1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatau kebutuhan penting
bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumber daya
alam. Oleh karena itu, sumber daya alam perlu dijaga dan diperhatikan untuk
kelangsungan hidup manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang.
Manusia merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan
(ekosistem). Dengan semakin bertambahnya jumlah populasi manusia,
kebutuhan hidupnya pun meningkat, akibat terjadinya peningkatan permintaan
akan lahan seperti disektor pertanian maupun pertambangan.
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan,
agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Kegiatan
reklamasi tidak harus menunggu sampai seluruh kegiatan penambangan
berakhir, terutama pada lahan penambangan yang luas. Reklamasi sebaiknya
di lakukan secepat mungkin pada lahan bekas penambangan yang telah selesai
dieksploitasi, walaupun kegiatan penambangan tersebut secara keseluruhan
belum selesai karena masih terdapat deposit bahan tambang yang belum
ditambang.
Proses penambangan, khususnya pada tambang permukaan, akan
menghilangkan semua vegetasi di lokasi yang akan ditambang, seperti pohon,
semak-belukar, perakaran tanaman, benih, mikroorganisme, termasuk
berpindahnya hewan liar. Proses ini tentunya akan menghilangkan fungsi-
fungsi kawasan bervegetasi tersebut, seperti menyediakan berbagai hasil
hutan, tempat hidup hewan liar, pangan, dan kawasan penyerap air atau
sumber air, dan lain-lain
Gautama (1999), mendefinisikan revegetasi sebagai suatu usaha manusia
untuk memulihkan lahan kritis di luar kawasan hutan dengan maksud agar
lahan tersebut dapat kembali berfungsi secara normal. Parotta (1993)
2
menyatakan bahwa reklamasi dengan spesies-spesies pohon dan tumbuhan
bawah yang terpilih dapat memberikan peranan penting dalam mereklamasi.
Reklamasi dengan jenis-jenis lokal dan eksotik yang telah beradaptasi dengan
kondisi tempat tumbuh yang terdegradasi dapat memulihkan kondisi tanah
dengan menstabilkan tanah, penambahan bahan-bahan organik dan produksi
serasah yang dihasilkan sebagai mulsa untuk memperbaiki keseimbangan
siklus hara dalam tanah reklamasi.
Dampak dari kegiatan penambangan ini sangat berdampak negatif
terhadap lingkungan, karena dapat berpengaruh buruk terhadap lingkungan
(ekosistem). Dengan demikian kegiatan revegetasi dilakukan untuk
mengembalikan dan memperbaiki fungsi dan tataguna lahan.
Berdasarkan uraian diatas maka kami mengambil judul kerja praktek
“STUDI TEKNIS REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG”
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dimaksud adalah :
a. Berapa luas lahan yang akan di reklamasi?
b. Bagaimana tahapan-tahapan revegetasi?
c. Apa Jenis-jenis pohon yang digunakan?
1.3. Batasan Masalah
Pada kesempatan ini pelaksanaa kerja praktrek hanya membatasi masalah
studinya pada tahap proses Revegetasi.
1.4. Tujuan
Adapun tujuan kerja praktek yang ingin dicapai adalah :
a. Untuk mengetahui luas wilayah dan lokasi yang akan direklamasi.
b. Untuk mengetahui proses revegetasi.
c. Untuk mengetahui jenis-jenis pohon yang digunakan.
3
1.5. Manfaat Studi
Adapun manfaat studi yang akan di lakukan saat ini yaitu :
1. Sebagai pertimbangan pengetahuan lebih bagi kami mengenai reklamasi
pasca tambang khususnya tahapan revegetasi.
2. Sebagai bahan informasi yang sangat penting bagi masyarakat, bahwa
dunia pertambangan bukanlah faktor yang merusak lingkungan, contohnya
seperti lokasi yang pernah dilakukan proses penambangan akan dilakukan
proses reklamasi agar masyarakat dapat memanfaatkan lokasi tersebut
untuk lahan pertanian, perkebunan dan lain-lain.
3. Sebagai bahan masukan kepada perusahaan, agar bisa merumuskan
langkah-langkah pengembangan agar lahan pasca tambang dapat
dimanfaatkan bagi masyarakat sekitar, agar bisa menghasilkan nilai
ekonomis kembali bagi masyarakat.
