1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis spesifik.
Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi
lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat
mengganggu kesehatan. Mortalitas dan morbiditas berkaitan dengan obesitas,
terutama obesitas sentral. Obesitas sentral yaitu distribusi lemak regional pada
daerah perut. Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar pinggul
berhubungan dengan besarnya risiko untuk terjadinya gangguan kesehatan.
Gangguan kesehatan disini meliputi berbagai macam penyakit seperti sindroma
metabolic, resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigliserida
dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya merupakan
faktor risiko utama untuk terjadinya atherosclerosis dengan manifestasi penyakit
jantung koroner dan/atau strok1.
Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30 kg/m2
melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia.
Prevalensi obesitas meliputi hampir semua spectrum, dari <5% di China, Jepang,
dan negara-negara Afrika tertentu sampai lebih dari 75% di daerah urban Samoa.
Angka obesitas tertinggi di dunia berada di Kepulauan Pasifik pada populasi
Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Di Indonesia data yang ada saat ini
menunjukkan terjadinya pertambahan jumlah penduduk dengan obesitas,
khususnya di kota-kota besar. Penelitian epidemiologi yang dilakukan di daerah
sub urban di daerah Koja, Jakarta Utara, pada tahub 1982, mendapatkan
prevalensi obesitas sebesar 4,2%; di daerah Kayu Putih, Jakarta Pusat sepuluh
tahun kemudian yaitu pada tahun 1992, prevalensi obesitas sudah mencapai
17,1%, dimana ditemukan prevalensi obesitas pada laki-laki dan perempuan
masing-masing 10,9% dan 24,1%. Pada populasi obesitas ini, dislipidemia
terdapat pada 19% laki-laki dan 10,8% perempuan, dan hipertrigliseridemia pada
16,6% laki-laki. Pada penelitian epidemiologi di daerah Depok pada tahun 2001
2
didapatkan 48,6% , pada tahun 2002 didapatkan 45% dan 2003 didapat 44% orang
dengan berat badan lebih dan obes; sedang IMT pada tahun 2001 adalah 25,1
kg/m2, tahun 2002;24,8 kg/m2 dan tahun 2003;24,3 kg/m2. Tetapi walaupun IMT
kurang dari 25 kg/m2, obesitas sentral dapat saja terjadi, sehingga penyesuaian
IMT pada keadaan obesitas perlu diperhatikan, terutama bila IMT diantara 22-29
kg/m2 1. Melihat hal ini, maka obesitas sentral merupakan salah satu penyebab
masalah kesehatan besar.
Obesitas sentral memerlukan penanganan yang efektif untuk menurunkan
lemak tubuh bahkan mencegahnya. Saat ini penanganan masalah obesitas sentral
penyakit makin banyak dan beragam. Salah satu obat yang sering digunakan
untuk mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan yaitu orlistat2. Efek
samping yang dapat terjadi adalah bercak berminyak keluar dari anus, flatus
(buang angin), fekal urgensi, kotoran berminya atau berlemak, meningkatkan
buang air besar, dan inkontinensia alvi. Harga pengobatan yang mahal dan efek
samping yang merugikan akibat konsumsi obat menjadikan masyarakat perlu
mencari alternatif pengobatan yang alami3.
Salah satu bahan alami untuk mencegah berbagai penyakit yang
disebabkan oleh obesitas adalah dengan kedelai. Bahan ekstrak kedelai yang
digunakan dalam penelitian mengandung berbagai zat yang penting untuk tubuh.
Kandungan tersebut diantaranya protein, lemak nabati, karbohidrat, serat, vitamin
A, vitamin B1, vitamin E, mineral, polisakarida, dan isoflavon. Kedelai berperan
penting dalam menurunkan resiko terkena berbagai penyakit degeneratif. Hal
tersebut karena adanya salah satu zat yang dikandung dalam kedelai yaitu
isoflavon. Isoflavon merupakan faktor kunci dalam kedelai sehingga kedelai
memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan3.
Kedelai dapat dikemas dalam berbagai sediaan, salah satunya adalah mi.
Lebih jauh lagi, pengembangan kedelai yang dikemas dalam bentuk mi
memberikan prospek cerah dalam strategi terapi obesitas sentral sebagai faktor
risiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif.
3
Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dikaji dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana mekanisme kedelai sebagai antiobesitas dalam strategi terapi
obesitas sentral sebagai faktor risiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif?
2. Bagaimana peranan dan penerapan pemakaian mi kedelai sebagai antiobesitas
dalam strategi terapi obesitas sentral sebagai faktor risiko terjadinya berbagai
penyakit degeneratif?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Mengenalkan potensi lain kedelai yang belum banyak diketahui.
2. Memberikan solusi alternatif untuk terapi obesitas sentral yang lebih alami,
aman, dan terjangkau.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari tujuan penulisan karya tulis (PKM-GT) ini adalah:
1. Manfaat bagi mahasiswa
a. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa.
b. Media pengembangan serta penerapan ilmu dan teknologi dari disiplin ilmu
yang telah diperoleh.
2. Manfaat bagi masyarakat
a. Memberi pengetahuan tentang khasiat kedelai sebagai alternatif terapi bagi
penderita obesitas sentral dengan pendekatan herbal.
b. Menambah wawasan bagi masyarakat mengenai potensi tanaman obat.
3. Manfaat bagi universitas
a. Meningkatkan citra positif perguruan tinggi sebagai salah satu pencetak
generasi perubahan yang positif bagi bangsa dan negara.
b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan
oleh perguruan tinggi.
4
TELAAH PUSTAKA
Obesitas Sentral
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit dimana terjadi penurunan
fungsi atau struktur dari jaringan atau organ seiring bertambahnya usia4. Obesitas
berarti terlalu banyak lemak dalam tubuh atau penimbuan lemak yang berlebihan
di dalam tubuh5. Obesitas terjadi bila seseorang mengkonsumsi lebih banyak
kalori daripada yang ia digunakan. Keseimbangan antara asupan kalori dan
penggunaan kalori tiap orang berbeda. Faktor yang mempengaruhinya antara lain
adalah genetik, asupan makanan berlebih, konsumsi makanan berlemak, dan
kurang aktifitas fisik. obesitas meningkatkan resiko terserang penyakit diabetes,
penyakit jantung, stroke, arthritis, dan beberapa kanker5.
Gambar 1. Penderita Obesitas
Berdasarkan distribusi lemaknya obesitas dibagi menjadi dua, yaitu
obesitas umum dan obesitas sentral. Dikatakan obesitas umum Indeks Massa
Tubuh (IMT) > 25, dan obesitas sentral berdasarkan Lingkar Perut (LP), > 90cm
pada laki-laki dan > 80 cm pada perempuan6. Klasifikasi lain dari National
Institutes of Health tentang obesitas terdapat pada table 17.
5
Tabel 1. Classification of Overweight and Obesity by Percentage of Body Fat,
Body Mass Index, Waist Circumference, and Associated Disease Risk
Disease Risk* Relative to Normal
Weight and Waist Circumference
Body Mass
Index kg/m2
Men, < 102 cm;
Women, < 88 cm
Men, > 102 cm
Women, > 88 cm
Underweight < 18,5 - -
Normal 18,5 – 24,9 - -
Overweight 25,0 – 29,9 Increased High
Obesity, class
I 30,0 – 34,9 High Very high
II 35,0 – 39,9 Very high Very high
III (extreme
obesity)
>40 Extremely high Extremely high
Disease risk for type 2 diabetes, hypertension, and cardiovascular
disease.
