8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
1/17
PLURALISME AGAMA
DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AL-MARAGHY
A. Latar belakang Masalah
Keberagaman dan berbeda pendapat merupakan order of nature, dalam
bahasa Al-Quran disebut Sunatullah. Perbedaan pandangan, keyakinan danagama merupakan fenomena lazim dan alamiah. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat majemuk dan beragam baik dari segi suku, ras maupun agama. Hal
tersebut dapat dilihat bahwa mereka tinggal dan menetap tersebar di berbagai
pulau dan memeluk agama yang beragam dari Kristen, Hindu, Budha dan Islam.
Munculnya keragaman agama ini merupakan konsekwensi logis dianutnya
berbagai paham oleh masyarakat Indonesia. Masalah keragaman inilah yang
menimbulkan issue keberagaman atau pluralitas agama, yang selanjutnya seringdisebut dengan paham pluralisme agama.
Pluralisme di Indonesia tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan
bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan
agama, yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi bukan pluralisme.
Pluralisme juga tidak boleh dipahami sekadar sebagai kebaikan negatif hanya
ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisme. Pluralisme harus
dipahami sebagai pertalian sejati kebinekaaan dalam ikatan-ikatan keadaban.
Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia,
antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang
dihasilkannya. Dalam kitab suci justru disebutkan bahwa Allah menciptakan
mekanisme pengawasan dan pengimbangan antara sesama manusia gunamemelihara keutuhan bumi, dan merupakan salah satu wujud kemurahan Tuhan
yang melimpah kepada umat manusia. Seandainya Allah tidak mengimbangi
segolongan manusia dengan segolongan yang lain, maka pastilah bumi hancur;namun Allah mempunyai kemurahan yang melimpah kepada seluruh alam.(QS.
al-Baqarah/2:251)1
Keragaman agama di Indonesia merupakan kenyataan dari konsekwensi
logis dianutnya berbagai paham oleh masyarakat Indonesia. Masalah keragaman
agama inilah yang menimbulkan issue kebaragaman atau pluralitas agama. Issue
ini merupakan fenomen yang hadir di tengah keaneka ragaman klaim kebenaran
absolut antar agama yang saling berseberangan. Setiap agama mengklaim dirinya
yang paling benar dan yang lain sesat semua. Klaim ini kemudian melahirkankeyakinan yang disebut doktrin keselamatan. Bahwa keselamatan atau
pencerahan surga merupakan hak para pengikut agama tertentu saja, sedangkan
pemeluk agama lain akan celaka dan masuk neraka.
Sementara itu pula, paham relativisme agama menyatakan bahwa doktrin
agama apapun harus dinyatakan benar, atau tegasnya semua agama adalah sama
karena kebenaran agama-agama walaupun berbeda-beda dan bertentangan satu
dengan yang lainnya, tetap harus diterima. Untuk itu seorang relativis tidak akan
mengenal apalagi menerima suatu kebenaran universal yang berlaku untuk semua
dan sepanjang masa. Konsep ini menerangkan bahhwa apa yang dianggap baik
1
Abd.Majid , Tantangan dan Harapan Umat Islam d Era Globalisasi, Bandung: CV. PustakaSetia, 2000, h. 34
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
2/17
atau buruk, benar atau salah adalah relatif, tergantung kepada pendapat tiap
individu, keadaan setempat, atau institusi sosial dan agama.
Oleh karena itu, konsep ini tidak mengenal kebenaran absolut ataukebenaran abadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam paham pluralisme terdapat
unsur relativisme yakni unsur tidak mengklaim pemilikan tunggal (monopoli) atas
suatu kebenaran, apabila memaksakan kebenaran tersebut kepada pihak lain.
Menurut John Hick, teolog Barat, menegaskan bahwa agama merupakan
menifestasi-manifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian, semua agama
sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain. Sementara pluralisme agama
mengacu pada sebuah teori khusus tentang hubungan antar berbagai agama
dengan klaim-klaim kebenarannya yang berbeda-beda dan kompetitif. Teori ini
mengatakan bahwa agama-agama besar dunia merupakan konsepsi dan persepsi
yang berbeda tatanan, dan respon yang bervariasi terhadap realitas ketuhanan
yang sama yang ultimate dan misterius.2
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwanya dalam Munas MUI ke-7
di Jakarta menyatakan bahwa pluralisme, sekularisme, dan liberalisme
bertentangan dengan ajaran Islam. Menurut MUI , pluralisme agama adalah suatu
paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya
kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak
boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama lain
salah.
Dengan bahasa yang lebih sederhana dirumuskan bahwa untuk terjadinya
kerukunan umat beragama, pemeluk suatu agama harus menganut teologi pluralis.
Ia harus meyakini bahwa agama lain juga benar, yang berbeda hanya cara saja.
Tapi tujuannya adalah sama. Dalam istilah lain, satu Tuhan dalam banyak jalan,
atau mengutip ucapan Rumi: meskipun ada bermacam-macam agama, tujuannya
adalah satu.
Fatwa kontoversial MUI ini ditanggapi beragam. Oleh sebagian kalangan
muslim liberalis merasa bahwa pluralisme dipahami secara keliru. Misalnya M.
