BAB I
PENDAHULUAN
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) dan Sindrom Steven-Johnson (SSJ) adalah sindrom
reaksi mukokutan akut ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis yang luas dan
dapat menyebabkan kematian. Lesi awal berupa makula eritematosa kemudian berkembang
progresif menjadi lesi lepuh kendur, dan selanjutnya terjadi pengelupasan epidermis. Kedua
penyakit ini mirip dalam gejala klinis dan histopatologis, faktor risiko, penyebab, dan
patogenesisnya, sehingga saat ini digolongkan dalam proses yang identik, hanya dibedakan
berdasarkan keparahan saja. Pada SSJ, terdapat epidermolisis sebesar <10% luas permukaan
tubuh (LPB), sedangkan pada NET >30%. Keterlibatan 10%-30% LPB disebut sebagai overlap
SSJ-NET (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012).
NET dan SSJ adalah penyakit langka dengan angka kejadian 1,89 kasus per satu juta
penduduk per tahun dilaporkan oleh Jerman Barat dan Berlin pada tahun 1996. La Granat dkk
melaporkan hasil yang sama, dengan 1,9 kasus per satu juta penduduk per tahun berdasarkan
semua kasus yang dilaporkan kepada FDA AERS di Amerika Serikat. Insiden yang lebih rendah
dilaporkan oleh Chan et al di Singapura. Penyakit ini dapat terjadi pada setiap usia, terjadi
peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun. Biasanya perempuan lebih banyak (perempuan :
laki-laki sebesar 1,5 : 1). Sebagian besar NET-SSJ disebabkan karena alergi obat. Berbagai obat
dilaporkan merupakan penyebab NET-SSJ. Infeksi juga dapat menjadi penyebab NET-SSJ,
misalnya infeksi virus dan Mycoplasma (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et
al, 2012; Harr & French, 2010).
1
Dasar diagnosis NET-SSJ adalah anamnesis yang teliti tentang kronologis perjalanan
penyakit, disertai hubungan waktu yang jelas dengan konsumsi obat tersangka, dan gambaran
klinis lesi kulit dan mukosa. Adapun tatalaksana yang optimal berupa: deteksi dini dan
penghentian segera obat tersangka, serta perawatan suportif di rumah sakit. Dalam perjalanan
penyakitnya, NET-SSJ dapat mengalami penyulit yang mengancam nyawa berupa sepsis dan
multiple organ failure. Prognosis NET-SSJ dapat diperkirakan berdasarkan skala SCORTEN
(Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012). .
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
NET-SSJ merupakan episode reaksi mukokutan akut yang paling sering dicetuskan oleh obat,
dan terkadang oleh infeksi dan neoplasma. Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat atau
identik dan hanya dibedakan oleh luasnya area permukaan tubuh (BSA= Body Surface Area)
yang terkena. NET-SSJ ditandai oleh makula ireguler (lesi target atipikal) yang cepat meluas
serta keterlibatan lebih dari 1 mukosa (oral, konjungtiva, dan anogenital). Pada NET terdapat
eritema yang luas, nekrosis dan lepasnya epidermis yang menyerupai luka bakar. Gejala
konstitusional dan keterlibatan organ dalam sering menyertai penyakit ini. Pada prinsipnya SJS
dan NET merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Angka kematian pada toksik
epidermal nekrolisis ditemukan cukup signifikan (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006;
French et al, 2012).
Dalam Standar Pelayanan Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS dr. Hasan Sadikin
tahun 2005, Sindrom Stevens Johnson didefinisikan sebagai suatu kumpulan gejala yang timbul
secara akut mengenai kulit dan mukosa mulut, mata dan genital disertai gejala konstitusi, yang
bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat menimbulkan kematian. Sedangkan Epidermal
Nekrolisis Toksik didefinisikan sebagai penyakit kulit yang bersifat akut, ditandai dengan adanya
epidermolisis, dapat disertai dengan kelainan di selaput lendir. Saat ini sulit untuk menarik suatu
garis tegas untuk membedakan SJS-NET dengan bentuk yang lebih berat dari eritema
multiforme (Djuanda, 2007).
3
2.2 Epidemiologi
NET dan SSJ adalah penyakit langka dengan angka kejadian 1,89 kasus per satu juta
penduduk per tahun dilaporkan oleh Jerman Barat dan Berlin pada tahun 1996. La Granat dkk
melaporkan hasil yang sama, dengan 1,9 kasus per satu juta penduduk per tahun berdasarkan
semua kasus yang dilaporkan kepada FDA AERS di Amerika Serikat. Insiden yang lebih rendah
dilaporkan oleh Chan et al di Singapura. Penyakit ini dapat terjadi pada setiap usia, terjadi
peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun. Biasanya perempuan lebih banyak (perempuan :
laki-laki sebesar 1,5 : 1). Penyakit menular tertentu mungkin berdampak pada kejadian NET dan
ini jelas pada kasus HIV di mana kejadian tahunan adalah sekitar 1000 kali lipat lebih tinggi
daripada populasi umum, dengan sekitar 1 kasus per 1000 per tahun pada populasi HIV-positif.
(Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012; Harr & French, 2010).
2.3 Etiologi
1. Kerentanan genetik
Faktor genetik yang berhubungan dengan hipersensitivitas obat adalah masalah yang
kompleks yang telah dipelajari dalam berbagai populasi dengan berbagai latar belakang etnis.
Dalam sebuah studi di Eropa, genotipe HLA-B ditemukan pada pasien dengan reaksi kutaneus
yang berat yang disebabkan oleh dua obat yaitu karbamazepine dan allopurinol dan tiga obat
yang lain. (sulfamethoxazole, lamotrigin dan NSAID dari jenis –oxicam) (Djuanda, 2007;
Harr&French, 2010).
2. Obat-obatan
Paparan obat dan reaksi hipersensitivitas merupakan penyebab mayoritas dari kasus SSJ /
NET. Pada sebagian besar kasus, allopurinol merupakan penyebab yang paling umum dari SSJ /
4
NET di Eropa dan Israel, dan kebanyakan pada pasien yang menerima dosis harian lebih kurang
200 mg.
Gambar 2.1 Daftar Obat Penyebab Epidermal Nekrolisis (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008)
Etiologi sama dengan SSJ. Penyebab utama juga alergi obat yang berjumlah 80-95% dari
semua pasien. Pada sebuah penelitian selama 5 tahun (1998-2002), penyebab utama ialah derivat
penisilin (24%), disusul oleh parasetamol (17%) dan karbamazepin (14%). Penyebab yang lain
ialah analgetik/antipiretik yang lain, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, jamu dan
aditif. Dalam sebuah penelitian case control dari pasien rawat inap untuk SSJ/NET di beberapa
rumah sakit di Perancis, Jerman, Italia dan Portugal antara tahun 1989 dan 1993, Roujeau et al.
melaporkan bahwa obat-obatan di bawah ini memiliki resiko tinggi untuk memicu terjadinya
SSJ/NET, antara lain:
a.Penggunaan jangka pendek.
Sulfametoksazol/trimetoprim, sulfonamid, aminopenicillins, kuinolon, sefalosporin, dan
kortikosteroid.
b.Penggunaan jangka panjang.
5
Carbamazepine, fenitoin, fenobarbital, asam valproik, lamotrigin, NSAIDs (terutama jenis -
oxicam), allopurinol.Risiko induksi SSJ / NET tertinggi terjadi selama 2 bulan pertama
pengobatan dan setelah itu akan mengalami penurunan risiko secara cepat (Djuanda, 2007;
Harr&French, 2010).
2.4 Patogenesis
Mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya NET belum diketahui
secara pasti. Tetapi, mekanisme imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi dan
interaksi diantara keduanya diduga merupakan patogenesis timbulnya NET. NET ialah bentuk
parah dari SSJ. Sebagian kasus-kasus SSJ berkembang menjadi NET. Imunopatogenesis yakni
merupakan reaksi tipe II (sitolitik). Studi immunopatologik mendemonstrasikan kemunculan dari
CD8+ limposit T pada epidermis dan dermis dalam reaksi bentuk bulla, dengan ciri-ciri sel yang
mirip natural killers pada fase awal, dimana monosit akan muncul pada fase akhir. Beberapa
sitokin penting yaitu interleukin 6, TNF-α, dan Fas-L juga muncul pada lesi kulit pasien NET.
