Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
Keterangan Cover:
Aktivitas perdagangan di salah satu pasar tradisional di Kota Kendari
Fotografer: Dedy Prasetyo
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi
Tenggara (Sultra) ini disusun setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. Isi di dalamnya mencakup aspek
pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan
pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,
ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek
perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan
untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam
merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun sistem
pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan
sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah kerjanya.
Secara umum, kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV
2016 tumbuh terakselerasi akibat adanya percepatan pertumbuhan yang
terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan.
Sementara itu, tekanan inflasi mengalami penurunan terutama dari
komponen volatile food dan administered prices. Berbagai upaya juga terus
dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk dapat mengendalikan
inflasi. Dari sisi stabilitas keuangan daerah, sumber kerentanan pada sektor
rumah tangga maupun korporasi masih terjaga di tengah kinerja institusi
keuangan (perbankan) yang melambat.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta
informasi dari berbagai institusi baik secara langsung melalui survei dan
liason maupun data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut,
pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran
maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan
reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan
untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Kendari, 22 Februari 2017
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara
Minot Purwahono
Kata
Pengantar
ii
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di
regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki
serta pencapaian inflasi yang rencah dan nilai tukar yang
stabil
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas
transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif
dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal
dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan
lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas
moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank
Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan
berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan
tugas yang diamanatkan Undang-Undang
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia,
manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau
berperilaku, yang terdiri atas:
Trust and Integity – Professionalism – Excellence – Public
Interest – Coordination and Teamwork
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Kata Pengantar i
Visi Misi Bank Indonesia ii
Daftar Isi iii
Daftar Grafik v
Daftar Tabel viii
Tabel Indikator Terpilih Ix
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 5
1.1. KONDISI UMUM 7
1.2. SISI PERMINTAAN 8
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 10
1.2.2. Konsumsi Pemerintah 11
1.2.3. Investasi 12
1.2.4. Ekspor dan Impor 14
1.2. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA 17
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 18
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 20
1.3.3. Industri Pengolahan 22
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 23
1.3.5. Konstruksi 25
BOKS 1. Peningkatan Daya Saing Komoditas Kakao Sulawesi Tenggara Melalui
Program Klaster
27
BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 31
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2016 33
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 33
2.2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan 33
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 35
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN PROVINSI 37
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN 38
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 39
3.1. KONDISI UMUM 41
3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) 41
3.1.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) 43
3.2. DISAGREGASI INFLASI 45
3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 46
Daftar
Isi
iv
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 49
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 51
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 51
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 53
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 56
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 57
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 61
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 61
4.2.2. Kinerja Korporasi 62
4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 66
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 68
4.3.1. Aset Bank Umum 68
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 69
4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 74
4.3.4. Perbankan Syariah 75
4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat 76
4.4. AKSES KEUANGAN 77
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 77
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 78
BOKS 2. Layanan Keuangan Digital (LKD) Untuk Meningkatkan Aksesibilitas
Masyarakat kepada Layanan Bank
80
BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 83
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 85
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 85
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 85
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 86
5.2.1. Aliran Uang Kartal 86
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 87
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli 88
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 95
6.1. KETENAGAKERJAAN 97
6.2. KESEJAHTERAAN 98
BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 101
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 103
7.1.1. Triwulan II 2017 103
7.1.1. Tahun 2017 105
7.1. PROSPEK INFLASI 106
7.2.1. Triwulan II 2017 106
7.2.1. Tahun 2017 107
Daftar Istilah
Tim Penyusun
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 7
Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV
2016
7
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga 10
Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10
Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11
Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara 13
Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor 13
Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara 14
Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara 15
Grafik 1.12 Arus Muat Barang 15
Grafik 1.13 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 16
Grafik 1.14 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan 16
Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara 19
Grafik 1.16 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara 19
Grafik 1.17 Indeks Produksi Ore Nikel 20
Grafik 1.18 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 20
Grafik 1.19 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 21
Grafik 1.20 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 23
Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 23
Grafik 1.22 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari 24
Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 24
Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara 25
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 33
Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 33
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan 35
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target 35
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 41
Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Provinsi di Sulawesi 41
Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Berdasarkan Kelompok 41
Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau Bedasarkan
Kelompok
42
Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Triwulan IV 2016 & Tracking Januari
2016
42
Daftar
Grafik
vi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 43
Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan IV
2016
43
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 51
Grafik 4.2 Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah Tangga Setahun se-Sulawesi 51
Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi Saat ini 52
Grafik 4.4 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Mendatang 52
Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu 52
Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan Mendaatang Berdasarkan
Sektoral
52
Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang 53
Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi 53
Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 53
Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 53
Grafik 4.11 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan
dan Membayar Cicilan
55
Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank 55
Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 56
Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 56
Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57
Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 57
Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57
Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57
Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM 58
Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 58
Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi di
Sulawesi Tenggara
58
Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe 58
Grafik 4.23 NPL dan Suku Bunga KPR 59
Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis 59
Grafik 4.25 NPL dan Suku Bunga KKB 60
Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna 60
Grafik 4.27 NPL dan Suku Bunga Multiguna 61
Grafik 4.28 Komposisi Eskpor Sulawesi Tenggara 61
Grafik 4.29 Harga Nikel Internasional 62
Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Ushaa di Sulawesi Tenggara 62
Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison 63
Grafik 4.32 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Koorporasi di Sulawesi
Tenggara
65
Grafik 4.33 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Koorporasi Berdasarkan
Sektoral
65
Grafik 4.34 Perkiraan Beban Anggaran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan
Mendatang
65
Grafik 4.35 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 66
Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi 66
Grafik 4.37 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 67
Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 67
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 67
Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi 67
Grafik 4.41 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 68
Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 68
Grafik 4.43 Perbandingakn Pertumbuhan Aset Bank di Sulawesi 68
Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 68
Grafik 4.45 Perbandingakn Pertumbuhan DPK di Sulawesi 69
Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK per Penempatan 69
Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 71
Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi 71
Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 74
Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 74
Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum 74
Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum 74
Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah 75
Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi 75
Grafik 4.55 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah 76
Grafik 4.56 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara 76
Grafik 4.57 Pangsa Kredit UMKM 77
Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM 77
Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 77
Grafik 4.60 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 77
Grafik 4.61 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 78
Grafik 4.62 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara 78
Grafik 4.63 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 79
Grafik 4.64 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 79
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 85
Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 85
Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara 85
Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) 85
Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 86
Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 86
Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara 86
Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 86
Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar 87
Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 87
Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 97
Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja 97
Grafik 6.3 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara 98
Grafik 6.4 Kondisi Penduduk Mengganggur 98
Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen 98
Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara 98
Grafik 6.7 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara 99
viii
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen 103
Grafik 7.2 Perkiraan Kondisi Usaha Dari Sisi Pelaku Usaha 103
Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi 103
Grafik 7.4 Perkiraan Kondisi Usaha 103
Grafik 7.5 Periode Pengerjaan Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sulawesi Tenggara 104
Grafik 7.6 Perkiraan Realisasi Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sultra 104
Grafik 7.7 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT 104
Grafik 7.8 Perkiraan Investasi Pelaku Usaha 104
Grafik 7.9 P Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia 106
Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional 106
Grafik 7.11 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen 106
Grafik 7.12 Perkiraan Peningkatan Harga Jual 106
viiii
I
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sulawesi 7
Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8
Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 18
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara
34
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara
36
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN 37
Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9
Kota/Kabupaten
37
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
50
Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
50
Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara 55
Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara 55
Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan I 2016 56
Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna 57
Tabel 4.7 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan 61
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 105
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 105
Daftar
Tabel
PDRB DAN IHK
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
- Kendari 114.65 115.67 118.00 118.06 120.18 120.72 121.65 121.68
- Baubau 121.39 123.88 124.87 126.70 126.94 128.20 129.58 128.87
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
- Sulawesi Tenggara 7.81 7.35 7.24 2.27 4.75 3.49 3.28 2.69
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,993 4,265 4,342 4,359 4,433 4,508 4,580 4,749
2. Pertambangan dan Penggalian 3,687 3,806 4,114 3,800 3,415 3,948 3,867 4,188
3. Industri Pengolahan 1,069 1,128 1,092 1,151 1,161 1,189 1,241 1,244
4. Pengadaan Listrik, Gas 9 10 9 11 10 10 10 10
5. Pengadaan Air 36 36 35 36 39 38 40 39
6. Konstruksi 1,953 2,291 2,500 2,793 2,144 2,480 2,719 2,930
7. Perdagangan Besar & Eceran, 2,066 2,254 2,262 2,307 2,191 2,394 2,632 2,564
8. Transportasi dan Pergudangan 754 782 824 863 825 880 956 936
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 99 104 106 114 106 113 115 119
10. Informasi dan Komunikasi 395 412 432 446 447 450 468 485
11. Jasa Keuangan 382 375 403 426 437 456 459 473
12. Real Estate 302 310 314 307 303 314 300 327
13. Jasa Perusahaan 37 39 39 40 40 42 42 43
14. Adm Pemerintahan, 938 996 1,023 1,066 964 1,077 1,033 1,035
15. Jasa Pendidikan 833 834 852 931 932 941 975 945
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 175 180 180 187 191 188 195 193
17. Jasa Lainnya 258 267 273 282 279 292 290 299
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8,425 8,582 8,883 9,027 8,989 9,167 9,419 9,483
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 177 181 196 208 189 194 203 211
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,202 2,627 2,784 3,159 2,308 2,926 2,817 2,941
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,483 7,117 7,661 8,705 7,227 7,892 8,195 8,936
5. Perubahan Inventori 153 152 111 (89) (16) 127 161 116
6. Eksport Luar Negeri 856 932 712 714 431 656 691 1,165
7. Import Luar Negeri 988 945 1,000 1,504 764 1,210 1,040 1,598
8. Net Eksport Antar Daerah (325) (559) (548) (1,103) (445) (431) (524) (675)
Total PDRB (Rp Miliar) 16,984 18,088 18,802 19,118 17,918 19,320 19,922 20,580
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5.8 7.2 7.0 7.5 5.5 6.8 6.0 7.6
Indikator2015 2016
Indikator
Terpilih
x
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV
Total Asset (Rp miliar) 20,871 21,796 22,718 22,770 22,768 23,837 23,837 23,837
- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 19,702 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562
- BPR 200 234 240 261 271 292 274 274
- Syariah 969 1,169 916 947 935 943 987 987
Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 12,597 13,675 14,883 14,517 15,367 15,690 15,442 15,249
- Giro 3,475 4,169 4,548 2,829 4,211 4,030 3,790 3,448
- Tabungan 5,887 5,923 6,619 8,129 7,245 7,665 7,717 7,924
- Deposito 3,235 3,583 3,716 3,558 3,912 3,995 3,934 3,878
Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 14,444 15,174 15,644 16,092 16,915 17,910 18,119 18,266
- Modal Kerja 3,967 4,266 4,313 4,288 4,669 5,002 5,061 5,071
- Investasi 1,689 1,701 1,692 1,791 1,823 1,962 1,920 1,920
- Konsumsi 8,787 9,206 9,639 10,013 10,423 10,946 11,140 11,275
NPL Bank Umum(%) 2.88 3.06 2.95 2.45 2.61 2.48 2.79 2.69
LDR (%) 115 111 105 111 110 114 117 120
Kredit UMKM (Rp miliar) 4,859 5,144 5,212 5,200 5,797 6,255 6,190 6,190
NPL Kredit UMKM (%) 5.87 6.47 6.34 5.31 5.70 5.35 5.86 5.86
- Inflow 939 431 754 262 1,279 579 1,140 492
- Outflow 230 923 1,757 1,807 282 1,612 1,044 1,550
- Net (Inflow - Outflow) 708 (492) (1,003) (1,545) 997 (1,033) 96 (1,058)
- Volume (transaksi) 878 918 1,051 1,748 2,084 2,437 2,172 2,404
- Nominal (Rp miliar) 41 42 44 55 58 64 56 62
- Volume (transaksi) 5,462 5,891 6,821 4,010 481 529 478 539
- Nominal (Rp miliar) 12,863 18,445 18,698 10,959 848 874 689 801
*Lokasi Bank
2016
RTGS dari Perbankan Sultra
Indikator2015
Kas (Rp miliar)
Perbankan
Kliring
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
GAMBARAN
UMUM
Pada Triwulan IV 2016 ekonomi Sulawesi Tenggara
(Sultra) tumbuh sebesar 7,6% (yoy) mengalami
akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Akselerasi tersebut disebabkan oleh percepatan
pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor
Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai
2,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28%
(yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama
bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi
komponen volatile food dan administered prices.
Di sisi lain, stabilitas keuangan daerah masih terjaga.
Namun demikian dari sisi sektor korporasi, kinerja
korporasi utama masih rentan terhadap pelemahan
ekonomi global
Ringkasan
Eksekutif
2
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Peningkatan kinerja
ekspor Sulawesi
Tenggara
menyebabkan terjadi
akselerasi
perekonomian Sultra
Tekanan inflasi Sultra
mengalami
penurunan akibat
adanya penurunan
harga komoditas
bahan makanan dan
angkutan udara
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar
7,0% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,0%(yoy). Akselerasi tersebut
disebabkan oleh akselerasi yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi
Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja
lapangan pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju
pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan
dan perikanan merupakan penyebab utama terjadinya percepatan laju
pertumbuhan.
Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan terjadi
perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh perlambatan
yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,
lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Inflasi Daerah
Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan
dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 2,69% (yoy). Penurunan
laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi
yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Sumber utama
penurunan inflasi tersebut adalah penurunan tekanan harga kelompok
bahan pangan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan.
Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan koordinasi
dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu,
dilakukan pula upaya untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap
harga kebutuhan strategis terutama menjelang Hari Natal dan Tahun
Baru.
Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan
oleh peningkatan kelompok administered prices seiring adanya
penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA yang terjadi pada bulan Januari
dan Maret
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
3
Stabilitas keuangan
daerah masih terjaga
terutama dari
ketahanan rumah
tangga
Realisasi Pendapatan
APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara
mengalami
peningkatan
dibandingkan
dengan tahun
sebelumnya, namun
untuk realisasi
belanja mengalami
penurunan
Sistem pembayaran
non tunai mengalami
peningkatan dan
transaksi tunai
terjadi net outflow
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor
rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku
berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga
berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan. Dari sisi sektor
korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah
pelemahan ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem
keuangan di Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja
institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja
penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami
perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan
meskipun masih dalam batas terkendali.
Keuangan Pemerintah
Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara
pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
anggaran tahun 2015. Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD
Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 105,5%. Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD
Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1% di tahun
2015 menjadi 94,4% di periode laporan.
Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun 2016 hanya
mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada periode tahun
sebelumnya tercatat sebesar 93,2%.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui
sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan
baik secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi net outflow
uang kartal sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, KPw Bank
4
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Kondisi
ketenagakerjaan
belum mengalami
perbaikan.
Sementara tingkat
kesejahteraan
mengalami
penurunan
Pertumbuhan
ekonomi Sultra pada
triwulan II 2017
diperkirakan akan
meningkat disertai
dengan peningkatan
tekanan inflasi
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan
kelayakedaran dari uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016
diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan meskipun
terjadi akselerasi ekonomi pada periode tersebut.
Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut mengalami
penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang
menurun di periode laporan.
Prospek Perekonomian
Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan
mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal
ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan
dapat tumbuh sebesar 6,6% - 7,0%.
Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia
dan dunia yang juga mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha
pertanian, pertambangan dan penggalian serta konstruksi masih
merupakan faktor pendorong laju percepatan perekonomian di periode
triwulan mendatang.
Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan
akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan harga pada kelompok
volatile food dan administered prices.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016
tumbuh sebesar 7,6% (yoy), mengalami akselerasi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 6,0% (yoy).
Akselerasi tersebut didorong oleh percepatan pertumbuhan
yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi
permintaan.
Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja lapangan
pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju
pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan merupakan penyebab utama
terjadinya percepatan laju pertumbuhan.
Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan
terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong
oleh perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan, lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran.
Bab 1
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
7
1Angka pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pembulatan dari angka rilis BPS sebesar 7,64% (yoy).
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan
Sulawesi
Provinsi III - 2016 IV - 2016
Sulawesi Selatan 6.8 7.6
Sulawesi Barat 5.7 7.5
Sulawesi Tenggara 6.0 7.6
Sulawesi Tengah 7.9 3.8
Gorontalo 7.0 7.0
Sulawesi Utara 6.0 6.5
PDRB 6.7 6.8
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian
Sulawesi Tenggara Triwulan IV 2016
6,0%
7,6%
5,0%4,9%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
9,0%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional
%, yoy
Sultra2014=6,3%
Sultra2015=6,9% Sultra
2016=6,5% 23,120,36,0
14,212,5
Pertanian
Industri
Pengolahan
Konstruksi
Perdagangan
Lainnya
Pertambangan
8
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Dalam % (yoy) Rasio = perbandingan terhadap total PDRB PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga
2017 Rasio
I II III IV I II III IV I Tw III 2016
Konsumsi Rumah Tangga 4.5 5.0 5.3 5.6 5.1 6.7 6.8 6.0 5.1 6.1 6.1 - 6.5 46.1
Konsumsi LNPRT -11.0 -9.0 5.1 5.5 -2.5 6.6 7.2 3.2 1.5 4.5 6.3 - 6.7 1.0
Konsumsi Pemerintah 2.5 3.9 6.8 4.3 4.5 4.8 11.4 1.2 -6.9 2.0 7.3 - 7.7 14.3
PMTB 2.2 10.3 2.8 2.5 4.3 11.5 10.9 7.0 2.6 7.6 4.9 - 5.3 43.4
Perubahan Inventori -275.0 -71.3 -79.2 -81.6 -33.9 -110.5 -16.5 44.3 -230.1 18.1 -44.9 - 45.3 0.6
Eksport Luar Negeri -40.3 27.8 -21.9 -27.9 -20.9 -49.7 -29.7 -3.0 63.2 -8.5 105.5 - 105.9 5.7
Import Luar Negeri -5.6 -15.0 -39.1 -24.6 -23.4 -22.7 28.0 4.0 6.3 3.9 55.6 - 56.0 7.8
Net Eksport Antar Daerah -67.3 -10.3 -40.3 10.3 -28.3 36.9 -22.8 -4.3 -38.8 -18.1 14.1 - 14.5 (3.3)
PDRB 5.8 7.2 7.0 7.5 6.9 5.5 6.8 6.0 7.6 6.5 5.8 - 6.1
Keterangan:
Meningkat
Melambat
Komponen Pengeluaran2015 2016
2015 2016
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
9
2 Stainless steel merupakan produk logam yang menggunakan nikel olahan (feronikel dan NPI) sebagai salah satu unsur bahan bakunya.
10
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan
Kebutuhan Rumah Tangga Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat ini
0123456789
Ma
kan
an d
an
Min
um
an,
se
lain
Resto
ran
Pa
kaia
n d
an
Ala
sK
aki
Pe
rum
ah
an
da
nP
erle
ngka
pan
Ru
mah
Ta
ngg
a
Ke
seh
ata
n d
an
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
rta
si d
an
Ko
mun
ikasi
Resto
ran
dan
Ho
tel
Ko
nsu
msi la
innya
Tw III 2016 Tw IV 2016
%, yoy
147.3
145
150
155
160
165
170
175
180
185
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
11
3 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oeh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi.
4 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan
Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi
Tenggara
12.23
13.3%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
18%
19%
-
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
12
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara
174
-4,87%-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Thousands
Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)
4.880,95
34,5%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
13
Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi
Tenggara Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor
76.53
52.7%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
-
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra
Juta US$ yoy Minyak Nilam1.692 2,2%
Perikanan4.911 6,4%
Aspal556
0,7%Mete1.550 2,0%
Kakao olah1.054 1,4%
Feronikel66.242 86,6%
Lainnya528
0,7%
14
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara
66
40.6%
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
15
Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.12 Arus Muat Barang
-100% -100%
-63%
57%
-21%
-97%
-28%
-1%
%,yoy
89,326
-24.2%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Arus muat g Arus muat (sb. Kanan)
16
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 1.13 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan
72
21%
343.319
-7,1%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan)
18
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra
2017
I II III IV I II III IVP
IP
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0.5) (1.8) (3.8) 6.8 10.7 5.7 5.6 5.5 5.7 6,7 - 7,1
Pertambangan dan Penggalian 9.4 12.0 16.2 7.4 (9.1) 0.5 (9.0) 0.9 1.9 2,6 - 3,0
Industri Pengolahan 18.2 11.0 3.5 0.4 8.7 5.5 13.9 11.3 11.8 11,1 - 11,5
Pengadaan Listrik, Gas 5.2 5.7 0.7 4.5 8.2 6.2 11.6 7.5 7.1 6,4 - 6,8
Pengadaan Air 3.0 8.1 0.2 0.3 13.3 7.1 14.3 8.8 14.3 11,3 - 11,7
Konstruksi 1.7 11.9 15.8 19.5 11.0 10.9 8.9 9.6 7.0 9,8 - 10,2
Perdagangan Besar dan Eceran 6.7 10.0 7.1 6.0 7.2 7.5 19.2 8.0 7.1 7,9 - 8,3
Transportasi dan Pergudangan 5.6 7.1 10.5 6.8 12.2 15.2 17.0 16.7 12.0 11,6 - 12,0
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.8 6.4 7.7 10.5 7.7 8.3 7.7 8.7 7.2 7,3 - 7,7
Informasi dan Komunikasi 3.6 6.6 7.8 7.6 13.7 12.2 13.2 7.7 9.5 8,8 - 9,2
Jasa Keuangan 8.3 2.1 8.8 11.5 14.5 21.6 14.0 9.7 4.8 3,1 - 3,6
Real Estate 4.0 5.5 6.9 2.8 0.4 1.2 (8.8) 5.2 2.9 5,9 - 6,2
Jasa Perusahaan 7.7 10.7 11.0 11.6 10.0 8.1 7.7 6.2 8.9 5,5 - 5,6
Administrasi Pemerintahan 7.6 9.9 3.0 1.7 3.3 9.2 5.0 4.6 3.9 4,8 - 5,2
Jasa Pendidikan 14.4 11.8 6.5 0.8 11.2 12.7 16.1 6.0 5.3 1,7 - 2,1
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.8 7.1 8.7 3.3 9.2 4.5 8.3 6.0 5.7 5,9 - 6,3
Jasa Lainnya 5.5 5.9 8.5 8.3 8.5 9.4 6.1 7.8 7.4 8,5 - 8,9
PDRB 5.7 7.2 7.0 7.5 5.5 6.8 6.0 6.5 6.0 6,6 - 7,0
Keterangan:
Meningkat
Melambat
Lapangan Usaha2015 2016
2017P
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
19
Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara
56
96,5%
592,74
60,3%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
-
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
20
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 1.17 Indeks Produksi Ore Nikel Grafik 1.18 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara
195.7
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV
2015 2016
Indeks 2.381,75
78,6%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Pertambangan
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
21
Grafik 1.19 Kredit Industri Sulawesi Tenggara
439,63
115,6%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
23
Grafik 1.20 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan Luar Negeri
58.90
57.3%
-150.0%
-100.0%
-50.0%
0.0%
50.0%
100.0%
150.0%
200.0%
-
20
40
60
80
100
120
140
II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)
Volume (ribu ton) yoy
77
72
Juta USD
24
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Grafik 1.22 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat
Pelabuhan Kendari Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara
-7,1%
-24,2%
4.881,26
13,2%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
25
Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara
899,80
32,9%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
200
400
600
800
1.000
1.200
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
27
BOKS 01. PENINGKATAN DAYA SAING
KOMODITAS KAKAO SULAWESI TENGGARA MELALUI PROGRAM KLASTER
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil kakao di Indonesia. Pada tahun
2015, luas area perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara mencapai 255.468 ha dengan jumlah
produksi sebesar 135.932 ton. Meskipun demikian, pada tahun 2015 tersebut produksi kakao
mengalami penurunan sebesar 36,3% dibandingkan dengan produksi pada tahun 2014.
Beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan komoditas kakao di
Sulawesi Tenggara adalah keterbatasan sumber daya manusia. Petani kakao Indonesia secara
umum memiliki pengetahuan yang kurang mengenai seluk-beluk tanaman kakao. Mereka hanya
mendapatkan keahlian bercocok tanam kakao yang diwariskan dari pendahulu mereka. Padahal
perkebunan kakao Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Masalah lainnya adalah
petani menjadi lebih senang mengekspor biji kakao daripada mengolahnya kembali. Selain itu,
produktivitas kakao per hektar juga masih rendah karena sebagian besar tanaman kakao sudah
berusia tua (rata-rata di atas 25 tahun), adanya hama sehingga biji kakao sebagian rusak dan
sebagian petani menanam kurang sesuai dengan pola tanam (jarak) ideal tanaman kakao.
Melihat hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Tenggara telah
berpartisipasi aktif dalam pengembangan ekonomi dan UMKM termasuk untuk pengembangan
kakao untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing yang pada akhirnya diharapkan dapat
menopang perekonomian Sulawesi Tenggara dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
petani. Dalam pengembangan komoditas kakao, Bank Indonesia telah melakukan pembentukan
klaster kakao sejak tahun 2011. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan program klaster Bank
Indonesia fokus pada pengembangan komoditas unggulan daerah, ekspor dan komoditi
penyumbang inflasi. Program klaster tersebut bertujuan mendorong peningkatan produksi dan
daya saing petani terhadap rantai nilai usaha pertanian, pengembangan dan penguatan
kelembagaan petani sebagai local champion dan kerjasama kemitraan.
No LEM Sejahtera Desa/Kecamatan Kabupaten Waktu Pelaksanaan
1 Andomesinggo Andomesinggo/Besulutu Konawe Program Kerja
Tahun 2011 - 2013 2 Penanggoosi Penanggoosi/Lambandia Kolaka Timur
3 Tinete Tinete/Aere Kolaka Timur
4 Iwoi Menggura Iwoi Menggura/Aere Kolaka Timur
5 Teteinea Teteinea/Lalembuu Konawe Selatan
6 Bou Bou/Lambandia Kolaka Timur Program Kerja
Tahun 2013 - 2016 7 Ulundoro Ulundoro/Aere Kolaka Timur
8 Awalo Awalo/Benua Konawe Selatan
9 Puurema Puurema/Lalembuu Konawe Selatan
10 Kapuwila Kapuwila/Lalembuu Konawe Selatan
Klaster kakao berada di wilayah Kabupaten Kolaka Timur dan Konawe Selatan yang meliputi 5
desa, yaitu 2 desa Kabupaten Kolaka Timur dan 3 desa Kabupaten Konawe Selatan. Klaster
tersebut merupakan program kerja klaster tahun 2014 sd. 2016. Disamping itu, terdapat klaster
kakao 5 desa di Kabupaten Kolaka Timur, Konawe dan Konawe Selatan yang telah berakhir
masa programnya, namun tetap dilakukan pembinaan dan monitoring.
