PRESENTASI KASUS KECIL
TB PARU BTA + LESI LUAS KASUS KAMBUH, ANEMIA RINGAN
MIKROSITIK HIPOKROMIK, CAP, DAN SNHL KIRI
Pembimbing :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
Disusun oleh :
Danny Amanati A. G4A014037Novita Lusiana G4A014079Sendyka Rinduwastuty G4A014128
SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS KECIL
“TB PARU BTA + LESI LUAS KASUS KAMBUH, ANEMIA RINGAN
MIKROSITIK HIPOKROMIK, CAP, DAN SNHL KIRI”
Disusun oleh :Danny Amanati A. G4A014037Novita Lusiana G4A014079Sendyka Rinduwastuty G4A014128
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal November 2015
Mengetahui, Pembimbing
dr. Indah Rahmawati, Sp.PNIP. 19670316.200604.2.001
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. A
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Sudah menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Purwokerto Kidul 3/4 Purwokerto
Tanggal masuk : 7 November 2015
Tanggal periksa : 9 November 2015
No. CM : 973001
II. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak napas
dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien
tidak pernah mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan pasien
hilang timbul tidak terus menerus. Pasien menceritakan pasien sesak nafas
apabila pasien kelelahan setelah beraktivitas dan hilang apabila pasien
istirahat. Pasien mudah merasa lelah dan lesu, sehingga pasien kurang
bersemangat dalam beraktivitas. Selain sesak nafas, pasien mengeluhkan
batuk yang disertai darah dan dahak kurang lebih 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Sebelumnya dahak pasien berwarna bening lama kelamaan
berubah warna menjadi warna putih. Satu bulan terakhir pasien
menceritakan nafsu makan pasien menurun dan juga berat badan pasien
mengalami penurunan yang drastis, selama satu bulan berat badan pasien
turun 6 kg. Saat malam hari, pasien menceritakan sering berkeringat
dengan jumlah yang cukup banyak, walaupun udara pada saat itu dingin.
Saat masuk ke IGD pasien mengeluhkan demam yang sudah dirasakan 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Tetapi saat dilakukan pemeriksaan,
pasien sudah tidak demam. Telinga kiri pasien mengalami penurunan
pendengaran semenjak satu bulan terakhir, pasien tidak mengeluhkan
telinga yang berdenging, atau pusing yang berputar.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menjalani pengobatan TB di BP4 selama 6 bulan pada
tahun 2006 dan dinyatakan sembuh.
a. Riwayat keluhan serupa : diakui
b. Riwayat mondok : diakui
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah pasien
dengan tetangga yang lainnya berdekatan. Sebelum sakit, pasien aktif
pada kegiatan di lingkungan rumah pasien. Hubungan pasien dengan
keluarga dan tetangga baik. Di sekitar rumah pasien tidak ada
tetangga yang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien.
b. Home
Pasien tinggal bersama 3 orang di rumah. Pasien tinggal bersama
suami dan 1 anak. Rumah pasien berukuran cukup luas sekitar 6x6
meter, lantai keramik, berdinding dan memiliki 4 kamar. Rumah
memiliki jendela dan ventilasi yang memadai setiap pagi pasien selalu
membuka jendela rumah, pencahayaan di rumah pasien cukup. Untuk
memasak pasien menggunakan kompor gas.
c. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien lulusan Sekolah
Menengah Pertama. Pembiayaan kebutuhan sehari-hari pasien
dibiayai oleh suami yang bekerja sebagai pedagang.
d. Personal habit
Pasien mempunyai pola makan yang teratur. Pasien tidak mempunyai
kebiasaan merokok dan minum alkohol.