TNF mungkin juga berperan penting. Molekul ini muncul pada lesi epidermis, cairan lepuh, dan
dalam sel mononuclear perifer dan makrofag. Sekarang ditemukan teori genetika yang juga
berperan penting (Djuanda, 2007).
6
Gambar 2.2 Patogenesis NET-SJS
Pada penderita NET ditemukan, keratinosit mengalami apoptosis yang luas. Kondisi ini
dipicu oleh adanya gangguan detoksifikasi metabolit obat yang bersifat reaktif. Hal ini kemudian
menginisiasi respon sistem imun tubuh membentuk kompleks antigen yang kemudian
menghasilakn sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-6, TNF-α, interferon-γ, IL-18 dan Fas
Ligand (FasL). Pada kondisi normal, apoptosis sel segera dieliminasi pada tahap awal oleh
fagosit. Namun, pada kondisi seperti NET apoptosis yang luas terjadi sehingga kemampuan
fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi nekrosis dan
menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon inflamasi (Harr&French, 2010;
Djuanda, 2007).
Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat rendah dan terlokalisir di
dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat NET, ditemukan level FasL yang disajikan oleh
kratinosit tinggi dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi interaksi antara
Fas dan FasL. Setelah kontak terjadi FasL menginduksi Fas multimerasi dan mengirimkan signal
7
yang cepat sehingga terjadi kematian cell akibat apoptosis. Semakin lausnya apoptosis semakin
menyebabkan destruksi epidermis yang luas pula (Harr & French 2010; Djuanda, 2007).
2.5 Gambaran Klinis
Gejala utama pada NET adalah epidermolisis. Gejala atau tanda yang lain dapat menyertai
NET bergantung pada sel sasaran yang dikenai, misalnya akan terjadi leukopenia bila sel
sasarannya leukosit. Dapat terlihat purpura jika trombosit jadi sasarannya.
Gejala klinis NET dimulai dalam 8 minggu (biasanya 4 sampai 30 hari) setelah konsumsi
obat. Hanya dalam kasus yang sangat jarang, reaksi dengan obat yang sama muncul lebih cepat,
dalam waktu beberapa jam. Apapun gejala awal yang berkembang dengan cepat, adanya tanda-
tanda baru, sakit yang parah, dan gejala konstitusional harus diwaspadai sebagai gejala
timbulnya suatu penyakit yang parah (Valeyrie & Roujeau, 2012; Harr & French 2010).
1. Fase akut
Gejala awal dari nekrolisis epidermal toksik (NET) dan sindrom Stevens-Johnson (SSJ)
mungkin tidak spesifik dan meliputi gejala seperti demam, mata pedih, dan ketidaknyamanan
saat menelan. Biasanya, gejala ini mendahului manifestasi pada kulit dalam beberapa hari.
Awalnya daerah kulit yang terpapar adalah wilayah presternal dari trunkus dan wajah, dan juga
telapak tangan dan kaki. Keterlibatan (eritema dan erosi) dari bukal, alat kelamin, dan/atau
mukosa okular terjadi pada lebih dari 90% pasien, dan dalam beberapa kasus saluran pernapasan
dan traktus gastrointestinalis juga terlibat (Valeyrie & Roujeau, 2012; Harr & French 2010). .
Biasanya, bagian distal lengan serta kaki relatif terhindar, tetapi lesi dengan cepat dapat
meluas ke seluruh tubuh dalam beberapa hari dan bahkan dalam beberapa jam. Lesi kulit awal
ditandai dengan eritematosa, berwarna merah gelap, makula purpura, berbentuk iregular, yang
semakin lama semakin menyatu. Lesi target atipikal dengan bagian tengah yang gelap sering
8
diamati. Penyatuan lesi nekrotik menyebabkan eritema meluas dan menyebar. Tanda Nikolsky,
atau terlepasnya epidermis dengan tekanan lateral, positif pada zona eritematosa. Pada tahap ini,
lesi menjadi rapuh dan dapat menyebar dengan tekanan dan mudah pecah (Valeyrie & Roujeau,
2012; Harr & French 2010). .
Tanda-tanda pada kulit yang disebutkan di atas yang berhubungan dengan keterlibatan
mukosa, merupakan tanda bahaya yang jelas dan dapat dikonfirmasi dengan cepat melalui biopsi
kulit dengan cryosection. Pemeriksaan histologis termasuk analisis imunofluoresensi biopsi kulit
juga penting dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti penyakit autoimun,
bullous fixed drug eruption, eksantematik pustulosis generalisata akut.
Gambar 2.3 Erupsi awal. makula eritematosa merah kehitaman (lesi target atipikal yang datar) yang semakin
menyatu dan menunjukkan perlepasan epidermal (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008)
9
Gambar 2.4 Erupsi pada fase lebih lanjut. Lepuhan dan pelepasan epidermal memicu erosi luas yang menyatu
(Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008)
Gambar 2.5 Nekrosis epidermal lengkap ditandai dengan area erosi yang luas mengingatkan gambaran kulit yang
tersiram air panas (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008).
10
Kelainan mata pada awal timbulnya penyakit sering terjadi, bisa berupa konjungtivitis akut,
edema kelopak mata, eritema, krusta dan sekret okular, sampai timbulnya bentuk membran atau
pseudomembran konjungtiva, erosi kornea, dan dalam kasus yang parah dapat menimbulkan
parut pada lesi, symblepharon (adhesi sebagian atau seluruhnya dari palpebral konjungtiva
kelopak mata ke konjungtiva bulbar dari bola mata), pemendekan forniks, dan ulserasi kornea.
Tingkat keparahan manifestasi akut pada mata tidak memprediksi komplikasi akhir (Valeyrie &
Roujeau, 2012; Harr & French 2010).
Pada tahap kedua, terjadi perkembangan yang luas dari pelepasan epidermal. Ketika tidak
ada pelepasan epidermal, pemeriksaan kulit yang lebih rinci harus dilakukan dengan memberi
tekanan mekanis tangensial pada beberapazona eritematosa (tanda Nikolsky). Tanda Nikolsky
positif jika tekanan mekanis memicu pelepasan epidermal, tetapi hal ini tidak spesifik untuk NET
atau SSJ, karena dapat juga menjadi positif pada penyakit kulit bulosa yang merupakan penyakit
autoimun. Tingkat keterlibatan kulit merupakan faktor prognostik utama. Perlu ditekankan
bahwa hanya kulit nekrotik, yang sudah terlepas (misalnya lepuh, erosi) atau kulit yang dilepas
(Nikolsky positif) yang dimasukkan dalam evaluasi keterlibatan kulit.
2. Fase lanjut
Kecacatan merupakan gambaran umum pada fase akhir NET. Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Magina et al., berikut adalah gejala yang ditemukan: hiperpigmentasi dan
hipopigmentasi dari kulit (62,5%), distrofi kuku (37,5%), dan komplikasi pada okular.
Berdasarkan studi dari Yip et al., 50% pasien dengan NET mengalami komplikasi okular akhir
meliputi, mata kering yang parah (46% kasus), trichiasis-kedudukan bulu mata yang tumbuh
kembali ke arah mata, menyentuh kornea atau konjunktiva (16%), symblepharon (14%),
distichiasis–bulu mata yang timbul daripada tempat yang tidak normal pada kelopak mata (14%),
11
hilangnya penglihatan (5%), entropion-kelopak mata (biasanya bagian bawah) terlipat
masuk(5%), ankyloblepharon-lekatan tepi bulu mata bagian antara satu sama lain (2%),
lagophthalmos (2%), danulserasi kornea (2%) (Valeyrie & Roujeau, 2012; Harr & French 2010).