Syafii Anwar3 menilai paham ini hanya sekedar mengakui keberagaman orang
lain, termasuk dalam beragama, tapi tidak harus setuju, sekadar penghormatan
(respect). Dalam konteks kebangsaan, atau ke-Indonesiaan, sikap saling
menghormati menjadi wacana yang amat penting di tengah keberagaman
masyarakat Indonesia. Bagi kalangan pluralis, pluralisme tidak berarti
meninggalkan keyakinan dan identitas penganutnya. Hanya sekadar mengakuiperbedaan dan identitas agama masing-masing.
Diakui bahwa dalam sejarah agama-agama telah terjadi pertikaian antar
pemeluk agama yang sama atau antarpemeluk berbagai agama. Namun,
pertikaian tersebut lebih banyak disebabkan oleh kepentingan-kepentingan non
agama. Adakah jalan keluar untuk membentuk harmonisasi antar pemeluk agama?
Karena jika agama telah menjadi sumber keresahan pemeluknya, jangan heran
jika kemudian agama hanya sebagai kenangan buruk sejarah.
2 John Hick,Religious Pluralism, dalaml Eliadae Mireea (ed), The Encyclopedia of Religion, New
York: Macmilian Publishing Company, 1987, Vol.12. h. 3313
M.Syafii Anwar, Pluralisme bukan Sekadar Toleran, dalam www. Tokoh Indonesia.com.,Minggu, 13 Juni 2010
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
3/17
Untuk mencari pemecahan atas segala sikap destruktif ini, Alwi Shihab4
berpendapat sudah saatnya umat beragama meninggalkan era monolog untuk
beranjak kepada era dialog. Dengan dialog, umat beragama mempersiapkan diriuntuk melakukan diskusi dengan umat agama lain yang berbeda pandangan
tentang kenyataan hidup, untuk saling mengenal dan menimba pengetahuan baru
tentang agama mitra dialog. Selanjutnya, ada dua komitmen penting yang harus
dipegang oleh pelaku dialog: Pertama adalah toleransi, dan kedua adalah
pluralisme. Dialog yang dilengkapi dengan sikap toleransi tetapi tanpa sikap
pluralistik tidak akan menjamin tercapainya kerukunan antarumat beragama yang
langgeng.
Dalam kaitan itu, secara garis besar pengertian konsep pluralisme dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya
kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktifterhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Dengan kata lain,
pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk agama
dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tapi
terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna
tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan.
Kedua, Pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.
Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu realita di mana aneka
ragam agama, ras, dan bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi.
Ambil misal kota New York terdapat di dalamnya orang-orang
Yahudi, Kristen, Muslim, Hindu, Budha, bahkan Atheis. Seakan
seluruh penduduk dunia berada di kota ini, namun interaksi positif
antar penduduk ini, khususnya di bidang agama sangat minimal
kalaupun ada.
Ketiga, Konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme.
Seorang relativis akan berasumsi bahwa hal-hal yang menyangkut
kebenaran atau nilai ditentukan oleh pandangan hidup serta
kerangka berfikir seseorang atau masyarakatnya.
Keempat, Pluralisme agama bukanlah sinkretisme, yakni menciptakan suatu
agama atau kepercayaan baru dengan memadukan unsur tertentu
atau sebagian komponen ajaran dari beberapa agama untuk
dijadikan bagian integral dari agama baru tersebut. Mani, pencetusagama Manichaieisme pada abad ke tiga, dengan cermat
mempersatukan unsur-unsur tertentu dari ajaran Zoroaster, Budha,
dan Kristen. Bahkan apa yang di kenal sebagai New Age Religion
(Agama Masa Kini) adalah wujud nyata dari perpaduan antara
praktik Yoga Hindu, Meditasi Budha, Tasawuf Islam dan Mistik
Kristen.
Dari uraian pengertian plurlisme itu dapatlah digaris bawahi di sini, bahwa
apabila konsep pluralisme agama hendak diterapkan di Indonesia maka ia harus
4
Alwi Shihab, Isalm Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama,Bandung:Mizan, 1998, h.40-43
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
4/17
bersyaratkan satu hal yaitu Komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing. Seorang pluralis dalam berinteraksi dengan aneka ragam agama, tidak
saja dituntut untuk membuka diri, belajar dan menghormati mitra dialognya. Tapiyang tepenting ia harus committedterhadap agama yang dianutnya. Hanya dengansikap demikian kita dapat menghindari relativisme agama yang tidak sejalan
dengan semangat Bhineka Tunggal Ika.
Pengertian pluralisme agama yang bersyarat ini, sesuai dengan isyarat Al-
Quran yang tercantum dalam Qs.Saba/34:24-26 berikut :
Katakanlah wahai Muhammad: siapakah yang memberi rezki kepadamu dari
langit dan bumi? Katakanlah: Allah, dan sesungguhnya kami atau kamu (nonMuslim) pasti berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata. Katakanlah
kami (non Muslim) tidak akan bertanggung jawab tentang dosa yang kami
perbuat, dan kami tidak akan ditanya pula tentang apa yang kamu perbuat.
