PRESENTASI KASUS
PPOK(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS)
Diajukan kepada :
Dr. MUHARDI. DJ , SpP
Disusun oleh :
Endra Tri Prabowo (97.311.004)MM. Greda. P. (97.311.007)
SMF ILMU PENYAKIT PARUUNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTARSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO2002
1
PENDAHULUAN
Bronkitis kronik dan emfisema paru sering terdapat bersama-
sama pada seorang penderita. Jarang yang hanya bronkitis kronik
saja atau emfisema paru saja. Dalam keadaan lanjut kedua
penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran napas yang
menetap, dengan karakteristik berkurangnya arus udara ekspirasi
secara persisten yang bersifat progresif lambat dan irreversibel.
Diagnosis bronkitis kronik dibuat berdasarkan riwayat
penyakit; sedangkan emfisema dapat ditegakkan diagnosisnya
berdasarkan hasil histologi terhadap potongan paru yang difiksasi
pada saat mengembang dan roentgengram.
Di Inggris dan Amerika Serikat penyakit paru-paru menahun
merupakan salah satu penyebab utama ketidakmampuan penderita
untuk bekerja dan kematian. Sedangkan di Indonesia sendiri,
penelitian yang dilakukan oleh Nawas dkk pada poliklinik konsultasi
paru RS Persahabatan Jakarta mendapatkan 26% penderita yang
berobat adalah PPOK.(1)
DEFINISI
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2001 PPOK
didefinisikan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel
atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai
oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya.
2
Emfisema yaitu suatu kelainan anatomis paru yang ditandai
oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding alveoli.(1,2)
3
ETIOLOGI
1. Rokok
Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasi
kelenjar mukus bronkus dan metaplasi skuamous epitel saluran
pernafasan dan serta dapat pula menimbulkan inhibisi aktivitas
sel rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan.
2. Polusi Udara
3. Infeksi
4. Keturunan
Defisiensi 1-antitripsin adalah kelainan yang diturunkan
secara autosom resesif.
5. Hipotesis Elastase – Antielastase. (1,3)
PATOLOGI
1. Bronkitis Kronis
Kelainan utama adalah hipertrofi dan hiperplasi kelenjar
bronkus serta peningkatan sel goblet dengan infiltrasi sel-sel
radang dan edema mukosa bronkus. Pada penderita yang
sering mengalami bronkospasme, otot polos saluran bertambah
dan timbul fibrosis peribronkial.
2. Emfisema paru
Menurut American Thoracic Society 1962 dibagi atas :
a. Paracicatrical : Pelebaran saluran udara dan kerusakan
dinding alveolus di tepi suatu lesi fibrotik
paru.
b. Lobular : Pelebaran saluran udara dan kerusakan
dinding alveolus di asinus/lobulus sekunder
Dan menurut tempat prosesnya adalah :
4
a. Centrolobular (CLE) : Hanya menyerang bagian bronkiolus
respiratorius (daerah sentral asinus).
b. Panlobular (PLE) : Alveolus yang terletak distal dari
bronkiolus terminalis mengalami
pembesaran serta kerusakan secara
merata.
c. Tak dapat ditentukan : Kerusakan terdapat di seluruh
asinus, tetapi tidak dapat ditentukan
dari mana mulainya. (1,3)
PATOGENESIS (1,2,3)
5
Asap tembakauPolusi udara
Predisposisi genetik (def. antitripsin)
Faktor-faktor yang tidak diketahui
Gang. Pembersihan paru
Sekal dan jaringan penyokong hilang
Seumur hidup
Peradangan bronkus & bronkiolus
Saluran nafas kecil sewaktu ekspirasi
Obstruksi jalan nafas akibat peradangan
Hipoventilasi alveolar
Dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah
Bronkiolitis kronik
Saluran nafas kecil kolpas sewaktu ekspirasi
(CLE) Sentralobular emsifema bronkiolitis kronik
Predominan(CLE)
CLE dan PLE
Predominan PLE
PLE asimptomatik pada orang tua
PATOFISIOLOGI
Pada bronkitis sesak nafas terutama disebabkan oleh
perubahan pada saluran pernafasan kecil yang diameternya kurang
dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang terjadi
obliterasi. Selain itu penyempitan terjadi karena metaplasia sel
globet.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama
disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Pada paru normal
terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru
keluar yaitu tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada
dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam, yaitu
elastisitas paru. Jika terjadi ketidakseimbangan (elastisitas paru
berkurang) maka volume residu (VR) dan kapasitas total paru
bertambah tetapi kapasitas vital menurun.