Patogenesis obesitas sering dikaitkan dengan disfungsi penyimpanan
energi yang berhubungan dengan resistensi insulin. Dalam hal ini, resistensi
insulin muncul dari proses dan penyimpanan asam lemak dan trigliserid yang
abnormal, dimana asam lemak dan trigliserid ini merupakan molekul utama dalam
penggunaan dan penyimpanan energi tubuh. Terlalu banyak trigliserid atau biasa
disebut sebagai lemak tubuh inilah yang disebut obesitas. Fungsi dari jaringan
lemak ini adalah sebagai penyimpanan energi: mengambil kalori saat dan setelah
makan, menyimpan kalori dalam bentuk trigliserid, dan mengeluarkannya dalam
bentuk asam lemak jika dibutuhkan. Kondisi ini aman untuk tubuh jika trigliserid
disimpan dalam small peripheral adipocytes. Jika penyimpanan dalam adiposit ini
melebihi kapasitas, maka trigliserid akan disimpan di hepatosit, myosit skeletal,
dan adiposit viseral8.
Adiposit mempunyai peran utama dalam homeostasis lipid dalam
mempertahankan keseimbangan energi di organisme vertebrata. Sel ini
menyimpan energi dalam bentuk trigliserid ketika terdapat nutrisi dalam jumlah
6
yang berlebih dan mengeluarkannya dalam bentuk asam lemak bebas ketika tubuh
kekurangan nutrisi. Terdapat dua tipe penyimpanan lemak: jaringan lemak coklat
atau brown adipose tissue (BAT) dan jaringan lemak putih atau white adipose
tissue (WAT); hanya WAT yang penting dalam obesitas. Konsumsi lemak
berlebih dapat menstimulasi pembesaran adiposit (adipocyte hypertrophy) dan
menginduksi differensiasi dari preadiposit di jaringan lemak menjadi adiposit
matur (adipocyte hyperplasia) untuk mengakomodasi tuntutan dari pemintaan
ekstra9. Beberapa faktor transkripsi tercatat sebagai regulator penting dalam pola
diferensiasi dari ekspresi gen dan kandungan lipid dalam sel lemak. Hormon,
termasuk estrogen, growth hormone, thyroid hormone, glucocorti-coids,
catecholamines, glucagons, insulin, and insulin-like growth factor merupakan
regulators dari adipogenesis (Hausman et al, 2001). 17β-Estradiol (E2), estrogen
yang paling banyak keberadaanya, merupakan regulator utama dari perkembangan
adiposit dan jumlah adiposit di wanita dan laki-laki10. E2 dibiosintesis oleh
cytochrome P450 enzyme complex yaitu aromatase dan berperan melalui dua inti
ERs, yaitu ERα and ERβ, yang merupakan ligand-inducible transcription
factors11. Terikatnya E2 ke ERs menghambat lipogenesis dengan menurunkan
aktifitas dari lipoprotein lipase (LPL), suatu enzim yang mengatur pengambilan
lipid oleh adiposit.12 Penurunan LPL mRNA di jaringan lemak akan berjalan
seiring dengan penurunan pengisian lemak di adiposit.13,14
Obesitas memainkan suatu peranan dalam perkembangan diabetes klinis.
Salah satu alasan adalah bahwa obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin di
dalam sel target insulin di seluruh tubuh, jadi membuat jumlah insulin yang
tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik insulin yang biasa.15
Namun, obesitas sentral lebih berperan sebagai faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus daripada obesitas umum.6 Obesitas sentral juga meningkatkan resiko
untuk terjadinya hipertensi, penyakit kandung empedu, dan kematian.16
Obesitas juga merupakan salah satu faktor risiko terjadi sindrom metabolik
yang akan mendorong terjadinya gangguan kardiovaskuler.6 Salah satu contohnya
adalah penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik merupakan akibat dari
insufisiensi aliran darah koroner yang diakibatkan karena penyumbatan coroner
7
akut. Penyebab paling sering dari pengurangan aliran darah coroner ini adalah
karena plak aterosklerosis.15
Sumbatan plak aterosklerotik juga dapat terjadi pada satu atau lebih arteri
yang memberi makanan ke otak. Plak biasanya mengaktifkan mekanisme
pembekuan darah, dan menghasilkna bekuan untuk membentuk dan menghambat
arteri, dengan demikian menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area
yang terlokalisasi. Kondisi gangguan fungsi otak ini disebut stroke. Atau pada
seperempat penderita stroke, penyebabnya adalah tekanan darah tinggi yang
membuat salah satu pembuluh darah pecah; terjadi perdarahan, yang
mengkompresi jaringan otak setempat.15
Kedelai dan Isoflavon
Menurut Sharma (1993)17, tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angispermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Polypetales
Family : Leguminosae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L.)
Gambar 2. Kedelai (Glycine max)
8
Berbagai macam kandungan kedelai sebagai berikut :
1. Protein, tersusun oleh sejumlah asam amino (lesitin/ HDL, arginin, lisin,
glisin, niasin, leusin, isoleusin, treonin, triptofan, asam glutamine, fenilalanin).
Protein yang terkandung dalam kedelai diketahui kaya akan asam amino asam
glutamin sebesar 9,106g/100g18. Glutamin adalah asam amino yang banyak
beredar di dalam darah, berfungsi mencegah kerusakan mukosa dan
memperbaiki kebocoran usus (leaky gut). Walaupun glutamin mudah didapat
dari makanan dan disintesa oleh tubuh, tetapi pada kasus tertentu masih
dibutuhkan suplementasi. Misalnya pada penyembuhan kerusakan usus yang
serius, setelah pembedahan besar, dan luka bakar parah18. Pada kedelai
kandungan argini juga tergolong tinggi sebesar 3,647gram19. Arginin adalah
asam amino esensial yang diperlukan tubuh untuk pembuatan cairan seminal,
dan memperkuat system imun18.
2. Lemak nabati
Kedelai selain mengandung asam amino yang relatif lebih lengkap, juga
mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi. Asam lemak tak jenuh ini
mempunyai efek menguntungkan dalam sistem vaskular, yaitu memberikan
efek perlindungan terhadap penyakit jantung koroner dengan menurunkan
total kolesterol dalam darah20.
3. Karbohidrat, sebagai sumber energi atau tenaga didalam tubuh. Digunakan
dalam bentuk gula, bersama dengan oksigen menghasilkan energy dalam
ukuran satuan kalori. Untuk satu gram karbohidrat dihasilkan sebesar 4 kkal
(kilo kalori). Anjuran WHO (1990) untuk konsumsi karbohidrat adalah sekitar
55-75 persen dari total kebutuhan energy. Dengan lebih banyak asupan
karbohidrat, kita dapat menggemat penggunaan protein sebagai sumber
energi18.
4. Serat / fiber, berguna untuk memperlancar sistem pencernaan dalam tubuh3.
5. Vitamin A, pada biji kedelai berasal dari karoten, yang merupakan bahan
dasar vitamin A, membantu kelancaran fungsi organ penglihatan dan
pertumbuhan tulang3.
9
6. Vitamin B1, disebut juga tianin, zat yang berperan dalam reaksi-reaksi dalam
tubuh yang menghasilkan energi. Vitamin B1 berfungsi sebagai koenzim
(membantu kerja enzim) penting dalam system metabolism tubuh untuk
menghasilkan energy dari karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, vitamin
B1 yang dikenal pula sebagai morale vitamine karena mempunyai efek yang
menguntungkan pada system saraf pusat serta sikap mental, juga membantu
fungsi normal saraf pinggir, otot, dan jantung18.
7. Vitamin B2, disebut juguflavin, merupakan pigmen yang banyak terdapat
pada susu, baik susu sapi, susu manusia maupun susu kedelai3.
