PERSPEKTIF AGRIBISNIS DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN
PETANI DAN PENGENTASAN KEMISKINAN
(Studi Kasus Program FEATI (Farmers Empowerment Through Agricultural
Technology Innovation) di Kabupaten Malang)
Oleh :
Dwita Indrarosa, ST., MP.
Widyaiswara BBPP batu
Keberhasilan pembangunan dengan pendekatan agribisnis ditentukan
oleh konsistensi pengelolaan antar subsistem agribisnis hulu, budidaya,
agribisnis hilir, dan jasa penunjang agribisnis. Oleh karena itu, keberhasilan itu
akan sangat ditentukan keharmonisan kerjasama tim sumberdaya manusia baik
pada masing-masing sub sektor. Hasil studi mengungkapkan bahwa
ketidakefisienan, kelambatan perkembangan dan kekurangmampuan
beradaptasi dari suatu agribisnis banyak bersumber dari ketidakharmonisan
kerjasama tim di agribisnis itu sendiri.
Persoalan khusus di Indonesia adalah bahwa SDM agribisnis yang
tersedia umumnya memiliki perbedaan dan variasi pendidikan dan pengalaman
yang cukup kontras. Selain itu wawasan SDM masih terbatas pada level mikro.
Menghadapi mutu SDM yang demikian perlu mengembangkan suatu
sistem pengembangan mutu SDM yang terencana dan memberi akses kepada
SDM yang ada untuk memiliki aspek mikro – makro – global dari agribisnis.
Pemberdayaan Penyuluh Petani melalui Teknologi Informasi Pertanian,
yang diterapkan di Kabupaten Malang adalah suatu proyek yang unik.
Keunikannya yaitu meningkatkan aktivitas kegiatan agribisnis di pedesaan
melalui perubahan pola pikir petani dari pertanian subsistem tradisional ke
pertanian modern dengan tumbuhnya sikap kewirausahaan yang handal
untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan petani dan
mengentaskan kemiskinan. Pola pikir yaitu perilaku dan sikap petani itu diubah
dengan proses pembelajaran yang berkelanjutan. Dalam perkembangannya
terdapat 4 faktor yang perlu mendapat perhatian oleh pengelola sehingga
keberlanjutan agribisnis ini dapat berlangsung dengan baik yaitu :
perubahan perilaku dan sikap petani dapat berlangsung dalam jangka
pendek, menengah atau panjang, tergantung pada obyek atau
contoh dalam proses pembelajaran
obyek atau contoh yang diperagakan dalam kegiatan sesuai dengan
potensi lokal dan kepentingan petani agar menarik minat petani
peserta dan dapat memperpendek perubahan perilaku dan sikap petani.
kurikulum pelatihan relevan dengan aspek agribisnis, dan mampu
meningkatkan "managerial skill” petani peserta.
pelatih dan fasilitator mempunyai jiwa kewirausahaan; lebih diidamkan
adalah pelaku agribisnis yang terbukti berhasil.
Kalau kronologi proyek-proyek perbantuan Bank Dunia dan Bank
Pembangunan Asia ditelaah secara mendalam, maka FEATI adalah evolusi
dari proyek-proyek sebelumnya dengan pendekatan baru yang merupakan
improvisasi dari pendekatan lama. Setiap pendekatan baru tidak saja harus
dicoba, tetapi juga harus dinilai berdasarkan umpan balik dari lapangan.
Umpan balik yang dimaksud bukan hanya berkenaan dengan dampaknya
terhadap pembangunan pertanian di pedesaan, tetapi juga terhadap psikologi
dan sosial masyarakat petani. Pendekatan-pendekatan yang lebih efektif dan
efisien masih belum berakhir, dan pencarian itu ke depan harus dilaksanakan
oleh lembaga-lembaga pemerintah sendiri, karena transaction cost-nya akan
jauh lebih rendah.
Banyak proyek pembangunan ekonomi pedesaan dengan tujuan dan
sasaran yang bersifat top-down dengan pendekatan paternalisme hadial.
