I. Pengertian Plankton
Plankton didefenisikan sebagai organisme hanyut apapun yang hidup dalam zona
pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar. Secara luas plankton dianggap
sebagai salah satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi bekal makanan untuk
kehidupan akuatik. Bagi kebanyakan makhluk laut plankon adalah makanan utama mereka.
Walaupun termaksud jenis benda hidup, plankton tidak mempunyai kekuatan untuk melawan
arus, air pasang atau angin yang menghanyutkan.
Plankton juga dibagi menjadi fitoplankton yaitu organisme tumbuhan dan
zooplankton yaitu organisme hewan. Selain itu berdasarkan siklus hidupnya dikenal
holoplankton, yaitu plankton yang seluruh hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton,
yaitu plankton yang hanya sebagian dari siklus hidupnya yang bersifat planktonik.
Sebenarnya plankton juga memiliki alat gerak (misalnya flagelata dan ciliata)
sehingga secara terbatas`plankton akan melakukan gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut
tidak cukup untuk mengimbangi gerakan air di sekelilingnya, sehingga dikatankan bahwa
gerakan plankton sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Berdasarkan habitat hidupnya,
dibedakan antara haliplankton, yaitu plankton yang hidupnya di habitat laut dan
limnoplankton, yaitu plankton yang hidup di habitat air tawar. Selanjutnya plankton dapat
dibagi berdasarkan ukuran tubuhnya, yaitu:
Makroplankton berukuran > 500 μm
Mikroplankton berukuran 20 – 200 μm
Nanoplankton berukuran 2 – 20 μm
Ultraplankton berukuran < 2 μm
Selain itu terdapat kelompok plankton megaplankton yang mempunyai ukuran tubuh yang
sangat besar seperti kelompok medusa (Cyanea arctica) yang mempunyai diameter 2m dan
panjang tentakel lebih dari 30 m. Kelompok ini merupakan kelompok plankton yang jarang
ditemukan dan umumnya hidup pada habitat laut.
II. Fitoplankton
A. Pengertian Fitoplankton
Fitoplankton adalah komponen autotrof plankton. Autotrof adalah organisme yang
mampu menyediakan/memsintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan
anorganik dengan bantuan energy seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi
sebagai produsen. Nama fitoplankton berasal dari bahasa Yunani, phyton atau tanaman dan
planktos berarti pengembara atau penghanyut. Sebagian besar fitoplankton berukuran terlalu
kecil untuk dapat dilihat dengan mata biasa. Akan tetapi, ketika berada dalam jumlah yang
besar, mereka dapat tamoak sebagai warna hijau di air karena, mereka mengandung klorofil
dalam sel-selnya (walaupun warna sebenarnya dapat bervariasi untuk setiap spesies
fitoplankton karena kandungan klorofil yang berbeda- beda atau memiliki tambahan pigmen
seperti phycobiliprotein )
Fitoplankton memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis
sehingga mereka harus berada pada bagian permukaan (disebut sebagai zona euphotic)
lautan, danau atau kumpulan air yang lain. Melalui fotosintesis, fitoplankton menghasilkan
banyak oksigen yang memenuhi atmosfer bumi. Hasil dari fotosintesis yang dilakukan
fitoplankton dan tumbuhan air lainya disebut sebagai produktivitas primer. Kemampuan
mereka untuk mensintesis bahan organik menjadikan mereka sebagai dasar dari sebagian
besar rantai makanan di ekosistem lautan dan di ekosistem air tawar.
Disamping cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung dengan ketersediaan nutrisi
untuk pertumbuhannya. Nutrisi-nutrisi ini terutama makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau
asam silikat, yang ketersediaannya diatur oleh keseimbangan antara mekanisme yang disebut
pompa biologis dan upwelling pada air bernutrisi tinggi dan dalam. Akan tetapi, pada
beberapa tempat di samudera dunia seperti di samudera bagian selatan, fitoplankton juga
dipengaruhi oleh ketersediaan mikronutrisi seperti besi.
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kepadatan fitoplankton di suatu
perairan lotik adalah kecepatan arus air. Secara umum kepadatan fitoplankton akan
berkurang drastis pada kecepatan arus lebih dari 1m/detik, meskipun terdapat beberapa
perkecualian seperti yang ditemukan oleh WAWRICK (1962), bahwa pada kecepatan rata-rata
0,95 m/detik masih ditemukan fitoplankton sejumlah 27.000 individu/ml. Apabila kecepatan
arus meningkat sampai lebih dari 2.1 m/detik akan menyebabkan penurunan jumlah populasi
yang sangat drastis. Meskipun demikian, pada kecepatan sekitar 2 m/detik masih bisa
diharapkan untuk memperoleh populasi fitoplankton sebanyak kurang lebih 3.000
individu/ml. ERLT (1985) mencatat kepadatan fitoplankton tertinggi di sungai Donau (Eropa)
pada kecepatan arus yang lebih kecil dari 0,4 m/detik.