Pada penderita emfisema paru dan bronkitis kronik pada saat
ekspirasi maksimal saluran pernafasan akan lebih cepat dan lebih
banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan
menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. (2,3)
MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan
Pada bronkitis kronis keluhan utama adalah batuk
berdahak dan sesak, sedang emfisema paru keluhan utama
adalah sesak nafas, batuk berdahak tidak begitu mencolok.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium awal tidak ditemukan kelainan fisis. Bila
sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu
ekspirasi maupun inspirasi disertai wheezing.
6
Selain itu didapatkan pula tanda overinflasi paru seperti :
- Barrel chest.
- Kifosis.
- Diameter anteroposterior dada bertambah.
- Jarak tulang rawan krikotiroid dengan lekukan suprasternal
kurang dari 3 jari.
- Iga lebih horizontal.
- Sudut subkostal bertambah.
Pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas
paru hati lebih ke bawah, gerak jantung berkurang, suara nafas
lemah.
Penderita yang lebih banyak bronkitis kronisnya pada
stadium lanjut biasanya dinamakan blue bloaters sedang yang
lebih banyak emfisema parunya adalah pink puffer. (1)
Tabel perbandingan antara blue bloaters dan pink pufferGambaran Pink puffer (emifisematosa) Blue bloater (bronkitis)
Awitan Usia 30-40 tahun Usia 20-an dan 30-an batuk akibat merokok
Usia saat didiagnosis 60 tahun 50 tahunSebab Faktor-faktor yang tak diketahui Faktor-faktor yang tak diketahui
Predisposisi genetik Merokok Merokok Polusi udaraPolusi udara Cuaca
Sputum Sedikit Banyak sekaliDispnea Relatif dini Relatif lambatRasio V/Q Ketidakseimbangan V/Q minimal Ketidakseimbangan V/Q nyataBentuk tubuh Kurus dan ramping Gizi cikupDiameter AP dada Sering berbentuk tong Tidak bertambahPatologi anatomi paru-paru Emfisema panlobular Emfisema sentrilobular banyak
ditemukanPola pernapasan Hiperventilasi dan dispnea yang
jelas, dapat timbul sewaktu istirahat
Hilangnya dorongan pernapasan
Sering terjadi hipoventilasi, berakibat hipoksia dan hiperkapnea
Volume paru-paru FEV1 rendah FEV1 rendahTLC dan RV meningkat TLC normal; RV meningkat
sedangPaCO2 Normal atau rendah (35 sampai
40 mmHg)Meningkat (50 sampai 60
mmHg)PaO2 65 sampai 75 mmHg 45-60 mmHgSaO2 Normal Desaturasi tinggi karena ketidak
seimbangan V/QHematokrit 35 sampai 45 % 50-55 %Polisitemia Hemoglobin dan hematokrit
normal sampai tahap akhirSering terjadi peningkatan
hemoglobin dan hematokritSianosis Jarang Sering Kor pulmonale Jarang kecuali tahap akhir Sering, disertai banyak
serangan
7
PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Thoraks Bronkitis Kronis
Tubular shadows atau tram lines yaitu terlihat bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks
paru.