4. Sebagai bahan perbandingan antara studi yang selanjutnya.
4
1.6 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan
a. Tempat pelaksanaan
Pelaksanaan kerja praktek ini dilakukan pada area reklamasi lahan
pasca tambang PT. TEKNIK ALUM SERVICE Kecamatan Bungku
pesisir kab. Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Waktu studi
Kegiatan ini rencana akan dilaksanakan selama 1 bulan ( Tabel 1 )
Tabel 1.1 Jadwal Rencana Kegiatan Kerja Praktek
Jenis Kegiatan
Mulai April s/d Mei 2016,
Minggu Ke :
I II III IV
Studi Pustaka
Orientasi Lapangan
Pengambilan Data
Analisa Data
5
BAB II
TINJAUAM UMUM
2.1 Profil Perusahaan
Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan
PT.Teknik Alum Service, berkomitmen untuk mengembangkan potensi bahan
galian nikel di wilayah Sulawesi Tengah khususnya di desa Buleleng. Komitmen
ini disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Morowali dengan menerbitkan
Surat Keputusan Bupati Morowali No. 540.6/SK.001/DESDM/V/2009 Tanggal 5
mei 2009 tentang Persetujuan Revisi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
kepada PT. Teknik Alum Service seluas 1.301 Ha di Wilayah Desa Buleleng dan
Torete Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi
Tengah.
Sumber : PT. Teknik Alum Service
Gambar 2.1 Peta IUP PT. Teknik Alum Service
6
2.2 Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Teknik Alum Service ( TAS ) di-dirikan pada tahun 2007 dan melakukan
kegiatan Eksplorasi ( kegiatan drilling / Bor ) di Desa Buleleng dan dilanjutkan di
Desa Torete sampai dengan Tahun 2009 dan kantor PT. TAS beralamat di desa
Buleleng, dan saat itu masih dipimpin oleh Agam Tirto Buwono.
Sebelum Perusahaan PT. TAS melakukan kegiatan Penambangan Ore Nickel
(Bijih Nikel) PT. TAS melakukan sosialisasi publik pada hari senin Tanggal, 22
September 2008 yang bertempat di Desa Buleleng. Pada awal tahun 2010 PT.TAS
melakukan kegiatan penambangan Bijih Nikel di Desa Buleleng sampai dengan
tahun 2012 Bulan Oktober, dan masih dipimpin oleh Bpk. Agam Tirto Buwono.
Pada tahun 2012 Bulan November, PT. TAS kembali melakukan kegiatan di
Lokasi yang sama yaitu di Desa Buleleng dan torete dibawah Pimpinan
Bapak Syarifudin, dan hanya sampai pada Bulan Agustus 2013. Pada tahun 2013
Bulan Agustus , PT. TAS diambil alih oleh Bpk. Joseph Hong selaku pimpinan
PT. TAS sampai dengan sekarang dan kembali melakukan kegiatan penambangan
di Desa Buleleng dan Torete sampai saat ini.
2.3 Lokasi Kesampaian Daerah
Secara administratif lokasi Izin Wilayah Usaha Pertambangan Operasi
Produksi ( WIUP OP ) PT. Teknik Alum Service berada di Desa Buleleng dan
Torete Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi
Tengah. Wilayah izin tersebar dalam beberapa wilayah yang terpisah, luas
totalnya adalah 1.301 Ha.
Untuk mencapai daerah kegiatan Operasi Produksi pada Lokasi penelitian
pada PT. Teknik Alum Service, ada beberapa alternative yang dapat ditempuh
dengan jalur darat yaitu, dari palu dapat ditempuh dengan menggunakan
kendaraan roda 4 menuju ke Bungku selama ± 12 jam. Dari bungku ke lokasi
dapat ditempuh sekitar + 3 jam, dan dari Kolaka ke Kendari + 4 jam kemudian
selama + 5 jam dari Kendari ke Buleleng, dengan kondisi jalan beraspal dan
jalan tanah berbatu, terutama setelah akan memasuki perbatasan antara Provinsi
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
7
Sumber : Google Earth 2015
Gambar 2.2 Peta Kesampaian Daerah
2.4 Penduduk dan Sosial Budaya
Secara umum, penduduk di Wilayah desa Buleleng bermata pencaharian
sebagai petani, nelayan, pedagang, dan pegawai pemerintah. Berbagai macam
suku juga hadir di wilayah ini, baik suku lokal itu sendiri yaitu suku Bungku dan
berbagai suku pendatang yaitu suku Bugis, Jawa, Bali, Tator, Tolaki dan
sebagainya. Kepercayaan atau agama yang dianut penduduk di wilayah ini terdiri
dari Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu. Adapun rumah ibadah di wilayah ini
sudah tersebar diberbagai desa. Sedangkan kondisi jalan yang terdapat di wilayah
ini relatif sudah memadai, selama periode triwulan 4 tahun 2014, proyek
pengaspalan jalan sedang dilanjutkan dan sisanya masih berupa jalan berbatu atau
jalan tanah yang diperkeras.