Selain itu kekeruhan air juga sangat mempengaruhi keberadaan fitoplankton. SINGH
(1983) mencatat bahwa kepadatan fitoplankton di sungai Gangga (India) pada tingkat
kekeruhan 45-55 ppm, mencapai 2500 individu/l. Pada saat musim penghujan tingkat
kekeruhan meningkat menjadi 600-900 ppm yang menyebabkan kepadatan fitoplankton
menurun sangat drastis menjadi hanya 100 individu/l.
Kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar umumnya terdiri dari
diatom dan ganggang hijau serta dari kelompok ganggang biru. Jenis yang umumnya sangat
banyak ditemukan pada perairan adalah genus Oscillatoria, Aphanizomenon, Anabaena dan
spesies Microcytis aeruginosa. Dari kelompok diatom yang umum dijumpai adalah
Stephanodiscus hantzchii, Cyclotella meneghiniana, Melosira granulate, Asterionella
Formosa dan Synedra acus. Dari kelompok chlorophyta yang sering dijumpai adalah
Scenedesmus quadricauda, Ankistrodesmus acicularis, Coelastrum reticulatum, Euglena
pisciformis, genus Chlamydomonas dan Pandorina morum.
Pada perairan yang tercemar seperti perairan di sungai Dulpin Georgia, Amerika
Serikat, fitoplankton yang dominan adalah fitoflagellata dan ganggang biru, selanjutnya pada
daerah hilir banyak ditemukan ganggang biru dan diatom (MARSHALL, 1985). Di sungai ini
dijumpai 177 takson algae.
Pada perairan tropis seperti di India, terjadi fluktuasi kepadatan fitoplankton yang
bervariasi antara musim panas dan musim dingin. Kepadatan minimum dijumpai pada saat
Monsuns (RAI, 1974). Keanekaragaman fitoplankton yang sangat besar dijumpai pada sungai-
sungai di Amazon.
Pada zona limnetik di danau-danau yang terdapat di daerah temprata, kepadatan
populasi fitoplankton akan bervariasi secara musiman. Kepatan yang sangat tinggi dicapai
pada saat musim semi, terjadi dalam waktu yang singkat dan sering disebut sebagai blooming
atau juga pulsa musim semi. Kepadatan yang tinggi ini dicapai akibat meningkatnya kadar
nutrisi pada saat musim dingin yang tidak digunakan karena intensitas cahaya dan temperatur
yang sangat rendah, sehingga laju fotosintesis sangat lambta. Meningkatnya intensitas cahaya
pada musim semi tiba, diikuti dengan naiknya temperatur air serta ketersediaan nutrisi yang
tinggi menyebabkan terjadi peningkatan populasi fitoplankton dengan sangat cepat.
Pemanfaatan nutisi yang berlangsung dengan cepat akan menyebabkan konsentrasinya
menjadi sangat rendah pada musim panas tiba, sehingga akan menyebabkan populasi
fitoplankton juga menjadi rendah. Kepadatan yang tinggi juga diamati pada musim gugur
(pulsa musim gugur), walaupun kepadatan yang dicapai tidak setinggi pada saat musim semi.
Terjadinya blooming pada musim gugur ini diduga akibat dari peningkatan populasi sejenis
ganggang hijau biru seperti Anabaena yang mampu hidup meskipun pada kondisi konsentrasi
nitrogen yang rendah.
B. Peranan Fitoplankton
Paranan fitoplankton dalam ekosistem perairan marin demikian penting, yakni selain
sebagai penyedia energy, beberapa jenis di antaranya Gymnodinium mikroadriaticum
(Dinoflagellata/Pyrropyhta) membentuk symbiont sebagai zoox (zooxanthelae) yang mampu
bersimbiosis dengan hewan koral (Coelenterata). Zoox inilah yang memberi warna warni
exotic pada koral hidup.
III. Global Warming
Pemanasan global/global warming merupakan kejadian meningkatnya temperatur
rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Temperature rata-rata global pada permukaan bumi
telah meningkat 0,18 0C selama seratus tahun terakhir. Intergovermental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan temperature rata-rata
global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
kensentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akedemik,
termaksud semua akademi sains nasional dari Negara-negara G8.
Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-
perubahan antara lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca
yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global
yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai
jenis hewan. Sebagian besar pemerintahan Negara-negara di dunia telah menandatangani dan
meratifikasi Protocol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
A. Penyebab pemanasan global
1. Efek rumah kaca
Segala sumber energy yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian energy
tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termaksud cahaya tampak. Ketika energy
ini mengenai permukaan bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan
bumi. Permukaan bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya.
Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas
rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida dan metana yang menjadi perangkap
gelombang radiasi ini.
Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan
bumi dan akibatnya panas teresebut akan tersimpan di permukaan bumi. Keadaan ini terjadi
terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin
meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap
di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi,
karena tanpanya palnet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar
15 0C (59 0F) dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya
-18 0C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila
gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global
2. Efek umpan balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi global juga
dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah
pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti
CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke
atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut
dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi
uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas
CO2 sendiri. Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolute di udara,
kelembapan relative udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi
menghangat. Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2
memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat
ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah ke angkasa,
sehingga meningkatkan efek pendingin.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya
(albedo) oleh es. Ketika temperature global meningkat, es yang berada di dekat kutub
mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut ,
daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan
memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan
menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan
menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu,
es yang meleleh juga akan melepaskan CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia
menghangatkan, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrient pada zona mesopelagik
sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerapan
karbon yang rendah.
3. Variasi matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari matahari, dengan
kemungkinan diperkuat oleh umpan balik awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan
saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah
meningkatnya aktivitas matahari akan memanaskan strtosfer sebaliknya efek rumah kaca
akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah
diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas matahari menjadi contributor
utama pemanasan pada saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek
pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena
variasi matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberi
efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendingin.
B. Dampak pemanasan global
1. Cuaca
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian utara
dari belahan bumi utara akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang
terapung di perairan utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan,
mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pengunungan di daerah subtropis, bagian yang
ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih
panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari cenderung untuk
meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang
mernguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembapan tersebut malah
akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan
karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek
insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan
yang lebih banyak sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar
dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan. Kelembapan yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit
pemanasan. Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus
tahun terakhir. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air kan lebih cepat menguap dari
tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan
bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berdeda. Topan badai (hurricane) yang
memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan
pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola
cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
2. Tinggi muka laut
Perubahan tinggi rata-rata muka air diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil
secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat,
sehingga volumenya kan membesar dan menaikan tinggi permukaan laut, pemanasan juga akan
mencairkan banyak es di kutub, terutama di sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak
volume air di laut. Tinggi muka laut diseluruh dunia telah meningkat 10-25 cm (4-10 inci)
selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4-35
inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di
daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inci) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5
persen daerah Bangladesh dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai dan bukit pasir akan
meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat
di daratan.
3. Pertanian
Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih
banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat.
Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih
tingginya curah hujan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi
kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita snowpack
(kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair
sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang hebat.
4. Hewan dan Tumbuhan
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindari dari efek
pemanasan ini karena sebagian besar lahan dikuasai manusia. Dalam pemanasan global,
hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pengunungan. Tumbuhan akan
mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitatnya menjadi terlalu
hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-
spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan
pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat
berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5. Kesehatan manusia
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena
penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di
daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit
lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya
terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 4,5 persen penduduk dunia tinggal di daerah dimana
mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria, persentasi itu akan meningkat
menjadi 60 persen jika temperatur meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat
menyebar seperti malaria, demam dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga
memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih
hangatakan memperbanyak polutan, spora dan serbuk sari.
IV. Keterkaitan Fitoplankton dengan Global Warming
Pemanasan global yang meningkatkan suhu bumi, termaksud menghangatkan
perairan laut di seluruh dunia, dipastikan mengganggu ekosistem perairan. Dengan kata lain,
produktivitas ekosistem laut pun ikut anjlok. Pemanasan global (global warming) pada
dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena
terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi
gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga
energy matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Menurut laporan yang dirilis oleh
Global Coral Reef Monitoring Network, emisi karbondiaksida ini mengakibatkan hilangnya
terumbu karang hamper 20%. Meningkatnya konsentrasi karbondiaksida di atmosfer, dapat
meningkatkan keasaman laut yang dapat mempengaruhi kehidupan terumbu karang dan biota
laut lainnya. Jika keasaman laut meningkat, maka ketersediaan kalsium karbonat yang
dibutuhkan oleh karang akan menurun sehingga berdampak pada kehidupan karang tersebut
dimana tidak ada suplai kalsium lagi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya.