Proyek proyek demikian umumnya tidak efektif dan akhirnya gagal (Bunch,
2001) 1. Proyek yang diarahkan ke sifat bottom-up,memberikan kesempatan
serta kemampuan petani ditingkatkan melalui program pembelajaran. Akan
tetapi kalau program pembelajaran itu salah langkah, dan tidak dipersiapkan
dengan benar dan seksama, tujuan dan sasaran tidak tercapai.
Pilar Inisiasi dan Pengembangan Agribisnis pada Kelompok Tani
PAI-UN (1996)2 mendefinisikan agribisnis sebagai "kegiatan
menyeluruh mulai dari manufaktur dan penjualan sarana produksi pertanian
untuk mendukung proses produksi komoditas pertanian, diikuti oleh
pengelola hasil, penyimpanan dan distribusi produk produknya sesuai
dengan permintaan pasar, dan hal-hal yang timbul dari semua kegiatan
tersebut".
Dalam menginisiasi dan mengembangkan agribisnis konsultan/
Penyuluh lokal, pemandu atau fasilitator kegiatan petani, gabungan kelompok
tani (Gapoktan) dan Asosiasi Gapoktan atau FMA (Farmer's Managed
Activity), harus menempuh langkah-langkah berikut: (a) pemilahan klaster
agribisnis, (b) perencanaan bisnis yang tepat, (c) penelusuran peluang, (d)
orientasi kemitraan dengan analis, (e) analisis informasi pasar, (f)
perhitungan pendanaan yang diperlukan, (g) ketersediaan modal (kredit
Bank atau skema kredit yang lain), dan (h) pelaksanaan agribisnis sesuai
dengan rencana (dari Gapoktan / asosiasi Gapoktan).
Keterkaitan Produsen dengan konsumen
Petani individual yang bergabung dengan Gapoktan / asosiasi
Gapoktan adalah produsen komoditas pertanian, sedangkan konsumennya
adalah masyarakat desa, kecamatan, kabupaten, dsb. Konsumen tersebut
memanfaatkannya dalam bentuk bahan mentah secara langsung seperti
beras, sayuran, buah-buahan. Hasil komoditas pertanian yang lain ada yang
dikonsumsi dalam bentuk olahannya. Jadi, industri pertanian adalah pasar
komoditas pertanian yang memberi nilai hasil pertanian lebih tinggi dari yang
dinilai oleh konsumen langsung.
Industri pertanian mempunyai selera yang berbeda dengan konsumen
bahan segar (masyarakat kebanyakan di pedesaan dan perkotaan) pada
tingkat pendapatan menengah kebawah, sebab itu perlu memahami perbedaan
karakteristik pertanian dan industri pertanian (Tabel 1)
Tabel 1. Perbedaan ciri utama pertanian dan industri
Penciri Pertanian Agrobisnis
• Hasil produktifitas - Sangat dipengaruhi oleh
iklim / cuaca
- Tidak dipengaruhi oleh iklim
dan cuaca • Kualitas - Tidak konsisten - konsisten
• Harga - Fltuktuatif (rendah pada
puncak panen)
- Stabil (cenderung naik secara
bertahap) • Tenaga kerja (SDM) - Tradisional - Profesional (terlatih)
Kelemahan pertanian dalam menunjang pengembangan agroindustri,
disebabkan karena tiadanya kesinambungan suplai bahan baku industri, dan
bahan baku yang tersedia kualitasnya tidak memenuhi kualitas standar dari
industri. Banyak contoh dari penutupan pabrik-pabrik pengolahan hasil
pertanian akibat dari ketidaksinambungan ketersediaan bahan baku dengan
kualitas baik dan terjamin.
Program Pelatihan bagi petani anggota Gapoktan dan pengurus
Gapoktan / Asosiasi Gapoktan bertujuan untuk menjadikan mereka sebagai
petani tangguh pula. Petani yang tangguh akan menjadikan pertanian yang
tangguh pula. Pabrik pengolahan membutuhkan jaminan ketersediaan
bahan baku dengan kualitas yang baik dari petani / Gapoktan / Asosiasi
Gapoktan, sebab itu perlunya menginisiasi kontrak pertanian (contract farming).
