Download - PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Transcript
Page 1: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

PERILAKU POLITIK DAN ELITE

(Studi tentang Pengaruh Pilihan Politik Elite PWNU

pada Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017

Terhadap Khittah 1926)

Skripsi

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Diah Lestari

1113112000002

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti
Page 3: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti
Page 4: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti
Page 5: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

i

ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang pengaruh perilaku elite (Pengurus Wilayah

Nahdlatul Ulama) PWNU Jakarta. NU adalah organisasi sosial keagamaan yang

tidak berpolitik sesuai dengan nilai-nilai khittah 1926 hasil Muktamar ke-27 di

Situbondo, Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah ingin membahas mengenai

faktor yang dapat mempengaruhi perilaku elite dalam menentukan pilihan politik

di pilkada Jakarta tahun 2017. Berdasarkan hasil khittah 1926 menegaskan bahwa

NU adalah organisasi yang netral. Tetapi faktanya, elite PWNU sering dijadikan

sebagai vote getter dan nahdliyin dijadikan target utama pasangan calon gubernur

karena dianggap sebagai penyumbang suara terbesar akibatnya PWNU keluar

batas sebagai organisasi yang tidak berpolitik menjadi organisasi yang berpolitik,

karena elitenya membawa PWNU Jakarta pada tataran politik.

Ketidaknetralan PWNU sebagai organisasi di pilkada Jakarta tahun 2017

yang pertama elite PWNU hanya mengundang Agus-Sylvi ke kantor PWNU

dalam acara silahturahmi antara pengurus bukan seluruh pasangan calon. Kedua,

keikutsertaan PWNU pada aksi bela Islam 212, padahal terdapat larangan seluruh

NU cabang dan wilayah tidak boleh ikut berpartisipasi karena ingin menjaga

netralitas NU sebagai organisasi. Ketiga, Rais Syuriah PWNU mendukung Anis-

Sandi pada pilkada putaran kedua. Dukung-mendukung calon diperbolehkan

karena individu memiliki pilihan politik masing-masing, yang tidak diperbolehkan

adalah jika membawa nama jabatan seperti Rais Syuriyah atau Tanfidziyah hanya

untuk mendukung satu pasangan calon.

Penelitian ini dilakukan oleh penulis menggunakan studi pustaka dan

wawancara. Penulis menggunakan teori faktor yang dapat mempengaruhi aktor

dalam mengambil keputusan politik menurut pandangan Miriam Budiardjo ada

empat yaitu lingkungan sosial politik tidak langsung, lingkungan politik langsung,

struktur kepribadian elite dan lingkungan sosial politik berdasarkan situasi.

Keempat faktor yang mempengaruhi elite PWNU dalam mengambil keputusan

politik adalah sebagai dasar dari elite mengendalikan sikap organisasi. Untuk

menganalisa mengenai perilaku peneliti menggunakan teori pendukung yaitu

budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti individu yang memiliki

pengaruh dalam organisasi dalem membuat suatu keputusan penulis menggunakan

teori Robert Putnam, yaitu analisis posisi, analisis reputasi dan analisis keputusan.

Kata Kunci: perilaku elite, PWNU, pengaruh, pilkada Jakarta 2017.

Page 6: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang maha pengasih dan maha

penyayang, berkat rahmat, inayah dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan

Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat serta para pengikut beliau

dari dulu, hingga akhir zaman. Penulus ingin mengucapkan terimakasih kepada

pihak yang membantu dalam penelitian, penyusunan dan penulisan yang berupa

dukungan moril dan materilnya motivasi dan doa dari teman-teman. Untuk itu

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Pembantu rektor, yang meliputi Pembantu Rektor Bidang

Akademik, Pembantu Rektor Bidang meliputi Adminstrasi Umum,

Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pembantu Rektor Bidang

Pengembangan Kelembagaan.

2. Prof. Dr. Zulkifli sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh dosen, staf dan

jajarannya.

3. Dr. Iding Rosyidin Hasan, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Politik.

4. Suryani, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Politik

5. Idris Thaha, M.Si sebagai dosen pembimbing terbaik yang pernah saya

temui, membimbing, momotivasi penulis dalam melakukan penelitian

dari awal sampai dengan akhir.

6. Narasumber KH Manan Abdul Ghani (Ketum PBNU Jakarta), KH OS

Abdurrahman Mahmud, MA (Wakil Syuriyah PWNU), Drs. KH Munahar

Mutchar (Wakil Tanfidziah PWNU).

Page 7: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

iii

7. H Yunus Wahab, M.Pd yaitu Ketua Perguruan Tinggi NU Jakarta atas

bantuannya penulis dapat bertemu dengan narasumber.

8. Kedua orangtua dan keluarga besar yang telah mendoakan dan membantu

secara finansial penelitian ini.

9. Direktur Laznas BSM beasiswa mahasiswa Rizqi Okto Priansyah dan

Amelia Pantouw selaku pembina beasiswa yang telah memberikan penulis

beasiswa penuh dari semester tiga hingga akhir.

10. Sahabat-sahabat terbaik di Program Studi Ilmu Politik yaitu Isnaini Anis

Farhah, Restiana Firda, Amelia Stefanie, Anissa Suciati.

11. Kelompok mentoring kemiri (kelompok mirip bidadari) UIN Jakarta.

12. Ikatan Remaja Masjid Mardhotillah (IRMM) atas motivasi yang telah

diberikan.

13. Enterpreneur Mardhotillah yang selalu memberikan kritik dan saran untuk

penelitian ini.

Penulis berusaha sesuai dengan kemampuan menjadi yang terbaik tetapi

kesempurnaan hanyalah milik Allah. Masih banyak kekurangan penulis yang

harus diperbaiki. Demi terwujudnya kesempurnaan dari skripsi ini penulis

meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Jakarta, 10 Juni 2017

Page 8: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ......................................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 8

D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 8

E. Metodelogi Penelitian ...................................................................... 13

F. Sistematika penulisan ....................................................................... 16

BAB II KERANGKA TEORI

A. Perilaku Politik ................................................................................ 19

A.1 Pengertian Perilaku Politik ........................................................ 19

A.2 Model Perilaku Politik .............................................................. 22

A.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik ............................ 23

B. Budaya Politik ................................................................................. 24

B.1 Tipologi Budaya Politik ............................................................ 26

C. Teori Elite ........................................................................................ 28

BAB III PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017 DAN SIKAP NU

KEMBALI PADA KHITTAH 1926

A. Pilkada DKI Jakarta: Dinamika Kiai dan Politik ........................... 31

A.1 NU pada Pilkada Jakarta ........................................................... 35

A.2 Hubungan Kiai dengan Politik................................................. 42

B. Sikap NU kembali pada khittah 1926 .............................................. 45

Page 9: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

v

BAB IV PENGARUH PERILAKU ELITE PWNU PERIODE 2016-2021

PADA PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017

A. Elite dalam PWNU Jakarta .............................................................. 54

B. Faktor Pengaruh Perilaku Politik Aktor ........................................ 57

B.1 Perilaku Sosial Politik Tidak Langsung .................................. 57

B.2 Lingkungan Politik Langsung ................................................. 59

B.3 Struktur Kepribadian Elite ...................................................... 62

B.4 Lingkungan Sosial Politik Berdasarkan Situasi ...................... 65

C. Perilaku elite PWNU di Pilkada Jakarta............................................67

C.1 Pilkada Putaran Pertama .......................................................... 67

C.2 Pilkada Putaran Kedua ............................................................. 68

D. Bentuk Ketidaknetralan PWNU Jakarta .......................................... 69

D.1 Dukungan Elite PWNU kepada Agus-Sylvi .......................... 71

D.2 Keikutsertaan dalam Aksi 212 ............................................... 73

D.3 Dukungan Mengatasnamakan Syuriyah ................................. 74

BAB V PENUTUP

Kesimpulan dan Saran...................................................................................... 76

Daftar Pustaka ............................................................................................. vii

Lampiran-lampiran

Page 10: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

vi

DAFTAR TABEL

Tabel III.A.1 Koalisi Partai Pilkada Jakarta 2017 Putaran Pertama ................ 33

Tabel III A.2 Koalisi Partai Pilkada Jakarta 2017 Putaran Kedua ................. 34

Tabel III.A.3 Agama dan Kepercayaan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015..... 37

Page 11: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Pemilihan umum adalah kegiatan politik yang erat kaitannya dengan

kekuasaan.1 Jadi perjuangan pada pilkada Jakarta merupakan suatu perjuangan

politik dari masing-masing calon untuk mendapatkan simpati dari masyarakat

Jakarta, tokoh masyarakat dan organisasi massa Islam seperti Nahdlatul Ulama

(NU). Sebagai organisasi massa Islam, NU tidak berhak dukung-mendukung atas

nama organisasi pada pemilu. Karena dalam internal organisasi, NU sudah

memiliki peraturan untuk kembali pada khittah 1926. Artinya NU sudah bukan

lagi menjadi partai politik tetapi berubah menjadi organisasi sosial keagamaan.

Netralitas NU dibuktikan dengan hasil muktamar NU ke-27 di Sitobondo,

Jawa Timur yang menegaskan bahwa NU sudah kembali pada khittah 1926.

Makna kembali ke khittah mengembalikan NU pada cita-cita awal didirikan NU

yaitu sebagai organisasi sosial keagamaan.

Hasil muktamar ke-27 di Situbondo menghasilkan keputusan Nomor

02/MNU-27/1984 yaitu kembalinya NU pada khittah 1926 yang memiliki tiga

esensi pokok. Pertama, bahwa jam’iyah NU harus kembali pada struktur

pemula, yakni peranan ulama Syuriyah lebih dominan pada Tanfidziyah. Kedua,

NU secara jam’iyah tidak lagi memiliki ikatan organisatoris dalam bentuk apapun

dengan organisasi kekuatan sosial politik. Ketiga, NU jam’iyah menitikberatkan

1 Nasir Yusuf, Menggugat Khittah NU, (Bandung: Humaniora Press, 1994), hal.79.

Page 12: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

2

program dan kegiatannya dalam pendidikan, dakwah, keagamaan dan

kesejahteraan sosial.2

Makna dari kembalinya NU pada khittah 1926 sebagai organisasi tidak

boleh berpolitik. Artinya, NU memberikan hak sepenuhnya kepada nahdliyin

untuk mendukung calon tertentu pada pilkada Jakarta sesuai dengan hak yang

dimiliki oleh individu, tetapi dukungan tersebut tidak boleh mengatasnamakan

NU sebagai organisasi.

Jakarta dihadapkan dengan situasi politik yang dinamis yang secara tidak

langsung berhubungan dengan NU secara organisasi. Pertama, petahana yang

mencalonkan diri menjadi Gubernur Jakarta berasal dari non muslim, sedangkan

menurut pandangan Islam bertentangan dalam konsep memilih pemimpin, hal

tersebut menurut sebagian ulama sudah ditetapkan pada Al-Qur’an.

Kedua, kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahya Purnama.

Banyaknya ormas Islam, tokoh agama menjelang pilkada melakukan aksi bela

Islam 410, 411, dan paling banyak mengumpulkan massa Islam dari berbagai

daerah adalah pada aksi 212.3

Ketiga, tindakan yang tidak menyenangkan Basuki terhadap Rais Aam

PBNU kiai Ma’ruf Amin pada persidangan ke-8 kasus penistaan agama. Membuat

kemarahan nahdliyin, akibatnya PWNU Jakarta harus mengeluarkan pernyataan

sikap terkait kekecewaan terhadap cara Basuki memperlakukan kiai Ma’ruf Amin.

Rais Aam yang paling dihormati di NU.

2Nasir Yusuf, Menggugat Khittah NU, hal.69.

3Budi Raharjo, “Menghitung Jumlah Peserta Aksi 212”, http://www.republika.co.id/, 05 Desember

2016.

Page 13: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

3

Keempat, PWNU Jakarta mempermaslahkan istighosah bersama Basuki

yang mengatasnamakan PWNU Jakarta. Istighosah tersebut dibuat oleh mantan

ketua PWNU Jakarta Djan Faridz sekaligus ketua PPP.4 Jadi dengan demikian

pengurus PWNU Jakarta mengeluarkan beberapa pernyataan sikap menanggapi

hal tersebut.

Keempat perubahan situasi politik seperti yang sudah peneliti sebutkan yang

dapat mempengaruhi perilaku Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU)

dalam menentukan sikap politik di pilkada Jakarta tahun 2017. Perubahan situasi

politik dapat mempengaruhi individu dalam menentukan keputusan politik selain

dipengaruhi oleh situasi perilaku individu juga dipengaruhi oleh kiai khususnya

adalah peran Syuriyah, seperti untuk membuat pilihan politik terhadap pasangan

calon yang setiap saat selalu meminta fatwa dari kiai.5

Dalam komunitas Islam, ulama, kiai, guru ngaji, dan mubaligh menjadi

sumber utama sosialisasi Islam.6 Kiai adalah kekuatan simbol untuk nahdliyin,

oleh karenanya nahdliyin memiliki nilai kepatuhan terhadap kiai. Kiai dapat

mengubah dengan mudah keputusan politik pengikutnya karena kiai memiliki

kemampuan menerjemahkan bahasa politik menjadi bahasa agama pada mimbar-

mimbar dakwah.

Peneliti akan membahas mengenai perilaku politik individu yang dapat

memiliki pengaruh terhadap organisasi, seperti individu yang masuk di dalam

4 Wahyu Aji, “PPP Djan Faridz Akan Boyong Ahok Hadiri Istigosah di Lima Wilayah Jakarta”,

http://www.tribunnews.com/, 20 Februari 2017. 5 Khamami Zada dan Ahmad Fawaid Sjadzili, ed., Nahdlatul Ulama: Dinamika Ideologi dan

Politik Kenegaraan, (Jakarta: Buku Kompas, 2010), hal.47. 6 Abdul Munir Mulkhan, Perubahan Pola Perilaku dan Polarisasi Umat Islam 1965-1987,

(Jakarta: Rajawali Press, 1989), hal.17.

Page 14: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

4

struktur organisasi yang disebut dengan elite pimpinan organisasi atau pengurus

organisasi. Dalam organisasi perilaku politik dari individu tersebut tidak

diarahkan melalui aturan-aturan resmi dan prosedur yang ada dalam organisasi

atau lembaga secara formal, tetapi perilaku politik yang di miliki oleh individu

dapat berpengaruh terhadap keputusan organisasi.7

Elite pimpinan dapat diartikan sebagai minoritas-minoritas pribadi yang

dipilih atau diangkat untuk melayani suatu kolektivitas secara efektif dan

bertanggung jawab kepada mereka. Elite pimpinan itu adalah individu yang

masuk kedalam struktural PWNU. Golongan elite pemimpin itu memiliki makna

sosial karena bertanggung jawab dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan

sosial dari suatu kolektivitas yang memilih atau mengangkatnya.8 Artinya elite

PWNU dipilih untuk menimplementasikan tujuan organisasi yaitu sebagai

organisasi sosial keagamaan.

Elite PWNU Jakarta secara individual boleh berpolitik. Hanya

permasalahannya adalah dapatkah dipisahkan secara tegas dan jelas antara

tindakan tokoh sebagai individu yang memiliki hak untuk berpolitik dengan

sikap NU sebagai organisasi. Misalnya kiai yang secara struktural masuk ke

dalam kepengurusan organisasi, tentunya kiai tersebut memiliki sikap politik

secara pribadi. Tetapi sulit untuk membedakan antara tindakan pribadi, dengan

kiai yang dengan sengaja membawa NU pada tataran politik sehingga resmi

menjadi keputusan organisasi.

7 Suwarno, Muhammadiyah Sebagai Oposisi, (Yogyakarta: UII Press,2002), hal.7.

8 Suwarno, Muhammadiyah Sebagai Oposisi, hal.9.

Page 15: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

5

Pada konteks pilkada Jakarta ada tiga permasalahan yang mengindikasikan

ketidaknetralan PWNU Jakarta sebagai organisasi. Pertama, Ketidakjelasan antara

sikap individu atau organisasi dibuktikan dengan PWNU hanya membuat

undangan silahturahmi yang hanya ditujukan pada pasangan Agus dan Sylvi.9

Padahal menurut khittah 1926, NU adalah organisasi yang netral. Netralitas

PWNU akan terlihat jika PWNU mengundang ketiga calon Gubernur dan Wakil

Gubernur untuk dapat hadir pada acara silahturahmi. Karena apabila hanya salah

satu calon saja yang diundang dapat mengindikasikan bahwa PWNU melalui

elitenya hanya mendukung pilihan politik tertentu.

Menurut pandangan peneliti, undangan khusus yang hanya ditujukan

kepada pasangan Agus-Sylvi mengindikasikan ketidaknetralan PWNU Jakarta.

Pertama, undangan khusus yaitu silahturahmi antara pengurus dan Agus-Sylvi

dilaksanakan di kantor PWNU Jakarta. Kedua, elite PWNU berfoto bersama di

bawah lambang NU sebagai organisasi dan menggunakan simbol-simbol

pemenangan Agus-Sylvi. Ketiga, hak politik yang diberikan oleh individu

terhadap NU digunakan untuk mendukung secara tersirah Agus-Sylvi yaitu

dengan membawa label NU secara organisasi dengan harapan dapat memudahkan

pemenangan Agus-Sylvi karena PWNU dapat memobilisasi suara nahdliyin.

Ketidaknetralan elite PWNU yang kedua adalah menuntut segera

diprosesnya kasus Basuki Tjahya Purnama yang juga calon Gubernur DKI

Jakarta.10

Padahal Ketua Tanfidziyah PBNU KH Said Aqil Siraj melarang NU

9 Liputan6.com,” AHY dapat Dukungan Moril dari PWNU Jakarta”, http://pilkada.liputan6.com/ ,

22 Januari 2017. 10

Pizaro, “ Satu Tujuan, di Aksi 212 PWNU DKI Kerahkan Seluruh Pengurus & Kader Tuntut

Penjarakan Ahok”,https://www.salam-online.com/, 3 Desember 2016.

Page 16: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

6

pada tingkat wilayah dan cabang untuk hadir pada aksi tersebut, hal tersebut untuk

menjaga netralitas NU sebagai organisasi.11

Tetapi PWNU Jakarta atas perintah

Rais Syuriyah, tidak menghiraukan perintah dari Tanfidziyah PBNU, sehingga

PWNU memilih sikap yang berbeda dan ikut dalam aksi bela Islam 212. Apakah

ini artinya menjadi dukungan politik terselubung dalam arti elite PWNU

mendukung Agus-Sylvi tetapi disatu sisi menunjukan ketidaksukaannya terhadap

pasangan calon lain.

Indikasi ketidaknetralan PWNU yang ketiga adalah dukung-mendukung

terhadap calon tertentu. Karena Agus-Sylvi tidak masuk kedalam kualifikasi

untuk maju pada putaran kedua pilkada, dukungan elite berubah dan mendukung

Anies-Sandi satu-satunya Gubernur muslim di Jakarta.

Saya sebagai Rais Syuriyah PWNU mendukung Anies-Sandi dan berkewajiban

menyampaikan dan mensosialisasikan warga nahdliyin di DKI wajib memilih

gubernur muslim. Perintah itu merujuk pada hasil muktamar Nahdlatul Ulama

ke-30 di Lirboyo pada November 1999. Hasil muktamar kala itu memutuskan

agar warga nahdliyin berkewajiban memilih pemimpin muslim.12

Secara organisasi NU menjamin hak politik yang di miliki oleh masing-

masing individu tetapi permasalahannya adalah Rais Syuriyah PWNU melalui

pernyataan yang diberikan, mendukung pasangan calon dengan membawa label

Rais Syuriyah dalam memberikan dukungan terhadap salah calon tertentu dan itu

bertentangan dengan aturan internal NU pada khittah 1926 yang sudah menjadi

suatu keputusan bersama dalam organisasi.

11

Fathoni, “PBNU Minta Aksi 212 Jilid 2 Tidak Catut Nama NU”, http://www.nu.or.id/, 17

februari 2017. 12

Avid Hidayat, “Rais Syuriyah NU dukung Anies Sandi”, https://pilkada.tempo.co/, 16 April

2017.

Page 17: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

7

Untuk melihat perilaku organisasi harus dilihat terlebih dulu perilaku politik

elite. Karena perilaku politik aktor/individu biasanya akan mencerminkan perilaku

organisasi. Dari pernyataan masalah tersebut, peneliti merumuskan faktor apa saja

yang dapat mempengaruhi perilaku politik elite PWNU periode 2016-2021 dalam

mengambil keputusan politik di pilkada Jakarta.

Apakah dukungan terhadap Agus-Sylvi di putaran pertama merupakan

suatu bentuk indikasi dari ketidaknetralan NU, sehingga perilaku politik elite

PWNU secara pribadi dapat berpengaruh terhadap NU sebagai organisasi yang

tidak berpolitik. Berdasarkan pernyataan masalah sebagaimana peneliti sebutkan,

judul yang peneliti bahas dalam penelitian ini adalah Perilaku Politik dan Elite

(Studi tentang Pengaruh Pilihan Politik Elite PWNU pada Pilkada DKI Jakarta

Tahun 2017 Terhadap Khittah 1926).

B. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah yang dijelaskan peneliti. Peneliti

menganalisa masalah dengan menggunakan teori perilaku politik dan elite.

Peneliti ingin meneliti pengaruh perilaku politik elite PWNU periode 2016-2021.

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka penelitian ini berfokus pada

pertanyaan di bawah ini:

1. Faktor apa yang dapat mempengaruhi perilaku politik elite PWNU

periode 2016-2021 dalam mengambil keputusan politik pada pilkada

Jakarta 2017 ?

2. Apakah bentuk ketidaknetralan elite PWNU pada pilkada Jakarta?

Page 18: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

8

C. Tujuan dan Manfaat

C.1 Tujuan

a. Menjelaskan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perilaku politik

elite PWNU DKI Jakarta terkait dengan pilihan politik kiai secara

pribadi.

b. Menganalisa perilaku politik elite PWNU Jakarta pada putaran pertama

dan kedua pilkada.

c. Menjawab permasalahan apakah perilaku elite PWNU Jakarta dapat

membuat PWNU secara organisasi netral atau tidak dalam konteks

pilkada Jakarta tahun 2017.

C.2 Manfaat

Manfaat penelitan terbagi menjadi dua, yatu manfaat akademis dan manfaat

praktis:

a. Manfaat akademik penelitian ini berfungsi untuk memberikan informasi

dan refrensi mengenai perilaku politik elite PWNU Jakarta periode

2016-2021. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur Program

Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

b. Manfaat praktis mengatahui periaku elite yang masuk ke dalam struktur

organisasi mengenai orientasi politik di pilkada Jakarta tahun 2017.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan literatur yang dapat

memperjelas sekaligus menjadi pelengkap atas penelitian yang dilakukan peneliti.

