PERSEPSI SOSIAL
Disusun Oleh :
Aditya Ningsih (46112010069)
Dian Hayati (46112010044)
Reny Antari (46112010065)
Rizki Puji Hariyani (46112010007)
Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Jakarta
2013
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini kami membahas “Persepsi Sosial”, suatu kegiatan yang selalu dialami oleh
masyarakat, baik di lingkungan masyarakat, organisasi atau perkumpulan, bahkan pekerjaan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang Persepsi Sosial yang
sangat diperlukan dalam suatu harapan dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan
sehari-hari dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas kami sebagai mahasiswa yang
mengikuti mata kuliah “Psikologi Sosial”.
Dalam proses pendalaman materi Persepsi Sosial ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan
kepada, Ibu Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD, selaku dosen mata kuliah
“PsikologiSosial” serta rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan
untuk makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.
Jakarta, 30 Desember 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, yang saling membutuhkan antar sesama untuk
melakukan sesuatu. Manusia tidak dapat bekerja, hidup, dan menggapai impiannya
sendiri, tetapi membutuhkan orang-orang yang mendukung dan membantu utnuk
mewujudkan cita-cita tersebut.
Tetapi, setiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda, kita harus mampu
mengerti dan memahami maksud dari setiap perbuatan orang lain. Di sinilah fungsi
persepsi sosial hadir, menjelaskan apa dan bagaimana persepsi itu hadir, dll.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini :
1. Apa pengertian Persepsi Sosial ?
2. Apa saja proses Persepsi Sosial?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Sosial?
4. Apa saja macam- macam Persepsi Sosial ?
5. Apa saja bias yang dapat terjadi dalam Persepsi Sosial ?
C. TujuanMakalah
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini :
1. Untuk mengetahui pengertian persepsi sosial
2. Untuk mengetahui proses persepsi sosial
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sosial
4. Untuk mengetahui macam-macam persepsi sosial
5. Untuk mengetahui bias yang dapat terjadi di persepsi sosial
D. ManfaatMakalah
Adapun manfaat dibuatnya makalah ini adalah untuk mempermudah pembaca
memahami materi tentang Persepsi Sosial yang dibuat dengan penjelasan yang lebih
mudah dipahami oleh pembaca, serta untuk memahami sub materi dari persepsi
sosial, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sosial, macam-macam
persepsi sosial dan bias yang dapat terjadi di persepsi sosial yang dibuat dengan
bahasa yang lebih mudah dipahami
Bab II
Isi
A. Pengertian Persepsi Sosial
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan
adalah merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
penerima, yaitu alat indera. Namun proses tersebut tidak berhenti sampai di situ saja,
pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan
syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi
tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan
proses yang mendahului terjadinya persepsi.
Stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan,
sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya itu. Proses inilah yang
disebut persepsi. Robbins (Dr. Fattah Hanurawan, 2010), mengemukakan bahwa
persepsi sosial adalah proses dalam diri seseorang yang menunjukan organisasi dan
interpretasi terhadap kesan-kesan inderawi, dalam usaha untuk memberi makna
terhadap orang lain sebagai objek persepsi. Di samping itu menurut Moskowitz dan
Orgel (Walgito dan Bimo 2003) persepsi itu merupakan proses yang intergrated dari
individu terhadap stimulus yang diterimanya. Karena merupakan aktivitas yang
integrated, maka seluruh pribadi, seluruh apa yang berperan dalam diri individu ikut
berperan aktif dalam persepsi itu.
Sehingga persepsi sosial dapat diartikan sebagai proses perolehan, penafsiran,
pemilihan dan pengaturan informasi yang didapatkan oleh alat indera tentang orang
lain. Isi dari persepsi bisa berupa apa saja. Atribut-atribut individual dapat mencakup
kepribadian, sifat-sifat, disposisi tingkah laku, karakteristik fisik dan kemampuan
menilai. Atribut-atribut kelompok dapat mencakup properti-properti seperti ukuran,
kelekatan, sifat-sifat budaya, pola statifikasi, pola-pola jaringan, legitimasi dan unsur-
unsur sejarah.
Secara umum, persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi
untuk dipahami, jadi melalui persepsi sosial kita berusaha mencari tahu dan
memahami orang lain. Lebih khususnya lagi, dengan persepsi sosial kita berusaha (1)
mengetahui apa yang dipikirkan, dipercaya, dirasakan, diniatkan, dikehendaki, dan
didambakan orang lain; (2) membaca apa yang ada di dalam diri orang lain
berdasarkan ekpresi wajah, tekanan suaram gerak-gerik tubuh, kata-kata, dan tingkah
laku mereka; (3) menyesuaikan tindakan sendiri dengan keberadaan orang lain
berdasarkan pengetahuan dan pembacaan terhadap orang tersebut (Sarlito dan Eko,
2009).
B. Persepsi Sosial Sebagai Proses
Persepsi sosial merupakan proses yang berlangsung pada diri kita untuk mengetahui
dan mengevaluasi orang lain. Dengan proses itu, kita membentuk kesan tentang orang
lain. Proses persepsi sosial dimulai dari pengenalan terhadap tanda-tanda nonverbal
atau tingkah laku nonverbal yang ditampilkan orang lain. Tanda-tanda nonverbal ini
merupakan informasi yang dijadikan bahan untuk mengenali dan mengerti orang lain
secara lebih jauh. Dari informasi-informasi nonverbal, kita membuat penyimpulan-
penyimpulan tentang apa kira-kira yang sedang dipikirkan dan dirahasiakan orang
lain.
Tingkah Laku dan Komunikasi Nonverbal
Sering kali, tingkah laku sosial manusia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor atau
penyebab yang bersifat sementara/sesaat. Perubahan mood, emosi, kelelahan
(fatigue), penyakit, obat-obatan, semuanya dapat mempengaruhi cara berpikir dan
bertindak. Karena faktor-faktor temporer ini demikian berpengaruh terhadap
perilaku sosial dan pola pikir sosial manusia, kita sangat tertarik untuk mencoba
memahami: kita mencoba mencari tahu bagaimana perasaan orang lain saat ini.
Bagaimana cara kita melakukannya ? Kadang kala, dengan cara yang sangat
sederhana, yaitu bertanya langsung pada yang bersangkutan. Sayangnya, strategi
ini lebih sering gagal, karena orang lain tak selalu bersedia menceritakan
perasaannya yang terdalam pada kita. Sebaliknya, mereka justru berupaya keras
menyembunyikannya atau bahkan berdusta pada kita tentang emosi mereka saat
itu.
Dalam situasi ini, kita kerap berpaling pada strategi lain, yaitu berusaha
memperoleh informasi tentang reaksi orang lain secara tidak terlalu langsung:
memperhatikan petunjuk nonverbal (nonverbal cues) yang tampil lewat ekspresi
wajah, kontak mata, postur, gerak tubuh, dan berbagai tingkah laku ekspresif
lainnya. Sebagaimana dinyatakan oleh DePaulo (Baron dan Byrne, 2003), perilaku
nonverbal relatif tak bisa dikekang (irrepressible)--sulit untuk dikontrol--sehingga
tatkala orang lain mencoba menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya dari
kita, perilaku itu tetap tampil dalam ekspresi-ekspresi nonverbal.
Komunikasi Nonverbal : Saluran-saluran Dasar
Penelitian menunjukan bahwa ternyata informasi tentang kondisi psikologis kita
sering kali justru tampil melalui lima saluran dasar: ekspresi wajah (facial
expressions), kontak mata (eye contact), gerak tubuh (body movements), postur
(posture), dan sentuhan (touching), yang akan kita bahas lebih lanjut.
1. Ekspresi Wajah Sebagai Tanda Emosi Orang Lain
Melalui ekspresi wajah, kita dapat mengenali dan mengerti emosi orang lain,
penelitian-penelitian tentang hubungan antara ekspresi wajah dengan emosi
menunjukan bahwa ada lima emosi dasar yang secara jelas diwakili oleh
ekspresi wajah: marah, takut, bahagia, kaget dan jijik (Izard, 1991; Rozin,
Lowery, & Ebert, 1994; Baron & Byrne, 2003). Ekspresi wajah, selain
mengungkapkan emosi secara sendiri-sendiri, juga dapat mengungkapkan
kombinasi emosi, seperti marah bercampur kaget dan sedih bercampur takut.