2.6 Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Hal yang
terpenting yaitu adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Semua kasus yang dicurigai
NET harus dilakukan biopsi kulit dan hapusan immunofluoresensi harus dipertimbangkan jika
diduga pemphigus / pemphigoid. Laboratorium didapatkan adanya leukositosis, peningkatan
enzim transaminase serum, albuminuria, gangguan fungsi ginjal, dan ketidakseimbangan
elektrolit. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi TBC dan
bronkopneumonia. Pemeriksaan histopatologi, lesi awal menunjukkan apoptosis keratinosit
lapisan suprabasal dan pada lesi lanjut didapatkan adanya nekrosis di seluruh lapisan epidermis,
kecuali stratum korneum, dan terpisahnya lapisan epidermis dan dermis.
Tanda-tanda klinis yang khas pada awalnya meliputi area eritematosa dan makula pucat pada
kulit dimana Nikolsky sign positif dapat ditunjukkan oleh tekanan mekanis pada kulit yang
mengakibatkan pelepasan epidermis dalam beberapa menit hingga beberapa jam ditandai dengan
adanya lecet. Epidermis yang menjadi nekrosis mudah terlepas pada titik tekanan atau pada
trauma geseran menampakkan area terbuka yang luas, merah, kadang-kadang menjalar ke
dermis. Pada area yang lain, masih terdapat epidermis (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al,
2006; French et al, 2012; Harr & French, 2010).
12
Gambar 2.6 Klasifikasi NET-SSJ berdasarkan LPB (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008).
Pasien diklasifikasikan dalam satu dari tiga kelompok berdasarkan area total di mana
epidermis dapat terlepas (detachable). Nikolsky positif:
1. Sindrom Steven-Johnson < 10% BSA
2. Sindrom Steven-Johnson / NET overlap : 10 – 30 % BSA
3. NET > 30 % BSA.
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang utama dari SSJ/NET adalah penyakit autoimun, termasuk dermatosis
IgA linear dan dermatosis pemphigus paraneoplastik, juga pemfigus vulgaris dan pemfigoid
bulosa, exanthematous pustulosis akut (AGEP), bulla diseminata dari erupsi obat, dan
staphyloccocal scalded skin syndrome (SSSS). SSSS adalah salah satu diferensial diagnosis yang
paling pentingdi masa lalu, tapi saat ini kejadian sudah sangat rendah dengan 0,09 dan 0,13 kasus
per satu juta penduduk per tahun (Harr&French, 2010)
13
a. Dermatosis IgA linear
Gambar 2.7 Dermatosis Linear IgA. Annular dan vesikel berkelompok, bulla. Awalnya, lesi tegang,
tetapi menjadi lembek setelah pecah.
b. Dermatosis pemfigus paraneoplastic
Gambar 2.8 Paraneoplastic pemphigus. Erosi parah meliputi hampir seluruh mukosa rongga mulut.
Lesi yang sangat menyakitkan mengganggu asupan makanan yang cukup.
c. Pemfigus vulgaris
14
Gambar 2.9 Pemfigus vulgaris. Lesi awal klasik: lembek, mudah pecah, vesikel danbulla pada kulit
tampak normal. Vesikel yang pecah menyebabkan erosi yang kemudian menjadi krusta.
d. Pemfigus bulosa
Gambar 2.10 Pemfigoidbullosa . Beberapa bulla serosa yang tegang terlihat pada kaki dan lengan
seorang laki-laki dengan HIV. Setelah bulla pecah , muncul seperti lembaran berkerut meliputi erosi
seperti yang terlihat di kaki kanan bawah dan pergelangan tangan. Perlepasan lapisan epidermal ini
kemudian memperlihatkan erosi merah terang dan ini akan kemudian ditutupi oleh krusta.
e. Exanthematous pustulosis akut (AGEP)
Gambar 2.11 Erupsi obat Pustular: Pustulosis exanthematous akut (AGEP). Lesi AGEP menunjukkan
beberapa pustula nonfollicular kecil dengan latar belakang eritema difus yang pertama kali muncul di
lipatan besar dan kemudian menutupi seluruh badan dan wajah.
15
f. Staphyloccocal scalded skin syndrome (SSSS)
Gambar 2.12 Staphyloccocal scalded skin syndrome. Pada bayi ini, kulit yang terkelupas sangat menyakitkan, terjadi difus eritema diikuti oleh pengelupasan epidermal dan erosi. S. aureustelah
menyebar sampai ke saluran pernafasan dengan perioral
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada stadium akut
Manajemen penatalaksanaan pada NET dalam tahap akut yang pertama-tama adalah
mengevaluasi keparahan dan prognosis penyakit ini, mengidentifikasi dengan cepat dan
segera menghentikan penggunaan obat yang menjadi penyebab timbulnya NET, cepat
memulai pengobatan dan perawatan yang suportif dengan penanganan yang tepat, dan
kemudian terapi khusus dengan menggunakan obat (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al,
2006; French et al, 2012; Ho, 2008).
Evaluasi cepat untuk menentukan tingkat keparahan dan prognosis
16
Segera setelah diagnosis SSJ atau NET telah ditetapkan, tingkat keparahan dan
prognosis penyakit harus ditentukan sehingga dapat dengan
cepat menentukan penanganan medis yang tepat untuk pengelolaan tindakan
selanjutnya. Untuk mengevaluasi prognosis pada pasien dengan SSJ / NET, divalidasi
dengan menggunakan SCORTEN sebagai sistem penilaian tingkat keparahan. Hanya
pasien dengan kerusakan kulit ringan dan skor SCORTEN antara 0-1 yang dapat
dirawat bada bangsal umum.Pasien dengan skor SCORTEN 3 atau lebih dari itu harus
dikelola dalam unit perawatan intensif jika memungkinkan.
Penghentian cepat obat yang menjadi penyebab
Penghentian segera obat yang menjadi penyebab harus menjadi prioritas utama
ketika lepuh atau erosi muncul dalam perjalanan dari erupsi obat. Garcia-Doval et al.
telah menunjukkan bahwa obat yang menjadi penyebab dihentikan penggunaannya
dengan segera ketika didiagonosis NET, maka semakin baik prognosis, dan bahwa
pasien yang menggunakan obat yang dicurigai sebagai penyebab dalam jangka panjang,
maka akan meningkatkan risiko kematian yang lebih besar. Untuk mengidentifikasi
obat yang menjadi penyebab maka penting untuk mempertimbangkan kronologi
pemberian obat dan obat-obatan yang dilaporkan mampu menginduksi NET. Kronologi
pemberian obat yang menjadi penyebab, atau waktu antara penggunaan obat pertama
kali dan pengembangan NET, adalah antara 1 dan 4 minggu pada sebagian besar kasus.
2. Terapi Simtomatik
SJS/NET adalah kondisi yang mengancam kehidupan dan karena itu perawatan suportif
merupakan bagian penting dari pendekatan terapi. Studi beberapa pusat penelitian yang
17
dilakukan di Amerika Serikat, dan 15 pusat kebakaran regional dengan 199 pasien yang
dirawat, menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup - tergantung dari keparahan
penyakit (nilai APACHE- Acute Physiology And Chronic Health Evaluation- dan TBSA =
Total luas permukaan tubuh) - secara signifikan lebih tinggi di pasien yang dipindahkan atau
dirawat di unit luka bakar dalam waktu 7 hari setelah onset penyakit dibandingkan dengan
pasien dirawat setelah 7 hari (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al,
2012).