Page 19: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

9

Tinjauan pustaka yang dimaksudkan juga akan memberikan keragaman perspektif

yang dapat menjadi pertimbangan sekaligus perbandingan dalam melakukan

penelitian mengenai perilaku politik ini, adapun penelitian ini adalah sebagai

berikut.

Pertama, penelitian Fatmawati13

yang menggambarkan dinamika politik

Muhammadiyah yang bukan hanya terjadi di tingkat elite pusat, tetapi juga terjadi

di daerah atau tingkat pimpinan Wilayah dan Kabupaten/Kota. Kota Makassar

dipilih untuk penelitian S2, karena Kota Makassar memiliki peran yang penting

dalam dinamika perkembangan Muhammadiyah pada Wilayah Timur Indonesia.

Hasil tesis Fatmawati dengan menggunakan pendekatan fenomenalogi dan

wawancara yang menggambarkan bahwa perilaku politik elite Muhammadiyah

Makassar cenderung mengalami pergeseran dan keragaman orientasi politik

terhadap banyaknya partai politik pasca Orde Baru serta konfigurasi elite yang

menunjukkan minat elite Muhammadiyah Makassar merespon kehadiran partai

politik baru, misalnya partai politik yang didirikan oleh mantan ketua PP

Muhammadiyah yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) maupun partai politik Islam

lainnya.

Kesimpulan hasil penelian Fatmawati ada tiga. Pertama, elite

Muhammadiyah tetap konsisten dengan khittah. Elite tersebut tidak berafilasi

dengan partai politik apapun. Muhammadiyah memberikan kebebasan individu

untuk berpolitik sepanjang tidak menyimpang dari khittah yang telah ditentukan.

Kedua, elite Muhammadiyah mendukung Amien Rais mendirikan PAN. Ketiga,

13

Fatmawati, “Perilaku Politik Elite Muhammadiyah Pasca Orde Baru di Makassar (1999-2004)”,

(Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Program Pascasarjana Sosiologi Universitas Gajah

Mada, 2014), hal.152.

Page 20: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

10

elite Muhammadiyah mendukung PAN karena memiliki ideologi Islam.

Harapannya dengan didirikan PAN dapat mewujudkan masyarakat Islam yang

sebenar-benarnya.

Kedua, penelitian Muhammad Anis Sumaji14

yang menjelaskan sikap

politik elite Muhammadiyah dan NU tentang pemilu presiden di Surakarta Jawa

Tengah. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif ini, peneliti menjawab

pertanyaan masalah bahwa sikap politik elite Muhammadiyah dan NU terbagi

menjadi tiga varian.

Pertama, sikap moderat idealistik yang orientasi sikapnya menuju pada

Islam ideal sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Kedua, sikap realistik-kritis

yang melihat keterkaitan antara dimensi substantif daripada doktrin agama,

dengan konteks sosial masyarakat. Ketiga, sikap akomodatif-pragmatis yang

meletakkan sikapnya pada posisi kooperatif, bahkan terkadang kompromistis

dengan pihak-pihak yang menurut kelompok ini menguntungkan. Perbedaan dan

persamaan sikap para elite diidentifikasi secara komparatif sehingga jelas elite

yang setuju dan tidak setuju terhadap pemilu presiden secara langsung.

Ketiga, penelitian oleh Sugeng Wibowo15

yang menggambarkan bahwa elite

Muhammadiyah diketahui memiliki pandangan yang kuat tentang arti pentingnya

Muhammadiyah untuk mencoba memasuki wilayah politik praktis dengan

melibatkan diri pada pemilihan langsung Bupati Ponorogo, Jawa Timur. Dasar

14

Muhammad Anis Sumaji, “Sikap Politik Elit Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Ulama di

Surakarta: Sebuah Studi Komparatif", (Tesis S2 Program Studi Pemikiran Islam, Program

Magister Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016), hal.xi. 15

Sugeng Wibowo, “Penguatan Peran Civil Society dalam Politik Lokal: Telaah Perilaku Politik

Warga Muhammadiyah dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Ponorogo”, Jurnal

Fenomena, (Vol. 5, No. 2, Juli 2008), hal.75.

Page 21: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

11

argumentasinya adalah efektivitas dakwah Muhammadiyah yang akan lebih cepat

tercapai tujuannya apabila menggunakan sarana kekuatan berupa kekuasaan pada

pemerintah daerah. Selama ini pemerintah daerah dianggap kurang mengakomodir

masukan-masukan yang telah diberikan Muhammadiyah dalam membangun

Ponorogo.

Keempat, penelitian Hafis Muaddab16

mengenai perkembangan politik

demokratis yang tidak bisa dipisahkan dari pesantren sebagai entitas politik, selain

sebagai lembaga pendidikan yang merupakan basis gerakan NU. Persaingan para

elite NU dalam memperebutkan kekuasaan pusat dan lokal menunjukan bahwa

NU telah masuk dalam liberasi politik. Elite NU yang memilih terjun dalam

politik pragmatis ini membuat mereka terfragmentasi di partai politik. Faktanya

NU hanya dimanfaatkan menjadi pengumpul suara (vote getter) bukan sebagai

mitra strategi pemerintah dalam membangun hubungan demokrasi yang lebih

baik. Agar komunikasi politik berjalan dengan baik, maka keberadaan ormas

menjadi penting sebagai perantara komunikasi politik sesuai khittah 1926 NU

perlu berperan sebagai opinion leader.

Kelima, penelitian Ahmad Solikin17

menjelaskan mengenai sikap netralitas

organisasi sosial keagamaan seperti Muhammadiyah dalam menentukan sikap

politiknya dalam proses politik electoral, kedua poin utama yang dibahas peneliti.

Pertama, tentang bagaimana bentuk netralitas politik elektoral Muhammadiyah.

Kedua, mengapa terjadi deviasi netralitas politik elektoral Muhammadiyah antara

16

Hafis Muaddab, " Nahdlatul Ulama Sebagai Opinion Leader Dalam Politik Demokrasi di

Indonesia: Sebuah Kajian Teoritik", Jurnal Politika, (Vol.1, Nomor.1 September 2015),hal.38. 17

Ahmad Solikin, “Deviasi Sikap Politik Elektoral Muhammadiyah Antara Pusat dan Daerah :

Studi Kasus Sikap Politik Elite Muhammadiyah pada Pilihan Presiden 2014 dan Pilkada 2010 di

Sleman dan Maros ”, (Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, 2015), hal.158.

Page 22: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

12

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah

dalam menentukan kebijakan politiknya.

Faksionalisasi dalam elite internal PP Muhammadiyah berakibat pada

terjadinya deviasi netralitas politik elektoral Muhammadiyah pada level lokal.

Penelitian Ahmad Solikin berada di wilayah Sleman dan Maros sebagai

Kabupaten yang didukung secara kelembagaan oleh PD Muhammadiyah pada

masing-masing daerah ini. Ketika para elite di daerah mengambil keputusan

untuk mendukung salah satu kadernya dalam proses pilkada, mereka mendapatkan

legitimasi sikap tersebut dari elite PP yang masih menunjukkan sikap politik

individunya dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden.

Netralitas politik elektoral Muhammadiyah selama ini dimaknai sebagai

sebuah sikap ambigu yang sering dimanfaatkan oleh elite Muhammadiyah sesuai

dengan kepentingan masing-masing daerah. Jarak politik dan gesekan politik yang

lebih terasa di daerah membuat elite di daerah lebih berani dalam mengambil aksi

dukung-mendukung salah satu kader Muhammadiyah dalam politik elektoral.

Selain lima literatur yang peneliti deskripsikan di atas, terdapat sumber yang

digunakan peneliti untuk refrensi penelitian, seperti: skripsi Anisa Hidayati,

dengan judul “Nahdlatul Ulama (NU) di Era Reformasi: Studi tentang Muslimat

NU Periode 2011-2014 dan Khittah NU 1926”18

. Skripsi Anisa Hidayati

mengagambarkan bahwa pertama, Muslimat NU tidak konsisten dalam

menjalankan khittah 1926 karena masih ada kader pengurus yang mencalonkan

diri menjadi Gubernur Jawa Timur. Kedua, substansi khittah 1926 perlu adanya

18

Anisa Hidayati, “Nahdlatul Ulama (NU) di Era Reformasi: Studi tentang Muslimat NU Periode

2011-2014 dan Khittah NU 1926”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Program Studi

Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), hal.140.

Page 23: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

13

tinjauan ulang. Karena khittah itu tidak cocok jika diimplementasikan di

Indonesia yang memiliki siste politik multipartai. Untuk itu diperlukan penafsiran

ulang makna khittah.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya membahas mengenai

perilaku politik dan elite pada perpolitikan daerah atau membahas ketokohan

yang dihubungkan oleh khittah seperti penelitiannya Muhammad Anis Sumaji.

Perbedaannya adalah penelitian Anisa Hidayati, yang membahas khittah

dihubungkan dengan organisasi otonom seperti Muslimat NU.

Berdasarkan penelitian tersebut sebagian besar hanya membahas mengenai

perilaku dan elite tetapi tidak membahas mengenai khittah atau aturan internal

dalam organisasi. Untuk itu fokus penelitian peneliti adalah mengenai perilaku

politik dan elite organisasi seperti PWNU Jakarta dalam mengimplementasikan

khittah 1926 pada pilkada Jakarta 2017.

E. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk

mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dalam menganalisa kualitas-

kualitasnya.19

Pendekatan ini menghasilkan data deskriptif berupa deskripsi dari

unit analisis yang diteliti. Mengenai pengumpulan data peneliti mengumpulkan

melalui teknik wawancara yaitu ada tiga narasumber yang peneliti wawancarai, 30

buku, satu jurnal, 20 sumber dari internet. Peneliti menggunakan buku pedoman

penelitian terbitan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

19

Deddy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu

Sosial lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hal.150.

Page 24: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

14

E.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik untuk melakukan pengumpulan data merupakan hal yang penting,

instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah:

a. Wawancara

Menurut Deddy Mulyana, wawancara adalah bentuk komunikasi

antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi

dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

berdasarkan tujuan tertentu.20

Wawancara merupakan proses yang sering

digunakan oleh para peneliti. Melalui wawancara peneliti mendapatkan

informasi langsung dari narasumber yang masuk ke dalam kualifikasi untuk

diwawancarai, dalam membahas mengenai perilaku politik elite.

Peneliti melakukan wawancara langsung kepada wakil Tanfidziyah,

wakil Syuriyah PWNU sebagai objek dari penelitian mengenai perilaku.

Pada penelitian ini peneliti memilih informan yang dianggap layak dalam

pemberian data yakni elite PWNU dengan rincian sebagai berikut:

1. KH. Manan Abdul Ghani (Ketua Tanfidziyah PBNU)

2. KH. OS. Abdurrahman Mahmud (Wakil Rais Syuriyah PWNU

Jakarta periode 2016-2021)

3. KH. Munahar Mutchar (Wakil Tanfidziyah PWNU Periode 2016-

2021 dan Ketua MUI Jakarta Barat)

20

Deddy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu

Sosial lainnya, hal. 180.

Page 25: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

15

a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau

peristiwa pada waktu yang lalu, dan dokumentasi juga merupakan teknik

pengumpulan data mengenai hal-hal atau masalah yang akan diteliti melalui

30 literatur buku, tiga catatan wawancara dari ketiga narasumber

wawancara, satu transkip, dan 20 sumber dari internet. Dokumentasi

diperlukan untuk mempermudah peneliti untuk memberikan jawaban dan

kejelasan dari permasalahan penelitian.

b. Teknik Analisa Data

Dalam bagian analisa data, peneliti akan menggunakan metode analisa

penelitian secara deskriptif analitis, yaitu metode yang menggambarkan hal-

hal yang menjadi objek penelitian atau menggambarkan suatu keadaan

secara tepat, sehingga diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan

tersebut. Proses ini terbagi dalam tiga bagian yaitu reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan.21

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan lapangan. Reduksi data adalah pemilihan data dengan

membuang data yang tidak perlu, data yang di reduksi akan mempermudah

peneliti untuk memperoleh gambaran data. Data perlu di reduksi dilakukan

untuk mempermudah dalam menganalisa masalah.

21

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,

(Jakarta: Erlangga, 2009), hal.148.

Page 26: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

16

Setelah data di reduksi selanjutnya adalah penyajian data, penyajian

data dalam bentuk uraian, penyajian data dalam bentuk tersebut dapat

mempermudah peneliti untuk menyusun data tersebut sehingga akan

mempermudah kesimpulan yang diperoleh.

F. Sistematika Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, untuk mempermudah memahami isi dari

penelitian yang disusun, maka peneliti membagi skripsi ini terdiri dari lima bab,

tiap bab yang di dalamnya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya

sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan, sebagai bab pembuka yang terdiri dari beberapa

komponen yaitu: pernyataan masalah, pertanyaan masalah, tujuan dan

manfaat, tinjauan pustaka serta sistematika penelitian. Pada pernyataan

masalah fokus penelitian ini adalah mengenai perilaku politik elite PWNU

pada pilkada DKI Jakarta 2017. Pertama, pada pilkada putaran pertama

jajaran pengurus PWNU hanya mengundang Agus-Sylvi untuk datang

dalam rangka bersilahturahmi ke kantor PWNU Jakarta. Indikasi

ketidaknetralan pengurus PWNU, pertama, dibuktikan dengan pengurus

organisasi hanya mengundang pasangan Agus- Sylvi, tetapi kedua pasangan

calon tidak diundang. Kedua, seluruh pengurus PWNU melakukan foto

bersama ditandai dengan menggunakan simbol pemenangan pasangan

Agus-Sylvi. Ketiga, NU memang memberikan kebebasan memilih sesuai

dengan pilihan individu masing-masing termasuk pengurus yang masuk

kedalam struktur organisasi. Metode yang digunakan oleh peneliti kualitatif.

Page 27: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

17

Peneliti mengumpulkan data menggunakan studi kepustakaan, sumber dari

internet, wawancara terhadap tokoh dapat memberikan informasi tambahan

untuk peneliti dalam menjawab dari masalah penelitian.

Bab II: Kerangka teori, Peneliti akan memaparkan mengenai teori

sebagai pendukung penelitian yaitu teori perilaku politik dan elite yang akan

menjawab pertanyaan masalah mengenai faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi elite sebagai individu dalam mengambil keputusan politik

pada pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dan apakah pengaruh perilaku politik

elite tersebut akan berdampak langsung terhadap penerapan nilai-nilai

khittah 1926. Fokus penelitian peneliti adalah perilaku politik dan elite.

Peneliti menggunakan pandangan Ramlan Surbakti dan Miriam Budiharjo

untu melihat teori perilaku politik pada aktor. Untuk mendukung teori

perilaku peneliti menggunakan teori Almond dan Verba tentang budaya

politik dan tipologi budaya. Sedangkan untuk teori elite peneliti

menggunakan pandangan Robert Putnam, Gaetano Mosca dan Vilfredo

Pareto.

Bab III: Pilkada Jakarta tahun 2017 dan Sikap NU kembali pada

khittah 1926. peneliti akan membahas mengenai pilkada Jakarta 2017 dan

sikap kembalinya NU pada khittah 1926. Artinya elite PWNU tidak boleh

membawa NU secara organisatoris ke dalam ranah politik. Pada bab ini

peneliti akan memfokuskan pada hal-hal yang sifatnya baru yaitu pilkada

DKI Jakarta tahun 2017, sikap politik NU sebagai organisasi, hubungan kiai

dan politik.

Page 28: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

18

Bab IV: Pengaruh Prilaku Politik Elite PWNU Jakarta pada pilkada

Jakarta 2017, peneliti akan menjawab pernyataan masalah yaitu yang

pertama, faktor perilaku politik elite PWNU dalam mempengaruhi

keputusan politik. Ada empat faktor menurut teori Miriam Budiardjo.

Pertama, lingkungan sosial politik tidak langsung. Kedua, lingkungan sosial

politik langsung. Ketiga, struktur kepribadian elite. Keempat, lingkungan

sosial politik berdasarkan situasi. Dengan keempat faktor yang

mempengaruhi perilaku politik elite dalam menentukan keputusan politik.

Kedua, bentuk ketidaknetralan PWNU di pilkada Jakarta. Perilaku politik

elite dapat menjadi pertimbangan politik elite secara pribadi sehingga tanpa

sadar membawa PWNU secara organisasi untuk berpolitik.

Bab V: Kesimpulan dan saran, peneliti akan menjabarkan kembali

hasil temuan-temuan ilmiah yang terdapat pada bab IV, dari hasil penelitian

ini nantinya akan memperoleh suatu kesimpulan yang nantinya dapat

direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya. menjadi penutup dari bab-

bab sebelumnya. Oleh karena itu, dalam bab V peneliti memamaparkan

kesimpulan dari awal hingga akhir penelitian mengenai perilaku politik elite

PWNU periode 2016-2021. Bab ini diakhiri dengan saran-saran yang dapat

memberikan pengatahuan baru bagi peneliti maupun pembaca.

Page 29: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

19

BAB II

KERANGKA TEORI

Bab ini akan menjelaskan mengenai teori pendukung penelitian yaitu teori

perilaku politik dan elite yang akan menjadi pisau analisa dalam menjawab

pertanyaan masalah. Peneliti menggunakan pandangan Ramlan Surbakti dan

Miriam Budiardjo untuk melihat teori perilaku politik pada aktor yang akan

dibahas secara definisi, model perilaku politik dan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku politik aktor.

Perilaku politik aktor adalah sebuah teori yang tidak bisa berdiri sendiri,

karena itu peneliti menggunakan teori pendukung lainnya yaitu teori budaya

politik Gabriel Almond dan Sidney Verba. Peneliti akan membahas mengenai

definisi budaya politik, orientasi dan bentuk-bentuknya. Sedangkan untuk teori

elite peneliti menggunakan pandangan Robert Putnam, Gaetano Mosca dan

Vilfredo Pareto.

A. Perilaku Politik

A.1 Pengertian Perilaku Politik

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan perilaku adalah tanggapan atau

reaksi individu yang terwujud dalam gerakan atau sikap, tidak saja badan dan

ucapan, dan politik tetapi segala urusan dan tindakan seperti kebijakan, siasat dan

sebagainya mengenai pemerintah negara atau negara lain.1 Teori mengenai

perilaku politik adalah bagian dari dasar pemikiran kaum behavioralisme yang

memandang bahwa kehidupan politik tidak terlepas dari perilaku-perilaku politik

1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hal.671.

Page 30: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

20

yang menyertainya.2 Dalam kaitannya dengan perilaku politik, pertanyaan yang

muncul adalah siapakah yang melakukan kegiatan politik, individu atau struktur

dalam pendekatan behaviorisme, individu yang dipandang secara aktual

melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku organisasi pada dasarnya

merupakan perilaku individu dengan pola tertentu.

Menurut Ramlan Surbakti yang dimaksud dalam struktur adalah seperti

lembaga-lembaga politik dan pemerintahan. Dalam membuat suatu keputusan dan

melakukan tindakan politik misalnya untuk keputusan partai atau keputusan

legislatif, adalah murni dari tindakan individu yang berada pada struktur

pemerintahan bukan lembaganya.3 Oleh karena itu untuk menjelaskan perilaku

suatu lembaga, yang perlu ditelaah bukan hanya lembaganya, melainkan latar

belakang tindakan individu tersebut.

Behaviorisme biasanya memusatkan perhatian pada hubungan antara individu

dan lingkungan mereka. Dalam behaviorisme sosial, aktor adalah pendefinisi

dalam suatu proses interaksi.4 Aktor sebagai pendefinisi dalam proses interaksi.

Artinya, aktor sebagai subjek utama tindakannya dan perilakunya dapat diteliti

melalui interaksi yaitu hubungan antara individu dengan individu. Individu

dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok.

Dalam menjelaskan perilaku suatu organisasi yang perlu ditelaah bukan

organisasinya, melainkan latar belakang individu yang perilakunya secara aktual

dapat mempengaruhi organisasi. Demikian kegiatan kelompok-kelompok

2Varma, SP, Teori Politik Modern, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2007), hal.99.

3Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2010), hal. 168.

4Yahya Muhaimin, “Persoalan Budaya Politik Indonesia”, Jakarta: dalam Alfian dan Nazarudin

Sjamsuddin, Profil Budaya Politik Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1991, hal.51.

Page 31: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

21

kekuatan politik di luar pemerintah dan individu-individu warga negara lebih

ditekankan pada aktivitas sumber daya manusianya, sebagai pelaku politik.5

Menurut Miftah Thoha perilaku organisasi adalah hasil-hasil interaksi antara

individu-individu dalam organisasinya, oleh karena itu untuk memahami perilaku

organisasi sebaiknya terlebih dahulu mengatahui perilaku politik dari individu

sebagai pendukung organisasi.6 Individu sebagai pendukung organisasi adalah

pengurus dari organisasi/elite yang dapat mengendalikan arah organisasi, dengan

perilaku politik yang dimiliki.

Menurut Ramlan Surbakti, secara terminalogis perilaku politik adalah

interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga dengan

pemerintah, dan interaksi antara kelompok individu dengan masyarakat. Dalam

rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik.7

Pihak yang selalu melakukan kegiatan politik adalah pemerintah dan partai

politik. Untuk itu perilaku politik dibagi dua, pertama, perilaku politik lembaga-

lembaga dan pejabat pemerintah yang bertanggungjawab membuat,

melaksanakan, dan menegakkan keputusan politik. Kedua, perilaku politik warga

negara biasa (baik individu maupun kelompok) yang memiliki hak untuk

memengaruhi pihak yang pertama dalam menjalankan fungsinya, karena apa

yang dilakukan pihak pertama menyangkut kehidupan pihak yang kedua.

Kegiatan politik pihak yang kedua yaitu perilaku politik warga negara biasa baik

individu atau kelompok yang disebut dengan partisipasi politik.8 Perilaku individu

5Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, (Semarang: IKIP Semarang Press,1995), hal.13.

6 Miftah Thoha, Kepemimpinan dan Manajemen, (Jakarta: Rajawali, 1983), hal.34.

7 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, hal. 20.

8 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, hal. 21.

Page 32: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

22

sebagai aktor politik dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi

keputusan politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan, dan penegakan

keputusan.9

A.2 Model Perilaku Politik

Dalam melakukan kajian terhadap pendekatan perilaku politik dapat dipilih

tiga kemungkinan analisis, menurut Ramlan Surbakti yaitu individu aktor politik,

agregasi politik dan tipologi kepribadian politik.

A.2.1 Individu Aktor Politik

Maksud dari aktor politik adalah pemimpin, aktivis politik dan individu

warga negara biasa.10

Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku politik individu

aktor politik. Pertama, lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem

politik, sistem ekonomi, sistem budaya, dan media massa. Kedua, lingkungan

sosial politik langsung yang memengaruhi dan membentuk kepribadian aktor,

seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan.

