotret sesorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Penyidik pejabat, Polisi
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVIKETENTUAN PIDANA
Pasal 28(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tindak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merigukan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Pasal 29
-88-
-87-
Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian
Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Pasal 30(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena kealpaannya tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 4.000.0000,- (empat juta rupiah).
(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah)
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya
dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar.
(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya
adalah menyangkut kepentingan pribadi sesorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena itu
dijadikan tindak pidana pengaduan.
Pasal 31Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dan Pasal 30 ayat (1) dan atau ayat (2)
merupakan penerimaan Negara.
Pasal 32
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 09Desember2011
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-89-
-88-
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 09 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 07)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 08TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK HIBURAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa untuk mencapai dayaguna dan hasil guna pelaksanaan Peraturan
Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor
-90-
-89-
14Tahun2006tentangPajakHiburan, maka sesuai dengan Undang –
undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal42yangdimanatelah
diubahtariffpenetapanPajakhiburansesuaidenganjenishiburan yang
ditampilkan;
b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 14 Tahun
2006 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman, maka
perludiubah berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentangPajak Daerah danRetribusi Daerah;
c. bahwaberdasarkanpertimbangansebagaimanadimaksud pada huruf a
danhuruf b, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula.
Mengingat : 1. Undang–undang Nomor 1 Tahun 2003, tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, KabupatenKepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur Dan Kota TidoreKepulauan Di Propinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang;
3. Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
130. TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Nagara Tahun 2000 Nomor 54. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANGPAJAK RESTORAN
-91-
-90-
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1DalamPeraturanBupatiini yang dimaksuddengan :
1. Daerah adalahKabupatenKepulauan Sula.
2. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain
sebagai badan Eksekutif DaerahKabupatenKepulauan Sula.
4. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah
Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri dalam Sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5. Otonomi Daerah adalah Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
6. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
7. Perangkat Daerah adalah Organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah serta membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah sesuai dengan kebutuhan Daerah;
8. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatandan Pengelolaan Aset Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula;
9. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatandan PengelolaanAset Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
10. PajakHiburan yang disebutPajakadalahPajakataspenyelenggaraanhiburan;
11. Hiburanadalahsemuajenistontonan, pertunjukan, permainan, dan/ataukeramaian yang
dinikmatidengandipungutbayaran;
BAB IINAMA OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2Dengan nama Pajak Hiburan dipungut pajak atas penyelenggaraan Hiburan
Pasal 3(1) Objek PajakHiburanadalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.
(2) ObjekPajakHiburanadalahsebagaimana dimaksud pada ayat (1) melputi :
a. Tontonan film;
b. Pagelarankesenian, musik, tari, dan/ataubusana;
c. Pameran;
-92-
-91-
d. Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
e. Sirkus, acrobat dan sulap;
f. Permainan bilyard;
g. Panti pijat, refleksi, mandi uap dan pusat kebugaran;
h. Pertandingan olahraga.
(3) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.
(4) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
BAB IIIDASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 4(1)DasarpengenaanPajakadalahjumlahuang yang diterimaatau yang
seharusnyaditerimaolehpenyelenggarahiburan.
(2)Jumlahuang yang seharusnyaditerimasebagaimanadimaksudpadaayat (1)
termasukpotonganhargadantiketcuma – cuma yang diberikankepadapenerimajasa Hiburan.
Pasal 5BesarnyatarifpajakuntuksetiapjenisHiburanadalah :
(1) Untukjenispertunjukandankeramaianumum yang menggunakansarana film di
bioskopditetapkansebesar 35% (Tigapuluh lima perseratus)
(2) Untukpertunjukanpergelaran musik dantariditetapkansebesar 25% (Duapuluh lima
perseratus)
(3) Untuk karaoke ditetapkan sebesar 25% (duapuluh lima perseratus)
(4) Untukklabmalamditetapkan sebesar 35% (Tiga puluh lima perseratus)
(5) UntukpermainanBilyardiitetapkan 25% (Duapuluh lima perseratus)
(6) Untukpermainanketangkasandansejenisnyaditetapkan sebesar 30% (Tigapuluh perseratus)
(7) Untukpertandinganolahragaditetapkansebesar 25% (Dua puluh lima perseratus)
Pasal 6Besarnya pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
pada pasal 4.
BAB IVWILAYAH PUNGUTAN
Pasal 7Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Hiburan dilaksanakan.
BAB VMASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
-93-
-92-
Pasal 8Pajak dikenakan untuk Masa Pajak 1 (satu) Bulan Kalender.
Pasal 9Saat Pajak Terutang adalah pada saat pembayaran atas pelayanan Hiburan.
BAB VISURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 10(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditadatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD yang dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Kepala Dinas Pendapatan
Daerah, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya Masa Pajak.
Pasal 11Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VIIPENETAPAN
Pasal 12Wajib Pajak wajib Menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak terutangnya sendiri
dengan menggunakan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1).
Pasal 13(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat
menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
2) Jika SKPDKB tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3) Jika kewajiban mengisi SKPDKB tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara
jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
-94-
-93-
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %
(dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi admnistratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
BAB VIIITATACARA PEMBAYARAN
Pasal 14(1) Pembayaran Pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus.
(2) Pajak dilunasi paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak yang
merupakan taggal jatuh tempo bagi Wajib Pajak untuk melunasi pajaknya.
(3) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(4) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat
diberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, pembayaran dengan
angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15(1) Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Bupati.
(2) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
SSPD.