Katakanlah Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberikeputusan antara kita dengan benar dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagiMaha Mengetahui. (Qs.Saba/34:24-26)
Sementara itu, menurut M.Amin Abdullah5 benih-benih, akar-akar
musnculnya violence atau tindak kekerasan dengan motif agama disebabkan
tiga faktor, yaitu :
Pertama; Pemahaman Literal-skriptual dan sikap eksklusif-apologetikPemahaman tekstual-skriptual adalah jenis pemahaman kitab suci yang dangkal,
karena tidak ada upaya memperbandingkan secara mendalam, lebih-lebih secara
kontekstual yang membutuhkan analisis historis dan psikologis, antara satu ayat
dengan ayat-ayat lain yang mungkin memberi pemahaman dan pengertian yang
berbeda atau justru bersebrangan, untuk tidak menyebutnya bertentangan.
Pemahaman seperti ini mudah sekali membentuk sikap sosial yang bersifat
apologetik dan ekslusif.
Kedua; Ketidak percayaan sesama anggota kelompok masyarakat (Mutual
Distrust).6 Perasaan tidak senang, tidak setuju, dan tidak sepakat adalah sesuatu
yang wajar. Setiap individu dan kelompok selalu mempunyai watak atau sifat
dasar seperti itu. Namun, perasaan tersebut bisa menjadi-jadi, bertambah kuat,
dan berkembang luas jika dibarengi ramuan sikap-sikap sosial dan beban sejarah
masa lalu yang biasanya tidak mudah dilupakan, karena terdokumentasikan secara
rapi, baik dalam ingatan kolektif, buku-buku literatur, maupun film-film5 M.Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultula-Multireligius, Jakarta: PSAP, 2005, h.
11-246Dalam The Oxford Dictionary of World Religion dalam penelurusaran M.Amin Abdullah ketika
menjelaskan Violence dalam agama tersirat tiga kunci di situ: pertama, agama sama sekali tidakbisa meninggalkanuntuk tidak menyebutnya lengketemosi, sedangkan emosi merupakakn
cikal-bakal agresivitas yang mudah berbelok arah kepada tindak kekerasan; kedua, aktivitas dankegiatan keagamaan dapat mengurangi tindak kekerasan sekaligus dapat menjadi daya dorong
hebat dan memicu kekerasan jika menimbulakna rasa frustasi dan tidak puas bagi pemeluknya ,
ketiga, Masyarakat beragama yang tidak agresif biasanya dikondisikan oleh corak dan model
pendidikan agama (learning system) yang ditawarkan oleh pimpinan agama, masyarakat, atau
kelompok agama yang santun secara sosial. Lihat John Bowker (ed), The Oxford Dictionary of
World Religion, Oxford: Oxford University Press, 1997, h. 1025, lihat pula M.Amin Abdullah,Pendidikan Agama Era Multikultural.., h. 18
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
5/17
dokumenter. Sikap-sikap ini, yang ujung-ujungnya tidak menyutujui dan tidak
mengakui keberadaan serta hak-hak orang atau kelompok lain, jika memuncak
dan menumpuk akan membentuk serta memupuk sikap tidak toleran, kebencian,kemarahan, ancaman dan tindakan diskriminatif. Pada puncaknya akan muncul
ketidak percayaan antar sesama individu, sesama anggota keluarga, sesama
kelompok, atau antarkelompok (mutual distrust)
Ketiga, Penyebaran merata ketidak adilan sosial-ekonomi dan sosial politik.
Masalah ketidak setaraan atau kesenjangan yang mencolok antara the have danthe have not sangat menyentuh rasa keadilan masyarakat luas. Negara-negarakapitalis menjdi digjaya, karena ditopang oleh kekuatan ilmu pengetahuan, baik
secara teoritis maupun terapan. Ketidak adilan global berakibat pada ketidak
adilan lokal. Ketidakadilan lokal ikut memicu berkobarnya rasa iri, dengki, tidak
puas dan frustasi anggota masyarakat. Tindak KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme) di berbagai tempat menjadikan rakyat tidak berdaya dan tidakmempunyai akses yang setara ke sentral-sentral ekonomi, power sharingdalam
politik dan pendidikan.
Dengan menggali ajaran-ajaran agama, meninggalkan fanatisme buta, serta
berpijak pada kenyataan bahwa Tuhan Yang merupakan sumber ajaran Ketuhanan
Yang Maha Esa, pada hakekatnya menganut universalisme. Tuhan Yang Maha
Esa itulah yang menciptakan seluruh manusia, seluruh manusia bersumber dari
satu keturunan, betapapun berbeda agama, bangsa dan diberi kebebasan untuk
menerima atau menolak petunjuk agama, dan karena itu pula Dia menuntut
ketulusan beragama dan tidak membenarkan paksaan dalam bentuk nyata atau
terselubung, besar atau sekecil-kecilnya sekalipun.
Yang dituju oleh setiap agama adalah kemaslahatan umat manusia. Tuhan
sedemikian besar, sehingga rahmat-Nya pasti menyentuh seluruh makhluk-Nya.
Dia dapat mengalah dan menganugerahkan hak-Nya demi hasil karya seninya
yang paling sempurna, yaitu Manusia
Dalam kajian-kajian Islam menurut Mahmud Syaltout yang dikutip oleh M.