28 KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
BOKS 01.
Progress Aspek Kelembagaan
Partisipasi masyarakat (petani) terhadap keanggotaan dari 5 LEM Sejahtera lokasi klaster
dari tahun ke tahun terus menunjukan peningkatan dengan jumlah anggota mencapai 754
orang pada Desember 2016 atau tumbuh sebesar 68,30% dari jumlah 448 anggota pada
Desember 2014.
Pada umumnya LEM Sejahtera lokasi klaster telah menyelenggarakan unit usaha simpan
pinjam. Hingga Desember 2016 total dana simpanan anggota LEM Sejahtera mencapai
sebesar Rp519,3 Juta atau meningkat sebesar 42,27% dibandingkan total simpanan
anggota pada tahun 2014.
Untuk pengembangan usaha jual beli kakao, LEM Sejahtera di lokasi klaster pada tahun
2015 telah membangun kerjasama perdagangan dengan salah satu perusahaan
pengolahan kakao di Sultra dengan target perdagangan sebesar 30.000 Ton/Tahun. Uji
coba fermentasi dan uji mutu telah dilakukan pada akhir tahun 2015 dengan hasil uji
klasifikasi memenuhi standar mutu A (cukup baik).
Progress Aspek Produksi Total luas lahan perbaikan tanaman kakao tidak produktif hingga tahun 2016 mencapai
seluas 2.214 hektar atau sekitar 73,14% dari total luas lahan kakao dengan rincian 965
hektar dilaksanakan pada tahun 2014, 857 hektar pada tahun 2015 dan 52 hektar di tahun
2016. Dari total luas lahan perbaikan tanaman tersebut di atas, terdapat seluas 2.162 hektar
merupakan dukungan pemerintah melalui program gernas kakao dan seluas 97 hektar
melalui pola swadaya dengan mereplikasi aspek teknis budidaya sesuai dengan lahan
percontohan.
Dari sisi produktivitas tanaman, terutama tanaman yang telah diperbaiki (rehabilitasi,
peremajaan dan intesifikasi) selama kurun waktu 3 tahun secara umum menunjukan
peningkatan dengan proyeksi produktivitas dari rata-rata 540 Kg/Ha/Thn pada 2014 menjadi
980 Kg/Ha/Thn pada tahun 2016 atau meningkat sebesar 70,37%.
KPw. BI Prov. Sultra telah mengembangkan lahan percontohan budidaya tanaman kakao
di masing-masing lokasi klaster dengan mereplikasi model PTPN 12 Jember Jawa Timur
seluas 5 hektar. Hal ini untuk mempercepat adopsi teknologi budidaya dalam rangka
mendukung percepatan peningkatan jumlah dan mutu produksi. Hasil lahan percontohan
adalah sebagai berikut:
a. Sebagian besar petani di lokasi klaster telah menerapkan metode pemeliharaan
tanaman sesuai dengan lahan percontohan.
b. Kondisi pertumbuhan tanaman, kesehatan dan proses pembuahan pada umumnya
lebih baik dari sebelumnya.
c. Pada umumnya petani di lokasi klaster telah menerapkan tata kelola kebun yang
efisien dan efektif melalui pemangkasan bentuk pada tanaman yang telah
direhabilitasi (sambung samping).
d. Produktivitas tanaman kakao pada lahan percotohan seluruhnya telah memasuki
usia tanaman menghasilkan (TM) minimal 18 bulan pemeliharaan dan umumnya
mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi dengan produktivitas rata-rata
mencapai 1,6 ton/hektar/tahun atau sekitar 196,4%.
e. Tingkat serangan hama penyakit busuk buah relatif kecil
f. Kondisi panen raya memiliki durasi waktu yang lebih panjang yaitu dimulai bulan
April hingga bulan Agustus, bahkan tanaman kakao pada beberapa lahan
percontohan masih melaksanakan panen pada bulan November - Desember.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
29
BOKS 01.
g. Pada umumnya lahan percontohan telah melaksanakan ujicoba sistem budidaya
tumpang sari kakao – lada, dimana tanaman lada dibudidayakan pada tanaman
pelindung (pohon gamal) dengan jarak tanam 6m x 6m.
Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII
Dampak terjadinya perbaikan dan peningkatan produksi tanaman kakao pada lahan
percontohan tersebut mendorong 114 petani di lokasi klaster melakukan ujicoba replikasi teknis budidaya tanaman kakao sesuai dengan petunjuk teknis yang diterapkan pada kebun/lahan percontohan.
Untuk memacu percepatan dan efisiensi dalam proses replikasi dan pembelajaran petani sesuai dengan lahan percontohan, dibentuk kelompok kerja (pokja) pada masing-masing lokasi klaster. Kelompok kerja dimaksud bersifat gerakan sosial pemeliharaan kebun secara bergotong-royong dengan pendekatan arisan pemeliharaan kebun.
Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII Oleh Pokja
Dampak lain dari keberhasilan perbaikan kondisi tanaman tidak produktif baik pada lahan demplot maupun pada lahan-lahan petani yang mereplikasi teknis budidaya sesuai dengan lahan percontohan, turut mendapat respon dan perhatian yang tinggi dari Dinas Perkebunan dan Hortikultura Prov. Sultra selaku mitra utama dalam program klaster kakao di Sultra. Bentuk respon dan perhatian tersebut diwujudkan melalui realisasi program Gernas Kakao yang relatif besar pada lokasi klaster di tahun 2015 dengan luasan sebanyak 1.177 hektar terdiri dari rehabilitasi 100 ha, peremajaan 240 hektar dan intensifikasi 837 hektar.
30 KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
BOKS 01.
Tanaman Kakao Hasil Intensifikasi
Program Pemberdayaan dan Pelatihan Teknis Anggota Klaster Kakao
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
KONDISI
FISKAL DAERAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan
jika dibandingkan dengan anggaran tahun 2015.
Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 105,5%.
Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD
Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1%
di tahun 2015 menjadi 94,4% di periode laporan.
Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun
2016 hanya mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada
periode tahun sebelumnya tercatat sebesar 93,2%.
Bab 2
33
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN
2016
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
2016 meningkat dibandingkan tahun 2015.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp
2,47 triliun atau naik 9,7% dibanding tahun
2015. Begitu pula dengan anggaran belanja
yang meningkat menjadi Rp 2,30 triliun atau
naik sebesar 22,7%.
Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran
pendapatan tersebut terjadi pada anggaran
Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan
transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun
2016 ditargetkan mencapai Rp638,18 miliar
atau meningkat 20,9% jika dibandingkan tahun
sebelumnya. Sementara untuk pendapatan
transfer pada tahun 2016 ditargetkan mencapai
Rp1,83 triliun atau meningkat 5,5% dari tahun
sebelumnya.
Sementara itu dari sisi belanja, peningkatan
anggaran belanja pada tahun 2016 didorong
oleh meningkatnya anggaran belanja modal
maupun belanja operasi. Pada tahun 2016
anggaran belanja modal mencapai Rp832,42
miliar atau meningkat sebesar 40,5% jika
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut
sejalan dengan upaya pemerintah daerah untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas
infrastruktur di Sulawesi Tenggara. Sedangkan
untuk anggaran belanja operasional pada tahun
2016 mencapai Rp1,68 triliun atau meningkat
sebesar 16,7% dibandingkan tahun lalu.
Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara
selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010.
Bahkan pada APBD tahun 2016, defisit
anggaran tercatat lebih tinggi jika dibandingkan
tahun sebelumnya. Defisit APBD tahun 2016
adalah sebesar Rp349,43 atau meningkat
sebanyak Rp84,34 miliar dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp306,09 miliar.
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBD PROVINSI
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara terhadap anggaran yang
disediakan pada tahun 2016 relatif lebih tinggi
jika dibandingkan realisasi pendapatan
pemerintah daerah di periode yang sama tahun
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran
Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja
Provinsi Sulawesi Tenggara
2.474
10
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pendapatan Growth Pendapatan
2.823
17
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Belanja Growth Belanja
34
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara di akhir tahun 2016
terealisasi melebihi target yang yakni senilai
Rp2,79 triliun, atau sebesar 113,6% dari target
total pendapatan dalam APBD 2016. Angka
serapan tersebut tercatat lebih tinggi jika
dibandingkan dengan realisasi pada periode
yang sama pada tahun 2015 yang tercatat
sebesar 109,5% dari target dalam APBD tahun
2015 atau sebesar Rp2,47 triliun. Realisasi
pendapatan pada tahun 2016 tersebut juga
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
realisasi pendapatan selama lima tahun terakhir
yaitu sebesar 100,6%. Peningkatan realisasi
tersebut disebabkan oleh adanya penurunan
target pendapatan dalam APBD Perubahan
2016.
Sumber utama pendapatan daerah Sulawesi
Tenggara berasal dari pos Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper).
Pangsa PAD Sulawesi Tenggara menurun
menjadi 26,6% dari sebelumnya 27,0% pada
tahun 2015. Penurunan ini mengindikasikan
menurunnya kemandirian fiskal pemerintah
provinsi. Sementara itu, pangsa Daper
meningkat menjadi 72,8% pada tahun 2016
dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar
56,0%.
Realisasi Dana Perimbangan pada tahun 2016
tercatat mampu mencapai 111,9% dari total
target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar
Rp2,03 triliun. Padahal pada periode yang sama
tahun 2015, realisasi pendapatan hanya sebesar
103,8% dari total target pendapatan transfer
tahun 2015 atau senilai Rp1,38 triliun.
Berdasarkan komponennya, sumber
pendapatan utama pemerintah Sulawesi
Tenggara adalah berasal dari Dana Alokasi
Umum (DAU) dengan pangsa sebesar 58,9%
dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi
Khusus/DAK (36,3%) dan Dana Bagi Hasil/DBH
4,8%. Berbeda dengan pola historisnya yang
selalu stabil, realisasi DAU pada tahun 2016
tercatat sebesar Rp1,2 triliun atau sebesar
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
AnggaranRealisasi
(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran
Realisasi
(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran
Realisasi
(Miliar Rp)Serap (%)
PENDAPATAN 2.136,55 2.178,20 101,95 2.342,79 2.471,39 105,49 2.474,02 2.798,17 113,10
PENDAPATAN ASLI DAERAH 570,19 555,24 97,38 539,90 667,08 123,56 638,18 744,75 116,70
Pendapatan Pajak Daerah 467,50 413,20 88,39 415,49 516,47 124,31 500,31 575,42 115,01
Hasil Retribusi Daerah 23,04 18,29 79,38 16,67 17,73 106,38 10,88 13,39 123,04
Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 24,00 23,32 97,15 23,45 22,65 96,60 23,45 24,27 103,49
Lain-lain PAD 55,65 100,43 180,47 84,30 110,23 130,76 103,54 131,68 127,18
PENDAPATAN TRANSFER 1.526,47 1.549,73 101,52 1.785,51 1.786,93 100,08 1.825,36 2.042,10 111,87
Transfer Pemerintah Pusat 1.212,20 1.236,02 101,96 1.383,88 1.383,85 100,00 1.820,36 2.037,10 111,91
Dana Bagi Hasil Pajak 60,04 62,48 104,06 66,42 47,46 71,46 58,87 60,57 102,87
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 39,77 61,15 153,76 54,64 73,57 134,64 34,53 37,09 107,40
Dana Alokasi Umum 1.053,64 1.053,64 100,00 1.176,42 1.176,42 100,00 983,24 1.200,63 122,11
Dana Alokasi Khusus 58,75 58,75 100,00 86,40 86,40 100,00 743,71 738,81 99,34
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 314,27 235,28 74,86 401,63 403,08 100,36 5,00 5,00 100,00
Dana Penyesuaian 314,27 313,71 99,82 401,63 403,08 100,36 5,00 5,00 100,00
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 39,89 73,23 183,60 17,38 17,38 100,00 10,47 11,32 108,11
Pendapatan Hibah 39,89 39,89 100,00 17,38 17,38 100,00 10,47 11,32 108,11
Pendapatan Dana Darurat - - - - - - - - -
Pendapatan Lainnya - 33,35 - - - - - - -
U R A I A N
APBD 2014 APBD 2015 APBD 2016
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
35
122,11%, meningkat dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang tercatat mencapai
100%. Peningkatan tersebut disebabkan oleh
adanya penurunan alokasi DAU pada APBD
perubahan 2016 serta adanya pembayaran
transfer dari pemerintah pusat yang sempat
tertunda.
Sementara untuk realisasi PAD Sulawesi
Tenggara pada tahun 2016 tercatat sebesar
Rp774,8 miliar atau mencapai 116,7%,
menurun dibandingkan dengan realisasi tahun
sebelumnya yang mampu mencapai 129,1%.
Sumber utama PAD Sulawesi Tenggara berasal
dari komponen pajak daerah, dengan peran
77,3% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD
yang sah (17,7%), hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan (3,3%) dan sisanya
adalah retribusi daerah (1,8%).
Adapun pajak daerah yang dipungut oleh
provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan
bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor,
pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak
air permukaan dan pajak rokok. Sementara
untuk realisasi hasil pengeloaan yang dipisahkan
juga sudah mencapai 103,5% dari target. Pos
pendapatan ini berasal dari badan usaha milik
daerah (BUMD) yang dimiliki oleh Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang Sah tercatat mengalami
peningakatan. Pada akhir tahun 2016, realisasi
pos ini tercatat sebesar 100%, meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya yang hanya mencapai
98,8%. Keseluruhan pendapatan tersebut
berasal dari pos hibah.
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja
Berbeda dengan kinerja di sisi pendapatan,
penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara pada akhir 2016 juga tercatat
lebih rendah dibandingkan dengan realisasi
anggaran tahun 2015. Realisasi belanja
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada
periode laporan mencapai 94,36% atau sebesar
Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang mampu
merealisasikan anggaran sebesar 102,1%.
Menurunnya persentase realisasi ini terutama
didorong oleh penghematan yang dilakukan
Pemrov Sultra.
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara
Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi
Tenggara
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan
Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
0%
25%
50%
75%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015 . 2016Target Realisasi
0%
25%
50%
75%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2015 . 2016
Target Realisasi
36
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Penurunan tersebut terjadi pada realisasi belanja
operasional maupun belanja modal. Realisasi
belanja operasional mencapai 96,5% atau
sebesar Rp1,6 triliun. Rendahnya pencapaian
tersebut disebabkan oleh belum optimalnya
realisasi belanja pegawai yang hanya mencapai
94,9% dan belanja barang yang hanya
mencapai 99,4%.
Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode
laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang
maksimal dengan tingkat realisasi sebesar
90,3% atau senilai Rp751,9 miliar. Kondisi
tersebut jauh menurun dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
dapat mencapai 115,4%. Penurunan tersebut
disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja
bangunan dan gedung yang mencapai 91,5%
dan juga belanja jalan, irigasi dan jaringan yang
hanya sebesar 89,4%. Pangsa kedua pos
tersebut mencapai 90,4% dari total anggaran
belanja modal.
Berdasarkan data Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja
keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi
Tenggara selama triwulan IV 2016 relatif rendah
dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Pada akhir tahun 2016, kondisi realisasi
keuangan Pemprov Sultra baru mencapai 91,5%
di bawah target 100%. Sementara itu kondisi
penyelesaian fisik baru mencapai 90,7%, di
bawah target yang selesai seluruhnya (100%).
Namun pencapaian tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan periode tahun sebelumnya yang
hanya mencapai 88,2% untuk realisasi
keuangan dan 79,6% untuk realisasi fisik.
Sementara untuk proses pengadaan barang dan
jasa hingga akhir tahun 2016 tercatat bahwa
dari total aktivitas strategis yang terdiri dari 790
paket atau senilai Rp1,2 triliun, hanya sebanyak
70,0% yang berstatus provisional hand over
(PHO) atau telah di lakukan serah terima.
Sedangkan yang sedang dalam tahap
pelaksanaan mencapai 3,3%. Sementara untuk
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
AnggaranRealisasi
(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran
Realisasi
(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran
Realisasi
(Miliar Rp)Serap (%)
BELANJA 2.450,85 2.088,45 85,21 2.300,96 2.349,27 102,10 2.823,45 2.663,85 94,35
BELANJA OPERASI 1.453,54 1.331,74 91,62 1.445,49 1.448,44 100,20 1.686,18 1.627,61 96,53
Belanja Pegawai 576,08 517,03 89,75 593,62 546,98 92,14 624,16 592,46 94,92
Belanja Barang 406,15 362,83 89,33 313,54 374,40 119,41 406,27 384,02 94,52
Belanja Bunga 25,54 22,63 88,58 24,16 21,13 87,44 18,81 18,81 100,00
Belanja Hibah 326,75 324,56 99,33 412,99 419,57 101,59 582,64 579,24 99,42
Belanja Bantuan Keuangan 119,01 104,70 87,98 101,18 86,36 85,35 54,30 53,08 97,75
BELANJA MODAL 727,63 553,49 76,07 592,53 683,51 115,35 832,42 751,92 90,33
Belanja Tanah 42,35 26,00 61,39 21,81 32,08 147,10 14,30 11,84 82,79
Belanja Peralatan dan Mesin 49,46 38,40 77,64 51,72 52,58 101,66 64,34 59,86 93,03
Belanja Bangunan dan Gedung 198,61 160,07 80,59 185,48 160,15 86,35 293,89 268,98 91,52
Belanja Jalan, irigasi dan Jaringan 436,02 328,43 75,32 331,64 436,70 131,68 459,26 410,62 89,41
Belanja Aset Tetap Lainnya 1,17 0,59 50,27 1,89 2,00 105,95 0,64 0,62 97,84
BELANJA TIDAK TERDUGA 20,00 - - 38,03 - - 15,46 - -
Belanja Tak Terduga 20,00 - - 38,03 - - 15,46 - -
TRANSFER 249,68 203,22 81,39 224,91 217,33 96,63 289,39 284,33 98,25
Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota 249,68 203,22 81,39 224,91 217,33 96,63 289,39 284,33 98,25
Bagi Hasil Pajak - - - - - - - - -
APBD 2015APBD 2014
U R A I A N
APBD 2016
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
37
sisanya 26,7% atau sebanyak 210 belum
dilakukan pengadaan.
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBN PROVINSI
Penghematan anggaran yang terjadi pada APBN
tahun 2016 menyebabkan alokasi Anggaran
APBN Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun
2016 mengalami penurunan. Kebijakan ini
dilakukan untuk menekan defisit anggaran yang
terjadi pada tahun 2016. Tercatat, terjadi
penurunan anggaran APBN sebesar 19,8% dari
sebelumnya Rp8,43 triliun pada tahun 2015
menjadi Rp6,77 triliun di tahun 2016.
Berdasarkan jenisnya, belanja barang
dianggarakan sebesar Rp2,75 triliun atau
sebesar 40,6% dari total APBN Provinsi Sulawesi
Tenggara 2016, diikuti oleh belanja modal
sebesar Rp2,09 triliun (30,9%), belanja pegawai
sebesar Rp1,91 triliun (28,2%) dan belanja
bantuan sosial Rp18,13miliar (0,3%). Komposisi
tersebut sedikit berbeda dibandingkan dengan
periode tahun 2015 dimana pos belanja modal
memiliki pangsa terbesar yakni 45,1%, diikuti
oleh belanja barang (31,0%)
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2016,
realisasi APBN tercatat sebesar Rp 5,85 triliun,
menurun dibandingkan tahun 2015 yang
tercatat sebesar Rp7,86 triliun atau 93,2% dari
APBN provinsi Sulawesi Tenggara 2015.
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada
tahun 2016 terutama didorong dari belanja
barang yakni sebesar 30,2% dari total belanja.
Sementara itu, belanja modal memiliki peran
30,2% dari total realisasi belanja, diikuti oleh
belanja pegawai (29,9%) dan belanja bantuan
sosial (0,3%). Penurunan serapan APBN pada
tahun 2016 dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya terjadi pada seluruh jenis
belanja kecuali belanja bantuan sosial. Jenis
belanja yang mengalami penurunan terbesar
terjadi pada belanja pegawai.
Realisasi belanja barang pada tahun 2016
sebesar Rp2,31 triliun atau 84,2% dari total
yang dianggarkan dalam APBN 2016. Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan akhir tahun
2015 yang tercatat sebesar Rp2,3 atau 91,7%
dari total anggaran belanja barang dalam APBN
2015. Penurunan tersebut utamanya
dipengaruhi oleh adanya penundaan DAU yang
terjadi di bulan September.
Sementara itu, realisasi belanja modal pada
tahun 2016 tercatat sebesar Rp1,77 atau 84,5%
dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp3,48 atau 91,7%. Penurunan
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Pagu Realisasi % Realisasi Pagu Realisasi % Realisasi
Belanja Pegawai 1.591,5 1.588,6 99,82 1.907,1 1.748,6 91,69
Belanja Barang 2.614,5 2.398,5 91,74 2.749,9 2.314,9 84,18
Belanja Modal 3.804,3 3.476,9 91,39 2.091,0 1.766,2 84,47
Belanja Bantuan Sosial 424,4 400,2 94,31 18,1 17,3 95,13
Total 8.434,6 7.864,2 93,24 6.766,1 5.847,0 86,42
Tahun 2015 Tahun 2016Jenis
38
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
tersebut terjadi sejalan dengan adanya
penundaan beberapa proyek infrastruktur di
Sulawesi Tenggara akibat adanya penundaan
transfer DAU oleh pemerintah pusat.
Realisasi belanja pegawai tercatat sebesar
Rp1,75 triliun atau sebesar 91,7%, menurun jika
dibandingkan periode tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp1,58 triliun atau 99,8%.
Sedangkan untuk belanja bantuan sosial pada
akhir tahun 2016 tercatat sebesar Rp 17,3 miliar
atau 95,1%. Persentase tersebut lebih baik
dibandingkan tahun 2015 sebesar 94,4%,
meskipun secara nominal masih lebih rendah
yakni senilai Rp400,2 miliar. Realisasi yang lebih
baik ini salah satunya disebabkan oleh
pengurangan pagu belanja sosial.
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN
2.3.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Berdasarkan data yang diperoleh dari realisasi 9
(sembilan) Kota/Kabupaten di Sulawesi
Tenggara, realisasi APBD di daerah tersebut lebih
rendah daripada capaian realisasi pendapatan
provinsi. Dari 9 (sembilan) daerah tidak terdapat
Kota/Kabupaten yang realisasi pendapatan
melebihi realisasi anggarannya melebihi provinsi.
Kabupaten dengan capaian realisasi anggaran
tertinggi adalah Kab. Konawe Selatan yang
mencapai 100.8%. Capaian tinggi tersebut
disebabkan oleh capaian realisasi anggaran
pendapatan transfer yang mencapai 102,5%.
Sementara kabupaten dengan capaian realisasi
anggaran terendah adalah Kab. Kolaka (81,0%),
rendahnya capaian tersebut disebabkan oleh
rendahnya capaian pendapatan transfer yang
hanya sebesar 90,4%.
2.3.2. Realisasi Anggaran Belanja
Sejalan dengan rendahnya realisasi anggaran
pendapatan, realisasi anggaran belanja 9
(sembilan) Kota/Kabupaten juga masih belum
optimal. Hal ini terlihat dari masih terdapat
daerah yang realisasi belanja di bawah 80%
yakni Kab Kolaka (78,7%) dan Kab Konawe
(77,7%).
Sementara itu, hanya terdapat satu kabupaten
yakni kabupaten Kolaka Utara yang realisasi
anggaran belanjanya lebih tinggi dari realisasi
belanja provinsi Sulawesi Tenggara. Capaian
realisasi pada akhir tahun 2016 Kab. Kolaka
Utara mencapai 95,5%. Tingginya capaian
realisasi anggaran belanja tersebut disebabkan
oleh tingginya realisasi belanja operasional
(97,1%).
Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9 Kota/Kabupaten
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Kabupaten/Kota Sultra Kendari Kolaka Kolaka Utara Konawe Konawe Selatan Konawe Utara Muna Muna Barat Wakatobi
Pendapatan 113,1 88,8 81,0 99,4 97,1 100,8 97,1 97,4 99,2 99,8
Pendapatan Asli Daerah 116,7 62,0 55,3 102,7 63,1 59,7 61,8 80,4 204,8 99,6
Pendapatan Transfer 111,9 94,2 90,4 98,9 96,0 102,5 97,2 98,2 97,3 99,8
Pendapatan Lain-Lain Yang Sah 108,1 104,6 3,7 152,3 123,7 100,0 101,2 - 100,0 -
Belanja 94,3 88,4 78,7 95,5 77,7 89,9 92,9 91,2 86,7 92,7
Belanja Operasi 96,5 89,0 83,2 96,3 93,0 88,4 97,1 91,7 94,7 93,2
Belanja Modal 90,3 87,5 69,8 94,3 53,3 94,3 89,9 90,5 80,0 92,2
Belanja Tak Terduga - 4,2 - 98,5 96,5 70,0 - 25,0 - 0,7
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Inflasi Sulawesi Tenggara pada Triwulan IV 2016 mengalami
penurunan dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi
2,69% (yoy).
Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan
oleh penurunan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari
maupun di Kota Baubau.
Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan
tekanan harga kelompok bahan pangan dan kelompok
transport, komunikasi dan jasa keuangan.
Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan
koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan
TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga
ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis
terutama menjelang Hari Natal dan Tahun Baru.
Bab 3
41
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 2
01
7 3.1. KONDISI UMUM INFLASI
3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on
year)
Realisasi Triwulan IV 2016
Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi
Tenggara1 tercatat sebesar 2,69% (yoy) pada
Triwulan IV 2016, menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
3,28%(yoy) (Grafik 3.1). Sumber utama
menurunnya tekanan inflasi berasal dari
penurunan harga kelompok bahan makanan
dan deflasi yang terjadi pada kelompok
transport, komunikasi dan jasa keuangan.
Penurunan tekanan inflasi bahan makanan
tersebut disebabkan oleh penurunan harga
komoditas padi dan cabai rawit akibat adanya
panen pada periode tersebut. Sedangkan untuk
deflasi pada kelompok transport, komunikasi
dan jasa keuangan disebabkan oleh deflasi tarif
angkutan udara yang terjadi seiring adanya
penambahan frekuensi dan pembukaan rute
baru penerbangan dari dan menuju Baubau
pada bulan November 2016. Sementara untuk
kelompok yang lain tercatat relative stabil (Grafik
1Angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara berdasarkan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
3.3). Hal tersebut membuat inflasi tahunan
Sulawesi Tenggara pada periode laporan berada
di bawah tingkat inflasi nasional yang tercatat
sebesar 3,02% (yoy).
Namun demikian, secara spasial wilayah
Sulawesi, inflasi tahunan Provinsi Sulawesi
Tenggara pada periode laporan berada di posisi
kedua tertinggi setelah Provinsi Sulawesi
Selatan. Tingginya tekanan inflasi tahunan
Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh
adanya based effect setelah pada tahun
sebelumnya tercatat memiliki tekanan inflasi
tahunan yang terendah (Grafik 3.2).