(3) Bentuk, jenis, ukuran dan tata cara pengisian SSPD. Ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IXTATACARA PENAGIHAN
-95-
-94-
Pasal 16(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika :
a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 17(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan putusan Banding yang tidak atau kurang
dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan berdasarkan peraturan perundang -
undangan.
BAB XPEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASIPasal 18
(1) Atas permohonan wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat membetulkan SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitanya terdapat kesalahan
tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Bupati dapat :
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan
kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang – undangan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN atau SKPDLB
yang tidak benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan
membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
-96-
-95-
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi
administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIKEBERATAN DAN BANDING
Bagian KesatuKeberatanPasal 19
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang di tunjuk
atas suatu :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN;dan
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan
yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika
Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedik sejumlah yang
disetuji oleh Wajib Pajak.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti
penerimaan surat keberatan.
Pasal 20(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan
diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
-97-
-96-
Bagian KeduaBandingPasal 21
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan
1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 22(1) Jika pengajuan kebaratan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai
dengan diterbitkan SKPDLB.
(3) dalam hal kebaratan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
(4) Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Bading dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
BAB XIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 23(1) Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Bupati,
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak
memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap
dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
-98-
-97-
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1) langsung diperhitungkan untuk dilunasi terlebih dahulu
utang pajak tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan,
Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pembayaran Pajak.
(7) Tata cara pembayaran kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIIIKEDALUWARSA
Pasal 24(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan
tindak pidana perpajakan daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan atau Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa
tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 25(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIVKETENTUAN KHUSUS
Pasal 26
-99-
-98-
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang –
undangan perpajakan daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah :
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan;
b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk memberikan keterangan
kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintahan yang berwenang
melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
(4) Untuk kepentingan Daerah, Bupati berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak
kepada phak yang ditunjuk.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas
permintaan hakim sesuai dengan Hukum acara Pidana dan Hukum acara Perdata, Bupati
dapat memberikan izin tertulis kepada Pejabat sebagaimana pada ayat (1), dan tenaga ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertilus
dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(6) Perminaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka
atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau
perdata yang bersangkutan dengan leterangan yang diminta.
BAB XVPENYIDIKAN
Pasal 27(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang–undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud apada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah.
-100-
-99-
a. menerima, mencari mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
perpajakan daerah;
c meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda
dan/atau dokumen yang dibawah;
h. memotret sesorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Penyidik pejabat, Polisi
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVIKETENTUAN PIDANA
Pasal 28(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tindak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merigukan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
-101-
-100-
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Pasal 29Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian
Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Pasal 30(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena kealpaannya tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 4.000.0000,- (empat juta rupiah).
(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati/Walkota yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban
pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya
dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar.
(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya
adalah menyangkut kepentingan pribadi sesorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena itu
dijadikan tindak pidana pengaduan.
Pasal 31Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dan Pasal 30 ayat (1) dan atau ayat (2)
merupakan penerimaan Negara.
Pasal 32
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 09Desember2011
BUPATI KEPULAUAN SULA
-102-
-101-
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 09 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 08)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 09TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK PENERANGAN JALAN
BUPATI KEPULAUAN SULA
-103-
-102-
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil guna pelaksanaan Peraturan
Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pajak
penerangan jalan, maka sesuai dengan Undang – undang Nomor 28
Tahun 2009 Pasal 42 yang dimana telah diubah tarif penetapan Pajak
penerangan jalan sesuai dengan klasifikasi pengguna;
b. bahwa berdasarkan Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula Nomor 6 Tahun 2005 sudah tidak sesuai lagi sehingga
perlu dilakukan perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula.
Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 1 Tahun 2003, tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur Dan Kota Tidore Kepulauan Di Propinsi
Maluku Utara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264 );
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang;
3. Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
130. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Nagara Tahun 2000 Nomor 54. Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3952);
-104-
-103-
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KEPULAUAN SULA TENTANGPAJAK PENERANGAN JALAN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain
sebagai badan Eksekutif Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
4. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah
Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam Sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
5. Otonomi Daerah adalah Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahannya sendiri dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
6. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
7. Perangkat Daerah adalah Organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah serta membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah sesuai dengan kebutuhan Daerah;
8. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula;
9. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
10. Pajak Penerangan Jalan yang disebut Pajak adalah Pajak atas penggunaan tenaga listrik,
baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain;
-105-
-104-
BAB IINAMAOBYEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak atas penggunaan tenaga listrik.
Pasal 3(1) Objek Pajak adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang di
peroleh dari sumber lain.
(2) Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh
pembangkit listrik.
(3) Dikecualikan dari objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah.
a. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat,
dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;
c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak
memerlukan izin dari instansi terknis terkait.
Pasal 4(1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik.
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan tenaga listrik.
(3) Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib Pajak adalah penyediaan tenaga
listrik.
BAB IIIDASAR PENGENAAN, TARIF PAJAK DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 5(1) Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik.
(2) Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan:
a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual Tenaga
Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tatap ditambah dengan biaya pemakaian
kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;
b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitungkan
berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian
listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.
Pasal 6Tarif Pajak ditetapkan sebagai berikut :
(1) Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain :
a. untuk umum sebesar 10%(Sepuluh Persen);
b. untuk industri, pertambangan
minyak bumi dan gas alam sebesar 3%(Tiga Persen);
(2) Penggunaan tenaga listrik yang
-106-
-105-
dihasilkan sendiri sebesar 1,5%(Satu Koma Lima Persen);
Pasal 7Besarnya pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
pada pasal 5.