Corakan paru yang meningkat.
b. Foto Thoraks Emfisema Paru
Overinflasi : Diafragma yang rendah dan datar
udara di ruang retrosternal meningkat
sternum lebih melengkung
Tulang iga lebih mendatar dan melebar
Oligoemia : Penciutan pembuluh darah pulmonal
dan penambahan corakan ke distal.
2. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pada bronkitis kronis :
VEP1 dan KV menurun.
VR bertambah.
KTP normal.
KRF sedikit naik atau normal.
Sedang pada emfisema paru :
VEP1, KU dan KAEM menurun.
KRF dan VR meningkat.
KTP bertambah atau normal.
3. Analisis Gas Darah (1,2)
PENATALAKSANAAN Tujuan :
1. Menjaga penyimpangan fungsi paru dari kerusakan lebih lanjut.
2. Mengurangi gejala.
3. Memperbaiki kinerja dari aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup.
Pencegahan : Rokok, menghindari lingkungan polusi, vaksin.
Pemberian bronkodilator :
8
- Golongan Beta-Agonist
Sebaiknya diberikan secara aerosol atau nebuliser.
Contoh : Albuterol, metaproterenol, pirbuterol,
terbutaline, isoetharine.
Obat-obat ini mengaktifkan 2 reseptor pada otot jalan nafas
sehingga timbul bronkodilator.
Efek samping : Anxiety, tremor, palpitasi, takikardi dan
hipokalemi.
- Kortikosteroid
Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan
berhasil mengurangi obstruksi saluran pernafasan. Jika tidak
ada respon, selama 3-4 minggu pemberian kortikosteroid
dihentikan.
Contoh :
Prednison dan prednisolone.
Efek samping : osteoporosis, fraktur, DM, hipertensi,
insomnia, perubahan emosi.
Beclomethasone diproplonate, triamcinolone acetonide,
fluticasone, budesonide dan flunisolide.
Efek samping : serak suara hilang, infeksi jamur pada
mulut.
- Antikolinergik agents : ipatropium bromide
- Methylxanthines
Contoh : Teofilin, aminofilin peroral/intravenous.
Kerjanya :
Relaksasi otot saluran nafas
Mencegah mast cells mengeluarkan histamine.
Meningkatkan kontraksi jantung dan menurunkan
tekanan darah arteri pulmonalis.
Merupakan diuretik ringan.
- Mengurangi sekreksi mukus
Minum cukup.
9
Ekspektoran.
Nebulisasi dan humidifikasi.
Mukolitik.
Fisioterapi dan Rehabilitasi
Postural drainage.
Purse lips.
Pemberian O2 jangka panjang (1)
10
I. IDENTITAS
Nama : Tn. A
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Alamat : Karang Tengah RT 6/II Kembaran
Tanggal Masuk : 27-05-2002, jam 20.30 WIB
No. CM : 506562
II. ANAMNESA
1. Keluhan utama : Sesak nafas.
2. Keluhan tambahan : Batuk berdahak.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak
nafas sejak tadi siang, yang disertai batuk berdahak. Sesak
nafas ini bersifat hilang timbul sejak tahun 1992 (10 tahun
yang lalu). Sesak nafas dirasakan memberat pada malam
hari dan saat udara dingin.
Pasien mempunyai riwayat menderita batuk lama
yang kumat-kumatan 3 tahun sebelum keluhan sesak nafas
pertama kali timbul. Batuk disertai dengan dahak berwarna
putih dan tidak mengandung darah.
Pasien tidak pernah menderita TBC.
Pasien adalah seorang perokok berat. Pasien merokok
selama 44 tahun dari usia 10 tahun sampai dengan 54
tahun dan dalam sehari pasien dapat menghabiskan sekitar
1 sampai 2 bungkus rokok.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Asma bronkial.
11
1. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Asma bronkial.
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Sedang.
