Nama peserta : dr. Ayuniza Harmayati
Nama wahana: RS Muhammadiyah Babat Lamongan
Topik: Kejang Demam Sederhana
Tanggal (kasus): 18 April 2015
Nama Pasien: An. A No. RM:
Tanggal presentasi: 15 Juni 2015 Nama pendamping: dr. Erniek Saptowati
Tempat presentasi: RS Muhammadiyah Babat Lamongan
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: An. A 15 bulan, kejang 1x, demam
□ Tujuan: mengidentifikasi setiap keluhan pasien dan menegakkan diagnosis pasien
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi
dan diskusi
□ Email □ Pos
Data pasien: Nama: An. A Nomor RM:
Nama klinik: RS
Muhammadiyah Babat
Lamongan
Telp: - Terdaftar sejak: 18 April
2015
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis / gambaran klinis :
1 hari SMRS ibu pasien merasa anaknya demam, demam mendadak tinggi, rewel (+),
menggigil (-), mual (-), muntah (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri saat menelan (-), nafsu
makan menurun (+) tidak seperti biasanya, BAB (+) normal terakhir tadi pagi, kuning lunak,
darah (-), lendir (-), BAK (+) di pempers (+). Diberi obat dari bidan dikatakan demam
belum turun. Orang tua pasien mengatakan pasien mengalami batuk pilek sejak 3 hari SMRS.
Batuk berdahak dengan dahak warna kuning.
1 jam SMRS pasien kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan gerak-gerak, kejang hanya 1
kali, lama kejang sekitar + 1 menit, saat kejang pasien diam aja, setelah kejang pasien
menangis. Demam (+) lebih tinggi dari 4 jam yang lalu, muntah (-), obat (-), karena ibu pasien
takut, pasien dibawa dibawa ke UGD
2. Riwayat pengobatan: sebelum ke IGD RS Muhammadiyah Babat pasien sudah
diberikan obat penurun panas sejak 1 hari SMRS.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya
Riwayat kejang tanpa demam, asma, alergi, trauma kepala, opname disangkal keluarga
pasien.
Riwayat imunisasi lengkap.
ASI sampai usia 7 bulan
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien
5. Riwayat pekerjaan: -
6. Lain-lain:
Pemeriksaan fisik
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Status Gizi
Berat Badan = 10 kg, Tinggi Badan = 88 cm, Usia = 15 bulan
Status gizi : Gizi Normal
Tanda vital: N: 102x/mnt RR: 30x/mnt S: 38,30C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
air mata (+/+) mata cekung (-/-)
Mulut : mukosa mulut basah, lidah basah, coated tongue (-)
Thoraks : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
BJ I - II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : bentuk datar, supel, bising usus + meningkat, turgor kulit kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat
Capilary refill : < 2 detik
Pemeriksaan Laboratorium
Eritrosit : 4,56 juta ; Hb : 11,8 gr% ; Leukosit : 12.100/uL ;
Trombosit : 208.000/uL ; Ht : 33% ; Difcount : 0/0/0/66/30/4
Serologi :
Widal A : negative Widal B : negatif
Widal H : negatif Widal O : negatif
Daftar pustaka:
a. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit WHO 2009
b. Nelson Textbook of Pediatric 17th edition 2004.c. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
d. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Konsensus
Penanganan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Kejang Demam Simpleks.
2. Penatalaksanaan Kejang Demam Simpleks.
SUBYEKTIF :
1 hari SMRS ibu pasien merasa anaknya demam, demam mendadak tinggi, rewel (+),
menggigil (-), mual (-), muntah (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri saat menelan (-), nafsu
makan menurun (+) tidak seperti biasanya, BAB (+) normal terakhir tadi pagi, kuning lunak,
darah (-), lendir (-), BAK (+) di pempers (+). Diberi obat dari bidan dikatakan demam
belum turun. Orang tua pasien mengatakan pasien mengalami batuk pilek sejak 3 hari SMRS.
Batuk berdahak dengan dahak warna kuning.
1 jam SMRS pasien kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan gerak-gerak, kejang hanya 1 kali,
lama kejang sekitar + 1 menit, saat kejang pasien diam aja, setelah kejang pasien menangis.