Quraish Shihab7dikenal dua sisi ajaran yaitu sisi nazhary atau teoritis, dan sisi
amaly atau praktis. Sisi nazhary berkaitan dengan benak dan jiwa sehingga harus
dipahami sekaligus diyakini, dan jika sumber dan interpretasi ajaran ini dipastikan
kebenarannya maka ia dinamai Aqidah. Sisi amaly, adalah yang berkaitan dengan
pengamalan dalam dunia nyata yang dinamakan syariat.Aqidah adalah sendi utama, menurut M.Quraish Shihab, ia berkaitan dengan
sisi dalam manusia yang arus dipegang teguh. Adapun Syariah menyangkut
pelaksanaannya dapat digaris bawahi bahwa jangankan bagi pihak lain, bagi
penganutnya sekalipun diperbolehkan untuk ditangguhkan, manakala dalam
pelaksanaannya dihadang oleh kemaslahatan yang lebih besar. Dalam Al-Quran
surat Ali Imran ayat 64 menyatakan:
Artinya:Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kitasembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan
7
M. Quraish Shihab,Membumikan Alquran:Fungsi dan Peran Wahyu Dalam KehidupanMasyarakat, Bandung Mizan,2004, h. 221
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
6/17
tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain
Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah,
bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"(QS.AliImran/3:64).
Pengakuan terhadap eksistensi Non muslim yang bersifat timbal balik bagikamu agama kamu dan bagiku agamaku sehingga dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa
memutlakan pendapatnya kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan
keyakinan yang absolut itu.
Agama mengajarkan yang demikian karena kesatuan pendapat dalam segala
hal tidak mungkin tercapai, khususnya setelah pertumbuhan penduduk yang
sedemikian pesat serta keaneka ragaman kebutuhan. Manusia tadinya satu
kesatuan, kemudian mereka berselisih (QS.Al-Baqarah/2:213. Perbedaan antara
manusia adalah kehendak Tuhan Jua.Seandainya Tuhan menghendaki niscaya Dia menjadikan manusia satu umat (tetapi Tuhan tidak menghendaki itu)sehingga mereka akan terus berbeda (QS.al-Hud/11:118)
Ayat-ayat Al-Quran di atas merupakan bukti pengakuan terhadap adanya
keragaman dan keanekaan serta kemajemukan di antara manusia, yang harus
diakui dan dipercaya sebagai suatu keniscayaan dalam perjalanan manusia menuju
kepada ridla Yang Esa
Dalam sejarahpun, Nabi Muhammad telah memberi teladanmengenai bagaimana hidup bersama dalam keberagaman.Ketika Hijrah ke Madinah, Rasulullah menggunakan orang Yahudisebagai petunjuk jalannya, atau ketika Beliau menyembelihkambing dan mengirim daging yang sudah dimasaknya ketetangga Yahudi.
Yang paling humanis adalah peristiwa Rasulullah dalamsuatu majelis, tiba-tiba ia berdiri, saat menyaksikanserombongan orang membawa jenazah. Para sahabatmengetahui jenazah tersebut adalah orang yahudi. YaRasulullah, bukankah itu jenazah orang Yahudi? Apa jawabRasulullah: Dia juga jiwa (manusia).
Ketika merintis terbentuknya masyarakat di Madinah,melalui as-Shahifah al-Madinah (piagam Madinah), Nabi
Muhammad SAW berusaha untuk mencari titik temu antarakepentingan golongan, kabilah dan agama yang berbeda-beda diMadinah. Langkah pertama Rasulullah adalah dengan mengakuihak eksistensi kelompok-kelompok tersebut dalam dokumenpiagam Madinah. Hal sama juga dilakukan penerus Beliau yaitukhalifah Umar ibn Khattab dalam sikap baiknya terhadappenduduk Yerussalem yang terdokumentasikan dalam PiagamAelia.
Teladan Nabi secara estafet dipraktikan oleh Khalifah Umardan juga pada masa khilafah Umawiyah di Andalusia Spanyolyang memperlakukan politik multikultur yang gemilang. Dalam
catatan sejarah Umawi di Spanyol yang mendapat sanjungan
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
7/17
dari Max Dimont yang menyebutnya sebagai rahmat bagiAndalusia yang mengakhiri kezaliman dan kekelaman
kolonialisme dan pemaksaan agama pada waktu sebelumnya. Dibawah rezim pemerintahan Islam yang bertakhta selama 700tahun, Spanyol diibaratkan sebagai negeri tiga agama dan satutempat tidur orang-orang Islam, Kristen dan Yahudi hidup rukundan bersama-sama menyertai peradaban gemilang. KesaksianMax Dimont ini termaktub dalam buku The Indestructible Jews.8
Kiranya pluralisme telah menjadi kesadaran agama-agamasejak dulu. Agama umumnya muncul dalam lingkunganpluralistik dan membentuk eksistensi diri dalam menanggapipluralisme itu. Bahkan setiap agama justru lahir dari prosesperjumpaan dengan kenyataan pluralitas. Maka, pluralismeadalah fakta sosial yang selalu ada dan telah menghidupi tradisiagama-agama.