Manajemen cairan, elektrolit, respirasi dan infeksi
Sebuah elemen penting dari perawatan suportif adalah manajemen cairan, elektrolit,
respirasi dan infeksi. Cairan intravena harus diberikan untuk mempertahankan output
urine 50 - 80 ml per jam dengan 0,5% NaCl dilengkapi dengan 20 mEq KCl. Terapi
penggantian dini dan agresif yang tepat diperlukan dalam kasus hiponatremia,
hipokalemia atau hipofosfatemia yang cukup sering terjadi. Luka harus diperlakukan
secara konservatif, tanpa debridement kulit yang sering dilakukan di unit luka bakar,
karena kulit yang melepuh itu sebenarnya bertindak sebagai pengganti biologis alami
yang kemungkinan dari situ akan terjadi re-epitelisasi. Harus mengobati luka tanpa
menutupi, dan obat topikal yang mengandung sulfa harus dihindari.
Kehilangan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit harus dimonitor dan diperbaiki.
Jalur perifer lebih dianjurkan daripada pemasangan di pusat, yang memiliki kesempatan
lebih tinggi terhadap infeksi, tetapi akses vena perifer yang baik biasanya sulit untuk
ditemukan. Semua tempat pemasanganharus diperiksa untuk tanda-tanda infeksi setiap
hari dan dua kali seminggu penggantian kateter IV untuk dikultur. Dukungan nutrisi
dengan NGT membantu penyembuhan. Laju pernapasan dan pemantauan oxymeter
18
penting dilakukan. Naiknya tingkat urea, glukosa darah di atas 14mm / L dan
neutropenia merupakan faktor prognostik yang tidak menguntungkan dan harus selalu
dipantau.
Sepsis adalah penyebab utama kematian. Kultur harus sering diambil dari erosi kulit,
erosi mukosa, darah dan urin untuk mendapatkan mikrobiologi dan profil kepekaannya.
Tanda-tanda infeksi harus dimonitor dan antibiotik sistemik harus segera diberikan bila
tanda-tanda infeksi (demam atau jatuh suhu tubuh, ketelitian, hipotensi,penurunan
output urin, kegagalan pernapasan, kontrol glikemik yang buruk dan gangguan
kesadaran, dll) terdeteksi. Antibiotik profilaksis kontraindikasi karena ini akan
mendorong munculnya strain resisten.
Perawatan luka dan kontrol penanganan nyeri
Perawatan luka dan kontrol penanganan nyeri luka telaten adalah hal utama untuk
pengelolaan SSJ dan NET. Perawatan luka yang baik mengurangi kemungkinan infeksi
dan rasa sakit. Tidak ada protokol standar pada penutupan luka. Suhu lingkungan dijaga
pada tingkat 28-30 Celcius untuk mencegah hipotermia. Debridement epidermis
nekrotik tidak diperlukan. Kontrol nyeri yang sering adekuat membutuhkan
penanganan dengan analgesia golongan morfin. Depresi pernapasan harus diwaspadai
jika opiat digunakan. Ulserasi mukosa mulut biasa sangat nyeri dan menyakitkan.
Penggunaan Chlorhexidine (produk antiseptik berspektrum luas, tidak mengiritasi, dan
aman untuk kulit) membantu dalam menjaga kebersihan dan parafin putih yang lembut
di bibir mengurangi rasa sakit. Komplikasi pada mata dapat mengakibatkan kebutaan
dan perawatan dokter mata juga diperlukan. Air mata buatan, antibiotik tetes mata
diperlukan.
19
3. Terapi Spesifik
Karena pentingnya mekanisme imunologi dan sitotoksik, sejumlah besar terapi
immunosupresif dan / atau anti-inflamasi telah banyak diuji untuk menghentikan
perkembangan penyakit. tidak ada yang jelas terbukti kemanjurannya. Sampai saat ini,
belum ada terapi khusus untuk SJS / NET yang telah menunjukkan keberhasilan dalam uji
klinis terkontrol (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012; Ho,
2008). Beberapa modalitas pengobatan yang diberikan selain perawatan suportif dilaporkan
dalam literatur sebagai berikut :
Imunoglobulin Intravena (IVIG)
Secara teoritis yang terbaik adalah untuk memberikan IVIG pada masa awal (dalam
waktu 24-72 jam sejak kemunculan bula yang pertama). Usulan untuk menggunakan
IVIG dosis tinggi didasarkan pada demonstrasi bahwa kematian sel mediasi fas dapat
dicegah dengan pemberian anti-fas padamanusia dengan imunoglobulin normal.
Sebagai konsekuensi dari demonstrasi dan temuan potensi anti-Fas dari kumpulan
imunoglobulin intravena manusia (IVIG) in vitro, IVIG telah diuji untuk pengobatan
NET, dan efeknya dilaporkan dalam berbagai penelitian. Pemberian dosis awal yang
tinggi melalui infus (1-2 g / kg / hari selama 3-4 hari pada orang dewasa). Beberapa
studi telah menyarankan dosis yang lebih tinggi dari 3g/kg dosis total yang diberikan
selama 3 hari memiliki efek lebih baik atas dosis rendah 2g/kg dosis total. Namun
mengingat tidak ada efek samping yang merugikan dari IVIG sesuai data yang ada
sampai saat ini, maka penulis berpendapat bahwa imunoglobulin dosis tinggi (3 g / kg
dosis total yang diberikan selama 3-4 hari) harus dipertimbangkan dan dilakukan
20
bersamaan dengan perawatan suportif untuk pengobatan NET, mengingat tidak adanya
alternatif terapi spesifik yang telah diuji validitas lainnya.
Kortikosteroid Sistemik
Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversi. Steroid menjadi standar
pengobatan sampai awal 1990-an, meskipun dalam pengujian terbukti tidak terlalu
bermanfaat. Karena itu sampai sekarang pengobatan dengan menggunakan steroid
masih terus menjadi perdebatan. Sebuah penelitian pusat studi terbaru menunjukan
penggunaan kortikosteroid dosis tinggi (dexametason) 40 mg iv / hari yang cepat di
awal mungkin bermanfaat. Di sisi lain, sebuah studi yang dilakukan oleh Schneck et al.,
di Prancis dan juga di Jerman menyimpulkan penggunaan kortikosteroid tidak
menunjukkan dampak yang signifikan dalam hal pencegahan kematian dibandingkan
dengan hanya perawatan secara suportif.
Siklosporin A
Siklosporin, kalsineurin-inhibitor, adalah obat yang efisien dalam transplantasi dan
penyakit autoimun adalah agen imunosupresi yang kuat dan secara teoritis mungkin
berguna dalam pengobatan.
Plasmaparesis atau hemodialisis (HD)
Rasionalnya, penggunaan plasmaparesis atau HD bertujuan agar mengeluarkan obat
yang masih tersisa dalam tubuh karena belum dimetabolisme habis serta mencegah
pelepasan mediator inflamasi sererti sitokin.
2.9 Komplikasi
Infeksi sistemik dan septisemia
Syok dan gagal multi-organ (MODs)
21
Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan
cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis.
Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan; ini
menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada dehidrasi dan
kekurangan gizi.
Pengelupasan konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya bisa menyebabkan
kebutaan.
Infeksi kulit oleh bakteri, scars and nail dystrophy, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi
Adhesi genital dyspareunia, nyeri dan perdarahan
Pneumonia atau respiratory failure (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French
et al, 2012).
2.10 Prognosis
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika disebabkan alergi
terhadap obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit, prognosisnya buruk.
Luas kulit yang terkena mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan
leukopenia. Angka kematian NET 30-35%, jadi lebih tinggi daripada SindromSteven -Johnson
yang hanya 5 % atau 10-15% pada bentuk transisional, karena NET lebih berat. SCORTEN
merupakan sistem skoring prognostik yang dikembangkan untuk menghubungkan mortalitas
dengan parameter yang terpilih (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al,
2012).
22
Gambar 2.13 Prognosis NET-SJS (SCORTEN) Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008.
23
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 53 tahun
Alamat : Jombang
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Pendidikan : SD
Status Pernikahan : Sudah menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 24 Agustus 2015
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan Alloanamnesis (istri pasien) dilakukan pada hari Senin, tanggal 24
Agustus 2015 pukul 12.00 WIB di ruang cempaka RSUD Jombang.