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara
Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahun Provinsi di Sulawesi
2.69%
3.02%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Sultra Nasional
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
Ba
ha
n M
akan
an
Ma
kan
an J
ad
i
Pe
rum
ah
an
Sa
nd
ang
Ke
seh
ata
n
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
r
Tw III Tw IV
% y
oy
-0.21
0.71
0.150.29 0.30
0.500.23
-0.50
0.00
0.50
1.00
% a
nd
il
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Sulsel Sulbar Sultra
Sulteng Gorontalo Sulut
Sulawesi
42
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FERBRU
ARI 2
017
Dilihat dari kota yang menjadi daerah
perhitungan inflasi nasional, penurunan inflasi
tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh
penurunan yang terjadi baik di Kota Baubau
maupun Kota Kendari. Inflasi di Kota Baubau
jauh menurun dari 3,77% (yoy) pada triwulan III
2016 menjadi 1,71% (yoy) pada Triwulan IV
2016. Sementara untuk inflasi di Kota Kendari
mengalami penurunan dari 3,09% (yoy) menjadi
3,07% (yoy).
Seperti halnya inflasi tahunan Sulawesi
Tenggara, penurunan inflasi tahunan Kota
Baubau juga disebabkan oleh penurunan
tekanan kelompok bahan makanan dan deflasi
kelompok transport, komunikasi dan jasa
keuangan. Inflasi pada kelompok bahan
makanan menurun dari 5,63% (yoy) menjadi
2,14% akibat deflasi komoditas beras dan
bumbu-bumbuan. Sementara untuk kelompok
transport, komunikasi dan jasa keuangan
tercatat mengalami deflasi sebesar 3,51% (yoy),
jauh menurun dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar
1,73% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan
oleh deflasi tarif angkutan udara yang mencapai
3,26% (yoy), setelah sebelumnya tercatat inflasi
sebesar 9,72% (yoy). Kondisi tersebut
disebabkan oleh adanya pembukaan rute
penerbangan baru dari Baubau- Kendari dan
penambahan penerbangan Baubau-Makassar
menjadi 3 (tiga) kali sehari.
Hal sedikit berbeda terjadi di Kota Kendari,
penurunan tekanan inflasi tahunan pada
triwulan IV hanya disebabkan oleh penurunan
kelompok bahan makanan yang didorong oleh
deflasi komoditas cabai rawit (dari 37,61%-yoy
menjadi -13,87%-yoy). Sementara untuk
komoditas angkutan udara pada periode
tersebut mengalami peningkatan tekanan
sehingga menahan laju penurunan yang terjadi.
Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok
angkutan udara tersebut terjadi seiring adanya
peningkatan permintaan akibat adanya Hari
Natal dan libur akhir tahun. Angkutan udara
meningkat di triwulan IV sebesar 21,05% (yoy)
setelah sebelumnya 16,23% (yoy) (Grafik 3.4).
Tracking Triwulan I 2017
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa
terdapat penurunan tekanan pada awal triwulan
2017. Inflasi pada bulan Januari kembali
menurun dan berada pada level 2,03% (yoy)
(Grafik 3.5). Penurunan tersebut terutama
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan
Kota Baubau Berdasarkan Kelompok Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada
Triwulan IV 2016 dan Tracking Januari 2017
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
% y
oy Kendari
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
Ba
ha
n M
akan
an
Ma
kan
an J
ad
i
Pe
rum
ah
an
Sa
nd
ang
Ke
seh
ata
n
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
r
Tw III Tw IV
% y
oyBaubau
3.07%
1.71%
2.69%3.02% 2.90%
2.45%
0.94%
2.03%
3.49%3.42%
Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimur
Tw IV 2016 Jan-17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
43
disebabkan oleh penurunan kelompok bahan
makanan akibat based effect setelah pada bulan
Januari 2016 terjadi kenaikan harga bahan
makanan, terutama untuk komoditas ikan segar,
sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta
komoditas beras seiring dengan berkurangnya
pasokan dari sentra-sentra produksi maupun
luar Sulawesi Tenggara.
Sementara untuk kelompok transport,
komunikasi dan jasa keuangan pada bulan
Januari 2017 tercatat mengalami peningkatan
tekanan sehingga menahan laju penurunan.
Peningkatan tersebut terjadi akibat adanya
peningkatan biaya perpanjangan STNK yang
tercatat mengalami inflasi 107,01% (yoy) dan
tarif pulsa ponsel sebesar 16,30% (yoy).
Sedangkan untuk komoditas angkutan udara
tercatat masih mengalami deflasi sebesar
8,57%(yoy) akibat deflasi yang terjadi di Kota
Baubau.
Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan pada
akhir triwulan I 2017 diperkirakan lebih tinggi
daripada inflasi di Triwulan IV 2016. Salah satu
risiko yang dapat menyebabkan inflasi akhir
triwulan I 2017 menjadi lebih tinggi adalah
tekanan yang terjadi karena terdapat
penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA
yang terjadi pada bulan Januari dan Maret
sehingga berpotensi mendorong peningkatan
inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar.
3.1.1. Perkembangan Inflasi Bulanan (month
to month)
Realisasi Triwulan IV 2016
Secara bulanan, pergerakan inflasi Sulawesi
Tenggara selama Triwulan IV 2016 mengalami
tren peningkatan. Dimulai dengan kondisi inflasi
sebesar 0,20% (mtm) pada bulan Oktober,
diikuti dengan terjadinya deflasi cukup dalam
sebesar 0,59% (mtm) pada bulan November dan
kembali terjadi inflasi pada bulan Desember
sebesar 0,26% (mtm) (Grafik 3.6). Apabila
dibandingkan dengan pola bulanannya selama
tahun 2014-2015, inflasi yang terjadi pada
Triwulan IV tersebut relatif lebih rendah.
Penyebab utama terjadinya inflasi pada bulan
Oktober dipengaruhi oleh meningkatnya harga
komoditas ikan segar seiring adanya penurunan
pasokan akibat faktor cuaca, penyesuaian tarif
tenaga listrik serta peningkatan tarif angkutan
udara. Namun demikian mulai masuknya panen
di beberapa sentra penghasil beras tercatat
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan
Sulawesi Tenggara Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan
Kota Baubau Triwulan IV 2016
TW IV
0.20
(0.59)
0.26
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2016
%, mtm
0.120.42
-0.22
-1.54
0.13
0.59
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
Kendari Baubau
Okt-16 Nov-16 Des-16
%, mtm
44
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FERBRU
ARI 2
017
mampu berdampak pada penurunan harga
komoditas beras sehingga mampu menahan laju
peningkatan inflasi.
Sementara deflasi cukup dalam yang terjadi di
bulan November disebabkan oleh koreksi harga
pada tarif angkutan udara dan komoditas bahan
makanan. Penurunan harga komoditas
angkutan udara tersebut disebabkan oleh
adanya pembukaan rute baru Baubau-Kendari
dan penambahan frekuensi penerbangan
Baubau-Makassar. Sementara untuk komoditas
bahan makanan disebabkan oleh penurunan
harga komoditas ikan segar dan sayur-sayuran
seiring dengan faktor cuaca yang makin
kondusif sehingga tidak menggangu hasil
tangkapan nelayan dan produksi komoditas
holtikultura.
Selanjutnya terjadi peningkatan inflasi pada
bulan Desember disebabkan oleh peningkatan
tarif angkutan udara seiring dengan adanya
peningkatan permintaan saat libur Natal dan
Tahun Baru. Sementara untuk komoditas bahan
makanan tercatat masih mengalami deflasi
walaupun mengalami peningkatan tekanan
karena berkurangnya pasokan komoditas ikan
segar akibat faktor cuaca.
Kondisi tersebut sejalan dengan pergerakan laju
inflasi yang terjadi di Kota Baubau selama
Triwulan IV 2016. Kota Baubau tercatat
mengalami inflasi sebesar 0,42% (mtm) di bulan
Oktober, lalu mengalami deflasi cukup dalam
yang mencapai 1,54% (mtm) di bulan November
dan pada bulan Desember, kembali terjadi
peningkatan tekanan inflasi sebesar 0,59%
(mtm)(Grafik 3.7).
Kondisi yang sama terjadi di Kota Kendari,pada
awal triwulan IV, Kota Kendari mengalami inflasi
sebesar 0,12% (mtm), lalu menurun dengan
tercatat deflasi sebesar 0,22% (mtm) di bulan
November dan kembali mengalami meningkat di
bulan Desember dengan mencatat inflasi
sebesar 0,13% (mtm).
Tracking Triwulan I 2017
Mengawali triwulan I 2017, inflasi Sulawesi
Tenggara pada Januari 2017 tercatat sebesar
0,76% (mtm). Kondisi tersebut berada di atas
rata-rata pola bulanannya selama tahun 2014-
2016 (0,64%, mtm). Adapun sumber
peningkatan tekanan inflasi didorong oleh
kelompok bahan makanan yakni pada
komoditas ikan segar dan sayur-sayuran,
kelompok makanan jadi yakni pada komoditas
rokok kretek serta kelompok transportasi dan
komunikasi yakni pada komoditas angkutan
dalam kota dan tarif pulsa telepon selular. Di
samping itu, kenaikan tarif tenaga listik dan
biaya perpanjangan STNK juga turut
memberikan kontribusi atas kenaikan inflasi di
periode Januari 2017 tersebut.
Melihat pola inflasi bulanan pada bulan Februari
dan Maret, diperkirakan akan terjadi penurunan
laju inflasi pada bulan Februari namun kembali
mengalami peningkatan di akhir triwulan I 2017.
Penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada
bulan Februari mendatang diperkirakan
disebabkan oleh koreksi harga pasca kenaikan
tarif perpanjangan STNK di bulan Januari serta
terjaganya ketersediaan stok bahan makanan
khususnya komoditas beras, bumbu-bumbuan
dan sayuran. Sementara untuk peningkatan
yang terjadi pada bulan Maret diperkirakan
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
45
disebabkan oleh potensi kenaikan tarif tenaga
listrik akibat kebijakan penyesuaian subsidi listrik
pelanggan 900 VA.
3.2. DISAGREGASI INFLASI2
Realisasi Triwulan IV 2016
Penurunan tekanan inflasi tahunan Sulawesi
Tenggara pada Triwulan IV 2016 disebabkan
oleh penurunan pada seluruh komponen
disagregasi (administered prices, volatile food
dan inflasi inti). Penurunan kelompok
administered prices terutama didorong oleh
deflasi yang terjadi pada tarif angkutan udara
khususnya di kota Baubau. Pada akhir tahun
2016 tarif angkutan udara di Kota Baubau
tercatat mengalami deflasi sebesar 16,33%,
sementara pada triwulan sebelumnya tercatat
mengalami inflasi 9,72% (yoy). Deflasi tersebut
disebabkan oleh adanya penambahan frekuensi
penerbangan Baubau-Makassar dari semula
sebanyak 2(dua) kali sehari menjadi 3(tiga) kali
sehari serta pembukaan rute baru Baubau-
Kendari dengan frekuensi 1(satu) kali sehari di
bulan November 2016. Selain itu, tarif tenaga
listrik juga turut memberikan andil terhadap
penurunan yang terjadi dengan tercatat
menurun dari 3,01% (yoy) di triwulan III 2016
menjadi 2,18% (yoy) di triwulan IV 2016.
Sementara untuk kelompok volatile food yang
juga mengalami penurunan harga di Triwulan IV
2016 jika dibandingkan triwulan sebelumnya,
penurunan disebabkan oleh penurunan
komoditas beras dan cabai rawit. Penurunan
2Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan
pasokan baik dari sentra-sentra produksi di
Sulawesi Tenggara maupun dari luar seperti
Sulawesi Selatan dan Jawa Timur seiring telah
masuknya musim panen komoditas tersebut di
akhir tahun 2016.
Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei
Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh
KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara di Kota
Kendari. Komoditas beras dan cabai rawit
menunjukkan adanya penurunan harga. Harga
komoditas beras kualitas medium dan kualitas
super di Pasar Mandonga pada triwulan IV
mengalami penurunan sekitar Rp200,-/kg jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sedangkan komoditas cabai rawit di Pasar Kota
pada akhir Triwulan IV adalah Rp55.000,-/kg
menurun jika dibandingkan pada triwulan IV
yang tercatat sebesar Rp57.500,-/kg. Kondisi
tersebut juga sesuai dengan indeks perkiraan
pengeluaran konsumen di Sulawesi Tenggara
pada Triwulan IV 2016 yang mengalami
penurunan pada kelompok bahan makanan.
(Grafik 3.9) .
Sejalan dengan komponen administered prices
dan volatile food, perkembangan komponen
inflasi inti (core inflation) di Sulawesi Tenggara
juga mengalami penurunan. Komoditas inti yang
mengalami penurunan adalah komoditas
makanan jadi dan sandang yang terjadi baik di
Kota Kendari maupun Kota Baubau. Komoditas
sandang mengalami penurunan dari 4,70%
(yoy) di triwulan III menjadi 4,18% (yoy) di
46
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FERBRU
ARI 2
017
Triwulan IV seiring telah kembali normalnya
permintaan masyarakat pasca adanya perayaan
Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha di triwulan
sebelumnya. Sementara untuk kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
mengalami penurunan dari 8,53% (yoy) menjadi
8,08% (yoy) di triwulan IV 2016. Penurunan ini
merupakan efek lanjutan dari adanya penurunan
harga bahan makanan.
Tracking Triwulan I 2017
Mengawali triwulan I 2017, inflasi tahunan
Sulawesi Tenggara mengalami penurunan akibat
adanya deflasi pada komponen volatile food.
Sementara untuk kelompok administered prices,
dan inflasi inti tercatat mengalami peningkatan
sehingga menahan laju penurunan yang terjadi
di bulan Januari 2017.
Deflasi kelompok volatile food yang terjadi pada
bulan Januari 2017 terutama disumbang oleh
komoditas beras, ikan segar (bandeng,
baronang, cakalang dan layang), sayur sayuran
(bayam, terong panjang dan tomat sayur) dan
bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai
rawit) akibat terjaganya pasokan komoditas
tersebut. Sebaliknya, kelompok administered
prices tercatat mengalami peningkatan tekanan
akibat adanya peningkatan biaya perpanjangan
STNK dan kebijakan serta kebijakan penyesuaian
subsidi listrik pada pelanggan 900 VA.
Melihat perkembangan yang ada dan hasil
liaison, laju inflasi tahunan Sulawesi Tenggara
pada triwulan I 2017 diperkirakan akan
mengalami peningkatan tekanan. Peningkatan
tersebut utamanya masih disebabkan oleh
peningkatan kelompok administered prices
akibat adanya potensi kenaikan tarif listrik dan
penyesuaian kembali di bulan Maret terhadap
pelanggan 900 VA. Selain itu, kelompok volatile
food juga diperkirakan akan mengalami
peningkatan tekanan seiring dengan tingginya
gelombang laut sehingga berpotensi
mengganggu pasokan komoditas ikan segar.
Peningkatan tekanan inflasi pada periode
mendatang juga terindikasi dari hasil Survei
Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI
Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil SK
diperoleh informasi bahwa indeks pengeluaran
konsumen di 3 bulan mendatang meningkat dari
146,0 di Triwulan IV 2016 menjadi 170,2 di
triwulan I 2017. Sejalan dengan kondisi tersebut
indeks harga pada 3 bulan mendatang juga
meningkat menjadi 185,6 di triwulan I 2017
setelah pada triwulan sebelumnya tercatat
sebesar 172,0. Peningkatan tersebut disebabkan
oleh peningkatan pengeluaran kelompok bahan
makanan (174,0 di triwulan IV 2016 menjadi
187,3 di triwulan I 2017) dan kelompok
transport, komunikasi dan jasa keuangan (174,0
di triwulan IV 2016 menjadi 187,3 di triwulan I
2017).
3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah bersama Bank Indonesia
selama Triwulan IV 2016 difokuskan untuk
melaksanakan pemantauan harga kebutuhan
strategis di pasar serta menjaga ekspektasi
masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis
terutama di akhir tahun. Secara ringkas langkah-
langkah pengendalian inflasi yang ditempuh
adalah sebagai berikut:
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
47
1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi
antar TPID.
Pada tanggal 28 November 2016 telah
dilakukan Rapat Koordinasi TPID Kabupaten
Buton Tengah. Rapat tersebut bertujuan
untuk membangan komitmen bersama
dalam rangka pengendalian harga
komoditas di kabupaten tersebut. Sebagai
TPID yang relatif masih baru, fokus
pertemuan dititikberatkan untuk membekali
para anggota TPID mengenai pentingnya
peran TPID dalam membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, mekanisme kerja
TPID dan kewajiban dari TPID Kabupaten
dalam hubungannya dengan TPID Provinsi
maupun TPI Nasional.
Selanjutnya pada 23 Januari 2017 juga
diselenggarakan Rapat TPID Kabupaten
Wakatobi dengan membahas beberapa
pokok permasalahan diantaranya
menyangkut tingginya biaya/upah bongkar
barang di pelabuhan, harga dan
ketersediaan BBM, evaluasi pemanfaatan tol
laut, tingginya ketergantungan Wakatobi
terhadap daerah lain sehingga rawan terjadi
gangguan pasokan. Menyikapi
permasalahan tersebut forum
merekomendasikan beberapa hal
diantaranya :
- Menyampaikan surat klarifikasi kepada
Pertamina mengenai kuota/jumlah
pasokan BBM di wilayah Wakatobi dan
jika diperlukan, TPID dapat memanggil
Pertamina untuk memberikan penjelasan
kepada pemerintah daerah.
- Keberadaan tol laut perlu disampaikan
secara luas kepada masyarakat agar
memberikan manfaat yang optimal
termasuk untuk mendukung kelancaran
pasokan barang dari luar daerah.
- Mendorong peran BUMD sebagai
pelaksana kerjasama antar daerah untuk
menjaga pasokan barang.
Sementara itu dalam rapat TPID Kota
Baubau yang diselenggarakan pada tanggal
26 Januari 2017 telah dihasilkan beberapa
rekomendasi dalam rangka menjaga
stabilitas harga diantaranya :
- Meningkatkan koordinasi dan kerjasama
antar pihak untuk memastikan
kelancaran pasokan dan ketersediaan
barang termasuk dengan distributor/
pedagang besar.
- Mendorong peningkatan produktivitas
tanaman bahan makanan.
2. Mengelola Ekspektasi Masyarakat
Upaya untuk menekan inflasi oleh TPID juga
dilakukan dengan mengarahkan ekspektasi
masyarakat. Beberapa upaya yang dilakukan
TPID untuk mengarahkan ekspektasi
konsumen yakni dengan meningkatkan arus
informasi melalui media massa. Informasi
mengenai kecukupan stok barang dan
aktivitas sidak pasar disebarluaskan melalui
media massa untuk mencegah terjadinya
panic buying yang menyebabkan terjadinya
pembelian berlebihan yang menyebabkan
berkurangnya ketersediaan barang di pasar.
Pada triwulan IV 2016 telah dilakukan sidak
kebeberapa pasar tradisional maupun pasar
48
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FERBRU
ARI 2
017
modern dan kunjungan ke gudang Bulog
serta distributor kebutuhan pokok untuk
memastikan kestabilan harga dan
ketersediaan stok komoditas strategis
menjelang libur Natal dan Tahun Baru.
Selain itu Tim Pengendalian Daerah (TPID)
Provinsi Sultra bekerjasama dengan PT.
Pertamina melakukan operasi pasar
terhadap komoditas LPG 3 kg mengantipasi
adanya peningkatan harga komoditas
tersebut di masyarakat.
3. Perkembangan pelaksanaan Road Map
Pengendalian Inflasi Sulawesi Tenggara.
Sampai dengan akhir tahun 2016 beberapa
kegiatan sebagai bentuk pelaksanaan Road
Map TPID Sulawesi Tenggara yang telah
dilakukan diantaranya yaitu monitoring
harga dan mengkomunikasikan hasil
pemantauan kepada masyarakat melalui
media massa (surat kabar, televisi) dengan
tujuan menjaga ekspektasi masyarakat/
konsumen terutama pada moment-moment
dimana berpotensi terjadi lonjakan
permintaan (hari raya, akhir tahun, liburan).
Upaya lain dalam menjaga ekspektasi
masyarakat terhadap inflasi juga dilakukan
dengan memutar iklan layanan masyarakat
untuk berkonsumsi secara wajar. Dalam hal
penguatan kelembagaan dan sinergi
kerjasama antar pihak, kegiatan yang telah
dilaksanakan yakni menyelenggarakan
kegiatan capacity building bagi TPID
Kota/Kabupaten, menyelenggarakan
pertemuan antar TPID dalam forum Rakorda
TPID dan HLM TPID Provinsi.
Sementara upaya peningkatan produksi
bahan pangan ditempuh melalui perluasan
lahan pertanian (sawah), intensifikasi
pertanian melalui penyelenggaraan
pelatihan, penyaluran pupuk bersubsidi,
sarana produksi, benih unggul dan aplikasi
teknologi baru. Upaya lain yang dilakukan
dalam meningkatkan kemandirian daerah
dalam memenuhi kebutuhan bawang
merah, cabe dan sayur-sayuran yakni melalui
pengembangan KRPL (Kawasan Rumah
Pangan Lestari) yang diselenggarakan di 53
kelompok se Sulawesi Tenggara.
Dalam rangka menjaga kelancaran pasokan,
selama tahun 2016 juga telah dilakukan
peningkatan kapasitas pelabuhan di
Baubau, Waonii, pembukaan rute
penyeberangan laut Amolengo Labuan
yang diharapkan akan mendukung
kelancaran arus barang/orang antar daerah.
Hal lain yang dilakukan dalam mendukung
kelancaran distribusi barang yakni melalui
rehab pasar di 9 lokasi yakni di Kota Kendari,
Muna, Kolaka, Konawe Kepulauan,
Bombana, Konawe Utara, Buton, Buton
Tengah dan Buton Selatan serta
penyelesaian pembangunan 1 Pusat
Distribusi Barang Provinsi yang akan
difungsikan pada tahun 2017. Tak kalah
pentingnya, TPID bersama pihak terkait pada
tahun 2016 menyelenggarakan kegiatan
pasar murah dan operasi pasar untuk
komoditas strategis.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N II 2016
STABILITAS
KEUANGAN DAERAH
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari
ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat
yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan
risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada
stabilitas sistem keuangan.
Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai
membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu
menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.
Perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi
keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja
penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit
mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit
menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas
terkendali.
Bab 4
51
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor
Rumah Tangga
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi
keuangan rumah tangga adalah tingkat
pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat
konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh
rumah tangga. Secara umum, tingkat
pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat
konsumsi rumah tangga turut juga dipengaruhi
oleh kinerja perekonomian.
Pada triwulan IV 2016, kondisi perekonomian
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan (lihat
Bab 1). Peningkatan tersebut hanya didorong
oleh membaiknya kinerja ekspor luar negeri,
sementara komponen lainnya seperti
pengeluaran pemerintah dan investasi
mengalami perlambatan. Kondisi demikian
ternyata belum mampu meningkatkan aktivitas
konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah
tangga pada periode tersebut tercatat hanya
tumbuh sebesar 5,1% (yoy), lebih rendah
daripada periode sebelumnya yang dapat
tumbuh sebesar 6,0% (yoy) (Grafik 4.1).
Meskipun melambat namun konsumsi rumah
tangga masih berkontribusi besar terhadap
perekonomian Sulawesi Tenggara dengan
pangsa sebesar 46,1%.
Secara tahunan konsumsi rumah tangga di
Sulawesi Tenggara tumbuh meningkat dari
5,1% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 6,1% (yoy)
di tahun 2016. Apabila dibandingkan dengan
provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, peningkatan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif
cukup tinggi dan telah berada di atas
pertumbuhan rata-rata konsumsi se-Sulawesi
(Grafik 4.2).
Peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga
selama tahun 2016 tersebut turut meningkatkan
optimisme rumah tangga dalam melakukan
kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari rata-rata
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama
triwulan IV 2016 yang mencapai 139,9 dan terus
bergerak dalam tren yang meningkat (Grafik 4.2).
Faktor yang menyebabkan optimisme konsumen
masih tinggi pada triwulan tersebut adalah
adanya ekspektasi kondisi ekonomi ke depan
yang relatif meningkat. Hal tersebut didorong
oleh perkiraan rumah tangga mendapatkan
peningkatan pendapatan/ penghasilan pada
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap
PDRB Sulawesi Tenggara Grafik 4.2 Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah
Tangga Setahun se-Sulawesi
47,346,1
6,0
5,1
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
40,0
45,0
50,0
55,0
60,0
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Pangsa gKonsumsi RT (sb.kanan)
Pangsa thd PDRB (%) %, yoy
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
45,0 50,0 55,0 60,0 65,0
2016
2015
Gorontalo
Sulsel
SULAWESI
Sulbar
SultengSultra
Sulut
Pert
um
buha
n K
onsum
si R
T
%, yoy
Pangsa Konsumsi RT dalam PDRB
%
52
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
rentang 6 bulan ke depan. Selain itu, ekspektasi
bahwa lapangan kerja yang tersedia semakin
banyak juga memperkecil kerentanan sektor
rumah tangga dalam sektor keuangan di
Sulawesi Tenggara (Grafik 4.4).
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang
dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara,
peningkatan penghasilan rumah tangga pada
triwulan IV 2016 dialami oleh 45% responden,
sementara hanya 5% saja yang mengalami
penurunan penghasilan dan 50% masih
mendapatkan penghasilan yang sama
dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Berdasarkan
sektornya, hampir seluruh sektor usaha
mengalami peningkatan penghasilan, kecuali
sektor pertambangan, konstruksi, jasa
kesehatan dan jasa kebudayaan. Bahkan semua
responden yang bekerja di bidang transportasi
dan persewaan memiliki penghasilan yang lebih
baik daripada 6 bulan sebelumnya. (Grafik 4.5).