III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah, cachexia
b. Kesadaran : Compos mentis, GCS = E4M6V5
c. BB : 38 Kg
kg
d. TB : 154 cm
e. Vital sign
- Tekanan darah : 100/70
- Nadi : 82 x/menit
- RR : 18 x/menit
- Suhu : 36,2 0C
Status generalis:
1) Kepala
a) Bentuk : mesochepal, simetris
b) Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata,
tidak rontok
c) Nyeri tekan : (-)
2) Mata
a) Palpebra : edema (-/-), ptosis (-/-)
b) Konjungtiva : anemis (+/+)
c) Sklera : ikterik (-/-)
d) Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
e) Exophtalmus : (-/-)
f) Lapang pandang : dbn
g) Gerak bola mata : dbn
h) Nistagmus (-/-)
3) Telinga
a) Otore : (-/-)
b) Deformitas : (-/-)
c) Nyeri tekan : (-/-)
d) Pemeriksaan garpu tala
AD AS
Test Rinne + +
Test Weber Lateralisasi ke kanan
Test Scwabach Sama
dengan
pemeriksa
Memendek
4) Hidung
a) Nafas cuping hidung : (-/-)
b) Deformitas : (-/-)
c) Discharge : (-/-)
5) Mulut
a) Bibir sianosis : (-)
b) Bibir kering : (-)
c) Lidah kotor : (-)
6) Leher
a) Deviasi trachea : (-)
b) Pembesaran kelenjar lymphoid : (-)
c) Pembesaran kelenjar thyroid : (-)
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi
(-), jejas (-).
- Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri, ketinggalan gerak (-).
- Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri.
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan (+) kiri (+), RBH +/+
di basal
b) Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V LMCS
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS
- Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD, batas jantung
kiri atas SIC II LPSS, batas jantung kiri atas SIC IV LPSD,
batas jantung kiri bawah SIC V LMCS.
- Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallops (-).
8) Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
9) Ekstremitas
- Superior : Deformitas (-/-), edema (-/-), akral hangat (-/-)
- Inferior : Deformitas (-/-), edema (-/-),akral hangat (-/-)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan sputum dengan pewarnaan Zn 2x (10 November 2015)
BTA I : - (negatif)
Epithel : positif
Lekosit : positif
BTA II : +1 (positif 1)
Epithel : positif
Lekosit : positif
b. Pemeriksaan darah lengkap (7 November 2015)
Darah lengkap
Hemoglobin : 9,1 g/Dl (↓)
Leukosit : 6620/uL
Hematokrit : 33 % (↓)
Eritrosit : 4,3 juta/µL
Trombosit : 481.000 /uL (↑)
MCV : 78 fL (↓)
MCH : 21 pg (↓)
MCHC : 28 % (↓)
RDW :19,5 % (↑)
MPV : 9,4 fL (↓)
Hitung jenis
Basofil : 0 %
Eosinofil : 0 % (↓)
Batang : 1 % (↓)
Segmen : 69 % (↑)
Limfosit : 9 % (↓)
Monosit : 1 % (↓)
Kimia klinik :
SGOT : 24 U/L
SGPT : 22 U/L (↓)
Ureum darah : 12.3 mg/dL (↓)
Kreatinin darah : 0,78 mg/dL
Glukosa sewaktu : 104 mg/Dl
c. Pemeriksaan foto thoraks PA (7 November 2015)
Kesan: TB Paru milliary type disertai dengan bronkopneumonia, besar
cor dalam batas normal, sistema tulang yang tervisualisasi baik.
IV. ASSESSMENT
1. Diagnosis Klinis:
TB paru BTA + Lesi Luas Kasus Kambuh
Anemia Ringan Mikrositik Hipokromik
CAP
SNHL kiri
2. Diagnosis Banding:
-
V. PLANNING
1. Diagnosis Kerja:
TB paru BTA + Lesi Luas Kasus Kambuh
Anemia Ringan Mikrositik Hipokromik
CAP
SNHL kiri
2. Terapi
a. Farmakologi
- O2 5 lpm NK
- Asering/8 jam
- Ceftriaxon 1x2 gr
- Methylprednisolon 2x62,5 mg
- Sulfas Ferous 2x1
- Curcuma 2x1
- 4 FDC 1XII
- Ofloxacin 1x200 mg
b. Non farmakologi
- Rawat inap
- Cek sputum di RSUD Cilacap
- Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit, cara penularan,
pengobatan serta efek samping obat.
- Konsumsi makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
- Lakukan screening pada anggota keluarga untuk tindakan
pencegahan dan pengobatan dini jika keluarga tertular.
