PRESENTASI KASUS
A. STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Suryati
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Klayu, Tlogomulyo, Temanggung
Bangsal : Flamboyan
Tanggal masuk RS : 19-11-2010
No. RM : 89762
II. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung dengan keluhan nyeri
perut sejak tadi pagi, muntah 6x dalam sehari, serta merasakan mual
pusing serta lemas. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita
penyakit serupa.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak kesakitan
Kesadaran : Compos mentis
Pemeriksaan Fisik :
Vital sign :
Tekanan darah: 100/70 mmHg
1
Nadi : 68 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37oC
Kepala :
Konjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Thorax :
Inspeksi : simetris
Palpasi : simetris
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-)
Cor :
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+)
Ekstrimitas :
Akral dingin : superior (-/-), inferior (-/-)
Edema : superior (-/-), inferior (-/-)
IV. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 12,8 g/dl
2
Hematokrit : 40%
Jml Leukosit : 20,8 . 103/ul
Jml Eritrosit : 4,47 . 106/ul
Jml Trombosit : 297 . 103/ul
Limfosit : 6,2
Netrofil : 88,6
Ureum : 29,5 mg/dl
Kreatinin : 0,98 mg/dl
SGOT : 17,3 U/L
SGPT : 28,9 U/L
V. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan USG (tanggal 22-11-2010) :
Pemeriksaan USG Abdomen lengkap pada penderita dengan Dx klinis
appendisitis infiltrat. Hasil :
- Hepar : Ukuran dan echostruktur parenchym normal, sudut lancip,
tepi licin, tak tampak pelebaran sistema vasculer & bilier intra
hepatal. Tak tampak nodul/cyst.
- VF : Ukuran normal, lumen anechoic, dinding tak menebal, tak
tampak batu/nodul.
- Lien : ukuran dan echostruktur parenchym normal, dinding licin,
hillus tak prominent, tak tampak massa atau nodul.
- Ren dextra et sinistra : Ukuran dan echostruktur normal, batas
cortex medulla, SPC tak melebar, tak tampak massa/batu.
3
- Pancreas : Ukuran dan echostruktur normal, tak tampak nodul/cyst.
- VU : Lumen anechoic dinding tak menebal, tak tampak
massa/batu.
- Uterus : Ukuran dan echostruktur parenchym nornal, tak tampak
massa/nodul.
- Regio illiaca dex : Tampak lesi hypoechoic tubuler dengan ukuran
l.k diameter l.k 0,95 cm, uncompressible, peristaltic -, sangat nyeri
pada compression probe.
- Tak tampak tanda-tanda caira bebas intra-abdomen.
Kesan : Sonography sesuai gambaran Appendisitis dengan
Periappendicular Infiltrat.
VI. Diagnosis
Kolik abdomen, Appendisitis
VII. Terapi
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ketorolac Extra 1amp
- Inj Primperan 3x1 amp
- Papaverin tab 3x1
- Inj Cefotaxim 2x1 gr
- Metronidazole tab 3x500
4
B. PEMBAHASAN
ANATOMI DAN FISIOLOGI APENDIKS
Apendiks (apendiks vermiformis) terletak posteromedial dari caecum pada
region perut kanan atas. Apendiks merupakan sisa dari sekum yang tidak
berkembang dan fungsinya tidak diketahui. Apendiks memiliki komponen yang
sama dengan usus lain, yang membedakan adalah apendiks kaya dengan jaringan
limfoid pada mukosa dan submukosa. Jaringan ini mulai berkembang pada masa
awal bayi, mencapai ukuran terbesar pada masa dewasa muda, dan kemudian
atrofi secara progesif pada usia lanjut. Apendiks termasuk organ intraperitoneal,
walaupun kadang juga ditemukan retroperitoneal. Organ ini tidak mempunyai
kedudukan menetap di dalam rongga perut (rongga retroperitoneal). Walaupun
sangat jarang kadang dijumpai pada region kiri bawah. Apendiks membentuk
produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya 5-10 cm dengan berbagai
posisi (retrocaecal, pelvical, dll) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di
sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendik merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic
5
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan
submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar
epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula
disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir appendiks tampaknya berperan pada patogenesis
appendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut
associated Lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system
imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.