Sumber kerentanan yang berasal dari sisi
penghasilan rumah tangga diperkirakan masih
dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil
dari Survey Konsumen juga menunjukkan
bahwa responden masih memperkirakan
terjadinya peningkatan penghasilan di 6 bulan
berikutnya. Secara aggregat, responden
memperkirakan akan terdapat penambahan
gaji/upah sebesar 8,8%. Secara sektoral, rumah
tangga yang bekerja pada sektor jasa profesional
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap
Kondisi Saat Ini Grafik 4.4 Ekspektasi Rumah Tangga Sultra Terhadap
Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini
dibandingkan 6 Bulan yang lalu Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan
mendatang Berdasarkan Sektoral
60
80
100
120
140
160
180
200
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2014 2015 2016IKE (Keyakinan Konsumen)IKE (Kondisi Saat Ini)IEK (Ekspektasi Konsumen)
indeks
Kenaikan harga BBM
Kenaikan harga BBM
Penurunan harga BBM Penurunan
harga BBM
optim
ispesim
is
Penurunan harga BBM
163 160
174168
182 186
171162 162
60
80
100
120
140
160
180
200
EkspektasiPenghasilan
EkspektasiLapangan Kerja
EkspektasiKegiatan Usaha
Est. Apr 17 Est. Mei 17 Est. Jun 17
indeks
optim
ispesim
is
25%0%
25%0%
46%50%50%50%
100%100%
40%62%
0%0%
43%100%
17%
20%5%
25%17%
2%4%
5%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
PertanianPertambangan
ListrikKonstruksi
PerdaganganTransportasi
Hotel RestoranJasa Keuangan
Jasa ProfesionalPersewaan
PemerintahanPendidikanKesehatan
KebudayaanLainnya
Perorangan
Lebih baik Sama Lebih Buruk
10
10 10
10
5
10
7
10
15
04
1310
0
5
10
15
20
25
Pe
rtan
ian
Pe
rtam
ba
ng
an
Lis
trik
Ko
nstr
uksi
Pe
rda
ga
ng
an
Tra
nspo
rta
si
Ho
tel R
esto
ran
Jasa K
eu
an
ga
n
Jasa P
rofe
sio
na
l
Pe
rse
wa
an
Pe
me
rinta
han
Pe
nd
idik
an
Ke
se
hata
n
Ke
bu
da
ya
an
Lain
nya
Pe
rora
ng
an
% kenaikan max
rata-rata
min
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
53
memiliki optimisme peningkatan penghasilan
yang paling tinggi (15%), diikuti oleh pekerjaan
di bidang pendidikan (13%) (Grafik 4.6).
Sumber kerentanan keuangan rumah tangga
lainnya adalah terkait dengan adanya potensi
tekanan harga. Namun pada triwulan IV 2016,
sumber kerentanan ini masih dalam level yang
terjaga karena inflasi Sulawesi Tenggara pada
periode tersebut mengalami penurunan (lihat
Bab 1). Sumber utama menurunnya tekanan
inflasi berasal dari penurunan harga kelompok
bahan makanan dan deflasi yang terjadi pada
kelompok transport, komunikasi dan jasa
keuangan.
Meskipun demikian, pada triwulan I 2017,
rumah tangga akan menghadapi tekanan harga
dari sisi administered prices dan bahan makanan
(Grafik 4.7). Adanya adjusment tarif listrik dan
kondisi cuaca diperkirakan akan mempengaruhi
pasokan bahan makanan. Hal ini juga sudah
diperkirakan oleh rumah tangga yang
memperkirakan inflasi akan meningkat pada
bulan Februari 2017 (Grafik 4.8).
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Secara umum, penggunaan keuangan rumah
tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan
konsumsi. Pada triwulan IV 2016, pengeluaran
untuk konsumsi mengambil porsi sebesar
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah
Tangga 3 Bulan Mendatang Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan
Mendatang Berdasarkan Komoditi
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Sulawesi Tenggara Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Berdasarkan Pengeluaran/Bulan
-2
-1
0
1
2
3
4
5
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
180,0
190,0
200,0
210,0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015 2016 2017
Ekspektasi Perubahan harga (moving 3 mo)
Inflasi Sultra qtq
indeks inflasi %, qtq
Idul Fitri80
100
120
140
160
180
200
220
Est.Jan 17 Est.Feb 17 Est.Mar 17
indeks perubahan harga
Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan
Tw IV 2016Tw III 2016
56,1%20,1%23,9%
51,4%20,1%28,6%
55,2%
54,5%
55,7%
53,8%
61,1%
17,5%
18,7%
22,5%
22,0%
19,6%
27,3%
26,7%
21,8%
24,1%
19,3%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Rp1 - 2 jt
Rp2,1 - 3 jt
Rp3,1 - 4 jt
Rp4,1 - 5 jt
>Rp5 jt
Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan
Pengelu
ara
n/b
ula
n
54
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
56,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 4.9). Hal tersebut
dikompensasi dengan mengurangi dana rumah
tangga yang ditabung dari 28,6% menjadi
23,9% dari keseluruhan penggunaan dana
rumah tangga. Pada periode tersebut pangsa
dana rumah tangga yang disisihkan untuk
membayar cicilan hutang sebesar 20,1%, tidak
mengalami perubahan dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya,
tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi
dilakukan oleh kelompok rumah tangga
berpendapatan tertinggi (dengan pengeluaran
>Rp5 juta). Meskipun demikian, terlihat tidak
terdapat diferensiasi yang signifikan pada porsi
konsumsi berdasarkan tingkat pengeluaran.
Diferensiasi yang terlihat signifikan adalah pada
porsi pengeluaran untuk cicilan/pinjaman. Porsi
pembayaran cicilan/pinjaman yang terbesar
adalah pada rumah tangga yang memiliki
pengeluaran antara Rp4 juta s.d Rp5 juta.
Sementara rumah tangga yang memiliki
pengeluaran di antara Rp1 juta s.d Rp2 juta,
relatif memiliki cicilan/pinjaman yang lebih
rendah dengan pangsa sebesar 17,5% (Grafik
4.10).
Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang,
maka terdapat penurunan risiko dari sisi kredit
karena secara agregat terjadi penurunan jumlah
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/bulan
TMP = Tidak Memiliki Pinjaman/Cicilan TMB = Tidak Menabung * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
>0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
TMB
Rp1 - 2 jt 1,7% 3,0% 1,7% 2,0% 12,0% Rp1 - 2 jt 2,7% 3,0% 5,0% 7,0% 2,7%
Rp2,1 - 3 jt 5,0% 20,3% 5,7% 3,7% 15,3% Rp2,1 - 3 jt 6,0% 13,0% 17,0% 10,7% 3,3%
Rp3,1 - 4 jt 2,0% 3,0% 4,3% 2,3% 6,7% Rp3,1 - 4 jt 4,7% 5,3% 4,0% 3,7% 0,7%
Rp4,1 - 5 jt 1,0% 1,7% 1,0% 0,7% 0,7% Rp4,1 - 5 jt 1,0% 2,3% 0,7% 1,0% 0,0%
>Rp5 jt 1,7% 2,7% 0,3% 0,7% 1,0% >Rp5 jt 2,0% 3,0% 0,7% 0,3% 0,3%
Total 11,3% 30,7% 13,0% 9,3% 35,7% Total 16,3% 26,7% 27,3% 22,7% 7,0%
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
TMP
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
TMB
Rp1 - 2 jt 1,0% 2% -1% -1,0% -13,3% Rp1 - 2 jt 1,0% -2,0% -2,0% -8,0% -1,0%
Rp2,1 - 3 jt 2% 13% 3% 0,0% 0,3% Rp2,1 - 3 jt 1,3% 6,7% 8,7% 4,0% -1,7%
Rp3,1 - 4 jt 2% 1% 2% -3% -10,3% Rp3,1 - 4 jt 1,3% 3,7% -3,3% -7,0% -3,7%
Rp4,1 - 5 jt 1% 1% 0% -1% -1,0% Rp4,1 - 5 jt 0,0% 1,7% -1,3% 0,3% -1,3%
>Rp5 jt 0% 2% 0% 0% 0,3% >Rp5 jt 1,3% 2,7% 0% 0,0% -1,0%
Total 6,3% 19,3% 3,7% -5,3% -24,0% Total 5,0% 12,7% 1,7% -10,7% -8,7%
Pengelu
ara
n/
bln
Pengelu
ara
n/
bln
Perubahan DSR*
Pengelu
ara
n/
bln
Triwulan IV 2016
Debt Service Ratio (DSR) Tabungan
TMP
Triwulan IV 2016
Pengelu
ara
n/
bln
Perubahan Tabungan*
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
55
rumah tangga yang memiliki debt service ratio
lebih dari 30% (DSR>30%). Pada triwulan IV
2016, jumlah rumah tangga dengan DSR>30%
berkurang 5,3% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Institusi keuangan menilai bahwa
rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko
yang tinggi dan dapat menjadi penyebab NPL
(non performing loan) (Tabel 4.1). Sementara itu,
peningkatan konsumsi dan pendapatan rumah
tangga juga mendorong aksesibilitas rumah
tangga dalam memperoleh pinjaman. Pada
periode tersebut, jumlah responden yang tidak
memiliki pinjaman berkurang sebesar 24,0%.
Di sisi lain, penurunan dana rumah tangga yang
disimpan sebagai tabungan terkonfirmasi oleh
adanya penurunan sebesar 10,7% pada kategori
rumah tangga yang menggunakan lebih dari
30% pendapatannya sebagai simpanan (Tabel
4.2). Meskipun demikian, terdapat penurunan
sebesar 8,7% dari rumah tangga yang tidak
memiliki tabungan. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin banyak rumah tangga yang memiliki
simpanan pada institusi keuangan. Rumah
tangga yang tidak dapat menabung berisiko
pada stabilitas sistem keuangan karena dapat
mengganggu likuiditas institusi keuangan dari
sisi sumber dana.
Dari sisi rumah tangga yang merupakan debitur
bank, salah satu hasil Survei Konsumen juga
menunjukkan kondisi keuangan rumah tangga
masih berada dalam batas yang aman. Sebanyak
57,95% responden menyatakan bahwa
pendapatan yang diterima masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan,
bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung
guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan
pendidikan.
Sementara itu jika dilihat berdasarkan tingkat
pengeluaran/bulannya, rumah tangga yang
dalam kondisi sangat cukup (masih terdapat
sebagian untuk investasi dan rekreasi) dan lebih
dari cukup (sebagian besar untuk investasi,
berlibur dan membeli kebutuhan tersier) terjadi
pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran
antara Rp3,1 juta s.d Rp4 juta. Adapun pada
rumah tangga dengan tingkat pengeluaran
antara Rp4,1 juta s.d Rp5 juta terdapat cukup
banyak responden dengan kondisi keuangan
yang pas-pasan karena pendapatan yang
didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.11 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank
Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar
Cicilan
Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan
Mendatang Debitur Bank
-11,8%
-5,1%
-20,0%
-6% 11,8%
23,1%
36,4%
40,0%
11,8%
12,8%
9,1%
20,0%
-40,0% -20,0% 0,0% 20,0% 40,0% 60,0%
Rp1 - 2 jt
Rp2,1 - 3 jt
Rp3,1 - 4 jt
Rp4,1 - 5 jt
>Rp5 jt
Pas-pasan Tidak Cukup Sangat cukup Lebih dari cukup
Pe
ng
elu
ara
n/b
ln
% pangsa
cukup
-38,5%
-52,8%
-57,9%
-60,0%
-80,0%
-30,8%
-16,7%
-10,5%
8,3%
5,3%
-100,0% -50,0% 0,0% 50,0%
Rp1 - 2 jt
Rp2,1 - 3 jt
Rp3,1 - 4 jt
Rp4,1 - 5 jt
>Rp5 jt
Berkurang Signifikan RencanaBerkurang Signifikan PercepatanBertambah Signifikan Rencana
Pe
ng
elu
ara
n/b
ln
% pangsa
berubah tidak signifikan
56
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
hari dan membayar cicilan tanpa bisa menabung
(Grafik 4.11).
Kondisi keuangan rumah tangga diperkirakan
juga akan semakin membaik karena beban
cicilan/pinjaman yang diperkirakan akan
semakin ringan. Rumah tangga yang
memperkirakan bahwa posisi pinjaman mereka
pada 6 bulan mendatang akan berkurang
sebanyak 69,3%. Pengurangan tersebut
sebagian besar karena sesuai dengan jadwal
pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil
yang karena adanya percepatan pelunasan.
Sementara itu rumah tangga yang
memperkirakan posisi pinjaman akan sama
hanya sebanyak 25,6%, bahkan yang
memperikirakan akan bertambah hanya
sebanyak 5,1% (Grafik 4.12).
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di
Perbankan
Sektor rumah tangga masih mendominasi dana
pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan
Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa
DPK perseorangan yang mencapai 77,9% dari
keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara (Grafik
4.13). Penambahan pangsa DPK perseorangan
tersebut dipengaruhi oleh DPK bukan
perseorangan (korporasi dan pemerintah) yang
mengalami penurunan sebesar 19,5% (yoy)
sementara DPK perseorangan masih tumbuh
sebesar 10,7% (yoy) meskipun melambat
dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 4.14).
Preferensi rumah tangga dalam melakukan
penempatan masih didominasi oleh fasilitas
tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan
perseorangan pada perbankan Sulawesi
Tenggara mencapai 72,0% dibandingkan
dengan total keseluruhan DPK perseorangan.
Sementara itu porsi DPK dalam bentuk deposito
juga masih dominan dilakukan oleh nasabah
perseorangan dengan porsi mencapai 24,4%
dan sisanya merupakan nasabah pemegang
rekening giro (Grafik 4.15).
Dari sisi pertumbuhannya, perlambatan DPK
perseorangan disebabkan oleh adanya
perlambatan pada fasilitas tabungan. Pada
triwulan IV 2016, tabungan perseorangan hanya
tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih rendah
daripada sebelumnya yang dapat tumbuh
sebesar 17,1% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan
DPK perseorangan dalam bentuk fasilitas
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara
60,576,4
12,0 16,3
96,796,7
66,777,9
39,5 23,6 88,0 83,7 3,3 3,3 33,3 22,1
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw III2016
Tw IV2016
Tw III2016
Tw IV2016
Tw III2016
Tw IV2016
Tw III2016
Tw IV2016
Deposito Giro Tabungan Total
Perseorangan Bukan Perseorangan
pangsa
2,2 10,7
-19,5-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
DPK Total Perseorangan Bukan Perseorangan
%, yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
57
deposito tumbuh sebesar 32,7% (yoy), lebih
tinggi daripada triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 18,1% (yoy) (Grafik 4.16).
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah
Tangga
Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di
Sulawesi Tenggara mendominasi realisasi
penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa
kredit untuk perseorangan pada triwulan IV
2016 yang mencapai 77,5% dibandingkan
keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk
daerah ini (Grafik 4.17). Dari sisi penggunaannya,
sebagian besar kredit perseorangan tersebut
digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar 68,3%,
sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan
produktif seperti untuk modal kerja dan investasi
dengan pangsa masing-masing sebesar 23,3%
dan 8,4% (Grafik 4.18).
Masih relatif besarnya pembiayaan aktivitas
produktif menggunakan jalur perseorangan
menunjukkan bahwa banyak UMKM yang
belum menggunakan badan usahanya dalam
mendapatkan fasilitas pembiayaan dari
perbankan. Pada periode laporan, nominal
kredit modal kerja perseorangan yang diakses
oleh UMKM mencapai 94,7%, sementara pada
kredit investasi mencapai 95,7% (Grafik 4.19).
Penggabungan aktivitas keuangan usaha dan
rumah tangga terlihat masih banyak terjadi pada
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
Tenggara Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis
Penempatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, loaksi proyek, diolah
Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi
Tenggara Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan
di Sulawesi Tenggara
4,4 3,6
72,3 72,0
23,3 24,4
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Giro Tabungan Deposito
pangsa
-15,4
6,4
32,7
6,02
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
-50,0
0,0
50,0
100,0
150,0
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Giro Tabungan
Deposito Sk. Bg Deposito (sb.kanan)
%, yoy %
78,5
21,5
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Perseorangan Bukan Perseorangan
pangsa
Lokasi Proyek Konsumsi Modal Kerja Investasi
68,323,38,4
Multiguna KPR KKB Alat RT
73,319,2
6,21,3
*Lokasi Proyek
Tw IV 2016
58
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
UMKM di Sulawesi Tenggara dan dapat
meningkatkan risiko pada kondisi keuangan
rumah tangga.
Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan
untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah
dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai
pangsa sebesar 73,3% dari keseluruhan kredit
konsumsi perseorangan. Penggunaan kedua
terbesar adalah kredit kepemilikan rumah (KPR)
yang mencapai pangsa 19,2%. Sementara itu
kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB)
dan kredit peralatan rumah tangga masih relatif
kecil dengan pangsa masing-masing sebesar
6,2% dan 1,3% (Grafik 4.18).
Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit
perseorangan tumbuh sebesar 13,6% (yoy) pada
triwulan IV 2016, lebih rendah daripada triwulan
sebelumnya yang mencapai 15,1% (yoy).
Perlambatan kredit perseorangan tersebut
disebabkan oleh melambatnya kredit konsumsi,
termasuk kredit multiguna. Sementara itu, kredit
kepemilikan kendaraan bermotor sudah
menunjukkan perbaikan dan dapat tumbuh
sebesar 9,4% (yoy) setelah sejak triwulan II 2015
selalu mengalami kontraksi (Grafik 4.20).
Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga
kredit perseorangan menunjukkan arah yang
mengarah ke suku bunga yang lebih rendah.
Pada triwulan IV 2016, suku bunga tertimbang
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif
Perseorangan Oleh UMKM Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di
Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga &
Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe
Tw IV 2016
99,5%
94,7%5,3%
0,5%
Nominal
Rekening
95,7%4,3%
Nominal
98,9%1,1%
Rekening
UMKM Bukan UMKM
KREDIT MODAL KERJA
PERORANGAN
KREDIT INVESTASI
PERORANGAN
Tw IV 2016
13,6
2,19,4
17,9
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Perseorangan Kredit KonsumsiKPR KKBMultiguna
%, yoy
12,78
13,00
2,28
1,09
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
11,40
11,60
11,80
12,00
12,20
12,40
12,60
12,80
13,00
13,20
13,40
13,60
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Sk.Bunga K. RT Sk.Bunga K. Kons
NPL K. RT (sb.kanan) NPL K.Kons (sb.kanan)
%, tertimbang %, NPL
2,1
15,6
9,0
-17,0
-4,7
-20,0-15,0-10,0
-5,00,05,0
10,015,020,025,0
I II III IV I II III IV
2015 2016KPR/KPA TIpe sd 21 Tipe >21-70Tipe >70 Ruko
%, yoy
pangsa
<T.21 >T.21 - T.70 >T.70 Ruko
8 61 15 19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
59
kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara
mencapai 12,78% per tahun, sedikit lebih
rendah daripada periode sebelumnya yang
mencapai 12,98%. Meskipun demikian, kondisi
suku bunga kredit konsumsi perseorangan
masih stabil dan bahkan lebih tinggi daripada
suku bunga kredit perseorangan secara
keseluruhan, yaitu sebesar 13,00% per tahun
(Grafik 4.21).
Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga masih
menunjukkan tekanan yang minimal. Hal ini
tercermin dari NPL kredit perseorangan yang
berada pada level 2,28%. Bahkan NPL pada
kredit konsumsi perseorangan hanya berada
pada level 1,09% (Grafik 4.21).
Kredit Kepemilikan Rumah
Pada triwulan IV 2016, KPR di Sulawesi Tenggara
mulai menunjukkan adanya peningkatan dan
tumbuh sebesar 2,1% (yoy), sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
hanya tumbuh sebesar 1,1% (yoy) (Grafik 4.22).
Meskipun sudah menunjukkan peningkatan,
namun kondisi ini belum mampu menurunkan
risiko pada pelaku usaha di bidang konstruksi
perumahan dan penjualan real estate secara
umum. Hal ini tercermin dari melambatnya
kinerja sektor konstruksi (PDRB) pada triwulan IV
2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,9% (yoy)
dari sebelumnya 8,8% (yoy).
Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan KPR
didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit
untuk membeli rumah tipe kecil (KPR s.d tipe 21)
dan tipe sedang (KPR tipe 21 s.d 70).
Pertumbuhan KPR tipe kecil dapat tumbuh
sampai 15,6% (yoy), sementara tipe sedang
tumbuh sebesar 9,0% (yoy) pada triwulan IV
2016. Peningkatan tersebut salah satunya
dipengaruhi oleh kebijakan program subsidi
perumahan rakyat (KPR bersubsidi) (Grafik 4.22).
Sebaliknya penyaluran KPR untuk tipe besar (>
T.70) dan KP Ruko masih melanjutkan kontraksi
bahkan lebih dalam dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga
dalam melakukan pembayaran cicilan
pembayaran rumah masih terjaga meskipun
tekanan lebih tinggi daripada triwulan
sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, NPL gross
KPR mencapai 3,39%, lebih rendah dari
sebelumnya yang mencapai 3,98%. Risiko kredit
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.23 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis
2,64
3,07
6,22
3,39
12,79
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
12,00
13,00
14,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
I II III IV I II III IV
2015 2016
KPR/KPA sd 21 KPR/KPA >21-70
KPR/KPA >70 KP Ruko
KPR/KPA Sk. Bunga (sb.kanan)
NPL % sk. bunga %
14,4
-16,2
20,19,4
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
Mobil Spd. Motor Kend. Lain KKB
Tw III 2017
Tw IV 2017
%, yoy pangsa
77,4
13,5
9,1
mobil
spd.motor
kend.lain
60
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
yang perlu mendapatkan perhatian dari institusi
keuangan adalah pada penyaluran KP Ruko yang
masih melampaui threshold 5%.
Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi
Tenggara pada triwulan IV 2016 menunjukkan
peningkatan setelah pada periode sebelumnya
mengalami kontraksi. Dilihat dari jenis
kendaraan yang dibeli, kredit kendaraan roda 4
(mobil) mulai menunjukkan adanya perbaikan,
dan sudah dapat tumbuh positif sebesar 14,4%
(yoy) setelah sebelumnya terkontraksi sebesar
1,0% (yoy) (Grafik 4.24). Secara nominal terdapat
penambahan baki debet untuk pembiayaan
pembelian mobil sebesar Rp18,3 miliar selama 1
triwulan. Jika diasumsikan harga sebuah mobil
keluarga sebesar Rp250 juta/unit maka dalam 1
triwulan tersebut jumlah mobil yang dibeli
melalui pembiayaan perbankan sekitar 73 unit.
Sementara itu, pembiayaan pembelian
kendaraan roda 2 (sepeda motor) masih
terkontraksi sebesar 16,2% (yoy) (Grafik 4.24).
Selama satu triwulan terjadi penurunan baki
debet sebesar Rp12,6 miliar, atau terjadi
penurunan jumlah sepeda motor baru yang
dibiayai perbankan sekitar 837 unit (asumsi
harga sepeda motor Rp15 juta/unit).
Berdasarkan hasil liasion kepada salah satu
dealer kendaraan bermotor, pola pembayaran
pembelian kendaraan didominasi dengan
pembelian melalui lembaga pembiayaan (bank
dan leasing) sebesar 70%, sisanya melakukan
pembelian secara tunai.
Dari sisi risiko kredit, NPL gross KKB
menunjukkan adanya peningkatan dari 1,64%
menjadi 2,34% pada triwulan IV 2016 (Grafik
4.25). Peningkatan risiko kredit tersebut
dipengaruhi oleh peningkatan risiko pada kredit
kepemilikan mobil dengan NPL sebesar 2,21%
dan kredit kepemilikan sepeda motor dengan
NPL sebesar 1,73%.
Kredit Multiguna
Besarnya penggunaan kredit konsumsi
perseorangan secara multiguna menunjukkan
bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga
lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan
untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor
maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi
karena pengajuan kredit multiguna relatif
mudah dengan menggunakan jaminan/agunan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.25 NPL dan Suku Bunga KKB Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna
2,3
2,21
1,73
4,40
13,5
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
I II III IV I II III IV
2015 2016KKB MobilSpd. Motor Kend. Lainsk.bunga (sb.kanan)
%, NPL %, sk.bunga
16,8
-16,0-19,0
35,8
1,6
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
I II III IV I II III IV
2015 2016
Multiguna <Rp50jt
>Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt
>Rp500jt
%, yoy pangsa
5%
19%
75%
2%
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
61
yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu
penggunaan dana yang diterima dapat secara
leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam
melakukan aktivitas konsumsi seperti
merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya
pendidikan, biaya pengobatan, maupun
pembelian barang berharga/elektronik, dan
bahkan dapat digunakan untuk modal usaha.
Pada triwulan IV 2016, kredit multiguna tumbuh
sebesar 16,8% (yoy), lebih rendah daripada
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
19,6% (yoy) (Grafik 4.26). Perlambatan tersebut
disebabkan oleh melambatnya kredit multiguna
dengan pangsa terbesar yaitu pinjaman >Rp100
juta s.d Rp500 juta, yang tumbuh sebesar
35,8% (yoy). Sementara itu kredit multiguna
dengan nominal kredit di bawah Rp100 juta
masih terkontraksi.
Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk
fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko
yang rendah. Pada triwulan IV 2016, NPL kredit
multiguna hanya sebesar 0,36% dan NPL pada
pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta hanya
sebesar 0,19% (Grafik 4.27). Adapun kredit
multiguna dengan risiko kredit terbesar berada
pada pembiayaan dengan nominal di atas Rp500
juta namun NPL-nya masih dibawah threshold
5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa eksposur
keuangan rumah tangga masih berdampak
minimal pada institusi keuangan maupun pada
sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara
pada triwulan IV 2016 bersumber dari
peningkatan kinerja usaha pertambangan dan
penggalian dan usaha pertanian. Kondisi ini
dapat menurunkan kerentanan sistem keuangan
di Sulawesi Tenggara yang berasal dari sektor
korporasi.
Meskipun demikian, sektor dominan lainnya di
Sulawesi Tenggara yaitu usaha konstruksi, usaha
perdagangan dan industri pengolahan
mengalami perlambatan. Beberapa sektor
dominan yang mengalami perlambatan tersebut
dapat menjadi sumber kerentanan sistem
keuangan dari sektor korporasi di Sulawesi
Tenggara. Perlambatan kinerja konstruksi
sebagai dampak dari melambatnya kegiatan
investasi pemerintah dan swasta pada periode
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 4.27 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.28 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara
0,36
2,02
0,19
4,59
13,36
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
12,00
13,00
14,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
I II III IV I II III IV
2015 2016Multiguna <Rp50jt>Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt>Rp500jt Sk.bunga
%, NPL %, sk. bungaMinyak Nilam1.692 2,2%
Perikanan4.911 6,4%
Aspal556
0,7%Mete1.550 2,0%
Kakao olah1.054 1,4%
Feronikel66.242 86,6%
Lainnya528
0,7%
62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
tersebut berpengaruh kepada permintaan bahan
bangunan yang berasal dari komoditas
pertambangan dan galian (batu, kerikil dan
pasir).