Mengenal Daerah Kerja Sebagai Sasaran Kegiatan
Pembangunan pertanian dan pengembangan agribisnisnya merupakan
usaha yang sangat kompleks. Ada banyak kasus kesalahan yang
mengakibatkan kegagalan dari proyek pembangunan pertanian. Di banyak
negara berkembang banyak kasus-kasus kegagalan itu disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan tentang daerah kerja-sasaran dari proyek-proyek
tersebut (Burn, 2001).
Informasi tentang daerah kerja-sasaran harus diketahui sebelum
kegiatan dimulai. Informasi yang dimaksud meliputi : lingkungan fisik, kondisi
petani dan pertanian.
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik menyangkut keadaan umum yang meliputi luas,
jenis tanah, iklim (terutama pola dan distribusi hujan), konservasi tanah
dan air yang telah diterapkan dan diperlukan. Jenis tanah, topografi, iklim
dan cuaca dikelompokan dan dipetakan yang disebut Zona Agroekologi (ZAE).
Suhu, lingkungan perakaran (drainase, tekstur tanah, kedalaman solum) dan
ketersediaan hara menentukan tingkat kesesuaian tanah bagi tanaman
(kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang atau kesesuaian marjinal) (CSR-FAO, 1983)4
Kondisi lingkungan fisik tersebut merefleksikan potensi sumberdaya
pertanian yaitu ketersediaan, hambatan (masalah) dan kendala bagi
pembangunan pertanian. Kondisi ini menentukan sebaran jenis dan
varietas tanaman budidaya (tanaman semusim, tanaman setahun dan
tanaman tahunan), jenis ternak dan sistem petemakan, jenis ikan dan system
perikanan.
2.Pertanian
Informasi dari kabupaten dalam angka dan potensi desa (Podes)
menjelaskan sumbangan masing-masing komoditas terhadap ekonomi
kabupaten dan ekonomi desa.
Informasi lingkungan fisik ZAE, kesesuaian lahan dan sebaran jenis
tanaman,direkonstruksi dalam Gambar 2. Jenis komoditas tersebut tersebar
pada berbagai ZAE. Tingkat hasil dan kualitasnya ditentukan oleh kesesuaian
tanah di lokasi, yang merupakan gabungan perinci yaitu suhu, lingkungan
perakaran dan ketersediaan hara. Berbagai komoditas itu ditanam oleh petani
individual dalam suatu sistem usaha tani (SUT) rumah tangga. Jenis-jenis
komoditas dipilih oleh petani dan tetap bertahan karena produktivitas,
stabilitas (kemantapan) dan keberlanjutannya sedang sampai tinggi, dan
mempunyai peluang pasar. Komoditas tanaman tersebut ditanam secara
bersisipan (inter cropping), bersusulan (relaycropping) atau berurutan (rotational
cropping).
Teknologi diintroduksi ke daerah sasaran untuk meningkatkan
produktifitasnya memantapkan stabilitas dan mempertahankan
keberlanjutannya. Petani subsistem mengelola usahataninya secara individual,
menyebabkan hal itu rentan terhadap distorsi pasar.
Kondisi Internal dan Eksternal Petani
Kondisi sosial ekonomi petani menentukan tingkat dan kecepatan
adopsi teknologi dan posisi tawarnya dalam pasar. Di antara kondisi sosial
yang patut dicatat, adalah :
Gambar 2.Zone agroekosistem (ZAE) dan kesesuaian lahan menentukan
pilihan sistem usahatani berbasis komoditas unggulan, dan menentukan
produktivitas agribisnisnya secara berkelanjutan (Fagi et.al., 1989)5
Kependidikan : pengetahuan aritmatik yang memadai untuk menjumlah,
mengalikan dan membagi berguna dalam membuat catatan usahatani;
kemampuan membaca dan bergaul akan meningkatkan pengetahuan
tentang hukum permintaan dan penawaran.
Ekonomi : sumber dan tingkat pendapatan mencerminkan ekuitabilitas untuk
digunakan dalam upaya pemerataan; tingkat pendapatan juga menentukan
investasi penghasilan, pembelanjaan dan besarnya tabungan; ada kalanya
tabungan tidak cukup untuk modal investasi, sehingga kredit masih
diperlukan, maka sumber perkreditan dan masalah yang dihadapi adalah
informasi penting; kepentingan ekonomis, tekanan ekonomis dari luar desa,
bentuk-bentuk eksploitasi dan kemungkinan terjadinya konflik harus pula
diinventarisasi.