Ada pertanyaan lain, Apakah ekspresi wajah berlaku secara universal ?
Penelitian-penelitian terdahulu menunjukan bahwa ekspresi wajah cenderung
universal (Ekman & Friesen, 1975; Baron & Byrne, 2003). Akan tetapi
penelitian terbaru menyatakan bahwa ekspresi wajah tidak universal (di
antaranya Russel, 1994; Carol & Russel, 1996; Baron & Byrne, 2003). Dalam
hal ini perbedaan budaya ikut berperan dalam menentukan ekspresi wajah
seperti apa yang ditampilkan pada situasi emosional tertentu.
2. Kontak Mata Sebagai Penanda Nonverbal
Petunjuk dari tatapan mata sangatlah penting. Sebagai catatan betapa
pentingnya petunjuk dari tatapan mata, para penyair kuno sering
menggambarkan mata sebagai “jendela hati.” Peribahasa ini ada benarnya: kita
memang sering belajar banyak tentang perasaan orang lain dari tatapan
wajahnya. Contoh, kita mengartikan tatapan mata yang dalam dan lama dari
seseorang sebagai sinyal rasa suka atau pertemanan (Kleinke, 1986; Baron &
Byrne, 2003). Sebaliknya, jika seseorang menghindari kontak mata, kita bisa
berkesimpulan bahwa dia tidak ramah, tidak menyukai kita, atau mungkin
cuma sekedar pemalu (Zimbardo, 1977; Baron & Byrne, 2003).
3. Bahasa Tubuh : Gestur, Postur, dan Gerakan
Pada umumnya orang mengubah gerakan badannya ketika perasaannya
berubah. Posisi tubuh berubah, gerakan berubah baik dari bentuk maupun
kecepatannya. Gerakan badan mencerminkan keadaan emosionalnya. Sebagai
salah satu saluran komunikasi nonverbal, gerakan badan memberikan kita
tanda-tanda nonverbal sehingga kita dapat mengenali dan mengerti keadaan
emosional orang lain. Perpaduan posisi tubuh, gerakan badan, dan postur biasa
disebut juga bahasa tubuh (body language).
Gerakan yang dilakukan dalam jumlah besar dan berulang-ulang (menyentuk,
menghentak, menggaruk) mengindikasikan adanya ketegangan emosional.
Semakin tinggi frekuensinya, makin tinggi pula tingkat ketegangan atau
kegugupannya. Gerakan-gerakan kecil (gesture) yang berulang-ulang dapat
mencerminkan perasaan cemas dari orang tersebut.
Gestur terbagi dalam beberapa kategori namun satu yang penting diantaranya
adalah emblem (gerakan tubuh yang menyiratkan makna khusus menurut
budaya tertentu). Selain itu, gestur tertentu memiliki makna yang berbeda
untuk perempuan dan laki-laki. Untuk laki-laki, gestur yang menunjukan
kekuatan seperti menghentakkan kedua tangan yang mengepal merupakan
ungkapan kekuatan, sedangkan untuk perempuan mengungkapkan perasaan
lemah atau panik.
4. Sentuhan
Sentuhan orang lain pada kita, dapat membantu memahami apa yang
dirasakan orang lain terhadap kita. Pemahaman terhadap apa yang hendak
diungkapkan melalui sentuhan bergantung pada beberapa faktor yang terkait
dengan (1) siapa yang menampilkan sentuhan; (2) jenis kontak fisik; dan
(konteks yang ada pada saat sentuhan ditampilkan).
Bentuk sentuhan yang paling umum diberbagai budaya ketika bertemu dengan
orang lain adalah berjabat tangan. Jabat tangan yang mantap merupakan cara
yang baik untuk memberikan kesan positif terhadap orang lain (Chaplin, et al,
2000; Baron & Byrne, 2003). Semakin mantap dan lama jabat tangan
dilakukan, semakin kuat kesan positif yang dihasilkan.
Mengenali Pengecohan. Petunjuk Nonverbal dalam Pengecohan
Berbohong adalah bagian yang sangat biasa dalam kehidupan sosial. Fakta
menyedihkan ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana cara kita mengetahui
kapan seseorang berbohong ? sebagian dari jawaban pertanyaan ini terletak
pada petunjuk nonverbal. Ketika seseorang berbohong sering kali terjadi
perubahan yang halus pada ekspresi wajah mereka, postur atau gerak tubuh,
dan beberapa aspek dalam ucapannya.
Petunjuk Nonverbal dalam Pengecohan. Satu gejala yang amat berguna dalam
mendeteksi kebohongan adalah melalui perubahan ekspresi mikro
(microexpressions), yaitu perubahan ekspresi wajah yang berlangsung hanya
sepersekian detik. Reaksi ini muncul di wajah segera setelah hadirnya kondisi
emosi tertentu yang sulit disembunyikan (Ekman, 1985; Baron & Byrne,
2003), sehingga dapat digunakan sebagai indikator penting dalam menilai
perasaan atau emosi seseorang.
Petunjuk yang kedua adalah ketidaksesuaian antarsaluran (interchannel
discrepancies). Ini adalah bentuk inkonsistensi antar pentunjuk nonverbal dari
berbagai saluran komunikasi yang berbeda, di mana seseorang kesulitan
mengontrol semua saluran komunikasi itu pada saat yang bersamaan.
Petunjuk yang ketiga berhubungan dengan aspek nonverbal ucapan. Saat
orang berdusta nada suaranya kerap meninggi, cara bicaranya cenderung ragu-
ragu dan sering kali terjadi salah ucap (DePaulo, Stone & Lassister, 1985;
Stiff et.al., 1989; Baron & Byrne, 2003).
Petunjuk yang keempat adalah kontak mata. Orang yang berbohong
mengedipkan mata lebih sering, disertai pupil yang melebar, dibandingkan
orang yang berkata jujur. Mereka juga sering kali kesulitan mempertahankan
kontak mata, atau justru malah sangat mampu, saat mencoba berpura-pura
jujur dengan cara menatap langsung mata orang yang sedang dibohonginya
(Kleinke, 1986; Baron & Byrne, 2003).
Terakhir, orang yang sedang berbohong biasanya menunjukan ekspresi wajah
yang berlebihan. Senyum yang lebih lebar dari biasanya, atau kesedihan yang
berlebihan.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sosial
Di atas telah dijabarkan bahwa apa yang ada dalam diri individu akan mempengaruhi
dalam individu mengadakan persepsi, ini merupakan faktor internal. Selain itu ada
juga faktor eksternal yang mempengaruhi proses persepsi, yaitu (1) faktor penerima
itu sendiri; (2) faktor situasi di mana persepsi itu berlangsung; dan (3) Faktor Objek.
Faktor Penerima. Seseorang yang memiliki konsep diri (self concept) yang tinggi
dan selalu merasa diri secara mental sehat, cenderung melihat orang lain dari sudut
tinjauan yang bersifat positif dan optimistik, dibandingkan seseorang yang memiliki
konsep diri rendah. Nilai dan sikap seseorang tidak pelak lagi memberikan
sumbangan bagi pendapat seseorang tentang orang lain. Pengalaman di masa lalu
sebagai bagian dasar informasi juga menentukan pembentukan persepsi seseorang.
Kondisi kesehatan fisik dan psikis seseorang juga sangat mempengaruhi hasil
persepsi.
Faktor Situasi. Definisi situasi adalah makna yang diberikan individu terhadap suatu
keadaan atau interpretasi individu terhadap faktor-faktor sosial yang ditemui pada
ruang dan waktu terttentu (Dr. Fattah Hanurawan, 2010). Pengaruh faktor situasi
dalam proses persepsi sosial dapat dipilah menjadi tiga, yaitu seleksi, kesamaan, dan
organisasi. Secara alamiah, seseorang akan memusatkan perhatian pada objek-objek
yang disukai ketimbang objek-objek yang tidak disukai. Unsur kedua yaitu kesamaan.