Al-Quran kitab suci umat Islam, tidak hanya berbicarakepada umat Islam saja, tetapi berbicara juga kepada banyakumat, baik Nasrani, Yahudi dan sebagainya. Kata-kata itu ada didalam ayat-ayat Al-Quran seperti : Hai orang-orang beriman,Hai manusia, Hai orang-orang Kafir, Hai Ahl Kitab, dan lainsebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwa pada saat itu Al-Quran tidak hanya berbicara pada satu pihak saja kepada umatIslam juga berbicara kepada banyak pihak. Dalam Al-Quran
surat al-Baqarah ayat 62 Allah menyatakan :
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orangYahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa sajadi antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, harikemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahaladari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka,dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Qs.al-Baqarah/2:62)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orangYahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara
mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudiandan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadapmereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Qs. Al-Maidah/5:69)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orangYahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi
8
Max I Dimont, The Indestructible Jews, New York: New American Library, 1973, h.203sebagimana dikutip dalam Uluml Quran No.3, Vol. VI, 1995 h. 63
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
8/17
keputusan di antara mereka pada hari kiamat. SesungguhnyaAllah menyaksikan segala sesuatu.(Qs.al-Hajj/22:17)
Dari ketiga ayat di atas, bahwa dari segi keyakinan dankepercayaan yang dianut, secara global umat manusia dalamperspektif Al-Quran dapat dibedakan ke dalam enam kelompok,yaitu :1. kelompok orang-orang yang beriman (alladzina amanu)2. kelompok orang-orang Yahudi (alladzina hadu)3. kelompok orang-orang nashrani (an-Nashar)4. kelompok orang-orang shabiun (as-Shabiun)5. kelompok orang-orang Majusi (al-Majus)6. kelompok orang-orang musyrik (al-Musyrikun)
Dalam surat al-Hujurat ayat 13 Allah juga berfirman :
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamudari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikankamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu salingkenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi MahaMengenal.(Qs.al-Hujurat/49:13)
Atas dasar ayat-ayat tersebut, kita dapat mengatakanbahwa Al-Quran mengakui adanya keragaman dan sang lain(the other), pada dasarnya manusia dengan segalaperbedaannya; latar belakang kultural, agama, etnis, jeniskelamin, tempat tinggal dan lain-lain, memiliki kedudukan yangsama di hadapan Tuhan. Oleh karena itu adalah logis jikamasing-masing harus saling menghormati dan menghargaiperbedaan-perbedaan itu.
Al-Quran sebagai dasar utama dalam agama islam, dipakaisebagai rujukan utama seluruh kaum muslim dalam memperoleh
petunjuk, bimbingan, dan berkewajiban untuk mengamalkannyadalam kehidupan. Namun Al-Quran tidak berdiri sendiri,melainkan melibatkan ilmu-ilmu bantu dalam memahaminya. Diantara ilmu bantu tersebut adalah tafsir. Tafsir secara etimologi(bahasa) berarti menjelaskan dan menerangkan (al-idlah wa at-tabyin)9. Secara terminologis makna Tafsir menurut Az-Zarkasyi10
adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskanmakna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya
9Muhammad Husein Az-Dzabahi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, Al-Qahirah: Maktabah Wahbah,
1995, Juz.I, h. 1310Manna Khalil al-Qattan, Mabahits fi Ulum Alquran, Mansyurat al-asyr al-Hadits, 1973, h. 324
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
9/17
Muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan-kandunganhukum dan hikmahnya.
Berbagai penafsiran Al-Quran dalam lintasan sejarah telahdilakukan, dibuktikan dengan banyaknya kitab tafsir Al-Qurankarya para ulama baik klasik maupun kontemporer.Sebagianorang meyakini dan mengimani penafsiran cukup secara harfiah,sebagian lainnya menganggap tidak cukup, melainkan perlupenafsiran secara hermeneutic
Ayat-ayat Al-Quran terbuka untuk sepanjang waktu danzaman. Makna ayat-ayat bagi ulama zaman pertangahan bisasangat berbeda dari makna yang diterima ulama yang hidupdalam kondisi modern. Asumsi bahwa Al-Quran shalih li kulli Zaman wa Makan juga diakui oleh dalam tradisi penafsiranklasik.Namun dalam paradigma tafsir klasik, asumsi tersebutdipahami dengan cara memaksakan konteks apa pun ke dalamteks Al-Quran, sehingga cenderung melahirkan pemahamantekstualis dan literalis. Ini berbeda dengan paradigma tasfsirkontemporer yang cenderung kontektual bahkan liberal.