Dari lingkungan sosial politik langsung seorang aktor mengalami sosialisasi

dan internalisasi nilai dan norma masyarakat, termasuk nilai dan norma kehidupan

bernegara, dan pengalaman-pengalaman hidup pada umunya. Lingkungan

langsung ini dipengaruhi oleh lingkungan tidak langsung. Ketiga, struktur

kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

A.2.3 Agregasi Politik

Individu atau aktor politik (pemimpin) organisasi, aktivitas politik, dan

individu warga negara biasa. Individu aktor politik secara kolektif, seperti

9 Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, hal.13.

10Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, hal.169.

Page 33: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

23

kelompok kepentingan, birokrasi, partai politik dan lembaga-lembaga

pemerintahan atau bangsa.

A.2.3 Tipologi Kepribadian Politik

Tipologi politik adalah melihat tipe pemimpin dari kepribadiannya misalnya

apakah termasuk pemimpin yang otoriter atau demokrat yang dapat

mempengaruhi suatu keputusan politik. Salah satu aktor yang dapat

mempengaruhi keputusan politik adalah pemimpin. Kepemimpinan dikategorikan

sebagai bagian dari perilaku politik. Kepemimpinan secara definisi adalah sebuah

aktivitas untuk mempengaruhi orang lain untuk berusaha mencapai tujuan

bersama.11

Karena kepemimpinan dapat mempengaruhi perilaku politik

seseorang.

A.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik

Perilaku politik aktor politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan,

dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai latar belakang yang

merupakan bahan dalam pertimbangan politik aktor.

Individu atau kelompok dalam perilaku politik tidak akan dapat terlepas dari

ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan peran dan fungsi yang saling memiliki

hubungan satu sama lain seperti latar belakang yang dapat mempengaruhi aktor

dalam pengambilan sikap politik. Menurut Miriam Budiardjo faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi aktor dalam mengambil keputusan politik ada empat yaitu:12

Pertama, lingkungan politik tidak langsung, seperti sistem politik dan

sistem ekonomi. Kedua, lingkungan politik langsung yang membentuk

11

Paul Hersey dan Kennerg H. Blanchard, Manajemen Perilaku Organisasi Pendayagunaan

Sumber Daya Manusia, penj. Agus Dharma (Jakarta: Erlangga: 1982), hal.98. 12

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1981), hal.134.

Page 34: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

24

keperibadian aktor politik seperti keluarga, agama, pendidikan, sekolah dan

kelompok pergaulan.

Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu yang

dipengaruhi oleh tiga basis fungsional sikap yaitu kepentingan, penyesuaian diri

dan pertahanan diri.

Faktor keempat lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu

keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan

suatu kegiatan, seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang

lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya.

Dari keempat faktor tersebut untuk memahami perubahan yang terjadi

dalam suatu masyarakat adalah hal yang sulit dalam membahas mengenai

perilaku. Karena faktor dapat mempengaruhi aktor yang saling berinteraksi

dengan satu dengan yang lain dan mudah untuk berubah. Karena itu dibutuhkan

teori pendukung dalam menganalisa perilaku politik tersebut yaitu teori budaya

politik.

B. Budaya Politik

Perilaku manusia dalam masyarakat, termasuk di dalamnya adalah perilaku

politik, dipengaruhi oleh pola orientasi yang dimiliki dan proses belajar yang

dialami oleh seseorang dalam masyarakat. Dengan demikian, untuk memahami

perilaku politik harus memahami kebudayaan politik masyarakatnya.

Salah satu wujud budaya akan tercermin dalam pola hubungan yang terjadi

antara individu (anggota kelompok) yang satu dengan yang lainnya, antara

individu dengan kelompoknya, dan antara kelompok dengan kelompok. Pola

Page 35: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

25

hubungan dalam sistem politik masyarakat tertentu itu dinamakan budaya politik,

(Political Culture).13

Yang dimaksud dengan budaya politik adalah,

Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya

terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.

Sebenarnya istilah budaya politik tertentu inheren (melekat) pada setiap

masyarakat, yang terdiri dari sejumlah individu yang hidup baik dalam sistem

politik tradisional maupun modern.14

Menurut Almond dan Verba budaya politik adalah bagaimana seseorang

memiliki orientasi, sikap, dan nilai-nilai politik yang tercermin dalam sikap dan

perilaku politiknya. Pengertian budaya politik menunjuk kepada suatu sikap

orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam

bagiannya serta sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu.15

Lebih lanjut menurut Almond dan Verba, warga negara senantiasa

mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga-lembaga

kenegaraan, perilaku tokoh-tokoh politik, keputusan alat kebijakan yang

dihasilkan oleh sistem politik, serta bagaimana seharusnya ia berperan dalam

sistem politik.

Dari sinilah akan dapat dilihat pola orientasi dari tiap warga negara terhadap

sistem politik sebagai dasar dalam penentuan klasifikasi tipe kebudayaan politik.

Orientasi warga negara tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, dan evaluatif

13

Aim Abdulkarim, Sistem Politik Indonesia Modul UT PKN 14422, (Tangerang Selatan:

Universitas Terbuka, 2015), hal. 1.2 14

Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar, (Bandung: Sinar Baru,

1983), hal, 29 15

Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di

Lima Negara , (Jakarta: Bumi Aksara, 1990),hal. 20.

Page 36: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

26

yang ditujukan kepada sistem politik secara umum, aspek-aspek input dan output,

serta kepada sejumlah pribadi sebagai aktor politik.16

Orientasi kognitif warga negara menunjuk kepada pengetahuan dan

kepercayaan atas politik, peranan, dan segala kewajibannya serta input dan

outputnya. Orientasi ini lebih menunjuk kepada sejauh mana pemahaman

seseorang terhadap sistem politik maupun perilaku para aktor politik, kebijakan

yang diambil oleh tokoh politik, serta implikasinya terhadap kepentingan dirinya.

Sedangkan orientasi afektif menunjuk kepada perasaan terhadap sistem

politik; peranan, para aktor, dan penampilan. Dilihat dari aspek ini, maka

seseorang dimungkinkan untuk memiliki perasaan subjektif tertentu terhadap

berbagai aspek dari pilihan politik, sehingga ia dapat menerima ataupun menolak

pilihan politik itu pada bagian tertentu maupun sistem politik secara keseluruhan.

Orientasi evaluatif menunjuk kepada keputusan dan pendapat warga negara

tentang politik berdasarkan apa yang ia ketahui dan ia rasakan terhadap keadaan

politik maupun perilaku aktor-aktor politiknya. Keputusan dan pendapat

seseorang mengenai perilaku politik ini ditentukan oleh kemampuannya dalam

menilai moralitas politik, pengetahuan, dan cara-cara mereka dalam membuat

penilaian politik, serta dalam menyampaikan pendapat.

B.1 Tipologi Budaya Politik

Gabriel Almond dan Sidney Verba membagi budaya politik dalam tiga

jenis. Pertama, budaya politik parokial yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat

rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif

16

Aim Abdulkarim, Sistem Politik Indonesia Modul UT PKN 14422, hal. 1.3.

Page 37: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

27

rendah). Kedua, budaya politik kaula yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif

maju tetapi masih bersifat pasif. Ketiga, budaya politik partisipan yaitu budaya

politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.17

Budaya politik

Gabriel Almond dan Sidney Verba adalah sebagai berikut.

B.1.1 Budaya Politik Parokial

Budaya politik parokial (parochial political culture) biasanya terdapat

dalam sistem politik tradisional dan sederhana, dalam peranan politik tingkat

partisipasi politik rendah, orientasi kognitif dapat mempengaruhi pandangan

politik seseorang.

B.1.2 Budaya Politik Kaula

Budaya politik kaula memiliki frekuensi orientasi-orientasi yang tinggi

terhadap sistem politiknya, namun perhatian dan intensitas orientasi mereka

terhadap aspek masukan (input) dan partisipasinya dalam aspek keluar (output)

sangat rendah.

B.1. 3 Budaya Politik Partisipan

Budaya politik partisipan adalah suatu budaya politik dimana seseorang

memilki orientasi politik yang secara eksplisit ditujukan kepada sistem secara

keseluruhan, bahkan terhadap struktur, proses politik dan administratif. Dengan

demikian, perhatian dan intensitas terhadap masukan maupun keluaran dari

sistem politik sangat tinggi. Dalam budaya politik partisipasi seorang dianggap

aktif dalam kehidupan politik, ia memiliki kesadaran terhadap hak dan tanggung

jawabnya.

17

Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di

Lima Negara, hal. 27.

Page 38: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

28

C. Teori Elite

Istilah elite berasal dari bahasa Inggris elite yang juga berasal dari bahasa

latin eligere, yang berarti memilih.18

Istilah elite digunakan pada abad ke-17 untuk

menyebut barang-barang dagangan yang mempunyai keutamaan khusus, yang

kemudian digunakan juga untuk menyebut kelompok-kelompok social tinggi

seperti kesatuan-kesatuan militer atau kalangan bangsawan.19

Teori elite menegaskan bahwa setiap masyarakat terbagi menjadi dua

kategori yang luas dan mencakup20

:

1. Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya

menduduki posisi untuk memerintah, dan

2. Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah

Konsep dasar teori yang lahir di Eropa ini mengemukakan bahwa di

kelompok penguasa (the ruling class), selain ada elite yang berkuasa (the ruling

elite) juga ada elite tandingan, yang mampu meraih kekuasaan melalui massa jika

elite yang berkuasa kehilangan kemampuannya untuk memerintah.

Pembahasan tentang elite dalam kerangka teoritik ini merujuk pada makna

yang telah dikonsepsikan Robert Putnam, Vilfredo Pareto, dan Gaentano Mosca.

Definisi elite menurut Robert Putnam21

, adalah sekelompok orang yang memiliki

kekuasaan politik yang lebih dibandingkan dengan yang lain.

18

Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elit (Jakarta: Rajawali, 1995), hal.3. 19

T.B. Bottomore, “Kelompok Elit Dalam Masyarakat”, (Jakarta: LP3ES, 1990), hal. 24. 20

S.P Varma, Teori Politik Modern (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal.200. 21

Mohtar Mas’oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta: Gajah

Mada University Press, 2000), hal. 91.

Page 39: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

29

Menurut Pareto22

setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang

yang memiliki kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada

kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat

kekuasaan adalah selalu yang merupakan yang terbaik. Mereka dikenal sebagai

elite.

Menurut Mosca dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk, satu

kelas yang dikuasai. Kelas penguasa jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan

semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, sedangkan yang kedua, kelas yang

jumlahnya lebih banyak.23

Berdasarkan konsepsi Mosca dan Putnam, elite dapat diklasifikasikan ke

dalam dua kelompok sebagaimana yang dikemukakan oleh Pareto dan dikutip

ulang oleh Bottomore.24

Pertama, elite yang memerintah (governing elite), terdiri

dari individu individu yang secara langsung atau tidak langsung memainkan

peranan yang besar dalam pemerintahan. Kedua, elite yang tak memerintah (non

governing elite) yang mencakup sisanya.

Untuk menganalisa siapa yang berpengaruh besar dan yang berkuasa dalam

membuat keputusan kolektif dalam suatu masyarakat Putnam menggunakan tiga

model yaitu analisis posisi, analisis reputasi dan analisis keputusan.25

Analisis

posisional menempatkan elite sebagai kelompok yang berada pada posisi

struktural organisasi, mereka itulah yang paling banyak memberi andil dalam

proses pengambilan keputusan untuk masyarakat. Analisis reputasional

22

S.P Varma, Teori Politik Modern , hal. 202. 23

TB Bottomore, Elite dan Masyarakat, hal.4. 24

TB Bottomore, Elite dan Masyarakat, hal.2. 25

Mohtar Mas’oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, hal.80.

Page 40: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

30

memposisikan elite sebagai kelompok yang mempunyai pengaruh atas keputusan-

keputusan suatu organisasi, sekalipun ia tidak berada dalam struktur organisasi

atau dalam posisi informal dalam masyarakat.

Analisis keputusan memposisikan elite sebagai kelompok yang memiliki

pengaruh dalam organisasi, sehingga ide-ide dan pemikirannya dapat dijadikan

sumber atau preferensi bagi keputusan organisasi. Dengan kata lain elite diartikan

sebagai kemampuan untuk mempengaruhi proses pembuatan keputusan kolektif.26

Posisi elite27

dalam wilayah yang politis yang memberikan pandangan

dalam pengambilan kebijakan dalam sebuah organisasi. Elite merupakan

sekelompok kecil orang dalam sebuah masyarakat/organisasi yang memegang

posisi dan peranan penting. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka

keberadaan dan peranan elite tidak dapat dilepaskan dari sebuah proses politik dan

kekuasaan yang berlangsung dalam suatu masyarakat atau organisasi tempat

dimana para elite tersebut tinggal.

26

Mohtar Mas’oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, hal.91. 27

Mohtar Mas’oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, hal..30.

Page 41: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

31

BAB III

PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017

DAN SIKAP NU KEMBALI PADA KHITTAH 1926

Bab ini peneliti akan membahas mengenai pilkada Jakarta 2017 dan khittah

1926. Pada pilkada 2017, NU dihadapkan dengan situasi politik yang memanas.

Pertama kasus penistaan agama Islam Basuki Tjahya Purnama. Kedua, tindakan

yang tidak menyenangkan Basuki terhadap Rais Aam PBNU pada persidangan

ke-8. Pada bab ini peneliti ingin menjelaskan respon pimpinan NU terhadap

tindakan yang tidak menyenangkan Basuki terhadap KH Ma‟ruf Amin Rais

Syuriyah PBNU.

Selain itu, peneliti juga membahas khittah 1926 sebagai landasan berpikir,

bersikap yang harus menjadi pedoman dalam tingkah-laku perseorangan maupun

organsiasi dalam mengambil suatu keputusan yang di dalamnya terdapat sejarah,

tujuan dan makna, khittah 1926 hasil muktamar ke-27 di Situbondo.

A. Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017: Dinamika Kiai dan Politik

Pemilu merupakan tolak ukur negara demokratis. Artinya Negara bisa

dikatakan demokratis apabila sudah melaksanakan pemilu. Demokrasi Indonesia

mengalami perubahan yaitu dengan adanya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

secara langsung oleh rakyat setelah sebelumnya pemilihan kepala daerah dipilih

secara keterwakilan melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPRD). Perubahan cara

pemilihan didasari pada revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 yang

berubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan disetujui secara aklamasi pada

Page 42: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

32

rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 29 September 2004.1 Hasil

perubahannya tiap-tiap daerah di Indonesia memilih pemimpin daerahnya melalui

pemilihan secara langsung. Jakarta sudah menyelenggarakan tiga kali pilkada

yang langsung dipilih oleh rakyat yaitu pada tahun 2007, 2012 dan 2017.

Pilkada Jakarta merupakan barometer dari perpolitikan Indonesia. Pilkada

Jakarta tahun 2017 menjadi pusat perhatian semua kalangan karena banyak

peristiwa yang terjadi menjelang pilkada. Pertama, kasus penistaan agama Basuki

Tjahya Purnama yang juga sebagai calon Gubernur. Kedua, tekanan datang dari

ormas Islam dan ulama kepada pemerintah, untuk segera memperoses kasus

petahana terkait dengan kasus penistaan agama. Sehingga menjelang pilkada

ormas Islam dan ulama sepakat menyelenggarakan aksi bela Islam 410, 411, dan

aksi yang paling banyak mengumpulkan massa pada aksi 212.2 Ketiga,

banyaknya isu agama dan etnis di pilkada, karena petahana berasal dari etnis

Tionghoa dan non muslim.

Meskipun ketiga peristiwa tersebut terjadi, tetapi pilkada Jakarta berjalan

secara demokratis dan aman. Pada pilkada putaran pertama terdapat tiga calon

yang pertama, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Kedua, Basuki

Tjahya Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Ketiga, Anies Rasyid Baswedan dan

Sandiaga Salahuddin Uno. Ketiga pasangan calon tersebut saling berkompetisi

merebutkan suara masyarakat Jakarta melalui koalisi yang dibangun bersama

1Lihat UU 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Ramdina Prakasa, 2004),

hal.1. 2Sri Lestari, “Isu SARA Meningkat di Pilkada DKI Jakarta”, http://www.bbc.com/indonesia/, 24

Maret 2017.

Page 43: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

33

partai. Berikut merupakan peta koalisi partai, pada pilkada Jakarta putaran

pertama.

Tabel III.A.1

Koalisi Partai Pilkada Jakarta 2017 Putaran Pertama3

Agus-Sylvi Basuki-Djarot Anies-Sandiaga

1. Partai Demokrat

2. PAN

3. PKB

4. PPP

1. PDIP

2. Partai Nasdem

3. Partai Hanura

1. PKS

2. Partai Gerindra

Sumber: http://nasional.kompas.com/

Banyaknya partai yang berkoalisi dengan pasangan Agus-Sylvi nampaknya

tidak berpengaruh terhadap hasil. Berdasarkan hasil resmi yang dirilis oleh KPUD

Jakarta. Pilkada putaran pertama menetapkan pasangan Basuki-Djarot unggul

pada urutan pertama dengan 2.357.785 suara, sedangkan Anies-Sandi menduduki

posisi kedua dengan memperoleh 2.193.530 suara. Urutan ketiga pasangan Agus-

Sylvi memperoleh 936.461 suara.4

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun

2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,

Walikota. Cagub dan cawagub DKI harus memperoleh suara lebih dari 50 persen

untuk menjadi pemenang. Sebagaimana dijelaskan pada pasal 36 PKPU Nomor 6

Tahun 2016 ayat (1) dan (2) yang mengatur syarat kemenangan dalam Pilgub DKI

Jakarta.5

3Danu Prabowo, “Pilkada Jakarta diprediksi tiga calon”, http://nasional.kompas.com/, 15

September 2016. 4KPU Provinsi DKI Jakarta, “Hasil Hitung TPS (Form C1) Provinsi Dki Jakarta”,

https://pilkada2017.kpu.go.id/, 15 Februari 2017. 5Lihat UU Komisi Pemilihan Umum, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2016,

Pasal 36 Ayat (1)dan (2).

Page 44: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

34

(1) Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pemilihan Gubernur dan

Wakil Gubernur di DKI Jakarta yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima

puluh persen) ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.

(2) Dalam hal tidak terdapat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di DKI Jakarta yang memperoleh suara

lebih dari 50% (lima puluh persen), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh

suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.

Jika tidak meraih kemenangan lebih dari 50 persen, menurut pasal 36 PKPU

Nomor 6 Tahun 2016 diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran

kedua. Berdasarkan UU yang disebutkan oleh peneliti, pilkada putaran kedua akan

diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua

pada putaran pertama, pasangan Basuki-Djarot dan Anies-Sandiaga yang

memenuhi kualifikasi untuk maju pada pemilu putaran kedua pilkada Jakarta.

Pada pilkada putaran kedua, sejumlah partai dari koalisi kekeluargaan Agus-

Sylvi menentukan sikap politik akan berkoalisi dengan kedua calon. Satu partai

merapat ke pasangan Anies-Sandi yaitu partai PAN. Partai lain seperti PKB dan

PPP merapat ke Basuki-Djarot, sedangkan partai demokrat memilih netral.

Berikut tabel peta koalisi pilkada putaran kedua.

Tabel III.A.2

Koalisi Partai Pilkada Jakarta 2017 Putaran Kedua6

Basuki-Djarot Anies-Sandiaga

1. PDIP

2. Partai Nasdem

3. Partai Hanura

4. PPP

5. PKB

1. PKS

2. Partai Gerindra

3. PAN

Sumber: http://megapolitan.kompas.com/

6 Herzaky Mahendra Putra,”Peta Baru Koalisi Parpol, Penentu Hasil Pilkada Jakarta 2017”,

http://megapolitan.kompas.com/, 18 April 2017.

Page 45: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

35

Pada putaran kedua, pasangan Anies-Sandiaga dengan koalisi tiga partai

memperoleh urutan pertama dengan memperoleh 3.240.332 suara. Urutan kedua,

pasangan Basuki-Djarot dengan koalisi lima partai, memperoleh suara 2.351.245.

Data masuk 13.034 dari total TPS 13.034. Jumlah keseluruhan suara adalah

5.591.577 suara.7 Sehingga KPUD Jakarta menetapkan secara resmi Gubernur dan

wakil Gubernur periode 2017-2022 yaitu Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga

Salahuddin Uno.

A.1 NU pada Pilkada Jakarta

Hubungan antara NU dengan politik tidak dapat dipisahkan. Dalam

perjalanan sejarah organisasi hubungan antara NU dengan politik sangat dekat

karena NU pernah memasuki dunia politik dan menjadi bagian dari partai

Masyumi pada 1945. Kemudian NU keluar dari partai Masyumi dan mendirikan

partai NU pada 1952 dan menjadi partai Islam yang memiliki basis massa

terbesar. Kemudian pada tahun 1973 NU bergabung pada PPP karena adanya

perintah partai politik harus difusi menjadi tiga bagian yaitu partai Golkar, PDIP,

PPP.

Pada orde baru NU mengalami pengalaman pahit karena di PPP para wakil

NU tidak mendapatkan posisi penting dalam kabinet atau struktur pemerintahan,

karena ketidakharmonisasan Soeharto dengan NU.8 Sebenarnya keterlibatan NU

dalam politik tidak memiliki keuntungan untuk organisasi, karena aktivitas NU

hampir setiap harinya didominasi oleh aktivitas politik. Akibatnya, berbagai

7KPUD Provinsi DKI Jakarta, “Hasil Hitung TPS (Form C1) Provinsi Dki Jakarta”,

https://pilkada2017.kpu.go.id/, 19 April 2017. 8Gustiana Isya Marjani, Wajah Toleransi NU, (Jakarta: RMBOOKS, 2012), hal. 138.

Page 46: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

36

persoalan sosial keagamaan yang seharusnya menjadi bidang garapan NU

terabaikan.

Membuat NU memutuskan untuk kembali pada organisasi keagamaan

sesuai dengan makna dan cita-cita organisasi, meninggalkan politik praktis.

Karena selama menjadi organisasi politik NU belum bisa menjalankan fungsi

organisasi dengan baik karena elitenya sibuk dengan urusan politik.

Kedekatan NU pada politik, membuat NU menjadi magnet tersendiri bagi

pasangan calon dalam memobilisasi suara walaupun dari kalangan nahdliyin

karena dianggap memiliki suara yang besar. Tetapi sebenarnya NU bukan

menjadi organisasi politik, dukung-mendukung dan mencampuri urusan politik

tidak diperkenankan secara organisasi.

Pada dinamika perpolitikan Jakarta, masyarakat sebagai pemilih dihadapkan

oleh persoalan agama dan etnis karena Basuki Tjahya Purnama9 merupakan

petahana yang berasal dari kalangan non muslim dan berasal dari etnis Tionghoa

dan menjadi terdakwa dalam kasus penistaan agama Islam.10

Kasus penistaan agama Islam mendapat pandangan pro dan kontra dari

masyarakat. Sebagian memahami Basuki menista agama, sebagian kalangan

menyatakan yang dikatakan di kepulauan seribu adalah bagian dari pendidikan

politik. Perbedaan pandangan dari beragam masyarakat membuat kondisi

perpolitikan Jakarta memanas. Masyarakat Jakarta sebagai pemilih dihadapkan

oleh persoalan agama dalam memilih pilihan politiknya.