8. Vitamin E, disebut juga tekoferol, merupakan antioksida inttraseluler yang
kuat. Vitamin E melindungi limfosit dan monosit dari gangguan radikal bebas
pada DNA, karena itu vitamin ini bermanfaat dalam memperlambat proses
penuaan18. Selain itu dapat melancarkan proses reproduksi dan proses
menstruasi , mencegah impotensi, keguguran, dan penyakit jantung
kardiovaskuler, dan meningkatkan produksi air susu3.
9. Mineral, berfungsi dalam menambah kekuatan struktur tulang, gigi, dan kuku,
serta dapat menambah daya tahan tubuh. Unsur mineral tertinggi pada kedelai
menurut National Nutrient Database adalah potassium sebesar 2384mg/100g.
Potasium atau kalium merupakan mineral utama yang dibutuhkan dalam
kegiatan metabolism tubuh bersama dengan natrium. Kalium berfungsi
menjaga tekanan osmotic cairan dalam sel, menjaga keseimbagan air tubuh,
mengatur pesan saraf ke otot, menurunkan tekanan darah, mengirim oksigen
ke otak, dan membantu aktivasi reaksi enzim. Selain itu mineral yang terdapat
pada kedelai adalah selenium. Selenium adalah elemen penting dalam proses
pertumbuhan dan kesuburan. Tingkat selenium yang rendah berhubungan
dengan pertumbuhan kanker dan kerusakan kardiovaskuler, pembengkakan,
dan kondisi lainnya yang berhubungan dengan meningkatnya kerusakan akibat
radikal bebas, termasuk penuaan dan pembentukan katarak18.
10. Polisakarida, yang mampu menekan kadar glukosa dan trigliserida
postpandrial, serta menurunkan rasio insulin-glukosapostpandrial (setelah
makan)3.
10
11. Isoflavon, ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi
lainnya dalam biji kedelai ada yang membentuk flavonoid3. Isoflavon adalah
senyawa yang termasuk kelompok flavonoid dan merupakan estrogen dari
tumbuh-tumbuhan atau disebut fitoestrogen. Disebut fitoestrogen karena
merupakan sumber estrogen alami yang terdistribusi secara luas pada berbagai
bagian tanaman, baik pada bagian akar, batang, daun, maupun buah21.
Terdapat dua belas macam isoflavon, yaitu daidzein dengan tiga glukosida
konjugasinya antara lain daidzin, asetidaidzin, dan malonildaidzin, genistein
dengan tiga glukosida konjugasinya, antara lain genistin, asetilgenistin, dan
malonilgenistin; dan glisitein dengan tiga glikosida konjugasinya, yaitu glisitin,
asetilglisitin, dan malonilglisitin. Walaupun secara umum memiliki nilai nutrisi
rendah, bersifat inert, dan tidak begitu esensial bagi kesehatan, akan tetapi
strukturnya yang hampir sama dengan estrogen menempatkan zat ini sebagai
estrogen-like yang potensinya sangat baik, sama seperti estrogen tubuh. Dari dua
belas macam isoflavon yang ada pada kedelai, terdapat tiga macam isoflavon yang
pada olahan kedelai non-fermentasi umumnya berada dalam bentuk glikosida
yaitu genistin, daidzin, dan glisetin22.
Struktur kimia esoflavon memiliki kemiripan dengan estrogen pada
mamalia. Isoflavon merupakan senyawa polifenol yang kadang berubah menjadi
flavonoid. Apabila struktur equol sebagai metabolit isoflavon ditumpangkan pada
struktur estradiol, maka jarak antara gugus hidroksil keduanya sangat identik, oleh
sebab itu tidak mengherankan jika isoflavon mempu berikatan dengan reseptor
estrogen (RE)23.
Isoflavon selain dikenal sebagai antioksidan, juga diketahui bersifat
estrogenik, antiosteoporosis, dan antiatheroskerosis. Isoflavon mampu menurunan
kadar kolesterol darah. Diyakini bahwa isoflavon memiliki kemampuan untuk
mencegah terjadinya oksidasi LDL, yang merupakan pemicu terjadinya
atherosclerosis yaitu dengan meningkatkan fungsi dinding pembuluh darah supaya
tidak dilekati oleh ateroma. Protein kedelai telah terbukti mempunyai efek
menurunkan kolesterol dan LDL plasma, serta berefek positif bagi penderita
obesitas3.
11
Gambar 3. Struktur Isoflavon Kedelai Aglycones dan Glukosides22
Tabel 2. Kandungan Gizi Pada Kedelai19
Kandungan Kedelai(100g) Unit Kedelai Segar
(defatted)
Kedelai dalam tepung
Kedelai dalam snacks (chips)
Kedelai dalam
sirup dan permen
Water G 7.25 4.61 8.50 17.17Energy Kcal 330 375 385 714Energy kJ 1379 1567 1610 2989Protein G 47.01 45.51 26.50 0.18Total lipid (fat) G 1.22 8.90 7.35 80.00Ash G 6.15 6.04 4.50 1.94Carbohydrate, by difference
G 38.37 34.93 53.15 0.71
Fiber, total dietary G 17.5 16.0 3.5 0.0Sugars, total G 18.88 10.53 1.80 0.00
12
Minerals Minerals Minerals Minerals Minerals MineralsCalcium, Ca Mg 241 285 171 3Iron, Fe Mg 9.24 8.20 5.20 0.12Magnesium, Mg Mg 290 285 170 1Phosphorus, P Mg 674 675 7 5Potassium, K Mg 2384 2090 7 18Sodium, Na Mg 20 9 842 886Zinc, Zn Mg 2.46 4.10 1.50 0.11Vitamins Vitamins Vitamins Vitamins Vitamins VitaminsThiamin Mg 0.698 1.088 0.333 0.012Riboflavin Mg 0.253 0.280 0.349 0.000Niacin Mg 2.612 2.950 2.978 0.003Pantothenic acid Mg 1.995 1.550 1.395 0.000Vitamin B-6 Mg 0.574 1.050 0.513 0.000Folate, total µg 305 289 240 1Folic acid µg 0 0 0 0Folate, food µg 305 289 240 1Folate, DFE mcg_DF
E305 289 240 1
Choline, total Mg 11.3 191.7 110.9Vitamin B-12 µg 0.00 2.8 0.00 0.21Vitamin A, RAE mcg_RA
E2 0.00 0
Retinol µg 0 2 0Carotene, beta µg 24 0 0Carotene, alpha µg 0 24 0Cryptoxanthin, beta µg 0 0 0Vitamin A, IU IU 40 0 0Lycopene µg 0 40 0Lutein + zeaxanthin µg 0 0 0Vitamin E (alpha-tocopherol)
Mg 0.12 0 1.01
Vitamin D IU 0 0.05 0.07Vitamin K (phylloquinone) µg 4.1 6.03 11,9 75.0Lipids Lipids Lipids Lipids Lipids LipidsFatty acids, total saturated G 0.136 1.290 0.000 16.321Cholesterol Mg 0 0.000 0.000 0Amino Acids Amino
AcidsAmino Acids
Amino Acids
Tryptophan G 0.683 0.376Threonine G 2.042 1.125Isoleucine G 2.281 1.262Leucine G 3.828Lysine G 3.129Methionine G 0.634
13
Cystine G 0.757Phenylalanine G 2.453Tyrosine G 1.778Valine G 2.346Arginine G 3.647Histidine G 1.268Alanine G 2.215Aspartic acid G 5.911Glutamic acid G 9.106Glycine G 2.174Proline G 2.750Serine G 2.725Other Other Other OtherAlcohol, ethyl G 0.0 0Caffeine Mg 0 0
Tabel 3. Kandungan Isoflavon dalam Kedelai22Kandungan Isoflavon dalam kedelai (mg)
Kedelai mentah Kedelai rebus
Daidzein 20.34 7.41Genistein 22.57 7.06 Glycitein 7.57 4.60Total 48.95 17.92
Mi
Mi adalah bahan makanan dari tepung terigu, bentuknya seperti tali,
biasanya dimasak dengan cara digoreng atau direbus, diberi daging, udang,
sayuran, bumbu, dan sebagainya24. Mi adalah makanan sekunder yang biasa
dikonsumsi masyarakat yang bentuknya seperti pasta tipis dan panjang, biasanya
dibuat dengan bahan dasar tepung terigu yang dicampur dengan tepung tapioca
yang diolah dengan aram dapur, sodium karbonat dan sodium tripolifosfat yang
membentuk suatu adonan. Adonan yang telah ditekan keluar dari semacam
pemotong sesuai dengan cetakan (keriting, lonjong, dan lebar). Bentuk tersebut
dimasak dengan suhu tertentu dalam waktu tertentu.