DEFINISI APPENDISITIS
Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendisitis
vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Appendisitis disebut juga umbai cacing. Appendisitis akut adalah radang
apendiks. Ini dapat disebabkan kerena infeksi atau obstruksi pada apendiks.
6
Obstruksi meyebabkan apendiks menjadi bengkak dan mudah diinfeksi oleh
bakteri. Jika diagnosis lambat ditegakkan, dapat terjadi rupture pada apendiks.
Sehingga akibatnya terjadi peritonitis atau terbentuknya abses disekitar apendiks.
EPIDEMIOLOGI
Insiden appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, namun dalam dekade tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari. Di AS, insiden appendisitis berkisar ±
4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun. Walaupun appendisitis dapat terjadi pada
setiap umur, namun puncak insiden terjadi pada umur belasan tahun dan dewasa
muda.
ETIOLOGI
Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada
lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja
yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing
dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.
Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit
dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling
sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica. Adanya obstruksi
mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari
7
apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga
menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi
akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks.
Selain infeksi, appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi appendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian
menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks
menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan
pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama
mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di
dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga
hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga
mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
8
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Jika kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan
appendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren
ini pecah, itu berarti appendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat
mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
STADIUM APPENDISITIS
o Stadium awal appendisitis: Obstruksi lurnen apendiks mengarah pada edema
mukosa, ulserasi mukosa dengan akumulasi cairan dan peningkatan tekanan
intraluminer. Pasien menampakkan gejala nyeri periumbilikal atau epigastrik.
o Appendisitis supuratif : Peningkatan tekanan intraluminer mengakibatkan
peningkatan tekanan perfusi kapiler, yang bersamaan dengan obstruksi limfatik
dan drainase vena, diikuti invasi cairan inflamasi dan bakterial pada dinding
appendisitis. Penyebaran transmural bakterial menyebabkan appendisitis supuratif
akut. Ketika inflamasi serosa apendiks bersentuhan dengan peritoeum parietal
secara klinis nyeri pasien berpindah dari periumbilikus ke kuadran perut kanan
bawah, selanjutnya menjadi lebih berat.
9
o Appendisitis gangrenosa : Vena intramural dan thrombosis arteri, menghasilkan
appendisitis gangrenosa.
o Appendisitis perforasi. Hasil dari iskemia jaringan adalah infark appendisitis
dan perforasi. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis terlokalisasi atau
generalisata.
o Phlegrnon appendisitis atau abses: Inflamasi atau perforasi apendiks dapat
dilingkupi dengan omentum majus yang berdekatan atau loop usus halus
menghasilkan appendisitis phlegmon atau abses fokal.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala appendisitis bervariasi, dapat sangat karakteristik namun terkadang
juga sulit dinilai. Nyeri biasanya mulai dari epigastrium dan kemudian beralih ke
kuadran kanan bawah abdomen. Jika nyeri awalnya terasa pada seluruh abdomen,
hal ini seperti tanda perforasi. Muntah biasanya terjadi pada tahap awal, beberapa
jam setelah nyeri. F'rekuensi dan beratnya berkaitan dengan derajat distensi. Nyeri
tekan dalam dapat tidak terjadi awalnva tetapi dapat konsisten Terjadi sejalan
perkembangan penyakit. Titik Mc Burney berlokasi disepertiga lateral garis antara
spina iliaka anterior superior dan umbilicus. Demam mungkin tidak terjadi pada
awalnya, namun dapat berkembang dalam 24 jam. Leukositosis dapat ditemukan
pada tahap akhir appendisitis, dan diagnosis seharusnya ditegakkan sebelum
terjadinya leukositosis. Tanda dan gejala tersebut diatas jarang ditemukan apabila
posisi apendiks retrosekal atau jika sudah terjadi perforasi ke kavum pelvis.