Banyaknya konsentrasi karbondioksida di atmosfer, maka laut akan banyak menyerap
karbon tersebut, kemudian laut akan menjadi bertambah asam, yang secara berkelanjutan
akan sangat merusak terumbu karang dan biota laut serta kehidupan plankton dan alga. Jika
kecenderungan emisi karbondioksida terus berlangsung dan tidak ada upaya untuk
mengurangi, maka banyak terumbu karang yang mungkin akan hilang dalam waktu 20-40
tahun mendatang, dan ini menjadi suatu musibah bagi para pencari nafkah yang
memanfaatkan terumbu karang sebagai objek penghasilan mereka. Menurut Carl Gustaf
Lundin, pemimpin program kelautan global di International Union for Conservation of
Nature, jika tidak ada perubahan, kita akan menyaksikan berlipatnya karbondioksida di
atmosfer dalam waktu kurang dari 50 tahun. Kenyataan saat ini, bahwa perubahan iklim
seperti naik temperature permukaan air laut dan meningkatnya keasaman laut merupakan
ancaman utama bagi kehidupan terumbu karang dan kehidupan plankton.
Akibat perubahan iklim di perairan, fitoplankton diatom terancam punah. Sejak 1970-
an populasi diatom terus berkurang. Jumlah diatom di laut lebih dari 80 persen dari seluruh
populasi fitoplankton. Jika hal ini terjadi, maka kelangkaan diatom di perairan otomatis akan
mengancam populasi ikan laut. Menurut penelitian madya bidang dinamika laut (spesialis
plankton dan produktivitas laut) Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembanga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), diatom sangat rentan terhadap perubahan suhu laut.
Perubahan suhu laut akan mengganggu pertumbuhan dan produktivitas diatom.
Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan
36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai
konsentrasi 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa
konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi
industry (UNEP/WMO, 2007). Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian Hutchins dan
Hare menyebutkan, perubahan iklim berdampak pada populasi fitoplankton, yang merupakan
rantai pertama siklus produksi ikan di laut. Sejumlah fitoplankton yang diambil dan
diinkubasikan dikondisikan dengan simulasi tadi. Hasilnya, kondisi tahun 2100 hanya cocok
bagi fitoplankton-fitoplankton lain di luar jenis diatom. Sebaliknya, diatom-diatom yang
bertipe lebih besar akan musnah.
Mikroalga
Mikra alga adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang-layang di dalam air,
relative tidak mempunyai daya gerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air
serta mampu berfotosintesis (Davis, 1951). Mikroalga umumnya bersel satu atau berbentuk
benang, sebagai tumbuhan dan dikenal sebagai fitoplankton. Fitoplankton memiliki zat hijau
daun (klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan
oksingen dalam air. Sebagai dasar rantai makanan pada siklus makanan di laut, fitoplankton
menjadi makanan alami bagi zooplankton baik masih kecil maupun yang dewasa. Selain itu
juga digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan. Namun fitoplankton tertentu
mempunyai peran menurunkan kualitas laut apabila jumlahnya berlebihan. Contoh kelas
dinoflagellata tubuhnya memeliki kromatofora yang menghasilkan toksin (racun), dalam
keadaan blooming dapat mematikan ikan. Dewasa ini fitoplankton telah banyak
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia.
Peranan mikroalga dalam antisipasi pemanasan global
a. Reduksi CO2, SOx, dan NOx
Danielo (2005) melaporkan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa selama
periode 7 hari pengukuran, bioreactor mikroalga mampu oksida sulfur hingga 85,9%,
CO2 82,3% pada saat cuaca cerah, dan 50,1% pada saat cuaca mendung. Metoda test yang
digunakan disesuaikan kepada standart yang dikenakan Environmental Protection Agency
(EPA). Pada penelitian sebelumnya diketahui mikroalga mampu mengurangi emisi CO2
sebesar 5 % dan NOx 70%. System dapat digunakan pada garis lintang dimana paparan
matahari lemah. Secara teoritis mikroalga mampu menangkap CO2 hingga 90%, tetapi
batasan teknologi harus diperhitungkan.
b. Tolenransi mikroalga terhadap CO2
Mikroalga telah dibuktikan sebagai pemakai gas asam-arang yang paling
produktif, yang dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan. Untuk mengurangi
emisi CO2 berbagai kultur mikroalga telah digunakan. Hamasaki et al. (1994)
melakukan pengujian terhadap Nannochloropsis salina, strain NANNP-2,
Phaeodactylum tricornutum, strain PHAEO-2 dan Tetraselmis sp, strain T-S3 dalam
10% CO2 dan N2 pada suhu 25oC di dalam rumah dan di luar pada corong asap.
