METODE/ PROSES PENCIPTAAN
Makalah Untuk memenuhi tugas Metode Penciptaan Seni
Budi Darma
1020395411PENCIPTAAN SENI/ SENI TEATER
PROGRAM PASCA SARJANAINSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2010METODE/ PROSES PENCIPTAAN
0
Keragaman budaya etnik kita yang menyebabkan kita mempunyai kekayaan
ragam bentuk dan jenis teater, teater di Indonesia yan banyak bentuk merupakan
kekayaan budaya yang jarang dimiliki bansa lain, dari tradisonal dan non-
tratdisional ; teater tutur teater pentas,teaetr wayang, teater boneka;teater yang
menggunakan berbgai media ekspresi yang terpadu, meskipun nantinya penulis akan
membawakan tetaer dalam bentuk modern namun tidak dapat mengesampiungkan
teater tradisional karena selain mengambil roh dari tradisi naskah dan pementasan
Ambu Hawauk kelak nafasnya nafas sunda, karena masyarakat kita juga sebagian
besar masih sangat terikat oleh cara dan pemikiran tradisi yang lumayan ketat.
Ambu Hawauk dalam bentuk karya drama diciptakan sebagai respon
terhadap realitas di wilayah jawabarat khusunya di Kabupaten Tasikmalaya dan
sekitarnya. Penulis akan memujudkannya dengan perbendaharaan dan idiom teater
yang dimiliki dengan roh tradisi dan tehknik barat karena teater tradisi sebagai
sumber ilham yang akan di pindah bentukan kedalam bentuk teaeter kekinian
I. Eksplorasi
Eksplorasi merupakan suatu bentuk penjajagan/ penjelajahan terhadap ide
yang merupakan sumber dari penciptaan. Pada tahap eksplorasi ini kita berfikir,
berimajinasi, merasakan, menanggapi, dan menafsirkan ide yang dipilih proses
pesiapan dari mualai penelitian dan penciptaan naskah , kembali membaca ulang,
menafsirkan atau menganilasa dmana penjajagan,pemahaman,observasi percobaan
1
percobaan dan latihan latihan, saya kemudian mengeksplorasi bentuk naskah dan
bentuk garapan dimana pementasan Ambu Hwuk kelak yang bertutur legenda dan
kolosal bisa dimainkan oleh empat samapi lima orang pemain dengan aliran realism
dengan tujuan untuk menemukan beberapa hal yang bisa dijadikan sebuah landasan
dalam proses kreatif kelak. Di dalam melakukan tahapan ini setidaknya penulis sudah
memilih dan memilah kata ,bahasa, dialog dengan gerak yang berkaitan dengan pola
lantai ,di pemanggungan kelak.
II. Improvisasi
Improvisasi adalah tahap untuk melakukan pecobaan-percobaan,
membedakan, mepertimbangkan, memilih, membuat harmonisasi dan kontras-kontras
tertentu serta menemukan integritas dan kesatuan dari berbagai pecobaan yang
dilakukan.
Dalam naskah drama, setidaknya, terkandung dua hal. Yakni, ide sosial dan
ide estetik. Ide sosial adalah gagasan terkait dengan persoalan-persoalan sosial, di
mana manusia pelaku mengalami benturan. Sedangkan ide estetik adalah gagasan
yang terkait dengan faktor-faktor estetika atau keindahan, di mana karya itu
diwujudkan lewat kemampuan teknik ungkap (pengolahan simbol, idiom, dll).
Berdasarkan ide yang telah didapat dari hasil eksplorasi yang masih bersifat
abstrak, pada tahap ini akan dikonkritkan. Langkah awal yang saya lakukan adalah
dengan menentukan setting waktu. Setting yang saya gunakan berlatarkan budaya
2
sunda Ketertarikan pada cerita Ambu Hawuk sebagai ide untuk pembuatan naskah
panggung pada awalnya berdasarkan legenda yang berkembang di daerah
Galunggung dan di daerah Cikawunggading Kabupaten Tasikmalaya. Legenda
Ambu Hawuk merupakan cerita tutur yang diwariskan secara turun temurun.
Selanjutnya adalah dengan membentuk setting masalah. Dalam hal ini adalah
tentang penggarapan naskah drama Ambu Hawuk ditekankan pada keinginan untuk
mengangkat cerita rakyat ini ke dalam realitas panggung dengan tema memerangi
ketidak-adilan sosial yang sepanjang sejarah kemanusiaan selalu menjadi tema
menarik dan akan tetap penting dalam setiap pemikiran dan konsepsi tentang
kemasyarakatan dimasa kini dan masa mendatang, mempertanyakan ketidak-adilan
dari aspek hubungan antar jenis kelamin, gender perbedaan perilaku bukan
perbedaan biologis, yakni perbedaan yang bukan karena kodrat Tuhan atau ketentuan
Tuhan melainkan perbedaan yang diciptakan manusia melalui proses sosial dan
kultur.