BAB IVWILAYAH PUNGUTAN
Pasal 8Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat penggunaan tenaga listrik.
BAB VMASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 9Pajak dikenakan untuk Masa Pajak 1 (satu) Bulan Kalender.
Pasal 10Saat Pajak Terutang adalah pada saat penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri
dan/atau saat pembayaran atas penggunaan tenaga listrik dari sumber lain.
BAB VISURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 11(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditadatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD yang dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Kepala Dinas Pendapatan
Daerah, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya Masa Pajak.
Pasal 12Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VIIPENETAPAN
Pasal 13Wajib Pajak wajib Menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak terutangnya sendiri
dengan menggunakan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1).
Pasal 14
-107-
-106-
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat
menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
2) Jika SKPDKB tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3) Jika kewajiban mengisi SKPDKB tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara
jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c.SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %
(dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi admnistratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
BAB VIIITATACARA PEMBAYARAN
Pasal 15(1) Pembayaran Pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus.
(2) Pajak dilunasi paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak yang
merupakan taggal jatuh tempo bagi Wajib Pajak untuk melunasi pajaknya.
-108-
-107-
(3) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(4) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat
diberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, pembayaran dengan
angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 16(1) Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Bupati.
(2) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
SSPD.
(3) Bentuk, jenis, ukuran dan tata cara pengisian SSPD. Ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IXTATACARA PENAGIHAN
Pasal 17(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika :
a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 18(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan putusan Banding yang tidak atau kurang
dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan berdasarkan peraturan perundang -
undangan.
BAB XPEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASIPasal 19
-109-
-108-
(1) Atas permohonan wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat membetulkan SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitanya terdapat kesalahan
tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Bupati dapat :
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan
kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang – undangan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN atau SKPDLB
yang tidak benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan
membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi
administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIKEBERATAN DAN BANDING
Bagian KesatuKeberatanPasal 20
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang di tunjuk
atas suatu :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN;dan
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan
yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika
Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaannya.
-110-
-109-
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedik sejumlah yang
disetuji oleh Wajib Pajak.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti
penerimaan surat keberatan.
Pasal 21(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan
diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Bagian KeduaBandingPasal 22
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan
1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 23(1) Jika pengajuan kebaratan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai
dengan diterbitkan SKPDLB.
(3) dalam hal kebaratan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
(4) Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
-111-
-110-
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Bading dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
BAB XIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 24(1) Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Bupati,
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak
memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap
dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1) langsung diperhitungkan untuk dilunasi terlebih dahulu
utang pajak tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan,
Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pembayaran Pajak.
(7) Tata cara pembayaran kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIIIKEDALUWARSA
Pasal 25(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan
tindak pidana perpajakan daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan atau Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa
tersebut.
-112-
-111-
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 26(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIVKETENTUAN KHUSUS
Pasal 27(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang –
undangan perpajakan daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah :
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan;
b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk memberikan keterangan
kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintahan yang berwenang
melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
(4) Untuk kepentingan Daerah, Bupati berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak
kepada phak yang ditunjuk.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas
permintaan hakim sesuai dengan Hukum acara Pidana dan Hukum acara Perdata, Bupati
dapat memberikan izin tertulis kepada Pejabat sebagaimana pada ayat (1), dan tenaga ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertilus
dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
-113-
-112-
(6) Perminaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka
atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau
perdata yang bersangkutan dengan leterangan yang diminta.
BAB XVPENYIDIKAN
Pasal 28(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang–undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud apada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah.
a. menerima, mencari mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
perpajakan daerah;
c meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda
dan/atau dokumen yang dibawah;
h. memotret sesorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Penyidik pejabat, Polisi
-114-
-113-
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVIKETENTUAN PIDANA
Pasal 29(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tindak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merigukan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Pasal 30Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian
Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Pasal 31(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena kealpaannya tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 4.000.0000,- (empat juta rupiah).
(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000.,-
(sepuluh juta rupiah)
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya
dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar.
(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya
adalah menyangkut kepentingan pribadi sesorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena itu
dijadikan tindak pidana pengaduan.
Pasal 32Denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 29, dan pasal 31 ayat (1) dan atau ayat (2)
merupakan penerimaan Negara.
-115-
-114-
Pasal 33
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 09Desember2011
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 09 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 09)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR10TAHUN 2011
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-116-
-115-
TENTANG
PAJAK HOTEL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undangundang Nomor 28 Tahun 2009, maka Pajak
Hotel merupakan kewenangan Kabupaten untuk dipungut sebagai potensi
pendapatan asli guna mendukung tugas-tugas penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat;
b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 5 Tahun 2007
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman, maka perlu untuk
dilakukan perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
Mengingat : 1. Undang–undang Nomor 1 Tahun 2003, tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, KabupatenKepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur Dan Kota TidoreKepulauan Di Propinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang;
5. Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
130. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Nagara Tahun 2000 Nomor 54. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).
-117-
-116-
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANGPAJAK HOTEL
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain
sebagai badan Eksekutif Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
4. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah
Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri dalam Sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5. Otonomi Daerah adalah Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
6. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
7. Perangkat Daerah adalah Organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah serta membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah sesuai dengan kebutuhan Daerah;
8. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula;
9. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
10. Pajak Hotel yang disebut Pajak adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel;
-118-
-117-
11. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya
dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan
jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
BAB IINAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2Dengan nama Pajak Hotel dipungut pajak atas pelayanan yang disedikan oleh Hotel dengan
pembayaran.
