Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014*)
Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan
PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH
Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi pertumbuhan ekonomi di
berbagai daerah pada triwulan IV 2013 mulai menunjukkan perbaikan seiring dengan menguatnya tanda-
tanda pemulihan ekonomi global. Perbaikan pertumbuhan ekonomi dialami oleh berbagai daerah di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera. Secara agregat, kedua kawasan masing-masing tumbuh
6,6% dan 5,5% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh 6,1% dan 5,0%
(Gambar I.1.). Perbaikan di kedua kawasan ini terutama didorong oleh kinerja ekspor, khususnya untuk
komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) seperti pertambangan dan perkebunan. Perbaikan kinerja
ekonomi di kedua kawasan tersebut mendorong kenaikan laju pertumbuhan ekonomi nasional dari
5,63% pada triwulan III 2013 menjadi 5,72% pada triwulan IV 2013. Sebaliknya, laju pertumbuhan
ekonomi berbagai daerah di Jawa secara agregat tumbuh melambat dari 6,1% menjadi 6,0% karena
melemahnya permintaan domestik. Melemahnya permintaan domestik ini bahkan menyebabkan
pertumbuhan ekonomi Jakarta melambat cukup signifikan hingga berada di bawah 6%, yakni sebesar
5,6%, terendah sejak tahun 2009.
Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan ekonomi di sebagian besar daerah mencatat angka
yang lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada tahun 2012. Melambatnya kinerja ekonomi ini
dipengaruhi oleh berbagai tantangan yang mengemuka di sepanjang 2013, baik yang bersumber dari
eksternal maupun domestik. Perkembangan dinamika global, yang diwarnai pelemahan ekonomi di
negara maju disertai berlanjutnya penurunan harga komoditas di pasar global, berdampak pada
tertahannya laju pertumbuhan ekonomi berbagai daerah, yang merupakan basis ekspor sumber daya
alam (SDA) seperti di Sumatera dan KTI. Sementara itu, berbagai tantangan domestik, seperti kenaikan
harga BBM, depresiasi nilai tukar rupiah, dan kenaikan suku bunga terlihat berpengaruh lebih besar pada
kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga di daerah-daerah Jawa dan Jakarta.
Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2013, year-on-year (yoy)
Sumber: BPS, diolah
*) Laporan Nusantara ini disarikan dari hasil pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan para Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah di seluruh Indonesia pada 10 Februari 2014 di Jakarta. Pertemuan dilakukan secara periodik untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi perhatian di daerah sebagai bahan pertimbangan penting dalam perumusan kebijakan di Bank Indonesia. Laporan Nusantara lengkap tersedia di www.bi.go.id
L a p o r a n N u s a n t a r a | 2
Sementara itu, tekanan inflasi cenderung mereda pada triwulan IV 2013 setelah sempat meningkat tinggi
dan mencapai puncaknya pada Agustus 2013 pasca kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013.
Inflasi pada Desember 2013 secara agregat tercatat mencapai 8,4% (yoy), relatif stabil dibanding periode
akhir triwulan sebelumnya. Meredanya tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh perkembangan harga-
harga yang relatif lebih stabil di Jakarta, serta sebagian besar daerah di Jawa dan KTI seiring terjaganya
pasokan pangan dan minimalnya gangguan distribusi.
Di sisi lain, kenaikan inflasi yang lebih tinggi masih dialami beberapa daerah di Sumatera akibat lonjakan
harga bahan pangan, biaya transportasi, serta dampak erupsi Gunung Sinabung. Beberapa daerah di
Sumatera seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat bahkan mencatat kenaikan inflasi hingga
mencapai lebih dari 10% (yoy) (Gambar I.2.). Demikian halnya dengan inflasi di sebagian wilayah KTI
seperti Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Barat yang mencatat inflasi cukup signifikan
hingga mendekati 10% (yoy). Meskipun demikian, secara keseluruhan besaran realisasi inflasi pada tahun
2013 relatif terkendali dan lebih rendah dibandingkan dengan episode kenaikan harga BBM pada tahun
2005 dan 2008 yang memicu kenaikan inflasi hingga mencapai double digit yaitu masing-masing sebesar
17,11% dan 11,06% (yoy). Kondisi ini tidak terlepas dari keberhasilan berbagai langkah yang ditempuh
Bank Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam upaya
mengendalikan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan
penguatan pasokan pangan.
Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, Desember 2013 (yoy)
Prospek ekonomi daerah pada triwulan I 2014 diperkirakan akan didukung oleh menguatnya tanda-tanda
pemulihan ekonomi global yang dimotori oleh negara maju. Kondisi ini akan berdampak positif bagi
perkembangan kinerja ekspor daerah, baik untuk komoditas manufaktur yang didominasi oleh daerah-
daerah di Jawa maupun komoditas berbasis SDA di Sumatera dan KTI. Implementasi kebijakan di bidang
manufaktur, antara lain kebijakan low cost green car (LCGC), dan berlanjutnya upaya mendorong
diversifikasi pasar ekspor akan mendorong perbaikan kinerja ekspor manufaktur lebih lanjut, terutama
dari Jawa dan Jakarta. Namun, laju pertumbuhan ekonomi di sebagian wilayah Kalimantan dan Sulampua
diperkirakan akan sedikit tertahan oleh implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral yang mulai
berlaku pada Januari 2014. Pelaku usaha di sektor mineral akan melakukan penyesuaian terhadap
Inf ≤ 7,7%8,4% < inf ≤ 9,0%Inf > 9,0% 7,7% < inf ≤ 8,4%
Sumber: BPS, diolah
L a p o r a n N u s a n t a r a | 3
aktivitas ekspor mereka sehubungan dengan pemberlakuan bea keluar ekspor secara progresif yang
dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter. Penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha
di sektor pertambangan tersebut berdampak pada aktivitas di sektor pertambangan terutama di daerah-
daerah yang merupakan basis produksi tambang, seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, dan sebagian
daerah di Sulawesi.
Selain ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor di luar komoditas mineral, pertumbuhan ekonomi di
berbagai daerah pada triwulan I 2014 juga didukung oleh meningkatnya permintaan domestik khususnya
konsumsi. Indikasi menguatnya permintaan konsumsi mulai terlihat terutama di sebagian besar daerah di
Jawa dan Jakarta, serta Sumatera. Hal ini didorong antara lain oleh meningkatnya intensitas kegiatan
terkait persiapan Pemilu 2014, perbaikan pendapatan terkait UMP, pemulihan kinerja ekspor
manufaktur, serta membaiknya harga komoditas ekspor di pasar global. Intensitas kegiatan terkait
Pemilu diperkirakan berdampak pada kenaikan belanja barang dan jasa. Dampak dari belanja jasa,
terutama untuk belanja iklan terkait Pemilu 2014, diperkirakan terkonsentrasi di Jakarta dan sebagian
daerah di Jawa mengingat cakupan media komunikasi yang digunakan peserta Pemilu akan lebih berskala
nasional. Di sisi lain, perbaikan investasi di berbagai daerah diperkirakan masih relatif terbatas. Sikap
pelaku usaha yang terindikasi lebih bersikap hati-hati dalam melakukan realisasi investasi di tahun politik
menyebabkan akselerasi kegiatan investasi diperkirakan baru akan terjadi setelah ada kejelasan hasil
Pemilu 2014. Kinerja investasi di berbagai daerah diperkirakan bertumpu pada belanja infrastruktur
pemerintah, terutama terkait MP3EI, dan percepatan pembangunan smelter sebagai respons terhadap
implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral.
Tabel I.1. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Triwulan I 2014
Bag. UtaraBag.
Tengah
Bag.
SelatanAsesmen Tendensi Asesmen
Bag.
Barat
Bag.
Tengah
Bag.