9Larissa Huda, “Kasus Penistaan Agama, Ahok: Makin Cepat Sidang Makin Baik”,

https://nasional.tempo.co/, 25 November 2016. 10

Kristian Erdianto, “Hanya Isu Suku, Agama, dan Ras yang Dapat Menjegal Ahok-Djarot Pada

Putaran Kedua”, http://megapolitan.kompas.com/, 18 Februari 2017.

Page 47: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

37

Berdasarkan tebel dari kelima wilayah Jakarta menjelaskan jumlah agama

yang di anut oleh masyarakat Jakarta terdapat tujuh agama yaitu Islam, Protestan,

Khatolik, Budha, Hindu dan Kepercayaan. Kelima wilayah Islam paling sedikit

berada di wilayah kepulauan seribu dan mayoritas berada di wilayah Jakarta

Timur. Jadi dari komposisi penduduk di lima wilayah, mayoritas penduduk

Jakarta bergama Islam. Sedangkan posisi agama Protestan, Khatolik, Hindu,

Kepercayaan, sama seperti Islam mayoritas berada di Jakarta Timur dan paling

sedikit di Kepulauan Seribu. Agama Budha dan Konghucu mayoritas di Jakarta

Utara paling sedikit di kepulauan seribu.

Tabel.III.A.3

Jumlah Agama dan Kepercayaan Provinsi DKI Jakarta Tahun 201511

Agama dan

Kepercayaan

Jakarta

Pusat

Jakarta

Utara

Jakarta

Barat

Jakarta

Selatan

Jakarta

Timur

Kep.

Seribu

DKI

Jakarta %

ISLAM 893.929 1.312.073 981.290 1.967.929 2.593.075 25.519 7.773.815 85,45 %

PROTESTAN 107.264 176.083 106.429 108.223 231.619 11 729.629 8,03%

KHATOLIK 50.494 82.998 69.526 55.548 77.995 0 336.561 3,70%

HINDU 3.837 3.988 1.736 3.627 5.281 0 18.469 0,20%

BUDHA 42.075 119.929 49321 11.353 15.257 5 237.940 2,62 %

KONGHUCU 109 214 191 70 169 0 753 0,00%

KEPERCAYAAN 44 6 12 54 106 0 222 0,00%

Sumber: Arsip Dinas Kependukan dan Catatan Sipil Tahun 2015

Tabel 3.A.1 menunjukan bahwa agama yang paling banyak dianut di kelima

wilayah Jakarta adalah Islam. Sebagai organisasi massa Islam seperti NU,

Muhammadiyah, FPI dan lain-lain di tengah mayoritas penduduk beragama Islam

giat mengkampanyekan untuk memilih gubernur dari kalangan muslim. Hal

11

Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, Jumlah Agama dan Catatan

Sipil Provinsi DKI Jakarta.

Page 48: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

38

tersebut disebabkan karena kekhawatiran ormas Islam dan ulama. Karena pada

pilkada putaran pertama, petahana Basuki-Djarot menang dengan urutan

pertama.12

Ormas Islam banyak yang mengkampanyekan untuk memilih Gubernur

muslim. Sebagai ormas Islam menjadi kewajiban saling mengingatkan sesama

muslim, tetapi permasalahannya terdapat peraturan dari negara yang melarang

ormas untuk berpolitik. Peraturan tersebut ada pada UU Nomor 17 Tahun 2013

ayat (1) tentang organisasi kemasyarakatan, UU Pasal 59 ayat (2) tersebut ormas

dilarang.13

a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau

golongan;

b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama

yang dianut di Indonesia;

c. Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

d. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban

umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial;

e. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. Menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan

dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

g. Mengumpulkan dana untuk partai politik;

h. Menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang

bertentangan dengan Pancasila.

Kembalinya NU dari organisasi politik menjadi organisasi sosial keagamaan

yang hanya mengurusi bidang agama, pendidikan, sosial dan ekonomi.

Menegaskan NU adalah organisasi yang netral. Selain itu, UU ormas membatasi

12

Komaruddin Bagja Arjawinangun, “Ini Hasil Rapat Pleno KPU Hasil Pilkada DKI Putaran

Pertama”, https://metro.sindonews.com/, 4 Maret 2017. 13

Lihat UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013, “Organisasi Kemasyarakatan”, Bab XVI

Larangan, Pasal 59 ayat (2).

Page 49: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

39

ruang gerak organisasi untuk berpolitik, NU secara internal juga memiliki aturan

untuk menjadi pedoman kembalinya pada khittah 1926.

Peran elite kiai yang masuk kedalam struktural NU mejadi sebuah

keharusan meskipun peraturan negara dan internal NU sudah mengatur secara

organisasi NU tidak boleh berpolitik. Hal yang menyebabkan NU memiliki

pandangan politik pribadi pada pilkada Jakarta, karena perilaku petahana yang

memicu kemarahan nahdliyin. 14

Pada persidangan ke-8 kasus penistaan agama Islam pada 31 Januari 2017.

Rais Aam PBNU, KH Ma‟ruf Amin mendapatkan tindakan yang menyenangkan

dari Basuki. Dalam persidangan Basuki menuding Ma‟ruf memberikan kesaksian

palsu dihadapan majelis hakim dan Basuki akan memproses kesaksiaan palsu

Ma‟ruf pada secara hukum.15

Pernyataan dari Basuki tersebut menyebabkan pro dan kontra dikalangan

masyarakat khususnya adalah nahdliyin. Rais Aam merupakan sosok sentral untuk

NU dan jam‟iyah NU. Menurut Ketua GP Anshor Yaqut C. Qoumas.16

1. KH. Ma‟ruf Amin adalah Rais „Aam PBNU, sekaligus pimpinan tertinggi

dalam jam’iyah NU;

2. Dalam sidang kasus penistaan agama dengan Terdakwa Basuki Tjahja

Purnama, KH. Ma‟ruf Amin dihadirkan ke persidangan untuk memberikan

Keterangan Ahli;

3. KH. Ma‟ruf Amin dalam hal ini, berdasarkan kompetensinya sebagai ahli

hukum islam, maupun kapasitasnya sebagai Rais „Aam Syuriah PBNU –

pimpinan tertinggi sekaligus yang memberikan arah gerak hukum (Islam)

dalam tubuh NU, maupun sebagai Ketua Umum MUI, merupakan seseorang

yang ahli dalam hal agama, dan sudah tepat untuk dihadirkan ke persidangan

14

Dadang Kurnia, “Perilaku Ahok Bisa Picu Kemarahan Nasional Warga NU”,

http://nasional.republika.co.id, 1 Februar 2017. 15

Inge Klara Safitri dan Friski Riana,” Soal Dugaan Saksi Palsu, Ahok Diminta Tak Tuntut Ma'ruf

Amin”, https://nasional.tempo.co/ ,1 Februari 20017. 16

Erwin Dariyanto, “Respons Sikap Ahok ke Ma'ruf Amin”, GP Ansor: Siaga Satu Komando”,

https://news.detik.com/, 1 Februari 2017.

Page 50: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

40

untuk dimintai sebagai Keterangan Ahli dalam hal kasus penistaan agama

(Islam);

4. Keterangan yang diberikan oleh KH. Ma‟ruf Amin, berdasarkan pengamatan

kami, sudah sesuai dengan kompetensi maupun kapasitasnya sebagai Ahli

Agama Islam, baik sebagai Fuqaha, Rais „Aam PBNU maupun sebagai

Ketua Umum MUI;

5. GP Ansor menyayangkan sikap, perilaku maupun kata-kata dari Terdakwa

maupun Tim Pengacaranya, dengan alih-alih menolak Keterangan Kiai

Ma‟ruf Amin sebagai Ahli justru memelintir situasi dan seolah-olah

menempatkan Kiai Ma‟ruf sebagai Terdakwa. Bahkan cecaran-cecaran

pertanyaan maupun tuduhan serta kata-kata kasar yang ditujukan kepada

Kiai Ma‟ruf Amin lebih merupakan sikap yang menonontonkan

Argumentum Ad Hominem atau menyerang pribadi Kiai Ma‟ruf daripada

mematahkan argumen yang terkait keahlian beliau;

6. GP Ansor tidak akan tinggal diam dan dengan ini menyatakan siap

mendampingi dan membela Kiai Ma‟ruf Amin, sebagai pimpinan tertinggi

kami, secara lahir dan batin dalam koridor hukum; dan menyerukan kepada

seluruh kader Ansor dan Banser untuk siaga satu komando.

Ketua lembaga dakwah PBNU, KH. Maman Imanulhaq menyatakan

pernyataan sikap. Menurut Maman Karena itu, seyogyanya nahdliyin terus saling

menjaga diri jangan sampai terjebak oleh permainan kelompok yang menggiring

opini publik untuk membenturkan sesama anak bangsa. Sikap tegas menghormati

proses hukum yang adil dan beretika. Dan sebagai warga nahdliyin, kita

mempunyai kewajiban menjaga marwah ulama dan para tokoh bangsa yang akhir-

akhir ini menjadi sasaran hinaan, dan kebencian dari pihak yang rabun sejarah.

Pernyataan sikap Maman terhadap Basuki adalah.17

1. Menghormati kehadiran KH. Ma'ruf Amin di pengadilan dalam

kapasitasnya sebagai ahli hukum agama, bukan sebagai terdakwa.

Kehadiran beliau sebagai sikap warga negara yang taat, menghargai dan

menghormati proses hukum. Beliau dihadirkan ke persidangan untuk

memberikan Keterangan sebagai seorang ahli (vide: Pasal 184 ayat (1) jo.

Pasal 186 KUHAP);

2. Keterangan yang diberikan oleh KH. Ma‟ruf Amin, berdasarkan

pengamatan kami, sudah sesuai dengan kompetensi maupun kapasitasnya

sebagai ahli agama Islam, baik sebagai fuqaha;

3. Kami menyayangkan sikap, perilaku maupun kata-kata dari terdakwa dan

tim pengacaranya, dengan alih-alih menolak keterangan KH Ma‟ruf Amin

17

Jpnn.com , “Sikap Lembaga Dakwah PBNU: Ahok Sudah Menyerang Pribadi, http://m.

jpnn.com, 1 Februari 2017.

Page 51: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

41

sebagai ahli justru memelintir situasi dan seolah-olah menempatkan KH.

Ma‟ruf sebagai terdakwa. Bahkan cecaran-cecaran pertanyaan maupun

tuduhan serta kata-kata kasar yang ditujukan kepada KH. Ma‟ruf Amin

lebih merupakan sikap yang mempertontonkan argumentum ad hominem -

atau menyerang pribadi KH. Ma‟ruf daripada mematahkan argumen yang

terkait keahlian beliau. Padahal ada tata cara menyampaikan keberatan

yaitu di kesimpulan atau pledoi;

4. Kita harus menghormati dan belajar dari KH. Maruf Amin. Beliau Rais

Aam NU dan Ketua Umum MUI yang telah memberi contoh bagaimana

cara menghormati hukum, bertanggungjawab dan berani datang sendiri

tanpa pengawalan dan pengerahan masa;

5. Saat ini, Indonesia memasuki ujian terberat dalam kehidupan bernegara.

Kita kehilangan jati diri bangsa. Sikap saling menghargai dan menghormati

berubah jadi saling menghakimi dan saling menghabisi. Kita paceklik nilai

luhur bangsa.

PWNU Jakarta, mengeluarkan sikap dalam menanggapi pernyataan Basuki

Tjahya Purnama yang menyudutkan Rais Aam PBNU KH Ma‟ruf Amin pada

persidangan ke-8 kasus penistaan agama. Hal tersebut tentunya membuat

kemarahan nahdliyin dan elite PWNU Jakarta. Sikap yang diambil oleh Syuriyah

PWNU Jakarta.18

1. PWNU DKI Jakarta mengecam keras perlakuan saudara terdakwa, Basuki

Tjahaja Purnama alias Ahok dan pengacaranya kepada Kiai Ma‟ruf Amin,

dengan ucapan yang kasar, tidak beradab, mengancam dan sangat

melecehkan seorang ulama yang menjadi simbol dan muru‟ah Nahdlatul

Ulama;

2. Meminta kepada saudara Basuki Tjahya Purnama alias Ahok, untuk

meminta maaf, baik secara bertemu langsung dengan Dr. KH. Ma‟ruf Amin

dan meminta maaf kepada seluruh warga nahdliyin di Indonesia melalui

media cetak maupun elektronik;

3. Meminta kepada pengacara terdakwa saudara Basuki alias Ahok, untuk

meminta maaf serta mencabut segala macam ucapan yang sangat tendensius,

mengintimidasi serta menyerang pribadi kiai Ma‟ruf Amin;

4. Meminta kepada seluruh warga NU di Jakarta khususnya anggota Banser

NU untuk bisa menahan diri dan ikut menjaga stabilitas keamanan di

Ibukota.

Respon nahdliyin terhadap kasus Ma‟ruf menandakan bahwa tradisi

kepatuhan terhadap kiai yang kemudian melahirkan sikap, persepsi dan perilaku

18

Frachman, “Ahok Lecehkan KH Ma'ruf Amin, Inilah Sikap PWNU DKI Jakarta”

http://www.beritash.com/, 5 Februari 2017.

Page 52: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

42

seseorang. Menurut padangan peneliti, pandangan kiai dalam pilkada Jakarta

dapat memberikan pengaruh kepada masyarakat tertentu seperti pada kalangan

nahdliyin kiai adalah sosok yang paling dihormati dan Rais Aam tokoh sentral NU

dalam organisasi.

A.2 Hubungan Kiai dan Politik

Istilah kiai pada umumnya dipakai oleh masyarakat jawa untuk menyebut

orang lain, bentuk jamak dari alim dalam bahasa arab adalah ulama dalam tradisi

masyarakat muslim. Kiai biasanya memiliki kharisma dan pada umumnya

memimpin sebuah pesantren, mengajarkan kitab-kitab kuning atau memiliki

keterikatan pada kelompok Islam tradisional.19

Dalam NU, posisi kiai di tempatkan pada posisi yang istimewa yaitu sebagai

elite agama. Tradisi keharusan yang menempatkan kiai karena masyarakat

beranggapan kiai mendapatkan legitimasi dari agama, ulama berperan sebagai

pewaris nabi. Sosiolog Bryan S Turner menggambarkan bahwa tradisi umum

keagamaan cenderung menempatkan umat sebagai lapisan “kelas dua” yang

bergantung pada paham keagamaan yang ditawarkan pemimpin/tokoh mereka.20

Dalam realitas sosial, kiai sebagai elite agama menduduki posisi ganda,

yaitu sebagai pemimpin spiritual, pelayanan masyarakat maupun juga aktivitas

dalam politik. Keberadaan kiai sebagai elite agama memiliki peran khas di

tengah-tengah masyarakat, yaitu sebagai pemimpin spiritual. Sebagai pemimpin

19

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3S, 1986), hal.55. 20

Bryan S Tuner, Relegion and Social Theory (New Delhi: Sage Publication, 1991), hal.88.

Page 53: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

43

spiritual sehari-hari kiai memimpin kegiatan ibadah seperti sholat, khutbah, doa,

puasa, zakat dan haji.21

Kiai jika dilihat dari orientasinya dapat diklasifikasikan menjadi empat

kategori22

: Pertama, kiai spiritual yaitu pengasuh pondok pesantren yang lebih

menekankan pada upaya dengan mendekatkan diri pada Tuhan melalui amalan

ibadah. Kiai spiritual sebagian besar menganut salafi murni, agama difungsikan

untuk menjaga ketenangan batin, statis dan konservatif, lebih berorientasi pada

kehidupan akhirat, tanpak lebih tertutup pada sentuhan pembaruan/modernisasi,

termasuk menentukan afilasi politik yang akan dipilih.

Kedua, kiai advokatif yaitu pengasuh pondok pesantren yang selain aktif

mengajar para santri dan ja’maah juga memperhatikan permasalahan yang ada

dihadapi oleh masyarakat. Penggunaan nama advokasi ini adalah sebagai wujud

kepedulian kiai pada nasib jamaah. Kiai ini memiliki ciri-ciri terbuka dan dinamis

agama difungsikan sebagai motivasi penggerak, politik digunakan sebagai alat

dakwahnya, menempatkan kehidupan dunia seimbang dengan kebutuhan akhirat,

afilasi politiknya tidak tampak jelas.

Ketiga, kiai dan politik, yaitu pengasuh pondok pesantren yang senantiasa

peduli pada organisasi politik dan juga kekuasaan. Misalnya kiai yang terdapat

pada pesantren NU mencalonkan diri menjadi anggota legislatif dan meminta

dukungan dari santri. Kiai ini disebut dengan kiai kritis karena keberaniannya

mengambil sikap yang berbeda dengan kekuatan dominan, sekalipun berposisi.

21

Imam Suprayogo, Kiai dan Politik: Membaca Citra Politik Kiai, hal. 32. 22

Imam Suprayogo, Kiai dan Politik: Membaca Citra Politik Kiai, hal.123.

Page 54: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

44

Posisi kiai dalam pelayanan masyarakat adalah kiai sering dijadikan tempat

tempat bertanya atau tumpuan orang-orang meminta nasihat.23

Keberadaan kiai

dengan umatnya bersifat emosional, dalam jarak yang dekat, membentuk

hubungan bapak-anak (paternalis) dan patron klien, sebagai pemberi dan penerima

nasihat mampu membentuk ikatan yang kukuh. Pola hubungan seperti ini akan

melahirkan sikap-sikap loyal dan kepatuhan yang tinggi kepada patron.

Tiga alasan kiai sebagai pemuka (elite) agama memasuki politik. Pertama,

bisa ditelusuri dari sumber ajaran agama Islam itu sendiri, yang memiliki lingkup

tidak hanya ada pada aspek ritual dan bimbingan moral, tetapi juga nilai pada

semua sisi kehidupan, baik dalam ilmu ekonomi, hukum, sosial maupun persoalan

politik yang bersumber pada hukum tertinggi yaitu Al-Qur‟an.

Kedua, dilihat dari sisi sejarahnya, peran kiai dalam politik di mulai sejak

zaman kesultanan Mataram II di Jawa. Kiai NU bersama nahdliyin mengatur

strategi melawan penjajah. Kiai memberikan dukungan moral, ekonomi dan

politik.

Ketiga, posisi kiai sebagai elite agama yang memiliki pengikut (jamaah)

dan pengaruh yang luas di tengah-tengah masyarakat, menjadikan mereka ikut

dalam pengambilan keputuasan bersama, kepemimpinan, penyelesaian problem-

problem sosial, pengembangan pendidikan dan kemasyarakatan. Keberdaan kiai

memiliki peran yang sangat penting.

23

Imam Suprayogo, Kiai dan Politik: Membaca Citra Politik Kiai, hal.4.

Page 55: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

45

Faktor penting mengapa keberadaan kiai di masyarakat penting.24

Pertama

tingginya derajat mobilitas kiai dalam membangun jaringan dengan komunitas di

luarnya, baik mobilitas sesama kiai ataupun pertemuan dengan jaringan-jaringan

tertentu. Sehingga memungkinkan mereka memperoleh informasi baru yang

dimiliki santri dan masyarakat sekitarnya.

Kedua, posisi sentral dan ketokohan kiai di desa dan di pesantrennya,

menjadikan mereka sebagai sumber rujukan bagi orang dari luar desa dan para

pengikutnya tidak bisa mengabaikan eksistensi dari peran kiai. Ketiga, sebagai

dampak langsung dan tidak langsung posisinya, kiai memiliki kelebihan material

dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, termasuk memiliki akses informasi

yang lebih baik.

B. Sikap NU kembali pada Khittah 1926

Muktamar ke-27 di Situbondo adalah muktamar bersejarah karena

mengembalikan NU organisasi sosial kegamaan bukan organisasi politik. NU

selama menjadi partai politik mengalami ketidakjelasan identitas. NU hanya

terpaku pada prestasi dan prestise politik daripada menanggapi persoalan

keagamaan padahal awal didirikan NU pada 31 Januari 1926, sebagai organisasi

keagamaan.

Latar belakang NU kembali ke khittah 1926 didasari dengan pengalaman

politik orde baru. NU sebagai organisasi tidak membawa manfaat untuk umat.

Sejak NU menjadi partai, hubungan antara NU dan pemerintahan Soeharto tidak

24

Titik Triwulan Tutik dan Joenadi Effendi, Membaca Peta Politik Nahdlatul Ulama: Skesta

Politik Kiai & Muda NU, hal.63.

Page 56: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

46

harmonis. Karena NU lebih terfokus pada mobilisasi politik dan cenderung

mengabaikan bidang sosial keagamaan.

Kembalinya NU sebagai organisasi keagamaan pada muktamar ke-27

adalah keputusan yang tepat. Khittah 1926 ciri khas NU sebagai organisasi

kegamaan yang dipimpin oleh ulama. NU melalui ulama berusaha menghimpun

umat Islam untuk melakukan kegiatan dengan tujuan menciptakan kemaslahatan

masyarakat, kemajuan bangsa.25

Faktor eksternal dan internal kembalinya NU pada khittah 1926. Pada

faktor internal NU sebagai organisasi politik resmi keluar dari PPP. Hal tersebut

dilatarbelakangi oleh tiga faktor.26

Pertama, adanya intervensi pemerintah secara

langsung dan tidak langsung melalui berbagai kebijakan. Intervensi langsung

tersebut adanya larangan pegawai negeri mengikuti organisasi selain Golkar.

Karena hal tersebut banyak nahdliyin yang ketakutan dan mengembalikan kartu

anggota NU. Kedua, konflik internal di PPP. NU diperlakukan secara tidak adil

karena pada tahun 1980 DPR menyepakati RUU Pemilihan Umum tanpa

partisipasi dari wakil-wakil NU. Ketiga, kesadaran kelompok internal NU yang

melihat NU telah menyimpang dari tujuan awal didirikan organisasi.

Faktor eksternal kekecewaan NU sebagai organisasi yang menjadi

organisasi politik, semakin bertambah. Situasi ini menimbulkan keprihatian di

kalangan nahdliyin. Tuntutan untuk kembali pada khittah 1926 semakin

meningkat. Faktor eksternal ini adalah berasal dari nahdliyin menuntut NU secara

organisasi untuk kembali pada khittah merupakan respon dari kekecewaan

25

Einer Martahan Sitompul, NU dan Pancasila, (Yogyakarta: LKiS, 2010), hal.197. 26

Gustiana Isya Marjani, Wajah Toleransi NU, hal.138.

Page 57: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

47

nahdliyin terhadap pemerintahan orde baru yang tidak adil. Sehingga NU

mendapatkan tekanan dari luar organisasi.