14
Setelah dimasak, bentukan mi dicetak sesuai dengan kemasan yang
dijemur beberapa saat sampai kering. Secara umum, pengertian mi adalah bahan
pangan bentuk pipih dengan diameter 0,07 – 0,125 inchi, dibuat dari tepung terigu
dengan penambahan air, telur, dan air abu melalui proses ekstrusi basah. Mi
basah adalah mi yang berkadar air 25 – 35%25. Mi basah adalah produk makanan
yang terbuat dari terigu baik dengan atau tanpa penambahan bahan baku lain, dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk mi yang tidak kering, serta
mempunyai kadar air maksimal 35%26. Mi di Asia dijual dalam bentuk mentah,
basah, kering, atau instan. Warna, sifat pemasakan, tekstur dan rasa merupakan
faktor penting yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap mutu mi di
Asia27,28.
Mi atau mi adalah adonan tipis dan panjang yang telah digulung,
dikeringkan, dan dimasak dalam air mendidih. Istilah ini juga merujuk kepada mi
kering yang harus dimasak kembali dengan dicelupkan dalam air. Orang Italia,
Tionghoa, dan Arab telah mengklaim bangsa mereka sebagai pencipta mi,
meskipun tulisan tertua mengenai mi berasal dari Dinasti Han Timur, antara tahun
25 dan 220 Masehi. Pada Oktober 2005, mi tertua yang diperkirakan berusia
4.000 tahun ditemukan di Qinghai, Tiongkok. Mi memiliki berbagai jenis
tergantung dari bentuk, bahan dan jenis pengolahannya. Secara umum, mi
digolongkan menjadi dua, yaitu mi kering dan mi basah. Sedangkan berdasarkan
bahan dasarnya, mi terbagi menjadi tepung terigu (gandum), tepung beras, tepung
kanji, sampai tepung kacang hijau. Di pasaran, mi dikenal berdasarkan tingkat
kematangannya29.
Gambar 4. Mi
15
Mi segar
Mi segar atau mi mentah adalah mi yang tidak perlu diolah lebih lanjut
dan tidak bertahan lama. Jenis mi ini biasanya memiliki kandungan air yang
sangat tinggi, yaitu sekitar 35%. Untuk pengolahannya, mi jenis ini tidak perlu
dikukus, direbus atau digoreng sebelumnya dan biasanya hanya dapat bertahan
satu hari. Umumnya mi jenis ini digunakan sebagai bahan baku untuk mi ayam.
Mi basah
Sesuai dengan namanya, mi basah adalah mi yang dijual dalam keadaan
basah. Seperti mi segar, mi ini tidak dapat bertahan lama, yaitu hanya sekitar 40
jam karena memiliki kandungan air sekitar 52% yang menyebabkannya mudah
rusak. Mi jenis ini dibuat dengan teknik perebusan, yaitu mi direbus setelah
dicetak, kemudian didinginkan, dikemas dan dipasarkan langsung.
Mi kering
Mi kering adalah mi yang dipasarkan dalam bentuk kering dan memiliki
kandungan air rendah, yaitu hanya sekitar 13%. Mi jenis ini juga disebut dengan
mi telur, karena salah satu bahan baku mi jenis ini adalah telur segar dan tepung
terigu. Mi yang biasanya berwarna kuning ini diolah dengan proses pengeringan
menggunakan oven atau dijemur terlebih dahulu hingga kering sebelum akhirnya
dikemas dan dipasarkan. Biasanya, mi jenis ini dikonsumsi sebagai bahan baku mi
rebus atau mi goreng.
Mi instant
Mi jenis ini adalah mi paling praktis dan paling populer dibandingkan
jenis mi lainnya. Kandungan airnya yang sangat rendah, yaitu hanya 5-8%
membuat mi jenis ini dapat bertahan lama. Untuk dapat dikonsumsi, mi jenis ini
perlu pengolahan lebih lanjut, yaitu dengan cara dimasukkan ke dalam air
mendidih terlebih dahulu (sekitar 4 menit). Namun sebenarnya mi instant adalah
mi yang sudah matang, karena mi jenis ini dibuat dengan cara dibentuk, lalu
setelah matang dikeringkan dengan cara digoreng atau dipanaskan.
16
METODE PENULISAN
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode literatur. Metode
literatur dilakukan dengan cara pencarian data, pengolahan data, dan penyusunan
kerangka pemikiran.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengkajian bahan-bahan bacaan
dalam buku, skripsi, jurnal, jurnal elektronik, dan literatur-literatur lainnya yang
berkaitan dengan obesitas sentral dan penyakit turunannya, potensi antiobesitas
pada kedelai, dan teknologi pembuatan mi.Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam memahami permasalahan yang diungkapkan dalam karya
tulis ilmiah ini.
Pengolahan Data
Melalui bahan-bahan bacaan di atas, dilakukan pengkajian, penyeleksian,
dan pencarian solusi atas masalah yang dihadapi, serta penarikan kesimpulan,
sehingga kesimpulan akhir yang didapat relevan dengan masalah di lapangan dan
benar-benar telah melalui penyusunan secara komprehensif berdasarkan data
akurat yang dianalisis secara runtut dan tajam.
Kerangka PemikiranBerdasarkan kedua hal di atas, maka kerangka pemikiran dikembangkan
dengan menganalisis tingginya angka kejadian obesitas sentral yang merupakan
faktor risiko berbagai penyakit degeneratif. Salah satu cara penanggulangannya
adalah dengan menggunakan obat antiobesitas. Penggunaan obat antiobesitas pun
kerap dilakukan. Namun, penobatab ini mempunyai kekurangan. Untuk menjawab
permasalahan ini, maka dibutuhkan suatu solusi alternatif untuk menemukan cara
penggunaan antiobesitas yang aman, efisien, nyaman, dan mudah diaplikasikan
dalam masyarakat. Solusi tersebut adalah dengan menggunaan kedelai sebagai
17
antiobesitas sentral yang dikemas dalam bentuk mi. Secara runtut, kerangka
pemikiran yang kami gunakan dapat dilihat dalam diagram alir berikut.
Tabel 4. Alir Kerangka Pikiran
Tahapan PenulisanSetelah merumuskan hal-hal di atas, kami pun memulai tahapan penulisan
seperti yang digambarkan diagram berikut.
Tabel 5. Alir Tahapan Penulisan
Tingginya angka kejadian obesitas
Solusi: Penggunaan obat antiobesitas
Kelemahan:Mahalnya harga obat dan adanya efek samping
Solusi alternatif:Penggunaan mi kedelai
sebagai antiobesitas sentral
Teori Gagasan
Pengumpulan data
Analisis dan sintesis data
Pengambilan kesimpulan dan saran
Perumusan solusi
18
ANALISIS DAN SINTESIS
Analisis
Lemak tubuh total dan lemak tubuh sentral akan meningkat setelah
menopause30,31,32. Sementara pada beberapa penelitian regulasi glukosa termasuk
sekresi insulin dan sensitifitas insulin cenderung turun33,34, walaupun tidak
semuanya32.