10
DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Anamnesis
Nyeri / Sakit perut
Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Terjadi karena
peristaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna,
sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah
epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (>
6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.
Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini
tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan. Gejala disuria
juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.
Obstipasi karena penderita takut mengejan
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada
letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.
Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 –
38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
11
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
bawah merupakan kunci diagnosis dari appendisitis. Pada penekanan perut
kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah
dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut
tanda Blumberg (Blumberg Sign).
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis pelvika.
Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis,
untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika
12
saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan
apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis pada appendisitis pelvika.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000 – 20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-
scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan
CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum.
Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective.
Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang
nampak di kuadran kanan bawah abdomen.
USG : pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya struktur
yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks
nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya
gambaran “target”, adanya appendicolith, adanya timbunan cairan
periappendicular, nampak lemak pericecal echogenic prominent.
13
CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan
dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement
gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran
perubahan inflamasi periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory
fat stranding, phlegmon, free fluid, free air bubbles, abscess, dan
adenopathy.
PENATALAKSANAAN
Jika diketahui hasil diagnosis positif appendisitis akut, maka tindakan
yang paling tepat adalah segera dilakukan apendektomi. Apendektomi dapat
dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila
14
appendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka
tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik
kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8
minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai
dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8
minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada
keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi
antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.
KOMPLIKASI
Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin
didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan
berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bisa pecah. Usus buntu yang pecah bisa
menyebabkan :
- masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa
berakibat fatal
- terbentuknya abses
- pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan
penyumbatan pada saluran yang bisa menyebabkan kemandulan
15
- masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat
fatal.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Banyak pasien dengan gejala klinis yang khas dilakukan operasi segera
tanpa pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologi dilakukan pada pasien
dengan keadaan klinis tak jelas atau menampilkan komplikasi.
FOTO POLOS ABDOMEN
Saat ini foto polos abdomen dianggap tidak spesifik dan tidak
direkomendasikan kecuali ada kelainan yang membutuhkan pemeriksaan foto
polos abdomen (seperti perforasi, obstruksi usus atau batu utereter). Kurang dari
50% pasien dengan appendisitis akan menampakkan tanda spesifik apendisitis
pada foto polos abdomen. Temuan spesifik pada foto polos abdomen adalah
adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval, densitas kalsifikasi pada
kuadran bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm. Terkadang dapat
berbentuk shell like atau laminated. Temuan lain adalah ketidakjelasan otot psoas
kanan, colon cut off sign, distensi/dilatasi terisolasi pada loop terminal ileum
sekum, dan kolon asenden (kurang sering) dengan air fluid level. Atoni
dinamakan Ileus sekal, hasil dari iritasi peritoneurn dengan edema lokal dan
retensi cairan. Terutama dengan apendiks retrosekal, edema dinding sekum dapat
menyebabkan penebalan haustra dan thumbprinting. Atoni usus biasa terjadi
apabila sudah teriadi abses atau perkembangan dari peritonitis mengikuti
16
perforasi. Udara yang mengisi apendiks dapat terlihat pada appendisitis, temuan
ini sangat mendukung inflamasi.
Perforasi dari apendiks jarang menyebabkan pneumoperitoneum. Karena
apendiks biasanya obliterasi dan sisi yang terinflamasi terlokalisir dengan reaksi
peritoneum. Apabila terjadi perforasi apendiks atau perisekal abses dapat terlihat
gambaran gelembung udara atau kumpulan gelembung udara kecil. Pada perforasi
inkomplet berhubungan dengan kumpulan cairan perikolom, dapat menyebabkan
terpisahnya kolon asenden dari dinding lateral abdomen atau dengan deformitas
dinding lateral kolon asenden.
Tanda dari appendisitis akut:
- Kalsifikasi apendiks (0,5-6cm)
- Sentinel loop- pelebaran ileum atonik berisi air fluid level
- Dilatasi sekum
- Preperitoneal fat line yang melebar dan / kabur
- Kaburnya region kanan bawah, mengacu pada cairan dan edema
- Skolisis konkaf ke kanan
- Massa kuadran bawah kanan yang mendesak sekum
- Kaburnya batas muskulus psoas kanan (tidak khas)
- Udara pada apendiks (tidak khas)
17
Gambaran foto polos abdomen tampak apendikolith (panah).