Keprihatinan tentang yang dirasakan oleh NU tidak hanya terjadi pada

kelompok elite NU yang ada di Jakarta. Kalangan NU di tingkat daerah dari

tingkat elite hingga anggota biasa mengalami keprihatian yang sama. Kelompok

NU Jakarta berinisiatif untuk menerima aspirasi yang datang dari daerah lain

melalui korespondensi. Kelompok Jakarta membuat kelompok yang dikenal

sebagai kelompok G yang kemudian menerbitkan jurnal khittah dan risalah

nahdliyin.

Selain itu, kelompok kerja mengadakan pertemuan pada 12 Mei 1983

kelompok tersebut terdiri dari 24 orang, kelompok tersebut namanya adalah

majelis 24. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk membuat tim yang

bernama “Tim Tujuh untuk Pemulihan Khttah NU 1926”. Tim tujuh ini dipimpin

oleh Abdurrahman Wahid (Gusdur) sebagai ketua dan dipersiapkan untuk menjadi

ketua pada muktamar ke-27.27

Alasan Gusdur menjadi calon ketua, karena Gusdur adalah cucu KH

Hasyim Asy‟ari tokoh pendiri NU selain itu Gusdur tokoh muda yang cerdas dan

memiliki potensi. Tim tujuh yang dipimpin oleh Gusdur berhasil merumuskan ide

yaitu prinsip perintisan, prinsip kontinuitas, dan asas kebutuhan yang ada pada

saat itu. Tiga agenda penting yang dirumuskan oleh Tim Tujuh pada muktamar

ke-27.

27

Gustiana Isya Marjani, Wajah Toleransi NU, hal.139.

Page 58: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

48

Sikap kembalinya NU pada khittah 1926, terdapat tiga persepsi di

kalangan internal NU.28

Pertama, NU adalah organisasi keagamaan, kedua, peran

ulama akan berada pada posisi tertinggi dalam organisasi, peran Syuriyah akan

berada dalam posisi pembuat keputusan, kontras dengan sebelum NU kembali

pada khittah peran Tanfidziyah sangat mendominasi dalam proses pembuat

keputusan.

Peran Syuriyah telah mengalami penyimpangan, karena peran Syuriyah

sering sekali dimarginalkan dan dianggap tidak strategis.29

Padahal dalam

ketentuan organisasi, Syuriyah memiliki otoritas tertinggi dalam mempelajari

urusan agama, memberi fatwa, mengawasi dan membimbing badan-badan lain

dalam organisasi. Sementara Tanfidziyah memiliki posisi di bawah Syuriyah

dalam struktur organisasi. Oleh karena itu, meskipun kepengurusan Tanfidziyah

itu adalah dari ulama, mereka harus menerima keputusan dari Syuriyah.

Langkah untuk mengembalikan posisi Syuriyah dilatar belakangi oleh

beberapa hal yaitu posisi Tanfidziyah yang dipimpin oleh KH Idham Chalid,

kekuasaannya terhadap organisasi lebih dominan dan sulit untuk dikendalikan.

Selain itu, kiai Idham Chalid dinilai gagal menjadi pengurus harian NU karena

terkait dengan ketidakadilannya PPP dalam pembagian kursi di parlemen.

Perlunya penegasan posisi Syuriyah dan Tanfidziyah sesuai dengan fungsi yaitu

Tanfidziyah yang seharusnya tunduk pada Syuriyah, untuk itu Ahmad Sidiq

menulis30

.

28

Gustiana Isya Marjani, Wajah Toleransi NU, hal.133. 29

Badrun Alaena, NU: Kritisme Pergeseran Makna Aswaja, (Yogyakarta: Tiara Wancana

Yogya,2000), hal.80. 30

Badrun Alaena, NU: Kritisme Pergeseran Makna Aswaja,hal. 83.

Page 59: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

49

Sungguh penting merumuskan lebih lanjut posisi Syuriyah sebagai NU. Semua

jajaran pengurus NU yang menjadi anggota Syuriyah, hanya pimpinan Syuriyah

yang dipilih melalui konferensi, para fungsionarisnya yaitu anggota

(Tanfidziyah) diangkat dan diberhentikan oleh Syuriyah setelah melalui proses

musyawarah. Karena itu sangat penting artinya membuat kualifikasi calon

Syuriyah secara ketat.

Pernyataan Ahmad adalah ingin mempertegas kembali peran Syuriyah.

Sehingga persoalan tersebut akan menjadi agenda penting dalam upaya

memperbaiki dan meluruskan keberadaan organisasi. Fungsi dari perlunya

dipertegas kembali posisi Syuriyah diharapkan dapat megontrol Tanfidziyah

dalam menjalankan organisasi sesuai dengan tujuan dan cita-cita NU yaitu

menjadi organisasi keagamaan (jam’iyah diniyah).

Ketiga, NU tidak harus meninggalkan politik. Artinya individu boleh

berpolitik sesuai dengan pilihan masing-masing yang tidak boleh

mengatasnamakan NU sebagai organisasi mendukung calon atau menjadi elite

partai padahal masih merangkap jabatan menjadi pengurus NU secara struktural.

Ketiga agenda penting Tim Tujuh berhasil merumuskan yang akan dibahas

pada muktamar ke-27 dari tiga agenda penting berhasil disepakati menjadi 4 poin

utama yaitu hasil muktamar ke-27 di Situbondo berhasil merumuskan beberapa

keputusan penting31

.

1. Menerima Pancasila sebagai asas tunggal atau landasan dasar organsiasi

NU;

2. Pemulihan keutamaan kepemimpinan ulama dengan menegaskan

supermasi Syuriyah atas Tanfidziyah dalam status dan hukum;

3. Penarikan diri dari politik praktis dengan cara melarang pengurus NU

secara bersama-sama memegang kepengurusan di dalam partai politik;

4. Pemilihan pengurus baru dengan usulan program baru yang lebih

menekankan pada bidang-bidang non politik.

31

Chorul Anam, Jejak Langkah Sang Guru Bangsa Suka Duka Mengikuti Gusdur Sejak 1978,

(Jakarta: Duta Aksara Mulia,2010), hal.30.

Page 60: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

50

Pada muktamar ini Abdurrahman Wahid terpilih menjadi ketua Tanfidziyah

PBNU dan Ahmad Siddiq menjadi Rais Aam. Keputusan muktamar ini memang

tidak terlepas dari hasil muktamar sebelumnya, yaitu muktamar yang ke-26 di

Situbondo pada 18-21 Desember 1983. Hasil muktamar ke-26 menghasilkan yang

menjadi dasar muktamar ke-27. Pertama, NU merupakan sebuah organisasi yang

menerima Pancasila dan memulihkan makna khittah 1926.

Kedua, hasil dari muktamar ke-26 menghasilkan dua keputusan terbesar

kemudian dikukuhkan pada muktamar ke-27 yang berlangsung di Situbondo.

Hasil muktamar menegaskan bahwa NU mundur dari panggung politik, sehingga

pengurus PBNU direkomendasikan untuk mengeluarkan aturan yang melarang

rangkap jabatan semua pengurus.32

NU meninggalkan hingar bingar politik praktis, memperkuat kembali

kedudukan NU sebagai organisasi kemasyarakatan Islam, yang hanya mengurusi

sosial kaeagamaan. Keputusan kembali pada khittah 1926 pada dasarnya NU

bukan melarang pilihan politik secara pribadi, tetapi mengambil jarak secara

organisatoris dengan keterlibatan politik praktis.

Tafsiran tentang khittah NU tahun 1926 yang menjadi pedoman dalam

berpolitik maupun kehidupan sosial lainnya pentingnya menegakan etika dan

moralitas dalam berpolitik. Untuk mengimplementasikan kebijakan kembali pada

khittah tahun 1926 yang kemudian menjadi pedoman berpolitik jamaah NU.

Hal tersebut tercantum pada lembar Keputusan Muktamar NU No.06/MNU-

28/1989 tentang masalah umat yang didalamnya memuat pandangan dan sikap

32

Badrun Alaena, NU: Kritisme dan Pergeseran makna Aswaja, hal.86.

Page 61: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

51

NU terhadap politik pada Muktamar ke-28 di Yogyakarta tahun 1989. Sembilan

pokok pedoman bagi warga NU dalam bidang politik, tampak seperti di bawah

ini.33

1. Berpolitik bagi NU mengandung arti keterlibatan warga negara dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan

pancasila dan UUD 1945.

2. Politik bagi NU adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju

integrasi bangsa dengan langkah- langkah yang senantiasa menjunjung

tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu

terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir batin, dan

dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan

kehidupan di akhirat.

3. Politik bagi NU adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang

hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari

hak, kewajiban dan tanggungjawab untuk mencapai kemaslahatan

bersama.

4. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan moral, etika dan budaya

yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan

beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

33

Badrun Alaena, NU: Kritisme dan Pergeseran makna Aswaja, hal.96.

Page 62: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

52

5. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan kejujuran murni dan

moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-

norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme

musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.

6. Berpolitik bagi NU dilakukan untuk memperkokoh konsensus nasional,

dan dilakukan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengamalan

ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.

7. Berpolitik bagi NU, dengan dalil apapun, tidak boleh dilakukan dengan

mengorbankan kepentingan bersama dan memecah-belah persatuan.

8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus

tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu' dan saling

menghargai satu sama lain, sehingga didalam berpolitik itu tetap dijaga

persatuan dan kesatuan di lingkungan NU.

9. Berpolitik bagi NU menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal

balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang

memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih

mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat

untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam

pembangunan.

Sebagai upaya mempertegas identitas NU setelah kembali ke khittah 1926

sembilan adalah penegasan kembali dari apa yang pernah dirumuskan dalam

muktamar Situbondo tahun 1984, dalam rumusan tersebut semoga warga NU

memahami bahwa adanya khittah 1926 hasil Muktamar tahun 1984 bukan berarti

Page 63: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

53

membuat nahdliyin pasif dalam politik, hanya bedanya menurut Abdurrahman

Wahid setelah khittah politik NU perannya tidak lagi identik dengan jabatan

kekuasaan dan jabatan politik lainnya melainkan harus fokus pada NU sebagai

organisasi artinya tidak boleh merangkap jabatan.34

34

Badrun Alaena, NU: Kritisme dan Pergeseran makna A

swaja, hal.99.

Page 64: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

54

BAB IV

PENGARUH PERILAKU POLITIK ELITE

PWNU PERIODE 2016-2021 PADA PILKADA DKI JAKARTA

TAHUN 2017

NU adalah organisasi yang memberikan kebebasan kepada nahdliyin dan

elite yang berada pada struktur organisasi, untuk memilih sesuai dengan

pandangan politik secara pribadi. Elite yang masuk kedalam struktur organisasi

kepengurusan PWNU Jakarta secara individual boleh berpolitik. Tetapi

permasalahannya dapatkah dipisahkan secara tegas dan jelas antara tindakan

tokoh sebagai individu yang memiliki hak untuk berpolitik, dengan sikap NU

sebagai organisasi.

Karena elite dalam organisasi adalah orang berpengaruh dalam

mengendalikan arah organisasi apakah organisasi tersebut ingin netral atau

sebaliknya semuanya tergantung pada perilaku elite. Untuk itu peneliti membahas

mengenai elite dalam PWNU Jakarta.

A. Elite dalam PWNU Jakarta

Untuk menganalisa yang paling berpengaruh dalam membuat keputusan

bersama menggunakan tiga analisis dari Robert Putnam. Putnam menggunakan

tiga model utama yaitu analisis posisi, analisis reputasi dan analisis keputusan.1

Analisi posisi adalah elite yang berada pada struktur organisasi, mereka

yang paling berpengaruh dalam membuat keputusan untuk masyarakat. Analisis

reputasi elite yang tidak masuk dalam struktur organisasi tetapi memiliki

1 Mohtar Mas’oed dan Colin Andrews, Perbandingan Sistem Politik, hal.80.

Page 65: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

55

pengaruh terhadap masyarakat. Analisis keputusan elite yang keputusannya selalu

menjadi refrensi dalam masyarakat.

Pada konteks PWNU Jakarta elite yang memiliki pengaruh khususnya di

kalangan masyarakat adalah elite yang masuk ke dalam struktur organisasi yang

memeggang kendali organisasi. Elite yang masuk dalam struktural PWNU yang

paling berpengaruh adalah Syuriyah dan Tanfidziyah.

Elite organisasi biasa disebut dengan pengurus organisasi PWNU. Dalam

organisasi PWNU sebutan elite organisasi disebut dengan kiai. Panggilan kiai

tidak ada pengkotak-kotakan antara tua dan muda tetapi sebutan kiai diberikan

kepada orang-orang yang memiliki posisi strategis diantaranya masuk ke dalam

struktur organisasi.

Elite PWNU Jakarta yang jika di analisa masuk ke dalam analisis posisional

menempatkan elite yang memiliki jabatan di PWNU Jakarta yang memiliki peran

dalam mempengaruhi perilaku masyarakat dalam hal ini nahdliyin untuk membuat

suatu keputusan politik.

Menurut Pareto elite yang berkuasa jumlahnya lebih sedikit melaksanakan

suatu fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan mendapatkan keistimewan-

keistimewaan. Sedangkan yang kedua jumlahnya itu lebih banyak diperintah dan

dikendalikan yang pertama.2

2 T.B Bottomore, Elite dan Masyarakat, (Jakarta: Akbar Tadjung Institute,2006), hal.4.

Page 66: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

56

Menurut Mosca kekuasaan minoritas tidak dapat dilawan oleh masing-masing

individu dalam mayoritas, yang berdiri sendiri dihadapkan oleh minoritas yang

terorganisir.3

Dengan demikian, Pareto dan Mosca mengartikan elite sebagai kelompok

orang yang secara langsung menggunakan atau berada dalam posisi memberikan

pengaruh. Elite PWNU yang masuk kedalam struktur organisasi mampu

mempengaruhi keputusan politik nahdliyin dan memberikan pengaruh. Ada tiga

faktor yang dapat memperkuat elite PWNU dalam memberikan pengaruh

keputusan politik.

Pertama, kiai itu memiliki kedekatan terhadap nahdliyin, akan melahirkan

sikap, persepsi dan perilaku politik. Kedua, nahdliyin terbiasa dengan

pengambilan keputusan secara bersama-sama dengan arahan yang jelas dari kiai.

Ketiga, secara organisasi kiai setiap pekannya diberikan legitimasi untuk dapat

bersilahturahmi memberikan ceramah dari masjid ke masjid khususnya Mesjid

NU yang ada di Jakarta, jadi kiai dapat mengubah dengan mudah keputusan

politik pengikutnya karena kiai memiliki kemampuan menerjemahkan bahasa

politik menjadi bahasa agama pada mimbar-mimbar dakwah.

Menurut pandangan peneliti sangat penting untuk diteliti mengenai faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi perilaku politik elite PWNU dalam mengambil

suatu keputusan politik pada pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Ada empat faktor

menurut teorinya Ramlan Surbakti dan Miriam Budiardjo.

3 T.B Bottomore, Elite dan Masyarakat, hal.5.

Page 67: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

57

B. Faktor Pengaruh Perilaku Aktor

B.1 Faktor lingkungan tidak langsung

Menurut Ramlan Surbakti faktor yang dapat mempengaruhi perilaku politik

dalam mengambil suatu keputusan politik dipengaruhi oleh lingkungan politik

tidak langsung. Hal yang mempengaruhi lingkungan politik tidak langsung

dipengaruhi oleh sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan media

massa.4 Perilaku politik merupakan interaksi dapat mempengaruhi keputusan

politik seseorang. Setiap masyarakat berbeda antara masyarakat umum dengan

elite.

Menurut Almond dan Verba budaya politik adalah bagaimana seseorang

memiliki orientasi, sikap, dan nilai-nilai politik yang tercermin dalam sikap dan

perilaku politiknya. Pengertian budaya politik menunjuk kepada suatu sikap

orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam

bagiannya serta sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu.5

Faktor lingkungan sosial tidak langsung elite PWNU dalam menentukan

suatu keputusan politik dipengaruhi oleh budaya. Menurut Almond dan Verba

terdapat tiga tipologi pertama, budaya politik budaya politik parokial yaitu tingkat

partisipasi politiknya sangat rendah. Kedua, budaya politik kaula yaitu masyarakat

bersangkutan sudah relatif maju tetapi masih bersifat pasif. Ketiga, budaya politik

4 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persda, 2007), hal.169.

5Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di

Lima Negara , (Jakarta: Bumi Aksara, 1990),hal. 20.

Page 68: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

58

partisipan yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat

tinggi.6

Berdasarkan definisi dari tipologi budaya politik Almond dan Verba,

menurut Manan budaya politik elite PWNU adalah partisipan. Hal tersebut

ditandai dengan keikutsertaan pengurus organisasi dalam mengawal kegiatan

politik khususnya di pilkada DKI Jakarta. PBNU adalah organisasi pusat dari NU

cabang dan wilayah, Manan menjelaskan,

Konteks PBNU sebenarnya adalah Indonesia, Pengurus Pusat adalah

“bapaknya” dari NU wilayah dan cabang. PBNU ini bukan organisasi mewakili

daerah. Tetapi karena lokasi PBNU di ibukota dengan sendirinya hadir

mengawali kesuksesan atas pelaksanaan pilkada Jakarta. Ranah NU bukan pada

politik, tetapi ini murni dari budaya partisipan pengurusnya atau kiai-kiai,

seperti NU melakukan tekanan ke pemerintah, menuntut kasus Basuki, adalah

salah satu bukti yang menunjukan bahwa perilaku pengurus dipengaruhi oleh

budaya partisipan.7

Diskusi politik, kritik dari kebijakan adalah ciri-ciri dari budaya partisipan,

yang dapat mempengaruhi cara pandang aktor dalam menentukan sikap politik.

Munahar menambahkan,

PWNU aktif berdiskusi mengenai perkembangan politik, misalnya pada pilkada

Jakarta. Pengurus PWNU selalu mengikuti diskusi-diskusi politik, mengkritisi

suatu kebijakan, misalnya kasus Ahok yang belum diproses hukum kita kritisi

melalui media NU, tulisan NU dan lain-lain.8

Lingkungan PWNU elitenya memiliki budaya politik partisipan hal

tersebut dibenarkan oleh wakil Syuriyah PWNU. Menurut Oong,

6 Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di

Lima Negara, hal. 27. 7 Wawancara dengan Ketua Tanfidziyah PBNU KH.Manan Abdul Ghani pada 11 April 2017 di

Kantor PBNU Jakarta. 8Wawancara dengan Wakil Tanfidziyah PWNU Jakarta KH.Munahar Mutchar pada 4 April

2017 di Kantor MUI Jakarta Barat.

Page 69: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

59

Budaya politik elite PWNU partisipan, karena pengurus yang berada di PWNU

ikut dalam pembahasan isu-isu strategis, dan itu ada lembaganya tersendiri yaitu

Lakpesdam NU.9

Menurut Munahar dan Oong dapat disimpulkan bahwa elite PWNU

budaya politiknya adalah partisipan yang dapat dihubungkan dengan teori

orientasi evaluatif Almond dan Verba menunjuk kepada keputusan dan pendapat

warga negara tentang politik berdasarkan apa yang ia ketahui dan ia rasakan

terhadap keadaan politik maupun perilaku aktor-aktor politiknya.10

Secara tidak langsung budaya politik partisipan sudah melekat di kalangan

pengurus PWNU Jakarta, elite PWNU memiliki kesadaran politik tinggi seperti

elite PWNU Jakarta peduli terhadap isu-isu politik mengenai kasus Basuki pada

konteks pilkada tahun 2017.

Jadi keputusan dan pendapat seseorang mengenai perilaku politik ini

ditentukan oleh kemampuannya dalam menilai moralitas politik, pengetahuan, dan

cara-cara mereka dalam membuat penilaian politik, serta dalam menyampaikan

pendapat. Dan cara PWNU Jakarta dalam mengkritisi pemerintah melalui website

khusus berita NU dan tulisan-tulisan yang dipublikasikan pada pilkada Jakarta

merupakan salah satu faktor dalam mempengaruhi perilaku politik aktor.

B.2 Lingkungan Sosial Langsung

Menurut miriam budiardjo lingkungan politik langsung yang membentuk

keperibadian aktor politik seperti keluarga, agama, pendidikan, sekolah dan

kelompok pergaulan.11

9 Wawancara dengan Wakil Syuriyah PWNU Jakarta KH. Oong Suyatno pada 9 Mei 2017 di

Kantor Ranting NU Kedaung Kali Angke Jakarta Barat. 10

Aim Abdulkarim, Sistem Politik Indonesia Modul UT PKN 14422, hal. 1.3. 11

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1981), hal.134.

Page 70: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

60

Faktor yang mempengaruhi elite dalam mengambil keputusan politik adalah

lingkungan langsung yang dipengaruhi oleh agama. Pada pilkada, Jakarta

dihadapkan pada persoalan pertama, kasus penistaan Agama Islam petahana

Basuki Tjahya Purnama. Kedua, sebagai ormas NU mendapatkan tekanan sosial

dari masyarakat Jakarta untuk ikut serta pada aksi bela Islam walaupun PWNU

organisasi netral. Ketiga. tindakan tidak menyenangkan Basuki terhadap Rais

Aam NU. Berdasarkan ketiga faktor persoalan politik Jakarta yang secara

langsung dapat mempengaruhi perilaku elite ditambah dengan di dalamya terdapat

persoalan agama.

Agama menjadi salah satu faktor utama yang menjadi pengaruh pilihan

politik elite dalam konteks pemilihan gubernur DKI Jakarta, Oong berpendapat

secara pribadi, menurutnya:

Agama untuk saya adalah faktor nomor satu, dan yang kedua adalah

akhlak dari pemimpin yang menjadi dasar untuk memilih Gubernur,

program kerja adalah alasan terakhir dalam memilih.12

Agama menjadi salah satu faktor elite PWNU memilih pilihan politik

karena pertama, seluruh aktivitas manusia termasuk dengan pilihan politik harus

berdasarkan ajaran-ajaran agama.

Teori otoritas dogmatis (Kebenaran yang bersifat mutlak) dalam Islam

sangat kuat yaitu kebenaran Islam yang diyakini mutlak dan tidak dapat diubah.

Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah wahyu terakhir

untuk menuntun kepentingan hidup umat manusia.13

Munahar menjelaskan,

12

Wawancara dengan Munahar Mutchar pada 4 April 2017. 13

M Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang

Cendekiawan Muslim Orde Baru, (Jakarta:Paramadina,1995), hal.155.