Pasal 3(1) Objek Pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran termasuk
jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
(2) Termasuk dalam pengertian Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
b. Motel
c. Losmen
d. Gubuk Pariwisata
e. Wisma pariwisata
f. Pesanggarahan
g. Rumah penginapan dan
h. Kos-kosan yang lebih dari 10 kamar
(3) Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faksimile,
teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas lainnya yang
disediakan atau dikelola Hotel.
(4) Tidak termasuk objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah;
b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan dan kegiatan;
d. keagamaan;
e. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan
panti sosial lainnya yang sejenis; dan
f. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat
dimanfaatkan oleh umum.
(5) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang melakukanpembayaran kepada orang
pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel.
(6) Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
-119-
-118-
BAB IIIDASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 4Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada
hotel.
Pasal 5Tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar 10% ( Sepuluh perseratus )
Pasal 6Besaran pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 4.
BAB IVWILAYAH PUNGUTAN
Pasal 7Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Hotel berlokasi.
BAB VMASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 8Pajak dikenakan untuk Masa Pajak 1 (satu) Bulan Kalender.
Pasal 9Saat Pajak Terutang adalah pada saat pembayaran atas pelayanan di Hotel.
BAB VISURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 10(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditadatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD yang dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Kepala Dinas Pendapatan
Daerah, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya Masa Pajak.
-120-
-119-
Pasal 11Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VIIPENETAPAN
Pasal 12Wajib Pajak wajib Menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak terutangnya sendiri
dengan menggunakan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1).
Pasal 13(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat
menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
2) Jika SKPDKB tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3)Jika kewajiban mengisi SKPDKB tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara
jabatan.
b.SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %
(dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi admnistratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
-121-
-120-
BAB VIIITATACARA PEMBAYARAN
Pasal 14(1) Pembayaran Pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus.
(2) Pajak dilunasi paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak yang
merupakan taggal jatuh tempo bagi Wajib Pajak untuk melunasi pajaknya.
(3) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(4) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat
diberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, pembayaran dengan
angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15(1) Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Bupati.
(2) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
SSPD.
(3) Bentuk, jenis, ukuran dan tata cara pengisian SSPD. Ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IXTATACARA PENAGIHAN
Pasal 16(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika :
a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 17(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan putusan Banding yang tidak atau kurang
dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan berdasarkan peraturan perundang -
undangan.
-122-
-121-
BAB XPEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASIPasal 18
(1) Atas permohonan wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat membetulkan SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitanya terdapat kesalahan
tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Bupati dapat :
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan
kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang – undangan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN atau SKPDLB
yang tidak benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan
membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi
administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIKEBERATAN DAN BANDING
Bagian KesatuKeberatanPasal 19
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang di tunjuk
atas suatu :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN;dan
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan
yang jelas.
-123-
-122-
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika
Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedik sejumlah yang
disetuji oleh Wajib Pajak.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti
penerimaan surat keberatan.
Pasal 20(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan
diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Bagian KeduaBandingPasal 21
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan
1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 22(1) Jika pengajuan kebaratan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai
dengan diterbitkan SKPDLB.
(3) dalam hal kebaratan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
-124-
-123-
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
(4) Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Bading dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
BAB XIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 23(1) Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Bupati,
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak
memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap
dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1) langsung diperhitungkan untuk dilunasi terlebih dahulu
utang pajak tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan,
Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pembayaran Pajak.
(7) Tata cara pembayaran kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIIIKEDALUWARSA
Pasal 24(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan
tindak pidana perpajakan daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
-125-
-124-
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan atau Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa
tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 25(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIVKETENTUAN KHUSUS
Pasal 26(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang –
undangan perpajakan daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah :
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan;
b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk memberikan keterangan
kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintahan yang berwenang
melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
(4) Untuk kepentingan Daerah, Bupati berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak
kepada phak yang ditunjuk.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas
permintaan hakim sesuai dengan Hukum acara Pidana dan Hukum acara Perdata, Bupati
dapat memberikan izin tertulis kepada Pejabat sebagaimana pada ayat (1), dan tenaga ahli
-126-
-125-
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertilus
dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(6) Perminaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka
atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau
perdata yang bersangkutan dengan leterangan yang diminta.
BAB XVPENYIDIKAN
Pasal 27(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang–undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud apada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah.
a. menerima, mencari mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
perpajakan daerah;
c meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda
dan/atau dokumen yang dibawah;
h. memotret sesorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
-127-
-126-
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Penyidik pejabat, Polisi
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVIKETENTUAN PIDANA
Pasal 28(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tindak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merigukan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Pasal 29Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian
Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Pasal 30(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena kealpaannya tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 4.000.0000,- (empat juta rupiah).
(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah)
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya
dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar.
(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya
adalah menyangkut kepentingan pribadi sesorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena itu
dijadikan tindak pidana pengaduan.
-128-
-127-
Pasal 31Denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dan pasal 30 ayat (1) dan atau ayat (2)
merupakan penerimaan Negara.
Pasal 32
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 09Desember2011
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 09 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 10)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-129-
-128-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR11TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK REKLAME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undangundang Nomor 28 Tahun 2009, maka Pajak
Reklame merupakan kewenangan Kabupaten untuk dipungut sebagai
potensi pendapatan asli guna mendukung tugas-tugas penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat;
b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 5 Tahun 2005
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman, maka perlu untuk
dilakukan perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur Dan Kota Tidore Kepulauan Di Propinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara RI tahun 2003 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4264);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4289);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbandaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
-130-
-129-
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI
Tahun 2004 Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
4438);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom ( Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANGPAJAK REKLAME
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam peraturan daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula;
3. Bupati adalah Bupati Kepulauan Sula;
4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis,
lembaga bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
6. Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak.
7. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang,
termasuk pemungut atau pemotong pajak.
8. Pajak Reklame, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah pajak yang dikenakan atas semua
penyelenggaraan reklame oleh orang pribadi atau badan.
-131-
-130-
9. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak
ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau
memujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca
dan atau didengar, dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
10. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang
oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak,
obyek pajak dan atau bukan obyek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
11. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut SSPD, adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas
daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Bupati.
12. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak.
13. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang
masih harus dibayar.
14. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
15. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat
SKPDLBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang.
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
17. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
18. Penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah adalah Serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di
bidang Perpajakan Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
19. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
20. Juru Sita Pajak adalah pegawai yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan, dan menguasai
barang atau harta wajib pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
21. Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara yang Wilayah kerjanya meliputi daerah.
-132-
-131-
BAB IINAMA, OBYEK, SUBYEK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2Dengan nama pajak reklame dipungut pajak atas semua penyelenggaraan reklame oleh orang
pribadi atau badan.
Pasal 3(1). Obyek pajak adalah semua penyelenggaraan reklame.
(2). Obyek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain :
a. Reklame papan / billboard / videotron / megatron dan media reklame elektronik lainnya;
b. Reklame melekat ( Sticker );
c. Reklame kain;
d. Reklame selebaran;
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame Udara;
g. Reklame Suara;
h. Reklame film (Slide);
i. Reklame peragaan; dan
j. Reklame bando
(3). Dikecualikan dari obyek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Penyelenggaraan reklame oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; dan
b. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan,
warta bulanan dan sejenisnya;
c. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi
untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
d. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat
usaha atau profesi yang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur
nama pengenal usaha atau profesi tersebut.
Pasal 4(1) Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakanReklame
(2) Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan Reklame
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau Badan,
Wajib pajak orang pribadi atau badan tersebut.
(4) Dalam hal Reklame diselenggarakan melalu pihak ketiga, Wajib Pajak adalah pihak ketiga
tersebut.
-133-
-132-
BAB IIIDASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 5(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa reklame;
(2) Nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan :
a. nilai dasar reklame;
b. jenis bahan;
c. nilai strategis lokasi.
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa reklame sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame;
(4) Dalam hal nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diketahui dan/atau
dianggap tidak wajar, nilai sewa reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 6(1) Nilai Dasar Reklame sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf a ditetapkan
dalam harga jual berdasarkan faktor-faktor :
a. biaya pemasangan;
b. biaya pemeliharaan;
c. jangka waktu pemasangan;
d. jenis yang dipasang;
e. luas, ukuran, atau jumlah;
(2) Hasil perhitungan Nilai Dasar Reklame sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 7(1) Nilai Strategis lokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf b ditetapkan
dalam nilai prosentase berdasarkan faktor-faktor :
a. lokasi;
b. frekuensi lalu lintas orang dan kendaraan;
c. kelas jalan;
(2) Hasil perhitungan nilai strategi lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam nilai prosentasi tertentu dari nilai sewa reklame yang akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati;
(3) Jika terjadi pembentukan kecamatan-kecamatan baru, maka penetapan nilai strategis lokasi
reklame, mengacu kepada kecamatan yang lama.
-134-
-133-
Pasal 8Cara perhitungan Nilai Sewa Reklame (NSR) adalah nilai lokasi strategi (NLS) ditambah hasil
perkalian nilai dasar reklame (NDR) dengan indeks bahan (IB) atau dengan rumus sebagai
berikut :
NSR = (NILAI DASAR REKLAME x INDEK BAHAN) + NILAI LOKASI STRATEGIS.
Pasal 9Tarif pajak ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima perseratus).
Pasal 10Besarnya pokok pajak terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
BAB IVWILAYAH PEMUNGUTAN, MASA PAJAK,
DAN SAAT PAJAK TERUTANGPasal 11
(1) Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat Reklame tersebut diselenggarakan.
(2) Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) Bulan Kalender kecuali ditetapkan
lain oleh Bupati untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
Pasal 12Saat Pajak Terutang adalah pada saat penyelenggaraan Reklame dan/atau pada saat
ditetepkannya surat ketetapan pajak oleh Bupati dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain
yang dipersamakan.
BAB VPENDAFTARAN DAN PENDATAAN
Pasal 13(1). Terhadap orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame dilakukan pendaftaran
melalui pengisian formulir yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
(2). Formulir pendaftaran diisi oleh wajib pajak dengan jelas, lengkap dengan benar sebagai
bahan pengisian daftar induk wajib pajak.
(3). Daftar induk wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipergunakan sebagai dasar
pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah ( NPWPD ).
-135-
-134-
BAB VIPENETAPAN
Pasal 14(1) Bupati menetapkan Pajak terutang dengan menerbitkan SKPD atau Dokumen lain yang
dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa karcis dan nota
perhitungan.
(3) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKPD atau dokumen lain yang
dipersamakan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VIITATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 15(1) Pembayaran pajak dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai
waktu yang ditentukan dalam SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan STPD.
(2) Jika pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus
disetor ke kas daerah paling lama 1 x 24 jam.
(3) Bukti pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) adalah SSPD atau
dokumen lain yang mempunyai dasar hukum yang sama.