PEMERIKSAAN APENDIKOGRAFI
Pemeriksaan apendikografi tidak mempunyai peran diagnosis dalam kasus
appendisitis. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini pada pasien dengan peritonitis
dan curiga perforasi. Nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik karena
appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada orang
normal. Keuntungan dari pemeriksaan ini dapat untuk menegakkan diagnosis
penyakit lain yang menyerupai apendisistis. Kerugian pemeriksaan ini adalah
tingginya hasil nondiagnostik, eksposi radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi,
pemeriksaan ini tidak cocok untuk pasien gawat darurat. Pemeriksaan
apendikografi sekarang jarang dilakukan dalam kasus appendisitis pada era
sonografi dan CT scan.
Temuan appendikografi pada appendisitis:
- Non filling appendiks
- Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran edema
mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut.
- Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.
18
Gambaran pengisian penuh dengan kontras pada apendiks, apendiks normal.
Dari pemeriksaan menggunakan barium, kriteria diagnosis appendisitis :
(1) non filling apendiks dengan desakan local sekum; (2) pengisian dari apendiks
dengan penekanan local pada sekum ; (3) nonfilling apendiks dengan adanya
massa pelvis (kabur pada kuadran bawah kanan dengan perubahan letak usus
halus akibat desakan); (4) pola mukosa apendiks irregular dengan terhentinya
pengisian.
Gambaran foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema single
kontras. Tampak Sekum (C) dan appendix yang mengalami ofasifikasi dan kontur
yang ireguler (tanda panah).
SONOGRAFI
Apendiks dapat terlihat di atas muskulus psoas. Tanda khasnya berupa
apendiks non-kompresibel dengan diameter 6 mm atau lebih. Apendikolith
19
merupakan lumen terobstruksi mencapai lebih dari 30% kasus. Appendisitis dapat
terlihat bersamaan dengan ileus dan atau cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas
sonografi sekitar 90%. Jika terjadi perforasi, maka apendiks menjadi kompresibel,
dan dapat menjadi peritonitis generalisata, sehingga sulit menampakkan kelainan
dengan teknik tersebut.
Apendiks normal kompresibel dengan tebal dinding sama atau kurang dari
3 mm. Ukuran apendiks dapat membedakan apendiks normal dari apendiks
dengan inflamasi akut. Pemeriksaan color Doppler juga memberikan peranan,
memperlihatkan hyperemia pada dinding pada apendisistis akut terinflamasi.
Gambaran sonografi diperlukan untuk penegakkan diagnosis, meskipun
gambaran apendiks timbul dari dasar sekum mustahil untuk ditemukan dan
kompresi tak dapat dilakukan. Meskipun demikian identifikasi ujung buntu dari
apendiks dengan peningkatan diameter, distensi lumen,. Inflamasi lemak sekitar
nyata. Jika terjadi rupture dari apendiks dalam pelvis dapat teridenttifikasi terlebih
dahulu pada sonografi. Identifikasi abses pelvis tanpa identifikasi apendiks dapat
mengakibatkan kecurigaan lain dari sumber inflamasi pelvis.
Tanda appendisitis akut pada sonografi :
- Indentifikasi apendiks
- Struktur tubuler dengan ujung buntu pada titik nyeri
- Non-kompresibel
- Diameter 6 mm atau lebih
- Tidak adanya peristaltic
- Apendikolith dengan bayangan akustik
20
- Ekogenesitas tinggi non-kompersibel disekitar lemak
- Cairan disekitar lesi atau abses
- Edema dan ujung sekum
Gambaran sonografi dari perforasi apendiks :
- Cairan perisekal terlokalisir
- Phelgmon
- Abses
- Lemak perisekal yang prominen
- Hilangnya gambaran melingkar dari lapisan submukosa
Gambaran appendisitis tampak penebalan dari dinding apendiks.