Page 71: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

61

NU adalah organisasi Islam maka diperintahkan untuk seluruh dipersilahkan

untuk memilih sesuai dengan kehendaknya tetapi karena NU didirikan oleh para

ulama maka secara otomatis berpeggang teguh pada Al Qur’an. Karena

berpeggang teguh kepada Al Qur’an maka kita menyarankan kepada seluruh

warga nahdlyyin untuk memilih pemimpin muslim jangan sampai melanggar

Al-Qur’an.14

Kedua, essensi politik dalam pandangan elite PWNU adalah pengaturan

persoalan-persoalan hidup yang ada pada Al-Qur’an, bukan dengan merubah

konstitusi. Oong menambahkan,

Pada pilkada Jakarta haram hukumnya memilih pemimpin non muslim, karena

penjelasannya sudah jelas ada pada Al-Qur’an dan NU secara organisasi juga

melarang untuk memilih pempimpin non muslim hal tersebut sudah terjawab

pada muktamar di Lirboyo tahun 1999.15

Pernyataan dari Oong ini menjawab bahwa sebenarnya kai-kiai NU di

pilkada, ingin mengingatkan sesama muslim agar tidak memilih pemimpin non

muslim. Untuk sebagian kalangan menurut Oong,

Untuk kalangan yang engga suka banget sama NU itu bisa diterjemahkan

menjadi sebuah sikap NU sebagai organisasi yaitu tidak netral karena

menghalangi calon lain yang tidak masuk kireteria pemimpin NU. Bukan

menjadi bagaian dari ketidaknetralan NU sebagai organisasi dan melanggar

khittah 1926 tetapi menjadi kewajiban tokoh agama seperti saya dalam

mendakwahkan apa yang dilarang oleh Al-Qur’an.16

Dari pernyataan tersebut peneliti memiliki tiga pandangan Pertama, sebagai

organisasi sosial keagamaan NU berkewajiban mengingatkan pada ranah

keagamaan seperti larangan memilih Gubernur non muslim. Kedua, sebagai elite

struktur organisasi sudah menjadi kewajiban mensosialisasikan hasil muktmar di

Lirboyo larangan memilih pemimpin non muslim. Ketiga, langkah kai-kiai

menghimbau untuk memilih pemimpin muslim bukan bagian dari politik, tetapi

14

Wawancara dengan Munahar Mutchar pada 4 April 2017. 15

Wawancara dengan Oong Suyatno pada 9 Mei 2017. 16

Wawancara dengan Oong Suyatno pada 9 Mei 2017.

Page 72: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

62

menjalankan amanah khittah sebagai organisasi keagamaan walaupun ranahnya

politik. Oong mengungkapkan,

Tiga hari sebelum pilkada PWNU mengadakan sosialisasi hasil muktamar

Lirboyo dengan harapan dapat mengingatkan warga NU bahwa memilih

pemimpin non muslim itu haram. Kita harus sa’mina waa’tona dengan

keputusan para kiai Syuriyah dan kiai sepuh NU.17

Kesimpulan dari pendekatan politik langsung adalah pendekatan

behaviorisme menjawab bahwa individu yang secara langsung melakukan

kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga pada dasarnya merupakan perilaku

individu yang terpola tertentu. Sehingga suatu lembaga seperti PWNU mampu

diidentifikasi sikap politik yang dilatar belakangi oleh agama jika terlebih dahulu

mengatahui pilihan politik elitenya secara langsung.

Kesimpulannya adalah orientasi pilihan elite ini tidak akan mengarah pada

pasangan Basuki Tjahya Utama dan Djarot Saiful Hidayat karena Basuki berasal

dari non muslim dan sudah menjadi kesepakatan bersama ulama NU dan fatwa

MUI dari Rais Syuriyah PBNU KH Ma’ruf Amin, haram hukumnya memilih

pemimpin non muslim.

B.3 Struktur Kepribadian Elite

Struktur kepribadian tercermin dalam sikap individu. Elite sebagai

kelompok yang memiliki pengaruh dalam organisasi, sehingga ide-ide dan

pemikirannya dapat dijadikan sumber atau preferensi bagi keputusan organisasi.

Elite diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi proses pembuatan

keputusan kolektif.

17

Wawancara dengan Oong Suyatno pada 9 Mei 2017.

Page 73: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

63

Syuriyah memiliki peran sentral dalam organisasi dan memiliki peran yang

strategis dalam NU. Syuriah adalah pembuat keputusan tertinggi. Dalam

organisasi, menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (ADART).

Secara wewenang tugas, Syuriyah bertugas merumuskan kebijakan umum

organisasi, mengarahkan dan mengawasi Tanfidziyah serta melakukan konsolidasi

Syuriah pada tingkat bawahannya.18

Syuriyah dapat mengendalikan kemana arah organisasi hal tersebut dapat

dihubungkan dengan teori kekuasaan, teori Charles Wright Mills menyatakan

bahwa elite yang berkuasa terdiri dari orang-orang yang memiliki posisi tertentu,

yang memungkinkan mereka untuk mengatasi lingkungan sekitarnya. Keputusan

elite dapat sangat berpengaruh pada kalangan nahdliyin. Terutama struktur

kepribadian yang dimiliki Syuriyah, pandangan Syuriyah menjadi refrensi politik

elite NU dan nahdliyin.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka keberadaan dan peranan elite

tidak dapat dilepaskan dari sebuah proses politik dan kekuasaan yang berlangsung

dalam suatu masyarakat atau organisasi tempat dimana para elite tersebut tinggal

dan kekuasaan tersebut ada di Syuriyah. Karena untuk dapat mengatahui perilaku

politik dari kepengurusan PWNU maka diteliti terlebih dahulu kireteria pemimpin

sesuai dengan kepribadian Syuriyah. Kireteria pemimpin menurut Syuriyah

PWNU,

Kriteria memilih pemimpin itu meliputi pertama, agama yang dianut (agama

yang diikuti) yaitu agama Islam, yang kedua, pemimpin punya kekuasaan

kuat sehingga bisa menguasai umat yang ketiga, keadilan yang merata,

18

Lihat, ART NU BAB XVIII, Pasal 57 Poin Kedua.

Page 74: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

64

keempat, kemanan yang merata secara umum. Kelima, kemakmuran yang

langgeng yang keenam adalah memiliki perencanaan yang luas.19

Wakil Syuriyah PWNU Oong suyatno memiliki pandangan yang sama

terkait dengan kriteria pemimpin seperti yang dikemukakan oleh Mahfud. Hal ini

dipertegas dengan pernyataan,

Kriteria pemimpin menurut saya pribadi adalah yang pertama dia layak sebagai

seorang pemimpin dengan kireteria hukum positif yang ada di negeri kita.

Kedua tentu pemilih ini memiliki aspirasi sebagai muslim, ia akan mengikuti

panduan secara agamis pasti seorang muslim mewujudkan apa yang Allah

perintahkan, jadi sebenarnya dua saja secara UU pilkada dan Al-Qur’an. Ketiga

yang bersangkutan punya motivasi yang kuat. Maksud jadi pemimpin itu apa

minimal menjadi bekal untuk akhirat. Sekecil apapun harus berdampak

kemaslahatan untuk memperbaiki dari segala bidang yang ketika mencari

pemimpin yang Islam.20

Menurut pandangan peneliti, sebagai Syuriyah PWNU jika dihadapkan

dengan situasi politik langsung misalnya karena Jakarta ada calon Gubernur dari

non muslim, Syuriyah sebagai pengendali dari organisasi tidak bisa diam.

Syuriyah menjalankan fungsi organisasi sebagai organisasi keagamaan yang

bergerak pada dakwah khususnya.

Dari kedua pandangan peneliti dapat dihubungkan dengan teori

kepemimpinan kharismatik lebih kokoh daripada kepemimpinan birokatif yang

cenderung legal formalistik. Model legitimasi ini pememimpin yang memiliki

kharisma seperti “kiai” NU apalagi sebagai Rais Syuriah PWNU, dapat

mempengaruhi suatu keputusan dan orientasi politik.

Pemimpin yang memiliki kharisma masih menempati ruang-ruang

sosial.21

Legitimasi yang dimiliki Rais Syuriah PWNU berperan aktif

19

Official NUTV, Kireteria Pemimpin Menurut Syuriyah PWNU DKI Jakarta,

https://youtube.com/, 21 November 2016. 20

Wawancara dengan Oong Suyatno pada 9 Mei 2017. 21

Laode Ida, Kaum Muda NU, Kaum Progresif dan Sekularisme Bar. (Erlangga: Jakarta, 2004)

Page 75: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

65

mendominasi kepemimpinan terutama dalam masyarakat tradisional. Apalagi

masyarakat tradisional terikat dengan klaim patron. Hal ini tidak dapat dipungkiri

karena NU adalah tradisi, maka dapat diidentifikasikan bahwa warga mayoritas

pada umumnya memiliki pemikiran yang tradisional maupun tindakan sehingga

mengikuti pandangan politik Syuriyah.

Jadi faktor yang dapat mempengaruhi elite organisasi NU seperti pengurus

yang masuk ke dalam struktural organisasi NU dalam mengambil keputusan

politik dipengaruhi oleh keputusan Rais Syuriyah yang memiliki posisi tertinggi

pada organisasi. Jadi apa yang direkomendasikan oleh Rais Syuriyah dianggap

sebagai keputusan yang paling tepat dan paling banyak ditunggu oleh nahdliyin

dan elite NU yang masih memiliki ketergantungan pada politik kiai dan keputusan

dari Syuriyah.

Faktor yang dapat melatarbelakangi elite PWNU seperti tanfidziyah dan

lain-lain dipengaruhi oleh sikap politik yang dimiliki oleh Syuriyah yaitu

memiliki otoritas tertinggi dalam organisasi.

B.4 Lingkungan Sosial Politik Berdasarkan Situasi

Lingkungan sosial politik langsung yang dapat mempengaruhi aktor adalah

ketika hendak melakukan kegiatan adalah dihadapkan oleh situasi kelompok salah

satu faktor utama. Pada pilkada Jakarta, NU dihadapkan oleh tiga situasi politik

yang mempengaruhi elite PWNU dalam mengambil keputusan politik.

Dalam konteks pilkada Jakarta 2017, Pertama, perilaku elite PWNU

dihadapkan dengan situasi persoalan pilkada Jakarta yang calon Gubernurnya

Page 76: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

66

berasal dari kalangan non muslim ditambah lagi menistakan agama. Ketiga

situasi politik yang menjadikan kemarahan elite PWNU terhadap Basuki, Menurut

Munahar,

Sebagai umat Islam saya marah terhadap Ahok, karena buat saya Ahok itu

sudah menistakan agama. Kita tidak boleh diam saja ketika agama Islam dihina.

Kalau soal aqidah tidak boleh dilanggar.22

Kedua, istighosah yang dilakukan ketum PPP Djan Faridz mantan ketua

PWNU Jakarta bersama pasangan calon Basuki Tjahya Purnama

mengatasnamakan PWNU Jakarta tanpa mengkonfirmasi. Munahar menjelaskan,

Alasan Djan Faridz membawa nama PWNU dalam istighosah bersama dengan

Ahok itu karena mereka anggepnya PWNU ini memiliki basis massa yang

banyak, kiai-kiai yang masuk dalam struktural juga terlibat mangkanya kita

bakalan menindak tegas, malemnya juga saya bersama Syuriyah menggelar

konfrensi Pers, bahwa semua yang dilakukan oleh Djan Faridz itu semua

bohong.23

Sikap yang diambil oleh Syuriyah PWNU dan wakil Tanfidziyah atas nama

KH Mahfud Asirun dan Munahar Mucthar melalui konfrensi pers24

,

Berkaitan dengan diadakan acara Istighosah kebangsaan warga nahdliyin

Jakarta bersama Basuki Tjahya Purnama di jalan Talang nomor 3 Menteng

Jakarta Pusat, Minggu 5 Februari 2017. Dengan ini PWNU DKI Jakarta

menegaskan,

1. Acara ini tanpa sepengatahuan dan tidak ada sangkut pautnya dengan

pengurus PWNU DKI Jakarta;

2. PWNU DKI tersinggung dan tetap mengecam keras perlakuan Basuki

Tjahya Purnama (Ahok) dan pengacaranya terhadap Rais Aam PBNU

KH. Ma’ruf Amin;

3. PWNU DKI mendukung pernyataan tegas ketua Tanfidziyah PBNU,

Prof. Dr. Aqil Siraj, bahwa saudara Ahok bersalah dan masyarakat NU

tidak akan memilih Ahok;

4. Akan menindak tegas jika ada pengurus yang berberan aktif di acara

istighosah bersama Ahok sesuai dengan ketentuan organisasi.

22

Wawancara dengan Munahar Mutchar pada 4 April 2017. 23

Wawancara dengan Munahar Mutchar pada 4 April 2017. 24

Pemberian Transkip Hasil Konfrensi Pers oleh Munahar Mutchar pada 4 April 2017.

Page 77: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

67

Ketiga, dalam mengawal kasus sidang ke-8 terdapat pernyataan yang

menyinggung warga nahdliyin dan elite PWNU Jakarta atas pernyataan Basuki

Tjahaya Purnama yang menyudutkan Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin.

Dari ketiga persoalan tersebut menurut pandangan peneliti salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi elite PWNU adalah disebabkan karena situasi. Seperti

yang sudah dijelaskan oleh peneliti sebelumnya, bahwa yang menjadi faktor

lansung yang dapat mempengaruhi perilaku politik elite PWNU adalah agama.

Karena itu faktor yang ada pada lingkungan sosial langsung seperti agama

ditambah dengan situasi politik di Jakarta. Sehingga orientasi elite NU mampu

terjawab dengan jelas.

C. Perilaku elite PWNU di Pilkada Jakarta

C.1 Pilkada putaran pertama

Elite PWNU Jakarta tidak memilih Basuki Thahya Purnama karena

berdasarkan agama yaitu lingkungan sosial politik tidak langsung. Orientasi

politik elite PWNU Jakarta mengarah kepada Agus-Sylvi dipengaruhi oleh

lingkungan sosial politik langsung karena pertama, kesamaan suku, rata-rata

pengurus PWNU berasal dari Betawi dan Jawa. Agus-Sylvi adalah representasi

tentang itu.

Kedua, budaya yang terbentuk di lingkungan adalah budaya partisipan aktif

dalam menyuarakan isu-isu tentang pilkada Jakarta seperti kasus penistaan agama

Islam Basuki di Kepulauan Seribu, caranya melalui budaya diskusi politik dan

menulis lalu diterbitkan menekan pemerintah untuk segera memproses kasus

Basuki di peroses.

Page 78: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

68

Ketiga, posisi Syuriyah menempati tempat yang sentral yaitu keputusan

politiknya dapat digunakan sebagai refrensi politik yang lain. Pada periode

pertama Syuriyah PWNU lebih dekat dengan Agus-Sylvi. Dukungan berlangsung

secara khusus terhadap Agus-Sylvi di kantor PWNU Jakarta.

Keempat, Situasi politik Jakarta yang menyebabkan elite PWNU tidak akan

memilih Basuki Tjahya Purnama. Karena seperti yang sudah peneliti bahas di atas

ketiga faktor dari situasi Jakarta yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi

orientasi pengurus NU.

C.2 Pilkada putaran kedua

Pada putaran kedua, faktor yang paling dominan mempengaruhi elite dalam

menentukan perilaku politik dipengaruhi oleh lingkungan tidak langsung, agama

tetap faktor yang paling dominan. Karena pada putaran kedua Agus-Sylvi tidak

masuk ke dalam kualifikasi putaran kedua, calon Gubernur Jakarta yang muslim

hanya Anies-Sandi.

Orientasi dukungan berubah Anies-Sandi karena faktor agama. Selain faktor

agama yang paling dominan adalah faktor struktur kepribadian elite posisi

Syuriyah sebagai kiai yang paling dihormati di kalangan organisasi maupun di

luar NU sehingga keputusannya diartikan sebagai suatu keputusan organisasi

meskipun dalam memilih adalah hak dari masing-masing individu elite, analisis

posisi Putnam menempatkan Syuriyah adalah yang paling berpengaruh dalam

organisasi dan di kalangan masyarakat nahdliyin.

Pada putaran kedua faktor situasi juga mempengaruhi orientasi politik

pengurus karena elite nahdliyin berdasarkan situasi politik yang berhubungan

Page 79: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

69

dengan NU secara tidak langsung sudah terlanjur tidak menyukai Basuki-Djarot

karena faktor utama yaitu agama dan situasi politik atas tindakan yang tidak

menyenangkan Basuki terhadap Rais Aam PBNU turut menentukan elite NU

dalam menentukan pilihan politik.

D. Bentuk ketidaknetralan PWNU Jakarta

Untuk dapat menganalisa mengenai perilaku politik suatu organisasi netral

atau tidak seperti PWNU Jakarta. Menurut pandangan Ramlan Surbakti perilaku

suatu lembaga, yang perlu ditelaah bukan hanya lembaganya, melainkan latar

belakang tindakan individu tersebut. Ramlan juga menganalogikan dalam

pengambilan suatu keputusan di partai politik, untuk mengatahui perilaku politik

suatu partai yang ditelaah individu yang memiliki posisi strategis di partai yaitu

elite yang dapat mempengaruhi keputusan organisasi.25

Pandangan Ramlan sesuai dengan permasalahan yang diteliti oleh peneliti

yaitu tentang elite yang berada di PWNU Jakarta, untuk menganalisa netralitas

NU secara organisasi yang diteliti bukan hanya organisasinya tetapi penting untuk

meneliti perilaku politik individu yang berada pada organisasi karena yang

membawa arah organisasi adalah individu sebagai elite yang mengendalikan

organisasi.

Pernyataan dari Manan tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Miftah Thoha bahwa perilaku organisasi adalah hasil-hasil interaksi antara

individu-individu dalam organisasinya, oleh karena itu untuk memahami perilaku

25

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, hal.20.

Page 80: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

70

organisasi sebaiknya terlebih dahulu mengatahui perilaku politik dari individu

sebagai pendukung organisasi.26

NU adalah organisasi keagamaan bukan menjadi organisasi politik

berdasarkan hasil muktamar ke-27 di Situbondo, Jawa Timur. Kenetralan NU

berdasarkan hasil khittah 1926. ` Hasil muktamar ke-27 di Situbondo

menghasilkan keputusan Nomor 02/MNU-27/1984 yaitu kembalinya NU pada

khittah 1926 yang memiliki tiga esensi pokok. Pertama, peranan ulama Syuriyah

lebih dominan pada Tanfidziyah. Kedua, NU secara jam’iyah tidak lagi memiliki

ikatan organisatoris dalam bentuk apapun dengan organisasi kekuatan sosial

politik. Ketiga, NU jam’iyah menitikberatkan program dan kegiatannya..27

Untuk menjaga kenetralan PWNU sebagai organisasi harus dimulai dari

individu sebagai elite organisasi. Elite organisasi yang netral akan menghasilkan

organisasi yang netral begitupun dengan sebaliknya. Artinya teori Ramlan

Surbakti dan Mifthah Thoha tersebut membuktikan untuk membahas mengenai

perilaku politik yang ditelaah bukan hanya organisasinya tetapi aktor yang ada di

dalamnya seperti elite yang masuk dalam kepengurusan PWNU Jakarta. Jawaban

dari perilaku aktor yang akan peneliti bahas selanjutnya akan mempengaruhi

perilaku politik PWNU dalam menjaga kenetralan PWNU secara organisasi.

Bentuk ketidaknetralan PWNU, salah satunya adalah dipengaruhi oleh perilaku

elite PWNU yang secara sengaja memberikan dukungan mengatasnamakan

organisasi, atau mengatasnamakan Rais Syuriyah untuk mendukung calon.

Terdapat tiga bentuk ketidaknetralan elite PWNU adalah sebagai berikut.

26

Miftah Thoha, Kepemimpinan dan Manajemen, (Jakarta: Rajawali, 1983), hal.34. 27

Nasir Yusuf, Menggugat Khittah NU, hal.69.

Page 81: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

71

C.1 Dukungan elite PWNU Jakarta kepada Agus Sylvi

Ketidakjelasan antara sikap individu atau organisasi dibuktikan dengan

PWNU hanya membuat undangan silahturahmi yang hanya ditujukan pada

pasangan Agus dan Sylvi.28

Padahal menurut khittah 1926, NU adalah organisasi

yang netral. Netralitas PWNU akan terlihat jika PWNU mengundang ketiga calon

Gubernur dan Wakil Gubernur untuk dapat hadir pada acara silahturahmi

tersebut. Karena apabila hanya salah satu calon saja yang diundang dapat

mengindikasikan bahwa PWNU melalui elitenya hanya mendukung pilihan politik

tertentu dan elite PWNU secara sengaja membawa organisasi pada wilayah

politik. Hal tersebut tentunya dibenarkan oleh Munahar,

PWNU mendukung Agus-Sylvi karena pertama, Agus-Sylvi adalah muslim.

Kedua, program kerjanya sesuai. Ketiga, kiai-kiai PWNU rata-rata dari Betawi

dan Jawa. Agus adalah representasi dari Jawa dan Betawi.29

Menurut pandangan peneliti, undangan khusus yang hanya ditujukan

kepada pasangan Agus-Sylvi mengindikasikan ketidaknetralan PWNU Jakarta.

Pertama, undangan khusus yaitu silahturahmi antara pengurus dan Agus-Sylvi

dilaksanakan di kantor PWNU Jakarta. Kedua, elite PWNU berfoto bersama di

bawah lambang NU sebagai organisasi dan menggunakan simbol-simbol

pemenangan Agus-Sylvi.

Ketiga, hak politik yang diberikan oleh individu terhadap NU digunakan

untuk mendukung secara tersirah Agus-Sylvi yaitu dengan membawa label NU

secara organisasi dengan harapan dapat memudahkan pemenangan Agus-Sylvi

karena PWNU dapat memobilisasi suara nahdliyin. Selain kiai dapat dijadikan

28

Liputan6.com,” AHY dapat Dukungan Moril dari PWNU Jakarta”, http://pilkada.liputan6.com/

, 22 Januari 2017. 29

Wawancara dengan Munahar Mutchar pada 4 April 2017.

Page 82: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

72

sebagai vote getter, NU adalah sebuah organisasi yang memiliki basis massa besar

dan memiliki nilai kepatuhan terhadap kiai yang kuat.

Ada faktor internal lain yang menyebabkan dukungan tersebut. Sebenarnya

kalau dilihat kiai-kiai nahdliyin paling tidak setuju ketika perempuan menjadi

pemimpin. Menurut peneliti ada faktor internal lain yang peneliti belum bisa

ungkap yang mempengaruhi dukungan terhadap Agus-Sylvi bukan hanya faktor

yang dipengaruhi oleh kesamaan agama atau budaya atau hanya sebagai refrensi

politik karena Gubernur di Jakarta ada yang berasal dari kalangan non muslim.