TimurAsesmen
Kaliman-
tanBali-Nustra
Sulam-
puaAsesmen
PDB/PDRB
Konsumsi RT
Dampak persiapan
Pemilu, perbaikan
pendapatan, dan
keyakinan konsumen
Dampak persiapan
Pemilu dan
membaiknya
keyakinan konsumen
Dampak banjir
menghambat
transaksi dagang
kenaikan inflasi dan
menurunnya
keyakinan konsumen
Konsumsi
Pemerintah
Realisasi pengeluaran
untuk proyek terkait
MP3EI dan persiapan
Pemilu
Pengesahan APBD
terlambat
Siklus awal tahun yg
cenderung terbatas
Siklus awal tahun
anggaran yang
cenderung terbatas
Investasi
(PMTB)
Ekspansi usaha pd
industri sawit dan
realisasi proyek
pemerintah
Industri cenderung
menahan investasi
krn UMP dan nilai
tukar, serta Pemilu
Industri cenderung
menahan investasi
krn UMP dan nilai
tukar, serta Pemilu
Investasi smelter dan
proyek infrastruktur
terkait MP3EI
Ekspor LNPerbaikan ekspor
perkebunan
Perbaikan ekspor
barang manufaktur
Perbaikan ekspor
barang manufaktur
Pemberlakuan UU
Minerba dan bea
keluar ekspor
komoditas
Impor LN
Peningkatan
kebutuhan bahan
baku dan barang
modal
Peningkatan impor
bahan baku industri
Peningkatan impor
bahan baku untuk
kebutuhan industri
depresiasi nilai tukar
dan terbatasnya
perbaikan kinerja
tambang
JakartaSumatera Jawa KTI
*) Prakiraan arah kondisi ekonomi secara tahunan (year-on-year)
Dari sisi perkembangan harga, tekanan kenaikan inflasi pada triwulan I 2014 diperkirakan mereda di
sebagian besar daerah. Inflasi triwulan I 2014 secara agregat diperkirakan lebih rendah daripada triwulan
IV 2013. Prakiraan realisasi inflasi yang lebih rendah terjadi di sebagian besar daerah dan terutama
dikontribusi oleh beberapa daerah di KTI. Hal ini didukung oleh prospek capaian produksi pangan yang
cenderung membaik di daerah sentra produksi di KTI seperti Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat,
didukung kondisi cuaca yang lebih kondusif pada Februari-Maret 2014. Meski demikian, beberapa daerah
di Sumatera dan Sulampua diperkirakan masih menghadapi risiko kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada
akhir triwulan I 2014.
L a p o r a n N u s a n t a r a | 4
Dampak banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa dan bencana erupsi Gunung Sinabung di Sumatera
Utara terhadap inflasi diperkirakan relatif terkendali. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan di Jakarta,
sebagian daerah di Sumatera dan Jawa pada Januari 2014 akibat distribusi barang yang terganggu oleh
dampak banjir dan bencana alam lainnya diperkirakan berangsur kembali pulih pada pertengahan
triwulan I 2014 seiring membaiknya kondisi cuaca. Langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah
untuk melakukan perbaikan darurat terhadap infrastruktur jalan, khususnya di jalur distribusi utama,
diperkirakan dapat memitigasi kendala distribusi pangan yang terjadi di beberapa daerah terdampak.
Meski demikian, beberapa daerah sentra produksi yang terdampak banjir di Jawa mengindikasikan
terjadinya pergeseran masa panen.
Beberapa faktor risiko yang mengemuka seperti kenaikan biaya produksi barang akibat berlanjutnya
pelemahan rupiah dan kenaikan administered price diperkirakan turut memengaruhi inflasi berbagai
daerah pada triwulan I 2014. Survei Bank Indonesia terakhir menunjukkan tendensi pelaku usaha untuk
mulai mentransmisikan kenaikan biaya produksi pada harga jual pada awal tahun. Kenaikan harga jual
barang diperkirakan terutama pada harga pada komoditas dengan kandungan impor tinggi seperti
otomotif, elektronik dan obat-obatan.