Kedelai merupakan tanaman yang mengandung protein kedelai dan
beberapa komponen bioaktif: isoflavones (dengan struktur yang mirip dengan
17β-estradiol -- genistein, daidzein, glycitein), peptides, globulins, saponins,
phytic acid, and protease inhibitors (Bhathena et al, 2002)35. Isoflavon berikatan
dengan estrogen reseptor alpha (ERα) dan estrogen reseptor beta (ERβ), dengan
daya ikat yang lebih tinggi pada ERβ36. Baik ERα dan ERβ terdapat pada jaringan
adiposa37,38 dan ERα juga terdapat di otot skelet39. Reseptor atipik untuk estradiol
juga ada di membrane sel islet pancreas40. Sehingga, isoflavon dapat berperan
dalam regulasi lemak dan metabolism glukosa via mekanisme estrogen receptor-
dependent41.
Adiposit mempunyai peran utama dalam homeostasis lipid dalam
mempertahankan keseimbangan energi di organisme vertebrata. Sel ini
menyimpan energi dalam bentuk trigliserid ketika terdapat nutrisi dalam jumlah
yang berlebih dan mengeluarkannya dalam bentuk asam lemak bebas ketika tubuh
kekurangan nutrisi. Terdapat dua tipe penyimpanan lemak: jaringan lemak coklat
atau brown adipose tissue (BAT) dan jaringan lemak putih atau white adipose
tissue (WAT); hanya WAT yang penting dalam obesitas. Konsumsi lemak
berlebih dapat menstimulasi pembesaran adiposit (adipocyte hypertrophy) dan
menginduksi differensiasi dari preadiposit di jaringan lemak menjadi adiposit
matur (adipocyte hyperplasia) untuk mengakomodasi tuntutan dari pemintaan
ekstra42. Beberapa factor transkripsi tercatat sebagai regulator penting dalam pola
diferensiasi dari ekspresi gen dn kandungan lipid dalam sel lemak. Hormon,
termasuk estrogen, growth hormone, thyroid hormone, glucocorti-coids,
catecholamines, glucagons, insulin, and insulin-like growth factor merupakan
19
regulators dari adipogenesis43. 17β-Estradiol (E2), estrogen yang paling banyak
keberadaanya, merupakan regulator utama dari perkembangan adiposit dan jumlah
adiposit di wanita dan laki-laki10. Isoflavon kedelai merupakan suatu nonsteroidal,
senyawa diphenolic dengan struktur mirip steroid struktur dari E2. Aktifitas
biologis dari isoflavon di hewan dan manusia dianggap berasal dari kemiripan
antara isoflavon dan E2. E2 dibiosintesis oleh cytochrome P450 enzyme complex
yaitu aromatase dan berperan melalui dua inti ERs, yaitu ERα and ERβ, yang
merupakan ligand-inducible transcription factors11. Terikatnya E2 ke ERs
menghambat lipogenesis dengan menurunkan aktifitas dari lipoprotein lipase
(LPL), suatu enzim yang mengatur pengambilan lipid oleh adiposit12 dan
isoflavon genistein telah terbukti menyebabkan penurunan dalam LPL mRNA di
jaringan lemak seiring dengan penurunan pengisian lemak di adiposit13,14.
Adiposit selain berperan sebagai tempat penyimpanan energi juga
berfungsi sebagai organ endokrin44. Hal ini terbukti dengan ditemukannya struktur
protein spesifik yang disekresikan oleh adiposit ke sirkulasi darah. Beberapa
substansi seperti leptin, adipsin, tumor necrosis factor-alfa (TNF α), transforming
growth factor-beta (TGF ß), interleukin-6 (IL-6), angiotensinogen,
apolipoprotein-E, plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1), tissue factor
(TF), adiponectin, peroxisome proliferators activated receptor gamma (PPAR-ϒ),
resistin, metallothionein; prostaglandin F-2 alpha(PGF2α), insulin like factoe- 1
(IGF-1), macrophage inhibitory factor (MIF), nitric oxide (NO) serta beberapa
senyawa bioaktif lain diketahui berasal dari jaringan adiposa, khususnya pada
visera abdomen. Masing-masing senyawa bertanggung jawab terhadap
patofisiologi konsekuensi atau komorbid obesitas seperti diuraikan sebelumnya,
baik spektrum metabolik maupun kardiovaskular45,46,47,48.
Selain itu, diketahui bahwa peran protein kedelai dalam homeostasis kadar
kolesterol adalah melalui pengaruhnya terhadap absorbsi asam empedu selain
pengaruh fitoestrogen di dalamnya. Anderson et al. 1995 dan Ridges et al. 2001
mendapatkaan manfaat penambahan kacang kedelai sebagai sumber isoflavon
pada makanan yang diperkaya dengan jenis biji-bijian (linseed) untuk perbaikan
lipid plasma pada subjek pascamenopause dengan hiperkolesterolemia49,50.
20
Genistein isoflavon adalah fitoestrogen yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi
pada kedelai dan produknya, bekerja pada enzim tirosin protein kinase, pengaruh
apoptosis, proliferasi sel-sel, angiogenesis dan kemudiannya dapat mempengaruhi
jaringan adiposa melalui mekanisme ini. Penjelasan hal ini adalah bahwa genistein
dapat menghambat TNF alpha yang menginduksi pembentukan PAI-1. Efek
genistein sendiri telah terbukti sebagai penghambat tirosin kinase yang kuat, yaitu
enzim yang berperan pada kaskade pembentukan trombin serta gangguan yang
ditimbulkannya51,52 selain potensinya menurunkan sintesis PAI-1 dalam tubuh53,54.
Dalam hal ini fosforilasi tirosin sangat mungkin berperan pada mekanisme
transformasi dan proliferasi sel55. Analisis kimiawi lebih lanjut dari protein
kedelai menunjukkan bahwa selain genistein, juga didapati bahan alamiah lain
yang termasuk pada golongan isoflavon yaitu daidzein dan glycetin. Unsur
Genistein yang pada awalnya diketahui dapat mengurangi induksi transkripsi PAI-
1 oleh TNFα, ternyata mampu mendorong lipolisis dan menghambat adipogenesis
baik pada kultur sel maupun invivo sehingga berpotensi mengurangi lemak
tubuh53,56. Penelitian selanjutnya mengemukakan bahwa genistein juga berperan
sebagai inhibitor ekstraseluler adipogenesis dan dapat menghambat proses
diferensiasi adiposit melalui aktivasi adenosine monophosphate activated protein
kinase (AMPK)42,57.
