PR UJIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RICHA HAKBAR RAFSANJANI
11.2012.144
1. DD/ Berdebar-debar
Jawaban :
Dari dalam tubuh, tingkat abnormal elektrolit seperti kalium, magnesium, dan kalsium
dapat menyebabkan palpitasi. Anemia dan hipertiroidisme juga merupakan potensi
penyebab palpitasi.
Zat – zat yang kita masukkan ke dalam tubuh juga dapat menyebabkan palpitasi dengan
cara bertindak seperti adrenalin pada jantung. Zat-zat stimulant tersebut yaitu :
- Kafein
- Tembakau
- Alcohol
- Obat-obatan seperti pseudoefedrin yang ditemukan pada obat influenza
- Obat-obatan terlarang termasuk: kokain, amfetamin, dan ganja juga dapat
menyebabkan palpitasi.
- Penggunaan beberapa resep obat perlu dipantau, karena efek sampingnya
bisa menyebabkan palpitasi. Obat asma seperti inhaler albuterol atau teofilin
dan obat pengganti tiroid adalah penyebab umum dari palpitasi.
- Saat stres dapat meningkatkan kadar adrenalin dalam tubuh dan
menyebabkan denyut jantung yang cepat. Ini adalah fisiologis dan mungkin
karena olahraga, sakit, atau stres emosional.
- Tipe palpitasi tertentu mungkin karena kelainan struktural dalam pada
jantung. Penyempitan arteri koroner yang menyebabkan suplai darah
menurun ke otot jantung dapat menyebabkan iritabilitas dan denyut jantung
yang abnormal seperti kontraksi premature pada ventrikel, ventrikel
takikardia, atau ventrikel fibrilasi.
1
- Kelainan katup jantung juga dapat menyebabkan denyut jantung yang tidak
teratur. Hingga 40% dari orang dengan mitral valve prolapse mengeluh
palpitasi.
2. Mengapa Hipertiroid menyebabkan rasa berdebar-debar ?
Jawaban :
Hipersekresi T3 oleh sel folikel tiroid pada pasien hipertiroid juga mengakibatkan
peningkatan jumlah reseptor adrenergic. Oleh karena itu, terjadi respon terhadap
reseptor adrenergic berlebih saat hormone T3 dilepaskan ke jaringan. Dan saat terjadi
stimulasi terhadap medulla adrenal untuk biosintesis katekolamin oleh hormone T3 dan
saat hormone katekolamin itu dilepaskan, maka berikut adalah efeknya :
- Pada jantung akan mengakibatkan peningkatan kerja otot jantung, sehingga
denyut jantung meningkat bersamaan dengan meningkatnya cardiac output.
Oleh karena itu, terjadi takikardia yang menyebabkan metabolism basal
semakin meningkat. Karena metabolism basal naik dan tertimbunnya panas
tubuh yang semakin lama semakin berlebih, maka terjadi intoleransi
terhadap panas dari lingkungan. Oleh karena itu, pada pasien yang terkena
hipertiroid umumnya cenderung memilih tempat yang dingin. Selain itu,
takikardi juga akan berbanding lurus dengan peningkatan tekanan darah,
serta palpitasi pada pasien hipertiroid.
3. Gejala anemia
Jawaban : Gejala umum untuk berbagai jenis anemia meliputi:
- Mudah kelelahan dan hilangnya energy
- Jantung berdetak luar biasa cepat
- Sesak napas dan sakit kepala
- kesulitan berkonsentrasi
- pusing
2
- kulit pucat
- kaki dan tangan terasa dingin
- insomnia
4. Auskultasi katup jantung
5. Batas jantung
Jawaban :
batas jantung kanan : mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavicula
kanan. Jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga, kemudian dilakukan perkusi
mulai dari titik tengah tadi, dari cranial kearah caudal. Suara normal yang didapat adalah
bunyi sonor dari paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela
iga VI kanan. Bunyi redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Setelah
didapatkan titik batas sonor redup, diukur dua jari kearah cranial. Kemudian dilakukan
perkusi kearah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang
merupakan batas relative kanan jantung, normal pada garis sterna kanan.
3
Batas jantung kiri : mula-mula tentukan garis axial anterior kiri. Perkusi dari cranial ke
caudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang merupakan batas
paru lambung. Biasanya sela iga VIII kiri. Dari titik ini diukur 2 jari kearah cranial, lalu
lakukan perkusi kea rah medial sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup
yang merupakan batas relative jantung kiri. Biasanya terletak 2 jari medial garis midclav
kiri.