Ambu Hawuk menurut sebagian versi bernama Siti Mundigar dikenal di
beberapa tempat di jawa barat. Beberapa versi menyebut Ambu Hawuk berasal dari
Kanoman Cirebon, ada juga yang mengatakan Ambu Hawuk berasal dari Sumedang,
putri dari pangeran Kornel. Semua kisah memiliki perbedaan namun semua sepakat
bahwa Ambu Hawuk itu tokoh perempuan Sunda yang gagah perkasa.
3
Dari banyaknya versi cerita Ambu Hawuk, penulis memilih salah satu cara
dengan pengembangan versi-versi dari cerita yang ada baik dalam bentuk bahasa
tutur/sastra lisan dari beberapa tempat yang berbeda namun masih mengenai tokoh
dengan nama Ambu Hawuk. Adapun pesan yang saya sampaikan melalui cerita ini
bahwasanya Pengembangan versi dimaksud tentu dengan tidak meninggalkan sama
sekali cerita asli, tetapi lebih pada pengembangan cerita yang disesuaikan dengan
realita kehidupan masyarakat Tasikmalaya dalam hal ini berhubungan dengan
perempuan Tasikmalaya dulu dan sekarang. Adanya gerakan feminis merupakan
perjuangan emansipasi wanita melawan sistem dan stuktur yang mengakibatkan
perempuan Tasikmalaya berubah.
Penelitian dan penulisan juga pementasan Ambu Hawuk berdasarkan cerita
rakyat yang berkembang di selatan Tasikmalaya, tepatnya di desa Cikawungading,
kecamatan Cipatujuh, dimana terdapat artefak berupa nisan di sungai Cilangla. Dalam
satu uliannya, ayah Rhoiades (dalam Jacob, 2003:288) pernah mengatakan
kesaksiannya setelah berkeliling Jawa Barat, terutama di situs-situs sejarah, bahwa
banyak makam tua yang merupakan kosong saja. Makam-makam itu hanya mitos
belaka, bukan kenyataan historis. Hal itu diperkuat oleh Robert Wessing, antropolog
Amerika yang banyak tentang budaya Sunda masa lalu. Makalahnya berjudul Telling
The Landscape: Place and Meaning in Sunda. Sebuah atau beberapa kampung di
Sunda memilki legenda asal usul kampung tersebut. Legenda itu diketahui oleh
penduduknya.Setelah melalui tahap improvisasi untuk menemukan sebuah bentuk
4
yang sesuai dengan ide, maka tahap selanjutnya adalah menggabungkannya ke dalam
tahap Forming atau pembentukan.
III. Forming
Forming adalah menentukan bentuk ciptaan dengan menggabungkan simbol-
simbol yang dihasilkan dari berbagi percobaan yang dilakukan, menentukan kesatuan.
Saya akan membawa cerita ini ke dalam Pentas tetaer dengan gaya melodrama
dimana Ambu hawuk bila dimasukan pada sejarah konvensi teater dunia termasuk ke
dalam bentuk naskah melodrama. Dalam buku Panggung teater dunia perkembangan
dan perubahan konvensi1, Yudiaryani mengatakan teater romantik adalah drama
romans dan drama musikal, romantik berkembang karena memudarnya gagasan
neoklasik dan terjadinya peristiwa revolusi Perancis . Revolusi Perancis
menghadirkan kembali gerakan baru di dunia teater yang mendorong terciptanya
formula penulisan tema dan penokohan dalam naskah drama. Pengaruh Rosseau
yaitu semangat libereti-egalite-fraternite menumbuhkan keinginan seniman untuk
memerdekaan dan membebaskan semangat mereka dari ikatan norma-norma yang
selama ini membelenggu kreatifitas mereka. Kenyataannya, norma-norma yang
menuntut kepatuhan dari mereka yang memiliki kekuasaan (raja, para bangsawan
dan pemilik modal) hanya menjadi penyebab kebrobokan kondisi masyarakat.
1Dra. Yudiaryani, M.A, Panggung Teater Dunia”Perkembangan dan Perubahan Konvensi”, pustaka Gondho Suli, Yogyakarta 2002
5
Di zaman romantik, keinginan penonton adalah menyaksikan pertunjukan
teater tidak untuk melihat peristiwa keseharian di atas pentas, tetapi penonton lebih
menyukai masalah percintaan dan penampilan dekorasi pentas. Mereka ingin
meninggalkan cerita-cerita sedih dengan menikmati skeneri, musik, dan tari yang
eksotik. Penonton ingin pula mengidentifikasi dirinya dengan tokoh pahlawan
romantik yang melakukan perjalanan menggetarkan dan penuh resiko dengan
demikian, penonoton ingin menjauhkan diri dari keremeh-temehan dan kebodohan,
dimana kehidupan keseharian hanya membuang waktu dengan impuls-impuls dan
kesia-siaan yang semua itu ternyata membayangkan sebuah kegagalan.