Diketahui pula bahwa pengaruh isoflavon protein kedelai pada konsentrasi
lipid (kecuali HDL kolesterol) adalah menyerupai efek estrogen; sekaligus juga
mempengaruhi sekresi hormonal pada wanita pramenopause49. Isoflavon kedelai
(genistein) yang mempunyai struktur mirip estrogen akan berinteraksi dengan
reseptor estrogen sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol melalui mekanisme
yang sama, walau potensinya lebih kecil (10-3– 10-5) dibanding estrogen
sintetis49,58. Selain efek langsung penurunan LPL di hati, estrogen juga dapat
mempengaruhi jaringan adiposa secara tidak langsung dengan mempengaruhi
selera makan maupun total energy expenditure13,59. Pengaruh protein kedelai pada
konsentrasi lipoprotein juga dilaporkan peneliti lainnya51,60,50. Di mana secara
khusus dikemukakan efek genistein kedelai yang mendorong lipolisis serta
menghambat adipogenesis42,56. Selain itu genistein juga mempengaruhi protein
21
tyrosin kinase, apoptosis, proliferasi sel dan angiogenesis; di mana mekanisme ini
berpotensi pada perubahan jaringan adiposa13. Penelitian biomolekular
menunjukkan aktivitas genistein sebagai tyrosine kinase inhibitor, yang
menghambat diferensiasi 3T3-L1 pada 72 jam adipogenesis. Telah ditemukan
bahwa target dari genistein adalah menghalangi ikatan DNA aktivitas transkripsi
CCAAT/enhancer binding protein ß (C/EBPß) selama diferensiasi, dengan
mendorong ekspresi C/EBP protein homolog (CHOP). Hilangnya aktivitas
C/EBPß diperlihatkan dengan hilangnya diiferensiasi yang menginduksi C/EBPα
ekspresi protein peroxisome proliferatoractivated receptor gamma (PPARY) dan
berkurangnya akumulasi lipid secara dramatis61.
Kedelai dapat dikemas dalam berbagai sediaan, salah satunya adalah mi.
Pada pembuatan mi kali ini menggunakan campuran tepung terigu dan tepung
kedelai. Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai memiliki prospek yang baik
untuk dikembangkan karena mengandung protein yang tinggi (35-38%). Selain
itu, kandungan lemak pada kedelai juga cukup tinggi (± 20%). Dari jumlah ini
sekitar 85% merupakan asam lemak esensial (linoleat dan linolenat). Disamping
memiliki protein tinggi, kedelai mengandung serat atau dietary fiber, vitamin dan
mineral. Selain kandungan protein yang tinggi, secara kualitatif protein kedelai
tersusun dari asam-asam amino esensial yang lengkap dan baik mutunya kecuali
asam amino bersulfur yang merupakan faktor pembatas pada kedelai62. Bila
dibandingkan dengan serealia, kedelai memiliki kelebihan karena kandungan
asam amino lisin (sebagai asam amino esensial) yang tinggi dan melebihi
persyaratan FAO. Bila dinyatakan dalam persentase terhadap persyaratan FAO,
maka asam amino lisin pada beras dan gandum hanya mencapai masing-masing
94 dan 67% sedangkan kedelai mengandung lisin 154% dari persyaratan FAO.
Begitu pula kandungan asam amino sulfur pada kedelai terdapat dalam jumlah
yang lebih rendah dibandingkan dengan serealia. Menurut Ferrier dan Lopez
(1979) dalam Afandi (2001), pencampuran ini akan bersifat komplementer.
Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam
industry pangan maupun non pangan62. Hal ini menurut Tsen et al., (1973)
disebabkan oleh adanya “natural emulsifier” pada tepung kedelai berlemak utuh,
22
yaitu lesitin, yang pada tepung kedelai bebas lemak ikut terekstrak bersama
lemak. Selain itu protein kedelai memiliki sifat fungsional antara lain sifat
pengikatan air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan serta membentuk
lapisan tipis63. Sifat-sifat fungsional ini dapat dimanipulasi untuk memperoleh
sistem pangan yang dikehendaki.
Dari beberapa studi diketahui pula pemanfaatan tempe kedelai sebagai
sumber makanan rendah indeks glikemik (glycemic index <55), rendah lemak
jenuh, bebas kolesterol, mudah dicerna, sumber utama mineral, efek antibiotik dan
stimulasi pertumbuhan, bebas toksin kimia, dan relatif terjangkau dari segi
pembiayaan64,65. Penelitian lanjut terhadap kedelai semakin menguatkan pengaruh
positifnya terutama berkaitan dengan masalah kardiovaskular, seperti
dikemukakan oleh AHA (American Heart Association)51 bahwa mengonsumsi
protein kedelai yang mengandung isoflavon dianjurkan bagi populasi yang
memiliki risiko tinggi, seperti peningkatan kadar kolesterol-total dan LDL
kolesterol60. US Food and Drug Association (FDA) telah menyepakati bahwa
penambahan 25 gram protein kedelai sehari pada diet rendah lemak jenuh dan
rendah kolesterol dapat mengurangi risiko penyakit jantung49.
Sintesis
Dalam pembuatan mi kali ini selain menggunakan tepung kedelai juga
menggunakan tepung terigu dimana tepung terigu memiliki kadar karbohidrat
yang lebih rendah (tiap 100 gram), yaitu 77,3 gram dibanding dengnan beras yang
memiliki kadar karbohidrat 78,9 gram. Sedangkan untuk kandungan protein
sendiri, tepung terigu memiliki kadar protein 8,9 gram. Jumlah ini lebih banyak
jika dibanding dengan beras yang memiliki kandungan protein 6,8 gram66. Dengan
menggunakan campuran tepung kedelai dan tepung terigu dalam pembuatan mi,
maka disini mi digunakan sebagai salah satu makanan pengganti untuk konsumsi
penderita obesitas.
Mengetahui khasiat dari kedelai, maka gagasan kali ini adalah
memproduksi mi mengunakan campuran tepung terigu dengan tepung kedelai.
Adapun prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut :
23
Bahan:
250 gr tepung kedelai
750 gr tepung terigu
2 butir telur ayam
1 sdt soda kue
1 sdt garam
Air (secukupnya)
Peralatan:
Timbangan
Mixer
Pencetak mi
Roller nodler
Pengukus
Pisau/gunting
Kompor
Baskom
Oven
C ara Kerja
1. Pembuatan Tepung kedelai
Pertama-tama biji kedelai direndam dalam air semalam lalu
dikupas dan kemudian direbus dalam air mendidih sampai matang,
selanjutnya dikeringkan. Setelah kering, digiling dengan dengan
penggiling untuk tepung. Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan
tepung kedelai ini antara lain baskom, pengering cabinet, dan penggiling67.
2. Pembuatan Mi68
a. Timbang bahan sesuai formula.
b. Campurkan bahan telur, soda kue, garam, tepung jagung, tepung
kedelai, tambahkan air sedikit demi sedikit hingga terbentuk adonan
sambil di mixer. Pengadukan dilakukan hingga terbentuk adonan yang
tepat (tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek).
24
c. Cetak adonan menjadi lembaran-lembaran menggunakan roller nodler,
ulang beberapa kali.
d. Pembentukan untaian mi.
e. Taburi untaian mi dengan tepung terigu dan minyak goreng.
f. Pengukusan dilakukan selama 10 menit.
g. Pengovenan mi basah pada suhu 60o selama 80 menit.
Adapun kelebihan dari pemilihan sediaan mi ini adalah karena mi digemari
oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya konsumsi mi
dari tahun 1999 sampai 200569 dan meningkatnya alokasi pengeluaran untuk mie
dari tahun 1999 sampai 200570. Hasil analisis Martianto dan Ariani (2005) juga
menyebutkan bahwa telah terjadi pergeseran pola konsumsi pangan pokok
khususnya di wilayah perkotaan dan masyarakat berpendapatan sedang dan tinggi
dimana peran jagung dan umbi-umbian sebagai pangan pokok kedua setelah beras
digantikan oleh mie71.
Sedangkan kerugiannya yaitu zat gizi dari kedelai yang berkurang setelah
proses pembuatan mi terutama isoflavon. Pada kedelai segar, isoflavon yang
terkandung yaitu 48,95 mg, sedangkan pada kedelai yang telah direbus,
kandungan isoflavon merosot hingga hanya 17,92 mg22.
25
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Tanaman kedelai (Glycine max) memiliki potensi untuk dimanfaatkan
sebagai antiobesitas sentral dalam strategi pencegahan penyakit degeneratif.