Sosial : tatanilai dan sikap terhadap inovasi, dan pluralisme di desa, keinginan
terhadap perubahan dengan kehidupan yang lebih baik perlu diketahui;
proyek-proyek dengan sasaran senada dan tanggap / sikap mereka terhadap
eksperimentasi, pendekatan baru adalah dasar bagi perbaikan metode agar
agribisnis yang berkembang berlangsung secara lestari.
Keagamaan : tatanilai dan pantangan berdasarkan agama dan tahayul
berdasarkan budaya harus dipertimbangkan dalam kegiatan ; tokoh-tokoh
agama dan budaya yang menjadi panutan adalah narasumber, bahkan dapat
dipandang sebagai mitra penggerak dari kegiatan.
Politik : kebijakan Pemda yang menyangkut program pertanian swasta,
pendapat masyarakat petani tentang mereka, dan hubungan kemitraan
dengan mereka (produsen - perantara - konsumen) perlu dipahami;
pengaruh perpolitikan nasional dan daerah terhadap suasana berusaha di
pedesaan bisa mendorong atau menghambat pengembangan agribisnis.
Kelembagaan : program-program lain yang pernah ada berpengaruh positif
atau negatif, maka situasi ini harus diketahui; falsafah / pendekatan dari
programprogram bisa bersinergi atau bertolak belakang dengan falsafah
PMT, maka harus dicermati; meniru keberhasilan dan program-program
sebelumnya tidak ditabukan, tetapi kegagalannya jangan terulang pada PMT.
MENARIK MINAT PETANI TERHADAP INOVASI TEKNOLOGI
1.Proses Pengambilan Keputusan
Inovasi teknologi ada yang bersifat renovatif dan ada yang introduktif.
Teknologi renovatif adalah yang hanya memperbaiki teknologi yang telah ada,
sedang teknologi introduktif adalah yang sama sekali baru di lokasi kegiatan.
Teknologi yang digunakan di lokasi sasaran PMT adalah yang bersifat renovatif.
Adopsi dan diseminasi teknologi oleh petani melalui satu proses
pengambilan keputusan seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. Teknologi yang
diperkenalkan kepada petani oleh BPTP adalah teknologi yang telah matang dan
teruji kehandalannya. Namun demikian verifikasi teknologi dalam dem-plot atau
dem-farm oleh petani akan membuktikan kehandalan teknologi tersebut.
Keyakinan petani akan kehandalan teknologi tersebut menentukan keputusan
petani.
Gambar 3. Proses pengambilan keputusan oleh petani untuk mengadopsi atau
menolak teknologi yang diperkenalkan kepada mereka (Roger,1983)6
Teknologi yang matang dan handal menurut pandangan peneliti atau
penyuluh, belum tentu menarik minat petani. Teknologi harus memenuhi syarat-
syarat tambahan sebagai berikut :
(a) Sesuai dengan potensi sumberdaya dan pola pertanian setempat serta
memenuhi kebutuhan petani,
(b) Berkenaan dengan factor-faktor yang paling membatasi produktivitas,
kemantapan dan keberlanjutan pola pertanian,
(c) Keberhasilan dan keuntungan secara financial tampak nyata dalam waktu
singkat,
(d) Mudah dipahami dan diajarkan, maka mudah pula dipraktekkan oleh petani,
(e) Lebih padat karya daripada padat modal, sehingga berpeluang menyerap
tenaga kerja,
(f) Peluang pasar terbuka dan mempunyai kedalaman pasar (daya serap
tanpa pengaruhterhadap harga) yang memadai,
(g) Semangat petani terpicu dan terpacu oleh inovasi teknologi tersebut.
2. Pilihan Komoditas dan Skala Usaha
2.1. Pilihan komoditas
Informasi dalam Kabupaten dalam Angka dan Potensi Desa (Podes) adalah
petunjuk awal untuk menentukan komoditas unggulan. Sumbangan komoditas
terhadap ekonomi kabupaten ditelusuri lebih lanjut, desa-desa mana penghasil
komoditas tersebut.