Gambar I.3. Peta Prakiraan Inflasi Daerah Triwulan I 2014
Proses penyesuaian ekonomi selama tahun 2013 yang berjalan dengan baik ditopang oleh stabilitas
sistem keuangan yang terjaga, khususnya ketahanan perbankan yang tetap kuat. Kondisi ini tercermin
dari risiko kredit yang masih relatif rendah. Meskipun aktivitas ekonomi melambat, rasio nonperforming
loan (NPL) di berbagai daerah selama triwulan IV 2013 masih berada dalam level aman. NPL perbankan di
Jakarta dan Jawa masing-masing tercatat sebesar 1,4% dan 2,0%. Sementara di Sumatera dan Kawasan
Timur Indonesia masing-masing tercatat 2,4% dan 2,1%. Ketahanan sektor rumah tangga juga terlihat
masih cukup kuat sebagaiman tercermin pada NPL dari sisi kredit kepada sektor bukan lapangan usaha
(kredit konsumsi) yang masih terjaga pada level yang aman. NPL kredit konsumsi di seluruh kawasan
secara agregat berada dibawah kisaran 2%. Kebijakan penyempurnaan ketentuan loan to value (LTV)
atau pun financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti
telah memperlambat laju kredit pada sektor ini. Dampak perlambatan penyaluran kredit konsumsi juga
terjadi pada kredit kendaraan bermotor, terutama sepeda motor terkait dengan kebijakan yang
Sumber: BPS, diolah
L a p o r a n N u s a n t a r a | 5
mengatur pembayaran uang muka minimum (down payment/DP). Implementasi kebijakan tersebut
diharapkan memperkuat ketahanan sistem keuangan dengan lebih mengedepankan kehati-hatian
sehingga berdampak positif bagi terjaganya stabilitas sistem keuangan.
Perkembangan aktivitas perekonomian yang melambat juga tercermin pada kinerja sistem pembayaran
nontunai dan pengelolaan uang. Secara keseluruhan tahun 2013, nominal dan volume transaksi yang
dilakukan melalui sistem BI-RTGS cenderung menurun dibandingkan dengan transaksi yang terjadi pada
tahun 2012. Sementara itu, pengelolaan uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan
perbedaan karakteristik pola aliran uang di masing-masing wilayah. Pulau Jawa (di luar Jakarta) selama
2013 memiliki karakteristik net inflow. Sementara di tiga kawasan lainnya yakni Sumatera, Jakarta, dan
KTI menunjukkan pola net outflow.
Bank Indonesia secara konsisten selalu berupaya memastikan seluruh masyarakat memperoleh uang
layak edar sesuai kebutuhan. Selama tahun 2013, Bank Indonesia memprioritaskan distribusi uang layak
edar – melalui kegiatan kas keliling – ke daerah perbatasan seperti di Atambua (NTT), Nunukan
(Kaltara), dan di Papua. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan transaksi, Bank Indonesia pada awal
tahun 2014 menandatangani nota kesepahaman dengan Bank Papua New Guinea (PNG) dalam
memberdayakan kegiatan ekonomi di daerah perbatasan. Melalui nota kesepahaman ini, kedua Bank
Sentral bersepakat untuk meningkatkan peran lembaga keuangan Bank dan Pedagang Valuta Asing
(PVA) di masing-masing negara dalam meningkatkan aktivitas ekonomi di wilayah perbatasan dengan
mendorong terciptanya kelancaran dan keandalan sistem pembayaran.
PROSPEK EKONOMI DAERAH DAN TANTANGAN KE DEPAN
Prospek Ekonomi Daerah
Prospek perekonomian daerah secara agregat mengindikasikan perekonomian nasional pada tahun 2014
diperkirakan akan tumbuh mendekati batas bawah kisaran 5,8 – 6,2%. Perbaikan ekonomi di berbagai
daerah diperkirakan terus berlanjut seiring dengan menguatnya pemulihan ekonomi global disertai harga
komoditas ekspor yang terus membaik. Ekonomi Jawa dan Jakarta diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera dan KTI. Prakiraan ini didukung oleh terus berlanjutnya
perbaikan ekspor manufaktur terutama untuk tekstil, elektronik dan kendaraan bermotor.