Pasal 16(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika :
a. SKPD tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran;
b. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan.
Pasal 17(1) Pembayaran pajak dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Bupati atau Pejabat dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur
pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus dilakukan secara
teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dari
jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(4) Bupati atau Pejabat dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda
pembayaran sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak
yang belum atau kurang dibayar.
-136-
-135-
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran
angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (4) diatur lebih lanjut
dengan keputusan Bupati.
BAB VIIIPENAGIHAN PAJAK
Pasal 18(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan
pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 ( tujuh ) hari oleh Bupati atau Pejabat sejak saat
jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau
surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.
Pasal 19(1) Jika jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya, jumlah
pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.
(2) Bupati atau Pejabat menerbitkan surat paksa setelah lewat 21 ( dua puluh satu ) hari sejak
tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis.
Pasal 20Jika Pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal
pemberitahuan surat paksa, bupati atau pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan
penyitaan kepada juru sita pajak.
Pasal 21Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak yang belum juga melunasi utang pajaknya setelah
lewat 10 ( sepuluh ) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan,
Bupati atau Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor
Pelayanan Piutang dan Lelang Negara.
Pasal 22Setelah Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat
pelaksanaan lelang, juru sita pajak memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak.
-137-
-136-
BAB IXPENGURANGAN, KERINGANAN
DAN PEMBEBASAN PAJAKPasal 23
(1) Dengan alasan tertentu Bupati atau Pejabat berdasarkan permohonan wajib pajak dapat
memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Persyaratan serta tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati.
BAB XPEMBENTULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN
SANKSI ADMINISTRASIPasal 24
(1) Bupati atau Pejabat karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat :
a. membetulkan SKPD, atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis
kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah;
b. membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar, atau
c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilapan
wajib pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, atau STPD sebagaimana dimaksud dalam ayat
( 1 ) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak kepada Bupati atau Pejabat paling
lama 30 ( tiga puluh ) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD
dengan memberikan alasan yang jelas.
(3) Bupati atau Pejabat memberikan keputusan paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 ) diterima.
(4) Jika setelah lewat waktu 3 ( tiga ) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 3 ) Bupati atau
Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan, pembetulan, pembatalan, pengurangan,
ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XIKEBERATAN DAN BANDING
Pasal 25(1) Wajib Pajak adalah mengajukan keberatan kepada Bupati atau Pejabat atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDLB; dan
-138-
-137-
c. SKPDN.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) harus disampaikan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDLB, atau SKPDN
diterima oleh wajib pajak, kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Bupati atau Pejabat memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 12 ( Dua belas )
bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 )
diterima.
(4) Jika setelah lewat waktu 12 ( Dua belas ) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 3 )
Bupati atau pejabat tidak memberikan Keputusan permohonan keberatan dianggap
dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) tidak menunda kewajibannya
membayar pajak.
Pasal 26(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada badan penyelesaian sangketa pajak dalam
jangka waktu 3 ( tiga ) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
Pasal 27Jika pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 atau banding sebagaimana
dimaksud dalam pasal 26 dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% ( dua perseratus ) sebulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat ) bulan.
BAB XIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAKPasal 28
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
kepada Bupati atau Pejabat secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
a. nama dan alamat wajib pajak;
b. masa pajak;
c. besarnya kelebihan pembayaran pajak; dan
d. alasan yang jelas.
(2) Bupati atau Peajbat memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas )
bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana di maksud dalam ayat ( 1 ).
-139-
-138-
(3) Jika setelah lewat jangka waktu sebagaimana di maksud dalam ayat ( 2 ) Bupati atau
Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu)
bulan.
(4) Jika wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
di maksud dalam ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang
pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 ( dua )
bulan sejak terbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan
Pajak (SPMKP)
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 ( dua ) bulan
sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2%
(dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 29Jika kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya sebagimana
dimaksud dalam pasal 30 ayat ( 4 ), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan
bukti pemindahbukuan jika berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIIIKADALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 30(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan
tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan surat teguran dan surat paksa ; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kedaluarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 31(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapuskan.
-140-
-139-
(2) Bupati Menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIVKETENTUAN PIDANA
Pasal 32Tindak pidana dibidang perpajakan daerah tidak dapat dituntut setelah melampaui jangka waktu
5 ( lima ) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya
bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
BAB XVPENYIDIKAN
Pasal 32(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
daerah.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ( satu ) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau tentang
kebenaran perbuatan dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah
tersebut;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau bahan sehubungan dengan
tindak pidana dibidang perpajakan daerah tersebut;
d. memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah tersebut;
e. melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuaan, pencatatan dan
dokumen – domumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
dibidang perpajakan daerah tersebut;
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat,
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud dalam huruf e.
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah
tersebut;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai saksi atau
tersangka;
-141-
-140-
j. menghentikan penyidikan ; dan atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang
perpajakan tersebut, berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan yang
berlaku.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ), memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Kepolisian Republik
Indonesia, sesuai dengan Ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana yang berlaku.
BAB XVIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 34Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, isi, ukuran dan tata cara pelaksanaannya diatur
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 35Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 09Desember2011
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 09 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 11)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-142-
-141-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR12 TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK BAHAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 2 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan merupakan salah satu jenis pajak
Kabupaten/Kota;
c. bahwa berdasarkan Pasal 95 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula
tentang pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur Dan Kota Tidore Kepulauan Di Propinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara RI tahun 2003 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4264);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Perundang-
Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
-143-
-142-
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian
dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah
yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri
oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179).