Batas jantung atas : tentukan garis sterna, dari titik teratas lakukan perkusi dengan arah
sejajar iga kearah kaudal sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal
sela iga II kiri.
6. Pembagian hipertensi menurut WHO
Jawaban :
Blood Pressure Classification
The WHO/ISH blood pressure classification includes 3 grades of hypertension (Table 1).
Table 1. WHO/ISH Classification of Hypertension
Blood Pressure Grade 1 Grade 2 Grade 3
SBP (mm Hg) 140-159 160-179 ≥ 180
DBP (mm Hg) 90-99 100-109 ≥ 110
7. Cara kerja alat hemodialisa
Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan ultrafiltrasi pada ginjal
buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada hemodialisis, darah dipompa
keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser ( yang berfungsi sebagai ginjal buatan )
untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus
untuk dialisis (dialisat). Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah
4
disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi
solute (zat terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa
metabolisme) dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap
saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga
sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat, dan
sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler
ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi
pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Sedangkan tusukan vaskuler merupakan
tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi
ketubuh penderita. Kecepatan dapat di atur biasanya diantara 300-400 ml/menit. Lokasi pompa
darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan
dialisat harus dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat
yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem
monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan
keselamatan.
5
Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan melalui sebuah saringan khusus
(Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air yang berlebih. Kemudian
darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh. Pengeluaran sampah dan air serta garam
berlebih akan membantu tubuh mengontrol tekanan darah dan kandungan kimia tubuh jadi
lebih seimbang.
Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya lebih besar
mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan memindahkan lebih banyak
padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih kecil, khususnya dalam tingkat aliran darah
yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator memiliki permukaan membran area sekitar 0,8 sampai
2,2 meter persegi dan nilai KoA memiliki urutan dari mulai 500-1500 ml/min. KoA yang
dinyatakan dalam satuan ml/min dapat diperkirakan melalui pembersihan maksimum dari
dialisator dalm tekanan darah yang sangat tinggi dari grafik tingkat alirannya. Secara singkat
konsep fisika yang digunakan dalam hemodialisis adalah konsep fluida bergerak. Syarat fluida
yang ideal yaitu cairan tidak viskous (tidak ada geseran dalam), keadaan tunak (steady state)
atau melalui lintasan tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak termampatkan
(incompressible) serta mengalir dalam jumlah cairan yang sama besarnya (kontinuitas).
6
INDIKASI HEMODIALISIS
a. Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu :
- Indikasi absolute
beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut yaitu perikarditis, ensefalopati,
neuropati perifer, hiperkalemia dan asidosis metabolik, hipertensi maligna, edema paru,
oliguri berat atau anuria bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik,hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood uremic Nitrogen
(BUN) > 120 mg% dankreatinin > 10 mg%.2.
- Indikasi elektif
Indikasi elektif, yaitu Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) antara 5 - 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan
astenia berat (Sukandar, 2006).Laboratoriun abnormal: asidosis metabolik, azotemia
(kreatinin 8-12 mg%, BUN 100-120 mg%, CCT kurang dari 5-10 mL/menit)
b. Indikasi pada gagal ginjal stadium terminal
Indikasi dilakukannya hemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium terminal antara
lain karena telah terjadi:
- Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik)
- Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit misalnya: asidosis
metabolik,hiperkalemia dan hipercalsemia
- Edema paru sehingga menimbulkan sesak nafas berat
- Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptoms)
c. Indikasi pada gagal ginjal kronik
Pada umumnya indikasi dialisis pada Gagal Ginjal Kronik adalah bila laju filtrasi