Paradigma tafsir kontemporer cenderungmengkontekstualisasikan makna ayat tertentu denganmengambil prinsip-prinsip dan ide universalnya. Sehingga jikaada ayat-ayat yang secara tekstual dianggap sudah tidak relevandengan perkembangan zaman karena bersifat partikular dan
kasuistik, maka para penafsir kontemporer berusahamenafsirkan Al-Quran dengan semangat zamannya. Sebagaicontoh adalah ayat-ayat tentang pluralisme, perbudakan,poligami, dan ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah sosialkemasyarakatan. Penafsiran mereka terhadap masalah-masalahtersebut cenderung kontekstual.11
Paradigma tafsir kontemporer menurut istilah AbulMustaqim, dalam perkembangan ilmu tafsir dikenal dengan corakpenafsiran adabi ijtimai yaitu corak sastra budayakemasyarakatan.12
Corak sastra budaya kemasyarakatan atau adabi ijtimai
dimulai oleh Muhammad Abduh13, yaitu corak tafsir yangmenjelaskan petunjuk ayat-ayat Al-Quran yang berkaitanlangsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha
11Karakteristik yang menonjol dalam paradigma tafsir kontemporer, antara lain:
a.Memosisikan Alquran sebagai kitab petunjuk, b. bernuansa heurmenetis , c. kontektual dan
berorientasi pada spirit Alquran, d. Ilmiah, kritis dan non sektarian. Lihat Abdul Mustaqim,
Pergeseran Epistimologi Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, h..82-9012Corak peanfsiran yang dipakai oleh para mufassir dalam menafsirkan Alquran sangat
beragam.Macam-macam tafsir di bawah ini menunjukan keragaman itu:a. tafsir bi al-Matsur, b.
tafsir bi ar-rayi. c. tafsir as-Shufi, d. tafsir al-Fiqhy, e. tafsir al-Falsafi, f. tafsir al-Ilmi dan g. tafsir
al-Adabi al-Ijtimai. Abddul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhui dan Cara Penerapannya,
terj. Rosihon Anwar, Bandung :Cv.Pustaka Setia, 2002. h. 2413M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran;., h. 73
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
10/17
untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkanpetunjuk ayat dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam
bahasa yang mudah dimengerti.Para penafsir kontemporer sedikit banyak terpengaruhi oleh
gagasan Abduh dalam hal keinginan mengembalikan Al-Quransebagai kitab petunjuk. Inilah yang kemudian menjadi ciri utamadari penafsiran-penafsiran kontemporer, baik yangdikembangkan melalui metode pendekatan historis, sosiologis,heurmeneutis14, bahkan juga yang menggunakan pendekataninterdisipliner.15
Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustofa al-Maraghi(selanjutnya disebut al-Maraghi) adalah salah satu kitab tafsirmodern kontemporer dengan corak penafsiran adabi ijtimai,Seperti ungkapan al-Maraghi di awal pembukaan tafsirnyaberikut ini :
Karena pergantian masa selalu diwarnai dengan ciri-cirikhusus, baik di bidang pramasastra, tingkah laku dankerangka berpikir masyarakat, sudah barang tentu wajar-bahkan wajib- bagi mufassair masa sekarang untuk melihatkeadaan pembaxa dan memjauhi pertimbangan keadaanmasa lalu. Dengan demikian, kamipun merasa berkewajibanmemikirkan lahirnya sebuah kitab tafsir yang mempunyaiwarna tersendiri dan dengan gaya bahasa yang mudah
dicerna oleh alam pikiran saat ini. Pepetah telahmengatakan, :Lain ladnag lain belalang, lain lubuk lainikannya. Apakah teman bicaramu dengan kadarpembicaraan yang sesuai dengan pengetahuannya. Sebab,pada setiap tempat mempunyai adat kebiasaantersendiri.16
Tafsir inilah yang menjadi fokus pembahasan penelitian ini,khususnya yang berkaitan dengan pluralisme.
Dengan memperhatikan isu-isu tentang pluralisme danpenafsiran Al-Quran tentang adanya keberagaman dalam
beragama di atas, maka identifikasi masalah yang munculdalam penelitian ini adalah makna pluralisme, pluralismekaitannya dengan kerukunan umat beragama serta penjelasanAl-Quran tentang beragamnya keyakinan dan kepercayaan
14Heurmeneutika adalah Sebuah bidang kakjian yang membahas mengenai bagaimana
menggunakna instrumen sejarah, filologi, manuskriptologi, dn lain sebagainya sebagai sarana
untuk memahami maksud dari suatu obyek yang ditafsirkan.Roy.j. Howard, Heurmeneutiak:
Wacana Analitik, Psikososial dan Ontologis, terj. Kusmana dan M.S. Nasrullah,Bandung:Nuansa,200, h. 14. Lihat pula Fakhrudin Faiz, Heurmeneutika Qurani : Antara Teks,
Konteks dan Kontekstualisasi, Yogyakarta:Qalam, 2003, h. 36-4115Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistimologi Tafsir, h. 8416
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. K.Anshori Umar Sitanggal dkk, Semarang:Pt Karya Toha Putra Semarang, 1992, h.18-19
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
11/17
Umat manusia ( QS. Al-Baqarah/2: 62, Qs.al-maidah/5: 69 danQs.al-Hajj/22:17)
B. Pembahasan
Pluralisme agama telah menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering
dibicarakan akhir-akhir abad 20, khususnya di Indonesia. Wacana ini sebenarnya
ingin menjembatani hubungan antaragama yang seringkali terjadi disharmonis
dengan mengatas namakan agama, diantaranya kekerasan sesama umat beragama,
maupun kekerasan antar umat beragama.