Kesamaan adalah kecenderungan dalam persepsi sosial untuk mengklasifikasikan
orang-orang ke dalam suatu kategori yang kurang lebih sama. Unsur yang ketiga yaitu
organisasi perseptual. Dalam proses persepsi sosial, individu cenderung memahami
orang lain sebagai objek persepsi yang bersifat logis, teratur, dan runtut.
Faktor Objek. Dalam persepsi sosial secara khusus, objek yang diamati itu adalah
orang lain. Beberapa ciri yang terdapat dalam diri objek sangat memungkinkan untuk
dapat memberi pengaruh yang menentukan terhadap terbentuknya persepsi sosial. Ciri
pertama adalah keunikan, ciri kedua adalah kekontrasan, dan ciri ketiga adalah ukuran
dan intensitas yang terdapat dalam diri objek.
D. Macam-macam Persepsi Sosial
Persepsi Sosial sebenarnya dibagi menjadi dua, yaitu persepsi terhadap objek
(lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia biasa
kita kenal dengan persepsi interpersonal, yang akan dibahas sebagai berikut :
1. Persepsi Objek
Persepsi objek merupakan sebuah proses persepsi yang menggunakan benda
sebagai objek, bukan manusia. Stimulus yang ditangkap bukan dari komunikasi
nonverbal, melankan dari gelombang cahaya, gelombang suara, temperatur, dll.
Objek yang kita persepsi tidak memberikan reaksi kepada kita dan kita juga tidak
memberikan reaksi emosional kepada objek tersebut, dan objek yang kita jadikan
sebagai bahan persepsi relatif tetap.
Persepsi objek terdiri 3 jenis, yaitu :
o Persepsi Jarak
Contoh awan semakin kita memandang jauh semakin nampak rendah
seolah-olah kita dapat menggapainya
o Persepsi Gerak
Contoh saat kita berada di dalam kereta dan bersebelahan dengan
rumah penduduk atau pohon terkadang kita bingung, kita yang bergerak
atau rumah penduduk itu yang bergerak
o Persepsi Total
Pada persepsi total baru akan tampak jelas kalau dilihat secara keseluruhan
2. Persepsi Interpersonal
Persepsi interpersonal merupakan proses presepsi dimana manusia merupakan
objeknya. Stimulus disampaikan melalui lambang-lambang verbal maupun
nonverbal. Reaksi dari yang dipersepsi ada kemungkinan bias, karena manusia
selalu berubah-ubah.
E. Bias dalam Persepsi Sosial
Kita sering menilai orang berdasarkan penampilan pertamanya. Orang yang
menampilkan kesan baik pada saat pertama kali bertemu, cenderung kita anggap baik
untuk seterusnya. Bias seperti ini disebut dengan Efek Halo. Kita juga cenderung
menilai orang yang menampilkan kesan buruk pada saat pertama kali bertemu
dengannya, sebagai orang yang buruk seterusnya. Bias seperti ini disebut Negativitas.
Kecenderungan untuk menempatkan faktor internal atau penyebab disposisional,
cukup besar ditampilkan oleh banya orang. Fenomena yang ditandai oleh
kecenderungan tidak memperhatikan faktor penyebab eksternal disebut Jones (Sarlito
& Eko, 2009) sebagai Bias Korespondensi. Penelitian Gilbert dan Malone (Sarlito &
Eko, 2009) menunjukan bukti-bukti dari adanya kecenderungan menunjuk faktor
disposisional sebagai penyebab tampilnya tingkah laku, bahkan dalam situasi yang
jelas penyebabnya. Dalam psikologi sosial, bias seperti ini merujuk pada kesalahan
atribusi fundamental, yaitu kecenderungan untuk mempersepsikan orang lain
sebagaimana yang ditampilkan karena sifat-sifat yang dimiliki orang lain.
Bias persepsi lain yang cenderung kita lakukan adalah in-group bias (bias terhadap
kelompok sendiri) atau in-group favoritism (favoritisme terhadap kelompok sendiri).
Dengan kata lain. Kita cenderung menyukai anggota-anggota kelompok sendiri
dibandingkan dengan anggota-anggota kelompok lain (Allen & Wilder, 1975; Billig
& Tajfel, 1973; Brewer, 1979; Tajfel, 1970; Wilder, 1981; Sarlito & Eko, 2009).
Bias dalam persepsi sosial dapat juga terjadi karena adanya asimetri antara kelompok
sendiri dengan kelompok lain (in-group-out-group asymetry), yaitu orang cenderung
mempersepsikan kelompok sendiri dengan cara dan standart mempersepsikan orang
lain. Lokasi serta pergerakan dari individu dan kelompok dalam lingkungan
menghasilkan asimetri dan hubungan-hubungan topografis.
LAMPIRAN
Jurnal 1
Penelitian tentang Presepsi Sosial dan Pengaruhnya terhadap Bagaimana Kita
Memandang dan Menilai Diri Sendiri
Judul : Persaingan, Kerja Sama , dan Pengaruh Orang Lain terhadap Saya ( Competition ,
Cooperation and the Effect of Other on Me)
Peneliti : Diederik A. Stapel dan Willem Koomen
Penerbit : Journal of Personality and Social Psycohology,2005,Vol.88, No.6 , hal. 1029-1038.
Pendahuluan
Penelitian ini menguji hipotesis umum bahwa orang cenderung menjauhkan pandangan diri (self-
views) mereka dari individu-individu yang ingin mereka saingi dan mendekatkan (menyekutukan)
pandangan diri mereka dengan individu-individu yang bekerja sama dengan mereka. Hipotesis
tersebut dirumuskan berdasarkan teori perbandingan sosial yang menyatakan apakah seseorang
bersaingan atau bekerja sama sebagai penentu dari efek perbandingan sosial. Teori efek persaingan
kerja sama yang menyatakan siapa orang yang akan dijadikan sasaran persaingan atau kerja sama
tidak niscaya bagi terjadinya efek contrastive-competition (membedakan diri dengan saingan) atau
assimilative-cooperation (menyamakan diri dengan sekutu) . pengaktifan gaya pengolahan kognitif
atau mindset “bersaing” vs ” kerja sama” cukup untuk membuat efek-efek tersebut muncul.
Aktivasi itu bisa dilakukan dengan priming konsep-konsep yang relevan.
Orang mengetahui tentang dirinya tentang dirinya dengan cara menghubungkan pikiran , perasaan,
dan kinerjanya dengan orang-orang di sekelilingnya. Ketika ingin mengetahui karektiristik diri sendiri,
orang membandingkannya dengan karakeristik orang lain. Kita melakukan perbandingan sosial untuk
mengevaluasi , memperbaiki , membuktikan, dan meningkatkan diri sendiri (Taylor & Lobel, 1989).
Kebutuhan informasi hasil perbandingan sosial kuat ketika kebutuhan informasi diri tinggi (Gibbons
& buunk, 199?) khususnya untuk konteks yang menekankan perbedaan antara diri sendiri dan orang
lain (Stapel & Tesser, 2001) juga untuk situasi yang menekankan pencapaian tujuan individu
(Gardiner,Gabriel, & Lee, 1999; Stapel & Koomen, 2001). Kebutuhan perbandingan sosial tinggi pada
situasi kompetitif; situasi tempat “ orang berusaha mencapai hasil terbaik” ( Tesser, 1988 : 205 ) .
kompetisi berdasarkan definisinya adalah perbandingan (Tessar, 1988; Carnevale & probst, 1998;
Festinger, 1954 ; Mussweiler,2003; Stape & Tesser, 2001; Taylor & Lobel, 1989).
Penting untuk dicatat bahwa informasi perbandingan sosial dapat mempengaruhi pandangan diri,
emosi serta tindakan seseorang, secara mudah dan spontan tanpa itensi terlibat dalam
perbandingan antara diri sendiri dan orang lain ( Gilbert , Gisler & Morris, 1995; Mussweiler , 2003).
Terkadang hanya dengan melihat orang lain, pandangan diri sudah terpengaruh ( StapeL & Blanton,
2004). Jadi, kenyataan bahwa orang cenderung aktif melakukan perbandingan sosial, khususnya
dalam situasi kompetitif, tidak dapat dijadikan premis untuk menyimpulkan bahwa situasi diri
potensial merupakan pengaruh perbandingan sosial dalam situasi kompetitif .