Murakami dan Ikenouchi (1997) juga berhasil mengisolasi dua strain alga hijau, yaitu
Chlorella UK001 dan Chlorella littorale dan dilaporkan mampu memfiksasi CO2
sampai 1g CO2/l/hari. Chlorella UK001, yang merupakan mikroalga unicellular, telah
dilaporkan mampu tumbuh pada tingkatan CO2 40%, pada temperatur maksimum
300C (Hirata et al. 1996). Okano (1999) juga mengisolasi mikroalga dari teluk Beaver
dan mengikuti kultur itu pada bermacam-macam temperatur, cahaya dan konsentrasi
CO2. Kultur tersebut mampu tumbuh pada temperatur 25 0C-37 0C, intensitas cahaya
berkisar antara 45-141 μmo/m2-s, dan konsentrasi CO2 kurang lebih 20%.
Yanagi et al. (1995) meneliti pengaruh 50 ppm NOx dan SOx dan 10% CO2 pada
pertumbuhan Chorella HA-1, pada 380 μmo/m2-s pada temperatur 26 0C. Chorella
HA-1 tidak mentoleransi 50 ppm SO2 dan tidak juga terpengaruh oleh penambahan
NO dan NO2. Sakai et al.(1995) Chorella unicellular yang diisolasi dari Jepang
memperlihatkan laju pertumbuhan spesifik paling tinggi pada temperature 42 0C dan
40% konsentrasi CO2.
c. Bioenergi
Dalam konteks perubahan iklim global, biodesel kini diperkenalkan sebagai
alternative ernergi yang dapat diperbaharui. Saat ini, banyak dilaksanakan terhadap
mikroalga yang ternyata kaya akan minyak. Pada skala industri, bioreactor dengan
menggunakan mikroalga untuk menjerat CO2 dan NOx telah dikembangkan di
Amerika Serikat.
Biomassa mikroalga selain mengandung protein, karbohidrat dan vitamin juga
mengandung minyak. Bahkan jenis mikroalga tertentu, misalnya Botrycoccus braunii
memiliki kandungan kandungan minyak yang komposisinya mirip seperti tanaman
darat dengan jumlah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandungan minyak
pada kelapa, jarak dan sawit. Budidaya dan pemanfaatan mikroalga untuk tujuan
komersial telah berkermbang dengan pesat dan seiring dengan munculnya krisis
energy yang diakibatkan oleh mahalnya bahan bakar fosil, maka penelitian untuk
menggunakan mikroalga sebagai sumber energy alternative, intensif dilakukan para
peneliti mulai awal tahun 1980-an. Mikroalga potensial penghasil biodiesel memiliki
kandungan minyak yang komposisinya mirip seperti tanaman darat, bahkan untuk
jenis tertentu mempunyai kandungan minyak cukup tinggi melebihi kandungan
minyak tanaman darat, seperti kelapa, jarak dan sawit.
Berdasarkan hal tersebut, jika diasumsikan, rendemen minyak dalam mikroalga
misanya 30-50% dan waktu efektif 300 hari, maka untuk satu hektar lahan budibaya
dalam satu tahun akan dihasilkan minyak sebanyak 15,8-37,5 ton. Hasil ini jauh lebih
tinggi jika dibandingkan tanaman darat misalnya jarak 1,5 ton/hektar tahun atau sawit
3,3-6,0 ton/hektar tahun. Biodiesel dapat dihasilkan dari berbagai sumber bahan yang
terbaharukan baik tumbuhan maupun hewan. Solar dari minyak tumbuhan/hewan ini
diperoleh melalui proses transestrifikasi, yaitu dengan cara memanaskan pada suhu
tertentu campuran alcohol dan minyak nabati dengan bantuan katalis basa atau asam
misalnya NaOH atau H2SO4. Katalis basa proses reaksinya lebih cepat, namun katalis
basa dapat menyebabkan terbentuknya sabun sehingga rendemen biodiesel menjadi
berkurang. Keuntungan biodiesel dibandingkan dengan solar konvensional antara lain
adalah lebih ramah lingkungan, seperti bersifat biodegradable dan nilai emisinya
rendah