Gambaran appendisitis dengan gambaran apendikolith (jarang terlihat dengan
USG) (panah).
CT SCAN
21
CT sekarang dipertimbangkan sebagai pemeriksaan diagnostik paling
akurat untuk meyingkirkan appendisitis. Telah dilaporkan keakuratan diagnosis
CT scan rata-rata antara 93% dan 98 % dengan sensitifitas 90-98% dan spesifitas
83-98%; diagnosis alternative 48% - 80. Variasi dari tehnik CT pada pasien
dengan kecurigaan appendisitis dapat dievaluasi dengan beberapa tehnik,
termasuk scan CT perut dan pelvis dengan atau tanpa kontras, CT scan
konvensional dan helical, scan penuh dan terbatas pada abdominopelvik, dan
kombinasi bervariasi materi kontras. Keuntungan dari CT tanpa kontras bahwa
penggunaanya dapat mengurangi resiko reaksi kontras intravena dan biaya lebih
murah.
Bahan kontras dapat dimasukkan baik melalui kolon ataupun ditambahkan
dengan melalui mulut sampai mencapai kolon; bagaimanapun setiap teknik
mempunyai perbedaan hasil secara statistik dalam keakuratan diagnosis. Tanda
CT scan dari apendiks termasuk ukuran diameter apendiks lebih dari 6mm,
kegagalan apendiks terisi dengan kontra oral atau udara untuk mencapai ujungnya,
apendikolith dan penyangatan dari dinding dengan kontras intravena.
Disekelilingnya dapat ditemukan perubahan inflamasi, termasuk peningkatan
atenuasi lemak, cairan, inflamasi phlegmon, penebalan sekum, abses, gas
intraluminal dan pembesaran limfe. Terkadang lumen dari sekum dapat dilihat
sebagai tunjuk bagian apendiks terbuka yang terobstruksi.
22
Gambaran CT scan tampak apendiks terinflamasi (A) dengan apendikolith (a).
Gambaran CT scan aksial tampak perubahan inflamasi perisekum (panah) dan
cairan bebas minimal dalam pasien deengan ruptur apendiks akut.
Gambaran CT scan aksial apendiks terinflamasi dengan apendikolith (panah) dan
cairan periappendisial dan perisekum.
23
Gambaran Appendisitis perforasi dengan abses. Tampak apendikolith (panah) dan
udara dalam abses dan perubahan inflamasi dengan penebalan dinding (panah
terbuka).
MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
MRI juga dipergunakan untuk mendiagnosis appendisitis, namun demikian
MRI mempunyai keterbatasan dalam mendeteksi apendikolith. Pada pemberian
kontras tampak penyengatan dari dinding apendiks yang terinflamasi
mengindikasikan appendisitis. Penyengatan ringan tampak pada normal apendiks.
Dengan teknik saturasi lemak, dapat dilihat perbedaan kontras antara apendiks
terinflamasi dengan lemak sekitarnya. Fat-suppressed, T2-weighteed. Potongan
aksial dan koronal juga mendeteksi appendisitis dan komplikasinya.
Appendisitis akut tampak sebagai hiperintensitas sentral dan jaringan
periapendiks hiperinterns nyata dengan penebalan dinding dengan hiperinterns
ringan. Tingkat kepercayaan MRI dengan kontras gadolinium fat-suppressed
merupakan pemeriksaan sensitive (97%) dan akurat (95%) dalam mendeteksi
appendisitis bagaimanapun pemeriksaan ini tidak rutin dipergunakan. MRI tanpa
kontras juga dipergunakan dalam mendeteksi appendisitis dengan akurasi 100%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
24
2. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
EGC. Jakarta.
3. Monita, Nadia. 2009. Pencitraan Apendisitis. Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanegara. Jakarta.
4. Anonim. 2009. Appendisitis Akut. Diakses pada tanggal 28 November
2010 dari file:///D:/appendisitis/Koas%20Unhas%20%20Appendisitis
%20Akut.htm
25