Konteks kompetitif yang bersifat komparatif secara ekplisit dan kompleks yang diorientasikan
kepada kinerja meningkatkan kemungkinan evaluasi diri menjauhi rujukan perbandingan dan
mengarahkan kepada pembedaan (contrast) dari pada asimilasi. Satu determinan penting dari arah
pengaruh perbandingan sosial adalah apakah seseorang terlibat dalam perbandingan sosial dengan
orientasi persaingan atau kerja sama , atau apakah perbandingan sosial terjadi dalam sebuah
konteks persaingan atau kerja sama.
Premis-premis pendukung hipotesis adalah sebagai berikut :
1. Kompetisi , secara tipikal , mengarah pada kontras dan kerja sama mengarah pada asimilasi )
2. Efek kontras vs asimilasi di dorong oleh aktivasi gaya pengolahan orientasi / konteks
kompetitif vs kerja sama .
3. Efek kontras atau asimilasi yang terjadi, bergantung pada apakah informasi tentang orang
lain diolah dengan mindset membedakan atau menyekutukan orang lain dari diri sendiri .
4. Kompetisi mempunyai kemungkinan besar untuk mengativasi mindset perbedaan memberi
kepenakan pada self- distinctvenees; mengontaskan presepsi diri target perbandingan yang
relevan.
5. Kerja sama mempunyai kemungkinan besar untuk mengaktivasi mindset integrasi memberi
penekanan pada kesamaan antara diri sendiri dan orang lain mengasimilasikan presepsi diri
terhadap orang lain.
6. Efek kontras atau asimilasi dapat terjadiketika diri personal atau sosial orang diaktivasi
perbandingan sosial kemungkinan besar mengarah pada kontras ketika kata I ( saya / aku )
dan me yang di-priming asimilasi terjadi ketika kata we dan us yang di priming
7. Priming I mengaktivasi fokus terhadap perbedaan, sedangkan priming we mengaktifasi fokus
terhadap persamaan .
Studi 1
Hipotesis
Kompetisi mengarah pada kontras dan kerja sama mengarah pada asimilasi
Partisipan
80 mahasiswa S 1 .
Model
Valensi orang lain divariasikan menjadi positif dan negatif. Lalu, orientai perbandingan divariasikan
menjadi orientasi kooperatif-kompetitif (sebagai prediktor kontinue)
Prosedur dan Material
1. Partisipan mengisi 13 item orientasi kooperatif-kompetitif . sebelum aktivasi dilanjut ke
langkah berikutnya mereka diminta mengisi soal singkat ( Fiiler Task ).
2. Mereka diberikan informasi perbandingan sosial berupa hasil studi jurnalistik yang tertuang
dalam artikel yang menjelaskan mahasiswa psikologi dari universitasnya. Tugas yang harus
mereka lakukan adalah menebak media massa apa yang memuat artikel ini, juga menebak
apakah mahasiswa yang dijelaskan dalam artikel itu adalah mahasiswa sukses atau tidak
sukses .
3. Langkah berikutnya, melakukan evaluasi diri , setelah membaca artikel dan menebak,
partisipan diminta menilai dirinya ( melakukan rating) dengan pilihan penilaian bright,
competent, balanced , promising , successful , skala 1 ( not at a11)-7 ( very)
4. Partisipan membandingkan dirinya dengan mahasiswa yang dijelaskan dalam artikel
tersebut. Mereka melakukan rating kesamaan dan perbandingan dengan target , partisipan
ditanya seberapa sama target dengan dirinya skala 1 ( sangat tidak sama ) -7 ( sangat sama )
5. Debriefing , yaitu peneliti mengajak partisipan diskusi dan menjelaskan tujuan penelitian ini .
Hasil dan Diskusi
Partisipan menilai target positif lebih positif dari pada target negatif. Partisipan yang mengespos
informasi perbandingan positif lebih mirip dengan target .
Hasil Evaluasi Diri
Pada partisipan yang lebih berorintasi kompetitif, informasi perbandingan positif mengarah lebih
sedikit pada evaluasi diri positif dari pada evaluasi diri negatif efek pembedaan. Partisipan yang
lebih berorientasi kooperatif menunjukan hasil sebaliknya efek asimilasi .
Hasil-hasil ini sesuai dengan hipotesis.
Studi 2
Hipotesis :
1. Orientasi/ konteks kompetitif mengarahkan kepada efek pembedaan dan perbandingan
dengan orang yang lebih sukses (upward comparison ) mengarahkan kepada evaluasi diri
lebih rendah dari pada perbandingan dengan orang yang kurang sukses ( downward
comparisson)
2. Orientasi / konteks kerja sama mengarah pada efek asimilasi dan perbandingan dengan
orang lebih sukses ( upward comparison) lebih mengarah pada evaluasi diri dari pada
perbandingan dengan orang yang kurang sukses ( downwardcomparison).
Partisipan dan Model
Partisipan dterdiri dari 75 mahasiswa yang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak . model yang
digunakan adalah valensi orang lain yang dengan variasi positif-negatif lalu konteks divariasi menjadi
koopertif-kompetitif. Desain penelitian menggunakan desain faktorial., yaitu membandingkan
kelompok yang diteliti dengan kelompok kontrol yang tidak diaktivasi konteks persaingan kerja
sama.
Prosedur dan Material
1. Partisipan dibawa ke ruang eksperimen yang terdiri dari delapan kubikal. Disana mereka
diperlihatkan isi dari salah satu kubikal tersebut . partisipan dalam kondisi kompetitif diberi
tahu bahwa mereka akan mengajarkan tugas yang melibatkan persaingan ( competitive
performance), yaitu bersaing dengan kelompok lain dalam GISS. Jika menang , maka mereka
mendapat kredit tambahan. Kelompok kooperatif diberi tahu bahwa mereka akan
mengerjakan tugas yang melibatkan kerja sama ( cooperative performance), yaitu kerja ama
dengan kelompok lain. Jika skornya tinggi, maka mereka akan mendapat tambahan kredit .
2. Inforemasi perbandingan sosial diperoleh dari lembar fakta tentang mahasiswa yang akan
jadi saingan atau kawan kerja sama, dengan variasi mahasiswa sukses dan tidak sukses.
3. Evaluasi diri dilakukan secara sama dengan studi 1 .
4. Rating kesamaan dan perbandingan dengan target dilakukan secara sama dengan studi 1.
5. Debriefing
Hasil dan Diskusi
Pengecekan efek perbandingan
Target perbandingan positif dinilai lebih positif daripada target negatif oleh partisipan.
Partisipan yang diekspos kepada informasi perbandinag positif lebih sama dengan target
dibandingkan yang diekspos kepada informasi perbandingan negatif . kecendrungan
mempersiapkan kesamaan lebih kuat pada kelompok dengan konteks kerja sama
Kelompok dengan konteks persaingan menilai diri lebih rendah dari pada orang yang lebih
sukses . sedangkan kelompok dengan konteks kerja sama menilai diri lebih tinggi dari pada orang
yang lebih sukses .
Hasil-hasil ini sesuai dengan hipotesis
Studi 3
Hipotesis
1. Aktivasi subtle ( tidak disadari, tidak diketahui, halus) dalam konteks persaingan mengarah
pada efek pembedaan dan perbandingan dengan orang lebih sukses ( upward comparison)
mengarahkan evaluasi diri lebih rendah dari pada perbandingan dengan orang yang kurang
sukses ( downward comparison)
2. Aktivasi subtle kerja sama mengarah pada efek asimilasi dan perbandingan dengan orang
lebih sukses (upward comparison) , mengarahkan evaluasi diri yang lebih tinggi dari pada
perbandingan dengan orang yang kurang sukses (downword comparison)
Partisipan dan Model
Partisipan terdiri dari 80 mahasiswa dan dibagi menjadi 2 kelompok secara acak .
Model mengambil bentuk valensi orang lain dengan variasi positif-negatif. Konteks perbandingan
divariasikan menjadi kooperatif-kompetitif . penelitian ini menggunakan desai faktorial , yaitu
kelompok eksperimental dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diaktivasi konteks
persaingan kerja sama .