glomerulus (GFR) kurang dari 5mL/menit (normalnya GFR mencapai 125 mL/menit) dan
dianggap baru perlu di mulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah:
- Keadaan umum buruk dan gejala klinisnya nyata
- Serum Kalium > 6 meq/L
7
- Ureum darah > 200 mg/dl
- pH darah < 7,1
- Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
- Fluid overloaded (papdi jilid 1 edisi V)
d. Indikasi dialisis pada gagal ginjal akut
Terapi dialisis pada gagal ginjal akut memudahkan dalam pemberian cairan dan
nutrisi.Indikasi terapi dialisis ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, bila
diberikan pada saatyang tepat dan cara yang benar akan memperbaiki morbiditas dan
mortalitas. Pada gagal ginjalakut berat yang pada umumnya dirawat di unit perawatan
intensif terapi dialisis diberikan lebihagresif. Menunda terapi dialisis pada gagal ginjal
akut berat hanya akan memperburuk gangguanfisiologis dengan konsekuensi
peningkatan mortalitas. Adapun indikasi dialisis pada gagal ginjalakut antara lain :
- Severe fluid overload
- Refractory hypertension
- Hiperkalemia yang tidak terkontrol
- Mual, muntah, nafsu makan kurang, gastritis dengan pendarahan
- Letargi, malaise, somnolence, stupor, coma, delirium, asterixis
tremor, seizures, perikarditis (risiko pendarahan atau tamponade)
- Perdarahan diathesis (epistaksis, pendarahan gastrointestinal dan lain-lain)
- Asidosis metabolik berat
- Blood urea nitrogen (BUN) > 70 ± 100 mg/dl
8
KONTRA INDIKASI HEMODIALISIS
Dalam kaitan dengan kontraindikasi absolut hemodialisis, ada sangat sedikit kontraindikasi
untuk hal ini dan mungkin yang yang paling sering adalah tidak adanya akses vaskuler dan
toleransi pada hemodialisis prosedur yang buruk, selain juga terdapat ketidakstabilan
hemodinamik yang parah. Kontraindikasi Relatif Terapi Dialisis antara lain :
- Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)
- Penyakit Alzheimer
- Multi-infarct dementia
- Sindrom Hepatorenal
- Sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati
- Hipotensi
- Penyakit terminal
- Organic brain syndrome
8. INDIKASI CAPD
CAPD merupakan terapi pilihan bagi pasien yang ingin melaksanakan dialysis sendiri di rumah,
indikasi CAPD adalah pasien-pasien yang menjalani HD rumatan (maintenence) atau HD kronis
yang mempunyai masalah dengan cara terapi yang sekarang, seperti gangguan fungsi atau
kegagalan alat untuk akses vaskuler, rasa haus yang berlebihan, hipertensi berat, sakit kepala
pasca dialysis dan anemia berat yang memerlukan transfusi.
Penyakit ginjal stadium terminal yang terjadi akibat diabetes sering di pertimbangkan sebagai
indikasi untuk dilakukan CAPD karena hipertensi, uremia dan hiperglikemia lebih mudah diatasi
dengan cara ini dari pada HD.
Pasien lansia dapat memanfaatkan teknik CAPD dengan baik jika keluarga atau masyarakat
memberikan dukungan. Pasien yang aktif dalam penanganan penyakitnya, menginginkan lebih
banyak kebebasan dan memiliki motivasi serta keinginan untuk melaksanakan
penanganan yang diperlukan sangat sesuai dengan terapi CAPD. Selain kemampuan pasien
dukungan dari keluarga untuk melasanakan CAPD harus di pertimbangkan ketika memilih
terapi ini.
9
Pasien memilih CAPD agar bebas dari ketergantungannya pada mesin, mengontrol sendiri
aktifitasnya sehari-hari menghindari pembatasan makanan meningkatkan asupan cairan,
menaikkan nilai hematokrit serum, memperbaiki kontrol tekanan darah, bebas dari keharusan
pemasangan jarum infus (venipuncture) dan merasa sehat secara umum meskipun CAPD
member kesan pasien tampak bebas, terapinya berlangsung secara kontinyu sehingga pasien
harus menjalani dialisis selama 24 jam /hari setiap hari. Sebagian pasien menganggap cara ini
membatasi kebebasanya dan memilih HD yang lebih bersifat intermiten.
KONTRAINDIKASI CAPD
Kontraindikasi dilakukan CAPD adalah adanya :
a. Perlekatan akibat pembedahan atau penyakit inflamasi sistemik sebelumnya. Perlekatan
akan mengurangi klirens solut.
b. Nyeri punggung kronis yang rekuren di sertai riwayat kelainan pada diskus
intervertebralis dapat diperburuk oleh tekanan cairan dialisat dalam abdomen yang
kontinyu
c. Adanya riwayat kolostomi, ileostomi, nefrostomi atau ilealc onduit dapat meningkatkan
resiko peritonitis walaupun tindakan operasi tersebut bukan kontraindikasi absolut
untuk CAPD.
d. Pasien dengan pengobatan imunosupresif akan mengalami komplikasi akibat
kesembuhan luka yang buruk pada lokasi pemasangan kateter.
e. Diverticulitis mengingat CAPD pernah disertai adanya rupture divertikulum.
f. Pasien dengan arthritis atau kekuatan tangan menurun karena akan memerlukan
bantuan dalam melaksanakan pertukaran cairan.