Di samping itu, berlanjutnya aktivitas kegiatan Pemilu dengan intensitas yang lebih kuat menjelang
Pilpres diperkirakan memperbaiki kinerja permintaan domestik di berbagai daerah di Jawa dan Jakarta.
Faktor lain yang diperkirakan turut mendorong perbaikan ekonomi Jawa terkait dengan mulai masuknya
masa panen raya pada triwulan II 2014 hingga mencapai puncaknya pada awal triwulan III 2014. Namun,
dampak banjir yang melanda sejumlah daerah sentra produksi di Jawa pada awal tahun 2014
diperkirakan akan membayangi capaian produksi pangan pada masa panen raya tersebut. Selain itu,
beberapa daerah di Jawa mengindikasikan perkembangan investasi yang masih cenderung melambat.
Membaiknya harga komoditas di pasar global diperkirakan turut mendorong peningkatan kinerja
perekonomian berbagai daerah di Sumatera dan KTI. Di Sumatera, tanda-tanda perbaikan kinerja ekspor
komoditas berbasis SDA, terutama hasil-hasil perkebunan yang mulai terlihat pada awal tahun 2014,
diperkirakan terus berlanjut disertai harga jual ekspor yang lebih baik. Hal ini diperkirakan berimbas pada
membaiknya pendapatan masyarakat sehingga mendorong kembali konsumsi rumah tangga. Beberapa
daerah di Sumatera juga mengindikasikan adanya peningkatan ekspansi pengolahan sawit yang akan
L a p o r a n N u s a n t a r a | 6
dilakukan oleh pelaku usaha pada 2014, merespons prakiraan membaiknya permintaan CPO di pasar
internasional.
Sementara itu, prospek perekonomian berbagai daerah di KTI juga membaik seiring dengan berbagai
penyesuaian yang ditempuh oleh pelaku usaha dalam merespons pelaksanaan kebijakan pengaturan
ekspor mineral disertai upaya untuk mempercepat pembangunan smelter. Laju perbaikan ekonomi KTI
diperkirakan akan sangat tergantung pada seberapa cepat penyesuaian dapat dilakukan oleh para pelaku
usaha di sektor pertambangan dan kemajuan pembangunan smelter dapat dilakukan, termasuk orientasi
lokasi dan kendala yang dihadapi dalam pembangunan smelter.
Di sisi inflasi, perkembangan harga-harga di berbagai daerah diperkirakan terkendali dengan tingkat
inflasi yang cenderung menurun. Inflasi di sebagian besar daerah di KTI secara agregat diperkirakan
dapat kembali berada di bawah nasional, seiring dengan meningkatnya pasokan pada masa panen raya
mendatang disertai terjaganya kelancaran distribusi. Di samping itu, prakiraan prospek capaian produksi
pangan pada masa panen raya mendatang, di beberapa daerah sentra produksi KTI, diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan dengan panen raya tahun sebelumnya. Hal serupa juga diperkirakan terjadi di
berbagai daerah sentra produksi di Jawa, walaupun banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa
membayangi capaian produksi. Pada beberapa daerah di Jawa, dampak banjir terhadap keseluruhan
produksi pangan diperkirakan terbatas, dengan besaran luas lahan puso yang relatif kecil. Di samping itu,
respons pemerintah dalam menjaga ketersediaan pasokan pangan berkontribusi positif pada stabilitas
harga pangan di daerah. Meski demikian, beberapa risiko yang perlu diwaspadai dampaknya terhadap
inflasi di daerah antara lain terkait kenaikan harga tarif tenaga listrik (TTL) yang akan diberlakukan
kepada industri mulai triwulan II 2014, dampak pass-through dari depresiasi nilai tukar terhadap harga
jual produk, serta rencana kenaikan LPG 12 kg dalam waktu dekat.