Di kalangan media saat ini terdapat pandangan umum bahwa Islam tidak
mendukung pluralisme. Lebih menyedihkan lagi, kerap kali kita mendengar
bagaimana susahnya minoritas non-Muslim untuk bisa hidup secara damai dan
harmonis di negara-negara Muslim. Tindakan kekerasan orang-orang ekstrimis
yang menyalah gunakan teologi Islam untuk membenarkan serangan jahatnyasemakin mengentalkan prasangka buruk terhadap Muslim, dan saat ini banyak
orang mengira bahwa orang-orang Muslim tidak percaya akan pluralisme dan
keragaman. Padahal, sebaliknya, sejarah menunjukkan bahwa Islam, sebagaimana
diajarkan oleh al-Quran serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad beserta para
sahabatnya benar-benar menerima, merayakan, dan bahkan mendorong
kemajemukan.
Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Islam
sangat menghargai pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas
mengakui hak-hak penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan
ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan.
Dalam Qs. Al-Maidah ayat 48 Allah menyatakan;
Artinya : Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan
yang terang. (Qs.al-Maidah/5:48)
Al-Maraghi menafsirkan:Untuk masing-masing umat dari kalian, hai
manusia, telah Kami buatkan satu syariat tersendiri, yang Kami wajibkan mereka
menegakan hukum-hukumnya, dan Kami buatkan suatu sunnah dan jalan yangKami wajibkan mereka menempuhnya, untuk membersihkan jiwa dan
memperbaiki hati mereka.
Diriwayatkan dari Qatadah dalam penafsirannya tentang Syiratan wa
minhajaa, dia mengatakan bahwa maksudnya ialah jalan dan sunnah. Adapun
sunnah itu ada berbeda-beda. Taurat punya syariat tersendiri, Injil punya syariat
tersendiri dan Al-Quran pun punya syariat tersendiri. Dalam hal ini, Allah
menghalalkan pada masing-masing yang Dia kehendaki dan mengharamkan apa
yang Dia kehendaki. Maksudnya supaya diketahui siapa yang taat kepada-Nya
dan siapa yang tidak.Akan tetapi, ad-din yang tidak menerima lainnya adalah
tauhid dan ikhlas, dan inilah yang dibawa oleh semua utusan Allah SWT. Juga
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
12/17
diriwayatkan dari Qatadah, bahwa dia mengatakan lagi : ad-din atau agama adalahsatu sekalipun syariatnya berbeda.17
Dengan demikian bisa dimengerti, bahwa yang dimaksud syariat ialahhukum-hukum amaliah yang berbeda-beda menurut masing-masing rasul yang
datang kemudian menghapuskan syariat sebelumnya. Sedang ad-din adalah
prinsip-prinsip permanen yang tidak berubah, sekalipun berbeda nabi.
Nampaknya, al-Maraghipun melalui penafsiran ayat ini mengakui adanya
perbedaan dalam menjalankan syariat antara umat beragama, namun tujuannya
adalah satu yaitu tauhidullah, Meskipun demikian, pernyataan tersebut
mempunyai makna berbeda dengan pluralisme yang diartikan dengan agama-
agama pada hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama
menyelamatkan. Mungkin kalimat yang lebih umum adalah banyak jalan
menuju Roma. Semua agama menuju pada Allah, hanya jalannya yang berbeda-
beda.
Artinya: Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kami dijadikan-Nya satu umat
(saja)(Qs.al-Maidah/5:48)
Kalau Allah menghendaki untuk menjadikan kamu satu umat saja dengan
satu syariat dan satu jalan yang kamu tempuh dan amalkan, yakni dengan
menciptakan kalian berwatak sama dan berakhlak sama, dan penghidupanmupun
satu taraf, sehingga kamu bisa diatur dengan satu syariat saja dalalm berbagai
masa. Namun Allah tidak menghendaki itu bahkan, Dia berkehendak menjadikankalian suatu jenis yang berakal, berpikir dan mempunyai watak dapat memahami
dan siap menerima ilmu, berkembang melewati tahapan-tahapan hidup sedikit
demi sedikit, tunduk pada undang-undang perkembangan18.
Dari penjelasan ayat di atas Pluralisme adalah merupakan perwujudan dari
kehendak Allah SWT. Allah tidak menginginkan hanya ada satu agama walaupun
sebenarnya Allah punya kemampuan untuk hal itu bila Ia kehendaki. Jikalau
Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu. (QS.
Hud: 11/118)19.
Islam adalah agama damai yang sangat menghargai, toleran dan membuka
diri terhadap pluralisme agama. Isyarat-isyarat tentang pluralisme agama sangat
banyak ditemukan di dalam Al-quran antara lain Firman Allah Untukmuagamamu dan untukku agamaku. (QS. Al-Kafirun: 109/6).