Di sisi lain, masih bergantungnya ekspor
Sulawesi Tenggara pada komoditas Feronikel
menyebabkan terdapat kerentanan pada sektor
industri pengolahan nikel. Meskipun demikian,
kinerja ekspor feronikel yang mengalami
perbaikan pada triwulan IV 2016 dapat
meminimalkan risiko default pada sektor-sektor
pendukungnya. Pada periode tersebut, ekspor
feronikel mencapai 86,6% dari keseluruhan
ekspor (Grafik 3.28). Harga nikel yang sudah
mengalami rebound menunjukkan peningkatan
permintaan dari negara tujuan ekspor terhadap
produk olahan nikel. Harga nikel pada triwulan
IV 2016 secara rata-rata sebesar
USD10.778/metric ton, lebih tinggi daripada
harga pada triwulan sebelumnya yang hanya
sebesar USD8.227/metric ton (Grafik 4.29).
Dengan meningkatnya permintaan olahan nikel
(feronikel dan nikcel pig iron/ NPI) dunia dan
harga nikel yang mulai membaik, maka akan
mengurangi risiko lanjutan pada korporasi
pertambangan nikel, korporasi penyedia jasa
peralatan berat pertambangan, dan korporasi
penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Selain
berpengaruh kepada korporasi lainnya,
peningkatan pada permintaan nikel olahan juga
berdampak pada potensi perbaikan kondisi
ketenagakerjaan dan peningkatan tingkat
penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan
secara langsung maupun tidak langsung.
Bahkan secara tidak langsung, dampak dari
kondisi ini akan dirasakan oleh korporasi
penjualan ritel dan korporasi akomodasi (hotel).
4.2.2. Kinerja Korporasi
Omzet Penjualan
Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi
di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016,
terdapat peningkatan omzet penjualan domestik
pada korporasi pertambangan nikel, aspal, ritel
dan akomodasi. Peningkatan omzet paling besar
dirasakan oleh korporasi tambang nikel dan ritel
dengan skala likert sebesar +3,0 (peningkatan
berada di atas rata-rata normalnya) (Grafik 4.31).
Peningkatan yang terjadi pada korporasi
tambang nikel tersebut didorong oleh
peningkatan permintaan dari smelter mitra kerja
di luar provinsi, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah
dan Provinsi Banten. Hal tersebut seiring dengan
Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.29 Harga Nikel Internasional Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara
10.789
14,3
-50,0
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Harga Nikel Perubahan yoy (sb.kanan)
USD/metric ton %, yoy
-12,80%
6,21%
26,66%
16,69%14,33%
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
I II III IV I II III IV
2015 2016
saldo bersih
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
63
peningkatan permintaan nikel olahan khususnya
dari Tiongkok. Di sisi lain, mulai berkuranganya
pasokan ore nickel maupun nikel olahan dari
Filipina turut memberikan dampak positif atas
naiknya tingkat permintaan ore nickel terhadap
Indonesia sebagai salah satu negara produsen
ore dan nikel olahan. Peningkatan tersebut juga
dipengaruhi oleh dikeluarkannya kebijakan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terkait
relaksasi/izin untuk melakukan penjualan ore
nickel antar daerah pada semester II 2015 yang
lalu. Kebijakan tersebut dikeluarkan kepada
beberapa pelaku usaha pertambangan yang
telah berkomitmen dan sedang dalam proses
pembangunan smelter sekaligus dalam rangka
mendukung kondisi finansial perusahaan.
Peningkatan omzet penjualan domestik juga
dirasakan oleh korporasi pertambangan aspal.
Kondisi tersebut didorong oleh tingginya
kebutuhan aspal untuk pembangunan
infrastruktur jalan khususnya dari beberapa
Daerah Otonomi Baru (DOB) pemekaran yang
berada di provinsi Sulawesi Tenggara seperti
Kabupaten Muna, Kabupaten Muna Barat,
Kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton
Utara. Permintaan domestik secara umum
datang dari Kementerian Pekerjaan Umum
maupun dari kontraktor yang terafiliasi atau
merupakan rekanan dari Kementerian Pekerjaan
Umum. Di samping itu, dengan adanya
kebijakan mengenai penggunaan aspal buton
untuk kebutuhan aspal nasional diharapkan
tingkat penjualan dapat lebih ditingkatkan lagi.
Peningkatan juga terjadi pada korporasi yang
bergerak di sektor yang berhubungan langsung
dengan aktivitas konsumsi rumah tangga seperti
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
(PBE) ritel dan lapangan usaha akomodasi
(perhotelan). Pada korporasi perdagangan
kendaraan dan perdagangan ritel memiliki skala
likert penjualan domestik mencapai +3,0
(peningkatan berada di atas rata-rata normal).
Kinerja positif penjualan korporasi ritel tersebut
didorong oleh membaiknya daya beli seiring
dengan mulai pulihnya kondisi ekonomi. Dan
adanya promosi yang dilakukan untuk menarik
konsumen pada triwulan IV 2016.
Sementara itu pada usaha perhotelan, skala
likert penjualan domestik mencapai +2,0
(peningkatan berada pada rata-rata normal).
Kondisi tersebut disumbangkan oleh
peningkatan tamu pemerintahan dan bisnis
Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison
(4,00)
(3,00)
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
PenjualanDomestik
PenjualanEkspor
KapasitasUtilisasi
Persediaan Investasi Biaya Harga Jual Marjin
Pertanian Perikanan Tambang-Nikel Tambang-Aspal Industri Ritel Akomodasi
Skala Likert
64
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
terkait dengan pembangunan proyek
infrastruktur pemerintahan. Secara umum,
sumbangan omzet penjualan korporasi hotel
dari pemerintahan mencapai 40%, diikuti oleh
tamu dari segmen corporate, dan umum
masing-masing sekitar 30%.
Kinerja penjualan yang masih menunjukkan
adanya optimisme secara umum terlihat pula
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara.
Pada triwulan IV 2016, kegiatan usaha
menunjukkan saldo bersih sebesar 14,33%. Nilai
saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan
bahwa korporasi yang mengalami peningkatan
permintaan lebih banyak daripada korporasi
yang mengalami penurunan permintaan (Grafik
4.30).
Biaya
Pada triwulan IV 2016, semua korporasi yang
menjadi responden liaison menyatakan
mengalami peningkatan biaya produksi.
Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi
pertanian dan korporasi perdagangan ritel
dengan likert scale sebesar +1,80 (Grafik 4.31).
Peningkatan biaya pada korporasi pertanian
(penggilingan beras) disebabkan karena
komponen biaya bahan baku yang bertambah.
Hal ini terjadi karena suplai gabah relatif rendah
seiring dengan adanya kemarau panjang pada
periode sebelumnya. Kenaikan juga terjadi pada
komponen biaya tenaga kerja pengolahan
sawah yang sebesar Rp3.000/orang/kuintal
menjadi Rp4.000/orang/kuintal.
Hal yang serupa juga dialami oleh korporasi
perdagangan ritel. Peningkatan biaya berasal
dari komponen biaya pengadaan barang
dagangan dan biaya tenaga kerja. Kenaikan
biaya pengadaan barang dagangan yang paling
signifikan berasal dari komoditas barang
elektronik yakni berkisar 10%-20%, sementara
untuk komoditas bahan pangan/kebutuhan
pokok peningkatan antara 5%-10% sejalan
dengan laju inflasi tahunan yang ada. Untuk
biaya upah/tenaga kerja korporasi tersebut
mengungkapkan terjadinya kenaikan, namun
masih berada di level moderat. Adapun kenaikan
biaya upah tersebut guna menyesuaikan dengan
kenaikan tingkat UMR dari tahun ke tahun.
Marjin Keuntungan
Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau
margin keuntungan secara umum relatif stabil.
Pada triwulan IV 2016, peningkatan margin
hanya dialami oleh korporasi korporasi pertanian
dengan skala likert +2,00 dan korporasi
pertambangan nikel dengan skala likert +1,50.
Sementara itu pada korporasi akomodasi/hotel
mengalami penurunan marjin (skala likert -1,00)
(Grafik 4.31).
Peningkatan margin keuntungan yang terjadi
pada korporasi pertanian dilakukan dengan
meningkatkan harga jual yang lebih besar
daripada peningkatan biayanya. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan investasi yang
dilakukan oleh korporasi yaitu berupa perluasan
area gudang penyimpanan gabah dan beras. Ke
depan, korporasi juga akan menambah mesin
pengering (dryer) untuk meningkatkan kapasitas
produksi.
Sementara itu, peningkatan marjin yang dialami
oleh korporasi pertambangan nikel terjadi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
65
seiring dengan adanya peningkatan harga nikel
internasional. Dengan penambahan marjin
tersebut, korporasi memiliki dana untuk
melanjutkan pembangunan smelter.
Kondisi likuiditas keuangan korporasi
Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas
keuangan korporasi menunjukkan posisi yang
baik. Pada triwulan IV 2016, pangsa korporasi
yang memiliki kondisi likuiditas baik mencapai
65,9%, lebih tinggi daripada triwulan
sebelumnya yang hanya sebanyak 37,4% dari
total responden korporasi di Sulawesi Tenggara
(Grafik 4.32). Selain itu pangsa korporasi dengan
kondisi likuiditas yang buruk relatif tidak
berubah pada kisaran 0,6% (Grafik 4.28).
Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang
berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah
korporasi yang bergerak di sektor pertambangan
dan penggalian. Jumlah korporasi yang memiliki
likuiditas keuangan yang baik di sektor tersebut
mencapai 87,5%. Sementara itu, korporasi pada
sektor industri memiliki kondisi likuiditas baik
yang paling rendah, yaitu hanya sebesar 23,1%
dari keseluruhan responden pada sektor
tersebut. Pada triwulan tersebut hanya korporasi
sektor industri dan sektor jasa-jasa yang memiliki
kondisi likuiditas yang buruk (Grafik 4.33).
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.32 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan
Korporasi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.33 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi
Berdasarkan Sektoral
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.34 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang
Tw IV 2016Tw III 2016
65,9%
33,5%0,6%
37,4%
62,0%0,6%
Baik Cukup Buruk
23,1
40,0
54,5
65,6
75,0
76,0
79,2
87,5
69,2
60,0
45,5
31,3
25,0
24,0
20,8
12,5
7,7
3,1
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Jasa jasa
Transportasi
Hotel Resto
Pertanian
Tambang
Baik Cukup Buruk
-50,0
-10,0
-14,3
-6,4
12,5
100,0
20,0
10,0
14,9
-100,0 -50,0 0,0 50,0 100,0 150,0
Pertanian
Pertambangan
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Hotel Restoran
Angkutan
Jasa
Total
Tambah Berat Tambah Ringan
Pangsa %
TETAP
18,60
37,50
15,38
40,00
30,30
40,00
41,67
22,58
27,65
Responden Sebagai Debitur Bank (%)
66
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Beban Angsuran Hutang Korporasi
Dari sisi kemampuan membayar hutang,
korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum
masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi
ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) pada triwulan IV 2016 yang
menunjukkan bahwa terdapat 78,7%
responden korporasi yang merasakan bahwa
beban angsuran perbankan tetap seperti periode
sebelumnya. Bahkan terdapat 14,9% korporasi
yang sedang memiliki kredit perbankan
menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke
depan akan semakin ringan terhadap
pendapatan perusahaan. Jumlah responden
SKDU sebagai debitur perbankan bertambah
dari 24,56% menjadi 27,65% dari keseluruhan
responden (Grafik 4.34).
4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,
kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi
tetap perlu diwaspadai meskipun eskposur
kredit perbankan pada sektor ini hanya sebesar
21,5% dari total kredit di Sulawesi Tenggara
(berdasarkan lokasi proyek). Faktor tersebut
terjadi karena kondisi keuangan sektor rumah
tangga yang menjadi eksposur dominan kredit
perbankan di Sulawesi Tenggara juga
dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi,
terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan
tenaga kerja.
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016
mencapai Rp4,87 triliun, tumbuh sebesar 40,6%
(yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 38,6% (yoy) (Grafik 4.36).
Pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi
daripada pertumbuhan kredit rumah tangga
(perseorangan) yang hanya tumbuh sebesar
13,6% (yoy).
Peningkatan yang terjadi pada kredit korporasi
tersebut bersumber dari peningkatan kredit
investasi dapat tumbuh sebesar 55,4% (yoy),
lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 42,3% (yoy). Karena pangsa
kredit investasi mendominasi kredit korporasi
sebesar 69,6% maka kondisi tersebut sangat
mempengaruhi kredit korporasi secara
keseluruhan. Sementara itu, kredit modal kerja
korporasi hanya tumbuh sebesar 19,0% (yoy),
lebih rendah daripada sebelumnya yang
mencapai 33,0% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.35 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi
30,0%
69,6%0,4%
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
40,619,0
55,4
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Korporasi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi
%, yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
67
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan
IV 2016 mencapai Rp1,46 triliun, tumbuh
melambat sebesar 19,0% (yoy). Perlambatan
yang terjadi disebabkan karena perlambatan
penyaluran kredit pada sektor konstruksi dan
sektor pertambangan. Kredit modal kerja pada
sektor konstruksi tumbuh sebesar 13,7% (yoy)
(Grafik 4.37). Dari sisi pangsanya, kredit modal
kerja didominasi oleh kredit kepada sektor
konstruksi (pangsa 39,7%) dan sektor
perdagangan (pangsa 36,2%). Sementara itu,
pangsa sektor pertambangan menempati posisi
ke-3 dengan pangsa sebesar 13,2%.
Dari sisi risiko kredit, terjadi peningkatan
tekanan dari sisi kredit modal kerja. Hal ini
terlihat dari NPL yang meningkat dari 3,87%
pada triwulan II 2016 menjadi 5,29% pada
periode laporan (Grafik 4.38). Peningkatan
tekanan risiko kredit tersebut berasal dari
peningkatan risiko pada sektor perdagangan.
Kredit Investasi Korporasi
Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan IV
2016 mencapai Rp3,38 triliun, tumbuh
meningkat sebesar 55,4% (yoy). Berbeda
dengan kredit modal kerja, pangsa terbesar
kredit investasi korporasi berada pada sektor
pertambangan dan penggalian (pangsa 65,3%).
Diikuti oleh penyaluran kredit ke sektor
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.37 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi
Sektor Dominan Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi
Sektor Dominan Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi
66,6
18,2
58,6
13,719,8
53,1
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
Konstruksi Perdagangan Pertambangan
TwIII 16 TwIV 16
%, yoyp
an
gs
a
(%)
39,7 36,2 13,2
0%
5%
10%
15%
Konstruksi Perdagangan Pertambangan Modal KerjaKorporasi
TwIII 16 TwIV 16
%, NPL
risiko meningkat
risiko terkendali
risiko terkendali
threshold
risiko meningkat
60,9
21,4 16,1
82,6
-1,4
63,0
-10,00,0
10,020,030,040,050,060,070,080,090,0
Pertambangan Perhotelan Pertanian
TwIII 16 TwIV 16%, yoy
pangsa (%) 65,3 7,8 6,5
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Tambang Perhotelan Pertanian InvestasiKorporasi
TwIII 16 TwIV 16
%, NPL
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
threshold
68
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
perhotelan (pangsa 7,8%) dan sektor pertanian
(pangsa 6,5%) (Grafik 4.39).
Peningkatan kredit investasi korporasi
dipengaruhi oleh peningkatan kredit ke sektor
pertambangan dan sektor pertanian. Pada
triwulan IV 2016, baki debet kredit di sektor
pertambangan tumbuh sebesar 82,6% (yoy),
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 60,9% (yoy). Hal ini sejalan
dengan skala likert investasi sektor
pertambangan yang meningkat terutama pada
korporasi tambang aspal (Grafik 4.31).
Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit
investasi korporasi masih memiliki risiko yang
terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan IV
2016, NPL kredit ini hanya sebesar 1,36% (Grafik
4.40).
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN
(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA
4.3.1. Aset Bank Umum
Aset bank umum yang berada di Sulawesi
Tenggara pada triwulan IV 2016 mencapai
Rp23,04 triliun, atau tumbuh sebesar 13,1%
(yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut
lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang
mencapai 2,0% (yoy) (Grafik 4.41). Peningkatan
tersebut didorong oleh penambahan aset bank
pemerintah dan bank swasta nasional. Secara
umum berdasarkan pangsanya, bank
pemerintah masih mendominasi industri
perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.41 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.43 Perbandingan Pertumbuhan Aset Bank di
Sulawesi Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara
23,04
13,1
15,0
4,8
18
19
20
21
22
23
24
25
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
I II III IV I II III IV
2015 2016
Aset Bank (sb.kanan) gAset Total
gAset Bank Pemerintah gAset Bank Swasta
%, yoy Rp triliun
82,9%
17,1%
Aset Bank Pemerintah
Aset Bank Swasta
Rp19,09triliun
Rp3,94triliun
13,1
9,4
7,1
7,7
7,5
19,2
8,4
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
Tw III 16 Tw IV 16
10,0 11,7 54,5 16,9 4,3 2,65
%, yoy
%, pangsa thd Sulawesi
14,87
2,40
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
I II III IV I II III IV
2015 2016
DPK (sb.kanan) gDPK
%, yoy Rp triliun
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
69
aset mencapai 82,9%, sedangkan total bank
swasta nasional hanya sebesar 17,1% dari total
aset bank umum di Sulawesi Tenggara (Grafik
4.42).
Dibandingkan dengan perbankan se-Sulawesi,
peningkatan aset yang terjadi di Sulawesi
Tenggara merupakan yang paling tinggi, dan
pertumbuhannya menempati urutan kedua
setelah Sulawesi Barat yang dapat tumbuh
sebesar 19,2% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Namun secara nominal, aset perbankan Sulawesi
Tenggara hanya sebesar 10% dari total aset
bank se-Sulawesi (Grafik 4.43).
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun
oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi
Tenggara pada triwulan IV 2016 kembali
mengalami perlambatan pertumbuhan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu
dari 3,8% (yoy) di triwulan III menjadi 2,4% (yoy)
di triwulan IV 2016 (Grafik 4.44). Dengan
demikian, total DPK di Sulawesi Tenggara pada
akhir tahun 2016 mencapai Rp14,87 triliun.
Dibandingkan dengan kinerja perbankan se-
Sulawesi dalam menghimpun DPK,
melambatnya DPK di Sulawesi Tenggara juga
berkontribusi pada perlambatan DPK se-
Sulawesi. Pada periode triwulan IV 2016, hanya
ada 2 provinsi yang mengalami perlambatan
DPK, yaitu Sulawesi Selatan (pangsa 58,1%) dan
Sulawesi Tenggara (pangsa 10,4%) (Grafik 4.45).
Secara spasial, penghimpunan DPK di Sulawesi
Tenggara masih terkonsentrasi di Kota Kendari,
Kota Baubau dan Kab. Kolaka. Ketiga daerah
tersebut merupakan pusat aktivitas bisnis dan
keuangan di Sulawesi Tenggara. Meskipun
demikian, pertumbuhan DPK pada ketiga daerah
tersebut relatif rendah, bahkan DPK di Kota
Kendari terkontraksi sebesar 0,8% (yoy).
Adapun pertumbuhan DPK tertinggi berada di
Kab. Konawe Selatan dengan DPK yang dapat
tumbuh 30,9% (yoy), diikuti oleh Kab. Buton
(18,7%, yoy) dan Kab. Buton (13,5%, yoy). Hal
ini menunjukkan aktivitas perekonomian sudah
semakin merata dan perbankan juga sudah aktif
menjangkau daerah kabupaten (Tabel 4.2).
Tabungan
Perlambatan penyerapan DPK yang terjadi di
Sulawesi Tenggara disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan tabungan. Pada
triwulan IV 2016, tabungan hanya dapat
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.45 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK per Penempatan
2,3
1,95,1
-1,2
5,8
2,53,4
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00TwIII 16 TwIV 16
10,4 11,2 58,1 14,8 3,1 2,4
%, yoy
%, pangsa thd Sulawesi
17,1% 58,0% 24,9%
-10,1
6,14,0
-20,0-10,0
0,010,020,030,040,050,060,0
I II III IV I II III IV
2015 2016
gDPK GirogDPK TabungangDPK Deposito
%, yoy
pangsa thd total DPK
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
70
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
tumbuh sebesar 6,1% (yoy), lebih rendah
daripada triwulan sebelumnya yang dapat
tumbuh sebesar 16,6% (yoy). Jumlah tabungan
masyarakat di Sulawesi Tenggara sampai
dengan waktu tersebut adalah sebesar Rp8,63
triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang
rekening tabungan adalah nasabah
perseorangan sebesar 96,61%, diikuti oleh
korporasi sebesar 2,96% dan sisanya adalah
nasabah pemerintah.
Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar
penabung di Sulawesi Tenggara memiliki
tabungan di bawah Rp100 juta dengan jumlah
penabung mencapai 98,99% dari keseluruhan
rekening tabungan. Sementara itu penabung
dengan nilai di atas Rp1 miliar masih sedikit
(pangsa 0,03%), namun nominalnya relatif
besar mencapai 11,7% dari total nominal
tabungan di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.3).
Deposito
Melambatnya penghimpunan deposito turut
menyebabkan perlambatan DPK yang terjadi
pada triwulan IV 2016. Pada periode tersebut
deposito hanya tumbuh sebesar 4,0% (yoy),
lebih rendah dari periode sebelumnya yang
dapat tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Jumlah
penghimpunan deposito sampai periode
tersebut mencapai Rp3,7 triliun. Adapun pangsa
terbesar pemilik deposito adalah nasabah
perseorangan sebesar 76,39%, nasabah BUMN
sebesar 10,26% dan pemerintah sebesar
7,97%.
Tabel 4.3 Tabungan Berdasarkan Nilainya Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Nilainya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Tabel 4.2 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gDPK = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
TabunganNominal
(Rp miliar)Rekening
%
Nominal
%
Rekening
0-100 Jt 4.558 1.589.110 52,8% 98,99%
100Jt-500Jt 2.699 15.106 31,3% 0,94%
500Jt -1 M 360 538 4,2% 0,03%
> 1 M 1.010 496 11,7% 0,03%
TabunganNominal
(Rp miliar)Rekening
%
Nominal
%
Rekening
0-100 Jt 451 9.265 12,2% 66,41%
100Jt-500Jt 904 3.805 24,4% 27,27%
500Jt -1 M 453 547 12,2% 3,92%
> 1 M 1.893 335 51,1% 2,40%
Nominal Rekening %Nominal %Rekening Giro Tabungan Deposito
Kab. Buton 868,6 132.771 5,8% 8,1% 18,7% 14,4% 71,0% 14,6%
Kab. Muna 1.337,6 156.334 9,0% 9,5% 13,5% 16,1% 64,1% 19,8%
Kab. Kolaka 1.949,2 259.657 13,1% 15,8% 0,0% 17,3% 60,1% 22,6%
Kab. Wakatobi 305,1 39.177 2,1% 2,4% 5,2% 15,8% 63,5% 20,7%
Kab. Konawe 375,8 86.772 2,5% 5,3% 4,0% 13,1% 75,3% 11,6%
Kab. Konawe Selatan 143,6 38.019 1,0% 2,3% 30,9% 0,6% 84,9% 14,5%
Kab. Bombana 225,8 51.673 1,5% 3,1% -8,1% 0,5% 87,3% 12,2%
Kab. Kolaka Utara 154,3 34.918 1,0% 2,1% 1,0% 0,4% 93,7% 6,0%
Kab. Konawe Utara 8,4 878 0,1% 0,1% - 85,5% 11,9% 2,5%
Kota Baubau 2.322,7 192.664 15,6% 11,7% 2,8% 22,4% 58,8% 18,9%
Kota Kendari 7.181,1 648.386 48,3% 39,5% -0,8% 17,3% 51,2% 31,6%
Sulawesi Tenggara 14.872,2 1.641.249 100,0% 100,0% 2,5% 17,1% 58,0% 24,9%
Kota/KabupatenDPK Pangsa thd Sultra
gDPKPangsa
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
71
Ketergantungan perbankan Sulawesi Tenggara
terhadap deposan besar pada triwulan laporan
tercatat cukup tinggi. Dari hasil pengelompokan
deposito berdasarkan nilainya, terlihat bahwa
rekening dengan nilai deposito di atas Rp1 miliar
hanya dimiliki oleh 2,4% deposan, namun porsi
kepemilikan tersebut menguasai 51,1% dari
total deposito perbankan di Sulawesi Tenggara
(Tabel 4.4).
Giro
Sementara itu, giro masih terkontraksi sebesar
10,1% (yoy). Terkontraksinya giro disebabkan
karena penurunan giro yang dimiliki oleh
korporasi 19,25% (yoy) dan perseorangan
sebesar 15,4% (yoy). Sementara itu giro yang
dimiliki oleh pemerintah sudah dapat tumbuh
positif sebesar 1,0% (yoy), setelah sebelumnya
mengalami penurunan sebesar 21,8% (yoy).
Adapun pangsa terbesar pemilik deposito adalah
nasabah pemerintah sebesar 47,3%, nasabah
korporasi sebesar 36,4% dan perseorangan
sebesar 16,3%.
4.3.3. Penyaluran Kredit
Seiring dengan kinerja penghimpunan dana
yang mengalami perlambatan, fungsi
penyaluran kredit perbankan oleh bank umum
yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara
keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada
triwulan IV 2016, kredit perbankan tumbuh
sebesar 13,5% (yoy) lebih rendah dibandingkan
dengan kinerja periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 15,8% (yoy). Secara nominal,
kredit perbankan yang disalurkan sampai
dengan triwulan IV 2016 mencapai Rp18,3
triliun (Grafik 4.46).
Dibandingkan dengan kinerja perbankan se-
Sulawesi dalam menyalurkan kredit,
melambatnya kredit perbankan di Sulawesi
Tenggara juga dialami oleh sebagian besar
provinsi lainnya. Pada periode triwulan IV 2016,
dari 6 provinsi hanya ada 1 provinsi yang
mengalami peningkatan kredit, yaitu Sulawesi
Utara (Grafik 4.47).
Secara spasial, penyaluran kredit masih
terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa
sebesar 60,3% dari seluruh penyaluran kredit
yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi
Tenggara. Meskipun demikian, pertumbuhan
kredit di Kota Kendari berada di bawah rata-rata
pertumbuhan kredit Sulawesi Tenggara.
Pertumbuhan kredit tertinggi berada di
Kabupaten Buton Utara sebesar 29,1% (yoy),
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi
18
18,3
7,2
12,6
13,5
0
5
10
15
20
25
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
I II III IV I II III IV
2015 2016Kredit (sb.kanan) gKr.Modal KerjagKr.Investasi gKr.KonsumsigKredit
%, yoy Rp triliun
13,510,8 9,5
6,3 7,5
23,6
9,7
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
Tw III 16 Tw IV 16
9,4 11,9 54,6 16,2 5,0 2,9
%, yoy
%, pangsa thd Sulawesi
72
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
diikuti oleh penyaluran di Kab. Bombana yang
tumbuh sebesar 24,1% (yoy).
Sementara itu, terdapat perbankan di tingkat
kabupaten yang tidak menyalurkan kredit
investasi seperti di Kab. Buton dan Kab.