Demam (+) lebih tinggi dari 4 jam yang lalu, muntah (-), obat (-), karena ibu pasien takut,
pasien dibawa dibawa ke UGD
OBJEKTIF :
Hasil pemeriksaan fisik menunjang penegakan diagnosis. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan
berdasarkan:
a. Gejala klinis :
Demam tinggi
Kejang saat demam, kejang 1x selama + 1 menit
b. Pemeriksaan Fisik :
Mata : Cekung (-), air mata (+)
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).
Thorax : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : bentuk datar, supel, bising usus + meningkat
Ekstremitas : akral hangat, Capilary refill : < 2 detik
Kulit : turgor kulit kembali cepat
c. Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin : Leukosit : 12.100
Widal : negative
ASSESSMENT :
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Mengenai definisi
kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan sendiri-sendiri, tetapi pada garis
besarnya hampir sama. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah
38°C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui.
PATOFISIOLOGI
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (lipid) dan
permukaan luar (ion). Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui
oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya
kecuali Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan ion Na rendah.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel maka terdapat potensial
membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
a. Perubahan konsentrasi ion di ekstraseluler.
b. Rangsangan mendadak berupa mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri dari penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1OC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10
- 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh
karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik.
dengan bantuan ”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat
menimbulkan kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC. Pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.
KLASIFIKASI
1. Kejang Demam Sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%
di antara seluruh kejang demam.
2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1) Kejang lama > 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%
kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang
demam.
Dahulu, di Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta,
digunakan modifikasi kriteria Livingston sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana sebagai berikut:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan-4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
3. Kejang bersifat umum. -
4. Kejang tirnbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Peke&saan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria di atas
digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Dengan menggunakan kriteria
tersebut, ternyata sangat banyak pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang
diprovokasi demam, dengan konsekuensi bahwa pasien-pasien ini harus mendapat pengobatan
rumat. Banyak pasien yang hanya menunjukkan kelainan EEG sedangkan kriteria lain dapat
dipenuhi. Juga sulit sekali untuk melakukan anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung
sebelum pasien mengalami kejang. Saat ini istilah epilepsi yang diprovokasi demam telah
ditinggalkan. Pasien kejang demam tidak lagi dibagi menjadi kejang demam sederhana dan
epilepsi yang diprovokasi demam, tetapi dibagi menjadi pasien yang tidak perlu pengobatan
rumat dan pasien yang memerlukan pengobatan rumat.
LANGKAH DIAGNOSTIKDari anamnesis yang harus ditanyakan adalah adanya kejang, kesadaran, lama kejang,
suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, keadaan pasca kejang, penyebab demam di luar
susunan saraf pusat. Riwayat perkembangan anak, riwayat kejang demam dalam keluarga,
epilepsi dalam keluarga. Pertanyaan juga harus menyingkirkan penyebab kejang lainnya,
misalnya tetanus.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang
meningeal (kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque), refleks fisiologis, refleks
patologis, tanda peningkatan tekanan intracranial (ubun-ubun besar membonjol, papil edem),
tanda infeksi di luar SSP
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,
rekomendasi D).
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan
pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E). Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi
structural di otak (mikrosefali)
2. Terdapat tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran menurun, muntah berulang,
UUb membonjol, paresis nervus VI, edema papil)
PLAN :
Diagnosis : Kemungkinan keluhan pada pasien akibat mengalami Kejang Demam
Sederhana.
Pengobatan :
SAAT KEJANG
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan
penatalaksanaan kejang demam).
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
Gambar 3. Penanganan saat Kejang
PEMBERIAN OBAT PADA SAAT DEMAM
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada
anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan
(level III, rekomendasi E).
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I, rekomendasi A). Dosis tersebut cukup
tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam (level II rekomendasi E).
INDIKASI RAWAT INAP
Indikasi Rawat Inap pada kejang demam antara lain :
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia < 6 tahun
Kejang demam pertama kali
Terdapat kelainan neurologis
PEMBERIAN OBAT RUMAT
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam > 4 kali per tahun
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan
ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi
umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang (level I).
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D).
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per
hari dalam 1-2 dosis.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.
Pengobatan pada pasien :
IVFD D5 ¼ NS 1000cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
Inj. Antrain 3 x 150 mg
Kutoin 2 x 20 mg
Bila kejang : diazepam 3 mg I.V
Oral :
Interpect 1/3 tab
Trifed 1/3 tab 3 x 1 pulv
Bio atp 1/3 tab
Pendidikan :
EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
Konsultasi : Konsultasi dilakukan dengan spesialis anak untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Pendamping
(dr. Erniek Saptowati)
Top Related