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah Kabupaten Kepulauan
SulaSebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
-144-
-143-
3. Bupati adalah Bupati Kepulauan Sula.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
5. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah yang selanjutnya disingkat DPPAD Adalah
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kabupaten Kepuluan Sula.
6. Kas Daerah adalah Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Kepuluan Sula.
7. Pejabat adalah pegawai Negeri sipil yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha, maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan Komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis,
lembaga bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
9. Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
10. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, yang selanjutnya di sebut pajak adalah Pajak atas
kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam
dan/atau permukaan Bumi untuk dimanfaatkan.
11. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana
dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.
12. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
13. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban kepajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
14. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (Satu) sampai dengan 3 (Tiga) bulan
Kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang.
15. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila wajib
pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
16. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak,
dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
17. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perhimpunan data objek dan subjek
pajak, penentuan besarannya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada
wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.
-145-
-144-
18. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang
oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak,
obyek pajak dan/atau bukan obyek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan Perundang-undangan perpajakan daerah.
19. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut SSPD, adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan
dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang di tunjuk oleh Kepala
Daerah.
20. Surat Keterangan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar.
21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah di tetapkan.
22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar dari pada pajak terutang atau seharusnya tidak terutang.
24. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
25. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat
Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
26. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap surat
pemberitahuan pajak terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.
27. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
28. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa,
-146-
-145-
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut
29. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
30. Penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah adalah Serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
BAB IINAMA, OBYEK, SUBYEK, DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2Dengan nama pajak mineral bukan logam dan batuan dipungut pajak atas kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi
untuk di mangfaatkan.
Pasal 3(1) Objek pajak adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi:
a. asbes;
b. batu tulis;
c. batu setengah permata;
d. batu kapur;
e. batu apung;
f. batu permata;
g. bentonit;
h. dolomit;
i. feldspar;
j. garam batu (halite);
k. grafit;
l. granit atau andesit;
m. gips;
n. kalsit;
o. kaolin;
p. leusit;
q. magnesit;
r. mika;
s. marmer;
-147-
-146-
t. nitrat;
u. opsidien;
v. oker;
w. pasir dan krikil;
x. pasir kuarsa;
y. perlit;
z. phospat;
aa. talk;
bb. tanah serap (fullers earth);
cc. tanah diatome;
dd. tanah liat;
ee. tawas (alum);
ff. tras;
gg. yarosif;
hh. zeolit;
ii. basal;
jj. trakkit;
kk. Mineral bukan logan dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak
dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilantanah untuk keperluan
rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon,
penanaman pipa air/gas;
b. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan ikutan dari
kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial.
Pasal 4(1) Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil Mineral Bukan
Logam dan Batuan.
(2) Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan
Batuan.
BAB IIIDASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 5(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual hasil pengambilan Mineral Bukan Logam dan
Batuan.
-148-
-147-
(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung dengan mengalikan
volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing
jenis Mineral Bukan Logam dan Batuan
(3) Penetapan harga dasar/standar harga masing-masing, jenis bahan mineral bukan logam
dan batuan ditetapkan oleh Bupati.
(4) Nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah harga rata-rata yang berlaku
dilokasi setempat diwilayah daerah.
(5) Dalam hal nilai pasar dari hasil produksiMineral Bukan Logam dan Batuansebagaimana
dimaksud pada ayat (3) sulit diperoleh, digunakan harga standar yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Pasal 6Tarif pajak ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).
Pasal 7Besarnya pokok pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
BAB IVWILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 8Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pengambilan Mineral Bukan Logam dan
Batuan
BAB VMASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 9(1) Pajak dikenakan Untuk Masa Pajak 1 (satu) bulan kalender kecuali ditetapkan lain oleh
Bupati
(2) Saat Pajak Terutang adalah pada saat pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
BAB VI SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 10(1) Setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD yang dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Kepala DPPKAD, paling
lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya Masa Pajak.
-149-
-148-
(4) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan dengan peraturan
Bupati.
BAB VIIPENETAPAN
Pasal 11Wajib Pajak wajib menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak terutangnya sendiri
dengan menggunakan SPTPD sebagaimana dimaksud dalampasal 10 ayat (1).
Pasal 12(1) Dalam jangka waktu 5 (Lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat
menerbitkan;
a. SKPDKB dalam hal:
1. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang
tidak atau kurang bayar;
2. Jika SPTPD tidak disampaikan kepada bupati dalam jangka waktu tertentu dan
setelah di tegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3. Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara
jabatan.
b. SKPDKBT jika di temukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(2) Jumlah Kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat di bayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya
pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebbesar 100% (Seratus
Persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika wajib pajak
melaporkan sendiri sebelum di lakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua peluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
-150-
-149-
BAB VIIISURAT TAGIHAN PAJAK
Pasal 13(1) Bupati dapat menertibkan STPD jika:
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah
tulis dan/atau salah hitung.
c. Wajib pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayatt
(1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya
pajak.
BAB IXTATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 14(1) Pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Pajak dilunasi paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak yang
merupakan tanggal jatuh tempo bagi Wajib Pajak untuk melunasi pajaknya.
(3) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat keputusan pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal ditetapkan.
(4) Bupati atas permohonan Wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat
memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua perasen) sebulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, pembayaran dengan
angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan peraturan Bupati.
Pasal 15(1) Pembayaran pajak yang terutang dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Bupati.