Wakatobi. Meskipun demikian, terdapat
penyaluran kredit yang diperuntukkan bagi
kedua kabupaten tersebut berasal dari daerah
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa potensi
investasi di suatu daerah belum sepenuhnya
didukung oleh perbankan di daerah tersebut.
Dengan demikian perlu adanya penambahan
kewenangan bagi kantor cabang di daerah
dalam melakukan penyaluran kredit investasi di
daerah yang sedang berkembang.
Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Perlambatan penyaluran kredit yang terjadi pada
triwulan IV 2016 dari sisi jenis penggunaan
disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit
konsumsi dan kredit investasi yang mendominasi
kredit di Sulawesi Tenggara. Pangsa kredit
konsumsi mencapai 61,7% dari total penyaluran
kredit pada triwulan IV 2016. Pada periode
tersebut, kredit konsumsi hanya tumbuh sebesar
12,6% (yoy) setelah pada periode sebelumnya
tumbuh sebesar 15,6% (yoy).
Sedangkan untuk kredit investasi tercatat
sebesar Rp1,92 triliun dan tumbuh sebesar 7,2%
(yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
13,4% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja
tercatat sebesar Rp5,1 triliun, terakselerasi
sebesar 18,3% (yoy), setelah sebelumnya
tumbuh sebesar 17,3% (yoy).
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor
ekonomi, perlambatan kredit yang terjadi
terutama disebabkan karena melambatnya
penyaluran kredit ke sektor perdagangan yang
merupakan penyaluran kredit produktif (kredit
modal kerja dan kredit investasi) dengan pangsa
terbesar. Pada triwulan IV 2016, kredit ke sektor
perdagangan yang disalurkan oleh perbankan di
Sulawesi Tenggara hanya tumbuh sebesar
Tabel 4.5 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Nominal Rekening %Nominal %Rekening K.MK K.INV K.KONS
Kab. Buton 104 1.138 0,6% 0,5% 25,2% 6,5% 0,0% 93,5%
Kab. Muna 1.282 24.705 7,0% 11,0% 20,5% 27,0% 3,6% 69,4%
Kab. Kolaka 2.465 36.909 13,5% 16,5% 21,8% 37,6% 5,7% 56,7%
Kab. Wakatobi 152 1.933 0,8% 0,9% 16,2% 3,3% 0,0% 96,7%
Kab. Konawe 450 3.251 2,5% 1,4% 3,8% 0,5% 0,4% 99,1%
Kab. Konawe Selatan 388 3.000 2,1% 1,3% -5,3% 2,0% 0,3% 97,7%
Kab. Bombana 228 2.056 1,2% 0,9% 24,7% 1,0% 0,6% 98,4%
Kab. Kolaka Utara 203 1.986 1,1% 0,9% 17,1% 2,7% 0,4% 96,9%
Kab. Buton Utara 118 1.294 0,6% 0,6% 29,1% 3,3% 1,6% 95,1%
Kab. Konawe Utara 194 1.387 1,1% 0,6% -24,4% 1,3% 0,5% 98,2%
Kota Baubau 1.664 26.078 9,1% 11,6% 16,4% 28,6% 7,2% 64,2%
Kota Kendari 11.018 120.515 60,3% 53,7% 12,3% 29,8% 14,6% 55,6%
Sulawesi Tenggara 18.266 224.252 100,0% 100,0% 13,5% 27,8% 10,5% 61,7%
Kota/KabupatenDPK Pangsa thd Sultra
gKreditPangsa
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
73
13,9% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya yang
tumbuh sebesar 16,1% (yoy). Kredit produktif
yang melambat juga dialami pada penyaluran ke
sektor akomodasi makan minum dan sektor
pertanian. Meskipun demikian, kredit ke sektor
pertanian masih dapat tumbuh tinggi sebesar
62,8% (yoy). Sementara itu, kredit produktif
lainnya ke sektor konstruksi, industri
pengolahan, dan jasa lainnya menunjukkan
adanya peningkatan sehingga masih dapat
menahan perlambatan yang terjadi.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Kondisi intermediasi perbankan yang
diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit
Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan. Pada
triwulan IV 2016 LDR bank umum di Sulawesi
Tenggara mencapai 122,9%, lebih tinggi
daripada triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 117,3% (Grafik 4.49). Hal tersebut terjadi
karena selama 1 triwulan tersebut terdapat
penambahan penyaluran kredit sementara DPK
mengalami penurunan. Nilai LDR yang lebih dari
100 juga menunjukkan bahwa kapasitas
pembiayaan perekonomian di Sulawesi
Tenggara memerlukan dana dari daerah lain.
Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan
kewajiban antar kantor (penerimaan dari kantor
bank yang sama di daerah lain) sebesar 1,97%
(qtq) pada triwulan IV 2016.
Non Performing Loans (NPL)
Dari sisi risiko kredit, penyaluran kredit oleh bank
umum yang ada di Sulawesi Tenggara masih
berada pada batas yang aman. Hal ini terlihat
dari indikator Non Performance Loans (NPL)
Gross pada triwulan IV 2016 yang hanya sebesar
2,93%, lebih tinggi daripada periode
sebelumnya yang mencapai 2,79% (Grafik 4.50).
Pada periode tersebut penyaluran kredit
investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu
dengan NPL sebesar 7,88%. Sementara itu
kredit modal kerja juga masih memiliki NPL
Tabel 4.6 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan IV 2016
Ket: gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performance Loans
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Tw III 2016 Tw IV 2016
Pertanian 3.256 4,7% 76,7 62,8 1,8
Pertambangan 385 0,6% -17,1 -24,0 3,8
Industri Pengolahan 3.228 4,6% 67,4 73,4 4,1
Listrik Gas 66 0,1% 82,5 162,8 0,0
Air 29 0,0% -2,8 -1,3 3,4
Konstruksi 4.267 6,1% -4,3 3,9 10,0
Perdagangan 48.101 68,8% 16,1 13,9 5,4
Transportasi-Pergudangan 1.167 1,7% 34,1 22,7 6,9
Akomodasi Makan Minum 4.616 6,6% 18,0 4,6 4,3
Informasi Komunikasi 32 0,0% -26,5 -24,8 0,4
Jasa Keuangan 70 0,1% 45,4 16,6 0,0
Real Estate 965 1,4% -10,2 -0,4 7,5
Jasa Perusahaan 961 1,4% 34,6 35,9 3,2
Adm Pemerintahan 4 0,0% -87,5 -84,0 0,0
Jasa Pendidikan 235 0,3% -16,7 -7,8 2,5
Jasa Kesehatan Sosial 233 0,3% 12,3 -4,5 0,3
Jasa Lainnya 2.297 3,3% -5,4 -2,8 6,6
Kredit Produktif 69.910 100% 15,8 13,5 5,4
gKredit (%, yoy)Sektor Ekonomi
Nominal
(Rp miliar)NPL (%)% Nominal
74
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
relatif tinggi meskipun masih berada dalam
batas threshold 5%, yaitu sebesar 4,93%. Di sisi
lain, penyaluran kredit konsumsi masih memiliki
risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar
1,19%.
Dari sisi NPL sektoral, NPL pada sektor
perdagangan yang memiliki pangsa penyaluran
kredit terbesar mencapai 5,4% dan berada di
atas threshold 5%. Sementara itu, NPL pada
kredit konstruksi juga mencapai 10,0%. Hal
tersebut menyebabkan NPL kredit produktif
masih berada di atas threshold 5%. Meskipun
demikian, NPL pada sektor lainnya seperti sektor
pertanian dan industri pengolahan masih relatif
rendah dan dapat menurunkan tekanan risiko
kredit.
4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi
Tenggara
Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari
kemampuan mendapatkan pendapatan dari aset
yang dimiliki dan kemampuan untuk melakukan
efisiensi biaya. Pada triwulan IV 2016, kondisi
rentabilitas bank umum di Sulawesi Tenggara
relatif berada dalam kondisi yang baik. Hal ini
diindikasikan dengan tingkat Net Interest Margin
(NIM) yang relatif stabil berada pada level 9,90%
(Grafik 4.51). Relatif stabilnya NIM tersebut terjadi
karena terdapat peningkatan pendapatan bunga
sebesar 5,6% (yoy), sementara beban bunga
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio
Sulawesi Tenggara Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi
Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum
114,7111,0105,1110,9110,1114,1117,3
122,9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV
2015 2016
DPK (sb.kanan) Kredit (sb.kanan) LDR
LDR (%) Rp triliun535,1
2,93
4,93
7,88
1,19
0
100
200
300
400
500
600
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
I II III IV I II III IV
2015 2016Nominal NPL (sb.kanan) NPLNPL K.MK NPL K.InvNPL K.Kons
%, NPL Rp miliar
61,87%
9,90%
8,00%
9,00%
10,00%
11,00%
12,00%
50%
60%
70%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
BOPO Net Interest Margin (Sb. Kanan)
% %
9,96
10,23
4,004,254,504,755,005,255,505,756,006,256,506,757,007,257,507,758,00
8
8,5
9
9,5
10
10,5
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Spread Suku Bunga BI Rate (sb.kanan)BI 7 DRR (sb.kanan)
% %
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
75
hanya naik sebesar 1,2% (yoy). Kondisi tersebut
juga terjadi karena spread suku bunga (selisih
antara bunga kredit dengan bunga DPK) di
Sulawesi Tenggara relatif membesar dari
sebelumnya pada kisaran 9,8% menjadi 10,2%
(Grafik 4.52).
Selain itu, kondisi rentabilitas bank umum juga
masih terjaga terlihat dari BOPO (Biaya
Operasional per Pendapatan Operasional) yang
relatif stabil. Pada triwulan IV 2016, BOPO
perbankan di Sulawesi Tenggara sebesar
61,87%, sedikit lebih tinggi daripada periode
sebelumnya yang mencapai 61,56% (Grafik
4.51). Apabila rasio BOPO semakin rendah maka
rentabilitas bank semakin baik karena bank
dapat meningkatkan efisiensi operasionalnya.
Sebaliknya jika rasio BOPO semakin tinggi, maka
bank semakin tidak efisien dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya.
4.3.4. Perbankan Syariah
Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara
masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat
yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah
hanya memiliki aset sebesar Rp1,03 triliun, atau
sebesar 4,5% dari keseluruhan aset bank umum
di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53). Kondisi yang
sama juga terjadi pada penghimpunan dana dan
penyaluran pembiayaan. Pada triwulan IV 2016,
pangsa pembiayaan hanya mencapai 4,7% dari
total realisasi kredit oleh bank umum.
Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah
hanya sebesar 4,4% dari seluruh DPK se
Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53).
Apabila dibandingkan dengan kinerja perbankan
syariah di Pulau Sulawesi, maka perkembangan
aset bank syariah di Sulawesi Tenggara
menunjukkan arah yang lebih baik.
Pertumbuhan aset bank syariah di Sulawesi
Tenggara mencapai 9,1% (yoy), lebih tinggi
daripada rata-rata pertumbuhan aset bank
syariah se-Sulawesi yang terkontraksi sebesar
2,1% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara
itu, pangsa aset bank syariah di Sulawesi
Tenggara yang mencapai 4,5% sudah berada di
atas rata-rata pangsa aset bank syariah di
Sulawesi Tenggara yang hanya sebesar 4,3%.
Meskipun demikian, pangsa aset bank syariah
yang terbesar berada di Provinsi Sulawesi Selatan
yang mencapai 5,3% terhadap keseluruhan aset
perbankan di provinsi tersebut (Grafik 4.54).
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset
Syariah se-Sulawesi
4,5%Aset
4,7%PembiayaanRp1,03
triliunRp859,5miliar
4,4%DPK
Rp657,1miliar
Bank Konvensional Bank Syariah
9,1
1,9
-3,7-7,7 -6,8
-2,1 -2,1
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0
Tw III 16
Tw IV 16
%, yoy
Pangsa Aset Syariah Thd Total Aset Perbankan
SULTRA
SulutGorontalo
Sulbar
SULAWESI
Sulsel
Sulteng
76
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Sampai dengan triwulan IV 2016, penyaluran
pembiayaan syariah sudah dapat tumbuh positif
setelah sebelumnya mengalami kontraksi sejak
triwulan III 2015. Pada periode tersebut
pembiayaan syariah tumbuh sebesar 5,8% (yoy)
dengan baki debet sebesar Rp859,5 miliar (Grafik
4.55).
Sebaliknya, penghimpunan DPK perbankan
syariah menunjukkan perlambatan. Pada
periode tersebut jumlah DPK bank syariah
mencapai Rp657,1 miliar, tumbuh sebesar 5,4%
(yoy), lebih rendah dibandingkan sebelumnya
yang dapat tumbuh sebesar 11,1% (yoy).
Perlambatan tersebut disebabkan karena terjadi
pelambatan pada penempatan DPK fasilitas
serupa deposito yang tumbuh sebesar 5,1%
(yoy) dan tabungan sebesar 5,9% (yoy).
Meskipun demikian, terjadi peningkatan DPK
pada fasilitas tabungan syariah yang tumbuh
sebesar 3,0% (yoy) setelah sebelumnya
terkontraksi sebesar 7,6% (yoy).
Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko
tersebut mulai terjaga. Hal ini terlihat dari NPF
(Non Performance Financing) yang mulai
menurun dari 6,11% menjadi 4,96%.
4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat
Di triwulan IV 2016, kinerja BPR tetap tumbuh
tinggi terutama untuk penyaluran kredit dan
peningkatan aset. Aset BPR tumbuh sebesar
18,4% (yoy), lebih tinggi dari periode
sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 14,0%
(yoy) sehingga secara nominal asetnya mencapai
Rp308,9 miliar (Grafik 4.55). Peningkatan aset
BPR di Sulawesi Tenggara juga diikuti oleh
peningkatan kinerja penyaluran kredit yang
dapat tumbuh sebesar 30,3% (yoy), meningkat
dari sebelumnya hanya tumbuh 23,2% (yoy)
dengan nominal kredit sebesar Rp228,8 miliar.
Sementara itu, penghimpunan dana dari
masyarakat mengalami kontraksi.
Penghimpunan DPK turun 3,1% (yoy) atau
tercatat sebesar Rp119,0 miliar, padahal periode
sebelumnya dapat tumbuh sebesar 7,6% (yoy).
Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan
IV 2016 mencapai 192,3 yang berarti kredit yang
disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari
institusi keuangan lainnya. Dengan demikian
risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan
risiko pada institusi keuangan lainnya.
Sementara itu, risiko kredit pada BPR masih
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.55 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah Grafik 4.56 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara
5,45,8
4,96
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
I II III IV I II III IV
2015 2016gDPK gPembiayaan NPF (sb.kanan)
%, yoy %, NPL
-3,1
30,3
18,4
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
I II III IV I II III IV
2015 2016
gDPK BPR gKredit BPR gAset BPR
%, yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
77
relatif tinggi yaitu sebesar 10,65%, di atas
threshold 5%. Meskipun demikian, risiko
tersebut relatif turun dari periode sebelumnya
dengan NPL sebesar 12,25%.
4.4. AKSES KEUANGAN
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM
Pada triwulan IV 2016, kredit yang diterima oleh
UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi
proyek) mencapai Rp6,13 triliun. Secara pangsa
mencapai 26,9% dibandingkan total kredit di
Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM1
1 Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun 2008. Usaha mikro merupakan usaha
dengan asset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.
tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha
kecil sebesar 45,1% dan usaha mikro dengan
pangsa sebesar 30,3%. Sedangkan untuk usaha
menengah memiliki pangsa sebesar 24,6% dari
total kredit UMKM (Grafik 4.57).
Meskipun kredit perbankan secara umum
mengalami perlambatan, namun laju
pertumbuhan kredit UMKM tercatat stabil pada
kisaran 10,3% (yoy). Hal ini terjadi karena
terdapat peningkatan pada kredit usaha kecil
sebesar 13,5% (yoy), sementara itu kredit usaha
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral Grafik 4.60 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.57 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM
69,6%6,2%
5,4%4,1%
3,5%
14,0
-2,0
13,5
48,8
4,56,3
-7,5
37,222,1
6,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
Tw III 16
Tw IV 16
%, yoy
pangsa
0,0
5,0
10,0
15,0
Pe
rda
ga
ng
an
Ko
nstr
uksi
Pe
rtan
ian
Indu
str
i
Tra
nspo
rta
si
Tw III 16 Tw IV 16
%, NPL
theshold
Non UMKM73,1%
UMKM26,9%Rp6,13triliun
UsahaMenengah
UsahaKecil
UsahaMikro
24,6%
45,1%
30,3%
17,9
13,5
-2,310,3
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV
2015 2016
Mikro Kecil Menengah UMKM
%, yoy
78
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
mikro melambat dan kredit usaha menengah
masih terkontraksi (Grafik 4.58).
Secara sektoral, stabilnya pertumbuhan kredit
UMKM dipengaruhi oleh melambatnya
penyaluran kredit di sektor perdagangan namun
disisi lain kredit ke sektor pertanian tumbuh
cukup tinggi. Penyaluran kredit ke sektor
perdagangan dengan pangsa kredit terbesar
(69,6%) yang semula tercatat mampu tumbuh
sebesar 14,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya,
namun pada triwulan IV 2016 hanya tumbuh
sebesar 6,3%(yoy). Sementara itu, penyaluran
kredit UMKM kepada sektor pertanian,
mengalami peningkatan dari sebelumnya hanya
tumbuh 13,5% (yoy), menjadi 37,2% (yoy)
(Grafik 4.59).
Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit
UMKM mulai terkendali namun masih berada
sedikit di atas threshold 5%. Pada triwulan IV
2016 NPL kredit UMKM mencapai 5,36%,
mengalami penurunan dari sebelumnya yang
tercatat sebesar 5,86%. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh penurunan tingkat risiko kredit
pada hampir semua sektor (Grafik 4.60).
Seiring dengan adanya perubahan kebijakan
KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2016,
terdapat peningkatan penyaluran kredit tersebut
kepada UMKM. Sampai dengan triwulan IV
2016, baki debet KUR di Sulawesi Tenggara
mencapai Rp392,1 miliar dengan jumlah debitur
aktif mencapai 9.282 usaha (Grafik 4.60). Salah
satu kebijakan yang mendorong peningkatan
adalah penurunan suku bunga dari 12% efektif
per tahun menjadi 9% efektif. Penyaluran KUR
di Sulawesi Tenggara masih terkonsentrasi pada
usaha di sektor perdagangan mencapai 80,8%.
Sementara itu penyaluran pada produksi primer
seperti ke pertanian dan perikanan masih
rendah.
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk
Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi
kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap
penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara
tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana
pada triwulan IV 2016 rasio tersebut tercatat
sebesar 134,6% (Grafik 4.63).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank
Grafik 4.61 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi
Tenggara Grafik 4.62 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi
Tenggara
392,1
9.289
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
I II III IV I II III IV
2015 2016
KUR Rekening (sb.kanan)
Baki Debet (Rp miliar)
Nasabah
Perdagangan; 80,8%
Akomodasi Mamin; 4,9%
Industri Pengolahan; 4,4%
Jasa masyarakat; 3,8%
Pertanian; 1,3%
Perikanan; 1,0%
Transportasi; 1,6%
Jasa usaha; 1,3%
Lainnya; 0,8%
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
79
Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi
kredit. Rasio yang lebih besar dari 100%
menunjukkan bahwa terdapat penduduk
angkatan kerja di Sulawesi Tenggara yang
memiliki rekening simpanan lebih dari satu.
Selain itu rasio lebih dari 100% juga
mengindikasikan adanya penduduk bukan
angkatan kerja yang juga memiliki rekening
seperti siswa sekolah maupun mahasiswa.
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi
Tenggara juga menunjukkan peningkatan
menjadi 18,4% (Grafik 4.64). Meskipun
demikian, rasio tersebut masih rendah karena
pada 2 triwulan sebelumnya rasio dapat
mencapai 22,0. Masih rendahnya rasio rekening
kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan
masih sedikit digunakan oleh masyarakat di
provinsi ini dan masih terdapat ruang untuk
meningkatkan penyaluran kredit di masa yang
akan datang.
Upaya pengembangan akses keuangan memiliki
peran penting dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw
BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya
memberikan dan memfasilitasi berbagai
kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai produk
dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat pada umumnya untuk
menabung dan melakukan pengelolaan
keuangan. Dalam rangka mendukung upaya
tersebut, pada bulan Oktober dan November
2016, telah dilakukan kegiatan edukasi
keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif.
Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah
Grafik 4.63 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.64 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
1.641
115,5118,0
125,1
133,7
126,9
130,6
133,1
134,6
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV
2015 2016
Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK
% nasabah (ribu)
224
19,7 20,021,3 22,0 21,0 22,0
18,1 18,4
200
210
220
230
240
250
260
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV
2015 2016
Rekening Kredit (sb. Kanan) Rasio Kredit
% nasabah (ribu)
80 KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
BOKS 02. LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)
UNTUK MENINGKATKAN AKSESIBILITAS MASYARAKAT KEPADA LAYANAN BANK
Menjawab tantangan kemudahan dan ketersediaan layanan keuangan di seluruh wilayah
Indonesia, Bank Indonesia telah melakukan kajian awal dan uji coba branchless banking yang
diluncurkan pada bulan Mei 2013. Uji coba dimaksud dilakukan oleh 5 bank dan 2 telco pada 5
provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Selatan). Tujuan dari uji
coba dimaksud adalah untuk mencari apakah terdapat buying need dari masyarakat dan
provider, bentuk model bisnis, dan pengaturan yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
Branchless banking ini terutama dilakukan dengan memanfaatkan tingginya penggunaan
telepon genggam, serta kerjasama dengan unit lokal atau agen.
Selanjutnya dari kajian di berbagai negara, disadari bahwa perbankan tidak dapat melakukan
kegiatan branchless banking dengan efisien secara sendiri, namun dibutuhkan kerjasama
dengan pihak lain, terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya
berupaya untuk memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya
peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut,
maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD). LKD adalah
kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan
tidak melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi antara lain
mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan
masyarakat unbanked dan underbanked.
Gambar 1. Skema Layanan Keuangan Digital
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
81
BOKS 02.
Perkembangan LKD di Sulawesi Tenggara juga menunjukkan arah yang positif. Sampai dengan
bulan Januari 2017, tercatat sudah ada sebanyak 1.106 LKD di Sulawesi Tenggara, yang
merupakan partner dari 3 bank yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BNI.
Gambar 2. Jumlah LKD pe Kabupaten/Kota per Januari 2017
Sejalan dengan penetapan Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu destinasi wisata nasional,
diperlukan peningkatan jumlah agen LKD (Layanan Keuangan Digital) di kabupaten tersebut.
Melalui program tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan Kabupaten Wakatobi
menjadi destinasi wisata nasional bahkan dunia, terutama dalam hal kemudahan bertransaksi
keuangan, sehingga secara tidak langsung dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan akses keuangan dan optimalisasi Layanan Keuangan Digital di Kabupaten
Wakatobi.
Implementasi Layanan Keuangan Digital di Sulawesi Tenggara akan terus dikembangkan. Saat
ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara bekerjasama dengan Dinas Sosial
dan Bank Rakyat Indonesia akan mengembangkan dan mengimplementasikan bantuan sosial
melalui pemanfaatan Layanan Keuangan Digital. Penyaluran tersebut akan dilakukan secara
non tunai dalam 1 (satu) akun pada satu kartu kombo.
362
260 251
7658
39 38
11 9 2
Kota Bau-Bau
Kab.Kolaka
KotaKendari
Kab. Muna Kab.Buton
Kab.Wakatobi
Kab.KolakaUtara
Kab.KonaweSelatan
Kab.Konawe
Kab.Bombana
82 KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Halaman ini sengaja dikosongkan
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai
melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara
mengalami peningkatan baik secara nominal maupun jumlah
transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi
net outflow uang kartal sesuai dengan pola musimannya.
Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga
terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal
dan meminimalkan peredaran uang palsu.
Bab 5
85
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FERBRU
ARI 2
017
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM
PEMBAYARAN NON TUNAI
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi pembayaran non-tunai melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) mengalami peningkatan pada
triwulan IV 2016, baik dari sisi volume
maupun nominalnya. Peningkatan tersebut
sejalan dengan akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang terjadi di Sulawesi Tenggara pada
periode tersebut. Nominal transaksi kliring
tercatat sebesar Rp2,4 triliun atau tumbuh
37,5% (yoy) (Grafik 5.1), lebih tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp2,2 triliun. Sementara itu, dari
sisi jumlah transaksi juga mengalami
peningkatan dari semula tercatat sebanyak 56,1
ribu transaksi menjadi sebesar 62,1 ribu
transaksi (Grafik 5.2). Pada triwulan IV 2016,
perputaran kliring mencapai Rp38 miliar/hari
dengan jumlah transaksi mencapai 986
transaksi/hari (Grafik 5.3).
Sementara untuk tingkat kepatuhan juga
menunjukkan adanya perbaikan. Hal ini
diindikasikan dari menurunnya jumlah
penarikan cek dan BG kosong. Pada periode
tersebut jumlah penarikan cek dan BG kosong
menurun dari 819 ribu lembar menjadi 803
lembar (Grafik 5.4).
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS
Transaksi pembayaran non-tunai nominal
besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) pada triwulan IV juga
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi
Sulawesi Tenggara Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi
Sulawesi Tenggara
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi
Tenggara Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong)
2,404
37
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Nominal (Rp miliar) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
%, yoyRp miliar
62
14
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Lembar (ribu) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
%, yoyTransaksi
38
986
0
200
400
600
800
1,000
1,200
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)
TransaksiRp miliar
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)
TransaksiRp miliar
86
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, baik dari nilai
transaksi maupun volume transaksi.
Disamping itu, transaksi sampai dengan triwulan
IV tahun 2016 tersebut juga jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tingginya transaksi pembayaran BI-RTGS
tersebut sejalan dengan adanya akselerasi
ekonomi yang terjadi pada periode laporan.
Selain itu, adanya kebijakan baru dari Bank
Indonesia yang menurunkan batas minimal
transaksi juga turut menyebabkan peningkatan
transaksi.
Pada triwulan IV 2016, nilai traksaksi BI-RTGS
dari perbankan Sulawesi Tenggara tercatat
sebesar Rp801,1 miliar, mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
hanya tercatat sebesar Rp688,7 miliar (Grafik
5.5). Sementara untuk volume transaksi, pada
triwulan IV 2016 tercatat mencapai 539
transaksi, meningkat dibandingkan dengan
triwulan III 2016 yang hanya sebesar 478
transaksi (Grafik 5.6).