Prosedur dan mental
Partisipan diberi tahu bahwa mereka akan menjalani serangkaian studi yang tidak saling berhubungan . mereka dihadapkan dengan Hal-hal berikut :
a) Priming konsep , mengerjakan scrambled sentence tes yang berisi 20 item b) Kondisi kompetisi mengerjakan tes yang berisi 10 item yang mengandung kata-kata
kompetitif c) Kondisi kooperatif , mengerjakan tes yang berisi 10 item yang mengandung kata-kata
kooperatif d) Mengerjakan 10 item lain, yang masing berisi kata-kata netral .
2. informasi perbandingan sosial disajikan dalam artikel jurnalistik tentang mahasiswa sukses dan tidak sukses yang sama dengan studi 1. Kelompok kontrol tidak diberi informasi ini .
3. Evaluasi diri dilakukan dengan secara sama dengan studi 1 dan 2 . 4. Menguji keraguan atau kecurigaan partisipan dilakukan dengan debrifing form yang
membuktikan awareness dan kecurigaan mengenai manipulasi eksperimrn . hasil pengujian : tidak ada partisipan yang sadar dan curiga terhadap adanya manipulasi .
Hasil dan Diskusi
Pengecekan target perbandingan : target perbandingan positif dinilai lebih positif dari pada target negatif oleh partisipan . partisipan yang diekspos pada informasi perbandingan negatif .
Kecendrungan memersepsikan kesamaan lebih kuat pada kelompok dengan konteks kerja sama . kelompok primimg konteks peraingan dibandingkan dengan terget perbandingan negatif . kelompok priming konteks kerja sama menilai diri lebih tinggi dari target perbandingan positif dibanding dengan target perbandingan negatif
Hasil-hasil ini sesuai denga hipotesis.
Studi 4
Hipotesis
Kompetisi berkemungkinan besar mengaktivasi mindset perbedaan . kerja sama kemungkinan besar mengaktivasi mindset integrasi .
a. Partisipan yang menggunakan mindset perbedaan dan menilai orang yang ada dua gambar ( sukses dan tidak sukses ) lebih sedikit kemiripannya dibandingkan partisipan kooperatif yang menggunakan mindset integrasi .
Partisipan
Partisipan terdiri dari 48 mahasiswa dean dibagi menjadi tiga kelompok secara acak .
Studi 4a : prosedur dan material
Partisipan dibawa ke ruang eksperimen yang terdiri dari delapan kubikal. Disana mereka diperlihatkan salah satu isi kubikal tersebut . partisipan dalam kodisi persaingan diberitahu bahwa mereka akan mengerjakan tugas yang disertai persaingan ( competitive performance ) , yaitu bersaing dengan kelompok lain dalam menilai gambarb ( picture view ) . setelah menyelesaikan tugas tersebut, partisipan diminta mengisi kuisioner ( tidak berhubungan dengan studi , lalu di debrief tidak ada yang tampak curiga terhadap manipulasi .
Studi 4b : Prosedur dan Material
Partisipan terdiri dari 20 mahasiswa yang ikut dalam studi 1 ( tiga minggu sebelum studi 4 ) dihubungi via email untuk mengikuti picture view . mereka lalu dipilih berdasarkan skor tertinggi dan terendah kooperatif-kompetitif . sama dengan studi 4a , mereka diminta nenilai dua sketsa serta mengisi kuisioner .
Hasil
Partisipan yang berorientasi persaingan (menggunakan mindset perbedaan ) menilai orang yang ada di dua gambar ( sukses dan tidak sukses) lebih sedikit kemiripannya dibandingkan partisipan yang berorientasi kerja sama , yang diduga menggunkan mindset integrasi .
Hasil studi 4a dan 4b sesuai dengan hipotesis .
Diskusi Umum dan Kesimpulan
Segala sesuatu bersifat relatif , khususnya ketika melihat diri sendiri . kinerja kita sering dipengaruhi oleh cara kita mengukur kinerja orang lain . penentu penting dari apakah hasil perbandingan sosial memiliki efek pembedaan atau asimilasi adalah apakah pikiran kita menggunakan kerangka orientasi persaingan atau kerja sama . hasil penelitian ini sesuai dengan vbanyak penelitian lain tentang
aktivasi tujuan interpersonal juga relevan dengan perspektif sosial , dari penelitian ini dapat diketahui bahwa persepsi kita terhadap orang lain dapat mempengaruhi cara kita memendang dan menilai diri sendiri . hal ini sesuai dengan salah satu dasar dari kajian terhadap persepsi sosial, yaitu keberadaan orang lain penting bagi pembentukan diri kita .
Pengetahuan-pengetahuan kita tentang pikiran dan perasaan mereka , lebih khusus lagi pengetahuan tentang apakah mereka adalah teman yang akan bekerja sama dengan kita atau lawan yang akan menjadi saingan kita , menjadi bahan pertimbangan penting untuk menentukan bagaimana kita memandang diri kita dan lebih jauh lagi menentukan tingkah laku apa yang kita tsmpilksn dalam berhadap dengan mereka .
Jurnal 2.
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP ORGANISASI DENGAN MINAT
BERORGANISASI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SUSKA
Muhammad Ardi
Linda Aryani
Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap
organisasi dengan minat berorganisasi pada mahasiswa fakultas psikologi UIN Suska Riau.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah / terhadap hubungan antara persepsi
terhadap organisasi dengan minat berorganisasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN
Suska Riau. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 orang dalam teknik sampling yang
digunakan adalah stratified proportional random sampling. Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap organisasi dan minat
organisasi. Hasil penelitian menggunakan teknik correlation product moment diperoleh
koefisien korelasi sebesar 0,865 (p<0,01), dengan konstribusi variabel persepsi sebesar 0,748.
Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian diterima, yaitu ada hubungan
antara persepsi terhadap organisasi dengan minat berorganisasi mahasiswa Fakultas Psikologi
UIN Suska Riau.
Kata kunci : persepsi terhadap organisasi, mahasiswa, organisasi, minat berorganisasi
Pendahuluan
Kampus adalah miniatur sebuah negara, mahasiswa sebagai agent of change adalah
sebuah slogan yang sering didengar. Mahasiswa sebagai komponen terbesar dalam kampus
mempunyai peranan yang besar dalam perkembangan kampus ataupun negara dengan
menyampaikan ide-ide yang membangun. Penyampaian ide-ide ini membutuhkan suatu
wadah berupa organisasi untuk mendukung secara legitimasi ide-ide yang disampaikan. Jadi
antara mahasiswa dengan organisasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Organisasi mahasiswa sebagai wadah penyalur aspirasi atau ide-ide. Penyaluran aspirasi atau
ide-ide berbeda-beda sesuai dengan yang diinginkan oleh mahasiswa yang bersangkutan. Ada
yang menyalurkan melalui kegiatan seni, kegiatan olahraga, kegiatan agama, ataupu kegiatan
keilmuan (kelompok belajar). Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, memiliki mahasiswa yang
beragam latar belakang budaya, agama, suku, adat istiadat, minat, bakat, dan latar belakang
pendidikan menengah, tentunya mempunyai aspirasi dan ide-ide yang berbeda-beda dan akan
disalurkan ke organisasi sesuai dengan keyakinannya bahwa aspirasi dan ide itu akan
tersalurkan.
Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, dengan jumlah mahasiswa 687 orang
(data akademik Fakultas Psikologi UIN Suska Riau tanggal 29 Desember 2010), didapatkan
data bahwa mahasiswa yang aktif di organisasi kampus hanya 108 orang (Data Senat
Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, Desember 2010). Mahasiswa yang aktif di
organisasi ini tersebar di beberapa organisasi internal dan eksternal Fakultas Psikologi,
seperti Senat Mahasiswa, Musyawarah Mahasiswa Psikologi (MHMJ) dan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM), serta Unit Kegiatan Kampus (UKK). Sebagian besar dari mereka
mengikuti dua atau lebih organisasi. Sedangkan 579 orang mahasiswa tidak aktif mengikuti
kegiatan organisasi apapun.