2.2. Skala usaha
Hasil komoditas pertanian dari komoditas unggulan yang dibudidayakan
ada yang dimanfaatkan untuk konsumsi rumah tangga (tanaman pangan dan
hortikultura), ada yang dijual di pasar lokal (tanaman hortikultura sayuran dan
buah-buahan) dan ada yang dijual untuk industry pertanian/agroindustri melalui
pedagang pengumpul atau langsung (dikelolah oleh Koperasi/Kelompok
Tani/Gabungan Kelompok Tani).
Pemanfaatan hasil pertanian dan pola usahataninya mengindikasikan
skala usaha dan ciri agribisnisnya, seperti diilustrasikan dalam Gambar
4.Fasilitator/pemandu dan konsultan local harus memilah-milah model-model
agribisnis di desa. :
Skala usahatani kecil - usahatani rumah tangga, jenis komoditasnya beraneka
ragam,hasilnya untuk dikonsumsi sendiri atau dijual di pasar desa/
kecamatan, maka tidaktersentuh oleh Bank.
Skala usahatani sedang - usahatani rumah tangga dengan lahan usaha agak
luas, atau usahatani rumah tangga yang bergabung dalam Kelompok Tani
(Poktan), hasilnya sebagian dikonsumsi sendiri dan sisanya dijual di pasar
lokal (tembus ke pasar kabupaten sampai lintas kabupaten yang
berdekatan), ketidak pastian produksi dan pasar karena komoditasnya belum
terspesialisasi membuat usahatani demikian belum tersentuh oleh Bank.
Gambar 4. Transisi perkembangan skala agribisnis (A)' dan penciri dan cirinya (B)8
Di desa-desa sasaran keberadaan tiga skala agribisnis tersebut harus didata dan
dievaluasi statusnya, serta dominasi dari masing-masing skala agribisnis. Tujuan
utama adalah meningkatkan pendapatan petani dan mengentaskan kemiskinan,
maka semua skala agribisnis tersebut harus mendapat pelayanan dan bimbingan
yang sama.
LANGKAH STRATEGIS MENUJU AGRIBISNIS PEDESAAN
Pemahaman tentang pengertian agribisnis dan perspektifnya,
pengetahuan tentang daerah kerja sasaran dan kiat-kiat untuk menarik minat
petani terhadap inovasi teknologi dan kelembagaan adalah acuan untuk
menyusun langkah-langkah strategis menuju agribisnis pedesaan. Langkah
strategis dibagi menjadi beberapa tahap.
Tahap 1 :Persiapan
Setelah Dinas Pertanian Kabupaten, desa-desa sasaran, informasi tentang
lingkungan fisik, pertanian dan kondisi internal dan eksternal petani
dievaluasi; desa-desa tersebut diposisikan dalam peta ZAE,
Data Kabupaten dalam Angka dan Podes memberi petunjuk tentang
komoditas pertanian unggulan berdasarkan luas pertanaman atau pcpulasi
ternak, dan sumbangannya terhadap ekonomi kabupaten umumnya dan
ekonomi desa khususnya,
Sebaran komoditas di kabupaten dan desa dilokalisasi dalam peta ZAE;
komoditas yang ditanam atau dipelihara paling luas terus-menerus
mengindikasikan bahwa lokasi sesuai, disukai oleh petani karena ada
pemasarannya.
Tahap 2: Pengenalan Pedesaan Partisipatif
• Informasi dan data sekunder yang telah dikumpulkan pada Tahap 1
diverifikasi dengan petani dengan metoda Pengenalan Pedesaan
Partisipatif atau PRA (Participatory Rural Appra i sa l ) ; hasil PRA
memantapkan atau mengklarifikasi interpretasi informasi dalam data
sekunder, dan mengetahui masalah dan kendala produksi dan
pengembangan agribisnis, serta mencari pemecahannya, yang akan diuji/dikaji
dalam dem-plots.
Pelatihan petani (Sekolah Lapang Petani) berkenaan dengan pengelolaan
dem-plots dan penerapan teknologi, termasuk pencatatan kegiatan
sehari-hari (Farm Record Keeping); data dari FRK digunakan dalam
menganalisis untung-rugi usahatani.