3.2.1 Keluhan Utama
Seluruh kulit di tubuhnya mengelupas seperti terbakar.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh seluruh kulit di tubuhnya mengelupas dan menghitam seperti terbakar sejak
3 hari yang lalu. Pasien tidak merasakan nyeri ataupun kepanasan pada kulit tubuh yang
mengelupas dan menghitam. Pasien hanya mengeluh nyeri saat menelan dan mulutnya terasa
24
perih. Selain itu, pasien juga mengeluh pandangannya kabur (kabur ketika melihat jarak jauh
atau dekat), mata terasa perih, dan sangat kering. Awalnya (4 hari yang lalu) pasien datang ke
IGD RSUD Jombang dengan keluhan timbul gelembung-gelembung berisi cairan hampir
diseluruh tubuhnya kecuali di daerah kelamin, kulit sekitar gelembung makin kemerahan dan
mengelupas, gelembung-gelembung tersebut ukurannya kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di
beberapa daerah seperti wajah gelembung-gelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas,
terlihat kemerahan dan basah serta terasa perih dan panas. Sebelumnya 9 hari yang lalu, pasien
mengeluh sakit kepala dan badan meriang, selanjutnya pasien meminum obat pegel linu yang
dibeli di warung tradisional (merk insane). Setelah 24 jam meminum obat, pasien mengeluh
demam, demam yang dirasakan tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Pasien
juga mengeluh badannya lemas serta batuk pilek. Selain itu juga timbul bintik-bintik merah pada
kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama
menyebar hampir keseluruh tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas,
Awalnya ukuran bintik-bintik merah sebesar ujung pentul jaram lalu membesar dengan cepat
yang kemudian menjadi pelentingan berisi cairan berdinding kendur dan beberapa sudah
mengelupas. Oleh keluarga, pasien di bawa ke RS Swasta di Jombang, pasien opname selama 4
hari tetapi pasien merasa tidak ada perubahan sehingga datang sendiri ke RSUD Jombang (tanpa
disertai rujukan). Keluhan lain yang dirasakan sekarang: nafsu makan turun karena nyeri saat
menelan (+), demam (-), mual muntah (-), sesak napas (-), sakit kepala (-), BAK dan BAB (dbn).
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Dua tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu timbul bercak
kehitaman setelah minum obat asam urat (lupa merk), tetapi tidak sampai opname.
Riwayat asma/ mengi (disangkal)
25
Riwayat rhinitis (disangkal)
Riwayat alergi makanan (disangkal)
Riwayat diabetes mellitus (disangkal)
Riwayat hipertensi (disangkal)
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa (disangkal)
Riwayat asma/ mengi (disangkal)
Riwayat rhinitis (disangkal)
Riwayat alergi makanan (disangkal)
3.2.5 Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Selama opname di RS Swasta di Jombang, pasien mendapat terapi infus, dan obat yang
disuntik (lupa merk).
Sejak 3 bulan terakhir sering minum obat anti nyeri yang di jual di warung (sering
berganti merk)
3.2.6 Riwayat Pribadi, Sosial, dan Ekonomi
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
Pendapatannya cukup untuk makan dan keperluan sehari-hari keluarganya. Pasien berobat
dengan fasilitas umum.
26
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, irama regular, kekuatan cukup
Suhu : 37,4°C
Pernafasan : 22 x/menit
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 90 kg
Status gizi : Overweight
Kepala : Normocephali, rambut hitam beruban, distribusi merata, terdapat
kelainan kulit wajah (sesuai status dermatologis)
Mata : Palpebra superior & inferior membengkak, krusta, makula
eritematosa, konjungtiva hiperemis, sklera hiperemis, injeksi
konjungtiva dan lakrimasi.
Telinga : Normotia, sekret purulen (+/+), terdapat kelainan kulit (lihat
status dermatologis)
Hidung : Normal, sekret (-/-),terdapat kelainan kulit (lihat status
dermatologis)
Mulut : Terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)
27
Thorax
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris, terdapat
kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi
o Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
o Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung simetris, terdapat kelainan kulit (sesuai status
dermatologikus)
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bising Usus+Normal
Genitalia : (sesuai status dermatologikus)
Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,
terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,
terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)
28
Status Dermatologis:
1. Lokasi : Regio Fasialis
Effoleresensi : dijumpai epidermal detachment dengan dasar basah,
makula eritematosa batas tidak tegas, tersebar hamper merata, bentuk
tidak teratur, dan krusta kehitaman. Pada bibir dan regio nasal dijumpai
krusta berwarna kehitaman dan erosi.
2. Lokasi : Regio Colli
Effoleresensi : dijumpai epidermal detachment dengan dasar basah, makula
eritematosa batas tegas, dan bentuk tidak teratur.
29
3. Lokasi : Regio Thorax Ant/Post dan Abdomen
Effoleresensi : dijumpai epidermal detachment dengan dasar basah,
makula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur (menyerupai
morbiliform rash), lesi target atipikal, Nikolsky sign (+).
4. Lokasi : Regio extremitas superior
Effoleresensi : dijumpai epidermal detachment, makula eritematosa, batas
tegas, bentuk tidak teratur, dan lesi target atipikal.
30
5. Lokasi : Regio Ekstremitas Inferior
Effoleresensi : dijumpai makula eritematosa (menyerupai morbiliform rash),
batas tegas, bentuk tidak teratur, lesi target atipikal, dan tidak dijumpai
erosi.
6. Lokasi : Regio genitalia
Effoleresensi : dijumpai papul eritematosa pada glans penis
31
3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 20 Agustus 2015:
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal InterpretasiDiffcount 0/0/60/19/21 1-2/0-1/49-67/25-
33/3-7
Hematokrit 41.3 37-48% N
Hemoglobin 13,3 11.4-17.7 mg/dl N
Leukosit 3.500 4700-10.300 ↓
Trombosit 146.000 150.000-350.000 ↓
Gula Darah Acak 112 <200 mg/dl N
3.5 Resume
Laki-laki, usia 53 tahun, mengeluh seluruh kulit di tubuhnya mengelupas dan menghitam
seperti terbakar sejak 3 hari yang lalu. Pasien tidak merasakan nyeri ataupun kepanasan pada
kulit tubuh yang mengelupas dan menghitam. Pasien hanya mengeluh nyeri saat menelan dan
mulutnya terasa perih. Selain itu, pasien juga mengeluh pandangannya kabur, mata terasa perih,
dan sangat kering. Awalnya (4 hari yang lalu) pasien datang ke IGD RSUD Jombang dengan
keluhan timbul gelembung-gelembung berisi cairan hampir diseluruh tubuhnya kecuali di daerah
kelamin, kulit sekitar gelembung makin kemerahan dan mengelupas, gelembung-gelembung
tersebut ukurannya kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di beberapa daerah seperti wajah
gelembung-gelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas, terlihat kemerahan dan basah
serta terasa perih dan panas. Sebelumnya 9 hari yang lalu, pasien mengeluh sakit kepala dan
badan meriang, selanjutnya pasien meminum obat pegel linu yang dibeli di warung tradisional
32
(merk insane). Setelah 24 jam meminum obat, pasien mengeluh demam, demam yang dirasakan
tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Pasien juga mengeluh badannya
meriang serta batuk pilek. Selain itu juga timbul bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan
kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir
keseluruh tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, Awalnya ukuran bintik-
bintik merah sebesar ujung pentul jaram lalu membesar dengan cepat yang kemudian menjadi
pelentingan berisi cairan berdinding kendur dan beberapa sudah mengelupas. Riwayat penyakit
dahulu: dua tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu timbul bercak
kehitaman setelah minum obat asam urat (lupa merk), tetapi tidak sampai opname. Riwayat
pengobatan sebelumnya: Sejak 3 bulan terakhir sering minum obat anti nyeri yang di jual di
warung (sering berganti merk).