2.5 Geologi Ragional Daerah Penelitian
Ditinjau dari kedudukan regionalnya, daerah IUP Operasi Produksi PT.
Teknik Alum Service secara geolgi termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar
Bungku (S.Supriatna dkk, 1995). Batuan di wilayah penyelidikan secara umum
disusun oleh batuan sedimen dan ultramafik serta terdapat intrusi batuan beku.
8
Kegiatan tektonik di daerah ini diduga berlangsung semenjak Jura, mengakibatkan
batuan yang berumur Pra – Jura, yaitu batuan ultramafik mengalami alih tempat,
perlipataan dan sesar. Proses ini diikuti oleh kegiatan magma yang menghasilkan
terobosan granit, granodiorit dan diorite pada Kapur Akhir. Sejak Paleosen awal
sampai Eosen awal sampai terjadi pengangkatan, erosi dan pendataran
menghasilkan sedimen darat yang luas.
Sumber : PT. Teknik Alum Service
Gambar 2.3 Peta Geologi Lokal PT. Teknik Alum Service
2.5.1 Morfologi
Morfologi daerah penyelidikan yang merupakan perpaduan antara litologi,
Struktur dan proses tahapan yang berlangsung di daerah penyelidikan dapat
dibagi menjadi 2 satuan morfologi, yaitu sebagai berikut :
1. Satuan morfologi perbukitan bergelombang sedang
Satuan morfologi ini terdapat dibagian tengah dari wilayah konsesi
memanjang kearah barat laut – tenggara. Topografi perbukitan bergelombang
sedang dengan ketinggian antara 75 – 150 meter dari permukaan air laut dan
kemiringan lereng antara 10 – 45% ( miring ), Slope cembung, pola pengaliran
agak denritik dengan kerapatan 1,1 – 1,25. Tekstur tanah sedang berwarna coklat
muda dan proses geomorfologi yang berlangsung adalah debris slide, erosi alur –
9
lembah yang menjadikan bentuk lembah seperti huruf ” V ”. Tata guna lahan
berupa hutan produktif, perkebunan liar. Satuan morfologi ini menempati + 45%
dari luas wilayah penyelidikan.
2. Satuan morfologi perbukitan bergelombang kuat
Satuan morfologi ini terdapat di sisi Sebelah Utara – Selatan juga memanjang
kearah barat laut – tenggara, dominan disusun oleh litologi ultramafik pada
sebelah utara dan sedimen pada sebelah selatan, topografi perbukitan
bergelombang kuat ini mempunyai ketinggian + 600 – 800 meter dari permukaan
air laut dan kemiringan lereng curam ( 15 – 30% ) dengan bentuk lembah
cembung, kerapatan 1,1. Tekstur tanah sedang warna coklat tua – coklat muda,
proses geomorfologi berupa debris floe, debris slide, erosi lembah, tata guna lahan
hutan produktif, belukar dan perkebunan. Morfologi ini dikontrol kuat oleh
litologi dan struktur yang berkembang di daerah penyelidikan. Satuan morfologi
ini menempati + 50 % dari luas wilayah penyelidikan.
Sumber : PT. Teknik Alum Service
Gambar 2.4 Morfologi Daerah IUP PT. Teknik Alum Service
2.5.2 Topografi
10
Ditinjau dari peta topografi yang mencakup daerah Buleleng dan sekitarnya,
morfologi wilayah ini didominasi oleh perbukitan yang memanjang berarah relatif
Baratlaut – Tenggara dan Utara – Selatan, yang diduga merupakan lipatan-lipatan
yang dipengaruhi oleh Sesar Matano di sebelah utara dan Sesar Lasolo di bagian
selatannya. Adanya bukit-bukit soliter yang ditemukan, diperkirakan merupakan
bagian dari lipatan-lipatan yang tersesarkan. Pola pengairannya didominasi oleh
pola dendritik dan rektangular. Satuan kelerengannya terbagi atas dataran landai
di sepanjang pantai timur Sulawesi, perbukitan bergelombang lemah – kuat, serta
perbukitan tertajam kuat di sekitar patahan.
Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta
unsur-unsur lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-
lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih
dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi endapan
umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal
ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada
daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih
banyak dari pada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang
intensif.