Tahap 3 : Inventarisasi Klaster Agribisnis
Pra-panen - ketersediaan sarana produksi benih, bibit, bakalan (temak),
fingerlings (ikan), pupuk, pestisida (tanaman), obat-obatan/vaksin
(temak), pakan (ternak), alat pengolah tanah (tanaman),
Proses produksi - tenaga kerja tanam, pemeliharaan dan panen, alat tanam,
Panen dan pasca panen - tenaga kerja, fasilitas prosesing hasil
(penjemuran, alat dan mesin, sisa-sisa tanaman, pengemasan.
Tahap 4 :Pemasaran
Tataniaga dan potensi pasar dievaluasi dengan metode RMA (Rapid Market
Appraisal),
Pelatihan berjenjang - pelatihan nara sumber (training of master = TOM),
pelatihan parapelatih (training of trainers) pelatihan fasilitator dan
pelatihan petani berkenaan denganaspek agribisnis, termasuk negosiasi
kontrak dengan pihak mitra usaha.
Tahap 5 : Negosiasi
Fasilitasi pertemuan regular antara Poktan/Gapoktan/Asosiasi Gapoktan
dengan pihak mitra untuk menggalang kemitraan antara
petani/Poktan/Gapoktan/Asosiasi Gapoktan dengan mitra usaha.
Penandatangan kontrak penyediaan bahan baku industri pertanian dengan
mitra usaha.
Tahap 6 :Kegiatan Pendukung
Pemilihan petani - penyuluh
Petani-petani terpilih ialah yang diikut sertakan dalam pelatihan-
pelatihan bernuansa agribisnis dan juga dalam magang. Syarat-syarat petani
untuk dipilih, adalah :
(1) warga desa yang perilakunya baik dan berjiwa sosial, dan telah dikenal
kredibilitasnya,
(2) mengetahui ciri-ciri khas desa, masyarakatnya, kelompok-kelompok
yang ada, sejarah dan masalahnya,
(3) mempunyai dasar-dasar persahabatan dan hubungan baik dengan
kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi dalam desa,
(4) secara naluri mengetahui cara memotivasi warga desa agar berinovasi
dengan member contoh berupa kerja keras, rajin dan berhasil.
Tugas utama dari petani penyuluh adalah membantu warga desa (petani)
memecahkan masalah-masalah melalui proses belajar dengan bekerja,
dan menggerakkan momentum peluang agribisnis.
Pelatihan bernuansa agribisnis
(1) kurikulum yang baik adalah yang berkenaan dengan satu atau dua
inovasi sederhana dan memenuhi kebutuhan yang dirasakan,
(2) kurikulum disusun dari kesimpulan wawancara petani - keberhasilan
dan kegagalan petani menjadi landasan perumusan kurikulum,
(3) kurikulum harus mampu menarik minat dan memotivasi peserta untuk
mencoba suatu inovasi, maka kurikulum harus menjawab keragu-
raguan terhadap inovasi dengan bukti nyata di lapang (dem Plots),
(4) kurikulum yang bernuansa agribisnis, adalah farm record keeping, book
keeping, hukum permintaan dan penawaran, dsb,
(5) pelatihan dengan kurikulumnya dianggap berhasil, kalau :
- bersikap orientasi pasar dalam berusahatani (perhatian terhadap
kualitas hasil dan efisiensi sistem produksi naik),
- mampu menganalisis untung-rugi, dengan perhitungan B/C ratio,
- kesadaran untuk melestarikan lingkungan dan perlindungan dan
degradasi sumberdaya lahannya naik.
Pembangunan infrastruktur
Pembangunan infrastruktur, terutama jaringan irigasi, jalan desa (jalan
usahatani). Maka, kerjasama dan harmonisasi atau integrasi program-
program terkait merupakan keharusan.
Pengembangan kelembagaan
Banyak alasan mengapa lembaga-lembaga pedesaan begitu penting : (a)
banyak masalah pertanian yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu
lembaga, seperti pemberian kredit, pembentukan modal petani,
koordinasi proyek-proyek irigasi skala besar, pengendalian erosi,
pembasmian OPT, penyebaran inovasi teknologi, transportasi dan penjualan
produk pertanian, (b) organisasi petani lebih menjamin keberlanjutan
usaha dan meningkatkan posisi tawar, dan (c) meningkatkan daya saing.