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran
composmentis, GCS 456. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan: nadi 82x/menit (irama teratur
dan cukup), tekanan darah 130/80mmHg, respiratory rate 22x/menit (pernapasan
thorakoabdominal), dan suhu axilla 37.40C. Pada region oculi dextra/sinistra ditemukan
konjungtiva hiperemis, sklera hiperemis, injeksi konjungtiva dan lakrimasi. Regio auricular
dextra/sinistra ditemukan sekret purulen. Status generalis lain (dalam batas normal). Status
dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas
superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas,
bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper
merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+). Hasil dari pemeriksaan penunjang (hematologi rutin)
ditemukan trombositopeni (146.000) dan leukopeni (3500).
33
3.6 Problem List
- Epidermal detachment >30%
- Konjungtivitis
- Trombositopeni
- Leukopeni
3.7 Diagnosis Kerja
Nekrolisis Epidermal Toksik
Diagnosis Banding:
- Sindroma Stevens-Johnson
- Generalized bullous fixed drug eruption
- Pemfigus Vulgaris
- Eritema Multiformis
- SSSS (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)
3.8 Planning Diagnosis
- Pada kasus ini diagnosis NET sudah ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan histopatologi rutin.
- Untuk mencari penyulit: faal hepar, serum elektrolit, analisa gas darah, dan faal ginjal
3.9 Planning Therapy
1. UMUM
Stabilisasi ABCD
Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita
Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi
34
Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit (IVFD NaCL : Koloid : D5 = 2 : 2 : 1
total pemberian Hari Pertama 9300ml/24jam)
Suhu ruangan dipertahankan 28 – 30 oC cegah hipotermi.
Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi kalori tinggi
protein dan rendah garam
Urine Kateter 16Fruntuk mengetahui keseimbangan cairan
Konsultasi dengan dokter spesialis (spesialis kulit kelamin, spesialis mata, dan spesialis
THT)
2. KHUSUS
Sistemik:
o Inj Dexamethasone IV 4-6 x 5mg/hari
o Inj Ranitidin IV 2x1 amp
o Inj Gentamisin IV 2-3 x 80mg (Sebaiknya antibiotik yang diberikan berdasarkan hasil
kultur kulit, mukosa, dan sputum).
Topikal :
o NaCl 0,9% untuk kompres mata, bibir, dan kulit yang intak
o Pengobatan untuk mulut dan bibir: cairan desinfektan dan salep sebagai pelembab
o Pengobatan mata: beri artificial tears dan tetes mata antibiotik.
3.10 Terapi Yang Sudah Diberikan
1.UMUM
Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita
Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi
Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit (IVFD RL: D5 30 tpm)35
Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi kalori tinggi
protein dan rendah garam
Urine Kateter 16Fruntuk mengetahui keseimbangan cairan
Konsultasi dengan dokter spesialis (spesialis kulit kelamin, spesialis mata, dan spesialis
THT)
2.KHUSUS
Sistemik:
o Inj Dexamethasone IV 3x1/2 amp
o Inj Ranitidin IV 2x1 amp
o Inj Gentamisin IV 2x1 amp
o Inj Dypen 2x1 amp
Topikal :
o PZ untuk kompres mata, bibir, dan kulit yang intak
3.11 Monitoring
- Keadaan Umum
- Vital Sign
- Keluhan Utama
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Tanda-tanda Sepsis
3.12 Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad fungtionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam36
Quo ad kosmetikum : Ad bonam
3.13 Edukasi
Menjelaskan definisi, penyebab, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis penyakit
NET kepada pasien dan keluarga pasien.
Menjelaskan bahwa pasien tidak boleh meminum lagi obat yang diduga menjadi
penyebab penyakit NET.
Menjelaskan bahwa pasien harus di rawat di ruang perawatan intensive untuk mencegah
infeksi nosokomial dan agar dapat terus dimonitor.
Menjelaskan pengobatan penyakit ini membutuhkan waktu yang lama sehingga
diperlukan bantuan dari keluarga
3.14 Lampiran SOAP Pasien
Tgl S O A P
Pasien dirawat di Ruang Cempaka20 Agustus 2015
Muncul bintik-bintik di tubuh (+), demam (+), nyeri telan (+), sesak napas (-)
KU: cukup, GCS 456, Nadi 102x/menit, RR 24x/menit , TD 180/100 mmHg, Temp 390CStatus generalis: dbnStatus dermatologis: -Hasil dari pemeriksaan penunjang: (hematologi rutin) ditemukan trombositopeni (146.000) dan leukopeni (3500).
SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Rawat luka- Diet cair jika tidak bisa personde
37
21 Agustus 2015
Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (+), demam (+), nyeri telan (+), sesak napas (-)
KU: cukup, GCS 456, Nadi 99x/menit, RR 22x/menit , TD 140/90 mmHg, Temp 380C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: -
SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata
22 Agustus 2015
Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)
KU: cukup, GCS 456, Nadi 98x/menit, RR 22x/menit , TD 140/90 mmHg, Temp 37,50C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: -
SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata
23 Agustus 2015
Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)
KU: cukup, GCS 456, Nadi 100x/menit, RR 21x/menit , TD 130/90 mmHg, Temp 37,50C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: -
SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata
24 Agustus 2015
Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)
KU: cukup, GCS 456, Nadi 82x/menit, RR 22x/menit , TD 130/80 mmHg, Temp 37,40C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: pada regio fasialis,
SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp
38
bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).
- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata
25 Agustus 2015
Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)
KU: cukup, GCS 456, Nadi 90x/menit, RR 24x/menit , TD 130/80 mmHg, Temp 37,50C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).
SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata
26 Agustus 2015
Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak
KU: cukup, GCS 456, Nadi 90x/menit, RR 23x/menit , TD 130/80 mmHg, Temp 37,60C, Status generalis: dbnStatus dermatologis:
SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1
39
napas (-) pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).
amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata
27 Agustus 2015
Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (bertambah), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)
KU: cukup, GCS 456, Nadi 88x/menit, RR 24x/menit , TD 130/80 mmHg, Temp 37,50C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).
SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata
40
28 Agustus 2015
Pasien meninggal dunia Kesadaran menurun,Takikardi, Sianosis+
SJS-TEN -
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien didiagnosis NET (Nekrolisis Epidermal Toksik) berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari identitas, laki-laki, usia 53
tahun. Usia di atas 40 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya NET. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa penyakit ini dapat terjadi pada setiap usia dan terjadi
peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun. Biasanya perempuan lebih banyak (perempuan :
laki-laki sebesar 1,5 : 1). Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
mendukung diagnosis NET yaitu:
4.1 Anamnesa:
o Riwayat pengunaan obat anti nyeri dengan penggunaan terakhir ±1 hari sebelum onset
41
penyakit.
o Riwayat perjalanan penyakit sesuai dengan perjalanan NET berupa gejala prodromal
yaitu demam, malaise, dan batuk pilek setelah 24 jam meminum obat anti nyeri.
Selanjutnya timbul timbul bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan,
awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh
tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, Awalnya ukuran bintik-
bintik merah sebesar ujung pentul jaram lalu membesar dengan cepat yang kemudian
menjadi pelentingan berisi cairan berdinding kendur dan beberapa sudah mengelupas.
Pasca 7 hari meminum obat anti nyeri, pasien mengeluh seluruh kulit di tubuhnya
mengelupas dan menghitam seperti terbakar. Pasien tidak merasakan nyeri ataupun
kepanasan pada kulit tubuh yang mengelupas dan menghitam. Pasien hanya mengeluh
nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. Selain itu, pasien juga mengeluh
pandangannya kabur (kabur ketika melihat jarak jauh atau dekat), mata terasa perih, dan
sangat kering. Riwayat penyakit dahulu: dua tahun yang lalu, pasien pernah mengalami
keluhan yang sama yaitu timbul bercak kehitaman setelah minum obat asam urat (lupa
merk), tetapi tidak sampai opname. Riwayat pengobatan sebelumnya: Sejak 3 bulan
terakhir sering minum obat anti nyeri yang di jual di warung (sering berganti merk).