2.5.3 Litologi dan Stratigrafi
Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur batuan, terdapat 3
kelompok batuan (Simandjuntak, 1983), pada wilayah sulawesi yaitu :
1. Batuan Malihan Kompleks Mekongga
Batuan malihan berderajat rendah (low grade metamorphic) ini merupakan
batuan alas di lengan tenggara Sulawesi. Batuan malihan kompleks Mekongga
ini diperkirakan berumur Permo-Karbon. Dan termasuk kepada batuan
metamorf fasies epidot-amfibolit. Batuan malihan ini terjadi karena adanya
proses burial metamorphism. Batuan penyusunnya berupa sekis mika, sekis
kuarsa, sekis klorit, sekis mika-amfibol, sekis grafit dan genes.
2. Kelompok Batuan Sedimen Mesozoikum
Di atas batuan malihan itu secara tak selaras menindih batuan sedimen
11
klastika, yaitu Formasi Meluhu dan sedimen karbonat Formasi Laonti. Keduanya
diperkirakan berumur Trias Akhir hingga Jura Awal. Formasi Meluhu
tersusun dari batusabak, filit dan kuarsit, setempat sisipan batugamping hablur.
Formasi Laonti terdiri atas batugamping hablur bersisipan filit di bagian
bawahnya dan setempat sisipan kalsilutit rijangan.
3. Kelompok Mollasa Sulawesi
Pada Neogen tak selaras di atas kedua mendala yang saling bersentuhan itu,
diendapkan Kelompok Molasa Sulawesi. Batuan jenis Molasa yang tertua
di daerah penelitian adalah Formasi Langkowala yang diperkirakan berumur
akhir Miosen Tengah. Formasi ini terdiri dari batupasir konglomerat.
Formasi Langkowala mempunyai Anggota Konglomerat yang keduanya
berhubungan menjemari. Di atasnya menindih secara selaras batuan berumur
Miosen Akhir hingga Pliosen yang terdiri dari Formasi Eemoiko dan
Formasi Boepinang. Formasi Eemoiko dibentuk oleh batugamping koral,
kalkarenit, batupasir gampingan dan napal. Formasi Boepinang terdiri atas
batulempung pasiran, napal pasiran, dan batupasir. Secara tak selaras kedua
formasi ini tertindih oleh Formasi Alangga dan Formasi Buara yang saling
menjemari. Formasi Alangga berumur Pliosen, terbentuk oleh konglomerat dan
batupasir yang belum padat. Formasi Buara dibangun oleh terumbu koral,
setempat terdapat lensa konglomerat dan batupasir yang belum padat. Formasi
ini masih memperlihatkan hubungan yang menerus dengan pertumbuhan terumbu
pada pantai yang berumur Resen. Satuan batuan termuda yaitu endapan sungai,
rawa, dan kolovium.
2.5.4 Struktur Geologi
Struktur geologi di Sulawesi didominasi oleh arah barat laut – tenggara yang
berupa sesar mendatar sinistral dan sesar naik (Gambar 2.2).
Sesar Palu–Koro memotong Sulawesi bagian barat dan tengah, menerus ke
bagian utara hingga ke Palung Sulawesi Utara yang merupakan batas tepi benua
di Laut Sulawesi. Jalur Sesar Palu – Koro merupakan sesar mendatar sinistral
dengan pergeseran lebih dari 750 km (Tjia, 1973; Sukamto, 1975), arah gerak
sesuai dengan jalur Sesar Matano dan jalur Sesar Sorong. Sesar Sadang yang
12
terletak di bagian barat dan sejajar dengan Sesar Palu berada pada lengan
Selatan Sulawesi, menghasilkan lembah sungai sadang dan sungai masupu yang
sistemnya dikontrol oleh sesar mendatar (Hamilton, 1997).
Gambar 2.5 Struktur utama di sulawesi, Hamilton (1997)
2.5.5 Mineralogi Endapan
Secara horisontal penyebaran Ni tergantung dari arah aliran air tanah yang
sangat dipengaruhi oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak
dari daerah-daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng, yang mana
sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang mengalir ke zona
tempat fluktuasi air tanah berlangsung. Pada tempat-tempat yang banyak
mengandung rekahan-rekahan Ni akan terjebak dan terakumulasi di tempat-
tempat yang dalam sesuai dengan rekahan-rekahan yang ada, sedangkan pada
lereng dengan kemiringan landai sampai sedang adalah merupakan tempat
13
pengayaan nikel. Umumnya penjelasan mengenai profil endapan nikel laterit yang
ideal ( Nusantara, 2002 ) dibagi menjadi 4 zona yaitu:
a. Zona Overburden
Sona ini merupakan top soil mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar
nikel yang rendah ( kurang dari 1% ). Zona ini tersusun oleh humus dan limonit.