Pahlawan romantik membangkitkan semangat tentang intensitas dann
totalitas. Setiap masalah tergambar dengan jelas dan lengkap pahlawan romantik
melihat kehidupan tidak memiliki kompromi, dan kekuasaan semena-mena terus
berlanjut. Oleh sebab itu pahlawan romantik berjuang degan “menyerang’ walaupun
mereka sadar bahwa kegagalan yang akan mereka temui pun dalam naskah drama
Ambu Hawuk. Dalam babak ketiga tergambar jelas Ambu Hawuk dengan
keterbatasan melawan pihak kekuasan walaupun sadar kekuasaan yang dilawannya
begitu besar tapi karena semangat untuk berjuang hingga semua tantangan dihadapi
dengan satria.
Kesadaran terhadap keterbatasan manusia menyebabkan seniman romantik
mendambakan jenius-jenius yang mampu menemukan kebaruan. Berbeda dengan
neoklasik yang menganggap kualitas karya ditentukan oleh ketaatannya pada
6
peraturan dan logika dogmatis. Kualitas karya menurut seniman romantic adalah
perombakan peraturan dalam rangka menghasilkan konvesi baru. Perombakan ini
muncul melalui gagasan setrum und drang, topan dan tekanan, yaitu gagasan yang
lebih mementingkan emosi dan nafsu (Kernoddle,1967). Gagasan ini menunjukkan
semangat manusia yang berkobar-kobar, sehingga dalam naskah dan dunia panggung
romantik dipenuhi oleh adegan pembunuhan, darah dan racun. Di babak terakhir
dimana pengkhianatan somahita meracun Ambu Hawuk dan pembunuhan terhadap
Somahita sendiri.
Struktur naskah romantik sangat berbeda dengan naskah klasik. Stuktur
naskah romantik bersifat longgar dengan karakter-karakter tokoh yang berubah-ubah
di setiap episode. Setiap bagian plot cerita memilik episodenya sendiri (plot
episodic): satu plot satu episode yang memilki awal-tengah-akhir sendiri. Bandingkan
dengan struktur aristoteles. Perubahan karakter dilakukan melalui suasana serius dan
komik. Inti cerita adalah masalah kebebasan, romantic memberontak pada fakta dan
aturan-aturan yang bersifat klasik.
Tiga unity dalam klasik diabaikan. Sekilas nampak bahwa tak ada gambaran
yang bersifat unity dan causalistic. Gambaran yang muncul adalah gambaran tanpa
makna dan tanpa struktur rasional, karena gagasan romantik lebih mementingkan idea
atau gagasan global dibandingkan dengan kepadatan struktur cerita. Misalnya
terdapat adegan yang penuh spektakel dan sukaria dalam naskah drama Ambu Hawuk
adegan ini ada di kerajaan dan adegan peperangan. Tokoh bergerak dari satu adegan
7
ke adegan lain tanpa motifasi yang cukup kuat. Pengarang roman percaya bahwa
struktur memang memiliki makna, tapi mereka sulit menentukan unsur-unsur yang
sangat komplek dalam kehidupan menjadi satu cerita besar dan padat.
8
Daftar Pustaka
Haviland, William A. 1985.Antropologi Edisi Keempat Jilid 2. (alih bahasa) R.G.
Soekadijo. Jakarta: Erlangga.
Longi, Syarief. 2003. Geliat di Kampung Budaya. Barru: Yayasan LSM Sipurio.
Putra, Heddy Shri Ahimsa, 2001. Strukturalisme Levi Strauss Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Printika.
Awuy, tommy F, et all. Teater Indonesia ; konsep,sejarah, problema.Dewan
Keseniam Jakarta, Jakarta 1999
Danandjaja, james. Folklore Indonesia, ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain.
Grafiti,Jakarta 2002.
Dipayana Arya, Asg. Tiga naskah drama; hasil lokakarya perempuan penulis naskah
drama. Dewan kesenian Jakarta, Jakarta 2005
Ed:P.lim Pui Huen, James H. Morrison, Kua Chong Guan , sejarah lisan di Asia
Tenggara ; teori dan metode . LP3ES. Jakarta 2000
Eka Djadi, dkk, naskah hari jadi Tasikmalaya. PEMDA Tasikmalaya 1975
Geertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama. Kanisius, Yogyakarta. 1992
KM, Saini, Beberapa gagasan Teater, Yogyakarta : CV Nur Cahaya ,1981
Lombart dennys, Nusa Jawa : Silang Budaya Jaringan Asia. Gramedia Pusaka
Umum, Jakarta.2005
Moleong J Lexi, M.A Dr Prof, metodelogi Penelitian kualitatif, Rosda Bandung 2004
Peursen, A. Van. Strategi Kebudayaan. Kanisius Yogyakarta 1988
RMA, Harimawan, Dramaturgi, Jakarta, CV Rosdakarya . 1998
9
Suyatna Anirun, Menjadi Actor, Bandung : STB,Taman Budaya JABAR dan PT
TekaMedia Multiprakarsa, 1998
Soemardjo Jakob, Simbol symbol artefak budaya Sunda : tafsir-tafsir pantun sunda,
kelir Bandung 2003
Suarso dan Retnoningsih Ana Dra. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Lux, CV.
Widya karya Semarang 2005
Yudiaryani, Panggung Teater Dunia, Perkembangan dan Perubahan Konvensi
Pustaka Gondosuli, Yogyakarta 2002
10
Top Related