Dari data di atas terlihat bahwa presentase mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska
Riau yang ikut organisasi rendah (kurang dari 15%). Kurangnya partisipatif mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Suska Riau terhadap organisasi juga terlihat dari jumlah partisipan
pada pemilihan raya mahasiswa untuk memilih ketua dan wakil ketua Senat Mahasiswa dan
Dewan Mahasiswa. Untuk pemilihan Ketua Dewan Mahasiswa UIN Suska Riau yang sudah
diadakan dua kali ( Juni 2009 dan Oktober 2010), dan satu kali pemilihan langsung Ketua
Senat Mahasiswa Fakultas Psikologi (Juni 2010), jumlah pemilihan kurang dari 30% dari
jumlah mahasiswa Fakultas Psikologi (Data PPRM UIN Suska Riau tahun 2009 dan 2010).
Persepsi seseorang yang sudah terbentuk dari awal akan mempengaruhi perilakunya
dikemudian hari, termasuk persepsinya terhadap aktivitas keorganisasian. Persepsi atau
pengetahuan awal menurut Tetchener adalah suatu kelompok penginderaan dengan
menambahkan arti-arti yang berasal dari pengalaman masa lalu atau kesadaran intuitif
mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin,
2008). Banyak faktor yang membentuk perbedaan persepsi dalam suatu kelompok, sehingga
berbeda antara orang satu dengan yang lainnya, diantaranya adalah perhatian, mental set,
kebutuhan / need, sistem nilai, tipe kepribadian, dan gangguan kejiwaan (Sarwono, 2009).
Menurut Shaleh (2009), minat mengarahkan pada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif)
yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan
menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motives), dari manipulasi dan eksplorasi
yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama-kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu. Apa
yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
Berdasarkan uraian di atas serta data dan permasalahan yang dikemukakan dapat
disimpulkan bahwa mahasiswa mempersepsikan suatu organisasi dengan melihat, menilai,
menginterpretasikan melalui proses pengamatan terhadap pelaku organisasi kampus. Ada
mahasiswa yang memutuskan ikut dalam kegiatan organisasi dan ada pula yang tidak mau
tahu dengan kegiatan keorganisasian, ataupun hanya menjadi pengamat. Ada mahasiswa yang
mempersepsikan organisasi secara negatif dan ada pula mempersepsikan positif dengan
menganggap ikut organisasi adalah sesuatu yang berguna.
Berdasarkan fenomena di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Apakah ada hubungan antara Persepsi Terhadap Organisasi dengan Minat Berorganisasi pada
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau ?
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap
organisasi dengan minat berorganisasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau.
Tinjauan Pustaka
Menurut kamus lengkap psikologi, minat (interest) adalah (1) satu sikap yang berlangsung terus-menerus yang memolakan perhatian seseorang, sehingga membuat dirinya jadi selektif terhadap objek minatnya, (2) perasaan yang menyatakan bahwa suatu aktivitas, pekerjaan, atau objek itu berharga atau berarti pada individu, (3) suatu keadaan motivasi, atau satu set motivasi, yang menuntun tingkah laku menuju satu arah (sasaran) tertentu (dalam Chaplin, 2008).
Rast, Harmin dan Simon (dalam Mulyati, 2004) menyatakan bahwa dalam minat itu terdapat hal-hal pokok diantaranya: (1) adanya perasaan senang dalam diri yang memberikan perhatian pada objek tertentu, (2) adanya ketertarikan terhadap objek tertentu, (3) adanya aktivitas atas objek tertentu, (4) adanya kecenderungan berusaha lebih aktif, (5) objek atau aktivitas tersebut dipandang fungsional dalam kehidupan dan (6) kecenderungan bersifat mengarahkan dan mempengaruhi tingkah laku individu. Kesimpulan yang dapat ditarik dari definisi-definisi di atas adalah bahwa minat merupakan kecenderungan atau arah keinginan terhadap sesuatu untuk memenuhi dorongan hati, minat merupakan dorongan dari dalam diri yang mempengaruhi gerak dan kehendak terhadap sesuatu, merupakan dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya. Menurut Hurlock (1978), minat terdiri dari dua aspek yaitu: aspek kognitif yang dasarkan pada konsep yang dikembangkan siswa mengenai bidang yang berkaitan dengan minat dan aspek afektif yaitu bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan oleh minat. Minat adalah sebuah aspek psikologis yang dipengaruhi oleh pengalaman afektif yang berasal dari minat itu sendiri. Aspek-aspek minat dijelaskan oleh Pintrich dan Schunk (1996) sebagai berikut:
1. Sikap umum terhadap aktivitas (general attitude toward the activity), yaitu perasaan suka tidak suka, setuju tidak setuju dengan aktivitas, umumnya terhadap sikap positif atau menyu-kai aktivitas.
2. Kesadaran spesifik untuk menyukai aktivitas (specivic conciused for or living the activity), yaitu memutuskan untuk menyukai suatu aktivitas atau objek.
3. Merasa senang dengan aktivitas (enjoyment of the activity), yaitu individu merasa senang dengan segala hal yang berhubungan dengan aktivitas yang diminatinya.
4. Aktivitas tersebut mempunyai arti atau penting bagi individu (personal importence or
significance of the activity to the individual).
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi .............................
5. Adanya minat intriksik dalam isi aktivitas (intrinsic interes in the content of the activity), yaitu emosi yang menyenangkan yang berpusat pada aktivitas itu sendiri.
6. Berpartisipasi dalam aktivitas (reported choise of or participant in the activity) yaitu individu memilih atau berpartisipasi dalam aktivitas.
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek minat yang menimbulkan daya ketertarikan dibentuk oleh dua aspek yaitu kognitif dan afektif berupa berupa sikap, kesadaran individual, perasaan senang, arah kepentingan individu, adanya ketertarikan yang muncul dari dalam diri, dan berpartisipasi terhadap apa yang diminati.
Setiap organisasi memiliki ciri khas yang berbeda-beda, yang tercermin dalam perilaku organiasi yang bersangkutan. Perilaku organisasi adalah studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu (Thoha, 2008). Menurut Robbins (1999) Perilaku organisasi (organization behavior) adalah studi sistematis tentang tindakan dan sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam organisasi.
Minat menjadi daya penggerak untuk melakukan aktivitas keorganisasi dengan perasaan senang tanpa ada beban atau paksaan dari pihak lain. Minat berorganisasi dapat dikatakan sebagai dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan aktivitas keorganisasian dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.
Minat berorganisasi adalah keadaan psikologis yang berhubungan dengan dorongan atau aktivitas seseorang yang menstimulasi perasaan senang atau benci pada suatu organisasi. Minat berhubungan erat dengan pilihan terhadap sesuatu. Jika pilihan itu dijatuhkan pada sesuatu hal, maka dapat dikatakan dia berminat pada sesuatu itu. Seorang individu yang berminat mengikuti suatu organisasi karena menafsirkan bahwa dengan ikut organisasi adalah sesuatu yang positif. Jadi minat berorganisasi adalah kesan atau persepsi positif terhadap organisasi. Minat berorganisasi adalah adanya ketertarikan untuk mengikuti dan memilih aktif dalam suatu organisasi yang membuat seorang memiliki kecenderungan untuk memberikan perhatian terhadap kegiatan organisasi yang dipilihnya. Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2008). Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009). Menurut Wittig (1977) persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus oleh seseorang (perception is the process by which a person innterprets sensory stimuli).
Persepsi muncul dari beberapa bagian pengalaman sebelumnya.Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002) adalah proses pencarian
informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Persepsi menurut Fieldman (1999) adalah proses konstruktif yang mana kita menerima stimulus yang ada dan berusaha memahami situasi (Perception a contructive process by which we go beyond the stimuli that are presented to us and attempt to construct a meaningful situation). Sedangkan menurut Morgan (1987) persepsi mengacu pada cara kerja, suara, rasa, selera, atau bau. Dengan kata lain, persepsi dapat didefinisikan apa pun yang dialami oleh seseorang (perception refers to the way the work, sound, feel, tastes, or smell. In other works, perception can be defined as whatever is experienced by a person).
Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pengolahan informasi dari lingkungan yang berupa stimulus, yang diterima melalui alat indera dan diteruskan ke otak untuk diseleksi, diorganisasikan sehingga menimbulkan penafsiran atau penginterpretasian yang berupa penilaian dari penginderaan atau pengalaman sebelumnya. Persepsi merupakan hasil interaksi antara dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman individu yang sudah diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai penghubung, dan dinterpretasikan oleh system syaraf di otak. Menurut Rakhmat, Krech dan Crutchfield (dalam Sobur, 2005) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dapat dikategorikan menjadi: • Faktor fungsional Faktor fungsional dihasilkan dari kebutuhan, kegembiraan (suasana hati), pelayanan, dan pengalaman masa lalu seseorang individu. • Faktor-faktor struktural Faktor-faktor struktural berarti bahwa faktor-faktor tersebut timbul atau dihasilkan dari bentuk stimuli dan efek-efek netral yang ditimbulkan dari sistem syaraf individu. • Faktor-faktor situasional Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik adalah beberapa dari faktor situasional yang mempen-garuhi persepsi. • Faktor personal Faktor personal ini terdiri atas pengalaman, motivasi dan kepribadian.
Sholeh (2009) menjelaskan persepsi lebih bersifat psikologis daripada merupakan proses penginderaan saja maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi: • Perhatian yang selektif, individu memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja. • Ciri-ciri rangsang, rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. • Nilai dan kebutuhan individu
Pengalaman dahulu, pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang
mempersepsi dunianya.
Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dapat berupa suasana hati (mood), sistem dan pertukaran zat dalam tubuh, pengalaman, nilai-nilai yang dianut oleh individu yang bersangkutan, serta bentuk-bentuk stimulus yang mempengaruhi proses selektif terhadap stimulus.
Menurut Sobur (2003), dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama yaitu:
1. Seleksi, yaitu penyampaian oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang.
3. Pembulatan, yaitu penarikan kesimpulan dan tanggapan terhadap informasi yang diterima.
Suharnan (2005) menjelaskan bahwa pada prinsipnya persepsi melibatkan dua proses yaitu bottom up processing dan top down prosessing yang saling melengkapi dan bukan berjalan sendiri-sendiri. Hal ini berarti bahwa hasil suatu persepsi atau interpretasi mengenai suatu stimulus akan ditentukan oleh kombinasi antara sifat-sifat yang ada pada stimulus yang dipersepsi itu (bottom up) dengan pengetahuan yang tersimpan didalam ingatan seseorang yang relevan dengan stimulus itu (top down).
Adapun faktor penyebab bagaimana seseorang tertarik pada suatu organisasi dapat dikelompokkan atas dua hal yakni faktor dari luar diri seseorang dan faktor dari dalam diri sendiri. Faktor dari luar berupa stimulus yang diberikan oleh organisasi, dan faktor dari dalam terdiri dari proses pemahamam, pengetahuan, ekspektasi dan motivasi. Persepsi terhadap organisasi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap individu didalam memahami informasi tentang organisasi, melalui penginderaan (penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman). Persepsi terhadap organisasi ini kompleks yang menghasilkan suatu gambaran unik tentang organisasi yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya. Proses persepsi terhadap organisasi terdiri dari suatu situasi yang hadir pada diri seorang individu. Disini seorang individu menghadapi suatu kenyataan tentang organisasi yang harus dilihat dan diartikan. Proses ini dipengaruhi oleh keadaan psikologis seperti pengalaman individu, pengetahuannya tentang organisasi yang bersangkutan, ekpektasi dan motivasi. Dengan demikian setelah seseorang mengetahui keadaan organisasi kemudian didaftar dalam ingatan dan fikirannya. Pada gilirannya individu tersebut kemudian mengartikan atau menginterpretasikan tentang semua informasi yang didaftar tentang organisasi yang dihadapinya. Disimpulkan bahwa persepsi terhadap organisasi adalah hasil dari suatu proses psikologis yang
dipengaruhi oleh faktor internal (pengalaman, pengetahuan, ekspektasi, dan motivasi) dan ek-
sternal (karakteristik organisasi) berupa penginterpretasian tentang organisasi sehingga seorang
individu mempunyai gambaran yang jelas tentang organisasi. Hasil dari gambaran atau
penginterpretasian ini berupa kesan yang tinggal dalam ingatan individu yang bersifat positif atau
negatif terhadap kegiatan keorganisasian. Kesan yang positif dapat dilihat dari kesediaan individu
untuk mengikuti kegiatan organisasi. Perhatian yang besar terhadap organisasi akan
menimbulkan dorongan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
Kerangka pemikiran
Melalui organisasi, mahasiswa dapat memperjuangkan apa yang dianggapnya ideal atau apa yang dianggap sebagai kebaikan bersama. Jadi antara mahasiswa dengan organisasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Keikutsertaan mahasiswa pada sebuah organisasi merupakan proses psikologis yang diawali dengan pengamatan terhadap aktivitas-aktivitas organisasi yang kemudian dipersepsikan dan diinterpretasi.
Persepsi terhadap organisasi merupakan penilaian terhadap pengalaman-pengalaman sebelumnya terhadap organisasi. Penilaian terhadap organisasi adalah proses pengamatan dan penilaian terhadap kegiatan-kegiatan organisasi, sehingga memberikan kesimpulan sementara yang disebut dengan persepsi terhadap organisasi.
Persepsi setiap individu berbeda-beda karena merupakan penilaian subjektif terhadap sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan psikis yang merupakan kecenderungan dari dalam dan lingkungan sekitar sebagai stimulus atau perangsang dari luar individu. Persepsi adalah penilaian yang menyeluruh baik yang berupa dorongan dari dalam maupun stimulus dari lingkungan.
Persepsi terhadap organisasi dipengaruhi oleh ciri-ciri/tampilan organisasi sebagai stimulus yang akan diterima oleh alat indera. Stimulus yang diterima oleh alat indera kemudian diinterpresikan dan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan psikologis seperti pengetahuan terhadap organisasi, pengalaman individu sebagai referensi, ekspektasi sebagai kesimpulan awal dan motivasi individu serta karakterik organisasi. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan Fielman (1999) yang menyatakan bahwa persepsi adalah proses konstruktif yang mana kita menerima stimulus yang ada dan berusaha memahami situasi (Perception a contructive process by which we go beyond the stimuli that are presented to us and attempt to construct a meaningful situation). Proses konstruktif dalam penerimaan sebuah stimulus ini terdapat tiga komponen yaitu proses seleksi, proses penilaian (interpretasi), dan reaksi yang berupa penarikan kesimpulan dan tangga-pan terhadap informasi yang ditunjukkan dengan tingkahlaku (Sobur, 2003). Dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap organisasi adalah proses penilaian terhadap organisasi yang merupakan gabungan faktor psikis yang dari dalam diri individu, dan sitimulasi dari lingkungan. Komponen-komponen persepsi melalui proses seleksi stimulus, proses penilaian dan proses pemberian tanggapan. Keinginan untuk mengikuti kegiatan organisasi merupakan penilaian positif mahasiswa terhadap organisasi. Penilaian positif dan kesan positif yang ditimbulkan akan menghasilkan minat mahasiswa mengikuti kegiatan organisasi. Hal ini berarti bahwa adanya hubungan antara persepsi terhadap organisasi dengan minat berorganisasi.
Minat dalam mengikuti kegiatan organisasi adalah keinginan atau ketertarikan yang berasal dari dalam individu yang merupakan hasil pilihannya sendiri tanpa paksaan dari manapun, yang membuatnya senang dengan pilihannya tersebut dan mau mengikuti secara aktif kegiatan-kegiatan organisasi. Minat menjadi daya penggerak untuk melakukan aktivitas keorganisasi dengan perasaan senang tanpa ada beban atau paksaan dari pihak lain. Minat berorganisasi dapat dikatakan sebagai dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan aktivitas keorganisasian dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.