4.2 Pemeriksaan Fisik:
o Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran
composmentis. Pada regio oculi dextra/sinistra ditemukan konjungtiva hiperemis,
sklera hiperemis, injeksi konjungtiva dan lakrimasi. Regio auricular dex/tra.sinistra
ditemukan sekret purulen. Status generalis lain (dalam batas normal). Status
42
dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen,
extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula
eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi
target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).
4.3 Pemeriksaan Penunjang:
o Hasil dari pemeriksaan penunjang (hematologi rutin) ditemukan trombositopeni
(146.000) dan leukopeni (3500).
Hal ini sesuai dengan teori yang menunjukkan bahwa pada NET terlihat trias kelainan
berupa kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium dan kelainan mata yang
sebelumnya didahului oleh sindroma prodromal non spesifik (Valeyrie & Roujeau, 2012;
James et al, 2006; French et al, 2012; Harr & French, 2010). Trias kelainan tersebut
meliputi:
a. Kelainan kulit
Berupa gambaran makula eritematosa yang menyerupai morbiliform rash,
timbul pada muka, leher, dagu, tubuh, dan ekstrimitas. Vesikel dan bula dijumpai
dan kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas. Lesi target dan tanda Nikolsky
sign positif sering didapatkan. Kelainan di genitalia juga sering didapat berupa bula
yang hemoragik dan erosi.
b. Kelainan selaput lendir di orifisium
43
Kelainan tersering pada mukosa mulut disusul oleh kelainan dilubang alat
genital, lubang hidung, dan anus. Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat
pecah hingga menjadi erosi yang tertutup pseudomembrane (necrotic epithelium
dan fibrin), ekskoriasi, dan krusta kehitaman. Di bibir kelainan yang sering tampak
adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan tersebut menimbulkan kesukaran
makan, bernafas, dan terjadi hipersalivasi.
c. Kelainan Mata
Yang tersering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa
konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang (ditemukan leukopeni dan trombositopeni), hal
ini juga sesuai dengan teori bahwa gejala atau tanda yang lain dapat menyertai NET
bergantung pada sel sasaran yang dikenai, misalnya akan terjadi leukopenia bila sel
sasarannya leukosit. Dapat terlihat purpura jika trombosit jadi sasarannya (trombositopeni).
Hasil anamnesis menunjukkan diagnosis NET pada pasien ini kemungkinan terjadi akibat
reaksi alergi terhadap obat. Obat anti nyeri yang dinimum pasien kemungkinan memiliki
komponen berupa golongan obat dengan resiko tinggi untuk menyebabkan NET. Golongan
obat yang dapat penyebabkan NET, terbagi menurut resikonya dan tersaji dalam tabel
berikut:
44
Gambar 4.1 Daftar Obat Penyebab Epidermal Nekrolisis (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008)
Sedangkan mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya NET belum
diketahui secara pasti. Tetapi, mekanisme imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi
dan interaksi diantara keduanya diduga merupakan patogenesis timbulnya NET. NET ialah
bentuk parah dari SSJ. Sebagian kasus-kasus SSJ berkembang menjadi NET. Imunopatogenesis
yakni merupakan reaksi tipe II (sitolitik). Studi immunopatologik mendemonstrasikan
kemunculan dari CD8+ limposit T pada epidermis dan dermis dalam reaksi bentuk bulla, dengan
ciri-ciri sel yang mirip natural killers pada fase awal, dimana monosit akan muncul pada fase
akhir. Beberapa sitokin penting yaitu interleukin 6, TNF-α, dan Fas-L juga muncul pada lesi kulit
pasien NET. TNF mungkin juga berperan penting. Molekul ini muncul pada lesi epidermis,
cairan lepuh, dan dalam sel mononuclear perifer dan makrofag. Sekarang ditemukan teori
genetika yang juga berperan penting (Djuanda, 2007).
45
Gambar 4.2 Patogenesis NET-SJS
Pada penderita NET ditemukan, keratinosit mengalami apoptosis yang luas. Kondisi ini dipicu
oleh adanya gangguan detoksifikasi metabolit obat yang bersifat reaktif. Hal ini kemudian
menginisiasi respon sistem imun tubuh membentuk kompleks antigen yang kemudian
menghasilakn sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-6, TNF-α, interferon-γ, IL-18 dan Fas
Ligand (FasL). Pada kondisi normal, apoptosis sel segera dieliminasi pada tahap awal oleh
fagosit. Namun, pada kondisi seperti NET apoptosis yang luas terjadi sehingga kemampuan
fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi nekrosis dan
menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon inflamasi (Harr&French, 2010;
Djuanda, 2007). Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat rendah dan
terlokalisir di dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat NET, ditemukan level FasL yang
disajikan oleh kratinosit tinggi dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi
interaksi antara Fas dan FasL. Setelah kontak terjadi FasL menginduksi Fas multimerasi dan
mengirimkan signal yang cepat sehingga terjadi kematian cell akibat apoptosis. Semakin lausnya
apoptosis semakin menyebabkan destruksi epidermis yang luas pula (Harr & French 2010;
Djuanda, 2007).
Epidermal Necrolysis merupakan suatu kelompok penyakit yang terdiri atas Stevens-
Johnson Syndrome, dan Toxic Epidermal Necrolysis. Penyakit dalam kelompok EN dibedakan
46
berdasarkan luas area tubuh yang terlibat. Suatu EN disebut sebagai SJS bila luas permukaan
tubuh yang terkena <10%, disebut sebagai TEN bila luas permukaan tubuh yang terkena
>30%, dan disebut SJS-TEN overlap pada keadaan luas permukaan tubuh yang terlibat antara
10 – 30%. Perkiraan luas permukaan tubuh yang terlibat diilustrasikan pada gambar berikut:
Gambar 4.3 Diagram ‘role of 9’Sumber: Irwin Richard S., & Rippe James M. 2008. Burn Management, dalam: Irwin and Rippe’s Intensive Care Medicine, 6th Edition. Lippincott Williams and Wilkins. p. – (e- book).
47
Gambar 4.4 Berkow Chart for The Estimation of Burn Size
Luas permukaan tubuh yang terlibat pada pasien dapat dihitung menggunakan rumus
perhitungan luas luka bakar. Pada orang dewasa terdapat beberapa cara untuk menghitung
luas permukaan tubuh yang terlibat dalam luka bakar. Role of 9 merupakan cara yang paling
sering digunakan, dengan tambahan ‘age-adjusted burn chart/diagram’ untuk perhitungan
luas permukaan tubuh dengan lebih detail. Luas area tubuh yang terlibat pada NET bukan
hanya dihitung berdasarkan luas denuded area, yaitu dermis yang terkelupas, namun juga
luas denudable area yang ditandai dengan Nikolsky sign (+).
48
Maka berdasarkan Berkow chart dan ‘aged adjusted burn diagram’ jumlah persentase
luas area permukaan tubuh yang terlibat adalah
Wajah : 3,5
Leher Ant/Post : 2
Thorax Abd Ant/Post : 26
Lengan Atas D/S : 8
Genitalia : 1
Total : 40,5%
Berdasarkan klasifikasi penentuan diagnosis dalam kelompok penyakit EN yang
digolongkan menurut luas permukaan tubuh yang terlibat, pasien ini terdiagnosis
menderita NET atau Nekrolisis Epidermal Toksik.