2. Adapun potensi kedelai sebagai alternatif terapi pada penderita obesitas
sentral diperantarai oleh kandungan-kandungan yang ada di dalamnya, salah
satunya yang utama adalah isoflavon.
3. Pengembangan mi kedelai memberikan prospek cerah dalam dunia
kedokteran sebagai salah satu alternatif terapi pada pasien obesitas sentral
yang murah, alami, dan efisien.
Saran
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terutama untuk mengetahui takaran
dan jumlah porsi per sajian dari mi kedelai sebagai alternatif terapi pada
penderita obesitas sentral.
2. Perlunya sosialisasi kepada pemerintah, tenaga kesehatan, peneliti, dan
industri farmasi dunia mengenai potensi pemanfaatan mi kedelai sebagai
alternatif terapi pada penderita obesitas sentral.
26
DAFTAR PUSTAKA
1Sugondo, Sidartawan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III.
Interna Publishing: Jakarta.2Badan POM RI. 2006. Sibutramin. Buletin Info POM No. 4 Juli 2006. Diunduh
darihttp://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info
%20POM/0406.pdf. Diakses pada tanggal 13 Juli 2012.3Winarsi,H; D Muchtadi; F Zakaria; B Purwantara. 2004. Respons Hormonal-
imunitas Wanita Premenopouse yang Diintervensi Minuman Fungsional
Berbasis Susu Skim yang Disuplementasi dengan 100 mg Isoflavon
Kedelai dan 8 mg Zn Sulfat. Jurnal teknol Industri Pangan 15 (1):28-34.4National Cancer Institute. 2012. Degenerative disease. Diunduh dari
http://www.cancer.gov/dictionary?cdrid=44138. Diakses pada tanggal 20
Juni 2012.5National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2012. Obesity.
Diunduh dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/obesity.html. Diakses
pada tanggal 20 Juni 2012.6Soetiarto, Farida, Roselinda, Suhardi. 2007. Hubungan Diabetes mellitus dengan
Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang Data
Riskesdas 2007. Dalam Buletin Penelitian Kesehatan Vol 38, No. 1, 2010:
36-42.7National Institues of Health. 1998. Clinical Guidelines on the Identification,
Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults: The
Evidence Report. Obes Res; Suppl 2:51S-209S.8Miranda, Phillippa J, Ralph A. DeFronzo, Robert M. Califf, John R. Guyton.
2005. Metabolic Syndrome: Definition, Pathophysiology, and Mechanism.
American Heart Journal.9Harp JB. New insights into inhibitors of adipogenesis. Curr Opin
Lipidol 15:303–307, 2004.
27
10Anderson LA, Philip GM. The effects of androgens and estrogens on
preadipocyte proliferation in human adipose tissue: influence of gender
and site. J Clin Endocrinol Metab 86:5045–5051, 2001.11Rosen ED, Walkey CJ, Puigserver P, Spiegelman BM. Transcriptional
regulation of adipogenesis. Genes Dev 14:1293–1307, 2000.12Misso ML, Murata Y, Boon WC, Jones ME, Britt KL, Simpson ER. Cellular and
molecular characterization of the adipose phenotype of the aromatase-
deficient mouse.Endocrinology 144:1474–1480, 2003.13Naaz A, Yellayi S, Zakroczymski MA, Bunick D, Doerge DR, Lubahn DB,
Helferich WG, Cooke PS. The soy isoflavone genistein decreases adipose
deposition in mice.Endocrinology 144:3315–3320, 2003.14Heim M, Frank O, Kampmann G, Sochocky N, Pennimpede T, Fuchs P,
Hunziker W, Weber P, Martin I, Bendik I. The phytoestrogen genistein
enhances osteogenesis and represses adipogenic differentiation of human
primary bone marrow stromal cells. Endocrinology 145:848–859, 2004.15Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC16Bray, G. A., D. S. Gray. Obesity. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1026489/. Diakses pada
tanggal 28 Juni 2012.17P-Sharma, O. 1993. Plant Taxonomy. New Delhi : Tata McGraw Hill Publishing
Company Limited.18Olivia, Femi. 2006. Seluk-Beluk Food Supplement. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.19National Nutrient Database for Standard Reference. 2012. Tersedia di
http://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/ Release 24 Software v.Release 1.0
3/30/1220Bauerfeind, J Christopher., Lachance, Paul A. 1991. Nutrient Additions to Food.
Food and Nutrition Press Inc : Trumbull Connecticut USA.21Stravic B dan T Matula. 1992. Flavonids in Foods : Their Significance for
Nutrition and Health. Lipid-Soulable Antioxsidant; Biochemistry and
28
Clinical Applications. ASH Ong and. Packer (Eds). Birkhauser Verlag.
Basel/Switzerland.22King, Roger A. 2002. Soy Isoflavones in Foods: Processing Effects and
Metabolism. ASA Technical Bulletin Vol.HN3623Schmidl, M dan T Labuza. 2000. Essentials of Functional Foods. Aspen
Publisher, Inc. Gaithersburg. Maryland.24Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. KBBI Daring. Tersedia di
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses Juni 2012.25Yustiareni, Elis. 2000. Kajian substitusi terigu oleh tepung garut dan
penambahan tepung kedelai dalam pembuatan mi kering. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 63 halaman26Anonymous. 1992. SNI-01-2987-1992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
3 halaman.27Moss, H.J. 1971. The quality of noodles prepared from the flour of some
Australian wheats. Aust. J. Exp. Agric. Anim. Hus. (AJEAAH). 11:243-
247.28Nagao, S., Ishibashi, S., Imai, S., Sato, T., Kanbe, T., Kanbe, Y., and Otsubo, H.
1977. Quality characteristics of soft wheats and their utilization in Japan.
II. Evaluation of wheats from the United States, Australia, France, and
Japan. Cereal Chem. 54: 198-20429Bogasari. 2011. Sekilas Tentang Mi.Available at http://www.bogasari.com/zona-
konsumen/baca-tips bogasari.aspx?t=sekilas-tentang-mi30Ley CJ, Lees B, Stevenson JC. Sex- and menopause-associated changes in body
fat distribution. Am J Clin Nutr. 1992;55:950–54. 31Svendsen OL, Hassager C, Christiansen C. Age- and menopause-associated
variations in body composition and fat distribution in healthy women as
measured by dual-energy x-ray absorptiometry.Metabolism. 1995;44:369–
73. 32Toth MJ, Tchernof A, Sites CK, Poehlman ET. Effect of menopausal status on
body composition and abdominal fat distribution. Int J
Obesity. 2000;24:226–31,801-806.
29
33Walton C, Godsland IF, Proudler AJ, Wynn V, Stevenson JC. The effects of the
menopause on insulin sensitivity, secretion and elimination in non-obese,
healthy women. Eur J Clin Invest. 1993;8:466–73.34Wu SI, Chou P, Tsai ST. The impact of years since menopause on the
development of impaired glucose tolerance. J Clin
Epidemiol. 2001;54:117–20. 35Bhathena SJ, Velasquez MT. Beneficial role of dietary phytoestrogens in obesity
and diabetes. Am J Clin Nutr. 2002;76:1191–01.36Kuiper GGJM, Lemmen JG, Carlsson B, Corton JC, Safe SH, vanderSaag PT, et
al. Interaction of estrogen chemicals and phytoestrogens with estrogen
receptor β Endocrinology. 1998;139:4252–63.37Pedersen SB, Hansen PS, Lund S, Andersen PH, Odgaard A, Richelsen B.
Identification of oestrogen receptors and oestrogen receptor mRNA in
human adipose tissue. Eur J Clin Invest. 1996;4:262–9.38Anwar A, McTernan PG, Anderson LA, Askaa J, Moody CG, Barnett AH, et al.