Dukungan terhadap Agus-Sylvi jelas melanggar apa yang diamanahkan oleh

khittah 1926. Karena seharusnya PWNU secara organisasi harus menjadi

organisasi yang netral yang tidak memiliki hubungan terhadap organisasi sosial

politik lainnya seperti pada poin kedua hasil muktamar. PWNU belum dapat

mengimplementasikan khittah 1926 secara baik dan benar, hal tersebut dibenarkan

oleh Munahar,

PWNU Jakarta sampai kapanpun akan mengimplementasikan khittah dengan

baik secara organisasi. Tetapi ada sebuah kondisi dimana Jakarta darurat

pemimpin muslim. Artinya masyarakat Jakarta telah mengalami krisis

pengatahuan tentang agama. Faktanya putaran pertama, Ahok menang. Kalau

sudah begini PWNU secara organisasi harus memiliki pandangan politik,

mensosialisasikan kepada masyarakat pemimpin yang ideal menurut Islam,

walaupun itu melanggar khittah.30

Tafsir mengenai khittah NU nampak tidak jelas. Khittah itu relevan saat

elitenya mengatakan “iya” tetapi disaat yang lain “tidak”. Pemaknaan khittah

1926 tergantung pada perilaku elitenya dalam menafsirkan. Jadi untuk menjaga

kenetralan NU secara organisasi dipengaruhi oleh komitmen elitenya menjadikan

PWNU organisasi yang netral atau tidak. Perilaku politik elite PWNU dukung

30

Wawancara dengan Munahar Mutchar pada 4 April 2017.

Page 83: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

73

mendukung salah satu calon merupakan suatu bentuk ketidaknetralan PWNU

sebagai organisasi.

C.2 Keikutsertaan dalam aksi 212

Ikutnya PWNU pada aksi 212 untuk menuntut segera diprosesnya kasus

Basuki Tjahya Purnama yang juga calon Gubernur DKI Jakarta. Padahal Ketua

Tanfidziyah PBNU KH Said Aqil Siraj melarang NU pada tingkat wilayah dan

cabang untuk hadir pada aksi tersebut, hal tersebut untuk menjaga netralitas NU

sebagai organisasi.31

PWNU Jakarta atas perintah Rais Syuriyah, tidak menghiraukan perintah

dari Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, sehingga PWNU memilih sikap yang

berbeda dan ikut dalam aksi bela Islam 212. Pelaksanaan harian PWNU juga ikut

dalam mendukung keputusan tersebut karena ingin menghormati supermasi

Syuriyah sebagai elite tertinggi dalam organisasi. Munahar menjelaskan,

Saya sebagai wakil Tanfidziyah mengikuti apa yang diperintahkan oleh kiai

Mahfud. Pertama, sudah menjadi kewajiban saya menjalankan perintah Rais

Syuriyah. Kedua, sebagai warga Jakarta saya merasa terpanggil sebagai tuan

rumah untuk menyediakan fasilitas seperti makanan dan minuman untuk warga

Jakarta.32

Keikutsertaan PWNU Jakarta dalam aksi 212 didasari dengan keterpanggilan

sebagai ormas Islam dan masyarakat Jakarta yang mayoritas Islam, Munahar

menambahkan,

Sebenarnya ini adalah keputusan kita bersama PWNU dalam waktu singkat kita

rapat yang dipimpin oleh Rais Syuriyah, yang hadir itu pasti banyak warga

nahdliyin niat kita yang pertama adalah perjuangan membela Al-Qur’an. Kedua,

kebersamaan. Ketiga kita ini tuan rumah banyak sasaudara-saudara kita datang

dari jawa timur, tengah apasalahnya sih kalau kita menyiapkan apakadarnya.33

31

Fathoni, “PBNU Minta Aksi 212 Jilid 2 Tidak Catut Nama NU”, http://www.nu.or.id/, 17

februari 2017. 32

Wawancara dengan Munahar Mutchar pada 4 April 2017. 33

Wawancara dengan Munahar Mutchar pada 4 April 2017.

Page 84: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

74

Himbauan dari Ketua Umum Tanfidziyah PBNU untuk menjaga

kenetralan NU sebagai organisasi. Karena keikutsertaan aksi 212 dari kalangan

eksternal NU dapat dipahami bahwa nahdliyin memiliki pandangan politik untuk

ikut membenci Basuki Tjahya Purnama, padahal sikap tersebut tidak dibenarkan.

Jika hanya untuk sekedar mengingatkan untuk memilih pemimpin non muslim itu

dilarang oleh agama, tentunya sudah menjadi suatu kewajiban PWNU sebagai

organisasi agama, yang tidak boleh adalah ketika keikutsertaan di aksi 212 untuk

eksternal NU sikap PWNU Jakarta tidak netral.

Hal tersebut menimbulkan pertanyaan keikutsertaan PWNU Jakarta ada

faktor lain yang menyebabkan keikutsertaan PWNU Jakarta pada aksi bela Islam

bukan hanya faktor yang disebutkan oleh Munahar. Ada faktor lain dalam internal

NU yang harus diteliti lebih lanjut yaitu pertama, elite PWNU Jakarta tidak

mendengarkan himbauan dari Tanfidziyah PBNU menimbulkan pertanyaan

sebenarnya elite PWNU ikut karena ditunggangi oleh pasangan calon.

Kedua, PWNU Jakarta memilih untuk mengambil keputusan sendiri dan

tidak melaksanakan himbauan dari PBNU menandakan adanya hubungan yang

tidak harmonis antara PBNU dan PWNU Jakarta.

C.3 Dukungan mengatasnamakan Syuriyah

Karena Agus-Sylvi tidak masuk kedalam kualifikasi untuk maju pada

putaran kedua pilkada, dukungan elite berubah dan mendukung Anies-Sandi satu-

satunya Gubernur muslim di Jakarta.

Saya sebagai Rais Syuriyah PWNU mendukung Anies-Sandi dan berkewajiban

menyampaikan dan mensosialisasikan warga nahdliyin di DKI wajib memilih

gubernur muslim. Perintah itu merujuk pada hasil muktamar Nahdlatul Ulama

Page 85: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

75

ke-30 di Lirboyo pada November 1999. Hasil muktamar kala itu memutuskan

agar warga nahdliyin berkewajiban memilih pemimpin muslim.34

Sebagai elite yang memiliki hak untuk berpolitik secara individu dibenarkan

memilih salah satu calon tertentu. Tetapi yang tidak dibenarkan adalah ketika

bentuk dukungan tersebut menggunakan jabatan tertentu pada PWNU. Seperti

menggunakan “Syuriyah”.

Cara Mahfud menggunakan “Syuriyah” menurut pandangan peneliti bentuk

ketidaknetralan PWNU secara organisasi. Kalau Mahfud menggunakan kata

Syuriyah sebagai suatu jabatan yang diamanatkan untuk menyampaikan dakwah

ke umat misalnya memilih pemimpin non muslim itu haram adalah bagian dari

memfungsikan kembali PWNU sebagai organisasi yang hanya mengurusi

persoalan keagamaan, tanpa harus membawa dukungan terhadap salah satu

pasangan calon.

34

Avid Hidayat, “Rais Syuriyah NU dukung Anies Sandi”, https://pilkada.tempo.co/, 16 April

2017.

Page 86: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

76

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaruh faktor perilaku politik elite PWNU ada 4 yaitu Pertama,

lingkungan sosial politik tidak langsung yaitu dipengaruhi oleh budaya

politik partisipan yang mempengaruhi cara pandang perilaku politik individu

dalam menentukan perilaku politik. Kedua, lingkungan sosial politik

langsung yaitu faktor agama menjadi penentu dan menjadi dominan dalam

menentukan perilaku politik. Ketiga, struktur keperibadian elite, peran

Syuriah dalam PWNU sangat berpengaruh mempengaruhi pengurus lainnya

dalam menentukan sikap politik.

2. Perilaku politik elite PWNU Jakarta periode 2016-2021 pada pilkada Jakarta

putaran pertama dalam memilih pasangan calon dipengaruhi oleh faktor

lingkungan tidak langsung agama adalah faktor yang dominan dalam

menentukan pilihan politik. Selain itu lingkungan sosial langsung

mempengaruhi yaitu kesamaan budaya karena pengurus PWNU Jakarta

sukunya adalah Jawa dan Betawi. Pada putaran pertama perilaku politik elite

PWNU berorientasi ke pasangan Agus-Sylvi karena dipengaruhi oleh

Syuriyah yang dekat dengan Agus. Tidak akan memilih Ahok-Djarot karena

faktor agama dan situasi politik pada saat itu yang berhubungan secara tidak

langsung dengan NU secara organisasi.

3. Karena Agus-Sylvi tidak masuk kedalam putaran kedua, perilaku politik elite

PWNU tetap dipengaruhi oleh agama sebagai faktor yang dominan. Posisi

Page 87: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

77

Syuriyah yang dekat dengan Anies-Sandi pada putaran kedua pilkada

mengubah piihan politik elite PWNU Jakarta lebih ke Anies Sandi karena

ketidaksukaan elite NU terhadap Basuki yang disebabkan oleh situasi yaitu

tindakan yang tidak menyenangkan Basuki terhadap Rais Aam PBNU.

4. Bentuk ketidaknetralan PWNU Jakarta karena perilaku elite PWNU Jakarta

yang secara sengaja membawa NU secara organisasi kedalam wilayah politik

yaitu pertama, dukungan elite terhadap Agus-Sylvi. Kedua, keikutsertaan

PWNU Jakarta pada aksi bela Islam 212. Ketiga, dukungan

mengatasnamakan Syuriyah terhadap salah satu pasangan calon.

B. Saran

NU memberikan kebebasan berpolitik untuk pribadi. Kenyataannya pada

tataran elite kepengurusan PWNU praktek politik yang sifatnya tersirat dan

tanpa sengaja membawa PWNU dalam politik masih terlihat. Dari semua itu,

terdapat gambaran bahwa PWNU belum sepenuhnya konsisten dengan makna

kembali ke khittah 1926.

Hal tersebut karena khittah sampai hari ini sifatnya yang multitafsir. Oleh

karena itu, saran dari penulis. Tahun ke 33 muktamar di Situbondo berlalu perlu

adanya NU meninjau reaktualisasi dari pemaknaan khittah tahun 1926. Setelah

itu dapat dipertegas kembali mengenai posisi aturan khittah secara tertulis jelas

dan rinci agar NU sebagai organisasi keagamaan yang benar-benar netral dalam

berpolitik.

Page 88: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

v

DAFTAR PUSTAKA

Alaena, Badrun. NU: Kritisme dan Pergeseran makna Aswaja, Yogyakarta: Tiara

Wacana Yogya, 2000.

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan

Demokrasi di Lima Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

Anam, Chorul. Jejak Langkah Sang Guru Bangsa Suka Duka Mengikuti Gusdur

Sejak 1978, Jakarta: Duta Aksara Mulia, 2010.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1981.

Dhofier, Bryan S. Relegion and Social Theory, New Delhi: Sage Publication,

1991.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3S, 1986.

Gafar, Afan. Politik Indonesia Transisi Menuju Dernokrasi, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002.

Hersey, Paul, dan Kennerg H. Blanchard, Manajemen Perilaku Organisasi

Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Erlangga: 1982.

Ida, Laode. Anatomi Konflik: NU, Elite Islam dan Negara, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1996.

Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif, Jakarta: Erlangga, 2009.

Kantaprawira, Rusadi. Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar,

Bandung: Sinar Baru, 1983.

Karim, Aim Abdul. Sistem Politik Indonesia Modul UT PKN 14422, Tangerang

Selatan: Universitas Terbuka, 2015.

Keller, Suzanne. Penguasa dan Kelompok Elit, Jakarta: Rajawali, 1995.

Marjani, Gustiana Isya. Wajah Toleransi NU, Jakarta: RMBOOKS, 2012.

Mas’oed, Mohtar dan Colin Mac Andrews. Perbandingan Sistem Politik,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000.

Muhaimin, Yahya.“Persoalan Budaya Politik Indonesia”, Jakarta: dalam Alfian

dan Nazarudin Sjamsuddin, Profil Budaya Politik Indonesia, Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti, 1991.

Page 89: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

vi

Mulkhan, Abdul Munir. Perubahan Pola Perilaku dan Polarisasi Umat Islam

1965-1987, Jakarta: Rajawali Press, 1989.

Mulyana, Deddy. Metodelogi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2001.

Sastroatmodjo, Sudijono. Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press,

1995.

Sitompul, Einer Martahan. NU dan Pancasila, Yogyakarta: LKiS, 2010.

Sumbangan Program Sarjana Ekstensi Fisip UI, Implemenatasi Khittah Nadhliyin:

Menuju Indonesia Mutamaddin, Jakarta: Panitia Muktamar NU ke 30,1999.

Suprayogo, Imam. Kiai dan Politik: Membaca Citra Politik Kiai, Malang: UIN

Malang Press, 2009.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2010.

Suwarno, Muhammadiyah Sebagai Oposisi, Yogyakarta: UII Press,2002.

Thoha, Miftah. Kepemimpinan dan Manajemen, Jakarta: Rajawali, 1983.

Tutik, Titik Triwulan dan Joenadi Effendi. Membaca Peta Politik Nahdlatul

Ulama: Skesta Politik Kiai & Muda NU, Jakarta Publisher, 2008.

Varma, SP. Teori Politik Modern, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Yusuf, Nasir. Menggugat Khittah NU, Bandung: Humaniora Press, 1994.

Zada, Khamami dan Ahmad Fawaid Sjadzili, ed. Nahdlatul Ulama: Dinamika

Ideologi dan Politik Kenegaraan, Jakarta: Buku Kompas, 2010.

Karya Ilmiah

Fatmawati, “Perilaku Politik Elite Muhammadiyah Pasca Orde Baru di Makassar

(1999-2004)”, Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Program

Pascasarjana Sosiologi Universitas Gajah Mada, 2014.

Muhammad Anis Sumaji, “Sikap Politik Elit Muhammadiyah dan Nahdlatul

Ulama Ulama di Surakarta: Sebuah Studi Komparatif", Tesis S2 Program

Studi Pemikiran Islam, Program Magister Universitas Muhammadiyah

Surakarta, 2016.

Page 90: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

vii

Wibowo, Sugeng.“Penguatan Peran Civil Society dalam Politik Lokal: Telaah

Perilaku Politik Warga Muhammadiyah dalam Pemilihan Kepala Daerah di

Kabupaten Ponorogo”, Jurnal Fenomena, Vol. 5, No. 2, Juli 2008.

Muaddab, Hafis. “Nahdlatul Ulama Sebagai Opinion Leader Dalam Politik

Demokrasi di Indonesia: Sebuah Kajian Teoritik”, Jurnal Politika, Vol.1,

Nomor.1 September 2015.

Solikin, Ahmad. “Deviasi Sikap Politik Elektoral Muhammadiyah Antara Pusat

dan Daerah : Studi Kasus Sikap Politik Elite Muhammadiyah pada Pilihan

Presiden 2014 dan Pilkada 2010 di Sleman dan Maros ”, Tesis S2 Program

Pascasarjana Universitas Gajah Mada.

Hidayati, Anisa, “Nahdlatul Ulama (NU) di Era Reformasi: Studi tentang

Muslimat NU Periode 2011-2014 dan Khittah NU 1926”, Skripsi S1

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2015.

Undang-undang

UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013, “Organisasi Kemasyarakatan”.

UU 32 Tahun 2004, “Tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta: Ramdina Prakasa,

2004”.

UU Komisi Pemilihan Umum, “Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6

Tahun 2016”.

Arsip

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998.

Transkrip Pernyataan Sikap PWNU Jakarta Mengenai Istighosah Kebangsaan.

Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, Jumlah

Agama Tahun 2015

Internet

Aji, Wahyu. “PPP Djan Faridz Akan Boyong Ahok Hadiri Istigosah di Lima

Wilayah Jakarta”, http://www.tribunnews.com/, 20 Februari 2017.

Dariyanto, Erwin. “Respons Sikap Ahok ke Ma'ruf Amin”, GP Ansor: Siaga Satu

Komando”, https://news.detik.com/, 1 Februari 2017.

Page 91: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

viii

Erdianto, Kristian. “Hanya Isu Suku, Agama, dan Ras yang Dapat Menjegal

Ahok-Djarot Pada Putaran Kedua”, http://megapolitan.kompas.com/, 18

Februari 2017.

Fathoni, “PBNU Minta Aksi 212 Jilid 2 Tidak Catut Nama NU”,

http://www.nu.or.id/, 17 februari 2017.

Frachman, “Ahok Lecehkan KH Ma'ruf Amin, Inilah Sikap PWNU DKI Jakarta”

http://www.beritash.com/, 5 Februari 2017.

Herzaky Mahendra Putra. ”Peta Baru Koalisi Parpol, Penentu Hasil Pilkada

Jakarta 2017”, http://megapolitan.kompas.com/, 18 April 2017.

Hidayat, Avid. “Rais Syuriyah NU dukung Anies Sandi”,

https://pilkada.tempo.co/, 16 April 2017.

Huda, Larissa. “Kasus Penistaan Agama, Ahok: Makin Cepat Sidang Makin

Baik”, https://nasional.tempo.co/, 25 November 2016.

Jpnn.com , “Sikap Lembaga Dakwah PBNU: Ahok Sudah Menyerang Pribadi,

http://m. jpnn.com, 1 Februari 2017.

Komaruddin Bagja Arjawinangun, “Ini Hasil Rapat Pleno KPU Hasil Pilkada DKI

Putaran Pertama”, https://metro.sindonews.com/, 4 Maret 2017.

KPU Provinsi DKI Jakarta. “Hasil Hitung TPS (Form C1) Provinsi Dki Jakarta”,

https://pilkada2017.kpu.go.id/, 15 Februari 2017.

KPUD Provinsi DKI Jakarta. “Hasil Hitung TPS (Form C1) Provinsi Dki

Jakarta”, https://pilkada2017.kpu.go.id/, 19 April 2017.

Kurnia, Dadang. “Perilaku Ahok Bisa Picu Kemarahan Nasional Warga NU”,

http://nasional.republika.co.id, 1 Februar 2017.

Lestari, Danu.“Pilkada Jakarta diprediksi tiga calon”,

http://nasional.kompas.com/, 15 September 2016.

Lestari, Sri. “Isu SARA Meningkat di Pilkada DKI Jakarta”,

http://www.bbc.com/indonesia/, 24 Maret 2017.

Liputan6.com,” AHY dapat Dukungan Moril dari PWNU Jakarta”,

http://pilkada.liputan6.com/, 22 Januari 2017.

NUTV, Official. Kireteria Pemimpin Menurut Syuriyah PWNU DKI Jakarta,

hhtps://youtube.com/, 21 November 2016.

Page 92: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

ix

Pizaro, “ Satu Tujuan, di Aksi 212 PWNU DKI Kerahkan Seluruh Pengurus &

Kader Tuntut Penjarakan Ahok”, https://www.salam-online.com/,03

Desember 2016.

Raharjo, Budi. “Menghitung Jumlah Peserta Aksi 212”,

http://www.republika.co.id/, 05 Desember 2016.

Safitri, Inge Klara dan Friski Riana.” Soal Dugaan Saksi Palsu, Ahok Diminta

Tak Tuntut Ma'ruf Amin”, https://nasional.tempo.co/ , 01 Februari 20017.

Wawancara:

Drs. KH.Munahar Mutchar sebagai Wakil Tanfidziyah PWNU Jakarta pada 4

April 2017 di Kantor MUI Jakarta Barat.

KH Manan Abdul Ghani sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU pada 11 April 2017

di Kantor PBNU Jakarta.

KH.OS Abdurrahman Mahmud, MA sebagai Wakil Rais Syuriah PWNU Jakarta

pada 9 Mei 2017 di Kantor Ranting NU Kedaung Kali Angke.

Page 93: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Struktur Organisasi PWNU Jakarta

Mustasyar : KH. Maulana Kamal Yusuf

Habib Zein bin Umar bin Smith

KH. Syarifuddin Abd. Ghoni

KH. Hambali Ilyam

Drs.KH. Ahmad Shodri, H.M

Dr. Habib Ali Hasan Bahar

KH. Zufa Mustofa, M.Y

Ir.H. Tubagus Robby Budiansyah

KH. Anshori Ya’qub

KH. M. Mu’min

KH. Ahmad Ma’ruf Asirun

Drs.KH. Ahmad Sualdy, MBA

KH. Abdul Gofur Ali

KH. Abdul Rosyad

KH. Rohidi Usman

KH. Abu Na’im Khofifi

KH. Ilyas Marwal

Dr.KH. Makhtub Effendi

Drs.KH. Khudri Hasbullah, MM

KH. Ahmad Syakrim

Drs.H. Yusuf Mujenih

Dr.MGS. KH. Idrus Ali

Drs.H. Tabroni, MA

Drs.H. Ahmad Fauzi Marzuqi, M.S

Page 94: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Rois Syuriyah : KH Mahfudz Asirun

Wakil Rois : KH. Ibnu Abidin

KH. Yusuf Aman, MA

KH. Ibrahim Karim

Drs. KH.OS. Abdurrahman, MA

Drs.KH. Zuhri Ya’qub

KH. Syahroni Hadi

KH. Zarkasih Saiman

KH. Adnan Idris

Drs. KH. Shodikin Maksudi

KH. Nawawi Hakam

KH. Bahrudin Ali

Katib : KH. Ahmad Zahari, S.Pd, MA

Wakil Katib : KH. Jamaludin F. Hasyim, SH.I

KH. Auza’I Anwari, MA

KH. Balya Isa

KH. Lukman Hakim Hamid

Lutfi Zawawi

Habib Ali Bin Abdurrahman Al Habsyi

H.M. Taufik, Lc

Drs.H.M Sholeh Asri, M.A

Drs.KH. Ahmad Rofi’I, M.Ag

KH. Mudahir, R.D

Drs.H. Hasanudin, M.M

Page 95: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

A’wan : H. Hasbiallah Ilyas

Habib Sholeh Bin Baqir Al Attos

KH. Ahmad Hariri

KH. Marullah Matali

KH. Zaini Mukri

KH. Hafidz Hasyim

KH. Oman Sya’roni

KH. Wahid Nuruddin

KH. Machdum

KH. Ahmad Rohimin

H. Ahmad Ruslan

H. Sudirman

H. Mawardi

KH. Nursasi

H. Abdul Mu’in, M.Pd

Abdul Azis HAsbi

H. Amin Haji

Tanfidziyah : Dr.H. Saefullah, M.Pd

Wakil Ketua : Dr. KH. Samsul Ma’arif, MA

Dr. KH. Luthfi Fathullah, MA

Drs. KH Munahar Mutchar

Dr. H. Mardhani Zuhri, S.pd.I, MA

Dr. H. Zuri Ardiantoro

Drs. H. Ahmad Yais, M.Si

KH. Ahmad Mahmud Iskandar, SQ

Page 96: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Dr.KH. Abdul Azis Khofifi, S.Si, M.Si

Dr.H. Amsani Idris, M.Pd

Sekretaris : Drs.H. Mualif, ZA

Wakil Sekretaris : H. Haikal Shodri

H. Beky Mardani

Drs.M. Mastur Anwar

Agus Salim, S.Ag

Husny Mubarok Amir

Dr.H. Mulawarman Hanato

Hazami Romli, S.Ag

Abdurrahman Hasyib

H. Djunaidi Sahal, S.IP

Faisal Romdonih

Bendahara : Drs.H. Ahmad Firdaus, M.Si

Wakil Bendahara : H. Sutrisno Lukito Disastro

Billy Haryanto

Yusuf Hamka

H. Jubaedi Adih

Page 97: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Butir-Butir Pertanyaan Wawancara

Narasumber : KH. Manan Abdul Ghani

Jabatan : Ketua Tanfidziyah PBNU

Bagaimana pendapat Bapak sebagai Tanfidziyah PBNU dalam menanggapi

pilkada Jakarta tahun 2017, Untuk menganalisa mengenai perilaku tentunya

penting untuk melihat budayanya terlebih dahulu. Kalau dilihat dari budaya

politik, pengurus PBNU termasuk budaya politik yang seperti apa?