Minat berorganisasi adalah keadaan psikologis yang berhubungan dengan dorongan atau aktivitas seseorang yang menstimulasi perasaan senang atau benci pada suatu organisasi. Minat berhubungan erat dengan pilihan terhadap sesuatu. Jika pilihan itu dijatuhkan pada sesuatu hal, maka bisa dibilang dia berminat pada sesuatu itu. Minat berorganisasi adalah adanya ketertarikan untuk mengikuti dan memilih aktif dalam suatu organisasi yang membuat individu memiliki kecenderungan untuk memberikan perhatian terhadap kegiatan organisasi yang dipilihnya.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Terdapat hubungan antara persepsi terhadap organisasi dengan minat berorganisasi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau”. Artinya semakin positif persepsi mahasiswa terhadap organisasi, maka semakin tinggi pula minat mahasiswa untuk mengikuti kegiatan organisasi, dan semakin negatif persepsi mahasiswa terhadap organisasi, maka semakin rendah minat mahasiswa untuk mengikuti kegiatan organisasi.
MetodePenelitian ini merupakan penelitian korelasional yang menghubungkan antara persepsi
terhadap organisasi sebagai variabel bebas dengan minat berorganisasi sebagai variabel terikat.Teknik pengambilan sampel menggunakan metode stratified proportional random sampling (random proporsional berlapis). Dari 687 orang populasi dalam penelitian ini, yang akan diambil sampel penelitian sebanyak 34% maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 200 orang. Pengujian reliabilitas alat ukur dengan menggunakan SPSS 16,0 for windows. Berdasarkan uji reliabilitas pada Skala Persepsi Terhadap Organisasi diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,9404, sedangkan koefisien reliabilitas pada Skala Minat Berorganisasi diperoleh sebesar 0,9563. Dengan demikian reliablitas kedua skala yang digunakan untuk penelitian ini tergolong tinggi. Hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi product moment diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0,865 dengan taraf signifikasi 0,01. Maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap organisasi dengan minat berorganisasi diterima (terbukti). Angka koefisien korelasi ini termasuk dalam kategori hubungan sangat kuat. Dari hasil analisis data dengan menggunakan korelasi product moment didapatkan tingkat korelasi r = 0,865 (p<o,o1). Dari hasil ini (r = 0,865) didapatkan r2 sebesar 0,748. Ini artinya bahwa besarnya variabel persepsi terhadap organisasi mempengaruhi minat berorganisasi sebesar 0,748 atau 74,8%. Selebihnya, 0,252 atau 25,2% minat berorganisasi dipengaruhi oleh faktor lain.
Persepsi terhadap organisasi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau positif, dengan frekuensi 96,77%, dan frekuensi persepsi negatif terhadap organisasi sebesar 3,23%. Ini menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau terhadap organisasi sebagian besar positif. Berdasarkan data penelitian, juga didapatkan data minat berorganisasi mahasiswa Fakultas
Psikologi sebesar 87,74% dalam kategori tinggi dan 12,26% dalam kategori rendah. Ini
menunjukkan bahwa minat mengikuti organisasi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau
sebagian besar tinggi
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, tentang persepsi terhadap organisasi dengan minat berorganisasi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, diperoleh hasil dari pengujian hipotesis dengan teknik analisa korelasi product moment dengan bantuan SPSS 16,0 for windows dengan nilai korelasi sebesar 0,865 pada taraf signifikansi 0,01, hal Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kedua variabel yang diteliti, dimana kenaikan nilai variabel pertama akan diikuti dengan kenaikan variabel kedua ataupun sebaliknya. Hal ini berarti semakin positif persepsi mahasiswa terhadap organisasi maka semakin berminat mahasiswa mengikuti organisasi. Sebaliknya semakin negatif persepsi mahasiswa terhadap organisasi maka semakin rendah minatnya mengikuti organisasi.
Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Sujanto (dalam Nova 2005) mengatakan bahwa minat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:pengetahuan, pengamatan, tanggapan, persepsi dan sikap. Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa salah satu yang mempengaruhi minat adalah persepsi. Persepsi yang diterima melalui alat indera akan diolah, dinilai dan diinterpretasikan dalam otak sebagai suatu informasi. Jika dari proses penilaian dan penginterpretasian menghasilkan penilaian yang positif maka penilaian tersebut akan berjalan terus menjadi hal yang menarik dan disenangi sehingga menjadi informasi yang menetap sehingga menjadi sesuatu yang diminati. Sebaliknya, jika proses penilaian dan penginterpretasian menghasilkaan penilaian yang negatif, maka penilaian tersebut akan berjalan terus menjadi hal yang tidak menarik sehingga informasi tersebut akan diabaikan karena tidak diminati. Pada Skala Persepsi Terhadap Organisasi, subjek yang berada pada kategori positif sebanyak 150 orang (96,77%) dan 5 (lima) orang (3,23%) yang memiliki persepsi yang negatif terhadap organisasi. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar (96,77%) mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau memiliki persepsi yang positif terhadap organisasi. Artinya, mahasiswa memaknakan organisasi sebagai sesuatu yang berguna. Persepsi dan pemaknaan yang positif terhadap organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Rahmat dalam Sobur, 2003:460) diantarany faktor fungsional, struktural, situasional dan personal.
Jika dilihat berdasarkan indikatornya, Persepsi Terhadap Organisasi, semuanya berada pada posisi yang positif. Untuk aspek seleksi berada pada posisi 97%, aspek interpretasi berada pada posisi 95,5% dan aspek reaksi berada pada posisi 94,8%. Ini menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa terhadap organisasi sangat positif dilihat dari masing-masing aspeknya.
Jika dilihat berdasarkan indikator Skala Minat Berorganisasi, maka diketahui bahwa semua aspek berada pada kategori tinggi. Aspek sikap umum terhadap aktivitas kegiatan organisasi berada pada posisi 92,9%. Aspek kesadaran spesifik menyukai aktivitas organisasi berada pada posisi 89,03%. Aspek merasa senang dengan segala hal yang berhubungan dengan aktivitas organisasi berada pada posisi 87,09%. Aspek aktivitas organisasi mempunyai arti penting bagi individu berada pada posisi 89,03%. Aspek minat intrinsik dalam isi aktivitas organisasi berada pada posisi 89,68%. Aspek berpartisipasi aktif dalam aktivitas organisasi berada pada posisi 80%. Angka ini menunjukkan bahwa mahasiswa Fakultas Psikologi mempunyai minat yang tinggi untuk ikut kegiatan organisasi.
Hasil Interpretasi dari penelitian diatas menunjukkan bahwa variabel minat berorganisasi berada pada level yang tinggi artinya mahasiswa mempunyai minat yang tingi untuk ikut organisasi. Data sebelum penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang ikut organisasi ataupun yang berpartisipasi aktif dalam organisasi kurang dari 30%. Peneliti berasumsi bahwa, keikutsertaan mahasiswa dalam organisasi karena minatnya yang rendah yang disebabkan oleh persepsi yang negatif terhadap organisasi. Asumsi peneliti berbeda dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa minat mahasiswa untuk ikut organisasi tinggi dan persepsinya terhadap organisasi juga positif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat variabel lain yang mempengaruhi keikutsertaan mahasiswa dalam oganisasi. Variabel-variabel yang kemungkinan besar mempengaruhi keikutsertaan mahasiswa dalam
organisasi diantaranya, mahasiswa Fakultas Psikologi lebih pada study oriented, artinya
mahasiswa hanya memfokuskan pada kegiatan perkuliahan daripada kegiatan-kegiatan lain
termasuk kegiatan organisasi. Kegiatan-kegiatan organisasi kampus yang tidak menarik,
kemungkinan juga menjadi faktor penyebab kecilnya jumlah mahasiswa yang ikut organisasi,
selain masalah-masalah personal mahasiswa itu sendiri. Selain itu, kemungkinan mahasiswa
Fakultas Psikologi juga mengganggap bahwa dengan ikut organisasi akan menyita waktu
perkuliahan mereka, sehingga memutuskan untuk tidak ikut organisasi walaupun minat untuk ikut
organisasi itu tetap ada.
DAFTAR PUSTAKA
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Penerbit ANDI.
Yogyakarta
Baron, R.A. dan Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh. Penerbit
Erlangga. Jakarta
Sarwono, S.W. dan Meinarno, E.A. 2009. Psikologi Sosial. Salemba Humanika.
Jakarta
Hanurawan, Fattah, 2010. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya
Offset. Bandung
Top Related