Mineral penyusunnya adalah goethit, hematit, dan mangan yang mengindikasikan
daerah yang sudah lama tersingkap.
b. Zona Limonit
Sona ini merupakan lapisan kaya besi dari limonit soil yang menyelimuti
seluruh area dengan kadar nikel antara 1% – 2%. Pada zona ini mulai terdapat
pengkayaan mineral ekonomis berupa kromit dan kobalt. Limonit dibedakan
menjadi dua, yaitu red limonite (hematit) dan yellow limonite (goethit). Lapisan
ini memiliki ukuran butir halus (fine grained), berwarna merah-coklat atau
kuning, agak lunak, berkadar air antara 30 % – 40 %, lapisan kaya besi dari tanah
limonit menyelimuti seluruh daerah dengan ketebalan rata-rata 3 – 7 meter.
Lapisan ini tipis pada lereng yang terjal, dan dapat hilang karena erosi. Sebagian
dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite.
c. Zona Saprolit
Sona ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit, berwarna kuning
kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonit, dengan
kadar nikel yang lebih tinggi (lebih dari 2%) dan ketebalan rata-rata 7 meter.
Campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonit, saprolitic rims, vein dari
endapan garnierit, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat
silica boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonit ke bedrock.
Terkadang terdapat mineral kuarsa yang mengisi rekahan, serta mineral-mineral
primer yang terlapukan membentuk klorit. Garnierit di lapangan biasanya
diidentifikasikan sebagai colloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentine. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat. Lapisan ini terdapat
bersama batuan yang keras atau rapuh dan sebagian saprolit. Lapisan ini
merupakan lapisan yang bernilai ekonomis untuk ditambang sebagai bijih.
14
d. Sona Bedrock (Batuan Dasar)
Sona ini merupakan bagian terbawah dari profil laterit dengan kadar nikel
yang rendah (kurang dari 1%) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral
ekonomis untuk ditambang. Lapisan ini terdiri atas batuan peridotit yang tidak
atau belum mengalami pelapukan. Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang-kadang
membuka, terisi oleh mineral garnierit dan silika.
Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari
morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian
bawah bukit dengan relief yang landai.
15
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Pengertian Reklamasi
Reklamasi adalah usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang
rusak agar bisa menjadi daerah bermanfaat dan berdaya guna sebagai akibat
kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
kemampuan yang mengacu pada penataan lingkungan hidup yang berkelanjutan
agar menjadi seperti keadaan semula, (Tojib Alfiah, Forum RHLBT).
Reklamasi menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
No. 18 Tahun 2008, pasal 1 butir 2 adalah “kegiatan yang bertujuan memperbaiki
atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukkannya”.
Reklamasi berdasarkan Undang - Undang Minerba No 4 Tahun 2009 pasal 1 ayat
26, “Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan
dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya”.
Revegetasi sebagai suatu usaha manusia untuk memulihkan lahan kritis di
luar kawasan hutan dengan maksud agar lahan tersebut dapat kembali berfungsi
secara normal. Tahap pertama kegiatan revegetasi lahan bekas tambang harus
ditanami terlebih dahulu dengan tanaman-tanaman pioner cepat tumbuh yang
mampu beradaptasi cepat dengan kondisi lingkungan. Beberapa jenis tanaman
cepat tumbuh yang umum digunakan untuk revegetasi adalah sengon laut
(Albizzia falcata), akasia (Acasia mangium, Acasia crassicarpa), lamtoro
(Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium), dan
sebagainya.
16
3.2. Tahap – tahap reklamasi
Ruang lingkup reklamasi(keputusan menteri kehutanan dan perkebunan
No. 149, tahun 1999)meliputi tahapan kegiatan :
a). Investasi lokasi reklamasi
b). Penetapan lokasi reklamasi
c). Perencanaan reklamasi
1. Penyusunan reklamasi
2. Penyusunan rancangan reklamasi
d). Pelaksanaan reklamasi yang meliputi
1. penyiapan lahan
2. pengaturan bentuk lahan(land scaping)
3. pengadalian erosi dan sedimentasi
4. pengolahan lapisian olah(top soil)
5. revegetasi
6. pemeliharaan
3.3. Dasar Hukum
Upaya pengendalian dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap
lingkungan hidup dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan
sebagai berikut :
a. Peraturan - Pemerintah 78 tahun 2010 tentang reklamasi pasca tambang,
(Tajib Alfiah Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).
b. Undang - Undang No. 23 tahun 2009 tentang pengendalian dan pengelolaan
lingkungan hidup, (Tajib Alfiah Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).