1. Kesadaran Umum : Compos mentis
3. Vital Sign : Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Status Umum
Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesochepal, simetris
Bekas luka : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Pemeriksaan Mata
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Refleks Cahaya : (+/+)
Pemeriksaan Telinga : Discharge (-), deformitas (-/-)
Pemeriksaan Hidung : Deviasi septum (-), deformitas (-/-),
nafas cuping hidung (-)
Pemeriksaan Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
Lidah kotor (-), tepi hiperemis (-), lidah
tremor (-)
Pemeriksaan Leher : Pembesaran lenjar limfonodi (-)
Pembesaran tyorid (-), JVP tidak
meningkat
Pemeriksaan Dada
12
Dinding Dada : Spider nevi (-), bekas luka (-),
retraksi inter costal (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kanan=kiri, retraksi intercostal
(-), ketinggalan gerak (-).
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri melemah.
Perkusi : Kanan Kiri
Apeks Hipersonor Hipersonor Medial Hipersonor Hipersonor Basal Hipersonor Hipersonor
Batas paru hepar SIC VIII dextra
Auskultasi : SD vesikuler
ST eksperium memanjang
Kanan Kiri Apeks Ronki basah sedang Ronki basah
sedangMedial Ronki basah sedang Ronki basah
sedangBasal Ronki basah kasar Ronki basah
sedang
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di LMC SIC V sinistra 2 cm
medial thrill (-), kuat angkat (-)
Perkusi : Batas jantung :
Batas kanan atas : RSB II
Batas kanan bawah : RSB IV
Batas kiri atas : LSB II
Batas kiri bawah : LMC SIC V sinistra 2 cm
medial
Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-)
13
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, tumor (-), venektasi (-),
pulsasi epigastrium (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), pulsasi epigastrium (-)
Hepar/Lien : Tak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas
Superior et inferior : Eritema palmaris (-),
clubbing finger (-), oedem (-)
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Laboratorium
- Hb : 16,4 g/dl (13 – 16 g/dl)
- Lt : 9500 /L (5.000-10.000 /L)
- Ht : 36 % (40 – 48 %)
- Eritrosit : 4,82 /L (4,5-5,5 /L)
- Trombosit : 325.000 /L (150.000 – 400.000 /L)
- MCV : 85 pq (82-92 pq)
- MCH : 27,7 % (31-37 %)
- MCHC : 32,6 gr/dl (32-36 gr/dl)
- LED : 20 mm/jam (n) ( 0,0 – 15)
Hitung Jenis :
Eosinofil : 0 (0-1 %)
Basofil : 0 (1-3 %)
Batang : 0 (2-6 %)
Segmen : 88 (50-70 %)
Limfosit : 12 (20-40 %)
Monosit : 1 (2-8 %)
- SGOT : 29 ( 25 UL/L)
14
- SGPT : 21 ( 29 UI/L)
- Kolesterol total : 126 (< 200 mg/dl)
- Ureum darah : 39 (10-50 mg/dl)
- Kreatinin : 1,05 g/dl (0,5-1,2 mg/mnt)
- Asam urat : 3,18 (2,4-5,7 mg/dl)
- GDS : 135 (<200 mg/dl)
- Kalium : 4,8 (3,5-5,5 mmol/L)
- TB-ICT : (+)
- BTA 3x : (-)
V. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
A. Anamnesis
- Sesak nafas yang bersifat hilang dan timbul.
- Batuk berdahak tanpa darah.
- Kebiasaan merokok sejak usia 10 tahun.
B. Pemeriksaan fisik
- Paru
Perkusi hipersonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi batas paru hepar SIC VIII dextra, SD vesikuler
menurun, eksperium memanjang dan ronki basah sedang
pada apeks, medial dan basal paru serta ronki basah
kasar pada basal paru kanan.
VI. DIAGNOSIS KERJA :
PPOK tipe Bronkitis-emfisematous.