- Edukasi tentang kebersihan lingkungan rumah, seperti membuka
jendela setiap hari agar sinar matahari dan sirkulasi udara bagus.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji kultur bakteri
b. Uji resistensi OAT
4. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan.
- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.
d. Evaluasi bakteriologis (0-2-6/9 bulan pengobatan)
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (Setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan.
e. Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
f. Evaluasi efek samping
- Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin)
- Periksa fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
- Periksa gula darah
- Periksa asam urat
- Periksa visus dan uji buta warna
- Evaluasi keteraturan obat
5. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Penegakkan diagnosis
CAP
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) tidak
termasuk Mikobakterium tuberkulosis. Gejala klinis pasien dengan CAP
meliputi demam, menggigil, berkeringat, batuk (produktif maupun tidak,
mukopurulen atau berdarah), nyeri dada pleuritis dan sesak napas. Gejala lain
meliputi mual, muntah, diare, lelah, nyeri kepala, myalgia dan arthralgia.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan: takipnea, ronki dan fremitus yang
menurun ataupun meningkat. Pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan
darah menunjukkan peningkatan leukosit (Djojodibroto, 2009).
TB paru BTA + Lesi Luas Kasus Kambuh
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
didapatkan hasil BTA (+). Tuberkulosis paru BTA (+) adalah sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif, hasil
pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif, hasil pemeriksaan satu
spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif (PDPI, 2006).
Lesi luas apabila proses lebih luas dari lesi minimal yang diketahui dari hasil
foto rontgen thoraks pasien (Alsagaff, 2010). Kasus kambuh (relaps) adalah
pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif. (PDPI, 2006).
Anemia Ringan Mikrositik Hipokromik
Pemeriksaan darah lengkap (7 November 2015)
Hemoglobin : 9,1 g/dL (↓) → anemia ringan (Hb < 14g/Dl)
MCV : 78 fL (↓)
MCH : 26 pg (↓)
Dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat disimpulkan jenis anemia
mikrositik (karena nilai MCV kurang dari normal) hipokromik (karena nilai
MCH kurang dari normal). Anemia mikrositik hipokromik biasanya
didapatkan pada kondisi kekurangan zat besi, keracunan timbal atau talasemia
(Djojodibroto, 2009).
a. Anamnesis
1) Keluhan utama : sesak nafas
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik paru RSMS hari Sabtu, 7 November 2015.
Keluhan utama pasien adalah sesak nafas yang sudah dirasakan beberapa
hari yang lalu. Sesak dirasakan sepanjang hari, semakin hari semakin
memberat walaupun dengan aktivitas minimal sehingga mengganggu
aktivitas pasien. Sesak semakin memberat ketika pasien makan, jalan
dengan jarak jauh, dan kelelahan. Keluhan tersebut berkurang jika pasien
istirahat.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering batuk berdahak, badan dan
kaki lemas, berkeringat pada malam hari, dan nafsu makan berkurang
hingga berat badan menurun. Pasien sempat demam saat masuk IGD
namun sekarang sudah tidak lagi.
b. Pemeriksaan Fisik Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-),
jejas (-).
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri, ketinggalan gerak (-).
Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan (+) kiri (+),RBH +/+ di basal
Hasil pemeriksaan fisik pulmo pada inspeksi, palpasi, maupun perkusi
didapatkan hasil dalam batas normal. Namun, saat dilakukan auskultasi,
ditemukan suara tambahan seperti ronkhi basah halus di basal pulmo
karena terdapat sekret pada saluran pernapasan bagian bawah.
Mikrositik ( MCV < 80 fL)
Hipokromik ( MCH < 31 fL)
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan sputum dengan pewarnaan Zn 2x (10 November 2015)
BTA I : - (negatif)
Epithel : positif
Lekosit : positif
BTA II : +1 (positif 1)
Epithel : positif
Lekosit : positif
2) Pemeriksaan darah lengkap (7 November 2015)
Hemoglobin : 9,1 g/dL (↓) → anemia ringan
MCV : 78 fL (↓)
MCH : 26 pg (↓)
3) Rontgen thoraks
2. Tindak Lanjut Penanganan Pasien
Pasien dengan CAP mendapatkan terapi antibiotik dengan total pemberian
antibiotic selama 14 hari, meliputi pemberian awal secara injeksi intravena
dan antibiotic oral.
Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs regimen, hal
tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap
Mikrositik ( MCV < 80 fL)
Hipokromik ( MCH < 31 fL)
obat. Berdasarkan diagnosis tersebut, pasien termasuk kategori II: 2
HRZES/HRZE/5H3R3E3, yaitu bagi penderita BTA (+) yang sudah pernah
minum OAT > 1 bulan, kemudian kambuh (relaps), gagal (failure), defaulter
dengan BTA (+).
Pada TB paru kasus kambuh, sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan
2 RHZES/1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak
terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan (PDPI,
2006). Namun, pasien tidak mendapatkan streptomisin. Sebagai gantinya
pasien diberikan ofloksasin 1x200 mg. Hal ini dikarenakan pasien menderita
SNHL kiri. Salah satu efek samping streptomisin yakni bersifat ototoksik
(PDPI, 2006).
Beberapa gambaran demografik dan riwayat penyakit dahulu dapat
memberikan kecurigaan TB paru resiten obat, yaitu (Djojodibroto, 2009):
a. TB aktif yang sebelumnya mendapat terapi, terutama jika terapi yang
diberikan tidak sesuai standar terapi
b. Kontak dengan kasus TB resistensi ganda
c. Gagal terapi atau kambuh
d. Infeksi human HIV
e. Riwayat rawat inap dengan wabah MDR TB.
Guna menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas
Minum Obat (PMO). Syarat-syarat PMO antara lain (PDPI, 2006):
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan atau pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien
b. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien. Sedaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di
desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak
ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari
kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat
lainnya.
PMO merupakan kunci dari keberhasilan DOTS tersebut. Dimana tugas dari
PMO adalah sebagai berikut (PDPI, 2006):
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan (6 bulan)
b. Memberikan dorongan dan semangat kepada pasien berupa nasehat-
nasehat.
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lainnya
d. Memberika penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
penyakit TB dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TB agar melakukan pemeriksaan.
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya (PDPI, 2006):
a. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
b. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke pelayanan kesehatan.
Prevalensi dan insidensi TB paru masih sangat tinggi dan sulit diturunkan.
Hal ini disebabkan karena adanya masalah medik dan non medik.
(Djojodibroto, 2009):
Yang termasuk dalam masalah medik:
a. Sifat penyakit TB merupakan penyakit kronik, dan perjalanan penyakitnya
lambat: terdapat masa tenang dan masa eksaserbasi
b. Penggunaan OAT harus adekuat. Jika pemberiannya tidak adekuat, akan
timbul mutan yang resisten terhadap OAT yang diberikan.
c. Pasien sering berada di dalam keadaan imunodepresi sehingga sistem
pertahanan tubuh tidak berhasil mengeradikasi kuman TB walaupun
kuman masih sensitif terhadap OAT
d. Pasien juga menderita DM sehingga OAT tidak bekerja dengan efektif
e. Penggunaan obat yang menuntut jangka waktu panjang sering
menimbulkan efek samping.
Yang termasuk dalam masalah non medik:
a. Kemiskinan masyarakat menyebabkan keadaan gizi yang rendah, higiene
yang rendah, dan kesulitan membeli obat
b. Pendidikan yang rendah tidak menimbulkan kesadaran tentang perlunya
berobat
c. Keterlambatan dalam mendapat diagnosis.
Diagnosis TB Resistant Obat
a. Kroteria terduga TB Resistant obat
a) Pasien TB gagal pengobatan kategori 2
b) Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bualn
pengobatan
c) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar
serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal 1 bulan
d) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
e) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah 3 bulan
pengobatan
f) Pasien TB kasus kambuh kategori 1 dan kategori 2
g) Asien TB kembali setelah loss to follow up
h) Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien MDR
TB
i) Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons terhadap pemberian OAT
b. Alur diagnosis TB resistan obat
Gambar 1. Alur diagnosis TB Resistan Obat