Konteks PBNU ini sebenarnya adalah Indonesia. Pengurus pusat adalah

“bapaknya” dari NU wilayah dan cabang. PBNU bukan organisasi mewakili

daerah. Tetapi karena PBNU lokasinya di Ibukota Jakarta dengan sendirinya hadir

mengawal kesuksesan pada pilkada Jakarta. Ranahnya NU bukan politik, tetapi

karena NU budaya pengurusnya atau kiai-kiainya itu adalah budaya partisipan

seperti pada pilkada Jakarta ini NU melakukan tekanan terhadap pemerintah

menuntut kasus penistaan agama, merupakan salah satu bukti bahwa budaya

politik yang dimiliki oleh elitenya adalah budaya partisipan.

Menurut Bapak kiai, pengurus NU memiliki budaya politik partisipan.

Bentuk-bentuk budaya partisipan itu seperti apa?

Bentuknya diskusi-diskusi antara pengurus, aktif di berbagai media massa seperti

elektronik hanya untuk menentukan sikap terhadap isu-isu tertentu.

Page 98: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Apakah NU termasuk organisasi yang netral pada pilkada Jakarta tahun

2017?

NU sampai kapanpun akan menjadi sebuah organisasi yang netral sesuai dengan

yang diamanahkan oleh khittah tahun 1926. NU sudah bukan menjadi organisasi

politik jamiyah dinayah siyasah tetapi menjadi jamiyah dinayah ibtidaiyah.

Bagaimana membedakan antara keputusan individu dengan keputusan

organisasi?

Untuk membedakan perilaku murni individu dengan dirinya misalnya sebagai

pengurus sangat sulit, karena banyak pengurus yang membawa NU pada politik

secara tersirah.

Untuk melihat perilaku organisasi tentunya saya harus melihat terlebih

dahulu perilaku individu dalam mengambil keputusan politik. Karena disatu

sisi NU sebagai organisasi memberikan hak individu baik itu sebagai

pengurus atau nahdliyin dalam menentukan sikap politik, tetapi kesulitan

dari luar ketika warga nahdlyin meminta fatwa politik. Bagaimana Bapak

menjaga kenetralan NU sebagai organisasi di pilkada Jakarta tahun 2017?

PBNU itu netral pada pilkada Jakarta khususnya seperti sekarang atau pada

Pilpres. Bahkan saya sering menemui warga nahdlyin datang meminta

rekomendasi terkait dengan pilihan politiknya, sebagai Tanfidziyah saya bilang ke

mereka saya netral tetapi sebagai Manan Abdul Ghani saya memiliki pilihan

politik tersendiri. Kalau saya sebutkan pilihan saya memposisikan sebagai

Page 99: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Tanfidziyah saya bisa membawa PBNU organisasi yang tidak netral, tetapi saya

selalu menjaga kenetralan PBNU dengan tidak membawa PBNU masuk dalam

politik praktis.

Karena pilkada Jakarta ini konteksnya adalah wilayah. Bagaimana menurut

pak kiai agar PBNU sebagai organisasi pusat menjaga netralitas NU wilayah

di pilkada Jakarta?

Untuk menjaga kenetralan NU sebagai organisasi pada pilkada Jakarta tentunya

dibutuhkan kerjasama NU wilayah, cabang dan ranting untuk tetap menjaga

netralitas NU sebagai organisasi keagamaan, karena dukung-mendukung atas

nama organisasi tidak dibenarkan.

Untuk melihat mengenai khittah 1926 tentunya harus dilihat dari perilaku

pengurus terlebih dahulu dalam menjaga netralitas NU sebagai organisasi.

Menurut pandangan pak kiai apakah khittah 1926 relevan di pilkada Jakarta

tahun 2017?

Khittah itu relevan menjadi pedoman karena khittah hasil mukatamar di

Situbondo sudah dibuat menjadi buku pedoman.

Menurut Bapak kiai, bagaimana elite/pengurus NU menerapkan nilai-nilai

khittah 1926 pada pilkada Jakarta ?

PBNU kembali mengaktualisasi nilai-nilai khittah pada elite yang memimpin

tingkat wilayah dan cabang, agar nilai-nilai khittah tetap relevan mengikuti

Page 100: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

situasi politik yang ada. Pada konteks pilkada Jakarta PBNU sudah

mensosialisasikan khittah pada NU wilayah.

Menurut pandangan bapak kiai, apakah khittah itu sudah jelas mengatur

mengenai NU secara organisasi memiliki batasan agar tidak memasuki

ranah politik ?

NU itu sudah jelas mengatur batasan politik, untuk menjaga agar eksistensi

khittah dapat terjaga dengan baik. Tentunya kita butuh kerjasama dari pengurus

wilayah, cabang, ranting untuk mengimplementasikannya, agar khittah tetap

relevan. Tetapi kalau tidak ada kerjasama khittah multitafsir penjelasannya.

Menurut bapak kiai, agar khittah tersebut tidak multitafsir penjelasannya.

Hal-hal apa saja yang dapat dilakukan oleh PBNU untuk tetap menjaga

nilai-nilai khittah 1926 ?

Untuk tidak multitafsir diperlukan, pertama satu tafsiran mengenai khittah 1926

harus seragam terlebih dahulu maknanya sesuai dengan pedoman khittah 1926

secara tertulis hasil muktamar, karena kalau dilihat sejarahnya saja. Khittah itu

multitafsir maknanya. Kedua, komunikasi antara tingkat serta yang ketiga,

sosialisasi antara pengurus. PBNU sudah berusaha hadir untuk memenuhi ketiga

hal tersebut.

Page 101: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Cara PBNU menjaga eksistensi khittah 1926 itu seperti apa?

Khittah sampai hari ini dipertahankan sebagai organisasi NU netral baik dalam

politik. Hal tersebut dipertegas dengan hasil muktamar ke-33 di Jombang 2015,

harus menjaga khittah dan mengkokohkan Islam Nusantara.

Page 102: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Butir-Butir Pertanyaan Wawancara

Narasumber : KH Munahar Mutchar

Jabatan : Wakil Tanfidziyah PWNU Jakarta 2016-2021

Dalam PWNU bapak kiai menjabat sebagai apa?

Dalam PWNU saya wakil Tanfidziyah. Saya juga menjabat sebagai Ketua MUI

Jakarta-Barat.

Apakah bapak kiai aktif dalam berbagai kegiatan di PWNU Jakarta ?

Secara pribadi, saya sebagai wakil Tanfidziyah aktif ikut serta dalam

menyelenggarakan berbagai acara seperti pengajian di kantor PWNU Jakarta

hingga rapat-rapat internal organisasi, hampir tidak pernah absen untuk itu.

Apakah selama bapak memimpin, dapat mengenal satu sama lain. Termasuk

bisa menjelaskan ke saya mengenai lingkungan pengurus PWNU Jakarta,

misalnya pengurus PWNU Jakarta dalam menentukan sikap politik lebih ke

arah mana?

Ya, saya mengenal pengurus tentunya sebelum saya menjadi wakil Tanfidziyah

PWNU Jakarta. Untuk sikap politik saya menjelaskan terlebih dahulu mengenai

lingkungan dikalangan pengurus saja ya, karena kalau untuk urusan politik itu

apalagi pilihan secara pribadi sifatnya itu adalah rahasia. Tapi kalau dilihat dari

lingkungan misalnya di lingkungan PWNU sendiri, itu adalah hal yang dapat

mempengaruhi individu sebagai pengurus dalam menentukan sikap politik.

Page 103: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Untuk menganalisa mengenai perilaku politik, tentunya ada budaya yang

mempengaruhi sesorang dalam mengambil sebuah keputusan politik,

menurut Bapak kiai, di lingkungan PWNU Jakarta budaya politik seperti

apa yang sudah terbangun pada konteks pilkada Jakarta ?

Budaya yang sudah terbangun itu adalah budaya partisipan dikalangan pengurus.

PWNU aktif berdiskusi mengenai perkembangan politik. Misalnya, pada pilkada

Jakarta ini pengurus PWNU selalu mengikuti diskusi-diskusi politik, mengkritisi

suatu kebijakan. Misalnya kasus Ahok yang belum diproses hukum kita kritisi

melalui media NU, tulisan NU dan lain-lain.

Menurut pandangan politik bapak secara pribadi, apakah keputusan warga

nahdliyin tentang politik berdasarkan apa yang diketahui tentang pasangan

calon, dan apakah itu merupakan bagian dari indikator pengaruh perilaku

politik di kalangan pengurus ?

Tentunya iya, pertama kalau dilihat kan budaya politik lingkungan PWNU adalah

partisipan, tentunya secara tidak langsung pengurus maupun pandangan politik

saya secara pribadi selalu melihat dulu calonnya. Saya harus mengatahui terlebih

dahulu visi-misi atau program calon. Baru saya memilihnya tetapi tetap saja yang

dipertimbangkan adalah agama.

Kenapa pengurus PWNU melihat agama menjadi pertimbangan utama

dalam memilih pilihan politik ?

Page 104: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

NU adalah organisasi Islam maka diperintahkan untuk seluruh nahdliyin maupun

pengurus untuk memilih sesuai dengan kehendaknya. Tetapi karena NU didirikan

oleh para ulama, maka secara otomatis berpeggang teguh pada Al-Qur’an. Karena

berpeggang teguh kepada Al-Qur’an maka kita menyarankan kepada seluruh

warga nahdliyin untuk memilih pemimpin muslim, jangan sampai melanggar Al-

Qur’an.

Selain dari agama, apakah budaya dari lingkungan pengurus PWNU juga

dapat mempengaruhi ?

PWNU Jakarta berasal dari Jawa dan mayoritas adalah Betawi. Untuk dapat

memilih pasangan calon tetap agama adalah hal yang harus diutamakan. Tetapi

yang menjadi faktor untuk memilih pasangan calon berdasarkan identitas

kesamaan suku. Nah, kalau di PWNU kebetulan kebanyakan suku Jawa dan

Betawi. Saya pribadi sebagai orang NU memilih pasangan dari orang-orang

Betawi yaitu Agus-Sylvi, karena bagi saya Agus-Sylvi dari praktik sehari-hari

dekat dengan NU.

Maksud Agus-Sylvi dekat dengan praktik sehari-hari NU itu bagaimana ?

Agus itu dekat dengan PWNU khususnya karena Agus dan tim suksesnya sering

mengikuti pengajian yang dilaksanakan PWNU Jakarta.

Page 105: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Menurut pendapat bapak kiai sebagai wakil Tanfidziyah, apakah posisi

Syuriyah PWNU menjadi faktor yang dapat mempengaruhi pengurus dalam

menentukan sikap politik ?

Kalau dilihat dari ART NU posisi Syuriyah adalah posisi yang penting. Kemana

arah organisasi tentunya dipengaruhi oleh keputusan Syuriyah. Begitupun dengan

keputusan politik Syuriyah tidak ada pesan khusus sebenarnya kalau secara

tersirah tentu iya. Tetapi sudah menjadi budaya bagi warga NU untuk mengikuti

perintah dari kiai khususnya bagi saya.

Apakah dengan adanya calon Gubernur dari kalangan non muslim sekaligus

di duga sebagai orang yang menistakan agama Islam, menjadi salah satu hal

yang mempengaruhi perilaku politik pengurus PWNU. Dan apa tanggapan

bapak mengenai situasi seperti ini?

Sebagai umat Islam saya marah terhadap Ahok, karena buat saya Ahok itu sudah

menistakan agama. Kita tidak boleh diam saja ketika agama Islam dihina. Kalau

soal aqidah tidak boleh dilanggar.

Istighosah yang mengatasnamakan Djan Faridz mengatasnamakan PWNU

Jakarta, apakah dapat mempengaruhi perilaku politik pengurus PWNU, apa

tanggapan bapak menganai hal tersebut ?

Alasan Djan Faridz membawa nama PWNU dalam istghosah bersama dengan

Ahok itu karena mereka anggepnya PWNU ini memiliki basis massa yang

banyak, kiai-kiai yang masuk kedalam struktural juga terlibat mangkanya kita

Page 106: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

bakalan menindak tegas, malamnya juga saya bersama Syuriyah menggelar

konfrensi pers bahwa yang dilakukan oleh Djan Faridz itu semua adalah bohong.

Situasi Jakarta, menyebabkan PWNU harus mengambil keputusan

tersendiri untuk mengikuti aksi 212 padahal sudah jelas adanya larangan

dari Tanfidziyah PBNU untuk ikut dalam aksi tersebut. Menurut pandangan

bapak seperti apa?

Saya sebagai wakil Tanfidziyah mengikuti apa yang diperintahkan oleh kiai

Mahfud. Pertama, sudah menjadi kewajiban saya menjalankan perintah dari Rais

Syuriyah. Kedua, sebagai warga Jakarta saya sebagai warga Jakarta merasa

terpanggil sebagai tuan rumah untuk menyediakan fasilitas seperti makanan dan

minuman untuk warga Jakarta. Sebenarnya ini adalah keputusan kita bersama

warga nahdlyin niat kita yang pertama adalah perjuangan membela Al-Qur’an.

.Kedua, kebersamaan. Ketiga, kita ini tuan rumah banyak saudara-saudara kita

datang dari Jawa Timur, tengah apasalahnua sih kalau kita menyiapkan

apakadarnya.

Apakah khittah NU 1926 tetap relevan pada pilkada Jakarta?

Sampai kapanpun khittah masih relevan secara organisasi harus mengikuti khittah

1926. Karena Khittah ibaratnya adalah rambu-rambu orang NU.

Page 107: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Bagaimana PWNU mengimplementasikan khittah 1926 di pilkada Jakarta ?

PWNU Jakarta sampai kapanpun akan mengimplementasikan khittah dengan baik

secara organisasi. Tetapi ada sebuah kondisi dimana Jakarta darurat pemimpin

muslim. Artinya masyarakat Jakarta telah mengalami krisis pengatahuan tentang

agama. Faktanya putaran pertama, Ahok menang. Kalau sudah begini PWNU

secara organisasi harus memiliki pandangan politik, mensosialisasikan kepada

masyarakat pemimpin ideal menurut Islam waaupun melanggar khittah 1926.

Page 108: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Butir-Butir Pertanyaan Wawancara

Narasumber : KH.OS Abdurrahman Mahmud

Jabatan : Wakil Syuriyah PWNU Jakarta

Dalam PWNU bapak kiai menjabat sebagai apa?

Sebagai wakil Syuruyah PWNU periofe 2016-2021.

Apakah bapak kiai aktif dalam berbagai kegiatan di PWNU Jakarta ?

Saya aktif pada kegiatan PWNU seperti PWNU sering mengadakan pengajian

satu bulan di minggu kedua per pekan, saya hadir di dalamnya sebagai wadah

silahturahmi antar pengurus.

Apakah selama bapak memimpin, dapat mengenal satu sama lain. Termasuk

bisa menjelaskan ke saya mengenai lingkungan pengurus PWNU Jakarta,

misalnya pengurus PWNU Jakarta dalam menentukan sikap politik lebih ke

arah mana?

Rata-rata pengurus PWNU selain menjadi pengurus juga menjadi pengajar di

pesantren dan ada yang memiliki pesantren. Saya kenal dengan kiai-kiai yang

menjadi pengurus PWNU Jakarta dari sebelum pelantikan. Jadi saya kenal ada

yang teman saya di pesantren dahulu sama-sama berjuang di NU. Dan sebagian

kita dipertemukan di PWNU sebagai sebuah struktur.

Page 109: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Untuk menganalisa mengenai perilaku politik, tentunya ada budaya yang

mempengaruhi sesorang dalam mengambil sebuah keputusan politik,

menurut Bapak kiai, di lingkungan PWNU Jakarta budaya politik seperti

apa yang sudah terbangun pada konteks pilkada Jakarta ?

Budaya politik pengurus PWNU adalah partisipan, ciri-cirinya ditandai pengurus

yang berada di PWNU ikut membahas dalam isu-isu strategis, dan itu ada

lembaganya tersendiri yaitu Lakpesdam NU.

Menurut pandangan politik bapak secara pribadi, apakah keputusan warga

nahdliyin tentang politik berdasarkan apa yang diketahui tentang pasangan

calon, dan apakah itu merupakan bagian dari indikator pengaruh perilaku

politik di kalangan pengurus ?

Buat saya pribadi tentunya iya, saya mengatahui terlebih dahulu mengenai

pasangan calon baru saya dapat menentukan pilihan.

Kenapa pengurus PWNU melihat agama menjadi pertimbangan utama

dalam memilih pilihan politik ?

Agama untuk saya adalah faktor nomer satu, dan yang kedua adalah akhlak dari

pemimpin yang menjadi dasar untuk memilih Gubernur, program kerjanya adalah

alasan terakhir untuk memilih.

Selain dari agama, apakah budaya dari lingkungan pengurus PWNU juga

dapat mempengaruhi ?

Page 110: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Sebagai orang Jawa saya akan tertarik dengan pasangan calon yang sama sukunya

dengan saya. Tetapi sekali lagi saya tekankan misalnya di Jakarta ada tiga calon,

dua calon buka berasal dari suku saya. Hanya satu yang berasal dari suku saya

yaitu Jawa tetapi dia non musim. Saya tidak akan memilih dia. Buat saya agama

adalah sesuatu yang tidak dapat dikesampingkan. Mayarakat luar NU itu sering

banget, mengartikan pilihan politik ptibadi dengan pandangan politik secara

organisasi. Contohnya kaya saya nih yang ketika dilantik terus kebetulan ada

orang yang hadir juga dan ada videonya. Menjadi viral sekarang karena saya

dianggap dukung dia. Padahal itu video udah lama banget.

Apakah dengan adanya calon Gubernur dari kalangan non muslim sekaligus

di duga sebagai orang yang menistakan agama Islam, menjadi salah satu hal

yang mempengaruhi perilaku politik pengurus PWNU. Dan apa tanggapan

Bapak mengenai situasi seperti ini?

Pada pilkada Jakarta haram hukumnya memilih pemimpin non muslim, karena

penjelasannya sudah jelas ada pada Al-Qur’an dan NU secara organisasi juga

melarang untuk memilih pemimpin non muslim hal tersebut sudah terjawab pada

muktamar di Liboryo tahun 1999.

Apakah dengan mensosialisasikan untuk memilih Gubernur non muslim

kepada nahdliyin merupakan bagian dari ketidaknetralan NU sebagai

organisasi Islam, padahal Jika menurut khittah 1926 NU adalah organisasi

yang netral ?

Page 111: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Untuk kalangan yang tidak suka banget dengan NU ini bisa diterjemahkan

menjadi sebuah sikap NU sebagai organiasi yang tidak netral karena menghalangi

calon lain yang tidak masuk kireteria oemimpin NU, bukan menjadi

ketidaknetralan NU sebagai organisasi dan melanggar khittah 1926 tetapi menjadi

kewajiban untuk tokoh agama seperti saya dalam mendakwahkan apa yang

dilarang oleh Al-Qur’an.

Menurut pendapat bapak kiai sebagai wakil Syuriyah, apakah posisi

Syuriyah PWNU menjadi faktor yang dapat mempengaruhi pengurus dalam

menentukan sikap politik ?

Tentu iya, sekedar informasi saja tiga hari sebelum pilkada PWNU mengadakan

sosialisasi hasil muktamar Lirboyo dengan harapan dapat mengingatkan warga

NU bahwa memilih pemimpin non muslim itu haram. Kita harus sa’mina

waa’atona dengan keputusan Syuriyah dan kiai sepuh NU. Itu adalah bentuk

nyata bahwa pengurus-pengurus NU tunduk dan masih mendengarkan

pertimbangan dari Syuriyah, termasuk dalam menentukan pilihan. Karena itu

sudah membudaya.

Sebagai wakil Syuriyah, kriteria pemimpin seperti apa untuk Jakarta ?

Kireteria pemimpin menurut saya pribadi adalah yang pertama dia layak sebagai

seorang pemimpin dengan kireteria hukum positif yang ada di negeri kita. Kedua,

tentu pemilih ini memiliki aspirasi sebagai muslim, ia akan mengikuti panduan

secara agamis pasti seorang muslim akan mewujudkan apa yang Allah

Page 112: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

perintahkan. Jadi sebenarnya dua saja secara UU pilkada dan Al-Qur’an. Ketiga,

yang bersangkutan punya motivasi yang kuat. Maksud jadi pemimpin itu apa

minimal menjadi bekal untuk akhirat. Sekecil apapun harus berdampak pada

kemaslahatan untuk memperbaiki dari segala bidang, ketika kita mencari

pemimpin Islam.

Menurut bapak kiai, apakah khittah tetap relevan pada pilkada Jakarta?

Bukti khittah masih relevan itu dibuat dalam bentuk buku pedoman NU.

Sebenarnya untuk menjaga khittah itu relevan atau tidak ya harus dari warga NU

itu sendiri. PWNU Jakarta melihat khittah adalah sebagai pedoman.

Menurut pandangan pak kiai, pada putaran pertama orientasi politik

pengurus PWNU lebih dominan ke pasangan calon mana ?

Agus- Sylvi karena pertama dia dekat dengan NU, Syuriyah PWNU putaran

pertama juga dekat dengan Agus. Dari PBNU nya sendiri Rais Aam juga

mendukung Agus secara pribadi.

Menurut pandangan pak kiai, setelah Agus-Sylvi tidak lolos di pilkada

Jakarta, lingkungan pengurus PWNU orientasi politiknya kemana ?

Anies-Sandi karena satu-satu calon yang muslim, selain itu Syuriyah PWNU

dekat dengan Anies setelah kunjungan Anies ke pesantren Al-itqon Jakarta.

Page 113: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Wawancara dengan Ketua Tanfidziyah PBNU Periode 2015-2020, KH. Manan

Abdul Ghani di Kantor PBNU Jakarta, 11 April 2017.

Wawancara dengan Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jakarta Periode 2016-

2021, Drs. KH. Munahar Mutchar di Kantor MUI Jakarta Barat, 4 April 2017.

Page 114: PERILAKU POLITIK DAN ELITE (Studi tentang Pengaruh Pilihan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40975/1/DIAH... · budaya politik dari Almond dan Verba. Untuk meneliti

Wawancara dengan Wakil Rais Syuriyah PWNU Jakarta Periode 2016-2021

KH. OS. Abdurrahman Mahmud, MA di Kantor Ranting NU Kedaung Kali

Angke, 9 Mei 2017.