Dalam Al-Quran berulang-ulang Allah menyatakan bahwa perbedaan di
antara umat manusia, baik dalam warna kulit, bentuk rupa, kekayaan, ras, budaya
dan bahasa adalah wajar. Allah bahkan melukiskan pluralisme ideologi dan agama
sebagai rahmat. Allah menganugrahkan nikmat akal kepada manusia, kemudian
dengan akal tersebut Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk
memilih agama yang ia yakini kebenarannya tanpa ada paksaan dan intervensi
17Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-maraghi, h. 23918Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 24019
Lihat pula Qs.al-Baqaarah/2:213, Qs. Yunus/10 :19, Qs.al-Maidah/6 :48,Qs.an-Nahl/16 93
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
13/17
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
14/17
Kedatangan Al-Quran ditengah-tengah pluralitas agama tidak serta-merta
mendeskreditkan agama-agama yang berkembang pada saat itu, tapi Alquran
sangat bersifat asfiratif, akomodatif, mengakui keberadaan agama-agama yangdatang sebelum Al-Quran diturunkan. Pengahrgaan dan penghormatan Islam
terhadap keberadaan agama lain ditunjukan Qs. Al-Anam ayat 108 ;
Artinya: Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampauibatas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap
baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, laludia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.(Qs.al-Anam/6:108)
Allah melarang Nabi SAW juga kaum muslimin untuk mencaci dan memaki
tuhan-tuhan mereka seperti berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah,
karena jika kamu memakinya, maka akibatnya mereka akan memaki Allah,
dengan melampaui batas atau secara tergesa-gesa tanpa berpikir dan tanpa
pengetahuan.24
Sementara itu menurut M. Quraish Shihab25 bahwa ayat ini merupakan
bimbingan khusus ditujukan kepada kaum muslimin karena tidak mungkin akan
terjadi dari nabi Muhammad SAW yang sangat luhur budi pekertinya sebagai
seorang pemaki juga pencerca. Larangan memaki tuhan-tuhan dan kepercayaan
pihak lain merupakan tuntunan agama, guna memelihara kesucian agama-agama
dan guna menciptakan rasa aman serta hubungan harmonis antar umat beragama.
Manusia sangat mudah terpancing emosinya bila agama dan kepercayaannya
disinggung. Ini merupakan tabiat manusia, apapun kedudukan sosial atau tingkat
pengetahuannya, karena agama bersemi di dalam hati penganutnya, sedang hati
adalah sumber emosi yang berbeda dengan pengetahuan yang mengandalkan akal
dan fikiran.
Bahkan lebih jauh dari itu Al-Quran juga mengakui akan keutamaan umat-
umat terdahulu sebagaimana terdapat dalam ayat. Wahai Bani Israil! Ingatlahnikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu, dan Aku telah melebihkan kamu
dari semua umat yang lain di alam ini (pada masa itu). (QS. Al-Baqarah: 2/47).
Dalam ayat ini, tergambar suatu sikap pengakuan Al-Quran akan
keunggulan dan keutamaan umat-umat terdahulu sebelum umat Islam.
Al-Quran sebagai sumber normatif bagi satu teologi inklusif-pluralis. Bagi
kaum muslimin, tidak ada teks lain yang mempunyai posisi otoritas mutlak dan
24
Abu al-Fida' Ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adhim, Jeddah: al-Haramain, h.163-16425M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 242-244
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
15/17
tak terbantahkan selain Al-Quran. Maka, Al-Quran merupakan kunci untuk
menemukan dan memahami konsep pluralisme agama dalam Al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Hayyal-Farmawy, Metode Tafsir Maudhui dan CaraPenerapannya,
Bandung : Pustaka Setia, 2002Abd. Majid, Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi.
Bandung:CV.Pustaka Setia, 2000
Abdul Latif Muhmaad al-Abd, al-Akhlak al-Islamiyah, Kairo : Daral-Ulum
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam. Beirut : Dar el-Salam,1978Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan BerdasarkanAl-Quran,
Jakarta: Rineka Cipta, 1990Abudin Nata, et. Al. (ed). Tema-tema Pokok Al-Quran, Jakaarta:Biro Bina Mental
Spiritual, 1995Abu al-Qasim al-Husain ibn Muhamad ibn ar-Ragib al-Isfahany,Al-Mufradat fi
Gharib Al-Quran, Beirut : Dar al-Maarif
Ahmad Mustafa al-Maraghy, Tafsir al-Maragh, terj. K. Anshori Umar Sitanggal,Semarang: PT. Tkarya Toha Putra Semarang, 1992
Ali ibn Ahmad al-Wahidy an-Naisabury, Asbab an-Nuzul, Dar el-FikrAli Abd al-Halim Mahmud,. Tarbiyah al-Nasyi al-Muslim. Dar al-wafa Li al-
Thibaah wa al-Nasyr wa at-Tauzi, 1992
Alwi Shihab,Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama. Bandung:
Mizan, 1998
Anis Malik Toha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Depok: Perspektif,
2005
Abdul Mustaqim,Pergeseran Epistimologi Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008
Basri ibn Ashghari, Solusi Al-Quran tentang Problema Sosial,Politik dan Budaya,
Jakarta: Rineka Cipta, 1994Budhy Munawar Rachman,Islam Pluralis. Jakarta: Paramadina, 2005
Chairudin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Quran, Jakarta:Gema Insani Press,
1998Departemen Agama, Al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Depag,1994
Farid Esack, Quran, Liberalism and Pluralism: An Islamic Perspective of
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
16/17
8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy
17/17
Top Related