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
5.2.1. Aliran Uang Kartal
Transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV
2016 memiliki pola yang sama dengan periode
tahun-tahun sebelumnya yang terjadi net-
outflow. Net-outflow berarti suatu kondisi
dimana lebih banyak uang yang keluar
dibandingkan dengan uang yang masuk dari
KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal tersebut
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi
Tenggara Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi
Tenggara
Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di
Sulawesi Tenggara Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank
Sentral Sulawesi Tenggara
848 874
689 801
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
I II III IV
2016
Rp Miliar
481
529
478
539
440
450
460
470
480
490
500
510
520
530
540
550
I II III IV
2016
Transaksi
88
(14) (100)
(50)
-
50
100
150
200
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016
Inflow Outflowg Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)
%, yoyRp Miliar
96
(1,058)
(2,000)
(1,500)
(1,000)
(500)
-
500
1,000
1,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rp Miliar
net inflow
net outflow
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
87
dikarenakan pada periode laporan terdapat
peluncuran uang rupiah tahun emisi 2016
sehingga permintaan masyarakat akan uang
baru tersebut mengalami peningkatan.
Pada triwulan IV 2016 terdapat aliran inflow
atau masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara
mencapai Rp 492,2 miliar, jauh menurun
dibandingkan periode sebelumnya yang
mencapai Rp 1,1 triliun. Sementara itu untuk
aliran outflow atau keluar dari KPwBI Provinsi
Sulawesi Tenggara pada periode tersebut
mencapai Rp1,55 triliun, meningkat
dibandingkan periode sebelumnya yang
mencapai Rp1,04 triliun. Karena jumlah outflow
masih lebih besar daripada inflow-nya maka
pada triwulan IV 2016 terjadi net-outflow
sebesar Rp1,06 triliun (Grafik 5.8). Kondisi net-
outflow yang terjadi tersebut disebabkan karena
pada awal triwulan terjadi peningkatan
kebutuhan uang kartal di masyarakat di akhir
tahun serta peningkatan permintaan masyarakat
terhadap uang rupiah baru tahun emisi 2016.
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara berkala terus menjaga
ketersediaan uang layak edar (ULE) di
masyarakat. Terhitung mulai bulan Maret 2015,
Bank Indonesia memperluas jaringan pelayanan
terhadap kebutuhan masyarakat atas uang layak
edar dengan mengajak perbankan yang ada di
Sulawesi Tenggara. Sementara itu Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Tenggara juga tetap berupaya secara langsung
menyediakan uang layak edar dengan
melakukan kas keliling. Kas keliling tersebut
dilakukan di dalam kota Kendari maupun di luar
Kota Kendari hingga wilayah terpencil yang sulit
dijangkau. Selama bulan Oktober hingga
Desember 2016, kegiatan kas keliling telah
dilakukan sebanyak 24 (dua puluh empat) kali,
dengan rincian 8 (delapan) kali di Kota Kendari
dan 16 (enam belas) kali di Luar Kota Kendari.
Kas keliling di luar Kota Kendari tersebut
dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan,
Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten
Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten
Konawe, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe
Utara, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten
Wakatobi.
Di samping itu, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga
melakukan distribusi uang ke daerah Kota
Baubau dan sekitarnya serta Kabupaten Kolaka
Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang
Ditemukan
83
(67.5) (100)
(50)
-
50
100
150
200
250
300
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.Kanan)
Rp, Miliar %, yoy
30,1
69,9
Pecahan 100.000 Pecahan 50.000
88
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
dan sekitarnya melalui pengelolaan kas titipan
bekerjasama dengan salah satu bank umum
yang ada di daerah tersebut. Di sisi lain, demi
menjaga agar kualitas uang yang diterima
masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank
Indonesia juga secara berkala melakukan
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE).
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak
Asli
Pecahan besar masih mendominasi peredaran
uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan
IV 2016. Selama triwulan IV 2016, telah
ditemukan uang tidak asli sebanyak 83 lembar,
meningkat dibandingkan dengan penemuan
pada triwulan III sebanyak 48 lembar. Temuan
uang tidak asli selama triwulan IV 2016
didominasi oleh pecahan uang Rp50.000,-
sebanyak 58 lembar dan sisanya pecahan uang
Rp100.000,- sebanyak 25 lembar.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran
uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi
masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Tenggara juga telah senantiasa
melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian
uang rupiah. Selama triwulan IV 2016 kegiatan
tersebut telah dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali
di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan,
Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Konawe.
89
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FERBRU
ARI 2
017
BOKS 03. SOSIALISASI UANG RUPIAH BARU TAHUN EMISI 2016
DAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NKRI
Pada tanggal 19 Desember 2016 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bela Negara,
Presiden Republik Indonesia meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11 (sebelas) pecahan
uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 di Bank Indonesia, Jakarta. Peresmian tersebut sekaligus
menandai berlakunya 11 pecahan uang rupiah baru yang terdiri dari 7 (tujuh) pecahan uang
Rupiah kertas dan dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam untuk selanjutnya diedarkan ke
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Uang Rupiah Kertas TE 2016
terdiri dari pecahan Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000 dan
Rp1.000. Sementara untuk uang Rupiah logam TE 2016 terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500,
Rp200 dan Rp100.
Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan dua belas gambar
pahlawan nasional sebagai gambar utama di bagian depan uang Rupiah. Pencantuman gambar
pahlawan tersebut merupakan bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan bagi negara
Indonesia. Selain itu, semangat kepahlawanan dan nilai-nilai patriotisme para pahlawan
nasional diharapkan dapat menjadi teladan, khususnya bagi generasi muda Indonesia. Tidak
hanya itu, untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia,
uang Rupiah juga menampilkan gambar keragaman budaya dan alam Indonesia dalam bentuk
tarian nusantara dan pemandangan alam dari berbagai daerah. Keragaman dan keunikan alam
dan budaya yang ditampilkan dalam uang Rupiah diharapkan dapat semakin membangkitkan
kecintaan terhadap tanah air Indonesia.
Peluncuran dan Pengedaran Uang Rupiah TE 2016 merupakan pelaksanaan amanat Undang-
Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang), dimana salah satu ciri umum
Rupiah yakni pencantuman frasa “NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA” dan adanya
tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia. Dalam prosesnya persiapan pengeluaran
uang Rupiah TE 2016 telah dikoordinasikan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Melalui
Keputusan Presiden No.31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016 Pemerintah menetapkan
Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Uang Rupiah Kertas
dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keputusan tersebut kemudian
ditindaklanjuti dengan pembuatan desain gambar uang yang dikonsultasikan diantaranya
dengan Kementerian Sosial RI, Badan Arsip Nasional, ahli sejarah, akademisi, dan mendapat
persetujuan dari pihak keluarga para pahlawan.
Terdapat beberapa kriteria pemilihan gambar pahlawan pada uang rupiah yaitu: belum pernah
digunakan dalam uang Rupiah (kecuali proklamator), keterwakilan daerah, keterwakilan gender,
dan dapat diterima oleh seluruh pihak. Keterwakilan berbagai daerah di NKRI dalam gambar
Uang Rupiah TE 2016 sangat terasa dengan adanya pahlawan nasional dari wilayah paling
timur Indonesia yakni Frans Kaisiepo – Papua, wilayah paling barat (Tjut Meutia – Aceh), wilayah
utara (Sam Ratulangi – Sulawesi Utara) dan wilayah paling selatan (Herman Johanes – Rote,
NTT), tidak hanya itu keterwakilan daerah juga tercermin pada gambar tarian dan pemandangan
alam pada sisi belakang uang. Sementara keterwakilan gender ditandai dengan adanya gambar
pahlawan wanita yaitu Tjut Meutia.
90
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
BOKS 03.
Selain perubahan pada gambar pahlawan, dalam Uang Rupiah TE 2016 juga dilakukan
penguatan unsur pengaman uang untuk memitigasi risiko pemalsuan uang dan memudahkan
masyarakat dalam mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Penguatan unsur pengaman
dilakukan dengan memasang pengaman berupa colour shifting, rainbow feature, latent image,
ultraviolet (UV) feature, blind code dan rectoverso. Colour shifting adalah unsur pengaman
berupa warna pada bidang tertentu yang akan berubah warna jika dilihat dari sudut pandang
yang berbeda. Rainbow feature adalah unsur pengaman yang akan memunculkan gambar
tersembunyi multiwarna berupa angka nominal jika dilihat dari sudut tertentu. Sementara
pengaman berupa latent image yakni gambar tersembunyi berupa teks BI pada bagian depan
dan angka nominal pada bagian belakang yang akan terlihat dari sudut tertentu. Adapun
penguatan UV feature yang hanya terlihat jika menggunakan alat bantu UV dilakukan dengan
penambahan ornamen batik dan gambar satwa khas Indonesia yang akan terlihat dibawah sinar
UV.
Sementara itu untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat mengenali uang rupiah asli,
pada uang rupiah emisi baru juga dilakukan perubahan desain rectoverso. Rectoverso sendiri
merupakan unsur pengaman yang dibuat dengan teknik cetak khusus, dimana sebuah gambar
akan terlihat seperti ornamen yang tidak beraturan jika dilihat di bagian depan atau belakang
saja, namun apabila diterawang akan membentuk sebuah gambar yang utuh. Pada uang rupiah
rectoverso akan membentuk logo BI secara sempurna jika diterawangkan ke arah cahaya.
Penggunaan rectoverso berupa logo BI sebagai unsur pengaman pada uang rupiah sudah
dilakukan sejak tahun 2000 dan terus mengalami perubahan pada setiap tahun penerbitan.
Pemilihan desain rectoverso berupa logo Bank Indonesia (BI) pada uang rupiah TE 2016
semata-mata dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan untuk menghindari
pemalsuan, bukan dimaksudkan untuk memuat logo/simbol-simbol tertentu. Penggunaan
rectoverso sebagai pengaman pada Uang Rupiah bertujuan untuk memudahkan masyarakat
dalam mengenali uang rupiah baru dengan cara yang sederhana (diterawang). Meski demikian
sejauh ini unsur pengaman rectoverso masih sulit untuk dipalsukan/ditiru. Selain Rupiah,
Rectoverso juga digunakan pada mata uang di negara-negara lain seperti Euro, Thailand Baht,
Poundsterling, dan Korea Won.
Unsur pengaman uang rupiah lainnya yang juga mengalami perubahan adalah kode tertentu
yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat penyandang tuna netra (blind code). Jika pada
emisi sebelumnya blind code menggunakan desain berupa gambar persegi panjang, lingkaran
dan segitiga yang akan terasa kasar bila diraba, maka pada Uang Rupiah TE 2016 kode tuna
netra (blind code) yang dipergunakan berupa pasangan garis yang akan terasa kasar bila diraba
dan terdapat pada kedua sisi pinggir uang. Pembedaan blind code yang digunakan pada setiap
pecahan tidak lagi dalam perbedaan bentuk namun dalam jumlah pasangan garis yang
dicantumkan. Pada uang pecahan Rp100.000,- TE 2016 blind code yang digunakan adalah 1
pasangan garis, sementara pada uang pecahan Rp50.000,- TE 2016 berupa 2 pasangan garis,
dan seterusnya bertambah 1 pasang garis untuk setiap pecahan uang yang lebih kecil
dibawahnya.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
91
BOKS 03.
Dalam upaya lebih mengenalkan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 hingga akhir Januari 2017
KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara telah melaksanakan kegiatan Sosialisasai
kepada masyarakat secara intensif, antara lain kepada para pengusaha melalui temu
responden survei SKDU, kepada masyarakat Wakatobi (daerah yang terdapat pada sisi
belakang uang Rp10.000,-), kepada kelompok petani rumput laut binaan KPw Bank Indonesia
Sulawesi Tenggara serta kepada masyarakat luas melalui RRI Kendari dan TVRI Sultra. Di
samping kegiatan-kegiatan tersebut, upaya lain yang ditempuh yakni dengan memasang iklan
di surat kabar serta adlibs yang diputar melalui RRI Kendari.
Kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 di Kabupaten Wakatobi mendapatkan sambutan
hangat dari masyarakat setempat, karena daerahnya secara khusus diabadikan dalam uang
pecahan Rp10.000,-. Bupati Wakatobi H. Arhawi, SE dalam sambutannya menyampaikan
apresiasi dan terima kasih karena secara tidak langsung daerah Wakatobi dipromosikan ke
seluruh masyarakat Indonesia. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengenal
Wakatobi, dirinya berharap akan semakin banyak pula wisatawan yang berkunjung ke
daerahnya. Selain Wakatobi, destinasi wisata lain yang dicantumkan dalam gambar Uang
Rupiah TE 2016 adalah TN Komodo, Gunung Bromo, Derawan, Raja Ampat, Ngarai Sihanok,
dan Banda Neira.
Selain memperkenalkan desain Uang Rupiah TE 2016, dalam setiap kesempatan sosialisasi
juga disampaikan mengenai cara memperlakukan uang yang benar agar uang yang diedarkan
memiliki masa edar yang lebih lama dan meningkatkan kualitas uang yang beredar di
masyarakat. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam memperlakukan uang
diantaranya yakni dengan tidak melipat, tidak mensteples/melobangi, tidak dibasahi, dan tidak
mencoret-coret uang yang dipegang. Meski telah dikeluarkan Uang Rupiah baru Tahun Emisi
2016, uang rupiah tahun emisi sebelumnya dinyatakan masih berlaku sebagai alat pembayaran
sepanjang belum dicabut dari peredaran.
Khusus untuk wilayah Sulawesi Tenggara, sampai dengan akhir bulan Januari 2017, jumlah
Uang Rupiah TE 2016 yang telah diedarkan oleh KPw Bank Indonesia Sulawesi Tenggara
berjumlah Rp27,06 miliar. Pengedaran uang rupiah TE 2016 tersebut dilakukan baik melalui
kegiatan layanan penukaran di loket kantor, layanan kas keliling maupun kas titipan luar kota
yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun bekerjasama dengan perbankan.
92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
BOKS 03.
Kewajiban Menggunakan Rupiah
Presiden RI Joko Widodo pada acara peluncuran Uang Rupiah TE 2016 tanggal 19 Desember
2016, mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk selalu menggunakan Rupiah dalam
setiap transaksi di dalam negeri dan Menjaga wibawa Rupiah dengan TIDAK menyebar
isu/gosip yang tidak benar tentang Rupiah, serta menyimpan Rupiah dalam tabungan. Arahan
presiden tersebut sekaligus sebagai bentuk penegasan amanat UU No.7 tahun 2011 tentang
Mata Uang yang menyatakan bahwa Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang
sah di wilayah NKRI. Selain itu Rupiah juga merupakan salah satu simbol kedaulatan negara
yang wajib dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian,
menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang Rupiah dalam
setiap transaksi di wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan daerah terluar Indonesia.
Untuk mendukung penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI, dalam setiap
kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016, Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi perihal
kewajiban penggunaan uang rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat baik melalui jalur
pendidikan (sekolah, guru, kampus), media massa, pelaku usaha (Persatuan Hotel dan
Restoran Indonesia Cabang Kendari), dll. Selain sosialisasi upaya lain yang dilakukan dalam
mengkampanyekan kewajiban penggunaan rupiah yakni dengan pemasangan banner di lokasi-
lokasi strategis seperti bandara, hotel/penginapan, kantor imigrasi, dan pusat perbelanjaan.
Sosialisasi menjadi cara yang efektif untuk memberikan informasi yang benar seputar desain
dan penggunaan uang rupiah seperti isu simbol palu arit pada uang rupiah, desain rupiah yang
mirip mata uang negara lain, pencetakan yang melebihi kebutuhan, dan tidak dicetak oleh
Peruri. Menanggapi isu-isu tersebut dalam setiap kesempatan Bank Indonesia selaku pihak
yang diberikan mandat untuk mengedarkan rupiah menegaskan bahwa semua isu tersebut tidak
benar. Ke depan, kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 dan Kewajiban Penggunaan
Rupiah Di Wilayah NKRI kepada masyarakat Sulawesi Tenggara akan terus dilakukan di
seluruh daerah, sehingga Rupiah semakin berdaulat.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
93
BOKS 04. ALIRAN TRANSAKSI
KLIRING KREDIT DARI DAN KE SULAWESI TENGGARA
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU BI), menyebutkan bahwa
salah satu tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung
stabilitas sistem keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan
sistem kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
atau dikenal dengan nama SKNBI.
SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang
penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank
Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi
pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value
Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp.100
juta.
Selama tahun 2016, kliring kredit yang dilakukan di Sulawesi Tenggara mencapai Rp5,7 triliun.
Kliring kredit merupakan aktivitas transfer dana dari pengirim dana ke penerima dana. Hal ini
berbeda dengan kliring debet yang merupakan pencairan cek atau bilyet giro. Dari kliring kredit
yang dilakukan di Sulawesi Tenggara, sebesar 75,8% dana ditransfer ke luar Sultra dan hanya
24,2% yang merupakan transfer pada rekening bank di Sulawesi Tenggara. Secara nominal
besarnya dana yang keluar dari perbankan Sultra selama periode tahun 2016 mencapai Rp4,3
triliun Sementara itu kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara dari daerah lainnya tercatat
sebesar Rp1,3 triliun, sehingga terdapat net outflow sebesar Rp3,03 triliun.
Grafik 1. Aliran Kliring Kredit Dari-Ke Sulawesi Tenggara Tahun 2016
Dilihat secara kawasannya, kliring kredit yang ditransfer ke luar Sulawesi Tenggara paling besar
ditujukan ke DKI Jakarta sebesar Rp2,59 triliun atau sebesar 45,1%. Dana dari DKI Jakarta juga
merupakan yang paling besar dari seluruh kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara, yaitu
sebesar 78,2% atau senilai Rp1,02 triliun. Besarnya aliran dana keluar-masuk antara Sulawesi
Tenggara dengan DKI Jakarta karena terdapat aktivitas perdagangan dan keuangan yang cukup
tinggi. Selain itu, beberapa korporasi Sultra merupakan cabang dari perusahaan di Jakarta
sehingga dapat terjadi pengiriman hasil usaha ke kantor pusatnya.
Sultra
DKI Jakarta
Sumatra
Kalimantan
Jawa
Sulawesi
Balinustra
Maluku
Papua
Rp13,6 M
Net-outflow
Net-inflow
94
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
BOKS 04.
Selain itu, daerah yang mendapatkan aliran dari kliring kredit terbesar berikutnya adalah ke
kawasan Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Kliring kredit ke daerah tersebut lebih banyak bersifat
net-outflow, hal ini terutama karena masih banyaknya barang dan jasa yang dipasok dari luar
Sulawesi Tenggara. Hal ini juga diperlihatkan dari PDRB net ekspor antar daerah yang selalu
bernilai negatif. Pada tahun 2016, PDRB ekspor antar provinsi dari Sultra mencapai Rp4,14
triliun sementara impor antar provinsi ke Sultra lebih besar hingga mencapai Rp6,22 triliun.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
KETENAGAKERJAAN
& KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan
IV 2016 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang
signifikan meskipun terjadi akselerasi ekonomi pada periode
tersebut.
Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut
mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar
Petani (NTP) yang menurun di periode laporan.
Bab 6
97
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
6.1. KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara
pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum
mengalami perbaikan yang signifikan meskipun
terjadi akselerasi ekonomi pada periode
tersebut. Kondisi ketenagakerjaan di suatu
daerah tergantung pada penawaran lapangan
pekerjaan (labor demand) dan angkatan kerja
yang tersedia (labor supply). Masih belum
adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang
signifikan pada triwulan IV 2016 tercermin dari
peningkatan kondisi labor demand yang masih
relatif kecil.
Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI
Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum
pelaku usaha masih memiliki jumlah tenaga
kerja yang sama sejak awal tahun 2016 (85,9%
responden). Sementara itu yang melakukan
penambahan tenaga kerja sebanyak 10,0%
responden, lebih banyak daripada responden
yang melakukan pengurangan tenaga kerja
(4,1%).
Dari hasil survei tersebut juga didapatkan tenaga
kerja di sektor usaha konstruksi dan pertanian
relatif tidak mengalami perubahan. Tenaga kerja
pada kedua sektor tersebut memiliki pangsa
sebesar 45,6% dari total tenaga kerja di
Sulawesi Tenggara. Meskipun demikian terdapat
beberapa sektor yang masih dapat menyerap
tenaga kerja seperti sektor jasa dan
pertambangan (Grafik 6.1). Beberapa alasan
pelaku usaha melakukan penambahan tenaga
kerja adalah 1) Terdapat tambahan investasi
mesin/peralatan, 2) perluasan usaha/menambah
cabang perusahaan, 3) terdapat faktor
musiman. Berdasarkan kondisi tersebut
diperkirakan kondisi tenaga kerja di Sulawesi
Tenggara berada pada trend yang meningkat.
Sebaliknya, rumah tangga sebagai penyedia
tenaga kerja melihat bahwa terjadi penurunan
penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV 2016.
Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK)
yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi
Tenggara. Indeks ketersediaan lapangan kerja
menurun dari 94,0 di triwulan III 2016 menjadi
88,1 di triwulan IV 2016. (Grafik 6.2).
Pengganguran
Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa
Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah
Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja
Berdasarkan Sektor Usaha Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi
Tenaga Kerja
8,0%
7,7%
19,4%
12,1%
2,3%
25,0%
8,3%
92,0%
84,6%
71,0%
100,0%
78,8%
97,7%
75,0%
91,7%
7,7%
9,7%
9,1%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Akomodasi
Industri
Jasa
Konstruksi
Perdagangan
Pertanian
Tambang
Transport
Meningkat Tetap Menurun% pangsa responden
88
85
95
105
115
125
135
145
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
98
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
pengganguran terbuka pada bulan Agustus
2016 (rilis bulan November 2016) adalah
sebanyak 34,1 ribu jiwa. Sedangkan untuk
angkatan kerja adalah sebanyak 1,25 juta jiwa.
Kondisi tersebut menyebabkan tingkat
penggangguran terbuka pada bulan agustus
2016 adalah sebesar 2,72%, menglami
perbaikan jika dibandingkan periode survei
sebelumnya yakni februari 2016 yang tercatat
sebesar 3,78%.
Pangsa terbesar pekerjaan di Sulawesi Tenggara
adalah di sektor pertanian (38,9%), diikuti
sektor perdagangan dan rumah makan (20,0%)
dan sektor jasa (18,5%). Sementara untuk jenis
pekerjaan yang dominan pada bulan Agustus
2016 adalah kelompok orang yang bekerja
sebagai buruh/karyawan. Sementara itu jumlah
tenaga kerja yang bekerja pada sektor formal
hanya sebesar 383,8 ribu jiwa atau 31,5% dari
total penduduk bekerja di Sulawesi
6.2. KESEJAHTERAAN
Penghasilan Petani (NTP)
Berbeda dengan kondisi perekonomian yang
mengalami akselerasi, kondisi kesejahteraan
Sulawesi Tenggara terindikasi mengalami
penurunan pada triwulan IV 2016. Hal ini terlihat
dari penurunan indeks penghasilan masyarakat
dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode
tersebut jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya. NTP merupakan suatu indikator
Sumber: BPS Sultra, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.3 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara Grafik 6.4 Kondisi Penduduk Menganggur
Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara
1.054
997
1.112
1.037
1.126
1.075
1.166
1.220
900
950
1.000
1.050
1.100
1.150
1.200
1.250
Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug
2013 2014 2015 2016
orang (ribu)
37
46
24
48 42
63
46
34
-
10
20
30
40
50
60
70
Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug
2013 2014 2015 2016
orang (ribu)
140
130
132
134
136
138
140
142
144
146
148
150
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Indeks
98,9
92,1
88,9
99,9
106,9
113,4
100,4
91,4
89,8
104,7
106,7
111,6
- 50,0 100,0 150,0
Total
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
NTP Tw III NTP Tw IV
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
99
kemampuan tukar produk pertanian untuk
keperluan memproduksi produk pertanian. Oleh
karena itu, NTP dapat dijadikan alat ukur untuk
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya
yang bekerja di sektor pertanian.
Pada triwulan IV 2016, NTP Sulawesi Tenggara
tercatat lebih rendah dari 100 yaitu sebesar 98,9
atau menurun dibandingkan dengan triwulan II
2016 yang tercatat lebih dari 100 yakni sebesar
100,4 (Grafik 6.4). Penurunan tersebut terutama
disebabkan oleh penurunan NTP yang terjadi
pada subsektor tanaman perkebunan rakyat,
dari 104,7 pada triwulan III 2016 menjadi 99,9
di triwulan IV 2016 seiring dengan telah
berlalunya panen komoditas kakao pada
triwulan III 2016. Selain itu, sumber penurunan
juga berasal dari subsektor Holtikultura dari 89,8
menjadi 88,9. Selain kedua subsektor tersebut,
masih terdapat subsektor dengan NTP di bawah
100 yaitu subsektor tanaman pangan. Hal ini
menunjukkan bahwa total pendapatan yang
diterima oleh para petani pada subsektor
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
total pengeluaran untuk memproduksi hasil
usahanya. NTP subsektor tanaman pangan di
triwulan IV 2016 adalah sebesar 99,9.
Penghasilan Umum
Namun demikian, untuk tingkat konsumen
terdapat indikasi peningkatan kesejahteraan
yang tercermin dari peningkatan penghasilan
masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi
Sulawesi Tenggara yang menunjukkan
peningkatan Indeks Penghasilan Konsumen (IPK)
dari 130,7 pada triwulan III 2016 menjadi 140,0
pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.3).
Kemiskinan
Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa penduduk
miskin pada bulan September 2016 (rilis bulan
Januari 2017) tercatat sebanyak 327,3 ribu jiwa
atau sebesar 12,8% dari total penduduk
Sulawesi Tenggara (Grafik 6.5). Jumlah tersebut
menurun jika dibandingkan dengan data pada
bulan Maret 2016 yang tercatat sebanyak
12,9% dari total penduduk Sulawesi Tenggara.
Perbaikan tersebut terjadi pada daerah
pedesaan. Sedangkan untuk daerah perkotaan
mengalami penurunan. Perbaikan kondisi
kemiskinan tersebut terjadi walaupun garis
kemiskinan juga mengalami peningkatan karena
inflasi. Garis kemiskinan meningkat dari
Rp277.288/kapita/bulan di bulan Maret 2016
menjadi Rp282.161/kapita/bulan di bulan
September 2016.
Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 83,8%
atau 274,1 ribu jiwa berada di daerah pedesaan
sedangkan sisanya sebesar 16,2% atau 53,2 ribu
jiwa berada di daerah perkotaan. Konsentrasi
jumlah penduduk miskin di pedesaan menjadi
tantangan pembangunan ekonomi dan wilayah
oleh pemangku kepentingan khususnya
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.7 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi
Tenggara.
53,18
274
13
12
12
13
13
14
14
15
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16
Penduduk Miskin Desa
Penduduk Miskin Kota
Persentase Penduduk Miskin (sb.Kanan)
ribu jiwa %
100
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
pemerintah daerah, mengingat potensi sumber
daya alam Sulawesi Tenggara yang dominan
berada di daerah pedesaan khususnya di sektor
primer yaitu sektor pertanian namun hasilnya
belum secara optimal mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di pedesaan secara
lebih luas.