15
VII.DIAGNOSA BANDING
1. Asma persisten berat
2. Sydrom pasca TB (SOPT)
3. TB lesi luas.
4. Bronkiektasis.
VIII. TERAPI
1. Simptomatik :
Bronkodilator : Salbutamol 3 x 1/2
Euphillyn 3 x 1/2
Roboransia : Lesifit 2 x 1
Mukolitik : Provadol 2 x 1
2. Causatif :
Antibiotik : Cyprofloxacin 2 x 500 gr
3. Supportif : Infus RL 20 tts/menit.
IX. PROGNOSIS : Dubia ad bonam.
16
PEMBAHASAN
Pada pasien Tn. A mengalami perjalanan penyakit pernapasan
menjadi PPOK olek karena memiliki riwayat merokok dari usia 10
tahun. Dimana kebiasaan rokok merupakan salah satu faktor
utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronik dan
emfisema paru selain dari faktor-faktor lain seperti infeksi dan
polusi lingkungan.
Diagnosa PPOK pada pasien ini selain melihat dari riwayat
medis pasien, ditunjang juga pada pemeriksaan fisik khususnya
pemeriksaan dinding thoraks yaitu: pada palpasi didapatkan vokal
fremitus kanan dan kiri sama namun melemah yang disebabkan
sela iga yang melebar pada keadaan emfisematous sehingga
sehingga rambatan suara pada paru menjadi kurang keras. Pada
perkusi apeks, medial, basal paru kanan dan kiri terdengar
hipersonor. Hal ini menunjukkan pelebaran yang abnormal pada
saluran udara sebelah distal bronkus sehingga banyak udara
terperangkap di dalam alveoli. Pemeriksaan auskultasi didapati
suara dasar vesikuler yang melemah, suara tambahan positif yaitu
suara ekperium memanjang dan ronkhi basah di seluruh lapang
paru kanan dan kiri. Keadaan ini diakibatkan oleh karena pelebaran
bronkus terminal secara permanen dan hipertrofi hiperplasia
kelenjar mukous yang berlebihan dan lebih kental.
17
KESIMPULAN
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial.
Gejala-gejala PPOK tergantung penyebabnya, bronkitis kronis
atau emfisema paru/gabungan keduanya.
Terapi pada penderita PPOK pada dasarnya adalah untuk
mengurangi obstruksi jalan pernapasan yaitu dengan bronkodilator,
kortikosteroid, mukolitik serta O2 jangka panjang dengan dosis
rendah.
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
1. Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
2. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
3. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
4. Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu expirasi biasa
atau ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Perbedaan asma, PPOK dan SOPT
18
ASMA PPOK SOPT
Timbul pada usia muda ++ - +
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat merokok +/- +++ -
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan mengi berulang +++ + +
Batuk kronik berdahak + ++ +
Hiperaktiviti bronkus +++ + +/-
Reversibiliti obstruksi ++ - -
Variabiliti harian ++ + -
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + - ?
Selain pemeriksaan dahak rutin, faal paru juga perlu diperiksa
baik dengan spirometri ataupun uji bronkodilator. Foto toraks PA
dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain,
dimana emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
dan pada bronkitis kronik didapatkan corakan bronkovaskuler
bertambah.
19
KESIMPULAN
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial.
Gejala-gejala PPOK tergantung penyebabnya, bronkitis kronis
atau emfisema paru/gabungan keduanya.
Terapi pada penderita PPOK pada dasarnya adalah untuk
mengurangi obstruksi jalan pernapasan yaitu dengan bronkodilator,
kortikosteroid, mukolitik serta O2 jangka panjang dengan dosis
rendah.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2001. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PPOK DI INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, (1-20).
2. Soemantri, E.S. 1990. Bronkitis Kronik dan Emfisema Paru. Dalam Soeparman (ed) ILMU PENYAKIT DALAM JILID II, Penerbit FKUI. Jakarta (753-763).
3. Wilson, L.M. 1995. Penyakit Pernapasan Obstruktif. Dalam Price, S.A. and Wilson, L.M. (eds) PATOFISIOLOGI Edisi 4, Buku II. EGC (688-697).
21