17
c. Permenhut P39/2010 tentang pola umum, kriteria dan standar rehabilitasi
dan reklamasi hutan, (Tajib Alfiah Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).
d. Permenhut P4/2011 tentang pedoman reklamasi hutan, (Tajib Alfiah
Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).
e. Permenhut P60/2009 tentang pedoman penilaian keberhasilan reklamasi
hutan, (Tajib Alfiah Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).
f. Undang - Undang No 4 tahun 2009 tentang Minerba.
g. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan - Ketentuan
Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
h. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL).
i. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 121 K/PE/1995 Pasal 1
adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki dan menata lahan yang
terganggu sebagai akibat usaha penambangan umum agar dapat berfungsi
dan berdaya sesuai dengan peruntukannya.
3.4. Perencanaan Reklamasi
Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar
dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki, dalam hal
ini reklamasi harus disesuaikan dengan tata ruang perencanaan reklamasi harus
sudah disiapkan sebelum melakukan operasi penambangan dan merupakan
program yang terpadu dalam kegiatan operasi penambangan.
3.4.1. Pemerian Lahan/Tinjauan Dari Kondisi Lahan
Pemerian lahan pertambangan merupakan hal yang terpenting untuk
merencanakan jenis perlakuan dalam kegiatan reklamasi, jenis perlakuan
reklamasi dipengaruhi oleh berbagai faktor utama :
a. Kondisi iklim
b. Geologi
18
c. Jenis tanah
d. Bentuk alam
e. Air permukaan dan air tanah
f. Flora dan fauna
g. Penggunaan lahan
h. Tata ruang dan lain-lain
Untuk lahan data yang dimaksud diperlukan suatu studi lapangan, dari
berbagai faktor tersebut diatas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis tanah
merupakan faktor yang penting.
3.4.2. Pemetaan
Rencana operasi penambangan yang sudah memperhatikan upaya
reklamasi atau sebaliknya dengan sendirinya akan saling mendukung dalam
pelaksanaan kedua kegiatan tersebut, rencana (tahapan pelaksanaan) reklamasi
ditetapkan sesuai dengan kondisi setempat dan rencana kemajuan penambangan,
rencana tahap reklamasi tersebut dilengkapi dengan peta skala 1 : 1000 atau skala
lainnya yang disetujui, disertai gambar-gambar teknis bangunan reklamasi,
selanjutnya peta tersebut dilengkapi dengan peta indeks dengan skala memadai.
Di dalam peta tersebut digambarkan situasi penambangan dan
lingkungan, misalnya kemajuan penambangan, timbunan tanah penutup, timbunan
terak (slag), penyimpanan sementara tanah pucuk, kolam pengendap, kolam
persediaan air, pemukiman, sungai jembatan, jalan, revegetasi, dan sebagainya
serta mencantumkan tanggal situasi/ pembuatannya.
3.4.3. Peralatan Yang Digunakan
Untuk menunjang keberhasilan reklamasi biasanya digunakan peralatan
dan sarana prasarana, antara lain : ”Dump Truck”, Bulldozer, Excavator
(Back Hoe), Sekop, Cangkul. Bangunan pengendali erosi : Susunan karung
pasir, Tanggul, Pagar keliling, Beton pelat baja untuk menghindari kecelakaan
dan lain-lain, adapun peralatan yang digunakan dalam melaksanakan reklamasi
seperti gambar berikut :
19
Gambar 3.1 : Alat Muat (Excavator)
Excavator ini berfungsi untuk memuat material timbunan ke dalam Dump
Truck yang bertujuan untuk meratakan lahan yang akan di revegetasi.
Gambar 3.2 : Alat Angkut (Dump Truck)
Dump Truck ini berfungsi untuk memuat material dari stock file ke lahan
yang akan ditanami.
20
Gambar 3.3 : Alat Gusur ( Bulldozer )
Bulldozer ini berfungsi untuk menggusur/meratakan lahan yang akan
ditanami.
3.4.4. Rencana Desain Reklamasi
Adapun rencana desain yang coba diterapkan adalah reklamasi sistem pot,
pada metode ini dipakai campuran top soil dan pupuk kandang untuk membantu
tanaman tumbuh guna memulihkan tanah disekitarnya. lahan yang akan
dimanfaatkan dibersihkan, lalu digali sesuai ukuran dan jenis pohon yang akan
ditanam. Kemudian ukuran lubang juga mesti disesuaikan dengan jenis tanaman
yang akan ditanam serta jarak tanam yang di inginkan.
Keuntungan dari penggunaan cara tersebut adalah :
1. Tingkat keberhasilan tinggi.
2. Tidak memerlukan banyak tenaga kerja.
3. Proses pengerjaannya relatif mudah dengan biaya yang diperlukan relative
murah.