Ketimpangan Pengeluaran Penduduk
Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi
Tenggara mengalami perbaikan. Hal tersebut
tercermin dari adanya penurunan gini ratio dari
0,402 di bulan Maret 2016 menjadi 0,388 di
bullan September. Semakin rendah nilai gini
ratio menunjukkan ketimpangan suatu daerah
yang semikin rendah.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, penurunan
tersebut disebabkan oleh penurunan di daerah
perkotaan maupun daerah pedesaan. Untuk
daerah perkotaan pada bulan September 2016
tercatat sebesar 0,395 ssetelah pada periode
Maret 2016 adalah sebesar 0,407. Sementara
untuk daerah pedesaan menurun dari 0,367 di
bulan Maret 2016 menjadi 0,352 di bulan
September.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PROSPEK
PEREKONOMIAN DAERAH
Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara
diperkirakan mengalami peningkatan dan tumbuh pada
kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal ini mendorong perekonomian
Sultra selama tahun 2017 diperkirakan dapat tumbuh sebesar
6,6% - 7,0%.
Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian
Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan.
Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan
penggalian serta konstruksi masih merupakan faktor
pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan
mendatang.
Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017
diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan
harga pada kelompok volatile food dan administered prices.
Bab 7
103
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
7.1.1. Triwulan II 2017
Dengan didasarkan pada beberapa indikator
pendukung, hasil survei dan liaison,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
triwulan II 2017 diprakirakan berada pada
kisaran 6,2% - 6,6% (yoy), mengalami
peningkatan jika dibandingkan periode triwulan
IV 2016 yang diperkirakan akan mengalami
pertumbuhan sebesar 6,0% (yoy).
Perkiraan peningkatan yang terjadi pada
triwulan II 2017 tersebut sesuai dengan arah
perkiraan kegiatan usaha yang diungkapkan
oleh para pelaku perekonomian, baik dari sisi
konsumen (Grafik 7.1) maupun dari sisi pelaku
usaha (Grafik 7.2).
Dari sisi penawaran, para pelaku usaha di
lapangan usaha pertanian, konstruksi dan
perdagangan memperkirakan akan terjadi
peningkatan kegiatan usaha pada triwulan II
2017, dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya(Grafik 7.4).Hal ini sesuai dengan hasil
liaison kepada pelaku usaha yang
memperkirakan bahwa terdapat peningkatan
omzet penjualan pada triwulan tersebut(Grafik
7.3).
Peningkatan kinerja yang terjadi pada lapangan
usaha pertanian didorong oleh adanya
peningkatan target luas tanam padi dan jagung
Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi
Konsumen Grafik 7.2 Perkiraan Kondisi Usaha Dari Sisi Pelaku
Usaha
Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi Grafik 7.4 Perkiraan Kondisi Usaha
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Perkiraan Kegiatan Usaha
gPDRB Sultra (Sb. Kanan)
SBT %, yoy
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Realisasi Usaha Estimasi usaha (mov 3 tw)
SBT
(2,0)
(1,0)
-
1,0
2,0
3,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017LS Penj. DomestikLS Penj. EksporLS Ekspektasi Penjualan
skala likert
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
10,00%Est.Tw I 2017 Est.Tw II 2017
104
FEBRU
ARI 20
17
pada tahun 2017. Sesuai hasil Focus Group
Discussion (FGD) dengan Dinas Pertanian dan
Peternakan Provinsi Sulawesi Tenggara, pada
tahun 2017 terdapat penambahan target tanam
padi sebesar 16,17% dan tanaman jagung
sebesar 75,57%. Selain itu, kinerja dari sub
lapangan peternakan juga diperkirakan akan
mengalami peningkatan seiring dengan adanya
program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB)
untuk meningkatkan populasi sapi di Sulawesi
Tenggara.
Peningkatan pada lapangan usaha konstruksi
diperkirakan akan terjadi pada triwulan II 2017,
sejalan dengan mulai dilakukannya pekerjaan
proyek-proyek pemerintah. Hal ini sejalan
dengan masa pengadaan proyek infrastruktur
APBD Provinsi Sulawesi Tenggara yang sebagian
besar mulai berjalan di bulan Maret 2017. Dari
24 proyek dengan nominal pengerjaan di atas
Rp5 miliar, terdapat 11 proyek yang dimulai
pada bulan Maret 2017 (Grafik 7.5). Sesuai
dengan skema kurva S untuk pengerjaan proyek,
maka diperkirakan pada bulan Juni 2017 terjadi
aktivitas pada korporasi konstruksi sebesar 86,2
miliar yang hanya berasal dari proyek APBD Prov.
Sultra(Grafik 7.6).
Sedangkan dari sisi permintaan, peningkatan
perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan
II 2017 disumbangkan oleh peningkatan
aktivitas konsumsi, investasi dan ekspor.
Sumber: Sirup LKPP, diolah
Ket: Paket pembangunan APBD Prov. Sultra nominal >Rp5 miliar Sumber: Sirup LKPP, diolah
Ket: Perkiraan menggunakan pengeluaran skema Kurva S
Grafik 7.5 Periode Pengerjaan Proyek Infrastruktur
APBD Prov. Sulawesi Tenggara Grafik 7.6 Perkiraan Realisasi Proyek Infrastruktur
APBD Prov. Sultra
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.7 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT Grafik 7.8 Perkiraan Investasi Pelaku Usaha
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rp15,0 MPelabuhan Kendari
Rp7,8 M
Rp20,0 M
Rp20,0 MRp11,5 M
Rp9,6 MRp6,5 MRp5,3 MRp5,3 M
Rp9,8 M
Rp99,2 MRp5,5 MRp10,3 M
Rp26,0 M
Rp11,0 M
Rp5,8 M
Rp9,5 MRp29,2 M
Rp10,0 MRp8,0 M
Rp5,8 M
Rp10,7 M
Rp7,3 MRp7,3 M
Gedung Kantor Dinas
Jalan Kendari-Konsel
Jalan Kendari-KonselJembatan S. Wanggu
PLTS Muna BaratPLTS Muna BaratJembatan S.Ambolili
PLTS KonaweRehab Tugu MTQMasjid Al Alam
Jalan Wanci-MatahoraGedung RS
Jalan Muna-ButengGedung Kantor Diknas
Jalan Konawe
Gedung KantorJalan Ambaipua-Motaha
Jalan Saranani
Jalan Akses Masjid Al AlamJalan Kendari
Jembatan Akses Al AlamArea Parkir Al Alam
Jalan Konsel
periode pengerjaan
8,7
21,8
49,0
86,279,6
66,2
24,5
10,47,2
2,5
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tw I2017
Tw II 2017 Tw III 2017 Tw IV 2017
Rp miliar
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Perkiraan Penghasilan
gKonsumsi PDRB (Sb. Kanan)
SBT %, yoy
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
LS Ekspektasi Investasi
Pertumbuhan Investasi PDRB (sb.kanan)
Likert Scale
%, yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
105
Peningkatan konsumsi rumah tangga pada
periode tersebut sejalan dengan perkiraan
penghasilan yang diperkirakan meningkat oleh
para responden Survei Konsumen (Grafik 7.7). Hal
ini salah satunya didorong oleh adanya
peningkatan UMP tahun 2017. Pada tahun
2017, UMP Provinsi Sulawesi Tenggara
ditetapkan sebesar Rp2.002.625, naik sebesar
8,25% dari UMP tahun sebelumnya.
Sementara itu, aktivitas investasi pada triwulan II
2017 diperkirakan meningkat, baik dari sisi
investasi pemerintah maupun investasi pelaku
usaha. Peningkatan investasi pelaku usaha
dicerminkan dari likert scale ekspektasi investasi
yang meningkat pada triwulan tersebut (Grafik
7.8). Beberapa korporasi masih melanjutkan
kegiatan pembangunan smelter nikel,
penambahan gudang, dan penambahan mesin.
Dari sisi ekspor, pada triwulan II 2017
diperkirakan akan terjadi peningkatan ekspor
terutama pada komoditas ore nickel. Pada awal
tahun 2017, pemerintah mengeluarkan
kebijakan untuk memperbolehkan ekspor ore
nickel kadar dibawah 1,7% dengan beberapa
persyaratan tertentu. Kondisi ini akan disikapi
oleh beberapa korporasi pertambangan nikel
yang sudah atau sedang membangun smelter
untuk melakukan penjualan ore nickel tersebut.
7.1.2. Tahun 2017
Berdasarkan beberapa indikator pendukung,
hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2017
diprakirakan berada pada kisaran 6,6% - 7,0%
(yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan
pertumbuhan pada periode 2016 yang tumbuh
sebesar 6,5% (yoy).Perkembangan
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
IV IP IIP
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 9,0 5,7 5,6 - 6,0 7,7 6,7 - 7,1
Pertambangan dan Penggalian 10,2 1,9 1,9 - 2,1 0,1 3,1 - 3,5
Industri Pengolahan 8,1 11,8 9,3 - 9,7 8,9 11,1 - 11,5
Konstruksi 4,9 7,0 9,7 - 10,1 7,7 10,4 - 10,8
Perdagangan Besar dan Eceran 11,1 7,1 8,4 - 8,8 10,0 7,9 - 8,3
Transportasi dan Pergudangan 8,5 11,6 12,8 - 13,2 11,6 11,6 - 12,0
PDRB 7,6 6,0 6,2 - 6,6 6,5 6,6 - 7,0
2017Lapangan Usaha
20162016 2017P
IV IP IIP
Konsumsi Rumah Tangga 5,1 6,3 6,4 - 6,8 6,1 6,3 - 6,7
Konsumsi Pemerintah -6,9 7,5 11,8 - 12,2 2,0 9,6 - 10,0
PMTB 2,6 5,1 7,8 - 8,2 7,6 8,6 - 9,0
Eksport Luar Negeri 63,2 105,7 73,2 - 73,6 -8,5 105,6 - 106,0
Import Luar Negeri 6,3 58,8 16,1 - 16,5 3,9 54,7 - 55,1
Net Eksport Antar Daerah -38,8 14,3 145,3 - 145,7 -18,1 45,1 - 45,5
PDRB 7,6 6,0 6,2 - 6,6 6,5 6,6 - 7,0
20172016 2017PKomponen Pengeluaran
2016
106
FEBRU
ARI 20
17
perekonomian di Sultra tersebut searah dengan
prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia
yang juga diperkirakan mengalami peningkatan.
Kinerja lapangan usaha pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan yang
masih mendominasi perekonomian Sultra secara
signifikan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
global.
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong
perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2017
adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha
utama, (2) peningkatan konsumsi rumah
tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan
(4) Peningkatan ekspor komoditas utama.
7.2. PROSPEK INFLASI
7.2.1. Triwulan II 2017
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan
II 2017 mendatang diperkirakan akan berada
pada tekanan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perkiraan inflasi pada akhir triwulan I
2017. Inflasi pada triwulan II 2017 diperkirakan
berada pada kisaran 4,2% s.d 4,6% (yoy).
Kondisi ini juga searah dengan perkiraan
konsumen sesuai dengan hasil Survei
Konsumen. Konsumen memperkirakan akan
terjadi peningkatan harga pada triwulan II 2017,
lebih tinggi daripada periode sebelumnya (Grafik
7.11). Hal ini didorong oleh adanya peningkatan
konsumsi masyarakat pada bulan Mei dan Juni
Sumber: OECD (June 2016), diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah
Grafik 7.9 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
dan Dunia Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional
Sumber: SK KPw BI Sultra diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah
Grafik 7.11 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen Grafik 7.12 Perkiraan Peningkatan Harga Jual
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
2013 2014 2015 2016 2017
Sultra Indonesia (OECD) Dunia (OECD)
%, yoy
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Nickel Kakao (sb.kanan)
US$/mt US$/kg
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Perkiraan Harga 6 bln Perkiraan Harga 3 bln
Inflasi (sb.kanan)
%, yoySBT
(1,5)
(1,0)
(0,5)
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
LS Harga Jual LS Eks. Harga Jual
Likert Scale
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
107
seiring dengan adanya bulan Ramadhan dan hari
raya Idul Fitri 1438 H.
Kondisi peningkatan tekanan harga dari sisi
produsen juga terjadi seiring dengan indikator
ekspektasi harga jual sesuai hasil Liaison. Pada
triwulan mendatang, korporasi berencana
menaikkan harga jualnya untuk
mempertahankan margin korporasi. Salah satu
tekanan kenaikan biaya produksi adalah dari
biaya bahan baku dan tenaga kerja (Grafik 7.12).
7.2.2. Tahun 2017
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 mendatang diperkirakan akan meningkat
namun masih berada pada sasaran inflasi
nasional yang sebesar 4% + 1%. Meskipun
demikian, kondisi supply demand yang terjadi di
Sulawesi Tenggara mendorong inflasi lebih
tinggi dan berada pada kisaran batas atas
sasaran tersebut. Peningkatan tekanan inflasi
pada tahun tersebut didorong oleh peningkatan
tekanan administered prices terkait dengan
kebijakan energi.
1. Tekanan inflasi volatile foods menurun
Kinerja produksi bahan pangan di Sultra
pada tahun 2017 diperkirakan akan
meningkat dan membantu tersedianya
pasokan bahan makanan baik serelia
maupun dari komoditi ikan dan unggas.
Program kerja peningkatan bahan pangan
sebagai salah satu program Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra
diperkirakan turut mendorong peningkatan
kinerja tersebut. Di sisi lain, dengan
terbentuknya TPID di seluruh
Kota/Kabupaten maka kerjasama/koordinasi
antar daerah dalam rangka penyediaan
pasokan dan distribusi bahan pangan
diperkirakan akan semakin lancar. Selain itu,
terbangunnya jalan dan pelabuhan yang
memadai diperkirakan akan meningkatkan
jumlah dan memperlancar arus barang di
Sultra.
2. Tekanan inflasi administered price
meningkat.
Peningkatan kelompok administered price di
Sultra banyak dipengaruhi oleh pengaturan
subsidi, terutama pada listrik dan BBM. Hal
ini untuk lebih meningkatkan kapasitas
keuangan negara.
3. Tekanan inflasi inti relatif meningkat
Perkembangan inflasi inti dipengaruhi oleh
faktor domestik dan faktor eksternal.
Permintaan domestik diperkirakan masih
tinggi seiring dengan peningkatan
penghasilan masyarakat. Mulai aktifnya
pertambangan dan harga nikel dunia yang
sudah berangsur membaik menyebabkan
tingkat penghasilan masyarakat juga akan
meningkat. Kondisi tersebut akan
mendorong terciptanya lapangan kerja baru
dan adanya migrasi tenaga kerja dari daerah
maupun negara lain.
108
FEBRU
ARI 20
17
Tabel 7.3Faktor Risiko Inflasi Tahun 2017
Faktor Risiko PotensiDampak thdp
Inflasi IHK
Volatile Food
a. Pasokan:
• Tingginya curah hujan di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara dapat berpotensi mengganggu produksi bahan makanan
• Gelombang laut juga berpotensi menggangu pasokan komoditas ikan segar baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau.
• Peningkatan pasokan komoditas aneka cabai akibat mulai masuknya panen.
LOW
b. Distribusi:
• Faktor cuaca juga dapat berpotensi menggangu aktivitas pelayaran, sehingga dapat menghambat distribusi barang di Sulawesi Tenggara.
• Pengaturan perdagangan yang tidak memperhatikan kecukupan lokal seringkali menyebabkan terjadinya inflasi karena pedagang menjual ke daerah lain dengan harga yang lebih tinggi.
Adm.Prices
• Penyesuaian tarif BBM yang tidak diikuti oleh penurunan tarif angkutan baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau.
• Penyesuaian TTL sesuai harga keekonomian (faktor penentu: harga minyak, nilai tukar, dan inflasi) masih menjadi risiko sepanjang tahun karena bergantung pada keputusan pemerintah.
• Adanya peningkatan permintaan angkutan udara, terutama di Kota Baubau.
Medium
Core • Pergerakan nilai tukar yang masih dalam tren depresiasi terhadap US$ menambah tekanan dari sisi imported inflation, khususnya untuk komoditas pangan berbahan baku impor, kosmetika, dan obat.
• Dampak second-round dari kebijakan harga pemerintah.
• Harga emas global mengalami kecenderungan yang menurun dalam beberapa pekan terakhir.
LOW
97
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
BOKS 05. DAMPAK
RELAKSASI EKSPOR ORE NIKEL <1,7% (LOW GRADE) TERHADAP PEREKONOMIAN SULTRA
Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui sebagai salah satu provinsi penghasil nikel terbesar di
Indonesia. Berdasarkan data dari Disperindag Prov. Sultra, cadangan potensi nikel di Sulawesi
Tenggara diperkirakan dapat mencapai hingga 90 miliar WMT yang tersebar di beberapa
Kabupaten Di Sulawesi Tenggara yakni Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara,
Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kabupaten
Buton. Pada tahun 2013 bahkan terdapat sekitar 400 IUP di Sulawesi Tenggara yang melakukan
kegiatan ekspor ore nikel ke beberapa negara khususnya Tiongkok. Kondisi tersebut
memberikan kontribusi positif terhadap tingginya pertumbuhan ekonomi Sultra yang ditopang
oleh kinerja ekspor komoditas pertambangan, khususnya selama periode tahun 2008 s/d tahun
2013.
Gambar 1. Potensi Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara
Sejak diberlakukannya UU Minerba No.4 Tahun 2009 pada 12 Januari Tahun 2014, aktivitas
pertambangan di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan signifikan yang turut berdampak
pada terkontraksinya kinerja ekspor komoditas pertambangan di Sulawesi Tenggara. Dari total
400 IUP yang sebelumnya terdaftar di Sulawesi Tenggara, hanya sedikit yang bertahan dan
mulai membangun smelter untuk mengolah nikel menjadi NPI (Nikel Pig Iron). Sampai dengan
saat ini, terdapat 5 industri pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara, yakni PT. Antam Tbk, PT.
Ifishdeco, PT. CMMI, PT. MMI dan PT. Virtue Dragon. Disamping itu, berdasarkan info dari dinas
terkait, saat ini diketahui terdapat sekitar 30 perusahaan yang mengajukan izin pembuatan
smelter.
Kolaka• Luas Potensi 57rb ha• Potensi Produksi 12
miliar WMT
Konawe Utara & Selatan• Luas Potensi 85rb ha• Potensi Produksi 50
miliar WMT
Tambang Nikel• Luas Potensi 5rb ha• Potensi Produksi 1,7
miliar WMT
Konawe• Luas Potensi 61rb ha• Potensi Produksi 1,7
miliar WMTKolaka Utara• Luas Potensi 80rb ha• Potensi Produksi 2,8
miliar WMT
Nikel
NikelNikel
Nikel
Nikel
98
FEBRU
ARI 20
17
BOKS 05.
Sejalan dengan hal itu, pemberlakuan UU Minerba No.4 Tahun 2009 mulai tahun 2014 turut
memberikan dampak signifikan atas melambatnya perkembangan ekonomi di Sulawesi
Tenggara. Pertumbuhan ekonomi Sultra yang sebelumnya berada di kisaran 8%-15% (yoy),
mengalami perlambatan yang cukup signifikan dan berada di kisaran 5%-6% (yoy). Lebih lanjut,
kondisi tersebut diperburuk dengan turut menurunnya harga nikel dunia yang menggambarkan
penurunan demand dan perekonomian secara global, dari sebelumnya berada di kisaran
USD13 ribu s/d USD 14 ribu per MT nikel, turun menjadi sekitar USD9 ribu per MT nikel.
Gambar 2. Pergerakan PDRB Sultra, Sektor Pertambangan, Nilai ekspor nikel dan harga nikel
Meski demikian, Pemerintah saat ini telah mengeluarkan ketentuan terbaru yang mengatur
mengenai relaksasi ekspor komoditas mineral mentah yakni PP No.1 Tahun 2017, Permen
ESDM No.5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No.6 Tahun 2017 pada tanggal 11 Januari 2017.
Kebijakan ini secara umum mengatur pembukaan keran ekspor untuk komoditas ore nickel
dengan kadar <1,7% (low grade). Lebih lanjut, ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa setiap
pelaku usaha yang akan melakukan ekspor mineral mentah, wajib telah atau sedang
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
-
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Nilai Ekspor (Juta US$)
Harga Nikel Int(US$/WMT)
Pemberlakukan UU Minerba No.4 tahun 2009
gPDRB Sultra(%, yoy)
gTambang(%, yoy)
gTambang (rhs)
gPDRB
R2 = 0,77
Filipina Menutup 2 Tambang masalah lingkungan
Korelasi antara pertumbuhan sektor tambang dengan pertumbuhan ekonomi Sultra
R2 = 0,68Korelasi antara ekspor Feni sultra dengan harga nikel internasional
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
99
BOKS 05.
membangun smelter. Dengan mengacu kepada ketentuan dimaksud, maka setiap pelaku usaha
yang saat ini sedang atau telah memiliki smelter dapat melakukan ekspor ore.
Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan kepada beberapa pelaku usaha tambang dan industri
olahan nikel di Sulawesi Tenggara, para pelaku usaha memberikan respon positif atas
dikeluarkannya kebijakan tersebut dan berharap agar implementasi dari kebijakan tersebut
dapat segera dijalankan. Mereka mengungkapkan bahwa dikeluarkannya kebijakan tersebut
dapat mendukung kondisi finansial perusahaan yang saat ini sedang dalam proses
penyelesaian pembangunan smelter. Senada dengan hal tersebut, salah satu responden liaison
mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar pelaku usaha industri olahan nikel di dalam
negeri, membutuhkan biji nikel dengan kadar >1,8% (medium to high grade) untuk kebutuhan
produksi nikel olahannya, sehingga pihaknya menegaskan bahwa biji nikel dengan kadar <1,7%
(low grade) merupakan cadangan yang tidak terpakai karena relatif tidak mendukung dan tidak
efisien untuk digunakan dalam proses pengolahan nikel, Dengan dikeluarkannya kebijakan
tersebut diyakini tidak akan mempengaruhi perkembangan proses hilirisasi nikel yang saat ini
sudah berjalan, khususnya di Sulawesi Tenggara. Disamping itu, dengan dikeluarkannya izin
ekspor atas komoditas dimaksud, maka efisiensi biaya ekploitasi/penggalian dapat lebih
ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan beban biaya yang semula secara penuh timbul dan
diperhitungkan hanya kepada biji nikel high grade saja, kedepannya dapat diproporsikan
kepada nikel kadar rendah yang ikut tergali sebelum kemudian dlakukan penjualan/ekspor.
Gambar 3. Pergerakan PDRB Sultra, Sektor Pertambangan, Nilai ekspor nikel dan harga nikel
Lebih lanjut, menanggapi rencana implementasi kebijakan tersebut, para pelaku usaha
mengungkapkan komitmen dan kesiapannya untuk berpartisipasi dalam melakukan penjualan
ekspor ore nickel kadar <1,7% (low grade) sambil terus melanjutkan penyelesaian
pembangunan smelter. Korporasi juga mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat
PP No.1 tahun 2017
Perubahan Keempat Atas PP No.23/2010
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara
11 Januari 2017
Pasal 112C
Pemegang IUP Operasi Produksi yang melakukan kegiatan
pertambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan
pengolahan, dapat melakukan kegiatan penjualan ke luar negeri
dalam jumlah tertentu
Permen ESDM No.6 tahun 2017
Tata cara dan persyaratan pemberian rekomendasi pelaksanaan penjualan
mineral ke luar negeri hasil pengolahan dan pemurnian
Persyaratan untuk Nikel:- Nikel kadar <1,7%- Wajib memperoleh Rekomendasi- Surat pernyataan keabsahan
dokumen- Pakta integritas untuk melakukan
pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri
- Sertifikat CNC- ROA atau COA produk mineral logam- Pelunasan PNBP- Rencana pembangunan fasilitas
pemurnian di dalam negeri- Rencana kerja dan anggaran biaya- Rencana penjualan LN
11 Januari 2017
Permen ESDM No.5 tahun 2017
11 Januari 2017
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian di Dalam Negeri
Bab VPemanfaatan Mineral
Logam dg Kriteria Tertentu• Nikel dengan kadar <1,7%• Harus memanfaatkan
sekurang-kurangnya 30% dari total kapasitas input fasilitas pengolahan nikel dimiliki
• Penjualan ke LN dibatasi jumlahnya dan jangka watu selama 5 tahun
Ketentuan tersebut masih akan ditambah dengan ketentuan perubahan Bea Keluar Ekspor yang diisukan naik dari 5% menjadi 10% dan ketentuan teknis lainnya
100
FEBRU
ARI 20
17
BOKS 05.
senantiasa melakukan pengawasan secara ketat atas diberlakukannya ketentuan dimaksud
sehingga tidak menimbulkan potensi risiko di kemudian hari.
Dengan mengacu kepada kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Sultra di waktu yang akan
datang diperkirakan dapat bertambah sebesar 0,4% s/d 1,4% dari pertumbuhan ekonomi
baselinenya. Kondisi tersebut baru memperhitungkan peningkatan kinerja ekspor yang
diperkirakan akan tumbuh signifikan dengan kisaran 75% s/d 120% (yoy).
Administered
price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang
perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok
barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap
tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan
melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk
mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Dana Pihak
Ketiga (DPK)
Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan
di suatu bank.
Faktor
Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat
dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-
penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi
masyarakat
Faktor Non
Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada
di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun
distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang
ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30%
Ni dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless
steel
Imported
inflation
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh
perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks
Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang,
dengan skala 1---100.
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga
barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode
tertentu.
Daftar
Istilah
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
FEBRU
ARI 20
17
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.
Indeks
Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan
mendatang, dengan skala 1---100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui
peningkatan modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui
wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai
perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang
sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Loan to Deposit
Ratio (LDR)
Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang
disalurkan dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu
waktu tertentu.
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup
industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan
sebelumnya.
NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.
Non Performing
Loan (NPL)
Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding
dengan total keseluruhan kreditnya
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang
mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah
tertentu.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah
seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik
daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi
perekonomian sebuah negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan
triwulan sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban
meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan
jawaban menurun danmengabaikan jawaban sama .
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo
bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot
sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Sektor ekonomi
dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga
mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara
keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang
perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor
tertentu.
West Texas
Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan
minyak dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun
sebelumnya.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
PENANGGUNG JAWAB
Minot Purwahono
KOORDINATOR PENYUSUN
Harisuddin
TIM PENULIS
Daniel Agus Prasetyo
Argo Hadianto
KONTRIBUTOR
Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan
Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM
Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan
Unit Pengelolaan Uang Rupiah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
Tim
Penyusun
Top Related