(2) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
SSPD
(3) Bentuk, Jenis, ukuran, dan tatacara pengisian SSPD, di tetapkan dengan Peraturan Bupati.
-151-
-150-
BAB XTATA CARA PENAGIHAN
Pasal 16(1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya sebagai awal tindakan
pelaksanaan penagihan pajak yang tidak atau kurang di bayar oleh wajib Pajak,
dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau
surat lain yang sejenis, Wajib pajak wajib melunasi pajak yang terutang.
(3) Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya sebagaimana
dimaksudpada ayat (1), dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat yang di tunjuk.
Pasal 17(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang
dibayar oleh wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
(2) Penagihan Pajak dengan surat Paksa dilaksanakan derdasarkan peraturan perundang-
undangan.
BAB XIPEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN, KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN
ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASIPasal 18
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat membetulkan
SKPDKB, SKPDKBT,atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penetapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Bupati dapat :
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan
kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah, dalam hal sangsi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karna kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau
SKPDLB yang tidak benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. Membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan Pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan;
e. Mengurangkan Ketetapan Pajak Terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan
membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu Objek Pajak;
-152-
-151-
(3) Ketentuan Lebih Lanjut Mengenai Tata Cara Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi
Administratif dan Pengurangan atau Pembatalan ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati;
BAB XIIKEBERATAN DAN BANDING
Bagian KesatuKeberatanPasal 19
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk
atas suatu :
a. SKPDKP;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN; dan
e. Pemotongan atau pemingutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang – undangan Perpajakan Daerah,
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan –
alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal
surat, tanggal pemotongan atau pemungnutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karna keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit 50% (lima
puluh persen).
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk
atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti
penerimaan surat keberatan.
Pasal 20(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas ) bulan, sejak tanggal surat
keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya, atau sebagian,
menolak, atau menambah basarnya Pajak yang terhutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.
-153-
-152-
Bagian KeduaBandingPasal 21
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Parmohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiaban membayar Pajak sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.
Pasal 22(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan
diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
(4) Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa
denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dikenakan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
bedasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
BAB XIIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 23(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati
tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak
-154-
-153-
dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan,
Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pembayaran pajak.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan Bupati.
BAB XIVKEDALUARSA
Pasal 24(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi Kedaluarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan
tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah.
(2) Kedaluarsa Penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. Diterbitkan surat teguran dan/atau surat paksa; atau
b. Ada pengakuan utang Pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal ditertibkan surat teguran dan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, Kedaluwarsa Penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hufuf b
adalah wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana di maksud pada ayat (2) huruf b
dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh wajib pajak.
Pasal 25(1) Piutang pajak tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan sudah Kedaluwarsa
dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak yang sudah Kedaluwarsa
sebagaimana di maksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah Kedaluwarsa di atur dengan Peraturan
Bupati.
-155-
-154-
BAB XVINSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 26(1) Instansi/SKPD yang melaksanakan pemungutan pajak dapat diberi insentif atas dasar
pencapaian kinerja tertentu.
(2) insentif diberikan kepada instansi pelaksana, pemungut pajak sebesar 5% (lima Persen),
dari rencana penerimaan pajak dalam tahun anggaran berkenaan.
(3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui anggaran
Pendapatan dan belanja daerah.
(4) Tata cara pemberian dan pemenfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan dan/atau keputusan Bupati.
BAB XVIKETENTUAN KHUSUS
Pasal 27(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan perundang-undangan
perpajakan Daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah :
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dan siding
pengadilan;
b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk memberikan
keterangan kepada pejabat lembaga Negara atau instansi Pemerintah yang
berwenang melakukan pemeriksaan dan bidang keuangan’daerah;
(4) Untuk kepentingan daerah, Bupati berwenang member izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib
pajak kepada pihak yang ditunjuk.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas
permintaan hakim sesuai dengan hokum acara pidana dan hukum acara perdat, Bupati
dapat member izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2)m untuk’ memberikan dan
memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan wajib pajak yang ada padanya.
(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama
tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara
pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
-156-
-155-
BAB XVIIKETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 28(1) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
Daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Hukum acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu
di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dibidang Perpajak Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
perpajakan Daerah;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;
d. Memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
Perpajakan Daerah;
e. Melakukan penggeladahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang Perpajakan Daerah;
g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda,
dan/atau dokumen yang dibawa;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. Menghentikan penyidikan/ dan/atau
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang Perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
penyampaian hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat polisi
Negara republic indonosia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
Hukum acara pidana
-157-
-156-
BAB XVIIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 29(1) Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar.
Pasal 30Tindak pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian
tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal 31(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena kealpaannya tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 4000.000 (empat juta rupiah).
(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000
(sepuluh juta rupiah)
(3) Penuntutan terhadap tindap pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya
adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau badan selaku wajib pajak, karena
itu dijadikan tindak pidana pengaduan.
Pasal 32Denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), serta pasal 31 ayat (1) dan
ayat (2) merupakan penerimaan negara.
-158-
-157-
BAB IXXKETENTUAN PENUTUP
Pasal 33Dengan berlakunya peraturan daerah ini :
(1) Semua peraturan dan Keputusan Bupati yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (Pajak Pengambilan dan pengolahan bahan galian
golongan C) sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini
dinyatakan tetap berlaku
(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah ini, diatur
dengan Peraturan Bupati dan/atau keputusan Bupati
Pasal 34Pada saat berlakunya peraturan daerah ini, maka peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula
Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 35Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundang kan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 09Desember2011
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 09 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2011 NOMOR 12)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Top Related