Adapun diagnosis banding pada kasus ini, antara lain:
- Sindroma Stevens-Johnson
- Eritema Multiformis
- Generalized bullous fixed drug eruption
- Pemfigus Vulgaris
- SSSS (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)
49
Tabel 4.1 Perbedaan Eritema Multiforme dan Epidermal Necrolysis (SSJ/NET)
50
Tabel 4.2 Perbedaan Pemfigus Vulgaris, FDE, dan SSS
Pemfigus Vulgaris Fixed Drug Eruption SSSS
Lesi - Eritema, vesikel / bula dinding kendur, nikolsky +
- Lesi eritematus soliter / multipel dapat disertai bula - Sembuh " hiperpigmentasi menetap (sulit hilang)
- Eritema mendadak, bula besar berdinding kendur, Nikolsky (+), erosif
Lokasi Kulit kepala, badan, dan mukosa
- Lesi timbul pada tempat yg sama tiap kali obat digunakan - Genitalia (penis) dan bibir >>
muka, leher, ketiak, & lipat paha,
mukosa jarang
Komplikasi Sepsis dan gangguan elektrolit
- Selulitis, pneumonia, septikemia
Gejala
Tambahan
- - Demam, malaise, gelisah , nyeri
Etiologi Autoimun Alergi obat Toksin dari Staphylococcus aureus
grup II faga 52, 55, dan / atau faga 71
Epidemiologi Pria = wanitaDekade 4 dan 5
- Individu atopik- Wanita>> pria
Bayi dan balita > dewasa Pria > wanita (2:1)
Patogenesis IgG terhadap antigen pada permukaan epidermis
Mekanisme imunologik -
Prognosis 10 years survival rate >95%
Prognosis baik Angka kematian anak (1-5%) < dewasa (50-
60%)
51
Planning diagnosis pada kasus ini adalah dilakukan pemeriksaan laboratorium (faal ginjal,
faal hepar, analisis gas darah, serum elektrolit) dengan tujuan untuk mengetahui faktor penyulit
(komplikasi dari NET: sepsis, gagal ginjal, pneumonia/respiratory failure). Selain itu, pada
kasus ini diagnosis NET juga sudah dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan histopatologi rutin.
4.4 Penatalaksanaan
Pada kasus ini terapi yang sudah diberikan:
1.UMUM
Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita
Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit (IVFD RL: D5 30 tpm)
Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi kalori tinggi
protein dan rendah garam
Urine Kateter 16Fruntuk mengetahui keseimbangan cairan
Konsultasi dengan dokter spesialis (spesialis kulit kelamin, spesialis mata, dan spesialis
THT)
2.KHUSUS
Sistemik:
o Inj Dexamethasone IV 3x1/2 amp
o Inj Ranitidin IV 2x1 amp
o Inj Gentamisin IV 2x1 amp
o Inj Dypen 2x1 amp
52
Topikal :
o PZ untuk kompres mata, bibir, dan kulit yang intak
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa prinsip perapi pada pasien NET terbagi
menjadi terapi simtomatis atau suportif dan terapi spesifik. Terapi suportif bertujuan menjaga
keseimbangan hemodinamik dan mencegah komplikasi berbahaya. Nekrosis dan pengelupasan
epidermis menyebabkan hilangnya cairan tubuh secara signifikan. Wolff et al (2007)
menyarankan terapi cairan pada TEN sesuai dengan terapi cairan pada luka bakar derajat tiga,
sedangkan Valeyrie-Allanore et al (2008) menyebutkan bahwa akibat tidak adanya edema
interstisial pada TEN seperti yang terjadi pada luka bakar, maka terapi cairan yang
dibutuhkan biasanya lebih sedikit dari terapi cairan yang dibutuhkan pasien luka bakar dengan
derajat yang sama. Terapi nonspesifik lainnya dapat berupa antiseptik dan penutupan luka,
antibiotik profilaksis, debridemen, dan pemberian nutrisi dini. Valeyrie-Allanore et al (2008)
menyebutkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan pada pasien
TEN kecuali bila dicurigai terjadi infeksi. Disebutkan pula debridemen tidak berguna pada
pasien TEN karena epidermis yang terkelupas tidak menghalangi reepitelisasi. Pemberian
nutrisi dini dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan menurunkan resiko
translokasi bakteri dari traktus gastrointestinal. Beberapa medikasi spesifik disebutkan dalam
studi potensial untuk menjadi regimen terapi NET. Namun keseluruhan terapi spesifik yang
dianjurkan penggunaannya masih kontroversial. Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi
disebutkan dapat mencegah peningkatan keparahan penyakit pada fase awal. Namun beberapa
studi lainnya menyebutkan penggunaan kortikosteroid dosis tinggi tidak menghentikan
53
progresifitas penyakit, berhubungan dengan peningkatan mortalitas, efek samping, dan pada
beberapa kasus berhubungan dengan risiko terjadinya EN.
Prognosis pada kasus ini berdasarkan kriteria SCORTEN yang terdapat pada pasien adalah
(berdasarkan hasil pemeriksaan tanggal 24 Agustus 205):
a. Epidermal detachment 40,5%
b. Usia 53 tahun
c. Pada kasus ini belum dilakukan pemeriksaan bikarbonat serum dan data malignansi
juga tidak diketahui
Sehingga dapat disimpulkan bahwa total nilai SCORTEN = 2, dimana angka mortalitas >12,1%.
Pada kasus ini pasien meninggal dunia pada perawatan hari ke 8, Kematian pasien kemungkinan
terjadi akibat komplikasi dari NET, antara lain:
Infeksi sistemik dan septisemia
Syok dan gagal multi-organ (MODs)
Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan
cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis.
Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan; ini
menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada dehidrasi
(Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012; Harr & French, 2010).
54
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus NET (Nekrolisis Epidermal Toksik) pada seorang laki-laki usia 53
tahun. Telah kami deskripsikan temuan dan pembahasan tentang NET pada kasus tersebut diatas.
Pada pasien tersebut diagnosis NET, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh mengeluh seluruh kulit di tubuhnya
mengelupas dan menghitam seperti terbakar sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh
pandangannya kabur, mata terasa perih, dan sangat kering. Sebelumnya 9 hari yang lalu, pasien
mengeluh sakit kepala dan badan meriang, selanjutnya pasien meminum obat pegel linu yang
dibeli di warung tradisional (merk insane). Setelah 24 jam meminum obat, pasien mengeluh
demam, demam yang dirasakan tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Pasien
juga mengeluh badannya meriang serta batuk pilek. Selain itu juga timbul bintik-bintik merah
pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-
lama menyebar hampir keseluruh tubuh. Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
tampak sakit berat, kesadaran composmentis, GCS 456. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan:
nadi 82x/menit (irama teratur dan cukup), tekanan darah 130/80mmHg, respiratory rate
22x/menit (pernapasan thorakoabdominal), dan suhu axilla 37.40C. Pada region oculi
dextra/sinistra ditemukan konjungtiva hiperemis, sklera hiperemis, injeksi konjungtiva dan
lakrimasi. Status dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen,
extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa
55
batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar
hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+). Hasil dari pemeriksaan penunjang (hematologi
rutin) ditemukan trombositopeni (146.000) dan leukopeni (3500).
Telah dilakukan penatalaksanaan sesuai prinsip terapi pada pasien NET yaitu terapi
simtomatis atau suportif dan terapi spesifik. Pada perawatan hari ke-8 (tanggal 28 Agustus
2015), pasien meninggal dunia. Kematian pasien kemungkinan terjadi akibat komplikasi dari
NET.
56
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda A, 2007, Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, p:163-165.
French LE et al, 2012, Erythema multiforme, Steven Johnsosn Syndrome, and Toxix epidermal
Necrolysis, In: Bolognia Jl. Jorizzo, Schaffer JV penyunting. Dermatology, Elsevier
Saunders, p 319-33
Harr T, French LE, 2010, Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson Syndrome. OJRD.
5(39):1-7.
Ho H, 2008, Diagnosis and Management of Steven-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis. The Hongkong Medical Diary, 13(10):18-9
Valeryrie-Allanore L, Roujeau J-C, 2008, Epidermal Necrolysis (Stevens-Johnson Syndrome and
Toxic Epidermal Necrolysis). In: Goldsmith LA, Katz SI, Wolf K., editors. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 7 ed: McGraw-Hill, p. 349-55.
Wolff Klause, Johnson Richard Allen, Suurmond Dick. 2007. Fizpatrick’s Color Atlas &
Sinopsis of Clinical Dermatomogy, 5th Edition, e-book. The McGraw-Hill Companies.
57
Top Related