4. Rekayasa lahan yang sangat efisien dan cocok diterapkan pada lahan-lahan
bekas galian yang sangat miskin hara.
Kekurangan dari penggunaan cara tersebut adalah :
1. Memerlukan tambahan atau bahan media tanam lain untuk mengganti dan
menutup lubang galian lahan kritis tersebut.
21
2. Tampak yang ada tidak mendekati keadaan yang sebenarnya.
Adapun pola desain reklamasi yang direncanakan adalah sebagai mana
gambar berikut :
Gambar 3.4 : Contoh desain reklamasi
3.5. Pelaksanaan Reklamasi
Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan
rencana tahunan pengelolaan lingkungan yang telah disetuju dan harus
sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan, dalam melaksanakan
kegiatan reklamasi perusahaan pertambangan bertanggung jawab sampai
kondisi/zona akhir yang telah disepakati tercapai.
Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang
mempengaruhi pelaksanaan reklamasi, pelaksanaan reklamasi umumnya
merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil dan teknik vegetasi, pekerjaan
teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan akhir (SPA),
bangunan pengendali lereng, check dam, dan lain-lain yang disesuaikan
dengan kondisi setempat. pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam,
sistem penanaman (monokultur, multiple croping), jenis tanaman yang
disesuaikan kondisi setempat, tanaman penutup dan lain-lain. pelaksanaan
reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
22
V = A x T
JP = 𝐴
𝐽𝑇
a. Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang,
pengaturan bentuk tambang (landscaping), pengaturan/penempatan bahan
tambang kadar rendah yang belum dimanfaatkan.
b. Pengendalian erosi dan sedimentasi.
c. Pengelolaan tanah pucuk (top soil).
d. Revegatasi (penanaman kembali) dan pemanfaatan lahan bekas tambang
untuk tujuan lainnya.
Untuk menghitung volume material digunakan persamaan sebagai berikut :
..................... (1)
Dimana :
V : Volume (
A : Luas Lahan Terbongkar
T : Tebal Top Soil (m)
Sedang untuk menentukan jumlah pohon yang akan ditanam dapat
menggunakan perhitungan sebagai berikut :
......................... (2)
Dimana :
JP : Jumlah pohon
A : luas lahan terbongkar (m)
JT : Jarak Tanam (m/pohon)
Sumber : ( Ir. Awang Suwandhi., M.Sc/Diklat perencanaan tambang terbuka
Unisba 30 Agustus – 07 September 2004 )
Mengingat sifat lahannya dan kegiatannya yang memerlukan penjelasan
rinci, maka kegiatan pelaksanaan reklamasi di atas, dalam BAB III ini
juga dijelaskan mengenai pelaksanaan reklamasi khusus, reklamasi pada
infrastruktur dan reklamasi lahan bekas tambang.
23
3.6. Persiapan Lahan
3.6.1. Pengamatan Lahan Bekas Penambangan
Kegiatan ini meliputi :
a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak
digunakan di lahan yang akan direklamasi.
b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan
berbahaya dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan.
c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dll pada tempat khusus.
d. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen.
e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan
direklamasi.
3.6.2. Pengaturan Bentuk Lahan
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi setempat
kegiatan ini meliputi :
a. Pengaturan bentuk lereng
- Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi kecepata air
limpasan (run off), erosi dan sedimentasi serta longsor.
- Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras–teras.
b. Pengaturan saluran pembuangan air
- Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk
mengatur air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi
kerusakan lahan akibat erosi.
- Jumlah/kerapatan dan bentuk (SPA) tergantung dari bentuk lahan dan
luas areal yang direklamasi.
24
3.7. Revegetasi
Revegetasi meurut keputusan menteri kehutanan dan perkebunan No. 146
tahun 1999 adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali pada lahan bekas
tambang.
Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan rancangan
teknis tanaman, persediaan lapangan, pengadaan bibit/persemaian, pelaksanaan
penanaman dan pemeliharaan tanamanan.
1. Penyusunan rancangan teknis tanaman
Penyusunan rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan
revegetasi yang menggambarkan kondisi detail kegiatan revegetasi Yang
mengambarkan kondisi lokasi, jenis tanaman yang ditanam, uraian jenis
pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan
biaya dan tata waktu pelaksanaan kegiatan
2. Persiapan lapangan
Pada umumnya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan
lahan tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat
penting agar keberhasilan tanamanan tanaman dapat tercapai.
3. Pengadaan bibit atau persemaian
Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat memenuhi melalui
pembelian bibit siap tanam atau melalui pengadaan bibit.