Tantangan Ke Depan
Prospek perekonomian daerah menghadapi beberapa tantangan utama yang diperkirakan turut
menentukan kinerja ekonomi dan inflasi ke depan. Pertama, tantangan yang bersumber dari dinamika
global yang dapat menyebabkan rentannya pemulihan ekonomi global, terutama dengan adanya potensi
kembali melambatnya kinerja ekonomi China dan ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter di
Amerika Serikat. Hal ini secara tidak langsung dapat berdampak pada tertahannya kinerja ekspor dari
berbagai daerah dan mengganggu kegiatan investasi daerah.
Kedua, tantangan dari penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral. Dalam jangka pendek, beberapa
penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pertambangan berpotensi berdampak
pada kinerja ekspor di beberapa daerah di wilayah Sulampua. Namun, dalam jangka menengah panjang,
penyesuaian yang telah dilakukan pelaku usaha dan konsistensi dari penerapan kebijakan ini akan
berdampak positif bagi peningkatan nilai tambah dari ekspor tambang, sehingga mendorong kinerja
ekonomi secara keseluruhan, terutama bagi daerah-daerah yang didominasi oleh kegiatan
pertambangan.
Ketiga, kemungkinan penerapan kebijakan administered price terutama harga-harga energi (BBM
bersubsidi, tarif tenaga listrik, dan LPG) dan kebijakan tarif yang ditetapkan oleh daerah. Secara historis,
laju inflasi di daerah memiliki sensitivitas yang cukup tinggi terhadap adanya perubahan administered
prices. Kondisi ini memerlukan respons koordinasi yang lebih baik di daerah untuk meminimalkan
L a p o r a n N u s a n t a r a | 7
dampak lanjutan dari kemungkinan diterapkannya kebijakan ini, terutama terkait dengan pengendalian
tarif angkutan dan jasa kemasyarakatan lainnya.
Keempat, dampak banjir dan bencana alam yang terjadi pada awal tahun 2014 terhadap prospek
produksi pangan dan inflasi daerah. Dalam kaitan ini maka langkah-langkah yang lebih intensif dan
terkoordinasi diperlukan untuk memastikan prioritas penanganan lahan terdampak banjir. Koordinasi di
tingkat pemerintah pusat dan daerah baik melalui TPI maupun TPID diperlukan untuk memastikan
ketersediaan dan akses petani – khususnya yang terdampak banjir dan bencana alam lainnya - terhadap
benih dan pupuk. Di samping itu, upaya untuk mengarahkan ekspektasi masyarakat perlu dilakukan
secara intensif dengan memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat tentang kondisi pasokan
pangan agar tidak terjadi panic buying di masyarakat.
Kelima, masih terkonsentrasinya daya saing daerah pada daerah-daerah di Jawa. Kemampuan daya saing
yang lebih baik di Jawa didukung oleh faktor stabilitas ekonomi makro, institusi pemerintah, tenaga kerja,
menjadi penunjang. Sementara itu, masih lebih rendahnya daya saing daerah-daerah di Sulampua,
Sumatera dan sebagian Kalimantan terutama disebabkan stabilitas ekonomi dan infrastruktur. Mengatasi
hal ini, upaya untuk mendorong kenaikan daya saing daerah perlu ditempuh bersama-sama oleh para
penentu kebijakan di daerah dan di tingkat pusat. Peningkatan kapasitas infrastruktur, khususnya terkait
konektivitas dan energi, dalam program MP3EI menjadi tumpuan bagi peningkatan kemampuan daya
saing berbagai daerah di luar Jawa. Selain itu, penerapan kebijakan pengupahan – khususnya UMP –
perlu dilakukan secara berimbang untuk mendorong perbaikan kesejahteraan tenaga kerja sekaligus
tidak merugikan daya saing ekonomi daerah.
Jakarta, 17 Februari 2014
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Juda Agung
Direktur Eksekutif
Top Related