Site-specific regulation of oestrogen receptor-alpha and – beta by
oestradiol in human adipose tissue. Diabetes Obes Metab. 2001;5:338–49.39Lemoine S, Granier P, Tiffoche C, Rannou-Bekono F, Thieulant ML,
Delamarche P. Estrogen receptor alpha mRNA in human skeletal
muscles. Med Sci Sports Exerc. 2003;35:439–43.40Nadal A, Rovira JM, Laribi O, Leon-quinto T, Andreu E, Ripoll C, et al. Rapid
insulinotropic effect of 17beta-estradiol via a plasma membrane
receptor. FASEB J. 1998;12:1341–8. 41Sites, Cynthia K, Brian C. Cooper, Michael J. Toth, Amalia Gastaldelli, Ali
Arabshahi, Stephen Barnes. 2007. Effect of daily Supplement of Soy
Protein on Body Composition and Insulin Secretion in Posmenopausal
Women. Fertil Steril. 2007 December; 88 (6) : 1609–1617 . 42Harp J. B. (2004). ”New Insights into Inhibitors of Adipogenesis”. CurrOpin
15(3): 303-7.43Hausman DB, DiGirolamo M, Bartness TJ, Hausman GJ, Martin RJ. The
biology of white adipocyte proliferation. Obes Rev 2:239–
30
44Permana, Hikmat. 2009. Sel Adiposit Sebagai Organ Endokrin. Diunduh pada
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/sel_adiposit_sebagai_organ
_endokrin. Diakses pada 13 Juli 2012.45Kim S. dan Moustaid-Moussa N. (2000). ”Secretory, Endocrine and
Autocrine/paracrine Function of The Adipocyte. Symposium: Adipocyte
Function, Differentiation and Metabolism”. J. Nutr 130: 12.46Trayhurn P., dan Beattie J. H. (2001). ”Physiological Role of Adipose Tissue:
White Adipose Tissue as An Endocrine and Secretory Organ”. Proc Nutr
Soc 60(3): 329-39.47Frühbeck G., Ambrosi J. G., Muruzabal F.J., Burrell M.A. (2001). ”The
Adipocyte: A Model for Integration of Endocrine and Metabolic Signaling
in Energy Metabolism Regulation”. Am J Physiol Endocrinol Metab 280:
E827-E847.48Gong D., Yang R., Munir K., Horenstein R., dan Shuldiner A. (2003). ”New
Progress in Adipocytokine Research”. Current Opinion in Endocrinology
& Diabetes 10(2): 115-21.49 Anderson J. W., Johnstone B. M., dan Newell MEC. (1995). ”Meta analysis of
The Effects of Soy Protein Intake on Serum Lipids”. N Eng J Med 276-82.50Ridges L., Sunderland R., Moerman K., Meyer B., Astheimer L., dan Howe P.
(2001). ”Cholesterol Lowering Benefits of Soy and Linseed Eenriched
Foods. Asia Pasific J Clin Nutr 10(3): 204-211.51Erdman J.W. (2000). ”Soy Protein and Cardiovascular Disease (AHA Science
Advisory)”. Circulation 102: 2555-9.52Messina M. J. (1999). ”Legumes and Soybeans:Overview of Their Nutritional
Profiles and Health Effects”. Am J Clin Nutr 70: 439S–50S.53Van Hinsberg VV. M., Vermeer M., Koolwijk P. et al. (1994). “Genistein
Reduces Tumor Necrosis Factor - Induced Plasminogen Activator
Inhibitor-1 Transcription But not Urokinase”. Blood 84(9), 2984 – 91.54Etherton P. K., Hecker K., dan Taylor D. S. (2001). ”Dietary Macronutrients and
Cardiovascular Risk”. Dalam Coulston A. M., Rock C. L., Monsen E.
31
(eds.). Nutrition in The Prevention and Treatment of Disease. San Diego:
Academic Press, 282-6.55Akiyama T., Ishida J., Nakagawa S., Ogawara H., Watanabe S., Itoh N. et al.
(1987). ”Genistein, A Spesific Inhibitor of Tyrosine-Spesific Protein
Kinase”. J Biol Chem 262:12, 5592-6.56Harmon A. W. dan Harp J. B. (2001). ”Differential effects on flavonoids on
3TE-L1 adipogenesis and lipolisis”. Am J Cell Physiol 280:807-13.57Hwang J. T., Park I. J., Shin J. I., Lee Y. K., Lee S. K., Baik H. W. et al.(2005).
“Genistein, EGCG, and Capsaicin Inhibit Adipocyte Differentiation
Process via Activating AMP-Activated Protein Kinase”. Biochem Biophys
Res Commum. 338(2): 694-9.58Lichtenstein A. H. (1998). ”Soy protein, Isoflavones and Cardiovascular Disease
Risk. J Nutr 128: 1589-92.59 Cooke P. S. dan Naaz A. (2004). ”Role of Estrogens in Adipocyte Development
and Function. Exp Biol Med 229: 1127-35.60Krauss R. M., Eckel R. H., Howard B. et al. (2000). “AHA Dietary Guidelines.
Revision 2000: A Statement for Healthcare Professionals from The
Nutrition Committee of The American Heart Association”. Circulation
102: 2284-99.61Harmon A. W., Patel Y. M. dan Harp J. B. (2002). ”Genistein Inhibits
CCAAT/Enhancer Binding Protein β (C/EBPβ) Activity and 3T3-L1
Adipogenesis by Increasing C/EBP Homologous Protein (CHOP)
Expression”. Biochem J 367: 203-8.62Afandi, S. 2001. Mempelajari Pembuatan Tepung Kedelai (Glycinemax Merr)
Amerika Serikat dan Analisa Mutu Tepung yang Dihasilkan. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 60 halaman63Wolf, W.J. dan J.C. Cowan. 1975. Soybean as a Food Source. The Chemical
Rubber Co., Cleveland, Ohio64Shurtleff W., dan Aoyagi A. 1979. ”The Book of Tempeh”. New York: Harper &
Row Pub.65 Suprapti M. L. “Pembuatan Tempe.”2003.Jogyakarta:Penerbit Kanisius, 1-64.
32
66Direktorat Gizi. 2010. Prospek Pengembangan Ubi Jalar Diversifikasi Pangan
Dan Ketahanan Pangan. Available at
pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/anjak_2010_10.pdf 67Devi,dkk. 2008. Penelitian : Suplementasi Tepung Kedelai Pada Roti Manis
Sebagai Alternatif Pangan Kaya Protein Dan Berkalori Tinggi. Institut
Pertanian Bogor.568 Tim Pascapanen BPTP Bali. 2012. Pembuatan Mi Tepung Jagung.Diunduh dari
http://bali.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?
option=com_content&view=article&id=162:pembuatan-mi-tepung-
jagung&catid=4:info-aktual&Itemid=569Harianto, Anna Fariyanti, dkk. 2008. Karakteristik dan Arah Perubahan
Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga. Diunduh dari
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/LHP_2008_KONS_HRT.pdf.
Diakses tanggal 13 Juli 201270Salim,Ariningsih. 2009. Perubahan Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga
di Perdesaan:Analisis Data Susenas 1999-2005. Diunduh dari
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/MU_Pros_2_2009.pdf. Diakses
pada tanggal 13 Juli 2012.71Martianto, Ariani. 2005. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi
Pangan Masyarakat Indonesia Dalam Dekade Terakhir. Info Pangan dan
Gizi. Edisi Khusus. Vol XV.No. 2. Direktorat Gizi Masyarakat, Ditjen
Bina Gizi Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan. Jakarta
Top Related