4. Pelaksanaan penanaman
Tahap pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan
tanaman, pemasangan ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanaman
dan penanaman.
5. Pemeliharaan
Tingkat keberhasilan dari suatu metode penanaman akan berkurang bila
tidak dilakukannya pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman
dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman sedemikian rupa
shingga dapat diwujudkan keadaan optimal bagi pertumbuhan tanaman
25
3.8. Jenis Tanaman
Tahap pertama kegiatan revegetasi lahan bekas tambang harus ditanami
terlebih dahulu dengan tanaman-tanaman pioner cepat tumbuh yang mampu
beradaptasi cepat dengan kondisi lingkungan. Beberapa jenis tanaman yang umum
digunakan untuk revegetasi adalah :
- sengon (Albizzia falcata),
- akasia (Acasia mangium, Acasia crassicarpa),
- kayu bitti (Vitex coffasus),
- kayu angin (Casuarina sp.),
- johar (Senna siamea)
Tanaman cepat tumbuh ditanam bersamaan atau segera setelah tanaman
penutup tanah ditanam. Ada beberapa jenis tanaman cepat tumbuh yang ditanam
sebagai pohon pelindung yang melindungi tanaman pokok atau tebing, pematah
angin, mengurangi intensitas cahaya dan suhu, meningkatkan kelembaban udara
dan mempertahankan kelembaban tanah, dan menambah bahan organik. Tanaman
ini berfungsi untuk menciptakan iklim mikro yang cocok untuk ekosistem hutan.
Syarat-syarat tanaman penghijauan atau reklamasi sebagai berikut :
1. Mempunyai fungsi penyelamatan tanah dan air dengan persyaratan
tumbuh yang sesuai dengan keadaan lokasi, baik iklim maupun tanahnya.
2. Mempunyai fungsi mereklamasi tanah.
3. Hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang tidak terlalu lama.
4. Tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang subur,
5. Tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu,
6. Tidak menjadi inang penyakit, tahan akan angin dan mudah dimusnahkan,
7. Mempunyai perakaran yang lebar dan atau dalam,
8. Tanaman harus bisa dimanfaatkan kemudian hari, artinya mempunyai
prospek ekonomi yang baik.
26
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAAN
4.1. Metodologi
Data studi ini dilakukan dengan cara klasifikasi dengan pengamatan
sebagai berikut :
a. Studi Literatur
Studi ini dilakukan dengan cara penelusuran daftar pustaka, meliputi :
- Pengumpulan peta-peta (topografi dan administrasi),
- Penggunaan lahan,
- Kemiringan lereng,
- Ketinggian,
- Iklim,
- Data curah hujan.
b. Studi/Praktek Lapangan
Studi lapangan ini dilakukan dengan pengumpulan data lapangan
meliputi:
- Tindakan konservasi tanah,
- Panjang lereng,
- Vegetasi.
c. Pembahasan hasil
Pemahasan hasil dilakukan dengan pengolahan data yang di
peroleh dilapangan terlebih dahulu, kemudian menganalisis data tersebut
dan membuat laporan hasil kerja praktek.
27
Adapun bagan alir dari studi (gambar 4.1). sebagai berikut:
Bagan Prosedur Kerja Praktek
KERJA PRAKTEK
Studi Literatur
Permen ESDM No.18
Thn 2008
PP No.78 Thn 2010
Ttg Lahan Reklamasi
Observasi dan
Pengumpulan Data
Data
Data Sekunder
Peta IUP PTVI
Peta raklamasi
Pedoman
Reklamasi
berdasarkan
SOP PTVI
Data Primer
Luas wilayah
yang
direklamasi
Jenis Cover
Crop,dll
Jenis tanaman
Jenis
tanah/perlapisan
Pengolahan Data
Pembuatan Laporan
Metode Statistik
Pembahasan
Kesimpulan
28
4.2 Fasilitas Yang Digunakan
Peralatan dan fasilitas yang diperlukan pada saat studi antara lain :
a. Safety
b. Buku lapangan
c. Komputer
d. Kamera digital
e. Alat tulis menulis
f. Akomodasi dan transportasi
g. Dan perlengkapan lain yang menunjang studi
29
BAB V
PENUTUP
Demikian proposal ini disusun sebagai salah satu kerangka acuan dalam
proses pertimbangan bagi pihak PT. TEKNIK ALUM SERVICE (TAS) atas
kebijakan terhadap rencana kami melakuakn kegiatan KERJA PRAKTEK.
Atas perhatian dan kerja sama bapak/ibu kami ucapkan terima kasih
Kolaka, Januari 2016
Danu ariyanto