9. Penyebab anemia pada CKD
10
Jawbaan :
Faktor-faktor mungkin berkontribusi terhadap anemia pada penyakit ginjal kronis
termasuk kehilangan darah, masa hidup sel darah merah yang dipersingkat, “uremic
milieu”, defisiensi erythropoietin (EPO), kekurangan zat besi, dan peradangan.
Sayangnya, kita tahu sedikit tentang kontribusi relatif dari berbagai factor dan kondisi
pada tahap awal penyakit ginjal kronis.
a. Blood Loss
Pasien dengan penyakit ginjal kronis beresiko kehilangan darah akibat disfungsi
trombosit. Itu penyebab utama hilangnya darah adalah dialisis, terutama
hemodialisis, dan kehilangan hasil secara absolute pada kekurangan besi. Pasien
dengan hemodialisis akan kehilangan 3-5 gr besi tiap tahun. Normalnya, kita
kehilangan besi 1-2 mg perhari, jadi kehilangan besi pada pasien dialysis adalah 10-
20 lebih tinggi. Oleh karena itu, suplemen besi adalah andalan dari perbaikan
anemia.
b. Shortened red blood cell life span
Masa hidup sel darah merah akan berkurang sekitar sepertiga pada pasien dengan
hemodialisis.
c. Uremic milieu
Lingkungan yang uremik adalah istilah yang sering digunakan dalam upaya untuk
menjelaskan disfungsi organ multiple pada penyakit ginjal kronis. Dalam penelitian
in vitro, istilah telah dipanggil ketika sel kultur terkena serum dari pasien dengan
penyakit ginjal kronis dengan hasil yang menirukan beberapa pengamatan klinis.
Misalnya, serum yang uremik telah menunjukkan terjadinya hambatan
pembentukan sel darah merah pada sumsum tulang. Namun, kurangnya kekhususan
dalam studi ini telah dikritik karena serum ini juga mempengaruhi sel-sel lainnya.
Dalam penelitian in vivo, konsep lingkungan yang uremik dapat menjelaskan
mengapa tingkat dan prevalensi anemia berkorelasi dengan keparahan penyakit
11
ginjal. GFR lebih rendah dari 60 mL/minute/1.73 m2 telah dikaitkan dengan
prevalensi anemia, yang mencapai 75% dalam beberapa studi.
Selain itu, dalam sebuah penelitian pada pasien yang telah menerima hemodialisis,
hematokrit naik ketika intensitas dialysis meningkat, mengisyaratkan bahwa
mengurangi uremia mengembalikan atau memperbaiki fungsi sumsum tulang.
d. EPO deficiency
Defisiensi EPO dianggap paling penting penyebab anemia pada penyakit ginjal
kronis. Para peneliti mengatakan bahwa sel peritubular yang menghasilkan EPO
sebagian atau seluruhnya habis atau terluka saat berlangsungnya penyakit ginjal,
sehingga produksi EPO menurun.
e. Besi dikirim ke eritrosit matang oleh protein yang disebut transferin, yang
mengangkut baik besi yang diserap dan besi yang dilepaskan dari makrofag
(terutama dari daur ulang sel darah merah). Homeostasis besi tampaknya diubah
pada penyakit ginjal kronis. Untuk alasan yang belum diketahui (mungkin
kekurangan gizi), level transferin pada penyakit ginjal kronis adalah setengah sampai
sepertiga dari tingkat normal, mengurangi kapasitas dari transport besi. Situasi ini
kemudian diperburuk oleh ketidakmampuan untuk melepaskan besi yang tersimpan
dari makrofag dan hepatosit dalam penyakit ginjal kronis.
- Berkurangnya level transferin pada penyakit ginjal kronis mengurangi
kemampuan untuk mengangkut besi ke sumsum tulang.
- Makrofag mengambil besi dari sel darah merah yang telah dirusak, pada
penyakit ginjal kronis, pelepasan besi dari makrofag untuk transferring di
blok.
12
13