Banyak contoh lembaga koperasi yang kehilangan kepercayaan dari
anggotanya karena salah urus, pembukuan kacau, tabungan anggota
disalahgunakan oleh pengurus.Tentu bukan kelembagaan seperti ini yang
diharapkan.
Kelembagaan yang diidamkan di desa sasaran PMT adalah yang memenuhi cirri-
ciri berikut:
(a) lembaga yang benar-benar hidup bukan hanya berbentuk
organisasi,
(b) tetapi anggotanya merasa turut memiliki, saling percaya dan
usahanya dikelola dengan kompeten,
(c) semangat kerjasama terbina dan terpelihara, karena keberadaan
lembaga terasa manfaatnya,
(d) secara finansial sehat karena anggaran dikelola secara transparan,
(e) lembaga-lembaga tersebut mirip dengan lembaga-lembaga setempat,
artinya tidak keluar dari tatanan sosial budaya setempat.
Sumberdaya manusia (SDM) adalah modal utama untuk mencapai
keberhasilan pengembangan agribisnis di pedesaan.SDM yang tangguh mampu
mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia di desa.
5 prinsip program dengan menempatkan pembinaan SDM sebagai
prioritas utama, agar mampu memecahkan masalah secara mandiri melalui
proses pembelajaran, dan berkembangnya agribisnis tercapai secara efektif
(Gambar 5).
Gambar 5. Dengan Prinsip-prinsip pogram yang benar dan perencanaan serta
pelaksanaan yang baik, tujuan dan sasaran akan tercapai
Menghadapi masa depan, paradigma agribisnis adalah menghasilkan apa yang
dituntut oleh pasar / konsumen atau pendekatan sisi permintaan / demand side
approach. Artinya preferensi konsumen yang berkembang atau dikembangkan
merupakan dari diferensiasi teknologi pengolahan, teknologi budidaya,
teknologi pembibitan, teknologi pakan dan lainnya. Dengan kata lain bila dimasa
lalu kegiatan budidaya yang menentukan subsistem agribisnis hilir, maka
dengan paradigma agribisnis, subsistem agribisnis hilir-lah yang menjadi
penggerak utama / primer mover bagi kegiatan budidaya dan subsistem
agribisnis hulu.
Dengan konsep kemampuan bersaing yang demikian berarti kemampuan
menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan selera konsumen merupakan
syarat utama agar berdaya saing. Karena mutu akhir dari suatu produk
merupakan resultante dari teknologi maka diperlukan pengembangan teknologi
secara simultan dan konsisten.
Pada masa lalu paradigma penyuluhan terbatas pada peningkatan kemampuan
pada kegiatan budidaya dalam produksinya, maka dalam paradigma baru
berubah menjadi peningkatan kemampuan seluruh pelaku agribisnis sampai
pada lembaga penyedia jasanya. Oleh sebab itu kegiatan penyuluhan tidak
hanya meliputi kemampuan teknis dan manajerial saja tetapi aspek kemampuan
kerjasam tim / teamwork.
Beberapa strategis dalam upaya penyuluhan yakni 1). Pembinaan konsumen
produk dalam memperluas dan memperbesar pasar. Peranan penyuluh adalah
membina konsumen agar menghargai mutu produk, meluruskan persepsi
konsumen tentang nilai gizi, dan memberikan informasi yang lengkap dalam
mengambil keputusan dan menciptakan nilai dikalangan konsumen. 2).
Pembinaan pelaku ekonomi subsistem agribisnis hilir mampu menyajikan atribut
yang dibutuhkan konsumen pada segmen pasar. Peranan penyuluh adalah
menyampaikan produk pada waktu, tempat, bentuk yang sesuai dengan nilai
konsumen. 3). Mengkomunikasikan informasi perubahan pasar produk yang
terjadi.
Sehingga dengan demikian untuk meningkatkan kemampuan penyuluh
diperlukan peningkatan pendidikan / pengetahuan para penyuluh baik
pendidikan formal maupun informal, selain itu perlu pertemuan teknis
penyuluhan secara reguler antara penyuluh yang membina di subsistem
agribisnis hilir dengan subsistem lain adalah sangat penting dilakukan secara
simultan mulai dari hulu hingga hilir.
Top Related